efektivitas pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan (studi pada dinas pekerjaan umum kabupaten...
DESCRIPTION
Efektivitas Pelayanan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan di kabupaten Kolaka telah berjalan efektif dan baik. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan pelayanan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka telah berjalan dengan efektif dari segi pelayanan IMB kepada masyarakat, hasil pengukuran kinerja dan analisa pencapaian sasaran Rencana Strategis tahun 2009 sampai dengan 2014TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmah positif bagi
daerah dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah bagitu kuat
sehingga menimbulkan ketimpangan perekonomian antar daerah, tuntutan
daerah untuk mengarahkan sistem sentralistik kepada sistem desentralisasi
menuju otonomi daerah makin kuat. Sejak diberlakukannya era otonomi
daerah pada Januari 2001, gema otonomi daerah semakin gencar baik berupa
retorika elit politik maupun para pelaksana daerah yang tidak sabar untuk
melaksanakan kebijakan itu. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang menjadi
dasar hukum pelaksanaannya dimana otonomi memberikan kebebasan pada
pemerintahan kabupaten atau pemerintahan kota untuk mengatur dirinya
sendiri.
Otonomi merangsang daerah untuk memberdayakan sumber daya baik
fisik ataupun non fisik yang ada di wilayahnya. Pembagian hasil ekonomi
yang tidak merata selama ini telah memicu tuntutan untuk segera
diberlakukannya otonomi daerah terutama oleh daerah-daerah yang kaya akan
sumber daya alam.
Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru
1
menuju Orde Reformasi, pola hubungan pemerintahan antara Pemerintah
Daerah dengan Pemerintah Pusat juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya
kita menganut sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang ternyata
hanya menimbulkan ketidak-adilan di seluruh daerah, sejak tahun 1999
dirubah menjadi era desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
otonomi daerah.
Pada masa itu bangsa Indonesia menaruh harapan yang sekurang-
kurangnya harapan tersebut terwakili dengan penggalan kalimat yang
diuraikan oleh Malcom Wallis, Local Government and Development, p.128,
dalam Cohen, John, M and Peterson, Stephen B, 1999 mengatakan: “more
and more governments see decentralization as a way forward, as a desirable
policy. On the other hand, the implementation of that policy has mostly failed
to live up to expectation”.
Filosofi otonomi daerah adalah mewujudkan kemandirian daerah di
segala segi kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Diharapkan, dengan otonomi semua daerah di Indonesia mampu
melaksanakan semua urusan pemerintahan dan pembangunan dengan
bertumpu pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang di milikinya.
Dengan melihat realita pencapaian PAD di hampir semua daerah di Indonesia,
tujuan mulia otonomi tersebut bagaikan jauh panggang dari pada api. Bukan
kemandirian yang ada justru tingkat ketergantungan terhadap pusat yang
semakin besar.
Salah satu tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan
2
Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya
kemandirian daerah. Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri
dalam pengelolaan kewenangannya yang ditandai dengan makin kuatnya
Kapasitas Fiskal atau PAD suatu daerah. Sementara itu untuk beberapa hal
yang mungkin masih kekurangan dana, daerah masih diberi bantuan dari
Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan, seperti Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).
Secara legalitas pembentukan sistem otonomi daerah tertuang dalam
Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 yang berimplikasi pada
pemberian kewenangan kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan di
segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik
(public services). Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara
mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, implementasinya, pembiayaan,
maupun sisi pengawasan dan evaluasinya. Dengan demikian, pembangunan
yang dilaksanakan akan banyak memberikan manfaat bagi daerah,
diantaranya:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat;
2. Mendorong perkembangan perekonomian daerah;
3. Mendorong peningkatan pembangunan daerah di segala bidang;
4. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat;
5. Meningkatkan pendapatan asli daerah; dan
6. Mendorong kegiatan investasi.
Sesuai dengan UU No 33 Tahun 2004 Pasal 10 disebutkan bahwa yang
3
menjadi sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah (capital
investment) antara lain berasal dari PAD dan Dana Perimbangan yang diterima
oleh daerah-daerah dari Pemerintah Pusat. Dana Perimbangan itu sendiri
terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK). Selain itu juga ada sumber lain yang berasal dari pembiayaan
berupa pinjaman Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sendiri terdiri
dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan Lain-lain PAD yang sah.
Izin Mendirikan bangunan (IMB) merupakan izin yang diberikan
untuk melakukan kegiatan membangun, masyarakat yang akan membangun
sebaiknya mengurus IMB supaya bangunannya tidak dibongkar lagi ketika ada
sidak dari instansi terkait. Dengan kata lain, masyarakat mestinya menyiapkan
IMB agar proyek tetap berjalan atau tidak tertunda karena kasus perizinan ini.
Hampir di setiap kawasan pemukiman penduduk dapat terlihat plang
yang tertuliskan “pastikan setiap bangunan memiliki IMB” atau slogan sejenis
lainnya. Izin ini meliputi aspek pertanahan, aspek planologis, aspek teknis,
aspek kesehatan, kenyamanan, dan lingkungan. Siapapun yang bertanggung
jawab atas kegiatan pendirian bangunan berkewajiban untuk meminta izin
kepada pemerintah setempat. Selain itu, pemilik bangunan yang telah lama
membangun namun belum memiliki IMB, juga mempuyai kewajiban
mengurus IMB. Pemilik dianggap sebagai pemohon jika ia merupakan orang
yang meminta izin langsung tanpa perantara. Kontraktor atau developer atau
siapapun dapat mengggantikan posisi pemilik sah bangunan sebagai pemohon
hanya jika mereka mendapat izin dari pemilik bangunan untuk mengurus
4
segala keperluan demi mendapatkan IMB. Izin perwalian ini dapat berupa
surat kuasa dari pemohon sebagai bukti pelimpahan kuasa kepada yang
bersangkutan.
Sebaiknya IMB diajukan sebelum pelaksanaan pengerjaan bangunan,
sehingga pada saat pelaksanaan tidak terganjal dengan peraturan-peraturan
yang berlaku. Pada umumnya waktu pemrosesan IMB lamanya 24-25 hari
terhitung dari waktu pengajuan yang pertama kali. Jangka waktu ini berbeda-
beda tergantung kebijakan daerah pengawasan setempat dan kesiapan berkas-
berkas yang diperlukan.
Waktu penyelesaian permohonan untuk rumah tinggal paling lambat
25 hari kerja sejak diterimanya permohonan yang telah memenuhi persyaratan
dan telah membayar retribusi. Namun waktu tersebut tidak berlaku jika hasil
penelitian teknis dari permohonan masih memerlukan perbaikan-perbaikan
dan penyempurnaan, setelah adanya pemberitahuan secara tertulis dari dinas
terkait.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor
34 tahun 2000, dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 dan 66 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, dan pada tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan Rancangan
Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi
Undang-undang PDRD. Hal ini sangat strategis dan mendasar di bidang
desentralisasi fiskal, karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup
5
fundamental dalam penataan kembali hubungan keuangan antara Pusat dan
Daerah.
Pengelolaan IMB yang ada di Sulawesi Tenggara, khususnya di
Kabupaten Kolaka, dalam implementasi kebijakan dalam pelayanan IMB
Kabupaten Kolaka dianggap masih belum optimal, dimana proses
pengelolaan IMB tersebut langsung diberikan pada kantor Dinas Pekerjaan
Umum, Bidang Tata Ruang dan Perumahan Kabupaten Kolaka. Dengan kata
lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari IMB di Kabupaten
Kolaka pelayanannya belum dimaksimalkan dengan baik.
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber
penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu
daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi
daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi
daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang
terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut.
Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar
kontribusinya terhadap APBD pemerintah daerah perlu melakukan beberapa
langkah diantaranya adalah intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah
dan retribusi daerah termasuk di dalamnya intensifikasi pengelolaan IMB,
kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak
dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.
6
Berdasarkan permasaalahan di atas, maka penulis tetarik melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Pelayanan Pemberian Izin Mendirikan
Bangunan (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas pelayanan pemberian Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kolaka?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
pelayanan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Kolaka.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah,
baik pemerintah tingkat atas maupun tingkat bawah dalam kaitannya
dengan efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
2. Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi siapa saja yang berminat
mengembangkan ilmu pengetahuan terkait dengan IMB, sekaligus
melengkapi perbendaharaan data atau informasi bagi kepentingan
penelitian sejenis di masa yang akan datang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Efektivitas
Dalam aktivitas sehari-hari masalah efektivitas sering dianggap
sebagai tolak ukur keberhasilan manajemen dalam rangka pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya seperti tenaga, sarana dan dana yang langka dana
berharga.
Menurut Djuardi (1993 : 15), secara spesifik melihat bahwa efektivitas
merupakan konsep yang sangat penting dalam teori organisasi dalam
mencapai sasarannya.
Siagian (1992 : 24) mengemukakan beberapa kriteria atau ukuran
tentang pencapaian tujuan secara efektif atau tindakan yaitu sebagai berikut :
1. Kejelasan tujuan yang ingin di capai
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap
4. Perencanaan yang mantap
5. Penyusunan program yang mantap
6. Tersedianya sarana dan prasarana
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien
8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
Siagian (1992 : 60) lebih lanjut mengemukakan bahwa secara
sederhana efektivitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu
8
yang telah di tentukan. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas di nilai baik
atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas itu diselesaikan dan terutama
bagaimana cara menyelesaikan dan beberapa besar biaya yang dikeluarkan
untuk itu. Menyangkut pelayanan kepada masyarakat atau pelayanan sosial,
maka pertimbangan biaya kurang diperhatikan, yang penting bagaimana tugas
yang dibebankan kepada organisasi tersebut dapat dilaksanakan.
Handayaningrat (1989 : 75), efektivitas adalah pengukuran dalam arti
tercapainya tujuan dan sasaran yang telah di tentukan sebelumnya. Sementara
itu, konsep lain dikemukakan oleh Hidayat (1989 : 15) bahwa efektivitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh tingkat kualitas, waktu,
kuantitas yang telah dicapai.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa suatu organisasi dikatakan efektif dalam melaksanakan tugas pelayanan
masyarakat apabila:
1. Mencapai tingkat produktivitas yang tinggi;
2. Sistem rencana kegiatan ditetapkan dalam waktu tertentu;
3. Dapat mencapai target kualitas dan kuantitas; dan
4. Menghasilkan akibat sebagaimana yang telah di kehendaki.
Hidayat dan Sucherly (1986) mengemukakan bahwa efektivitas
merupakan konsep pengukuran yang membandingkan realisasi dengan target
yang ingin dicapai. Semakin besar antara rasio dengan target, berarti semakin
tinggi tingkat efektivitas pelayanan organisasi pemerintah.
9
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka indikator dari efektivitas yang
dianggap representatif adalah :
1. Jumlah pekerjaan/tugas yang diberikan oleh atasan;
2. Jumlah pekerjaan/tugas yang selesai dilaksanakan;
3. Jumlah tunggakan pekerjaan;
4. Jumlah orang (anggota masyarakat) yang membutuhkan pelayanan dalam
unit waktu tertentu; dan
5. Jumlah orang (anggota masyarakat) yang selesai dilayani dalam unit
waktu tertentu.
Konsep efektivitas dan efisiensi adalah dua hal yang susah untuk
dipisahkan tetapi sesungguhnya memiliki makna yang berbeda. Menurut
Scoderbeg dalam Sugiono (2010:23) mengatakan bahwa efektivitas
merupakan landasan untuk mencapai sukses, dan efisiensi merupakan sumber
daya minimal yang digunakan untuk mencapai kesuksesan. Efisiensi
berkenaan dengan cara mengerjakan sesuatu dengan betul, sedangkan
efektivitas berkenaan dengan pekerjaan yang betul yang dikerjakan.
