efek polutan udara pada tanaman

26
Paper individu MK : Toksikologi Dosen : Prof.Dr.H.M.Sjahrul M.Agr F K POLUTAN UDARA PADA TANAMAN OLEH: A S R I A N I P1801213011 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN KONSENTRASI KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2014 1

Upload: asriani

Post on 04-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hui

TRANSCRIPT

Paper individuMK: ToksikologiDosen: Prof.Dr.H.M.Sjahrul M.Agr

EFEK POLUTAN UDARAPADA TANAMAN

OLEH:A S R I A N IP1801213011

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDINKONSENTRASI KESEHATAN LINGKUNGANPROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATTAHUN 2014 EFEK DARI POLUTAN UDARATERHADAP TANAMAN

I. PendahuluanMenurut sejarahnya, kerusakan pada vegetasi telah menjadi salah satu dampak yang paling awal dari polusi udara. Sulfur diksida (SOx) dan gas flourida pertama kali diselidiki pada pertengahan abad ke-19 di Eropa, terutama di Jerman. Pada awal abad tersebut, efek dari SO2 sering diabaikan oleh industri, sebagai fakta yaitu masalah umum polusi yang terjadi di Trail, British Columbia, Canada ; Sudbury, Ontario, Canada; dan Ducktown (bukit tembaga), Tennessee. Di lokasi tersebut, tembaga Sulfida dibakar dengan nyalah api yang sangat besar di alam terbuka sampai sekitar tahun 1900. Pepohonan yang tidak dipotong untuk bahan bakar dimatikan oleh SO2, dan tanahnya digundulkan seluas beberapa mil di seputaran sumber.Yang menjadi masalah SO2 yaitu peningktan emisinya karena pabrik-pabrik dengan tenaga berkapasitas tinggi terus dibangun yang menggunakan sulfur mengandung bahan bakar fosil. Pabrik-pabrik ini akan meningkatkan area yang terekspos polusi SO2 dan akan berkontribusi terhadap keasaman air hujan.Kerusakan vegetasi oleh flourida (terutama hydrogen fluoride/HF) karena sumber industri telah dijelaskan dengan baik pada awal 1900an, tapi fluoride tidak menjadi ancaman yang serius pada vegetasi sampai pada pengembangan industri dimulai yaitu pada tahun 1940. Sejak saat itu, karakteristik gejala fluoride mulai dikenal dan konsep sensitifitas spektrum. Fluoride diperlihatkan sebagai racun akumulatif dan analsis foliar terhadap isi fluorida merupakan alat diagnostik yag dapat diterima. Masalah fluoride yang paling penting di bidang agrikultur, selain efek langsung pada tanaman, yaitu efek pada hewan gembalaan yang mencerna makanan yang mengandung konsentrasi tinggi fluoride (>30 ppm).Kerusakan vegetasi diakui sebagai efek biologis yang paling awal dari polusi udara fotokimia di area Los Angeles, California. Tipe kerusakan ini diakui telah melebihi segmen yang luas dari California Selatan dan di area Teluk San Fransisco pada 1950. Komponen-komponen dari polusi fotokimia telah merusak banyak tanaman, di area metropolitan utama di dunia dan di banyak daerah pedesaan. Tiga pitotoksik oksidan penting telah diidentifikasi pada kompleks fotokimia : ozon (O3), PAN dan nitrogen dioksida (NO2).Etilen adalah produk utama dari aktifitas automobile. Etilen diidentifikasi pertama kali sebagai komponen toksik dari gas penerangan pada gas rumah kaca komersial pada sekitar pergantian abad. Penelitian berikutnya menunjukkan bahwa etilen adalah 50 kali bersifat sama pitotoksik dengan gas hidrokarbon lain dan memberikan kontribusi terhadap pembentukan oksidan fotokimia. Konsentrasi pada area metropolitan, terutama dari aktifitas automobile cukup tinggi untuk menyebabkan penuaan dini.Polutan udara pitotoksik lainnya meliputi pestisida yang bersumber dari udara, klorin, logam berat, aerosol asam, amoniak, aldehid, hydrogen klorida, hydrogen sulfide, dan pratikulat-partikulat seperti debu semen. Polutan-polutan ini dilepaskan utamanya dari sumber industri atau dari aktifitas aplikasi agrikultur, tapi lebih rendah baik penyebarannnya ataupun konsentrasinya dibanding polutan kebanyakan lainnya. Sehingga studi-studi terhadap polutan tersebut cukup kurang dan efeknya kurang diketahui dengan baik.

II. Efek Polusi UdaraEfek dari polutan udara pada vegetasi ada yang nampak atau kasat mata dan ada pula yang tidak nampak. Efek nampak dapat diidentifikasi secara morfologi, terpigmen, klorotik, atau pola nekrotik yang berhubungan dengan daun-daun yang dihasilkan dari gangguan fisiologis umumnya pada sel tanaman. Efek tidak kasat mata adalah efek-efek yang tidak dihasilkan pada kerusakan kasat mata tapi dapat diukur sebagai perubahan pertumbuhan atau fisiologi pada tanaman ; mereka dapat mempengaruhi hasil dan sistem reproduksi atau genetic dari tanaman. Perubahan kumulatif dalam sistem tanaman yang terkena/terpapar tekanan polusi udara dapat menghasilkan perubahan pada populasi tanaman dan komunitas.II.1 Kerusakan yang Kasat MataKerusakan yang kasat mata diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Gejala akut dihubungkan dengan paparan jangka pendek (diukur dalam jam) dari polutan dengan konsentrasi yang relatif tinggi dan biasanya muncul 24-48 jam setelah paparan. Gejala kronik normalnya dihubungkan dengan paparan dalam jumlah sedikit demi sedikit dalam jangka panjang (diukur dalam hari) dengan polutan yang berkonsentrasi lebih rendah.Kerusakan akut akibat polutan udara berujung pada plasmolisis dan kematian beberapa sel dan selanjutnya kegagalan jaringan. Kerusakan dapat terjadi pada satu jaringan spesifik ataupun pada beberapa jaringan tanpa membeda-bedakan. Pada kebanyakan kasus, gejala kasat mata pertama jaringan utuh adalah sedikit terendam air atau muncul memar. Area yang terkena dampak biasanya kering, menghasilkan karakteristik pola nekrotik dari toksikan.Kerusakan jaringan karena polutan udara seringkali memiliki karakteristik warna; pemutihan berhubungan dengan SO2, penguningan berhubungan dengan amoniak, dan pencoklatan berhubungan dengan fluoride. Bagian gelap dari warna sering menandai tepi dari jaringan nekrotik yang dirusak oleh fluoride. Pigmentasi (gambar titik-titik) pada area kecil dari jaringan palisade tampaknya menjadi karakteristik kerusakan akibat O3 pada beberapa tumbuhan. Pemerakan atau pemerah tuaan (bronzing) di bawah permukaan beberapa daun (jaringan sponge) dihubungkan dengan kerusakan karena PAN. Klorosis dapat timbul dalam hubungan dengan jaringan nekrotik setelah paparan terhadap SO2 atau terhadap oksidan.Kerusakan kronik dapat ringan atau berat tapi secara awal tidak menyebabkan kematian sel. Gangguan awal dari aktifitas sel normal dapat diikuti oleh klorosis atau perubahan pigmen atau warna lain yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Gejala yang lebih halus (tidak nampak) dapat berupa penuaan dini daun dengan atau tanpa amputasi daun. Pola kerusakan kronik umumnya tidak memiliki karakteristik untuk polutan tertentu dan sulit dibedakan dengan gejala yang disebabkan oleh penyakit parasit, serangga, faktor gizi, tekanan lingkungan lainnya, atau penuaan daun yang normal.Meskipun polusi udara dapat menyebabkan pengurangan pertumbuhan, telah ditentukan dengan baik bahwa sedikit perubahan khas dari pertumbuhan dapat dikaitkan dengan polutan udara. Herbisida seperti 2,4-D berperan sebagai regulator pertumbuhan tanaman. Ketika menyalahi dari pola semprotan yang diinginkan, mereka memproduksi abnormalitas yang bertanda (pemutarbalikan dan atau pemanjangan daun dan tangkai) dalam pertumbuhan spesies yang sensitive. Etilen adalah unsur pokok normal dari jaringan tanaman dan seperti berperan sebagai regulator pertumbuhan tanaman, dapat menginduksi epinasti dan amputasi dari bagian tanaman.

