eko koperasi

23
TANTANGAN PENGEMBANGAN KOPERASI DI MASA DATANG Nama Kelompok : 1. Ari Darma Yanto 135020100111034

Upload: ady

Post on 13-Feb-2016

269 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sebagai tugas ekonomi koperasi

TRANSCRIPT

Page 1: Eko Koperasi

TANTANGAN PENGEMBANGAN

KOPERASI DI MASA DATANG

Nama Kelompok :1. Ari Darma Yanto 135020100111034

Page 2: Eko Koperasi

Latar Belakang

• Peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto merupakan tonggak yang sangat penting dalam sejarah nasional Indonesia. Peristiwa yang menandai lahirnya Orde Baru itu, tidak hanya telah menyebabkan dibubarkannya PKI dan dilarangnya penyebarluasan ajaran Marxisme-Leninisme, tapi juga telah menyebabkan terjadinya perubahan mendasar dalam tatanan sosial dan politik Indonesia. Sementara itu, walaupun tidak banyak mendapat perhatian, pergeseran corak yang cukup mendasar juga terjadi dalam lingkungan koperasi di Indonesia. Sebelum tahun 1967, koperasi Indonesia pada umumnya dibangun berdasarkan bidang usaha dan jenis komoditi yang diusahakan koperasi. Jenis koperasi yang menonjol ketika itu adalah koperasi kredit, dan koperasi produksi.

Page 3: Eko Koperasi

UU No. 12/1967 dan Kriteria Keanggotaan

• Sistem nilai koperasi dapat dikenali melalui apa yang disebut sebagai sendi dasar atau prinsip-prinsip koperasi. Sebagaimana antara lain dapat ditemukan dalam pasal 5 UU Koperasi No. 25/1992, prinsip koperasi Indonesia secara keseluruhan meliputi lima hal sebagai berikut: (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; (b) pengelolaan dilakukan secara demokratis; (c) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota; (d) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; dan (e) kemandirian.

Page 4: Eko Koperasi

• Prinsip keanggotaan yang bersifat terbuka ini menempati kedudukan yang sangat terhormat dalam sistem nilai koperasi. Tapi dalam UU Koperasi No. 12/1967 yang disusun sebagai pengganti UU Koperasi No. 14/1965, prinsip keanggotaan koperasi yang bersifat terbuka itu cenderung dimanipulasi. Hal itu antara lain dilakukan dengan mengubah kriteria keanggotaan koperasi, yaitu dari yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dilakukan koperasi (pasal 18 UU No. 14/1958), menjadi berdasarkan kesamaan kepentingan dalam usaha koperasi (pasal 11 UU No. 12/1967).

Page 5: Eko Koperasi

• Dengan berubahnya kriteria keanggotaan koperasi maka corak koperasi yang berkembang di Indonesia turut berubah. Sebagaimana yang telah disinggung di muka, jenis koperasi yang banyak berkembang di Indonesia sebelum tahun 1967 adalah koperasi kredit dan koperasi produksi. Tapi setelah tahun 1967, terutama setelah dikeluarkannya Inpres No. 4/1973 tentang BUUD/KUD, perkembangan koperasi di Indonesia cenderung terbagi dua golongan: Koperasi Unit Desa (KUD) dam koperasi-koperasi non-KUD.

Page 6: Eko Koperasi

• Yang menarik, selain KUD yang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah, jenis koperasi yang sangat pesat perkembangannya setelah tahun 1967 adalah koperasi golongan fungsional. Dengan sangat pesatnya perkembangan koperasi golongan fungsional, maka sifat keanggotaan koperasi cenderung menjadi sangat terbatas. Bahkan, karena di belakang nama tiap-tiap koperasi golongan fungsional tercantum nama suatu instansi tertentu, keanggotaan koperasi jenis ini hanya berlaku bagi mereka yang bekerja pada instansi tersebut.

Page 7: Eko Koperasi

• Pergeseran corak dan pembatasan anggota koperasi yang dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan kriteria keanggotaan itu, tentu tidak dilakukan tanpa alasan. Menurut pasal 17 UU No. 12/1967, alasannya adalah untuk tujuan efisiensi. Namun demikian, dengan menulusuri hakikat dan sejarah perkembangan koperasi, serta arah perkembangan ekonomi-politik Orde Baru, alasan tersebut tentu tidak cukup memuaskan. Alasan yang lebih mendasar tampaknya justru bersumber pada karateristik koperasi sendiri.

Page 8: Eko Koperasi

• Sesuai dengan nilai-nilai yang diembannya, koperasi pada dasarnya adalah perkumpulan orang, bukan perkumpulan modal (Book, 1994, hal. 50). Bahkan, sebagaimana dikemukakan pada pasal 1 UU No. 25/1992, koperasi juga diakui sebagai gerakan ekonomi rakyat. Dengan karateristik seperti itu, koperasi memiliki dimensi yang sangat berbeda dengan perusahaan lain. Koperasi memiliki peluang yang sangat besar untuk berkembang dan atau dikembangkan menjadi kekuatan politik (Soedjono dalam Hendrojogi, 1985 dan Baswir, 1993, Hal. 105).

