ecological footprint

17
1 Mata Kuliah : KAPITA SELEKTA, Tugas Resume Ecologocal Footprint Dosen Pengampu : DR. Ir. Sudanti, MS Nama : Taufik Dhany NIM : 30000213410045 I. Analisis ecological footprint sebagai Instrumen untuk Menghitung Daya dukung Lingkungan Pada kondisi saat ini, kota dan wilayah tergantung pada produktivitas ekologis dan fungsi penunjang kehidupan dari tempat yang jauh di seluruh dunia. Namun demikian, bagi seluruh aliran material dan energi, harus ada ekosistem dan wadah penerima limbah (sinks) yang berkaitan, dan harus tersedia sumber air dan lahan produktif yang menyokong aliran material dan energi tersebut. Konsep jejak ekologis merupakan estimasi berdasarkan sumber daya alam pada wilayah tertentu serta aliran pelayanan yang dibutuhkan guna menyangga pola konsumsi suatu populasi, jumlah sumber daya yang digunakan beserta limbah yang dihasilkannya. Konsep ini merupakan alat untuk menghitung seberapa besar penggunaan sumber daya alam oleh manusia, agar supaya dapat dihemat/dikurangi.

Upload: dhany-r

Post on 06-Apr-2016

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pengertian tentang jejak ekologis

TRANSCRIPT

Page 1: Ecological Footprint

1

Mata Kuliah : KAPITA SELEKTA, Tugas Resume Ecologocal Footprint

Dosen Pengampu : DR. Ir. Sudanti, MS

Nama : Taufik Dhany

NIM : 30000213410045

I. Analisis ecological footprint sebagai Instrumen untuk Menghitung Daya dukung

Lingkungan

Pada kondisi saat ini, kota dan wilayah tergantung pada produktivitas ekologis dan fungsi

penunjang kehidupan dari tempat yang jauh di seluruh dunia. Namun demikian, bagi seluruh

aliran material dan energi, harus ada ekosistem dan wadah penerima limbah (sinks) yang

berkaitan, dan harus tersedia sumber air dan lahan produktif yang menyokong aliran material dan

energi tersebut. Konsep jejak ekologis merupakan estimasi berdasarkan sumber daya alam pada

wilayah tertentu serta aliran pelayanan yang dibutuhkan guna menyangga pola konsumsi suatu

populasi, jumlah sumber daya yang digunakan beserta limbah yang dihasilkannya. Konsep ini

merupakan alat untuk menghitung seberapa besar penggunaan sumber daya alam oleh manusia,

agar supaya dapat dihemat/dikurangi.

Ecological footprint/eco-footprint/jejak ekologis merupakan suatu alat untuk

menghitung /mengetahui keberlanjutan. Keberlanjutan yang dimaksud adalah pembangunan

berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat

ini tanpa mengurangi kemampuan generasi selanjutnya dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan

mengetahui status keberlanjutan tersebut, maka kita dapat merencanakan bagaimana kehidupan

ini akan dijalankan, mengingat milyaran manusia hanya hidup dalam satu planet bumi. Hingga

saat ini diketahui bahwa jejak ekologis kita sebesar 23% lebih besar daripada sumber daya yang

dapat diregenerasi oleh planet bumi. Keadaan dimana jumlah kebutuhan sumber daya lebih besar

daripada yang dapat disuplai oleh alam disebut dengan ecological overshoot. Penggunaan

sumber daya yang demikian besar oleh manusia ditengarai disebabkan adanya perdagangan

dunia yang mengakibatkan tingginya penggunaan sumber daya dan energi. Selain itu, jumlah

Page 2: Ecological Footprint

2

emisi karbon dan temperatur rata-rata dunia juga meningkat. Temperatur yang meningkat

menyebabkan mencairnya lapisan es yang ada di bumi sehingga muka air laut meningkat.

Konsep EF dikembangkan oleh William Rees dan Mathis Wackernagel, dimana luas

lahan yang diperlukan untuk menyediakan segala sumber daya dan mengabsorb limbah

diterjemahkan sebagai luas tapak bumi. Atau secara lebih sederhana merupakan ukuran luas

lahan yang diperlukan manusia untuk menopang kehidupannya. Faktor-faktor yang

menyebabkan tingginya EF adalah peledakan konsumsi dan peledakan jumlah penduduk.

