ekofisiologi tumbuhan pasca kebakaran -...

86
Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran i Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran QS Al-Rum (30):41 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; ALLAH menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Prof. Dr. Firdaus L.N., M.Si. Dr. Sri Wulandari, M.Si Dr. Wan Syafii, M.Si Drs. Nursal, M.Si

Upload: others

Post on 23-Jul-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

i

Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran

QS Al-Rum (30):41 “Telah tampak kerusakan di darat dan

di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; ALLAH menghendaki agar

mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali

(ke jalan yang benar)”.

Prof. Dr. Firdaus L.N., M.Si. Dr. Sri Wulandari, M.Si Dr. Wan Syafii, M.Si Drs. Nursal, M.Si

Page 2: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

ii

EKOFISIOLOGI TUMBUHAN PASCA KEBAKARAN

Page 3: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

iii

Prof. Dr. Firdaus L.N., M.Si. Dr. Sri Wulandari, M.Si Dr. Wan Syafii, M.Si Drs. Nursal, M.Si

EKOFISIOLOGI TUMBUHAN PASCA KEBAKARAN Penerbit: UNRI Press, Pekanbaru, 2018 Didanai oleh: LPPM Universitas Riau, 2018

EKOFISIOLOGI TUMBUHAN PASCA KEBAKARAN

Page 4: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

iv

EKOFISIOLOGI TUMBUHAN PASCA KEBAKARAN Penulis: L.N. Firdaus, Sri Wulandari, Wan Syafii, Nursal Diterbitkan Pertama kali oleh UNRI Press, Pekanbaru Cetakan 1. November 2018 ISBN ………………… Sampul dan Perwajahan oleh: L.N. Firdaus Foto Sampul©L.N. Firdaus, 2017-Tapak Pasca Kebakaran Lahan Gambut di Rimba Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Font Corbel 12 ©Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip aau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penulis Isi di luar tanggung jawab percetakan

UCAPAN TERIMA KASIH Apa tanda Melayu Budiman, Membalas budi ia dahulukan Mahasiswa Moni Andita, Novia Lori Afni, Nur Ayudita, Afitrian Amran, Ridho Abdul Ghani, Zainun, Yosi Emelda, Pini Permata Hati Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Riau Penelitian ini dapat terselenggara atas dukungan pendanaan dari DIPA Universitas Riau Tahun 2017 melalui Skema Penelitian Guru Besar dengan Nomor Kontrak: 909/Un.19.5.1.3/PP/2017 Tanggal 5 Mei 2017. Sehubungan dengan itu kami mengucapkan terima kasih dan perhargaan yang tinggi kepada Rektor Universitas Riau. Ucapan terima kasih yang sama kami tujukan kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau beserta seluruh staff atas semua bentuk fasilitasi yang telah diberikan. Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Riau M. Yunus untuk bantuannya membuat peta lokasi penelitian Teknisi lapangan Zaldi dari Laboratorium Ekofisiologi tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau yang telah memberikan bantuan teknis pengukuran parameter di lapangan dengan Portable Photosynthesis System Model Li-6400 dan Chrolophyll meter SPAD 502

Masyarakat Peduli Api Desa Rimba Panjang Kepala Desa Rimba Panjang, Hery, Pendy Rustam Alumni S1 Pendidikan Biologi FKIP UNRI Andri Hendrizal, Endro Siswanto, Reby Oktarianda, Chaster Furqan

ISBN 978-979-792-873-5

Page 5: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

v

UCAPAN TERIMA KASIH Apa tanda Melayu Budiman, Membalas budi ia dahulukan Mahasiswa Moni Andita, Novia Lori Afni, Nur Ayudita, Afitrian Amran, Ridho Abdul Ghani, Zainun, Yosi Emelda, Pini Permata Hati Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Riau Penelitian ini dapat terselenggara atas dukungan pendanaan dari DIPA Universitas Riau Tahun 2017 melalui Skema Penelitian Guru Besar dengan Nomor Kontrak: 909/Un.19.5.1.3/PP/2017 Tanggal 5 Mei 2017. Sehubungan dengan itu kami mengucapkan terima kasih dan perhargaan yang tinggi kepada Rektor Universitas Riau. Ucapan terima kasih yang sama kami tujukan kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau beserta seluruh staff atas semua bentuk fasilitasi yang telah diberikan. Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Riau M. Yunus untuk bantuannya membuat peta lokasi penelitian Teknisi lapangan Zaldi dari Laboratorium Ekofisiologi tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau yang telah memberikan bantuan teknis pengukuran parameter di lapangan dengan Portable Photosynthesis System Model Li-6400 dan Chrolophyll meter SPAD 502

Masyarakat Peduli Api Desa Rimba Panjang Kepala Desa Rimba Panjang, Hery, Pendy Rustam Alumni S1 Pendidikan Biologi FKIP UNRI Andri Hendrizal, Endro Siswanto, Reby Oktarianda, Chaster Furqan

Page 6: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

vi

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, setinggi puji dan sedalam syukur peneliti ucapkan kehadirat ALLAH Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga buku ini dapat diterbitkan sebagai kontribusi bagi khasanah disiplin Ekofisiologi Tumbuhan di Indonesia khususnya. Secara substansial, kandungan buku ini merupakan hasil riset kolaboratif antara dosen dan mahasiswa bimbingan dalam bingkai tugas akhir kesarjanaan mereka. Secara utuh, hasil studi kasus yang dikemas dalam buku ini dibagi atas lima bab. Pada bagian pendahuluan (Bab 1) kami memaparkan tentang kondisi kebakaran di Provinsi Riau, karakteristik lahan gambut Riau, gambaran wilayah dan pendekatan studi yang kami lakukan. Kemudian (Bab 2), kami menyajikan Aspek ekologi tumbuhan pasca kebakaran, mulai dari vegetasi bawah, seedling, sapling, pohon serta pola distribusi dan asosiasi tumbuhan di lahan pasca kebakaran. Lalu kami lanjutkan pemaparan aspek morfologi tumbuhan pasca kebakaran (Bab 3), baik morfologi akar, batang, maupun daun. Selanjutnya (Bab 4), kami menyajikan aspek fisiologi tumbuhan tentang fotosintesis, kandungan klorofil, dan transpirasi tumbuhan pasca kebakaran. Pada bagian akhir (Bab 5) kami menambahkan hasil tinjauan pustaka tentang strategi adaptasi tumbuhan pasca kebakaran. Semoga buku ini dapat menambah kasanah pengetahuan ilmiah tentang ekofisiologi tumbuhan pasca kebakaran di lahan gambut. Pekanbaru, 1 Oktober 2018

Page 7: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

vii

DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................5 KATA PENGANTAR ............................................................ 6 DAFTAR ISI .........................................................................7

1. PENDAHULUAN ............................................................. 9 1.1 Kondisi Kebakaran Lahan di Riau......................................... 9 1.2 Karakteristik Lahan Gambut Riau ..................................... 11 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ....................................... 13 1.4 Pendekatan Studi .............................................................. 15

2. EKOLOGI TUMBUHAN ................................................... 18

2.1 Vegetasi Bawah ................................................................. 18 2.2 Komposisi Jenis Dan Struktur Vegetasi Bawah ................. 22 2.3 Regenerasi vegetasi .......................................................... 27 2.4 Pola Distribusi ................................................................... 31 2.5 Asosiasi Vegetasi Dasar .................................................... 34

3. MORFOLOGI TUMBUHAN .............................................. 41 3.1 Morfologi Akar .................................................................. 43 3.2 Morfologi Batang .............................................................. 45 3.3 Morfologi Daun ................................................................. 49

4. FISIOLOGI TUMBUHAN ................................................ 53

4.1 Laju Fotosintesis ............................................................... 54 4.2 Kandungan Klorofil ........................................................... 55 4.3 Laju Transpirasi ................................................................. 59

5. STRATEGI ADAPTASI .................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 66 GLOSARI .......................................................................... 76 INDEKS ............................................................................. 81 TENTANG PENULIS .......................................................... 83

Page 8: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

viii

Pada tahun 2007, lahan gambut Riau hanya tinggal 1.603.008 hektar dari luasan 2.280.198 ha di tahun 2002 (Okto Yugo Setiyo et al, 2016). Artinya dalam kurun 5 tahun, Riau telah kehilangan lahan gambut seluas 677.190 ha atau sekitar 19% dengan rerata kehilangan 135.438 hektar per tahun.

1. PENDAHULUAN 1.1 Kondisi Kebakaran Lahan di Riau Luas hamparan gambut tropika (rawa dan hutan) ditaksir sekitar 42 juta hektar yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dataran rendah Amazon dan Afrika Tengah (Osaki & Tsuji, 2016). Luasan ini menyimpan sekitar 148 Gt karbon. Kawasan ini masih relatif belum tersentuh pembangunan dan hutannya masih relatif perawan. Kawasan Asia Tenggara memiliki lahan gambut sekitar 24, 78 juta ha atau 56% dari luas lahan gambut dunia. Indonesia memiliki lahan gambut seluas 14,91 juta ha atau sekitar 35,5% luas gambut dunia (Osaki et al. 2016) yang tersebar di Sumatera 6,44 juta ha (43%), Kalimantan 4,78 juta ha (32%), dan di Papua 3,69 juta ha (25%). Sedangkan Riau memiliki lahan gambut seluas 4.221.000 ha (Budi Wardhana, 2016) atau 28,31% dari total luas gambut Indonesia atau sekitar 65,54 % dari luas gambut di Sumatera. Luasan 59 KHG Provinsi Riau mencapai 5.004.727, 47 ha (Laporan Akhir RPPEG, 2016), terdiri dari fungsi lindung 2.216.621,84 ha (44,29%) dan fungsi budidaya 2.788.105,63 ha (55,71%).

Pada tahun 2007, lahan gambut Riau hanya tinggal 1.603.008 hektar dari luasan 2.280.198 ha di tahun 2002 Artinya dalam kurun 5 tahun, Riau telah kehilangan lahan gambut seluas 677.190 ha atau sekitar 19% dengan rerata

Page 9: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

1

Pada tahun 2007, lahan gambut Riau hanya tinggal 1.603.008 hektar dari luasan 2.280.198 ha di tahun 2002 (Okto Yugo Setiyo et al, 2016). Artinya dalam kurun 5 tahun, Riau telah kehilangan lahan gambut seluas 677.190 ha atau sekitar 19% dengan rerata kehilangan 135.438 hektar per tahun.

1. PENDAHULUAN 1.1 Kondisi Kebakaran Lahan di Riau Luas hamparan gambut tropika (rawa dan hutan) ditaksir sekitar 42 juta hektar yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dataran rendah Amazon dan Afrika Tengah (Osaki & Tsuji, 2016). Luasan ini menyimpan sekitar 148 Gt karbon. Kawasan ini masih relatif belum tersentuh pembangunan dan hutannya masih relatif perawan. Kawasan Asia Tenggara memiliki lahan gambut sekitar 24, 78 juta ha atau 56% dari luas lahan gambut dunia. Indonesia memiliki lahan gambut seluas 14,91 juta ha atau sekitar 35,5% luas gambut dunia (Osaki et al. 2016) yang tersebar di Sumatera 6,44 juta ha (43%), Kalimantan 4,78 juta ha (32%), dan di Papua 3,69 juta ha (25%). Sedangkan Riau memiliki lahan gambut seluas 4.221.000 ha (Budi Wardhana, 2016) atau 28,31% dari total luas gambut Indonesia atau sekitar 65,54 % dari luas gambut di Sumatera. Luasan 59 KHG Provinsi Riau mencapai 5.004.727, 47 ha (Laporan Akhir RPPEG, 2016), terdiri dari fungsi lindung 2.216.621,84 ha (44,29%) dan fungsi budidaya 2.788.105,63 ha (55,71%).

Pada tahun 2007, lahan gambut Riau hanya tinggal 1.603.008 hektar dari luasan 2.280.198 ha di tahun 2002 Artinya dalam kurun 5 tahun, Riau telah kehilangan lahan gambut seluas 677.190 ha atau sekitar 19% dengan rerata

Page 10: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

2

kehilangan 135.438 hektar per tahun. Dari luasan yang tersisa tersebut, Badan Restorasi Gambut Nasional (BRG) telah menetapkan 938.619 ha sebagai prioritas restorasi gambut Riau 2016-2020 (Budi Wardhana, 2016).

Kebakaran lahan yang terjadi tahun 2015 merupakan pengalaman terburuk dalam sejarah kebakaran hutan dan lahan sejak 18 tahun terakhir. Dalam Laporan Tahunan Badan Restorasi Gambut Tahun 2016, tercatat seluas 2,6 juta hektar hutan dan lahan terbakar sepanjang Juni hingga November 2015 yang memicu kabut asap pekat sehingga menimbulkan masalah nasional. Kerurugian ekonomi akibat kebakaran ini ditaksir mencapai Rp 221 triliun. Luas hutan Riau yang terbakar dalam kurun waktu tersebut mencapai 139 Ribu Hektar (World Bank, 2016). Lebih dari 50 persen peristiwa kebakaran di Riau terjadi pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter (Badan Litbang Pertanian, 2013). Oleh sebab itu, restorasi ekosistem lahan gambut pasca kebakaran merupakan salah satu tindakan krusial dalam upaya pengembalian fungsi lahan. Namun efektivitas keberhasilan kegiatan restorasi harus mempertimbangkan sejumlah faktor, diantaranya faktor ekofisiologis di lingkungan yang menjadi sasaran program restorasi. Frekuensi kebakaran dan kemeranaan (severity) merupakan faktor kritis yang secara langsung mempengaruh respon ekofisiologis tumbuhan (Govender et al. 2006). Aneka parameter morfologis-ekologis-fisiologis dari ekosistem yang terbakar dipastikan akan mengalami perubahan, dan

Page 11: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

3

kehilangan 135.438 hektar per tahun. Dari luasan yang tersisa tersebut, Badan Restorasi Gambut Nasional (BRG) telah menetapkan 938.619 ha sebagai prioritas restorasi gambut Riau 2016-2020 (Budi Wardhana, 2016).

Kebakaran lahan yang terjadi tahun 2015 merupakan pengalaman terburuk dalam sejarah kebakaran hutan dan lahan sejak 18 tahun terakhir. Dalam Laporan Tahunan Badan Restorasi Gambut Tahun 2016, tercatat seluas 2,6 juta hektar hutan dan lahan terbakar sepanjang Juni hingga November 2015 yang memicu kabut asap pekat sehingga menimbulkan masalah nasional. Kerurugian ekonomi akibat kebakaran ini ditaksir mencapai Rp 221 triliun. Luas hutan Riau yang terbakar dalam kurun waktu tersebut mencapai 139 Ribu Hektar (World Bank, 2016). Lebih dari 50 persen peristiwa kebakaran di Riau terjadi pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter (Badan Litbang Pertanian, 2013). Oleh sebab itu, restorasi ekosistem lahan gambut pasca kebakaran merupakan salah satu tindakan krusial dalam upaya pengembalian fungsi lahan. Namun efektivitas keberhasilan kegiatan restorasi harus mempertimbangkan sejumlah faktor, diantaranya faktor ekofisiologis di lingkungan yang menjadi sasaran program restorasi. Frekuensi kebakaran dan kemeranaan (severity) merupakan faktor kritis yang secara langsung mempengaruh respon ekofisiologis tumbuhan (Govender et al. 2006). Aneka parameter morfologis-ekologis-fisiologis dari ekosistem yang terbakar dipastikan akan mengalami perubahan, dan

kondisi tersebut akan pulih kembali melalui suksesi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk kesintasan tumbuhan jangka panjang adalah sangat penting mengetahui tidak hanya sifat adaptif tumbuhan tersebut, melainkan juga bagaimana tumbuhan tersebut dipengaruhi oleh cekaman kebakaran (Rydin et.al. 2006; Leverkus et al. 2014). 1.2 Karakteristik Lahan Gambut Riau Lahan gambut (peatland) adalah bentangan tanah gambut dalam anasir ruang untuk peruntukan tertentu (Tejoyuwono Notohadiprawiro, 1986). Sedangkan gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Berbeda dengan gambut, tanah tanah mineral (mineral soils) terbentuk dari hasil pelapukan bahan induk tanah. Berdasarkan bahan asal penyusunnya, gambut dibedakan atas, 1) Gambut lumutan (sedimentairy/sedge peat) yaitu gambut yang terdiri atas campuran tanaman air (Famili Liliceae) termasuk plankton dan sejenisnya, 2) Gambut seratan (fibrous/sedge peat) yaitu gambut yang terdiri atas campuran tanaman sphagnum dan rumputan, dan 3) Gambut kayuan (woody peat) yaitu gambutyang berasal dari jenis pohonpohonan (hutan tiang) beserta tanaman semak (paku-pakuan) di bawahnya (Noor, 2001).

Page 12: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

4

Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga, yakni: 1) Fibrik- taraf perombakannya masih rendah, sehingga masih banyak mengandung serabut, berat jenis sangat rendah (kurang dari 0,1), kadar air banyak, berwarna kuning sampai pucat, 2) Hemik- merupakan peralihan dengan taraf perombakan sedang, masih banyak mengandung serabut, berat jenis antara 0,07 – 0,18, kadar air banyak, berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan 3) Saprik- taraf perombakan paling lanjut, kurang mengandung serabut, berat jenis 0,2 atau lebih, kadar air tidak terlalu banyak dengan warna hitam dan coklat kelam (Tejoyuwono Notohadiprawir0, 1986). Sifat lahan gambut yang kaya nutrient dan relatif kering dipermukaan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Pada ekosistem lahan gambut, kandungan lengas lapisan organik terdistribusi secara heterogen. Biasanya kebakaran lahan gambut ini sulit dipadamkan karena cepat menjalar ke lapisan dalam gambut. Ketersesiaan oksigen, kandungan lengas, kerapatan bongkah dan kandungan mineral merupakan semua faktor yang memainkan peranan penting dalam memahami perilaku api. Diantara faktor tersebut, kandungan lengas merupakan faktor utama yang mempengaruhi penyalaan dan penjalaran kebakaran (Prat et al. 2013). Hampir 75% ketebalalan gambut di Riau melebihi 200 cm (Hadjowigeno, 1989). Gambut tebal umumnya bereaksi masam.. Tanah gambut yang tebalnya kurang dari 40 atau 50 cm mempunyai pH antara 4,0-5,1, sedangkan gambut

Page 13: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

5

Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga, yakni: 1) Fibrik- taraf perombakannya masih rendah, sehingga masih banyak mengandung serabut, berat jenis sangat rendah (kurang dari 0,1), kadar air banyak, berwarna kuning sampai pucat, 2) Hemik- merupakan peralihan dengan taraf perombakan sedang, masih banyak mengandung serabut, berat jenis antara 0,07 – 0,18, kadar air banyak, berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan 3) Saprik- taraf perombakan paling lanjut, kurang mengandung serabut, berat jenis 0,2 atau lebih, kadar air tidak terlalu banyak dengan warna hitam dan coklat kelam (Tejoyuwono Notohadiprawir0, 1986). Sifat lahan gambut yang kaya nutrient dan relatif kering dipermukaan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Pada ekosistem lahan gambut, kandungan lengas lapisan organik terdistribusi secara heterogen. Biasanya kebakaran lahan gambut ini sulit dipadamkan karena cepat menjalar ke lapisan dalam gambut. Ketersesiaan oksigen, kandungan lengas, kerapatan bongkah dan kandungan mineral merupakan semua faktor yang memainkan peranan penting dalam memahami perilaku api. Diantara faktor tersebut, kandungan lengas merupakan faktor utama yang mempengaruhi penyalaan dan penjalaran kebakaran (Prat et al. 2013). Hampir 75% ketebalalan gambut di Riau melebihi 200 cm (Hadjowigeno, 1989). Gambut tebal umumnya bereaksi masam.. Tanah gambut yang tebalnya kurang dari 40 atau 50 cm mempunyai pH antara 4,0-5,1, sedangkan gambut

yang tebalnya lebih dari 40 cm memiliki kisaran pH 3,1-3,9. Sumber keasaman tanah gambut banyak berasal dari asam-asam anorganik, seperti asam sulfat maupun asam-asam organik. Gamut di wilayah Riau memiliki kisaran pH 3,5-4,7. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut sangat tinggi, karena itu penyediaan unsur hara bagi tanaman sangat terbatas (Könönen et al. 2015). Tanah gambut umumnya mengandung senyawa pirit (FeS2) yang tinggi. Dalam keadaan tergenang, tanah gambut akan bereaksi netral, tetapi jika gambut tersebut mengering dan tersingkap ke permukaan, maka akan terjadi oksidasi senyawa pirit membentuk asam sulfat sehingga pH tanah nya bisa mencapai <3.5. Dalam kondisi yang demikian, unsur Fe dan Al dapat meracuni tanaman. Gradien lingkungan ekstrim di lahan gambut sangat erat kaitannya dengan kebasahan dan aerasi. Interaksi antara pH, kandungan Kasium (Ca), dan kejenuhan basa juga sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara, utamanya fosfor (P), Kalium (K)

1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi

Subtansi buku ini, utamanya bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimba Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau selama kurun Februari-Oktober 2017. Posisi geografis lokasi peneltian berada di koordinat 0o 27’ 34” LU dan 101o 20’ 33.3” LS (Gambar 1.1). Luas lahan gambut yang terbakar ditaksir tidak kurang dari 200 Hektar.

