efek pemberian air perasan jeruk...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN JERUK NIPIS
(Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) TERHADAP
PEMBENTUKAN, PERTUMBUHAN, DAN
PENGHANCURAN BIOFILM Staphylococcus aureus
SECARA IN VITRO
SKRIPSI
FIRDA KHANIFAH
1111102000010
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN JERUK NIPIS
(Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) TERHADAP
PEMBENTUKAN, PERTUMBUHAN, DAN
PENGHANCURAN BIOFILM Staphylococcus aureus
SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
FIRDA KHANIFAH
1111102000010
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2015
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Firda Khanifah
NIM : 1111102000010
Judul : Efek Pemberian Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Pencegahan
Pembentukan, Penghambatan Pertumbuhan, dan Penghancuran Biofilm
Staphylococcus aureus Secara In Vitro
Pembentukan biofilm Staphylococcus aureus dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius karena dapat meningkatkan resistensi terhadap antibiotik, desinfektan,
dan imunitas hospes. Air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle)
mengandung flavonoid, saponin, asam sitrat dan minyak atsiri, dimana telah
diketahui bahwa beberapa flavonoid, saponin, asam sitrat dan minyak atsiri dari
berbagai tanaman dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antibiofilm. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efek air perasan jeruk nipis terhadap pembentukan,
pertumbuhan dan penghancuran biofilm Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode Microtitter Plate Biofilm Assay (OD595nm). Perlakuan berupa penambahan
ekstrak etanol daun kelor dengan konsentrasi 0,0625%, 0,1255, 0,25%, 0,55, 1%, 2%,
4%, dan 8%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis
memiliki aktivitas pencegahan, penghambatan dan penghancuran biofilm pada semua
konsentrasi. Hasil optimasi dengan menggunakan response surface analysis (RSA)
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 8% dengan waktu kontak selama30 menit dan
suhu 27,270C adalah kondisi optimal dalam menghambat pertumbuhan biofilm
Staphylococcus aureus. Kondisi terbaik dalam menghancurkan biofilm
Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 8% dengan waktu inkubasi selama 1
hari dan suhu 27,270C.
Kata Kunci : Antibiofilm, (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle), Staphylococcus
aureus, Response Surface Analysis (RSA).
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Firda Khanifah
NIM : 1111102000010
Title : Effect Of Lime Juice Towards The Biofilm Prevention, Inhibition, And
Destruction Of Staphylococcus aureus By In Vitro.
Biofilm formation of Staphylococcus aureus would be act as a caused serious health
problems because it may increase resistance to antibiotics, disinfectant and hiospes
immunity. Lime juice (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) contain flavonoids,
saponins, citric acids and essential oils, which have known that some flavonoids,
saponins, citric acids and essential oils of various plants are reported to have
antibiofilm activity. This study aims to investigate the effect of lime juice (Citrus
aurantifolia (Christm) Swingle) towards biofilm formation, inhibition and destruction
of Staphylococcus aureus using Microtitter Plate Biofilm Assay (OD595nm) methods.
The treatments is addition of lime juice (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) with
concentration of 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, 4% and 8%. The result of
this study showed that all of the concentration of lime juice (Citrus aurantifolia
(Christm) Swingle) have prevention, inbition, and destruction activity. The result of
optimization by using response surface analysis (RSA) showed that the 8% (v/v) for
30 minutes at 27,270C is the best contion to inhibit the biofilm formation of
Staphylococcus aureus. The best condition to destruct the biofilm at 8% for 1 day
incubation and 27,270C temperature.
Keywords: antibiofilm, (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle), Staphylococcus
aureus, Response Surface Analysis (RSA).
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkankan kehadirat Allah
SWT yang maha segala dengan kasih dan sayang-Nya, berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini yang
berjudul : “Efek Pemberian Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) terhadap Pembentukan, Pertumbuhan dan Penghancuran Biofilm
Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Penyusunan skripsi ini ditujukan sebagai
salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam peulis panjatkan atas junjungan baginda kita, Nabi
Muhammad SAW, nabi yang mengajarkan kita berbagai ilmu pengetahuan dan telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju kea lam terang benderang, beserta orang-
orang yang senantiasa istiqomah dijalannya.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penghargaan dan ucapan
terimakasih yang tulus dan tak hingga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Arief Sumantri SKM., M. Kes., selaku Dekan Fakultas kedokteran dan
Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Yardi, M.Si., Ph.D., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan masukan dan saran.
3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt., selaku pembimbing pertama dan Bapak Novik
Nurhidayat, Ph.D., selaku pembimbing kedua, yang memberikan bantuan
pengarahan, nasehat, dukungan , dan bimbingannya, sehingga penulis bisa
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyelesaikan dan menyusun skripsi ini. Semoga segala bantuan dan
bimbingan ibu dan bapak mendapat imbalan yang lebih baik.
4. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt., selaku sekretaris Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan khususnya
staf pengajar Program Studi Farmasi yang telah memberikan banyak ilmu
kepada penulis.
6. Kedua orang tua yang tersayang dan tercinta, Ayahanda Dasukih dan Ibu
Munyati, yang telah memberikan motivasi yang sangat besar serta doa dan
kasih sayang yang melimpah kepada penulis. Semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka.
7. Kakak tercinta Vijar Zulfikar dan adik tersayang Khusnul Khotimah serta
saudara-saudara penulis, yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya
dalam pembuatan skripsi ini.
8. Rekan penelitian tersayang The BIOFILMERS (Rika, Fatah, Kiki, Kak Eka
dan Kak Via), serta The BIOSENSORERS (Kak Anom dan Kak Afif) yang
telah membantu, mengajarkan dan memberi masukannya kepada penulis.
9. Sahabat perkuliahan terhebat dan tersayang Wafa, Novila Tari, Khabbatun
Ni’mah, Mazaya Fadhila, Yulia N. Raihana, Dini Fauzana, Dana
Yusshiammanti, Fitri Rahmadhani, Dhenny Arman Siregar, serta adik kelas-
Ku Noni dan Nita, yang selalu memberikan keceriaan dan motivasi untuk
selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat putih abu-abu tersayang FECHRIEN ( Rini Okatviani, Kartika
Pratiwi, Ahmad Ependi, Ahmad Faisal, Febriandanu S., dan Ichsan Kahfi),
terimakasih atas keceriaan dan dorongannya selama ini kepada penulis.
11. Laboran terbaik Kak Lusi dan Pak Acun, yang telah banyak membantu
penulis pada saat penelitian.
12. Rekan-rekan Farmasi 2011, khususnya kelas AC tercinta.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13. Serta semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
karena pada dasarnya manusia adalah letak ketidaksempurnaan, maka dari itu
dengan segala keterbukaan penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan ilmu farmasi
ke depannya.
Jakarta, 17 Juni 2015
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Firda Khanifah
NIM : 1111102000010
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya, dengan judul :
“Efek Pemberian Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
(Christm.) Swingle) terhadap Pembentukan, Pertumbuhan dan
Penghancuran Biofilm Staphylococcus aureus Secara In Vitro”
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 17 Juni 2015
Yang menyatakan,
Firda Khanifah
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................................. vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 3
1.4 Hipotesa ...................................................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Tanaman Jeruk Nipis(Citrus aurantifolia) .................................................................. 4
2.1. 1 Taksonomi ........................................................................................................ 4
2.1. 2 Morfologi ......................................................................................................... 4
2.1. 3 Kandungan Kimia ............................................................................................ 5
2.1. 4 Khasiat ............................................................................................................. 5
2.2 Infeksi .......................................................................................................................... 5
2.3 Staphylococcus aureus ................................................................................................ 6
2.3.1 Klasifikasi Staphylococcus aureus ................................................................... 6
2.3.2 Uraian Staphylococcus aureus .......................................................................... 6
2.3.3 Patogenisitas ..................................................................................................... 6
2.3.4 Faktor Virulensi Staphylococcus aureus .......................................................... 7
2.4 Biofilm ........................................................................................................................ 7
2.4.1 Definisi Biofilm ................................................................................................ 7
2.4.2 Pembentukan Biofilm ....................................................................................... 7
2.4.3 Resistensi Antibiotik Terhadap Biofilm ........................................................... 9
2.4.4 Pengendalian Biofilm ...................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 12
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 12
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................................... 12
3.2.1 Alat .................................................................................................................. 12
3.2.2 Bahan .............................................................................................................. 12
3.2.2.1 Tanaman ............................................................................................. 12
3.2.2.2 Bakteri Uji Bahan ............................................................................... 12
3.2.2.3 Bahan Lainnya Bahan ......................................................................... 12
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Metode ...................................................................................................................... 13
3.3.1 Determinasi Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) ............................................... 13
3.3.2 Sterilisasi Alat dan Bahan ............................................................................... 13
3.3.3 Penyiapan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) .............................. 13
3.3.4 Pemeriksaan Kandungan Kimia Jeruk Nipis ................................................. 14
3.3.5 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus ............................... 14
3.3.6 Pembuatan Medium Agar .............................................................................. 15
3.3.6.1 Luria Bertani Agar .............................................................................. 15
3.3.6.2 Media Heterotrof ............................................................................... 16
3.3.7 Purifikasi dan Karakterisasi Bakteri Pada Media Luria Bertani Agar ............ 16
3.3.8 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus ..................................... 16
3.3.9 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Bahan ....................................... 16
3.3.10 Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro ..................................................... 17
3.3.11 Rancangan Penelitian dan Analisa Data ....................................................... 19
3.3.12 Optimasi Aktivitas Terseleksi ....................................................................... 20
3.3.13 Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis dari
3.3.14 Hasil Optimasi .............................................................................................. 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
4.1.Determinasi ............................................................................................................... 21
4.2 Karakterisasi dan Proses Penyiapan Sampel ............................................................. 21
4.3 Uji Penapisan Fitokimia ............................................................................................ 21
4.4 Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus ........................................................... 22
4.5 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus ...................... 24
4.6 Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan jeruk Nipis terhadap Biofilm S. aureus ...... 26
4.7 Optimasi Aktivitas Penghambatan ............................................................................ 31
4.8 Optimasi Aktivitas Penghancuran (degradasi) ......................................................... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 40
LAMPIRAN ................................................................................................................... 46
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ....................................................................... 21
Tabel 4.2 Hasil Karakterisasi Bakteri ............................................................................. 22
Tabel 4.3 Rata-Rata Densitas Optis Biofilm Aktivitas Antibiofilm ............................... 27
Tabel 4.4 Rata-Rata % Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis .......................... 27
Tabel 4.5 Rerata Densitas Optis Uji Penghambatan Biofilm Kondisi Optimal .............. 33
Tabel 4.6 Rerata Densitas Optis Aktivitas Penghambatan Biofilm Kondisi Optimal .... 36
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Biofilm ........................................................................ 8
Gambar 4.1 Hasil Purifikasi Bakteri Staphylococcus aureus ......................................... 23
Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Staphylococcus aureus ............................. 24
Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus ................................. 25
Gambar 4.4 Grafik Persentase Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis terhadap
Biofilm S. aureus.......................................................................................... 32
Gambar 4.5 Contour plot dari %Penghambatan vs Konsentrasi dan Suhu .................... 32
Gambar 4.6 Persentase aktivitas penghambatan kondisi optimal .................................. 33
Gambar 4.7 Contour plot dari %Penghancuran vs Waktu Kontak dan Suhu ................. 34
Gambar 4.8 Contour plot dari % penghancuran vs waktu kontak dan konsentrasi ........ 35
Gambar 4.9 Persentase aktivitas penghancuran kondisi optimal ................................... 36
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Metode Penapisan Fitokimia .......................................................... 46
Lampiran 2. Hasil Determinasi ....................................................................................... 48
Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia .......................................................................... 49
Lampiran 4. Alat dan Bahan .......................................................................................... 50
Lampiran 5. Hasil Pembuatan Ekstrak ........................................................................... 52
Lampiran 6. Hasil Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus .................................. 53
Lampiran 7. Hasil Uji Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus ........................... 54
Lampiran 8. Hasil Uji Aktivitas Antibiofilm ................................................................. 55
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Aktivitas Pencegahan Pembentukan Biofilm ............... 57
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm ......... 62
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penhancuran (Degradasi) Biofilm .............. 67
Lampiran 12. Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm Menggunakan
Response Surface Analysis (RSA) ......................................................... 72
Lampiran 13. Hasil Uji Aktivitas Penghancuran (Degadasi) Biofilm Menggunakan
Response Surface Analysis (RSA) ......................................................... 74
Lampiran 14. Data Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm .............. 76
Lampiran 15. Data Hasil Uji Aktivitas Penghancuran (Degradasi) Biofilm ................. 79
Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Biofilm (Setelah Pemberian Kristal
Violet) Kondisi Optimal ......................................................................... 82
Lampiran 17. Hasil Uji Aktivitas Penghancuran Biofilm (Setelah Pemberian Kristal
Violet) Kondisi Optimal .......................................................................... 83
Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm
Kondisi Optimal ..................................................................................... 84
Lampiran 19. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghancuran (Degradasi) Biofilm Kondisi
Optimal ................................................................................................... 87
1
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada Negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi
masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (morbidity) dan
angka kematian (mortility) (Darmadi, 2008). Berbagai infeksi diperantarai oleh
kemampuan bakteri untuk melekat dan berkolonisasi membentuk biofilm pada
bahan organik atau anorganik. Biofilm saat ini dianggap sebagai mediator utama
infeksi, dengan perkiraan 80% kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan
biofilm. Pembentukan biofilm pada jaringan hidup, dan alat medis menimbulkan
masalah kesehatan yang kritis (Archer, et al., 2011).
Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme
yang dilindungi oleh matriks ekstraseluler yang disebut Extracellular Polymeric
Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh
mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan.
EPS umumnya terdiri dari polisakarida, dan bakteri dalam EPS menginduksi
peradangan kronis yang menunda penyembuhan (Prakash, et al., 2003).
Bakteri dalam biofilm memiliki perilaku yang berbeda dari bakteri
planktonik, terutama dalam hal respon mereka terhadap pengobatan antibiotik.
Bakteri dalam biofilm terkait sangat resisten terhadap antibiotik. Struktur rumit
biofilm dengan matriks polimer ekstraseluler dapat mencegah antibiotik mencapai
bakteri (Meng Chen et al., 2013). Terapi antibiotik pada umumnya hanya akan
membunuh sel-sel planktonik sedang bakteri yang tersusun rapat dalam biofilm
akan tetap hidup berkembang serta akan melepaskan sel-sel planktonik keluar dari
formasi biofilm.
Salah satu bakteri penyebab infeksi yang mampu memproduksi biofilm
adalah Staphylococcus aureus. S. aureus merupakan bakteri patogen yang
menimbulkan berbagai permasalahan dalam dunia kesehatan. Infeksi yang paling
sering ditimbulkan oleh S. aureus adalah infeksi piogenik kulit, S. aureus juga
dapat menyebabkan furunkel, karbunkel, osteomielitis, infeksi luka, abses,
pneumonia, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan penyakit yang diperantarai
2
2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
toksin, termasuk keracunan makanan, sindrom kulit terbakar dan sindrom syok
toksik (Richard, 1999).
Kemampuan pembentukan biofilm merupakan salah satu faktor virulensi S.
aureus yang dapat menyebabkan peningkatan toleransi terhadap antibiotik dan
desinfektan serta resistensi terhadap fagositosis dan sel-sel imunokompeten lain
(Hoiby et al., 2010; Lee et al., 2013). Dilaporkan bahwa Staphylococcus aureus
telah resisten terhadap berbagai antibiotik diantaranya penisilin, oksasilin dan
antibiotik beta laktam lainnya (Mardiastuti, 2007).
Selain sulitnya mengobati penyakit terkait biofilm dengan terapi antibiotik
konvensional, pengobatan lebih lanjut terhalang oleh resistensi antibiotik yang
meningkat di kalangan patogen sehingga menyebabkan peningkatan kesulitan
pengendalian penyakit. Resistensi antibiotik pada S. aureus seperti resistensi
metisilin adalah salah satu masalah kesehatan yang paling mendesak. Pendekatan
alternatif selain terapi antibiotik konvensional sangat dibutuhkan untuk mengobati
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pembentuk biofilm (Meng Chen et al, 2013).
