ekonomi politik media, riset, gerakan sosial dan perubahan ... · soal kesejahteraan hidup...

15
Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom. Minggu, 19 Mei 2013 20:14 Pewarta-Indonesia, Pertama, bagaimanakah peta kepemilikan media massa di Indonesia saat ini (18 Mei 2013)? Kedua, seberapa ampuh atau hebatkah wartawan (penulis, peneliti) media massa dan jaringan media sosial dalam menggerakkan publik melakukan berbagai perubahan sosial? Ketiga, lebih sakti manakah antara pengusaha media massa (konglomerat) dan wartawan itu dalam menentukan arah kebijakan redaksional dan korporasional media massa? Keempat, mengapakah para pengusaha media massa selalu mendominasi (menghegemoni) berbagai kepentingan "ekonomi dan politik" media massa dibandingkan pihak wartawan atau publik? Kelima, soal kesejahteraan hidup wartawan, memangnya berapakah gaji tertinggi yang diperoleh para wartawan di Indonesia? Keenam, bagaimana pula kualitas laporan jurnalistik yang dihasilkan oleh para wartawan di Indonesia melalui berbagai media massa cetak dan elektronik? Ketujuh, mengapakah juga para pemilik media (pengusaha/konglomerat media) kini berlomba-lomba sekaligus menjadi politisi? Stop dulu. Rencananya saya akan melontarkan 93 model pertanyaan lagi, agar genap menjadi 100 model pertanyaan. Namun karena keterbatasan ruang dan waktu dalam forum intelektual ini, maka saya hanya mengajukan 7 model pertanyaan di atas dan dicoba dikupas secara tuntas. Dengan bertitik tolak dari 7 model pertanyaan kritis di atas, kita akan dengan mudah secara objektif sekaligus subjektif dalam memetakan secara intelektual maupun instingtif berbagai fakta, data, informasi, interpretasi dan sintesis atas problematika kompleks tersebut. Mari kita bedah satu persatu pokok persoalan di atas. Saya akan mengupasnya dengan gaya konvensional saja, di mana akan diuraikan secara runtut dan tersistematis, agar setiap orang yang membaca makalah ini dengan segera mudah memahami gagasan (pemikiran) yang saya coba sodorkan dan konstruksikan di tengah forum yang dihelat oleh para aktivis mahasiswa UGM ini. Peta Kepemilikan Media Massa di Indonesia Sekarang (18 Mei 2013) 1 / 15

Upload: trandang

Post on 03-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

Pewarta-Indonesia, Pertama, bagaimanakah peta kepemilikan media massa di Indonesia saatini (18 Mei 2013)? Kedua, seberapa ampuh atau hebatkahwartawan (penulis, peneliti) media massa dan jaringan media sosial dalam menggerakkanpublik melakukan berbagai perubahan sosial? Ketiga,lebih sakti manakah antara pengusaha media massa (konglomerat) dan wartawan itu dalammenentukan arah kebijakan redaksional dan korporasional media massa? Keempat,mengapakah para pengusaha media massa selalu mendominasi (menghegemoni) berbagaikepentingan "ekonomi dan politik" media massa dibandingkan pihak wartawan atau publik? Kelima,soal kesejahteraan hidup wartawan, memangnya berapakah gaji tertinggi yang diperoleh parawartawan di Indonesia? Keenam,bagaimana pula kualitas laporan jurnalistik yang dihasilkan oleh para wartawan di Indonesiamelalui berbagai media massa cetak dan elektronik? Ketujuh,mengapakah juga para pemilik media (pengusaha/konglomerat media) kini berlomba-lombasekaligus menjadi politisi?

Stop dulu. Rencananya saya akan melontarkan 93 model pertanyaan lagi, agar genap menjadi100 model pertanyaan. Namun karena keterbatasan ruang dan waktu dalam forum intelektualini, maka saya hanya mengajukan 7 model pertanyaan di atas dan dicoba dikupas secaratuntas. Dengan bertitik tolak dari 7 model pertanyaan kritis di atas, kita akan dengan mudahsecara objektif sekaligus subjektif dalam memetakan secara intelektual maupun instingtifberbagai fakta, data, informasi, interpretasi dan sintesis atas problematika kompleks tersebut.

Mari kita bedah satu persatu pokok persoalan di atas. Saya akan mengupasnya dengan gayakonvensional saja, di mana akan diuraikan secara runtut dan tersistematis, agar setiap orangyang membaca makalah ini dengan segera mudah memahami gagasan (pemikiran) yang sayacoba sodorkan dan konstruksikan di tengah forum yang dihelat oleh para aktivis mahasiswaUGM ini.

Peta Kepemilikan Media Massa di Indonesia Sekarang (18 Mei 2013)

1 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

Tahukah Anda secara global (mondial), peta industri media massa di seluruh dunia ini hanyadikuasai oleh para pengusaha Yahudi. Fakta menunjukkan bahwa industri media massasedunia hanya dikuasai oleh 6 perusahaan media massa milik Yahudi. Perusahaan raksasamedia massa tersebut adalah Vivende Universal, AOL Time Warner, The Walt DisneyCorporation, Bertelsmann AG, Viacom , dan News Corporation.Enam konglomerasi media massa dunia tersebut menguasai 96 persen pasar media dunia (Ramdan, Anton A. 2009). Para konglomerat (orang-orang terkaya sedunia) media dunia berkepentingan menguasaiindustri media massa di dunia, di samping untuk mengeruk keuntungan (misi materi); jugasekaligus dalam rangka menyebarkan pengaruhnya (misi non materi). Bagaimanakah implikasijangka panjangnya, ketika industri media massa dikuasai hanya oleh 6 korporasi Internasionalyang menguasai 96 persen pasar dunia? Tentulah kepentingan bisnis maupun politik dari parapemilik modal (pengusaha) media massa itu menghegemoni publik. Publik, rakyat, penduduk,masyarakat, Anda dan kita menjadi “tak berdaya” oleh kekuatan korporasional media-mediamassa raksasa tersebut.