Page 14: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

6

Gambar 1.1 Posisi Geografis lokasi penelitian di koordinat 0o 27’ 34” LU dan 101o 20’ 33.3” LS lahan gambut Desa Rumbio, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau [Titik Koordinat diambil pada 29 Januari 2017].

Komposisi vegetasi lahan gambut pasca kebakaran secara umum didominasi oleh vegetasi bawah (understory), dilengkapi dengan adanya seedling, sapling dan pohon. Berdasarkan bahan organik penyusun, lahan gambut di Desa Rimba Panjang termasuk gambut kayuan (woody peat) hasil dekompisi jenis pohonan beserta tumbuhan semak di bawahnya. Kedalamannya lapisan gambut mencapai lebih dari 3 meter yang tergolong gambut jenis topogen. Jenis ini memiliki lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di area pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu asam airnya dan relatif subur, dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Sehingga dapat

juga digolongkan dalam gambut mesotrofik berdasarkan tingkat kesuburannya dengan kadar keasaman tanah (pH) lebih dari 4.0. 1.4 Pendekatan Studi Studi lapangan ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Pengamatan kami lakukan pada enam lokasi lahan gambut pasca kebakaran tahun 2009, 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2017 menggunakan metode survey di Desa Rumbio, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.Pengamatan aspek ekologi vegetasi pada setiap tapak (gradient), dilakukan pengamatan pada plot utama berukuran 100 x100 m (1 hektar). Dalam plot utama dibuat plot berukuran 10x10 m sebanyak 20 plot (intensitas sampling 20%) untuk pengamatan strata pohon. Di dalam setiap plot, dibuat sub-sub plot yang lebih kecil, yaitu 5x5 m untuk pengamatan sapling dan seedling serta 2x2 m untuk vegetasi bawah (herba, perdu, semak, dan liana) yang didistribusikan secara acak (Gambar 1.2).

Gambar 1.2 Plot utama 100m x 100m dan plot penelitian 10m x 10m

Page 15: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

7

Gambar 1.1 Posisi Geografis lokasi penelitian di koordinat 0o 27’ 34” LU dan 101o 20’ 33.3” LS lahan gambut Desa Rumbio, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau [Titik Koordinat diambil pada 29 Januari 2017].

Komposisi vegetasi lahan gambut pasca kebakaran secara umum didominasi oleh vegetasi bawah (understory), dilengkapi dengan adanya seedling, sapling dan pohon. Berdasarkan bahan organik penyusun, lahan gambut di Desa Rimba Panjang termasuk gambut kayuan (woody peat) hasil dekompisi jenis pohonan beserta tumbuhan semak di bawahnya. Kedalamannya lapisan gambut mencapai lebih dari 3 meter yang tergolong gambut jenis topogen. Jenis ini memiliki lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di area pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu asam airnya dan relatif subur, dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Sehingga dapat

juga digolongkan dalam gambut mesotrofik berdasarkan tingkat kesuburannya dengan kadar keasaman tanah (pH) lebih dari 4.0. 1.4 Pendekatan Studi Studi lapangan ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Pengamatan kami lakukan pada enam lokasi lahan gambut pasca kebakaran tahun 2009, 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2017 menggunakan metode survey di Desa Rumbio, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.Pengamatan aspek ekologi vegetasi pada setiap tapak (gradient), dilakukan pengamatan pada plot utama berukuran 100 x100 m (1 hektar). Dalam plot utama dibuat plot berukuran 10x10 m sebanyak 20 plot (intensitas sampling 20%) untuk pengamatan strata pohon. Di dalam setiap plot, dibuat sub-sub plot yang lebih kecil, yaitu 5x5 m untuk pengamatan sapling dan seedling serta 2x2 m untuk vegetasi bawah (herba, perdu, semak, dan liana) yang didistribusikan secara acak (Gambar 1.2).

Gambar 1.2 Plot utama 100m x 100m dan plot penelitian 10m x 10m

Page 16: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

8

Berdasarkan data dasar ekologi vegetasi, dilanjutkan dengan pengamatan aspek morfologis dan fisiologis tumbuhan dominan pada setiap tapak bekas kebakaran menurut gradient lama (tahun) kejadian kebakaran. Pengukuran parameter Morfologi dan Fisiologi tumbuhan dilakukan secara langsung di lapangan. Kadar klorofil diukur pada daun ketiga tumbuhan dominan strata sapling menggunakan Chlorophyll meter SPAD 502 tanpa merusak jaringan tumbuhan (Gambar 1.3a). Laju Fotosintesis dan Transpirasi diukur melalui Portable photosynthesis system model Li-6400 ((Gambar 1.3a). Gambar 1.3 Pengukruan kadar Klorofil (a), Laju Fotosintesis dan Transpirasi (b) Sedangkan faktor fisika dan kimia lingkungan di ukur menggunakan Lux meter (intensitas cahaya) dan Thermo hygrometer (suhu dan kelembaban udara) , dan Soil tester untuk mengukur pH dan kelembaban tanah.

Fire is a critical ecosystem diasturbance factors that has a major ecological impact on species composition and vegetation structure, as well as on soils, water and astmosphere ~Johnson & Miyanishi (2001).

Page 17: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

9

Berdasarkan data dasar ekologi vegetasi, dilanjutkan dengan pengamatan aspek morfologis dan fisiologis tumbuhan dominan pada setiap tapak bekas kebakaran menurut gradient lama (tahun) kejadian kebakaran. Pengukuran parameter Morfologi dan Fisiologi tumbuhan dilakukan secara langsung di lapangan. Kadar klorofil diukur pada daun ketiga tumbuhan dominan strata sapling menggunakan Chlorophyll meter SPAD 502 tanpa merusak jaringan tumbuhan (Gambar 1.3a). Laju Fotosintesis dan Transpirasi diukur melalui Portable photosynthesis system model Li-6400 ((Gambar 1.3a). Gambar 1.3 Pengukruan kadar Klorofil (a), Laju Fotosintesis dan Transpirasi (b) Sedangkan faktor fisika dan kimia lingkungan di ukur menggunakan Lux meter (intensitas cahaya) dan Thermo hygrometer (suhu dan kelembaban udara) , dan Soil tester untuk mengukur pH dan kelembaban tanah.

Fire is a critical ecosystem diasturbance factors that has a major ecological impact on species composition and vegetation structure, as well as on soils, water and astmosphere ~Johnson & Miyanishi (2001).

Page 18: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

10

2. EKOLOGI TUMBUHAN 2.1 Vegetasi Bawah Vegetasi bawah pada suatu komunitas merupakan tumbuhan yang hidup secara liar dan berkembang secara alami di lantai hutan di bawah tegakan pohon atau di daerah terbuka, umumnya terdiri dari kelompok tumbuhan basah (herba), tumbuhan memanjat (liana) dan tumbuhan merambat. Soerianegara dan Indrawan (1978) memberikan batasan mengenai tumbuhan bawah yaitu semua vegetasi yang bukan pohon dan tidak dapat tumbuh menjadi tingkat pohon. Kehadiran tumbuhan bawah pada hutan tanaman selain sebagai sumber keragaman hayati juga berperan untuk melindungi tanah dan organisme tanah, membantu menciptakan iklim mikro di lantai hutan, menjaga tanah dari bahaya erosi, serta dapat memelihara kesuburan tanah (Iwan Hilwan et al. 2013).

Erosi permukaan yang berlangsung terus menerus akan melindikan unsur hara pada lapisan tanah atas sehingga hilangnya kesuburan tanah pada suatu tegakan hutan tanaman (Yadi Setiadi, 2015). Selain itu, tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan

Page 19: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

11

2. EKOLOGI TUMBUHAN 2.1 Vegetasi Bawah Vegetasi bawah pada suatu komunitas merupakan tumbuhan yang hidup secara liar dan berkembang secara alami di lantai hutan di bawah tegakan pohon atau di daerah terbuka, umumnya terdiri dari kelompok tumbuhan basah (herba), tumbuhan memanjat (liana) dan tumbuhan merambat. Soerianegara dan Indrawan (1978) memberikan batasan mengenai tumbuhan bawah yaitu semua vegetasi yang bukan pohon dan tidak dapat tumbuh menjadi tingkat pohon. Kehadiran tumbuhan bawah pada hutan tanaman selain sebagai sumber keragaman hayati juga berperan untuk melindungi tanah dan organisme tanah, membantu menciptakan iklim mikro di lantai hutan, menjaga tanah dari bahaya erosi, serta dapat memelihara kesuburan tanah (Iwan Hilwan et al. 2013).

Erosi permukaan yang berlangsung terus menerus akan melindikan unsur hara pada lapisan tanah atas sehingga hilangnya kesuburan tanah pada suatu tegakan hutan tanaman (Yadi Setiadi, 2015). Selain itu, tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan

bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, sumber energi alternatif

Lahan pasca kebakaran akan dihuni oleh tumbuhan pionir yang akan mengawali siklus alamiah (Houk, 2015). Tumbuhan pionir dari habitat yang terkena kebakaran harus beradaptasi dengan cepat dan kompetitif. Tumbuhan dalam kategori ini membutuhkan waktu yang cukup untuk berkecambah sebelum terkena kebakaran berikutnya sampai pada tingkat dewasa dan menghasilkan biji (Laughlin & Fule, 2008). Aneka parameter ekologis dari ekosistem yang terbakar dipastikan akan mengalami perubahan, dan parameter tersebut akan pulih kembali melalui suksesi. Tumbuhan yang mati oleh kebakaran dan beregenerasi melalui biji sangat tergantung pada perkecambahan biji agar bisa tetap eksis pada lokasi tertentu (Heath et al. 2016). Jika kebakaran lain terjadi sebelum tumbuhan tersebut dewasa, maka akan terjadi perubahan dramatis pada komposisi vegetasi dan fisiognomi tumbuhan (Lentile, 2007; Minckley & Shriver, 2011). Tumbuhan pionir ini bisa mengubah lingkungan dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi suksesi alamiah (Nešic et al. 2010; Houk, 2015). Secara alami, areal gambut yang terbakar memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya dengan cara suksesi sekunder. Suksesi ini biasanya ditandai oleh hadirnya jenis-jenis tumbuhan pionir yang pada akhirnya

Page 20: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

12

akan membentuk vegetasi semak belukar. Beberapa tumbuhan yang sering muncul setelah lahan gambut terbakar adalah Senduduk (Melastoma malabathricum), Pakis (Stenochlaena palustris), Putri malu (Mimosa pigra), Mahang (Macaranga spp), Allang-alang (Imperata cylindrica) dan berbagai jenis herba serta rumput lainnya. Data hasil pengamatan vegetasi bawah pada 5 lokasi pengamatan di Desa Rimbo Panjang menunjukkan komposisi jenis dan sturktur vegetasi yang berbeda. Secara keseluruhan ditemukan 31 Species vegetasi bawah yang tergabung dalam 21 Familia (Tabel 2.1). Berdasarkan komposisi jenis penyusunnya telah ditemukan 5 jenis vegetasi bawah yang toleran terhadap perubahan lingkungan pasca kebakaran lahan dan hutan yaitu adalah Paku sampang (Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd.), Sianik (Carex phacota Spreng.), Keduduk (Melastoma malabathricum L.) Paku rawa (Cyclosorus sp.), Paku Resam (Gleichenia linearis (Burm.) Clarke dan Dicranopteris linearis (Burm.) yang mendominasi lokasi pengamatan. Perkembangan vegetasi bawah selama 8 tahun pasca kebakaran lahan dan hutan di Rimba Panjang cenderung lebih bersifat fluktuatif dan dinamis. Jumlah jenis vegetasi berfluktuasi dari 17 jenis pada lokasi 1 tahun pasca kebakaran menjadi 12 jenis pada 8 tahun pasca kebakaran. Observasi terhadap tumbuhan bawah dalam kurun 26-230 tahun pasca kebakaran hutan Boreal bagian Tenggara Kanada juga menunjukkan bahwa Variasi perubahan tumbuhan bawah melalui suksesi tidak konstan (De

Page 21: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

13

akan membentuk vegetasi semak belukar. Beberapa tumbuhan yang sering muncul setelah lahan gambut terbakar adalah Senduduk (Melastoma malabathricum), Pakis (Stenochlaena palustris), Putri malu (Mimosa pigra), Mahang (Macaranga spp), Allang-alang (Imperata cylindrica) dan berbagai jenis herba serta rumput lainnya. Data hasil pengamatan vegetasi bawah pada 5 lokasi pengamatan di Desa Rimbo Panjang menunjukkan komposisi jenis dan sturktur vegetasi yang berbeda. Secara keseluruhan ditemukan 31 Species vegetasi bawah yang tergabung dalam 21 Familia (Tabel 2.1). Berdasarkan komposisi jenis penyusunnya telah ditemukan 5 jenis vegetasi bawah yang toleran terhadap perubahan lingkungan pasca kebakaran lahan dan hutan yaitu adalah Paku sampang (Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd.), Sianik (Carex phacota Spreng.), Keduduk (Melastoma malabathricum L.) Paku rawa (Cyclosorus sp.), Paku Resam (Gleichenia linearis (Burm.) Clarke dan Dicranopteris linearis (Burm.) yang mendominasi lokasi pengamatan. Perkembangan vegetasi bawah selama 8 tahun pasca kebakaran lahan dan hutan di Rimba Panjang cenderung lebih bersifat fluktuatif dan dinamis. Jumlah jenis vegetasi berfluktuasi dari 17 jenis pada lokasi 1 tahun pasca kebakaran menjadi 12 jenis pada 8 tahun pasca kebakaran. Observasi terhadap tumbuhan bawah dalam kurun 26-230 tahun pasca kebakaran hutan Boreal bagian Tenggara Kanada juga menunjukkan bahwa Variasi perubahan tumbuhan bawah melalui suksesi tidak konstan (De

Grandpre et al., 1993). Sebaliknya, Laughlin and Fule (2008) melaporkan bahwa total kekayaan jenis dan luas tutupan tumbuhan tidak mengalami perbedaan antara daerah yang terbakar dan yang tidak terbakar di Taman Nasional Grand Canyon. Tabel 2.1 Perbandingan Nilai Penting Jenis Vegetasi Pada Lahan Bekas Kebakaran di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018).

Post-fire logging treatment was also produced no significant effects on understory vegetation cover, diversity, or community composition 15 years after treatment (Peterson et al. 2016). Huisinga, et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi jenis lokasi yang terbakar jauh berbeda dengan lokasi yang tidak terbakar.

Page 22: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

14

2.2 Komposisi Jenis Dan Struktur Vegetasi Bawah

2.2.1 Komposisi jenis

Komposisi jenis menunjukkan kekayaan jenis dan takson dari suatu komunitas yang terdapat pada suatu kawasan (region). Vegetasi diartikan sebagai kumpulan semua jenis tumbuhan yang terdapat pada suatu kawasan serta sebarannya di alam baik secara spasial maupun temporal (Barbour et al., 1987). Vegetasi yang berkembang pada suatu kawasan merupakan hasil interaksi dan adaptasi dengan semua komponen lingkungan makro dan lingkungan mikro di sekitarnya, sehingga keberadannya dapat dijadikan petunjuk/indikator terhadap kondisi lingkungan setempat. Suatu tipe vegetasi dapat dikarakterisasi/dicirikan dari bentuk pertumbuhan (growth form) dari jenis-jenis dominan yang akan menampakan kekhasan fisiognomi (outer appearance) dari vegetasi tersebut (Barbour et al., 1987). Komposisi jenis vegetasi bawah pada 5 lokasi selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan rawa gambut Rimbo Panjang secara keseluruhan terdiri dari 31 jenis yang mencakup 20 suku (Tabel 3.2). Sebanyak 6 jenis ditemukan pada seluruh lokasi pengamatan yaitu Stenochlaena palustris, Carex phacota, Melastoma malabathricum, Cyclosorus sp, Gleichenia linearis dan Dicranopteris linearis sehingga dianggap sebagai jenis yang lebih toleran dan mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan selama 1-8 tahun pasca kebakaran

(2009-2016). Selain itu, juga ditemukan tiga jenis tumbuhan yang dilindungi di lokasi penelitian berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 7 tahun 1999 dan Appendix II CITES yaitu Nepenthes ampullaria dan Nepenthes gracillaria dari Suku Nepenthaceae dan Arundina sp. dari Suku Orchidaceae, meskipun ketiga jenis tersebut tidak dicantumkan sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 20 tahun 2018. 2.2.2 Struktur Vegetasi Struktur Vegetasi suatu kawasan hutan dapat memberikan gambaran secara lebih rinci tentang fisiognomi vegetasi terutama stratifikasi tajuk dan keberadaan jenis-jenis yang mendominasi. Struktur vegetasi bawah pada 5 lokasi pengamatan selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan gambut Rimbo Panjang berdasarkan data jumlah jenis, tutupan vegetasi dan Indeks keanekaragaman ternyata telah mengalami perubahan yang bersifat fluktuatif dengan nilai parameter-parameter yang cenderung menurun selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016). Tutupan vegetasi menurun dari 54.13% pada lokasi 1 tahun pasca kebakaran menjadi 28.87% pada 8 tahun pasca kebakaran. Indeks Keanekaragaman (H’) menurun dari 2,40 pada lokasi 1 tahun pasca kebakaran menjadi 1,72 pada 8 tahun pasca kebakaran (Gambar 2.1). Namun demikian, dari perbandingan Nilai Pentingnya jenis-jenis tertentu seperti Stenochlaena palustris, Carex phacota, Melastoma malabathricum, dan Cyclosorus sp. justeru

Page 23: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

15

2.2 Komposisi Jenis Dan Struktur Vegetasi Bawah

2.2.1 Komposisi jenis

Komposisi jenis menunjukkan kekayaan jenis dan takson dari suatu komunitas yang terdapat pada suatu kawasan (region). Vegetasi diartikan sebagai kumpulan semua jenis tumbuhan yang terdapat pada suatu kawasan serta sebarannya di alam baik secara spasial maupun temporal (Barbour et al., 1987). Vegetasi yang berkembang pada suatu kawasan merupakan hasil interaksi dan adaptasi dengan semua komponen lingkungan makro dan lingkungan mikro di sekitarnya, sehingga keberadannya dapat dijadikan petunjuk/indikator terhadap kondisi lingkungan setempat. Suatu tipe vegetasi dapat dikarakterisasi/dicirikan dari bentuk pertumbuhan (growth form) dari jenis-jenis dominan yang akan menampakan kekhasan fisiognomi (outer appearance) dari vegetasi tersebut (Barbour et al., 1987). Komposisi jenis vegetasi bawah pada 5 lokasi selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan rawa gambut Rimbo Panjang secara keseluruhan terdiri dari 31 jenis yang mencakup 20 suku (Tabel 3.2). Sebanyak 6 jenis ditemukan pada seluruh lokasi pengamatan yaitu Stenochlaena palustris, Carex phacota, Melastoma malabathricum, Cyclosorus sp, Gleichenia linearis dan Dicranopteris linearis sehingga dianggap sebagai jenis yang lebih toleran dan mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan selama 1-8 tahun pasca kebakaran

(2009-2016). Selain itu, juga ditemukan tiga jenis tumbuhan yang dilindungi di lokasi penelitian berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 7 tahun 1999 dan Appendix II CITES yaitu Nepenthes ampullaria dan Nepenthes gracillaria dari Suku Nepenthaceae dan Arundina sp. dari Suku Orchidaceae, meskipun ketiga jenis tersebut tidak dicantumkan sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 20 tahun 2018. 2.2.2 Struktur Vegetasi Struktur Vegetasi suatu kawasan hutan dapat memberikan gambaran secara lebih rinci tentang fisiognomi vegetasi terutama stratifikasi tajuk dan keberadaan jenis-jenis yang mendominasi. Struktur vegetasi bawah pada 5 lokasi pengamatan selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan gambut Rimbo Panjang berdasarkan data jumlah jenis, tutupan vegetasi dan Indeks keanekaragaman ternyata telah mengalami perubahan yang bersifat fluktuatif dengan nilai parameter-parameter yang cenderung menurun selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016). Tutupan vegetasi menurun dari 54.13% pada lokasi 1 tahun pasca kebakaran menjadi 28.87% pada 8 tahun pasca kebakaran. Indeks Keanekaragaman (H’) menurun dari 2,40 pada lokasi 1 tahun pasca kebakaran menjadi 1,72 pada 8 tahun pasca kebakaran (Gambar 2.1). Namun demikian, dari perbandingan Nilai Pentingnya jenis-jenis tertentu seperti Stenochlaena palustris, Carex phacota, Melastoma malabathricum, dan Cyclosorus sp. justeru

Page 24: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

16

semakin meningkat dan bahkan ditemukan dominan pada semua lokasi pengamatan (Gambar 2.2). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) menyebabkan jenis-jenis tersebut semakin dominan sehingga diasumsikan sebagai jenis toleran. Jenis-jenis lainnya yaitu Gleichenia linearis, Dicranopteris linearis juga ditemukan pada semua lokasi pengamatan, meskipun bukan merupakan jenis yang dominan ((Gambar 2.3).