Selanjutnya Fremont E. Kas dalam Sugiono (2010:23) mengemukakan
bahwa “Effectiveness is concerned with the accomplishment of explicit or
implicit goals”. Jadi efektivitas berkenaan dengan derajad pencapaian tujuan
baik secara eksplisit maupun implisit, yaitu seberapa jauh rencana dapat
dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan tercapai. Sedangkan efisien berarti
optimasi penggunaan sumber daya, yaitu yang termudah cara
10
mengerjakannya, termurah biayanya, tersingkat waktunya, teringan bebannya,
terpendek jaraknya.
Menurut Gibson dkk. (1996:28) kata efektivitas berasal dari kata
efektif. Pengertian kata efektif menurut Alax S. Nitisemito (1992:207) berarti
keadaan yang mengandung makna mengenai terjadinya suatu efek atau akibat
yang dikehendaki.
Nawawi (1992:87) mengemukakan bahwa efektivitas merupakan
konsep pengukuran yang membandingkan realisasi dengan target yang ingin
dicapai. Semakin besar rasio antara realisasi dengan target, berarti semakin
tinggi tingkat efektivitas pelayanan organisasi pemerintah. Siagian (1986:14)
menyatakan bahwa efektivitas biasanya diartikan sebagai tingkat output yang
sesungguhnya dari sistem yang bersangkutan dibandingkan dengan output
yang diinginkan.
Menurut Westra dkk. (1982:108), pengertian efektivitas (effectiveness)
yaitu suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu
efek sebagai akibat adanya disiplin, tanggung jawab, kerjasama, pengetahuan
dan keterampilan yang dikehendaki dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu yang
memang dikehendakinya maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan
akibat sebagaimana yang dikehendakinya.
Adapun istilah efektivitas kerja, menurut Westra dkk. (1982: 108)
diartikan sebagai keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang
11
dilakukan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan. Untuk
menilai apakah terciptanya efektivitas kerja, dipakai 4 (empat) pertimbangan:
1) Pertimbangan-pertimbangan ekonomi, misalnya jumlah atau mutu hasil.
2) Pertimbangan-pertimbangan fisiologis, misalnya akibat kerja terhadap
kesehatan karyawan atau banyaknya kecelakaan-kecelakaan jasmani.
3) Pertimbangan-pertimbangan psikologi misalnya pengaruh kerja terhadap
rasa letih, atau kepuasaan karyawan terhadap kerja itu.
4) Pertimbangan-pertimbangan sosial misalnya kedudukan dalam masyarakat
atau kebahagiaan dan penyesuaian diri dalam kehidupan keluarga.
Menurut Handayaningrat (1982:7), efektivitas kerja adalah ketepatan
dalam melaksanakan suatu tugas menurut waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya sejalan dengan pendapat tersebut, juga dikemukakan oleh Siagian
(1986:151) bahwa efektivitas kerja berarti menyelesaikan pekerjaan tepat pada
waktunya yang telah ditetapkan.
Menurut Gibson dkk. (1996:30), efektivitas individu terdiri dari
kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap, motivasi dan stres. Perbedaan-
perbedaan individu akan berpengaruh pada perbedaan efektivitas dalam
kinerja individu.
Ditambah pula oleh Etzioni dalam Gibson (1992:112) mengatakan
bahwa efektivitas kerja dalam organisasi diukur dengan tingkat sejauh mana ia
berhasil mencapai tujuan sedangkan efisiensi dikaji dari segi jumlah daya
yang digunakan untuk mencapai satu tujuan. Kemudian berkaitan dengan hal
12
tersebut Siagian (1986:153) mengemukakan bahwa beberapa ukuran menjadi
efektivitas kerja antara lain:
a. Ukuran waktu yaitu beberapa lama seseorang yang membutuhkan jasa
tertentu untuk memperolehnya jasa yang dibutuhkan.
b. Ukuran kerja dalam arti beberapa besar biaya yang harus dikeluarkan
untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan .
c. Ukuran nilai sosial budaya dalam arti cara menghasilkan jasa dan produk
kepada klien.
d. Ukuran penelitian yang menunjukan apakah jasa yang diberikan akurat
atau tidak.
Oleh karenanya maka dikemukakan oleh The Liang Gie (1983:108)
mengartikan efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu
yang telah ditentukan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan
oleh manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, istilah efektivitas kerja pegawai lebih menunjuk
pada efektivitas kerja secara individu. Untuk melakukan penelitian terhadap
efektivitas kerja pegawai secara individu, maka pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh Westra dkk. tersebut
diatas yaitu pertimbangan ekonomi, fisiologi, psikologi, dan sosial. Efektivitas
kerja pegawai secara individu berkaitan langsung dengan faktor kemampuan,
pengetahuan, sikap, dan perilakunya sehingga akan tergantung pada sejauh
mana keberhasilan pimpinan unit kerja melaksanakan fungsi pengawasan
sesuai prinsip-prinsip yang telah ditentukan.
13
B. Konsep Pelayanan Publik
Ditinjau dari segi etimologi pelayanan berasal dari kata “layan” yang
mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga menjadi “pelayanan”. Yang
berarti membantu, member dan menyediakan yang dalam bahasa inggrisnya di
kenal dengan istilah “to serve”. Sedangkan di tinjau dari segi pengertian dapat
dilihat pada pendapat para ahli berikut ini. Menurut The Liang Gie (1991)
mengemukakan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang di lakukan untuk
memenuhi, mengamalkan dan mengabdikan diri.
Moenir (2000 : 45) memberikan konsep pelayanan sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berusaha, baik melalui
aktifitas sendiri maupun secara tidak langsung melibatkan orang lain dalam
suatu proses menggunakan akal, pikiran, panca indera, dan anggota badan
dengan alat atau alat untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkan baik dalam
bentuk barang maupun jasa. Pelayanan juga dapat memuaskan orang atau alat
untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang
maupun jasa. Pelayanan juga dapat memuaskan orang atau sekelompok orang,
maka pelaku/petugas pelayanan harus memenuhi empat (4) kriteria pokok,
yaitu :
1. Tingkah laku yang sopan
2. Cara menyampaikan yang baik
3. Waktu penyampaian tepat dan
4. Keramahtamahan
14
Lebih lanjut di katakan Moenir (2000 : 27) pelayanan adalah setiap
kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan guna memenuhi
kepentingan orang banyak. Namun tidak berarti bahwa pelayanan itu sifatnya
selalu kolektif, sebab melayani kepentingan peroranganpun asal kepentingan
itu masih termasuk dalam rangka pemenuhan hak dan kebutuhan bersama
yang harus di atur. Pelayanan umum akan dapat terlaksana dengan baik dan
memuaskan apabila di dukung oleh beberapa factor, yaitu :
1. Kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan
umum.
2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayan.
3. Organisasi yang merupakan alat serta system yang memungkinkan
berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan.
4. Pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
5. Keterampilan dan kemampuan petugas.
6. Tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk
tugas/pekerjaan pelayanan.
Menurut Thoha (1990), sekarang ini kita hidup dalam suasana
keterbukaan. Konsekuensinya adalah pemberian pelayanan umum perlu juga
bersifat terbuka. Selama ini kita merasakan pelayanan birokrasi yang bersifat
tertutup. Prilaku seperti ini kadang-kadang tidak membuat senang dan
menjengkelkan.
Atmosudirjo (1990 : 57) publik adalah selalu peka terhadap
masyarakat yang di layani, membuat segala apa yang dihasilkan diketahui oleh
15
masyarakat yang berkepentingan dan hasil-hasilnya benar-benar memenuhi
kebutuhan riil dari pada masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut dalam
kamus sosiologi dan kependudukan publik adalah (umum/masyarakat)
kategori individu-individu yang memiliki kepentingan sama dalam masalah
umum, namun secara fisik mereka saling berjauhan.
Pelayanan publik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu,
pegawai yang bersangkutan untuk memberikan pelayanan pada masyarakat
dan hasilnya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya.
Rangkaian kegiatan atau hasilnya berupa jasa yang diperuntukan bagi
pemenuhan kebutuhan atau kepentingan secara umum.
Menurut (MENPAN No. 63 tahun 2004) untuk dapat menilai sejauh
mana mutu layanan publik yang di berikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada
kriteria yang menunjukan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan
dikatakan baik atau buruk.
kriteria pertama (1) kesederhanaan, kriteria ini mengandung prosedur
pelayanan diselanggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
Kriteria ke (2) kejelasan dan kepastian, kriteria ini mengandung arti
adanya kejelasan dan kepastian mengenai : (a) prosedur/tata cara pelayanan,
(b) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan
administrative, (c) unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, (d) rincian biaya/tarif
16
pelayanan dan tata cara pembayarannya, dan (e) jadwal waktu penyelesaian
pelayanan.
Kriteria ketiga (3) keamanan, Kriteria ini mengandung arti proses hasil
pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan
kepastian hukum bagi masyarakat.
Kriteria keempat (4) keterbukaan, kriteria ini mengandung arti
prosedur/tata cara persyratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab member
pelayanan, rincian waktu tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses
pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak di minta.
Kriteria kelima (5) efisiensi, kriteria ini mengandung arti (a)
persyaratan pelayanan hanya di batasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.
Kriteria keenam (6) ekonomis, kriteria ini mengandumh arti pengenaan
biaya pelayanan harus di tetapkan secara wajar dengan memperhatikan : (a)
nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang
terlalu tinggi di luar kewajaran, (b) kondisi dan kemampuan masyarakat untuk
membayar.
Kriteria ketujuh (7) keadilan yang merata, kriteria ini mengndung arti
cakupan/jangkauan pelanan harus diusahakan seluas mungkin dengan
distribusi yang merata dan di berlakukan secara adil bagi seluruh lapisan
masyarakat. Kriteria kedelapan (8) ketetapan waktu, mengandung arti
17
pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
C. Konsep Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah
Pajak rnerupakan sumber keuangan pokok daerah disamping
retribusi Daerah. Pengertian pajak secara, umum telah diajukan oleh para
ahli, dimana Sumitro (1979:23), merumuskan Pajak ialah iuran rakyat
kepada Kas Negara (peralihan kekayaan dan sektor partikelir kesektor
pemerintahan) berdasarkan undangundang (dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapatkan jasa tinibal (tegen prestatie) untuk membiayai
pengeluaran umum (publike unitgaven), dan yang digunakan sebagai alat
pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar
bidang`keuangan.
Pendapat ini kemudian disempurnakan kembali oleh ahli yang sama
sebagai berikut : “Pajak adalah peralihan kekayaan dan rakyat kepada Kas
Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surphisnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber`untuk`membiayai
publiciiwestmentSumitro,1980:3).
Pendapat lain dikemukakan Soemohadimidjojo (990 1-2) bahwa :
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berrdasarkan norma-norma hukum. guna menutup biaya
produksi barang, jasa Kolektif dalam mencapai kesajehteraan umum. Dan
pendapat tersebut terlihat bahwa ciri mendasar pajak adalah:
18
1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang undang dan
atau peraturan hukum 1ainnya;
2. Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung
dapat ditunjuk;
3. Hasil pungut pajak digunakan untuk menutup pengeluaran negara dan
sisanya apabila, masih ada digunakan untuk investasi; dan
4. Pajak disamping sebagai sumber keuangan Negara (budgetair), juga
berfungsi sebagai pengatur (regulair).