Oleh karena itu diperlukan pencarian senyawa-senyawa aktif yang memiliki
aktivitas sebagai antibiofilm.
Coleman et al, (2010) menunjukkan bahwa saponin dapat mengganggu
pembentukan biofilm dengan merusak matriks biofilm. Sedangkan flavonoid
berpotensi sebagai antibiofilm karena dapat menghambat proses quorum sensing
dalam pembentukan biofilm (Vikram et al., 2010). Asam sitrat juga diketahui
memiliki aktivitas antibiofilm yang baik. Mekanisme antibiofilm asam sitrat
adalah dengan memecah jembatan kalsium dan merusak matriks biofilm (Faot et
al., 2014).
Menurut Afifah (2013), jeruk nipis mengandung senyawa flavonoid,
saponin dan fenol. Dan menurut Rahardjo 2012, jeruk nipis mengandung senyawa
asam organik yang memiliki aktivitas antibakteri seperti asam sitrat yang
merupakan komponen utama kemudian asam malat, asam laktat dan asam tartarat.
Secara empiris jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) juga telah
lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri
seperti batuk, demam, disentri, jerawat dan menangani bau badan.
3
3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan uraian di atas dan belum adanya penelitian mengenai aktivitas
antibiofilm air perasan jeruk nipis (C. aurantifolia) maka dilakukan penelitian
mengenai efek pemberian air perasan jeruk nipis (C. aurantifolia) terhadap
pembentukan, pertumbuhan, dan penghancuran biofilm S. aureus secara in vitro.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Belum adanya penelitian mengenai aktivitas antibiofilm air perasan jeruk
nipis (C. aurantifolia).
2. Bagaimana efek pemberian air perasan jeruk nipis (C.aurantifolia) terhadap
pembentukan, pertumbuhan, dan penghancuran biofilm S.aureus secara in
vitro?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan mengetahui efek pemberian air
perasan jeruk nipis (C. aurantifolia) terhadap pembentukan, pertumbuhan, dan
penghancuran biofilm S. aureus secara in vitro.
1.4 HIPOTESA
Air perasan jeruk nipis (C. aurantifolia) memiliki aktivitas sebagai
antibiofilm.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai aktivitas air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dalam mencegah
pembentukan, menghambat pertumbuhan dan menghancurkan (degradasi) biofilm
Staphylococcus aureus secara in vitro.
4
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TANAMAN JERUK NIPIS
2.1.1 Taksonomi
Secara taksonomi, tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle) termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut (Saraf, 2006) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Bangsa : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Species : Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle.
2.2 Morfologi
Jeruk nipis termasuk salah satu jenis citrus genuk yang termasuk jenis
tumbuhan perdu yang banyak memiliki bahan dan ranting. Tingginya sekitar 0,5-
3,5 meter dan memiliki daun yang majemuk, elips atau bulat telur, pangkal daun
membulat dan berujung tumpul. Batang pohonnya berkayu ulet, berduri dan
keras, sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Bunganya
berukuran majemuk/tunggal yang tumbuh di ketiak daun atau di ujung batang
dengan diameter 1,5-2,5 cm. Buah jeruk nipis berdiameter 3,5 sampai 5 cm,
memiliki warna hijau ketika masih muda dan menjadi kuning setelah tua. Biji
berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan. Tanaman jeruk umumnya menyukai
tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung (Syamsuhidayat
dan Hutape, 1991).
2.2.1 Kandungan Kimia
Jeruk nipis mengandung saponin, flavonoid, dan minyak atsiri
(Syamsuhidayat dan Hutape, 1991). Mengandung minyak atsiri dengan komponen
5
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
siral, limonene, feladren, dan glikosida hedperidin. Buah jeruk juga mengandung
zat bioflavonoid, pectin, dan enzim, protein, lemak dan pigmen (karoten dan
klorofil). Sari jeruk buah nipis mengandung asam sitrat 7% dan minyak atsiri
limonene. Buah matang berumur lebih dari 3 bulan, terutama sari uahnya
mengandung 8% asam sitrat dari berat buah. Ekstrak air 41% dari berat buah,
vitamin C 4,6%, air 91%, karbohidrat 5,9%, protein 0,5% dan lemak 2,4%
(Sethpakdee, 1992).
2.2.2 Khasiat
Daun jeruk dan bunga jeruk nipis dapat digunakan untuk pengobatan
hipertensi, batuk, lender tenggorokan, demam, panas pada malaria, jerawat,
ketombe, dan lain-lain. Buah jeruk nipis dapat digunakan menurunkan panas, obat
batuk, peluruh dahak, menghilangkan ketombe, influenza, dan obat jerawat. Pada
kulit dan buah jeruk nipis juga dapat diambil minyak atsiri yang digunakan
sebagai bahan obat dan hampir seluruh industri makanan, minuman, sabun,
kosmetik, dan parfum menggunakan sedikit minyak atsiri ini sebagai pengharum
dan juga dapat digunakan sebagai antirematik, antiseptik, antiracun, astringen,
antibakteri, diuretik, antipiretik, antihipertensi, antijamur, insektisida, tonik,
antivirus, dan ekspektoran. Getah batang ditambahkan dengan sedikit garam dapat
dipergunakan sebagai obat sakit tenggorokan (Ninditha, 2012).
2.3 INFEKSI
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam
tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi terjadi jika
mikroorganime bertumbuh dan mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Jika
mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut patogen. Suatu patogen harus
berkembang biak dalam tubuh untuk dapat menimbulkan infeksi (Joyce et al.,
2008). Dua faktor penting yang jelas berperan pada patogenesis infeksi adalah
dosis kontaminasi bakteri dan ketahanan pasien (David,1995).
6
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Staphylococcus Aureus
2.4.1 Klasifikasi Staphylococcus aureus
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut :
Divisi : Protophyta atau Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Spesies: Staphylococcus aureus
2.4.2 Uraian Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat
berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol,
dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi
bakteri (Jawetz et al., 1995).
2.4.3 Patogenisitas
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai
abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah
bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan
endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,
keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994).
Infeksi yang paling sering ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus adalah infeksi
piogenik kulit (Richard, 1999).
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit
di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula
7
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan
pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses
nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah
bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis,
bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis,
osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994;
Jawetz et al., 1995).
2.4.4 Faktor Virulensi Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai
zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa
protein, termasuk enzim dan toksin (Jawetz et al., 1995)..
2.5 BIOFILM
2.5.1 Definisi Biofilm
Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme
yang dilindungi oleh matrik ekstraseluler yang disebut Extracellular Polymeric
Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh
mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan
(Prakash, et al., 2003). Komponen utama EPS terdiri dari polisakarsida yang
dapat berasosiasi dengan ion-ion logam dan makromolekul lain seperti protein dan
lipid. Biofilm saat ini dianggap sebagai mediator utama infeksi, dengan perkiraan
80% kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan biofilm (Archer, et al.,
2011). Bakteri membentuk biofilm pada permukaan yang terendam atau lembab
seperti jaringan hidup, permukaan gigi, peralatan medis yang ditempelinya dan
implan.
2.5.2 Pembentukan Biofilm
Biofilm terbentuk ketika bakteri menempel pada suatu permukaan pada
lingkungan yang lembab dan mulai mensekresikan suatu lender yang dapat
8
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melekatkannya pada berbagai jenis benda seperti logam, plastik, pasir, partikel
tanah dan jaringan.
Gambar 2.1. Proses Pembentukan Biofilm (Ranganathan, 2014)
Pembentukan biofilm dimulai dari perlekatan awal dari bentuk planktonik
bakteri pada permukaan jaringan inang, pada tahap iniperlekatan sel masih
bersifatreversibel. Tahap selanjutnya dimulai pembentukan sel monolayer dan
produksilen direkstra selular, pada tahap ini kumpulan mikroba tertutup dalam
matriks ekstrapolimer yang merupakan senyawa perekat yang kuat sehingga
perlekatan menjadi ireversibel.
Kemudian terbentuk mikrokoloni bakteri dan biofilm mulai terbentuk,
bakteri mulai berkembang biak dan memancarkan sinyal kimiawi sebagai alat
komunikasi antarsel bakteri (Prakash et al., 2003). Selanjutnya biofilm yang
terbentuk semakin banyak dan membentuk struktur tiga dimensi yang
mengandung sel terselubung dalam beberapa kelompok yang saling terhubung
satu sama lainnya. Struktur biofilm dewasa terdiri dari bentuk dan saluran yang
kompleks. Tahap terakhir terjadi disperse sel sehingga memungkinkan beberapa
bakteri meninggalkan biofilm untuk berkembang kembali menjadi sel
planktonik. Sel bakteri dapat melepaskan diri dari biofilm matang dan menyebar
kesistem organ lain. Akibatnya, biofilm menjadi sumber infeksi persisten dan
kronis(Manuel et al., 2010).
Aspek biologis yang mengatur pembentukan biofilm, antara lain (Manuel et
al., 2010) :
Sifat permukaan sel
9
9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Permukaan sel hidrofobik dan adanya pelengkap berserabut ekstraseluler
dapat mempengaruhi tingkat keterikatan mikroba. Menurut Drenkard dan
Ausubel(2002), kemampuan bakteri untuk menempel satu sama lain pada
permukaan tergantung pada interaksi domain hidrofobik.
Zat Polimer Ekstraseluler (EPS)
EPS bertanggung jawab atas sel-sel dan bahan partikulat lain yang terikat ke
permukaan (adhesi). Sebuah fungsi yang sering dikaitkan dengan EPS adalah
efek perlindungan umum terhadap kondisi buruk mikroorganisme biofilm.
Selain itu matriks molekul EPS diperlukan untuk komunikasi antar sel.
Komunikasi Antar Sel
Komunitas bakteri adalah organisasi yang mandiri dan memiliki kerjasama
antar sel, signaling antar sel telah ditunjukkan untuk memainkan peran dalam
penempelan sel dan detasemen dari biofilm. Suksesnya adaptasi bakteri
terhadap perubahan kondisi alam tergantung pada kemampuan mereka untuk
merasakan dan merespon lingkungan eksternal dan memodulasi ekspresi gen
yang sesuai.
2.5.3 Resistensi Antibiotik Terhadap Biofilm
Bakteri dalam biofilm memiliki perilaku yang berbeda dari bakteri
planktonik, terutama dalam hal respon mereka terhadap pengobatan antibiotik.
Bakteri biofilm terkait sangat resisten terhadap antibiotik (Meng Chen et al.,
2013). Bakteri bebas umumnya rentan terhadap pengobatan antibiotik dan
mekanisme pertahanan dari sel inangnya. Namun, konsentrasi minimal
penghambatan (MIC) dan konsentrasi bakterisida minimal (MBC) antibiotik
untuk bakteri biofilm meningkat menjadi sampai dengan 100-1000 kali lipat lebih
tinggi daripada bakteri bebas. Struktur rumit biofilm dengan matriks polimer
ekstraseluler dapat mencegah antibiotik mencapai bakteri serta kondisi fisiologis
yang berubah pada bakteri bisa membuatnya lebih tahan terhadap antibiotik.
Umur sel biofilm juga merupakan faktor yang menyebabkan berbedanya
ketahanan sel biofilm terhadap senyawa kimia. Semakin lama umur sel biofilm
maka ketahanannya terhadap antibakteri dan desinfektan semakin tinggi karena
terbentuknya beberapa lapis sel biofilm (multilayers) pada substrat.
10
10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.4 Pengendalian Biofilm
Proses pengendalian biofilm dapat dilakukan melalui tiga cara, yakni
secara kima, fisika dan biologi:
Secara Kimia
Pengendalian biofilm secara kimia dilakukan melalui proses sanitasi dengan
penambahan zat kimia. Sanitasi kimia dilakukan dengan menggunakan
desinfektan. Tujuan penggunaan desinfektan ialah untuk mereduksi jumlah
mikroorganisme patogen. Teknik perlakuan deaktivasi biofilm mikroba dapat
dilakukan dengan menggunakan enzim berbasis deterjen yang juga dikenal
dengan bio-cleaners identik dengan bahan kimia ramah lingkungan yang
banyak digunakan dalam industri pengolahan produk pangan (Simoes et al.,
2010).
Secara Fisika
Pengendalian biofilm secara fisika dilakukan dengan memanfaatkan suhu
yang tinggi atau pemanasan. Sanitasi dengan menggunakan air panas lebih
menguntungkan karena air panas mudah tersedia dan tidak beracun. Peralatan
kecil seperti pisau, serta bagian–bagian alat pengolahan pangan dapat
direndam dalam air yang dipanaskan hingga suhu 800C (Yunus, 2000). Tinggi
rendahnya suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.Aktivitas
panas sering dijadikan sebagai sanitasi suatu peralatan kesehatan dan
peralatan proses penanganan makanan.
Secara Biologi
Teknik perlakuan deaktivasi biofilm mikroba secara biologi dapat dilakukan
dengan pengendalian fage dan interaksi mikrobiologis atau molekul metabolit
(Simoes et al., 2010). Fage dapat juga digunakan untuk pengendalian biofilm
pada produk pangan. Pada dasarnya fage merupakan virus yang menginfeksi
bakteri melalui jalur yang spesifik serta bersifat non-toksik terhadap manusia,
sehingga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan
biofilm mikroba pada produk pangan (Kudva et al., 1999). Pengendalian
biofilm juga dapat dilakukan dengan interaksi interspesies jamak atau
produksi suatu metbolit sederhana (Rossland et al, 2005). Banyak bakteri
11
11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang mampu mensintesis dan mensekresikan biosurfaktan dengan sifat anti
lekat yang kuat (Rodriguez et al, 2004).
12
12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan,
Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) - Cibinong pada bulan Maret sampai bulan Mei 2015.
3.2. ALAT DAN BAHAN
3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, kertas
saring, membran penyaring 0.2 µ, corong, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pinset, vortex, incubator, mikroplate, miroplate reader, jarum ose, kapas,
kain kasa, spatula, batang pengaduk, mikropipet, bunsen, pinset, alumunium foil,
plastik wrap, vial, timbangan analitik, autoklaf, oven, Laminar Air flow (LAF),
lemari pendingin, seperangkat alat filtrasi, dan spektrofotometer UV-Vis.
3.2.2. Bahan
3.2.2.1. Tanaman
Jeruk nipis (Citrus aurantiolia (Christm.) Swingle) yang diperoleh dari
kelurahan Cipondoh Indah, kecamatan Cipondoh - Tangerang. Buah ini dipetik
pada tanggal 9 Maret 2015 dan 26 April 2015.
3.2.2.2. Bakteri Uji
Kultur Staphylococcus aureus yang telah diisolasi dari kulit manusia.
3.2.2.3. Bahan Lainnya
Aquadest steril, etanol 96%, NaCl fisiologis, lugol, safranin, kristal violet 1
%, media heterotrof (HTR) cair, luria bertani (LB) agar, klorin, biorem 1 (basa
alkali), biorem 10 (enzim), media kingler iron agar (KIA), susu skim, H2O2 3%,
dan media pelarut fosfat,.
13
13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3. METODE
3.3.1. Determinasi Jeruk Nipis (Citrus aurantiolia (Christm.) Swingle)
Determinasi dilakukan untuk memastikan klasifikasi tanaman yang
digunakan dalam penelitian. Determinasi terhadap jeruk nipis (Citrus aurantiolia
(Christm.) Swingle) dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI – Cibinong.
3.3.2. Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dalam penelitian dicuci bersih,
dikeringkan dan disterilkan terlebih dahulu. Gelas beker, erlenmeyer, cawan petri,
tabung reaksi, jarum ose, spatula, dan pinset disterilkan dengan autoklaf pada
suhu 1210C selama 15 menit. Alat-alat kaca seperti gelas beker, Erlenmeyer, dan
tabung reaksi ditutup mulutnya dengan kapas dan cawan petri dibungkus dengan
kertas. Bahan-bahan yang terbuat dari karet disterilkan dengan direndam dalam
alcohol 70% dan jarum ose disterilkan dengan nyala Bunsen (Pertiwi, 2010).