Mari panca indera kita arahkan kepada peta industri media massa di Indonesia saat ini.Siapakah para penghegemoni industri media massa di Indonesia? Adalah 13 grup perusahaanmedia swasta nasional. Mereka adalah MNC Group dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjomempunyai 20 stasiun televisi, 22 stasiun radio, 7 media cetak dan 1 media online; KompasGramedia Group milik Jacob Oetomo memiliki 10 stasiun televisi, 12 stasiun radio, 89 mediacetak dan 2 media online; Elang Mahkota Teknologi milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja mempunyai 3 stasiun televisi dan1 media online; sedangkan Mahaka Media dipunyai oleh Abdul Gani dan Erick Tohir mempunyai 2 stasiuntelevisi, 19 stasiun radio,dan 5 media cetak; CT Group dipunyai Chairul Tanjung memiliki jaringan 2 stasiun televisi, 1media online. Grup perusahaan lainnya adalah Beritasatu Media Holdings/Lippo Group yang dimiliki JamesRiady mempunyai 2 stasiun televisi, 10 media cetak dan 1 media online; Media Group milik Surya Dharma Paloh memiliki 1 stasiun televisi dan 3 media cetak; VisiMedia Asia (Bakrie & Brothers) milik Anindya Bakrie mempunyai 2 stasiun televisi dan 1 media online; Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan dan Azrul Ananda mempunyai 20 stasiun televisi, 171media cetak dan 1 media online

2 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

; MRA Media milik Adiguna Soetowo dan Soetikno Soedarjo memiliki 11 stasiun radio, 16 mediacetak; Femina Group milik Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo mempunyai 2 stasiunradio dan 14 media cetak; Tempo Inti Media milik Yayasan Tempo memiliki 1 stasiun televisi, 1stasiun radio, 3 media cetak dan 1 media online; Media Bali Post Group (KMB) milik Satria Narada mempunyai 9 stasiun televisi, 8 stasiunradio, 8 media cetak dan 2 media online(Nugroho, Yanuar. dkk. 2012 dan Lim, M. 2012).

Jika dipetakan kembali, di luar 13 grup koorporasi media massa nasional di atas; terdapatperusahaan media raksasa milik negara yakni TVRI, RRI dan Kantor Berita Antara; yangselama ini penggunaannya lebih diberdayakan sebagai “kepanjangan tangan” dari pemerintahyang sedang berkuasa, sehingga publik (masyarakat) merasa kurang memilikinya. Dan juga diberbagai daerah, hingga kini masih hidup perusahaan media lokal yang terlepas dari strukturmanajemen 13 perusahaan raksasa nasional di atas. Mereka adalah KR Group (SKHKedaulatan Rakyat, Koran Merapi Pembaruan, SKM Minggu Pagi, KR Radio), Pikiran RakyatGroup (Pikiran Rakyat, Galamedia, Pakuan, Priangan, Fajar Banten, Radio Parahyangan,Percetakan PT Granesia Bandung), Suara Merdeka Group (Suara Merdeka, Wawasan,Cempaka, Harian Tegal, Harian Pekalongan, Harian Semarang, Harian Banyumas dll.), BisnisIndonesia Group (Bisnis Indonesia, Solopos, Harian Jogja, Solopos FM) serta grup perusahaandaerah lain. Menurut pandangan Bambang Sadono, mantan Pemimpin Redaksi Suara Karyadan Wakil Pemimpin Redaksi Suara Merdeka, karakterististik dari perusahaan-perusahan perslokal tersebut sangat kokoh secara bisnis, politik, sosial, maupun kebudayaan dan mempunyaipelanggan fanatis. Media-media yang lahir tidak lama setelah kemerdekaan tersebut tumbuhmenjadi bagian masyarakatnya, sehat secara ekonomi, sehingga menjadi rujukan dunia bisnis.Masing-masing jugamenjaga jarak secara politis, walaupun di suatu waktu terlihat dekat dengan kelompok politiktertentu, namun tidak sampai menjauhi kelompok yang lain. Media-media yang menjadi landmarkbagi lingkungan kulturnya masing-masing, bisa disebut sebagai pintu masuk sosialisasigagasan dan nilai baru di bidang politik, bisnis, sosial, maupun kebudayaan (Sadono, Bambang, 2013).

Globalisasi yang memicu terjadinya era konvergensi media, akhirnya hanya melahirkan parakongomerat media menyebabkan terjadinya pemusatan kepemilikan media massa, dantimbulnya tarik ulur antara idealisme pers, kepentingan bisnis dan kepentingan politik. Industrimedia massa di Indonesia kini dikendalikan sejumlah pemilik modal yang terkonsentrasi, yangmengarah ke oligopoli media, bahkan monopoli kepemilikan media (Supadiyanto, 2013).

