efek meissner sebagai karakterisasi kualitatif

16
EFEK MEISSNER SEBAGAI KARAKTERISASI KUALITATIF BAHAN SUPERKONDUKTOR Superkonduktor adalah suatu bahan yang memiliki resistivitas nol pada suhu di bawah suatu suhu tertentu yang disebut dengan suhu kritis. Suhu kritis adalah suhu dimana terjadi perubahan fase bahan dari keadaan normal menjadi keadaan yang bersifat superkonduktif jika suhu diturunkan. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu kritis ini terjadi magnetisasi di dalam bahan, yang mana kuat medan magnet yang terjadi sama besar dan berlawanan arah dengan medan magnet luar dimana bahan tersebut berada. Pada keadaan ini secara visual tampak bahan tersebut melayang diatas bahan magnet yang menunjukkan bahwa bahan tersebut bersifat superkonduktor. Peristiwa ini disebut dengan efek Meissner. Besar medan magnet di dalam bahan superkonduktor adalah nol Gejala superkonduktivitas pertama kali ditemukan oleh Heike Kamerlingh Onees di Belanda pada tahun 1911. Dalam penelitiannya di Laboratorium Leiden mengamati resistivitas listrik pada merkuri, secara tiba-tiba resitivitas merkuri manjadi nol disekitar suhu 4 K. Pada tahun-tahun berikutnya suhu kritis superkonduktor sekitar 9 K yang terdapat pada logam murni Nb. Pada tahun 1933, Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan fluks magnet ditolak dari dalam bahan superkonduktor. Fenomena ini dikenal dengan istilah efek Meissner. Kemudian tahun 1957, Alexei Abrikosovered memperkenalkan sifat fluks magnet pada bahan superkonduktor untuk menggolongkan superkonduktor tipe-I dan tipe-II. Pada

Upload: rina-martina

Post on 20-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

EFEK MEISSNER SEBAGAI KARAKTERISASI KUALITATIF BAHAN

SUPERKONDUKTOR

      Superkonduktor adalah suatu bahan yang memiliki resistivitas nol pada suhu di bawah

suatu suhu tertentu yang disebut dengan suhu kritis. Suhu kritis adalah suhu dimana terjadi

perubahan fase bahan dari keadaan normal menjadi keadaan yang bersifat superkonduktif jika

suhu diturunkan. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu kritis ini terjadi magnetisasi di dalam

bahan, yang mana kuat medan magnet yang terjadi sama besar dan berlawanan arah dengan

medan magnet luar dimana bahan tersebut berada. Pada keadaan ini secara visual tampak

bahan tersebut melayang diatas bahan magnet yang menunjukkan bahwa bahan tersebut

bersifat superkonduktor. Peristiwa ini disebut dengan efek Meissner. Besar medan magnet di

dalam bahan superkonduktor adalah nol  

      Gejala superkonduktivitas pertama kali ditemukan oleh Heike Kamerlingh Onees di

Belanda pada tahun 1911. Dalam penelitiannya di Laboratorium Leiden mengamati

resistivitas listrik pada merkuri, secara tiba-tiba resitivitas merkuri manjadi  nol disekitar

suhu 4 K. Pada tahun-tahun berikutnya  suhu kritis superkonduktor sekitar 9 K yang terdapat

pada logam murni Nb. Pada tahun 1933, Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld

menemukan fluks magnet ditolak dari dalam bahan superkonduktor. Fenomena ini dikenal

dengan istilah efek Meissner. Kemudian tahun 1957, Alexei Abrikosovered memperkenalkan

sifat fluks magnet pada bahan superkonduktor untuk menggolongkan superkonduktor tipe-I

dan tipe-II. Pada tahun 1986, Alex Müller and Georg Bednorz berhasil membuat suatu

keramik bersifat superkonduktif dengan suhu krtitis tertinggi 30 K. Kemudian pada bulan

Februari 1987, ditemukan suatu keramik yang bersifat superkonduktif pada suhu 92 K. Suhu

kritis tertinggi suatu bahan menjadi superkonduktor saat ini adalah 138 K.

