efek potensial suplementasi madu terhadap …digilib.unila.ac.id/55323/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EFEK POTENSIAL SUPLEMENTASI MADU TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI DIARE AKUT PADA ANAK
DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
NIDIA PUTRI MEISURI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
EFEK POTENSIAL SUPLEMENTASI MADU TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI DIARE AKUT PADA ANAK DI RSUD DR. H ABDOEL
MOELOEKBANDARLAMPUNG
Oleh
NIDIA PUTRI MEISURI
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia dengan
tingginya angka mortalitas dan morbiditas. Obat tradisional yang memiliki efek
antiinflamasi dan antibakteri, salah satunya madu yang memiliki efek atibakteri,
anti inflamasi dan anti oksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
potensial suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi diare akut pada anak
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (quasi experimental) dengan
rancangan non equivalent control group. Subjek penelitian ini adalah pasien anak
penderita diare akut yang dibagi menjadi dua kelompok intervensi dan kelompok
kontrol setiap kelompok berjumlah 15 responden. Data diperoleh langsung dari
subjek penelitian melalui data primer. Dari data yang diperoleh selanjutnya
dilakukan analisis menggunakan unpaired samples t-test.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi diare akut hari pertama pada
kelompok intervensi lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol. Frekuensi
diare akut di hari kedua, ketiga dan keempat pada kelompok intervensi lebih
sedikit dibandingkan kelompok kontrol. Hasil uji statistik menunjukkan efek
potensial suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi diare akut.
Pemberian suplementasi madu terbukti menurunkan frekuensi diare akut pada
anak di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Kata kunci : Diare akut, frekuensi diare, supelementasi madu
ABSTRACT
POTENTIAL EFFECTS OF HONEY SUPLEMENTATION ON
DECREASING FREQUENCY OF CHILDREN ACUTE DIARRHEA
IN DR. H ABDOEL MOELOEK HOSPITAL BANDAR LAMPUNG
By
NIDIA PUTRI MEISURI
Diarrheal diseases until now still the health problems of the world with high
number of mortality and morbidity. Traditional medicine which has a bitter taste
and antibacterial effect, one of which has the effect of antibacterial honey, bitter
taste and antioxidants. This study to find out the potential effects of honey
supplementation on reducing the frequency of acute diarrhea in children in the Dr.
H. Abdul Moeloek.
This study used quasi-experimental design with nonequivalent control group
design. Subjects of study were children with acute diarrhea who were divided into
two intervention groups and control group, each group amounted to 15
respondents. Data obtained directly from research subjects through primery data.
From the data obtained then the analysis is performed using unpaired samples t-
test.
This study indicates the frequency of first-day acute diarrhea of intervention
group was more than control group. The frequency of acute diarrhea on the
second, third and fourth days in intervention group was less than children who
were controls group. The statistical test results show the potential effects of honey
supplementation on decreasing frequency of acute diarrhea.
Provision of honey supplementation was proven to reduce the frequency of acute
diarrhea in the Dr. H Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung.
Keywords: Acute diarrhea, frequency of diarrhea, honey supplementation
EFEK POTENSIAL SUPLEMENTASI MADU TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI DIARE AKUT PADA ANAK
DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh
NIDIA PUTRI MEISURI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda pada tanggal 30 Mei 1996. Penulis sebagai anak
pertama pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Suwandi PS., S.H. dan Ibu R.
Rusni Subianti, S.ST.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) penulis diselesaikan di TK pada tahun
2003, Sekolah Dasar (SD) penulis diselesaikan di SD Negeri 2 Kalianda
Lampung Selatan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) penulis
diselesaikan di SMP Negeri 1 Kalianda Lampung Selatan pada tahun 2011, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) penulis diselesaikan di SMA Swasta Al-Kautsar
Bandar Lampung pada tahun 2014.
Tahun 2014, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Unversitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi
Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina sebagai pengurus Biro Keputrian pada tahun
2015-2017.
Sebuah karya persembahan sederhana untuk
Papi, Mami, Adik-adikku dan Keluarga
Besarku tercinta
“Karena yang biasa belum tentu baik,
Namun yang baik harus di biasakan”
SANWACANA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Efek Potensial Madu Terhadap
Penurunan Frekuensi Diare Akut Pada Anak Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung” dapat penulis selesaikan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan,
dukungan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dan Pembimbing Akademik yang telah
memberi bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat;
3. dr. Roro Rukmi Windi Perdani, S.Ked., M.Ked., Sp.A., selaku Pembimbing
utama atas kesediaannya untuk meluangkan waktu, memberikan nasihat,
bimbingan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing kedua atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu, memberi nasihat, bimbingan, saran,
dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Dr. dr. Asep Sukohar, S.Ked., M.Kes., selaku Penguji utama pada ujian
skripsi atas kesediannya untuk meluangkan waktu, memberi nasihat, ilmu,
kritik dan saran yang bermanfaat;
6. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas waktu, ilmu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam
proses perkuliahan;
7. Terimakasih yang paling utama untuk Papi (Kompol Suwandi PS., S.H.) dan
Mami (R. Rusni Subianti, S.ST.) yang sangat aku cintai atas segala limpahan
cinta, perhatian, kasih sayang, doa serta dukungan yang tiada henti diberikan
setiap saat. Terimakasih atas perjuangan kalian yang selalu memberikan
segala hal terbaik untuk Putri mu;
8. Adikku Nabilla Putri Meilenia dan Wira Putra Nugraha yang senantiasa
mengisi hari-hari ku dengan cinta kasihnya, atas canda tawa yang telah
diberikan selama ini;
9. Akbar Bintang Putranto atas segala semangat, dukungan dan motivasi yang
sungguh istimewa kepadaku;
10. Bulek Deni, adek Gendis dan keluarga besar atas doa, dukungan, semangat,
cinta, kasih sayang, dan motivasi yang menjadi semangat untuk terus
berjuang sampai saat ini;
11. Annisa Yulida Syani, Devi Liani Octiara, Echa Putri Anjani, Hanifa Salma
Ramadhani, Meilisa Hidayah Putri, M. Yogi Maryadi, Rendika Oktavia
Widyastuti, Ria Andriana yang selalu memberi semangat, cinta, kasih
sayang, doa, dan motivasi untuk selama ini;
12. Bellmon, Amira, Ulima, dan teman seperbimbingan lainnya atas canda tawa
dan semangat melewati hari-hari bersama dalam perjuangan ini;
13. Bapak/Ibu/Adik seluruh responden penelitian di ruang perawatan anak
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, terimakasih atas
kesediaannya berperan dalam menyelesaikan tugas akhir ini;
14. Untuk CRAN14L semuanya atas kebersamaannya selama ini;
15. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu, terimakasih atas doa dan dukungannya.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, 18 Januari 2019
Penulis,
Nidia Putri Meisuri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Madu ......................................................................................... 6
2.1.1 Definisi Madu ................................................................. 6
2.1.2 Komposisi Madu ............................................................ 6
2.1.3 Manfaat Madu ................................................................ 8
2.1.3.1 Prebiotik ............................................................. 9
2.1.3.2 Antioksidan Madu .............................................. 10