II.2 Pola Kerusakan dari Polutan SpesifikBerikut adalah gejala-gejala umum akibat beberapa polutan utama :II.2.a. OzonKerusakan daun dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan tipe tanaman :1. Berdaun lebar : terpigmen, memiliki titik merah-coklat (gambar titik-titik) yang muncul pada permukaan atas; area terputihkan berwarna sawo matang hingga merah (flek); area bifacial tidak teratur kecil yang runtuh (nekrotik) dapat bergabung membentuk bercak nekrotik tidak teratur, kholorosis, penuaan dini, dan amputasi daun dapat terjadi.2. Rumput : muncul area nekrotik bifacial (flek), kadang-kadang terjadi lesi yang lebih besar atau coretan nekrotik; cholorosis interveinal dapat terjadi3. Runjung: muncul jarum nekrotik coklat-coklat sawo matang yang menunjukkan tidak ada pemisahan yang tegas antara jaringan yang mati dan sehat; terjadi bintik cholorotic, terutama di tanaman pinus yang sensitive.Tanaman yang sensitif : gandum, bunga petunia, kacang jepret, kentang, lobak, kedelain, ara, tembakau, tomat, pohon putih, pinus putih.Tanaman yang memiliki kemampuan toleransi : bit, kerenyam, gladiol, maple, mint, merica, beras.

II.2.b. Sulfur dioksidaKerusakan daun dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tipe tanaman :1. Berdaun lebar : tidak teratur, bifacial, berada di tepi, area nekrotik interveinal berwarna putih hingga sawo matang atau coklat; klorosis mungkin dihubungkan dengan area nekrotik , suatu khlorosis umum dari daun yang lebih tua dapat terjadi, pembauran ke titik-titik warna bervariasi dari putih ke coklat kemerah-merahan.2. Rumput : tidak teratur, bifacial, lapisan nekrotik yang berwarna coklat terang ke putih dilihat di antara barik-barik/urat yang lebih luas; khlorosis mungkin dikatakan ada tetapi berkembang sebagai strip di antara vena3. Runjung: muncul ujung-ujung jarum nekrotik coklat,; umumnya ditemukan khlorosis jaringan berdekatan; jarum-jarum dari beberapa umur secara seragam dipengaruhi; khlorosis dan amputasi premature adalah hal umum.Tanaman yang sensitif : alfalfa, apel, barley, kapas, ragweed (jenis rumput) raksasa, pinus, labu, gandumTanaman yang memiliki kemampuan toleransi : melon, seledri, jagung, ek, rhododendron (sejenis tumbuhan)

II.2.c. Hidrogen FluoridaKerusakan daun dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tipe tanaman :1. Berdaun lebar : tepi daun dan/atau ujung necrotic kadang terjadi dengan ruam interveinal; area di antara jaringan mati dan hidup tajam/jelas dan pada umumnya ditandai dengan band yang sempit, lebih gelap, coklat-merah; band chlorotic sempit dapat ditemukan bersebelahan dengan area yang necrotic; pada beberapa spesies, area yang necrotic dapat gugur, meninggalkan suatu bentuk tepi pada daun yang kelihatan sehat; pohon jeruk, buah kersen manis, dan tanaman tertentu lain menunjukkan suatu chlorosis interveinal berbintik.2. Rumput : ujung nekrotik coklat membakar secara luas lapisan tidak beraturan di sepanjang daun dan ada suatu demarkasi yang jelas antara jaringan sehat dan mati: beberapa tumbuhan membentuk suatu chlorotic bertitikyang dapat menyebar di antara pembuluh darah3. Runjung: muncul ujung-ujung jarum nekrotik dalam gradasi warna coklat ke coklat-merah; nekrosis dapat mempengaruhi seluruh daun; seluruh jarum dalam umur yang sama tidak seragam dipengaruhi; klorosis jarum dapat terbentuk.Tanaman yang sensitif : aprikort cina, gladiol (varietas warna terang lebih sensitive dibanding varietas gelap), anggur, buah prem, cemaraTanaman yang memiliki kemampuan toleransi : alfalfa, kapas, pohon elm, pir, tembakau, tomat

II.2.d. Peroksiasetil NitratKerusakan daun dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tipe tanaman :1. Berdaun lebar : kegagalan mesofil sponge, memberikan kilapan, perak, atau tampilan merah tua pada sisi bawah daun, beberapa daun menunjukkan kegagalan bifacial, biasanya dalam pola banded; tanaman sering menunjukkan penuaan dini.2. Rumput : kegagalan irregular berwarna kuning ke coklat, kadang-kadang lebih nampak sebagai klorotik atau band bleache daripada nekrotik.3. Runjung: kerusakan tidak spesifik; jarum-jarum daun yang rusak/sakit ditandai dengan beberapa klorosis atau kejadian bleaching.Tanaman yang sensitif : bluegrass tahunan, bunga petunia, kacang pinto, romaine lettuceTanaman yang memiliki kemampuan toleransi : brokoli, krisan, jagung, kapas, sorgum.

II.3. Pertumbuhan dan Efek HasilPolutan udara kebanyakan dikenal mengurangi biomassa dan hasil panen dari spesies tanaman sensitif dan tanaman budi daya. Umumnya, pertumbuhan dan hasil panen tidak dipengaruhi tanpa kerusakan yang nampak (kasat mata), tapi pengecualian telah dilaporkan. Efek-efek pada ketiga polutan utama yakni sebagai berikut :II.3.a. Oksidan (Terutama Ozone)Data yang cukup tidak tersedia untuk mengembangkan persamaan yang spesifik untuk pertumbuhan dan efek hasil dari O3 atau oksidan ambien pada tanaman. Akan tetapi, grafik yang menyerupai dengan grafik yang dihasilkan oleh McCune untuk fluoride (Bagian III.c., Gambar 1.), mungkin bisa membantu dalam memperkirakan hubungan oksidan dosis-respon dari waktu ke waktu (Bagian IV).Studi-studi menggunakan penambahan polutan secara terkontrol memungkinkan penentuan yang akurat dari dosis total untuk studi jangka panjang kronis. Meskipun studi ini bersifat sugestif dari efek "dunia nyata", eksposur akut kumulatif mungkin bertanggung jawab atas sebagian besar efek yang dilaporkan di lapangan. Ringkasan dari beberapa studi jangka panjang dengan O3 atau oksidan-oksidan ambien disajikan pada Tabel 1. Tanaman dalam studi lapangan dan yang di ruang lapangan diuji untuk memastikan dikendalikannya dosis O3. Tanaman dalam studi ambient ditumbuhkan dalam ruang di mana udara disaring atau tidak disaring.