Gambar 2.1 Perbandingan Jumlah jenis, Tutupan vegetasi dan Indeks keanekaragaman vegetasi bawah pada 5 lokasi pasca kebakaran lahan di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018).

Gambar 2.2 Perbandingan Nilai Penting beberapa jenis vegetasi bawah pada 5 lokasi pasca kebakaran lahan di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018). Jenis Stenochaena palustris yang dikenal dengan nama paku sampang, paku hurang, paku udang, paku lambiding atau paku limbeh merupakan jenis tumbuhan paku yang tumbuh memanjat atau merayap, batang licin, bercabang dan berakar pada nodus di sepanjang batang yang melekat pada pohon penunjang atau di tanah. Tersebar di Asia tropik, Polynesia dan Australia. Ditemukan dekat air tawar, air payau, hutan pasang, di tanah berpasir dan terutama di sepanjang tepi sungai dan sumber air. Batang sangat kuat dan tidak mudah putus sehingga dapat digunakan sebagai tali pengikat. Daun muda dimakan sebagai sayuran (Heyne, 1987)

Page 25: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

17

semakin meningkat dan bahkan ditemukan dominan pada semua lokasi pengamatan (Gambar 2.2). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) menyebabkan jenis-jenis tersebut semakin dominan sehingga diasumsikan sebagai jenis toleran. Jenis-jenis lainnya yaitu Gleichenia linearis, Dicranopteris linearis juga ditemukan pada semua lokasi pengamatan, meskipun bukan merupakan jenis yang dominan ((Gambar 2.3).

Gambar 2.1 Perbandingan Jumlah jenis, Tutupan vegetasi dan Indeks keanekaragaman vegetasi bawah pada 5 lokasi pasca kebakaran lahan di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018).

Gambar 2.2 Perbandingan Nilai Penting beberapa jenis vegetasi bawah pada 5 lokasi pasca kebakaran lahan di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018). Jenis Stenochaena palustris yang dikenal dengan nama paku sampang, paku hurang, paku udang, paku lambiding atau paku limbeh merupakan jenis tumbuhan paku yang tumbuh memanjat atau merayap, batang licin, bercabang dan berakar pada nodus di sepanjang batang yang melekat pada pohon penunjang atau di tanah. Tersebar di Asia tropik, Polynesia dan Australia. Ditemukan dekat air tawar, air payau, hutan pasang, di tanah berpasir dan terutama di sepanjang tepi sungai dan sumber air. Batang sangat kuat dan tidak mudah putus sehingga dapat digunakan sebagai tali pengikat. Daun muda dimakan sebagai sayuran (Heyne, 1987)

Page 26: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

18

Gambar 2.3 Empat spesies dominan tumbuhan bawah pasca kebakaran di lahan Gambut Rimba Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018).

Jenis Carex phacota Spreng dikenal dengan nama sianik, merupakan herba yang tumbuh tegak, tinggi 0,08-1,5m, batang segitiga, tajam, daun panjang bangun garis dengan tepi tajam, perbungaan dalam malai. Dapat tumbuh pada ketinggian 1500-2500 mdpl pada daerah rawa (swamp dan damp grassland) (Backer, 1968). Jenis lainnya yaitu Carex baccana tumbuh pada daerah pegunungan 1100-2400 mdpl terutama disepanjang tepi hutan dan di dalam semak belukar yang rindang. Di daerah pegunungan Dieng buanhnya digunakan sebagai makanan ternak ungas untuk

meningkatkan produksi telur. Jenis lainnya Carex remota terdapat di tempat lembab dan rawa yang disinari matahari secara penuh (Heyne,1987). Melastoma spec. merupakan tumbuhan perdu, tegak, tinggi mencapai 4 m. Di Jawa tumbuh pada ketinggian 10-1650 mdpl terutama di lapangan dan daerah terbuka yang tidak terlalu gersang dan berpasir. Tunas muda dan buah dapat dimakan (Heyne, 1987).

2.3 Regenerasi vegetasi Regenerasi vegetasi merupakan kemampuan suatu jenis tumbuhan dalam menghasilkan individu-individu baru yang akan tumbuh dan berkembang menggantikan individu-individu yang sudah tua. Regenerasi vegetasi selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan rawa gambut Rimbo Panjang dapat diketahui dengan membandingkan jumlah individu pohon induk dengan individu-individu yang merupakan permudaannya pada strata sapling (pancang) dan seedling (semai) pada lokasi yang sama. Secara keseluruhan, jenis-jenis vegetasi pada strata pohon, sapling dan seedling yang ditemukan di lahan pasca kebarakan terdiri dari 9 jenis yang mencakup 9 familia (Tabel 2.2 dan Gambar 2.4). Jumlah jenis yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mansur (1999) di hutan rawa gambut Kecamatan Bukit Batu-Kabupaten Bengkalis dan Kecamatan Kuala Kampar-Kabupaten Kampar sebanyak 62 jenis dari 40 marga dan 25 suku yang termasuk kedalam strata pohon dan belta (sapling).

Page 27: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

19

Gambar 2.3 Empat spesies dominan tumbuhan bawah pasca kebakaran di lahan Gambut Rimba Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Sumber: Firdaus L.N. et al. (2018).

Jenis Carex phacota Spreng dikenal dengan nama sianik, merupakan herba yang tumbuh tegak, tinggi 0,08-1,5m, batang segitiga, tajam, daun panjang bangun garis dengan tepi tajam, perbungaan dalam malai. Dapat tumbuh pada ketinggian 1500-2500 mdpl pada daerah rawa (swamp dan damp grassland) (Backer, 1968). Jenis lainnya yaitu Carex baccana tumbuh pada daerah pegunungan 1100-2400 mdpl terutama disepanjang tepi hutan dan di dalam semak belukar yang rindang. Di daerah pegunungan Dieng buanhnya digunakan sebagai makanan ternak ungas untuk

meningkatkan produksi telur. Jenis lainnya Carex remota terdapat di tempat lembab dan rawa yang disinari matahari secara penuh (Heyne,1987). Melastoma spec. merupakan tumbuhan perdu, tegak, tinggi mencapai 4 m. Di Jawa tumbuh pada ketinggian 10-1650 mdpl terutama di lapangan dan daerah terbuka yang tidak terlalu gersang dan berpasir. Tunas muda dan buah dapat dimakan (Heyne, 1987).

2.3 Regenerasi vegetasi Regenerasi vegetasi merupakan kemampuan suatu jenis tumbuhan dalam menghasilkan individu-individu baru yang akan tumbuh dan berkembang menggantikan individu-individu yang sudah tua. Regenerasi vegetasi selama 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan rawa gambut Rimbo Panjang dapat diketahui dengan membandingkan jumlah individu pohon induk dengan individu-individu yang merupakan permudaannya pada strata sapling (pancang) dan seedling (semai) pada lokasi yang sama. Secara keseluruhan, jenis-jenis vegetasi pada strata pohon, sapling dan seedling yang ditemukan di lahan pasca kebarakan terdiri dari 9 jenis yang mencakup 9 familia (Tabel 2.2 dan Gambar 2.4). Jumlah jenis yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mansur (1999) di hutan rawa gambut Kecamatan Bukit Batu-Kabupaten Bengkalis dan Kecamatan Kuala Kampar-Kabupaten Kampar sebanyak 62 jenis dari 40 marga dan 25 suku yang termasuk kedalam strata pohon dan belta (sapling).

Page 28: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

20

Tabel 2.2 Komposisi Jenis vegetasi strata pohon, sapling dan seedling di lahan gambut Pasca Kebakaran di Desa Rimbo Panjang Kabupaten

Kampar, Provinsi Riau Gambar 2.4 Sembilan jenis tumbuhan pada lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimba Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Page 29: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

21

Data pada tabel 2. 2 di atas memperlihatkan bahwa jumlah jenis vegetasi strata seedling (semai) dan sapling (pancang) pada periode 8 tahun pasca kebakaran (kebakaran 2009) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah semai dan saplin g pada periode kebakaran di tahun-tahun berikutnya. Demikian pula dengan parameter indeks keanekaragaman seedling dan sapling pada periode 8 tahun pasca kebakaran (kebakaran 2009) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah seedling dan sapling pada periode kebakaran di tahun-tahun berikutnya. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan lingkungan yang menyebabkan pertumbuhan anakan menjadi lebih baik. Mawasin dan Atok Subiakto (2013) melaporkan, kegiatan penebangan dapat merubah iklim mikro sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan/permudaan vegetasi di areal tegakan sisa terutama tingkat semai dan pancang. Bila tidak ada gangguan ekofisiologi jenis dalam proses permudaan alam, suksesi akan kembali pulih hingga rotasi tebang berikutnya . Salah satu jenis vegetasi yang mendominasi kawasan pasca kebakaran di Rimbo Panjang adalah Akasia (Acacia mangium). Jenis ini ditemukan pada strata pohon dan permudaannya pada strata sapling dan seedling pada sebagian besar lokasi pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki kemampuan adaptasi dan regenerasi yang tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya. Sedangkan jenis Evodia roxburghiana hanya ditemukan pada strata pancang dan anakan pada sebagian lokasi pengamatan. Acacia mangium merupakan tumbuhan eksotik (bukan tumbuhan asli setempat) yang dapat

Page 30: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

22

tumbuh pada daerah terbuka dan mendominasi kawasan dengan cepat karena kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat sehingga dapat menghambat pertumbuhan anakan pohon lainnya. Selain itu dominannya akasia juga mengindikasikan terjadinya perubahan pada faktor tanah (edafik factor) terutama kandungan air tanah yang diduga semakin berkurang pasca kebakaran. Vegetasi berinteraksi dengan seluruh faktor lingkungannya sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor lingkungan sekitarnya. Barbour et al. (1987) menjelaskan bahwa suksesi merupakan proses perubahan yang terarah dan bersifat kumuatif dari jenis-jenis yang terdapat pada suatu area. Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan perubahan komposisi jenis menuju terbentuknya komunitas klimaks yang stabil (komunitas klimaks) . Data hasil pengukuran faktor lingkungan pada 5 lokasi setelah 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan rawa gambut Rimbo Panjang diperlihatkan pada tabel 2.3 . suhu udara pada lima lokasi pengamatan yang berbeda menunjukkan suhu yang masih cukup tinggi (34,15oC-36,01oC) dan kelembaban udara yang rendah (44,60%-54,30%).

Tabel 2.3 Data hasil pengukuran faktor lngkungan pada lahan gambut

pasca kebakaran di Desa Rimbo Panjang

Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kebakaran lahan pada periode tersebut. Selama 8 tahun pasca kebakaran lahan (data pada lokasi kebakaran di tahun 2009) menunjukkan terjadinya pemulihan kondisi lingkungan, terutama faktor edafik (tanah). pH tanah cenderung semakin rendah (5,92) dan tanah kelembaban tanah cenderung meningkat (87%) dibandingkan dengan kondisi pada satu tahun pasca kebakaran (data pada lokasi kebakaran di tahun 2016).

2.4 Pola Distribusi Distribusi meruang (spatial pattern) dari individu-individu penyusun populasi tumbuhan dan hewan di alam merupaan salah satu karakteristik yang penting dalam kajian komunitas. Terdapat tiga pola dasar distribusi organisme di alam, yaitu distribusi secara acak (random), mengelompok (clumped) dan merata (uniform) (Ludwig dan Reynolds, 1998). Pola distribusi organisme berhubungan erat dengan kondisi lingkungannya. Pola distribusi acak (random) dari individu-individu suatu populasi mengindikasikan adanya

Page 31: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

23

tumbuh pada daerah terbuka dan mendominasi kawasan dengan cepat karena kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat sehingga dapat menghambat pertumbuhan anakan pohon lainnya. Selain itu dominannya akasia juga mengindikasikan terjadinya perubahan pada faktor tanah (edafik factor) terutama kandungan air tanah yang diduga semakin berkurang pasca kebakaran. Vegetasi berinteraksi dengan seluruh faktor lingkungannya sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor lingkungan sekitarnya. Barbour et al. (1987) menjelaskan bahwa suksesi merupakan proses perubahan yang terarah dan bersifat kumuatif dari jenis-jenis yang terdapat pada suatu area. Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan perubahan komposisi jenis menuju terbentuknya komunitas klimaks yang stabil (komunitas klimaks) . Data hasil pengukuran faktor lingkungan pada 5 lokasi setelah 1-8 tahun pasca kebakaran (2009-2016) di kawasan rawa gambut Rimbo Panjang diperlihatkan pada tabel 2.3 . suhu udara pada lima lokasi pengamatan yang berbeda menunjukkan suhu yang masih cukup tinggi (34,15oC-36,01oC) dan kelembaban udara yang rendah (44,60%-54,30%).

Tabel 2.3 Data hasil pengukuran faktor lngkungan pada lahan gambut

pasca kebakaran di Desa Rimbo Panjang

Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya kebakaran lahan pada periode tersebut. Selama 8 tahun pasca kebakaran lahan (data pada lokasi kebakaran di tahun 2009) menunjukkan terjadinya pemulihan kondisi lingkungan, terutama faktor edafik (tanah). pH tanah cenderung semakin rendah (5,92) dan tanah kelembaban tanah cenderung meningkat (87%) dibandingkan dengan kondisi pada satu tahun pasca kebakaran (data pada lokasi kebakaran di tahun 2016).

2.4 Pola Distribusi Distribusi meruang (spatial pattern) dari individu-individu penyusun populasi tumbuhan dan hewan di alam merupaan salah satu karakteristik yang penting dalam kajian komunitas. Terdapat tiga pola dasar distribusi organisme di alam, yaitu distribusi secara acak (random), mengelompok (clumped) dan merata (uniform) (Ludwig dan Reynolds, 1998). Pola distribusi organisme berhubungan erat dengan kondisi lingkungannya. Pola distribusi acak (random) dari individu-individu suatu populasi mengindikasikan adanya

Page 32: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

24

homogenitas lingkungan dan tidak adanya pola perilaku selektif dari individu-individunya (environmental homogeneity and/or nonselective behavioral pattern) sehingga setiap individu berpeluang untuk menempati tempat dimanapun di habitatnya secara acak. Pola distribusi mengelompok (clumped) mengindikasikan adanya perilaku mengelompok dari individu-individu populasi tersebut, adanya heterogenitas lingkungan dan cara perkembangbiakannya (gregarious behavior, environmental heterogeneity, and reproductive mode). Pada lingkungan/habitat yang heterogen, individu-individu cenderung mengelompok pada tempat-tempat yang lebih cocok untuk mendukung kehidupannya. Demikian pula dengan tumbuhan yang berkembang biak dengan rhizome atau tumbuhan yang tumbuh berumpun, individu anakan cenderung tersebar di dekat induknya. Barbour et al (1987) juga menjelaskan bahwa pola distribusi jenis tumbuhan mengelompok, disebabkan oleh tumbuhan bereproduksi dengan biji yang jatuh dekat induknya atau dengan rimpang yang menghasilkan anakan vegetatif masih dekat dengan induknya. Pola distribusi merata (uniform) mengindikasikan adanya interaksi negatif diantara individu-individu suatu populasi (negative interactions between individuals) seperti terjadinya kompetisi terhadap makanan, ruang dan faktor-faktor lainnya sehingga individu-individu akan menjaga jarak satu sama lain agar tiak terjadi kompetisi.

Page 33: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

25

homogenitas lingkungan dan tidak adanya pola perilaku selektif dari individu-individunya (environmental homogeneity and/or nonselective behavioral pattern) sehingga setiap individu berpeluang untuk menempati tempat dimanapun di habitatnya secara acak. Pola distribusi mengelompok (clumped) mengindikasikan adanya perilaku mengelompok dari individu-individu populasi tersebut, adanya heterogenitas lingkungan dan cara perkembangbiakannya (gregarious behavior, environmental heterogeneity, and reproductive mode). Pada lingkungan/habitat yang heterogen, individu-individu cenderung mengelompok pada tempat-tempat yang lebih cocok untuk mendukung kehidupannya. Demikian pula dengan tumbuhan yang berkembang biak dengan rhizome atau tumbuhan yang tumbuh berumpun, individu anakan cenderung tersebar di dekat induknya. Barbour et al (1987) juga menjelaskan bahwa pola distribusi jenis tumbuhan mengelompok, disebabkan oleh tumbuhan bereproduksi dengan biji yang jatuh dekat induknya atau dengan rimpang yang menghasilkan anakan vegetatif masih dekat dengan induknya. Pola distribusi merata (uniform) mengindikasikan adanya interaksi negatif diantara individu-individu suatu populasi (negative interactions between individuals) seperti terjadinya kompetisi terhadap makanan, ruang dan faktor-faktor lainnya sehingga individu-individu akan menjaga jarak satu sama lain agar tiak terjadi kompetisi.

Pada komunitas tumbuhan yang sedang mengalami suksesi sekunder akibat terjadinya kerusakan seperti yang terjadi pada vegetasi bawah di lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimbo Panjang, perubahan pola distribusi dari jenis-jenis vegetasi dapat memberi petunjuk terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hasil analisis pola penyebaran vegetasi bawah pada masing-masing lokasi kebakaran dicantumkan pada tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Pola Distribusi Vegetasi Dasar di Lahan Gambut Pasca Kebakaran Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Keterangan : A = Acak, M = Mengelompok Sumber: Ridho Abdul Gani et al., ( 2018)

Page 34: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

26

Data pada tabel 3.4 di atas menunjukkan bahwa jenis Stenochlaena palustris, Carex phacota, Melastoma malabathricum dan Gleichenia linearis yang ditemukan pada semua lokasi pengamatan di lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimbo Panjang menunjukkan pola distribusi acak (random). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi selama pasca kebakaran telah mampu ditolerir oleh jenis-jenis tersebut sehingga memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang di berbagai tempat di habitat tersebut (konsep environmental homogenity). Jenis-jenis lainnya yang hanya ditemukan pada satu atau beberapa lokasi pengamatan cenderung menyebar secara mengelompok (clumped), menunjukkan bahwa perubahan kondisi ingkungan selama pasca kebakaran belum mampu ditolerir oleh jenis-jenis tersebut sehingga hanya tumbuh dan berkembang pada tempat-tempat tertentu yang bisa mendukung kehidupannya (konsep environmental heterogenity).

2.5 Asosiasi Vegetasi Dasar Asosiasi spesies, secara luas merupakan suatu konsep tentang bagaimana jenis-jenis menjaga keutuhan kelompoknya, seberapa besar tingkat ketergantunganya satu sama lain, dan dengan jenis-jenis apa saja mereka bisa berinteraksi/bergabung. Asosiasi bisa bersifat positif (positive association) maupun negatif (negative association) (Causton, 1987). Misalnya, apabila pada suatu area yang sempit, terdapat peluang (kemungkinan) yang besar

Page 35: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

27

dimana jenis A dan B akan hadir secara bersama, maka asosiasi/interaksi antara jenis A dan jenis B disebut asosiasi positif, dan sebaliknya apabila hanya terdapat peluang (kemungkinan) yang kecil untuk hadir secara bersama disebut asosiasi negatif. Secara statistik asosiasi dapat dhitung dengan metode analisis Chi-Square (X2) dari data yang disusun dalam tabel kontingensi (2x2) untuk mengetahui interaksinya positif atau negative. Untuk mengatahui derajad asosiasi (indeks korelasi) antara jenis-jenis yang berasosiasi dianalisis dengan Korelasi Pearson (Causton, 1987) Tumbuhan yang hidup secara alami pada suatu tempat, membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan hidup bersama (asosiasi). Menurut M. Arsyad (2017), ketertarikan tumbuhan untuk tumbuh bersama disebut dengan asosiasi. Asosiasi ada yang bersifat positif, negatif dan tidak berasosiasi. Hubungan timbal balik tersebut bisa saja yang saling menguntungkan maupun merugikan bagi jenis tumbuhan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasangan jenis yang berasosiasi positif dan negatif serta yang tidak berasosiasi dapat dilihat pada tebel 2.5.