Seluruh media pembenihan (nutrient agar dan media heterotrof) disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Pengerjaan aseptis dilakukan
di dalam lemari aseptis yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol, lalu
disterilkan dengan UV yang dinyalakan selama lebih kurang 2 jam sebelum
digunakan.
3.3.3. Penyiapan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantiolia (Christm.)
Swingle)
Jeruk nipis (Citrus aurantiolia (Christm.) Swingle) yang akan digunakan
diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris, kemudian dicuci dengan air
bersih dan dibilas dengan etanol lalu dipotong menjadi 2 bagian. Kemudian airnya
diperas kedalam tabung erlenmeyer dan disaring dengan menggunakan kertas
saring lalu disaring kembali menggunakan membran penyaring berukuran 0.2 µm
(Ninditha, 2012).
Selanjutnya dilakukan penyiapan berbagai seri konsentrasi air perasan jeruk
nipis (Citrus aurantifolia). Konsentrasi air perasan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.0625%, 0,125%, 0,25%,
14
14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0,50%, 1%, 2%, 4 % dan 8% v/v. Proses ini dilakukan untuk memperoleh sampel
yang siap untuk digunakan.
3.3.4. Pemeriksaan Kandungan Kimia Jeruk Nipis
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam air perasan jeruk nipis (Citrus aurantiolia). Metabolit
sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain alkaloid, flavonoid, steroid,
tannin, saponin, triterpenoid dan hidrokuinon. Penapisan fitokimia pada penelitian
ini dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka – LPPM IPB. Metode penapisan
fitokimia tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.
3.3.5. Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus
Jarum ose yang berbentuk bulat diusapkan pada kulit kemudian ose
tersebut digoreskan pada media BHI dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
370C. Bakteri yang tumbuh pada media kemudian dikarakterisasi menggunakan
pewarnaan Gram. Selanjutnya bakteri gram positif yang berbentuk staphylococcus
dikarakterisasi menggunakan media KIA, media pelarut fosfat, susu skim 20%
dan penambahan H2O2 3% (Breed et al., 1957).
3.3.5.1. Karakterisasi Bakteri Menggunakan Media KIA (Deteksi H2S)
Media KIA (Klingler Iron Agar) dibuat sebanyak 9 ml dengan posisi
tegak dalam tabung reaksi. Kemudian ditusukkan sebanyak 1 ose bakteri uji ke
dalam media menggunakan ose yang berbentuk jarum. Terbentuknya H2S
menunjukkan bahwa bakteri uji adalah Staphylococcus aureus. Terbentuknya H2S
dapat dilihat dari perubahan warna pada media dari warna merah menjadi warna
hitam pada bekas tusukan bakteri dan dapat juga dilihat dari media agar yang
terangkat (Breed, et al., 1957).
3.3.5.2. Karakterisasi Bakteri Menggunakan Media Pelarut Fosfat
(Phospatase)
Dibuat media BHI dengan penambahan NaCl, dan Ca3(PO4)2 sebagai media
selektif untuk karakterisasi bakteri Staphylococcus aureus. Media dibuat dalam
15
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cawan petri. Kemudian ditusukkan sebanyak 1 ose bakteri uji ke dalam media
menggunakan ose yang berbentuk jarum. Setelah itu diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam. Terbentuknya zona bening disekitar tempat penusukan bakteri
menunjukkan bahwa bakteri uji adalah Staphylococcus aureus (Breed, et al.,
1957).
3.3.5.3. Karakterisasi Bakteri Menggunakan Susu Skim 20% (Koagulase)
Dibuat susu skim 20%, kemudian dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu
900C. Selanjutnya dibuat kultur bakteri dalam tabung appendorf, dengan
memasukkan sebanyak 1 mL aquadest kemudian ditambahkan sebanyak 2 ose
bakteri ke dalamnya dan divortex hingga homogen. Susu yang telah dipasteurisasi
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 mL kemudian ditambahkan
500µL kultur bakteri dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Terbentuknya
gumpalan (koagulasi) menunjukkan bahwa bakteri uji adalah Staphylococcus
aureus (Breed, et al., 1957).
3.3.5.4. Karakterisasi Bakteri dengan Penambahan H2O2 3% (Katalase)
Sebanyak 1 ose bakteri uji disebar pada kaca objek, kemudian ditambahkan
1 tetes H2O2 3%. Terbentuknya gelembung menunjukkan bahwa bakteri uji adalah
Staphylococcus aureus (Breed, et al., 1957).
3.3.6. Pembuatan Medium Agar
3.3.6.1. Luria Bertani Agar
Media luria bertani agar dibuat dengan cara mencampur bacto agar 2.25
gram, yeast ekstrak 0.75 gram, tripton, 1,5 gram, dan NaCl 0.75 gram, kemudian
dilarutkan dengan pemanasan dalam 150 mL aquadest. Selanjutnya disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Penuangan media
dilakukan ketika masih cair, yaitu pada suhu sekitar 45 – 500C. Kemudian
diratakan dengan menggoyang cawan dan diputar membentuk angka 8 sebanyak 3
kali lalu disterilisasi dan disimpan dalam kulkas (Adela, 2011).
16
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6.2. Media Hetrotrof (HTR) Cair
Media HTR cair dibuat dengan cara mencampur pepton 3,75 gram, K2HPO4
0,625, glukosa 0,625 gram, NaCl 1,25 gram dan tripton 0,75 gram, kemudian
dilarutkan dengan pemanasan dalam 250 mL aquadest. Selanjutnya disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
3.3.7. Purifikasi dan Karakterisasi Bakteri pada Media Luria Bertani Agar
Hasil karakterisasi bakteri Staphylococcus aureus kemudian dipurifikasi
(dimurnikan). Teknik yang digunakan adalah Streak Plate. Jarum ose dipanaskan
terlebih dahulu sampai berpijar, lalu didinginkan. Kemudian bakteri diambil dan
digoreskan pada media luria bertani agar. Selanjutya diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam (Deby et al., 2012). Kemudian dilakukan pengamatan secara
morfologis terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang telah ditumbuhkan pada
media luria bertani agar, serta dilakukan karakterisasi bakteri dengan pewarnaan
Gram.
3.3.8. Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus
Diambil sebanyak satu ose bakteri Staphylococcus aureus yang telah
dibiakkan dan dimasukkan ke dalam tabung berisi media heterotrof (HTR)
sebanyak 10 mL dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Kultur bakteri uji
divorteks kemudian diukur nilai optical dencity (OD) pada panjang gelombang
600nm untuk mengetahui konsentrasi dari suspensi bakteri tersebut. Kemudian
suspensi bakteri diencerkan mengunakan media HTR hingga OD mencapai 0.5.
3.3.9. Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Optimal
Uji pembentukan biofilm dilakukan dengan menggunakan 10 mL suspensi
bakteri dalam tabung reaksi yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Jika
terbentuk biofilm terlihat lapisan-lapisan seperti benang halus pada suspensi
bakteri. Selanjutnya dilakukan uji pertumbuhan biofilm untuk mengetahui waktu
inkubasi yang menghasilkan pertumbuhan biofilm Staphylococcus aureus paling
baik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan microtitier flat-bottom
17
17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
polystyrene 96 wells, dengan cara memvariasikan waktu inkubasinya. Jumlah
suspensi bakteri yang dimasukkan adalah 200 µL dengan variasi waktu inkubasi
adalah 1, 2, 3, dan 4 hari. Setelah masa inkubasi, microplate dicuci menggunakan
air mengalir sebanyak 3 kali, kemudian ditambahkan 200 µL larutan kristal violet
1% ke tiap well dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Microplate
dicuci kembali dengan cara yang sama seperti sebelumnya, yaitu dengan air
mengalir sebanyak 3 kali. Larutan etanol 96% sebanyak 200 µL dimasukkan ke
tiap well dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Pebacaan Optical
Dencity (OD) dilakukan dengan Mark Bio-Rad microplate reader pada panjang
gelombang 595nm. Pengujian dilakukan triplo. Hasil absorbansi terbesar pada
waktu inkubasi dan jumlah bakteri tersebut dinyatakan memiliki pembentukan
biofilm yang optimal (George, 2011).
3.3.10. Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro (Yosephine, 2013)
Uji Pencegahan Pembentukan Biofilm pada Permukaan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas air perasan jeruk nipis terhadap
pencegahan pembentukan biofilm Staphylococcus aureus. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan microtitier flat-bottom polystyrene 96 wells. Pengujian
dilakukan terhadap masing-masing ekstrak tanaman dengan variasi konsentrasi
0.0625%, 0,125%, 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 4 % dan 8% v/v. 200 µL ekstrak
tanaman terlebih dahulu dimasukkan pada tiap well dan diinkubasi selama 1 jam,
kemudian ekstrak tanaman dibuang lalu dimasukkan suspensi bakteri sebanyak
200 µL pada tiap well. Suspensi uji kemudian diinkubasi selama 2 hari pada suhu
370C. Setelah masa inkubasi, microplate dicuci menggunakan air mengalir
sebanyak 3 kali, kemudian ditambahkan 200 µL larutan kristal violet 1% ke tiap
well dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Microplate dicuci kembali
dengan cara yang sama seperti sebelumnya, yaitu dengan air mengalir sebanyak 3
kali. Larutan etanol 96% sebanyak 200 µL dimasukkan ke tiap well dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Pebacaan Optical Dencity (OD)
dilakukan dengan Mark Bio-Rad microplate reader pada panjang gelombang
595nm. Pengujian dilakukan triplo.
% pencegahan =
18
18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Penghambatan Pertumbuhan dan Perkembangan Biofilm
Uji ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas air perasan jeruk nipis terhadap
penghambatan pertumbuhan biofilm Staphylococcus aureus. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan microplate flat-bottom polystyrene 96 wells. Suspensi
bakteri, ekstrak dan media dimasukkan dalam waktu bersamaan. Media HTR yang
dimasukkan sebanyak 60 µL, suspense bakteri sebanyak 70 µL dan ekstrak
tanaman sebanyak 70 µL dengan variasi konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,50%, 1%,
2%, 4 % dan 8% v/v. Suspensi uji kemudian diinkubasi selama 2 hari pada suhu
370C. Setelah masa inkubasi, microplate dicuci menggunakan air mengalir
sebanyak 3 kali, kemudian ditambahkan 200 µL larutan kristal violet 1% ke tiap
well dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Microplate dicuci kembali
dengan cara yang sama seperti sebelumnya, yaitu dengan air mengalir sebanyak 3
kali. Larutan etanol 96% sebanyak 200 µL dimasukkan ke tiap well dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Pebacaan Optical Dencity (OD)
dilakukan dengan Mark Bio-Rad microplate reader pada panjang gelombang
595nm di laboratorium mikrobiologi, LIPI Cibinong. Pengujian dilakukan triplo.
% penghambatan =
Uji Penghancuran (Degradasi) Biofilm
Uji ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas air perasan jeruk nipis dalam
mendegradasi biofilm Staphylococcus aureus. Pengujian ini dilakukan
sebagaimana penghambatan perlekatan dan pertumbuhan biofilm hanya saja
suspensi ekstrak uji ditambahkan pada saat biofilm telah terbentuk. Biofilm
terbentuk setelah masing-masing wells diinkubasi selama 2 hari pada suhu 370C
dengan jumlah suspensi bakteri sebanyak 200 µL. Setelah terbentuknya biofilm,
suspensi dalam microplate tersebut dibuang, kemudian dimasukkan 200 µL
ekstrak tanaman dengan variasi konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 4 %
dan 8% v/v. Setelah itu diinkubasi dalam suhu ruang selama 1 jam. Setelah masa
inkubasi, microplate dicuci menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali, dan
seterusnya sebagaimana dilakukan pada uji penghambatan perlekatan dan
19
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pertumbuhan biofilm. Persentase pendegradasian dari biofilm dapat diukur dengan
rumus sebagai berikut :
% penghancuran =
3.3.11. Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories dengan
desain penelitian post test only control-group design. Data yang diperoleh
merupakan data kuantitatif berupa nilai absorbansi atau Optical Density
(OD595nm). Data hasil pengujian aktivitas antibiofilm air perasan jeruk nipis
(Citrus auranifolia (Christm) Swingle) terhadap pencegahan pembentukan,
penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm Staphylococcus aureus
dianalisis secara statistik. Tujuan dilakukan analisa statistik adalah untuk melihat
apakah air perasan jeruk nipis memperlihatkan perbedaan aktivitas antibiofilm
yang signifikan terhadap biofilm yang dibentuk oleh bakteri Staphylococcus
aureus. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan Levene dan uji normalitas menggunakan
Kolmogorov-Smirnov test. Apabila hasil sebaran data normal, maka untuk
melihat perbedaan kadar masing-masing kelompok perlakuan dianalisis dengan
uji statistik One way ANOVA.
Hipotesis :
Ho : tidak ada perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok
Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok.
Pengambilan keputusan :
Bila nilai signifikansi ≤0.05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan
Bilai nilai signifikansi ≥0.05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan
(Santoso, 2009).
3.3.12. Optimasi Aktivitas Terseleksi
20
20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada penelitian ini, optimasi aktivitas terseleksi dilakukan dengan
menggunakan aplikasi metode Response Surface Analysis (RSA). Konsentrasi air
perasan jeruk nipis, suhu dan waktu inkubasi yang digunakan divariasikan.
Tujuannya adalah untuk mengetahui konsentrasi air perasan jeruk nipis dengan
suhu dan waktu inkubasi yang menunjukkan aktivitas optimal. Kemudian
dilakukan uji aktivitas antibiofilm dengan konsentrasi air perasan jeruk nipis,
waktu inkubasi, dan suhu yang digunakan sesuai dengan kondisi optimal yang
diperoleh dari RSA dan hasilnya dibandingkan dengan kontrol positif.
21
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi
Hasil determinasi tumbuhan menunjukkan bahwa sampel buah yang
digunakan adalah jeruk nipis dengan nama spesies Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle, suku Rutaceae ( Lampiran 2 ).
4.2 Karakterisasi dan Penyiapan Sampel
Karakteristik buah jeruk nipis yang digunakan adalah berbentuk bulat,
berwarna hijau kekuningan dan berdiameter 35-40 mm. Dari 3 buah jeruk nipis
diperoleh sebanyak 45 mL air perasan jeruk nipis yang kemudian disaring dengan
menggunakan membran penyaring berukuran 0,2µm untuk menyaring bakteri dan
virus yang mungkin mengkontaminasi air perasan jeruk nipis pada proses
penyiapan sampel. Kemudian dibuat seri konsentrasi 0,0625%, 0,125%, 0,25%,
0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% v/v. Pengenceran air perasan jeruk nipis dilakukan
dengan menggunakan aquadest steril untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
4.3 Uji Penapisan Fitokimia
Kandungan metabolit sekunder golongan alkaloid, flavonoid, tannin,
steroid, triterpenoid, saponin dan hidrokuinon pada air perasan jeruk nipis diuji
dengan cara penapisan fitokimia. Hasil penapisan fitokimia air perasan jeruk nipis
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.Hasil uji penapisan fitokimia
Golongan Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Steroid -
Triterpenoid -
Tannin -
Saponin +
Hidrokuinon -
22
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil pengujian penapisan fitokimia menunjukkan bahwa air perasan
jeruk nipis memiliki kandungan senyawa saponin, dan flavonoid, dimana zat aktif
tersebut berpotensi memiliki aktivitas sebagai antibiofilm. Menurut Calabro et al
(2004) flavonoid terdapat pada Citrus sp., 3 dari 6 jenis utama flavonoid yang
terdapat pada citrus adalah flavanone (eriocitrin, hesperidin, narirutin dan
neoriocitrin), flavone (apigenin) dan flavonols (kaempferol, quercetin dan rutin).
