eko,khb
DESCRIPTION
kjhvTRANSCRIPT
TUGAS AGAMA ISLAM
SYARI’AH
(SYARI’AH IBADAH KHUSUS & UMUM)
OLEH:
EKO BENI SYAHPUTRA
Dosen Pembimbing
YUSNANI
POLITEKNIK NEGERI PADANG
TAHUN AJARAN 2013/2014
SYARI’AH
A. Syari’ah dan Ruang Lingkup Syari’ah
1. Pengertian
Syari’ah menurut bahasa artinya jalan, aturan, ketentuan, atau undang-undang Allah
SWT. Syari’ah menurut istilah adalah aturan atau undang-undang Allah yang berisi tata
cara pengaturan prilaku hidup manusia dalam melakukan hubungan dengan Allah,
sesama manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapai keridhaan Allah yaitu keselamatan
di dunia dan akhirat.
يعلمون ( ال الذين أهواء تتبع وال فاتبعها األمر من شريعة على جعلناك )18ثم
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu,
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui”. (QS. Al-Jatsiyah: 18)
2. Ruang Lingkup Syari’ah
Syari’ah Islam mencakup dua persoalan pokok yaitu :
a. Ibadah Khusus atau Ibadah Mahdlah.
Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad saw,
seperti shalat, puasa. hajji. Dalam ibadah seperti ini seorang muslim tidak boleh mengurangi atau
menambah-nambah dari apa saja yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh
Rasulullah. Oleh karena itu, melaksanakan peribadatan yang bersifat khusus ini harus mengikuti
contoh rasul yang diperbolehkan melalui ketentuan yang dimuat dalam hadits-hadits shahih. Satu
kaidah yang amat penting dalam pelaksanaan ibadah ini adalah “semua haram, kecuali yang
diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.” Pekerjaan –pekerjaan di luar
ketentuan-ketentuan itu dianggap tidak sah atau batal atau dikenal dengan istilah bid’ah.
Yang mencakup dalam ibadah khusus(rukun islam):
Rukun pertama : Bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah secara hak melainkan
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Syahadat (persaksian) ini memiliki makna yang harus diketahui seorang muslim berikut
diamalkannya. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui
maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.
Makna "''La ilaha Illallah''"
'''Ibadah beraneka ragam:'''
Di antara bentuk ibadah : Istighotsah (memohon bantuan), istianah (memohon
pertolongan) dan istiadzah (memohon perlindungan).
Tidak ada yang boleh dimintai bantuan ataupun pertolongan ataupun perlindungan
kecuali Allah saja. Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al karim :
Manusia tidak boleh bertawakal selain kepada Allah, tidak boleh berharap selain kepada
Allah, dan tidak boleh khusyu' melainkan kepada Allah semata.
Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah
Maknasyahadat Muhammad Rasululla h, adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad
utusan Allah kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah,
sekaligus rasul yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang
menaatinya masuk surga dan siapa yang mendurhakainya masuk neraka. Selain itu anda juga
mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan syariat sama saja apakah mengenai syiar-
syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum dan syariat dalam segala
sector maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh kecuali lewat utusan
Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh
menerima satu syariatpun yang datang bukan lewat Rasul SAW. Allah ta’ala berfirman :
“ Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah (Al Hasyr:7) ”
“ Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh hati (An Nisa’:65) ”Makna kedua ayat :
1. Pada ayat pertama Allah memerintahkan kaum muslimin supaya menaati Rasul-Nya
pada seluruh yang diperintahkannya dan berhenti dari seluruhMuhammad yang
dilarangnya. Karena beliau memerintah hanyalah berdasarkan dengan perintah Allah dan
melarang berdasar larangan-Nya.
2. Pada ayat kedua Allah bersumpah dengan diri-Nya yang suci bahwa sah iman seseorang
kepada Allah dan Rasul-Nya hingga ia mau berhukum kepada Rasul dalam perkara yang
diperselisihkan antara dia dengan orang lain, kemudian ia puas keputusannya dan
menerima dengan sepenuh hati. Rasul SAW bersabda :
“ Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada contohnya dari urusan kami
maka ia tertolak. Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya ”
Amalan yang dianggap termasuk agama namun tidak ada contohnya dari Rasul dikenal dengan
istilah bid'ah.
salat lima waktu sehari semalam yang Allah syariatkan untuk menjadi sarana interaksi antara
Allah dengan seorang muslim dimana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga untuk menjadi
sarana pencegah bagi seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh
kedamaian jiwa dan badan yang dapat membahagiakannya di dunia dan akhirat.
