“egaliter atau hierarki”: pengaruh paparan uang banyak
TRANSCRIPT
“Egaliter atau Hierarki”: Pengaruh Paparan Uang Banyak Terhadap Social
Dominance Orientation
Hapsari Kusumaningdyah, Erita Narhetali
Psikologi, Universitas Indonesia
Psikologi, Universitas Indonesia
Email:[email protected]
Abstrak
Penelitian ini adalah sebuah eksperimen tekait pengaruh paparan uang terhadap derajat Social
Dominance Orientation (SDO) yang menggunakan teknik supraliminal priming. Merujuk dari
penelitian Caruso, dkk (2013) yang menemukan bahwa paparan terhadap gagasan uang akan
meningkatkan derajat SDO seseorang. Penelitian ini menguji apakah pengaruh paparan terhadap
gagasan uang banyak akan tetap mengingkatkan derajat SDO. Penelitian ini menemukan bahwa
pengaruh paparan uang banyak akan tetap meningkatkan derajat SDO, yang diukur melalui skala
SSDO (Pratto, dkk, 2013). Dalam hal ini partisipan yang terpapar oleh gagasan uang banyak
dilaporkan memiliki SDO yang lebih tinggi dengan p<0,01 dan d=1.
Kata kunci: paparan uang, priming, SDO
“Egalitarian or Hierarchy”: Mere Exposure Abundance of Money Towards Social
Dominance Orientation
Abstract
This study was an experiment concerned about mere exposure of money towards Social Dominance
Orientation (SDO) which is facilitated by supraliminal priming technique. According to Caruso, et al (2013) mere
exposure to the idea of money will increase SDO‟s level. This study examined whether mere exposure to the idea of
abundance money still influence the enhancement of SDO level. This study found that, mere exposure to abundance
money still increasing the SDO level, which is measured by SSDO scale (Pratto, et al, 2013). This findings also
confirmed that participants which is exposed to the idea of abundance money reported to have higher SDO, with
p<0,01 and d=1.
Key Words : mere exposure of money, priming, SDO
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Latar Belakang
“Kami tetap menolak penggusuran yang dilakukan tanpa berunding terlebih dahulu”
Kalimat ini dilontarkan oleh Eko, salah satu demonstran yang menolak rencana
penggusuran pedagang oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) pada tanggal 3 Januari 2013. Eko
tidak sendirian, terdapat ratusan mahasiswa dan para pedagang yang juga berunjuk rasa di
stasiun Pondok Cina menyusul kebijakan PT. KAI yang menggusur pedagang secara bertahap di
sejumlah stasiun sepanjang jalur lingkar Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi).
(Virdhani, 2013; Tirta, 2013).
Peristiwa ini, sontak menjadi sorotan media massa dan menimbulkan beragam tanggapan
pro kontra dari masyarakat. Tertarik dengan tanggapan yang beredar dikalangan mahasiswa,
penulis melakukan survei opini pada bulan Januari 2013 untuk mengetahui tanggapan mahasiswa
mengenai kebijakan ini. Berdasarkan survey terhadap 179 orang mahasiswa UI, kebijakan
penggusuran pedagang dipersepsi tidak menjunjung nilai kesetaraan sosial karena kurangnya
dialog antara pihak terkait. Sehingga sebanyak 94% partisipan menyatakan bahwa perlu adanya
dialog yang melibatkan seluruh pihak terkait sebelum melakukan penggusuran pedagang.
Menurut Sidanius dan Pratto (1999) tanggapan masyarakat terkait kebijakan publik yang
memiliki relasi terhadap ketidaksetaraan sosial berhubungan dengan SDO (social dominance
orientation). Konsep social dominance orientation menggambarkan bagaimana ketidaksetaraan
secara sosial muncul dan dipertahankan, salah satunya melalui respon terhadap kebijakan yang
mendukung atau tidak mendukung kesetaraan sosial.
Salah satu nilai penting dalam konsep SDO adalah penempatan nilai kesetaraan di
dalamnya, yang mana ketiadaan nilai kesetaraan merujuk pada keinginan untuk mempertahankan
hierarki dalam sebuah struktur sosial (Sidanius & Pratto,1999). Konsep SDO menyatakan bahwa
penggolongan hierarki berdasarkan kelompok tidak hanya diproduksi oleh individu perorangan,
namun juga oleh aturan, prosedur, dan kebijakan dari sebuah institusi sosial (Sidanius &
Pratto,1999). Misalnya dalam hal ini adalah kebijakan penggusuran yang tidak melibatkan
dialektika antar kedua pihak terkait sehingga terdapat alokasi posisi tawar yang tidak imbang,
dimana menurut Sidanius dan Pratto (1999) hal ini dinyatakan sebagai disproportionate
allocation of social value.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Teori SDO menyatakan bahwa orang dengan orientasi social dominance yang lebih
tinggi cenderung mempertahankan ideologi dan kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya
hierarki. Sementara orang dengan orientasi social dominance yang lebih rendah cenderung
memilih ideologi maupun prinsip-prinsip yang tidak terlalu menekankan kepada struktur maupun
hierarki (Sidanius & Pratto, 1999). Kecenderungan ini muncul dalam berbagai perilaku,
termasuk respon akan kebijakan publik.
Pada tahun (2013) Caruso, Vohs, Baxter, & Waytz mempublikasikan studi eksperimen
tentang sistem sosial yang mendukung ketidaksetaraan. Salah satu studi yang cukup menarik dari
eksperimen Caruso, dkk (2013) adalah bahwa paparan gagasan uang meningkatkan SDO (social
dominance orientation) seseorang. Rational dari kedua variabel ini adalah bahwa uang dan SDO
saling terkait dengan adanya relasi kekuasaan. SDO lekat dengan relasi kekuasaan karena asumsi
dasar dari teori ini berkutat pada persoalan dominasi dan hierarki, yang mana hierarki berfungsi
sebagai sebuah sistem relasi kekuasaan dalam struktur sosial (Forsyth, 2010). Sementara sistem
sosial masyarakat adalah subjek penyeimbang dari penguat hierarki (hierarchy enhancing) atau
kesetaraan sosial (hierarchy attenuating) (Sidanius & Pratto,1999).