      Bila superkonduktor memiliki suhu kritis mendekati suhu kamar, maka superkonduktor

dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain; penggunaan supekonduktor pada

kabel listrik dan penggunaan superkonduktor pada kereta listrik, dimana superkonduktor

dipasang pada bantalan rel kereta Kereta akan melayang di atas rel, sehingga dapat

menghilangkan gesekan rel dengan kereta. Kereta ini  yang dikenal dengan sebutan

kereta Magnetic Levitation (MAGLEV).

      Karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif

adalah uji efek Meissner untuk mengetahui secara kualitatif bahwa bahan bersifat

Page 2: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

superkonduktif, karakterisasi difraksi sinar-X untuk mengetahui struktur kristal dari bahan

tersebut, dan pengujian suhu kritis (Tc) untuk mengetahui suhu kritis bahan superkonduktor.

Dari beberapa karakterisasi yang harus dilakukan, efek Meissner merupakan karakterisasi

secara kualitatif untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif. Karakterisasi dengan

efek Meissner merupakan metode karakterisasi bahan superkonduktor yang akurat dan cepat.

     

RUMUSAN MASALAH

      Berdasarkan paparan pada latar belakang tersebut di atas, tampak bahwa untuk memenuhi

kebutuhan dan mewujudkan impian-impian aplikasi teknologi bahan superkonduktor

penelitian yang dilakukan menjadi berkembang pesat yang sudah tentu harus diikuti dengan

metode karakterisasi yang semakin akurat dan cepat. Bagaimana mekanisme efek Meissner,

sehingga dapat digunakan untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif secara cepat

dan akurat?

 

BATASAN MASALAH

      Batasan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu, menjelaskan metode efek Meissner

dapat digunakan untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif secara capat dan

akurat.

 

TUJUAN PENULISAN

      Tujuan penulisan makalah ini adalah menjelaskan mekanisme efek Meissner sebagai

karakterisasi kualitatif bahan superkonduktor.

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

DEFINISI SUPERKONDUKTOR

Page 3: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

      Suatu bahan bersifat superkonduktif, jika resistivitasnya nol. Superkonduktor memiliki

resistivitas bernilai nol pada suhu dibawah suatu suhu tertentu yang disebut dengan suhu

kritis. Dengan demikian, superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik walaupun tanpa

ada beda tegangan. Superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya

pengurangan energi. Dengan kata lain arus listrik dapat mengalir selamanya tanpa adanya

pengurangan energi dalam penghantar yang bersifat superkonduktif. Superkonduktor dapat

bersifat sebagai konduktor, semikonduktor atau insulator jika berada pada suhu yang lebih

tinggi dari suhu kritisnya. Suhu kritis merupakan suhu dimana terjadi peralihan keadaan

bahan dari keadaan normal menjadi keadaan superkonduktif jika suhu diturunkan.

 

     

      Suatu bahan akan termagnetiasi jika berada di dalam lingkungan medan magnet.

Magnetisasi di dalam bahan superkonduktor akan menimbulkan medan magnet yang

besarnya sama dan berlawanan arah dengan medan magnet luar sehingga kuat medan magnet

total di dalam bahan superkonduktor adalah nol jika kuat medan magnet luar tersebut lebih

kecil dari kuat medan magnet tertentu yang disebut dengan kuat medan magnet kritis. Kuat

medan magnet kritis adalah kuat medan magnet dimana terjadi perubahan sifat bahan dari

keadan superkonduktif menjadi keadaan normal jika kuat medan magnet berubah dari kecil

ke besar.

 

SEJARAH SINGKAT SUPERKONDUKTOR

      Bahan superkonduktor pertama kali ditemukan pada tahun 1911 oleh seorang fisikawan

Belanda dari Universitas Leiden, yaitu Heike Kamerlingh Onnes. Pada tanggal 10 Juli 1908,

Onnes mencairkan helium dengan cara mendinginkan hingga suhu 4 K atau 269oC.