Pengertian pajak Daerah menurut Sumitro (1979 : 29)
merumuskan: “Pajak lokal atau pajak Daerah ialah pajak yang dipungut
oleh Daerahdaerah swatantra, seperti Provinsi, Kota praja, Kabupaten dan
sebagainya”. Siagian (1988 : 64) merumuskan: pajak Daerah adalah pajak
Negara yang kepada Daerah dan dinyatakan sebgai pajak Daerah dengan
Undang-undang” Selanjutnya, Davey (1988: 39-40) mengemukakan
bahwa pajak daerah sebagai berikut:
1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dan
Daerah itu sendiri;
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan
tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
3. Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh Pemerintah Daerah;
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah tapi hasil
pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau tanpa
19
dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Pusat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Pasal 1 ayat (6), pengertian Pajak Daerah
sebagai berikut:
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan Iangsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
Selanjutnya Pasal 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997
menyebutkan sebagai Berikut:
(1) Jenis Pajak Daerah Tingkat I terdiri
a. Pajak Kendaraan Bermotor,
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
(2) Jenis Pajak Daerah Tingakat II terdiri dan
a. Pajak Hotel dan Restoran;
b. Pajak Hiburan;
c. Pajak Reklame;
d. Pajak Penerangan Jalan
e. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
f. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
20
Landasan hukum pemungutaii pajak Daerah dan retribusi Daerah
diatur Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pasal 82 berbunyi sebagai
berikut:
1) Pajak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan Undang-undang.
2) Penetapan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Kaho (1988: 130) menjelaskan ciri-ciri yang menyertai
pajak adalah sebagai berikut:
a. Pajak Daerah berasal dan pajak Negara yang diserahkan kepada
Daerah sebagai pajak Daerah.
b. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang.
c. Pajak Daerah dipungut oleh Daerah berdasarkan kekuatan undang-
undang dan atau peraturan hukum lainnya.
d. Hasil pungutan pajak Daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rurnah tangga Daerah atau untuk
membiayai pengeluaran Daerah sebagai badan hukum publik.
2. Retribusi Daerah
Seperti halnya pajak Daerah, retribusi Daerah merupakan sumber
pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah untuk memantapkan
Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Menurut
21
Sumitro (1989 7) retribusi secara unium adalah “pembayaran-pembayaran
kepada Negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa
Negara”.
Munawir (1990 : 4), mengemukakan bahwa retribusi adalah iuran
kepada Pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung
dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siapa saja yang
fidak merasakan jasa baik dan Pemerintah, dia tidak dibenarkan iuran itu.
Sejalan dengan pendapat tersebut Gie (1986: 78) menjelaskan bahwa
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian
atau karena memperoleh jasa, usaha atau milik Daerah untuk kepentingan
umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung
maupun tidak Iangsung.
Dari pendapat Kaho (1988 : 152) menjelaskan tentang ciri-ciri
pokok retribusi Daerah, ‘vaitu:
a. Retribusi dipungut oleh daerah;
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
Iangsung dapat ditunjuk;
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan. atau
mengenyerahkan jasa yang disediakan daerah
Selanjutnya dalam Undang-undang Numor 18 Tahun 1997
disebutkan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh pemerintah. Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
22
badan. Kemudian pasal 18 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997,
disebutkan objek dan golongan retribusi, yaitu:
(1) Objek retribusi terdiri dari
a. Jasa Umum
b. Jasa Usaha
c. Perizinan tertentu.
(2) Retribusi dibagi atas tiga golongan
a. Retribusi jasaUmum
b. Retribusi Jasa Usaha
c. Retribusi Perizinan Tertentu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997, tentang
Retribusi Daerah menyebutkan sebagai berikut:
(I) Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c. Retribusi Penggantian biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan
Akte Catatan Sipil;
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman Mayat;
e. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum;
f. Retribusi Pasar
g. Retribusi isi Air Bersih;
h. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, I. Retribusi Alat
Pemadam Kebakaran;
23
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.
(2) Jenis-jenis retribusi jasa adalah:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan;
c. Retribusi Terminal;
d. Retribusi Tempat Khusus Parkir
e. Retribusi Tempat Penitipan Anak;
f. Retribusi Tempat Penginapan Pesanggrahan villa
g. Retribusi Penyedotan Kakus
h. Retribusi Rumah Potong Hewan;
i. Retribusi Tempat Pendataan Kapal;
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
k. Retribusi Penyebrangan di Atas air,
l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
(3) Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah:
a. Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah;
b. Retribusi izin Mendirikan Bangunan;
c. Retribusi Izin Tempat Perizinan Minuman Beralkohol;
d. Retribusi izin Gangguan;
e. Retribusi izin Trayek
f. Retribusi izin Pengambilan Hasil Hutan.
24
Macam dan jenis-retribusi itu, memang tergantung pada kemampuan
Daerah Kabupaten dan Kota untuk memaksimalkan pendapatannya
Sebagai sumber untuk peningkatan pendapatan asli Daerah, maka sektor
retribusi memegang posisi penting, disainping sektor pajak. Hal ini karena
bahwa sifat-sifat khas retribusi yang berbeda dengan pajak Daerah, yang
antara lain:
1) Bahwa retribusi Daerah bersifat kembar, yang artinya dan sama jenis
sumber retribusi dapat dikenakan pembayaran untuk dana atau tiga jasa
instansi. Dan hal ini berbeda dengan pajak yang hanya oleh sesama
instansi yaitu yang belum dilaksanakan/diusahakan oleh instansi
atasnya (Dati I atau Pusat).
2) Bahwa pemungutan retribusi didasarkan pada pemberian jasa kepada
pemakai jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah, barulah
pemakai jasa membayarnya. Dan hal ini berbeda dengan pajak Daerah
yang dapat dipungut dengan tanpa mempersoalkan akan ada tidaknya
jasa Pemerintah.
3) Bahwa pemungutan retribusi dapat dikenakan kepada siapa saja yang
telah mendapatkan jasa dan Pemerintah Daerah, baik anak-anak
maupun orang dewasa. Sementara pajak dibayar oleh orang-orang
tertentu satu wajib pajak.
4) Pemungutan retribusi dilakukan berulang kali terhadap seseorang
sepanjang Ia mendapat jasa dan Pemerintah Daerah. Dan sehubungan
jumlahnya relatif kecil, maka pembayarannya jarang diangsur. Dan hal
25
ini herbeda dengan pajak yang dikenakan setahun sekali, dengan cara
pembayaran tunai atau mengangsur, (Redjo, 1998: 90—91)
Sifat-sifat khas retribusi itu, dapat diprediksi akan menghasilkan
dana yang, besar sebagai sumber pendapatan asli Daerah apabila
Pemerintah Daerah rnampu mengeefektifkan dan mengefisienkan sumber-
sumber retribusi dan pengelolaannya.
a. Hasil Perusahaan Milik Daerah
Selain hasil pajak Daerah dan retribusi Daerah, pendapatan
Daerah juga berasal dan laba Perusahaan Daerah. Dalam hal ini
Perusahaan Daerahlah yang diharapkan sebagai sumber utama
pemasukan bagi Daerah. Dalam batas-batas tertentu pengelolaan
perusahaan haruslah bersifat profesional dan harus tetap berpegang
path prinsip ekonomi secara umum, yaitu efisiensi.
Perusahaan Daerah merupakan salah satu komponen yang
diharapkan dapat memberikan kontribusna bagi pendapatan Daerah,
tapi sifat utama dan Perusahaan Daerah bukanlah berorientasi path
profit (keuntungan) semata, akan tetapi justu memberikan jasa dan
menyelenggarakan kemanfaatan umum. Walaupun demikian hal ini
tidak berarti bahwa Perusahan Daerah tidak dapat memberikan
kontribusi maksimal bagi ketangguhan keuangan Daerah. Menurut
Kaho (1988: 167), “Perusahaan Daerah menjalankan fungsi ganda
yang harus tetap berkesinambungan, yaitu fungsi sosial dan fungsi
ekonomi”.
26
Hal ini tidak berarti bahwa Perusahaan Daerah tidak dapat
memberikan kontribusi maksimal bagi ketangguhan keuangan Daerah.
Pemenuhan fungsi sosial Perusahaan Daerah dan keharusan untuk
mendapat keuntungan yang memungkinkan Perusahaan Daerah dapat
memberikan sumbangan, bagi pendapatan Daerah, bukanlah dua
pilihan diotonomi yang bertolak belakang. Artinya, bahwa pemenuhan
fungsi sosial Perusahaan Daerah dapat beijalan seiring dengan
pemenuhan fungsi ekonominya sebagai badan ekonomi yang
bertujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan. Hal ini dapat berjalan
apabila profesionalisme dalam pengelolaannya dapat diwujudkan.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan
bahwa: Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai
dengan peraturan, perundang-undangan dan pembentukkannya diatur
dengan undang-undang”. Begitu juga dalam Undang-undang Nomor
25 Tahun 1999 pasal 5 ayat 2 dijelaskan bahwa “Ketentuan mengenai
perusahaan milik Daerah dan pengelolaan kekayaan Daerah Iainnya
yang di pisahkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 hunif c, diatur
sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Jadi walaupun kedua undang-undang ini tidak memerinci
secara khsusus tentang Perusahaan Daerah, Dimana tidak ada
salahnya kalau kita melihat pengertian Perusahaan Daerah dalam
Penjelasan Undang-undang Nornor 5 Tahun 1974, dimana pengertian
Perusahaan Daerah dirumuskan sebagai “Suatu badan usaha yang
27
dibentuk oleh Daerah untuk mengembangkan perekonomian Daerah
dan untuk menambah penghasilan Daerah ‘Dengan demikian.
Perusahaan Daerah mempunyai dua fungsi pokok, yaitu sebagai
dinamisaor perekonomian Daerah yang berarti harus mampu
memberikan rangsangan bagi perkembangan erekonomian Daerah. mi
berarti Perusahaan Daerah harus mampu nemberikan manfaat
ekonomis sehingga keuntungan yang dapat disetorkan kekas Daerah.
Redjo (1998 : 92) menjelaskan tentang perusahaan daerah sebagai
berikut :
1. Perusahaan Daerah merupakan suatu kesatuan produksi yang
bersifat memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum dan
memupuk pendapatan.
2. Perusahaan Daerah bertujuan untuk turut serta melaksanakan
pembangunan ekononi Daerah dan pembangunan ekonomi
masyarakat umumnya, untuk memenuhi kebutuhan rakyat
dengan mengutamakan industri serta ketepatan kerja dalam
perusahaan.
3. Perusahaan Daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai
dengan, hunian rumah tangganya menurut perundang-undangan.
4. Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak di Daerah merupakan kekayaan Daerah yang
dipisahkan.
28
Adapun landasan bagi pendirian Perusahaan Daerah sampai
saat ini be1um dicabut dan masih tetap bertumpu pada Undang-
undang Nomor 5 Tahun 62, pasal 5 ditegaskan sebagai berikut (1)
Perusahaan Daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat
jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umumnya, memupuk
pendapatan; (2) Tujuan Perusahaan Daerah adalah untuk turut serta
melaksanakan pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan
onomi Nasional urnunrnva, untuk memenuhi kebutuhan rakyat
dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta
ketenagaan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan
makmur.
b. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Sumber pendapatan Asli Daerah lainnya adalah pendapatan
lainnya yang diperoleh secara sah oleh Pemerintah Daerah. Dinas-
Dinas Daerah sekalipun tugas dan fungsi utamanya adalah
memberikan pelayanan terhadap masyarkat tanpa terlalu
memperhitungkan untung rugi, tapi dalam batas-batas tertentu dapat
didayagunakan dan bertindak sebagai organisasi ekonomi yang
memberikan pelayanan jasa dengan imbalan. Disini Daerah dapat
menambah pendapatan aslinya. Dalam Pasal 62 Undang-undang
Nomor 22 Tabun 1999, Dinas-dinas Daerah diatur sebagai berikut:
1. Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah.