3 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

Terkonsentrasinya kepemilikan media massa di Indonesia pada sejumlah pengusaha,melahirkan para konglomerat media massa. Sebut saja mereka misalkan adalah ChairulTanjung dan Hary Tanoesoedibjo. Berdasarkan data yang dirilis oleh Majalah Forbes edisiNovember 2012, dua pengusaha di atas tercatatsebagai orang terkaya ke-5 se-Indonesia tahun 2012 dengan total kekayaan mencapai USD 3,4miliar dan orang terkaya ke-29 se-Indonesia dengan jumlah kekayaan mencapai USD 1,04miliar. Sedangkan menurut versi Majalah Globe Asia, menempatkan Aburizal Bakrie (Visi Media Asia) menjadi orang terkaya ke-9 se-Indonesia,memiliki kekayaan sebesar USD 2,2 miliar, Chairul Tanjung (CT Group) sebagai orang terkayake-24 se-Indonesia dan Hary Tanoedoedibjo (MNC Group) sebagai orangterkaya ke-26 se-Indonesia, Jakob Oetama (Kompas Gramedia Group) sebagai orang terkayake-46 se-Indonesia, Dahlan Iskan (Jawa Pos Group) sebagai orang terkayake-80 se-Indonesia, Sukamdani Gitosardjono (Bisnis Indonesia Group) sebagai orang terkayake-101 se-Indonesia, Surya Dharma Paloh sebagai orang terkaya ke-102 se-Indonesia.

Di tengah cengkeraman 13 korporasi media massa swasta-nasional dan sejumlahkonglomerasi media daerah di atas, idealnya negara dalam hal ini TVRI, RRI dan Kantor BeritaAntara sebagai representasi Lembaga Penyiaran Publik, harus berani vis to vis dengan 13korporasi swasta nasional di atas. Selama ini "TVRI Grup" sudah pasti keok bersaing dengan13 korporasi swasta nasional yang didukung dengan sumber pendanaan yang dapat dikatakantak terbatas dan SDM yang kreatif, muda dan enerjik. Kendati “TVRI Grup” memiliki korporasiyang tak kalah besar; sebab didukung oleh 27 stasiun TVRI, puluhan stasiun RRI (dalam negerimaupun di mancanegara) dan 1 media onlineAntara; ternyata belum mampu merebut simpati publik untuk fanatik pada "TVRI Grup". Hinggasaat inipun citra “TVRI Grup” sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah yang berkuasa,masih terus ada dan sulit dihilangkan, sebagaimana yang terjadi di era Orde Baru dahulu. TVRImemiliki 27 stasiun televisi, yang terdiri atas 1 stasiun nasional (Jakarta), 26 stasiun lokal (NAD,Sumut, Sumbar, Riau-Kepri, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jabar-Banten, Jateng,Yogyakarta, Jatim, Bali, NTT, Kalbar, Kalsel, Kalimantan Tengah, Kaltim, Sulut, Sulsel,Maluku-Maluku Utara, Papua, Gorontalo, NTB, Sulbar dan Sulawesi Tengah). Karyawan TVRIpada tahun 2007 berjumlah 6.099 orang, terdiri atas 5.085 PNS dan 1.014 tenagahonor/kontrak yang tersebar di seluruh Indonesia dan sekitar 1.600 orang di antaranya adalahkaryawan Kantor Pusat dan TVRI Stasiun Pusat Jakarta (http://id.wikipedia.org/wiki/Televisi_Republik_Indonesia). Bisakah mulai dari sekarang rakyat mencintai TVRI Group? Dan mampukah manajemen“TVRI Grup” sendiri terbebas dari "intervensi" pemerintah? Ingat sebagian dana operasionaldari “TVRI Grup” berasal dari anggaran negara, di mana anggaran negara bersumber darianeka pajak yang ditarik dari rakyat oleh pemerintah. Jadi Yang membiayai operasional “TVRIGrup” sesungguhnya adalah rakyat. Maka logikanya, “TVRI Grup” adalah industri media massamilik rakyat.

4 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

Wartawan, Media (Massa dan Sosial) dan Perubahan Sosial

Salah satu alat untuk melakukan perubahan sosial yakni melalui media massa. Modelperubahan sosial yang bagaimanakah? Apakah perubahan sosial yang bersifat positif ataunegatif? Karenanya media massa memiliki kemampuan untuk 2 hal di atas sekaligus. Mediamassa bisa digunakan untuk apa saja, entah dalam pengertian positif maupun negatif.Tergantung dari siapakah yang menggunakan media massa, pihak manakah juga yangmenguasai media massa serta bagaimanakah kemampuan intelektual para penikmat, pemirsa,pembaca dan pendengar (audiens) media massa tersebut. Sejarah tak lebih dari rangkaianfakta yang coba dikonstruksikan oleh berbagai media massa. Keruntuhan rezim Orde Baruyang hegemonik dan mengekang kebebasan pers; tak lain juga berkat kontribusi media massayang mampu menggerakkan komitmen publik dalam menggelorakan gerakan Reformasi 1998.

Kini para pejabat negara dan politisi menyadari bahwa media massa memiliki kekuatan penuhdalam memengaruhi maupun mempersuasi kalangan pembaca, pendengar dan pemirsa;sehingga mereka secara optimal memanfaatkan media massa maupun jejaring media sosialsebagai media kampanye politik maupun kampanye Pemilu. Jelaslah kualitas SDM wartawansangat menentukan kualitas jurnalistik yang dihasilkan melalui berbagai media massa.