Ketidakadilan pun terjadi antara negara maju dan negara berkembang. Penduduk negara maju

yang rata-rata berpenghasilan tinggi dapat mengonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak

dibandingkan dengan penduduk negara berkembang dimana penduduknya banyak yang miskin,

padahal jumlah konsumsi yang lebih banyak tersebut semestinya dapat digunakan untuk

penduduk negara berkembang yang kekurangan. Disebutkan bahwa penduduk negara maju yang

jumlahnya hanya 25% dari seluruh penduduk dunia menggunakan sebanyak 75% dari total

sumber daya yang ada.

Menurut Kajian Jejak Ekologis di Indonesia (2010), perhitungan jejak ekologis

didasarkan pada asumsi sebagai berikut :

1) Memungkinkan untuk merunut seluruh sumber daya yang dikonsumsi dan limbah yang

dihasilkan ;

2) Sebagian besar arus sumber daya dan limbah dapat diukur dari segi wilayah produktif

biologisnya yang diperlukan untuk mempertahankan arus sumberdaya (flow). Sumberdaya

dan arus limbah yang tidak dapat diukur dikecualikan dari penilaian.

3) Dengan membobot bioproduktivitas setiap daerah secara proporsional, berbagai jenis daerah

dapat dikonversi ke dalam unit umum hektar global (gha) yaitu hektar dengan rata-rata

bioproduktivitas dunia.

4) Luasan bioproduktif yang berbeda dapat dikonversi menjadi satu ukuran tunggal, yaitu hektar

global (gha). Setiap hektar global pada satu tahun mencerminkan bioproduktif yang sama dan

dapat dijumlahkan untuk memperoleh suatu agregat indikator jejak ekologis atau biokapasitas.

Page 3: Ecological Footprint

3

5) Permintaan manusia terhadap sumberdaya alam yang dinyatakan sebagai Jejak Ekologis, bisa

langsung dibandingkan dengan pasokan alam dan biokapasitasnya (biocapacity/supply),

ketika keduanya dinyatakan dalam satuan hektar global (gha).

6) Luas wilayah yang dibutuhkan (human demand) dapat melebihi wilayah pasokannya (nature’s

supply), jika permintaan terhadap suatu ekosistem melebihi kapasitas regeneratif ekosistem

tersebut (misalnya, masyarakat menuntut biokapasitas yang lebih besar terhadap areal hutan,

atau perikanan).

Jejak ekologis menunjukkan daerah dengan air dan lahan produktif yang diperlukan

untuk memproduksi sumber daya yang dikonsumsi, dan menjerap limbah yang dihasilkan, pada

populasi tertentu, menggunakan teknologi yang tersedia. Luasan jejak tergantung dari besaran

populasi, standar kehidupan, teknologi yang dipakai, serta produktivitas lingkungan. Untuk

kebanyakan negara industri, jejak ekologis nasional melebihi apa yang disediakan secara lokal.

Artinya mereka mengalami “defisit lingkungan”. Namun, jejak ekologis tidak akan sama

besarnya dan oleh karenanya daya dukung secara global yang cocok untuk negara industri maju,

belum tentu pas bagi negara lain (Wackernagel, 1999). Jadi, bagi setiap orang yang

mengkonsumsi 3 kali lipat dari jumlah yang tersedia, maka terdapat 3 orang lainnya yang hanya

menggunakan sepertiga dari rata-rata konsumsi mereka.

Terdapat 6 kategori utama dalam menghitung produktivitas lahan, yaitu :

1) lahan subur – lahan produktif yang digunakan untuk pembudidayaan;

2) padang rumput – lahan penggembalaan untuk ternak lembu dan susu, yang kurang begitu

subur;

3) hutan – perkebunan atau hutan alami yang menghasilkan kayu;

4) lahan energi fosil – wilayah hutan yang dilindungi untuk absorpsi CO2;

5) daerah terbangun (built up area) – penggunaan lahan bagi permukiman, jalan, yang

biasanya berlokasi di lahan subur;

6) laut – menyediakan produksi laut guna menambah kebutuhan pangan manusia.

Page 4: Ecological Footprint

4

II. Jejak ekologis Permintaan (EF Demand)

Perhitungan jejak ekologis didasarkan pada dua hipotesis: (1) diketahuinya jumlah

sumber daya yang dikonsumsi dan limbah yang dihasilkan; (2) sumber daya yang dikonsumsi

dan limbah yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi lahan produktif secara ekologis. Oleh

karena itu, Jejak ekologis dari zona industri, kota, orang atau bangsa adalah luas lahan yang

menyediakan berbagai sumber yang memberikan dukungan kehidupan dan menyerap limbah

manusia.

Rumus perhitungan JE demand adalah sebagai berikut.