Page 36: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

28

Tabel 2.5 Hasil perhitungan asosiasi pasangan jenis pada lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Keterangan : + = Asosiasi Positif, - = Asosiasi Negatif Sumber: Ridho Abdul Gani et al., ( 2018)

Data pada tabel 2.5 di atas menunjukkan bahwa hasil perhitungan asosiasi seluruh pasangan jenis yang ditemukan pada lokasi pasca kebakaran ditemukan pasangan jenis terbanyak pada lokasi 2015 dengan pasangan jenis 11 pasang. Sedangkan pasangan jenis terendah ditemukan pada lokasi pasca kebakaran 2009, 2014 dan 2017 masing-masing 5 pasang. Hal ini, menunjukan asosiasi positif lebih dominan dibandingkan dengan asosiasi negatif. Secara keseluruhan jenis yang berasosiasi berjumlah 42 pasangan jenis. Asosiasi positif ditemukan sebanyak 33 pasangan jenis berasosiasi positif sedangkan asosiasi negatif ditemukan sebanyak 9 pasangan jenis. Lokasi kebakaran 2013 ditemukan 8 pasangan jenis yang semua berasosiasi positif sedangkan tahun 2009, 2014, 2015, 2016 dan 2017 ditemukan asosiasi positif dan negatif. Hasil ini menunjukan asosiasi positif lebih dominan dibandingkan asosiasi negatif sehingga mengindikasi bahwa jenis vegetasi dasar pada lahan gambut pasca kebakaran menunjukan sebagian kecil jenis yang intoleran untuk hidup bersama. Jenis yang berasosiasi positif yang ditemukan pada setiap lokasi kebakaran adalah jenis Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd – Carex phacota spreng dan Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd. - Melastoma malabathricum L. Hal ini disebabkan karena jenis ini memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan secara baik sehingga jenis ini berada dalam suatu lokasi kebakaran sama. Menurut Khouw (2009) adanya interaksi jenis akan menghasilkan suatu asosiasi yang polanya ditentukan oleh apakah dua

Page 37: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

29

Tabel 2.5 Hasil perhitungan asosiasi pasangan jenis pada lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Keterangan : + = Asosiasi Positif, - = Asosiasi Negatif Sumber: Ridho Abdul Gani et al., ( 2018)

Data pada tabel 2.5 di atas menunjukkan bahwa hasil perhitungan asosiasi seluruh pasangan jenis yang ditemukan pada lokasi pasca kebakaran ditemukan pasangan jenis terbanyak pada lokasi 2015 dengan pasangan jenis 11 pasang. Sedangkan pasangan jenis terendah ditemukan pada lokasi pasca kebakaran 2009, 2014 dan 2017 masing-masing 5 pasang. Hal ini, menunjukan asosiasi positif lebih dominan dibandingkan dengan asosiasi negatif. Secara keseluruhan jenis yang berasosiasi berjumlah 42 pasangan jenis. Asosiasi positif ditemukan sebanyak 33 pasangan jenis berasosiasi positif sedangkan asosiasi negatif ditemukan sebanyak 9 pasangan jenis. Lokasi kebakaran 2013 ditemukan 8 pasangan jenis yang semua berasosiasi positif sedangkan tahun 2009, 2014, 2015, 2016 dan 2017 ditemukan asosiasi positif dan negatif. Hasil ini menunjukan asosiasi positif lebih dominan dibandingkan asosiasi negatif sehingga mengindikasi bahwa jenis vegetasi dasar pada lahan gambut pasca kebakaran menunjukan sebagian kecil jenis yang intoleran untuk hidup bersama. Jenis yang berasosiasi positif yang ditemukan pada setiap lokasi kebakaran adalah jenis Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd – Carex phacota spreng dan Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd. - Melastoma malabathricum L. Hal ini disebabkan karena jenis ini memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan secara baik sehingga jenis ini berada dalam suatu lokasi kebakaran sama. Menurut Khouw (2009) adanya interaksi jenis akan menghasilkan suatu asosiasi yang polanya ditentukan oleh apakah dua

Page 38: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

30

jenis memilih untuk berada dalam suatu habitat yang sama, mempunyai daya penolakan ataupun daya tarik, atau bahkan tidak berinteraksi sama sekali. Asosiasi positif diperoleh jika kedua jenis lebih sering berada bersama-sama dari pada sendiri. Asosiasi positif yang ditemukan pada lokasi pasca kebakaran ini mengindikasikan hubungan berlangsung baik untuk satu jenis atau kedua jenis. seperti mutualisme, komensalisme dan rantai makanan herbivora dengan tumbuhan (Cox, 1974). Hasil penelitian Windusari et al (2011) menunjukkan ada jenis yang berasosiasi karena kedua jenis yang berasosiasi tersebut menyukai tempat dengan parameter lingkungan yang hampir sama, misalnya tempat yang cenderung basah dan intensitas cahaya matahari yang tinggi hingga agak teduh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa asosiasi jenis dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis pada hutan suksesi.

Jenis asosiasi negatif yang ditemukan adalah Carex phacota Spreng - Imperata cylndrica L. Hal ini disebabkan karena jenis ini tidak dapat toleransi untuk hidup bersama pada lokasi pengamatan yang sama. Asosiasi negatif ini merupakan indikasi bahwa interaksi bersifat merugikan, terhadap satu atau kedua jenisnya. Seperti kompetisi, gangguan, dan hubungan antara karnivora dengan pemangsa (Cox, 1974). Menurut Pratama et al (2012) menjelaskan asosiasi negatif menunjukkan tidak adanya toleransi untuk hidup bersama pada area yang sama atau tidak adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Keberadaan berbagai jenis dalam

Page 39: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

31

jenis memilih untuk berada dalam suatu habitat yang sama, mempunyai daya penolakan ataupun daya tarik, atau bahkan tidak berinteraksi sama sekali. Asosiasi positif diperoleh jika kedua jenis lebih sering berada bersama-sama dari pada sendiri. Asosiasi positif yang ditemukan pada lokasi pasca kebakaran ini mengindikasikan hubungan berlangsung baik untuk satu jenis atau kedua jenis. seperti mutualisme, komensalisme dan rantai makanan herbivora dengan tumbuhan (Cox, 1974). Hasil penelitian Windusari et al (2011) menunjukkan ada jenis yang berasosiasi karena kedua jenis yang berasosiasi tersebut menyukai tempat dengan parameter lingkungan yang hampir sama, misalnya tempat yang cenderung basah dan intensitas cahaya matahari yang tinggi hingga agak teduh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa asosiasi jenis dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis pada hutan suksesi.

Jenis asosiasi negatif yang ditemukan adalah Carex phacota Spreng - Imperata cylndrica L. Hal ini disebabkan karena jenis ini tidak dapat toleransi untuk hidup bersama pada lokasi pengamatan yang sama. Asosiasi negatif ini merupakan indikasi bahwa interaksi bersifat merugikan, terhadap satu atau kedua jenisnya. Seperti kompetisi, gangguan, dan hubungan antara karnivora dengan pemangsa (Cox, 1974). Menurut Pratama et al (2012) menjelaskan asosiasi negatif menunjukkan tidak adanya toleransi untuk hidup bersama pada area yang sama atau tidak adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Keberadaan berbagai jenis dalam

komunitas tumbuhan menimbulkan peluang terjadinya kompetisi. Dari beberapa jenis tumbuhan bawah yang dominan ternyata jenis Stenochlaena palustris dengan Carex phacota dan Stenochlaena palustris dengan Melastoma malabathricum berasosiasi secara positif.

Sebagian besar pasangan jenis yang lain menunjukan tidak adanya asosiasi (tidak ada hubungan). Hal ini dikarenakan beberapa jenis yang tidak berasosiasi dengan tumbuhan lain karena tidak dipengaruhi oleh keberadaan jenis lainnya dan tumbuhan tersebut memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan. Menurut Sykora et al (2014) kondisi fisik tanah mempengaruhi komposisi jenis tumbuhan yang berasosiasi karena iklim mikro (cahaya, radiasi, angin, temperature dan kelembaban). Hasil penelitian Hidayat dan Juhaeti (2013) asosiasi Alstonia spp di Taman Nasional Ujung Kulon menunjukkan pulai kuning (A. scholaris) tidak berasosiasi dengan jenis tumbuhan lain penyusun habitatnya karena jenis ini toleran terhadap berbagai kondisi habitat.

Page 40: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

32

To reduce the risk of unsuccessful restoration practices, morphological and physiological traits of seedlings that relate to water stress should be known since they act as reliable predictors of survival and field performance (Vallejo et al, 2012)

3. MORFOLOGI TUMBUHAN Karakteristik morfologis tumbuhan yang sintas pasca kebakaran lahan dapat memberikan informasi tentang strategi adaptasi tumbuhan tersebut. Sejalan dengan sejarah kebakaran lahan yang seringkali berulang pada lahan yang sama, banyak tumbuhan di daerah tersebut yang sudah teradaptasi dengan kondisi lingkungan pasca kebakaran. Semua species tumbuhan pasca kebakaran lahan memiliki karakteristik tersendiri dalam hal kapasitas regenerasinya (Calvo, et al. 2012; Medina, et al. 2016). Beberapa tumbuhan bahkan membutuhkan bantuan kebakaran untuk tumbuh dan pernyebarannya (Savé, et al. 1993). Paling tidak, ada 5 cara tumbuhan beradaptasi dan hidup dengan kondisi kebakaran, yaitu:

1) Resisters; species yang bisa sintas terhadap

intensitas kebakaran dari moderat-rendah dengan tingkat kerusakan sedikit-parah. Karakteristik Resisters: kulit batang tebal untuk melindunginya dari api, ranting yang pendek dan daun tebal.

2) Sprouters; species yang tahan api. Tunas muncul dari akar, batang, dahan atau makhota buah (crown)

Page 41: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

33

To reduce the risk of unsuccessful restoration practices, morphological and physiological traits of seedlings that relate to water stress should be known since they act as reliable predictors of survival and field performance (Vallejo et al, 2012)

3. MORFOLOGI TUMBUHAN Karakteristik morfologis tumbuhan yang sintas pasca kebakaran lahan dapat memberikan informasi tentang strategi adaptasi tumbuhan tersebut. Sejalan dengan sejarah kebakaran lahan yang seringkali berulang pada lahan yang sama, banyak tumbuhan di daerah tersebut yang sudah teradaptasi dengan kondisi lingkungan pasca kebakaran. Semua species tumbuhan pasca kebakaran lahan memiliki karakteristik tersendiri dalam hal kapasitas regenerasinya (Calvo, et al. 2012; Medina, et al. 2016). Beberapa tumbuhan bahkan membutuhkan bantuan kebakaran untuk tumbuh dan pernyebarannya (Savé, et al. 1993). Paling tidak, ada 5 cara tumbuhan beradaptasi dan hidup dengan kondisi kebakaran, yaitu:

1) Resisters; species yang bisa sintas terhadap

intensitas kebakaran dari moderat-rendah dengan tingkat kerusakan sedikit-parah. Karakteristik Resisters: kulit batang tebal untuk melindunginya dari api, ranting yang pendek dan daun tebal.

2) Sprouters; species yang tahan api. Tunas muncul dari akar, batang, dahan atau makhota buah (crown)

Page 42: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

34

setelah kebakaran. Kebanyakan semak (shrubs) merupakan sprouter. Beberapa species ini juga memiliki kulit biji yang keras sehingga membutuhkan api untuk memecahkan kulit biji.

3) Seeders; species yang menghindar dari api dengan cara melindungi biji. Segera setelah kebakaran adalah waktu yang tepat untuk menyebarkan biji-bijinya dan berkecambah karena tersedia banyak ruang, rendahnya kompetisi terhadap sumberdaya seperti cahaya, air dan unsur hara. Banyak Seeders yang tergantung pada api untuk menciptakan habitat yang dibutuhkan agar anakannya bertunas dan tumbuh. Seeders bukan Invaders karena mereka sudah ada di habitat itu sebelum kebakaran, dan populasinya tidak menyebar secepat Invaders.

4) Invaders; adalah species baru yang mengambil alih lokasi kebakaran. Populasinya terbatas atau tidak diketahui sebelum kebakaran. Invaders cenderung memiliki biji yang mudah menyebar melalui angin, binatang atau manusia. Banyak invaders berupa gulma yang mengambil alih lokasi setelah terganggu oleh kebakaran, banjir atau proses pembangunan.

5) Avoiders; adalah species yang kurang adaptif

terhadap kebakaran karena mereka tumbuh di areal dimana normalnya tidak ada kebakaran. Mereka umumnya dijumpai dekat dengan air atau tempat yang tinggi, Avoiders adalah species suksesif yang

paling belakangan sehingga mereka tidak ditemukan di daerah yang baru terbakar. Karakteristik avoiders adalah: kulit batang tebal, akar dangkal dan banyak getah.

Menurut Vallejo et al. (2012), tumbuhan memiliki dua mekanisme utama untuk regenerasi pasca kebakaran, yaitu regerasi vegetatif (resprouting) dari individu yang sama atau regenerasi reproduktif dengan munculnya individu baru melalui perkecambangan biji. Mengetahui mekanisme apa yang terdapat pasca kebakaran merupakan hal yang krusial untuk mengevaluasi alternatif manajemen pasca kebakaran hutan.

3.1 Morfologi Akar Secara morfologis, jenis perakaran setiap jenis tumbuhan di lahan gambut pasca kebakaran termasuk jenis perakaran tunggang yang ditandai dengan adanya akar utama atau akar primer (Gambar 3.1). Warna akar semua jenis tumbuhan dominan hampir sama yaitu berwarna coklat.

Gambar 3.1 Morfologi akar seedling: (a). akar Evodia roxburghiana, (b). akar Acacia mangium, (c). akar Ilex cymosa, (d). akar Eugenia pelyta, (e). akar Macaranga triloba, dan (f). akar Cratoxylon arborescens Bl)

Page 43: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

35

setelah kebakaran. Kebanyakan semak (shrubs) merupakan sprouter. Beberapa species ini juga memiliki kulit biji yang keras sehingga membutuhkan api untuk memecahkan kulit biji.

3) Seeders; species yang menghindar dari api dengan cara melindungi biji. Segera setelah kebakaran adalah waktu yang tepat untuk menyebarkan biji-bijinya dan berkecambah karena tersedia banyak ruang, rendahnya kompetisi terhadap sumberdaya seperti cahaya, air dan unsur hara. Banyak Seeders yang tergantung pada api untuk menciptakan habitat yang dibutuhkan agar anakannya bertunas dan tumbuh. Seeders bukan Invaders karena mereka sudah ada di habitat itu sebelum kebakaran, dan populasinya tidak menyebar secepat Invaders.

4) Invaders; adalah species baru yang mengambil alih lokasi kebakaran. Populasinya terbatas atau tidak diketahui sebelum kebakaran. Invaders cenderung memiliki biji yang mudah menyebar melalui angin, binatang atau manusia. Banyak invaders berupa gulma yang mengambil alih lokasi setelah terganggu oleh kebakaran, banjir atau proses pembangunan.

5) Avoiders; adalah species yang kurang adaptif

terhadap kebakaran karena mereka tumbuh di areal dimana normalnya tidak ada kebakaran. Mereka umumnya dijumpai dekat dengan air atau tempat yang tinggi, Avoiders adalah species suksesif yang

paling belakangan sehingga mereka tidak ditemukan di daerah yang baru terbakar. Karakteristik avoiders adalah: kulit batang tebal, akar dangkal dan banyak getah.

Menurut Vallejo et al. (2012), tumbuhan memiliki dua mekanisme utama untuk regenerasi pasca kebakaran, yaitu regerasi vegetatif (resprouting) dari individu yang sama atau regenerasi reproduktif dengan munculnya individu baru melalui perkecambangan biji. Mengetahui mekanisme apa yang terdapat pasca kebakaran merupakan hal yang krusial untuk mengevaluasi alternatif manajemen pasca kebakaran hutan.

3.1 Morfologi Akar Secara morfologis, jenis perakaran setiap jenis tumbuhan di lahan gambut pasca kebakaran termasuk jenis perakaran tunggang yang ditandai dengan adanya akar utama atau akar primer (Gambar 3.1). Warna akar semua jenis tumbuhan dominan hampir sama yaitu berwarna coklat.

Gambar 3.1 Morfologi akar seedling: (a). akar Evodia roxburghiana, (b). akar Acacia mangium, (c). akar Ilex cymosa, (d). akar Eugenia pelyta, (e). akar Macaranga triloba, dan (f). akar Cratoxylon arborescens Bl)

Page 44: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

36

Geronggang memiliki akar utama yang paling panjang dengan rerata 26 cm (Tabel 3.1). Diameter akar utamanya juga paling besar dibanding jenis lainnya dengan rerata diameter 1 cm. Jumlah akar lateral Geronggang juga yang paling banyak yaitu 16 buah. Diameter akar lateralnya juga paling besar, yaitu 0,5 cm dengan jarak terjauh dari permukaan tanah yaitu 1,5 cm. Tabel 3.1 Morfologi akar seedlings

Keterangan : Parameter akar : (1). Panjang akar utama, (2). Diameter akar utama, (3). Warna akar utama, (4). Jumlah akar lateral, (5). Panjang akar lateral dari permukaan tanah, (6). Diameter akar lateral dari permukaan tanah, (7). Jarak akar lateral dari permukaan tanah

Hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis Geronggang merupakan jenis yang sistem perakarannya paling baik untuk tingkat perkembangannya di lahan gambut tersebut. Selain itu. Geronggang juga termasuk jenis yang tahan api kerena faktor sistem perakarannya. Sistem perakaran Geronggang terbilang cukup dalam dibanding 4 jenis lainnya. Menurut Chandler (Tono Sumarsono, 2003), sistem perakaran yang dalam menyebabkan tumbuhan lebih tahan

terhadap kebakaran dibandingkan dengan tumbuhan yang memiliki perakaran yang dangkal. Mappatoba dan Nuraeni (2009) juga berpendapat bahwa pohon-pohon yang berakar dangkal akan lebih menderita dibandingkan dengan pohon-pohon yang berakar dalam. Hasil observasi terhadap akar Geronggang pada lahan sisa kebakaran yang berusia puluhan tahun memperlihatkan kemiripan dengan struktur sistem perakaran banir atau akar papan (Gambar 3.2). Menurut Heriyanto & Endro (2007), ketinggian akar banir Geronggang dapat mencapai 1 meter. Akar banir yang keras sangat sulit terbakar.

Gambar 3.2. Morfologi akar banir Cratoxylon arborescens Bl

3.2 Morfologi Batang Di antara keenam species dominan yang ditemukan di lahan pasca kebakaran, ketinggian pohon Geronggang mencapai 7.2 m atau paling tinggi (Tabel 3.2). Namun sesungguhnya, tinggi pohon Geronggang bisa mencapai 30 m dengan batang bebas cabang 25 m dan diameter batang sampai lebih dari 1 m.

Page 45: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

37

Geronggang memiliki akar utama yang paling panjang dengan rerata 26 cm (Tabel 3.1). Diameter akar utamanya juga paling besar dibanding jenis lainnya dengan rerata diameter 1 cm. Jumlah akar lateral Geronggang juga yang paling banyak yaitu 16 buah. Diameter akar lateralnya juga paling besar, yaitu 0,5 cm dengan jarak terjauh dari permukaan tanah yaitu 1,5 cm. Tabel 3.1 Morfologi akar seedlings

Keterangan : Parameter akar : (1). Panjang akar utama, (2). Diameter akar utama, (3). Warna akar utama, (4). Jumlah akar lateral, (5). Panjang akar lateral dari permukaan tanah, (6). Diameter akar lateral dari permukaan tanah, (7). Jarak akar lateral dari permukaan tanah

Hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis Geronggang merupakan jenis yang sistem perakarannya paling baik untuk tingkat perkembangannya di lahan gambut tersebut. Selain itu. Geronggang juga termasuk jenis yang tahan api kerena faktor sistem perakarannya. Sistem perakaran Geronggang terbilang cukup dalam dibanding 4 jenis lainnya. Menurut Chandler (Tono Sumarsono, 2003), sistem perakaran yang dalam menyebabkan tumbuhan lebih tahan

terhadap kebakaran dibandingkan dengan tumbuhan yang memiliki perakaran yang dangkal. Mappatoba dan Nuraeni (2009) juga berpendapat bahwa pohon-pohon yang berakar dangkal akan lebih menderita dibandingkan dengan pohon-pohon yang berakar dalam. Hasil observasi terhadap akar Geronggang pada lahan sisa kebakaran yang berusia puluhan tahun memperlihatkan kemiripan dengan struktur sistem perakaran banir atau akar papan (Gambar 3.2). Menurut Heriyanto & Endro (2007), ketinggian akar banir Geronggang dapat mencapai 1 meter. Akar banir yang keras sangat sulit terbakar.