2.1.3.3 Antibakteri Madu ............................................... 11
2.1.4 Sumplementasi Madu ..................................................... 12
2.1.5 Dosis dan Pemberian Madu ............................................ 13
2.2 Diare ........................................................................................ 14
2.2.1 Definisi Diare ................................................................. 14
2.2.2 Etiologi Diare .................................................................. 14
2.2.3 Epidemiologi .................................................................. 15
2.2.4 Patofisiologi .................................................................... 16
2.2.5 Klasifikasi Diare ............................................................. 18
2.2.6 Penatalaksanaan Diare Akut ........................................... 18
2.3 Efek Potensial Madu Terhadap Diare ...................................... 21
2.4 Kerangka Teori ........................................................................ 22
2.5 Kerangka Konsep ..................................................................... 24
2.6 Hipotesis ................................................................................... 24
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 25
3.1 Desain Penelitian ...................................................................... 25
3.2 Tempat dan Waktu .................................................................... 25
3.2.1 Tempat Penelitian ........................................................... 25
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................ 25
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................. 26
3.3.1 Populasi Penelitian ......................................................... 26
3.3.2 Sampel Penelitian ........................................................... 26
3.3.2.1 Kreteria Inklusi .................................................. 26
3.3.2.2 Kriteria Eklusi .................................................... 26
3.3.3 Besar Sampel .................................................................. 27
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel .............................................. 28
3.4 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................ 28
3.4.1 Bahan Penelitian ............................................................. 28
3.4.2 Alat Penelitian ................................................................ 28
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................... 28
3.6 Alur Penelitian .......................................................................... 30
3.7 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
Variabel .................................................................................... 30
3.7.1 Identifikasi Variabel ....................................................... 30
3.7.2 Definisi Operasional Variabel ........................................ 31
3.8 Analisis Data ............................................................................ 31
3.8.1 Pengolahan Data ............................................................. 31
3.8.2 Analisis Data .................................................................. 32
3.9 Etika Penelitian ......................................................................... 33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHSAN ............................................................. 34
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 34
4.1.1 Karakteristik Responden ................................................ 34
4.1.2 Penurunan Frekuensi Diare ............................................. 36
4.2 Pembahasan ............................................................................. 38
4.2.1 Karakteristik Responden ................................................ 38
4.2.2 Penurunan Frekuensi Diare ............................................. 39
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 45
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 45
5.1.1 Kesimpulan Umum ......................................................... 45
5.1.2 Kesimpulan Khusus ........................................................ 45
5.2 Saran ......................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi Madu ....................................................................................... 7
2. Definisi Operasional ................................................................................. 31
3. Distribusi Karakteristik Responden ......................................................... 35
4. Penurunan Frekuensi Diare Akut Pada Anak di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung ...................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Prevalensi Diare Menurut Kelompok Umur ............................................ 16
2. Kerangka Teori ........................................................................................ 23
3. Kerangka Konsep ..................................................................................... 24
4. Alur Penelitian ......................................................................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Etika Penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Lembar Permohonan Kepada Calon Responden
Lampiran 4 Lembar Informed Consent
Lampiran 5 Interpretasi Data
Lampiran 6 Deskripsi Distribusi Data
Lampiran 7 Uji Normalitas dan Homogenitas
Lampiran 8 Unpaired Samples T-Test atau Uji T Tidak Berpasangan
Lampiran 9 Lampiran Kegiatan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di dunia dengan tingginya angka mortalitas dan morbiditas. Menurut data
WHO (World Health Organization) diare adalah penyebab nomor satu
kematian anak di bawah lima tahun (balita) di seluruh dunia yang
mengakibatkan 842.000 kematian, 361.000 diantaranya merupakan balita
(Sharfina, Rudi & Dian, 2016).
Diare di Indonesia merupakan penyakit endemis dan juga merupakan
penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian. Pada tahun 2016 terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar di 3
provinsi, 3 kabupaten, dengan jumlah penderita 198 orang dan kematian 6
orang (CFR 3,04%) (Kemenkes RI, 2016). Insidensi diare nasional
berdasarkan hasil Survei Morbiditas Diare pada tahun 2000-2010 terlihat
kecenderungan insidensi meningkat. Pada tahun 2000 Insiden Rate (IR)
penyakit Diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000
penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011). Sedangkan, insidensi
diare nasional pada tahun 2014 sebesar 270/1000 penduduk, maka
2
diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan pada tahun 2016
sebanyak 6.897.463 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan
ditangani di fasilitas kesehatan adalah sebanyak 3.198.411 orang atau 46,4%
dari target (Kemenkes RI, 2016).
Kejadian diare yang ada di Kota Bandar Lampung pada balita tahun 2014
periode bulan Januari hingga Juni mencapai 2810 kasus, dan pada tahun 2015
periode bulan Januari hingga Juni mencapai 2998 kasus. Hal ini menunjukkan
bahwa angka kejadian diare mengalami peningkatan (Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung, 2015).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari (Maki, Adrian & Amatus, 2017). Menurut
WHO diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga
cair dan frekuensi lebih dari 3 kali sehari (Sharfina, Rudi & Dian, 2016).
Berdasarkan waktu terjadinya, diare terjadi selama 7 hari disebut diare akut,
diare melanjut berlangsung selama 8-14 hari, dan diare kronis berlangsung
lebih dari 2 minggu (Pratiwi & Widhi, 2017).
Masyarakat Indonesia sejak dahulu telah menggunakan obat tradisional
sebagai pengobatan. Hal ini didukung dengan keragaman hayati yang dimiliki
baik hewan maupun tumbuhan dibandingkan negara lain. Penelitian tentang
obat tradisional sebagai antidiare yang memiliki efek anti-inflamasi dan
antibakteri di Lampung dengan kombinasi Zinc dan ORS efektif dalam
mengurangi frekuensi diare (Sukohar et al, 2014). Selain tumbuhan, hewan
3
juga dapat menjadi obat tradisional salah satunya lebah sebagai penghasil
madu.