29
2. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh
Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat
atas usul Sekretaris Daerah.
3. Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah.
Dinas-dinas daerah dalam pasal tersebut ataupun dalam
penjelasan pasal demi pasal tidak disebutkan sebagai salah satu
sumber pendapatan asli daerah, tetapi dalam prakteknya lewat
pemberian jasa, seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah dan
sebagainya, tetap dapat menghasilkan manfaat ekonomi bagi daerah.
disinilah diharapkan menjadi sumber pemasukan bagi kas Daerah.
Sekalipun Dinas-dinas daerah telah ditempatkan sebagai salah
satu sumber peneriman pendapatan asli daerah, tetapi tidak berarti
sumbangan nyata yang diberikan sektor ini besar untuk menopang
keuangan daerah pada umumnya, sesuai dengan pendapat Kaho
(1988: 173) bahwa:
“Dalam kenyataannya, sektor dindas-dinas daerah lainnya
sedikit lebih baik dibandingkan dengan Perusahaan Daerah dalam
memberikan kontribusi Pendapatan asli daerah dan pendapatan daerah
umumnya. Prospek keuangan daerah otonom yang bersumber pada
Dinas-dinas daerah tidak semuanya dapat diandalkan, sekalipun
terdapat beberapa yang menggembirakan”.
30
Sumber pendapatan asli daerah yang terakhir menurut undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah Lain-lain Pendapatan Daerah
Yang Sah. Adapun yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan
daerah yang sah menurut penjelasan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 Pasal 79 adalah antara lain hibah, penjualan aset daerah, jasa
giro, atau penerimaan Daerah dari Provinsi atau Daerah Kabupaten
atau Kota-lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
D. Pengertian Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah surat izin yang
dikeluarkan oleh Bupati atau atas nama Bupati agar masyarakat dalam
mendirikan bangunan, sesuai dengan rencana tata kota atau tata ruang kota.
Dengan izin tersebut masyarakat dapat memberikan kontribusi berupa
retribusi Bangunan sehingga dapat meningkatkan pendapatan Daerah hal ini
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 7 Tahun
1999 Tentang Izin Mendirikan Bangunan.
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, menyatakan bahwa perijinan adalah salah satu alat
pengendalian pemanfaatan ruang, disamping peraturan zonasi, pemberian
insentif dan disinsentif, serta penanganan sanksi. Mekanisme perijinan, yaitu
usaha pengendalian melalui penerapan prosedur dan ketentuan yang ketat
yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan ruang.
31
Sedangkan tujuan dari perijinan menurut Bergen adalah (1) Keinginan
mengarahkan (mengendalikan – “struen”) aktivitas – aktivitas tertentu
(misalnya ijin bangunan). (2) Mencegah bahaya bagi lingkungan (ijin – ijin
lingkungan). (3) Keinginan melindungi obyek – obyek tertentu (ijin terbang,
ijin membongkar monument-monumen). (4) Hendak membagi benda-benda
yang sedikit (ijin penghuni di daerah padat penduduk). (5) Pengarahan dengan
menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas. (ijin berdasarkan Drank – en
Horecawet, dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).
Dalam konsep pengendalian penggunaan lahan, menurut pengaturan
tanggung jawab teknik keruangan, arahan IMB merupakan pengaturan
perubahan perpetakan dan pedoman teknis. Kedudukan IMB dalam kerangka
pengendalian, penggunaan lahan dalam perwujudan rencana kota, fungsi IMB
sebagai alat pengendali pembangunan berperan penting, selain tercermin dari
lingkup aturan segi teknis, kaitan IMB sebagai alat perwujudan rencana kota
dikukuhkan dalam landasan penetapan Peraturan Bangunan. Instrumen lain
yang sesungguhnya dapat dipakai untuk mengendalikan penggunaan lahan
ialah mekanisme ijin penggunaan, yang pada dewasa ini di Indonesia
mencakup ijin prinsip, ijin lokasi, pemberian flak, ijin tapak (tata letak), dan
IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum
Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah
melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di
bidang hukum publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa
32
penetapan dari permohonan seseorang maupun badan hukum terhadap
masalah yang dimohonkan.
Menurut Prins : Verguinning adalah keputusan Administrasi
Negara berupa aturan, tidak umumnya melarang suatu perbuatan tapi masih
juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk
masing-masing hal yang kongkrit, maka perbuatan Administrasi Negara
yang diperkenankan tersebut bersifat suatu izin.
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 7 Tahun
2001 tentang Bangunan IMB, Membangun adalah setiap kegiatan
mendirikan, membongkar, memperbaharui, mengganti seluruh atau
sebagian, memperluas bangunan atau bangunan-bangunan; Bangunan
adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah
kegiatan manusia; Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang
memakan tempat. Sedangkan pengertian mendirikan bangunan sebagaimana
yang diatur dalam Perda ini adalah Pekerjaan mengadakan bangunan
seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau
meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan
bangunan.
Jadi Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh
pemerintah darah kepada orang pribadi atau badan hukum untuk mendirikan
bangunan yang dimaksudkan agar pembangunan yang dilaksanakan sesuai
dengan tata ruang yang berlaku dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan
bagi yang menempati bagunan tersebut.
33
Mengenai pengaturan dari izin mendirikan bangunan diatur oleh
Perda setempat dimana bangunan itu akan didirikan. Namun pada dasarnya
tidak terlepas dari ketentuan atau undang-undang yang secara garis
besar/umum dan menjadi dasar pembentukan peraturan di Indonesia yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar
1945. Dari bunyi Pasal 18 tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah
Indonesia di bagi dalam daerah provinsi. Provinsi dibagi lagi dalam daerah
yang lebih kecil, dan setiap daerah tersebut diberi kebebasan untuk
mengurus dan menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya baik berupa
Daerah Otonomi maupun Administratif.
- Tujuan dan Fungsi Izin Mendirikan Bangunan
Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk
pengendalian dari pada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana
ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik
yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang. Selain itu
tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
1. Dari Sisi Pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah : Untuk
melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan yang termuat
dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam prakteknya
atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.
2. Sebagai sumber pendapatan daerah adalah dengan adanya permintaan
permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan
bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus
34
membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan
dibidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai
pembangunan.
3. Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah:
a. Untuk adanya kepastian hukum.
b. Untuk adanya kepastian hak
c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas
Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih
mudah mendapat fasilitas. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh
pemerintah mempunyai fungsi masing-masing. Begitu pula halnya dengan
ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu:
a. Sebagai fungsi penertib. Fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau
setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan
masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga
ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.
b. Sebagai fungsi pengatur. Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan
yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga
terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain,
fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki
oleh pemerintah.
Tujuan izin mendirikan bangunan adalah untuk melindungi
kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan
35
masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas tanah. Sedangkan
fungsi dari izin bangunan ini dapat dilihat dalam beberapa hal:
Segi Teknis Perkotaan yaitu pemberian izin mendirikan banguan sangat
penting artinya bagi pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan dan
merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan
potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Plan Kota.
Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol
tersebut, maka untuk pelaksanaan suatu pembangunan di atas wilayah
suatu kota diwajibkan memiliki izin mendirikan bangunan dan
penggunaannya sesuai dengan yang disetujui oleh instansi yang
memberikan izin, yakni Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Tata Ruang.
Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan melalui izin
ini, maka pemerintah didarah dapat merencanakan pelaksanaan
pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi
yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar wajah perkotaan dapat
ditata denga rapi serta menjamin keterpaduan pelaksanaan pekerjaan
pembengunan perkotaan. Penyesuaian pemberian izin mendirikan
bengunan dengan Master Plan Kota akan memungkinkan adanya
koordinasi antara berbagai departemen teknis dalam melaksanakan
pembangunan kota.
Dari segi Kepastian Hukum, izin mendirikan bangunan penting
artinya sebagai pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal
pembangunan perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi acuan atau
36
titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya. Bagi masyarakat
pentingnya izin mendirikan bangunan ini adalah untuk mendapatkan
kepastian hukum terhadap hak bangunan yang dilakukan sehingga tidak
adanya gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan
memungkinkan untuk mendapatkan keamanan dan ketentraman dalam
pelaksanaan usaha atau pekerjaan. Selain itu izin mendirikan bangunan
tersebut bagi si pemilknya dapat berfungsi sebagai:
a. bukti milik bangunan yang sah
b. kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal:
1. Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan yang bersifat
untuk kepentingan hukum.
2. Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan lainya
yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah.
3. Segi Pendapatan Daerah. Dalam hal ini pendapatan daerah, maka
izin mendirikan bangunan merupakan salah satu sektor pemasukan
yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Melalui pemberian izin ini
dapat dipungut retribusi izin mendirikan bangunan. Retribusi atas
izin mendirikan bangunan itu ditetapkan berdasarkan persentase
dari taksiran biaya bangunan yang dibedakan menurut fungsi
bangunan tersebut. Retribusi izin mendirikan bangunan dibebankan
kepada setiap orang atau badan hukum yang namanya tecantum
dalam surat izin yang dikeluarkan itu.
37
4. Landasan Hukum Perizinan Di Indonesia Dalam Kaitan Dengan
Otonomi Daerah.
Mengenai pengaturan dari perizinan ini dapat kita tinjau satu
persatu sesuai dengan jenis izinnya masing-masing, secara ringkas
pengaturan perizinan dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Hindeer Ordonantie/Undang-Undang Gangguan Diundangkan pada
tanggal 13 Juni 1926, Stb Nomor 226 Tahun 1926, mulai berlaku
tanggal 1 Agustus 1926, dirubah paling akhir dengan stb tahun 1940,
Ordonantie ini mengatur masalah perizinan apabila seseorang atau
badan hukum akan mendirikan tempat usaha.
b) SVO (Staat Verinig Ordonantie) Mengatur mengenai masalah
pembinaan kota.
c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang telah diganti dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997.
d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL.
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, bentuk-bentuk perizinan
dibagi atas 4 (empat) yaitu:
1) Dispensasi atau Bebas Syarat yaitu apabila pembuat paraturan
secara umum tidak melarang sesuatu Peraturan Perundang-
Undangan menjadi tidak berlaku karena sesuatu hal yang sangat
istimewa. Adapun tujuan diberikannya dispensasi itu adalah agar
38
seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum yang
menyimpang atau menerobos Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku. Pemberian dispensasi itu umumnya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang yang
bersangkutan.
2) Verguining atau Izin yaitu apabila pembuat peraturan secara umum
tidak melarang sesuatu perbuatan asal saja dilakukan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perbuatan administrasi negara
yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.
3) Lisensi (Licentie) menurut Prins nama lisensi lebih tepat untuk
digunakan dalam hal menjalankan suatu perusahaan dengan leluasa
(suatu macam izin yang istimewa). Sehingga tidak ada ganguan
lainnya termasuk dari pemerintah sendiri.