Gambar 3.2. Morfologi akar banir Cratoxylon arborescens Bl

3.2 Morfologi Batang Di antara keenam species dominan yang ditemukan di lahan pasca kebakaran, ketinggian pohon Geronggang mencapai 7.2 m atau paling tinggi (Tabel 3.2). Namun sesungguhnya, tinggi pohon Geronggang bisa mencapai 30 m dengan batang bebas cabang 25 m dan diameter batang sampai lebih dari 1 m.

Page 46: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

38

Sedangkan yang terendah adalah species Tulang-tulang yaitu 1,7 m. Keliling batang Geronggang juga tergolong paling lebar dengan rerata 42,4 cm, sedangkan Tulang-tulang memiliki keliling batang terkecil dengan rerata 3,7 cm. Tinggi bebas cabang yang memiliki jarak tertinggi adalah species Mahang yang mencapai ketinggian 136 cm. Rerata kulit batang Geronggang juga paling tebal mencapai 1,06 cm, sementara yang paling tipis (tertipis) adalah kulit batang species Tulang-tulang dengan rerata 0,2 cm.

Tabel 3.2 Morfologi batang setiap jenis tumbuhan dominan Pasca Kebakaran

Keterangan : TT (Tinggi total tumbuhan), TB (tinggi bebas cabang), KB (Keliling Batang), TK (Tebal Kuit)

Makin tebal kulit batang, maka lebih tahan terhadap api (kebakaran) sehingga struktur internal tumbuhan Gerongggang lebih terproteksi dari kerusakan (injury). Kulit luar species Geronggang berwarna kemerah-merahan sampai coklat, beralur, dan mengelupas kecil-kecil (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Penampakan morfologis kulit Cratoxylon arborescens Bl

Menurut Fonny Rianawati (2007), ketebalan kulit pohon erat kaitannya dengan kemampuann untuk bertahan hidup setelah kebakaran sehingga kambium tidak mengalami kerusakan akibat panas api. Kulit pohon yang keras juga sukar menyala sehingga jarang terbakar (Mappatoba dan Nuraeni (2009). Tumbuhan Akasia dan Geronggang termasuk yang memiliki keliling batang terlebar di banding jenis lainnya.

Page 47: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

39

Sedangkan yang terendah adalah species Tulang-tulang yaitu 1,7 m. Keliling batang Geronggang juga tergolong paling lebar dengan rerata 42,4 cm, sedangkan Tulang-tulang memiliki keliling batang terkecil dengan rerata 3,7 cm. Tinggi bebas cabang yang memiliki jarak tertinggi adalah species Mahang yang mencapai ketinggian 136 cm. Rerata kulit batang Geronggang juga paling tebal mencapai 1,06 cm, sementara yang paling tipis (tertipis) adalah kulit batang species Tulang-tulang dengan rerata 0,2 cm.

Tabel 3.2 Morfologi batang setiap jenis tumbuhan dominan Pasca Kebakaran

Keterangan : TT (Tinggi total tumbuhan), TB (tinggi bebas cabang), KB (Keliling Batang), TK (Tebal Kuit)

Makin tebal kulit batang, maka lebih tahan terhadap api (kebakaran) sehingga struktur internal tumbuhan Gerongggang lebih terproteksi dari kerusakan (injury). Kulit luar species Geronggang berwarna kemerah-merahan sampai coklat, beralur, dan mengelupas kecil-kecil (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Penampakan morfologis kulit Cratoxylon arborescens Bl

Menurut Fonny Rianawati (2007), ketebalan kulit pohon erat kaitannya dengan kemampuann untuk bertahan hidup setelah kebakaran sehingga kambium tidak mengalami kerusakan akibat panas api. Kulit pohon yang keras juga sukar menyala sehingga jarang terbakar (Mappatoba dan Nuraeni (2009). Tumbuhan Akasia dan Geronggang termasuk yang memiliki keliling batang terlebar di banding jenis lainnya.

Page 48: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

40

Rerata species dominan yang ditemukan di lahan gambut pasca kebakaran memiliki 3 buah tunas pada setiap jenisnya, kecuali jenis Mahang yang tidak memiliki tunas pada bagian batangnya (Tabel 3.3). Jenis yang memiliki tunas dengan batang tunas terpanjang adalah species Tenggek burung mencapai 150 cm. Tunas baru sudah nampak pada pertumbuhan muda species Kelat nasi yang masih setinggi 1 cm. Tabel 3.3 Morfologi Tunas species tumbuhan dominan lahan gambut pasca kebakaran di Rimba Panjang.

Keliling tunas yang paling besar adalah jenis Geronggang yaitu 4,8 cm dan yang terkecil adalah keliling tunas Kelat nasi di tapak pasca kebakaran tahun 2014. Semua jenis tumbuhan memiliki warna tunas yang hampir sama dengan

warna induk nya, yaitu rata-rata permudaan berwarna hijau, hingga coklat dan abu-abu keputihan. Pertumbuhan tunas cukup baik pada species Geronggang karena memiliki tinggi dan keliling tunas yang lebih besar di banding tunas jenis lainnya (Gambar 3.4). Hal ini diduga karena keadaan faktor lingkungan yang sangat mendukung untuk pertumbuhan tunas, dimana jenis Geronggang merupakan salah satu jenis yang tahan terhadap api dibandingkan dengan jenis lainnnya. Tunas yang tumbuh pasca kebakaran (sprouting) mampu tumbuh menjadi individu baru (Chandler dalam Darwiati dan Tuheteru, 2010).

Gambar 3.4. Pertunasan pada Cratoxylon arborescens Bl

3.3 Morfologi Daun

Secara morfologis, daun Tenggek Burung berbentuk daun majemuk dengan tipe beranak daun tiga, filotaksis daun

Page 49: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

41

warna induk nya, yaitu rata-rata permudaan berwarna hijau, hingga coklat dan abu-abu keputihan. Pertumbuhan tunas cukup baik pada species Geronggang karena memiliki tinggi dan keliling tunas yang lebih besar di banding tunas jenis lainnya (Gambar 3.4). Hal ini diduga karena keadaan faktor lingkungan yang sangat mendukung untuk pertumbuhan tunas, dimana jenis Geronggang merupakan salah satu jenis yang tahan terhadap api dibandingkan dengan jenis lainnnya. Tunas yang tumbuh pasca kebakaran (sprouting) mampu tumbuh menjadi individu baru (Chandler dalam Darwiati dan Tuheteru, 2010).

Gambar 3.4. Pertunasan pada Cratoxylon arborescens Bl

3.3 Morfologi Daun

Secara morfologis, daun Tenggek Burung berbentuk daun majemuk dengan tipe beranak daun tiga, filotaksis daun

Page 50: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

42

pada batang dan cabang dengan tesebar atau sparsa (Tabel 3.4). Akasia dewasa daunnya memiliki sifat phillodium, yaitu tangkai daun yang melebar, filotaksis daun pada batang dan cabang adalah tesebar. Tulang-tulang memiliki daun tunggal, filotaksis daun pada batang dan cabang adalah tesebar. Kelat Nasi memiliki daun tunggal, filotaksis daun pada batang dan cabang adalah berhadapan bersilang. Mahang dan Geronggang memiliki karakteristik umum yang sama yakni memiliki daun tunggal, serta filotaksis daun pada batang dan cabang adalah tesebar. Tabel 3.4 Karakteristik umum Daun species tumbuhan dominan

(sapling) lahan gambut pasca kebakaran di Rimba Panjang.

Gambaran karakteristik helaian daun species tumbuhan dominan (sapling) lahan gambut pasca kebakaran di Rimba Panjang secara lengkap disajikan pada Tabel 3.5. Sedangkan bentuk morfologis daun keenam species tumbuhan dominan disajikan dalam Gambar 3.5.

Page 51: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

43

pada batang dan cabang dengan tesebar atau sparsa (Tabel 3.4). Akasia dewasa daunnya memiliki sifat phillodium, yaitu tangkai daun yang melebar, filotaksis daun pada batang dan cabang adalah tesebar. Tulang-tulang memiliki daun tunggal, filotaksis daun pada batang dan cabang adalah tesebar. Kelat Nasi memiliki daun tunggal, filotaksis daun pada batang dan cabang adalah berhadapan bersilang. Mahang dan Geronggang memiliki karakteristik umum yang sama yakni memiliki daun tunggal, serta filotaksis daun pada batang dan cabang adalah tesebar. Tabel 3.4 Karakteristik umum Daun species tumbuhan dominan

(sapling) lahan gambut pasca kebakaran di Rimba Panjang.

Gambaran karakteristik helaian daun species tumbuhan dominan (sapling) lahan gambut pasca kebakaran di Rimba Panjang secara lengkap disajikan pada Tabel 3.5. Sedangkan bentuk morfologis daun keenam species tumbuhan dominan disajikan dalam Gambar 3.5.

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa daun Akasia dan Geronggang memiliki helaian daun yang lebih tebal dibandingkan jenis tumbuhan lainnya, disamping itu permukaan daunnya licin dan mengkilap. Hal ini menandakan bahwa kedua tumbuhan ini memiliki karakteristik morfologi yang lebih baik dan lebih tahan terhadap api. Menurut Jumani (2010), mudah tidaknya daun terbakar ditandai dengan karakteristik morfologi daun seperti ketebalan daun dan permukaan daun yang licin dan mengkilap. Semakin tebal dan mengkilap daun suatu tumbuhan menunjukkan karakteristiknya akan semakin tahan terhadap api. Sesuai dengan pernyataan Muliani (2013), daun tahan api umumnya memiliki daun yang mengkilap seperti lilin (wax) dan terasa licin. Gambar 3.5. Daun Tenggek Burung (1), Akasia (2), Tulang-tulang (3), Kelat Nasi (4), Mahang (5), dan Geronggang (6).

Page 52: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

44

“There is growing recognition that opportunities exist to use physiology as part of the conservation and management of populations and ecosystems. However, this idea has rarely been extended to the field of restoration ecology. Physiological metrics (e.g., gas exchange, energy transfer and metabolism, stress response, nutritional condition, gene expression) from a range of taxa can be used to understand the function of ecosystems as well as the factors that influence their structure. Such knowledge can assist the development and implementation of effective restoration strategies that recognize the role of habitat quality on organismal performance” STEVEN J. COOKE AND CORY D. SUSKI (2008)

Page 53: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

45

“There is growing recognition that opportunities exist to use physiology as part of the conservation and management of populations and ecosystems. However, this idea has rarely been extended to the field of restoration ecology. Physiological metrics (e.g., gas exchange, energy transfer and metabolism, stress response, nutritional condition, gene expression) from a range of taxa can be used to understand the function of ecosystems as well as the factors that influence their structure. Such knowledge can assist the development and implementation of effective restoration strategies that recognize the role of habitat quality on organismal performance” STEVEN J. COOKE AND CORY D. SUSKI (2008)

4. FISIOLOGI TUMBUHAN

Semua species tumbuhan pasca kebakaran lahan memiliki karakteristik tersendiri dalam kesintasannya (Medina, et al. 2016). Respon ekosistem pasca kebakaran sangat tergantung kepada kapasitas regenerasi species tumbuhan (Moreira et al. 2012). Pengendalian ekofisiologis secara langsung bertanggung jawab atas kemampuan organisme untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan pasca kebakaran. Namun parameter fisiologis individual sangat kurang mendapat perhatian dalam konteks restorasi pasca kebakaran lahan, padahal pemahaman bagaimana ekosistem bekerja (interaksi faktor biotik dan abiotik) merupakan prasyarat bagi keberhasilan konservasi yang efektif Parameter fisiologi tumbuhan (pertukaran gas, metabolisme, respon terhadap cekaman, status hara dan ekspresi gen) dapat digunakan untuk memahami fungsi ekosistem dan faktor yang mempengaruhi strukturnya dan komposisinya (Cooke & Susk, 2008). Kajian-kajian ekofisiologi tumbuhan pasca kebakaran telah banyak dilakukan, terutama di Canada (Laughlin & Fule, 2008), Amerika (Savé et al., 1993; Lentile, 2007; ), Hawai (Cram & Trauernicht, 2015). Eropa (Leverkus, et al., 2014), Australia (Medina et al., 2016; Heath et al., 2016), Afrika (Govender et al. 2006) dan Eropa Timur (Živanovic, 2014). Akan tetapi kajian serupa untuk kawasan beriklim tropis,

Page 54: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

46

khusus Indonesia (Riau) masih relatif terbatas. Alvarado (2015) menegaskan bahwa masih terdapat kesenjangan pengetahuan yang sangat lebar terkait manajemen kebakaran lahan di Indonesia, Brazil, Amerika Tengah dan negara-negara kawasan tropika lainnya. Rekognisi terhadap peluang fisiologi tumbuhan sebagai bagian dari konservasi dan manajemen restorasi ekologi terhadap ekosistem yang rusak semakin mendapat dukungan para peneliti. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental di lapangan terhadap aspek Morfo-ekofiologi tumbuhan pasca kebakaran, Moya et al. (2015) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan respon yang signifikan pada aspek morfologis dan ekofisiologis Stipa tenacissima L. , Cistus clusii Dunal dan Ros marinus officinalis L. Produktivitas yang lebih tinggi di antara ketiga species tersebut berkaitan dengan tingginya laju transpirasi, konduktansi stomata dan rasio fotosintesis bersih.

4.1 Laju Fotosintesis

Laju fotosintesis tumbuhan dominan menunjukkan adanya variasi inter species (Gambar 4.1) yang berkisar dari yang terendah 0,19 µmol CO2 m-2 s-1 (Eugenia pelyta) sampai ke yang tertinggi 11,38 µmol CO2 m-2 s-1 (Acacia mangium). Garis trendline memperlihatkan adanya kecenderung laju fotosintesis lebih tinggi tapak yang sudah lama terbakar dibandingkan dengan tapak yang relatif baru terbakar. Temuan ini memperkuat hasil pengamatan Jackson et al (2015) bahwa laju fotosintesis Pinus berdaun panjang (Longleaf Pine) mengalami peningkatan di awal

pertumbuhan. Setahun setelah kebakaran, laju fotosintesis pada daun-daun yang baru muncul lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Variasi respon interspecies lebih disebabkan oleh faktor genetis tumbuhan. Semua species tumbuhan dominan di lahan gambut pasca kebakaran Rimba Panjang tergolong tumbuhan dengan jalur fotosintesis C3.

Gambar 4.1 Laju Fotosintesis tumbuhan dominan Pasca Kebakaran lahan gambut di Rimba Panjang Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Ayu et al. (2018)

4.2 Kandungan Klorofil

Pigmen tumbuhan bernilai sangat penting bagi biosfer. Fotosintesis tumbuhan sangat ditentukan oleh status pigmen fotosintetik tumbuhan tersebut. Klorofil merupakan molekul organik yang mutlak dalam fotosintesis yang menentukan produktivitas primer tumbuhan. Oleh karena itu pengukuran kadar klorofil

Page 55: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

47

pertumbuhan. Setahun setelah kebakaran, laju fotosintesis pada daun-daun yang baru muncul lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Variasi respon interspecies lebih disebabkan oleh faktor genetis tumbuhan. Semua species tumbuhan dominan di lahan gambut pasca kebakaran Rimba Panjang tergolong tumbuhan dengan jalur fotosintesis C3.

Gambar 4.1 Laju Fotosintesis tumbuhan dominan Pasca Kebakaran lahan gambut di Rimba Panjang Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Ayu et al. (2018)

4.2 Kandungan Klorofil

Pigmen tumbuhan bernilai sangat penting bagi biosfer. Fotosintesis tumbuhan sangat ditentukan oleh status pigmen fotosintetik tumbuhan tersebut. Klorofil merupakan molekul organik yang mutlak dalam fotosintesis yang menentukan produktivitas primer tumbuhan. Oleh karena itu pengukuran kadar klorofil

Page 56: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

48

sangat berguna dalam memahami interaksi tumbuhan dengan lingkungan, utamanya bila membandingkan kadar Klorofil a, b, a+b dan rasio a/b tumbuhan yang tumbuh di lahan pasca kebakaran dan lahan yang belum pernah terbakar. Informasi perubahan kadar klorofil akibat cekaman faktor lingkungan sangat berguna dalam menilai status fisiologi vegetasi pada lahan pasca kebakaran (O’Brien et al. 2010) Hasil penelitian Markovic et.al. (2012) terhadap kandungan pigmen kloroplas tumbuhan Cryptophyte pasca kebakaran di pegununan Vidlic Serbia menunjukkan bahwa setelah setahun pasca kebakaran, kandungan klorofil a, b, dan a+b Geranium macrorrhizum L dan Doronicum columnae Ten lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan yang tumbuh di lahan yang tidak pernah terbakar. Akan tetapi hal yang berlawanan ditemukan pada Aegopodium podagraria L dan Tussilago farfara L. Perbedaan ini menujukkan adanya perbedaan karakter fisiologis dari tumbuhan tersebut yang menimbulkan konsekuensi terhadap perbedaan pola adaptasi. Kandungan karotenoid spesies tumbuhan pada lahan yang pernah terbakar lebih tinggi dibandingkan pada lahan yang tidak pernah terbakar

Hasil pengukuran (Gambar 4.2) menunjukkan bahwa rerata kadar klorofil di lahan gambut yang sudah lama terbakar (2009) sebesar 32,91 SPAD . Species yang mengandung kadar klorofil tertinggi pada tapak ini diwakili oleh Evodia roxburghiana (Rutaceae) yaitu rerata 35,2 SPAD. Sedangkan kadar klorofil terendah pada tapak tersebut diwakili oleh

Macaranga triloba (Euphorbiaceae) dengan rerata 29,53 SPAD. Pada lahan gambut yang relatif baru terbakar (2017), rerata kadar klorofil yang sebesar 15,83 SPAD. Pada tapak ini hanya diwakili oleh satu species yaitu Ilex cymosa (Aquifoliaceae) dengan rerata kadar kklorofil sebesar 15,83 SPAD. Dari kelima jenis tumbuhan strata sapling yang diukur menunjukkan nilai kandungan klorofil yang bervariasi.

Gambar 4.2 Kandungan klorofil tumbuhan dominan Pasca Kebakaran lahan gambut di Rimba Panjang Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Moni et al. (2018)

Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan klorofil tumbuhan dominan tingkat sapling pada lahan gambut yang sudah lama terbakar (2009) cenderung lebih tinggi dari pada di lahan yang baru terbakar (2017). Hal ini diduga kerena telah terjadinya pemulihan pada lahan yang sudah lama terbakar baik dari segi faktor lingkungan maupun regenerasi pada vegetasinya. Secara alami, lahan

Page 57: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

49

sangat berguna dalam memahami interaksi tumbuhan dengan lingkungan, utamanya bila membandingkan kadar Klorofil a, b, a+b dan rasio a/b tumbuhan yang tumbuh di lahan pasca kebakaran dan lahan yang belum pernah terbakar. Informasi perubahan kadar klorofil akibat cekaman faktor lingkungan sangat berguna dalam menilai status fisiologi vegetasi pada lahan pasca kebakaran (O’Brien et al. 2010) Hasil penelitian Markovic et.al. (2012) terhadap kandungan pigmen kloroplas tumbuhan Cryptophyte pasca kebakaran di pegununan Vidlic Serbia menunjukkan bahwa setelah setahun pasca kebakaran, kandungan klorofil a, b, dan a+b Geranium macrorrhizum L dan Doronicum columnae Ten lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan yang tumbuh di lahan yang tidak pernah terbakar. Akan tetapi hal yang berlawanan ditemukan pada Aegopodium podagraria L dan Tussilago farfara L. Perbedaan ini menujukkan adanya perbedaan karakter fisiologis dari tumbuhan tersebut yang menimbulkan konsekuensi terhadap perbedaan pola adaptasi. Kandungan karotenoid spesies tumbuhan pada lahan yang pernah terbakar lebih tinggi dibandingkan pada lahan yang tidak pernah terbakar

Hasil pengukuran (Gambar 4.2) menunjukkan bahwa rerata kadar klorofil di lahan gambut yang sudah lama terbakar (2009) sebesar 32,91 SPAD . Species yang mengandung kadar klorofil tertinggi pada tapak ini diwakili oleh Evodia roxburghiana (Rutaceae) yaitu rerata 35,2 SPAD. Sedangkan kadar klorofil terendah pada tapak tersebut diwakili oleh

Macaranga triloba (Euphorbiaceae) dengan rerata 29,53 SPAD. Pada lahan gambut yang relatif baru terbakar (2017), rerata kadar klorofil yang sebesar 15,83 SPAD. Pada tapak ini hanya diwakili oleh satu species yaitu Ilex cymosa (Aquifoliaceae) dengan rerata kadar kklorofil sebesar 15,83 SPAD. Dari kelima jenis tumbuhan strata sapling yang diukur menunjukkan nilai kandungan klorofil yang bervariasi.

