efek meissner sebagai karakterisasi kualitatif
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
EFEK MEISSNER SEBAGAI KARAKTERISASI KUALITATIF BAHAN
SUPERKONDUKTOR
Superkonduktor adalah suatu bahan yang memiliki resistivitas nol pada suhu di bawah
suatu suhu tertentu yang disebut dengan suhu kritis. Suhu kritis adalah suhu dimana terjadi
perubahan fase bahan dari keadaan normal menjadi keadaan yang bersifat superkonduktif jika
suhu diturunkan. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu kritis ini terjadi magnetisasi di dalam
bahan, yang mana kuat medan magnet yang terjadi sama besar dan berlawanan arah dengan
medan magnet luar dimana bahan tersebut berada. Pada keadaan ini secara visual tampak
bahan tersebut melayang diatas bahan magnet yang menunjukkan bahwa bahan tersebut
bersifat superkonduktor. Peristiwa ini disebut dengan efek Meissner. Besar medan magnet di
dalam bahan superkonduktor adalah nol
Gejala superkonduktivitas pertama kali ditemukan oleh Heike Kamerlingh Onees di
Belanda pada tahun 1911. Dalam penelitiannya di Laboratorium Leiden mengamati
resistivitas listrik pada merkuri, secara tiba-tiba resitivitas merkuri manjadi nol disekitar
suhu 4 K. Pada tahun-tahun berikutnya suhu kritis superkonduktor sekitar 9 K yang terdapat
pada logam murni Nb. Pada tahun 1933, Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld
menemukan fluks magnet ditolak dari dalam bahan superkonduktor. Fenomena ini dikenal
dengan istilah efek Meissner. Kemudian tahun 1957, Alexei Abrikosovered memperkenalkan
sifat fluks magnet pada bahan superkonduktor untuk menggolongkan superkonduktor tipe-I
dan tipe-II. Pada tahun 1986, Alex Müller and Georg Bednorz berhasil membuat suatu
keramik bersifat superkonduktif dengan suhu krtitis tertinggi 30 K. Kemudian pada bulan
Februari 1987, ditemukan suatu keramik yang bersifat superkonduktif pada suhu 92 K. Suhu
kritis tertinggi suatu bahan menjadi superkonduktor saat ini adalah 138 K.
Bila superkonduktor memiliki suhu kritis mendekati suhu kamar, maka superkonduktor
dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain; penggunaan supekonduktor pada
kabel listrik dan penggunaan superkonduktor pada kereta listrik, dimana superkonduktor
dipasang pada bantalan rel kereta Kereta akan melayang di atas rel, sehingga dapat
menghilangkan gesekan rel dengan kereta. Kereta ini yang dikenal dengan sebutan
kereta Magnetic Levitation (MAGLEV).
Karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif
adalah uji efek Meissner untuk mengetahui secara kualitatif bahwa bahan bersifat
superkonduktif, karakterisasi difraksi sinar-X untuk mengetahui struktur kristal dari bahan
tersebut, dan pengujian suhu kritis (Tc) untuk mengetahui suhu kritis bahan superkonduktor.
Dari beberapa karakterisasi yang harus dilakukan, efek Meissner merupakan karakterisasi
secara kualitatif untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif. Karakterisasi dengan
efek Meissner merupakan metode karakterisasi bahan superkonduktor yang akurat dan cepat.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan paparan pada latar belakang tersebut di atas, tampak bahwa untuk memenuhi
kebutuhan dan mewujudkan impian-impian aplikasi teknologi bahan superkonduktor
penelitian yang dilakukan menjadi berkembang pesat yang sudah tentu harus diikuti dengan
metode karakterisasi yang semakin akurat dan cepat. Bagaimana mekanisme efek Meissner,
sehingga dapat digunakan untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif secara cepat
dan akurat?
BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu, menjelaskan metode efek Meissner
dapat digunakan untuk mengetahui suatu bahan bersifat superkonduktif secara capat dan
akurat.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah menjelaskan mekanisme efek Meissner sebagai
karakterisasi kualitatif bahan superkonduktor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI SUPERKONDUKTOR
Suatu bahan bersifat superkonduktif, jika resistivitasnya nol. Superkonduktor memiliki
resistivitas bernilai nol pada suhu dibawah suatu suhu tertentu yang disebut dengan suhu
kritis. Dengan demikian, superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik walaupun tanpa
ada beda tegangan. Superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya
pengurangan energi. Dengan kata lain arus listrik dapat mengalir selamanya tanpa adanya
pengurangan energi dalam penghantar yang bersifat superkonduktif. Superkonduktor dapat
bersifat sebagai konduktor, semikonduktor atau insulator jika berada pada suhu yang lebih
tinggi dari suhu kritisnya. Suhu kritis merupakan suhu dimana terjadi peralihan keadaan
bahan dari keadaan normal menjadi keadaan superkonduktif jika suhu diturunkan.