Ekonomi Politik Media dan Gaji Wartawan

Teori ekonomi politik media yang dilontarkan oleh Profesor Vincent Mosco memang sangattepat untuk mengkritisi praktik industri media massa kontemporer. Secara prinsipiil, ada 3 idepokok teori ekonomi politik media; yang saya lebih senang menamainya sebagai “segitiga besiekonomi politik media”. Yakni meliputi gagasan tentang komodifikasi, strukturasi danspasialisasi (Mosco, Vincent, 2009). Sederhananya, bahwa seluruh kekuatan media massadigerakkan untuk mencapai keuntungan finansial (motif ekonomi-bisnis) sehingga segala beritadan informasi yang disajikan difungsikan untuk dikomodifikasikan dengan pemasukan (uang)

5 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

dari iklan melalui rating, trafict maupun oplahnya. Disamping itu juga digerakkan untuk melakukan gerakan sosial yang berperspektif ras, genderdan kelas dengan memperhatikan kepentingan agen dan struktur (institusi). Selain itu jugaindustri media massa digerakkan untuk mengatasi kendala ruang dan waktu, melalui strategiintegrasi vertikal dan horisontal. Secara umum, percepatan ilmu pengetahuan dan teknologiseperti penemuan internet yang memicu terjadinya globalisasi, yang kemudian mengarahkantercapainya era konvergensi media massa; secara tak langsung menuntut kemampuan gandadari para pekerja media. Di mana dalam konteks itu, para pekerja media termasuk di dalamnyapara wartawan "dieksploitasi" untuk semakin memperkaya para pemilik media massa. Terbuktikesejahteraan wartawan di Indonesia masih cukup rendah.

Merujuk data penelitian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) 2011, berikut ini disajikan daftar gajibulanan yang diperoleh para wartawan berbagai media massa di kawasan Jakarta. Gajiwartawan Harian Bisnis Indonesia mencapai Rp 4.979.280; Harian Kompas Rp 5.500.000;Tabloid Kontan Rp 3.700.000; Harian Republika Rp 2.300.000; Harian Jurnal Nasional Rp2.500.000; LKBN Antara Rp 2.700.000; Harian Seputar Indonesia Rp 2.250.000; Koran TempoRp 2.700.000; Harian Indopos Rp 3.300.000; Harian Pos Kota Rp. 1.700.000; Harian BeritaKota Rp 2.800.000; Harian Warta Kota Rp 2.700.000; Harian Jakarta Globe Rp 5.500.000;Harian Rakyat Merdeka Rp 2.000.000; Harian Sinar Harapan Rp 2.000.000; Majalah Swa Rp2.696.990; Majalah Gatra Rp 2.500.000; TPI/MNC TV Rp 2.400.000; Trans TV Rp 2.500.000;SCTV Rp 2.500.000; DAAI TV Rp 2.480.000; Radio KBR 68H Rp 3.300.000; I Radio Rp2.400.000; Radio Sonora FM Rp 3.300.000; Hukumonline.com Rp 1.600.000; Kompas.com Rp2.700.000; Detik.com Rp 2.400.000; Vivanews.com Rp 2.600.000; Okezone.com Rp 2.300.000;TV One Rp 3.500.000 (AJI, 2011). Jika dibandingkan dengan perolehan gaji wartawan yangbekerja di daerah, tentunya angka jauh dari nominal di atas. Bahkan angkanya masih banyakyang berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Bagaimana kondisi riil sistem penggajian di negara tetangga. Bersandarkan data penelitianyang dilakukan Universitas Indiana dan Poynter Institute di Amerika Serikat (2002), upahjurnalis di Amerika Serikat rata-rata memiliki pendapatan USD 43.600 per tahun; atau sekitarUSD 3.633 per bulan. Sedangkan jurnalis di Filipina, seperti jurnalis MindaNewsyang sudah menjadi karyawan tetap mendapat upah bulanan P 10.000 per bulan (sekitar USD238). Untuk yang bekerja di SunStar, upah per bulannya rata-rata P 8.000 per bulan (USD 190). Untuk yang bekerja di korankomunitas Iloilo, gaji bulanannya berkisar antara P 6.000 (USD 142) sampai P 8.000 per bulan (USD 190). DiMalaysia, merujuk data www.pressreference.com, jumlah surat kabar di sana hanya ada 31 suratkabar harian. Jurnalis di sana rata-rata

6 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

mendapatkan upah 1.800 Ringgit atau sekitar Rp 5.124.600 per bulan.

Dengan masih relatif rendahnya perolehan gaji yang didapatkan oleh para wartawan diIndonesia, jika disandingkan dengan gaji wartawan di negara lainnya; jelas sangat berpengaruhpada profesionalitas kerja mereka. Untuk itulah diperlukan upaya bebagai pihak (perusahaanmedia, organisasi wartawan, Dewan Pers, KPI, dll) untuk menaikkan gaji wartawan profesional.Program Standar Kompetensi Wartawan (SKW) yang sudah diberlakukan sejak tahun 2011;dan kini sudah meluluskan sekitar 3000-an wartawan profesional; seharusnya juga diikutidengan upaya peningkatan gaji yang mereka peroleh. Sebagaimana yang berlaku dalam duniapendidikan, di mana guru yang lulus uji sertifikasi guru; otomatis mendapatkan gaji bulananyang besarnya dua kali lipat lebih besar dari sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan agar yangkaya dalam industri media massa tidak hanya pemiliknya saja; melainkan juga parawartawannya juga.