4) Konsensi yaitu apabila pihak swasta memperoleh delegasi
kekuasaan dari pemerintah untuk melakukan sebagian
pekerjaan/tugas yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah.
Adapun tugas dari pemerintah atau bestur adalah
menyelenggarakan kesajahtaraan umum. Jadi kesejahtaraan atau
5) Kepentingan umum harus selalu menjadi syarat utama, bukan
untuk mencari keuntungan semata-mata. Pendelegasian wewenang
itu diberikan karena pemerintah tidak mempunyai cukup tenaga
maupun fasilitas untuk melakukan sendiri. konsensi ini hampir
dapat diberikan dalam segala bidang.
39
Prajudi Atmosudirjo menyatakan perizinan merupakan penetapan
yang memberikan keuntungan, yaitu: 1) Dispensasi pernyataan dari
penjabat yang berwenang bahwa sesuatu ketentuan Undang-
Undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang
diajukan seseorang dalam surat permintannya.
2) Izin atau Verguinning tidak melarang suatu perbuatan tetapi
untuk dapat melakukannya diisyaratkan prosedur tertentu harus
dilalui. 3) Lisensiizin yang bersifat komersial dan mendatangkan
laba. 4) Konsensipenetapan yang memungkinkan konsesionaris
mendapat dispensasi, izin, lisensi dan juga semacam wewenang
pemerintahan yang memungkinnya untuk memindahkan kampung,
dan sebagainya. Oleh karna itu pemberian konsensi haruslah
dengan kewaspadaan, kebijaksanaan dan perhitungan yang
sematang-matangnya.
40
E. Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, penjelasan mengenai efektivitas pelayanan dalam
pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), antara lain mengacu pada
pendapat Levine. Menurut Levine et al dalam Chaizi (2004 : 25), ada tiga
indikator untuk mengukur efektifitas kerja, yaitu: (1) Produktifitas kerja
pegawai, adalah ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan
yang diharapkan dari segi efisien dan efektifitas karakteristik, (2) Kualitas
pekerjaan adalah ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan
yang diberikan, yaitu masyarakat merasa puas, (3) Kuantitas pekerjaan adalah
ukuran kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas layanan, serta mengembangkan program-
program pelayanan publik sesuai kebutuhan.
Gambar 1. Kerangka Pikir
41
Evektifitas Kerja (X) Produktifitas kerja pegawai
Kualitas Pekerjaan
Kuantitas Pekerjaan
Pelayanan IMB (Y)
Tertib
Teratur
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kolaka, dengan pertimbangan bahwa pelayanannya pengurusan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dilakukan pada kantor tersebut, dan pada
kenyataannya masih belum maksimal, baik dari segi pengurusan di kantor
maupun informasi kepada masyarakat yang relatif belum optimal sehingga
masih banyak masyarakat yang kurang mengetahui prosedur pengurusan IMB
di kantor tersebut.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2002:55). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua
Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bekerja pada Kantor Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Kolaka dan beberapa orang/masyarakat yang sementara
mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 3 bulan terakhir. Disamping itu
digunakan 2 orang informan yaitu Kepala Dinas dan Sekretaris Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka.
42
2. Sampel
Dalam penelitian ini, penarikan sampel pegawai kantor Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka sebanyak 10 orang yang ditarik dengan
teknik sampling purposive. Menurut Sugiyono (2002:61) bahwa sampling
purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Artinya, sampel yang dipilih betul-betul mengetahui seluk beluk persoalan
perizinan khususnya IMB di instansi tersebut. Adapun penarikan sampel
orang /atau masyarakat ditentukan sebanyak 10 orang dengan teknik
aksidental. Menurut Sugiyono (2002:60) bahwa sampling aksidental adalah
teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data langsung yang diperoleh dari para responden,
sementara data sekunder merupakan data yang bersumber dari dokumen-
dokumen yang memiliki keterkaitan dengan masalah di dalam penelitian ini.
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan
menggunakan metode dan teknik sebagai berikut:
1. Penelitian kepustakaan (library research), yakni dengan mempelajari,
mengkaji, dan menganalisis berbagai literatur berupa buku-buku, artikel,
43
hasil penelitian atau tulisan ilmiah yang ada relevansinya dengan masalah
yang diteliti.
2. Penelitian lapangan (field research), yaitu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung di lapangan dengan berbagai metode sebagai
berikut:
a. Pengamatan (observation) yakni mengamati secara langsung
dilapangan tentang yang dilakukan oleh para pegawai.
b. Wawancara (interview) yaitu dengan mengadakan tanya jawab secara
langsung kepada informan, baik pegawai negeri yang menjadi sampel
penelitian maupun masyarakat yang sementara mengurus IMB yang
kebetulan ditemui saat penelitian dan informasinya betul-betul relevan
dengan tujuan penelitian ini.
D. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu
dengan memberikan gambaran yang jelas tentang permasalahan dalam
penelitian sehingga dapat menjawab masalah penelitian ini.
E. Definisi Operasional
1. Efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran ataupun keinginan yang
telah pelayanan masyarakat adalah kegiatan organisasi yang dilakukan
untuk menyediakan sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat.
2. Kerja adalah kemampuan atau keterampilan seseorang dalam mencapai
hasil kerja yang lebih baik sesuai tujuan yang diharapkan .
44
3. Produktifitas, konsep produktifitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi,
tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami
sebagai rasio antara input dan output.
4. Kualitas layanan. Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi
semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi publik. Banyak
pandangan negatif mengenai organisasi publik muncul, karena
ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas yang diterima dari organisasi
publik. Dengan demikian kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat
dijadikan indikator kinerja organisasi publik, sebab akses untuk
mendapatkan informasi mengenai kualitas layanan relatif sangat mudah
dan murah.
5. Keterbukaan adalah tindakan yang dilakukan oleh orang-orang dalam
organisasi dalam menyusun agenda dan prioritas-prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks ini responsivitas
mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsifitas dimasukan sebagai salah
satu indikator kinerja karena responsifitas secara langsung
menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi
dan tujuanya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
6. Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang eksplisit maupun
45
implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika
berbenturan dengan responsivitas.
7. Kualitas layanan, menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya adalah bahwa para Pejabat politik tersebut dipilih oleh rakyat,
sehingga dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan
rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan
untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu
konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.
8. IMB merupakan pengaturan perubahan perpetakan dan pedoman teknis.
Kedudukan IMB dalam kerangka pengendalian, penggunaan lahan dalam
perwujudan rencana kota, fungsi IMB sebagai alat pengendali
pembangunan berperan penting, selain tercermin dari lingkup aturan segi
teknis, kaitan IMB sebagai alat perwujudan rencana kota dikukuhkan
dalam landasan penetapan Peraturan Bangunan.Instrumen lain yang
sesungguhnya dapat dipakai untuk mengendalikan penggunaan lahan ialah
mekanisme ijin penggunaan, yang pada dewasa ini di Indonesia mencakup
ijin prinsip, ijin lokasi, pemberian flak, ijin tapak (tata letak), dan IMB
(Izin Mendirikan Bangunan).
46
F. Operasionalisasi Variabel
Penjabaran Variabel dan sub-sub variabel sampai pada instrumen
penelitian yang disebut indikator diuraikan sebagai berikut:
No Variabel Dimensi Indikator1. Efektivitas
Pelayanana. pengelolaan
b. Kerja
c.Produktifitas
d.Pelaporan
e. Evaluasi
Pelayanan dilakukan Oleh bidang Yang ditunjuk
Pengelolaan dilakukan secara transparan dan akuntabel
Kemampuan dan keterampilan kinerja harus mencapai tujuan
Mengukur tingkat efisiensi
Pelaporan dilakukan setiap bulan
Pelaporan disampaikan secara tertulis kepada pimpinan
Evaluasi dilakukan oleh pimpinan
Evaluasi dilakukan untuk Mengoreksi hasil kegiatan.
2. Pelayanan publik
a. Kecepatan
b. Ketepatan
c. c. Kuantitas
d. d. Kualitas
Pemenuhan kebutuhan dengan cepat
Ketepatan tata cara pelayanan
Kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat
Menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik.
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
Penelitian yang dilakukan pada Kabupaten kolaka adalah evektifitas
pelayanan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka. Penetapan lokasi
ini ditinjau dari aktivitas Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka yang
memiliki kegiatan utama sebagai instansi pemerintah yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Kabupaten Kolaka merupakan salah satu
wilayah pemerintah yang terbentuk untuk meningkatkan pelayanan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kabupaten kolaka. Kabupaten kolaka
memiliki luas wilayah ± 15000 km²
Wilayah Kabupaten kolaka secara administratif berbatasan dengan
wilayah-wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Utara
- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bombana
- Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Bone
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Konawe dan
konawe selatan.
48
Tugas dan fungsi masing-masing bagian dalam kantor ditetapkan
untuk meningkatkan kinerja pelayanan. Tugas dan tanggung jawab masing-
masing bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kepala Dinas
Dinas pekerjaan umum kabupaten Kolaka dipimpin oleh seorang kepala
Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui
Sekretaris daerah.
b. Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program kegiatan
Dinas, keuangan dan kepegawaian, tata laksana serta Umum dan
perlengkapan dinas.
c. Bidang Tata Ruang
Bidang Tata Ruang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
di bidang tata ruang dan tata bangunan, menyusun rencana rinci tata ruang
(RDTR dan RTR) Pengendalian pemanfaatan ruang.
d. Bidang Cipta karya
Bidang Cipta Karya mempuyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
pekerjaan Umum dibidang Cipta Karya.
e. Bidang Pengairan
Bidang Pengairan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
Pekerjaan Umum dibidang Pengairan.
49
f. Bidang Bina Marga
Bidang Bina Marga mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas
dibidang teknis pembangunan,pemeliharaan jalan dan jembatan.
g. Bidang Sarana dan Prasarana
Bidang Sarana dan Prasarana mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Dinas dibidang sarana dan prasarana.
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pemerintah daerah sesuai dengan bidang keahliannya.
i. Tata Kerja
Tata Kerja dalam melaksanakan tugasnnya Dinas pekerjaan Umum,
Kepala Dinas, sekretariat, Kepala Bidang, dan seksi-seksi wajib menerapkan
prinsip koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi secara vertikal dan horizontal.
2. Keadaan Pegawai
Untuk memperoleh hasil-hasil kinerja pegawai yang optimal, maka
kedudukan unsur personil selaku sumber daya manusia memiliki peran yang
sangat strategis karena unsur personil adalah penggerak, pelaku dan pengelola
segenap rencana dan program kerja organiisas guna meningkatkan pelayanan
publik.
a. Keadaan Pegawai menurut tingkat pendidikan
Keadaan tingkat pendidikan seorang pegawai sangat berperan dalam
mendukung terciptanya kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas pekerjaan
yang diembannya, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakn mendukung
50
kinerja pegawai dalam organisasi. Adapun keadaan tingkat pendidikan pegawai
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Keadaan Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah Presentase (%)
1. SMA/Sederajat 22 32,832. Sarjana Muda/Diploma 4 5,973. Strata Satu / S1 30 44,784. Magister / S2 11 16,42
Jumlah 67 100 Sumber Data : Dinas PU Kabupaten Kolaka, Tahun 2012
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas pegawai yang ada pada
Dinas PU Kabupaten Kolaka berpendidikan SMA/Sederajat yaitu sebanyak 22
orang (32,83%), selanjutnya yang berpendidikan diploma sebanyak 4 orang
(5,97%) yang berpendidikan Stratasatu/S1 sebanyak 30 orang (44,78%) dan
magister sebanyak 11 orang (16,42%).