II.3.b. Sulfur Dioksida Penelitian awal menunjukkan bahwa SO2 tidak mempengaruhi pertumbuhan alfalfa sampai setidaknya 5% dari dedaunan nampak mengalami kerusakan, dan bahwa pengurangan hasil karena kerusakan akut akibat SO2 kira-kira setara dengan yang terjadi ketika jumlah yang sama dari jaringan daun telah dihilangkan secara manual.Tabel 1Efek paparan jangka panjang ozon atau oksidan ambient pada pertumbuhan tanaman

PlantspeciesExposuretypeConcentration and duration of exposureEffects (percent reductionfrom control)

GeraniumGreenhouse0.07 -0.01 ppm,9.5 hr/day, 90 days50% Flowering

RadishGreenhouse0.05 ppm, 3 hr/day5 days/wk, 5 wk54% Root fresh wt.;20% Leaf fresh wt.

SoybeanGreenhouse0,10 ppm, 8 hr/day,5 daysiwk, 3 wk24% Root fresh wt.;21% Top fresh wt.

13ean, pintoGreenhouse0.15 ppm, 2hriday,63 days33% Plant dry wt.;46% Pod fresh wt.

SoybeanField, closed top chamber0.10 ppm, 6 hriday,133 days55% Seed wt.65% Plant fresh wt.

Corn, sweetField, closed top chamber0.10 ppm, 6 hriday,64 days45% Kernel dry wt.;35% Other yield measures

Corn. FieldField, open top chamber0,15 ppm, 7 hriday,85 days38% Kernel dry wt.

SpinachField, open top chamber0.10 ppm, 7 hr/day,37 days0,13 ppm, 7 hrrday,37 days32% Leaf fresh wt.

72% Leaf fresh wt.

OrangeAmbient> 0.10 ppm, often (over several years)54% Yield

GrapeAmbient>0,25 ppm. often (MaySept.)12% Yield, year one61% Yield, year two

'Tobacco(BelW3)Ambient0,05-0.ill ppm, often(JuneSept.)30% Leaf fresh wt.

Untuk tanaman alfalfa, hubungan antara penurunan hasil dan persentase luas daun yang hancur dijelaskan dengan baik oleh persamaan regresi sederhana:y = a + bx(1.1)dimana y adalah hasil yang dinyatakan sebagai persen kontrol, a adalah konstanta sekitar 100%, b adalah slope/kemiringan kurva hasil-kerusakan daun, dan x adalah persentase luas daun yang hancur. Regresi berikut ditemukan pada paparan terhadap alfalfa untuk 1-5 ppm SO2, selama 1-2 jam satu, dua, atau tiga kali selama musim tanam: Paparan tunggaly = 99,5 - 0.30x (2)Paparan ganday = 95,5. - 0.49x(3)Paparan tripely = 96,6 -. 0.75x(4)Persamaan serupa juga dikembangkan untuk alfalfa menggunakan paparan 0,1-3 ppm SO2 untuk 1-600 jam:y = 99 - 0.37x. (5)Hasil pada barley, gandum, dan kapas berbeda dengan hasil yang terjadi pada alfalfa karena hasil tidak selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan vegetatif. Dengan tipe atau jenis tanaman tersebut, polusi memiliki efek yang lebih besar pada tahap mekar dan tahap perkembangan buah dibandingkan dengan pada tahap pertumbuhan lainnya. Contoh untuk barley menggambarkan perbedaan ini: Tahap vegetative awaly = 98 - 0.06x(6)Tahap keluar (berbunga) y = 98 - 0.40x. (7)Penurunan pertumbuhan disebabkan oleh SO2, telah dilaporkan dalam berbagai publikasi. Ada beberapa informasi yang menunjukkan bahwa pengurangan pertumbuhan mungkin terjadi dengan sedikit atau tanpa kerusakan yang terlihat (kasat mata), seperti yang ditemukan pada ryegrass dan lobak yang terpapar konsentrasi rendah SO2.

II.3.c. Hidrogen Fluorida Fluorida dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil pada banyak spesies tanaman. Gambar 1 adalah grafik log-log dari konsentrasi rata-rata fluorida atmosfer terhadap durasi paparan. Hal tersebut adalah representasi sederhana tapi mungkin merupakan kemungkinan terbaik dengan data yang terbatas yang tersedia. Figure tersebut termasuk kerusakan, pertumbuhan, dan data hasil.Efek pertumbuhan yang dilaporkan meliputi penurunan pertumbuhan radial pohon, penurunan bobot kering pada banyak tanaman (termasuk mawar, alfalfa, rumput, daun selada, dan sorgum), penurunan kualitas bunga dan ukuran umbi gladiol, dan pengurangan jumlah bunga atau buah tomat , jeruk, sorgum, dan kacang. Penurunan pertumbuhan akar juga dilaporkan. Pengaruh fluoride pada kualitas dan jumlah buah telah dilaporkan untuk buah persik, aprikot, pir, ceri, dan jeruk.Gambar 1

Ada yang menarik dalam menghubungkan efek fluoride terhadap konsentrasi fluoride dalam jaringan tanaman. Regresi linier untuk hasil jeruk dan grapefruit terhadap kandungan fluoride di daun menunjukkan penurunan hasil yang signifikan pada konsentrasi fluoride daun di bawah 50 ppm. Pertumbuhan kacang pinto menurun ketika konsentrasi fluoride dalam daun melebihi 300 ppm, pertumbuhan alfalfa menurun pada konsentrasi fluoride daun di atas 200 ppm, dan pertumbuhan jeruk dan cemara Douglas dapat menurunkan pada konsentrasi fluoride daun mendekati 100 ppm. Beberapa tanaman yang sangat sensitif mungkin memiliki ambang konsentrasi untuk menimbulkan kerusakan daun yakni sekitar 15-25 ppm dan tentu saja di bawah 150 ppm; tanaman yang tahan dapat mentolerir konsentrasi di jaringan sampai di melebihi 200 ppm.