Madu sebagai obat tradisional dengan berjuta khasiat sudah dikenal sejak
zaman dahulu, bahkan Al-Quran menjelaskan manfaat lebah dan produknya
sebagai penyembuh berbagai macam penyakit (QS. An-Nahl: 68-69)
termasuk salah satunya diare. Madu adalah agen non alergi, nutrisi alami
yang tinggi nilai antioksidan, anti-inflamasi, dan memiliki aktivitas
antibakteri. Menurut Kuntadi, madu berasal dari nektar yang telah diturunkan
kadar airnya oleh lebah pekerja melalui proses penguapan, baik sebelum
maupun sesudah disimpan di dalam sel sarang. Madu memiliki komposisi
bahan kimia yang sangat kompleks. Kandungan utama fruktosa, glukosa, dan
juga fructooligosaccharides 4-5% yang juga berfungsi sebagai agen prebiotik
(Elnady et al,. 2013). Dalam 100 gram madu mengandung 294 kalori, 9,5
gram karbohidrat, 24 gram air, 16 gram fosfor, 5 gram kalsium dan 4 gram
vitamin C (Sarwono, 2001).
Madu terbukti memiliki beberapa efek antibakteri, antiinflamasi, dan
antioksidan. Efek antibakteri pada madu bekerja dengan cara membuat
kondisi gaster menjadi tidak mendukung pertumbuhan bakteri baik untuk
bakteri gram positif maupun negatif. Efek antiinflamasi langsung pada madu
bekerja dengan cara menurunkan kadar Malondialdehid (MDA) yang
merupakan hasil peroksidasi lipid sebagai penanda dari radikal bebas dapat
menurunkan jumlah sel–sel radang. Efek antioksidan madu terdapat pada
kandungan flavonoid, vitamin A, C, E yang mampu menangkap radikal bebas
4
(Fajrilah, Ulfah & Qathrunnada, 2013). Kandungan fenol pada madu dapat
memblok aktivitas Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan
pembawa pesan umpan balik dari respon inflamasi (Bogdanov, 2015). Dari
studi laboratorium dan uji klinis, madu murni memiliki aktivitas bakterisidal
yang dapat melawan beberapa organisme enteropathogenic, termasuk
diantaranya spesies dari Salmonella, Shigella dan E.Coli (Puspitayani, 2014).
Penelitian tentang pengaruh pemberian madu terhadap diare akut telah
dilakukan. Pada penelitian tersebut dikatakan pemberian madu murni pada
penderita diare akut dengan terapi standar menurunkan frekuensi diare secara
bermakna pada perawatan hari ke 2, 4, dan 5, memperpendek lama rawat
secara bermakna dan menaikan berat badan namun perbedaannya secara
statistik tidak bermakna (Cholid, 2011).
Pada penelitian lain, pengaruh pemberian madu terhadap penurunan frekuensi
diare anak balita didapatkan hasil terjadinya penurunan frekuensi diare
setelah pemberian madu (Puspitayani, 2014). Dan penelitian sama yang telah
dilakukan di RSUD Rokan Hulu menghasilkan pemberian madu lebih efektif
untuk penurunan frekuensi diare (Herawati, 2017).
Berdasarkan uraian diatas dan belum pernah dilakukannya penelitian tentang
pengaruh madu terhadap diare maka peneliti tertarik melakukan penelitian
untuk melihat efek potensial suplementasi madu terhadap penurunan
frekuensi diare akut pada anak di RSUD DR. H. Abdul Moeloek.
5
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan
masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah terdapat efek potensial
suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi diare akut pada anak di
RSUD DR. H. Abdul Moeloek?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui efek potensial suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi
diare akut pada anak di RSUD DR. H. Abdul Moeloek.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Peneliti
Menambah ilmu dan pengetahuan peneliti tentang efek potensial
suplementasi madu terhadap diare akut pada anak.
2. Institusi
Memberi manfaat dan menambah referensi khususnya bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
3. Masyarakat
Memberikan informasi tentang alternatif tata laksana diare akut dengan
suplementasi madu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Madu
2.1.1 Definisi Madu
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis
yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga tanaman
(floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra nektar) (SNI,
2013). Rasa manis madu disebabkan adanya unsur monosakarida,
fruktosa dan glukosa (Nurheti, 2015). Sedangkan nektar merupakan
suatu senyawa kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar “necterifier”
tanaman dalam bentuk larutan gula yang bervariasi (Suranto, 2007).
Warna madu bervariasi dari tidak berwarna seperti air, warna terang
hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar, usia
madu dan penyimpanan. Madu yang berasalah dari pengumpulan
banyak nektar dengan proses yang cepat akan berwarma lebih terang
daripada yang prosesnya lambat (Suranto, 2007).
2.1.2 Komposisi Madu
Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan
fruktosa serta sejumlah mineral seperti Magnesium, Kalium,
7
Potasium, Sodium, Klorin, Sulfur, Besi, dan Fosfat. Madu juga
mengadung vitamin B1, B2, C, B6, dan B3 yang komposisinya
berubah-ubah sesuai dengan kualitas madu bunga dan serbuk sari
yang dikonsumsi lebah. Di samping itu, dalam madu terdapat pula
Tembaga, Yodium dan Seng dalam jumlah yang kecil, juga beberapa
jenis hormon (Sarwono, 2001).
Setiap 100 gram madu murni bernilai 294 kalori. Menurut USDA
Nutrient database, disebutkan bahwa zat-zat di dalam madu sangat
kompleks mencapai 181 jenis. Dalam 100 gram madu mengandung
zat gizi sebagai berikut: gula 82,12 gram, serat 0,2 gram, energi 304
kKal, karbohidrat 82,4 gram, lemak 0 gram, protein 0,3 gram, asam
pantotenat (vitamin B5) 0,068 mg (1%), vitamin B6 0,024 mg (2%),
folat 2 mg (1%), air 17,10 gram, riboflavin (vitamin B2) 0,038 mg
(3%), niacin (vitamin B3) 0,121 mg (1%), kalsium 6 mg (1%), besi
0,42 mg (3%), magnesium 2 mg (1%), sodium 4 mg (0%), dan zinc
0,22 mg (2%) (Nurheti, 2015).
Tabel 1. Komposisi Madu
Mineral Jumlah
(mg/100g) Vitamin
Jumlah
(mg/100g)
Sodium (Na) 1,600 – 17 Thiamin (B1) 0,000 – 0,010
Calcium (Ca) 3 – 31 Ribovlavin (B2) 0,001 – 0,020
Potassium (K) 40 – 3500 Niacin (B3) 0,100 – 0,200
Magnesium (Mg) 0,700 – 13 Panthothenic acid (B5) 0,020 – 0,110
Fosfor (P) 2 – 15 Piridoksin (B6) 0,010 – 0,320
Selenium (Se) 0,002 – 0,010 Asam Folat (B9) 0,002 – 0,010
Tembaga (Cu) 0,020 – 0,600 Asam Askorbat (C) 2,200 – 2,500
Besi (Fe) 0,030 – 4 Phyliochinon (K) 0,025
Mangan (Mn) 0,020 – 2
Kromium (Cr) 0,010 – 0,300
Zinc (Zn) 0,050 –2 Sumber: Ajibola A, Chamunorwa JP, Erlwanger KH. 2012.