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan pegawai yang ada
pada PU kolaka telah cukup memadai, hal ini akan berperan didalam peningkatan
kinerja pegawai uuntuk mewujudkan pelayanan publik yang prima.
b. Keadaan Pegawai menurut golongan
Adapun keadaan pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka dapat
dinyatakan pada tabel berikut ini:
51
Tabel 2 Keadaan Pegawai Menurut Golongan
No Pangkat/Golongan Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5.
Juru, I
Pengatur, II
Penata, III
Pembina, IV
Pegawai Honorer/PHTT
0
11
35
6
15
0,00
16,42
52,24
8,95
22,39
Jumlah 67 100,00
Sumber Data: Dinas PU Kabupaten Kolaka, Tahun 2012
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas pegawai yang
bekerja pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten berada pada golongan III yaitu
sebanyak 35 orang (52,24%), yang kemudian disusul oleh pegawai yang
memiliki golongan pangkat PHTT yang berjumlah 15 orang (22,39%) dan
pegawai yang bergolongan II yang sebanyak 11 orang (16,42%) sedangkan
pegawai yang bergolongan kepangkatan golongan IV sebanyak 6 orang (8,95%).
c. Keadaan Pegawai menurut masa kerja
Masa kerja dalam penelitian ini adalah lamanya pegawai bekerja di Dinas PU
Kabupaten kolaka.Sesuai dengan hasil peneltian diperoleh data bahwa masa kerja
pegawai yang di pilih sebagai responden cukup lama dan dalam rangka
meningkatkan kepemimpinan yaitu yang telah mengikuti diklat perjenjangan
struktural.
52
Tabel 3 Keadaan pegawai menurut masa kerja
Masa Kerja(Tahun)
Jumlah Responden(Orang)
Persentase(%)
4-89-1314-20
27355
40,2952,237,48
Jumlah 67 100 Sumber : Dinas PU Kabupaten Kolaka,2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 27 responden (40,29%) telah
bekerja di Dinas PU Kabupaten Kolaka antara 4-8 tahun. Sedangkan yang
memiliki masa kerja dengan interval waktu antara 9-13 tahun terdapat 5
responden (7,48%) dan yang memiliki masa kerja 14-20 tahun terdapat 35
responden (52,23%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pegawai Dinas
Pekerjaan Umum yang dipilih sebagai responden memiliki pengalaman yang
cukup.
3. Sarana dan Prasarana
Prasarana organisasi yang terdiri dari segala sarana dan prasarana merupakan
aspek terpenting bagi kelancaran jalannya organisasi, prasarana yang dimaksud
adalah sebagai salah satu instrument yang digunakan secara tidak langsung dalam
upaya pencapaian tujuan prganisasi seperti tanah, perumahan pegawai dan lain-
lain, sedangkan sarana adalah segala alat fisik maupun non fisik yang digunakan
secara langsung dalam rangka menunjang tugas organisasi sehari-hari seperti
computer,mesin ketik, foto copyan, kendaraan dan lain-lain.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai baik dari segi jumlah
maupun kualitas adalah sangat memungkinkan bagi tercapainya efisien dan
53
efektifitas kerja yang yang pada gilirannya meningkatkan pola hasil kerja
pegawai. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki Dinas PU Kolaka dalam
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat adalah sebagai berikut :
Tabel 4 Keadaan Sarana dan prasarana pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
No Sarana dan prasarana Jumlah Keadaan123456789101112
GedungMeja setengah biroMeja biroKursiKursi sudutLemari pir tropiKomputerKendaraan roda empatKendaraan roda duaTelevisiJam dindingWC
1 unit 45 unit 1 unit 167unit 2 unit 2 unit 2 unit 1 unit 10 unit 15 unit 1 unit 5 unit
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Jumlah 252 unitSumber data : Dinas PU Kabupaten Kolaka,2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dukungan sarana dan
prasarana kerja yang tersedia dari segi jumlah sudah cukup memadai dalam
mendukung tugas-tugas organisasi.
B. Hasil Penelitian
1. Sistem Pelayanan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
Penelitian yang dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten kolaka
ditujukan untuk mengetahui sistem pelayanan pada Dinas Pekerjaan Umum
Kolaka. Hasil penelitian diperoleh tanggapan responden terhadap sistem
pengelolaan, sistem pelaporan, sistem evaluasi terhadap efektivitas pelayanan
dapat di uraikan sebagai berikut :
54
a. Sistem Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dilakukan pemohon (perorangan atau
badan usaha ) mengajukan permohonan dengan mengisi formulir, peninjauan
lapangan dilakukan oleh staf yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan lokasi
bangunan yang akan dibuatkan izinnya berupa pengukuran terhadap luas lahan
sesuai sertifikat atau bukti kepemilikan tanah lainnya, pemeriksaan kelengkapan
berkas persyaratan administrasidan teknis IMB oleh kepala seksi di lingkup
bidang tata ruang, Penetapan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dilakukan dengan cara pemohon (perorangan atau badan usaha), Penyetoran uang
Retribusi IMB berdasarkan SKRD yang telah ditetapkan oleh kabid. Tata ruang
melalui perbendaharaan PAD,Proses pemeriksaan redaksi dokumen IMB,
penandatanganan Dokumen IMB oleh kepala Dinas Pekerjaan Umum, registrasi
dan pengarsipan dilakukan setelah dokumen IMB ditandatangani oleh pimpinan
atau kepala Dinas Pekerjaan Umum. Tingkat persetujuan terhadap pelayanan oleh
bidang yang ditunjuk disajikan pada tabel berikut :
Tabel 5 Tanggapan Responden Terhadap Pelayanan Dilakukan Oleh
Bidang Yang Ditunjuk
No Tanggapan Jumlah Responden
%
1 2 3
SetujuKurang setujuTidak setuju
50107
74,6214,9210,46
Jumlah 67 100,00 Sumber data : Dinas PU Kabupaten Kolaka,Tahun 2012
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap
55
Pelayanan IMB, 7 orang atau 10,46% menyatakan tidak setuju pelayanan
dilakukan oleh bidang yang ditunjuk. 10 orang atau 14,92%, responden yang
menyatakan setuju 50 atau 74,62%. Jika pelayanan dilakukan oleh orang yang
ditunjuk untuk mencapai hasil yang baik. Pengelolaannya juga diharapkan dapat
dilakukan secara transparan dan akuntabel. Tanggapan terhadap hal ini dapat
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6Tanggapan Responden Terhadap Pengelolaan IMB Dilakukan Secara
Transparan Akuntabel
No Tanggapan Jumlah
Responden
%
1
2
3
Setuju
Kurang setuju
Tidak setuju
55
12
0
82,55
17,45
0
Jumlah 67 100,00
Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap
pengelolaan IMB, 55 orang atau 82,55% menyatakan setuju pelayanan dilakukan
oleh bidang yang ditunjuk, Sebanyak 12 orang atau 17,45% responden
menyatakan kurang setuju jika pengelolaan IMB dilakukan oleh bidang yang
ditunjuk untuk mencapai hasil yang baik dan tidak ada responden yang
menyatakan tidak setuju jika pengelolaan IMB dilakukan oleh bidang yang
ditunjuk.
b. Program Kinerja Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
56
Tabel 7Kinerja, Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target pada Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realiasasi
%
Pembangunan Jalan & Jembatan
Meningkatnya Perekonomian Masyarakat Pedesaan 75 % 75 % 100
bukaan Jalan untuk daerah yang terisolir
Terbukanya simpul-simpul transportasi & daerah terisolir 85 % 85 % 100
Pemeliharaan dan peningkatan jalan dan jembatan
Mempersingkat jarak tempuh untuk memperlancar arus lalu lintas 40 % 40 % 100
Meningkatnya Sarana dan Prasarana Pengairan
Peningkatan sistem Jaringan Irigasi & Sungai yang lebih efektif
Presentase luas irigasi yang berkondisi baikBertambahnya jumlah jaringan irigasi,Bertambahnya Jumlah Jaringan rawaBertambahnya Jumlah Jaringan tambak Bertambahnya embung
60 %
60 %
40 %
40 %
60 %
60 %
60 %
40 %
100
100
100
100- - -
Meningkatkan Pengembangan Wilayah & mendukung peningkatan kualitas permukiman
Prosentase pengembangan wilayah cepat tumbuh & strategisPeningkatan kualitas permukiman
75 %
70 %
75 %
70 %
100
100
Meningkatkan Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang
Prosentase jumlah kebijakan & pemanfaatan ruang 75 % 75 % 100
Sumber data: Dinas PU Kabupaten Kolaka,Tahun 2012
Sesuai dengan penetapan Kinerja terdiri dari 12 Indikator Kinerja Program untuk
mendukung 7 Sasaran Startegik, Capaian untuk masing-masing sasaran dan
indikator kinerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Sasaran 1 “Pembangunan Jalan dan Jembatan” dengan indikator
kinerja, meningkatnya perekonomian Masyarakat pedesaan dengan
target tahun 2011 75 %. Capaian indikator ini tercapai 100%, target
57
dicapai dengan melaksanakan Pembangunan Jalan, Pembangunan
jembatan yang tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran tahun
2011.
2) Sasaran 2 “Pembukaan Jalan untuk Daerah yang terisolir” dengan
indikator Kinerja terbukanya simpul-simpul transportasi dan daerah
yang terisolir dengan target 85 %. Capaian indikator ini tercapai 100%,
target dicapai dengan melaksanakan Pembukaan Badan Jalan,
Pembukaan Jalan Desa dan Perkerasan Jalan yang tertuang dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran tahun 2011.
3) Sasaran 3 “Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan dan Jembatan” dengan
indikator mempersingkat jarak tempuh untuk memperlancar arus lalu
lintas dengan target 40 % Capaian indikator ini tercapai 100% target
dicapai dengan melaksanakan pemeliharaan jalan dan jembatan.
4) Sasaran 4 “Meningkatnya sarana dan Prasarana Pengairan” dengan
indikator prosentase luas irigasi yang berkondisi baik dan
bertambahnya jumlah jaringan irigasi, rawa dan tambak dengan target
87 %. Capaian Indikator ini tercapai 100%. target dicapai dengan
melasanakan Pembangunan/Rehabilitasi Irigasi Desa dan Desa Irigasi.
5) Sasaran 5 “Peningkatan sistem jaringan irigasi dan sungai yang lebih
efektif” dengan indikator bertambahnya embung dengan target 53 %,
Capain Indikator ini tidak tercapai karena tidak dianggarakan pada
Dokumen Pelaksanan Anggaran tahun 2011
58
6) Sasaran 6 “ Meningkatkan pengembangan wilayah dan mendukung
peningkatan kualitas permukiman” dengan indikator prosentase
pengembangan wilayah cepat tumbuh dan strategis dengan target 75 %.
Capaian Indikator ini tercapai 100%. Peningkatan kualitas permikuman
dengan target 70 % Capaian Indikator ini tercapai 100%, target dicapai
dengan melaksanakan Pembangunan sarana dan prasarana air bersih
pedesaan, Pembangunan / peningkatan permukiman dan perumahan,
Penimbunan Lokasi Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan
Swadaya.