Kemudian Onnes pada tahun 1911 mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu

yang sangat dingin. Pada saat itu diketahui bahwa resistivitas dari suatu logam akan menurun

ketika didinginkan dibawah suhu ruang, tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa

batas bawah resistivitas yang dicapai ketika suhu logam mendekati nol mutlak. Beberapa

ilmuwan lainnya, William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam

konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Sedangkan ilmuwan yang lain

Page 4: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

termasuk Onnes memperkirakan bahwa resistivitas akan menghilang pada suhu mencapai nol

mutlak. Untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi, kemudian Onnes mengalirkan arus pada

kawat merkuri yang sangat murni dan sambil menurunkan suhunya. Onnes mengukur

resistivitas disekitar suhu 4,2 K, dia melihat resistivitasnya tiba-tiba menjadi hilang tetapi

arusnya mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus.

      Pada keadaan resistivitas nol, arus listrik dapat mengalir tanpa kehilangan energi

sedikitpun. Onnes dengan percobaannya yaitu mengalirkan arus pada suatu kumparan

superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan kemudian sumber arusnya dicabut. Satu

tahun kemudian, Onnes mengukur arusnya ternyata arus masih tetap mengalir. Kemudian

Onnes menyebut fenomena ini superkondutivitas.

      Dengan berlalunya waktu, penelitian superkonduktor banyak dilakukan pada unsur-unsur

logam. Pada tahun 1930, superkonduktor memiliki suhu kritis tertinggi pada semua logam

murni terdapat badan logam Niobium (Nb) yaitu, Tc = 9,2 K.

      Pada tahun 1933 Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa bahan

superkonduktor akan menolak medan magnet. Telah diketahui, jika suatu konduktor

digerakkan dalam medan magnet maka arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut.

Akan tetapi, arus dalam bahan superkonduktor yang dihasilkan tepat berlawanan dengan

medan tersebut sehingga material superkonduktor tidak dapat ditembus oleh medan tersebut.

Dengan demikian magnet tersebut akan ditolak. Fenomena ini disebut efek Meissner.

      Pada tahun 1957, tiga orang fisikawan yaitu Barden, Cooper dan Schrieffer mengajukan

teori tentang superkonduktor yaitu bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu

dalam keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang

sama, pasangan-pasangan ini disebut

pasangan Cooper. Teori ini dikenal dengan nama teori BCS.

      Teori signifikan lainnya adalah ketika Brian D Josephson pada tahun 1962 memprediksi

bahwa arus listrik akan mengalir di antara dua bahan superkonduktor, meskipun keduanya

dipisahkan oleh bahan non superkonduktor atau isolator.

      Pada tahun 1986 Fisikawan dari Switzerland yaitu Alex Müller and Georg Bednorz,

melakukan penelitian di Laboratorium Riset IBM di Rüschlikon. Mereka berhasil membuat

suatu keramik yang terdiri dari unsur Lanthanum, Barium, Tembaga, dan Oksigen yang

Page 5: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

bersifat superkonduktor pada suhu tertinggi 30 K. Penemuan ini menjadi populer karena

selama ini keramik dikenal sebagai isolator dan pada suhu ruang tidak dapat menghantarkan

listrik sama sekali.

      Pada bulan Februari 1987, kelompok penelitian Alabama dan Houstun yang dikoordinasi

oleh K. Wu dan Paul Chu menemukan suatu keramik (Y1Ba2Cu3O7) yang bersifat

superkonduktor pada suhu 92 K. Dengan demikian dapat digunakan nitrogen cair sebagai

pendinginnya. Setahun berikutnya 1988, dilakukan penelitian pada Bi-dan Ti-cuprate oxides,

bahan bersifat superkonduktif pada suhu kritis 110 dan 125. Karena suhunya cukup tinggi

dibandingkan dengan material superkonduktor yang lain, maka material-material tersebut

diberi nama superkonduktor suhu tinggi. Suhu kritis tertinggi suatu bahan menjadi

superkonduktor saat ini adalah 138 K, yaitu untuk suatu bahan yang memiliki rumus Hg0.8Tl0.

2Ba2Ca2Cu3O8.33.

