efisiensi pemerintah dalam mengurangi tingkat...

92
EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT KEMISKINAN TAHUN 2016-2017 (Studi Kasus : Pemerintah Provinsi Banten) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun Oleh : Silvia Nurul Hidayah 1112084000038 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2019 M

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT

KEMISKINAN TAHUN 2016-2017

(Studi Kasus : Pemerintah Provinsi Banten)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh :

Silvia Nurul Hidayah

1112084000038

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2019 M

Page 2: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber
Page 3: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Page 4: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber
Page 5: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber
Page 6: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi

Nama Lengkap : Silvia Nurul Hidayah Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 8 Maret 1995 Alamat : Perumahan Villa Taman Bandara blok D4 no. 21

Kel. Dadap, Kec. Kosambi Kab. Tangerang, 15211

Nomor Handphone : (+62) 8192222023 E-mail : [email protected]

Latar Belakang Keluarga

Nama Ayah : Tri Tunggal Wuryanto

Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Kidul, 2 Maret 1964 Nama Ibu : Sri Muryani Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Kidul, 10 September 1967

Alamat : Perumahan Villa Taman Bandara blok D4 no. 21 Kel. Dadap, Kec. Kosambi

Kab. Tangerang, 15211 Anak ke- dan dari- : 2 dari 2 bersaudara

Pendidikan Formal

1. TK Sehati Jakarta

2. SDN Kamal 01 Jakarta 3. SMPN 224 Jakarta 4. SMAN 95 Jakarta

5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

1. Dept. Pendidikan HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013-2014. 2. Anggota HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015-2016.

Pendidikan Non-Formal, Seminar dan Workshop

1. LBPP LIA Ciputat

2. Kuliah Umum “Sosialisasi Hemat Energi”, diselanggarakan oleh BEM FEB & Kementerian ESDM, 8 November 2012.

3. Seminar Nasional “Korupsi Mengorupsi Indonesia”, diselanggarakan

oleh Prodi IESP, 3 Desember 2014. 4. Workshop “Aplikasi Akuntansi Zahir” HMJ Akuntansi.

5. Seminar Nasional “How To Deal With The Decreasing of Rupiah By Tax”, Diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 6 Oktober 2015

i

Page 7: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

ABSTRACT

Silvia Nurul :GOVERNMENT EFFICIENCY IN REDUCING POVERTY LEVELS

2016-2017

(Case Study: Banten Provincial Government)

Using the Data Envelopment Analysis (DEA) method, this study discusses the technical expenditure consisting of Capital Expenditures, Goods & Services Expenditures, Social

Aid Expenditures for Financial Aid Expenditures, and Poverty. The model used is subject to Variable Return to Scale (VRS). In line with the purpose of this study to determine the

efficiency of government spending in reducing poverty levels. The results of the DEA analysis in this study indicate that the level of government efficiency varies in Prov. Banten, where is Kab. Pandeglang became the region with the highest average efficiency

level for two years in a row, and the city of Cilegon increased the most severe government inefficiency.

Keywords: Capital Expenditures, Goods & Services Expenditures, Social Aid

Expenditures, Financial Aid Expenditures, and Poverty

ii

Page 8: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

ABSTRAK

Silvia Nurul : EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT

KEMISKINAN TAHUN 2016-2017

(Studi Kasus : Pemerintah Provinsi Banten)

Menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA), penelitian ini mengulas teknis

efisiensi pengeluaran pemerintah yang terdiri dari Belanja Modal, Belanja Barang & Jasa, Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan, dan Kemiskinan. Dea yang dipakai

mengacu pada model Variable Return to Scale (VRS). Sejalan dengan tujuan penelitian ini untuk mengetahui efisiensi pengeluaran pemetintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Hasil analisis DEA pada penelitian ini menunjukkan tingkat efisiensi

pengeluaran pemerintah yang bervariasi di kawasan Prov. Banten, dimana Kab. Pandeglang menjadi daerah dengan tingkat efisiensi rata-rata tertinggi selama dua tahun

bertuturut-turut, dan Kota Cilegon mengalami inefisiensi pengeluaran pemerintah yang paling parah.

Kata Kunci : Belanja Modal, Belanja Barang & Jasa, Belanja Bantuan

Sosial, Belanja Bantuan Keuangan, dan Kemiskinan

ii

Page 9: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.,

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia,

rezeki, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad

SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber inspirasi bagi umat Islam

dan terkhusus untuk putri baginda Nabi, Sayyidah Fatimah az-Zahra yang kisah hidupnya

sudah menginspirai penulis.

Skripsi yang berjudul “Efisiensi Pemerintah Dalam Mengurangi Tingkat

Kemiskinan Tahun 2016-2017 (Studi Kasus : Pemerintah Provinsi Banten)” ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentunya berkat

bimbingan Bpk. Arief Fitrijanto, M.Si yang dengan sabar membantu menyelesaikan

skripsi ini dengan memberikan dukungan, saran dan koreksi. Teruntuk Bpk. Sofyan

Rizal, M.Si terimakasih atas saran serta dukungannya selama ini.

Terimakasih juga untuk kepala jurusan ekonomi pembangunan Bpk. Dr.

M.Hartana.I.Putra,M.Si, dan Bpk. Drs.Rusdianto, M.Sc selaku penguji ahli, Terimakasih

juga kepada semua dosen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu yang insyaAllah bermanfaat buat penulis.

Dalam mengerjakan skripsi ini, penulis mendapat banyak kendala. Terimakasih

yang terdalam dan terbesar diungkapkan kepada orang tua tercinta, Ibu. Sri Muryani dan

Bpk. Tri Tunggal atas nasihat bijak mereka dan untuk cinta, doa, dan dukungan yang tak

ada batasnya. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada keponakan

perempuan tercerewetnya, Jasmin yang selalu ingin diganggu. You are always there for

me.

Kepada sahabatnya, Nurul Hidayati, terimakasih atas semua dukungan dan

kebaikannya. Dan untuk Muh. Abdul Farid dan Habibatul terima kasih telah menjadi

pemacu suasana hati. Kemudian, untuk teman KKN Andi Permana, Alm. Fatimah, dan

Page 10: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

Sepupu di rumah Halimah terimakasih atas dukungan dan hal-hal gila yang telah kami

lewati. All of you are amazing!

Penulis ingin mengucapkan terimakasih khusus kepada 'Disicipi' yaitu Tri Andini,

Nursiti Noviyana, Cecilia, you are awesome! Dan untuk sahabat karib jarak jauhnya,

Hasana Annas, Dewi Yuliana Sari, Indiana Shinta terimakasih banyak atas dukungan dan

waktu yang Anda berikan kepada saya. Selanjutnya untuk yang istimewa, Lukman

Febrian, terima kasih telah menjadi motivator, selalu memberikan dukungan tanpa henti

and always break these temporary hard times. Terakhir tetapi tidak sedikit, Geng The

Last Minutes: Rafi, Hakim, Ifil, Wilda, Pijar, Erul, Amir, Irfan, dan Mawaddah. Terima

kasih telah berjuang bersama sampai akhir. Terimakasih untuk semua dan orang-orang

yang mengenal penulis karena mendukungnya dalam menyelesaikan skripsi, Semoga

Allah senantiasa mempermudah urusan kalian. Aamiin

Wassalamualaikum wr. wb.

Jakarta, 15 Mei 2019

Silvia Nurul Hidayah

iv

Page 11: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP..........................................................................i

ABSTRACT.......................................................................................................ii

ABSTRAK..........................................................................................................iii

KATA PENGANTAR.......................................................................................iv

DAFTAR ISI.......................................................................................................v

DAFTAR TABEL..............................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................7

C. Tujuan Penelitian..................................................................................7

D. Manfaat Penelitian.............................................................................7

E. Sistematika Penulisan........................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................9

A. Landasan Teori..................................................................................9

1. Kemiskinan...................................................................................9

2. Efisiensi.......................................................................................14

3. Belanja Pemerintah......................................................................16 B. Penelitian Terdahulu.........................................................................20

C. Kerangka Pemikiran.........................................................................24

D. Hipotesis...........................................................................................24

v

Page 12: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................25

A. Ruang Lingkup Penelitian................................................................25

B. Metode Penentuan Sample...............................................................25

C. Metode Pengumpulan Data..............................................................25

1. Sumber Data..............................................................................25

2. Jenis Data..................................................................................26

D. Metode Analisis Data.......................................................................26

1. Data Envelopment Analisis (DEA)............................................27

2. Pengukuran Orientasi Efisiensi..................................................33

a. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented

Measurement).......................................................................33

b. Pengukuran Berorientasi Output (Output-Oriented

Measurement).......................................................................33

3. Konsep Constant Return to Scale (CRS) dan Variable Return to

Scale (VRS)................................................................................34

a. Constant Return to Scale (CRS)...........................................34

b. Variable Return to Scale (VRS)............................................34

E. Definisi Operasional........................................................................35

1. Variabel Input............................................................................35

2. Variabel Ouput..........................................................................37

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...................................................38

A. Gambaran Umum Objek Penelitian.................................................38

1. Letak Geografis dan Pemerintahan............................................38

2. Keadaan penduduk.....................................................................39

B. Analisis Deskriptif............................................................................45

C. Analisis Efisiensi..............................................................................48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................55

A. Kesimpulan........................................................................................55

B. Saran..................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................56

Lampiran............................................................................................................58

v

Page 13: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten Tahun 2016 – 2017 2

1.2 Data Realisasi Belanja Pemerintah

6

2.2 Penelitian Terdahulu 20

4.3 Indikator Kependudukan Banten Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2016-2017

41

4.4 Statistik Ketenagakerjaan Banten 42

4.10 Hasil Perhitungan Efisiensi Pengeluaran

Pemerintah dalam Mengurangi Tingkat

Kemiskinan Banten Tahun 2016

48

4.11 Hasil Perhitungan Efisiensi Pengeluaran

Pemerintah dalam Mengurangi Tingkat

Kemiskinan Banten Tahun 2017

50

4.12 Wilayah Acuan Prov. Banten Tahun 2016 52

4.13 Wilayah Acuan Prov. Banten Tahun 2017 53

viii

Page 14: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Teori Lingkarang Setan Kemiskinan 12

2.3

Kerangka Berpikir 24

4.1 Komposisi Penduduk Banten Tahun 2016 40

4.2 Komposisi Penduduk Banten Tahun 2017 40

4.5 Persentase Penduduk Miskin

44

4.6 Realisasi Belanja Modal pada Tahun 2016-

2017 (dalam ribu rupiah)

45

4.7 Realisasi Belanja Barang dan Jasa pada

Tahun 2016-2017 (dalam ribu rupiah) 46

4.8 Realisasi Belanja Bantuan Keuangan pada

Tahun 2016-2017 (dalam ribuan rupiah) 47

4.9 Realisasi Belanja Bantuan Sosial pada

Tahun 2016-2017 (dalam ribuan rupiah)

47

xi

Page 15: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Hasil Analisis Efisiensi Pemerintah

Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2016 dengan

Metode DEA

57

2 Hasil Analisis Efisiensi Pemerintah

Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2017 dengan

Metode DEA

66

xiii

Page 16: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber
Page 17: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

1

BAB I

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Hingga pada level perekonomian yang tertinggi sekalipun, permasalahan

mengenai kemiskinan merupakan salah satu masalah utama. Kemiskinan,

dalam perspektif perekonomian makro lebih dipandang sebagai kegagalan

sebuah negara untuk bisa mencapai kinerja perekonomian yang optimal karena

masih adanya faktor– faktor produksi yang tidak digunakan sesuai dengan

kapasitasnya. (Kristiyanto: 2017).

Tidak hanya dipandang sebagai kegagalan sebuah negara tetapi juga

sebagai acuan kemajuan dan kesejahteraan suatu negara, negara dengan tingkat

kemiskinan yang rendah maka negara tersebut bisa dikatakan sejahtera atau

maju dan mampu mengatasi permasalahan kemiskinan di negaranya. Masalah

kemiskinan dihadapi semua negara di dunia terutama di negara berkembang.

Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan selain timbulnya

banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi

pembangunan ekonomi suatu negara. Kemiskinan yang tinggi akan

menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan

ekonomi menjadi lebih besar yang secara tidak langsung akan menghambat

pembangunan ekonomi di berbagai sektor sehingga pertumbuhan haruslah

beriringan dan terencana mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan

dan pembagian hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian mereka yang

tergolong miskin akan maju dan sejahtera.

Khusus untuk kasus Indonesia sendiri, merujuk pada Undang– Undang

Dasar Tahun 1945 pasal 34, menegaskan bahwa pemerintah merupakan institus i

atau lembaga yang paling bertanggung jawab berkaitan dengan permasalahan

kemiskinan tersebut. Pemerintah, sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945,

adalah pemerintah dari tingkat tertinggi, yaitu pemerintah pusat, pemerintah

tingkat provinsi hingga pada level pemerintahan paling rendah, yaitu

pemerintah daerah tingkat kabupaten atau kota. Pemerintah daerah sendiri, telah

banyak melakukan program yang ditujukan untuk penanggulangan

kemiskinan.. Program–program jaminan sosial pemerintah daerah selain

Page 18: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

2

terintegrasi dengan program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat

seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP), beberapa

pemerintah kota kabupaten juga merancang khusus program penanganan

kemiskinan bagi wilayahnya sendiri. Namun, tidak semua kabupaten kota

mampu untuk merancang dan mengeksekusi sendiri program–program

pengentasan kemiskinan. Umumnya, kabupaten kota yang telah memilik i

kemandirian fiskal, adalah kota kabupaten yang bisa menjalankan program–

program pengentasan kemiskinannya sendiri.

Angka kemiskinan Provinsi Banten hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) bulan September 2017 sebesar 5,59%. Angka ini berarti terjadi

kenaikan 0,14 poin dibanding semester sebelumnya yang sebesar 5,45%.

Kenaikan angka kemiskinan sebesar 0,14 poin sejalan dengan pertambahan

jumlah penduduk miskin sebanyak 24,79 ribu orang dari 675,04 ribu orang pada

Maret 2017 menjadi 699,83 ribu orang pada September 2017. Persentase

penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami

peningkatan. Persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 4,52 menjadi

4,69 dan persentase penduduk miskin di perdesaan naik dari 7,61 pada Maret

2017 menjadi 7,81 pada September 2017.