Selanjutnya uang juga dapat dikatakan lekat dengan relasi kekuasaan, karena individu
yang memiliki uang tidak memiliki ketergantungan pada orang lain untuk mencapai apa yang
mereka inginkan (Furnham & Argyle, 2000) dengan demikian gagasan tentang uang dapat
berhubungan dengan perasaan kuat dan berkuasa, self efficacy, dan kepercayaan diri (Boucher &
Kofos, 2012).
Tidak hanya kepemilikan uang yang lekat dengan kekuasaan, Zhou, Vohs, dan Baumister
(2009) menyatakan bahwa, bahkan sekedar gagasan atau perasaan terkait uang dapat
menghasilkan perasaan memiliki kekuatan atau keberhasilan. Salah satu studi ekperimen terkait
aktivasi gagasan uang dari Vohs, Mead, dan Goode (2006) juga menyatakan bahwa gagasan
uang akan mengarahkan seorang individu untuk berperilaku self sufficient, dimana partisipan
yang teraktivasi oleh gagasan uang akan lebih mandiri, tidak tergantung, dan lebih sedikit
meminta tolong maupun memberi pertolongan dalam tugas yang diberikan oleh eksperimenter.
Kembali pada studi Caruso, dkk (2013), penulis berasumsi bahwa perbedaan respon pada
kebijakan publik dipengaruhi salah satunya oleh paparan uang yang berbeda. Misalnya respon
menolak kebijakan penggusuran terjadi pada mahasiswa yang mayoritas belum berpenghasilan
atau bekerja (kondisi yang lebih sedikit terpapar uang). Situasi paparan terkait konsep uang
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
inilah yang berdampak kepada derajat SDO seseorang (Caruso, dkk, 2013) yang nampak dalam
respon terhadap kebijakan publik.
Situasi paparan terhadap gagasan uang selanjutnya dikondisikan dalam penelitian
Caruso, dkk (2013). Dalam studinya terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (yang
terpapar gagasan uang) dan kelompok kontrol (yang tidak terpapar gagasan uang). Kelompok
eksperimen ditemukan memiliki derajat SDO yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
kelompok kontrol. Hasil studi ini menarik untuk diadaptasi di Indonesia dengan latar belakang
fenomena perbedaan respon akan kebijakan publik, seperti peristiwa penggusuran pedagang
yang telah dipaparkan sebelumnya.
Untuk itu, penulis merujuk pada studi Caruso,dkk (2013) terkait kedua konstruk, yaitu
pengaruh paparan uang terhadap SDO. Seperti penelitian Caruso, dkk (2013), penelitian ini
berusaha menguji apakah paparan terhadap gagasan uang akan meningkatkan SDO seseorang.
Salah satu hal yang berbeda dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana paparan gagasan
uang dalam jumlah banyak (selanjutnya akan dinarasikan dengan “uang banyak”) akan
mempengaruhi tinggi rendahnya SDO seseorang. Karena menurut studi Gino dan Pierce (2009)
paparan terhadap gagasan uang banyak akan merubah perilaku seseorang, yang mengarahkan
pada perilaku curang dan tidak etis demi kepentingan pribadi
Penulis tertarik untuk mengetahui apakah paparan gagasan uang banyak akan tetap
meningkatkan derajat SDO seseorang. Lebih lanjut Gino dan Pierce (2009) menyatakan bahwa
paparan uang banyak dalam sebuah lingkungan akan mengarahkan kepada persepsi
ketidaksetaraan dan ketidakadilan, dimana adanya nilai ketidaksetaraan dan keadilan juga sejalan
dengan konsep SDO.
Berangkat dari kedua studi yakni Caruso, dkk (2013) dan Gino dan Pierce (2009) penulis
ingin mengetahui dampak apa saja yang dapat ditimbulkan gagasan uang banyak bagi perilaku
atau sikap individu. Dampak ini tidak hanya dapat terjadi karena adanya stimulus yang jelas,
namun juga stimulus-stimulus samar tentang uang yang mengarahkan manusia kepada
kecenderungan sikap tertentu (Vohs, Mead, & Goode, 2006) seperti SDO. Untuk itu, penelitian
lanjutan dengan topik pengaruh paparan uang banyak terhadap SDO dilakukan dengan
mengambil konteks sosial ekonomi di Indonesia.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Tinjauan Teoritis
Social Dominance Orientation (SDO)
Konsep Social Dominance Orientation (SDO) bernaung dari studi-studi tentang
prasangka dan diskriminasi dalam hubungan sosial antar kelompok. Konsep ini membahas
bagaimana di dalam masyarakat suatu kelompok memiliki dominasi diatas kelompok yang lain.
Sebagai sebuah kecenderungan pada individu (Pratto, Sidanius, Stallworth, & Malle, 1994),
individu dengan orientasi social dominance yang lebih tinggi akan cenderung mempertahankan
ideologi dan kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya hierarki (Sidanius & Pratto, 1999),
seringkali meremehkan dan mendiskriminasi anggota kelompok out group, memiliki sikap
negatif tentang kelompok-kelompok dengan paradigma hierarchy attenuating, serta mendukung
kebijakan yang mempertahankan keuntungan bagi kelompok ingroup (Strube & Rahimi, 2006).
Berdasarkan pemaparan sebelumnya dapat diartikan bahwa SDO merupakan cara
pandang yang mengklaim bahwa terdapat kecenderungan umum untuk mendukung atau
menjustifikasi tatanan sosial yang ada dalam hubungan sosial secara hierarkis (Fowers &
Fowers, 2010). Social dominance orientation juga dapat diartikan sebagai derajat dimana
individu menginginkan dan mendukung adanya penggolongan kelompok berbasis hierarki dan
dominasi terhadap kelompok inferior oleh kelompok superior yang berkaitan dengan adanya gap
atau perbedaan yang sangat menonjol antar kelompok dalam konteks sosial secara umum
(Sidanius & Pratto, 1999). ).