Suatu bahan akan termagnetiasi jika berada di dalam lingkungan medan magnet.
Magnetisasi di dalam bahan superkonduktor akan menimbulkan medan magnet yang
besarnya sama dan berlawanan arah dengan medan magnet luar sehingga kuat medan magnet
total di dalam bahan superkonduktor adalah nol jika kuat medan magnet luar tersebut lebih
kecil dari kuat medan magnet tertentu yang disebut dengan kuat medan magnet kritis. Kuat
medan magnet kritis adalah kuat medan magnet dimana terjadi perubahan sifat bahan dari
keadan superkonduktif menjadi keadaan normal jika kuat medan magnet berubah dari kecil
ke besar.
SEJARAH SINGKAT SUPERKONDUKTOR
Bahan superkonduktor pertama kali ditemukan pada tahun 1911 oleh seorang fisikawan
Belanda dari Universitas Leiden, yaitu Heike Kamerlingh Onnes. Pada tanggal 10 Juli 1908,
Onnes mencairkan helium dengan cara mendinginkan hingga suhu 4 K atau 269oC.
Kemudian Onnes pada tahun 1911 mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu
yang sangat dingin. Pada saat itu diketahui bahwa resistivitas dari suatu logam akan menurun
ketika didinginkan dibawah suhu ruang, tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa
batas bawah resistivitas yang dicapai ketika suhu logam mendekati nol mutlak. Beberapa
ilmuwan lainnya, William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam
konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Sedangkan ilmuwan yang lain
termasuk Onnes memperkirakan bahwa resistivitas akan menghilang pada suhu mencapai nol
mutlak. Untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi, kemudian Onnes mengalirkan arus pada
kawat merkuri yang sangat murni dan sambil menurunkan suhunya. Onnes mengukur
resistivitas disekitar suhu 4,2 K, dia melihat resistivitasnya tiba-tiba menjadi hilang tetapi
arusnya mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus.
Pada keadaan resistivitas nol, arus listrik dapat mengalir tanpa kehilangan energi
sedikitpun. Onnes dengan percobaannya yaitu mengalirkan arus pada suatu kumparan
superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan kemudian sumber arusnya dicabut. Satu
tahun kemudian, Onnes mengukur arusnya ternyata arus masih tetap mengalir. Kemudian
Onnes menyebut fenomena ini superkondutivitas.
Dengan berlalunya waktu, penelitian superkonduktor banyak dilakukan pada unsur-unsur
logam. Pada tahun 1930, superkonduktor memiliki suhu kritis tertinggi pada semua logam
murni terdapat badan logam Niobium (Nb) yaitu, Tc = 9,2 K.
Pada tahun 1933 Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa bahan
superkonduktor akan menolak medan magnet. Telah diketahui, jika suatu konduktor
digerakkan dalam medan magnet maka arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut.
Akan tetapi, arus dalam bahan superkonduktor yang dihasilkan tepat berlawanan dengan
medan tersebut sehingga material superkonduktor tidak dapat ditembus oleh medan tersebut.
Dengan demikian magnet tersebut akan ditolak. Fenomena ini disebut efek Meissner.
Pada tahun 1957, tiga orang fisikawan yaitu Barden, Cooper dan Schrieffer mengajukan
teori tentang superkonduktor yaitu bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu
dalam keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang
sama, pasangan-pasangan ini disebut
pasangan Cooper. Teori ini dikenal dengan nama teori BCS.
Teori signifikan lainnya adalah ketika Brian D Josephson pada tahun 1962 memprediksi
bahwa arus listrik akan mengalir di antara dua bahan superkonduktor, meskipun keduanya
dipisahkan oleh bahan non superkonduktor atau isolator.
Pada tahun 1986 Fisikawan dari Switzerland yaitu Alex Müller and Georg Bednorz,
melakukan penelitian di Laboratorium Riset IBM di Rüschlikon. Mereka berhasil membuat
suatu keramik yang terdiri dari unsur Lanthanum, Barium, Tembaga, dan Oksigen yang
bersifat superkonduktor pada suhu tertinggi 30 K. Penemuan ini menjadi populer karena
selama ini keramik dikenal sebagai isolator dan pada suhu ruang tidak dapat menghantarkan
listrik sama sekali.
