drh.widagdo sri nugroho, m.p. bagian kesehatan masyarakat veternier fakultas kedokteran hewan
DESCRIPTION
Membangun Kemandirian Produksi Susu Nasional yang Berkualitas. Tinjauan Aspek Veteriner. Disampaikan dalam Semiloka Mengoptimalkan Susu Sebagai Aset Ketahanan Pangan Bangsa Yogyakarta, 17 Mei 2008. drh.Widagdo Sri Nugroho, M.P. Bagian Kesehatan Masyarakat Veternier - PowerPoint PPT PresentationTRANSCRIPT
drh.Widagdo Sri Nugroho, M.P.drh.Widagdo Sri Nugroho, M.P.Bagian Kesehatan Masyarakat VeternierBagian Kesehatan Masyarakat Veternier
Fakultas Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah MadaUniversitas Gadjah Mada
Membangun Kemandirian Produksi Susu Nasional yang Berkualitas
Disampaikan dalam Semiloka
Mengoptimalkan Susu Sebagai Aset Ketahanan Pangan Bangsa
Yogyakarta, 17 Mei 2008
Tinjauan Aspek Veteriner
Pendahuluan Pendahuluan
• Produksi susu belum mencukupi untuk mencukupi kebutuhan nasional
• Tingginya ketergantungan pada produk susu dari luar negeri
• Kejadian penyakit pada ternak perah yang menurunkan produksi
• Seringnya terjadi kasus keracunan akibat mengonsumsi susu.
• Tingkat cemaran bakteri pada susu masih tinggi
Populasi sapi perah dan produksi susu nasional
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
populasi produksi susu
20032004200520062007
Deptan 2007
Profil persusuan di Indonesia
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KONSUMSI SUSU/KAPITA/HARI (gr)
2003200420052006
Konsumsi susu di Indonesia beberapa tahun terakhir
DEPTAN 2006
Konsumsi susu di Indonesia dan beberapa negara lain
0
102030405060708090
100
KONSUMSI SUSU PER KAPITA
USAINDIASINGAPURAMALAYSIAKAMBOJAVIETNAMINDONESIA
0
102030405060708090
100
susu cair susu bubuk
BelandaUSAINDIATHAILANDCINAINDONESIA
CANADEAN SURVEY
Perbandingan konsumsi susu cair vs susu bubuk (%)
Skema Alur Penyediaan Susu Bagi Masyarakat Indonesia
Pusat Pembibitan
Peternakan
Koperasi
Pabrik/IPS
IMPORTASI
SUSU SEGAR DAN OLAHAN
IMPORTASIINDUK BIBIT
KONSUMENKONSUMEN
Potensi bahaya untuk kesehatan Potensi bahaya untuk kesehatan pada sapi perah, susu dan pada sapi perah, susu dan
produknyaproduknya
• Agen infeksius:– Bakteri, virus, parasit, jamur
• Kimia:– Antibiotik, pestisida, Hormon
• Fisik:– Serpihan kayu, rambut, pasir, kertas,
plastik,dll
Profil kasus penyakit sapi perah di Indonesia
Putra (2006) menyebutkan beberapa penyakit menular pada hewan besar yang masuk dalam penyakit strategis yang terdeteksi di Indonesia:
• Brucellosis (Brucella abortus)
• Antraks (Bacillus anthraxis)
• Ngorok/Septicaemia epizootica (Pasteurella multocida)
• Bovine Viral Diarhea
• Infectious Bovine Rhinotracheitis
Mastitis sub klinis adalah kasus yang paling banyak dan sering terjadi di peternakan sapi perah Sudarwanto (1999)
Adji (2004) mengindikasikan adanya seropositif Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis di peternakan sapi perah
Brucellosis
• Merata hampir disemua propinsi kecuali bali dan NTB
• Serologi terdapat di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan
• Cenderung meningkat prevalensi dan distribusinya
• Ancaman perkembangan populasi
• Zoonotik
Uji positif CFT Brucellosis pada sapi perah
di Jawa
Propinsi Tahun Sampel Positif
Jatim 2002
2003
3.991
1012
855 (21,4%)
254 (25,1%)
Jateng 2002
2003
442
82
160 (36,2%)
23 (28,0%)
Jabar 2002
2003
964
1019
183 (18,9%)
29 (2,8%)
DKI 2002
2003
607
296
188 (30,9%)
62 (20,9%)
DIY 2002 4 1 (25%)
Putra (2006)
Antraks
Penyakit endemis di Indonesia yang berpotensi menjadi wabah.