Tren Pengusaha Media menjadi Politisi

Di zaman Orde Reformasi, media massa menjadi sangat liberal (bebas), bahkan berubahmenjadi kekuatan yang ampuh dalam mengontrol pusat-pusat kekuasaan. Dan kecenderunganyang terjadi selama ini, malahan para praktisi media massa termasuk para konglomerat mediamassa di Tanah Air berambisi besar menjadi penguasa politik. Entah dengan bergabung ataumendirikan organisasi politik atau dengan mendeklarasikan keikutsertaannya dalam pestademokrasi 5 tahunan bernama Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah.

Dari analisis politik, Pemilu dan Pilkada merupakan agenda 5 tahunan yang menjadi ajangpertarungan politik paling nyata antara para politisi, pemilik modal (pebisnis), akademisi, penelitidan massa. Sah-sah saja para pemilik media massa memiliki kepentingan besar dalamberbagai momentum politik berupa pesta demokrasi. Sebab hajatan politik berupa Pemilu danPilkada, akan mengubah tatanan politik dalam skala nasional dan lokal. Implikasinya sangatluas, pergantian kepemimpinan nasional maupun lokal berpengaruh besar pada berbagaikebijakan politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan hingga pertahanan dan keamanan.

Sangat wajarlah para konglomerat media massa berlomba-lomba dalam memberikan dukungan

7 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

politik maupun finansial kepada para kandidat pemimpin, entah mereka yang memperebutkanjabatan eksekutif maupun legislatif. Dengan harapan adanya pergantian atau pemertahananpucuk-pucuk pimpinan di berbagai institusi pemerintahan, secara tidak langsung memberikankeuntungan bisnis pada keberlangsungan eksistensi media massa yang dimiliki. Kompetisibisnis antara para konglomerat media massa, akhirnya tidak murni bersinggungan denganmasalah perebutan pangsa pasar yang terbuka bebas (likuid). Melainkan sudah memasukiwilayah pengaruh politik, di mana masing-masing konglomerat media merasa memilikikepentingan politik untuk melipatgandakan keuntungan bisnis perusahaan media, sekaliguskalau bisa menancapkan pengaruhnya pada pusat-pusat kekuasaan. Sebab pusat-pusatkekuasaan itu sangat efektif dalam memengaruhi pasar atau masyarakat.

Terjunnya para konglomerat media massa dalam dunia politik, apakah dapat dikatakan akanmengurangi idealisme media massa dan juga berpengaruh negatif pada masa depan politik diIndonesia? Pertanyaan di atas, sangat tepat menjadi bahan penelitian/kajian lintas sektoral,khususnya para peneliti politik, tata negara, hukum dan psikologi komunikasi. Sebab denganketerlibatan para pengusaha media massa, misalkan Surya Paloh yang memiliki Media Group(Metro TV, Media Indonesia, Lampungpost dll.) melalui Partai Nasional Demokratnya, sertaDahlan Iskan yang memiliki Jawa Pos Group yang kini menjadi Menteri BUMN; jelasberpengaruh besar pada kemurnian media massa dalam mencerdaskan publik. Sebab, padakonteks itu; Media Group akan memiliki “sikap ganda” dalam memberitakan berbagai hal yangberkaitan dengan Surya Paloh dan Partai Nasional Demokrat serta berita-berita yang dinilaisebagai kontrapolitiknya. Begitu pun dengan Jawa Pos Grup, tentu saja akan memiliki“ambiguitas” dalam menentukan sikap ketika mengkritisi keburukan/kekurangan yang dimilikioleh Dahlan Iskan, Kementerian BUMN dan jajaran di bawahnya.

Dalam teori ekonomi politik media, sebuah gagasan yang dimunculkan oleh kelompok pemikirdari Frankfurt School Jerman; menyatakan bahwa berbagai kebijakan redaksional yangdigulirkan oleh perusahaan-perusahaan media massa sangat terdekte oleh berbagaikepentingan ekonomi (bisnis) dan kepentingan politik (kekuasaan) dan menihilkan pengaruhidealisme dalam mendirikan media massa. Hal ini menyebabkan adanya fenomenapersekongkolan (konspirasi) antara para politikus dan pengusaha media massa. Sebab parapolitikus memiliki kepentingan untuk mempublikasikan berbagai pemikiran dan gagasannyaagar diketahui publik, sedangkan media massa membutuhkan sumber-sumber berita yangmampu menarik minat dari kalangan pembaca, pendengar dan pemirsa.

Dengan terjunnya para pengusaha media massa (konglomerat media), teori politik ekonomimedia massa tersebut seolah lebur dalam satu pihak. Kini para pengusaha media massa itusekaligus yang menjadi politisinya. Artinya, mereka akan menggunakan perusahaan mediamassa yang dimiliki sebagai alat propaganda. Yakni menyosialisasikan berbagaimanuver-manuver politik maupun nonpolitik yang dimiliki oleh pengusaha media massa yang

8 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

telah berprofesi ganda menjadi politisi tersebut, untuk merealisasikan keinginan atau cita-cita(ambisi) politik para pemilik media massa atas kekuasaan legislatif dan eksekutif.

Politik hegemoni dan hegemoni politik akan mendera kehidupan bangsa ini, ketika negeri inidikuasai oleh para politikus yang notabene-nya para pemilik atau konglomerat media massa.Probabilitas lainnya, terjadi perseteruan atau pertarungan nyata antara berbagai perusahaanmedia massa di Indonesia yang dikuasai oleh para politisi, sebagai akibat dari politik hegemoni.Di mana seorang politisi ingin menebarkan pengaruh kuat kepada seluruh penduduk, agarmudah memenangkan berbagai kompetisi politik melalui Pemilu dan atau Pilkada. Dalambahasa bisnis perniagaan, politik hegemoni sama artinya dengan politik monopoli. Di manahanya ada satu pemain tunggal saja yang menguasai seluruh sendi kehidupan.