Salah satu nilai penting dalam konsep SDO adalah penempatan nilai kesetaraan
didalamnya, yang dapat diterapkan pada individu maupun relasi antar kelompok (Maio, Han,
Frost, & Cheung, 2009). Tidak adanya nilai kesetaran mengindikasikan pada keinginan untuk
mempertahankan hierarki maupun kesenjangan sosial (Sidanius & Pratto,1999), dimana anggota
kelompok yang dominan (memiliki status tinggi) ditunjukan sebagai individu yang mendukung
kesenjangan sosial (Morrison, Fast, & Ybarra, 2009).
Gagasan Uang
Uang merupakan dasar utama dari perilaku ekonomi dan banyak dari kegiatan manusia
(Furnham & Argyle, 2000) karenanya uang dapat merepresentasikan banyak hal. Uang tidak
hanya dapat menjadi sebuah simbol kekayaan (Dursuvala &Lysonski, 2010) maupun indikator
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
kelas sosial (Furnham & Argyle, 2000), namun juga alat bagi evaluasi waktu (Pfeffer & Devoe,
2009), memfasilitasi pengaruh sosial (Liu, Smeesters, & Vohs, 2012), popularitas sosial
(Zhou,Vohs, & Baumister, 2009) bahkan memprediksi moralitas (Gino & Perce, 2009)
Karena uang telah memasuki berbagai dimensi dalam perilaku manusia, dalam berbagai
bentuk uang dapat dikenali sebagai motivator pembentuk perilaku yang sama halnya dengan
makanan ataupun seks (Lea & Webley, 2006). Menurut Lea dan Webley (2006) ide uang secara
metaporis dapat dapat diklasifikasikan kedalam dua teori fungsi yaitu tool theory dan drug
theory. Tool theory menyatakan uang memiliki fungsi alat untuk mencapai tujuan, sementara
drug theory memiliki analogi metapor bahwa uang dapat berlaku layaknya drug yang dapat
memberikan keuntungan secara psikoolgis namun juga dapat memberikan efek adiksi.
Pandangan klise menyatakan bahwa ide atau gagasan tentang uang selalu diasosiasikan
dengan hal negatif seperti memunculkan perilaku anti sosial (Yang, Wu, Zhou, Vohs, Mead, &
Baumister, 2013). Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa perilaku selfish dan perilaku
anti sosial meningkat akibat adanya paparan terhadap gagasan “uang dalam jumlah banyak”
(Yang, dkk, 2013). Contohnya studi Gino dan Pierce (2009) menemukan bahwa individu
cenderung melakukan perbuatan curang atau tidak etis setelah terpapar dengan jumlah uang yang
lebih banyak, yakni $7000 bila dibandingkan dengan individu yang hanya terpapar dengan
konsep uang sedikit $24.
Untuk itu dampak tentang uang masih memerlukan banyak penelitian terkait
pengaruhnya terhadap sikap, perilaku, kognisi, dan emosi manusia. Pemahaman sikap manusia
terhadap uang penting dilakukan karena dapat memberitahukan hal-hal apa saja yang dapat
membentuk perilaku manusia (Dursuvala & Lysonski, 2010). Dalam penelitian kali ini penulis
akan memfokuskan terhadap pengaruh paparan uang banyak terhadap perilaku seseorang.
Priming
Priming merujuk pada teraktivasinya suatu informasi atau konsep di dalam otak. Aktivasi
ini mampu mempengaruhi individu baik dalam hal persepsi, evaluasi, dan bahkan motivasi serta
perilaku sosial. Walaupun berpengaruh, aktivasi ini hanya bersifat sementara dalam waktu yang
singkat, sehingga efek dari priming ini tidak akan bertahan lama atau menetap (Bargh &
Chatrand, 2000). Priming terbukti dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap respon perilaku
sosial yang menjadi tujuan (Smeester, Yzerbyt, Corneille,& Warlop, 2009).
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Salah satu contoh studi mengenai priming adalah studi Gardner, Garbriel dan Lee (1999)
yang mem- priming partisipan Cina dengan banyak kata ganti subjek pertama tunggal seperti
(“saya”), menyebabkan partisipan untuk lebih mendukung nilai-nilai Barat daripada nilai-nilai
Asia (seperti, individualisme daripada kolektivisme). Ini menunjukkan manipulasi priming
sederhana seperti ini sudah cukup untuk mengubah (secara sementara) nilai-nilai budaya dan
orientasi pada partisipan Cina dan Amerika (Bargh, 2006).
Studi yang dilakukan oleh Gardner, dkk (1999) merupakan contoh bagaimana priming
dilakukan dengan stimulus yang berupa kata-kata atau yang berkaitan dengan semantic. Dalam
hal ini priming mengaktifkan konsep dalam pikiran orang-orang yang di-priming (Schröder
&Thagard, 2013), proses aktivasi ini dapat terjadi karena pada dasarnya kognisi manusia bekerja
melalui representasi mental. Representasi mental dapat terbentuk dari prinsip spreading
activation sehingga harus ada beberapa cara agar stimulus yang diterima tetap aktif dalam
kognisi seseorang dan menjadi terkait dengan konsep yang lain, hingga membangun representasi
yang kompleks (katakanlah, dari konsep “pohon”, yang dapat berkaitan dengan “batang”,
“cabang”, dan “daun”) (Bargh 2006). Menurut pandangan ini efek dari priming terjadi karena
pengaruh spreading activation, dimana mem-priming sebuah steriotipe akan mengaktivkan trait
yang termasuk dalam steriotipe tersebut, sehingga representasi dari trait tersebut akan
mengaktifkan resprensentasi perilaku terkait (Schröder &Thagard, 2013).
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan priming yang berhubungan dengan
aktivasi semantik. Bargh dan Chatrand (2000) mengklasifikasikan priming ini sebagai
supraliminal priming. Dalam supraliminal priming atau conscious priming, indvidu
sepenuhnya sadar stimulus priming itu sendiri, namun tidak menyadari terdapat pola yang
tersembunyi yang terdapat dalam stimulus priming (Bargh & Chatrand, 2000).