Hisperidin merupakan flavonoid paling dominan yang terdapat pada jeruk nipis
(Peterson, Julia J., et al, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Vikram et al
(2010) membuktikan bahwa flavonoid Citrus sp. dapat menghambat proses
quorum sensing dalam pembentukan biofilm. Sedangkan saponin berpotensi
sebagai antibiofilm karena dapat mengganggu pembentukan biofilm dengan
merusak matriks biofilm (Coleman et al., 2010). Selain mengandung senyawa
flavonoid dan saponin, air perasan jeruk nipis juga mengandung asam sitrat dan
minyak atsiri (Dalimarta, 2010). Asam sitrat dan minyak atsiri juga diketahui
memiliki aktivitas antibiofilm yang baik. Mekanisme antibiofilm asam sitrat
adalah dengan memecah jembatan kalsium dan merusak matriks biofilm (Faot et
al., 2014). Sedangkan minyak atsiri dapat menginaktivasi enzim yang berperan
dalam pembentukan biofilm (Dwi & Triana, 2010).
4.4 Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus
Dilakukan pewarnaan terhadap 7 koloni bakteri yang tumbuh dari hasil
isolasi bakteri pada kulit. Isolasi bakteri dilakukan dari kulit karena S. aureus
merupakan bakteri yang banyak ditemukan pada kulit dan permukaan mukosa
(Voung & Otto, 2002). Hasil pewarnaan tersebut menunjukkan bahwa seluruh
koloni bakteri merupakan bakteri Gram positif yang tersusun dari sel yang
berbentuk bulat (coccus) dan berkoloni seperti buah anggur (staphylococcus).
Kemudian dilakukan karakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui bakteri dengan
spesies Staphylococcus aureus dari 7 koloni bakteri tersebut. Hasil karakterisasi
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.
23
23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2.Hasil karakterisasi bakteri
Karakterisasi Bakteri
1 2 3 4 5 6 7
Media KIA - - - - - + +
Media pelarut fosfat - - - - - + -
Susu skim 20% - - - - - + -
H2O2 3% + + + + + + +
Dari hasil karakterisasi bakteri yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa bakteri 6 merupakan bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian bakteri
dipurifikasi dan dilakukan karakterisasi secara morfologis dan mikroskopis. Hasil
purifikasi dan karakterisasi bakteri Staphylococcus aureus secara morfologis
dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Hasil purifikasi bakteri Staphylococcus aureus
Secara morfologis dapat dilihat bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang
tumbuh pada media pembenihan berwarna putih kekuningan, berbentuk bundar,
menonjol dan berkilau. Sedangkan hasil karakterisasi bakteri Staphylococcus
aureus secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 4.2.
24
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2. Hasil pewarnaan Gram bakteri Staphylococcus aureus
Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan dengan cara pewarnaan Gram,
dapat dipastikan bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benar bakteri Gram positif yang menghasilkan warna ungu
setelah pewarnaan Gram. Secara mikroskopis bakteri ini berbentuk
Staphylococcus (bulat dan tersusun seperti anggur).
4.5 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus
Pada uji pembentukan biofilm terbentuk lapisan-lapisan seperti benang
halus pada suspensi bakteri yang telah diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang digunakan
positif dapat membentuk biofilm. Menurut Meng Chen (2013), S. aureus
merupakan salah satu bakteri yang paling sering membentuk biofilm.
Pembentukan biofilm S.aureus dapat terjadi melalui beberapa regulasi, salah
satunya adalah melalui ica-dependent biofilm production (Lee et al, 2013).
Kemampuan pembentukan biofilm merupakan salah satu faktor virulensi S.
aureus yang dapat menyebabkan peningkatan toleransi terhadap antibiotik dan
desinfektan serta resistensi terhadap fagositosis dan sel-sel imunokompeten lain
(Hoiby et al., 2010; Lee et al., 2013). Setelah dilakukan uji pembentukan biofilm
kemudian dilakukan pengujian pertumbuhan biofilm S. aureus untuk mengetahui
waktu inkubasi yang menghasilkan pembentukan biofilm paling baik dengan
jumlah suspensi bakteri sebanyak 200µL selama 1-4 hari.
Uji pertumbuhan biofilm ini menggunakan suspensi bakteri yang telah
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Suspensi bakteri diinkubasi pada suhu
25
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
370C karna suhu ini merupakan suhu optimal dalam pertumbuhan S.aureus.
Setelah 24 jam kemudian diukur nilai optical dencity (OD) suspensi bakteri pada
panjang gelombang 600nm untuk mengetahui konsentrasi dari suspensi bakteri
tersebut.Kemudian suspensi bakteri diencerkan mengunakan media HTR hingga
OD mencapai 0,5 atau sekitar 108 CFU/ml (Abdelhady et al., 2013). Digunakan
OD 0,5 pada suspensi bakteri karena bakteri membentuk biofilm dengan baik
(kuat) dengan OD ≥0,5 (Ando et al., 2004). Media yang digunakan dalam
pembuatan suspensi bakteri tidak selalu harus menggunakan HTR cair namun bisa
juga menggunakan media lainnya seperti Tryticase soy broth, LB broth dan media
BHI.
Uji pertumbuhan biofilm ini menggunakan metode Microtitter Plate Biofilm
Assay (OD595nm) dengan kristal violet 1% sebagai pendeteksi. Kristal violet akan
mewarnai biofilm sehingga terbentuk cincin berwarna ungu di sekeliling sumuran
yang kemudian ditambahkan dengan etanol 96 % untuk melarutkan kristal violet
yang terikat pada biofilm. Banyaknya kristal violet yang terlarut berbanding lurus
dengan jumlah biofilm yang terbentuk. Namun demikian, faktor fisika, kimia, dan
biologis juga dapat mempengaruhi ikatan kristal violet dan biofilm. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah faktor struktural yang mempengaruhi difusi pewarna,
perbedaan morfologi dan fisiologi dari setiap sel, dan interaksi kimia antara
komponen senyawa dalam tanaman dengan pewarna itu sendiri (Niu dan Gilbert,
2004). Hasil pertumbuhan biofilm dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3.Grafik pertumbuhan biofilm Staphylococcus aureus.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1 2 3 4
0.29
1.04 0.98
0.45
Den
sita
s B
iofi
lm (
OD
kri
stal
vio
let)
Waktu (Hari) Densitas Biofilm
26
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari grafik diatas diketahui bahwa bakteri S. aureus membentuk biofilm
paling baik pada waktu inkubasi selama 2 hari, sehingga waktu ini yang akan
digunakan untuk pengujian antibiofilm. Dari grafik ini juga terlihat pertumbuhan
biofilm meningkat dari hari pertama ke hari kedua kemudian terjadi penurunan
biofilm di hari ketiga dan hari keempat. Penurunan biofilm ini diduga terjadi
karena pembentukan biofilm sudah berada pada fase terakhir yaitu dispersi. Pada
tahap dispersi, sel-sel dalam koloni akan terlepas sendiri atau bersama sebagian
komponen matriks. Pada tahap ini, matriks ekstraseluler biofilm akan didegradasi
oleh enzim dispersin B dan deoxyribonuclease (Kaplan, 2010).
4.6 Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis terhadap Biofilm
Staphylococcus aureus
Setelah diketahui waktu dan konsentrasi bakteri yang menghasilkan
pembentukan biofilm paling baik, kemudian dilakukan uji aktivitas antibiofilm air
perasan jeruk nipis. Hasil uji aktivitas antibiofilm ini menunjukkan bahwa air
perasan jeruk nipis memiliki aktivitas terhadap pencegahan pembentukan,
penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm S. aureus. Hal ini
ditunjukkan dari densitas optis yang diperoleh pada perlakuan dengan
penambahan air perasan jeruk nipis konsentrasi 0,0625% sampai dengan 8%
dibandingkan dengan kontrol negatif dan dari % pencegahan, % penghambatan
dan % penghancuran biofilm mulai dari pemberian air perasan jeruk nipis dengan
konsentrasi 0,0625% sampai dengan 8%. Kontrol negatif yang digunakan pada uji
aktivitas antibiofilm ini adalah suspensi bakteri tanpa penambahan media dan air
perasan jeruk nipis. Densitas optis antibiofilm air perasan jeruk nipis terhadap
biofilm Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel 4.3.
27
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3.Rata-rata densitas optis aktivitas antibiofilm air perasan jeruk
nipis.
Perlakuan Rata-Rata Densitas Optis ± SD
Pencegahan Penghambatan Penghancuran
Kontrol (-) 0.46 ± 0,02 0.46 ± 0,02 0.92 ± 0,06
Ekstrak 0.0625% 0.12 ± 0,05 0.20 ± 0,03 0.32 ± 0,10
Ekstrak 0.125% 0.15 ± 0,01 0.15 ± 0,06 0.35 ± 0,06
Ekstrak 0.25% 0.15 ± 0,04 0.10 ± 0,01 0.37 ± 0,04
Ekstrak 0.5% 0.15 ± 0,05 0.10 ± 0,09 0.37 ± 0,07
Ekstrak 1% 0.22 ± 0,04 0.11 ± 0,02 0.39 ± 0,13
Ekstrak 2% 0.18 ± 0,03 0.11 ± 0,02 0.48 ± 0,03
Ekstrak 4% 0.19 ± 0,06 0.12 ± 0,03 0.48 ± 0,02
Ekstrak 8% 0.26 ± 0,03 0.17 ± 0,07 0.48 ± 0,09
Persentase aktivitas antibiofilm air perasan jeruk nipis terhadap biofilm
Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.4.
Tabel 4.4.Rata-rata % aktivitas antibiofilm air perasan jeruk nipis.
Perlakuan Rata-Rata % Aktivitas ± SD
% Pencegahan % Penghambatan % Penghancuran
Ekstrak 0.0625% 66,23 ± 11,36 56,33 ± 5,99 64,86 ± 11,10
Ekstrak 0.125% 65,94 ± 0,75 67,75 ± 13,59 62,48 ± 6,33
Ekstrak 0.25% 62,40 ± 9,34 79,18 ± 3,01 59,55 ± 4,54
Ekstrak 0.5% 61,10 ± 10,50 77,80 ± 6,17 59,48 ± 7,74
Ekstrak 1% 61,10 ± 9,11 76,14 ± 4,14 57,75 ± 14,15
Ekstrak 2% 61,03 ± 5,86 75,20 ± 4,74 48,50 ± 3,01
Ekstrak 4% 53,15 ± 12,03 74,19 ± 6,21 48,25 ± 2,51
Ekstrak 8% 50,69 ± 6,54 62,55 ± 15,32 48,10 ± 9,99
28
28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.4.Grafik persentase aktivitas antibiofilm air perasan jeruk nipis
terhadap biofilm S. aureus
Uji pencegahan pembentukan biofilm S. aureus menunjukkan bahwa air
perasan jeruk nipis memiliki aktivitas dalam mencegah pembentukan biofilm.
Pada uji ini diketahui microplate yang digunakan berbahan dasar polystyrene yang
bersifat lipofilik. Air perasan jeruk nipis diketahui mengandung minyak atsiri
yang juga bersifat lipofilik sehingga ketika air perasan jeruk nipis dibuang diduga
minyak atsiri masih menempel pada permukaan microplate sehingga dapat
mencegah pembentukan biofilm.
Grafik pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada uji pencegahan
pembentukan biofilm S.aureus, semakin besar konsentrasi air perasan jeruk nipis
maka semakin kecil aktivitasnya (berbanding terbalik). Hal ini diduga terjadi
karena semakin kecil konsentrasi air perasan jeruk nipis maka semakin besar
kemampuan dari senyawa aktifnya untuk berpenetrasi ke dalam bakteri sehingga
kemampuan pencegahannya semakin besar. Belum diketahui secara pasti
mekanisme dari pencegahan pembentukan biofilm karena penelitian mengenai uji
pencegahan pembentukan biofilm masih sangat sedikit dilakukan.
Aktivitas yang paling baik pada uji pencegahan penbentukan biofilm
S.aureus dihasilkan pada konsentrasi ekstrak 0,0625% dengan % pencegahan
hingga mencapai 66,23% dan % pencegahan yang terendah pada konsentrasi
ekstrak 8% dengan % pencegahan yang diperoleh sebesar 50,69%. Hasil uji
66
.23
56
.33
64
.86
65
.94
67
.75
62
.48
62
.40
77
.18
59
.55
61
.10
77
.80
59
.48
61
.10
76
.14
57
.75
61
.03
75
.20
48
.50
53
.15
74
.19
48
.25
50
.69
62
.55
48
.10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pencegahan Penghambatan Penghancuran
Akt
ivit
as A
nti
bio
film
Ekstrak 0.0625%
Ekstrak 0.125%
Ekstrak 0.25%
Ekstrak 0.5%
Ekstrak 1%
Ekstrak 2 %
Ekstrak 4%
Ekstrak 8%
29
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
statistik One-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna
(signifikan) terhadap semua perlakuan (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan uji post
hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optis antar perlakuan.
Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air perasan jeruk nipis dapat
mencegah pembentukan biofilm S. aureus secara bermakna (signifikan) terhadap
kontrol negatif. Densitas optis air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi
0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1% dan 2% tidak berbeda secara bermakna
(signifikan). Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan
konsentrasi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%,1% dan 2% memiliki aktivitas
pencegahan yang sama. Begitupun pada konsentrasi 4% dan 8% yang tidak
berbeda secara bermakna (signifikan). Namun pada konsentrasi 0,0625%, 0,125%,
0,25%, 0,5%, 1% dan 2% memiliki perbedaan yang bermakna (signifikan)
terhadap konsentrasi 4% dan 8%. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk
nipis dengan konsentrasi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1% dan 2% memiliki
perbedaan aktivitas terhadap air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 4% dan
8%.
Selanjutnya pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis terhadap
penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus. Grafik pada gambar 4.4
menunjukkan bahwa pola aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm mengikuti
pola sigmoid. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Keerthiga & Anand (2015) pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus
dengan menggunakan anggrek tanah (Geodorum densiflorum (Lam.) Schltr.) yang
juga menunjukkan pola sigmoid. Hal ini diduga terjadi karena pada konsentrasi
kecil, senyawa aktif dari ekstrak dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam bakteri
namun daya hambatnya kurang kuat sedangkan pada konsentrasi besar senyawa
aktif dari ekstrak memiliki daya hambat yang kuat namun tidak dapat berpenetrasi
dengan baik ke dalam bakteri sehingga aktivitas penghambatan pertumbuhan
biofilm yang paling baik dihasilkan pada konsetrasi yang tidak terlalu kecil dan
tidak teralu besar.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Loresta, (2014) pada
uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan menggunakan ekstrak
etanol daun kelor (Moringa oleifera) yang menunjukkan pola linier yaitu semakin
30
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
besar konsentrasi yang digunakan maka semakin besar aktivitas
penghambatannya. Aktivitas terbaik pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm
S. aureus dengan menggunakan ekstrak etanol daun kelor adalah pada ekstrak 8%
dengan % penghambatan hingga menacapai 40,22%, dimana aktivitas ini diduga
terjadi karena adanya zat aktif tannin dan flavonoid yang terkandung di dalam
ekstrak. Penelitian Vikram et al (2010) dan Taganna et al (2011) menunjukkan
bahwa flavonoid dan tannin dapat menghambat quorum sensing yang merupakan
proses penting dalam pembentukan biofilm.
Penelitian yang dilakukan oleh Geethashri et al, (2014) juga menunujukkan
pola linier pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan
menggunakan ekstrak Azadirachta indica, Mangifera indica, Piper betel, dan
Piper ningrum. Aktivitas terbaik pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S.
aureus dengan menggunakan ekstrak Azadirachta indica, Mangifera indica, Piper
betel, dan Piper ningrum ditunjukkan pada ekstrak Azadirachta indica dengan
konsentrasi ekstrak 30 mg/ml yang menghasilkan % penghambatan hingga
mencapai 48,21% dan aktivitas terbaik pada uji penghambatan pertumbuhan
biofilm S.aureus dengan menggunakan air perasan jeruk nipis adalah pada
konsentrasi 0,25% dengan % penghambatan yang dihasilkan hingga mencapai
66,23%. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis memiliki aktivitas
yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan biofilm dibandingkan dengan
ekstrak etanol daun kelor, ekstrak Azadirachta indica, ekstrak Mangifera indica,
ekstrak Piper betel, dan ekstrak Piper ningrum. Tingginya aktivitas penghambatan
biofilm S. aureus karena memiliki banyak kandungan zat aktif yang memiliki
aktivitas sebagai antibiofilm, yaitu flavonoid, saponin, asam sitrat dan minyak
atsiri.