Ancaman khususnya di pusat-pusat peternakan sapi perah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur
Kerugian ekonomi karena kematian hewan dan bersifat zoonotik
Septicaemia Epizooticae (Ngorok)
Penyakit bakterial (P.multocida) yang menimbulkan kerugian cukup besar.
Seroprevalensi tahun 2001-2005 bervariasi dan tidak diketahui sebagai hasil vaksinasi atau infeksi alami (Putra, 2006)
Bovine Viral Diarhea
Virus BVD merupakan Pestivirus dari keluarga Flaviviridae Umumnya subklinis penularan kontak langsung dan dapat vertikal
Data tahun2003-2005 diketahui banyak terjadi di luar Jawa (Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali) dengan seroprevalensi diatas 40% (Muhammad, 2005)
Infectious Bovine Rinotracheitis
Bovine herpesvirus-1 (BHV-1)
Menyerang sistem pernafasan dan reproduksi
Endemik dan telah menyebar di beberapa daerah di Jawa, Sumatera, Sumba.
Diduga disebabkan oleh sapi impor yang membawa virus IBR (Sodirun dan Sosiawan 2003)
Sapi perah, sapi potong dan kerbau dilaporkan telah terjangkiti
Diduga berperan dalam keguguran
Mastitis
Kasus paling banyak terjadi di lapangan, kususnya Mastitis Sub Klinis
Faktor kejadian (Sudarwanto 1999):
• Ternak/sapi: kondisi ternak turun akibat cekaman lingkungan (perkandangan, ribut, pemerahan kasar, gigitan serangga, dsb)
• Penyebab keradangan: bakteri (dominan) masuk lubang puting dan berkembang menjadi peradangan.
• Lingkungan: sanitasi buruk, lecet sekitar puting
Gambaran kasus masititis sub klinisseperti fenomena gunung es
2-3% mastitis klinis
97-98 %
Mastitis sub klinis
Tahun Lokasi Prosentase Peneliti
1989/1990 Jawa Tengah
80-90% Sudarwanto et al.
1989-1996 Jabar, Jateng, Jatim,
80-90% Sudarwanto et al.
1995 Kab. Bogor 87,1% Ananto
1996 Bogor 88% Sukada
2002 Boyolali
Malang
90%
80,95%
Wahyuni
2005 Sleman 70% Wahyuni et al.
Gambaran mastitis sub klinis di Indonesia
Profil pengelolaan peternakan sapi perah (Harris 2003)
Uraian Prosentase
Latar belakang Pendidikan SD 83%, SMP 10%,SMU 7%
Pengalaman beternak 1-5 tahun = 5,6%
> 5-10 tahun = 16,2%
>10-15 tahun = 41,6%
>15-20 tahun = 28,9%
>20 tahun = 7,7%
Frekuensi Membersihkan kandang
1 kali = 81,7%
2 kali = 18,3%
Pemerahan manual,tangan dicuci desinfektan
Ya = 4,2%
Tidak = 95,8%
Uraian Prosentase
Pembersihan ambing sebelum diperah
Ya: 100%
Tidak: 0%
Pembersihan ambing dengan desinfektan setelah pemerahan
Ya: 0%
Tidak: 100%
Kasus mastitis sebelumnya Ya:10,6%,
Tidak: 89,4%
Johne’s disease
MAP foodborne disease ?