Salah satu teknik yang sering digunakan dalam supraliminal priming adalah “Scramble
Sentence Task”. Teknik ini meminta partisipan untuk mengerjakan sejumlah tugas yang
mengukur kemampuan berbahasa. Selanjutnya partisipan diinstruksikan untuk membuat sebuah
kalimat yang koheren dari kata-kata yang diacak. Saat mengerjakan tugas tersebut partisipan
terpapar sejumlah kata yang memiliki afiliasi dengan konsep yang ingin di-priming-kan oleh
eksperimenter (Bargh & Chatrand, 2000). Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan konsep
uang banyak sebagai stimulus yang di-primingkan.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Dinamika Paparan Uang Banyak dan SDO
Seiring perkembangannya, studi-studi tentang uang mulai memeriksa potensi perubahan
kognitif, motivasi, emosi, dan perilaku yang dihasilkan dari aktivasi gagasan uang dalam pikiran
seseorang (Vohs, Mead, & Goode, 2006). Terdapat banyak studi yang meneliti variabel yang di
pengaruhi oleh aktivasi gagasan uang, seperti self sufficiency (Vohs, Mead, & Goode, 2008),
kecenderungan meluangkan waktu menjadi sukarelawan (Pfeffer & Devoe, 2008), penerimaan
dan penolakan sosial (Zhou, Vohs, & Baumister, 2009) framing keputusan bisnis dan juga
perilaku tidak etis (Kauchaki, Crowe, Brief, & Sousa, 2013)
Selanjutnya Caruso, Vohs, Baxter & Waytx (2013), menemukan bahwa stimulus samar
terkait gagasan uang akan meningkatkan derajat SDO seseorang, yang mengarahkan seseorang
kepada dukungan sistem ekonomi kapitalisme. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hanya dengan mengaktifkan gagasan uang melalui priming dapat menjadi mekanisme yang
memungkinkan dalam mempengaruhi sikap dan preferensi seseorang (Pfeffer & Devoe, 2008).
Berangkat dari studi-studi sebelumnya, dalam penelitian ini berusaha mengaitkan pengaruh
paparan uang banyak terhadap SDO melalui rational bahwa , gagasan uang akan memunculkan
aspek kekuasan dan kekuatan sementara itu SDO yang berkutat pada aspek hierarki dan
dominasi juga berasosiasi dengan kekuasaan. Dalam penelitian ini penulis berasumsi bahwa
paparan uang banyak akan meningkatkan SDO.
Metode Penelitian
Studi Pilot
Studi pilot digunakan untuk merancang stimulus descramble task yang bertujuan
sebagai sarana untuk mempriming gagasan uang banyak. Dalam pilot studi 73 partisipan yang
terbagi kedalam dua kelompok mengerjakan soal descramble task. Untuk stimulus netral,
Descramble Task terdiri dari 55 soal soal menyusun kata yang tidak berkaitan dengan konsep
uang. Melalui proses pooling akan didapatkan 30 soal. Untuk stimulus uang , descramble task
berupa 40 soal menyusun kata yang berkaitan dengan konsep uang. Melalui proses pooling akan
diambil 15 soal dengan kriteria merupakan kalimat yang tidak mengandung unsur moral dan
benar-benar merujuk kepada kalimat yang mengandung arti uang banyak.
Dalam studi pilot juga dievaluasi apakah pemberian paparan gagasan uang akan
mengaktivasi konsep uang pada partisipan. Evaluasi ini dilakukan dengan pemberian soal money
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
accessibility, yang merupakan teknik manipulation check untuk mengetahui apakah konsep-
konsep terkait uang lebih mudah diakses pada partisipan yang terpapar dengan stimulus uang
(Vohs, dkk, 2006; Boucher & Kofos, 2012). Money accessibility berupa tugas melengkapi kata
rumpang yang diantaran dapat dibentuk menjadi kata yang memiliki afiliasi dengan uang. Hasil
studi pilot ini menemukan perbedaan mean money accesibilty pada kedua kelompok. Dalam
kelompok yang diberikan stimulus terkait konsep uang (M= 15,658), sementara dalam dalam
kelompok yang diberikan stimulus netral (M= 9,257). Hasil uji statistik t (71) = 6,732, p< 0,01.
Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa sosial humaniora. Selanjutnya dipilih
sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling dari mahasiswa sosial humaniora
Universitas Indonesia. Diperoleh sampel (N=106) 53 partisipan laki-laki dan 53 partisipan
perempuan berusia antara 18-22 tahun.
Pengukuran
Social dominance orientation dapat dilihat dari skor total pada alat ukur yang digunakan
yakni alat ukur SSDO (Short Social Dominance Orientation) yang disususun oleh Pratto,
Cidam, Stewart, Zeineddine, dan Aranda, dkk (2013) sebagai hasil pengembangan dari alat
ukur SDO 6 yang telah lebih dahulu dikembangkan sebelumnya di tahun 1994.
Item dalam SSDO ini berasal dari pooling 92 item baru dan item lama SDO 6 dan yang
disusun dalam studi pilot (Pratto, dkk, 2013) yang menghasilkan empat buah item. Singkatnya
item yang dihasilkan ini lebih efisien dalam bagi partisipan, peneliti, dan alat pengukuran yang
singkat seperti ini telah umum digunakan saat ini (Rammstedt & John, 2007).
Alat ukur SSDO ini telah diteliti secara lintas budaya pada 20 negara dan telah
diterjemahkan dalam 15 bahasa yang berbeda, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Mean
korelasi antar item berkisar antara 0,18 hingga 0,53, dengan nilai antara 0,20- 0,29 yang paling
banyak muncul. Skala ini memiliki reliabilitas yang cukup baik dengan rata-rata α 0,65
(tingkat keyakinan 95 %, nilai berkisar antara 0,62-0,67) (Pratto, dkk, 2013).
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Prosedur
88 partisipan (44 KE, 44 KK) mengisi kuesioner SSDO setelah mengerjakan tugas
descramble task. Descramble task ini berbeda setiap kelompok, untuk kelompok eksperimen
(KE) descramble task berupa 30 soal menyusun kata, dimana 15 soal mengandung gagasan
tentang uang banyak. Sementara untuk kelompok kontrol (KK) descramble task berupa 30 soal
menyusun kata yang seluruhnya mengandung konsep netral (non- uang). Seluruh partisipan ini
mengisi rangkaian kuesioner dalam sebuah ruangan dengan kuota maksimal 16 partisipan dalam
setiap sesi pengerjaan. Setelah mengisi kuesioner SSDO partisipan selanjutnya mengerjakan
tugas money accessibility dan juga lembar hypothesis awareness untuk mengevaluasi apakah
partisipan menyadari tujuan dari penelitian.