Allah mensyariatkan dalam salat, suci badan, pakaian, dan tempat yang digunakan untuk salat.
Maka seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang najis seperti air
kecil dan besar dalam rangka mensucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari najis batin.
Salat merupakan tiang agama. Ia sebagai rukun terpenting Islam setelah dua kalimat syahadat.
Seorang muslim wajib memeliharanya semenjak usia baligh (dewasa) hingga mati. Ia wajib
memerintahkannya kepada keluarga dan anak-anaknya semenjak usia tujuh tahun dalam rangka
membiasakannya. Allah ta’ala berfirman :
"Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman (An Nisa: 103)
Salat wajib bagi seorang muslim dalam kondisi apapun hingga pada kondisi ketakutan dan sakit.
Ia menjalankan salat sesuai kemampuannya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun
berbaring hingga sekalipun tidak mampu kecuali sekedar dengan isyarat mata atau hatinya maka
ia mengkhabarkan bahwa orang yangboleh salat dengan isyarat. Rasul meninggalkan salat itu
bukanlah seorang muslim entah laki atau perempuan. Ia bersabda :
"“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah salat. Siapa yang meninggalkannya
berarti telah kafir” Hadits shohih.
Salat lima waktu itu adalah salat Shubuh, salat Dhuhur, salat Ashar, salat Maghrib dan salat
Isya’.
Waktu salat Shubuh dimulai dari munculnya mentari pagi di Timur dan berakhir saat terbit
matahari. Tidak boleh menunda sampai akhir waktunya. Waktu salat Dhuhur dimulai dari
condongnya matahari hingga sesuatu sepanjang bayang-bayangnya. Waktu salat Ashar dimulai
setelah habisnya waktu Dhuhur hingga matahari menguning dan tidak boleh menundanya hingga
akhir waktu. Akan tetapi ditunaikan selama matahari masih putih cerah. Waktu Maghrib dimulai
setelah terbenamnya matahari dan berakhir dengan lenyapnya senja merah dan tidak boleh
ditunda hingga akhir waktunya. Sedang waktu salat Isya’ dimulai setelah habisnya waktu
maghrib hingga akhir malam dan tidak boleh ditunda setelah itu.
Seandainya seorang muslim menunda-nunda sekali salat saja dari ketentuan waktunya hingga
keluar waktunya tanpa alasan yang dibenarkan syariat diluar keinginannya maka ia telah
melakukan dosa besar. Ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak mengulangi lagi.
Puasa pada bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.
Sifat puasa:
Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh (fajar) terang. Kemudian menahan
dari makan, minum dan jima’ (mendatangi istri) hingga terbenamnya matahari kemudian
berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Romadhon. Dengan itu ia menghendaki
ridho Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya.
Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Di antara yang terpenting :
1. Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba
meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu di antara sarana
terbesar mencapai taqwa kepada Allah ta’ala.
2. Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak. Tidak
ada yang dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan akidah dan
iman.
Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk
mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari
kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana
telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas
yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai
nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-
bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap
sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang
dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi tanpa
kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5 %
pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air.
Di antara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi
kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya
Rukun Islam kelima adalah haji ke baitullah Mekkah sekali seumur hidup. Adapun lebihnya
maka merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga :
1. Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan harta.
2. Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu di
satu tempat. Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam satu
waktu. Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun miskin,
kulit putih maupun kulit hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah. Sehingga
kaum muslimin dapat bertaaruf (saling kenal) dan taawun (saling tolong menolong).
Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah membangkitkan mereka semuanya dan
mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan hisab (penghitungan amal)
sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan setelah mati dengan
mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.
b. Ibadah umum atau ibadah mu’amalah.
Yaitu bentuk peribadatan yang bersifat umum dan pelaksanaannya tidak seluruhnya diberikan
contoh langsung dari Nabi SAW. Beliau hanya meletakkan prinsip-prinsip dasar, sedangkan
pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat. Kaidah
umum menyebutkan “ Semua boleh dilakukan, kecuali yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.”