Pada bulan Februari 1987, kelompok penelitian Alabama dan Houstun yang dikoordinasi
oleh K. Wu dan Paul Chu menemukan suatu keramik (Y1Ba2Cu3O7) yang bersifat
superkonduktor pada suhu 92 K. Dengan demikian dapat digunakan nitrogen cair sebagai
pendinginnya. Setahun berikutnya 1988, dilakukan penelitian pada Bi-dan Ti-cuprate oxides,
bahan bersifat superkonduktif pada suhu kritis 110 dan 125. Karena suhunya cukup tinggi
dibandingkan dengan material superkonduktor yang lain, maka material-material tersebut
diberi nama superkonduktor suhu tinggi. Suhu kritis tertinggi suatu bahan menjadi
superkonduktor saat ini adalah 138 K, yaitu untuk suatu bahan yang memiliki rumus Hg0.8Tl0.
2Ba2Ca2Cu3O8.33.
EFEK MEISSNER DAN PERUBAHAN BAHAN SUPERKONDUKTOR MENJADI
NORMAL
Selain sifat superkonduktif suatu bahan superkonduktor dipengaruhi oleh suhu, sifat
superkonduktif suatu bahan superkonduktor juga dipengaruhi oleh medan magnet luar yang
diberikan pada bahan superkonduktor. Bahan superkonduktor yang berada dalam lingkungan
medan magnet yang kuat medan magnetnya lebih kecil dari medan magnet kritis bahan
tersebut akan mengalami efek Meissner, namun jika kuat medan magnet luarnya lebih besar
dari medan magnet kritisnya maka bahan superkonduktor tersebut akan berubah menjadi
keadaan normal
EFEK MEISSNER
Pada tahun 1933, Meissner dan Ochsenfeld mengamati sifat kemagnetan superkonduktor.
Bahan superkonduktor menolak medan magnet, sehingga apabila sebuah bahan
superkonduktor diletakkan di dalam medan magnet luar yang lebih kecil dari kuat medan
magnet kritisnya, maka bahan superkonduktor tersebut akan ditolak (bukan bahan
superkonduktornya yang ditolak) oleh medan magnet (mengalami efek Meissner). Efek
Meissner menunjukan bahwa induksi magnet di dalam superkonduktor Yang ditunjukan
dalam persamaan berikut,
(2.1)
dengan :
B : Medan magnet di dalam bahan
H: Medan magnet luar
M: Magnetisasi
Jika bahan non-superkonduktor diletakkan di dalam suatu medan magnet, maka fluks
magnet akan menerobos masuk ke dalam bahan. Sebaliknya, jika bahan superkonduktor yang
berada di bawah suhu kritisnya diberikan medan magnet dengan kuat medan magnet lebih
kecil dari kuat medan magnet kritisnya, maka superkonduktor akan menolak fluks magnet
yang mengenainya.
KLASIFIKASI SUPERKONDUKTOR BERDASARKAN MEDAN MAGNET
Sifat superkonduktif suatu bahan superkonduktor akan hilang dan bahan kembali pada
keadaan normal jika diberikan medan magnet yang lebih besar dari medan kritisnya
Superkonduktor dapat menolak medan magnet secara sempurna atau sebagian pada medan
megnet yang lebih kecil dari medan magnet kritisnya. Penolakan medan magnet digunakan
untuk mengklasifikasikan supekonduktor.
Superkonduktor Tipe-I
Bahan superkonduktor yang menolak fluks magnet secara sempurna disebut superkonduktor
tipe-I. Dengan pengecualian V dan Nb, semua elemen superkonduktor dan yang paling
banyak campuran logam melemahkan batas superkonduktor tipe-I. Sebagai sekematik yang
ditunjukan gambar berikut,
Superkonduktivitas suatu bahan superkonduktor dipengaruhi oleh dua parameter yaitu medan
magnet luar dan temperatur. Variasi medan magnet kritis terhadap suhu untuk
superkonduktor tipe-I ditunjukkan oleh persamaan (2.2).