8
2.1.3 Manfaat Madu
Madu sebagai obat tradisional dengan berjuta khasiat sudah dikenal
sejak zaman dahulu, bahkan Al-Quran menjelaskan manfaat lebah dan
produknya sebagai penyembuh berbagai macam penyakit. “Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-
tempat yang dibangun manusia (peternakan lebah). Kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)”. Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir” (QS. An-Nahl:
68-69).
Berdasarkan hasil penelitian telah diketahui bahwa madu memiliki
aktivitas antibiotik spektrum luas untuk melawan bakteri patogen.
Madu juga memiliki kandungan fenol, komponen peroksida dan non-
peroksida, memiliki viskositas kental serta pH yang rendah sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sifat hidroskopik yang
dimiliki madu dapat menarik air dari lingkungan hidup bakteri yang
mengakibatkan bakteri mengalami dehidrasi. Madu juga bersifat
imunomodulator yaitu dengan cara memicu makrofag untuk
menghasilkan sitokin yang terlibat untuk membunuh bakteri dan
perbaikan jaringan. Sifat antibakteri tersebut efektif untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhii, Escherichia coli,
9
Enterobacter aerogenes, Staphylococcus aureus serta Pseudomonas
aeruginosa (Mollan, 1992).
Madu terbukti memiliki banyak manfaat untuk menjaga kesehatan,
bahkan menyembuhkan berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan
manfaat madu sebagai berikut:
2.1.3.1 Prebiotik
Prebiotik didefinisikan sebagai bahan pangan yang tidak
dapat dicerna dan memiliki manfaat yang menguntungkan
dengan menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas beberapa
bakteri yang terdapat pada usus sehingga dapat meningkatkan
kesehatan inang (Gibson & Robertroid, 1995).
Prebiotik adalah nutrisi bagi probiotik, dimana probiotik
merupakan bakteri hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah
cukup akan memberikan manfaat kesehatan dengan
menyeimbangkan mikroflora saluran cerna (FOA/WHO,
2006). Selain itu, probiotik juga dapat memperbaiki sistem
imun dengan meningkatkan neurtofil, monosit, natural killer
cell, dan fagositosis makrofag (Huang et al, 2009). Probiotik
akan mengaktifkan makrofag lokal untuk mempresentasikan
antigen kepada sel T, kemudian sel T merilis sitokin untuk
mengaktifkan limfosit B, dan akhirnya limfosit B mensintesis
immunoglobulin, yaitu IgA. Hal tersebut akan mencegah
kolonisasi bakteri patogen pada intestinal (Madsen, 2008).
10
Probiotik memproduksi asam laktat dari karbohidrat sehingga
digolongkan sebagai bakteri asam laktat yang terdiri dari tiga
genus yaitu Lactobacillus, Bifidobacterium, dan
Streptococcus. Hal tersebut menyebabkan pH dalam
lingkungan saluran cerna menurun, probiotik dapat tumbuh
subur sedangkan patogen tidak dapat hidup (Htwe, 2008).
Suatu Penelitian yang membandingkan tingkat pertumbuhan
bifidobacterium spp. (B.Longun, B.adolescentis, B.breve,
B.bifidium, B.Infantis) yang merupakan flora normal pada
saluran cerna manusia. Bifidobacterium spp, yang dikultur
dengan memberikan madu dari tanaman cengkeh mengalami
pertumbuhan yang sama dibandingkan dengan media yang
mengandung fructooligosaccharide (FOS),
galactooligosaccharide (GOS) atau inulin, namun jika
dibandingkan dengan media kontrol pertumbuhan yang
dihasilkan, menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05)
(Kajiwara et al, 2002).
2.1.3.2 Antioksidan Madu
Antioksidan merupakan senyawaa pemberi elektron (elektron
donor) atau reduksi. Antioksidan mencegah terjadinya
oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi
dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron
11
(Silalahi, 2006). Senyawa ini mampu menginaktivasi
berkembangnya reaksi oksidasi, dengan mencegah
terbentuknya radikal atau dengan mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif. Kandungan antioksidan madu
berasal dari berbagai nutrisi yang terkandung seperti vitamin
C, asam organik, enzim, fenol dan flavonoid (Fajrilah, Ulfah
& Qathrunnada, 2013).
Penelitian tentang madu memiliki kemampuan antioksidan
menggunakan metode oksidasi ferro dengan xylenol oranye,
asam tiobarbiturat, dan aktivitas antioksidan. Konsentrasi
pembentukan hidroperiksida lemak dan malonilaldehid
diturunkan secara nyata oleh madu, hal ini menunjukkan
kemampuan antioksidan madu yang setara dengan melatonin
dan vitamin E (Perez et al, 2006).
2.1.3.3 Antibakteri Madu
Madu memiliki zat yang bersifat bakterisidal dan
bakteriostatik seperti antibiotik. Bakteri tidak dapat hidup dan
berkembang di dalam madu karena madu mengandung unsur
kalium yaitu unsur yang mencegah kelembaban sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rio, 2012). Di
dalam saluran pencernaan, madu memiliki fungsi melindungi
kolon dari luka sehingga tidak terjadi infeksi, selain itu madu
dapat melemahkan bakteri (bakterisidal) ataupun
12
menghentikan penyebaran bakteri (bakteristatik) (Nurheti,
2015).
Madu memiliki aktivitas antibakteri spektrum luas terhadap
bakteri gram positif dan negatif, seperti S. aureus, E. coli dan
Salmonella sp. Penghambatan pertumbuhan bakteri tersebut
terutama karena efek peroksida yang terdapat di dalam madu
(Carina, Varela & Basualdo, 2014). Aktivitas ini diaktifkan
oleh proses pengenceran karena akan meningkatan kadar
glukosa oksidase. Enzim glukosa oksidase dapat mengubah
glukosa menjadi asam glukoronat dan hidrogen peroksida.
Dengan meningkatnya glukosa oksidase akan diikuti dengan
peningkatan hidrogen peroksida yang memiliki efek
antibakteri (Abeshu & Geleta, 2016).
Tingkat keasaman madu yang rendah yaitu dengan pH antara
3,2 dan 4,5 akan menghambat pertumbuhan bakteri dan
menjadikan bakteri mati dalam kondisi tersebut (Abeshu &
Geleta, 2016). Saat besenyawa dengan air, madu akan
menghasilkan hidrogen peroksida yang bersifat sebagai
desinfektan (Nurheti, 2015).