EF = N x ef

EF = N x rj x ∑ (AAI)

EF = N x rj x ∑ (ci/pi)

EF = jejak ekologis total,

N = populasi,

ef = jejak ekologis per kapita,

ci = konsumsi quantity per kapita untuk i produk, pi adalah produktivitas rata-rata untuk i

produk,

AAI = adalah luas tanah bio-fisik per kapita untuk i produk,

Rj = merupakan faktor setara.

Sedangkan formulasi jejak ekologis yang digunakan oleh Nurmalia (2009) dalam Mutaali

(2012), yaitu :

JEi = JP x Ki x EFi

JEt = ∑ JEi

Keterangan :

JEi = nilai jejak ekologis untuk penggunaan lahan 1 (ha)

JP = jumlah penduduk (jiwa)

Page 5: Ecological Footprint

5

Ki = nilai kebutuhan lahan i, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk per kapita

(ha/kapita) dengan menggunakan hasil penelitian WWF, ZSL, ddan GFN (2006)

EFi = Faktor ekuivalen (hasil penelitian WWF, ZSL, dan GFN, 2006)

JEt = nilai jejak ekologi total

Karena produktivitas lahan yang subur, energi fosil, padang rumput dan hutan berbeda

secara signifikan, diperlukan untuk memperbanyak faktor kesetaraan (berat) dengan luas lahan

bio-produktif untuk mengubahnya menjadi lahan seragam dan sebanding bio-produktif, j

merupakan jenis ekologis lahan produktif. Untuk perhitungan EF, terdapat 6 jenis lahan

produktif secara ekologis, yang merupakan energi fosil tanah, lahan pertanian, hutan, padang,

daerah built-up, dan laut.

Konsep Jejak Ekologis ini telah banyak digunakan para peneliti di luar negeri,

terutama guna menghitung :

1) Wilayah (negara, provinsi, kota, kampus),

2) Individu (perseorangan),

3) Teknik menanam (tomat di kebun terbuka versus tomat hidroponik),

4) Keputusan kebijakan (kereta api versus jalan raya, keputusan perencanaan kota),

5) Keputusan dalam pembelian sesuatu (purchase decision),

6) Lainnya (sumberdaya perairan, turisme).

Menurut Barret (2001), dari perspektif bisnis/perusahaan, salah satu perdebatan yang

muncul adalah bagaimana usaha untuk memberikan kontribusi pada tujuan pembangunan

berkelanjutan. Dalam tujuan tersebut maka analisis jejak ekologis dapat menunjukkan

kegunaannya dalam pengukuran dan pemantauan keberlanjutan perusahaan. Bagi perusahaan,

jejak ekologis dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang timbul

dan melalui metodologi mengubahnya menjadi dampak pengukuran lahan (hektar). Setelah

semua dampak lingkungan dipertimbangkan dan diukur, jejak ekologis menjadi total luas lahan

yang dibutuhkan untuk mendukung perusahaan dalam hal sumber daya yang dikonsumsi dan

limbah yang mereka hasilkan.

Page 6: Ecological Footprint

6

Sebuah analisis jejak ekologi dapat menyoroti seberapa dekat atau jauh sebuah

perusahaan dari arah keberlanjutan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang memiliki dampak

ekologis terbesar. Manfaat dari jejak ekologis adalah penggunaan pengukuran lahan yang

memungkinkan untuk dengan mudah dipahami oleh semua yang memiliki kepentingan dan

tertarik dalam kinerja lingkungan perusahaan.

Hasil studi dari IIT Guwahati (2012) menyimpulkan bahwa suatu daerah produktif secara

ekologis dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang menghasilkan sumber daya yang

dibutuhkan oleh penduduknya serta kemampuan menyerap limbah yang dihasilkan. Karenanya,

jejak ekologis dan daya dukung keduanya diukur dalam satuan yang sama, dan

mereka dapat dibandingkan secara langsung. Jika jejak ekologis suatu daerah lebih besar

dari pada daya dukung, wilayah ini mengalami "defisit ekologis" (ecological deficit). Sebaliknya,

jika daya dukung suatu wilayah lebih besar dari pada jejak ekologisnya, daerah

tersebut mengalami "sisa ekologis" (ecological remainder). Pada akhir studi, penghitungan

sumber daya untuk penentuan jejak ekologis, nilai-nilainya diubah menjadi ukuran normal

lahan yang disebut dengan " global hektar " (gha). Menurut analisis jejak ekologis yang

dilakukan pada tahun 1997, rata-rata lahan produktif dunia secara ekologis per orang adalah

2 hektar tanpa mempertimbangkan area yang dibutuhkan untuk lahan konservasi. Jika luas

lahan untuk konservasi diperhitungkan, maka angka tersebut menjadi sekitar 1,7 ha / orang