Hasil
Gambaran Partisipan
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Penelitian ini melibatkan 106 partisipan, dimana 53 partisipan masuk kedalam kelompok
eksperimen dan 53 orang masuk kedalam kelompok kontrol. Seluruh partisipan merupakan
mahasiswa FIB dan FISIP UI angkatan 2012 hingga 2009 yang usianya berkisar antara 18–22
tahun. Jumlah data awal yang berhasil dikumpulkan adalah sebanyak 106, namun sebanyak 18
data partisipan dieliminasi karena tidak mengisi bagian kuesioner secara lengkap, tidak sesuai
karakteristik yang diinginkan, tidak lolos hypothesis awareness. Sementara sebanyak 4 kuesioner
lain dieliminasi untuk treatment unequal size.
Dari ke delapan belas data partisipan yang dieliminasi 6 diantaranya dieliminasi karena
tidak memenuhi karakteristik “Belum Bekerja”, dimana merupakan alasan terbanyak data
tereliminasi. Sementara data partisipan yang lain tereliminasi karena tidak mengisi kuesioner
SSDO secara lengkap dan tidak memenuhi karakteristik fakultas, masing-masing sebanyak 2
orang. Dua orang teleminasi karena tidak lolos hypothetical awareness. Setelah dieliminasi maka
diperoleh 88 data partisipan yang lengkap dan memenuhi seluruh karakteristik partisipan yang
diinginkan.
Gambaran Hypothesis Awareness
Saat proses seleksi hypothetical awareness,terdapat 2 data partisipan yang dieliminasi
karena tidak lolos hypothetical awareness. Kedua partisipan ini diduga mengetahui tujuan dari
priming. Setelah seluruh data diseleksi, selanjutnya kedua koder mulai mengkategorisasikan
jawaban partisipan. Berdasarkan hasil kategorisasi oleh dua koder independen, terdapat beberapa
perbedaan pendapat pada berapa jawaban, perihal “apakah pertisipan mengetahui tujuan
penelitian”. Namun setelah berdiskusi total terdapat 5 kategorisasi dalam Hypothesis Awareness.
Sebagian besar partisipan menduga, tujuan penelitian tekait tes kemampuan bahasa atau
tes Intelegensi. Dimana prosentase paling banyak dugaan terkait tes intelegensi yakni sebesar
37,5 % dari total 88 partisipan. Sebagian besar partisipan juga banyak menduga bahwa tujuan
dari penelitian terkait tes kemampuan bahasa dengan rata-rata prosentase sebesar 35,20 % dari
kedua kelompok.
Penulis mengukur seberapa baik kategorisasi yang dilakukan oleh kedua koder dengan
menguji reliabilitas inter-rater menggunakan formula Cohen’s Kappa. Hasil pengujian
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
reliabilitas interater menggunakan formula Cohen’s Kappa menghasilkan koefisien korelasi
sebesar 0,77. Dimana menurut Viera dan Garret (2005) koefisien ini tergolong cukup baik
(substansial) untuk mengukur persetujuan antar rater dengan nilai persamaan kesetujuan sebesar
77 % , hasil ini menujukkan bahwa kategorisasi yang oleh kedua koder independen dapat
dikatakan cukup baik.
Pengujian Manipulation Check
Manipulation check yang diuji pada kali adalah tugas money accessibility. Diprediksi
bahwa kelompok eksperimen yang terpriming dengan paparan konsep uang akan memiliki skor
money accesbility yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Data menunjukkan
nilai mean skor money accessibility yakni (M=7,82, SD=2,28) untuk kelompok eksperimen lebih
tinggi bila dibandingkan dengan hasil kelompok kontrol (M=4,68, SD=2,15). Uji signifikansi
menggunakan independent sample t test menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok t(86)= 6,625, p<0,01, d=1,41. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengaruh pemberian stimulus priming menghasilkan aktivasi konsep uang yang berbeda secara
signifikan terhadap kedua kelompok.
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan data yang diolah ditemukan perbedaan mean skor SSDO pada kedua
kelompok. Pada kelompok eksperimen (M= 5,22, SD= 1,46) dan kelompok kontrol (M=3,86,
SD=1,26), dengan mean skor SSDO lebih besar pada kelompok eksperimen. Uji hipotesis one
tailed menemukan bahwa, partisipan dalam kelompok eksperimen yang diberikan paparan uang
banyak, memiliki skor SSDO lebih yang tinggi secara signifikan daripada kelompok kontrol
t(86)= 4,667 , p<0,01.
Hasil ini menunjukkan bahwa null hipotesis di tolak dan hipotesis alternatif diterima.
Selain melakukan uji signifikansi, penulis juga melakukan uji effect size. Hasil uji effect size
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efek yang besar dari kedua kelompok. Penghitungan
effect size menggunkan formula Cohen’s d menunjukkan hasil yang konsisten dengan nilai
signifikansi, yakni d=1, dimana hasil ini dapat dikategorikan sebagai large effect size. Hasil ini
menunjukkan bahwa besar perbedaan hasil kedua kelompok senilai dengan satu standar deviasi
(Ellis,2010). Sementara itu studi Caruso, dkk (2013) yang menjadi studi rujukan memiliki
medium effect size dengan d=0,51.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirangkum dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh dari
paparan gagasan uang banyak, dimana paparan terhadap gagasan uang banyak akan
meningkatkan derajat SDO secara signifikan.
Diskusi
Melalui analisis yang telah dilakukan dan dibahas dalam bab 4, ditemukan bahwa
terdapat perbedaan skor SSDO yang signifikan antara kelompok eksperimen yang terpapar
dengan konsep uang banyak, dan kelompok kontrol yang tidak terpapar dengan konsep uang
banyak. Hasil ini sesuai dengan hasil studi sebelum, yakni studi Caruso,dkk (2013) yang
menyatakan bahwa partisipan yang terpapar uang akan memiliki skor SDO yang lebih tinggi.