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Tahun 2016 – 2017

Kab./Kota 2016 2017

Kab. Lebak 111.210

111.080

Kab. Pandeglang

115.900

117.310

Kab. Serang

67.920

69.100

Kab. Tangerang

182.520

105.340

Kota Cilegon

14.900

14.890

Page 19: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

3

Kota Tangerang

102.880

105.340

Kota Serang

36.400

36.970

Kota Tangerang Selatan

26.380

28.730

Sumber : BPS Prov. Banten

Semua program yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut tentu

membutuhkan anggaran yang besar. Dalam penganggaran pemerintah, belanja

yang dibutuhkan dalam rangka penanggulangan kemiskinan tersebut

dimasukkan ke dalam dua kategori besar, yaitu belanja langsung dan belanja

tidak langsung. Penggunaan belanja pemerintah kota dan kabupaten tersebut

tentu mengandung konsekuensi tersendiri. Bagi kota kabupaten yang memilik i

tingkat pendapatan yang tinggi, tidak akan menjadi masalah untuk menjalankan

semua program pengentasan kemiskinan tersebut, namun akan menimbulkan

permasalahan tersendiri jika kota kabupaten tersebut tidak mempunyai sumber

daya yang mencukupi. Dengan kondisi yang demikian, tentu pengentasan

kemiskinan akan berjalan.

Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah bila mengkaitkan upaya

pemerintah dalam mengatasi kemiskinan tersebut dengan efisiensi dalam

penggunaan anggaran pemerintah. Dalam menjalankan program pengentasan

kemiskinan tersebut, tentu akan terdapat kota kabupaten yang efisien dan ada

pula kota yang tidak efisien. Kota kabupaten yang menggunakan belanja

pemerintah baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung yang efisien

tentu akan mendapatkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan kota

kabupaten yang belum efisien dalam penggunaan anggaran. Penggunaan

anggaran yang lebih efisien juga menguntungkan bagi pemerintah kota

kabupaten tersebut, karena anggaran pemerintah bisa dialokasikan ke pos

pengeluaran lainnya. (Kristiyanto :2017)

Hal yang penting untuk dilihat adalah sejauh mana pembelanjaan yang

dilakukan oleh pemerintah mampu memberikan pengaruh dan dampak pada

peningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan dari tahun ke tahun.

Page 20: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

4

Semangat otonomi daerah harus mampu memberdayakan segenap potensi yang

dimiliki daerah dan masyarakatnya untuk mewujudkan kesejahteraan dan

kemajuan daerah. (Darise, 2006 : 14). Pembelanjaan yang dilakukan pemerintah

daerah sudah seharusnya mampu mengurangi masalah kesejahteraan yang

masih membelit sebagian masyarakat yakni kemiskinan. Pos-pos belanja yang

langsung bersentuhan dengan kesejahteraan rakyat harus mendapat perhatian

serius dari pemerintah daerah.

Sesuai dengan aturan otonomi daerah dan pengelolaan keuangan daerah

maka pos-pos yang paling vital menyentuh langsung kesejahteraan rakyat

adalah Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Modal. Belanja bantuan sosial

memang dikhususkan untuk meningkatkan kesejahateraan masyarakat baik

dalam bentuk barang maupun uang. Sedangkan Belanja modal merupakan

pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan seperti aset daerah,

infrastruktur, sarana dan prasarana dasar di daerah. Oleh karena itu peran kedua

jenis belanja ini sangat penting sebab jika belanja bantuan sosial dan belanja

modal disalurkan tepat sasaran dan mengalami peningkatan setiap tahunnya

maka diharapkan akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteran masyarakat

terutama mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Pada sisi yang lain

pengelolaan keuangan daerah yang baik efisiensi menjadi sesuatu hal yang

menarik untuk dilihat lebih jauh, karena secara umum kabupaten atau kota yang

memiliki tingkat efisiensi yang tinggi tentu akan menghasilkan output (berupa

penurunan tingkat kemiskinan) yang paling optimal.

Dengan kata lain, kabupaten kota yang dengan realisasi pembelanjaan

tepat sasaran sesuai program kerja yang telah tersusun maka pengeluaran

pemerintah akan berdampak positif terhadap perekonomian terutama

pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap periodenya

akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan

ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan

kemiskinan.Sedangkan syarat kecukupan (sufficient condition) ialah bahwa

pertumbuhan ekonomi efektif dalam mengurangi kemiskinan.( Siregar :2006).

Page 21: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

5

Realita yang terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia paska otonomi

daerah bergulir dalam hal pembelanjaan ialah bahwa share atau bagian belanja

untuk pembangunan dan kehidupan sosial masih lebih rendah dibandingkan

dengan belanja rutin dan operasional. Jika bagian belanja pembangunan atau

belanja modal dan belanja sosial lebih rendah dari belanja rutin dan operasional

maka akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat terutama

terhadap tingkat kemiskinan. Selain itu pengeluaran pemerintah juga memilik i

hubungan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu jika pertumbuhan

ekonomi rendah setiap periodenya pasti akan berdampak juga terhadap

kesejahteraan masyarakat terutama terhadap tingkat kemiskinan.

Anggaran pembangunan di Provinsi Banten sampai saat ini masih

mengandalkan dana transfer atau dana perimbangan dari pemerintah pusat.

Dana perimbangan yang diterima pemerintah Provinsi Banten terdiri atas bagi

hasil pajak, bagihasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana

Alokasi Khusus (DAK), Kota kabupaten Banten tidak terlepas dari masalah

kemiskinan. Peranan pemerintah Kota kabupaten di Provinsi Banten dalam

mengurangi tingkat kemiskinan tercermin dalam realisasi pembelanjaan dalam

APBD setiap tahunnya terutama dalam realisasi pembelanjaan dalam pos

belanja modal dan belanja sosial. Pada sisi yang lain, pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Kota di provinsi Banten setiap tahunnya diharapkan dapat

memberikan pengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Usaha

pemerintah Provinsi Banten dalam meningkatkan kesejahteraan dalam hal ini

mengurangi tingkat kemiskinan juga dapat dilihat dari besaran dana atau belanja

yang dikucurkan setiap tahunnya baik dalam sisi belanja langsung maupun

belanja tidak langsung. Namun realisasi belanja yang diharapkan dapat

menyentuh langsung kesejahteraan masyarakat melalui pengurangan tingakt

kemiskinan adalah melalui belanja modal dan belanja sosial serta besaran laju

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten.

Page 22: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

6

Tabel 1.2

Data realisasi belanja pemerintah

Sumber : BPS Prov. Banten

Padahal dalam konsep keuangan daerah di era otonomi saat ini salah satu

hal yang sangat penting adalah memahami dan mengetahui sejauh mana

pengaruh dan dampak pengeluaran pemerintah dan perkembangan ekonomi

terhadap indikator kesejahteraan masyarakat. Masalah yang sering terjadi pada

perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan

daerah ialah sejauh mana pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi

memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal

inilah maka sangat penting untuk dilakukan kajian mengenai pengaruh belanja

modal, belanja sosial dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan

di Prov. Banten.

Berangkat dari pemikiran tersebut, tulisan ini mencoba untuk meliha t

secara lebih komprehensif mengenai kota kabupaten mana yang telah efisien

dan mana kota kabupaten yang masih belum efisien di Provinsi Banten. Dengan

mengerti posisi kota kabupaten mana yang efisien, maka kota kabupaten yang

masih belum efisien bisa meniru langkah–langkah yang telah diambil oleh kota

kabupaten yang telah efisien sebelumnya. Maka dari itu peneliti menentukan

judul penelitian dengan judul “Efisiensi Pemerintah Dalam Mengurangi

0,00

500.000,00

1.000.000,00

1.500.000,00

2.000.000,00

2.500.000,00

3.000.000,00

3.500.000,00

Belanja Bansos Belanja BantuanKeuangan

Belanja Barang& Jasa

Belanja Modal

2016 2017

Page 23: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

7

Tingkat Kemiskinan Tahun 2016-2017 (Studi Kasus: Pemerintah Provins i

Banten)”.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, adapun rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat efisiensi pemerintah dalam menurunkan tingkat

kemiskinan Banten (Periode 2016-2017) ?

2. Bagaimana cara meningkatkan tingkat efisiensi pemerintah dalam

menurunkan tingkat kemiskinan Banten (Periode 2016-2017) ?

3. Tujuan Penelitian

Atas perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka terdapat

beberapa tujuan dalam penelitian ini. Adapun tujuan penilitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemerintah dalam menurunkan

tingkat kemiskinan Banten (Periode 2016-2017) ?

2. Untuk mengetahui cara meningkatkan efisiensi pemerintah dalam

menurunkan tingkat kemiskinan Banten (Periode 2016-2017) ?

3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Provinsi Banten dalam melaksanakan

kebijakan di bidang anggaran terutama untuk meningkatkan efisiens i

pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

2. Sebagai masukan dan tambahan informasi untuk melakukan penelit ian

selanjutnya di bidang yang sama bagi peneliti lain.

Page 24: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

8

4. Sistematika Penelitian

1. BAB I Pendahuluan

Pendahuluan berisi latar belakang mengenai permasalahan penelitian yang

dilanjutkan dengan perumusan masalah dan penjabaran tujuan dan kegunaan

penelitian serta sistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandas i

penelitian ini, kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis.

3. BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode

analisis, dan definisi operasional variabel.

4. BAB IV Analisis dan Pembahasan

Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum objek penelitian,

gambaran singkat variabel penelitian, analisis data dan pembahasan mengena i

hasil analisis dari objek penelitian.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Sebagai bab terakhir, bab ini akan menyampaikan secara singkat

kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan. Selain itu, bab ini juga berisi

saran-saran bagi pihak yang berkepentingan.

Page 25: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah makro ekonomi yang

menjadi perhatian khusus bagi negara manapun, terlebih utama bagi negara -

negara sedang berkembang. Kemiskinan merupakan permasalahan yang

diakibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan juga kondisi global.

Menurut Kunarjo (Munir, 2002:10) suatu Negara dikatakan miskin biasanya

di tandai dengan pendapatan perkapita rendah, pertumbuhan tingkat

penduduk yang tinggi,sebagian besar tenaga kerja bergerak di bidang

pertanian dan terbelenggu dalam lingkaran setan kemiskinan.

Kemiskinan adalah permasalahan yang sifatnya multidimensiona l.

Pendekatan dengan satu bidang ilmu tertentu tidaklah mencukupi untuk

mengurai makna dan fenomena yang menyertai kemiskinan. Definisi secara

umum yang lazim dipakai dalam perhitungan dan kajian-kajian akademik

adalah pengertian kemiskinan yang diperkenalkan oleh Bank Dunia yaitu

sebagai ketidakmampuan mencapai standar hidup minimum.

Friedman mendefinisikan kemiskinan (Usman, 2006) sebagai

ketidaksamaan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis

kekuatan sosial tidak terbatas hanya pada (1) modal produktif atau aset

(misalnya organisasi sosial politik yang dapat digunakan untuk mencapai

kepentingan bersama, partai politik, sindikasi, koperasi dan lain-lain), tetapi

juga pada (2) network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan,

barang-barang dan lainlain; (3) pengetahuan dan ketrampilan yang memadai

dan (4) informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan mereka.

Kemiskinan diartikan juga sebagai suatu keadaan dimana seseorang

tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan

kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun

fisiknya, dan kelompok tersebut. (Soerjono Soekanto, 1982).

Page 26: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

10

Apabila kemiskinan dikaitkan dengan ukuran penentuannya

seringkali dibedakan dalam dua definisi yaitu kemiskinan absolut dan

kemiskinan relatif. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan

ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti

pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan

untuk hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan

sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum

kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk

yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan digolongkan sebagai

penduduk miskin.

Garis kemiskinan absolut (tidak berubah) dalam hal standar hidup,

garis kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara

umum. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh

kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan

masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Dari segi faktor penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan menjadi

kemiskinan kultural, kemiskinan sumber daya ekonomi, dan kemiskinan

struktural. Menurut Surbakti (Usman, 2006), kemiskinan kultural bukanlah

bawaan melainkan akibat dari tidak kemampuan menghadapi kemiskinan

yang berkepanjangan. Kemiskinan bukanlah sebab melainkan akibat.

Sikap-sikap seperti ini diabadikan melalui proses sosialisasi dari generasi

ke generasi. Kemiskinan sumber daya ekonomi melihat fenomena

kemiskinan dari sisi ketiadaan atau kelangkaan sumber daya ekonomi baik

faktor-faktor produksi yang berupa modal, tanah, sumber daya manusia

dalam hal ini tingkat dan kualitas pendidikan maupun kondisi geografis

yang terkait dengan tempat tinggal suatu masyarakat. Kemiskinan struktural

merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor struktur ekonomi dan

politik yang melingkupi si miskin. Struktur ekonomi dan politik yang

kurang berpihak pada sekelompok masyarakat tertentu sehingga

menimbulkan hambatan-hambatan dalam akses sumber daya ekonomi,

lapangan pekerjaan dan partisipasi dalam pembangunan.

Page 27: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

11

Usman (2006) menyatakan bahwa teori yang menarik dan sering

dijadikan acuan dalam membahas permasalahan kemiskinan serta sekaligus

menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan bersifat mutidimensi adalah

teori lingkaran kemiskinan.

b. Pengukuran Kemiskinan

Pengukuran kemiskinan biasanya dikaitkan dengan konsep

kemiskinan mutlak dan dilihat dari sisi ekonomi dengan menggunakan

indikator kesejahteraan. Ravalion (1998) mengemukakan tiga tahapan

pengukuran kemiskinan, meliputi

1. mendefinisikan indikator kesejahteraan yang digunakan

2. membangun standar minimum dari indikator kesejahteraan, dimana

standar minimum ini sering dikenal sebagai garis kemiskinan, dan

3. membuat ringkasan statistik.