           

EFEK MEISSNER DAN PERUBAHAN BAHAN SUPERKONDUKTOR MENJADI

NORMAL

      Selain sifat superkonduktif suatu bahan superkonduktor dipengaruhi oleh suhu, sifat

superkonduktif suatu bahan superkonduktor juga dipengaruhi oleh medan magnet luar yang

diberikan pada bahan superkonduktor. Bahan superkonduktor yang berada dalam lingkungan

medan magnet yang kuat medan magnetnya lebih kecil dari medan magnet kritis bahan

tersebut akan mengalami efek Meissner, namun jika kuat medan magnet luarnya lebih besar

dari medan magnet kritisnya maka bahan superkonduktor tersebut akan berubah menjadi

keadaan normal

EFEK MEISSNER

Pada tahun 1933, Meissner dan Ochsenfeld mengamati sifat kemagnetan superkonduktor.

Bahan superkonduktor menolak medan magnet, sehingga apabila sebuah bahan

superkonduktor diletakkan di dalam medan magnet luar yang lebih kecil dari kuat medan

magnet kritisnya, maka bahan superkonduktor tersebut akan ditolak (bukan bahan

superkonduktornya yang ditolak) oleh medan magnet (mengalami efek Meissner). Efek

Meissner menunjukan bahwa induksi magnet di dalam superkonduktor Yang ditunjukan

dalam persamaan berikut,

                                          (2.1)

Page 6: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

 

dengan :

B : Medan magnet di dalam bahan

H: Medan magnet luar

M: Magnetisasi

      Jika bahan non-superkonduktor diletakkan di dalam suatu medan magnet, maka fluks

magnet akan menerobos masuk ke dalam bahan. Sebaliknya, jika bahan superkonduktor yang

berada di bawah suhu kritisnya diberikan medan magnet dengan kuat medan magnet lebih

kecil dari kuat medan magnet kritisnya, maka superkonduktor akan menolak fluks magnet

yang mengenainya.

 

KLASIFIKASI SUPERKONDUKTOR BERDASARKAN MEDAN MAGNET

      Sifat superkonduktif suatu bahan superkonduktor akan hilang dan bahan kembali pada

keadaan normal jika diberikan medan magnet yang lebih besar dari medan kritisnya

Superkonduktor dapat menolak medan magnet secara sempurna atau sebagian pada medan

megnet yang lebih kecil dari medan magnet kritisnya. Penolakan medan magnet digunakan

untuk mengklasifikasikan supekonduktor.

 

Superkonduktor Tipe-I

Bahan superkonduktor yang menolak fluks magnet secara sempurna disebut superkonduktor

tipe-I. Dengan pengecualian V dan Nb, semua elemen superkonduktor dan yang paling

banyak campuran logam melemahkan batas superkonduktor tipe-I. Sebagai sekematik yang

ditunjukan gambar berikut,

 

Superkonduktivitas suatu bahan superkonduktor dipengaruhi oleh dua parameter yaitu medan

magnet luar dan temperatur. Variasi medan magnet kritis  terhadap suhu untuk

superkonduktor tipe-I ditunjukkan oleh persamaan (2.2).

Page 7: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

                                                (2.2)

dimana :

H0 : Medan Magnet pada saat suhu nol mutlak

Hc : Medan Kritis

Tc : suhu Kritis

T : Suhu pada keadaan dimana T < Tc

 

Superkonduktor Tipe-II

      Superkonduktor tipe-II mempunyai dua medan magnet kritis, medan magnet kritis yang

terbawah (Hc1), dan medan kritis teratas (Hc2). Superkonduktor tipe-II memiliki prilaku yang

sama dengan superkonduktor tipe-I jika diberikan medan megnet yang lebih kecil dari H c1,

maka bahan akan menolak fluks magnet secara sempurna. Bila medan magnet diperbesar

melebihi Hc1 maka bahan tersebut akan ditembus oleh fluks magnet.      Diantara medan

magnet Hc1 dan Hc2, superkonduktor tipe-II mengalami efek Meissner parsial.  Fluks magnet

parsial yang menembus supekonduktor tipe-II dapat melawan  medan magnetik yang kuat

tanpa menjadi keadaan normal kembali. Bahan tetap bersifat superkonduktif dalam keadaan

campuran hingga kuat medan magnet menjadi lebih tinggi dari Hc2. Pada medan yang lebih

tinggi dari pada Hc2, bahan kembali menjadi keadaan normal.