Maka tidak terelakkan lagi, media massa menjadi institusi bisnis (berfungsi untuk mengerukkeuntungan), institusi politik (bermaksud untuk menyebarkan berbagai ideologi dan pengaruh)sekaligus menjalankan fungsi keberpihakan pada publik (pembebasan publik atas ketertutupaninformasi dan berusaha mencerdaskannya). Tiga fungsi yang dimainkan media massa tersebut,berimplikasi besar pada politisasi media massa di Tanah Air. Kendati pun, hal tersebut tidakbisa terbaca secara terang-terangan (vulgar), tetapi lebih bersifat tersamarkan.

Liputan Komprehensif (Liputan Mendalam, Liputan Investigatif, dan Liputan Interpretatif)

Saya sengaja membedah berbagai persoalan mengenai peta kepemilikan media massa diIndonesia sekarang; wartawan, media (massa dan sosial) dan perubahan sosial; ekonomipolitik media dan gaji wartawan; dan tren pengusaha media menjadi politisi agar kita bisamengenai kondisi riil yang tengah dihadapi wartawan di masa kini. Sehingga berbagai kondisi diatas sangat mempengaruhi kualitas produk jurnalistik yang dihasilkan dan independensi yangdimiliki. Liputan investigatif sehingga menghasilkan berita yang berimbang dan objektif; hanyabisa dilakukan oleh para wartawan yang benar-benar memiliki 9 mental ideal sebagai jurnalisyang disebut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2006) sebagai 9 Elemen Penting Jurnalismeyakni: kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran, loyalitas pertama jurnalismekepada publik (masyarakat), intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi, wartawan harus tetapindependen dari pihak yang mereka liput, pemantau kekuasaan, jurnalisme harusmenghadirkan sebuah forum untuk kritik dan komentar publik, wartawan harus membuat halyang penting menjadi menarik dan relevan, wartawan harus menjaga berita proporsional dan

9 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

komprehensif dan wartawan harus mendengarkan suara hati nuraninya (Kovach, Bill dan TomRosenstiel, 2006 ).

Namun menurut saya, 9 elemen penting jurnalisme di atas perlu ditambahkan 1 elemen (pilar)lagi agar para wartawan pada masa kini benar-benar bisa independen dalam menjalankantugas jurnalistiknya. Yakni setiap wartawan harus mendapatkan jaminan kesejahteraan hidupdari perusahaan dan negara; sekaligus memiliki "saham bersama" dalam perusahaantempatnya bekerja. Maka ketika 9 elemen penting jurnalisme plus 1 elemen tambahanjurnalisme di atas dapat dimiliki oleh setiap wartawan; maka kinerja para wartawan sudah takbisa diragukan lagi kualitasnya. Dalam praktiknya, masih sangat minim jurnalis yang maumelakukan liputan komprehensif yang meliputi liputan mendalam, liputan investigatif dan liputaninterpretatif. Sebab kebanyakan jurnalis pada saat ini inginnya menghasilkan karya jurnalistikyang serbainstan. Apalagi di masa kini, industri media massa menuntut faktor kecepatan danketepatan; terutama di media online yang mengandalkan pada teknologi internet.

Menurut Ullmann dan Honeyman, liputan investigatif yakni sebagai sebuah kerja menghasilkanproduk dan inisiatif yang menyangkut hal-hal penting dari banyak orang atau organisasi yangsengaja merahasiakannya, yang meliputi 3 elemen dasar yang mendorong kerja penyelidikanoleh wartawan yakni laporan investigasi bukanlah laporan yang dibuat oleh seseorang, subjekkisahnya meliputi sesuatu yang penting alasannya bagi pembaca /pemirsa, dan menyangkutsejumlah hal yang disembunyikan dari hadapan publik. Namun menurut Chris White:menerjemahkannya sebagai pekerjaan jurnalis yang bertujuan untuk mengungkapkan danmendapatkan sebuah kisah berita yang bagus dan menjaga masyaraat untuk memilikikecukupan informasi dan mengetahui adanya bahaya di tengah kehidupan mereka. Sedangkanmenurut pendapat Rivers dan Mathews, menerjemahkannya sebagai pekerjaan membuka pintudan mulut yang tertutup rapat. Goenawan Muhammad memgartikan investigative reportingsebagai upaya reportase investigatifyang tengah bergerak mengikuti naluri penciuman untuk membuka upaya pihak-pihak yangmenutupi-tutupi suatu kejahatan dan Atmakusumah mengartikannya sebagai kegiatan peliputanyang mencari, menemukan dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahanatau kejahatan yang merugikan kepentingan umum atau masyarakat. Namun apapun definisidari liputan investigatif, menurut Atmakusumah, liputan investigatif hanya memiliki 5 tujuanutama dan karakter/sifat, yakni: untuk mengungkapkan kepada publik informasi yang perlumereka ketahui, karena menyangkut kepentingan atau nasib mereka; laporan penyelidikantidak hanya mengungkapkan hal-hal yang secara operasional tidak sukses, tapi dapat jugasampai kepada konsep yang keliru; laporan penyelidikan memiliki risiko tinggi, karena bisamenimbulkan kontroversi, kontradiksi dan konflik, sebab jurnalis harus menggali bahan-bahaninformasi yang dirahasiakan, karena itu jauh hari sebelumnya, harus dipikirkan benar berbagaiakibat yang ditimbulkan terhadap subjek laporannya serta penerbitan pers itu sendiri; makauntuk menghadapi dilema di atas dibutuhkan kecintaan dan semangat pengabdian kepadakepentingan publik, termasuk menjaga idealisme para jurnalis dan seluruh struktur organisasi

10 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

penerbitan pers (Santana K, Septiawan. 2004).