Hasil uji statistik One-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang
bermakna (signifikan) pada semua perlakuan (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan uji
post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optis antar perlakuan.
Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air perasan jeruk nipis dapat
menghambat pertumbuhan biofilm S. aureus secara bermakna (signifikan)
terhadap kontrol negatif. Densitas optis air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi
0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan 4% tidak berbeda secara bermakna
31
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(signifikan). Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan
konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan 4% memiliki aktivitas
penghambatan yang sama. Air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625%
menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0,125%, 0,25%,
0,5%, 1%, 2%, 4%, dan 8%. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis
dengan konsentrasi 0,0625% memiliki perbedaan aktivitas terhadap air perasan
jeruk nipis dengan konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8%.
Begitupun pada konsentrasi 8% yang menunjukkan perbedaan yang bermakna
terhadap konsentrasi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan 4%.
Pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis yang terakhir dilakukan terhadap
penghancuran (degradasi) biofilm S. aureus. Kemampuan degradasi biofilm dari
senyawa terkait dengan kemampuan penetrasi senyawa ke dalam biofilm yang
terbentuk, yakni mampu berpenetrasi pada lapisan EPS atau lendir yang
menyelubungi bakteri. Selain itu, kemampuan senyawa dalam mendegradasi
biofilm adalah menghilangkan EPS pada biofilm yang sudah terbentuk (Ardani et
al., 2010).
Grafik pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi air
perasan jeruk nipis maka semakin kecil aktivitas penghancurannya (berbanding
terbalik). Hal ini diduga terjadi karena semakin kecil konsentrasi air perasan jeruk
nipis maka semakin besar kemampuan dari senyawa aktifnya untuk berpenerasi ke
dalam lapisan EPS atau lendir yang menyelubungi bakteri. Berbeda dengan hasil
penelitian yang ditunjukkan oleh Yosephine (2013) pada uji penghancuran biofilm
Streptococcus mutans dengan menggunakan minyak atsiri kemangi (Ocimum
basilicum L.) yang menunjukkan pola linier yaitu semakin besar konsentrasi
minyak atsiri maka semakin besar kemampuannya dalam mendegradasi biofilm.
Semakin besar konsentrasi maka semakin besar kandungan zat aktif yang
berfungsi sebagai antibiofilm, sehingga semakin besar pula potensinya dalam
menghancurkan biofilm. Namun aktivitas degradasi yang dihasilkan oleh minyak
atsiri kemangi tidak terlalu baik, dengan % aktivitas penghancuran paling baik
yang dihasilkannya adalah 57,64% pada konsentrasi 0,2%. Rendahnya nilai %
degradasi biofilm ini menunjukkan bahwa minyak atsiri kurang efektif sebagai
agen pendegradasian biofilm. Kemungkinan penyebabnya adalah karena minyak
32
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atsiri kemangi tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam berpenetrasi ke
dalam lapisan EPS dan membersihkan lapisan EPS tersebut.
Aktivitas air perasan jeruk nipis yang paling baik dalam menghancurkan
biofilm Staphylococcus aureus dihasilkan pada konsentrasi 0,0625% dengan %
penghancuran hingga mencapai 64,86% dan yang terendah dihasilkan pada
konsentrasi 8% dengan % penghancuran 48,10%. Hasil ini menunjukkan bahwa
air perasan jeruk nipis memiliki aktivitas penghancuran yang lebih baik jika
dibandingkan minyak atsiri kemangi.
Hasil uji statistik One-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang
bermakna (signifikan) pada semua perlakuan (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan uji
post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optis antar perlakuan.
Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air perasan jeruk nipis dapat
menghancurkan biofilm S. aureus secara bermakna (signifikan) terhadap kontrol
negatif. Densitas optis air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625%,
0,125%, 0,25%, 0,5% dan 1% tidak berbeda secara bermakna (signifikan). Hal ini
menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625%, 0,125%,
0,25%, 0,5% dan 1% memiliki aktivitas penghancuran yang sama. Begitupun
pada konsentrasi 2%, 4% dan 8% yang tidak berbeda secara bermakna
(signifikan). Namun pada konsentrasi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5% dan 1%
memiliki perbedaan yang bermakna (signifikan) terhadap konsentrasi 2%, 4% dan
8%. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi
0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5% dan 1% memiliki perbedaan aktivitas terhadap air
perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 2%, 4% dan 8%.
4.7 Optimasi Aktivitas Penghambatan
Selanjutnya dilakukan optimasi aktivitas terseleksi. Optimasi ini dilakukan
pada uji antibiofilm yang menunjukkan hasil yang paling baik dengan
menggunakan air perasan jeruk nipis. Dari pengujian yang dilakukan sebelumnya
menunjukkan bahwa penghambatan pertumbuhan biofilm menghasilkan aktivitas
yang paling baik. Namun, karena biofilm S. aureus biasanya sudah terbentuk
terlebih dahulu maka optimasi dilakukan pada aktivitas penghambatan
pertumbuhan dan penghancuran biofilm.
33
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface
Analysis (RSA) terhadap 3 faktor yaitu suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi.
Rentang suhu yang digunakan pada uji ini adalah 250C - 50
0C, rentang
konsentrasi yang digunakan adalah 0,0625% - 8% dan rentang waktu inkubasi
yang digunakan adalah 1 – 4 hari. Setelah dioptimasi, didapatkan hasil sebanyak
20 pasang dari ketiga faktor yang harus dilakukan uji aktivitas penghambatan
pertumbuhan biofilm S. aureus. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan
(triplo). Hasil uji aktivitas terseleksi dianalisa menggunakan RSA untuk
mengetahui kondisi optimal yang menghasilkan aktivitas paling baik.Kemudian
diperoleh hasil (contour plot) yang menunjukkan suhu, konsentrasi dan waktu
yang optimal dalam menghasilkan aktivitas antibiofilm yang paling baik.
Hasil contour plot dari % penghambatan terhadap waktu inkubasi dan suhu
pada konsentrasi 0,0625% dapat dilihat pada gambar 4.5.
SUHU
WA
KTU
IN
KU
BA
SI
504540353025
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
KONSENTRASI 0.0625
Hold Values
>
–
–
–
–
–
< 40
40 45
45 50
50 55
55 60
60 65
65
%PENGHAMBATAN
Contour Plot of %PENGHAMBATAN vs WAKTU INKUBASI, SUHU
Gambar 4.5.Contour plot dari % penghambatan vs konsentrasi dan suhu.
Countor plot pada RSA berwana biru hingga hijau tua. Kondisi optimal
ditandai dengan warna hijau tua pada contour plot. Contour plot dari %
penghambatan terhadap waktu inkubasi dan suhu pada konsentrasi 0,0625%
menunjukkan bahwa waktu inkubasi tidak mempengaruhi aktivitas penghambatan
pertumbuhan biofilm dan suhu optimum dalam menghambat pertumbuhan biofilm
adalah pada suhu ± 270C - 41
0C.
Hasil contour plot dari % penghambatan terhadap waktu inkubasi dan
konsentrasi pada suhu 250C dapat dilihat pada gambar 4.6.
34
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KONSENTRASI
WA
KTU
IN
KU
BA
SI
87654321
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
SUHU 25
Hold Values
>
–
–
–
–
–
< 55
55 60
60 65
65 70
70 75
75 80
80
%PENGHAMBATAN
Contour Plot of %PENGHAMBATAN vs WAKTU INKUBASI, KONSENTRASI
Gambar 4.6.Contour plot dari % penghambatan vs waktu inkubasi dan
konsentrasi.
Contour plot dari % penghambatan terhadap waktu inkubasi dan konsentrasi
pada suhu 250C menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi maka semakin
besar aktivitasnya sedangkan waktu inkubasi tidak mempengaruhi aktivitas
penghambatan pertumbuhan biofilm.
Dari hasil optimasi aktivitas penghambatan didapatkan kondisi optimal
untuk aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm Staphylococcus aureus adalah
pada suhu 27,270C, dengan konsentrasi 8% dan waktu inkubasi selama 1 hari.
Kemudian dilakukan pengujian dengan kondisi tersebut dan hasilnya
dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Kontrol negatif yang
digunakan adalah suspensi bakteri tanpa penambahan media dan air perasan jeruk
nipis sedangkan kontrol positif untuk uji penghambatan pertumbuhan biofilm
menggunakan klorin.Karna tidak ada inkubator dengan suhu 27,270C maka
pengujian dilakukan disuhu ruang ±250C. Menurut Heins et al (1995), suhu ruang
berkisar antara 230C -27
0C. Persentase aktivitas penghambatan kondisi optimal
yang dibandingkan dengan kontrol positif dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar
4.6.
Tabel 4.5. Rata-rata densitas optis uji penghambatan biofilm kondisi optimal
Kelompok Perlakuan Rata-Rata Densitas Optis ± SD
Kontrol (-) 0.55 ± 0.03
Ekstrak 8% 0.12 ± 0.06
Kontrol (+) 0.18 ± 0.05
35
35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.6.Persentase aktivitas penghambatan kondisi optimal.
Hasil pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis kondisi optimal terhadap
penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus menunjukkan bahwa ekstrak air
perasan jeruk nipis memberikan hasil yang lebih baik terhadap penghambatan
pertumbuhan biofilm S. aureus dibandingkan dengan kontrol positif. Hasil uji
statistik One-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna
(signifikan) pada semua perlakuan (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan uji post hoc
yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optis antar perlakuan. Dari hasil
uji post hoc, dinyatakan bahwa air perasan jeruk nipis dapat menghambat
pertumbuhan biofilm S. aureus secara bermakna (signifikan) terhadap kontrol
negatif dan kontrol positif.
4.8 Optimasi Aktivitas Penghancuran (Degradasi)
Optimasi aktivitas penghancuran dilakukan sama halnya dengan aktivitas
penghambatan pertumbuhan hanya saja pada aktivitas menggunakan rentang
waktu kontak yaitu 30-90 menit. Hasil contour plotdari % penghancuran terhadap
waktu kontak dan suhu pada konsentrasi 0,0625% dapat dilihat pada gambar 4.7.
60
65
70
75
80
Ekstrak 8%Klorin (Kontrol +)
78.42
66.49 %
Pen
gh
am
bata
n
Sampel Uji
36
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SUHU
WA
KTU
KO
NTA
K
504540353025
90
80
70
60
50
40
30
KONSENTRASI 0.0625
Hold Values
>
–
–
–
–
–
< 15
15 20
20 25
25 30
30 35
35 40
40
DEGRADASI
%
Contour Plot of % DEGRADASI vs WAKTU KONTAK, SUHU
Gambar 4.7.Contour plot dari % penghancuran vs waktu kontak dan suhu
Contour plotdari % penghancuran terhadap waktu kontak dan suhu pada
konsentrasi 0,0625% menunjukkan bahwa suhu optimum dalam penghancuran
biofilm adalah pada suhu ±250C - 41
0C. Sedangkan untuk waktu kontak, semakin
lama waktu kontaknya maka semakin kecil aktivitasnya.
Hasil contour plot dari % penghancuran terhadap waktu kontak dan
konsentrasi pada suhu 250C dapat dilihat pada gambar 4.8.
KONSENTRASI
WA
KTU
KO
NTA
K
87654321
90
80
70
60
50
40
30
SUHU 25
Hold Values
>
–
–
–
–
< 0
0 10
10 20
20 30
30 40
40
DEGRADASI
%
Contour Plot of % DEGRADASI vs WAKTU KONTAK, KONSENTRASI
Gambar 4.8.Contour plot dari % penghancuran vs waktu kontak dan konsentrasi
Contour plot dari % penghancuran terhadap waktu kontak dan konsentrasi
pada suhu 250C menunjukkan bahwa konsentrasi yang paling baik adalah pada
37
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi kecil (0,0625%) dan besar (8%). Sedangkan untuk waktu kontak,
semakin lama waktu kontaknya maka semakin kecil aktivitasnya.
Dari hasil countor plot pada optimasi aktivitas penghancuran didapatkan
kondisi optimal untuk aktivitas penghancuran biofilm Staphylococcus aureus
adalah pada suhu 27,270C, dengan konsentrasi 8% dan waktu inkubasi selama 30
menit. Setelah diketahui kondisi optimal dalam menghasilkan aktivitas antibiofilm
yang paling baik, kemudian dilakukan pengujian dengan kondisi tersebut dan
hasilnya dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Kontrol negatif
yang digunakan adalah suspensi bakteri tanpa penambahan media dan air perasan
jeruk nipis sedangkan kontrol positif untuk uji penghancuran biofilm
menggunakan biorem. Karna tidak ada inkubator dengan suhu 27,270C maka
pengujian dilakukan disuhu ruang ±250C. Densitas Optis dan persentase aktivitas
penghancuran kondisi optimal yang dibandingkan dengan kontrol positif dapat
dilihat pada tabel 4.6 gambar 4.9.
Tabel 4.6. Rerata densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
kondisi optimal
Kelompok Perlakuan Rata-Rata Densitas Optis ± SD
Kontrol (-) 0.92 ± 0.06
Ekstrak 8% 0.24 ± 0.09
Kontrol (+) 0.35 ± 0.06
Gambar 4.9.Hasil uji penghancuran kondisi optimal.
0
20
40
60
Ekstrak 8%BIOREM (Kontrol +)
52.57
43.62
% P
eng
ha
ncu
ran
Sampel Uji
38
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis kondisi optimal terhadap
penghancuran (degradasi) biofilm S. aureus memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kontrol positif. Hasil uji statistik One-way ANOVA
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (signifikan) (p ≤ 0,05).
Kemudian dilanjutkan uji post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan
densitas optis antar perlakuan. Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air
perasan jeruk nipis dapat menghancurkan biofilm S. aureus secara bermakna
(signifikan) terhadap kontrol negatif tetapi tidak bermakna (signifikan) terhadap
kontrol positif.
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) memiliki aktivitas dalam
mencegah pembentukan, menghambat pertumbuhan dan menghancurkan (degradasi)
biofilm Staphylococcus aureus.
2. Air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm) Swingle) memberikan aktivitas
paling baik dalam menghambat pertumbuhan biofilm Staphylococcus aureus.
3. Berdasarkan hasil penelitian ini air perasan jeruk nipis memiliki aktivitas paling baik
dalam penghambatan pertumbuhan biofilm pada konsentrasi 8%, suhu 27,270C dan
waktu inkubasi selama 1 hari, sedangkan pada penghancuran biofilm pada konsentrasi
8%, suhu 27,270C dan waktu kontak selama 30 menit.
5.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi senyawa aktif yang
berfungsi sebagai antibiofilm dalam air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm)
Swingle).
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya air perasan jeruk nipis diuapkan atau di freez dry.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abdelhady, Wessam, Arnold S. Bayer, Kati Seidl, Cynthia c. Nast, Megan R.
Keidrowski, Alexander R. Horswill, Michael R. Yeaman, dan Yan Q.
Xiong. 2013. Reduced Vancomycin Suspentibility in an In Vitro Catheter-
Related Biofilm Model Correlates with Poor Therapeutic Outcomes in
Experimental Endocarditis Due to Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 3:53, 1447-1454.
Adela Novisa Charaswati. 2011. Uji Ekspresi Protein Rekombinan Jembrana
Transmembran (JTEM-pGEX) Pada Berbagai Tingkat Kepadatan Sel
Escherichia coli BL21. Departemen Biologi. Fakultas matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
Alexander K, Strete D, Niles MJ. 2007. Organismal and Molecular Microbiology.
Mc Graw Hill Higer Education.