Di Indonesia, pengukuran kemiskinan salah satunya dilakukan oleh

BPS. Konsep kemiskinan yang digunakan BPS adalah kemampuan

seseorang atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Berdasarkan pendekatan ini, BPS merumuskan kemiskinan sebagai

ketidakmampuan seseorang atau rumah tangga dari sisi ekomomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari

sisi pengeluaran. Pengeluaran perkapita perbulan dipakai sebagai variabel

yang akan dibandingkan dengan besarnya nilai garis kemiskinan untuk

menentukan seseorang dikategorikan miskin atau tidak miskin. Seseorang

yang mempunyai rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis

kemiskinan, dikategorikan sebagai penduduk miskin.

c. Teori Lingkaran Setan

Pada awal pembangunan di Indonesia, beredar suatu teori yang

sangat terkenal mula-mula dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal

Swedia dan penerima hadiah nobel untuk ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori

itu disebut “Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan dari “Vicius Sircle

of Poverty” yaitu konsep yang mengandaikan suatu konsellasi melingkar

dari daya-daya yang cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara

sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus

Page 28: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

12

dalam suasana kemiskinan. Teori itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan

di negara-negara sedang berkembang yang umumnya baru merdeka dari

penjajahan asing.

Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran setan

kemiskinan. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan

kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya

produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan yang mereka terima.

Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan

investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan

seterusnya. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Rukse, ekonom

pembangunan ternama di tahun 1953, yang mengatakan : “ A poor country

is poor because it is poor” (Negara miskin itu karena dia miskin).

Gambar 2.1 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Sumber : Kuncoro, 2004

Di Indonesia masalah kemiskinan merupakan masalah yang cukup

rumit yang di hadapi oleh pemerintah. Kondisi kemiskinan di Indonesia

diperparah oleh krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, dimana

Ketidaksempurnaan pasar Keterbelakangan

ketergantungan

Produktivitas

rendah

Pendapatan rendah Tabungan rendah

Investasi rendah

Page 29: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

13

jumlah penduduk miskin mulai meningkat. Usaha pemerintah dalam

menanggulangi masalah kemiskinan sangatlah serius bahkan menjadi

prioritas utama pemerintah. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh

pemerintah misalnya dengan mengadakan pembangunan ekonomi yang

diharapkan dapat menaikkan pendapatan perkapita dan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, namun hal tersebut belum bisa mengatasi masalah

kemiskinan. Hal ini disebabkan karena tidak diiringi dengan pemerataan

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat akibatnya masyarakat tidak

dapat keluar dari sebuah teori yang di temukan oleh seorang ahli ekonomi

asal Swedia, Ragnar Nurkse yaitu lingkaran setan kemiskinan (vicious

circle of proverty).

Sebenarnya makna dari lingkaran setan kemiskinan tersebut adalah

keharusan semua pihak terutama pemerintah untuk memiliki keinginan

yang kuat memutus siklus tersebut. Lingkaran tersebut tidak akan pernah

terpotong apabila tidak ada satu bagian dari lingkaran tersebut yang

dihilangkan. Dari siklus lingkaran setan kemiskinan maka untuk

menuntaskan masalah kemiskinan tersebut harus ada kebijakan-kebijakan

sebagai berikut dari pemerintah :

1. Untuk memutus lingkaran setan kemiskinan di Indonesia dari sisi

supply (penawaran) yaitu dengan meningkatkan produktifitas yang

rendah tersebut sehingga penghasilan yang mereka dapat bisa

meningkat, dengan meningkatnya penghasilan mereka maka

sebagian dari penghasilan tersebut dapat mereka tabung, dengan

menabung maka investasi akan meningkat dan modal akan menjadi

besar.

2. Untuk memutus lingkaran setan kemiskinan dari sisi demand

(permintaan) yaitu dengan meningkatkan pendapatannya. Hal ini

akan berdampak kepada permintaan meningkat dan investasi juga

meningkat maka modal menjadi efisien. Dengan demikian

produktifitas dapat meningkat.

3. Untuk memutus lingkaran setan kemiskinan dari sisi

keterbelakangan sumber alam dan manusia yaitu dengan memutar

Page 30: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

14

keterbelakangan itu sendiri , dengan begitu negara dapat keluar dari

lingkaran setan kemiskinan tersebut.

2. Efisiensi

Menurut kamus besar ekonomi (2003;178) menyatakan bahwa

efisiensi adalah hubungan atau masukan (input) yang langka di dalam satu

unit kerja, atau ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu

(dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya).

Manusia selalu berupaya untuk melakukan efisiensi dalam berbagai

bidang kehidupan. Agar upaya efisiensi dapat dikatakan berhasil maka harus

memenuhi beberapa syarat berikut : (1) berhasil guna, yaitu kemampuan

suatu unit kerja dalam mendatangkan hasil dan manfaat. Misalnya, barang

yang diproduksi bermanfaat bagi masyarakat. (2) ekonomis, yaitu suatu

tindakan untuk mendapatkan input (barang atau jasa) yang berkualitas

dengan tingkat sekecil mungkin. (3) pelaksanaan kerja dapat

dipertanggungjawabkan (4) rasionalitas kerja yang nyata. (5) prosedur kerja

yang praktis.

Efisiensi sering dilakukan pada berbagai bidang kehidupan manusia

yang tentunya memiliki tujuan sebagai alasan dilakukannya efisiensi. Secara

umum tujuan efisiensi adalah (1) untuk mencapai suatu hasil atau tujuan

sesuai dengan yang diharapkan (2) untuk menghemat atau mengurangi

penggunaan sember daya dalam melakukan kegiatan (3) untuk

memaksimalkan penggunaan segala sumber daya yang dimiliki sehingga

tidak ada yang terbuang percuma (4) untuk meningkatkan kinerja suatu unit

kerja sehingga outputnya semakin maksimal (5) untuk memaksimalkan

keuntungan yang mungkin didapatkan.

Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah

hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran apakah

penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi

perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat

pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu.

Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :

a. Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan-

Page 31: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

15

keluaran (input-output)

b. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang

dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan kata

lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan

pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah

atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.

c. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan

memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi

pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan

keanekaragaman suatu daerah.

Dalam teori ekonomi, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiens i

teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomis mempunyai sudut

pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan dengan

efisiensi teknis yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiens i

teknis cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam

proses konversi input menjadi output. Akibatnya usaha untuk meningkatkan

efisiensi teknis hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat interna l,

yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal. Dalam

efisiensi ekonomis, harga tidak dianggap given, karena harga dapat

dipengaruhi oleh kebijakan makro.

Guritno Mangkoesoebroto (1993:52), peranan pemerintah dalam

bidang alokasi adalah menjamin tercapainya penggunaan sumber ekonomi

yang efisien yang tidak dapat dicapai melalui mekanisme pasar bebas.

Ekonomis membedakan efisiensi menjadi dua, yaitu alokatif efisiens i

(allocative efficiency) dan X-efisiensi (X-efficiency). Alokatif efisiens i

adalah alokasi sumber-sumber ekonomi sesuai dengan kendala anggaran

(budget constraints) konsumen barang dan jasa. X-efisiensi menunjukan

kondisi pada penawaran (supply side) yaitu apakah penyediaan barang atau

jasa sudah dilaksanakan dengan biaya yang minimum dengan kondisi

dimana penyediaan barang atau jasa tidak terjadi pada batas efisiens i

(efficiency frontier).

Menurut Jafarov dan Gunnarson (2008), Efisiensi ekonomi terdiri

Page 32: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

16

atas efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokasi (allocat ive

efficiency). Efisiensi Teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan

kemampuan unit ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output

maksimum dari sejumlah input yang digunakan. Sedangkan efisiens i

Alokasi adalah kemampuan dan kesediaan unit ekonomi yang digunakan

dalam proses produksi pada tingkat harga relatif. Seiring dengan

perkembangannya penggunaan ukuran efisiensi saat ini tidak hanya

digunakan bagi perusahaan saja, tetapi juga dapat digunakan dalam

mengukur kinerja pemerintah atau sektor.

Nicholson (2003) dalam Arinto (2011) menyatakan bahwa efisiens i

dibagi menjadi dua pengertian. Pertama, efisiensi teknis (technical

efficiency) yaitu pilihan proses produksi yang kemudian menghasilkan

output tertentu dengan meminimalisasi sumberdaya. Kondisi efisiens i

teknis ini digambarkan oleh titik-titik di sepanjang kurva isoquan. Kedua,

efisiensi ekonomi (cost efficiency) yaitu bahwa pilihan apapun teknik yang

digunakan dalam kegiatan produksi haruslah yang meminimumkan biaya.

Pada efisiensi ekonomis, kegiatan perusahaan akan dibatasi oleh garis

anggaran yang dimiliki oleh perusahaan tersebut (isocost). Efisiens i

produksi yang dipilih adalah efisiensi yang di dalamnya terkadung

efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.

3. Belanja Pemerintah

Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan atas dua

bagian yaitu teori makro dan mikro. Dalam teori ekonomi makro, ada dua

pandangan yang berbeda berkenaan dengan pengeluaran pemerintah dalam

hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan nasiona l

(Hidayat : 2010).

Setiap anggota masyarakat menginginkan kemakmuran material dan

spiritual dalam arti dapat terpenuhi keinginan atau kebutuhannya yang selalu

berkembang, maka bagi masyarakat sebagai keseluruhan menghendak i

keamanan (termasuk kestabilan), keadilan dan kemakmuran, disini

pemerintah dalam kegiatannya ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut agar

keinginan masyarakatnya terpenuhi. Dalam pelaksanaannya digunakan

Page 33: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

17

barang-barang dan jasa dengan berbagai bentuk termasuk berupa uang.

Penggunaann uang untuk melaksanakan fungsi pemerintah inilah yang

dimaksudkan dengan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat

juga diartikan sebagai penggunaan uang dan sumberdaya suatu negara untuk

membiayai suatau kegiatan negara atau pemerintah dalam rangka

mewujudkan fungsinya dalam melakukan kesejahteraan.

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana

keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan

penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara sangat berperan

penting dalam usaha mencapai kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu sudah

seharusnya rakyat mengawasi belanja negara dalam penyelenggaraan tugas

pemerintah agar dapat digunakan secara optimal untuk melayani rakyat dalam

usaha mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera sesuai yang

diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk mengawasi belanja negara, maka

masyarakat juga perlu tahu apa saja jenis-jenis belanja negara yang berasal

dari uang mereka sendiri yang dipungut oleh pemerintah melalui berbagai

cara yang ditentukan oleh Undang-undang dan peraturan-peraturan.

Pasal 11 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan

Negara menetapkan klasifikasi jenis belanja negara terdiri dari Belanja

Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan

Sosial, Belanja Iain-Iain dan Belanja Daerah. Penjelasan mengenai jenis-jenis

belanja tersebut adalah sebagai berikut:

a. Belanja Langsung,

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja langsung

adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan

program, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja

modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan

telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Page 34: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

18

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan keseluruhan jenis belanja daerah tersebut di

atas dikonversi dalam penyajian laporan keuangan dikelompokkan menjadi

belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga dan belanja transfer.

1. Belanja pegawai

Belanja pegawai biasanya digunakan untuk pengeluaran

honorarium/upah dalam melaksanakan program kegiatan

pemerintah daerah.

2. Belanja barang dan jasa

Digunakan untuk pengeluaran dalam bentuk pembelian atau

pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan

pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan

pemerintah daerah

3. Belanja modal

Digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang

mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintahan, seperti tanah, mesin, bangunan, jalan,

irigasi, dan aset tetap lainnya.

b. Belanja Tidak Langsung

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, belanja tidak langsung

adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan

pelaksanaan program, seperti belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan

yang telah ditetapkan Undang-Undang, belanja subsidi, belanja bunga,

belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada provinsi atau

kabupaten/kota dan pemerintah desa, belanja bantuan keuangan dan belanja

tidak terduga.

Belanja tidak langsung, ialah kegiatan belanja daerah yang

dianggarkan dan tidak memiliki hubungan apapun secara langsung dengan

pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja jenis ini, pada umumnya dibagi

menjadi :

Page 35: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

19

1. Belanja pegawai, merupakan belanja kompensasi yang diberikan

dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang

diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Belanja bunga, untuk menganggarkan pembayaran bunga utang

yang dihitung atas kewajiban pokok utang, sesuai dengan

perjanjian pinjaman berjangka yang terdiri dari jangka pendek,

jangka menengah, dan jangka panjang.

3. Belanja subsidi, untuk menganggarkan bantuan biaya produksi

kepada perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produksi

dan jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat luas.

4. Belanja hibah, untuk menganggarkan pemberian hibah dalam

bentuk uang, barang dan jasa kepada pemerintah maupun

pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat serta

perorangan yang secara spesifik telah memiliki peruntukan yang

jelas.

5. Bantuan sosial, untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam

bentuk uang dan barang kepada masyarakat, dengan tujuan untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

6. Belanja bagi hasil, untuk menganggarkan dana bagi hasil yang

bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau

pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau

pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah

lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

7. Bantuan keuangan, untuk menganggarkan bantuan keuangan yang

bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,

pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya, atau dari

pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan

pemerintah lainnya dalam rangka pemerataan atau peningkatan

kemampuan keuangan daerah.

Page 36: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

20

8. Belanja tidak terduga, merupakan tindakan belanja untuk kegiatan

yang bersifat tidak biasa atau tidak diharapkan akan terjadi seperti

penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak

diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan

penerimaan daerah tahun sebelumnya, yang telah ditutup.

B. Penelitian Terdahulu

No Nama Penelitian Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode

Analisis

Hasil Penelitian

1 Abdul Azis, Analisis Pengaruh

DBH, DAU, DAK

Terhadap Tingkat

Kemiskinan dan

Ketimpangan

Pendapatan Antar

Daerah Provinsi

Jawa Timur (2010-

2013)

Variabel dependen

: tingkat

kemiskinan

variabel

independen : DBH,

DAU, DAK

data panel

dengan

pendekatan

fixed effect

model (FEM)

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa :

1. tingkat kemiskinan

tidak dipengaruhi

secara signifikan dan

negatif oleh dana bagi

hasil

2. tingkat kemiskinan

dipengaruhi

signifikan dan negatif

oleh dana alokasi

umum

3. tingkat kemiskinan

dipengaruhi

signifikan dan negatif

oleh dana alokasi

khusus.