(2.2)
dimana :
H0 : Medan Magnet pada saat suhu nol mutlak
Hc : Medan Kritis
Tc : suhu Kritis
T : Suhu pada keadaan dimana T < Tc
Superkonduktor Tipe-II
Superkonduktor tipe-II mempunyai dua medan magnet kritis, medan magnet kritis yang
terbawah (Hc1), dan medan kritis teratas (Hc2). Superkonduktor tipe-II memiliki prilaku yang
sama dengan superkonduktor tipe-I jika diberikan medan megnet yang lebih kecil dari H c1,
maka bahan akan menolak fluks magnet secara sempurna. Bila medan magnet diperbesar
melebihi Hc1 maka bahan tersebut akan ditembus oleh fluks magnet. Diantara medan
magnet Hc1 dan Hc2, superkonduktor tipe-II mengalami efek Meissner parsial. Fluks magnet
parsial yang menembus supekonduktor tipe-II dapat melawan medan magnetik yang kuat
tanpa menjadi keadaan normal kembali. Bahan tetap bersifat superkonduktif dalam keadaan
campuran hingga kuat medan magnet menjadi lebih tinggi dari Hc2. Pada medan yang lebih
tinggi dari pada Hc2, bahan kembali menjadi keadaan normal.
Hilangnya superkonduktivitas pada superkonduktor tipe-II, karena pengaruh keadaan
medan magnet, ditunjukkan pada gambar 2.5.
BAB III
PEMBAHASAN
KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR DENGAN EFEK MEISSNER
Uji efek Meissner dilakukan untuk mengetahui sifat superkonduktivitas pada bahan
superkonduktor. Bahan superkonduktor yang akan dikarakterisasi dengan efek Meissner,
terlebih dahulu diletakkan dalam sample holder yang telah di isi dengan nitrogen cair (N2).
Setelah gelembung-gelembung udara yang muncul dari bahan superkonduktor sudah hilang,
bahan superkonduktor terangkat dan melayang di atas magnet, atau bahan superkonduktor
diletakan didalam sampe holder yang di isi dengan N2diatasnya ditaruh kepingan magnet.,
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Ketika superkonduktor ditempatkan di dalam medan magnet luar yang lemah, medan
magnet akan menembus superkonduktor pada jarak yang sangat kecil dan dinamakan London
Penetration Depth. Ketika superkonduktor diberikan medan magnet luar, elektron-elektron
pada superkonduktor akan bergerak sambil ngeinduksikan medan magnet yang besarnya
sama dengan medan magnet luar, tetapi, arah yang berlawanan. Sehingga medan magnet di
dalam bahan bernilai nol. Efek Meissner ini sangat kuat, sehingga sebuah magnet dapat
melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Medan magnet luar yang diberikan tidak boleh
terlalu besar (terlalu besar itu berapa? Atau apa maksud kalimat ini?). Apabila medan magnet
luar terlalu besar?, maka efek Meissner ini akan hilang dan bahan akan kehilangan sifat
superkonduktivitas.
Penolakan dari suatu medan magnetik untuk menembus ke dalam superkonduktor dapat
diinterpretasikan sebagai pembangkit arus pusar pada permukaan superkonduktor dengan
restivitas nol. Kemungkinan hasil B = 0 di dalam superkonduktor dapat diturunkan dari
hukum Ohm, . Jika dilihat dari restivitas bernilai nol ( ) sementara tidak sama dengan nol,
maka nilai adalah sama dengan nol. Dengan menggunakan persamaan Maxwell yang
sebanding dengn curl E, apabila resistivitas sama dengan nol berarti .
Distribusi medan di sekitar superkonduktor hanya bisa diterangkan bila dimisalkan ada
fluks-fluks magnet yang keluar dari superkonduktor. Dengan kata lain sebuah
superkonduktor berkelakuan seperti sebuah diamagnet sempurna. Suatu bahan
superkonduktor apabila ditempatkan pada daerah medan magnet, maka pada suhu T > Tc ,
fluks medan magnet akan menembus bahan. Kemudian apabila bahan superkonduktor
didinginkan sampai T < Tc, maka garis-garis induksi magnet akan ditolak, sehingga magnet
akan melayang di atas bahan atau bahan akan melayang diatas magnet.
INTERAKASI SUPERKONDUKTOR DENGAN MEDAN MAGNET
Ketika superkonduktor ditempatkan dalam medan magnet, kuat magnetik dari bahan
tersebut akan terpengaruh. Bahan superkonduktor akan mengalami magnetasasi ketika
diberikan medan magnet.