Meskipun sesuai dengan hasil studi sebelum, terdapat beberapa hal yang perlu diteliti
lebih lanjut dari temuan penelitian yang penulis lakukan. Penulis menduga bahwa hasil temuan
ini salah satunya dipengaruhi oleh gagasan uang banyak yang akan lebih meningkatkan SDO
seseorang, dibandingkan dengan aktivasi gagasan uang saja. Dengan kata lain gagasan uang
banyak lebih memberikan pengaruh terhadap derajat SDO. Hal ini salah satunya dibuktikan
dengan hasil effect size yang lebih besar daripada studi sebelum.
Dugaan ini sejalan dengan pernyataan Sidanius & Pratto (1999) bahwa semakin terdapat
perbedaan yang menonjol dalam kelompok, maka akan semakin banyak individu yang memiliki
kecenderungan berorientasi terhadap nilai ketidaksetaraan. Penulis berasumsi bahwa, perbedaan
yang menonjol tersebut merupakan hasil dari pengaruh gagasan uang banyak.
Lebih lanjut Gino & Pierce (2009) menyatakan bahwa Individu yang terpapar dengan
uang yang banyak lebih mungkin merasakan keinginan untuk memiliki uang, walaupun usaha
mereka untuk mengontrol keinginan itu. Berdasarkan hasil studi Gino dan Pierce (2009) uang
dalam jumlah banyak akan mengarahkan kepada perilaku yang tidak etis melalui beberapa tahap,
salah satunya melalui persepsi ketidaksetaraan dan perasaan iri. Penempatan nilai
ketidaksetaraan inilah yang sejalan dengan konsep SDO yang merujuk pada keinginan untuk
mempertahankan hierarki (Sidanius & Pratto, 1999).
Salah satu temuan menarik yang didapatkan dalam penelitian ini adalah, hasil penelitian
yang tetap konsisten dengan penelitian sebelum yakni studi Caruso, dkk (2013) meskipun
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
menggunakan alat ukur yang berbeda. Dalam studi Caruso, dkk (2013) Skala SDO 6 digunakan
untuk mengukur derajat SDO. Alat ukur ini terdiri dari 16 item (Sidanius & Pratto, 1999).
Sementara dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan skala SSDO yang dibuat oleh
Pratto,dkk (2013) yang juga mengukur konstruk yang sama, yakni SDO. Alat ukur SSDO ini
hanya terdiri dari 4 item.
Perbedaan mendasar lain yang terdapat dari kedua alat ukur ini selain jumlah item, adalah
skala yang digunakan. Alat ukur SDO 6 menggunakan skala 1-7, dimana menurut Pratto, dkk
(2013) skala ini cenderung menghasilkan range yang skewed positif, dengan sedikit orang yang
menjawab pada nilai tengah atau nilai diatasnya. Sedangkan, alat ukur SSDO menggunakan
skala 1-10 yang memungkinkan variabilitas dari respon.
Variabilitas dari respon ini dibutuhkan, karena bagaimanapun juga skala yang masih
berkorelasi dengan kuat dengan berbagai criterion variable, mengindikasikan bahwa variabilitas
skor dari sebuah skala memiliki makna yang berarti baik secara sosial maupun psikologis (Lee,
Pratto, & Johnson, 2011). Hal ini berarti dalam penelitian kali ini variabilitas respon lebih besar
karena menggunkan skala SSDO.
Meskipun hasil temuan penulis sejalan dengan studi rujukan dengan menggunakan alat
ukur yang berbeda yakni skala SSDO (Short Social Dominance Scale), namun Pratto,dkk (2013)
menyatakan bahwa penggunaan alat ukur SSDO lebih tepat untuk sampel yang lebih besar yakni
minimal 100 atau lebih. Hal ini dikarenakan mengggunakan jumlah item yang sedikit (4 item)
akan meningkatkan eror variance, sehingga kemungkinan akan ada pertukaran antara jumlah
item dan jumlah partisipan dalam memproduksi hasil yang reliabel (Pratto, dkk, 2013)
Dalam penelitian ini, hanya terdapat 44 orang partisipan setiap kelompok, sehingga total
hanya terdapat 88 partisipan. Hal ini tidak sejalan dengan saran yang diajukan oleh Pratto, dkk
(2013) terkait jumlah partisipan yang digunakan. Walau terlihat paradoks, namun temuan
menyatakan hasil yang konsisten. Penggunaan SSDO pada sampel yang lebih kecil tetap dapat
sejalan dengan hasil studi rujukan. Ini berarti bahwa alat ukur SSDO cukup reliabel dan
konsisten dalam mengukur konstruk SSDO walaupun dalam sampel yang lebih kecil.
Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik pada money accessibility, ditemukan bahwa
terdapat perbedaan skor money accessibility yang signifikan antara kelompok yang terpapar
dengan gagasan uang banyak dan kelompok yang tidak terpapar dengan gagasan uang banyak.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Hal ini dapat diartikan bahwa paparan uang banyak dalam stimulus yang di-priming-kan
memiliki pengaruh yang berbeda pada kedua kelompok.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan adanya money accessibility adalah
sebagai salah satu manipulation check dari penelitian yang dilakukan. Tugas manipulation check
ini merujuk pada studi sebelum (Vohs, 2006; Boucher & Kofos, 2012) yang berfungsi untuk
mengetahui apakah konsep-konsep terkait uang lebih mudah diakses pada partisipan yang
terpapar dengan stimulus uang.
Walaupun money accessibility ini tidak ada pada studi Caruso,dkk (2013) yang menjadi
studi rujukan penulis, namun penulis merasa manipulation check ini tetap diperlukan guna
mengetahui aktivasi konsep uang pada tiap kelompok. Karena gagasan aktivasi dalam
representasi mental merupakan hal yang penting dalam teori priming (Bargh, 2006) sehingga
diperlukan sebuah metode untuk mengetahuinya.
Temuan menarik lain dalam penelitian ini adalah terkait stimulus priming itu sendiri,
dimana dalam hal ini penulis tidak menggunakan stimulus yang sama dengan studi rujukan (lih.
Vohs, 2006; Caruso, dkk ,2013). Ini karena penulis menggunakan variabel paparan uang banyak
sehingga penulis melakukan studi pilot untuk menentukkannya, berangkat dari hal ini banyak hal
yang dirasa perlu didiskusikan lebih lanjut.