2.1.4 Suplementasi Madu
Arti kata suplementasi menurut KBBI adalah penambahan. Sedangkan
arti madu adalah cairan yang banyak mengandung zat gula pada
13
sarang lebah atau bunga (rasanya manis). Sehingga arti dari
suplementasi madu dalam penelitian ini adalah sebagai konsumsi
tambahan berupa cairan yang banyak mengadung zat gula pada sarang
lebah atau bunga yang rasanya manis (KBBI, 2016).
2.1.5 Dosis dan Pemberian Madu
Konsumsi madu dalam dosis tinggi memiliki efek signifikan dalam
pelengkap terapi AR (Alergi Rhinitis), dengan pemberian dosis 1
gram/kgBB per hari dalam dosis terbagi (Asha’ari et al, 2013).
Sedangkan, Bogdanov menyebutkan bahwa madu memiliki efek bagi
kesehatan jika dikonsumsi lebih dari 50 sampai 80 gram per asupan
(Bogdanov, Jurendic & Gallman, 2008).
Pusat Penelitian dan Pembangunan Gizi di Bogor pada tahun 2000
melakukan penelitian dengan obyek penelitian balita, memberikan
sebanyak 20 gram setiap hari. Sedangkan menurut Muhilal, 2-3
sendok makan madu 2x sehari sudah cukup memadai untuk kesehatan
tubuh. Ukuran satu sendok makan madu setara dengan 20 gram madu
(Asha’ari et al, 2013). Konsumsi madu untuk pengobatan lebih baik
dalam bentuk larutan dalam air karena akan memudahkan
penyerapannya di dalam tubuh (Cholid, 2011).
Pemberian madu tidak boleh dilakukan kepada bayi berusia dibawah
12 bulan. Hal ini dikarenakan dapat menimbulkan botulisme pada bayi
(Grant et al, 2013). Botulisme bayi disebabkan oleh tertelannya spora
14
Clostridium botolinium dan menghasilakan botulinum toksin dalam
saluran pencernaan, yang kemudian menyebabkan gejala klinis (King
et al, 2010).
2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,
keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari (Maki, Adrian &
Amatus, 2017) dan apabila diukur berat feses lebih dari 200 gram
perhari (Nelwan, 2014). Sedangkan, menurut World Health
Organization (WHO) diare adalah buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari 3 kali sehari
(Sharfina, Rudi & Dian, 2016).
2.2.2 Etiologi Diare
Diare muncul karena banyak penyebab, antaralain : bakteri, virus,
parasit, obat-obatan tertentu, malabsorbsi, alergi dan keracunan
makanan, defisiensi imun dan penyakit lambung yang mempengaruhi
lambung, usus kecil dan usus besar (WHO, 2009). Bakteri patogen
seperti E.coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella dan Vibrio
cholera merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang
menyebabkan epidemik diare pada anak. Diare cair pada anak
sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus, V. cholera dan
15
E.coli. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigela
(UNICEF dan WHO, 2009).
2.2.3 Epidemiologi
Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di
tingkat global, regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare
menyebabkan 16% kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan pneumonia, sedangkan pada tingkat regional (negara
berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian balita dari
3.070 juta balita. Di Indonesia, diare menjadi penyebab utama
kematian pada balita, yaitu 25,2%, lebih tinggi dibanding pneumonia,
15,5% (Riskesdas, 2007). Hal ini tentu menjadi masalah yang serius
untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat dari
pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs) yaitu
menurunkan angka kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25
tahun (1990-2015).
Prevalensi diare bila dilihat dari kelompok umur tertinggi pada
kelompok balita (1-4 tahun) yaitu 16,7 %. Sedangkan menurut jenis
kelamin prevalensi diare pada laki-laki dan perempuan hampir sama,
yaitu 8,9 % pada laki-laki dan 9,1 % pada perempuan (Rikesdes,
2007). Prevalansi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
16
Gambar 1. Prevalensi Diare Menurut Kelompok Umur (Sumber: Riset Kesehatan Daerah, 2007)
2.2.4 Patofisiologi
Gangguan osmotik terjadi malabsorpsi dari solut yang menimbulkan
beban osmotik dibagian distal usus kecil dan kolon sehingga
menyebabkan bertambahnya cairan yang hilang. Hal ini bila makanan
atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare
(Sudarti, 2010).
Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu misalnya oleh toksik
pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air oleh elektrolit
ke dalam rongga usus dan akhirnya diare timbul karena hal tersebut
(Sudarti, 2010). Suatu diare dalam jumlah yang besar yang disebabkan
karena sekresi mukosal yang berlebihan dari cairan dan elektrolit
(Hucther SE et al, 1994).
17
Terjadinya diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah sebagai berikut (Hidayat, 2013):
a. Faktor Infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman)
yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa instestinal yang
dapat menurunkan daerah permukaan instestinal sehingga terjadi
perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transport
menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi
dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Secara
klinis diare karena infeksi akut terbagi menjadi 2, yaitu (Riyadi
&Suharsono, 2010) :
1. Koleriform, diare yang terutama terdiri atas cairan saja.
2. Disentriform, diare didapatkan lendir dan darah.
b. Faktor Malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
mengakibatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor Makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang
18
akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan.
d. Faktor Psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan.
2.2.5 Klasifikasi Diare
Berdasarkan waktu terjadinya, klasifikasi diare dibagi menjadi diare
akut dan diare kronik. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang
dari 14 hari (umumnya 7 hari). Diare kronik yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat badan atau
berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut (Kemenkes
RI, 2011). Sedangkan menurut sumber lain, diare terjadi selama 7 hari
disebut diare akut, diare melanjut berlangsung selama 8-14 hari,
sedangkan diare kronis berlangsung lebih dari 2 minggu (Pratiwi &
Widhi, 2017).
2.2.6 Penatalaksanaan Diare Akut
Menurut Subdit Pengendali Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan
Kemenkes RI, pemerintah menetapkan strategi pengendalian diare
dengan melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar melalui
lima langkah tuntaskan diare ( LINTAS Diare) meliputi :
19
1. Rehidrasi dengan ORS (Oral Rehydration Salt)
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan
bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin,
kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan
yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke
sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.
2. Pemberian Suplemen Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric
Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian
Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003). Penelitian di
Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
20
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar
67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini
semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
3. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih
minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6
bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan
Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian
21
besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat tentang :
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
bila :
a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.
2.3 Efek Potensial Madu terhadap Diare
Arti kata efek menurut KBBI adalah pengaruh. Sedangkan potensial memiliki
arti kemampuan, kesanggupan, kekuatan ataupun daya. Sehingga arti dari
efek potensial dalam penelitian ini adalah pengaruh yang memiliki
kemampuan, kekuatan atau daya (KBBI, 2016).