II.4. Efek Fisiologis dan Biokimia Efek fisiologis dan biokimia adalah penyebab dari efek terlihat dan pertumbuhan terukur (efek tidak terlihat). Studi awal menunjukkan bahwa SO2 menurunkan fotosintesis bersih tanpa kerusakan yang berartitapi tanaman tersebut pulih dengan segera ketika paparan berakhir. Hasil serupa juga terjadi pada O3, PAN, oksida nitrat, dan NO2. Penurunan ini pada laju fotosintesis dikaitkan dengan regulasi stomata dan tingkat transpirasi. Stomata adalah jalan utama polutan diserap oleh daun tanaman. Penutupan stomata secara efektif akan melindungi tanaman dari kerusakan karena polutan, kecuali dalam kasus yang tidak biasa dari NO2 (eksposur gelap dapat menghasilkan lebih banyak kerusakan dibandingkan dengan paparan terang). Dengan demikian, kondisi yang mendukung pembukaan stomata dapat mengakibatkan meningkatnya gas yang masuk dan kerusakan yang dihasilkan. Penutupan stomata pada bawang adalah terkait dengan faktor genetic; stomata tanaman bawang yang resisten tertutup dalam menanggapi O3, sedangkan stomata tanaman yang sensitif tidak menutup. Konsentrasi sulfur dioksida dari 0,05-0,50 ppm menstimulasi pembukaan stomata pada bean dan jagung ketika kelembabab relatif sama dengan 50-60%. Efeknya tercatat pada kedua tanaman, baik yang disiram dengan baik, maupun yang mengalami stress air.Dalam penelitian laboratorium, enzim terisolasi dan sistem enzim telah dipengaruhi oleh paparan PAN, O3, dan fluoride (biasanya ditambahkan sebagai sodium fluoride): konsentrasi tinggi polutan yang digunakan dalam banyak studi ini, tetapi konsentrasi di lokasi reaksi tidak diketahui. Namun, diakui bahwa oksidan yang kuat dapat mengganggu reaksi oksidasi dalam sistem tanaman. Kelompok Sulfhvdryl muncul sebagai kunci untuk memahami mekanisme aksi polutan oksidan dan mungkin S02 juga. Komponen lipid tak jenuh dari membran sel adalah situs awal dari aksi untuk O3 dan mungkin untuk PAN.Penjelasan mekanistik yang masuk akal untuk gejala dosis-respons akut dan pengurangan pertumbuhan-hasil kronis harus mengakui bahwa sistem tanaman memiliki kemampuan perbaikan/memperbaiki diri. Respon akut tanaman terhadap polusi udara harus/pasti bersumber dari dosis besar yang menyebabkan gangguan membran sel (sebagian melalui serangan terhadap hubungan sulfhidril dan / atau hubungan lipid tak jenuh) dan hilangnya permeabilitas diferensial membran. Air dan zat terlarut seluler bisa hilang dan sel dapat terprasmolisis, yang dapat menyebabkan kematian sel. Namun, jika kondisi lingkungan tidak parah dan jika dosis paparan minimal, beberapa pemulihan mungkin terjadi. Tingkat pemulihan tergantung pada tingkat keparahan tekanan eksternal dan kemampuan sel untuk memulai perbaikan. Jika kita berasumsi bahwa suatu jaringan tertentu tumbuh dalam kondisi yang memaksimalkan kepekaan terhadap polutan tertentu, maka keparahan kerusakan adalah fungsi dari perlawanan yang melekat pada tanaman. Resistensi melekat Ini pada dasarnya adalah kemampuan tanaman untuk "menonaktifkan" polutan dan untuk menyelesaikan perbaikan jaringan. Kerusakan kronis dan efek-efek halus (tidak nampak) dihasilkan terutama dari reaksi sekunder. Setiap kerusakan membran akan menyebabkan reaksi sekunder yang dapat mengganggu organel seluler atau menggeser jalur metabolisme, yang pada gilirannya dapat menyebabkan efek samping tambahan pada sel. Sulfur dioksida dengan cepat berubah menjadi sulfit, yang dapat digunakan sebagai sumber sulfur, sebagai prekursor dalam produksi hidrogen sulfida, atau sebagai komponen dalam inisiasi efek metabolik lainnya. Nitrogen dioksida dapat membentuk nitrit dalam sel, yang dapat menyebabkan reaksi sekunder berbahaya. Hal ini juga dapat dioksidasi menjadi nitrat atau dikurangi menjadi amonia dan digunakan sebagai sumber nitrogen. Ozon, PAN, dan oksidan lainnya dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas andlor oksidan lebih stabil lainnya (seperti hidrogen peroksida), yang pada gilirannya dapat menyebabkan reaksi sekunder. Setiap reaksi sekunder ini dapat, dari waktu ke waktu, menyebabkan penuaan melalui peningkatan produksi etilen seluler.

II.5. Efek ReproduksiOzon, oksidan ambient, dan fluoride mempengaruhi struktur reproduksi dan dapat mempengaruhi set buah dan hasil meskipun tanpa kerusakan yang nampak (kasat mata) atau efek yang jelas pada biomassa total. Etilen telah lama dikenal merangsang amputasi bunga, meskipun biasanya disertai dengan perubahan pada bagian tanaman lainnya.Ozon dapat menginduksi pembentukan radikal bebas dan dapat pula menyebabkan abnormalitas genetic. Ozon menurun serbuk sari perkecambahan dan pertumbuhan tabung polen pada tembakau, dan menurunkan produksi bunga di pada anyelir. Perkecambahan serbuk sari petunia juga diperlemah dan dianggap berhubungan dengan hilangnya organel di lapisan perifer sitoplasma. Eksposur dari 0,3 ppm SO2 selama 1 jam menghambat perkecambahan serbuk sari dan pertumbuhan tabung polen pada pir. Ukuran dan pengembangan serbuk sari Scots pine terkait dengan jarak dari polusi industri di mana SO2 adalah komponen yang utama.Fluorida dapat mempengaruhi struktur reproduksi dan mengawali kelainan genetik. Paparan sorgum untuk fluoride selama tasseling dan pemekaran bunga menurunkan hasil biji dan pertumbuhan atas, sedangkan eksposur sebelum dan setelah periode perkembangan yang relatif singkat ini tidak berpengaruh pada hasil. Fluoride menghambat perkecambahan serbuk sari dan panjang tabung polen pada tomat dan ceri manis, serta menurunkan hasil panen jeruk saat paparan terjadi selama periode mekar. Fluoride juga menyebabkan penyimpangan kromosom pada tomat, jagung, dan akar bawang serta kelainan fenotip pada generasi kedua tomat.