2 Nurul Mudhiatil

Mufliha,

Pengaruh Penyaluran

Dana ZIS, Belanja

Bantuan Sosial dan

Belanja Subsidi

Variabel

independen : ZIS,

Bantuan Sosial,

dan Subsidi

Regresi linear

berganda

dengan

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa :

1. menurut hasil uji F

bahwa variabel

Page 37: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

21

Terhadap

Kemiskinan

Terhadap Indonesia

Periode 2013-2017

Variabel dependen

: Kemiskinan

menguji

asumsi klasik

independen

berpengaruh secara

simultan terhadap

variabel dependen

dengan memiliki nilai

signifikan sebesar

0,0000 yang berarti

lebih kecil dari 0,05

2. selanjutnya, didukung

dengan hasil uji T

bahwa ketiga variabel

independen secara

parsial berpengaruh

secara signifikan

terhadap variabel

dependen, dengan

nilai signifikan ppada

variabel ZIS sebesar

0,000 kemudian

Bansos sebesar 0,016

dan terakhir subsidi

sebesar 0,000yang

berarti lebih kecil dari

0,05

3 Edo Pramana

Putra, Yeti Lis

Purnamadewi,

Sahara

Dampak Program

Bantuan Sosial

Terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi dan

Kemiskinan

Kabupaten

Variabel dependen

: kemiskinan

Variabel

independen :

bantuan sosial dan

pertumbuhan

ekonomi

Regresi model

data panel

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa :

1. terjadi dinamika

kenaikan dan

penurunan penduduk

miskin di daerah

tertinggal di Indonesia

Page 38: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

22

Tertinggal di

Indonesia

dalam kurun waktu

tahun 2010-2013

2. dari hasil analisis

regresi model data

panel pertumbuhan

ekonomi diketahui

bahwa variabel bantuan

kelembagaan sosial

budaya, bantuan

infrastuktur, dan

bantuan ekonomi dan

dunia usaha signifikan

meningkatkan

pertumbuhan ekonomi

yang tertinggal,

sedangkan bantuan

sumber daya manusia

dan bantuan daerah

khusus tidak signifikan

di dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi

yang tertinggal.

3. Dari hasil analisis

regresi model data

panel kemikiskinan

diketahui bahwa

variabel PDRB tidak

signifikan

mempengaruhi tingkat

kemiskinan, yang

signifikan

mempengaruhi tingkat

Page 39: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

23

kemiskinan di daerah

tertinggal adalah

variabel jumlah

pengangguran, IPM,

dan share sektor jasa.

4 Akhmad Dampak

Pengeluaran

Pemerintah Daerah

Terhadap

Kemiskinan Pada

Sepuluh Kabupaten

di Provinsi Sulawesi

Selatan

Variabel dependen

: kemiskinan

Variabel

independen :

Pengeluaran

pemerintah

Menggunakan

data panel

(yaitu

gabungan

antara data

time series

tahun (2004-

2012) dan data

cross section

10 kabupaten

kota

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa :

1. Kebijakan fiskal yang

dilakukan oleh

pemerintah daerah

terutama belanja modal

berpengaruh positif

terhadap investasi

swasta.

2. Selanjutnya investasi

swasta berpengaruh

positif dan nyata

terhadap pertumbuhan

ekonomi, penyerapan

tenaga kerja dan

kemiskinan pada 10

kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi

Selatan.

3. Hasil estimasi model

menunjukkan bahwa

indeks pembangunan

manusia, investasi

swasta dan penyerapan

tenaga kerja

berpengaruh positif

dalam menurunkan

Page 40: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

24

angka kemiskinan,

namun hanya indeks

pembangunan manusia

yang berpengaruh

nyata terhadap

penurunan kemiskinan

C. Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tercapai efisiensi teknis pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan

tahun 2016 sampai 2017.

Variabel output :

kemiskinan

Data Envelopment

Analysis (DEA)

Variabel input :

Belanja Modal,

Belanja Barang dan

Jasa, Belanja Bantuan

Keuangan, Belanja

Bantuan Sosial

Pembangunan

Page 41: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah 8 kab/kota wilayah di Provins i

Banten, yaitu kab. Tangerang, kab. Serang, kab. Lebak, kab. Pandeglang, kota

Cilegon, kota Tangerang, kota Serang, dan kota Tangerang Selatan dengan

kurun waktu pada tahun 2016-2017.

Penelitian ini menggunakan Variabel Inputnya yaitu Bantuan Sosial,

Bantuan Keuangan, Belanja Barang & Jasa, Belanja Modal dan dengan

Variabel Outputnya yaitu Jumlah Penduduk Miskin.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive sampling,

yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria-kriter ia

tertentu (Wiraratna Sujarweni, 2015:8). Metode purposive sample

pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi

semata (Abdul Hamid dkk, 2010:17).

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan penelit i

untuk mengungkap atau menjaring informasi kuantitatif dari responden sesuai

lingkup penelitian (Wiratna Sujarweni, 2015). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode dokumentasi atau studi pustaka, sehingga tidak

diperlukan teknik sampling dan kuesioner.

Wiratna Sujarweni (2015) mendefinisikan analisis dokumen lebih

mengarah pada bukti konkret, dengan instrumen ini, kita diajak untuk

menganalisis isi dari dokumen-dokumen yang dapat mendukung penelit ian

kita.

1. Sumber Data

Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber

dari website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK),

Jakarta Dalam Angka Katalog Badan Pusat Statistik, serta berbagai

Page 42: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

26

buku dan literatur baik berupa jurnal penelitian maupun laporan

kinerja pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data

kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (Wiratna Sujarweni,

2015). Seluruh data berjenis data time series yang dikumpulkan

berdasarkan tahun 2016-2017 sebagai tahun penelitian.

D. Metode Analisis Data

Pengukuran kinerja dapat memberi arah pada keputusan strategis yang

menyangkut perkembangan suatu organisasi di masa datang. Dalam mengukur

efisiensi suatu kinerja perusahaan, ataupun kinerja keuangan pemerintah

khususnya, dapat menggunakan pendekatan parametrik dan non parametrik.

Dimana perbedaannya terdapat pada gangguan, pada pendekatan parametrik

menggunakan ekonometrik stokastik dan berusaha menghilangkan gangguan

tersebut, sedangkan pada non parametrik dengan pendekatan program linier

yang tidak stokastik dan cenderung “mengkombinasikan” gangguan (Aam

Rusydiana, 2013).

Penggunaan metode parametrik pada umumnya menggunakan metode

Stochastic Frontier Analysis (SFA), Distribution-Free Analysis (DFA), dan

Thick Frontier Abalysis (TFA). Sedangkan penggunaan metode non-

parametrik pada umumnya menggunakan metode Free Disposal Hull Analys is

(FDH) dan Data Envelopment Analysis (DEA).

Metodologi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Pendekatan DEA pertama

kali dikembangkan secara teoritik oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun

1978. DEA pada dasarnya merupakan teknis berbasis pemrograman linear yang

digunakan untuk mengukur kinerja relatif berbasis organisasi dimana

keberadaan beberapa (multiple) input dan output yang sulit dibuat

perbandingan. DEA mengidentifikasi secara relatif dari unit yang

menggunakan input dalam memberikan output tertentu dengan cara yang paling

optimal dan DEA menggunakan informasi ini untuk membentuk perbatasan

(frontier) efisiensi dari data unit-unit organisasi yang tersedia. Lalu DEA

Page 43: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

27

menggunakan perbatasan efisiensi ini untuk menghitung efisiensi dari unit-unit

organisasi lainnya yang tidak berada pada garis perbatasan yang efisien

sehingga dapat memberikan informasi tentang unit-unit yang tidak

menggunakan input secara efisien.

DEA menghitung efisiensi relatif pada sebuah organisasi yang berada

dalam kelompok terhadap kinerja organisai terbaik ada kelompok yang sama.

DEA biasa digunakan untuk mengukur efisiensi atau mengevaluasi pelayanan

yang diberikan oleh pemerintah, organisasi non protfit maupun BUMN. Alat

analisis DEA ini dapat digunakan untuk penelitian mengukur efisiensi, antara

lain kesehatan (health care), pendidikan (education), transportasi, pabrik

(manufacturing), maupun perbankan. Dalam hal ini adalah penelitian tentang

mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah berkaitan dengan Anggaran

Belanja Pemerintah Provinsi Banten dalam pencapaian kualitas dan mutu

sumber daya manusia masyarakat khususnya di Provinsi Banten.

Penelitian ini menggunakan software DEAWIN.exe yang merupakan

metode yang telah terstandarisasi sebagai alat untuk pengukuran efisiens i

kinerja suatu aktifitas unit ekonomi yang telah dikembangkan oleh peneliti di

Universitas Dipenegoro oleh Indah Susilowati dkk (2004). Selain itu penelit ian

ini juga menggunakan perangkat lunak lainnya untuk membantu mengolah data

yaitu Microsoft Excel dan Notepad sebagai perangkat lunak pendukung.

1. Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA adalah suatu teknik pemrograman matematika yang mengukur

tingkat efisiensi dari unit pengambil keputusan (UPK) atau decision-mak ing

unit (DMU) relatif terhadap UPK yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada

pada atau dibawah ”kurva” efisien frontiernya. DEA (Data Envelopment

Analysis) mengukur efisiensi suatu organisasi yang melibatkan banyak input

dan banyak output (multi input multi output) (Indah Susilowati, 2004). DEA

merupakan formulasi dari program linier yang bisa mencakup banyak output

dan input tanpa perlu menentukan bobot untuk tiap variabel sebelumnya, tanpa

perlu penjelasan eksplisit mengenai hubungan fungsional antara input dan

output (tidak seperti regresi) (Yuli Indrawati, 2009).

Menurut Charnes, Cooper, dan Rhodes (1978) dalam Aristyasani (2013)

Page 44: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

28

secara teknis ada dua tahap yang harus dilalui dalam model matematis

menggunakan analisis DEA. Pada dasarnya teknik analisis DEA didesain

khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatu UKE (Unit Kegiatan Ekonomi)

dalam kondisi banyak input maupun output. Kondisi tersebut biasanya sulit

disiasati secara sempurna oleh teknik analisis pengukuran efisiensi lainnya

(Aam Rusydiana, 2013). Tahap pertama, model DEA diformulasikan dari

persamaan fraksional yang dikenal Fractional Programming (FP) yang

menggunakan unit input dan output sebagai variabel keputusan. Kemudian

tahap kedua, persamaan (FP) akan diubah menjadi persamaan linear (LP)

ekuivalen melalui metode simpleks untuk menemukan solusi optimal untuk

fungsi tujuan. Efisiensi dalam DEA merupakan solusi dari persamaan berikut

:

Bobot yang dipilih tidak boleh bernilai negatif :

Salah satu kendala dari pemecahan persamaan tersebut adalah persamaan

berbentuk fraksional sehingga sulit dipecahkan dengan pemrograman linear.

Namun demikian dengan melakukan linearisasi persamaan dapat diubah

menjadi persamaan linear sehingga pemecahan melalui pemrograman linear

dapat dilakukan. Dasar pengukuran efisiensi dengan DEA adalah program

Page 45: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

29

linear, transformasi program linier yang kita sebut dengan DEA adalah sebagai

berikut :

Memaksimumkan

Dengan batasan atau kendala :

Dimana :

Zk : nilai optimal sebagai indikator efisiensi relatif dari UKE k

Yrk : jumlah output r yang dihasilkan oleh UKE k

Xik : jumlah input i yang digunakan UKE k

s : jumlah output yang dihasilkan

m : jumlah input yang digunakan

Urk : bobot tertimbang dari output r yang dihasilkan tiap UKE k

Vik : bobot tertimbang dari input i yang dihasilkan tiap UKE k

Tujuan dari metode DEA adalah untuk mengukur tingakt efisiensi dari

DMU (misal bank) relatif terhadap bank yang sejenis ketika semua unit-unit

ini berada pada atau dibawah garis efisien frontiernya. Jadi, metode ini

digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari beberapa objek

(benchmarking kinerja).

Page 46: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

30

Model DEA menghitung efisiensi teknik untuk seluruh unit. Skor

efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada tingkat efisiensi dari

unit-unit lainnya di dalam sampel. Setiap unit dalam sampel dianggap memilik i

tingkat efisiensi yang tidak negatif, dan nilainya diantara 0 dan 1 dengan

ketentuan satu menunjukkan efisiensi sempurna. Selanjutnya, unit- unit yang

memiliki nilai satu ini digunakan dalam membuat envelope untuk frontier

efisiensi, sedangkan unit lainnya menunjukkan tingkat inefisiensi. Dalam

DEA, efisiensi relatif UKE didefinisikan sebagai rasio dari total output

tertimbang dibagi total input tertimbangya (total weighted output/total

weighted input).

Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan untuk

setiap input dan output UKE. Setiap UKE diasumsikan bebas menentukan

bobot untuk setiap variabel-variabel input maupun output yang ada, asalkan

mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan (Samsubar Saleh, 2000).

Adapun kedua kondisi yang disyaratkan yaitu, (Silkman, 1986; Nugroho, 1995

dalam Huri M. D. dan Indah Susilowati, 2004):

a. Bobot tidak boleh negatif

b. Bobot harus bersifat universal. Hal ini berarti setiap UKE dalam

sampel harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama

untuk mengevaluasi rasionya (total weighted output/total weighted

input) dan rasio tersebut tidak lebih dari 1 (total weighted output/total

weighted input ≤ 1) (Harjum Muharam dan Pusvitasari, 2007).

DEA bekerja dengan langkah mengidentifikasi unit-unit yang akan

dievaluasi, input serta output unit tersebut. Selanjutnya, dihitung nilai

produktivitas dan mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input

secara efisien atau tidak menghasilkan output secara efektif. Produktivitas yang

diukur bersifat komparatif atau relatif, karena hanya membandingkan antar unit

pengukuran dari 1 set data yang sama. DEA adalah model analisis faktor

produksi untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dari set unit kegiatan

ekonomi (UKE) (Yanitra Ega Pamula, 2012:36). Skor efisiensi dari banyak

faktor input dan output dirumuskan sebagai berikut:

Page 47: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

31

DEA memiliki beberapa manajerial. Pertama, DEA menghasi lkan

efisiensi untuk setiap UKE terlatif terhadap UKE yang lain didalam sampel.