Madu sebagai prebiotik memiliki pengaruh baik terhadap host dengan
memicu aktivitas, pertumbuhan selektif atau keduanya terhadap bakteri
22
penghuni kolon. Prebiotik adalah makanan baik untuk probiotik yang
merupakan bakteri hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan
kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal.
Antioksidan madu yang berasal dari kandungan senyawa organik madu
seperti flavonoid, polypthenol. Antibakteri madu terjadi karena pada proses
diaktifkan oleh proses pengenceran karena akan terjadi peningkatan kadar
glukosa oksidase. Enzim glukosa oksidase dapat mengubah glukosa menjadi
asam glukoronat dan hidrogen peroksida. Dengan meningkatnya glukosa
oksidase akan diikuti dengan peningkatan hidrogen peroksida yang memiliki
efek antibakteri (Abeshu & Geleta, 2016). Secara singkat saat bersenyawa
dengan air, madu akan menghasilkan hidrogen peroksida yang juga bersifat
sebagai desinfektan (Nurheti, 2015).
2.4 Kerangka Teori
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu (SNI, 2013). Madu terbukti memiliki beberapa
efek antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan. Pemberian madu mampu
menurunkan frekuensi diare dengan efek antioksidan, flavonoid berperan
dalam memperbaiki absorbsi cairan dan elektrolit. Efek prebiotik madu
meningkatkan pertumbuhan bakteri endogen sehingga mampu melawan
pertumbuhan bakteri patogen. Sedangkan efek antibakteri madu
menghasilkan hidrogen peroksida yang juga mampu melawan pertumbuhan
bakteri patogen (Puspitayani, 2014; Herawati, 2017) secara bermakna pada
perawatan hari ke 2, 4, dan 5 (Cholid, 2011).
23
Diare adalah BAB dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih
dari 3 kali sehari (Sharafina, Rudi & Dian, 2016). Terjadinya diare dapat
disebabkan beberapa faktor antaralain infeksi, malabsorbsi, makanan, dan
psikologis (Hidayat, 2013).
Keterangan :
: Efek Potensial
: Diteliti
Gambar 2. Kerangka Teori
(Haffejee, Moosa, 1985; Nadhilla, 2014; Zahra et al, 2018; Sudarti, 2010)
Eti
olo
gi
Dia
re
Mad
u
Hidrogen
Peroksida
Flavonoid
Efek Prebiotik
Efek Antioksidan
Efek Antibakteri
↑ Pertumbuhan
Bakteri Endogen
Infeksi
Psikologis
Malabsorbsi
Makanan
Frekuensi Diare
↑Tekanan Osmotik
Rongga Usus
Absorbsi Cairan
dan Elektrolit
Terganggu
↓ Luas Permukaan
Mukosa Intestinal
Kerusakan Sel
Mukosa Intestinal
Pertumbuhan
Bakteri Patogen
Diare
Toksin
↑ Peristaltik Usus
↓ Frekuensi
Diare
24
2.5 Kerangka Konsep
Konsep penelitian merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang
dirumuskan dari fakta, uji klinis, dan tinjauan pustaka. Konsep membuktikan
efek potensial suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi diare akut
pada anak.
Gambar 3. Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Terdapat efek potensial suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi
diare akut pada anak.
Variabel Dependen Variabel Independen
Suplementasi
Madu
Diare Akut
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (quasi
experimental) dengan rancangan non equivalent control group. Dalam
rancangan ini, pengelompokan anggota sampel pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak
(Notoatmodjo, 2014).
3.2 Tempat dan Waktu
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan anak RSUD DR. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan pada bulan Oktober
sampai November 2018.
26
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Penderita diare akut usia 1 sampai 5 tahun yang menjalani perawatan
di ruang perawatan anak RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung yang mendapatkan terapi standar (ORS dan Zinc).
3.3.2 Sampel Penelitian
Penderita diare akut yang memenuhi kriteria penelitian sebagai
berikut:
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
a. Penderita diare akut berusia 1-5 tahun yang dirawat di
ruang perawatan anak RSUD DR. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung;
b. Bersedia menjadi subyek penelitian berdasarkan
persetujuan orang tua/ wali dan menandatangani informed
consent.
3.3.2.2 Kriteria Ekslusi
a. Tidak menaati prosedur penelitian;
b. Memiliki kelainan kongenital pada saluran cerna;
c. Pasien menderita gizi buruk berdasarkan antropometri;
d. Penderita dalam kondisi imunodefisiensi (penderita
penyakit keganasan, dalam terapi sitostatiska dan
penderita yang sedang mendapat terapi kortikosteroid);
e. Memiliki alergi terhadap madu berdasarkan anamnesis;
27
f. Dirawat di ruang intensif karena dehidrasi berat;
g. Diare Disentriform;
h. Meninggal selama pengamatan.
3.3.3 Besar Sampel
Menurut Dahlan (2016), pada penelitian ini merupakan analitik
komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok satu kali
pengukuran sehingga perhitungan sampel dihitung dengan rumus:
Keterangan:
n1 = Jumlah subyek kelompok satu
n2 = Jumlah subyek kelompok dua
α = Kesalahan tipe satu, α = 5%
zα = Nilai standar alpha, yaitu 1,960
β = Kesalahan tipe dua, β = 10%
zβ = Nilai standar beta, yaitu 1,645
x1-x2 = Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna, yaitu 20
S =Simpang baku gabungan, yaitu 14,6 (Cholid, 2011)
Bila dikehendaki tingkat kepercayaan sebesar 95% maka jumlah
sampel dapat dihitung sebagi berikut:
28
Berdasarkan perhitungan besar sampel maka jumlah subyek penelitian
adalah 13,85 orang dikoreksi kemungkinan drop out 10% setelah
perhitungan maka untuk masing-masing kelompok penelitian adalah
minimal 15 orang.
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
consecutive sampling yaitu pengambilan sampel sesuai dengan kriteria
inklusi sampai terpenuhinya sejumlah sampel yang sudah ditentukan
(Notoatmodjo, 2012)
.
3.4 Bahan dan Alat Penelitian
3.4.1 Bahan Penelitian
Aquadest dan madu murni.
3.4.2 Alat Penelitian
Lembar informed consent, timbangan digital madu, spuit 10 cc,
plastik klip, pipet plastik, gelas plastik dan sendok plastik.