III. Faktor yang Mempengaruhi Efek Polusi UdaraPemahaman kita tentang pengaruh dari setiap faktor pada kepekaan berbagai varietas atau spesies spesifik terhadap polutan udara tidak dapat ditentukan baik oleh respon tanaman terkait maupun respon terhadap dosis yang sama dari polutan yang berbeda. Sebelum kita bisa memprediksi bagaimana sebuah varietas tanaman akan merespon polutan tertentu, kita harus memahami berbagai faktor yang saling terkait, beberapa yang paling relevan dibahas di bawah ini. III.1. Faktor genetik dan UmurPengetahuan tentang pengaruh variabilitas genetik pada respon tanaman terhadap polutan telah diperoleh dari observasi lapangan dan dari percobaan dalam ruang dengan penambahan polutan secara terkontrol. Respon tanaman bervariasi antara spesies dari genus yang diberikan dan antara varietas dalam spesies tertentu. Variasi tersebut adalah fungsi dari variabilitas genetik a3 jika mempengaruhi morfologi tanaman, fisiologis, dan karakteristik biokimia. Dengan demikian, polusi dapat bertindak sebagai mekanisme tekanan selektif pada populasi asli dan dalam percobaan pemeliharaan (baik direncanakan maupun disengaja).Sensitivitas tanaman juga dipengaruhi oleh kematangan daun. Daun kapas adalah yang paling sensitif terhadap O3 pada sekitar dua pertiga ekspansi penuh, yang merupakan perwakilan dari studi O3 dan SO. Secara umum, studi menunjukkan bahwa jaringan muda lebih sensitif terhadap PAN dan hidrogen sulfida, dan daun dewasa/matang adalah yang paling sensitif terhadap polutan lain. III.2. Faktor Lingkungan Efek dari faktor iklim, edafis, dan biologi pada respon tanaman sensitif terhadap polusi udara telah dipelajari terutama dalam kondisi laboratorium. Sebagian besar penelitian telah berurusan dengan faktor individu dan hanya satu atau dua yang merupakan pengukuran respon.III.2.a. iklim Kondisi lingkungan sebelum, selama, dan setelah paparan tanaman terhadap polusi udara mempengaruhi respon mereka. Kepekaan tanaman terhadap polutan dapat berubah setelah tanaman tumbuh pada kondisi yang berbeda selama 1-5 hari. Kondisi setelah paparan juga penting, tapi mungkin kurang begitu penting daripada kondisi sebelum dan saat terpapar.Bluegrass tahunan, kacang pinto, dan varietas tembakau tertentu jauh lebih sensitif terhadap oksidan ambien atau O3 ketika tumbuh di bawah penyinaran 8 jam daripada di bawah penyinaran 16 jam. Respon bluegrass tahunan bebas dari variasi suhu selama pertumbuhan.Intensitas cahaya selama pertumbuhan mempengaruhi sensitivitas kacang pinto dan tembakau terhadap eksposur Oa berikuitnya. Sensitivitas meningkat dengan menurunnya intensitas cahaya dalam kisaran 4000-900 ft-c. Namun, sensitivitas kacang pinto terhadap PAN meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya. Soba lebih rentan terhadap SO, bila ditanam pada intensitas cahaya 3000 ft-c dari pada 7000 atau 10.000 ft-c. Ketika kacang pinto terkena O3 pada intensitas cahaya yang lebih tinggi, sensitivitas meningkat pada kelembaban lebih rendah (60%), tetapi tidak terpengaruh pada kelembaban tinggi (> 80%). Pada intensitas cahaya rendah, respon tanaman berkorelasi erat dengan pembukaan stomata. Namun, sejak pembukaan stomata penuh sering terjadi pada sekitar 1000 ft-c, intensitas cahaya tampaknya memiliki efek pada respon tanaman di samping pengaruhnya terhadap pembukaan stomata.Tanaman tumbuh pada suhu di bawah 5C kehilangan kepekaan terhadap polusi udara. Umumnya, kepekaan terhadap oxidant meningkat dengan meningkatnya suhu sampai sekitar 30C. Kedelai lebih sensitif terhadap O3 bila tumbuh pada suhu 28C dibandingkan pada 20C.Sensitivitas kacang pinto dan tembakau terhadap O3 menurun dengan meningkatnya suhu paparan, dari sekitar 17 sampai 30C. Hasil serupa diperoleh untuk beberapa tanaman lain, efek yang parah telah dilaporkan. Observasi lapangan pada umumnya menunjukkan bahwa tanaman lebih sensitif terhadap polusi udara pada kelembaban yang lebih tinggi. Namun, observasi lapangan tidak memisahkan efek selama pertumbuhan, dari mereka saat terpapar. Sebuah kerugian 90% pada kepekaan terhadap paparan SO2 ditemukan ketika kelembaban relatif turun dari 100% menjadi nol. Kepekaan terhadap O3 pada pinus Virginia, kacang pinto, kacang snap, dan tembakau meningkat dengan meningkatnya kelembaban relatif saat terpapar. Tanaman umumnya lebih sensitif pada pertengahan hingga akhir pagi dan sore. Dalam beberapa kondisi, tergantung pada kematangan daun, ada kemungkinan kehilangan sensitivitas siang (midday loss). Efek waktu harian ini berhubungan dengan efek lingkungan keseluruhan pada proses fisiologis tanaman, meliputi penutupan stomata, yang secara langsung mempengaruhi sensitivitas tanaman terhadap polutan udara.

III.2.b. Kondisi Tanah Air dan kesuburan tanah mempengaruhi sensitivitas tanaman terhadap polusi udara, namun, efek edafis kurang dipahami. Ozon menyebabkan kerusakan yang kurang ketika t erjadistres air tanah (-0.4, -2.4, -4.4 bar) meningkat terlepas dari dosis O3. Stres air tanah adalah faktor edafis paling signifikan yang mempengaruhi respon tanaman terhadap polutan. Kelembaban dan air tanah yang tersedia adalah dua faktor utama yang mengendalikan stres air secara keseluruhan pada tanaman. Kepentingan relatif dari masing-masing dua faktor ini sulit untuk membedakan dalam kondisi lapangan. Kekeringan selama pertumbuhan menyebabkan perubahan fisiologis yang meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres polusi, dan kekeringan saat terpapar menyebabkan penurunan pembukaan stomata, dengan penurunan resultan dalam jumlah polutan di daun. Ozon dapat menyebabkan penutupan stomata pada beberapa tanaman ketika mereka berada di bawah kondisi stress air.Terdapat kurangnya pemahaman mengenai efek kesuburan tanah pada sensitivitas tanaman terhadap polusi udara, tapi ketersediaan ion harus memainkan peran. Namun, tanaman mungkin lebih sensitif ketika tumbuh di bawah kondisi kesuburan yang rendah. Nutrisi Nitrogen telah mendapat perhatian yang besar, tapi bukti tentang efeknya bertentangan. Interaksi antara kalium dan fosfor telah dilaporkan dalam bayam yang terpapar. Kacang pinto dan kedelai lebih sensitif terhadap O3 ketika larutan nutrisi yang terkandung sekitar seperenam dari tingkat kalium normal. Tomat lebih sensitif terhadap O3 dengan peningkatan fosfor. Tanaman tidak sensitif bila ditanam di tanah bertekstur berat, mungkin karena penurunan tekanan oksigen tanah atau ketersediaan air. Pengaruh suhu tanah, aerasi, tekstur, pemadatan, dan komposisi belum diteliti.

III.2.c. Interaksi Polutan Polutan biasanya terjadi bersama-sama di atmosfer dalam berbagai kombinasi dan rasio konsentrasi. Penelitian awal menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang hadir, atau jika ada interaksi tersebut antagonis. Laporan interaksi sinergis pertama ditemukan ketika Bel W3 tembakau terpapar campuran antara O3 dan SO2 pada konsentrasi yang tidak merugikan secara bebas. Hasil ini telah dibuktikan untuk beberapa spesies tetapi tanggapan antagonis telah dilaporkan untuk spesies lain. Rasio konsentrasi relatif penting dalam menentukan tingkat interaksi. Campuran NO2 dan SO2 merusak enam tanaman pada konsentrasi pada konsentrasi yang tidak merusak tanaman secara independen.

III.2.d. Faktor LainInteraksi antara polutan dengan berbagai agen biologi telah mendapatkan perhatian, tapi subjeknya masih belum dipahami dengan baik. Sebagian besar organisme patogen menginduksi perlindungan dari kerusakan karena O3 pada tanaman inang. Secara umum, polusi menghambat penyakit yang disebabkan oleh jamur tetapi sangat meningkatkan parasitisme dari Botrytis cinereg dan Armillarea mellar pada beberapa tanaman. Kehadiran sistemik dari tiga virus tembakau meningkatkan sensitivitas tembakau terhadap O3 bahkan ketika gejala virus tidak diucapkan.Masalah kemunduran pinus Ponderosa terkait dengan oksidan dan beberapa spesies kumbang kulit kayu. Ada kesepakatan umum bahwa kumbang menyerang pohon yang rusak akibat oksidan dan dapat meningkatkan tingkat penurunan/kemunduran pinus. Tekanan polusi pada jenis pohon yang sensitif, seperti sycamore, dapat mengakibatkan meningkatnya pemakanan/konsumsi oleh serangga seperti bug/binatang-binatang kecil dan tungau, sehingga meningkatkan penuaan dini dan amputasi daun.