7) Sasaran 7 “ Meningkatkan pengendalian dan Pemanfaatan ruang”
dengan indikator prosentase jumlah kebijakan, pengedalian dan
pemanfaatan ruang dengan target 75 %. Capaian Indikator ini tercapai
100% target dicapai dengan melaksanakan Sosialisasi Perda, survey
dan Pengawasan pemanfaatan ruang.
c . Pengukuran Tingkat efisien pada Tarif retribusi IMB
Tabel 8Bangunan Rumah Tinggal Bertingkat dan tidak Bertingkat
59
No. Luas bangunan Harga per
Bangunan permanen
Bengunan semi permanen
Bangunan sementara
1 2 3 4 5a. L<36 225.000,- 200.000,- 100.000,-
b. 35 s/d 54 250.000,-
c. 55 s/d 70 275.000,-d. 71 s/d 104 300.000,-e. 105 s/d 120 325.000,-f. 121 s/d 155 350.000,-g. 156 s/d 200 450.000,-h. L>200 500.000,-
Tabel 9 Bangunan Gedung Permanen
No. Luas bangunan Harga per
Tidak bertingkat
Bertingkat
1 2 3 4
a. Bangunan industri, perdgangan, hotel, restoran, villa, kelembagaan, non pemerintah, tk. Pusat/provinsi
500.000,- 550.000,-
b. Bangunan pendidikan, umum, pondok wisata, rumah makan, kelembagaan non pemerntah tk. Kabupaten.
450.000,- 475.000,-
Sumber data : Dinas PU Kabupaten Kolaka,2012
Tabel 10Bangunan Gedung (Semi Permanen)
60
Sumber data : Dinas PU Kabupaten Kolaka,2012
Berdasarkan tabel diatas tarif retribusi diukur berdasarkan harga per m2 dan
dikalikan dengan faktor koefisien yang dijadikan dasar dalam mengukur tingkat
penggunaan jasa pelayanan, pengendalian dan pengawasan, tarif retribusi dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. Peninjauan tarif retribusi juga
dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan
perekonomian,penetapan tarif ditetapkan dengan peraturan bupati.
Hasil wawancara dengan bapak Daeng Tasman (tokoh masyarakat
kabupaten kolaka) Diketahui bahwa pelayanan yang diberikan oleh aparat Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka Terlaksana dengan baik, masyarakat yang
membutuhkan layanan diberikan sesuai standar pelayanan yang ada tanpa
membeda-bedakan status sosial kemasyarakatan yang disandang oleh masyarakat
yang membutuhkan layanan tersebut, masyarakat dilayani secara profesional dan
merata. (wawancara tanggal 01 November 2012).
a. Sistem Pelaporan
61
No
Luas Bangunan (m2) Harga per m2 (Rp)
1. 2 3
1.
2.
Bangunan industri,perdagangan,hotel, restorant, villa, kelembagaan non pemerintahTk. Pusat/provinsi.Bangunan pendidikan,umum,pondok wisata, rumah makan, kelembagaan non pemerintah tk.kabupaten
475000,-
300.000,-
Pada sistem pelaporan didalam penelitian yang dikaji adalah pembuatan
laporan pada setiap bulan. Tingkat persetujuan terhadap pelaporan pada setiap
bulan disajikan pada tabel berikut :
Tabel 11 Tanggapan Responden Terhadap Sistem Pelaporan Setiap Bulan
No Tanggapan Jumlah Responden %123
SetujuKurang setujuTidak setuju
6142
91,7759,0129,32
Jumlah 67 100,00 Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat persetujuan terhadap laporan
yang disajikan Perbulan, 59,01% responden menyatakan memiliki masa laporan
setiap akhir tahun sehinngga laporan bulanan tidak terlalu penting, 91,77% adalah
mereka yang setuju dengan adanya pelaporan yang disajikan perbulan untuk
mengetahui perkembangan yang sekaligus menyajikan kinerjanya dalam periode
bulanan.
Laporan yang telah dibuat sebelumnya akan menjadi bahan informasi
bagi pihak-pihak Yang menggunakan laporan tersebut dalam pengambilan
keputusan. Persetujuan penyampaian laporan kepada Pimpinan secara tertulis
disajikan pada tabel berikut :
Tabel 12
62
Tanggapan Responden Terhadap Sistem Penyampaian Laporan
No Tanggapan Jumlah Responden % 1 23
SetujuKurang setujuTidak setuju
40225
59,71 32,83 7,46
Jumlah 67 100,00 Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel menunjukkan bahwa tingkat persetujuan terhadap penyampaian
laporan kepada pimpinan 32,83% responden menyatakan kurang setuju dan tidak
setuju 7,46%, karena laporan bukan saja Diserahkan kepada pimpinan tetapi
laporan harus disampaikan kepada atasan yang memegang Lebih tinggi, 59,71 %
adalah mereka yang setuju dengan adanya laporan yang disampaikan kepada
atasan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari hasil kegiatan.
a. Sistem Evaluasi
Selain itu kegiatan evaluasi juga dilakukan untuk menganalisa hasil
pengelolaan dan Pelayanan, persetujuan terhadap kegiatan evaluasi dilakukan oleh
pimpinan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka.
Tabel 13 Tanggapan Responden Terhadap Evaluasi Yang dilakukan
No Tanggapan Jumlah Responden % 1 2 3
SetujuKurang setujuTidak setuju
50170
74,6225,38
0
Jumlah 67 100,00
Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
63
Tabel tersebut menunjukkan bahwa evaluasi mengoreksi dan menilai
kinerja pegawai dalam Pelayanannya. Hasil penelitian diperoleh bahwa 74,62%
responden menyatakan setuju terhadap kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh
pimpinan. 25,38% responden menyatakan kurang setuju terhadap kegiatan
evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan dan tidak ada responden yang menyatakan
tidak setuju terhadap kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan.
Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan mengukur hasil kerja yang telah dicapai.
Persetujuan responden terhadap hasil yang telah dicapai disajikan pada tabel berikut :
Tabel 14 Tanggapan Responden Terhadap Evaluasi Hasil Kegiatan
No Tanggapan Jumlah Responden % 1 2 3
SetujuKurang setujuTidak Setuju
6052
89,557,462,99
Jumlah 67 100,00 Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat persetujuan terhadap hasil
evaluasi responden yang menyatakan kurang setuju 7,46% dan yang menyatakan
tidak setuju 2,99%, dan 89,55% adalah mereka yang setuju dengan adanya
evaluasi terhadap hasil kerja untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja
dimasa mendatang.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa sistem pelayanan pada Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka dengan tingkat persetujuan yang disajikan
pada tabel berikut :
64
Tabel 15 Rekapitulasi Tingkat Persetujuan Responden
No Variabel %1 Pelayanan IMB dilakukan oleh bidang yang
ditunjuk74,62
2 Pelayanan IMB dilakukan secara transparan dan akuntabel
82,55
3 Kinerja yang terlaksana sesuai dengan target 1004 Sistem pelaporan yang dilakukan setiap bulan 91,775 Penyampaian laporan yang kepada pimpinan 59,716 Evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan 74,627 Evaluasi dilakukan untuk mengoreksi hasil
kegiatan89,55
Jumlah 473,82Rata-rata 67,68
Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Berdasarkan data tabel tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa
presentase tanggapan responden yang menyatakan setuju dengan sistem pelayanan
IMB. Rata-rata 67,68% menyatakan setuju yang berarti bahwa lebih dari 50 %
responden sangat setuju dengan sistem pelayanan IMB yang telah dilaksanakan
selama ini.
2. Pelayanan Publik
Pelayanan Publik bukan hanya mengacu pada pelayanan produk, juga
menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian layanan itu sendiri
hingga ketangan masyarakat sebagai konsumen. Aspek-aspek kecepatan,
ketepatan, keterbukaan dan kualitas menjadi alat untuk mengukur pemberian
layanan kepada masyarakat.
65
a. Kecepatan
Kecepatan menyangkut pelayanan dan kualitas perilaku, dalam arti
masayarakat memperoleh apa yang di inginkan dengan cepat, dan tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama. Staf yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat harus mempunyai kesiapan merealisasikan kebutuhan masyarakat,
tidak ada alasan menunda atau memperlambat layanan.pada saat itu pula staf telah
stand by untuk melayani.
Adapun tanggapan responden mengenai kecepatan pelayanan mengenai
IMB adalah sebagai berikut :
Tabel 16Tanggapan Responden Tentang Kecepatan Pelayanan
di Dinas PU Kabupaten Kolaka
No Tanggapan Jumlah Responden Persentase123
CepatCukup cepatKurang cepat
44203
65,929,70,44
Jumlah 67 100,00 Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel diatas menggambarkan tanggapan responden tentang pelayanan dari
kecepatan proses layanan dalam kategori cepat.
Tanggapan responden mengenai kecepatan proses layanan kepada
masyarakat yang diberikan oleh staf yaitu sebanyak 44 orang atau (65,9 %)
responden menyatakan kecepatan proses layanan IMB berupa mengajukan
permohonan dengan mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan waktu
yang diperlukan satu hari,outputnya berkas formulir Pendaftaran Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Fotocopy KTP, surat pengantar kepala desa/lurah dan camat,
66
fotocopy bukti kepemiikan tanah, berita acara peninjauan lapangan, site plan
lokasi bangunan, Gambar Rencana Bangunan, Rencana Anggaran Biaya (RAB),
waktua yng diperlukan 3 hari ,outputnya dokumen IMB pada saat itu pula staf
telah stand by untuk melayani.
Sebanyak 20 orang atau (29,7%) responden menyatakan kecepatan proses
layanan IMB yang diberikan kepada masyarakat oleh staf Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten kolaka adalah cukup cepat. Staf yang memberikan layanan cukup siap
melayani kebutuhan masyarakat.
Sebanyak 3 orang atau (0,44%) responden menyatakan kecepatan proses
layanan yang diberikan kepada masyarakat oleh staf Dinas PU Kabupaten Kolaka
adalah kurang cepat. Hal ini terjadi karena para pegawai kurang cepat merespon
permintaan terhadap kebutuhan layanan Izin Mendirikan Bangunan, sehingga
masyarakat kurang puas terhadap layanan yang diberikan.
Dari penjelasan tabel dan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
kecepatan proses layanan yang diberikan kepada masyarakat oleh staf Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten kolaka adalah baik, karena aparat di Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Kolaka dengan cepat melayani segenap kebutuhan masyarakat
dan hal ini memungkinkan pelayanan yang diberikan aparat Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Kolaka terlaksana dengan baik.
b. Ketepatan
Ketepatan sebagai dimensi pelayanan kepada masyarakat berupa layanan
IMB yang berkaitan dengan kewajiban dan pemenuhan janji, tujuan yang ingin
dicapai, sasaran atau obyek yang menjadi fokus perhatian, keinginan atau
67
kepentingan yang ingin diperoleh, prosedur yang dilalui, maupun waktu yang
dibutuhkan dalam pelayanan.
Adapun tanggapan responden mengenai ketepatan layanan oleh aparat
Dinas PU Kabupaten Kolaka adalah sebagai berikut :
Tabel 17 Tanggapan Responden Tentang Ketepatan pelayanan IMB Oleh Aparat Kantor Dinas PU Kabupaten Kolaka
No Tanggapan Responden Jumlah Responden Persentase123
TepatCukup TepatKurang Tepat
34 33 0
50,66 49,34 0,00
Jumlah 67 100,00 Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel diatas menggambarkan tanggapan responden ketepatan pelayanan
IMB dan ketepatan prose layanan dalam kategori tepat.
Tanggapan 34 orang 50,66% responden menyatakan ketepatan layanan yang
diberikan kepada masyarakat oleh aparat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kolaka adalah tepat,dalam artian bahwa aparat memberikan layanan sesuai
kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang di inginkan dengan
tepat dan aparat yang memberikan pelayanan IMB kepada masyarakat telah sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan.