      Hilangnya superkonduktivitas pada superkonduktor tipe-II, karena pengaruh keadaan

medan magnet, ditunjukkan pada gambar 2.5.

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

 KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR DENGAN EFEK MEISSNER

Uji efek Meissner dilakukan untuk mengetahui sifat superkonduktivitas pada bahan

superkonduktor. Bahan superkonduktor yang akan dikarakterisasi dengan efek Meissner,

terlebih dahulu diletakkan dalam sample holder yang telah di isi dengan nitrogen cair (N2).

Setelah gelembung-gelembung udara yang muncul dari bahan superkonduktor sudah hilang,

Page 8: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

bahan superkonduktor terangkat dan melayang di atas magnet, atau bahan superkonduktor

diletakan didalam sampe holder yang di isi dengan N2diatasnya ditaruh kepingan magnet.,

seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.

      Ketika superkonduktor ditempatkan di dalam medan magnet luar yang lemah, medan

magnet akan menembus superkonduktor pada jarak yang sangat kecil dan dinamakan London

Penetration Depth. Ketika superkonduktor diberikan medan magnet luar, elektron-elektron

pada superkonduktor akan bergerak sambil ngeinduksikan medan magnet yang besarnya

sama dengan medan magnet luar, tetapi, arah yang berlawanan. Sehingga medan magnet di

dalam bahan bernilai nol.  Efek Meissner ini sangat kuat, sehingga sebuah magnet dapat

melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Medan magnet luar yang diberikan tidak boleh

terlalu besar (terlalu besar itu berapa? Atau apa maksud kalimat ini?). Apabila medan magnet

luar terlalu besar?, maka efek Meissner ini akan hilang dan bahan  akan kehilangan sifat

superkonduktivitas.

      Penolakan dari suatu medan magnetik untuk menembus ke dalam superkonduktor dapat

diinterpretasikan sebagai pembangkit arus pusar pada permukaan superkonduktor dengan

restivitas nol. Kemungkinan hasil B = 0 di dalam superkonduktor dapat diturunkan dari

hukum Ohm, . Jika dilihat dari restivitas bernilai nol ( ) sementara  tidak sama dengan nol,

maka nilai  adalah sama dengan nol. Dengan menggunakan persamaan Maxwell  yang

sebanding dengn curl E, apabila resistivitas sama dengan nol berarti .

      Distribusi medan di sekitar superkonduktor hanya bisa diterangkan bila dimisalkan ada

fluks-fluks magnet yang keluar dari superkonduktor. Dengan kata lain sebuah

superkonduktor berkelakuan seperti sebuah diamagnet sempurna. Suatu bahan

superkonduktor apabila ditempatkan pada daerah medan magnet, maka pada suhu T > Tc ,

fluks medan magnet akan menembus bahan. Kemudian apabila bahan superkonduktor

didinginkan sampai T < Tc, maka garis-garis induksi magnet akan ditolak, sehingga magnet

akan melayang di atas bahan atau bahan akan melayang diatas magnet.

 

 INTERAKASI SUPERKONDUKTOR DENGAN MEDAN MAGNET

      Ketika superkonduktor ditempatkan dalam medan magnet, kuat magnetik dari bahan

tersebut akan terpengaruh. Bahan superkonduktor akan mengalami magnetasasi ketika

diberikan medan magnet.

Page 9: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

      Magnetisasi terjadi karena pada saat medan luar diberikan pada superkonduktor akan

menimbulkan arus pada permukaan sampel superkonduktor, arus ini yang kemudian

menginduksikan medan magnet (B) di dalam sampel yang arahnya berlawanan dengan arah

medan eksternal. Medan magnet luar akan ditolak dari dalam bahan. Sehingga secara fisis

yang nampak adalah fenomena melayangnya magnet diatas sampel superkonduktor dan akan

jatuh ketika terjadi kenaikan suhu hingga melewati suhu kritisnya T>Tc, dan pada kondisi ini

bahan superkonduktor kembali keadaan normal.