Angka efisiensi ini memungkinkan seseorang mengenali UKE yang paling

membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan bagi UKE yang tidak atau

kurang efisien. Kedua, jika UKE kurang efisien (efisiensi<100%), maka DEA

menunjukkan sejumlah UKE yang memiliki efisiensi sempurna dan

seperangkat angka pengganda yang dapat digunakan oleh manajer untuk

menyusun strategi perbaikan. Informasi tersebut memungkinkan seorang

analisis membuat UKE hipotesis yang menggunakan input yang lebih sedikit

dan menghasilkan output yang paling tidak sama atau lebih banyak dibanding

UKE yang tidak efisien, sehingga UKE hipotesis tersebut akan memlik i

efisiensi yang sempurna jika menggunakan bobot input atau bobot output dari

UKE yang tidak efisien. Pendekatan tersebut memberi arah strategis manajer

untuk meningkatkan efisiensi suatu UKE yang tidak efisien melalui pengenalan

terhadap input yang terlalu banyak digunakan serta output yang produksinya

terlalu rendah. Sehingga seorang manajer tidak hanya mengetahui seberapa

besar tingkat input dan ouput yang harus disesuaikan agar dapat memilik i

efisiensi yang tinggi. Ketiga, DEA menyediakan matriks efisiensi silang.

Efisiensi silang UKE A terhadap UKE B merupakan rasio dari ouput

tertimbang dibagi input tertimbang yang dihitung dengan menggunakan tingkat

input dan output UKE A dan bobot input dan output UKE B. Analisis efisiens i

silang dapat membantu seorang manajer untuk mengenali UKE yang efisien

tetapi menggunakan kombinasi input dan menghasilkan kombinasi output yang

sangat berbeda dengan UKE yang lain. UKE tersebut sering disebut sebagai

Maverick (menyimpang atau unik) (Yartiman, 2012).

Page 48: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

32

Menurut Aam Rusydiana (2013:32) dalam perkembangannya, metode

DEA pun tentu terdapat kelebihan dan kekurangannya. Secara singkat,

berbagai keunggulan dan kelemahan metode DEA adalah :

a. Keunggulan DEA :

1. Bisa menangani banyak input dan output, yang merupakan fitur utama

dalam DMU kategori pelayanan publik.

2. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan

output. Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dibandingkan secara langsung

dengan sesamanya.

3. Dapat membentuk garis frontier fungsi efisiensi terbaik atas variabel

input-output dari setiap sampelnya.

4. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.

b. Keterbatasan DEA :

1. Bersifat simple spesifik, semua input dan output harus spesifik dan

dapat diukur.

2. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa

berakibat fatal, maka pengukan data base yang harus lebih spesifik.

3. Hanya mengukur produktivitas relatif dari unit kegiatan ekonomi

bukan produktivitas absolut.

4. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.

Menurut Indah Susilowati dkk. (2004:2), ada tiga manfaat yang diperoleh

dari pengukuran efisiensi dengan DEA :

1. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk

mempermudah perbandingan antara unit ekonomi yang sama.

2. Kedua mengukur berbagai informasi efisiensi antar unit kegiatan ekonomi

untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

3. Menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat

efisiensinya.

Selain itu kelemahan yang dimiliki yaitu menghilangkan atau

memasukkan input dan output yang tidak revelan akan mempengaruhi dalam

pengukuran inefisiensi suatu DMU. Dimana menghilangkan variabel akan

membuat pengukuran inefisiensi menjadi lebih tidak efisien dari yang

Page 49: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

33

sebenarnya. Sedangkan memasukkan variabel yang tidak relevan akan

membuat hasil nilai inefisiensi dari DMU menjadi terlalu rendah atau terlalu

kecil (Douglas, 2007).

2. Pengukuran Orientasi Efisiensi

Dalam pengukuran efisiensi dengan menggunakan pendekatan

frontier sudah digunakan selama 40 tahun lebih (Coelli, 1996). Metode utama

yang menggunakan linier programming dan metode ekonomterika adalah: 1)

Data Envelopment Analysis; dan 2) Stokastic Frontier. Pengukuran efisiens i

modern ini pertama kali dirintis oleh Farrell (1957), bekerja sama dengan

Debreu dan Koopmans, dengan mendefinisikan suatu ukuran yang sederhana

untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan yang dapat memperhitungkan

input yang banyak. Efisiensi yang dimaksudkan oleh Farrell terdiri dari

efisiensi teknis (technical efficiency) yang merefleksikan kemampuan dari

suatu perusahaan untuk memaksimalkan output dengan input tertentu, dan

efisiensi alokatif (allocative efficiency) yang merefleksikan kemampuan dari

suatu perusahaan yang memanfaatkan input secara optimal dengan tingkat

harga yang telah ditetapkan. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian

dikombinasikan untuk menghasilkan efisiensi ekonomis (total).

Aam Rusydiana (2013:16) menganalisis efisiensi dengan pendekatan

DEA diklasfikasikan menjadi dua model orientasi, antara lain :

a. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measurement)

Pengukuran berorientasi input menunjukkan sejumlah input dapat

dikurangi secara proporsional tanpa mengubah jumlah output yang

dihasilkan. Perspektif dalam melihat efisiensi pada orientasi ini yaitu

sebagai pengurangan penggunaan input meski memproduksi output dalam

jumlah yang tetap. Orientasi input dapat berasumsi Constant Return to

Scale (CRS) dan Variable Return to Scale (VRS).

b. Pengukuran Berorientasi Ouput (Output-Oriented Measurement)

Pengukuran orientasi output mengukur bilamana sejumlah output

dapat ditingkatkan secara proporsional tanpa mengubah jumlah input yg

digunakan. Perspektif dalam melihat efisiensi pada orientasi ini yaitu

sebagai peningkatan output secara proporsional dengan menggunakan

Page 50: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

34

tingkat input yang sama. Orientasi output juga dapat berasumsi Constant

Return to Scale (CRS) dan Variable Return to Scale (VRS).

Perbedaan antara orientasi input dan output model DEA hanya terletak

pada ukuran yang digunakan dalam menentukan efisiensi (yaitu itu dari sisi

input dan output), namun semua model (apapun orientasinya), akan

mengestimasi frontier yang sama (Yuli Indrawati,2009).

3. Konsep Constant Return to Scale (CRS) dan Variable Return to Scale

(VRS)

a. Constant Return to Scale (CRS)

Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan asumsi

constant return to scale yang membawa implikasi pada bentuk efficient set

yang linier. Model ini dikembangkan oleh Charner, Cooper dan Rhodes

(CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara

penambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x

kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap

perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang

optimal.

Nilai efisiensi selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai

efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan UPK yang nilai

efisiensinya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien.

b. Variable Return to Scale (VRS)

Model ini dikembangkan oleh BBC (Banker, Charnes dan Cooper)

pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model

ini beranggapan bahwa perusahan atau suatu kinerja keuangan atau

fasilitas dan layanan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optima l.

Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan

output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input

sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali,

bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Nilai dari efisiensi tersebut

selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilaiefisiensinya kurang dari

1 berarti inefisiensi sedangkan UPK yang nilainya sama dengan 1 berarti

UPK tersebut efisien.

Page 51: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

35

E. Definisi Operasional Variabel

Analisis dengan DEA didesain secara spesifik untuk mengukur efisiens i

relatif suatu unit produksi dalam banyak input maupun banyak output dengan

satuan yang berbeda-beda yang sulit disiasati secara sempurna oleh teknis

analisis pengukuran efisiensi lainnya (Hastarini, 2002 dalam Amanda 2010).

1. Variabel Input

a. Belanja Modal

Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran

pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam pemanfaatan

aset tetap yang dihasilkan tersebut, ada yang bersinggungan langsung dengan

pelayanan publik atau dipakai oleh masyarakat (seperti jalan, jembatan, trotoar,

gedung olah raga, stadion, jogging track, halte, dan rambu lalu lintas) dan ada

yang tidak langsung dimanfaatkan oleh publik (seperti gedung kantor

pemerintahan). Dalam perspektif kebijakan publik, sebagian besar belanja

modal berhubungan dengan pelayanan publik, sehingga pada setiap anggaran

tahunan jumlahnya semestinya relatif besar.

Namun, tidak selalu belanja modal berhubungan langsung dengan

pelayanan publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa

bangunan yang sepenuhnya dinikmati oleh aparatur (birokrasi) atau satuan

kerja yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi pelayanan publik.

Sebagai contoh adalah belanja modal untuk pembangunan kantor Bappeda

(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) atau inspektorat daerah. Oleh

karena itu, tidak tepat jika dikatakan bahwa belanja modal adalah belanja

publik, atau sebaliknya, belanja publik adalah belanja modal. Pengategorian ke

dalam belanja publik dan belanja aparatur mengandung bias dari aspek

penggunaan makna fungsi (outcome) belanja.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 71 Tahun 2010 tentang

standar akuntansi pemerintah menjelaskan bahwa Belanja Modal adalah

pengeluaran anggaran untuk perolehan asset lainnya yang memberi manfaat

lebih dari satu priode akuntansi. Belanja Modal meliputi antara lain belanja

modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan peralatan dan asset tak

berwujud.

Page 52: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

36

b. Belanja Bantuan Sosial

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pemendagri) Nomor

37 tahun 2010 Belanja Bantuan Sosial digunakan Pemerintah Daerah untuk

memelihara kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Daerah dapat memberikan

Bantuan Sosial kepada kelompok/anggota masyarakat secara selektif, tidak

mengikat dan diupayakan dalam penetapan besarannya. Penelitian ini

menggunakan Belanja Bantuan Sosial dari Prov. Banten dari tahun anggaran

2016-2017.

c. Belanja Barang dan Jasa

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

127/PMK.02/2015 mengenai klasifikasi anggaran yang dimaksud dengna

Belanja Barang dan Jasa adalah “Pengeluaran untuk menampung pembelian

barang dan atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan atau jasa

yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan dan pengadaan barang yang

dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat/ Pemerintah

Daerah (Pemda) dan belanja perjalanan”. Belanja Barang dan jasa sendiri

terdiri dari Belanja Barang yang mencakup belanja operasional maupun non-

operasional, belanja jasa, belanja pemeliharaan aset, belanja perjalanan dinas,

belanja barang badan layanan umum, belanja barang yang nantinya akan

diserahkan kepada masyarakat maupun pemda.

d. Belanja Bantuan Keuangan

Belanja bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan

keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada

kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau

dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah

daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan atau peningkatan kemampuan

keuangan. Belanja Bantuan Keuangan dalam penelitian ini adalah proporsi

belanja bantuan keuangan dalam APBD Tahun anggaran 2016-2017. Proporsi

Belanja Bantuan Keuangan (PBBK) diukur menggunakan perbandingan antara

Belanja Bantuan Keuangan (BBK) dengan Total Belanja Daerah (TBD),

dengan satuan persentase (Mahmudi, 2010).

Page 53: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

37

2. Variabel Output

Kemiskinan dalam penelitian ini digambarkan menggunakan jumlah

penduduk miskin di masing-masing daerah yang penghasilannya berada

dibawah garis kemiskinan yang mencangkup kebutuhan makanan dan non

makanan dalam satuan jiwa. Variabel kemiskinan yang digunakan adalah data

jumlah penduduk miskin tahun 2016-2017 yang diperoleh dari Badan Pusat

Statistik (BPS).

Page 54: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

38

BAB IV

ANALISIS DAN PEMABAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Letak Geografis dan Pemerintahan

Wilayah Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan

105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 tahun 2000. Provinsi Banten merupakan salah satu dari

lima provinsi dengan luas wilayah terkecil di Indonesia (9.662,92 Km2) yang

pada tahun 2016 mempunyai penduduk sebanyak 12,20 juta jiwa (peringkat

lima ditingkat nasional), dengan kepadatan pemduduk sebesar 1.263 jiwa/km2

pada tahun 2016.

Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda

merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui

kapal besar yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan

kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di

samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera.

Bila dikaitkan posisi geografis, dan pemerintahan maka wilayah Banten

terutama daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan

Kota Tangerang Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara

ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten

juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipas i

untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta, dan

ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.

Indeks pembangunan manusia Provinsi Banten tahun 2016 sebesar 70,96%,

menduduki peringkat ke 8 di Indonesia, lebih tiggi dari angka nasional yang

sebesar 70,18%. Persentase penduduk miskin di Provinsi Banten pada

September 2016 sebesar 5,36%, merupakan salah satu dari lima provinsi

dengan persentase penduduk miskin terkecil di Indonesia.

Perekonomian Provinsi Banten pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar

5,16% (yoy), menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan I 2016 yang

tercatat 5,10% (yoy). Tumbuhnya perekonomian Provinsi Banten pada

Page 55: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

39

triwulan II 2016 ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang

meningkat sejalan dengan masuknya bulan Ramadhan. Sementara investas i

tumbuh stabil ditopang oleh pembangunan proyek multiyears milik swasta. Di

sisi lain, ekspor luar negeri menunjukkan perlambatan yang disebabkan oleh

belum kuatnya permintaan luar negeri. Meskipun demikian, tingginya

permintaan domestik menjadi penopang tumbuhnya ekspor total, sekaligus

berkontribusi pada tumbuhnya lapangan usaha perdagangan di sisi penawaran.

2. Keadaan Penduduk

Provinsi Banten terdiri dari empat Kabupaten dan empat Kota, yaitu: -

Kabupaten Pandeglang - Kabupaten Lebak - Kabupaten Tangerang -

Kabupaten Serang - Kota Tangerang - Kota Cilegon - Kota Serang - Kota

Tangerang Selatan.