Menurut Bargh dan Chartrand (2000) manipulasi priming yang kuat akan menghasilkan
efek priming yang lebih bertahan lama. Hal ini menjadi dilema tersendiri, karena pada dasarnya
studi priming haruslah menghasilkan stimulus yang samar dan tidak disadari (subtle). Sehingga
penulis harus hati-hati dalam membuat stimulus yang tidak disadari namun bisa memberikan
pengaruh yang cukup.
Karena mengulang kata-kata yang ingin di-priming-kan (dalam descramble task)
mengingkatkan peluang dimana partisipan sadar akan tugas yang sedang berusaha di-priming-
kan atau paling tidak, partisipan sadar bahwa sepertinya penelitian berfokus kepada konsep-
konsep tertentu. Untuk mencapai tingkat “kesamaran” yang tepat inilah maka diperlukan adanya
awareness checks (yang dalam penelitian ini hypothesis awareness). Awareness checks untuk
supraliminal priming haruslah mempunyai kekuatan manipulasi, disisi lain juga tidak terlalu
mengarahkan kesadaran partisipan kepada manipulasi (Bargh & Chatrand, 2000).
Secara umum, apabila partisipan menyadari hubungan antara stimulus priming dan tugas
eksperimen, data partisipan tersebut tidak dimasukkan dalam analisis. Bila data partisipan yang
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
dikeluarkan karena menyadari stimulus melebihi 5 % menununjukkan bahwa stimulus priming
memiliki kecenderungan untuk lebih menyadarkan partisipan akan stimulus terkait (Bargh &
Chatrand, 2000). Meskipun dalam penelitian ini data partisipan yang dibuang karena hal ini
kurang dari 5 % dari total partisipan, namun penulis tetap harus berhati-hati dengan
kemungkinan “kesadaran” partisipan. Untuk itu, awareness check yang paling ideal haruslah
dibuat funneled debriefing (lih. Chatrand & Bargh,1996)
Walaupun temuan dalam penelitian kali sejalan dengan temuan –temuan sebelumnya
namun hal ini masih memerlukan penelitian lanjut terkait hal-hal yang telah dipaparkan. Hal ini
membukan ruang luas untuk penelitian lanjutan guna memvalidasi temuan penelitian ini. Karena
validitas penelitian priming, menjadi salah satu kegundahan bagi para peneliti psikologi sosial
terkait dengan tantangan Daniel Kahneman (2012) yang menyarankan agar banyak peneliti
psikologi sosial untuk melakukan replikasi penelitian priming guna menguji keabsahan
penelitian dengan metode priming.
Saran
Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, terdapat
beberapa saran metodologis yang diajukan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lanjutan
salah satunya terkait pentingnya memastikan studi pilot khususnya untuk membuat stimulus
supraliminal priming. Salah satu hal yang perlu diperhatikan saat merancang sebuah stimulus
adalah, bagaimana stimulus yang dibuat dapat memberi pengaruh yang “cukup” namun tetap
samar(subtle).
Saran selanjutnya adalah awareness check (Bargh & Chartrand,2000) dimana
pengecekan kesadaran partisipan ini harus dapat memanipulasi, namun juga mengetahui
kepekaan partisipan terhadap stimulus itu sendiri, sehingga penulis menyarankan funneled
debriefing (lih. Bargh, 1996) untuk penelitian lebih lanjutan. Temuan penelitian kali ini masih
membuka ruang lebar bagi penelitian lanjutan. Misalnya penambahan kelompok eksperimen
baru dengan desain KE (“uang banyak”,”uang sedikit”dan 1 KK (“non uang”) maupun variabel
lain yang masih dapat dihubungkan dengan paparan uang. Temuan penelitian priming kali ini
memungkinkan untuk di replikasi dengan teknik priming yang berbeda, misalnya teknik
subliminal priming.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Tinjauan Kepustakaan
Bargh, J.A. (2006). What have we been priming all these years? On the development,
mechanisms, and ecology of nonconscious social behavior. Journal European Journal of
Social Psychology , 36, 147–168. doi: 10.1002/ejsp.336.
Bargh, J.A., & Chartrand, T. (2000). Studying the mind in the middle: A practical guide to
priming and automaticity research. In H.Reiss & C. Judd, Handbook of research Methods
in Social Psychology (pp. 1-25). New York: Cambridge University Press.
Bargh, J.A., Chen, M., & Burrows, L. (1996). Automaticity of social behavior: Direct effects of
trait construct and stereotype activation on action. Journal of Personality and Social
Psychology , 71 (2), 230-244.
Boucher, H.C., & Kofos, M. N. (2012). The idea of money counteracts ego depletion effects.
Journal of Experimental Social Psychology , 48, 804-810.
doi:10.1016/j.jesp.2012.202.003.
Caruso, E.M., Vohs, K.D., Baxter, B., & Waytz, A. (2013). Mere exposure to money increases
endorsement of free market system and social inequality. Journal of Experimental
Psychology , 142(2), 301-305. doi: 10.1037/a0029288.
Dursuvala, S., & Lysonski, S. (2010). Money,money,money- how do attitudes toward money
impact vanity and materialism?the case of young chineese consumers. Journal of
Consumer Marketing , 169-179. doi:10.1108/07363761011027268.
Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics. Belmont: Cenggage Learning.
Fowers, F.A., & Fowers, B.J. (2010). Social Dominance and sexual self-schema as moderators of
sexist reactions to female subtypes. Journal of Sex Roles , 62, 468–480. doi
10.1007/s11199-009-9607-7.
Furnham, A., & Argyle, M. (2000). The Psychology of Money. New York: Routledge.
Gardner, W.L., Gabriel, S., & Lee, A.Y. (1999). “I” value freedom, but “We” value
relationships: Sef-cnstrual priming acros cutural diferences in jugment. Journal of
Psychological Science , 10, 321-326. doi: 10.1111/1467-9280.00162.
Gino, F., & Pierce, L. (2009). The abbundance effect: Unethical behavior in the presence of
wealth. Journal of Organizational Behaviour and Human Decision Processes , 109, 142-
155. doi: 10.1016/j.obhdp.2009.03.003.
