ekonomi kemiskinan 1
TRANSCRIPT
TUGAS 1
EKONOMI KEMISKINAN
Disusun oleh :
Riyan.Sapoetra 0906532616
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INDONESIA
2012
1
Konsep Kemiskinan Menurut Hak
Kemiskinan pada dasarnya adalah gambaran ketidakmampuan seorang manusia
ataupun warga negara untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak.
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi karena berkaitan dengan akses terhadap
ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Akan tetapi, walaupun
merupakah masalah multidimensi, kemiskinan itu memiliki ciri yang berbeda antar satu
wilayah dengan wilayah lainnya terkait sumber daya alam dan sumber daya manusia
setempat.
Kemiskinan itu sendiri memiliki arti yang lain, salah satunya adalah kemiskinan
berdasarkan hak. Kemiskinan berdasarkan hak mengkondisikan bahwa seseorang atau warga
negara tidak memiliki atau tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih baik dan layak. Sama seperti isu emansipasi wanita yang
berkembang isu tentang pemerataan hak orang miskin juga menjadi isu yang berkembang di
dunia semenjak dahulu. Misalnya saja di Indonesia hak warga negara terhadap negaranya
telah diatur dalam Undang – undang Dasar 1945, dimana pada Pasal 27 ayat (2) berbunyi
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Pasal ini menunjukkan asas keadilan sosial dan kerakyatan. Sedangkan, Pasal
yang jelas-jelas mengatur tentang kemiskinan adalah Pasal 34 yang dijelaskan bahwa “Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Selain itu, Piagam Hak Asasi
Manusia Tahun 1948 juga mengatur tentang hak dasar manusia untuk hidup dan hak bebas,
termasuk bebas dari kelaparan, kemiskinan dan dijaminkan di waktu mengalami
pengangguran, janda, lanjut usia, atau mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena
keadaan di luar kekuasaannya. Hal inilah yang memperjelas bahwa orang miskin, mempunyai
hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.. Hak-hak dasar yang diakui
secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan
hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa pemenuhan hak atas kebutuhan dasar
sesungguhnya merupakan bagian dari jaminan sosial, yang merupakan komponen hak asasi
bagi seluruh warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Keberadaan jaminan sosial
semakin relevan dalam kehidupan kelompok masyarakat miskin karena mereka seringkali
dihadapkan pada ketidakpastian yang menghambat pelaksanaan fungsi sosialnya. Jaminan
sosial juga merupakan bentuk perlindungan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan bagi warga
yang miskin, terutama dengan kemiskinan kronis.
2
Konsep Kemiskinan Menurut Amartya Kumar Sen
Sejalan dengan konsep kemiskinan berbasis hak yang mengkondisikan bahwa
seseorang atau warga negara tidak memiliki atau tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mendapatkan penghidupan yang lebih baik dan layak yang diperkuat bahwa menjadi hak
asasi bagi seluruh warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Salah seorang ekonom dan
filsuf berkebangsaan India, Amartya Kumar Sen menyatakan bahwa kemiskinan terjadi
akibat perampasan kapabilitas dan hal/kebebasan seseorang untuk mencapai sesuatu dalam
hidup yang dalam hal ini direfleksikan sebagai kemiskinan ekonomi. Kemiskinan telah
membuat hidup seseorang menjadi kelaparan, tidak mendapat nutrisi yang cukup, tidak dapat
berobat, dan tidak mendapatkan akses terhadap fasilitas air bersih. Secara garis besar wujud
kemiskinan yang paling ekstreme adalah kelaparan. Kelaparan adalah wujud kemiskinan
yang hanya terjadi dalam masyarakat yang autoritarian, negara diktator teknokratis, ekonomi
kolonial yang dijalankan oleh negara-negara imperialis dari utara dan negara-negara baru
merdeka di Selatan yang dijalankan oleh pemimpin nasional yang despotik atau partai
tunggal yang tidak toleran. Oleh karenya, kelaparan lebih disebabkan oleh faktor-faktor
administrasi dan pengelolaan distribusi pangan, daripada kelangkaan persediaan pangan atau
kegagalan panen.
Kelaparan sendiri secara substansial menurut Amartya Sen tidak terjadi di negara
liberal dan demokratis melalui pemilihan umum secara teratur, memiliki partai-partai oposisi
untuk mengkritisi dan membuka akses kepada media massa untuk membuat laporan secara
terbuka dan mempertanyakan kebijakan pemerintah. Akan tetapi, sebaliknya negara yang
jelas-jelas memiliki rezim autoritarian seperti Korea Utara dan Sudan mengalami bencana
kelaparan parah. Walaupun seperti itu, negara yang menganut paham demokratis belum tentu
terhindar dari bencana kelaparan, hal ini terjadi di beberapa negara Asia dan Afrika yang
melalalaikan arti demokrasi dalam memutar roda perekonomian dan menganggap bahwa
demokrasi formal yang tercermin dalam pemilihan umum. Demokrasi substansial yang
menghendaki kekuasaan dan kedaulatan rakyat dalam berbagai kehidupan belum berjalan
secara optimal. Akibatnya, lapangnya kemiskinan, ketidakberdayaan maupun
keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Hal ini menyebabkan manusia mempunyai
keterbatasan pilihan untuk mengembangkan hidupnya dan menjalankan apa yang terpaksa
dapat dilakukan, bukan apa yang seharusnya bisa dilakukan. Dengan demikian, potensi
pengembangkan hidup menjadi terhambat dan kontribusinya pada kesejahteraan bersama
menjadi lebih kecil.