IV. Pertimbangan toksikologi Umumnya, data toksikologi yang menyangkut dosis zat tertentu yang masuk ke sistem hidup. Dalam penelitian polusi udara, dosis berarti konsentrasi zat di udara selama durasi paparan (konsentrasi x waktu). Definisi dosis ini digunakan sepanjang diskusi ini. Dosis yang masuk ke organisme adalah benar-benar dosis "efektif", tetapi dosis yang efektif sulit untuk ditentukan dalam studi polusi udara. Pemahaman tentang efek dosis polutan yang diberikan pada tanaman sangat penting bagi pengembangan standar kualitas udara dan sebagai dasar untuk memahami pengaruh dari bahan pencemar terhadap lingkungan. Kriteria ideal akan menjadi satu persamaan standar yang akan berhubungan respon terhadap konsentrasi dan durasi paparan (waktu), dan akan mencerminkan dampak dari semua faktor yang mengontrol respon tanaman tertentu terhadap polutan tertentu. Model multivariat tersebut akan menjadi begitu kompleks sehingga akan ada sedikit kepentingan praktis. Jika model tersebut adalah hanya untuk menilai faktor resistensi yang paling penting, jika faktor-faktor tersebut dapat dengan mudah diukur, dan jika nilai rata-rata untuk faktor ini mencerminkan sejumlah tertentu pengelompokan kerentanan tanaman, maka model tersebut akan berguna.Dua jenis model diperlukan jika kita ingin mendefinisikan "apa yang terjadi". Kedua model tersebut tidak akan saling eksklusif. Salah satu akan menjelaskan respon membran akut, dan yang kedua akan menjelaskan respon kronis dan halus/tidak kasat mata .IV.1 Respon akut Model dosis-respons akut yang pertama mengusahakan hubungan empiris untuk SO2 yang dikembangkan oleh O'Gara. Persamaan ini dikembangkan dari eksposur akut alfalfa terhadap SO2 ketika tumbuh di bawah kondisi sensitivitas maksimum. Kerusakan yang terlihat (kasat mata) adalah ukuran respon yang digunakan. Persamaan ini awalnya ditulis dalam bentuk yang menekankan konsep konsentrasi ambang dan dosis: t (c - a) = b(8)dimana t adalah waktu pemaparan (jam), c adalah konsentrasi (ppm), a adalah ambang batas konsentrasi untuk persentase tertentu dari kerusakan, dan b adalah konstanta yang mencerminkan komponen lain dari model, seperti ketahanan tanaman yang telah melekat dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi resistensi. Persamaan ini sering ditulis :c = a + bit.(9)Upaya lain telah dilakukan untuk mengungkapkan hubungan antara konsentrasi polutan dan durasi eksposur dan respon tanaman, tetapi semuanya mencerminkan pendekatan O'Gara.Tak satu pun dari upaya ini yang cukup menggambarkan variasi dalam respon tanaman sebagai baik waktu ataupun konsentrasi, atau keduanya, bervariasi. Namun, sebuah model empiris telah dikembangkan yang memberikan penafsiran yang masuk akal dari data dosis-respons. Model ini, digunakan untuk menganalisis data pada respon daun dari 14 spesies tanaman untuk O3, memiliki dua karakteristik: suatu persentase konstan dari permukaan daun rusak oleh konsentrasi polutan udara yang proporsinya berbalik dengan durasi paparan yang diangkat ke eksponen (Gambar 2), dan, untuk jangka waktu paparan tertentu, persentase kerusakan daun sebagai fungsi dari konsentrasi polutan membentuk distribusi frekuensi log-normal (Gambar 3). Persamaan kerusakan daun lengkap menggabungkan persamaan yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3. Persamaan ini mengungkapkan konsentrasi polutan sebagai fungsi respon tanaman (kerusakan) dan durasi paparan :c = mghrsgztp(10)dimana C adalah konsentrasi (ppm), mghr adalah konsentrasi rata-rata geometrik untuk eksposur 1 = hr paparan, sg adalah deviasi standar geometris, z adalah jumlah standar deviasi dari median (kerusakan), t adalah waktu (jam), dan p adalah kemiringan garis (slope) garis kerusakan sebagai kurva logaritmik. Dari data untuk kacang pinto dalam figure 10.2 dan 10.3.c = 0,31 x 1.44z x t0,57(11)

Gambar 2 Persentase kerusakan daun pada tanaman kacang pinto yang terpapar berbagai konsentrasi ozon untuk berbagai durasi-konsentrasi dibandingkan durasi paparan. (Dari Larsen, RI, Heck, WW 5, Air pencemar Kontrol Assoc.. 26:325-333, 1976).

Gambar 3. Persentase kerusakan daun pada tanaman kacang pinto yang terpapar berbagai konsentrasi ozon untuk berbagai durasi-konsentrasi dibandingkan persentase kerusakan. (Dari Larsen, RI, Fleck, WW j. Air PoIlut. Pengendalian Assoc. 2 (:325-333, 1976)

Dengan demikian, konsentrasi 0.104 ppm akan merusak 10% dari permukaan daun dalam paparan 3-jam. The 03 konsentrasi yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan 10% dalam 3-hr eksposur untuk tomat (cv. Roma), semanggi (cv. Pennscott Red), tembakau (cv. Bel W,), dan bayam (cv, Northland) adalah 0.095,0.209, 0.088, dan 0,395 ppm. Dari analisis ini, menunjukkan bahwa waktu rata-rata 1, 3, dan 8 jam harus digunakan dalam pengembangan standar oksidan untuk perlindungan vegetasi. Jenis data respon ini bisa dikembangkan untuk SO2 dan NO2. Jadi, ini dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk pengembangan kriteria untuk digunakan dalam menetapkan standar kualitas udara ambien, setiap kali informasi yang memadai tersedia.Proyeksi konsentrasi yang akan menyebabkan kerusakan sekitar 5% dalam tiga kelompok kerentanan tanaman untuk paparan 1 -, 3 -, atau 8-jam ditunjukkan pada Tabel 10.2 untuk O3, SO2, NO2. Ini adalah evaluasi subjektif berdasarkan penelaahan data yang tersedia. Mereka dapat digunakan untuk memprediksi efek di bidang ketika konsentrasi ambien polutan tertentu diketahui.Tabel .2 Projected Pollutant Concentrations for Specific Exposure Durations That Will Produce About 5% Injury to Vegetation Grown Under Conditions of Varying SensitivityPollutantTime(hr)Concentrations producing 5% injury

SensitiveIntermediateResistant

Ozone(ppm)1.03.08.00.10-0.250.06-0,170.03-0.120.20-0.350.13-0.280.10-0.22 0.30 0.24 0.20

Sulfur dioxide(ppm)1.03.08.00.50-2.50.22-1.60.10-0.752.0-7.51.2-4.0(1.50-2.0 7.0 3.5 1.5

Nitrogen dioxide(ppm)1.03.08.03.0-102.2-6.51.5-5.09.0-206.0-134.0-9.0 18 ll 8.0

Hydrogen fluoride(ppb)8241 wk1 moGrowing season1.6-4.80.8-3.20.60-1..60.40-0.80.24-0.564.0-242.4-161.2-6.40.8-4.00.40-1.6 20 12 5,6 2.4 0.8