Ibadah umum mencakup aturan-aturan keperdataan, seperti hubungan yang menyangkut
ekonomi, bisnis, jual-beli, utang-piutang, perbankan, perkawinan, pewarisan, dan sebagainya.
Juga aturan publik, seperti pidana, tata negara, dan lain-lain.
Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang lainnya dalam hal tukar
menukar harta (jual beli), di antaranya, dagang, pinjam meminjam, sewa menyewa, kerja
sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, hutang piutang,
pungutan, warisan, wasiat, titipan, dan pesanan.
Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam
hubungan berkeluarga (nikah, talak, ruju’), pengaturan nafkah, pemeliharaan anak,
pergaulan suami istri, mahar, berkabung dari suami yang wafat, meminang, dan wasiat.
Jinayat, yaitu pengaturan yang menyangkut pidana, di antaranya pembunuhan, zina,
minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, dan kesaksian.
Siasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), di antaranya,
ukhuwah, musyawarah, musawah, ‘adalah, ta’awwun, huriyah, tasamuh, takaful ijtima’
dan pemerintahan.
Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, di antaranya syukur, sabar, tawaddu’,
pemaaf, tawakal, ikhlas, istiqomah, syaja’ah, birrul walidaian.
Peraturan-peraturan lainnya, seperti makanan, minuman, penyembelihan, nazar,
pemeliharaan anak yatim, dakwah, dan perang.
3. Tujuan dan Fungsi Mempelajari Syariah
Tujuan utama yang hendak dicapai dari mempelajari syari’ah adalah untuk mengetahui hukum
syara’ (syariah) berkaitan dengan perbuatan manusia yang mukallaf (yang dibebani hukum) sehingga
akan diperoleh ketentuan apakah suatu perbuatan itu dikehendaki, dibolehkan, atau dilarang, atau
bagaimana suatu perbuatan itu dianggap sah atau tidak . Setelah memahami tentang hukum syariah
diharapkan nantinya umat Islam akan mengamalkan syariah Islam dalam kehidupan sehari-harinya
dengan baik sehingga memperoleh kesejahteraan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan hidup baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
4. Prinsip Syari’ah
Prinsip syari’ah terdiri dari :
a. Memudahkan
Dalam pembebanan (taklifi) Islam tidak terdapat hal yang menyulitkan dan memberatkan.
Syari’at tidak memberi kesulitan pada manusia dan tidak menyesakkan dada mereka. Allah
berfirman dalam surat Al Baqarah (2) ayat 185 : “ Allah menghendaki kemudahan bagimu dan
tidak menghendaki kesulitan bagimu”. Dan dalam surat An Nisak (4) ayat 28 : “ Allah hendak
memberi keringanan padamu”. Dan Surat Al Maidah (5) ayat 6 : “ Allah tidak hendak
menyulitkan kamu”.
Berdasarkan ayat diatas jelaslah bahwa Allah tidak akan menyulitkan hambanya. Misalnya
sholat dikerjakan berdiri, tidak bisa berdiri dikerjakan sedang duduk, tidak bisa duduk dikerjakan
dengan berbaring dan seterusnya.
b. Kemashlahatan (kebaikan)
Syari’at diturunkan Allah untuk kemashlahatan atau kebaikan umat manusia. Bilamana orang
menjalankan syari’at Islam maka dia akan merasakan manfaatnya. Misalnya puasa menjadikan
orang sehat, diharamkan babi karena merusak kesehatan, diwajibkan zakat untuk membantu fakir
miskin dan lain-lain.
c. Menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
Syari’ah menghargai hak azazi manusia (agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan harga diri),
mendahulukan kemaslahatan dharury di atas kepentingan pribadi.
d. Menegakkan nilai-nilai kemasyarakatan
Nilai-nilai yang harus ditegakkan dalam islam adalah: al-’adalah (keadilan), ukhuwah
(persaudaraan), attakaful (solidaritas), al-karamah (kemuliaan), dan al-huriyyah (kebebasan).
5. Karakteristik Syari’ah
a) Bersifat rabbaniyah dan diniyyah
b) Mencerminkan kesucian syari’ah, dan rasa cinta dan penghargaan terhadapnya
c) Menghormati dan mentaati hokum ijtihad dan peraturan Negara
d) Membentuk akhlak dan moral
e) Syari’ah memelihara hubungan masyarakat, menjaga nilai-nilai luhur masyarakat, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak
f) Bersifat realistis
g) Syari’at diturunkan Allah sesuai dengan kejadian yang dialami manusia
h) Penerapan hokum secara bertahap dan berperoses.
