efek rinofototerapi terhadap kualitas hidup pada rhinitis alergi persisten

15
Efek Rhinofototerapi Terhadap Kualitas Hidup pada Rhinitis Alergi Persisten Emel Çadalli Tatar1·Hakan Korkmaz2·Ünzile Akpinar Sürenoğlu1·Güleser Saylam1·Ali Özdek1 1Department of Otolaryngology, Ministry of Health, Dişkapi Yildirim Beyazit Training and Research Hospital, Ankara; 2Department of Otolaryngology, Yildirim Beyazit University, Ankara, Turkey Objektif. Untuk menginvestigasi efek dari rinofototerapi dengan terapi medis pada kualitas hidup rhinitis alergi perssisten. Metoda. Penelitian prospektif, acak dilakukan antara Desember 2009 dan Maret 2010. Penelitian ini mencakup 65 pasien dengan rhinitis alergi persisten. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil skin test positif. Seluruh pasien memiliki alergi terhadap tungau debu rumah. Kami membagi pasien menjadi dua grup. Grup pertama (n=33) diberikan mometasone fourate 200mcg/hari topikal dan levocetirizine 5mg/hari selama satu bulan. Rhinofototerapi diterapkan dengan pemberian obat yang sama pada grup kedua (n=32), dua kali seminggu selama 3 minggu berturut-turut. Rhinofototerapi termasuk cahaya tampak, ultraviolet A dan ultraviolet B. Pasien dievaluasi sebelum pengobatan, pada bulan pertama dan bulan ketiga setelah pengobatan dengan kuisioner kualitas hidup pada rhinokonjungtivitis, skor gejala pada hidung, dan skor visual analogue scale (VAS). Hasil. Peningkatan dari seluruh variabel pada kuesioner kualitas hidup, skor gejala pada hidung dan VAS secara statistik signifikan pada grup kedua baik di bulan pertama dan bulan ketiga dimana dibandingkan dengan grup pertama.

Upload: shintasissy

Post on 02-Oct-2015

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

rino

TRANSCRIPT

Efek Rhinofototerapi Terhadap Kualitas Hidup pada Rhinitis Alergi Persisten

Emel adalli Tatar1Hakan Korkmaz2nzile Akpinar Srenolu1Gleser Saylam1Ali zdek1 1Department of Otolaryngology, Ministry of Health, Dikapi Yildirim Beyazit Training and Research Hospital, Ankara; 2Department of Otolaryngology, Yildirim Beyazit University, Ankara, Turkey

Objektif. Untuk menginvestigasi efek dari rinofototerapi dengan terapi medis pada kualitas hidup rhinitis alergi perssisten.Metoda. Penelitian prospektif, acak dilakukan antara Desember 2009 dan Maret 2010. Penelitian ini mencakup 65 pasien dengan rhinitis alergi persisten. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil skin test positif. Seluruh pasien memiliki alergi terhadap tungau debu rumah. Kami membagi pasien menjadi dua grup. Grup pertama (n=33) diberikan mometasone fourate 200mcg/hari topikal dan levocetirizine 5mg/hari selama satu bulan. Rhinofototerapi diterapkan dengan pemberian obat yang sama pada grup kedua (n=32), dua kali seminggu selama 3 minggu berturut-turut. Rhinofototerapi termasuk cahaya tampak, ultraviolet A dan ultraviolet B. Pasien dievaluasi sebelum pengobatan, pada bulan pertama dan bulan ketiga setelah pengobatan dengan kuisioner kualitas hidup pada rhinokonjungtivitis, skor gejala pada hidung, dan skor visual analogue scale (VAS).Hasil. Peningkatan dari seluruh variabel pada kuesioner kualitas hidup, skor gejala pada hidung dan VAS secara statistik signifikan pada grup kedua baik di bulan pertama dan bulan ketiga dimana dibandingkan dengan grup pertama.Kesimpulan. Rhinitis alergi merupakan masalah sosial dan mengganggu kualitas hidup. Rhinofototerapi dengan pengobatan medis meningkatkan kualitas hidup pasien dengan rhinitis alergi.Kata kunci. Rhinitis alergi, Rhinofototerapi, kualitas hidup, skor gejala-gejala, visual analogue scale.