Akhir tahun 2016, wilayah administrasi Provinsi Banten terdiri dari empat

wilayah kabupaten dan empat kota, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri no. 6 Tahun 2008 luas daratan masing-masing kabupaten/kota, yaitu:

Kabupaten Pandeglang (2.746,89 km2 ), Kabupaten Lebak (3.426,56 km2 ),

Kabupaten Tangerang (1.011,86 km2 ), Kabupaten Serang (1.734,28 km2 ),

Kota Tangerang (153,93 km2 ), Kota Cilegon (175,50 km2 ), Kota Serang

(266,71 km2 ), serta Kota Tangerang Selatan (147,19 km2 ).

Jarak antara Ibukota Provinsi ke Daerah Kabupaten/Kota:

1. Serang - Pandeglang (Kabupaten Pandeglang) : 21 km.

2. Serang – Rangkasbitung (Kabupaten Lebak) : 41 km.

3. Serang - Tigaraksa (Kabupaten Tangerang) : 33 km.

4. Serang - Ciruas (Kabupaten Serang) : 9 km.

5. Serang - Tangerang (Kota Tangerang) : 65 km.

6. Serang - Purwakarta (Kota Cilegon) : 20 km.

7. Serang - Pamulang (Kota Tangerang Selatan) : 73 km.

Wilayah Provinsi Banten bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa,

bagian timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, bagian selatan

berbatasan dengan Samudera Hindia, dan bagian barat berbatasan dengan Selat

Sunda.

Page 56: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

40

Penduduk Banten, secara geografis tidaklah terdistribusi dengan merata,

karena lebih banyak yang mendiami wilayah Banten Utara. Kondisi ini dapat

terjadi karena Banten Utara merupakan salah satu daerah tujuan utama migras i

di Indonesia, yang antara lain akibat perannya sebagai daerah penyangga atau

hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta.

3. Kemiskinan Prov. Banten

Tabel 4.1

Sumber : BPS Prov. Banten

Sementara secara spasial, tampak bahwa Kabupaten Tangerang

merupakan daerah yang terbanyak penduduknya, yaitu dengan persentase

mencapai 28,5% (3,5 juta orang). Sebaliknya, yang paling sedikit adalah Kota

Cilegon, dengan persentase hanya 3,4% (0,4 juta orang).

Tabel 4.2

Kab. Tangerang

28,8%

Kab. Pandeglang

9,7%

Kab. Lebak10,3%

Kab. Serang12,0%

Kota Serang5,4%

Kota Cilegon3,4%

Kota Tangerang

Selatan

13,2%

Kota Tangerang

17,2%

KOMPOSISI PENDUDUK BANTEN TAHUN 2017

Kab. Tangerang 28,5%

Kab. Lebak 10,5%

Kab. Serang 12,2%

Kab. Lebak 10,5%

Kota Serang 5,4%

Kota Tangerang 17,2%

Kota Tangerang Selatam13,1%

Kab. Pandeglang

9,8%

KOMPOSISI PENDUDUK BANTEN TAHUN 2016

Page 57: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

41

Sumber : BPS Prov. Banten

Tidak jauh berbeda pada tahun 2017 dapat terlihat bahwa Kabupaten

Tangerang masih merupakan daerah yang terbanyak penduduknya, yang naik

1jt penduduk dengan persentase mencapai 28,8% (3,6 juta orang). Sebaliknya,

sedang daerah yang paling sedikit masih pada daerah Kota Cilegon, dengan

persentase yang sama pada tahun sebelumnya hanya 3,4% (0,4 juta orang).

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten pada tahun 2017 mencapai

675,04 ribu orang. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 658,11

ribu orang. Hampir seluruh kabupaten/kota mengalami penurunan jumlah

penduduk miskin kecuali Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.

Tabel 4.3

Indikator Kependudukan Banten Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2016-

2017

Kab/Kota Rasio Jenis

Kelamin

Pertumbuhan

Penduduk (%)

Kepadatan

Penduduk

(orang/km2)

2016 2017 2016 2017 2016 2017

Kab. Pandeglang 104,4 104,3 0,47 0,39 437 439

Kab. Lebak 105,1 105,0 0,78 0,68 373 376

Kab. Tangerang 104,8 104,7 3,17 3,08 3.437 3.543

Kab. Serang 102,9 102,8 0,69 0,61 856 861

Kota Cilegon 104,3 104,3 1,60 1,53 2.386 2.422

Kota Tangerang 104,2 104,2 2,28 2,21 13.602 13.902

Kota Serang 105,2 105,1 1,83 1,77 2.456 2.499

Kota Tangsel 101,5 101,5 3,28 3,21 10.828 11.175

Sumber : BPS Prov. Banten

Page 58: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

42

Diamati menurut kecepatan pertambahan penduduk, Kota Tangerang

Selatan yang wilayahnya terletak di bagian utara, menjadi daerah yang paling

pesat pertumbuhannya. Adapun Kota Tangerang yang juga terletak di bagian

utara, merupakan daerah terpadat penduduknya, dimana untuk setiap satu

kilometer persegi wilayahnya, dihuni oleh 13.602 orang, namun pada tahun

2017 jika diamati kenaikannya tidak terlalu signifikan wilayahnya dihuni oleh

14.000 orang.

Kondisi yang sama sekali berbeda terjadi di bagian selatan Banten.

Kabupaten Lebak, menjadi daerah yang paling jarang penduduknya, sedangkan

Kabupaten Pandeglang merupakan daerah yang paling lambat pertumbuhan

penduduknya.

Sementara porsi penduduk laki-laki terbesar terdapat di Kota Serang,

dimana terdapat 1.052 penduduk laki-laki untuk setiap 1.000 penduduk

perempuan. Adapun yang terkecil di Kota Tangerang Selatan, dengan

perbandingan 1.000 penduduk perempuan untuk setiap 1.015 penduduk laki-

laki.

Dibandingkan dengan luas wilayahnya yang hanya sekitar 10 ribu

kilometer persegi, Banten pada tahun 2017 terasa lebih sesak. Kondisi Ini

terlihat jelas dari tingkat kepadatan penduduknya yang naik hingga menjadi

1.288 orang per km2. Selain itu, Banten juga menjadi provinsi ketiga terpadat

se-Indonesia, setelah DKI Jakarta (15.623 orang per km2) dan Jawa Barat

(1.358 orang per km2).

Tabel 4.4

Statistik Ketenagakerjaan Banten

Uraian 2016 2017

Penduduk Usia Kerja (juta

orang)

8,78 8,89

Angkatan Kerja (juta

orang)

5,59 5,97

- Penduduk Bekerja 5,09 5,51

Page 59: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

43

- Penganggur 0,50 0,46

Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (%)

63,66 67,23

Tingkat Pengangguran

Terbuka (%)

8,92 7,75

Sumber : BPS Prov. Banten

Sejak 2016 hingga 2017, penduduk usia kerja Banten (penduduk usia 15

tahun ke atas), yang memasuki pasar kerja telah meningkat hingga menjadi

lebih dari dua pertiganya. Kondisi ini terlihat dari indikator Tingkat Partisipas i

Angkatan Kerja (TPAK), yang memberikan gambaran mengenai besarnya

persentase penduduk usia kerja yang termasuk dalam bagian angkatan kerja.

Jumlah angkatan kerja Banten sendiri selama periode tersebut terus bertambah,

yaitu dari 5,59 juta orang menjadi 5,97 juta orang.

Seiring dengan jumlah angkatan kerja yang bertambah, persentase

penduduk usia kerja yang bekerja juga meningkat. Peningkatan ini, terjadi

karena kesempatan kerja yang tercipta melebihi pertambahan jumlah angkatan

kerja. Imbasnya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Banten menurun

hingga menjadi 7,75% pada tahun 2017. Hanya saja, angka pengangguran ini

terasa sangat tinggi, karena jauh di atas rata-rata Nasional yang hanya sebesar

5,33%.

Tingkat kemiskinan Banten cukup rendah apabila dibandingkan dengan

provinsi lainnya. Pada Maret 2016, tingkat kemiskinan di Provinsi Banten

tercatat sebesar 5,42% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 658,11 ribu

jiwa. Secara nasional, tingkat kemiskinan Banten berada pada posisi terendah

kelima setelah DKI Jakarta (3,75%), Bali (4,25%), Kalimantan Selatan

(4,85%) dan Bangka Belitung (5,22%). Rendahnya tingkat kemiskinan di

Banten bukan berarti masalah kemiskinan tidak menjadi prioritas utama.

Pengentasan kemiskinan tetap menjadi program prioritas, karena hidup yang

layak menjadi hak semua orang dan hal ini yang ingin diwujudkan oleh

Pemerintah Provinsi Banten. (BPS Prov. Banten).

Page 60: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

44

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase

penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat

kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah

penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan

bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang

terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin.

Tabel 4.5

Persentase Penduduk Miskin

Sumber : BPS Prov. Banten

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten sebesar 5,45% atau naik

0,09% dibanding September 2016 yang mencapai 5,36%. Angka kemiskinan

di Banten pada enam bulan lalu atau September 2016 sempat turun 0,06%

dibanding Maret 2016, namun Maret 2017 kembali naik hingga 0,09%.

Kenaikan angka kemiskinan sebesar 0,09% sejalan dengan pertambahan

jumlah penduduk miskin sebanyak 17,3 ribu orang. Bila Maret 2016 jumlah

penduduk miskin sebanyak 658,1 ribu orang atau 5,42%, September 2016 turun

menjadi 657,74 ribu orang atau 5,36%. Maret 2017 kembali naik menjadi

675,04 ribu orang atau 5,45%. Persentase penduduk miskin baik di daerah

perkotaan maupun perdesaan mengalami peningkatan. Persentase penduduk

miskin di perkotaan naik dari 4,49 menjadi 4,52 dan persentase penduduk

miskin di perdesaan naik dari 7,32 menjadi 7,61 pada Maret 2017.

Jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun perdesaan juga

mengalami peningkatan. Di perkotaan bertambah 10,9 ribu orang (dari 380,16

9,67

8,71

5,294,58

4,94

3,575,58

1,67

Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang

Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon

Kota Serang Kota Tangerang Selatan

Page 61: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

45

ribu orang pada September 2016 menjadi 391,06 ribu orang pada Maret 2017).

Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 6,4 ribu orang dari

277,58 ribu orang pada September 2016 menjadi 284,00 ribu orang pada Maret

2017. “Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang,

pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2017, sumbangan garis kemiskinan

makanan terhadap garis kemiskinan tercatat sebesar 70,47%, sedikit lebih

tinggi dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 70,29%.

B. Analisis Deskriptif

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah DEA (Data

Envelopment Analysis) dan software yang digunakan dalam penelitian ini

adalah DEAP version 2.1 dengan asumsi VRS berorientasi output. Alasan

pemilihan skala efisiensi model VRS ini adalah studi ini ingin mengetahui

tingkat efisien sebenarnya (tanpa dibatasi oleh kendala apapun). Dikatakan

efisien jika memiliki tingkat efisien 1 atau 100%, sedangkan yang memilik i

efisiensi kurang dari 1 atau <100% dinyatakan sebagai bank yang tidak efisien.

Pada penelitian ini variabel input digunakan yaitu Belanja Modal, Belanja

Barang dan Jasa, Belanja Bantuan Keuangan, dan Belanja Bantuan Sosial. Pada

tabel berikut disajikan perkembangan variabel input dan output yang

digunakan dalam penelitian.

Tabel 4.6

Realisasi Belanja Modal pada Tahun 2016-2017 (dalam ribu rupiah)

Sumber : BPS Prov. Banten

0200.000.000.000400.000.000.000600.000.000.000800.000.000.000

1.000.000.000.0001.200.000.000.0001.400.000.000.0001.600.000.000.0001.800.000.000.000

2016 2017

Page 62: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

46

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa realisasi belanja modal tahun 2016

sampai tahun 2017 dapat dikatakan mengalami kenaikan di setiap daerahnya,

namun ada beberapa daerah yang mengalami penurunan realisasi belanja

modal seperti Kab. Lebak dan Kota Tangerang Selatan.

Tabel 4.7

Realisasi Belanja Barang dan Jasa pada Tahun 2016-2017 (dalam ribu

rupiah)

Sumber : BPS Prov. Banten

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa realisasi belanja barang dan jasa tahun

2016 sampai tahun 2017 dapat dikatakan mengalami kenaikan di setiap

daerahnya.

0200.000.000.000400.000.000.000600.000.000.000800.000.000.000

1.000.000.000.0001.200.000.000.0001.400.000.000.0001.600.000.000.0001.800.000.000.000

2016 2017

Page 63: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

47

Tabel 4.8

Realisasi Belanja Bantuan Keuangan pada Tahun 2016-2017 (dalam

ribuan rupiah)

Sumber : BPS Prov. Banten

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa rata-rata belanja bantuan keuangan pada

tahun 2016 sampai 2017 mengalami kenaikan pertahunnya, namun hanya Kota

Tangerang saja yang mengalami penurunan.

Tabel 4.9

Realisasi Belanja Bantuan Sosial pada Tahun 2016-2017 (dalam ribuan

rupiah)

Sumber : BPS Prov. Banten

050.000.000.000

100.000.000.000150.000.000.000200.000.000.000250.000.000.000300.000.000.000350.000.000.000400.000.000.000450.000.000.000

2016 2017

0

5.000.000.000

10.000.000.000

15.000.000.000

20.000.000.000

25.000.000.000

30.000.000.000

2016 2017

Page 64: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

48

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa belanja bantuan sosial pada tahun 2016

sampai 2017 mengalami fluktuatif di Prov. Banten, namun lebih banyak

mengalami kenaikan, walaupun tidak terlalu signifikan.

C. Analisis Efisiensi

DEA merupakan suatu teknik pemograman yang digunakan untuk

mengukur tingkat efisiensi dari sekumpulan unit-unit pengambilan keputusan

dalam mengelola input untuk menghasilkan output. Nilai efisiensi dihitung

dengan varian angka 0-1. Bisa dikatakan efisien jika nilai efisiensinya semakin

mendekati 1. Sebaliknya, dikatakan efisien jika nilainya mendekati 0.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai efisiensi dengan menggunakan software

DEAP version 2.1 dengan asumsi VRS dan orientasi output, dapat dilihat nilai

efisiensi pengeluaran pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan

Banten tahun 2016-2017.