Gambar 4.2 Kandungan klorofil tumbuhan dominan Pasca Kebakaran lahan gambut di Rimba Panjang Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Moni et al. (2018)

Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan klorofil tumbuhan dominan tingkat sapling pada lahan gambut yang sudah lama terbakar (2009) cenderung lebih tinggi dari pada di lahan yang baru terbakar (2017). Hal ini diduga kerena telah terjadinya pemulihan pada lahan yang sudah lama terbakar baik dari segi faktor lingkungan maupun regenerasi pada vegetasinya. Secara alami, lahan

Page 58: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

50

gambut pasca kebakaran memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya dengan cara suksesi alami. Suksesi ini biasanya ditandai oleh hadirnya jenis-jenis tumbuhan pionir yang pada akhirnya akan membentuk semak belukar. Semakin lama pasca kebakaran, berbagai jenis vegetasi akan mulai bermunculan kembali. Selain pemulihan yang telah terjadi pada lahan pasca kebakaran, kondisi lingkungan turut mempengaruhi kandungan klorofil pada tumbuhan. Lingkungan tempat tumbuhan berada memberikan pengaruh sangat penting dalam proses fisiologis tumbuhan tersebut, salah satunya yaitu dalam proses sintesis klorofil. Sintesis klorofil di pengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, unsur hara, dan air Selain intensitas cahaya, unsur hara juga berperan sangat penting dalam sintesis klorofil. .pH di seluruh tapak pengamatan lahan gambut pasca kebakaran menunjukkan pH asam dengan rata-rata 6,3. pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Menurut Marschner dalam Firdaus (1995) pada tanah masam tumbuhan dihadapkan pada masalah toksisitas ion H+ Al, Mn; defisiensi N, P, K, Mg, Ca, dan Mo. Ketersediaan unsur mikro Na, Za, B, dan Cu juga rendah. Diantara unsur tersebut yang berperan dalam sintesis klorofil adalah N, Mg, dan Fe. Namun, bila dihubungkan antara derajat keasaman tanah pada lahan gambut pasca kebakaran di Desa Rimba Panjang dengan ketersediaan unsur hara yang terlibat dalam sintesis

klorofil, maka dapat diduga bahwa sintesis klorofil akan dapat berjalan dengan baik karena unsur-unsur hara yang mendukung proses tersebut kebanyakan tersedia. Walaupun tidak dilakukan pengukuran atas unsur tersebut di dalam tanah, akan tetapi keadaan itu dapat diprediksi melalui perbandingan nilai pH tanah yang berkisar antara 5,92 – 6,94, pH tersebut tergolong dalam pH normal sehingga tumbuhan mendapatkan unsur hara yang dibutuhkannya untuk tetap tumbuh dan berkembang. 4.3 Laju Transpirasi

Kelembaban tanah menunjukkan ketersediaan air tanah, Ketersedian air tanah berpengaruh terhadap biosintesis klorofil. Dilihat dari rentang rerata kelembaban tanah pada lahan pasca kebakaran di Rimba Panjang yaitu 49% sampai 87% yang menandakan tingkat ketersediaan air yang baik bagi tumbuhan.

Laju transpirasi tumbuhan dominan juga menunjukkan adanya variasi inter species (Gambar 4.3) yang berkisar dari yang terendah 0,19 mmol H2O m-2s-1 (Evodia roxburghiana) sampai ke yang tertinggi 10,04 mmol H2O m-2s-1 (Acacia mangium). Laju transpirasi tumbuhan dominan juga cenderung menurun pada tapak dengan waktu kejadian kebakaran yang telah lama sebesar 10,04 mmol H2O m-2s-1 hingga tapak yang baru mengalami kejadian kebakaran yaitu sebesar 5,57 mmol H2O m-2s-1. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena setelah kejadian kebakaran, tumbuhan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerusakan baik secara fungsi maupun proses fisiologi

Page 59: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

51

klorofil, maka dapat diduga bahwa sintesis klorofil akan dapat berjalan dengan baik karena unsur-unsur hara yang mendukung proses tersebut kebanyakan tersedia. Walaupun tidak dilakukan pengukuran atas unsur tersebut di dalam tanah, akan tetapi keadaan itu dapat diprediksi melalui perbandingan nilai pH tanah yang berkisar antara 5,92 – 6,94, pH tersebut tergolong dalam pH normal sehingga tumbuhan mendapatkan unsur hara yang dibutuhkannya untuk tetap tumbuh dan berkembang. 4.3 Laju Transpirasi

Kelembaban tanah menunjukkan ketersediaan air tanah, Ketersedian air tanah berpengaruh terhadap biosintesis klorofil. Dilihat dari rentang rerata kelembaban tanah pada lahan pasca kebakaran di Rimba Panjang yaitu 49% sampai 87% yang menandakan tingkat ketersediaan air yang baik bagi tumbuhan.

Laju transpirasi tumbuhan dominan juga menunjukkan adanya variasi inter species (Gambar 4.3) yang berkisar dari yang terendah 0,19 mmol H2O m-2s-1 (Evodia roxburghiana) sampai ke yang tertinggi 10,04 mmol H2O m-2s-1 (Acacia mangium). Laju transpirasi tumbuhan dominan juga cenderung menurun pada tapak dengan waktu kejadian kebakaran yang telah lama sebesar 10,04 mmol H2O m-2s-1 hingga tapak yang baru mengalami kejadian kebakaran yaitu sebesar 5,57 mmol H2O m-2s-1. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena setelah kejadian kebakaran, tumbuhan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerusakan baik secara fungsi maupun proses fisiologi

Page 60: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

52

tumbuhan tersebut. Kerusakan organ tumbuhan yang terbakar mengakibatkan matinya jaringan sehingga bagian-bagian tumbuhan menjadi mengering dan berakibat tidak bisanya melakukan proses fisiologi yang mendukung pemulihan dan pertumbuhan tumbuhan tersebut.

Gambar 5.3 Laju Transpirasi tumbuhan dominan Pasca Kebakaran lahan gambut di Rimba Panjang Kabupaten Kampar

Sumber: Moni et al. (2018)

Wahyu Catur Adinugroho dan Sri Utami (2009) menambahkan bahwa setelah kebakaran, vegetasi yang hidup akan mengalami gangguan fisiologis dan anatomi antara lain adanya perubahan warna pada organ tumbuhan serta layunya bagian tubuh tumbuhan. Hal ini mempengaruhi kecepatan dan kuantitas proses fisiologi termasuk proses transpirasi.

Although resprouting is recognized as a key post-disturbance response for plants, few studies have closely examined post-fire growth responses of resprouting species. Andrea J. Maguire and Eric S. Menges (2016)

Page 61: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

53

Although resprouting is recognized as a key post-disturbance response for plants, few studies have closely examined post-fire growth responses of resprouting species. Andrea J. Maguire and Eric S. Menges (2016)

Page 62: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

54

5. STRATEGI ADAPTASI

Kondisi lingkungan yang tidak mendukung memaksa makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat bertahan hidup. Vegetasi mempunyai mekanisme respon dan adaptasi yang berbeda terhadap kejadian kebakaran hutan (Darwiati dan Tuheteru, 2010).

Beberapa bentuk adaptasi vegetasi terhadap api diantaranya perlindungan tunas, stimulasi pembungaan dan retensi benih. Sedangkan jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi pada areal bekas kebakaran diketahui banyak menggunakan sistem struktur perkembangbiakan dengan menggunakan biji, umbi, sistem perakaran rimpang dan beberapa jenis menggunakan spora. Hasil penelitian yang dilakukan (Kristine Harpeni, 2004) pada areal HPHTI PT. Arara Abadi Kabupaten Siak mendapati bahwa adanya beberapa spesies yang berdaptasi terhadap kondisi lingkungan pasca kebakaran melalui strategi pertunasan maupun perkecambahan (Tabel 6.1).

Namun demikian strategi adaptasi melalui tunas akar lebih banyak dibandingkan dengan adaptasi menggunakan kecambah, tunas batang maupun tunas pucuk (De Bano L.F, et al., 1998). Selain melalui strategi pertunasan dan perkecambahan, bentuk adaptasi lain yang dilakukan pohon terhadap kebakaran, yaitu :

Page 63: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

55

5. STRATEGI ADAPTASI

Kondisi lingkungan yang tidak mendukung memaksa makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat bertahan hidup. Vegetasi mempunyai mekanisme respon dan adaptasi yang berbeda terhadap kejadian kebakaran hutan (Darwiati dan Tuheteru, 2010).

Beberapa bentuk adaptasi vegetasi terhadap api diantaranya perlindungan tunas, stimulasi pembungaan dan retensi benih. Sedangkan jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi pada areal bekas kebakaran diketahui banyak menggunakan sistem struktur perkembangbiakan dengan menggunakan biji, umbi, sistem perakaran rimpang dan beberapa jenis menggunakan spora. Hasil penelitian yang dilakukan (Kristine Harpeni, 2004) pada areal HPHTI PT. Arara Abadi Kabupaten Siak mendapati bahwa adanya beberapa spesies yang berdaptasi terhadap kondisi lingkungan pasca kebakaran melalui strategi pertunasan maupun perkecambahan (Tabel 6.1).

Namun demikian strategi adaptasi melalui tunas akar lebih banyak dibandingkan dengan adaptasi menggunakan kecambah, tunas batang maupun tunas pucuk (De Bano L.F, et al., 1998). Selain melalui strategi pertunasan dan perkecambahan, bentuk adaptasi lain yang dilakukan pohon terhadap kebakaran, yaitu :

1. Ketebalan kulit pohon ; Faktor utama yang menentukan apakah suatu pohon atau semak tersebut resisten terhadap api adalah ketebalan kulit. Pohon atau semak akan menderita kerusakan yang kecil apabila ketebalan kulit antara 1,0 cm-1,3cm.

2. Perlindungan tunas; Resistensi terhadap api pada tanaman sering terlihat dari letak jaringan meristem dan bentuk perlindungannya, yang dapat melindungi tunas (buds) dari temperatur letal.

3. Stimulasi bertunas; Pertunasan dapat terjadi pada beberapa spesies pohon ketika api telah merusak daun dan rantingnya. Kehadiran daun dapat menghalangi aktivitas dari tunas. Pertunasan setelah kebakaran secara umum berhubungan dengan umur tanaman, ukuran batang, musim, frekuensi kebakaran, dan kekerasan kebakaran.

4. Penyimpanan dan penyebaran biji; Penyimpanan biji dan penyebaran biji karena api faktor penting untuk bertahan bagi banyak pohon dan semak di lingkungan yang sering terbakar. Banyak spesies pinus yang memiliki buah kerucut yang terbelah setelah terjadi kebakaran, sifat ini dikenal sebagai seotiny. Sisik kerucut akan tertutup oleh resin yang sensitif terhadap suhu yang tinggi. Ketika ada api akan mencairkan resin yang ada dan sisik kerucut akan mengelupas dan biji disebar. Biji kemudian akan jatuh pada tanah yang menyediakan nutrisi dan pengurangan tajuk akibat kebakaran memungkinkan cahaya matahari mencapai permukaan hutan yang akan membantu perkecambahan dan pertumbuhan biji.

Page 64: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

56

5. Stimulasi perkecambahan; Perkecambahan benih yang terpendam di dalam tanah dapat dirangsang oleh panas yang di hasilkan oleh api.

Tabel 6.1 Bentuk adaptasi yang ditemukan pada areal bekas kebakara

Sumber: Kristine Harpeni S (2004)

Peningkatan temperatur akibat kebakaran pada padang rumput dapat mencapai 7600 Celcius, namun suhu tanah tetap di bawah 2000 Celcius pada permukaan tanah, sedangkan di bawah permukaan tanah suhunya sekitar ±500 Celcius (Anggie Cyndia, 2015). Selanjutnya beberapa

sentimeter di bawahnya lagi, api hampir tidak berpengaruh terhadap suhu tanah. Cekaman suhu sangat berpengaruh terhahap proses fisiologis tumbuhan pasca kebakaran yaitu terganggunya proses metabolisme tumbuhan.

Adaptasi tumbuhan terhadap terhadap lingkungan pasca kebakaran juga di pengaruhi oleh faktor curah hujan di kawasan tersebut (Kristine Harpeni S. 2004). Turunnya hujan setelah kebakaran yang terjadi akan menurunkan suhu lingkungan sehingga memungkinkan tanaman untuk beregenerasi. Meskipun secara secara morfologis tumbuhan terlihat rusak parah, namun ada beberapa bagian yang biasa berada di dalam tanah mampu menumbuhkan tumbuhan itu kembali (Anggie Cyndia, 2015).

Page 65: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

57

5. Stimulasi perkecambahan; Perkecambahan benih yang terpendam di dalam tanah dapat dirangsang oleh panas yang di hasilkan oleh api.

Tabel 6.1 Bentuk adaptasi yang ditemukan pada areal bekas kebakara

Sumber: Kristine Harpeni S (2004)

Peningkatan temperatur akibat kebakaran pada padang rumput dapat mencapai 7600 Celcius, namun suhu tanah tetap di bawah 2000 Celcius pada permukaan tanah, sedangkan di bawah permukaan tanah suhunya sekitar ±500 Celcius (Anggie Cyndia, 2015). Selanjutnya beberapa

sentimeter di bawahnya lagi, api hampir tidak berpengaruh terhadap suhu tanah. Cekaman suhu sangat berpengaruh terhahap proses fisiologis tumbuhan pasca kebakaran yaitu terganggunya proses metabolisme tumbuhan.

Adaptasi tumbuhan terhadap terhadap lingkungan pasca kebakaran juga di pengaruhi oleh faktor curah hujan di kawasan tersebut (Kristine Harpeni S. 2004). Turunnya hujan setelah kebakaran yang terjadi akan menurunkan suhu lingkungan sehingga memungkinkan tanaman untuk beregenerasi. Meskipun secara secara morfologis tumbuhan terlihat rusak parah, namun ada beberapa bagian yang biasa berada di dalam tanah mampu menumbuhkan tumbuhan itu kembali (Anggie Cyndia, 2015).

Page 66: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

58

DAFTAR PUSTAKA Alvarado, E. (2015). Book Review on Current International

Perspectives on Wildland Fires, Mankind and the Environment. Fire Ecology 11 (3), 149-152.

Anggie Cyndia. 2015. Bagaimana Tumbuhan Pulih Setelah Kebakaran Alam. http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/bagaimana-tumbuhan-pulih-setelah-kebakaran-alam. (Diakses pada 18 April 2017).

Arif Suwanto, Azwar Maas, Dandun Sutaryo, Derta Yan Wijaya, Dibjo Sartono, Huda Achsani, Komarsa, Sri Hastuti, Teguh Iman Soli. (2010). Profil Ekosistem Gambut di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Backer, C.A., R.C. Bakhuizen Van Den Brink, 1968, Flora of Java (Spermatophyta only). Vol III, N.V.P. Noordhoff - Gronibgen – The Netherlands

Badan Litbang Pertanian. (2013). Atlas arahan pengelolaan lahan gambut terdegradasi di pulau Sumatera. Recommendation for sustainable management of degraded peatland map. Skala 1:250.000. Jakarta: ICCTF-BAPPENAS-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

Barbaour, G.M, Burk, J.K and Pitts, W.D. (1987). Terrestrial Plant Ecology. Then Benyamin Cummings Publishing Company, INc. New York

Budi Wardhana. (2016). BRG’s Roadmap for Peatland Restoration. CBD & FAO Workshop: “Forest Ecosystem Restoration” Bangkok, 27 June 201

Page 67: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

59

DAFTAR PUSTAKA Alvarado, E. (2015). Book Review on Current International

Perspectives on Wildland Fires, Mankind and the Environment. Fire Ecology 11 (3), 149-152.

Anggie Cyndia. 2015. Bagaimana Tumbuhan Pulih Setelah Kebakaran Alam. http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/bagaimana-tumbuhan-pulih-setelah-kebakaran-alam. (Diakses pada 18 April 2017).

Arif Suwanto, Azwar Maas, Dandun Sutaryo, Derta Yan Wijaya, Dibjo Sartono, Huda Achsani, Komarsa, Sri Hastuti, Teguh Iman Soli. (2010). Profil Ekosistem Gambut di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Backer, C.A., R.C. Bakhuizen Van Den Brink, 1968, Flora of Java (Spermatophyta only). Vol III, N.V.P. Noordhoff - Gronibgen – The Netherlands

Badan Litbang Pertanian. (2013). Atlas arahan pengelolaan lahan gambut terdegradasi di pulau Sumatera. Recommendation for sustainable management of degraded peatland map. Skala 1:250.000. Jakarta: ICCTF-BAPPENAS-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

Barbaour, G.M, Burk, J.K and Pitts, W.D. (1987). Terrestrial Plant Ecology. Then Benyamin Cummings Publishing Company, INc. New York

Budi Wardhana. (2016). BRG’s Roadmap for Peatland Restoration. CBD & FAO Workshop: “Forest Ecosystem Restoration” Bangkok, 27 June 201

Calvo, L., Baeza, J., Marcos, E., Santana, V. and Papanastasis, V.P. (2012) Post-Fire Management of Shrublands. In F. Moreira et al. (eds.), Post-Fire Management and Restoration of Southern European Forests, Managing Forest Ecosystems 24, pp. 293-319. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Causton, D.R. (1988). Introduction to Vegetation Analysis. Unwin Hyman, London

Causton, D.R. (1988). Introduction to Vegetation Analysis. Unwin Hyman, London

Cooke, S,J and Susk, C.D. (2008). Ecological Restoration and Physiology: An Overdue Integration. BioScience 58 (10), 957-968

Cox, G.W. 1974. Laboratory Manual of General Ecology. WM.C. Brown Company Publisher, USA

Cram, D and Trauernicht, C. (2015). Post-Fire Vegetation and Soil Monitoring in Hawai‘i. UH–CTAHR Post-Fire Vegetation and Soil Monitoring in Hawai‘i RM-19 — May 2015.

Darwiati, W dan Tuheteru, F.D. (2010). Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Pertumbuhan Vegetasi. Jurnal Tekno Hutan Tanama, 3(1):27-32.

De Bano, L.F., Neary, D.G., and Ffolliott, P.F., 1998. Fire’s Effects on Ecosystems, Wiley, New York. 333 p

De Caceres, M. (2016). Fuel Characteristics and Potential Fire Behaviour. October 25, 2016.

De Grandpre, L., Daniel, G., and Bergeron, Y. 1993. Journal of Vegetation Science 4, 803-810.

Firdaus (1995). Kerusakan daun Pannicum repens L. yang terdedah kepada gas belerang di kawah sikidang dataran tinggi Dieng. Jurnal manusia dan lingkungan 7: 38-44.

Page 68: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

60

Firdaus,L.N., Nursal, Yuslim Fauziah, Ridho Abdul Gani. (2018). Kamus Visual Pembelajaran Biologi SMA Berbasis Riset Asosiasi Vegetasai Dasar Lahan Gambut Pasca Kebakaran. J. Ind. Bio. Teachers 1 (1), 1-7.

Fonny Rianawati. (2007). Analisa Tebal dan Kadar Air Kulit Pohon serta Kecepatan Terpicunya Api (Quick-Fire Start) Jenis Gmelina, Sungkai dan Sengon. Jurnal hutan tropis Borneo, 8(21): 71-76.

Govender, N., Trollope, W.S.W and Van Wilgen, B.W. (2006). The effect of fire season, fire frequency, rainfall and management on fire intensity in savanna vegetation in South Africa. Journal of Applied Ecology 43, 748-758.