PendahuluanRhinitis alergi adalah penyakit yang diinduksi oleh adanya alergen, inflamasi dari mukosa hidung yang dimediasi oleh IgE [1], dan merupakan penyakit atopik paling sering terjadi yang memberi efek 25-35% dari populasi dengan prevalensi yang terus meningkat [2, 3]. Rhinitis alergi juga merupakan masalah sosial yang memberi efek negatif terhadap kualitas hidup pasien, penampildan dan produktivitas, dan dianggap sebagai penyakit pernafasan kronik mayor dengan pembebanan ekonomi dan faktor resiko terjadinya asma [4]. Terdapat beberapa strategi yang berbeda untuk pengobatan rhinitis alergi [4, 4]. Menghindar dari alergen dan edukasi kepada pasien merupakan hal yang paling penting untuk semua pasien yang memiliki alergi [6, 7]. Imunoterapi merupakan modalitas pengobatan utama yang mengubah perjalanan penyakit [8]. Farmakoterapi merupakan peran penting pada penatalaksanaan terhadap rhinitis alergi, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan menurunkan gejala-gejala rhinitis alergi. Bagaimanapun juga, pada beberapa pasien, gejala tidak berkurang hanya dengan pengobatan medis atau pengobatan medis yang terbatas karena beberapa alasan. Modalitas alternatif dibutuhkan pada beberapa pasien.Fototerapi, yang telah lama dipakai pada penyakit kulit akibat inflamasi, menjadi pilihan alternatif baru terhadap pengobatan rhinitis alergi [9]. Telah dilaporkan bahwa aplikasi fototerapi intranasal pada pasien rhinitis alergi memberikan hasil yang efektif, sesuai dengan aplikasi pada penyakit kulit [10-13]. Baik dermatitis atopik dan rhinitis alergi mempunyai manifestasi atopi yang berbeda dan memiliki perjalanan penyakit yang sebagian besar sama [14]. Fototerapi terdiri atas ultraviolet dan cahaya tampak dan efek terapetiknya sebagian besar disebabkan oleh imunosupresif lokal dan aksi imunomodulan. Fototerapi dapat menghambat fase efektor dari reaksi alergi, seperti menghambat presentasi antigen oleh sel dendritik, termasuk apoptosis sel imun, menghambat sintesis dan pelepasan mediator proinflamator dari eosinofil, sel mast, basofil dan sel T [14].Dengan korelasi positif data tersebut, pada penelitian ini kami bertujuan menyelidiki efek dari rhinofototerapi dengan terapi medis pada kualitas hidup dari rhinitis alergi persisten.

Bahan dan MetodaPenelitian prospektif, acak dilakukan antara Desember 2009 dan Maret 2010. Penelitian ini mencakup 65 pasien dengan riwayat sekurang-kurangnya mengidap rhinitis alergi persisten sedang sampai berat. Diagnosis ditegakkan dengan hasil skin tes yang positif, dan seluruh pasien memiliki alergi terhadap tungau debu rumah. Protokol penelitian telah disetujui oleh komite etik lokal dan persetujuan tertulis telah diperoleh dari setiap subjek penelitian. Pasien dengan polip hidung, deviasi septum nasi, kelainan nasofaringeal, infeksi pernafasan akut merupakan kriteria eksklusi pada penelitian ini. Seluruh pasien pada penelitian ini mengkonsumsi antihistamin dan/atau steroid intranasal sebelumnya tetapi tidak dalam 2 minggu pertama dimulainya penelitian.Kami membagi pasien menjadi dua grup untuk regimen pengobatan yang berbeda. Susunan acak dibuat dengan pengacakan sederhana. Pasien ditugaskan sesuai grup masing-masing oleh peneliti yang tidak mengetahui jenis obat yang diberikan, dengan menggunakan susunan acak. Grup pertama (n=33) diberikan mometasone furoate 200mcg/ dari topikal dan levocetirizine 5mg/hari oral selama satu bulan. Dengan pengobatan yang sama, dilakukan rhinofototerapi pada grup kedua (n=32), dua kali dalam satu minggu selama 3 minggu bertutut-turut. Pasien di evaluasi sebelum pengobatan, pada bulan pertama dan bulan ketiga setelah pengobatan dengan kuesioner kualitas hidup pada rhinokonjungtivitis (Rhinoconjunctivitis Quality Of Life Questionnaire/RQLQ), skor gejala dan skala analog visual (Visual Analogue Scale/VAS). Gejala pada hidung yang di evaluasi pada penelitian ini adalah bersin, obstruksi hidung, rinorea, dan hidung gatal. Semua gejala dibuat tingkatan sesuai dengan tingkat keparahan (0, tidak ada; 1, ringan; 2, sedang; 3, berat). RQLQ memiliki 28 pertanyan dalam 7 bagian (keterbatasan aktifitas, masalah tidur, gejala pada hidung, gejala pada mata, gejala selain hidung dan mata, masalah praktek dan keadaan emosional) dan setiap pertanyaan diberikan skala mulai dari 0 (tidak terganggu) sampai 6 (sangat terganggu). Skor VAS untuk keparahan dari rhinitis alergi juga di evaluasi.

Analisa StatistikData dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 13.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) dan Sigmastat ver. 3.1 (Systat Software Inc., San Jose, CA, USA). Tes chi square digunakan untuk membandingkan distribusi jenis kelamin dan umur pasien. Perbandingan distrinbusi antara umur dari kedua grup menggunakan uji T tidak berpasangan. Variasi dari nilai rata rata dari skor gejala pada hidung, skor VAS dan skor RQLQ selama periode pengobatan pada kedua grup dibandingkan dengan uji Wilcoxon dan Friedman. Nilai rata-rata awal dari skor gejala pada hidung, skor VAS, skor RQLQ dan variasi selama periode pengobatan untuk semua parameter pada kedua grup dibandingkan dengan Mann-Whitney U-test. Hasilnya dinyatakan dalam rata-rata dan P