dyspneu

2
Defenisi Perasaan yang bersifat subjektif berupa kesulitan (merasa tidak enak, merasa tidak nyaman) disaat bernafas. Sinonim lain yang dipergunakan pada dyspnea adalah “shortness of breath” merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh pasien. Meskipun merasa tidak nyaman, dyspnea bukanlah sensasi seperti rasa sakit yang harus diusahakan pasien untuk menguranginya, justru pada dyspnea (sesak nafas) penderita tetap berusaha untuk tetap bernafas walaupun mengerahkan seluruh perangkat organ yang terlibat dalam sistem pernafasan. Semua orang dapat mengalami rasa ingin untuk meningkatkan kemampuan bernafasnya terlebih bila seseorang tersebut melakukan aktivitas yang melebihi kadar normal, misalnya di saat olah raga baik pada latihan sudah mencapai ukuran maksimal atau di saat akan mencapai maksimal. Sesak nafas (dyspnea) hendaklah dibedakan dari tachypnea dan hyperpnea. Di sini secara objektif dapat ditemukan adanya peningkatan tidal volume dan ventilasi menit. Tiga faktor yang sering menyertai sensasi dispnea, yaitu : 1. Kelainan gas-gas pernafasan dalam cairan tubuh, terutama hiperkapnia dan hipoksia 2. Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan ventilasi yang memadai 3. Keadaan pikiran orang tersebut. Seseorang menjadi sangat dispnea terutama akibat pembentukan karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu waktu, kadar karbon dioksida dan oksigen dalam cairan tubuh dalam batas normal, tetapi untuk mencapai gas-gas ini dalam batas normal, orang tersebut harus bernapas dengan kuat. Pada keadaaan seprti ini, aktivitas otot-otot pernapasan yang kuat seringkali memberi sensasi dispnea pada orang tersebut. Mekanisme Pengetahuan tentang sensor yang dipergunakan dan fungsi yang terintegrasi dari otak diperlukan sekali untuk memahami mekanisme terjadinya sesak nafas (dyspnea). Elemen berikut ini haruslah ada untuk menganalisa terjadinya dyspnea tersebut, yaitu : reseptor sensoris, koneksi neurologi ke otak, pusat integrasi pada otak yang memproses informasi, koneksi kortikal dalam menginterpretasikan sensasi yang dirasakan, meskipun teori yang menjelaskan tentang dyspnea telah berkembang, namun kebenaran teori tersebut belumlah dapat diterima sepenuhnya sebagai hal yang benar. Pada tulisan di bawah ini dipaparkan tentang rangkaian stimulasi yang dapat menyebabkan atau membantu terjadinya sesak nafas (dyspnea), dinyatakan secara urutan numerikal sebagai berikut : 1. Rangsangan (kimia, thermal, psikis, fisis dan sebagainya). 2. Reseptor iritan pada parenkhime paru dan saluran nafas. 3. Juxta capillary receptor pada interstitial alveoli akan merespon perubahan pada compliance. 4. Otot pada dinding dada, persendian, costosternal junction dan diafragma memberikan respon berupa regangan, gerakan dan propriosepsi. 5. Carrotid bodi atau pusat respirasi pada CNS akan aktif melalui beberapa kombinasi rangsangan seperti hypercapnea, hypoxemia dan acidosis. Tanpa memperhatikan alat sensor yang dipakai, pathway koneksi ke otak adalah nervus vagus dan nervus phrenicus akan menuju RAS pada brain stem. Secara garis besar penyebab dyspnea terbagi 2 golongan besar : 1. Dyspnea pulmonal 2. Dyspnea non-pulmonal Dyspnea pulmonal adalah dyspnea yang disebabkan murni kelainannya pada paru, sedangkan Dyspnea non-pulmonal adalah kelainan di luar paru yang melibatkan paru sebagai konsekuensi perjalanan kelainan/penyakit tersebut. Kelainan di luar paru yang menyebabkan dyspnea : a. Kelainan jantung : - Gagal jantung kiri - Penyakit pada katup mitralis/tricuspidalis - Cardiomyopathy

Upload: putra-pramudia-akbar

Post on 14-Dec-2014

82 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

definisi

TRANSCRIPT

Page 1: dyspneu

DefenisiPerasaan yang bersifat subjektif berupa kesulitan (merasa tidak enak, merasa tidak nyaman) disaat bernafas. Sinonim lain yang dipergunakan pada dyspnea adalah “shortness of breath” merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh pasien. 