Magnetisasi terjadi karena pada saat medan luar diberikan pada superkonduktor akan
menimbulkan arus pada permukaan sampel superkonduktor, arus ini yang kemudian
menginduksikan medan magnet (B) di dalam sampel yang arahnya berlawanan dengan arah
medan eksternal. Medan magnet luar akan ditolak dari dalam bahan. Sehingga secara fisis
yang nampak adalah fenomena melayangnya magnet diatas sampel superkonduktor dan akan
jatuh ketika terjadi kenaikan suhu hingga melewati suhu kritisnya T>Tc, dan pada kondisi ini
bahan superkonduktor kembali keadaan normal.
Penolakan medan magnet luar pada bahan superkonduktor secara sempurna atau sebagian
akan membedakan jenis bahan superkonduktor. Sehingga, berdasarkan penolakan medan
magnet luar, bahan superkonduktor di golongkan menjadi superkonduktor tipe-I dan tipe-II.
SUPERKONDUKTOR TIPE-I
Sifat induksi medan magnet dalam bahan superkonduktor dipengaruhi oleh kuat medan
luar. Ketika diberikan medan magnet luar yang lebih kecil dari Hc, terjadi hubungan linear
antara medan magnet dengan magnetisasi dalam superkonduktor. Apabila pada bahan tipe-I
diberikan medan magnet yang diperbesar sampai mencapai nilai medan kritis Hc maka sifat
superkonduktifnya akan hilang. Pada gambar 3.2 menunjukkan hubungan garis lurus antara
megnetisasi superkonduktor dengan magnet luar tertentu. Ketika medan magnet luar terus di
perbesar, magnetisasi tidak lagi terjadi pada medan magnet luar tertentu yang disebut dengan
megan magnet kritis.
SUPERKONDUKTOR TIPE-II
Superkonduktor tipe-II mempunyai dua medan kritis, medan kritis yang terbawah (Hc1),
dan medan kritis teratas (Hc2). Superkonduktor tipe-II memiliki prilaku yang sama dengan
superkonduktor tipe-I jika diberikan medan megnet yang lebih kecil dari Hc1 superkonduktor
mengalami magnetisasi yang berbanding lurus dengan medan magnet luarnya, maka bahan
akan menolak fluks magnet secara sempurna. Diantara medan magnet Hc1 dan Hc2,
superkonduktor tidak lagi mengalami magnetisasi yang berbading lurus dengan medan
luarnya. Ketika medan magnet melebih Hc1 terjadi penembusan fluks magnet pada
superkonduktor yang disebut vortex. Hilangnya superkonduktivitas pada superkonduktor
tipe-II, karena pengaruh keadaan medan magnet, ditunjukkan pada gambar 3.4.
Pada gambar 3.4 ditunjukkan bahwa superkonduktor tipe-II memiliki hubungan garis lurus
antara magnetisasi dengan medan magnet luar tertentu, pada kuat medan magnet tertentu
magnetisasi yang terjadi tidak sebanding dengan medan luarnya, dimana pada perubahan
kondisi ini disebut medan kritis satu (Hc1). Ketika medan magnet terus ditingkatkan yang
lebih besar dari (Hc1) magnetisasi yang terjadi semakin berkurang, pada medan magnet
tertentu megnetisasi akan hilang, sehingga keadaan superkonduktif akan hilang manjadi
keadaa normal, pada perubahan kadaan tersebut disebut dengan medan kritis dua (Hc2).
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa efek Meissner adalah
peristibwa penolakan medan magnet luar oleh medan magnet yang muncul di dalam bahan
superkonduktor pada suhu di bawah suhu tertentu yang disebut suhu kritis dan pada kondisi
kuat medan magnet yang lebih kecil dari kuat medan magnet tertentu yang disebut medan
magnet kritis. Di dalam eksperimen kondisi ini dilakukan dengan menaruh bahan
superkonduktor di atas sebuah bahan magnet di dalam nitrogen cair sehingga tampak bahan
superkonduktor terangkat dan melayang di atas bahan magnet. Peristiwa ini dapat juga
dilakukan dengan meletakkan bahan magnet kecil di atas bahan superkonduktor di dalam
nitrogen cair.
Jadi dengan uji efek Meissner dapat diketahui secara kwalitatif, cepat, dan akurat bahwa
suatu bahan bersifat superkonduktif.
SARAN
Uji efek Meissner merupakan karakterisasi awal pada bahan superkonduktor secara kualitatif.
Untuk memproleh informasi secara kuantitatif pada bahan superkonduktor perlu dilakukan
karakterisasi lebih lanjut, seperti karakterisasi resistivitas, karakterisasi SEM (scanning
electron microscopy) dan karakterisasi difraksi sinar-X (XRD).