      Penolakan medan magnet luar pada bahan superkonduktor secara sempurna atau sebagian

akan membedakan jenis bahan superkonduktor. Sehingga, berdasarkan penolakan medan

magnet luar, bahan superkonduktor di golongkan menjadi superkonduktor tipe-I dan tipe-II.

 

 SUPERKONDUKTOR TIPE-I

      Sifat induksi medan magnet dalam bahan superkonduktor dipengaruhi oleh kuat medan

luar. Ketika diberikan medan magnet luar yang lebih kecil dari Hc, terjadi hubungan linear

antara medan magnet dengan magnetisasi dalam superkonduktor. Apabila pada bahan tipe-I

diberikan medan magnet yang diperbesar sampai mencapai nilai medan kritis Hc maka sifat

superkonduktifnya akan hilang. Pada gambar 3.2 menunjukkan hubungan garis lurus antara

megnetisasi superkonduktor dengan magnet luar tertentu. Ketika medan magnet luar terus di

perbesar, magnetisasi tidak lagi terjadi pada medan magnet luar tertentu yang disebut dengan

megan magnet kritis.

 

 SUPERKONDUKTOR TIPE-II

      Superkonduktor tipe-II mempunyai dua medan kritis, medan kritis yang terbawah (Hc1),

dan medan kritis teratas (Hc2). Superkonduktor tipe-II memiliki prilaku yang sama dengan

superkonduktor tipe-I jika diberikan medan megnet yang lebih kecil dari Hc1 superkonduktor

mengalami magnetisasi yang berbanding lurus dengan medan magnet luarnya,  maka bahan

akan menolak fluks magnet secara sempurna. Diantara medan magnet Hc1 dan Hc2,

superkonduktor tidak lagi mengalami magnetisasi yang berbading lurus dengan medan

luarnya. Ketika medan magnet melebih Hc1 terjadi penembusan fluks magnet pada

superkonduktor yang disebut vortex. Hilangnya superkonduktivitas pada superkonduktor

tipe-II, karena pengaruh keadaan medan magnet, ditunjukkan pada gambar 3.4.

 

Page 10: Efek Meissner Sebagai Karakterisasi Kualitatif

Pada gambar 3.4 ditunjukkan bahwa superkonduktor tipe-II memiliki hubungan garis lurus

antara magnetisasi dengan medan magnet luar tertentu,  pada kuat medan magnet tertentu

magnetisasi yang terjadi tidak sebanding dengan medan luarnya, dimana pada  perubahan

kondisi ini disebut medan kritis satu (Hc1). Ketika medan magnet terus ditingkatkan yang

lebih besar dari (Hc1) magnetisasi yang terjadi semakin berkurang, pada medan magnet

tertentu megnetisasi akan hilang, sehingga keadaan superkonduktif akan hilang manjadi

keadaa normal, pada perubahan kadaan tersebut disebut dengan medan kritis dua (Hc2).

 

BAB IV

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa efek Meissner adalah

peristibwa penolakan medan magnet luar oleh medan magnet yang muncul di dalam bahan

superkonduktor pada suhu di bawah suhu tertentu yang disebut suhu kritis dan pada kondisi

kuat medan magnet yang lebih kecil dari kuat medan magnet tertentu yang disebut medan

magnet kritis. Di dalam eksperimen kondisi ini dilakukan dengan menaruh bahan

superkonduktor di atas sebuah bahan magnet di dalam nitrogen cair sehingga tampak bahan

superkonduktor terangkat dan melayang di atas bahan magnet. Peristiwa ini dapat juga

dilakukan dengan meletakkan bahan magnet kecil di atas bahan superkonduktor di dalam

nitrogen cair.

Jadi dengan uji efek Meissner dapat diketahui secara kwalitatif, cepat,  dan akurat bahwa

suatu bahan bersifat superkonduktif.   

SARAN

Uji efek Meissner merupakan karakterisasi awal pada bahan superkonduktor secara kualitatif.

Untuk memproleh informasi secara kuantitatif pada bahan superkonduktor perlu dilakukan

karakterisasi lebih lanjut, seperti karakterisasi resistivitas, karakterisasi SEM (scanning

electron microscopy) dan karakterisasi difraksi sinar-X (XRD).