3.5 Prosedur Penelitian
a. Sebelum melakukan penelitian dimintakan izin yang disetujui oleh Komite
Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
b. Meminta izin penelitian dari Diklat RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung;
29
c. Penandatanganan informed consent oleh orang tua/ wali untuk menjadikan
penderita sebagai subyek penelitian sebagai persetujuan. Penderita yang
telah memenuhi syarat tersebut ikut dalam penelitian;
d. Penderita dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan keinginan peneliti
menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol dalam penelitian;
e. Pengisian data berupa nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir,
pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) oleh peneliti dicatat
dalam formulir penelitian;
f. Anamnesis keluhan utama dan keluhan penyerta, perjalanan penyakit dan
pengobatan yang telah diberikan. Hasil anamnesis dicatat dalam formulir
penelitian;
g. Kelompok intervensi, madu diberikan secara oral oleh peneliti 20 gram
perhari, terbagi rata dalam dua kali pemberian (pukul 07.00 dan 17.00
WIB) dengan pengenceran menggunakan aquadest steril 10 cc pada
masing-masing pemberian;
h. Kelompok kontrol tidak diberikan madu;
i. Pencatatan frekuensi diare pada lembar pengamatan yang dilakukan dua
kali sehari (pukul 07.00 dan 17.00 WIB) oleh peneliti;
j. Terapi rehidrasi dan nutrisi dilakukan sesuai protap yang ada.
30
3.6 Alur Penelitian
Gambar 4. Alur Penelitian
3.7 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.7.1 Identifikasi Variabel
a. Variabel independen adalah pemberian suplementasi madu.
b. Variabel dependen adalah gambaran frekuensi diare.
Kelompok Intervensi
Terapi Standar (ORS dan Zinc) +
Suplementasi Madu
Kelompok Kontrol
Terapi Standar (ORS dan Zinc)
Semua pasien rawat inap diare akut usia 1-5 th di ruang
perawatan anak RSUD DR. H. Abdul Moeloek selama
penelitian yang termasuk dalam kriteria
Sampel Penelitian
Frekuensi Diare Frekuensi Diare
Analisis Data
31
3.7.2 Definisi Operasional Variabel
Tabel 2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Opersional Satuan/kategori Skala
1. Suplementasi
madu
Pemberian cairan yang
banyak mengandung zat
gula pada sarang lebah atau
bunga (rasanya manis).
Diberikan 20 gram/hari
terbagi dalam 2x pemberian
(pukul 07.00 dan 17.00
WIB). Dalam ukuran 10
gram yang dilarutkan
dengan aquadest steril10cc.
Diberikan
Tidak
diberikan
Nominal
2. Frekuensi
diare
Banyak jumlah defeksi
dalam satu hari, dicatat
berdasarkan anamnesis
dengan orang tua atau
pendamping subyek
penelitian. Pencatatan
dilakukan pada jam 07.00
WIB dan 17.00 WIB.
Kali per hari Rasio
3.8 Analisis Data
3.8.1 Pengolahan Data
Data primer yang diperoleh peneliti langsung dari sumber, diubah
kedalam bentuk tabel yang kemudian diolah menggunakan software
statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing, untuk memeriksa kelengkapan, memperbaiki dan atau
menambah data dan isi yang dikumpulkan selama penelitian;
b. Coding, mengklasifikasikan data dan memberi kode terhadap data
untuk dikelompokkan;
c. Data entry, memasukkan data ke perangkat komputer untuk
dianalisis;.
32
d. Cleaning, melakukan validasi dan pemeriksaan kembali data yang
telah terkumpul sehingga data menjadi bersih dari kesalahan dan
siap untuk di analisis.
e. Output komputer, hasil yang telah di analisis menggunakan
program komputer kemudian dicetak.
3.8.2 Analisis Data
Analisis data penelitian diproses dengan program software statistic,
kemudian akan dilakukan 2 macam analisis data sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variabel
independen dan variabel dependen.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan
uji statistik.
a. Uji Normalitas Data (p>0,05)
Pengujan normalitas data menggunakan Shapiro Wilk test
karena besar sampel kurang dari 50, untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil uji normalitas ini
untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis
parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik
bila data tidak berdistribusi normal.
33
b. Unpaired Samples T-Test atau Uji T Tidak Berpasangan
Penelitian ini menggunakan uji statistik Unpaired Samples T-
Test atau Uji T tidak berpasangan. Uji ini merupakan uji
parametrik apabila data terdistribusi normal. Tetapi bila data
terdistribusi tidak normal maka gunakan uji Mann-Whitney
(Dahlan, 2014).
3.9 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etika penelitian oleh Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung dalam
surat keputusan yang bernomor: 3396/UN26.18/PP.05.02.00/2018. Peneliti
menjamin kerahasiaan identitas, melindungi dan menghormati hak responden.
Saat penelitian, dilakukan pemberian suplementasi madu pada kelompok
intervensi dan tanpa pemberian suplementasi madu pada kelompok kontrol.
Pemberian suplementasi madu pada kelompok intervensi sebanyak 20 gram
per hari yang dilakukan dalam dua kali pembagian dan diberikan pada pukul
07.00 dan 17.00 WIB dengan cara dilarutkan dalam aquadest 10 cc dalam
sekali pemberian. Penilaian dilakukan dengan melihat dan menganalisis efek
potensial suplementasi madu terhadap penurunan frekuensi diare responden.
Hal ini dilakukan dalam pengawasan dokter penanggung jawab yang
berkompeten dalam bidang tersebut.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kesimpulan Umum
Terdapat efek potensial yang bermakna dengan suplementasi madu
terhadap penurunan frekuensi diare akut pada anak di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung.
5.1.2 Kesimpulan Khusus
Adapun kesimpulan khusus yang didapat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Gambaran responden diketahui lebih didominasi oleh responden
laki-laki baik di kelompok intervensi maupun kontrol, demikian juga
dengan usia yang menggambarkan rentang usia terbanyak pada
kelompok kontrol dan intervensi adalah 1-2 tahun, berat badan
antara 5-10 kg dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah
cefotaxim baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok
intervensi.
2. Frekuensi diare akut hari pertama pada kelompok intervensi lebih
banyak dibandingkan pada kelompok kontrol. Frekuensi diare akut
46
di hari kedua, ketiga dan keempat pada kelompok intervensi lebih
sedikit dibandingkan kelompok kontrol.
3. Penurunan frekuensi diare akut pada pre-post test kelompok
intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol.
5.2 Saran
Hasil penelitian ini memberikan beberapa saran yang mungkin dapat dijadikan
pertimbangan dan masukan antara lain sebagai berikut :
1. Bagi institusi kesehatan, penelitian ini dapat menjadikan madu sebagai
pertimbangan suplementasi untuk mengurangi frekuensi diare dalam
penanganan pasien diare akut.
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar
dapat melakukan penolongan pertama pada anak yang mengalami diare
termasuk didalamnya memberikan suplementasi madu kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Abeshu MA, Bekseho G. 2016. Medicinal uses of honey. Biology and Medicine
Journal. 8(2): 1-7.
Ajibola A, Chamunorwa JP, Erlwanger KH. 2012. Nutraceutical values of natural
honey and its contribution to human health and wealth. Nutr Metab
(Lond). 9: 61.