Ando, Eiichi, Koichi Monden, Ritsuko Mitsuhata, reiko Kariyama, dan Hiromi
Kumon. 2004. Biofilm Formation among Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus Isolates from patients with Urinary Tract Infection.
Acta Medica Okayama 58 : 4, 207-214.
Archer, N.K., M.J. Mazaitis, J.W. Costerton, J.G. Leid, M.E. Powers, M.E
Shirtliff. 2011. Staphylococcus Aureus Biofilms Properties, Regulation and
Roles in Human Disease. Landes Bioscience. Virulence 2:5, 445-459.
Ardani, M., Pratiwi, S. U. T., danHertiani, T., 2010, Efek Campuran Minyak Atsiri
Daun Cengkeh dan Kulit Batang Kayu Manis sebagai Antiplak Gigi,
Majalah Farmasi Indonesia, (21)3, 191-201.
Behrman, Richard C, et al, 1999. Ilmu Kesehatan anak Nelson.Jakarta : EGC.
Breed, Robert S., E.G.D. Murray, Nathan R. Smith. 1957. Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology. Baltimore : Williams & Wilkins Company.
Calabro, M.L., Galtieri, V., Cutroneo, P., Tommasini, S., Ficarra, P. and Ficarra,
R. 2004. Study of the extraction procedure by experimental design and
validation of a LC method for determination of flavonoids in Citrus
bergamia juice. J Pharm Biomed Anal 35, 349– 363.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Carpentier B., Chassing D. 2004. Interaction in Biofilms Between Listeria
Monocytogenos and Resident Microorganism From Food Industry
Premises. International Journal of Food Microbiology. 97 : 111-122.
Chanthaphon, Sumonrat, Suphitchaya C, Tipparat H. 2008. Antimicrobial
activities of essential oils and crude extracts from tropical Citrus spp.
against food-related microorganisms. Songklanakarin J. Sci. Technol. 125-
131.
Chutia, M., Bhuyan, D. P., Pathak, M. G., Sarma, T. C., Boruah P. 2009.
Antifungal activity and chemical composition of citrus reticulata blanco
essential oil against phytopathogens from North East India. Food Science
and Technology. 42: 777-780.
Coleman, J.J., Ikechukwu Okoli, George P. Tegos, Edward B. Holson, Florence F.
Wagner, Michael R. Hamblin, dan Eleftherios Mylonakis. 2010.
Caracterization of Plant-Derived Saponin Natural Products Againts
Candida Albicans.
Dalimartha S. 2006. Atlas tumbuhan obat Indonesia: jilid 4. Jakarta: Puspa Swara.
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika dan Pengendaliannya .Jakarta
: Salemba Medika.
Deby A,. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun (Coleus
atropurpureus (L) Benth) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, dan Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro. Program Studi Farmasi.
FMIPA UNSRAT Manado, 95115.
Desai J.D., Banat I.M. 1997. Microbial Production of Surfactans and Their
Commercial Potential. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 61 :
147-164.
Donlan, R. M. 2002. Biofilms: microbial life on surfaces. Emerging Infectious
Diseases. 8 : 881–890.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Faot Fernanda, Yuri Wanderley Cavalcanti, Martinna de Mendonca de Bertolini,
Luciana de Rezende Pinto, Wander jose da Silva, dan Altair Antoninha Del
Bel Cury. 2014. Efficacy of Citric Acid Denture Cleanser on the Candida
albicans Biofilm Formed on Poly( Methyl Methacrylate) : Effects on
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Residual Biofilm and Recolonization Process. BMC Oral Health 2014, 14
:77.
George, O’Toole. 2011. Microtitier Dish Biofilm Formation Assay. Journal of
Visualized Experiments. 47 : 2437.
Geethashri, A., R. Manikandan, B. Ravishankar, A. Veena Shetty. 2014.
Comparative evaluation of biofilm suppression by plant extract on oral
pathogenic bacteria. Journal of Applied Pharmaceutial Science, 4 (03), 020-
023.
Heins, Michael, Wolfgang Heil, dan Wolfgang Withold. 1995. Storage of serum
or whole blood samples? Effects of time and temperature on 22 serum
analytes. Eur J Clin Chem Clin biochem 33:231-238.
Hoiby, N., T. Bjarnsholt, M. Givskov, S. Molin, O. Ciofu. 2010. Antibiotic
resistance of bacterial biofilms. Int J Antimicrob Agents. (Abstr.);
35(4):322-32.
Jawetz, E, et al, 1995. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : EGC.
Joyce, James. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta :
Erlangga.
Kaplan, J. B. 2010. Biofilm Dispersal : Mechanisms, Clinical Implications, and
Potential Therapeutic Uses. Journal of Dental Research. 89(3) 305-218.
Keerthiga M., Anand S.P., 2015. Anti-infective and anti-biofilm activity of
Geodorum densiflorum (Lam.) Schltr against Methicillin resistant and
sensitive Staphylococcus aureus. Advances in Aplied Science Research,
6(5): 43-46.
Kudva I.T., Jelacic S., Tarr P.I., Youderian P., Hovde C.J. 1999. Biocontrol of
Escherichia coli O157 with O157-specific bacteriophages. Applied and
Environmental Microbiology.65: 3767-3773.
Lee, J-H., J.H. Park, H.S. Cho, S.W. Joo, M.H. Cho, J. Lee. 2013. Anti-biofilm
Activities of Quercetin and Tannic Acid Against Staphylococcus aureus.
Biofouling: The Journal of 7 Bioadhesion and Biofilm Research. 29 : 5.
Loresta, Sonya, Sri Murwani, Pratiwi Trisunuwati. 2014. Efek ekstrak etanol daun
kelor (Moringa oleifera) terhadap pembentukan biofilm Staphylococcus
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aureus secara in vitro. Program Studi Kedokteran Hewan. Universitas
Brawijaya.
Manuel Simoes, Lucia C. Simoes dan Maria J. Vieira. 2010. A review of current
and emergent biofilm control strategies. 43: 573-583.
Mardiastuti, H.W, et al. 2007. Emerging Resistance Pathogen : Situasi Terkini di
Asia,Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah dan Indonesia. 57: 75-79.
Meng Chen, Qingsong Yu dan Hongmin Sun. 2013. Novel Strategies for the
Prevention and Treatment of Biofilm Related Infections. 14: 18488-18501.
Nindhita Retno Pradani. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Air Perasan Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia, Swingle) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurusan Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.
Nitschke M., Costa S.G.V.A.O. 2007. Biosurfactans in Food Industry. Trends in
Food Science and Technology. 18 : 252-259.
Pertiwi, Nursitasari. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper bettle L Terhadap Bakteri Uji. Jurusan
Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Peterson, Julia J., Gary R. Beecher, Seema A. Bhagwat, Johanna T. dwyer, E.
Gebhardt, David B. Haytowiz, Joanne M. Holden. 2006. Falvanones in
grapefruit, lemons, and limes : A compilation and review of the data from
the analytical literature. Journal of Food Compotition and Analyisis 19
(2006) S74-S80.
Prakash B., B.M. Veeregowda and G. Krishnappa. 2003. Biofilms: A Survival
Strategy of Bacteri. Current Sci.85: 1299-1307.
Prasasti D, Hertiani T. 2010. Potensi Campuran Minyak Atsiri Rimpang
Temulawak dan Daun Cengkeh Sebagai Inhibitor Plak Gigi. The Journal of
Indonesia Medical Plant. Vol 3 (2).
Potter & Perry. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Jakarta: EGC.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahardjo, Agustinus Hantoro Djoko. 2012. Efektivitas Jeruk Nipis dalam
Menurunkan Bakteri Salmonella dan Escherichia coli pada Dada Ayam
Broiler. IJAS 2 : 3, 91-94
Ranganathan Vasudevan. 2014. Biofilms: Microbial Cities of Scientific
Significance. 1 : 3.
Rodrigues L. R., Van Der Mei H.C., Texeira J. A., Oliveira R. 2004. Biosurfactan
from Lactococcus lactis 53 Inhibits Microbial Adhesion on Silicone Rubber.
Applied Microbiology and Biotechnology 66 : 306-311.
Rossland E., Langsrud T., Granum P.E., Sorhaug T. 2005. Production of
antimicrobial metabolites by strains of Lactobacillus or Lactococcus co-
cultured with Bacillus cereus in milk. International Journal of Food
Microiology. 98 : 193-200.
Ryan, K.J., J.J. Champoux, S. Falkow, J.J. Plonde, W.L. Drew, F.C. Neidhardt,
and C.G. Roy. 1994. Medical Microbiology An Introduction to Infectious
Diseases. 3rd ed. Connecticut: Appleton&Lange.
Sabiston, David C 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Sandasi, Leonard CM, Viljoen A M. 2010. The In Vitro Antibiofilm Activity of
Selected Culinary Herb and Medical Plants Againt Listeria monocytogenes.
Letters in Apllied Microbiology (50) : 30-35.
Saraf, S. 2006. Textbook of oral pathology. USA: Jeypee Brothers Publisher.
Sarwono B. 2006. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sethpakdee, S. 2002. Citrus aurantifolia, In : Adible Fruit and Nut: Porsea Sent
Resources Of South East Asia. 2 : 126-128.
Simoes M.,Simoes L.C., Machado I., Pereira M.O., Viera M.J. 2006. Control of
flow-generated biofilms using surfactans – evidence of resistance and
recovery. Food and Bioproducts Processing. 84 : 338-345.
Suriawira, Unus. 1995. Mikrbiologi Dasar. Jakarta : Parpasinas Sunar.
Sutedjo, Mulmulyani., A. E. kartapoera, dan S. Sastroatmojo. 1991. Mikrobiologi
Tanah. Jakarta : Rineka Cipta.
Syamsuhidayat, S dan J.R. Hutape.1991. Inventasris Tanaman Obat Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. DepKes RI. Jakarta. 144.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Taganna, J.C., J.P. Quanico, R.M. Perono, E.C. Amor, W.L. Rivera. 2011. Tannin
rich fraction from terminalia catappa inhibits quorum sensing (QS) in
Chromobacterium violaceum and the QS-controlled biofilm maturation and
lasA Staphylolytic activity in Pseudomonas aeruginosa. Journal
Ethnopharmacol. 134(3) : 865-871.
Tait K., Sutherland I.W. 1998. Antagonistic interactions amongst bacteriocin
producing enteric bacteria in dual species biofilms. Journal of Applied
Microbiology. 93 : 345-352.
Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem. 2011.
Phytochemical Screening and Extraction : A Riview. Internationale
Pharmaceutica Scienca vol. 1 : issues 1.
Vikram, A., G.K. Jayaprakasha, P.R. Jesudhasan, S.D. Pillai, dan B.S. Patil. 2009.
Upression of Bacterial Cell-Cell Signalling Biofilm Formation and Type III
Secretion System by Citrus Flavonoids. Journal of Applied Microbiology,
109(2010) 515-527.
Volk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Vuong C, & Otto M. 2002. Staphylococcus epidermidis infections. Microbes
Infect 4 (2002) 481–489.
Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.
Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.
Yosephine, Ardiana Dewi, Martha Purnami Wulanjati, Teuku Nanda Saifullah,
dan Puji Astuti. 2013. Mouthwash Formulation of Basil Oil (Ocimum
basilicumL.) and In Vitro Antibacterial and Antibiofilm Activities Againts
Streptococcus Mutans. Traditional Medicine Journal, 18(2), 2013.
Yunus, L. 2000. Pembentukan Biofilm Oleh Salmonella blockey Pada Permukaan
Stainless Steel Serta Pengaruh Sanitasi Terhadap Pembentukan Kembali
Biofilm Baru. IPB.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Skema Metode Penapisan Fitokimia
a. Alkaloid
b. Fenolik
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Triterpenoid/Steroid
d. Hidoro kuinon
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Determinasi
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Hasil Penapisan fitokimia
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Alat dan Bahan
Mikroskop
Timbangan
analitik
Oven
Vortex
Autoklaf
Sentrifugasi
Mikropipet
Mikrowave
Spektrometri
Mikroplate
reader
Inkubator
Kulkas
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Panci dan kompor Mikroplate Mikropipet tube LAF
Jeruk nipis
CaCl2
Bahan Pewarnaan
Gram
Kristal Violet
Biorem
Etanol 96%
Bahan media HTR
Bahan media LB
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Hasil Pembuatan Ekstrak
a. Ekstrak Jeruk Nipis 100%
b. Variasi Konsentrasi Ekstrak Sebelum RSA
c. Variasi Konsentrasi Ekstrak Setelah RSA
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus.
No Karakterisasi Hasil Keterangan
1 Klingler Iron
Agar (Deteksi
H2S)
Bakteri 6 dan 7 menghasilkan
warna kehitaman pada dasar
tempat penusukkannya.
2 Media Pelarut
Fosfat
(Fosfatase)
Bakteri 6 dapat melarutkan
fosfat paling baik
dibandingkan dengan 6
bakteri lainnya, hal ini dapat
dilihat dari zona bening yang
dihasilkan oleh bakteri ini.
3 Susu Skim
20%
(Koagulase)
Bakteri 6 membentuk
gumpalan (koagulasi) dengan
baik.
4 Penambahan
H2O2 3%
(Katalase)
Semua bakteri menghasilkan
gelembung udara setelah
penambahan H2O2 3%.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Uji Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus.
Waktu Densitas Optis
1 2 3 Rata-Rata
Hari 1 100/100 0.444 0.489 0.496 0.476
Hari 1 150/50 0.593 0.59 0.595 0.593
Hari 1 200 0.298 0.282 0.29 0.29
Hari 2 100/100 0.798 0.722 0.664 0.728
Hari 2 150/50 0.517 0.48 0.65 0.549
Hari 2 200 1.431 1.422 1.158 1.337
Hari 3 100/100 0.264 0.35 0.324 0.313
Hari 3 150/50 1.099 0.985 1.008 1.031
Hari 3 200 1.224 1.223 1.119 1.189
Hari 4 100/100 0.33 0.377 0.31 0.326
Hari 4 150/50 0.583 0.557 0.588 0.576
Hari 4 200 0.447 0.482 0.419 0.449
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Uji Aktivitas Antibiofilm
Tabel 1. Data hasil uji pencegahan pembentukan biofilm
Perlakuan Densitas Optis
% Pencegahan ± SD 1 2 3 Rerata ± SD
Kontrol (-) 0,440 0,486 0,459 0,461± -
Ekstrak 0,0625% 0,215 0,136 0,116 0,156± 66,233±
Ekstrak 0,125% 0,159 0,159 0,153 0,157± 65,944±
Ekstrak 0,25% 0,223 0,146 0,151 0,173± 62,401±
Ekstrak 0,5% 0,156 0,235 0,147 0,179± 61,099±
Ekstrak 1% 0,190 0,133 0,215 0,179± 61,099±
Ekstrak 2% 0,153 0,207 0,179 0,178± 61,027±
Ekstrak 4% 0,28 0,182 0,186 0,216± 53,145±
Ekstrak 8% 0,199 0,224 0,259 0,227± 50,687±
Tabel 2.Hasil Uji Penghambatan Pertumbuhan Biofilm
Perlakuan Densitas Optis % Penghambatan±
SD 1 2 3 Rata-Rata± SD
Kontrol (-) 0,440 0,486 0,459 0,461± -
Ekstrak 0,0625% 0,225 0,208 0,171 0,201± 56,327±
Ekstrak 0,125% 0,221 0,113 0,112 0,149± 67,751±
Ekstrak 0,25% 0,104 0,104 0,080 0,096± 79,176±
Ekstrak 0,5% 0,135 0,089 0,083 0,102± 77,802±
Ekstrak 1% 0,098 0,132 0,100 0,110± 76,139±
Ekstrak 2% 0,138 0,110 0,095 0,114± 75,199±
Ekstrak 4% 0,122 0,146 0,089 0,119± 74,187±
Ekstrak 8% 0,248 0,162 0,108 0,173± 62,545±
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3. Hasil Uji Penghancuran (Degradasi) Biofilm
Perlakuan Densitas Optis % Penghancuran
± SD 1 2 3 Rerata ± SD
Kontrol (-) 0,857 0,978 0,930 0,923± -
Ekstrak 0,0625% 0,217 0,335 0,421 0,324± 64,861±
Ekstrak 0,125% 0,398 0,283 0,358 0,346± 62,477±
Ekstrak 0,25% 0,335 0,418 0,367 0,373± 59,552±
Ekstrak 0,5% 0,456 0,325 0,341 0,374± 59,479±
Ekstrak 1% 0,538 0,341 0,291 0,390± 57,746±
Ekstrak 2% 0,483 0,438 0,505 0,475± 48,501±
Ekstrak 4% 0,451 0,493 0,489 0,478± 48,248±
Ekstrak 8% 0,507 0,376 0,554 0,479± 48,104±
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Aktivitas Pencegahan Pembentukan Biofilm
a. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov
Tujuan : Untuk melihat kenormalan distribusi data densitas optis uji
pencegahan pembentukan biofilm.