Tabel 4.10

Hasil Perhitungan Efisiensi Pemerintah dalam Mengurangi Tingkat

Kemiskinan Banten Tahun 2016

Vrste

Kab. Lebak 0.893

Kab. Pandeglang 1.000

Kab. Serang 0.924

Kab. Tangerang 1.000

Kota Cilegon 0.942

Kota Serang 1.000

Kota Tangerang 1.000

Kota Tangerang Selatan 1.000

Sumber : Hasil olah data dengan DEAP 2.1

Tabel 4.10 menunjukkan skor efisiensi tahun 2016, berdasarkan hasil

pengolahan data DEAP dengan asumsi VRS menunjukkan bahwa Kab.

Pandeglang, Kab. Tangerang, dan Kota Serang telah efisien, karena nilai

efisiensi sudah mencapai angka 1. Namun pada Kab. Lebak, Kab. Serang, dan

Kota Cilegon mengalami inefisiensi. Ini berarti pada tahun 2106 pengeluaran

Page 65: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

49

pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan belum beroperasi secara

efisien. Dapat dilihat juga pada jumlah penduduk miskin Kab. Lebak tahun

2016 yang berjumlah 11.121.000 jiwa yang masih dikategorikan tinggi.

Sumber daya atau aspek yang dapat digali untuk mengurangi tingkat

kemiskinan dapat menggali sumber daya dengan menciptakan lapangan kerja

baru di sektor argoindustri yang merupakan daerah yang memiliki potensi

tersebut karena sebagian besar mata pencaharian masyarakat berada pada

sektor pertanian. Sebagai dukungan sumber daya alam yang berlimpah serta

kondisi iklim yang memiliki curah hujan merata merupakan keunggulan

komporatif dalam penguatan sektor pertanian sebagai sektor basis dalam

perekonomian daerah. Namun lemahnya kualitas sumber daya manusia dan

rendahnya kemampuan fiskal daerah serta belum tersebarnya pengetahuan

teknologi tepat guna, membuat laju pertumbuhan ekonomi di Kab. Lebak

cenderung mengalami perlambatan secara komprehensif sehingga membuat

pengeluaran pemerintah di daerah tersebut tidak beroperasi dengan baik.

Kondisi sosial dan perekonomian merupakan salah satu aspek yang

diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Berdasarkan data BPS

dan hasil dari aplikasi DEA, pekerjaan utama masyarakat Kota Cilegon

sebagian besar jenis lapangan usahanya adalah pedagangan besar, eceran,

rumah makan dan hotel, sedangkan dapat dilihat dari hasil aplikasi DEA Kota

Cilegon mengalami inefisiensi, untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran

pemerintah kota tersebut dapat menggali potensial daerahnya seperti

mensupport produk-produk daerahnya sendiri, dan dapat dimulai dari

pemerintah yang ikut melibatkan produk daerah sendiri.

Page 66: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

50

Tabel 4.11

Hasil Perhitungan Efisiensi Pemerintah dalam Mengurangi Tingkat Kemiskinan

Banten Tahun 2017

Vrste

Kab. Lebak 1.000

Kab. Pandeglang 1.000

Kab. Serang 0.787

Kab. Tangerang 0.940

Kota Cilegon 0.320

Kota Serang 1.000

Kota Tangerang 1.000

Kota Tangerang Selatan 1.000

Sumber : Hasil olah data dengan DEAP 2.1

Tabel 4.11 menunjukkan skor efisiensi tahun 2017, berdasarkan hasil

pengolahan data DEA dengan asumsi VRS menunjukkan bahwa di setiap

daerah Prov. Banten telah efisien, karena nilai efisiensi di masing-mas ing

daerah tersebut sudah mencapai angka 1. Kab. Pandeglang merupakan daerah

yang dengan tingkat pertumbuhan penduduknya yg paling rendah diantara

daerah lainnya di Prov. Banten, itu termasuk salah satunya yang membuat

daerahnya efisien sehingga pengeluaran pemerintahnya telah beroperasi

dengan baik. Sedangkan pada Kota Cilegon pada tahun 2017 mempunya i

jumlah penduduk terkecil diantara daerah lainnya di Banten yang berjumlah

14.890.000 jiwa namun pada hasil penelitian Kota Cilegon termasuk yang tidak

efisien, sehingga pengeluaran pemerintahnya tidak beroperasi secara baik. Jika

dilihat dari hasil DEA dari 2016 sampai 2017 terjadi perubahan pada Kab.

Lebak yang semulanya inefisien menjadi efisiensi.

Pengembangan ekonomi mikro bagi masyarakat berpenghasilan rendah

menjadi pendekatan yang dicanangkan dalam Program GEBRAK SIPINTAR

atau Gerakan Berantas Kemiskinan Melalui Simpan Pinjam Terpadu. Gerakan

Berantas Kemiskinan melalui Simpan Pinjam Terpadu ini memberikan

stimulasi bagi yang benar-benar membutuhkan tanpa agunan. Program yang

Page 67: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

51

menjadi bagian dari program GEBRAK SIPINTAR yaitu program

pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil

menengah melalui penguatan pembiayaan usaha bagi UMKM dan penyediaan

infrastruktur pendukung. Diharapkan pada akhir periode RPJMD sebanyak

32.000 UMKM dapat ditingkatkan produk dan mutunya melalui penyertaan

modal pada Unit Pengelola Dana Bergulir (UPDB). Pihak yang terkait dalam

program ini antara lain Dinas KUMKM dan lembaga-lembaga keuangan.

Program tersebut merupakan usaha pemerintah Kab. Pandeglang untuk

meretaskan tingkat kemiskinan.

Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten

dengan Kecamatan Rangkasbitung sebagai ibu kota, sebelum Ibu Kota

Kabupaten Lebak di Warunggunung, Ibu Kota Kabupaten Lebak di Lebak

Parahiang yang saat ini menjadi Kecamatan Leuwidamar. Pemindahan Ibu

Kota Kabupaten Lebak ke Warunggunung terjadi pada sekitar tahun 1843.

Rangkasbitung sebagai ibu kota sempat menjadi daerah tertinggal.

Namun, semangat pembangunan yang ingin dilakukan Pemkab Lebak,

terutama di sekitar perkotaan Rangkasbitung, mulai mengubah segalanya.

Denyut Rangkasbitung menggeliat, wajahnya pun semakin cantik.

Pengembangan Ibu Kota Rangkasbitung terjadi sejak tiga periode, yaitu saat

Kabupaten Lebak dipimpin Mulyadi Jayabaya selama dua periode dan Iti

Octavia Jayabaya. Beberapa pembangunan di Kota Rangkasbitung yang

monumental, yaitu Pembangunan Masjid Agung Alun-Alun Rangkasbitung.

Peninggalan dari pembangunan Mulyadi Jayabaya ini menjadi sarana ibadah

yang megah dan alun-alun menjadi ruang publik yang nyaman bagi masyarakat

Kabupaten Lebak, itu merupakan salah satu penyebab yang semula inefis ien

menjadi efisiensi.

Page 68: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

52

Tabel 4.12

Wilayah Acuan Prov. Banten Tahun 2016

Lebak Kab. Pandeglang Kab. Tangerang Kota Serang

Kab. Pandeglang

Kab. Serang Kab. Pandeglang Kota Serang Kota Tangsel

Kab. Tangerang

Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel

Kota Serang

Kota Tangerang

Kota Tangsel

Sumber : Hasil olah data dengan DEAP 2.1

Berdasarkan tabel 4.12, hasil perhitungan selama periode 2016 sampai 2017

menunjukkan bahwa kemiskinan pada Prov. Banten rata-rata sudah efisiens i,

namun yang selalu mencapai nilai 1 efisien yaitu Kab. Pandeglang. Selanjutnya,

Kab. Pandeglang dapat dijadikan bechmark (wilayah acuan) bagi kabupaten/kota

lainnya yang belum mencapai nilai efisiensi. Pada tahun 2016 Kab. Tangerang,

Kab. Pandeglang, Kota Serang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan

sudah menjadi bechmark.

Pada kolom pertama dijelaskan bahwa Kab. Pandeglang dapat dijadikan

bechmark (wilayah acuan) untuk Lebak dikarenakan jarak yang bersekitaran hanya

43,1km dari Kab. Lebak. Untuk Kab. Serang yang dimana daerah tersebut belum

mencapai titik efisiensi yang hanya mencapai 0.787 yang menunjukkan bahwa

daerah tersebut dapat meniru daerah yang sudah efisien seperti Kab. Pandeglang

dan Kota Serang yang merupakan jarak terdekat dari Kab. Serang.

Page 69: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

53

Tabel 4.13

Wilayah Acuan Prov. Banten Tahun 2017

Kab. Lebak

Kab. Pandeglang

Kab. Serang Kab. Lebak Kota Serang

Kab. Tangerang Kota Tangerang Kab. Pandeglang Kota Serang

Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel

Kota Serang

Kota Tangerang

Kota Tangsel

Berdasarkan tabel 4.13 hasil perhtiungan selama periode 2017

menunjukkan bahwa kemiskinan Prov. Banten rata-rata sudah efisien, namun

yang selalu mencapai nilai 1 efisien dari 2016 sampai 2017 yaitu Kab.

Pandeglang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, sehingga daerah

tersebut dapat dijadikan bechmark (wilayah acuan).

Pada tahun 2017, Kab. Lebak sudah mencapai efisiensi yang artinya

daerah tersebut sudah bisa dijadikan wilayah acuan untuk wilayah yang masih

tertinggal, tak hanya pembangunan ibadah yang diperbaiki, pada tahun 2017

juga Kab. Lebak membangun beberapa ruang publik yaitu balong ranca lentah,

stadion ona (hutan kota), taman hati, dan museum multatuli, serta perpustakaan

saija dan adinda. Karena itu, pengembangan Kota Rangkasbitung akan memilik i

daya tarik, baik di Indonesia maupun mancanegara.

Namun dapat disayangkan pada tahun 2017 Kab.Tangerang yang semula

efisiensi menjadi inefisien, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) tahun 2017, hanya 15,99% di tahun ajaran tersebut penduduk usia 0-

6 tahun yang mengikuti pendidikan pra sekolah, persentase tersebut terbagi

44,28% di Taman Kanak-kanak (TK) dan 50,75% di Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD). Di usia 15 tahun ke atas, penduduk berijasah Sekolah Dasar (SD)

sederajat masih yang tertinggi, yakni sebesar 28,66% dan SLTP sebesar 23,24

Page 70: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

54

persen, namun penduduk yang memiliki ijasah perguruan tinggi masih yang

terkecil, yakni hanya 4,5%. Data ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan

di Kabupaten Tangerang masih rendah.

Page 71: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

55

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan pada tahun 2016 daerah Prov. Banten yang mengalami

efisiensi ialah daerah Kab. Pandeglang, Kota Serang, Kota Tangerang, dan Kota

Tangerang Selatan, sedangkan Lebak, Kab. Serang, Kab. Tangerang dan Kota

Cilegon mengalami inefisiensi.

Sedangkan pada tahun 2017 daerah Prov. Banten yang mengalami

efisiensi ialah daerah Lebak, Kab. Pandeglang, Kota Serang, Kota Tangerang,

Kota Tangerang Selatan, dan yang mengalami inefisiensi pada tahun 2017 ialah

daerah Kab. Serang, Kab. Tangerang.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, maka saran yang dapat

diajukan dalam penelitian ini yaitu :

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Provinsi Banten dalam melaksanakan

kebijakan di bidang anggaran terutama untuk meningkatkan efisiens i

pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

2. Sebagai masukan dan tambahan informasi untuk melakukan penelit ian

selanjutnya di bidang yang sama bagi peneliti lain.

Page 72: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

56

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. “Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro”, BPFE, Yogyakarta, 2000.

Jonadi, A. (2012). Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Di Indonesia.

Jurnal Kajian Ekonomi, 1(April), 140–164.

Boediono. “Teori Pertumbuhan Ekonomi”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1999.

Kuncoro, Mudrajad, 1997. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Nazamuddin. (2009). Atas Nama Kemiskinan. Aceh : FE-Universitas Syiah Kuala

Darise, Nurlan. “Pengelolaan Keuangan Daerah”, PT. Indeks, Jakarta 2009.

Kurnia, Akhmad Syakir. “Model Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Public Metode

Free Disposable Hull (FDH)”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 11 No.2, 2006.

Lela, Dina Pertiwi. “Efisiesi Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa

Tengah”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.12 No.2 Hal: 123 – 139, Yogyakarta,

2007.

Lestari, Triyanti. “Analisis Efisiensi Belanja Daerah di Jawa Timur (Studi Kasus

Bidang Pendidikan dan Kesehatan Tahun 2009-2011)”, Jurnal Ilmiah Fakultas

Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, 2013

Mangkoesoebroto, Guritno. “Ekonomi Publik”, Edisi 3, BPFE, Yogyakarta,1993.

Mahmudi. “Manajemen Keuangan Daerah”, Erlangga, Jakarta, 2010.

Merini, Dian, dkk.“Analisis Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik Di

Kawasan Asia Tenggara : Aplikasi Data Envelopment Analysis”,Jurnal Ilmiah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, 2013.

Rusyidiana, Aam Slamet.”Mengukur Tingkat Efisiensi dengan Metode Data

Envelopment Analysis (DEA)”, Cetakan Pertama Februari 2013, Tim SMART

Consulting, Bogor, 2013.

Saleh, Samsubar. “Metodologi Empiris Data Envelopment Analysis (DEA)”, Pusat

Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2000.

Sujarweni, Wiratna. “Metode Penelitian Bisnis & Ekonomi”, Pustaka Baru Press,

Yogyakarta, 2015.

Susilowati, Indah, dkk. “Modul Mengukur Efisiensi dengan Metode Data

Envelopment Analysis (DEA) DEAWIN.exe”, Fakultas Ekonomi, Univers itas

Dipenogoro, Semarang, 2004.

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah.

Page 73: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

57

Yunan, Zuhairan N. “Tingkat Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Pulau

Jawa”, Jurnal Signifikan Vol. 3 No.1, Jakarta, 2015.