Mengingat tantangan dan hambatan yang bakal dihadapi oleh para wartawan investigatifsangat besar, idealnya juga mereka harus memiliki karakter ideal yakni: selalu ingin tahu (wantsto know), mampu mendapatkannya (able to find out), mampu memahaminya (able to understand), mampu menyampaikannya (able to tell the public), menimbulkan keinginan bereaksi (wants actions), peduli terhadap permasalahan orang lain (cares about people also), memiliki cukup pengetahuan fakta-fakta (facts knowledge), memiliki rasa iba terhadap pembaca (private conscience/readers), memiliki kepedulian aksi publik (public action), memiliki kecukupan informasi hukum untuk melawan berbagai ketamakan (laws/against greeds) dan memiliki kecukupan semangat untuk melakukan perbaikan sosial (reform).

Menurut Burgh, berbagai wilayah atau ruang lingkup liputan investigasi, meliputi: hal-hal yangmemalukan yakni berhubungan dengan perkara ilegal atau pelanggaran moral;penyalahgunaan kekuasaan; dasar faktual dari hal-hal yang tengah menjadi pembicaraanpublik; keadilan yang korup; manipulasi laporan keuangan; bagaimana hukum dilanggar;perbedaan antara profesi dan praktisi; serta hal-hal lain yang sengaja disembunyikan (SantanaK, Septiawan. 2004).

Menurut Coronel, ada dua tahap dalam liputan investigasi. Tahap satu: petunjuk awal (first lead); investigasi pendahuluan (initial investigation); pembentukan hipotesis (forming an investigative hypothesis

11 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

); pencarian dan pendalaman literatur (literature search); wawancara pakar dan nara sumber (interviewing experts); penjejakan dokumen (finding a paper trail); wawancara sumber kunci dan saksi (interviewing key informants and sources). Tahap selanjutnya: pengamatan langsung di lapangan (firts hand observation); pengorganisasian data (organizing files); wawancara lebih lanjut (more interviews); analisis dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data); penulisan (writing); pengecekan fakta (fact checking); dan pengecekan pencemaran nama baik (libelcheck) (Santana K, Septiawan. 2004).

Terlepas dari rasa suka atau tidak suka, menurut pandangan saya, Koran Tempo dan MajalahTempo merupakan 2 buah media cetak yang layak dijadikan referensi menarik sebagai modelmedia massa yang mengembangkan tipe "liputan investigatif" untuk setiap karya-karyajurnalistik mereka; meskipun dalam perjalannya media cetak tersebut pernah terbentuk kasus dimana Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo menerbitkan berita berjudul:“Ada Tomy di Tenabang” di Majalah Tempo edisi 3/9 Maret 2003 yang dinilai "provokatif, beritabohong"; sehingga mengakibatkan yang bersangkutan divonis 1 tahun penjara oleh PengadilanNegeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta; kendati dalam perjalanannya,Mahkamah Agung memutuskan membebaskan Bambang Harymurti dari segala dakwaan diatas.

Tak ada satupun media massa di Indonesia yang netral dan terbebas dari kepentingan ekonomipolitik media. Selagi peta kepemilikan media massa di Indonesia hanya dimiliki oleh 13 grupperusahaan swasta nasional. Di mana ke depan akan mengarah terjadinya duopoli media danakhirnya menjadi monopoli media. Monopoli media massa oleh satu perusahaan besar media

12 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

massa merupakan kiamat besar bagi peradaban industri media massa; sebab segala informasimenjadi monoton, sama dan homogen. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan YanuarNugroho, dkk. Serta Merlyna Lim (2012), ada 13 grup perusahaan media raksasa (swasta)menghegemoni berbagai jaringan media cetak, elektronik dan media online di Indonesia.Mereka adalah MNC Group, Kompas Gramedia Group, Elang Mahkota Teknologi, MahakaMedia, CT Group, Beritasatu Media Holdings (Lippo Group), Media Group, Visi Media Asia,Jawa Pos Group, MRA Media, Femina Group, dan Tempo Inti Media serta Media Bali PostGroup (KMB). Konsentrasi kepemilikan industri media terjadi sebagai konsekuensi logis yangtak dapat terelakkan dari kepentingan para pemilik modal dalam mendorong perkembanganindustri media di Tanah Air. Bangsa ini hanya memiliki tiga perusahaan media massa yang bisadikatakan milik publik, yakni: TVRI, RRI dan Antara. Itupun keberadaannya, selama ini lebihdikatakan sebagai “milik penguasa” bukan milik publik atau rakyat.

Jelaslah adanya oligopoli media, yang mengarahkan terciptanya monopoli media massamengancam hak publik dalam mengakses informasi secara liberal, demokratis, interaktif danmenyehatkan, sebab perusahaan media massa dikendalikan para pemilik modal dan digunakanuntuk mengeruk keuntungan. Tentunya media masssa menjadi lahan bisnis yang sangatmenguntungkan bagi mereka yang mencari kekuasaan. Hal ini terutama terjadi dengansejumlah pemilik media yang erat terhubung ke politik (Supadiyanto, 2013).