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
terdistribusi normal
Ha : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm tidak
terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.1. Hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Absorbansi
N 27
Normal Parametersa Mean .21437
Std. Deviation .097696
Most Extreme Differences Absolute .239
Positive .239
Negative -.165
Kolmogorov-Smirnov Z 1.239
Asymp. Sig. (2-tailed) .093
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
terdistribusi normal (p ≥ 0.05)
b. Uji Homogenitas (Levene)
Tujuan : untuk melihat homogenitas dari data densitas optis aktivitas
pencegahan pembentukan biofilm
Hipotesis :
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ho : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm bervariasi
homogen
Ha : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm tidak
bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.2. Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Densitas Optis
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.136 8 18 .086
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
bervariasi homogen (p ≥ 0.05).
c. Uji One-Way ANOVA
Tujuan : untuk melihat data densitas optis aktivitas penghambatan
pertumbuhan biofilm antar konsentrasi terdapat perbedaan secara
bermakna atau tidak.
Hipotesa :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm tidak
berbeda secara signifikan
Ha : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm berbeda
secara signifikan
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 12.3. Hasil uji One-Way ANOVA
ANOVA
Densitas Optis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .220 8 .028 17.738 .000
Within Groups .028 18 .002
Total .248 26
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
d. Uji Post Hoc
Tabel. 12.4. Hasil uji post hoc
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
(I)
Konsentrasi
(J)
Konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol (-) 0.0625 .306000* .032165 .000 .23842 .37358
0.125 .304667* .032165 .000 .23709 .37224
0.25 .288333* .032165 .000 .22076 .35591
0.5 .282333* .032165 .000 .21476 .34991
1 .282333* .032165 .000 .21476 .34991
2 .282000* .032165 .000 .21442 .34958
4 .245667* .032165 .000 .17809 .31324
8 .234333* .032165 .000 .16676 .30191
0.0625 Kontrol (-) -.306000* .032165 .000 -.37358 -.23842
0.125 -.001333 .032165 .967 -.06891 .06624
0.25 -.017667 .032165 .590 -.08524 .04991
0.5 -.023667 .032165 .471 -.09124 .04391
1 -.023667 .032165 .471 -.09124 .04391
2 -.024000 .032165 .465 -.09158 .04358
4 -.060333 .032165 .077 -.12791 .00724
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8 -.071667* .032165 .039 -.13924 -.00409
0.125 Kontrol (-) -.304667* .032165 .000 -.37224 -.23709
0.0625 .001333 .032165 .967 -.06624 .06891
0.25 -.016333 .032165 .618 -.08391 .05124
0.5 -.022333 .032165 .496 -.08991 .04524
1 -.022333 .032165 .496 -.08991 .04524
2 -.022667 .032165 .490 -.09024 .04491
4 -.059000 .032165 .083 -.12658 .00858
8 -.070333* .032165 .042 -.13791 -.00276
0.25 Kontrol (-) -.288333* .032165 .000 -.35591 -.22076
0.0625 .017667 .032165 .590 -.04991 .08524
0.125 .016333 .032165 .618 -.05124 .08391
0.5 -.006000 .032165 .854 -.07358 .06158
1 -.006000 .032165 .854 -.07358 .06158
2 -.006333 .032165 .846 -.07391 .06124
4 -.042667 .032165 .201 -.11024 .02491
8 -.054000 .032165 .110 -.12158 .01358
0.5 Kontrol (-) -.282333* .032165 .000 -.34991 -.21476
0.0625 .023667 .032165 .471 -.04391 .09124
0.125 .022333 .032165 .496 -.04524 .08991
0.25 .006000 .032165 .854 -.06158 .07358
1 .000000 .032165 1.000 -.06758 .06758
2 -.000333 .032165 .992 -.06791 .06724
4 -.036667 .032165 .269 -.10424 .03091
8 -.048000 .032165 .153 -.11558 .01958
1 Kontrol (-) -.282333* .032165 .000 -.34991 -.21476
0.0625 .023667 .032165 .471 -.04391 .09124
0.125 .022333 .032165 .496 -.04524 .08991
0.25 .006000 .032165 .854 -.06158 .07358
0.5 .000000 .032165 1.000 -.06758 .06758
2 -.000333 .032165 .992 -.06791 .06724
4 -.036667 .032165 .269 -.10424 .03091
8 -.048000 .032165 .153 -.11558 .01958
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Kontrol (-) -.282000* .032165 .000 -.34958 -.21442
0.0625 .024000 .032165 .465 -.04358 .09158
0.125 .022667 .032165 .490 -.04491 .09024
0.25 .006333 .032165 .846 -.06124 .07391
0.5 .000333 .032165 .992 -.06724 .06791
1 .000333 .032165 .992 -.06724 .06791
4 -.036333 .032165 .273 -.10391 .03124
8 -.047667 .032165 .156 -.11524 .01991
4 Kontrol (-) -.245667* .032165 .000 -.31324 -.17809
0.0625 .060333 .032165 .077 -.00724 .12791
0.125 .059000 .032165 .083 -.00858 .12658
0.25 .042667 .032165 .201 -.02491 .11024
0.5 .036667 .032165 .269 -.03091 .10424
1 .036667 .032165 .269 -.03091 .10424
2 .036333 .032165 .273 -.03124 .10391
8 -.011333 .032165 .729 -.07891 .05624
8 Kontrol (-) -.234333* .032165 .000 -.30191 -.16676
0.0625 .071667* .032165 .039 .00409 .13924
0.125 .070333* .032165 .042 .00276 .13791
0.25 .054000 .032165 .110 -.01358 .12158
0.5 .048000 .032165 .153 -.01958 .11558
1 .048000 .032165 .153 -.01958 .11558
2 .047667 .032165 .156 -.01991 .11524
4 .011333 .032165 .729 -.05624 .07891
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm
a. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov
Tujuan : Untuk melihat kenormalan distribusi data densitas optis aktivitas
penghambatan pertumbuhan biofilm.
Hipotesis :
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
terdistribusi normal
Ha : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm tidak
terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.1. Hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Absorbansi
N 27
Normal Parametersa Mean .16956
Std. Deviation .114913
Most Extreme Differences Absolute .248
Positive .248
Negative -.218
Kolmogorov-Smirnov Z 1.288
Asymp. Sig. (2-tailed) .072
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
terdistribusi normal (p ≥ 0.05).
b. Uji Homogenitas (Levene)
Tujuan : untuk melihat homogenitas dari data densitas optis aktivitas
penghambatan pertumbuhan biofilm
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
bervariasi homogen
Ha : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm tidak
bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.2. Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Densitas Optis
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.385 8 18 .060
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
bervariasi homogen (p ≥ 0.05).
c. Uji One-Way ANOVA
Tujuan : untuk melihat data densitas optis aktivitas penghambatan
pertumbuhan biofilm antar konsentrasi terdapat perbedaan secara
bermakna atau tidak.
Hipotesa :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm tidak
berbeda secara signifikan
Ha : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm berbeda
secara signifikan
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 12.3. Hasil uji One-Way ANOVA
ANOVA
Densitas Optis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .318 8 .040 27.769 .000
Within Groups .026 18 .001
Total .343 26
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Uji Post Hoc
Tabel. 12.4. Hasil uji post hoc
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
(I)
Konsentrasi
(J)
Konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kontrol (-) 0.0625 .260333* .030872 .000 .19547 .32519
0.125 .313000* .030872 .000 .24814 .37786
0.25 .365667* .030872 .000 .30081 .43053
0.5 .359333* .030872 .000 .29447 .42419
1 .351667* .030872 .000 .28681 .41653
2 .347333* .030872 .000 .28247 .41219
4 .342667* .030872 .000 .27781 .40753
8 .289000* .030872 .000 .22414 .35386
0.0625 kontrol (-) -.260333* .030872 .000 -.32519 -.19547
0.125 .052667 .030872 .105 -.01219 .11753
0.25 .105333* .030872 .003 .04047 .17019
0.5 .099000* .030872 .005 .03414 .16386
1 .091333* .030872 .008 .02647 .15619
2 .087000* .030872 .011 .02214 .15186
4 .082333* .030872 .016 .01747 .14719
8 .028667 .030872 .365 -.03619 .09353
0.125 kontrol (-) -.313000* .030872 .000 -.37786 -.24814
0.0625 -.052667 .030872 .105 -.11753 .01219
0.25 .052667 .030872 .105 -.01219 .11753
0.5 .046333 .030872 .151 -.01853 .11119
1 .038667 .030872 .226 -.02619 .10353
2 .034333 .030872 .281 -.03053 .09919
4 .029667 .030872 .349 -.03519 .09453
8 -.024000 .030872 .447 -.08886 .04086
0.25 kontrol (-) -.365667* .030872 .000 -.43053 -.30081
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0.0625 -.105333* .030872 .003 -.17019 -.04047
0.125 -.052667 .030872 .105 -.11753 .01219
0.5 -.006333 .030872 .840 -.07119 .05853
1 -.014000 .030872 .656 -.07886 .05086
2 -.018333 .030872 .560 -.08319 .04653
4 -.023000 .030872 .466 -.08786 .04186
8 -.076667* .030872 .023 -.14153 -.01181
0.5 kontrol (-) -.359333* .030872 .000 -.42419 -.29447
0.0625 -.099000* .030872 .005 -.16386 -.03414
0.125 -.046333 .030872 .151 -.11119 .01853
0.25 .006333 .030872 .840 -.05853 .07119
1 -.007667 .030872 .807 -.07253 .05719
2 -.012000 .030872 .702 -.07686 .05286
4 -.016667 .030872 .596 -.08153 .04819
8 -.070333* .030872 .035 -.13519 -.00547
1 kontrol (-) -.351667* .030872 .000 -.41653 -.28681
0.0625 -.091333* .030872 .008 -.15619 -.02647
0.125 -.038667 .030872 .226 -.10353 .02619
0.25 .014000 .030872 .656 -.05086 .07886
0.5 .007667 .030872 .807 -.05719 .07253
2 -.004333 .030872 .890 -.06919 .06053
4 -.009000 .030872 .774 -.07386 .05586
8 -.062667 .030872 .057 -.12753 .00219
2 kontrol (-) -.347333* .030872 .000 -.41219 -.28247
0.0625 -.087000* .030872 .011 -.15186 -.02214
0.125 -.034333 .030872 .281 -.09919 .03053
0.25 .018333 .030872 .560 -.04653 .08319
0.5 .012000 .030872 .702 -.05286 .07686
1 .004333 .030872 .890 -.06053 .06919
4 -.004667 .030872 .882 -.06953 .06019
8 -.058333 .030872 .075 -.12319 .00653
4 kontrol (-) -.342667* .030872 .000 -.40753 -.27781
0.0625 -.082333* .030872 .016 -.14719 -.01747
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0.125 -.029667 .030872 .349 -.09453 .03519
0.25 .023000 .030872 .466 -.04186 .08786
0.5 .016667 .030872 .596 -.04819 .08153
1 .009000 .030872 .774 -.05586 .07386
2 .004667 .030872 .882 -.06019 .06953
8 -.053667 .030872 .099 -.11853 .01119
8 kontrol (-) -.289000* .030872 .000 -.35386 -.22414
0.0625 -.028667 .030872 .365 -.09353 .03619
0.125 .024000 .030872 .447 -.04086 .08886
0.25 .076667* .030872 .023 .01181 .14153
0.5 .070333* .030872 .035 .00547 .13519
1 .062667 .030872 .057 -.00219 .12753
2 .058333 .030872 .075 -.00653 .12319
4 .053667 .030872 .099 -.01119 .11853
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghancuran (Degardasi) Biofilm
a. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov
Tujuan : Untuk melihat kenormalan distribusi data densitas optis aktivitas
penghancuran biofilm.
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm terdistribusi normal
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm tidak terdistribusi
normal
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.1. Hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Absorbansi
N 27
Normal Parametersa Mean .46241
Std. Deviation .185933
Most Extreme Differences Absolute .220
Positive .220
Negative -.130
Kolmogorov-Smirnov Z 1.143
Asymp. Sig. (2-tailed) .146
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm terdistribusi
normal (p ≥ 0.05).
b. Uji Homogenitas (Levene)
Tujuan : untuk melihat homogenitas dari data densitas optis aktivitas
penghancuran biofilm
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm bervariasi homogen
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm tidak bervariasi
homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.2. Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Densitas Optis
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.875 8 18 .128
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran bervariasi homogen (p
≥ 0.05).
c. Uji One-Way ANOVA
Tujuan : untuk melihat data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm
antar konsentrasi terdapat perbedaan secara bermakna atau tidak.
Hipotesa :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm tidak berbeda secara
signifikan
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran biofilm berbeda secara
signifikan
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 12.3. Hasil uji One-Way ANOVA
ANOVA
Densitas Optis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .795 8 .099 17.296 .000
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Within Groups .103 18 .006
Total .899 26
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghacuran biofilm berbeda secara
signifikan (p ≤ 0.05).