6. Tujuan Syari’ah (muqhoshidus syar’i)
Tujuan syariah erat kaitannya dengan tujuan agama Islam itu sendiri yang ingin mewujudkan
kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Secara
khusus, setidaknya ada lima tujuan dari syariah, yaitu sebagai berikut:
1. Memelihara agama (hifzhud din)
Salah satu bentuk tanda syukur yang harus kita lakukan adalah berusaha semaksimal mungkin untuk
menjadi muslim sejati dengan mamahami dan mengamalkan syariah Islam. Dalam konteks memelihara
agama, para Rasul diutus oleh Allah swt dan kita sekarang berkewajiban melanjutkan tugas Rasul itu
dengan cara mengamalkan syariah Islam, apapun kendala dan tantangan yang akan kita hadapi
2. Memelihara jiwa (hifzhun nafsi)
Memperoleh kesempatan hidup merupakan karunia yang besar bagi kita, karenanya kesempatan yang
amat berharga ini harus kita gunakan untuk selalu mengabdi kepada Allah swt. Dalam konteks inilah,
hak hidup seseorang menjadi hak yang paling asasi sehinga harus dijaga dan dipelihara. Disinilah
sebabnya mengapa Islam amat melarang kita untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang
bisa dibenarkan sehingga biloa ini dilakukan dosanya amat besar seperti dosa membunuh semua manusia.
3. Memelihara akal (hifzhul aqli)
Memiliki akal yang sehat dan cerdas merupakan sesuatu yang amat penting, karena dari akal yang
sehat itulah akan lahir pemikiran yang cemerlang dan manusia bisa bersikap dan berprilaku yang baik.
Karena itu akal harus dipelihara dan jangan dirusak dengan hal-hal yang memabukkan hingga hilang daya
pikirnya serta dengan hal-hal yang tidak rasional, semua ini menjadi perkara yang menjauhkan kita dari
keberuntungan di dunia dan akhirat.
4. Memelihara kehormatan (hifzhud ardh)
Manusia dicipta oleh Allah swt sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, karenanya syariat Islam
amat menekankan kepada manusia untuk menjaga kehormatannya agar tidak jatuh dan amat rendah
melebihi rendahnya martabat binatang. Salah satu yang membuat martabat manusia bisa amat rendah
adalah dalam kaitan hubungan lelaki dan wanita, karenanya Islam mensyariatkanlah kepada manusia
untuk menikah agar hubungan seksual yang dilakukannya membuatnya menjadi mulia, bukan malah
menjadi hina.
5. Memelihara harta (hifzhul mal)
Setiap orang pasti memiliki banyak kebutuhan mulai dari makan, minum, berpakaian, bertempat
tinggal, pengembangan diri, kendaraan dan sebagainya. Berbagai kebutuhan itu harus dapat dipenuhi
dengan harta yang dimiliki, karenanya kebutuhan terhadap harta ada pada setiap orang sehingga
mencarinya dengan cara yang halal menjadi suatu keharusan. Sesudah harta diperoleh, maka menjadi hak
seseorang untuk memilikinya sehingga syariat Islam menekankan pemeliharaan terhadap harta dan amat
tidak dibenarkan bagi orang lain untuk mencurinya. Pemeliharaan terhadap harta juga harus ditunjukkan
dalam bentuk membelanjakan atau menggunakannya untuk segala kebaikan, sebab bila tidak hal itu
termasuk dalam kategori tabzir atau boros, yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar
menurut Allah SWT dan Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang sangat
merugikan manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan menjadi sangat sulit untuk
ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang cukup, karenanya sikap ini harus dijauhi.
7. Dasar-Dasar Penetapan Syari’ah Islam
Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah, yaitu :
1. Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban
Dalam menetapkan syariah, selalu diusahakan aturan-aturan tersebut tidak memberatkan manusia
dalam menjalankannya dan mudah untuk dilaksanakan. Contohnya adalah perintah wajib berpuasa. Allah
hanya mewajibkan kita berpuasa tiga puluh hari dalam setahun karena apabila lebih dari itu pasti akan
memberatkan. Selain itu bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa karena suatu hal seperti sakit atau
bepergian jauh dapat membatalkan puasanya dan menggantinya di hari lain. Contoh lainnya adalah bagi
orang yang tidak sanggup shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan duduk. Ini merupakan bukti
bahwa syariah tidak semakin memberatkan umat Muslim.
2. Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum
Tiap masyarakat pasti memiliki adat istiadat yang berlaku di daerahnya, baik yang bersifat positif
maupun negatif. Pada awal mula turunnya Islam masyarakat Arab juga memiliki berbagai kebiasaan yang
sukar dihilangkan, apabila dihilangkan sekaligus tentu akan mengalami banyak kendala.
Karena faktor kebiasaan yang sudah berlangsung lama dan sulit diubah tersebut Al-Quran tidak
diturunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat dan surat demi surat, terkadang ayat turun sesuai
peristiwa yang terjadi saat itu. Cara seperti ini dilakukan agar mereka dapat bersiap-siap meninggalkan
ketentuan lama dan menerima hukum baru.
Contohnya adalah kebiasaan minum minuman keras dan berjudi yang banyak dilakukan oleh
masyarakat Arab pada masa itu. Kemudian turunlah ayat untuk memperingatkan keburukan dari minuman
keras dan judi sebagai berikut:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Kemudian setelah mereka bisa menerima pertimbangan untung rugi minuman keras dan judi, turun
lagi firman Allah untuk melarang minuman keras dan judi dalam QS Al Maidah ayat 90:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
3. Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak
Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam diusahakan agar sesuai dengan kepentingan-kepentingan
yang baik bagi pemeluknya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada suatu waktu aturan-aturan
hukum yang ada dibatalkan apabila keadaan menghendaki. Selama kepentingan orang banyak menjadi
pedoman dalam pembatalan hukum tersebut maka boleh jadi hukum yang baru menjadi lebih berat atau
lebih ringan dari sebelumnya. Namun pembatalan hukum ini hanya dilakukan pada masa Rasul. Sesudah
Rasul wafat dan ketentuan hukum Islam sudah lengkap tidak ada lagi pembatalan hukum.
Contoh untuk kasus ini adalah ketika ketika qiblat shalat masih mengarah pada Baitul Maqdis di
Palestina kemudian dibatalkan dengan mengarah pada Ka’bah di Mekkah, seperti dalam firman Allah QS.
Al Baqarah ayat 144 :
Artinya: “Kami kadang-kadang melihat pulang baliknya muka engkau ke arah langit. Maka benar-benar
kami akan memberikan kepadamu suatu qiblat yang engkau sukai. Maka arahkan muka engkau ke arah
Masjidil Haram.”
4. Dasar Persamaan dan Keadilan
Bagi syariah Islam semua orang dipandang sama dengan tidak ada kelebihan di antara mereka satu
sama lain. Semua berkedudukan sama di mata Allah SWT. Kedudukan yang sama tersebut diperintahkan
Al-Quran dalam QS Al-Maidah ayat 8.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
6. Ibadah
Secara umum ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan
yang sesuai dengan ketentuan Allah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan semata-
mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, seperti makan, minum, bekerja dan lain
sebagainya.
Ibadah dalam pengertian khusus ialah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah
Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah, atau disebut ritual, seperti shalat, zakat, puasa, dan
hajji.
ليعبدون ( إال� واإلنس الجن� خلقت )56وما
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.
Ad-Dzariyat: 56)
مة ( القي دين وذلك كاة الز� ويؤتوا الص�الة ويقيموا حنفاء الدين له مخلصين �ه الل ليعبدوا إال� أمروا )5وما
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah: 5)
Bentuk-bentuk ibadah yang termasuk ibadah mahdhah antara lain sebagai berikut:
a. Bersuci.
Bersuci merupakan salah satu hal sangat esensial dalam Islam karena ia menyangkut keabsahan
suatu ibadah, seperti sholat. Secara garis besar, bersuci terbagi dua bagian, yaitu bersuci dari
najis dan hadats.
Hikmah bersuci antara lain :
1.Hidup bersih dan sehat.
2.Terhindar dari penyakit.
b. Sholat.
Hikmah sholat antara lain :
1.Hidup bersih.
2.Disiplin.
3.Konsentrasi jiwa.