IV.2 Respon kronisMeskipun beberapa upaya telah dilakukan untuk mengembangkan persamaan untuk memprediksi respon jangka panjang kronis, masih tidak cukup data yang tersedia untuk menguji persamaan dengan cukup. Namun, presentasi grafis dari data yang tersedia telah dikembangkan untuk fluoride (Gambar 1) ditampilkan sebagai HF. Data yang tersedia untuk beberapa tanaman atau kelompok tanaman telah diplot. Data plot terdiri dari notasi tanggapan (gejala daun, tidak ada efek gejala pada hasil, dll) pada grafik didefinisikan oleh log dari konsentrasi atmosfer rata-rata (g fluoride/m3) dan log durasi paparan (da). Dari plot ini, kurva ambang dikembangkan untuk berbagai efek parameter untuk tanaman yang terdaftar. Meskipun ini bukan kurva yang dihitung dan dapat dikenakan beberapa kesalahan, mereka memenuhi konsep nilai ambang batas, di bawah dimana tidak ada kerusakan kemungkinan besar terjadi. Gambar 10.1 menunjukkan kurva ambang batas untuk tomat, jagung, sorgum, gladiol, buah pohon, dan pohon pinus. Kurva ambang batas yang disarankan untuk tiga kelompok yang paling sensitif (gladiol, sorgum, dan konifer) berakhir pada 0,5 PCG fluoride/m3 selama periode paparan yang digunakan (2-4 minggu). Data untuk jeruk (tidak ditampilkan pada Gambar 10.1) menunjukkan 0,4 ppb HF atau kurang sebagai batas paparan jangka panjang (18 bulan). Rentang konsentrasi proyeksi gas fluoride (sebagai HF) yang akan merusak tiga kelompok tanaman yang berbeda kerentanan pada paparan jangka panjang ditunjukkan pada Tabel 10.2. Jenis pendekatan ini akan dapat digunakan untuk polutan lain ketika tersedia data yang cukup.

V. Pertimbangan Lain Pemahaman kita tentang hubungan antara polutan udara dengan vegetasi tidak akan lengkap tanpa menyebutkan secara singkat beberapa aspek lain dari hubungan ini. Pertama, tanaman telah lama digunakan sebagai indikator (monitor) dari stres polusi. Studi-studi ini telah meliputi baik studi lapangan maupun studi laboratorium. Kedua, polusi telah memiliki dampak ekonomi selama bertahun-tahun; kehilangan/kelemahan tanaman/hasil tanaman dan hutan karena polusi udara telah didokumentasikan dengan baik. Ketiga, vegetasi berfungsi baik sebagai pasif (partikulat dan impaksi) maupun mekanisme removal aktif (penyerapan gas) untuk kontaminasi atmosfer. Akhirnya, metode untuk melindungi tanaman terhadap polusi telah dipelajari dan direkomendasikan.

V.1. Vegetasi sebagai Indikator Biologis (Monitor) Penggunaan tanaman untuk mengindikasi masalah polusi udara sering menyebabkan deteksi dini dari permasalahan ini. Tanaman juga telah digunakan dalam survei lapangan untuk menentukan akumulasi polutan tertentu dan dalam penelitian laboratorium untuk menentukan fitotoksisitas polutan yang dihasilkan dalam ruang yang dirancang untuk mempelajari reaksi atmosfer. Upaya untuk menggunakan tanaman sebagai pemantau konsentrasi polusi atau potensi phytotoxic atmosfer tercemar belum sangat sukses.V.1.a. Survei lapangan Karena tanaman bersifat sensitif dan dapat mengembangkan gejala khas saat terkena polusi udara tertentu, maka mereka dapat berfungsi sebagai indikator yang berguna dalam survei lapangan. Survei lapangan mencoba untuk menjawab pertanyaan: apakah daerah ini memiliki masalah polusi udara yang signifikan? Jika polutan dan dampaknya pada vegetasi diketahui, daerah tersebut dapat diperiksa untuk gejala karakteristik yang relatif sedikit. Pengamat kompeten kemudian harus membuat serangkaian keputusan tentang usia jaringan, situs, kondisi cuaca, dan sejarah dari tanaman yang dimonitor. Selanjutnya pengamat juga harus dapat menyimpulkan apakah suatu daerah telah atau belum difumigasi dengan polutan tertentu. Namun, peneliti tidak dapat menyimpulkan jumlah, durasi, atau total eksposur dari polutan dengan tingkat kepastian yang tinggi. Tiga keterbatasan pendekatan ini adalah jelas. Pertama, kita hanya dapat mengidentifikasi gejala nekrotik spesifik yang disebabkan oleh hanya sedikit polutan-SO2, fluoride, 03, dan PAN. Kedua, kita tergantung pada kehadiran varietas rentan pada tahap rentan pertumbuhan ketika eksposur terjadi. Ketiga, seorang pengamat yang ahli harus hadir untuk mengamati gejala setelah mereka telah mengembangkan tetapi sebelum mereka dikaburkan oleh perubahan lainnya. Kehadiran dan kelimpahan lichen dan spesies lumut telah dipetakan pada wilayah perkotaan atau industri besar dalam beberapa tahun. Banyak dari penyelidikan ini menghubungkan penurunan kelimpahan tanaman ini dengan peningkatan polusi udara, terutama SO. Namun, tidak mungkin untuk memisahkan berbagai faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup lumut dan golongan moss. Golongan-golongan ini mungkin menanggapi kompleks debu kotoran SO2 dari wilayah perkotaan-industri. Oleh karena itu, lumut dan golongan moss berfungsi sebagai indikator jangka panjang umum dari total lingkungan dan dapat mengidentifikasi masalah polusi udara dan ketidakseimbangan lingkungan lainnya secara historikal, tetapi mereka memberikan sedikit indikasi masalah saat ini.

V.1.b. Akumulasi PolutanPada beberapa kasus akumulasi polutan (misalnya, beberapa garam, SO2, dan fluorida) dalam jaringan daun dapat menunjukkan penyebab dari gejala yang diamati. Kerusakan akibat garam di sepanjang jalan sering dapat dikonfirmasi dengan analisis klorida. Dalam kebanyakan situasi yang melibatkan fumigasi akut sesekali dengan SO2, analisis sulfat dalam jaringan tidak akan memuaskan dalam mengkonfirmasi agen penyebab karena kandungan sulfat normal jaringan daun bervariasi berdasar pada berbagai nilai atau hal tergantung pada spesies tanaman, praktek pemupukan tanah, dan faktor lainnya. Akan tetapi, dalam kasus-kasus pencemaran udara paparan kronis atau paparan akut dikenakan pada eksposur kronis, tingkat sulfat dalam jaringan daun dapat mengkonfirmasi SO2, sebagai agen penyebab gejala yang diamati. akumulasi Fluoride dalam jaringan tanaman memiliki makna khusus, karena bahkan jumlah kecil dapat mengindikasikan masalah. Tanaman yang tumbuh di daerah bebas dari masalah polusi fluoride jarang menumpuk sebanyak 20 ppm fluoride dalam berat kering. Pengukuran akumulasi fluoride telah digunakan untuk membantu mengkonfirmasi efek kerusakan fluoride pada tanaman dan tingkat fluoride dalam pakan yang dapat membahayakan hewan perumput.