Asha’ari ZA, Mohd ZA, Wan SJWD, Che MCH, Ishlah L. 2013. Ingestion of
honey improves the symptoms of allergic rhinitis: evidence from a
randomized placebo-controlled trial in the East Coast of Peninsular
Malaysia. ASM. 33(5): 469-475.
Black RE, Morris SS, Bryce J. 2003. Where and why are 10 million children
drying every year?. Lancet. 361: 2226-2234.
Bogdanov S, Jurendic T, Gallman P. 2008. Honey for nutrition and health: a
review. J Am Coll Nutr. 27:677-89.
Carina L, Varela S, Basualdo M. 2014. Antibacterial activity of honey: a review
of honey around the world. J Microbiol Antimikrob. 6(3): 51-56.
Cholid S. 2011. Pengaruh pemberian madu pada anak yang menderita diare akut
cair dengan dehidrasi ringan sedang [tesis]. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Dahlan S. 2014. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat
dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia. hlm. 93-109.
Dahlan S. 2016. Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, edisi 4.
Jakarta: Epidemiologi Indonesia. hlm. 187-193.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil Kesehatan Lampung. Dinkes
Lampung. Lampung.
Elnady HG, Abdalmoneam N, Aly NA, Saleh MT. 2013. Honey : an adjuvant
therapy in acute infantile diarrhea.Medical Research Journal. 12, pp. 12–
16.
Fajrilah BR, Ulfah DI, Qathrunnada D. 2013. Pengaruh pemberian madu terhadap
kadar malondialdehyde (MDA) plasma darah pada tikus yang diinduksi
alloxan. Studi experimental pada tikus putih jantan galur wistar. Sains
Medika. 5(2): 98-100.
Food and Agriculture Organization/World Health Organization. 2006. Probiotics
in food: health and nutritional properties and guidelines for evaluation.
Roma: FAO/WHO.
Grant KA, McLauchin J, Amar C. 2013. Infant botulism: advice on avoiding
feeding honey to babies and other possible risk factors. Community Pract.
86(7): 44-6.
Gibson GR, Roberfroid M. 1995. Dietary modulation of human colonic
microbiota-introducing the concept of prebiotics. J Nutr 125: 1401-1412.
Guyton, Arthur C, and John E Hall. 2003. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:
EGC. hlm 1012-1019.
Haffejee IE, Moosa A. 1985. Honey in the treatment of infantile gastroenteritis.
British Medical Journal. 290(1).
Herawati R. 2017. Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan frekuensi diare
pada anak balita di RSUD Rokan Hulu. Maternity and neonatal. Jurnal
Kebidanan. 2(4).
Hidayat A, Aziz A. 2013. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Htwe K, Yee KS, Tin M, Vandenplas Y. 2007. Infection in the elderly. Infectious
Disease Clinics of North America. 21 pp: 711-743.
Kajiwara S, Gandhi H, Ustunol Z. 2002. Effect of honey on the growth of and
acid production by human intestinal bifidobacterium spp. An in vitro
comparison with commercial oligosaccharides and inulin. J. Food Proot :
65(1): 214-18.
KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tentang efek.
KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tentang madu.
KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tentang suplementasi.
KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tentang potensial.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia. Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia. Indonesia.
King LA, Popoff MR, Mazuet C, Espie E, Vaillant V, de Valk H. 2010. Infant
botulism in France, 1991-2009. Arch Pediatr Journal. 17(9): 1288-92.
Maki F, Adrian U, Amatus YI. 2017. Perbedaan pemberian asi ekslusif dan susu
formula terhadap kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja
puskesmas ranonata weru. eKp. 5(1).
Magdarina. 2011. Morbiditas dan mortalitas diare pada balita di Indonesia tahun
2000-2007. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan
Litbangkes.
Nadhilla NF. 2014. The activity antibacterial agent of honey against
Staphylococcus aureus. J Majority. 3(7).
Nelwan, Erni, Juita. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi empat. Jakarta:
Internal Publishing.
Notoatmodjo S. 2014. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. hlm.
60-62.
Nurheti Y. 2015. Khasiat madu untuk kesehatan dan kecantikan. Edisi 1. Jakarta:
Published Andi.
Quran Surat. An-Nahl: 68-69. 2015. Departemen Agama RI. Jakarta: PT. Syamil
Cipta Media.
Rio Y dan Aziz D. 2012. Perbandingan efek antibakteri madu asli sikabu dengan
madu lubuk minturun terhadap escherichia coli da staphylococcus aureus
secara in vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 1(2).
Rahma, Amin RH, & Masni. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Diare Pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan
Unjung Tanah Tahun 2012. Repository Universitas Hasanuddin.
Ramakrishnan R, Bharathi MJ, Meenakshi R, Padmavathy S, Shivakumar C,
Srinivasan M. 2004. Microbial keratitis in South India: influence of risk
factors, climate, and geographical variation. Ophthalmic epidemiology.
14(2): 61
Sarwono. 2001. Lebah madu. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Semba RD, Bloem MW. 1992. Nutrition and Health in Developing Countries.
New Jersey: Humana Press.
Silalahi J. 2006. Makanan fungsional. Yogyakarta: Kanisius.
Sharfina H, Rudi F, Dian R. 2016. Pengaruh faktor lingkungan dan perilaku
terhadap kejadian pada diare balita di wilayah kerja puskesmas sungai
tabuk kabupaten banjar. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia.
3(3): 88-93.
Sudarti. 2010. Kelainan dan penyakit pada bayi dan anak. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sukohar A, Ambarwati N, Awliyanti, Irwan A, Aditya M. 2014. Observational
study of Lampung traditional medicinal herb on six to twelve years old
diarrheal patients. Int. J. Res. Ayurveda Pharm. 5(6): 1-5.
Suranto A. 2007. Terapi madu. Jakarta: Penebar Plus. hlm. 45.
Pratiwi AG, Widhi S. 2017. Pengaruh iklan audio terhadap pengetahuan tentang
diare pada penderita diare. Jurnal AKP. 8(1).
Puspitayani D, Listriana F. 2014.Pengaruh pemberian madu terhadap penurunan
frekuensi diare anak balita di desa ngumpul, jogoroto, jombang. Jurnal
Edu Health. 4(2): 68-71.
UNICEF-WHO. 2009. Diarrhoe: Why Children Are Still Drying and What Can
Be Done.
World Health Organization. 2009. Health Topics: Diarrhoe.
Zahra VS, Fatemeh J, Javad N, Zohreh A, Houman T. 2018. Effect of honey on
diarrhea and fecal microbiotain in critically ill tube-fed patient: a single
center randomized controlled study. Anesth Pain Med. 8(1): e62889.