Hadjowigeno, S. (1989). Sifat-sifat dan potensi gambut Sumatera untuk pengembangan pertanian. In (Tanpa Editor). Prosiding Seminar Tanah Gambut untuk Perluasan Pertanian. pp 43-70. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Heath, J.T., Chafer, C.J., Bishop, T.F.A and Van Ogtrop, F.F. (2016). Post-Fire Recovery of Eucalypt-Dominated Vegetation Communities In The Sydney Basin, Australia. Fire Ecology 12 (3), 53- 79.

Heriyanto, N.M.dan Endro Subiandono. (2007). Studi Ekologi dan Potensi Geronggang (Cratoxylon arborescens Bl.) di Kelompok Hutan Sungai Bepasir-Sungai Siduung, Kabupaten Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Jurnal Buletin Plasma Nutfah, 13(2):82-87.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid I, II, III,IV, diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan, Jakarta

Page 69: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

61

Firdaus,L.N., Nursal, Yuslim Fauziah, Ridho Abdul Gani. (2018). Kamus Visual Pembelajaran Biologi SMA Berbasis Riset Asosiasi Vegetasai Dasar Lahan Gambut Pasca Kebakaran. J. Ind. Bio. Teachers 1 (1), 1-7.

Fonny Rianawati. (2007). Analisa Tebal dan Kadar Air Kulit Pohon serta Kecepatan Terpicunya Api (Quick-Fire Start) Jenis Gmelina, Sungkai dan Sengon. Jurnal hutan tropis Borneo, 8(21): 71-76.

Govender, N., Trollope, W.S.W and Van Wilgen, B.W. (2006). The effect of fire season, fire frequency, rainfall and management on fire intensity in savanna vegetation in South Africa. Journal of Applied Ecology 43, 748-758.

Hadjowigeno, S. (1989). Sifat-sifat dan potensi gambut Sumatera untuk pengembangan pertanian. In (Tanpa Editor). Prosiding Seminar Tanah Gambut untuk Perluasan Pertanian. pp 43-70. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Heath, J.T., Chafer, C.J., Bishop, T.F.A and Van Ogtrop, F.F. (2016). Post-Fire Recovery of Eucalypt-Dominated Vegetation Communities In The Sydney Basin, Australia. Fire Ecology 12 (3), 53- 79.

Heriyanto, N.M.dan Endro Subiandono. (2007). Studi Ekologi dan Potensi Geronggang (Cratoxylon arborescens Bl.) di Kelompok Hutan Sungai Bepasir-Sungai Siduung, Kabupaten Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Jurnal Buletin Plasma Nutfah, 13(2):82-87.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid I, II, III,IV, diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan, Jakarta

Hidayat, S. dan Juhaeti. T. (2013). Asosiasi Alstonia sp di Taman Nasional Ujung Kulon. Bionatura-jurnal ilmu-ilmu hayati dan fisik. 15(1): 44-48.

Houk, R. (2015). Earth Notes: After a fire, Pioneer Plants. Available at http://knau.org/earth-notes-after-fire-pioneer-plants#stream/0 (retrieved on January 27, 2017).

Iwan Hilwan, Dadan Mulyana, dan Weda Gelar Pananjung, 2013, Keanekaraaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur, Jurnal Silvikultur Tropika 4 (1), 6-10.

Jackson, J.K., Dillaway, D,N., Tyree, M.C.and Sayer, M.A.S. (2015). Effects of Spring Prescribed Fire on Short-Term, Leaf-Level Photosynthesis and Water Use Efficiency in Longleaf Pine. In Holley, A. G, Connor, K. F., Haywood, J. D., (Eds.). Proceedings of the 17th biennial southern silvicultural research conference. e–Gen. Tech. Rep. SRS–203. Asheville, NC: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Southern Research Station, pp. 208-214.

Johnson, E.A. and Miyanish, K. (2001). Strengthening Fire Ecology's Roots. In Johnson, E.A and Miyanishi, K. (Eds.). Forest Fires Behavior And Ecological Effects. Academic Press, San Diego., pp. 1-9.

Jumani. (2010). Pemuliaan Pohon, Fakultas Pertanian. Samarinda

Khouw, AS. (2009). Metode dan Analisa Kuantitatif Dalam Bioekologi Laut. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L), Direktorat

Page 70: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

62

Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K). Jakarta

Könönen, M., Jauhiainen, J., Laiho, R., Kusin, K and Vasander, H. (2015). Physical and chemical properties of tropical peat under stabilised land uses. Mires and Peat 16, 1–13.

Kristine Harpeni S. 2004. Kemampuan Adaptasi Jenis-Jenis Potensial Lokal Terhadap Kebakaran di Hutan Rawa Gambut. Skripsi tidak dipublikasikan. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Laporan Akhir RPPEG. (2016) Penyusunan Model Rencana Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Provinsi Riau Tahun 2016. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Riau, Pekanbaru.

Laughlin, D.C.and Fule, P.Z. (2008). Wildland fire effects on understory plant communities in two fire-prone forests.´ Can. J. For. Res. 38: 133–142.

Laughlin, D.C.and Fule, P.Z. (2008). Wildland fire effects on understory plant communities in two fire-prone forests.´ Can. J. For. Res. 38: 133–142.

Lentile, L.B., Morgan, P., Hudak, A.T., Bobbitt, M.J., Lewis, S.A., Smith, A.M.S., and Robichaud, P.R. (2007). Post-Fire Burn Severity And Vegetation Response Following Eight Large Wildfires Across The Western United States. Fire Ecology Special Issue 3 (1), 91-108.

Leverkus, A.B., Lorite, J., Navarro, F.B., Sánchez-Cañete, E.P and Castro, J. (2014) Post-fire salvage logging alters species composition and reduces cover, richness, and diversity in Mediterranean plant communities. Journal of Environmental Management 133, 323-331.

Page 71: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

63

Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K). Jakarta

Könönen, M., Jauhiainen, J., Laiho, R., Kusin, K and Vasander, H. (2015). Physical and chemical properties of tropical peat under stabilised land uses. Mires and Peat 16, 1–13.

Kristine Harpeni S. 2004. Kemampuan Adaptasi Jenis-Jenis Potensial Lokal Terhadap Kebakaran di Hutan Rawa Gambut. Skripsi tidak dipublikasikan. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Laporan Akhir RPPEG. (2016) Penyusunan Model Rencana Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Provinsi Riau Tahun 2016. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Riau, Pekanbaru.

Laughlin, D.C.and Fule, P.Z. (2008). Wildland fire effects on understory plant communities in two fire-prone forests.´ Can. J. For. Res. 38: 133–142.

Laughlin, D.C.and Fule, P.Z. (2008). Wildland fire effects on understory plant communities in two fire-prone forests.´ Can. J. For. Res. 38: 133–142.

Lentile, L.B., Morgan, P., Hudak, A.T., Bobbitt, M.J., Lewis, S.A., Smith, A.M.S., and Robichaud, P.R. (2007). Post-Fire Burn Severity And Vegetation Response Following Eight Large Wildfires Across The Western United States. Fire Ecology Special Issue 3 (1), 91-108.

Leverkus, A.B., Lorite, J., Navarro, F.B., Sánchez-Cañete, E.P and Castro, J. (2014) Post-fire salvage logging alters species composition and reduces cover, richness, and diversity in Mediterranean plant communities. Journal of Environmental Management 133, 323-331.

Ludwig, J.A. and Reynolds, J.F. (1988). Statistical Ecology. A Primer on Methods and Computing, John Wiley and Sons, New York.

M. Arsyad. (2017). Asosiasi Antar Jenis Famili Palmae di Kawasan Air Terjun Bajuin Kabapaten Tanah Laut. Jurnal Bioeksperimen 3(1): 39-47

Mawasin dan Subiakto A, 2013. Keanekaragaman Dan Komposisi Jenis Permudaan Alam Hutan Raa Gammbut Bekas Tebangan Di Riau (Species Diversityand Composition of Logged Over Peat Swamp Forest in Riau). Forest Rehabilitation, 1 (1): 53-73.

Mansur, M., 1999, Analisis Vegetasi Hutan Rawa Gambut Di Kabupaten Bengkalis Dan Kampar, Propinsi Riau, Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayati-PAU Ilmu Hayat IPB

Mappatoba Sila dan Sitti Nuraeni. (2009). Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Buku Ajar. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makasar. Makasar.

Markovic, M.S., Pavlovic, D.V., Tošic, S.M., Stankov-Jovanovic, V.P., Krstic, N.S., Mitrovic, T.Lj., Stamenkovic, S.M. and Markovic, V. Lj. (2012). Chloroplast pigments in post-fire-grown Cryptophytes on Vidlic mountain (southeastern serbia). Arch. Biol. Sci., Belgrade, 64 (2), 531-538.

Medina, B.M., Ribeiro, K.T., Aximoff, I.A and Scarano, F.R. (2016). Effects of Fire on Population Dynamics Of An Endemic High Altitude Rupicolous Geophyte. Oecologia Australis 20(2): 147-159.

Medina, B.M., Ribeiro, K.T., Aximoff, I.A and Scarano, F.R. (2016). Effects of Fire on Population Dynamics Of An Endemic High Altitude Rupicolous Geophyte. Oecologia Australis 20(2): 147-159.

Page 72: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

64

Michael. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Minckley, T.A. and Shriver, R.K. (2011). Vegetation Responses to Changing Fire Regimes In A Rocky Mountain Forest. Fire Ecology 7( 2), 66-80.

Moreira, F., Arianoutsou, M., Vallejo, V.R., de las Heras, J., Corona, P., Xanthopoulos, G., Fernandes, P and Papageorgiou, K. (2012). Setting the Scene for Post-Fire Management. In F. Moreira et al. (eds.), Post-Fire Management and Restoration of Southern European Forests, Managing Forest Ecosystems 24, pp. 1-19. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Moya, D., de las Heras, J., López-Serrano, F.R. and Ferrandis, P. (2015). Post-Fire Seedling Recruitment and Morpho-Ecophysiological Responses to Induced Drought and Salvage Logging in Pinus halepensis Mill. Stands. Forests 2015, 6, 1858-1877.

Muliani. (2013). Ciri-ciri dan Jenis Tanaman Tahan Panas. (Online), http://www.sistemhidroponik.co/jenis-tanaman-tahan-panas/, (diakses tanggal 09 April 2017).

Nešic, M., Markovic, M., Trajkovic, R., Pavlovic, D., Ilic, M., Mitic, V., and V. Stankov-Jovanovic (2010). Total content of organic acids in plants from fire affected forest. Biol. Nyssana 1(1-2), 65-69.

Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Yogyakarta: Kanisius.

Nursal, Yuslim Fauziah, L.N. Firdaus, Afitria Amran. (2018). Modul Pembelajaran Biologi SMA Berbasis Riset Struktur Vegetasi di Lahan Gambut Pasca Kebakaran. J. Ind. Bio. Teachers 1 (1), 26-36.

Page 73: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

65

Michael. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Minckley, T.A. and Shriver, R.K. (2011). Vegetation Responses to Changing Fire Regimes In A Rocky Mountain Forest. Fire Ecology 7( 2), 66-80.

Moreira, F., Arianoutsou, M., Vallejo, V.R., de las Heras, J., Corona, P., Xanthopoulos, G., Fernandes, P and Papageorgiou, K. (2012). Setting the Scene for Post-Fire Management. In F. Moreira et al. (eds.), Post-Fire Management and Restoration of Southern European Forests, Managing Forest Ecosystems 24, pp. 1-19. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Moya, D., de las Heras, J., López-Serrano, F.R. and Ferrandis, P. (2015). Post-Fire Seedling Recruitment and Morpho-Ecophysiological Responses to Induced Drought and Salvage Logging in Pinus halepensis Mill. Stands. Forests 2015, 6, 1858-1877.

Muliani. (2013). Ciri-ciri dan Jenis Tanaman Tahan Panas. (Online), http://www.sistemhidroponik.co/jenis-tanaman-tahan-panas/, (diakses tanggal 09 April 2017).

Nešic, M., Markovic, M., Trajkovic, R., Pavlovic, D., Ilic, M., Mitic, V., and V. Stankov-Jovanovic (2010). Total content of organic acids in plants from fire affected forest. Biol. Nyssana 1(1-2), 65-69.

Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Yogyakarta: Kanisius.

Nursal, Yuslim Fauziah, L.N. Firdaus, Afitria Amran. (2018). Modul Pembelajaran Biologi SMA Berbasis Riset Struktur Vegetasi di Lahan Gambut Pasca Kebakaran. J. Ind. Bio. Teachers 1 (1), 26-36.

Nursyamsi, Muhammad Noor, Segah, H. (2016). Peatland in Indonesia in Osaki, M and Tsuji, N. (2016, Eds.). Tropical Peatland Ecosystems, pp.49-58. Springer, Tokyo.

O’Brien, J.J., J. Kevin Hiers, R.J. Mitchell, J.M. Varner III, and K. Mordecai. (2010). Acute physiological stress and mortality following fire in a long-unburned longleaf pine ecosystem. Fire Ecology 6(2): 1-12.

Ohman, M.C., W.A. Patterson III, and J.A. Richburg. (2007). Fuel bed characteristics and fire behavior in catbrier shrublands. Pages 203–209 in R.E. Masters and K.E.M. Galley (eds.). Proceedings of the 23 Tall Timbers Fire Ecology Conference: Fire in Grassland and Shrubland Ecosystems. Tall Timbers Research Station, Tallahassee, Florida, USA.

Osaki, M and Tsuji, N. (2016, Eds. ). Tropical Peatland Ecosystems. Springer, Tokyo Mitsuru Osaki, Dedi

Prat, N., Rein, G., Yearsley, J., , Belchcer, C and Hadden, R. (2013). Effect of peat moisture content on smouldering fire proprgation. In Rogers, G and Simeoni, A (Eds.) 4th Fire Behavior and Fuels Conference Proceeding,pp.248- Raleigh, North Carolina, USA February 18-22, 2013.

Pratama, Bayu Arief, Laode Alhamd, Joeni Setijo Rahajoe. (2012). Asosiasi dan Karakterisasi Tegakan Pada Hutan gambut di Hampagen, Kalimantan tengah. Jurnal Teknologi Lingkungan 12(3) :69-76.

Ridho Abdul Gani, Nursal, Yuslim Fauziah, and L.N. Firdaus, (2017). The Visual Dictionary Learning Of Senior High School Biology Base On The Research Of Ground Vegetation Distribution In Peatland Post Fire, Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau

Rydin, H. and Jeglum, J.K. (2006). The Biology of Peatland. Oxford University Press. Oxford.

Page 74: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

66

Savé, R.,Alegre, L., Pery, M and Terradas, J. (1993) Ecophysiology of after-fire resprouts of Arbutus unedo L. Orsis, 8: 107-119.

Soerianegara, I dan A, Indrawan. (1978). Ekologi Hutan Indonesia.Departemen Managemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor

Sykora, K.V., J. C. van der Bogert,, F. Berendse, (2004). Change in Soil and Vegetation During Dune Slack Succession (Elektronik version) . Journal Veget Science. 15(3): 209-218.

TDA Prescribed Burn School Manual (2002), Chapter 6 Fire Behavior, Fuels and Topography, v1.35.

Tejoyuwono Notohadiprawiro. (1986). Tanah Estuarin: watak, sifat, kelakuan dan kekhususannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tono Sumarsono. (2003). Dampak Penyiapan Lahan dengan Sistem Tebas Bakar Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi pada Lahan Gambut Tipe Hemik Bekas Tebangan di Kabupaten Pelelawan, Provinsi Riau. Skripsi tidak dipiblikasikan. Fakultas kehutanan institut pertanian. Bogor.

Vallejo, V.R., Arianoutsou, M., and Moreira, F. (2012). Fire Ecology and Post-Fire Restoration Approaches in Southern European Forest Types. In F. Moreira et al. (Eds.), Post-Fire Management and Restoration of Southern European Forests, Managing Forest Ecosystems 24, pp. 93-119. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Wahyu Catur Adinugroho dan Sri Utami. (2009). Mekanisme Terganggunya Proses Fotosintesis pada Berbagai Kondisi Vegetasi Pasca Kebakaran Hutan. Jurnal Mitra Hutan Tanaman 4(3): 101-110.

Windusari, Yuanita, Wisno Susetyo. (2011). Asosiasi Jenis pada Komunitas Vegetasi suksesi di Kawasan

Page 75: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

67

Savé, R.,Alegre, L., Pery, M and Terradas, J. (1993) Ecophysiology of after-fire resprouts of Arbutus unedo L. Orsis, 8: 107-119.

Soerianegara, I dan A, Indrawan. (1978). Ekologi Hutan Indonesia.Departemen Managemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor

Sykora, K.V., J. C. van der Bogert,, F. Berendse, (2004). Change in Soil and Vegetation During Dune Slack Succession (Elektronik version) . Journal Veget Science. 15(3): 209-218.

TDA Prescribed Burn School Manual (2002), Chapter 6 Fire Behavior, Fuels and Topography, v1.35.

Tejoyuwono Notohadiprawiro. (1986). Tanah Estuarin: watak, sifat, kelakuan dan kekhususannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tono Sumarsono. (2003). Dampak Penyiapan Lahan dengan Sistem Tebas Bakar Terhadap Struktur dan Komposisi Vegetasi pada Lahan Gambut Tipe Hemik Bekas Tebangan di Kabupaten Pelelawan, Provinsi Riau. Skripsi tidak dipiblikasikan. Fakultas kehutanan institut pertanian. Bogor.

Vallejo, V.R., Arianoutsou, M., and Moreira, F. (2012). Fire Ecology and Post-Fire Restoration Approaches in Southern European Forest Types. In F. Moreira et al. (Eds.), Post-Fire Management and Restoration of Southern European Forests, Managing Forest Ecosystems 24, pp. 93-119. Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Wahyu Catur Adinugroho dan Sri Utami. (2009). Mekanisme Terganggunya Proses Fotosintesis pada Berbagai Kondisi Vegetasi Pasca Kebakaran Hutan. Jurnal Mitra Hutan Tanaman 4(3): 101-110.

Windusari, Yuanita, Wisno Susetyo. (2011). Asosiasi Jenis pada Komunitas Vegetasi suksesi di Kawasan

Penggendapan PTFI Papua. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Biota 16(2): 242-252 .

World Bank (February 2016). The Cost of Fire: An Economic Analysis of Indonesia’s 2015 Fire Crisis. Indonesia Sustainable Landscapes Knowledge Note previously appeared in the Indonesia Economic Quarterly (IEQ), World Bank, Jakarta.

Yadi Setiadi. (2015). Reklamasi dan Reboisasi Lahan Pasca Tambang. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian , 27 November 2013, pp 63-88.

Yadi Setiadi. (2015). Reklamasi dan Reboisasi Lahan Pasca Tambang. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian, 27 November 2013, pp 63-88.

Yuanita Windusari, Robyanto H. Susanto, Zulkfli Dahlan, dan Wisno Susetyo. (2011). Asosiasi Jenis pada Komunitas Vegetasi suksesi di Kawasan Penggendapan Tailing Tanggul Ganda di Pertambangan PTFI Papua. Jurnal Biota 16(2): 242-251

Yuslim Fauziah, Wan Syafii, L.N. Firdaus, Zainun. (2018). Handout Pembelajaran IPA Biologi SMP Berbasis Riset Morfologi Akar Tumbuhan Lahan Gambut Pasca Kebakaran. J. Ind. Bio. Teachers 1 (1), 1-7.

Živanovic, S. (2014). Forest fires are a risk factor for plant species Acta Agriculturae Serbica XIX (37), 71-81.

Page 76: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

68

GLOSARI

Akar banir, disebut juga akar papan dimana akar yang muncul dipermukaan tanah dengan bentuk yang melebar seperti papan

Akar tunggang, akar primer atau akar besar sebagai bagian

utama yang ada di tengah, sekelilingnya ada kar-akar kecil.

Daun majemuk, dalam satu tangkai daun terdapat lebih dari

satu anak daun Daun tunggal, dalam satu tangkai daun hanya memiliki satu

helai anak daun Dominansi, tingkat penguasaan oleh suatu jenis tumbuhan pada

suatu komunitas berdasarkan tutupan tajuk atau luas penampang batang (Basal Area)

Ekosistem Gambut, Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur

Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitasnya.

Ekosistem gambut. tatanan unsur gambut yang mempunyai

karakteristik yang unik dan rapuh serta merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dalam kesatuan hidrologi gambut yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitasnya

Page 77: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

69

GLOSARI

Akar banir, disebut juga akar papan dimana akar yang muncul dipermukaan tanah dengan bentuk yang melebar seperti papan

Akar tunggang, akar primer atau akar besar sebagai bagian

utama yang ada di tengah, sekelilingnya ada kar-akar kecil.