Media massa memang menjadi alat propaganda sekaligus menjadi alat penggerak sosial(massa) yang sangat efektif untuk melakukan berbagai perubahan sosial. Makanya para politisidan pejabat negara memiliki kepentingan dengan media massa, dan memanfaatkankeberadaannya untuk kepentingan mereka juga. Sudah sewajarnya juga para aktivisimahasiswa sebagai kaum intelektual harus memberdayakan keberadaan media massa danjaringan media sosial untuk melakukan konterhegemoni terhadap berbagai ideologi, kebijakandan wacana yang merugikan siapapun.

Teori ekonomi politik media massa yang dimiliki oleh Vincent Mosco, bisa menjelaskanmengenai relasi antara kepentingan bisnis dan kepentingan politik para pemilik media massa,praktisi media massa dan penguasa negara. Masih rendahnya gaji bulanan yang diperoleh parawartawan di Indonesia menjadi salah satu penyebab utama mengapa karya jurnalistik yangdihasilkan sebagian wartawan masih dangkal, rendah dan masih jauh dari kategori sempurna.Progran Standar Kompetensi Wartawan (SKW) yang digalakkan oleh Dewan Pers sejak tahun2011; belum diikuti dengan upaya peningkatan kesejahteraan wartawan di Indonesia. Semakinmaraknya para pemilik media massa (konglomerat media) yang terjun menjadi politisi, entahdengan mendirikan partai politik baru maupun bergabung dengan partai politik lama merupakanstrategi "ekonomi-politik" yang kini menjadi tren dalam industri media. Para pemilik mediamassa itu memiliki kepentingan untuk mengincar berbagai posisi dalam kursi kekuasaaneksekutif; misalkan dengan menjadi presiden, wakil presiden maupun menteri. Pemilu 2014

13 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

merupakan pertarungan besar-besaran antara para politisi yang merangkap sebagaipengusaha media massa seperti Aburizal Bakrie, Harry Tanoesoedibjo, Surya Dharma Palohdan Dahlan Iskan, bahkan Chairul Tanjung. Tidak menutup kemungkinan, para pemilik mediamassa yang lainnya juga memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang sama; terkait denganpucuk kepemimpinan nasional; karena mereka sangat menentukan berbagai kebijakanpembangunan ipoleksosbudhankamnas yang akan digulirkan di masa depan.

Liputan komprehensif yang meliputi liputan mendalam (indepth reporting), liputan investigatif (investigative reporting) dan liputaninterpretatif (interpretative reporting); merupakan intisari atau nyawa dari kegiatan jurnalistik itu sendiri. Liputan investigatif yangsekarang ini jarang diterapkanoleh para wartawan; mengakibatkan maraknya karya jurnalistik yang kurang berimbang(imparsialitas) dan kurang objektif. Kunci sukses untuk menjadi jurnalis investigatif yaknikecakapan mereka dalam menggali informasi yang tersembunyi, tak pernah kenal putus(pantang menyerah), berani menghadapi ancaman bahkan teror kematian dan berbagaihambatan waktu, dana dan tenaga.

Sesungguhnya liputan investigatif bukanlah karya individual, melainkan karya tim (kolegial);sehingga lebih solid, komprehensif dan multiparadigma. Untuk menjadi wartawan investigatif,sesungguhnya menjadi wartawan yang peneliti; sebab pekerjaan wartawan itu sama denganpeneliti; bahkan sama juga dengan pekerjaan intelejen. Dengan demikian, hasil liputaninvestigatif mempunyai kemampuan untuk memprediksi masa depan, dengan bermodalkanhasil analisis data yang diperoleh secara mendalam, kejelian dan pantang berputus asa.Mengenai model penulisan berita investigatif, cenderung mengembangkan model penulisan softnewsatau feature; bukan hardnews. Kendati sangat memungkinkan bagi jurnalis investigatif untuk menuliskan hasil laporannyadalam "bentuk hardnewsyang berseri".

Sudah saatnya bagi Anda berstatus sebagai mahasiswa, aktivis kampus, peneliti dan dosenuntuk menghegemoni media massa cetak dan elektronik dalam makna yangsesungguh-sungguhnya, atau dalam konteks penghegemonian wacana intelektual... Atau Anda

14 / 15

Ekonomi Politik Media, Riset, Gerakan Sosial dan Perubahan Sosial

Oleh : Supadiyanto S.Sos.I., M.I.Kom.Minggu, 19 Mei 2013 20:14

akan terhegemoni oleh mereka, sadar atau tidak sadar, segera atau tempo yang akan datang.(***)

Semarang, 17 Mei 2013, pukul 21.42.10 WIB

*) Makalah pendek ini termuat juga di Kompasiana edisi Ahad, 19 Mei 2013 (bisa diklik di sini:http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2013/05/19/ekonomi-politik-media-riset-gerakan-sosial-dan-perubahan-sosial-557390.html) dan pernah saya sampaikan dalam SekolahKementerian yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UniversitasGadjah Mada (BEM KM UGM) “Kabinet Bangkit Bergerak” di Gelanggang Mahasiswa UGMYogyakarta pada Sabtu, 18 Mei 2013 pukul 10.00.00 - 12.15.00 WIB

15 / 15