Penyebab Mycobcaterium avium subspecies paratuberculosis
Diduga penyebab Crohn’s disease pada manusia
- radang granulomatosa kronis saluran pencernaan
bagian bawah Dampak ekonomi, dikaitkan produk susu dan olahannya, dampak Kesehatan masyarakat
MAP di Indonesia ?
• Belum ada data lengkap
• Importasi ternak dan susu dari negara-negara tertular MAP merupakan potensi bahaya
• Laporan Balitvet 1951, laporan BPPH Medan 1998, Seropositif tahun 2004 (Adji 2004) pada sapi perah dan diperoleh 1 isolat yang diduga MAP. Konfirmasi isolat (PCR): Negatif (Nugroho et al. 2008)
Sekilas gambaran mutu susu di lapangan
Tingkat cemaran bakteri dalam susu dan produk susu yang dijual di Bogor (Nugroho 2006-2007 belum dipublikasi)
Produk TPC (CFU/ml)
Nilai
Min –max (CFU/ml)
SNI
N0.01-6366-2000
(CFU/ml)
Susu segar
(tingkat peternak)
2,28 .105 Min: 7,95.103
Max: 1,3 107
≤ 1.106
Susu pasturisasi
(tingkat pengecer)
7,4 .103 Min: 8,3 . 102
Max: > 1.106
≤ 3.104
Susu bubuk
Lanjutan
(tingkat pengecer)
2,6. 102 Min: 2. 100
Max: 1,9 .103
≤ 5.104
Hasil uji kualitatif cemaran antibiotika pada susu segar (Setiawan 2003) terdeteksi mengandung antibiotika:Penisilin, Tetrasiklin, Makrolida
SEKILAS GAMBARAN CEMARAN BAHAYA KIMIA
Membangun iklim usaha peternakan sapi perah yang prospektif
1. Perlu kebijakan makro yang mendukung sistem usah secara menyelururh
2. Kesempatan bagi perusahaan swasta untuk usaha peternakan ini secara lebih baik
3. Perbaikan seluruh simpul industri sapi perah
4. Pemerintah harus meningkatkan pelayanan dan memproduksi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan produksi sapi perah
(Yusdja 2005)
Pemantauan mutu produk impor:
• Hewan
• Bahan baku
• Produk siap konsumsi
• Pencegahan masuknya penyakit-penyakit dari luar ke dalam negeri
Peningkatan kemampuan deteksi agen penyakit khususnya yang di Indonesia belum pernah ada kasus (emerging disease)
Evaluasi daftar penyakit hewan menular nasional bersama dari pihak terkait sehingga punya 1 daftar yang sama
Pemantauan kualitas kesehatan ternak secara berkala:
• Kesehatan pada umumnya
• Kesehatan reproduksi
• Kesehatan lingkungan/sanitasi
• Kesehatan produk
• Pencegahan penyakit-penyakit menular
• Strategi yang tepat dalam usaha pembebasan PHM
• MONITORING DAN SURVEILANCE
Pemantauan mutu produk dari peternakan hingga konsumen (from farm to table)
• mutu bahan baku (susu segar)
• mutu rantai distribusi: penampung, kendaraan, penyimpanan.
• Mutu pemrosesan di IPS
• Mutu distribusi produk
• Mutu penanganan produk oleh konsumen
Membangun kemandirian Produksi susu nasional yang berkualitas memerlukan
• Visi, motivasi kuat dan FOKUS
• Program kerja jangka panjang yang nyata dan terukur
• Keterpaduan lintas sektoral
PENUTUP
• Sektor pembibitan perlu perhatian dan fasilitas khusus dari pemerintah
• Kondisi investasi yang sehat bagi pengusaha besar dan masyarakat
• Pembangunan kuantitas harus selalu diiringi kualitas
PELAKSANAAN KEBIJAKAN, ATURAN, DAN PROGRAM KERJA
SECARA KONSISTEN DAN BERKESINAMBUNGAN
BANGKIT DUNIA PETERNAKAN INDONESIA !!!