Page 9: Eko Koperasi

• Sebab itu tidak mengherankan bila koperasi hampir selalu menjadi ajang rebutan partai-partai politik yang ada. Pada tahun 1950-an misalnya, gerakan koperasi cenderung sangat dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Hal itu antara lain tampak pada kegigihan PNI dalam memperjuangkan UU No.79/1958 tentang perkumpulan koperasi (Kamaralsyah dkk., 1987, hal. 18). Sedangkan dalam periode 1960-1965, yang dikenal sebagai era demokrasi terpimpin, perkembangan koperasi cenderung sangat dipengaruhi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal itu tidak hanya tampak pada diterbitkannya UU No. 14/1965, tapi juga pada terjadinya peningkatan jumlah koperasi secara besar-besaran (Kamaral syah dkk., ibid., hal. 31).

Page 10: Eko Koperasi

Intervensi Pemerintah ke dalam Organisasi Gerakan Koperasi

• Keterlibatan faktor-faktor politik dalam perkembangan koperasi di Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua cara. Cara pertama adalah dengan melakukan intervensi tidak langsung. Melalui cara ini, sepak terjang gerakan koperasi dicoba untuk dipengaruhi pemerintah dengan mengganti undang-undang atau peraturan perkoperasian. Dalam era demokrasi terpimpin hal itu antara lain dilakukan oleh pemerintahan Soekarno dengan mengganti PP No. 60/1959 dengan UU No. 14/ 1965.

Page 11: Eko Koperasi

• Sedangkan cara kedua adalah dengan melakukan intervensi langsung. Melalui cara ini, baik pemerintah maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap perkembangan koperasi, berusaha mengendalikan sepak terjang gerkan koperasi dengan dengan memasuki dan menguasai berbagai organisasi gerakan koperasi nasional.

Page 12: Eko Koperasi

• Metode yang ditempuh oleh pemerintah Orde Baru dalam menguasai berbagai organisasi gerakan koperasi nasional itu antara lain dapat ditelusuri dengan mencermati berdirinya koperasi-koperasi golongan fungsional dalam lingkungan Angkatan Bersenjata. Pada setiap angkatan misalnya, dibentuk satu induk koperasi. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam penjelasan Pasal 17 UU No.12/1967, yaitu bahwa koperasi angkatan bersenjata adalah wadah kegiatan kekaryaan anggota Angkatan, hal itu memang dimungkinkan (lihat pula Djohan, 1986, hal. 155)..

Page 13: Eko Koperasi

• Tapi karena dalam lingkungan profesi yang lain pada umumnya hanya terdapat satu induk koperasi, hal tersebut tentu mengundang tanda tanya. Selain itu, dilihat dari segi koperasi primernya, jumlah koperasi primer dalam lingkungan ABRI tergolong tidak banyak. Karena pada masing-masing angkatan dan kepolisian dibentuk satu induk koperasi, ditambah dengan satu induk koperasi khusus bagi Markas Besar ABRI, maka dalam lingkungan ABRI secara otomatis terdapat lima induk koperasi.

Page 14: Eko Koperasi

• Dengan dimiliknya beberapa induk koperasi oleh KBA, maka peranan KBA dalam menentukan komposisi kepengurusan organisasi gerakan koperasi nasional, baik dalam kaitanya dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Institut Koperasi Indonesia (Ikopin), Bank Koperasi Indonesia (Bukopin), Koperasi Jasa Audit Nasional (KJAN), maupun Koperasi Asuransi Indonesia (KAI), cenderung menjadi sangat dominan.

Page 15: Eko Koperasi

Tabel 21.1.

Jumlah Koperasi Primer, Pusat, Gabungan, dan Induk

Dalam Lingkungan Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, 1977/1978

Koperasi Primer Pusat Gabungan Induk Jumlah

Pegawai Negeri

Angkatan Darat

Angkatan Laut

Angkatan Udara

Kepolisian

4.375

894

98

120

430

199

-

-

-

-

25

18

8

20

19

1

1

1

1

1

4.600

913

107

141

450

Jumlah 5.917 199 90 5 6.211

Sumber: Soedjono dalam Hendrojogi, 1985, hal. 35

Page 16: Eko Koperasi

Tabel 21.2.Peranan Anggota ABRI dan KBA dalam

KepengurusanOrganisasi Gerakan Koperasi Nasional

Organisai Periode Kursi Posisi Kunci yang Diduduki Anggota KBAGERKOPINDKIDKIDEKOPINDEKOPINDEKOPINIKOPINKAIKJANBUKOPINDEKOPINDEKOPINDEKOPIN

1966 – 19691970 – 19731974 – 19771977 - 19801980 - 19831983 - 19881982 - 19831983 - 19881984 - 19891985 - 19891988 - 19931993 - 19971997 - 1998