3
Orang pinggiran Episode Butir Asa Bocah Pemetik Cengkeh
Episode orang pinggiran kali ini menceritakan kisah seorang anak lelaki bernama
Junaedi yang tinggal di daerah Cianjur. Junaedi atau Juna panggilannya, merupakan anak
pertama dari dua bersaudara, ia memiliki seorang adik perempuan yang masih duduk di
bangku SD. Juna menjadi tulang punggung bagi keluarganya semenjak ayahnya mengalami
kecelakaan yang menyebabkannya tidak lagi bisa bekerja dan beraktifitas seperti biasa setiap
harinya akibat cidera di pinggangnya. Walaupun Juna masih duduk di bangku SMP dan harus
menjadi tulang punggung keluarga, Juna tetap berbahagia karena masih bisa melanjutkan
sekolahnya. Walaupun usianya yang masih belia, Juna tetap tabah dan menghadapinya
dengan tegar dengan semakin semakin terpuruknya kehidupan keluarga dan lilitan ekonomi.
Setiap hartinya Juna berangkat di pagi-pagi hari sekali untuk bersekolah dan singnya dengan
cepat berangkat untuk bekerja, ia menyakini bahwa semakin cepat berangkat dari rumah
semakin cepat dia mendapatkan rezeki. Pekerjaannya memetik cengkeh termasuk ringan bagi
anak-anak seusianya hanya perlu keberanian yang besar akan tetapi pada dasarnya pekerjaan
ini sulit, karena untuk memanjat pohon cengkeh sangat susah dan diatas ia harus memisahkan
buah cengkeh dari ranting dan daunnya.
Pekerjaannya memetik cengkeh tentunya mengandung resiko yang tinggi akibat
tingginya pohon tersebut dapat membuat terluka parah jika jatuh. Walaupun pekerjaan ini
seharusnya untuk orang dewasa, tetapi juragan pemilik kebun cengkeh sangat membutuhkan
banyak tenaga hal inilah mengapa Junaedi diterima untuk bekerja di kebun cengkeh.
Tentunya hasil dari memetik cengkeh tidak banyak diterima juna, hanya Rp. 3000 sampai Rp.
5000 diterima Juna setiap harinya dari memetik cengkeh. Hal ini menyebabkan, Juna tidak
memiliki pilihan lain dengan bekerja ekstra sebagai pembuat batu-bata di kampung sebelah.
Rohayati sang adik yang masih bersekolah di bangku SD tidak segan untuk membantu kakak
dan keluarganya dengan mengumpulkan lalapan dari hutan untuk dijual sebagai pelengkap
makanan. Ia setiap harinya pergi mencari tanaman singkong untuk dipetik daunnya, kemudia
ia memanjat pohon melinjo untuk mengambil bijinya yang kemudian keduanya ditukarkan
demi selembar ribuan guna membayar uang sekolah ataupun membeli makanan. Neneh, sang
bunda hanya mendapatkan Rp. 10.000 dengan bekerja di sawah seharian, tentunya hal ini
tidak akan cukup untuk membiayai sekolah sekaligus untuk memberi makan keluarganya.
Juna sudah terbiasa dan hatinya tersayat melihat kondisi ayahnya yang sangat
menderita kesakitan. Juna berharap suatu hai nanti ayahnya bisa sehat sediakala dan bisa
bekerja kembali untuk membantu ekonomi keluarga. Juna hanya bekerja ala kadarnya dengan
usaha pembuatan batubata demi mendapatkan lebih banyak keping rupiah. Walaupun
4
mendapatkan ejekan dari teman sekerjanya yang lain akibat umurnya yang masih kecil, Juna
tetap tabah dan sabar. Semula dia tidak mengetahui cara mencetak batu bata tetapi seiring
waktu dia akhirnya bisa mencetak seperti pekerja yang lain. Walaupun tentunya tenaganya
berbeda dengan pegawai yang lain, tetapi akhirnya juragan tidak keberatan. Tiap batu bata
yang dia cetak Juna endapatkan Rp. 250 perak, jadi setiap harinya dari hasil mencetaknya
Juna rata-rata hanya mendapatkan Rp. 5000/hari. Upah tersebut diterima semenjak proses
pembuatan batu-bata dimulai dari membuat, mengolah hingga mengantarkannya ke proses
pembakaran batu bata. Sebagai anak lelaki, tentunya Junaedi ingin terlihat tegar dan tabah di
mata ibu dan adik-adiknya. Selain membeli beras, ia berharap dapat mengumpulkan sisanya
untuk membeli tas sekolah yang baru. Walaupun mendapati idupnya yang berat dengan
rutinitas yang padat Juna dan Rohayati sama-sama tidak meninggalkan kewajiban mereka
sebagai pelajar dan berharap ilmu dan prestasi di sekolah dapat membawanya ke kehidupan
yang lebih baik dari saat ini. Bila melihat kondisi sang ayah dan daftar hutang ibunya di
warung yang harus dicicil, membuat hati Juna selalu was-was apakah ia dapat mengeluarkan
keluarganya dari kondisi yang sangat memprihatinkan seperti ini. Penyakit sang ayah yang
tidak dapat dibawa berobat ke dokter menyebabkan kondisinya tidak pernah berangsur pulih.
Sebagai anak sulung sudah kewajiban juna untuk menompang biaya hidup keluarganya,
beban berat di pundaknya lebih baik disalurkan kepada tuhan yang diatas, daripada hanya
mengeluh dan meratapi nasibnya.
5