III. Biokapasitas

Sesuai pasokan (supply) dengan permintaan (demand), Biokapasitas adalah mitra dari

Jejak ekologis. Biocapacity merupakan kapasitas sumber daya maksimum yang tersedia, diukur

dalam wilayah tanah bioproduktif. Hal ini dianggap sebagai ambang batas, yang dapat digunakan

sebagai patokan (Wackernagel dan Rees, 1996). Menurut Ecological footprint of Indonesia

(2010), biokapasitas adalah kapasitas ekosistem untuk menghasilkan material-material biologi

yang berguna dan kapasitas untuk menyerap material buangan (limbah) yang dihasilkan oleh

kegiatan manusia dengan menggunakan cara pengelolaan dan teknologi yang dikuasai saat ini.

Seperti halnya dengan Jejak ekologis, maka biocapacity disajikan dalam kedua ukuran (ha) atau

global hektar (gha).

Page 7: Ecological Footprint

7

BK = A x YF x EqF

Keterangan :

BK = Biokapasitas/biocapacity (BC)

A = Luas lahan dari setiap kategori lahan

YF = Yield Faktor (faktor panen)

EqF = Equivalence Factor (faktor ekivalensi untuk kategori lahan dimaksud)

Guna perhitungan Jejak ekologis, digunakan data faktor panen dari GFN, tetapi Indonesia

tidak termasuk di dalamnya, sehingga dipilih negara yang kondisi iklim dan lahannya mirip

dengan kondisi di Indonesia.

IV. Daya Dukung Lingkungan Ekologi

Daya dukung lingkungan (ekologi) yaitu perbandingan antara jejak ekologi dan

biokapasitas. Berdasarkan publikasi Living planet report (2006), perbandingan antara

biocapacity (supply) dan ecological footprint (demand) dapat mencerminkan carrying cappacity

atau daya dukung suatu wilaayah. Dalam perhitungannya, apabila tapak ekologi lebih besar

dibandingkan biokapasitas, maka terjadi overshoot yang artinya daya dukung lingkungan telah

terlampaui. Dalam kondisi ini, terjadi defisit ekologi (ecological deficit) atau berstatus tidak

berkelanjutan. daya dukung ekologi, dapat dirumuskan dalam formula berikut :

Page 8: Ecological Footprint

8

DDE = BK / JE

Keterangan :

DDE = Daya dukung ekologis

BK = Biokapasitas (ha/orang)

JE = Jejak ekologis (ha/orang)

Berdasarkan rumus tersebut, maka apabila :

- DDE > 1, berarti bahwa terjadi kondisi surplus, dimana ekosistem mampu mendukung

penduduk yang tinggal di dalamnya (ecological debt)

- DDE < 1, berarti bahwa terjadi kondisi overshoot, dimana ekosistem tidak mampu

mendukung penduduk yang tinggal (ecological deficit)

Sebuah zona/wilayah dikatakan telah melampaui daya dukungnya apabila nilai Jejak

ekologis lebih besar dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya (Rees, 1996). Nilai jejak

ekologis yang lebih besar dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya menunjukkan bahwa

aktivitas di wilayah tersebut telah menggunakan sumberdaya alam yang lebih besar daripada

kapasitas alam untuk menyediakannya. Defisit ekologis dapat dihitung menggunakan persamaan

berikut :

DE = JE total − BK total

Keterangan :

DE = defisit ekologis

JE total = Jejak ekologis total

BK total = Biokapasitas total

Tingkat defisit ekologis dapat diinterpretasikan menggunakan acuan yang bersumber dari

studi yang dilakukan oleh China Council for International Cooperation on Environment and

Development-World Wide Fund for Nature (CCICED-WWF) tahun 2006.

Page 9: Ecological Footprint

9

V. Komponen ecological footprint

1. Carbon uptake footprint: dihitung dari jumlah lahan hutan yang dibutuhkan untuk

mengadsorpsi emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil, perubahan penggunaan lahan

dan proses kimia, selain yang dapat diabsorbsi oleh laut.

2. Grazing land footprint: dihitung dari area yang digunakan untuk ternak hewan dalam

mendapatkan produknya berupa daging, susu, kulit, dan wool.

3. Forest footprint: dihitung dari jumlah potongan kayu, bubur kayu, balok kayu, dan bahan

bakar kayu yang dikonsumsi oleh suatu negara per tahun.

4. Fishing grounds footprint: dihitung dari perkiraan produksi yang dibutuhkan untuk

penangkapan ikan dan makanan laut, yang didasarkan pada data penangkapan 1.439 spesies

air laut dan lebih dari 268 spesies air tawar.