5655451644

13113

Ketua Umum dan SekjenKetua Umum, Ketua II, Sekjen, Komis, UmumKetua I, Sekjen, Komisaris UmumKetua Umum, Ketua II, Ketua V, Ketua BPKetua I, Ketua IV, Sekjen, Ketua BPKetua I, Ketua III, Ketua V, Sekjen, Ketua BPKetua RektoriumWK. Ketua I, Sekretaris I dan II, Ketua BPKetua Umum, Ketua I, Bendahara I, Ketua BPKetua II, Sekretaris, Ketua BPKetua I, Ketua IV, Ketua XI, Sekjen, Ketua BPKetua I, Ketua XI, Ketua XV, Sekjen, Ketua BPKetua Umum, Ketua II, Penasihat

Page 17: Eko Koperasi

Keterbelakangan Koperasi

• Setelah mengalami rasionalisasi secara besar-besaran pada tahun 1967, perkembangan koperasi dalam era Orde Baru sebenarnya tergolong cukup pesat. Walaupun demikian, dibandingkan dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain – BUMN dan konglomerat, posisi koperasi ternyata masih sangat terbelakang.

Page 18: Eko Koperasi

Tabel 21.3.Nilai Aset dan Nilai Usaha BUMN, Konglomerat,

dan KoperasiTahun 1993 (dalam triliun rupiah)

  Nilai Aset % Nilai Usaha %

BUMN Rp. 269,0 53,8 Rp. 80,0 34,3

Konglomerat*) Rp. 227,0 45,4 Rp. 144,0 61,7

Koperasi Rp. 4,0 0,8 Rp. 9,5 4,0

Jumlah Rp. 500,0 100,0 Rp. 233,5 100,0

Sumber : Diolah dari berbagai sumber oleh Revrisond Baswir. Catatan : (*) Tidak termasuk usaha swasta nonkonglomerat dan usaha perseorangan lainnya.

Page 19: Eko Koperasi

• Namun demikian, dilihat dari sudut intervensi yang melanda gerakan koperasi tadi, kondisi keterbelakangan koperasi itu sebenarnya mudah dipahami. Dengan diubahnya kriteria keanggotaan dan penjenisan koperasi berdasarkan kesamaan aktivitas/kepentingan ekonomi para anggotanya, maka keberadaan koperasi secara tidak langsung cenderung diposisikan hanya sebagai sebuah usaha sampingan. Bahkan, dengan lebih ditekankannya pengembangan koperasi dalam lingkungan masyarakat pedesaan dan golongan fungsional (yang secara politik bersifat mengambang-terkendali), pembangunan koperasi tampaknya memang telah dengan sengaja diarahkan semata-mata sebagai usaha sampingan bagi warga masyarakat yang memiliki keterampilan, modal, dan daya tawar politik terbatas.

Page 20: Eko Koperasi

• Sebaliknya, dilihat dari sudut kepentingan strategi pembangunan ekonomi-politik pemerintah, keterbelakangan koperasi itu rasanya lebih tepat bila dipahami sebagai sebuah conditio sine qua non. Hal yang terakhir ini jelas sangat diperlukan oleh pemerintah, baik untuk menjamin penyelenggaraan stabilitas nasional maupun untuk menjamin kesinambungan strategi pembangunan yang sedang dilaksanakannya. Pendek kata, dengan cara itulah antara lain Orde Baru melestarikan kekuasaannya selama lebih dari 30 tahun.

Page 21: Eko Koperasi

Implikasi Kebijakan

• Sejalan dengan perubahan tatanan sosial dan politik yang berlangsung secara nasional, jabatan-jabatan teras dalam lingkungan Departemen Koperasi cenderyn dipangku oleh para anggota ABRI dan KBA sebagai pimpinan organisasi gerakan koperasi nasional juga tampak menonjol. Dengan latar belakang seperti itu, keterbelakangan koperasi dibandingkan pelaku-pelaku usaha yang lain sebenarnya hanyalah sebuah konsekuensi logis dari strategi pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru.

Page 22: Eko Koperasi

• Sebab itu, guna meningkatkan perkembangan koperasi di masa depan, upaya pembenahan yang hanya dibatasi dalam lingkungan internal koperasi tidak akan banyak artinya. Demikian pula halnya dengan tindakan penyediaan fasilitas permodalan atau berbagai kemudahan lainnya bagi koperasi. Tindakan-tindakan itu, selain akan semakin memperburuk tingkat ketergantungan koperasi terhadap pemerintahan, juga akan menyebabkan semakin merajalelanya praktik korupsi dan kolusi dalam tubuh koperasi.

Page 23: Eko Koperasi

• Agar koperasi dapat berkembang secara kreatif dan kompetitif, berbagai bentuk intervensi yang selama ini cenderung membelenggu perkembangan koperasi perlu segera diakhiri. Penyusunan UU dan peraturan perkoperasian misalnya, harus diusahakan secara maksimal agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip koperasiyang berlaku secara universal. Sedangkan keberadaan Departemen Koperasi harus dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak bersifat menghalang-halangi dan membunuh kebebasan berkoperasi. Tanpa itu, berlanjutnya pengkoperasian gerakan koperasi untuk kepentingan golongan politik yang sedang berkuasa sulit dihindari.