d. Uji Post Hoc
Tabel. 12.4. Hasil uji post hoc
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
(I)
Konsentrasi
(J)
Konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kontrol (-) 0.0625 .597333* .061905 .000 .46728 .72739
0.125 .575333* .061905 .000 .44528 .70539
0.25 .548333* .061905 .000 .41828 .67839
0.5 .547667* .061905 .000 .41761 .67772
1 .531667* .061905 .000 .40161 .66172
2 .446333* .061905 .000 .31628 .57639
4 .444000* .061905 .000 .31394 .57406
8 .442667* .061905 .000 .31261 .57272
0.0625 kontrol (-) -.597333* .061905 .000 -.72739 -.46728
0.125 -.022000 .061905 .726 -.15206 .10806
0.25 -.049000 .061905 .439 -.17906 .08106
0.5 -.049667 .061905 .433 -.17972 .08039
1 -.065667 .061905 .303 -.19572 .06439
2 -.151000* .061905 .025 -.28106 -.02094
4 -.153333* .061905 .023 -.28339 -.02328
8 -.154667* .061905 .022 -.28472 -.02461
0.125 kontrol (-) -.575333* .061905 .000 -.70539 -.44528
0.0625 .022000 .061905 .726 -.10806 .15206
0.25 -.027000 .061905 .668 -.15706 .10306
0.5 -.027667 .061905 .660 -.15772 .10239
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1 -.043667 .061905 .490 -.17372 .08639
2 -.129000 .061905 .052 -.25906 .00106
4 -.131333* .061905 .048 -.26139 -.00128
8 -.132667* .061905 .046 -.26272 -.00261
0.25 kontrol (-) -.548333* .061905 .000 -.67839 -.41828
0.0625 .049000 .061905 .439 -.08106 .17906
0.125 .027000 .061905 .668 -.10306 .15706
0.5 -.000667 .061905 .992 -.13072 .12939
1 -.016667 .061905 .791 -.14672 .11339
2 -.102000 .061905 .117 -.23206 .02806
4 -.104333 .061905 .109 -.23439 .02572
8 -.105667 .061905 .105 -.23572 .02439
0.5 kontrol (-) -.547667* .061905 .000 -.67772 -.41761
0.0625 .049667 .061905 .433 -.08039 .17972
0.125 .027667 .061905 .660 -.10239 .15772
0.25 .000667 .061905 .992 -.12939 .13072
1 -.016000 .061905 .799 -.14606 .11406
2 -.101333 .061905 .119 -.23139 .02872
4 -.103667 .061905 .111 -.23372 .02639
8 -.105000 .061905 .107 -.23506 .02506
1 kontrol (-) -.531667* .061905 .000 -.66172 -.40161
0.0625 .065667 .061905 .303 -.06439 .19572
0.125 .043667 .061905 .490 -.08639 .17372
0.25 .016667 .061905 .791 -.11339 .14672
0.5 .016000 .061905 .799 -.11406 .14606
2 -.085333 .061905 .185 -.21539 .04472
4 -.087667 .061905 .174 -.21772 .04239
8 -.089000 .061905 .168 -.21906 .04106
2 kontrol (-) -.446333* .061905 .000 -.57639 -.31628
0.0625 .151000* .061905 .025 .02094 .28106
0.125 .129000 .061905 .052 -.00106 .25906
0.25 .102000 .061905 .117 -.02806 .23206
0.5 .101333 .061905 .119 -.02872 .23139
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1 .085333 .061905 .185 -.04472 .21539
4 -.002333 .061905 .970 -.13239 .12772
8 -.003667 .061905 .953 -.13372 .12639
4 kontrol (-) -.444000* .061905 .000 -.57406 -.31394
0.0625 .153333* .061905 .023 .02328 .28339
0.125 .131333* .061905 .048 .00128 .26139
0.25 .104333 .061905 .109 -.02572 .23439
0.5 .103667 .061905 .111 -.02639 .23372
1 .087667 .061905 .174 -.04239 .21772
2 .002333 .061905 .970 -.12772 .13239
8 -.001333 .061905 .983 -.13139 .12872
8 kontrol (-) -.442667* .061905 .000 -.57272 -.31261
0.0625 .154667* .061905 .022 .02461 .28472
0.125 .132667* .061905 .046 .00261 .26272
0.25 .105667 .061905 .105 -.02439 .23572
0.5 .105000 .061905 .107 -.02506 .23506
1 .089000 .061905 .168 -.04106 .21906
2 .003667 .061905 .953 -.12639 .13372
4 .001333 .061905 .983 -.12872 .13139
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm
Menggunakan Response Surface Analysis (RSA)
a. Hasil optimasi aktivitas penghambatan
Tabel 1. Hasil Optimasi Aktivitas Penghambatan
No Konsentrasi Waktu Suhu % Penghambatan
1 0.0625 1 25 50,948
2 0.0625 1 50 44,808
3 0.0625 2,5 37,5 64,176
4 0.0625 4 25 55,929
5 0.0625 4 50 34,243
6 4.03125 1 37,5 77,642
7 4.03125 2,5 25 79,327
8 4.03125 2,5 37,5 67,864
9 4.03125 2,5 37,5 68,242
10 4.03125 2,5 37,5 67,171
11 4.03125 2,5 37,5 66,541
12 4.03125 2,5 37,5 68,305
13 4.03125 2,5 37,5 66,667
14 4.03125 2,5 50 29,596
15 4.03125 4 37,5 73,086
16 8 1 25 79,502
17 8 1 50 5,577
18 8 2,5 37,5 77,967
19 8 4 25 68,85
20 8 4 50 3,474
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Hasil plot optimasi
Gambar 1. Plot optimasi aktivitas penghambatan
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Uji Aktivitas Penghancuran (Degradasi) Biofilm
Menggunakan Response Surface Analysis (RSA)
a. Hasil optimasi aktivitas penghancuran (degradasi)
Tabel 1. Hasil Optimasi Aktivitas Penghancuran.
No Konsentrasi Waktu Suhu % Penghancuran
1 0.0625 30 25 41,704
2 0.0625 30 50 31,170
3 0.0625 60 37,5 28,849
4 0.0625 90 25 16,485
5 0.0625 90 50 9,789
6 4.03125 30 37,5 33,094
7 4.03125 60 25 4,346
8 4.03125 60 37,5 0,233
9 4.03125 60 37,5 0,699
10 4.03125 60 37,5 1,398
11 4.03125 60 37,5 -3,029
12 4.03125 60 37,5 7,979
13 4.03125 60 37,5 -13,454
14 4.03125 60 50 9,204
15 4.03125 90 37,5 11,624
16 8 30 25 45,245
17 8 30 50 27,719
18 8 60 37,5 20,275
19 8 90 25 10,648
20 8 90 50 -3,071
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Hasil plot optimasi
Gambar 1. Plot optimasi aktivitas penghancuran (degradasi)
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Data Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm
a. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 1 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.553 0.571 0.564 0.563 -
Ekstrak 0.0625% 0.236 0.292 0.3 0.276 50.948
Ekstrak 8% 0.115 0.114 0.117 0.115 79.502
b. Pada suhu 37.5 0C, konsentrasi 4.03125%, waktu inkubasi 1 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.394 0.386 0.365 0.382 -
Ekstrak 4.03125% 0.077 0.098 0.081 0.085 77.642
c. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 1 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.172 0.171 0.177 0.173 -
Ekstrak 0.0625% 0.088 0.099 0.1 0.096 44.808
Ekstrak 8% 0.161 0.162 0.168 0.164 5.577
d. Pada suhu 250C, konsentrasi 4.03125%, waktu inkubasi 2,5 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.725 0.663 0.639 0.676 -
Ekstrak 4.03125% 0.144 0.136 0.139 0.140 79.329
e. Pada suhu 370C, konsentrasi 4.03125%, waktu inkubasi 2,5 hari
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.522 0.519 0.546 0.529 -
Ekstrak 4.03125% 0.21 0.116 0.184 0.17 67.864
Ekstrak 4.03125% 0.247 0.101 0.156 0.168 68.242
Ekstrak 4.03125% 0.32 0.093 0.108 0.174 67.171
Ekstrak 4.03125% 0.132 0.304 0.095 0.177 66.541
Ekstrak 4.03125% 0.232 0.104 0.167 0.168 68.305
Ekstrak 4.03125% 0.152 0.19 0.187 0.176 66.667
f. Pada suhu 370C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 2,5 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.608 0.616 0.596 0.607 -
Ekstrak 0.0625% 0.209 0.208 0.235 0.217 64.176
Ekstrak 8% 0.136 0.133 0.132 0.134 77.967
g. Pada suhu 500C, konsentrasi 4.03125%, waktu inkubasi 2,5 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.15 0.157 0.139 0.149 -
Ekstrak 4.03125% 0.103 0.105 0.106 0.105 29.596
h. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 4 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontrol (-) 0.404 0.367 0.359 0.377 -
Ekstrak 0.0625% 0.112 0.191 0.195 0.166 55.929
Ekstrak 8% 0.116 0.118 0.118 0.117 68.850
i. Pada suhu 370C, konsentrasi 4.03125%, waktu inkubasi 4 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.476 0.582 0.588 0.549 -
Ekstrak 4.03125% 0.12 0.124 0.199 0.148 73.086
j. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu inkubasi 4 hari
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.138 0.134 0.131 0.134 -
Ekstrak 0.0625% 0.086 0.089 0.09 0.088 34.243
Ekstrak 8% 0.126 0.129 0.134 0.130 3.474
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Data Hasil Uji Aktivitas Penghancuran (Degradasi) Biofilm
a. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 30 menit
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.87 0.852 0.875 0.866 -
Ekstrak 0.0625% 0.533 0.448 0.533 0.505 41.702
Ekstrak 8% 0.517 0.488 0.417 0.474 45.245
b. Pada suhu 37.5 0C, konsentrasi 4.03125%, waktu kontak 30 menit
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.951 0.997 0.98 0.976 -
Ekstrak 4.03125% 0.578 0.72 0.661 0.653 33.094
c. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 30 menit
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.921 0.888 0.857 0.889 -
Ekstrak 0.0625% 0.647 0.487 0.701 0.612 31.170
Ekstrak 8% 0.704 0.693 0.53 0.642 27.719
d. Pada suhu 250C, konsentrasi 4.03125%, waktu kontak 60 menit
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.73 0.769 0.572 0.690 -
Ekstrak 4.03125% 0.662 0.649 0.67 0.660 4.346
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Pada suhu 370C, konsentrasi 4.03125%, waktu kontak 60 menit
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.557 0.594 0.566 0.572 -
Ekstrak 4.03125% 0.602 0.48 0.631 0.571 0.233
Ekstrak 4.03125% 0.558 0.555 0.592 0.568 0.699
Ekstrak 4.03125% 0.585 0.554 0.554 0.564 1.398
Ekstrak 4.03125% 0.584 0.554 0.631 0.590 -3.029
Ekstrak 4.03125% 0.231 0.682 0.667 0.525 7.979
Ekstrak 4.03125% 0.667 0.643 0.638 0.650 -13.454
f. Pada suhu 370C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 60 menit
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.697 0.747 0.667 0.704 -
Ekstrak 0.0625% 0.595 0.484 0.423 0.501 28.849
Ekstrak 8% 0.61 0.552 0.521 0.561 20.275
g. Pada suhu 500C, konsentrasi 4.03125%, waktu kontak 60
Perlakuan Densitas Optis
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.737 0.804 0.871 0.804 -
Ekstrak 4.03125% 0.734 0.684 0.772 0.73 9.204
h. Pada suhu 250C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 90 menit
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perlakuan Absorbansi
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.5 0.522 0.537 0.520 -
Ekstrak 0.0625% 0.439 0.442 0.421 0.434 16.485
Ekstrak 8% 0.521 0.516 0.356 0.464 10.648
i. Pada suhu 370C, konsentrasi 4.03125%, waktu kontak 90 menit
Perlakuan Absorbansi
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.896 0.841 0.852 - 0.896
Ekstrak 4.03125% 0.666 0.799 0.753 11.624 0.666
j. Pada suhu 500C, konsentrasi 0.0625% dan 8%, waktu kontak 90 menit
Perlakuan Absorbansi
% Penghambatan 1 2 3 Rerata
Kontrol (-) 0.812 0.632 0.64 0.695 -
Ekstrak 0.0625% 0.513 0.684 0.683 0.627 9.789
Ekstrak 8% 0.722 0.702 0.724 0.716 -3.071
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Penghambatan Biofilm (Setelah pemberian
Kristal Violet) Kondisi optimal
Kondisi optimal : Pada suhu 250C, konsentrasi 8%, waktu inkubasi 1 hari
Tabel 1. Data uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi optimal
Perlakuan Densitas Optik
% Penghancuran
1 2 3 Rata-Rata
Kontrol (-) 0.464 0.524 0.509 0.499
Ekstrak 8% 0.183 0.263 0.264 0.236 52.572
Kontrol (+) 0.251 0.269 0.324 0.281 43.621
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Hasil Uji Aktivitas Penghancuran Biofilm (Setelah Pemberian
Kristal Violet) Kondisi optimal
Kondisi optimal : Pada suhu 250C, konsentrasi 8%, waktu kontak 30 menit
Tabel 1. Data uji aktivitas penghancuran (degradasi) biofilm kondisi optimal
Perlakuan Densitas Optik
% Penghancuran
1 2 3 Rata-Rata
Kontrol (-) 0.515 0.571 0.564 0.550
Ekstrak 8% 0.125 0.114 0.117 0.119 78.424
Kontrol (+) 0.167 0.237 0.149 0.184 66.485
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm
Kondisi Optimal
a. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov
Tujuan : Untuk melihat kenormalan distribusi data densitas optis aktivitas
penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi optimal.
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi
optimal terdistribusi normal
Ha : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi
optimal tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.1. Hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Absorbansi
N 9
Normal Parametersa Mean .28433
Std. Deviation .203200
Most Extreme
Differences
Absolute .274
Positive .274
Negative -.205
Kolmogorov-Smirnov Z .821
Asymp. Sig. (2-tailed) .510
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
kondisi optimal terdistribusi normal (p ≥ 0.05)
b. Uji Homogenitas (Levene)
Tujuan : untuk melihat homogenitas dari data densitas optis aktivitas
penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi optimal
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi
optimal bervariasi homogen
Ha : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm kondisi
optimal tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.2. Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Densitas Optis
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
5.062 2 6 .052
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
bervariasi homogen (p ≥ 0.05).
c. Uji One-Way ANOVA
Tujuan : untuk melihat data densitas optis aktivitas penghambatan
pertumbuhan biofilm kondisi optimal antar kelompok perlakuan
terdapat perbedaan secara bermakna atau tidak.
Hipotesa :
Ho : data densitas optis aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm tidak
berbeda secara signifikan
Ha : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm berbeda
secara signifikan
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 12.3. Hasil uji One-Way ANOVA
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ANOVA
Densitas Optis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .324 2 .162 155.571 .000
Within Groups .006 6 .001
Total .330 8
Keputusan : data densitas optis aktivitas pencegahan pembentukan biofilm
berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
d. Uji Post Hoc
Tabel. 12.4. Hasil uji post hoc
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
(I)
Konsentrasi
(J)
Konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol (-) Ekstrak 8% .431333* .026351 .000 .36685 .49581
Kontrol (+) .365667* .026351 .000 .30119 .43015
Ekstrak 8% Kontrol (-) -.431333* .026351 .000 -.49581 -.36685
Kontrol (+) -.065667* .026351 .047 -.13015 -.00119
Kontrol (+) Kontrol (-) -.365667* .026351 .000 -.43015 -.30119
Ekstrak 8% .065667* .026351 .047 .00119 .13015
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 19. Hasil Uji Statistik Aktivitas Penghancuran (Degardasi) Kondisi
Optimal
a. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov
Tujuan : Untuk melihat kenormalan distribusi data densitas optis aktivitas
penghancuran (degradasi) kondisi optimal biofilm.
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm terdistribusi normal
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.1. Hasil uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Absorbansi
N 9
Normal Parametersa Mean .33900
Std. Deviation .126173
Most Extreme
Differences
Absolute .266
Positive .266
Negative -.172
Kolmogorov-Smirnov Z .798
Asymp. Sig. (2-tailed) .547
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi
optimal biofilm terdistribusi normal (p ≥ 0.05)
b. Uji Homogenitas (Levene)
Tujuan : untuk melihat homogenitas dari data densitas optis aktivitas
penghancuran (degradasi) kondisi optimal biofilm
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hipotesis :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm bervariasi homogen
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
Tabel 11.2. Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Densitas Optis
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.558 2 6 .600
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi
optimal biofilm bervariasi homogen (p ≥ 0.05).
c. Uji One-Way ANOVA
Tujuan : untuk melihat data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi)
kondisi optimal biofilm antar konsentrasi terdapat perbedaan secara
bermakna atau tidak.
Hipotesa :
Ho : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm tidak berbeda secara signifikan
Ha : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi optimal
biofilm berbeda secara signifikan
Pengambilan Keputusan :
Bila signifikansi ≤ 0.05 Ho ditolak
Bila signifikansi ≥ 0.05 Ho diterima
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 12.3. Hasil uji One-Way ANOVA
ANOVA
Densitas Optis
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .118 2 .059 38.695 .000
Within Groups .009 6 .002
Total .127 8
Keputusan : data densitas optis aktivitas penghancuran (degradasi) kondisi
optimal biofilm berbeda secara signifikan (p ≤ 0.05).
d. Uji Post Hoc
Tabel. 12.4. Hasil uji post hoc
Multiple Comparisons
Densitas Optis
LSD
(I)
Konsentrasi
(J)
Konsentrasi
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol (-) Ekstrak 8% .262333* .031908 .000 .18426 .34041
Kontrol (+) .217667* .031908 .000 .13959 .29574
Ekstrak 8% Kontrol (-) -.262333* .031908 .000 -.34041 -.18426
Kontrol (+) -.044667 .031908 .211 -.12274 .03341
Kontrol (+) Kontrol (-) -.217667* .031908 .000 -.29574 -.13959
Ekstrak 8% .044667 .031908 .211 -.03341 .12274