Meskipun merasa tidak nyaman, dyspnea bukanlah sensasi seperti rasa sakit yang harus diusahakan pasien untuk menguranginya, justru pada dyspnea (sesak nafas) penderita tetap berusaha untuk tetap bernafas walaupun mengerahkan seluruh perangkat organ yang terlibat dalam sistem pernafasan. Semua orang dapat mengalami rasa ingin untuk meningkatkan kemampuan bernafasnya terlebih bila seseorang tersebut melakukan aktivitas yang melebihi kadar normal, misalnya di saat olah raga baik pada latihan sudah mencapai ukuran maksimal atau di saat akan mencapai maksimal. Sesak nafas (dyspnea) hendaklah dibedakan dari tachypnea dan hyperpnea. Di sini secara objektif dapat ditemukan adanya peningkatan tidal volume dan ventilasi menit.

Tiga faktor yang sering menyertai sensasi dispnea, yaitu :1. Kelainan gas-gas pernafasan dalam cairan tubuh, terutama hiperkapnia dan hipoksia2. Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan ventilasi yang memadai3. Keadaan pikiran orang tersebut. Seseorang menjadi sangat dispnea terutama akibat pembentukan karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu waktu, kadar karbon dioksida dan oksigen dalam cairan tubuh dalam batas normal, tetapi untuk mencapai gas-gas ini dalam batas normal, orang tersebut harus bernapas dengan kuat. Pada keadaaan seprti ini, aktivitas otot-otot pernapasan yang kuat seringkali memberi sensasi dispnea pada orang tersebut. 

Mekanisme Pengetahuan tentang sensor yang dipergunakan dan fungsi yang terintegrasi dari otak diperlukan sekali untuk memahami mekanisme terjadinya sesak nafas (dyspnea). Elemen berikut ini haruslah ada untuk menganalisa terjadinya dyspnea tersebut, yaitu : reseptor sensoris, koneksi neurologi ke otak, pusat integrasi pada otak yang memproses informasi, koneksi kortikal dalam menginterpretasikan sensasi yang dirasakan, meskipun teori yang menjelaskan tentang dyspnea telah berkembang, namun kebenaran teori tersebut belumlah dapat diterima sepenuhnya sebagai hal yang benar. Pada tulisan di bawah ini dipaparkan tentang rangkaian stimulasi yang dapat menyebabkan atau membantu terjadinya sesak nafas (dyspnea), dinyatakan secara urutan numerikal sebagai berikut :1. Rangsangan (kimia, thermal, psikis, fisis dan sebagainya). 2. Reseptor iritan pada parenkhime paru dan saluran nafas. 3. Juxta capillary receptor pada interstitial alveoli akan merespon perubahan pada compliance. 4. Otot pada dinding dada, persendian, costosternal junction dan diafragma memberikan respon berupa regangan, gerakan dan propriosepsi. 5. Carrotid bodi atau pusat respirasi pada CNS akan aktif melalui beberapa kombinasi rangsangan seperti hypercapnea, hypoxemia dan acidosis. Tanpa memperhatikan alat sensor yang dipakai, pathway koneksi ke otak adalah nervus vagus dan nervus phrenicus akan menuju RAS pada brain stem.

Secara garis besar penyebab dyspnea terbagi 2 golongan besar :1. Dyspnea pulmonal 2. Dyspnea non-pulmonal 

Dyspnea pulmonal adalah dyspnea yang disebabkan murni kelainannya pada paru, sedangkan Dyspnea non-pulmonal adalah kelainan di luar paru yang melibatkan paru sebagai konsekuensi perjalanan kelainan/penyakit tersebut.Kelainan di luar paru yang menyebabkan dyspnea :a. Kelainan jantung : - Gagal jantung kiri- Penyakit pada katup mitralis/tricuspidalis- Cardiomyopathy- Kelainan jantung bawaan (congenital heart disease)- Peningkatan abnormal pada cardiac outputb. Anemia c. Berada ditempat ketinggian (High altitude) d. Obesitas e. Exercise yang berlebihan f. Demam tinggi g. Metabolik asidosis 

Disamping bentuk dyspnea yang di atas ada pula bentuk dyspnea yang terjadi pada kondisi (keadaan) tertentu, namun penyakit yang mendasarinya tetap bersumber pada kelainan pulmonal atau non-pulmonal.Dispnea berarti penderitaan mental yang diakibatkan oleh ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan udara. Atau air hunger. Faktor yang sering menyertai perkembangan sensasi dispnea. Satu kelainan gas pernapasan dalam cairan tubuh terutama hiperkapnia dan hipoksia. Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan ventilasi yg memadai keadaan pikiran org tersebut.