Daun majemuk, dalam satu tangkai daun terdapat lebih dari

satu anak daun Daun tunggal, dalam satu tangkai daun hanya memiliki satu

helai anak daun Dominansi, tingkat penguasaan oleh suatu jenis tumbuhan pada

suatu komunitas berdasarkan tutupan tajuk atau luas penampang batang (Basal Area)

Ekosistem Gambut, Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur

Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitasnya.

Ekosistem gambut. tatanan unsur gambut yang mempunyai

karakteristik yang unik dan rapuh serta merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dalam kesatuan hidrologi gambut yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitasnya

Filotaksis, tata letak daun terhadap sumbu batang Fotosintesis, Pembuatan zat makanan pada tumbuhan dengan

bantuan klorofil dan cahaya matahari. Proses biokimia yang dilakukan tumbuhan untuk menghasilkan energi berupa makanan dengan memanfaatkan energi cahaya.

Frekwensi, nilai yang menunjukkan tingkat penyebaran suatu

jenis tumbuhan pada suatu komunitas. Dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah unit pengamatan (plot) yang ditempati oleh suatu jenis terhadap jumlah seluruh unit pengamatan

Fungsi Ekosistem Gambut, tatanan unsur Gambut yang

berfungsi melindungi ketersediaan air, kelestarian keanekaragaman hayati, penyimpan cadangan karbon penghasil oksigen, penyeimbang iklim yang terbagi menjadi fungsi lindung Ekosistem Gambut dan fungsi budidaya Ekosistem Gambut.

Gambut, Gambut adalah material organik yang terbentuk secara

alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidaksempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa.

Indeks Keanekaragaman, nilai atau indeks yang menunjukkan

tingkat keanekaragaman suatu komunitas. Merupakan penggabungan dari Indeks Kekayaan (Richness Index) dan Indeks Kemerataan (Equitability Index). Indeks Keanekaragaman (Shanon wiener Indeks) dihitung dengan rumus: (H’)= -ΣPi ln Pi, dimana Pi=ni/N. ni=Nilai Penting suatu jenis, N: jumlah Nilai Penting seluruh jenis

Kerapatan, nilai yang menunjukkan jumlah individu suatu jenis

tumbuhan per-satuan luas area

Page 78: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

70

Klorofil, adalah pigmen yang dimiliki oleh berbagai organisme

dan menjadi salah satu molekul berperan utama dalam fotosintesis. Klorofil memberi warna hijau pada daun tumbuhan.

Komposisi jenis, kumpulan jenis-jenis tumbuhan yang terdapat

pada suatu komunitas sebagai hasil pengamatan atau pencacahan di lapangan

Konduktansi Stomata, Kemampuan stomata untuk pertukaran

gas dan air Laju Transpirasi, Kecepatan (gerak) hilangnya air dalam bentuk

uap air dari jaringan tumbuhan melalui permukaan daun atau bagian lain dari tumbuhan. Dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahaya, suhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah.

Morfologi tumbuhan, kajian mengenai bentuk dan struktur luar

tumbuh-tumbuhan Muka Air Tanah di Lahan Gambut, kedalaman air tanah yang

diukur dari permukaan tanah gambut. Nilai Penting, nilai kepentingan ekologi suatu jenis tumbuhan

yang merupakan penjumlahan dari nilai parameter Frekwensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR); NP=FR+KR+DR

Pancang/sapling, permudaan pohon yang mempunyai diameter

batang 2,5-10cm dan ketinggian lebih dari 1,5m Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, aktivitas yang dilakukan

untuk mengembalikan sifat dan fungsi Ekosistem Gambut sesuai atau mendekati sifat dan fungsi semula melalui suksesi alami,restorasi hidrologis, rehabilitasi

Page 79: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

71

Klorofil, adalah pigmen yang dimiliki oleh berbagai organisme

dan menjadi salah satu molekul berperan utama dalam fotosintesis. Klorofil memberi warna hijau pada daun tumbuhan.

Komposisi jenis, kumpulan jenis-jenis tumbuhan yang terdapat

pada suatu komunitas sebagai hasil pengamatan atau pencacahan di lapangan

Konduktansi Stomata, Kemampuan stomata untuk pertukaran

gas dan air Laju Transpirasi, Kecepatan (gerak) hilangnya air dalam bentuk

uap air dari jaringan tumbuhan melalui permukaan daun atau bagian lain dari tumbuhan. Dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahaya, suhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah.

Morfologi tumbuhan, kajian mengenai bentuk dan struktur luar

tumbuh-tumbuhan Muka Air Tanah di Lahan Gambut, kedalaman air tanah yang

diukur dari permukaan tanah gambut. Nilai Penting, nilai kepentingan ekologi suatu jenis tumbuhan

yang merupakan penjumlahan dari nilai parameter Frekwensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR); NP=FR+KR+DR

Pancang/sapling, permudaan pohon yang mempunyai diameter

batang 2,5-10cm dan ketinggian lebih dari 1,5m Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, aktivitas yang dilakukan

untuk mengembalikan sifat dan fungsi Ekosistem Gambut sesuai atau mendekati sifat dan fungsi semula melalui suksesi alami,restorasi hidrologis, rehabilitasi

vegetasi, dan/atau cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Phillodium, tangkai daun yang melebar sehingga menyerupai

daun dan berfungsi sebagai daun Pohon, tumbuhan berkayu yang mempunyai diameter batang

lebih dari 10cm. Disebut Pohon Induk apabila mempunyai diameter batang lebih dari 35cm

Regerasi reproduktif, perbanyakan tumbuhan melalui biji Regerasi vegetatif, perbanyakan tumbuhan melalui organ akar

dan batang Rehabilitasi Vegetasi, upaya memulihkan dan meningkatkan

fungsi Ekosistem Gambut melalui penanaman vegetasi sehingga produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

Restorasi Hidrologis, upaya pemulihan tata air lahan Gambut

untuk menjadikan Ekosistem Gambut atau bagian-bagiannya menjadi basah dan berfungsi kembali sebagaimana semula.

Revegetasi, upaya pemulihan tutupan lahan pada Ekosistem

Gambut melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah dan memiliki nilai ekonomi pada fungsi budidaya.

Semai/anakan/seedling, anakan pohon yang mempunyai

diameter batang kurang dari 2,5cm dan ketinggian kurang dari 1,5m

Species, takson atau suatu unit taksonomi di bawah genus, yang

digunakan dalam pengelompokan organisme hidup

Page 80: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

72

Struktur vegetasi, parameter vegetasi yang ditunjukkan oleh

kenampakan vegetasi secara umum (fisiognomi), stratifikasi tajuk dan jenis-jenis yang mendominasi

Suksesi Alami, pemulihan tanpa adanya campur tangan

manusia. Suksesi sekunder, suksesi ekologi atau perubahan komunitas

tumbuhan yang ditandai dengan perubahan struktur dan komposisi jenis setelah mengalami gangguan sampai terbentuknya kembali komunitas yang stabil (klimaks)

Transpirasi, Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari

jaringan tumbuhan melalui permukaan daun atau bagian lain dari tumbuhan.

Tumbuhan bawah, tumbuhan atau vegetasi yang tumbuh di

lantai hutan atau di bawah naungan pohon, merupakan tumbuhan penutup tanah (ground cover)

Tunas, kuncup yang mulai tumbuh membesar dan memanjang

yang terdapat pada ujung batang atau di ketiak daun. Tutupan tajuk, proyeksi vertikal dari tajuk tumbuhan terhadap

permukaan tanah, atau jumlah luas area pemukaan tanah yang tertutup oleh tajuk tumbuhan

Vegetasi, kumpulan atau masyarakat tumbuhan yang terdapat

pada suatu kawasan sebagai hasil dari interaksi dengan seluruh faktor lingkungannya

Page 81: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

73

Struktur vegetasi, parameter vegetasi yang ditunjukkan oleh

kenampakan vegetasi secara umum (fisiognomi), stratifikasi tajuk dan jenis-jenis yang mendominasi

Suksesi Alami, pemulihan tanpa adanya campur tangan

manusia. Suksesi sekunder, suksesi ekologi atau perubahan komunitas

tumbuhan yang ditandai dengan perubahan struktur dan komposisi jenis setelah mengalami gangguan sampai terbentuknya kembali komunitas yang stabil (klimaks)

Transpirasi, Proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari

jaringan tumbuhan melalui permukaan daun atau bagian lain dari tumbuhan.

Tumbuhan bawah, tumbuhan atau vegetasi yang tumbuh di

lantai hutan atau di bawah naungan pohon, merupakan tumbuhan penutup tanah (ground cover)

Tunas, kuncup yang mulai tumbuh membesar dan memanjang

yang terdapat pada ujung batang atau di ketiak daun. Tutupan tajuk, proyeksi vertikal dari tajuk tumbuhan terhadap

permukaan tanah, atau jumlah luas area pemukaan tanah yang tertutup oleh tajuk tumbuhan

Vegetasi, kumpulan atau masyarakat tumbuhan yang terdapat

pada suatu kawasan sebagai hasil dari interaksi dengan seluruh faktor lingkungannya

INDEKS

A Asosiasi Vegetasi, 7, 35

C Carex phacota Spreng, 21, 27, 39 Cratoxylon arborescens Bl, 45, 47,

49, 51, 70 Cyclosorus sp, 21, 23, 24

D Dicranopteris linearis, 21, 23, 25

E ekologi, 6, 16, 17, 19, 56, 79, 80

F Fibrik, 13 fibrous/sedge peat, 12 fisiognomi vegetasi, 24 Fisiologi tumbuhan, 17

G gambut tropika, 10 Gleichenia linearis, 21, 23, 25, 34

H Hemik, 13, 75

I Imperata cylindrica, 21 Invaders, 43

K Kabupaten Kampar, 4, 14, 15, 16,

22, 25, 26, 27, 28, 29, 34, 37, 57, 59, 62

Kandungan Klorofil, 7, 57 Kapasitas Tukar Kation, 14 Kebakaran lahan, 11, 57, 59, 62 Kebakaran Lahan, 4, 7, 10 klorofil, 6, 17, 58, 59, 60, 61, 77 Komposisi Jenis, 7, 23, 29

L lahan gambut, 6, 10, 11, 13, 14, 15,

16, 21, 29, 32, 33, 34, 37, 38, 44, 46, 49, 50, 52, 57, 58, 59, 60, 62, 68

Laju Fotosintesis, 7, 17, 56, 57 Laju Transpirasi, 7, 61, 62, 79

Page 82: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

74

M Macaranga spp, 21 Melastoma malabathricum, 21, 23,

24, 34, 38, 39 Mimosa pigra, 21 Morfologi Akar, 7, 44, 76 Morfologi Batang, 7, 47 morfologis kulit, 49

N negative association, 35 Nilai Penting, 22, 26, 78, 79

P pasca kebakaran, 6, 11, 14, 15, 16,

20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 37, 39, 42, 44, 47, 49, 50, 52, 55, 57, 58, 60, 61, 64, 67

peatland, 12, 68 Pola Distribusi, 7, 32, 34 positive association, 35 Provinsi Riau, 4, 6, 10, 14, 15, 16,

22, 25, 26, 27, 29, 34, 37, 57, 59, 75

R Regenerasi vegetasi, 7, 28 Resisters, 42 Rimba Panjang, 4, 5, 14, 15, 21,

27, 29, 50, 52, 57, 60, 61

S sapling, 6, 15, 16, 17, 28, 29, 30,

52, 59, 79 Saprik, 13 sedimentairy/sedge peat, 12 Seeders, 43 seedling, 6, 15, 16, 28, 29, 30, 45,

80 Sprouters, 43 Stenochlaena palustris, 21, 23, 24,

34, 38, 39 Stenochlaena palustris),, 21 strategi adaptasi, 64 Struktur Vegetasi, 7, 23, 24, 73

U understory, 15, 22, 71

W woody peat, 12, 15

Page 83: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

75

M Macaranga spp, 21 Melastoma malabathricum, 21, 23,

24, 34, 38, 39 Mimosa pigra, 21 Morfologi Akar, 7, 44, 76 Morfologi Batang, 7, 47 morfologis kulit, 49

N negative association, 35 Nilai Penting, 22, 26, 78, 79

P pasca kebakaran, 6, 11, 14, 15, 16,

20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 37, 39, 42, 44, 47, 49, 50, 52, 55, 57, 58, 60, 61, 64, 67

peatland, 12, 68 Pola Distribusi, 7, 32, 34 positive association, 35 Provinsi Riau, 4, 6, 10, 14, 15, 16,

22, 25, 26, 27, 29, 34, 37, 57, 59, 75

R Regenerasi vegetasi, 7, 28 Resisters, 42 Rimba Panjang, 4, 5, 14, 15, 21,

27, 29, 50, 52, 57, 60, 61

S sapling, 6, 15, 16, 17, 28, 29, 30,

52, 59, 79 Saprik, 13 sedimentairy/sedge peat, 12 Seeders, 43 seedling, 6, 15, 16, 28, 29, 30, 45,

80 Sprouters, 43 Stenochlaena palustris, 21, 23, 24,

34, 38, 39 Stenochlaena palustris),, 21 strategi adaptasi, 64 Struktur Vegetasi, 7, 23, 24, 73

U understory, 15, 22, 71

W woody peat, 12, 15

TENTANG PENULIS

Firdaus L.N adalah Guru Besar (1 April 2007) dalam bidang Ekofisiologi Tumbuhan di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Ia menyelesaikan Sarjana Pendidikan Biologi dari Universitas Riau pada tahun 1988 (Cum Laude), Magister Ekofisiologi Tumbuhan dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1995, dan Ph.D dalam Ekofisiologi Tumbuhan dari Ecole Nationale Superieure Agronomique de Montpellier, Perancis tahun 2001. Selain mendalami Ekofisilogi Tumbuhan, Local Wisdom of Indigenous Knowledge juga menjadi minat penelitiannya, Kontak: [email protected] Sri Wulandari adalah Lektor Kepala dalam bidang Fisiologi Tumbuhan di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA jurusan Biologi IKIP Negeri Yogyakarta tahun 1990. Magister Sains Magister bidang Fisiologi Tumbuhan diraihnya pada tahun 1996 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada tahun 2017 beliau menyelesaikan Program Doktor (S3) dalam bidang Ilmu Lingkungan dari Universitas Riau. Minat penelitiannya tentang Pendidikan Biologi, Fisiologi Tumbuan, dan Ilmu Pengetahuan Lingkungan. Kontak: [email protected]

Page 84: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

76

Wan Syafii adalah Lektor Kepala dalam bidang Struktur dan Perkembangan Tumbuhan di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Meraih gelar Sarjana Pendidikan Biologi (Drs.) pada tahun 1988, kemudian mengikuti Pra-S2 di Jurusan Biologi ITB Bandung pada tahun 1989. Gelar Magister Sains diperolehnya pada tahun 1993 dalam bidang keahlian Biologi Struktur dan Perkembangan Tumbuhan di Jurusan Biologi ITB. Doktor Falsafah (Ph.D) dalam bidang Pendidikan Sains diperolehnya dari Universiti Kebangsaan Malaysia tahun 2014. Selain Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, minat penelitiannya kini lebih difokuskan dalam bidang Pendidikan Sains. Pernah aktif sebagai peneliti lingkungan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian Universitas Riau. Kontak: [email protected] Nusal adalah Lektor Kepala dalam bidang Ekologi Tumbuhan di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Meraih gelar Sarjana Pendidikan Biologi (Drs.) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau pada tahun 1990. Magister dalam Bidang Ekologi Tumbuhan diraihnya dari ITB tahun 1998. Selain Ekologi Tumbuhan yang menjadi domain keilmuannya, beliau juga menaruh minat dalam kajian Dendrologi dan Analisis Mengenai Damppak Lingkungan (AMDAL). Mengkuti Penataran Dosen MIPA LPTK Program-B Bidang Ekologi Tumbuhan di Fakultas Biologi-Universitas Gadjah Mada-

Yogyakarta 21 September-12 Desember 1992, Penataran Dosen MIPA LPTK Program-C Bidang Genetika dan Morfologi Tumbuhan di Jurusan Biologi-FMIPA Institut Teknologi Bandung September-Desember 1993, dan Pendidikan dan Latihan Penyusun Dokumen AMDAL yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian Universitas Riau 15 Desember 2008 s/d 16 Januari 2009. Pernah aktif sebagai peneliti lingkungan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian Universitas Riau. Kontak: [email protected]

Page 85: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

77

Wan Syafii adalah Lektor Kepala dalam bidang Struktur dan Perkembangan Tumbuhan di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Meraih gelar Sarjana Pendidikan Biologi (Drs.) pada tahun 1988, kemudian mengikuti Pra-S2 di Jurusan Biologi ITB Bandung pada tahun 1989. Gelar Magister Sains diperolehnya pada tahun 1993 dalam bidang keahlian Biologi Struktur dan Perkembangan Tumbuhan di Jurusan Biologi ITB. Doktor Falsafah (Ph.D) dalam bidang Pendidikan Sains diperolehnya dari Universiti Kebangsaan Malaysia tahun 2014. Selain Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, minat penelitiannya kini lebih difokuskan dalam bidang Pendidikan Sains. Pernah aktif sebagai peneliti lingkungan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian Universitas Riau. Kontak: [email protected] Nusal adalah Lektor Kepala dalam bidang Ekologi Tumbuhan di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Meraih gelar Sarjana Pendidikan Biologi (Drs.) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau pada tahun 1990. Magister dalam Bidang Ekologi Tumbuhan diraihnya dari ITB tahun 1998. Selain Ekologi Tumbuhan yang menjadi domain keilmuannya, beliau juga menaruh minat dalam kajian Dendrologi dan Analisis Mengenai Damppak Lingkungan (AMDAL). Mengkuti Penataran Dosen MIPA LPTK Program-B Bidang Ekologi Tumbuhan di Fakultas Biologi-Universitas Gadjah Mada-

Yogyakarta 21 September-12 Desember 1992, Penataran Dosen MIPA LPTK Program-C Bidang Genetika dan Morfologi Tumbuhan di Jurusan Biologi-FMIPA Institut Teknologi Bandung September-Desember 1993, dan Pendidikan dan Latihan Penyusun Dokumen AMDAL yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian Universitas Riau 15 Desember 2008 s/d 16 Januari 2009. Pernah aktif sebagai peneliti lingkungan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian Universitas Riau. Kontak: [email protected]

Page 86: Ekofisiologi Tumbuhan Pasca Kebakaran - unri.ac.idmpb.fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/... · 2020. 6. 16. · 1.3 Gambaran Umum Wilayah Studi ... 2.3 Regenerasi vegetasi

Ekofisiologi TumbuhanPasca Kebakaran

78

Resume untuk cover belakang

ebakaran lahan yang terjadi tahun 2015 merupakan pengalaman terburuk dalam sejarah kebakaran hutan dan lahan sejak 18 tahun terakhir. Tercatat seluas 2,6 juta

hektar hutan dan lahan terbakar sepanjang Juni hingga November 2015 yang memicu kabut asap pekat sehingga menimbulkan masalah nasional. Kerurugian ekonomi akibat kebakaran ini ditaksir mencapai Rp 221 triliun. Luas hutan Riau yang terbakar dalam kurun waktu tersebut mencapai 139 Ribu Hektar.Lebih dari 50 persen peristiwa kebakaran di Riau terjadi pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Oleh sebab itu, restorasi ekosistem lahan gambut pasca kebakaran merupakan salah satu tindakan krusial dalam upaya pengembalian fungsi lahan. Namun efektivitas keberhasilan kegiatan restorasi harus mempertimbangkan sejumlah faktor, diantaranya faktor ekofisiologis tumbuhan di lingkungan yang menjadi sasaran program restorasi. Pengetahuan tersebut dapat membantu pengembangan dan implementasi strategi restorasi yang efektif yang mengenali peran kualitas habitat pada kinerja organisme Kebakaran merpakan faktor kritis yang dapat merusak ekosistem dan menimbulkan dampak ekologis utama pada komposisi spesies dan struktur vegetasi, serta pada tanah, air dan astmosfer. Untuk mengurangi risiko kegagalan praktik restorasi, maka karakteristik ekologis, morfologis dan fisiologis tumbuhan harus dikenali dengan baik.. Buku ini memaparkan hasil kajian lapangan tentang karakteristik morfo-ekofisiologis tumbahan pasca kebakaran di lahan gambut di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

K