5. Cropland footprint: dihitung dari area yang digunakan untuk menghasilkan makanan dan serat

untuk dikonsumsi manusia, memberi makan hewan ternak, minyak dan karet.

6. Built-up-land footprint: dihitung dari area lahan yang tertutupi oleh infrastruktur manusia,

termasuk di dalamnya transportasi, perumahan, industri, dan reservoir untuk pembangkit

tenaga air.

Page 10: Ecological Footprint

10

VI. Strategi Mengurangi Ecological Footprint

Yang dapat dilakukan untuk mengurangi ecological footprint dan penghematan uang:

1. Penghematan energi dan tagihannya

a. Menyetel AC pada suhu 18-21˚C pada musim dingin dan 23-26˚C pada musim panas.

b. Mematikan peralatan yang tidak digunakan.

c. Menggunakan sistem pemanas air tenaga surya.

d. Memasang panel surya pada atap.

e. Membeli green power dari penyedia jasa listrik.

f. Mematikan lampu yang tidak digunakan.

g. Menutup ruangan yang tidak digunakan agar tetap hangat.

h. Mencuci air dengan menggunakan air dingin.

i. Menggunakan time-of-use (TOU) metering.

2. Penghematan air

a. Mandi dalam waktu yang lebih singkat.

b. Menyesuaikan pancuran air keran yang efisien.

c. Menggunakan tangki air hujan.

d. Menanam taman.

e. Memilih peralatan air yang efisien.

3. Mengurangi limbah

a. Recycle.

b. Memasang sistem composting dan/atau worm farm di rumah.

c. Sebelum membeli, tanya diri sendiri “apakah saya membutuhkan barang ini?”.

d. Membeli produk dengan jumlah pembungkus yang sedikit.

a. Eat green

b. Menanam tanaman pangan sendiri.

c. Membeli produk lokal.

d. Membeli bahan pangan yang organik.

4. Travel clean

a. Carpool.

b. Jalan kaki atau mengendarai sepeda.

Page 11: Ecological Footprint

11

c. Menggunakan sarana transportasi umum.

d. Mempertimbangkan efisiensi bahan bakar ketika membeli mobil baru.

Pada Tahun 2011, kapasitas lahan kehidupan (biocapacity) bumi hanyalah 11.3 miliar

global hektare, yang hanya merupakan seperempat permukaan bumi atau hanya memberi jatah

paling tinggi 1,8 gha per orang. Adapun WWF (2005) pernah menghitung bahwa rata-rata per

kapita jejak ekologi per orang di bumi adalah 2,2 gha, artinya selama ini, secara rata-rata

penduduk bumi mengalami defisit 0,4 gha.

Kontribusi terhadap keterlampauan ekologis secara global bervariasi di berbagai negara.

Sebagai contoh, jika seluruh penduduk planet bumi ini mempunyai Jejak yang sama dengan rata-

rata penduduk penduduk Amerika Serikat maka kita membutuhkan 9,5 gha, Inggris (5,45 gha),

dan (Swiss 4 gha), sedangkan Indonesia diperkirakan rata-rata 1,2 gha. Adapun jejak ekologi

terendah adalah Bangladesh, dengan rata-rata 0,5 gha. Besaran dan komposisi Jejak Ekologis per

kapita suatu negara ini ditentukan oleh barang dan jasa yang digunakan oleh rata-rata

penduduknya serta efisiensi sumber daya, termasuk bahan bakar fosil, yang digunakan untuk

menyediakan barang dan jasa tersebut.

Hasil penelitian Globalfootprint Network dengan penduduk dunia 6,6 milyar jiwa,

menunjukan total biocapacity (kapasitasproduksi secara hayati) adalah 11,9 milyar global hektar

(gha) atau 1,8 gha  perkapita, sedangkan total jejak ekologi adalah 17,1 milyar gha atau 2,6

gha perkapita. Hal ini berarti rata-rata penduduk bumi mengalami defisit 0,8 gha, yang berarti

diperlukan 1,44 planet bumi untuk menopang kehidupan manusia.

Sebagian besar negara berpenghasilan tinggi mempertahankan Jejak per kapita yang lebih

tinggi daripada jumlah biokapasitas yang tersedia bagi setiap orang di planet bumi ini selama

lebih dari setengah abad, di mana sebagian besar negara-negara ini bergantung pada biokapasitas

negara lain untuk mendukung gaya hidup mereka. Ja

di implikasinya adalah Negara-negara berpenghasilan rendah mempunyai Jejak yang

paling kecil, akan tetapi menderita kehilangan ekosistem yang paling besar