Page 74: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

LAMPIRAN – LAMPIRAN

58

Page 75: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

Hasil olahan DEA tahun 2016

Results from DEAP Version 2.1

*****************************

by Tim Coelli, CEPA

http://www.uq.edu.au/economics/cepa

Project: DATA 2016

Model 1: First model

Input orientated DEA

Scale assumption: VRS

Slacks calculated using multi-stage method

EFFICIENCY SUMMARY:

firm crste vrste scale

Lebak 0.892 0.893 0.999 drs

KabPande 1.000 1.000 1.000 -

KabSer 0.597 0.961 0.622 irs

KabTang 0.988 1.000 0.988 drs

KCilgeon 0.345 0.942 0.366 irs

KotaSera 1.000 1.000 1.000 -

KotaTang 1.000 1.000 1.000 -

KTangsel 1.000 1.000 1.000 -

mean 0.853 0.975 0.872

Note: crste = technical efficiency from CRS DEA

vrste = technical efficiency from VRS DEA

scale = scale efficiency = crste/vrste

Note also that all subsequent tables refer to VRS results

Page 76: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

SUMMARY OF OUTPUT SLACKS:

firm output: Kemiskin

Lebak 0.000

KabPande 0.000

KabSer 41292.560

KabTang 0.000

KCilgeon 19107.007

KotaSera 0.000

KotaTang 0.000

KTangsel 0.000

mean 7549.946

SUMMARY OF INPUT SLACKS:

firm input: Bansos BanKeu Barjas BModal

Lebak 4587302.743 0.000 0.00095252428.365

KabPande 0.000 0.000 0.000 0.000

KabSer 0.000 0.000************ 0.000

KabTang 0.000 0.000 0.000 0.000

KCilgeon 9815689.049 0.000 0.00055000078.638

KotaSera 0.000 0.000 0.000 0.000

KotaTang 0.000 0.000 0.000 0.000

KTangsel 0.000 0.000 0.000 0.000

mean 1800373.974 0.00026123221.38418781563.375

Page 77: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

SUMMARY OF PEERS:

firm peers:

Lebak KabPande KabTang KotaSera

KabPande KabPande

KabSer KabPande KotaSera KTangsel

KabTang KabTang

KCilgeon KotaSera KTangsel

KotaSera KotaSera

KotaTang KotaTang

KTangsel KTangsel

SUMMARY OF PEER WEIGHTS:

(in same order as above)

firm peer weights:

Lebak 0.876 0.035 0.089

KabPande 1.000

KabSer 0.923 0.024 0.054

KabTang 1.000

KCilgeon 0.761 0.239

KotaSera 1.000

KotaTang 1.000

KTangsel 1.000

PEER COUNT SUMMARY:

(i.e., no. times each firm is a peer for another)

firm peer count:

Page 78: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

Lebak 0

KabPande 2

KabSer 0

KabTang 1

KCilgeon 0

KotaSera 3

KotaTang 0

KTangsel 2

SUMMARY OF OUTPUT TARGETS:

firm output: Kemiskin

Lebak 111210.000

KabPande 115900.000

KabSer 109212.560

KabTang 182520.000

KCilgeon 34007.007

KotaSera 36400.000

KotaTang 102880.000

KTangsel 26380.000

SUMMARY OF INPUT TARGETS:

firm input: Bansos BanKeu Barjas BModal

Lebak 2352535.164************************************

KabPande 1400000.000************************************

KabSer 1456438.472************************************

KabTang 25552293.000************************************

KCilgeon 2406816.981 719589.392************************

KotaSera 2552027.000 846504.000************************

KotaTang 24032292.000 1546723.000************************

Page 79: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

KTangsel 1944000.000 315084.000************************

FIRM BY FIRM RESULTS:

Results for Lebak:

Technical efficiency = 0.893

Scale efficiency = 0.999 (drs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 111210.000 0.000 0.000 111210.000

input Bansos 7770521.000 -830683.094 -4587302.743 2352535.164

input BanKeu 332851248.000 -35582415.190 0.000 297268832.810

input Barjas 479957839.000 -51308382.358 0.000 428649456.642

input BModal 541448513.000 -57881849.352 -95252428.365 388314235.283

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KabPande 0.876

KabTang 0.035

KotaSera 0.089

Results for KabPande:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 115900.000 0.000 0.000 115900.000

input Bansos 1400000.000 0.000 0.000 1400000.000

input BanKeu 330100633.000 0.000 0.000 330100633.000

input Barjas 390683453.000 0.000 0.000 390683453.000

Page 80: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

input BModal 369304934.000 0.000 0.000 369304934.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KabPande 1.000

Results for KabSer:

Technical efficiency = 0.961

Scale efficiency = 0.622 (irs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 67920.000 0.000 41292.560 109212.560

input Bansos 1515100.000 -58661.528 0.000 1456438.472

input BanKeu 316873928.000 -12268700.860 0.000 304605227.140

input Barjas 647065435.000 -25053030.741-208985771.071 413026633.189

input BModal 417285119.000 -16156413.785 0.000 401128705.215

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KabPande 0.923

KotaSera 0.024

KTangsel 0.054

Results for KabTang:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 0.988 (drs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 182520.000 0.000 0.000 182520.000

input Bansos 25552293.000 0.000 0.000 25552293.000

input BanKeu 225291257.000 0.000 0.000 225291257.000

Page 81: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

input Barjas 1440530317.000 0.000 0.0001440530317.000

input BModal 1410376721.000 0.000 0.0001410376721.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KabTang 1.000

Results for KCilgeon:

Technical efficiency = 0.942

Scale efficiency = 0.366 (irs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 14900.000 0.000 19107.007 34007.007

input Bansos 12975088.000 -752581.970 -9815689.049 2406816.981

input BanKeu 763897.000 -44307.608 0.000 719589.392

input Barjas 527990656.000 -30624551.295 0.000 497366104.705

input BModal 461651194.000 -26776725.138 -55000078.638 379874390.224

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KotaSera 0.761

KTangsel 0.239

Results for KotaSera:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 36400.000 0.000 0.000 36400.000

input Bansos 2552027.000 0.000 0.000 2552027.000

input BanKeu 846504.000 0.000 0.000 846504.000

Page 82: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

input Barjas 401907614.000 0.000 0.000 401907614.000

input BModal 169833427.000 0.000 0.000 169833427.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KotaSera 1.000

Results for KotaTang:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 102880.000 0.000 0.000 102880.000

input Bansos 24032292.000 0.000 0.000 24032292.000

input BanKeu 1546723.000 0.000 0.000 1546723.000

input Barjas 1315240511.000 0.000 0.0001315240511.000

input BModal 933923684.000 0.000 0.000 933923684.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KotaTang 1.000

Results for KTangsel:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 26380.000 0.000 0.000 26380.000

input Bansos 1944000.000 0.000 0.000 1944000.000

input BanKeu 315084.000 0.000 0.000 315084.000

input Barjas 801613779.000 0.000 0.000 801613779.000

Page 83: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

input BModal 1049322169.000 0.000 0.0001049322169.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KTangsel 1.000

Page 84: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

Hasil olahan DEA tahun 2017

Results from DEAP Version 2.1

*****************************

by Tim Coelli, CEPA

http://www.uq.edu.au/economics/cepa

Project: data 2017

Model 1: First model

Input orientated DEA

Scale assumption: VRS

Slacks calculated using multi-stage method

EFFICIENCY SUMMARY:

firm crste vrste scale

Lebak 1.000 1.000 1.000 -

KabPande 1.000 1.000 1.000 -

KabSer 0.596 0.757 0.787 irs

KabTang 0.541 0.575 0.940 drs

KotaCile 0.315 0.985 0.320 irs

KotaSera 1.000 1.000 1.000 -

KotaTang 1.000 1.000 1.000 -

KTangsel 1.000 1.000 1.000 -

mean 0.806 0.915 0.881

Note: crste = technical efficiency from CRS DEA

vrste = technical efficiency from VRS DEA

scale = scale efficiency = crste/vrste

Page 85: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

Note also that all subsequent tables refer to VRS results

SUMMARY OF OUTPUT SLACKS:

firm output: Kemiskin

Lebak 0.000

KabPande 0.000

KabSer 0.000

KabTang 0.000

KotaCile 20125.965

KotaSera 0.000

KotaTang 0.000

KTangsel 0.000

mean 2515.746

SUMMARY OF INPUT SLACKS:

firm input: Bansos BanKeu BarJas BModal

Lebak 0.000 0.000 0.000 0.000

KabPande 0.000 0.000 0.000 0.000

KabSer 4746362.316************89955646.867 0.000

KabTang 1772182.511 0.000 0.000************

KotaCile 6975085.670 0.00038976314.072 0.000

KotaSera 0.000 0.000 0.000 0.000

KotaTang 0.000 0.000 0.000 0.000

KTangsel 0.000 0.000 0.000 0.000

mean 1686703.81213359817.68016116495.11719255183.507

Page 86: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

SUMMARY OF PEERS:

firm peers:

Lebak Lebak

KabPande KabPande

KabSer Lebak KotaSera

KabTang KotaTang KabPande KotaSera

KotaCile KotaSera KTangsel

KotaSera KotaSera

KotaTang KotaTang

KTangsel KTangsel

SUMMARY OF PEER WEIGHTS:

(in same order as above)

firm peer weights:

Lebak 1.000

KabPande 1.000

KabSer 0.434 0.566

KabTang 0.429 0.486 0.085

KotaCile 0.763 0.237

KotaSera 1.000

KotaTang 1.000

KTangsel 1.000

PEER COUNT SUMMARY:

(i.e., no. times each firm is a peer for another)

firm peer count:

Lebak 1

KabPande 1

Page 87: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

KabSer 0

KabTang 0

KotaCile 0

KotaSera 3

KotaTang 1

KTangsel 1

SUMMARY OF OUTPUT TARGETS:

firm output: Kemiskin

Lebak 111080.000

KabPande 117310.000

KabSer 69100.000

KabTang 105340.000

KotaCile 35015.965

KotaSera 36970.000

KotaTang 105340.000

KTangsel 28730.000

SUMMARY OF INPUT TARGETS:

firm input: Bansos BanKeu BarJas BModal

Lebak 12090835.000************************************

KabPande 8590000.000************************************

KabSer 6723321.821************************************

KabTang 12013607.249************************************

KotaCile 2498849.034 977657.176************************

KotaSera 2615218.000 1152153.000************************

KotaTang 17754706.000 1030009.000************************

KTangsel 2124500.000 416319.000************************

Page 88: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

FIRM BY FIRM RESULTS:

Results for Lebak:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 111080.000 0.000 0.000 111080.000

input Bansos 12090835.000 0.000 0.000 12090835.000

input BanKeu 400267333.000 0.000 0.000 400267333.000

input BarJas 651217728.000 0.000 0.000 651217728.000

input BModal 374004042.000 0.000 0.000 374004042.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

Lebak 1.000

Results for KabPande:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 117310.000 0.000 0.000 117310.000

input Bansos 8590000.000 0.000 0.000 8590000.000

input BanKeu 396536743.000 0.000 0.000 396536743.000

input BarJas 562468349.000 0.000 0.000 562468349.000

input BModal 541393604.000 0.000 0.000 541393604.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KabPande 1.000

Page 89: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

Results for KabSer:

Technical efficiency = 0.757

Scale efficiency = 0.787 (irs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 69100.000 0.000 0.000 69100.000

input Bansos 15151000.000 -3681315.862 -4746362.316 6723321.821

input BanKeu 371275741.000 -90210763.289-106878541.437 174186436.274

input BarJas 834778178.000-202830318.005 -89955646.867 541992213.128

input BModal 463747394.000-112679073.169 0.000 351068320.831

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

Lebak 0.434

KotaSera 0.566

Results for KabTang:

Technical efficiency = 0.575

Scale efficiency = 0.940 (drs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 105340.000 0.000 0.000 105340.000

input Bansos 23968700.000 -10182910.239 -1772182.511 12013607.249

input BanKeu 335940647.000-142721693.462 0.000 193218953.538

input BarJas 1666517795.000-708006738.721 0.000 958511056.279

input BModal 1530660350.000-650288791.242-154041468.052 726330090.706

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KotaTang 0.429

Page 90: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

KabPande 0.486

KotaSera 0.085

Results for KotaCile:

Technical efficiency = 0.985

Scale efficiency = 0.320 (irs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 14890.000 0.000 20125.965 35015.965

input Bansos 9615336.000 -141401.296 -6975085.670 2498849.034

input BanKeu 992249.000 -14591.824 0.000 977657.176

input BarJas 628654507.000 -9244873.223 -38976314.072 580433319.704

input BModal 500709558.000 -7363339.217 0.000 493346218.783

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KotaSera 0.763

KTangsel 0.237

Results for KotaSera:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 36970.000 0.000 0.000 36970.000

input Bansos 2615218.000 0.000 0.000 2615218.000

input BanKeu 1152153.000 0.000 0.000 1152153.000

input BarJas 458394886.000 0.000 0.000 458394886.000

input BModal 333514135.000 0.000 0.000 333514135.000

LISTING OF PEERS:

Page 91: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

peer lambda weight

KotaSera 1.000

Results for KotaTang:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 105340.000 0.000 0.000 105340.000

input Bansos 17754706.000 0.000 0.000 17754706.000

input BanKeu 1030009.000 0.000 0.000 1030009.000

input BarJas 1506228131.000 0.000 0.0001506228131.000

input BModal 1013676203.000 0.000 0.0001013676203.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

KotaTang 1.000

Results for KTangsel:

Technical efficiency = 1.000

Scale efficiency = 1.000 (crs)

PROJECTION SUMMARY:

variable original radial slack projected

value movement movement value

output Kemiskin 28730.000 0.000 0.000 28730.000

input Bansos 2124500.000 0.000 0.000 2124500.000

input BanKeu 416319.000 0.000 0.000 416319.000

input BarJas 973020546.000 0.000 0.000 973020546.000

input BModal 1007512392.000 0.000 0.0001007512392.000

LISTING OF PEERS:

peer lambda weight

Page 92: EFISIENSI PEMERINTAH DALAM MENGURANGI TINGKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46716... · 2019-08-19 · SAW, yang senantiasa menjadi panutan, tauladan dan sumber

KTangsel 1.000