4.Rendah hati.
c. Puasa.
Hikmah puasa antara lain :
1.Latihan mengendalikan diri dari sifat berlebih-lebihan.
2.Sabar.
3.Disiplin.
4.Hidup sederhana.
d. Zakat
Hikmah zakat antara lain :
1. Pensucian harta.
2. Syukur nikmat.
3. Pensucian diri.
4. Menumbuhkan rasa kepedulian sosial terhadap fakir miskin.
e. Hajji.
Hikmah hajji antara lain :
1. Membentuk sikap kebersamaan, tidak ada sikap diskriminasi, yang membedakan hanya
taqwa.
2. Pengorbanan yang sangat komplek.
1. korban harta
2. korban jiwa (perasaan)
3. korban pikiran
4. korban nyawa
3. Membentuk sikap sabar.
4. 8. Sifat dan Ciri Ibadah dalam Islam [11] 5. Mustafa Ahmad al-Zarqa, seorang ahli ilmu fikih menyebutkan beberapa sifat yang menjadi ciri-
ciri ‘ibadah yang benar adalah:
6. 1. Bebas dari perantara. Dalam beribadah kepada Allah Swt, seorang muslim tidak
memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah.
7. 2. Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus. Secara umum ajaran Islam tidak
mengharuskan penganutnya untuk melakukan ‘ibadah pada tempat-tempat khusus, kecuali
‘ibadah haji. Islam memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat ‘ibadah.
8. 3. Tidak memberatkan dan tidak menyulitkan, sebab Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa
menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan.
Syarat-syarat diterimanya ibadah adalah:
1. Ikhlas, yakni semata-mata karena Allah;
) الدين له مخلصا الله أعبد أن أمرت إني المسلمين) (11قل أول أكون ألن )12وأمرت
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang
yang pertama-tama berserah diri”. (QS. Azzumar: 10-12)
2. Shah, yakni amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’
أحدا ( ربه بعبادة يشرك وال صالحا عمال فليعمل ربه لقاء يرجوا كان )110فمن
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
(QS. Al-Kahfi: 110)
Aqidah, Ibadah, dan Muamalah Serta Implikasinya
dalam Kehidupan
Dr. Kaelany HD., MA mengatakan dalam bukunya, Islam Agama Universal, bahwa ajaran Islam
sangatlah luas. Ulama dengan berlandaskan hadist membagi ajaran Islam tersebut dalam tiga
pokok bahasan, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak.
Dalam hal ini, akan dibahas pengertian Aqidah serta Syari’ah (sebagai Ibadah dan Muamalah),
yang mana pengertian ini didapat dari berbagai sumber, yaitu Al-qur’an , Hadist, dan berbagai
resensi dari buku atau artikel.
Aqidah
Aqidah adalah suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan yang teguh serta
kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari
keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu kepercayaan,
pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan mengesampingkan penyembahan selain kepada
Allah. (Dr. Kaelany HD., MA, Februari 2009, hlm 65)
Ajaran mengenai aqidah ini merupakan tujuan utama Rasul diutus ke dunia, yang mana hal ini
dinyatakan dalam AL-qur’an, yang berbunyi:
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami
wahyukan kepadanya, bahwasanya tiada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlan
olehmu sekalian akan Aku” (QS. 21: 25)
Akidah adalah suatu ketetapan hati yang dimiliki seseorang, yang mana tidak ada factor apa pun
yang dapat mempengaruhi atau merubah ketetapan hati seseorang tersebut.
Kata “‘aqidah” diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu
biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di
antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
“Al-‘Aqdu” (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil
dari kata kerja: ” ‘Aqadahu” “Ya’qiduhu” (mengikatnya), ” ‘Aqdan” (ikatan sumpah), dan ”
‘Uqdatun Nikah” (ikatan menikah). Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja …” (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan.
Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan
perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari
aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-
Mu’jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Secara terminologi, juga dijelaskan bahwa Aqidah merupakan perkara yang wajib dibenarkan oleh
hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan
kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Ibadah dan Muamalah
Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan atau
pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah SWT, dan
juga kepada sesame manusia.
Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara lain:
Dari segi tujuan, Syari’ah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan manusia sebagai
makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:
1.
1. Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)
2. Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)
3. Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)
4. Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)
5. Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara
harta)