Kouchaki, M., Crowe, K.S., Brief, A.P., & Sousa, C. (2013). Seeing green: Mere exposure to
money triggers a business decision frame and unethical outcomes. Journal of
Organizational Behavior and Human Decision Processes , 1-9.
http://dx.doi.org/10.1016/j.obhdp.2012.12.002.
Lea, S.E.G., & Webley, P. (2006). Money as tool, money as drug: The biological psychology of
strong incentive. Journal Behaviooral and Brain Science , 29, 161-209.
Lee, I.C., Pratto, F., & Johnson, T.B. (2011). Intergroup consensus/disagreement in support of
group-based hierarchy: An examination of socio-structural and psycho-cultural factors.
Psychological Bulletin , 137(6), 1029-1064. doi: 10.1037/a0025410.
Liu, J.E., Smeesters, D., & Vohs, K.D. (2012). Reminders of money elicit feelings of threat and
reactance in response to social influence. Journal of Consumer Research , 38, 1-18. doi:
10.1086/661553.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Maio, G.R., Hahn, U., Frost, M.K., & Cheung, W.Y. (2009). Applying the value of equality
unequally: effects of value instantiations that vary in typicality. Journal of Personality
and Social Psychology , 97 (4), 598–614. doi: 10.1037/a0016683.
Morrison, K.R., Fast, N.J., & Ybarra, O. (2009). Group status, perceptions of threat, and support
for social inequality. Journal of Experimental Social Psychology , 45, 204–210.
doi:10.1016/j.jesp.2008.09.004.
neouniq.com. (2013, Januari 7). Penggusuran Pedagang di Stasiun KA. Setuju atau Enggak
Gan? Retrieved Januari 15, 2013, from
http://neounique.blogspot.com/2013/01/penggusuran-pedagang-di-stasiun-ka.html
Pfeffer, J., & DeVoe, S.E. (2008). Economic evaluation : the effect of money and economics on
attitudes about volunteering. Journal of Economic Psychology , 1-9.
doi:10.1016/j.joep.2008.08.006.
Pratto, F., Sidanius, J., Stallworth, L.M., & Malle, B.F. (1994). Social dominance orientation: A
personality variable predicting social and political attitudes. Journal of Personality and
Social Psychology , 67 (4), 741-763.doi:10.1037/0022-3514.67.4.741.
Pratto, F.,Cidam, A., Stewart, A.L., Zeineddine, F.B., Aranda, M., Aiello, A., Chryssochoou, X.,
Cichoka, A., Cohrs, C., Durrheim, K., Eicher, V.,.... & Henkel, K.E. (2013). Social
dominance in context moderation of robust effects of social dominance orientatiom in 15
languages and 20 countries. Journal Social Psychologcical and Personality Science , 0
(0), 1-13. doi:10.1177/1948550612473663.
Schröder, T., & Thagard, P. (2013). The affective meanings of automatic social behaviors: Three
mechanisms that explain priming. Psychological Review , 120 (1), 255–280. doi:
10.1037/a0030972.
Sidanius, J., & Pratto, F. (1999). Social Dominance. Cambrigde: Press Syndicate The University
of Cambridge.
Sidanius, J., Pratto, F., Laar, C.V., & Levin, S. (2004). Social dominance theory: it's agenda and
method. Journal of Political Psychology , 25 (6), 845-880.
Smeesters, D., Yzerbt, V.Y., Corneill, O., & Warlop, L. (2009). When do prime prime? The
moderating role of the self concept in individual's susceptibility to priming effects on
social behaviour. Journal of Experimental Social Psychology , 45, 211-216. doi:
10.1016/j.jesp.2008.09.002.
Strube, M.J., & Rahimi, A.M. (2006). „„Everybody knows it's true‟‟: Social dominance
orientation and right-wing authoritarianism moderate false consensus for stereotypic
beliefs. Journal of Research in Personality , 40, 1038–1053.
doi:10.1016/j.jrp.2005.10.004.
Tirta, I. (2013, Januari 04). Mahasiswa Pasang Badan, Penggusuran Stasiun Gagal. Diunduh
Januari 10, 2013, dari tempo.co:
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/04/083452172/Mahasiswa-Pasang-Badan-
Penggusuran-Stasiun-Gagal
Viera, A.K., Garrett, J.M. (2005). Understanding interobserver agreement:The Kappa Statistic.
Journal of Family Medicine , 37 (5), 360-365.
Virdhani, N. H. (2013, Januari 3). Ratusan mahasiswa Kepung Pondok Cina. Diunduh Januari 5,
2013, dari Okezone.com:
http://jakarta.okezone.com/read/2013/01/03/501/740679/ratusan-mahasiswa-kepung-
stasiun-pondok-cina
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013
Vohs, K.D., Mead, N.L., & Goode, M.R. (2006). Merely activating the concept of money
changes personal and interpersonal behavior. Journal of Association for Psychological
Science , Vol. 17, 208-2012.
Vohs, K.D., Mead, N., & Goode, M.R. (2006). The Psychological consequences of money.
Journal of Science , 314, 1-4. doi: 10.1126/science.1132491.
Vohs, K.D., Mead, N.L., & Goode M.R. (2008). Merely activating the concept of money
changes personal and interpersonal behavior. Journal of Psychological Science , 17 (3),
208-212. doi: 10.1111/j.1467-8721.2008.00576.
Yang, Q., Wu, X., Zhou, X., Mead, N., Vohs, K.D., & Baumister, R,. (2013). Divereging effects
of clean versus dirty money. Journal of Personality and Social Psychology , 104(3), 473-
489. doi: 10.1037/a0030596.
Young, E. (2012, October 4). Nobel laureate Daniel Kahneman calls for 'daisy chain' of
psychology replications. Diunduh Januari 13, 2013, dari Discover Magazine: The
magazine of science, technology, and the future:
http://blogs.discovermagazine.com/notrocketscience/2012/10/04/daniel-kahneman-daisy-
chain-replications-priming-psychology/#.UcruRtJHIa4
Zhou, X., Vohs, K.D., & Baumeister R.F. (2009). The symbolic power of money: reminders of
money alter social distress and physical pain. Journal of Psychological Science , 20 (6),
700-6. doi: 10.1111/j.1467-9280.2009.02353.
"Egaliter atau..., Hapsari Kusumaningdyah, FPsi UI, 2013