Tanggapan 33 orang atau 49,34% responden menyatakan ketepatan layanan
kecepatan proses layanan yang diberikan kepada masyarakat adalah cukup tepat,
dalam artian bahwa kebutuhan yang diberikan oleh aparat Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kolaka cukup sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri dalam
mendapatkan layanan IMB. Aparat cukup memperhatikan standar pelayanan yang
68
diberikan kepada masyarakat, sehingga pelayanan IMB yang diberikan oleh aparat
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka memenuhi standar yang ditetapkan
oleh organisasi.
Hasil wawancara dengan bapak sofyan (tokoh masyarakat kolaka)
diketahui bahwa ketepatan layanan IMB yang diberikan oleh aparat pemerintah
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka terlaksana dengan cukup baik, hal ini
ditunjukkan oleh kesiapan aparat pemerintah dikabupaten kolaka dalam
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat
memperoleh pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga masyarakat
merasa cukup puas dengan pelayanan IMB yang diberikan oleh aparat pemerintah
kabupaten kolaka (wawancara tanggal 28 oktober 2012).
Dari penjelasan tabel dan hasil wawancara tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa ketepatan proses layanan IMB yang dberikan kepada
masyarakat oleh aparat pemerintah dikabupaten kolaka adalah cukup baik, karena
aparat pemerintah kabupaten kolaka memberikan sergenap pelayanan sesuai
dengan berdasarkan prosedur pelayanan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Kuantitas
Pada umumnya kuantitas pekerjaan adalah ukuran kemampuan organisasi
untuk mengenali kebutuhan masyarakat yang menginginkan agar aparat
pemerintah menyusun agenda dan prioritas layanan, serta mengembangkan
program-program pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat. Aparat
pemerintah perlu menyediakan pelayanan yang mudah, pelayanan tersebut
merupakan salah satu bentuk pelayanan yang harus mendapat prioritas utama.
69
Adapun tanggapan responden mengenai kuantitas layanan adalah sebagai berikut :
Tabel 18Tanggapan Responden Tentang Kuantitas Layanan IMB Pada
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
No Tanggapan
Responden
Jumlah
Responden
Persentase
1
2
3
Setuju
Cukup Setuju
Kurang Setuju
36
31
0
53,8
46,2
0
Jumlah 67 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner,Tahun 2012
Tabel diatas menggambarkan tanggapan responden kuantitas pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
dari segi proses layanan dalam kategori mampu mengenali kebutuhan
masyarakat.
Tanggapan 36 orang atau 53,8% responden menyatakan kemampuan
mengenali kebutuhan masyarakat dalam pemberian layanan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh aparat pemerintah dikabupaten kolaka
adalah baik, dalam artian bahwa aparat senantiasa memberlakukan penyusunan
agenda, memprioritaskan pelayanan, mengembangkan program-program
pelayanan, Tanggapan 31 orang atau 46,2% responden menyatakan cukup setuju
pemenuhan kebutuhan masyarkat yang diberlakukan oleh aparat pemerintah
kabupaten kolaka, Hasil wawancara dengan bapak Anton (Tokoh masyarakat
Kabupaten kolaka) diketahui bahwa layanan yang diberikan oleh aparat
pemerintah kabupaten kolaka memberikan rasa puas dan nyaman masyarakat, hal
ini ditunjukkan pelayanan yang diberikan dalam kepengurusan berbagai fleksibel
70
dan tidak berbelit-belit sehingga masyarakat yang datang membutuhkan layanan
dapat dilayani dengan cepat tanpa membutuhkan waktu yang terlalu lama.
(wawancara 01 oktober 2012).
Dari penjelasan tabel dan hasil wawancara tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa kemudahan layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh
aparat pemerintah dikabupaten kolaka adalah berjalan dengan baik, karena aparat
pemerintah di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka dengan sigap melayani
segenap kebutuhan masyarakat.
d. Kualitas
Kualitas pekerjaan adalah umuran citra yang diakui masyarakat mengenai
pelayanan yang diberikan, yaitu masyarakat merasa puas atas pelayanan yang
telah diberikan oleh aparat pemerintah kabupaten kolaka, oleh karena itu
pemerintah harus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat.
Adapun tanggapan responden mengenai kualitas pelayanan yang
dilaksanakan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka adalah sebagai
berikut :
71
Tabel 19Tanggapan Responden Kebijakan dan Kegunaan Organisasi Publik Tentang
layanan Kepuasan Masyarakat Yang dilakukan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka
No Tanggapan Responden Jumlah Responden Persentase
1
2
3
Puas
Cukup puas
Kurang puas
35
22
10
52,7
32,9
14,4
Jumlah 67 100,00
Sumber data : Hasil olahan kuisioner,Tahun 2012
Tabel diatas menggambarkan tanggapan responden mengenai kepuasan
pelayanan Izin Mendirikan Bangunan oleh aparat pemerintah kabupaten kolaka,
dari segi kepuasan proses pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam kategori
puas.
Tanggapan 35 orang atau 52,7% responden menyatakan kepuasan pemberian
layanan yang diberikan kepada masyaraka toleh aparat pemerintah kabupaten
kolaka adalah puas, dalam artian bahwa aparat senantiasa memberikan kepuasan
dalam proses pelayanan, tanpa harus masyarakat penerima layanan merasa jenuh,
selain itu aparat menyediakan kebutuhan masyarakat yang merupakan salah satu
bentuk pelayanan yang harus mendapat prioritas utama.
Tanggapan 22 orang atau 32,9% responden menyatakan kepuasan
pemberian layanan Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan kepada masyarakat
oleh aparat pemerintah kabupaten kolaka adalah cukup puas, dalam artian bahwa
aparat senantiasa memberikan kepuasan layanan kepada masyarakat.
72
Hasil wawancara dengan bapak Joni (tokoh masyarakat kabupaten kolaka)
diketahui bahwa kepuasan yang diberikan oleh aparat pemerintah pada Dinas
Pekerjaan Umum kabupaten kolaka memberikan rasa puas dan nyaman
masyarakat. (wawancara 2 0ktober 2012)
Dari penjelasan tabel dan hasil wawancara tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa kepuasan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh aparat
pemerintah kabupaten kolaka adalah berjalan dengan baik.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka dapat menarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Efektivitas Pelayanan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan di kabupaten
Kolaka telah berjalan efektif dan baik. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan
pelayanan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kolaka telah berjalan
dengan efektif dari segi pelayanan IMB kepada masyarakat, hasil
pengukuran kinerja dan analisa pencapaian sasaran Rencana Strategis tahun
2009 sampai dengan 2014, indikator kinerja mencapai target 100 % dan 1
indikator yang tidak dilaksanakan atau dianggarkan pada tahun 2011 yaitu
bertambahnya embung, Pengukuran tingkat efisiensi, maupun pelayanan
IMB.
2. Pelayanan publik yang dilakukan oleh aparat pemerintah kabupaten kolaka
telah terlaksana dengan baik, hal ini tampak dari kecepatan layanan yang
semakin cepat, ketepatan layanan yang semakin tepat, adanya kepuasan
dalam pelayanan serta adanya kualitas dan kuantitas yang diberikan aparat
dalam pelayanan kepada masyarakat.
74
B . Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk lebih meningkatkan Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan
2. perlunya peningkatan disiplin kerja terhadap para aparat guna meningkatkan
efektivitas pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta para pelayan
perlu memenuhi empat kriteria pokok, yaitu : tingkah laku yang sopan, cara
menyampaikan yang baik, waktu penyampaian tepat dan keramah tamahan
3. Meningkatkan Koordinasi dengan Pemerintah Pusat, Propinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka untuk menambah alokasi dana pada
urusan Pekerjaan Umum, perumahan dan tata ruang yang bersumber pada
APBD dan APBN
4. Mengikuti Bimbingan Teknis yang menunjang kegiatan-kegitan Teknis dan
pelaporan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Atmosudirjo, Prajudi S.1990. Dasar-Dasar Administrasi negara. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Djuardi, Dian Komarsyah, 1993. Efektifitas Organisasi. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
Dwiyanto, A. 2002. Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik di Indonesia. Pusat
Studi Kependudukan Dan Kebijakan UGM. Jogjakarta.
Gibson, James L; John M. Ivancevich; dan James H. Donnely Jr., Organisasi
Perilaku, Struktur, Proses, Jilid I, Binarupa, Jakarta, 1996.
Gibson, James. Organisasi dan Manajemen, Erlangga, Jakarta, 1992.
Handayanainingrat. 1989. Administrasi Pemerinta Dalam Pembangunan. Jakarta. CV. Haji Massagung.
Handayaningrat, Soewarno, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional, Gunung Agung, Jakarta, 1982.
Handoko, T. Hani, Manajemen, BPFE, Yogyakarta, 1991.
Hasibuan, Melayu, Organisasi dan Motivasi, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
G. Koontz; C.O’Donnell, Management, A System and Contingency Analysis of Managerial Function, MC. Graw Hill Kogakusha, 1976.
Hidayat dan Sucherly. 1986. Peningkatan Produktivitas Organisasi dan Pegawai
Negeri Sipil. Majalah Prisma. Nomor II.
Irmansyah, Ilmu Administrasi dan Managemen, Armico, Bandung, 1986.
Juliantara, Dadang, Pembaharuan Kabupaten (Arah Realisasi Otonomi Daerah), Pustaka Jogja Mandiri, Yogyakarta, 2004.
76
Lubis, Ibrahim, Pengendalian dan Pengawasan Dalam Pelaksanaan Proyek Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984
Mamesah, D.J., Sistem Admistrasi Keuangan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
Martoyo, Susilo, Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi 2), BPFE, Yogyakarta, 1992.
Moekidjat, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1985
Musanef, M., Manajemen Kepegawaian, Gunung Agung, Jakarta, 1984.
Nawawi, Hadari H., Pengawasan di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Erlangga, Jakarta, 1992.
Nitisemito, Alex S., Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1992.
Siagian, S.P. 1992. Administrasi Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.
Saksono. 1987. Administrasi Kepegawaian. Kasinius. Yogyakarta.
Salindeho. 1995. Pengawasan Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Karya Nusantara : Bandung.
Sastrohadiwirjo, Siswanto, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002
Siagian, S.P., Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1990.
, Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara.1998.
,Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku Administrasi, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1986.
77
Simamora, Hendry, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Edisi II) STIE YKPN, Jakarta, 1997.
Situmorang; Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, Rineka Cipta, Jakarta, 1994.
Soeharyo; Efendy, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, LAN-RI, 2006.
Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2010.
Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, PT. Alex Media Kumpotindo, Jakarta, 1986.
Sunindhia; Widiyanti, Kepala Daerah Dan Pengawasan Dari Pusat, Bina Aksara, Jakarta, 1987.
Syaidam, Gouzali, Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Mikro, Djambatan, Jakarta, 2000.
Terry, George R. , Asas-Asas Manajemen, Alumni, Bandung, 1986.
The Liang Gie, Organisasi dan Administrasi Kantor Modern, LP3ES, Jakarta,
1983.
Timle, Alex, Motivasi Pegawai, etc I, PT. Gramedia Asri Media, Jakarta, 1991.
Westra, Pariata; Sutarto; dan Ibnu Syamsi, Ensiklopedi Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1982.
Widodo. 2001. Kebijakan Kinerja Karyawan. BPFE : Yogyakarta
Wijaya, A. W., Administrasi Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, 1980.
Wursanto, I.G., Administrasi Kepegawaian, Kanisisus, Yogyakarta, 1986
78