V.1.c. Bioassay sebagai indikator polutan Tanaman dapat digunakan sebagai indikator lapangan (monitor) setelah survei lapangan umum telah menunjukkam kehadiran polutan atau kelompok polutan tertentu. Beberapa ketidakpastian survei lapangan dikurangi dengan mengekspos tanaman di bawah budi daya yang dikontrol dalam situasi lapangan di mana survei dilakukan. Spesies atau varietas dipilih untuk spesifisitas, sensitivitas, dan karakteristik gejala polutan. Tanaman dapat dibudidayakan dalam kondisi yang terkontrol, terkena udara ambien, dan kembali ke lingkungan yang terkendali untuk pengembangan dan evaluasi gejala. Dalam kasus lain, tanaman yang berkecambah dan tumbuh ke tahap tertentu dalam kondisi budaya yang diketahui, dipindahkan ke lapangan, dan "dibaca" secara berkala di lapangan. Berbagai modifikasi dari teknik-teknik dasar telah digunakan. Teknik-teknik ini meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas indikator lapangan dengan mengekspos bahan tanaman yang lebih seragam selama musim tanam. Secara umum, kemampuan kita dalam menduga/menghitung jumlah masalah lapangan ditingkatkan dengan menggunakan teknik-teknik tersebut.

V.1.d. Bioassay Sistem Reaksi Kimia Isolasi dan identifikasi komponen phytotoxic dari kompleks oksidan fotokimia awalnya dipersulit oleh kurangnya teknik kimia yang memadai. Dengan demikian, beberapa ruang reaksi kimia awal menggunakan tanaman untuk membantu menjelaskan sifat kimia dari komponen phytotoxic. Tujuh jenis pitotoksikan yang diusulkan dari analisis hasil eksperimen dengan menggunakan respon dari spesies tanaman sensitif yang dipilih. Hasil ini menyiratkan bahwa pitotoksikan tambahan hadir dalam kompleks fotokimia di samping PAN dan O3.

V.2. Pertimbangan Ekonomi Perbedaan dapat dibuat antara "injury" dan "damage". Injury adalah setiap respon dari tanaman terhadap polusi udara yang dapat diidentifikasi dan diukur. Damage adalah efek merugikan dari penggunaan yang diinginkan atau diharapkan yang dapat diidentifikasi dan dapat diukur atau produk yang diperolah dari tanaman yang dapat diidentifikasi dan diukur efek buruknya selama penggunaan yang diinginkan atau dimaksudkan atau produk yang berasal dari tanaman. Nekrosis daun pada kedelai atau selada adalah injury. Dalam kasus selada, nilai ekonomi akan berkurang (damage). Namun, dalam kedelai, damage akan tergantung pada apakah penurunan hasil panen terjadi. perubahan metabolik yang menyertai konsentrasi polutan rendah (injury) mungkin tidak menyebabkan kerusakan terlihat namun dapat menyebabkan damage (kerugian ekonomi).Sulit untuk menilai biaya ekonomi, ekologi, estetika atau kerusakan polusi udara terhadap vegetasi. Perkiraan berkisar dari yang terendah $135 juta hingga $500 juta per tahun untuk kerugian ekonomi hanya dari hasil tanaman saja di Amerika Serikat. Tak satu pun dari estimasi yang meliputi kemungkinan pengurangan pertumbuhan dan hasil tanpa adanya kerusakan yang terlihat, efek pada ekosistem asli, penurunan nilai estetika ketika tanaman hias yang mengalami kerusakan, penurunan kekuatan, kecenderungan untuk invasi oleh hama, atau pertimbangan penting lainnya. Jika faktor-faktor yang beragam in dimasukkan, perkiraan biaya total tahunan mungkin akan melebihi $1x109

V.3. Vegetasi Sebagai Suatu Penyerap Polutan Nilai vegetasi dalam mengendalikan polusi udara telah dibahas selama bertahun-tahun. Konsep ini telah menerima dorongan dari para pendukung greenbelt sebagai bantuan dalam melindungi daerah perkotaan dari polusi industri. Ilmuwan dalam bidang tanaman mendukung pengembangan greenbelt untuk digunakan sebagai taman dalam kompleks perkotaan-industri besar, tetapi mereka skeptis terhadap greenbelt sebagai sarana pengendalian pencemaran. Telah lama diakui bahwa pohon menyaring partikel. Semakin besar partikulat dan semakin stabil kondisi atmosfer, semakin baik skrin pohon akan beroperasi. Dengan partikulat yang kecil dan peningkatan turbulensi, efektivitas skrin akan berkurang. Agar efektif, skrin harus terdiri dari beberapa pohon.Konsep penyerap adalah menarik bagi ahli kimia atmosfer dan meteorologi yang mengembangkan anggaran polutan udara. Apa yang merupakan penyerap utama polusi udara? Laporan menunjukkan bahwa tanaman, tanah, dan organisme tanah adalah penyerap efektif akibat polusi gas di udara dalam kondisi tertentu. Tanah tampaknya adalah penyerap kecil per se, tetapi konstituen mikroba dalam tanah dipengaruhi dengan efektif melalui aktivitas metabolik. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengukur serapan polutan oleh tanaman, data ini kemudian digunakan untuk menghitung total serapan masing-masing polutan per hektar tanaman di bawah beban polutan yang diberikan. Karya ini menunjukkan bahwa vegetasi adalah penyerap polutan yang signifikan.Ini adalah salah satu hal yang menemukan bahwa tanaman adalah penyerap polutan utama dan satu lagi adalah yang untuk mengekstrapolasi informasi ini untuk mendukung pengembangan greenbelt terutama untuk tujuan penurunan konsentrasi polutan, greenbelt tidak akan berfungsi sebagai penghalang yang efektif terhadap polutan gas, meskipun greenbelt memberikan tambahan manfaat karena greenbelt adalah penyerap yang efektif. Namun, tanaman tidak merespon dalam jalur yang diprediksi dari waktu ke waktu dan tidak aktif selama bagian tahun yang lebih besar. Dengan demikian, tanaman sebaiknya tidak diharapkan untuk bertindak sebagai filter polutan yang dapat diandalkan dan greenbelt sebaiknya tidak direkomendasikan sebagai strategi pengendalian pencemaran udara.

V.4. Perlindungan Tanaman dari Polutan Udara Studi menunjukkan adanya variabilitas genetik pada sensitivitas polutan dalam berbagai varietas dari spesies-spesies tertentu. Jadi ada dasar genetik untuk sensitivitas tanaman terhadap polutan dan itu memungkinkan untuk mengembangkan varietas yang tahan. Beberapa pemilihan varietas yang tahan/resisten mungkin telah terjadi, karena pembudi daya tanaman biasanya memilih tanaman dengan hasil panen tertinggi dan injury yang rendah. Tekanan seleksi alam telah, tidak diragukan lagi, meningkatkan toleransi populasi beberapa spesies asli yang terletak di dekat daerah perkotaan-industri. Pemahaman tentang sensitivitas tanaman terhadap dampak lingkungan memungkinkan rekomendasi praktek-praktek tertentu yang dapat dilembagakan ketika terdapat peringatan akan polusi udara. Rekomendasi telah dibuat dengan memperhatikan kelembaban tanah untuk rumah kaca dan tanaman yang berkaitan erat dengan irigasi, sejak diketahui bahwa penyiraman yang jarang selama masa polusi udara yang tinggi akan membuat tanaman sensitif lebih tahan. Beberapa penyemprotan kimia telah digunakan secara eksperimental untuk melindungi tanaman dari polusi udara. Semprotan kapur direkomendasikan untuk melindungi persik terhadap dampak fluoride. Secara umum, teknik kimia saat ini tidak dianjurkan karena frekuensi aplikasi yang dibutuhkan mempengaruhi resistensi berkelanjutan, biaya bahan kimia, kemungkinan residu yang tidak diinginkan, dan ketidakmampuan untuk memprediksi hari-hari dengan polusi tinggi secara akurat.1