LAPORAN HASIL SOSIALISASI PANGAN LOKALDI SMAN 1 TENGGARANG, BONDOWOSO
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL
disusun oleh: KELOMPOK A2
NUR KHOTIJA (121710101008)RIZKI KURNIAWAN (121710101009)EMI KURNIWATI (121710101021)SEPTI WULANDARI (121710101042)NUR WAHYU HIDAYANTI (121710101043)
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pangan merupakan salah satu dari tiga
kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Demi mewujudkan ketahanan pangan
yang baik, maka perlu dicanangkan beberapa program. Salah satunya memajukan
pangan lokal.
Indonesia kaya akan pangan lokal yang pada masing-masing daerah
memiliki potensi pangan lokal yang berbeda-beda. Pangan lokal merupakan
produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu
daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya produk pangan
lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula.
Di samping itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan
preferensi konsumen lokal pula. Produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan
budaya lokal setempat, sehingga produk ini sering kali menggunakan nama
daerah, seperti gudek jokya, dodol garut, jenang kudus, beras cianjur, dan
sebagainya.
Pangan lokal menjadi identitas dan berpotensi meningkatkan perekonomian
masyarakat di wilayah tersebut. Inovasi dan kreativitas sangat diperlukan dalam
pemanfaatan pangan lokal agar kualitas yang melimpah juga dapat diimbangi
dengan pemanfaatan yang maksimal. Namun kendala saat ini adalah masyarakat
tidak memanfaatkan pangan lokal yang ada secara maksimal. Hampir sebagian
masyarakat masih berpaku pada satu produk yang dapat dihasilkan dari pangan
lokal tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pensosialisasian tentang pemanfaatan
pangan lokal secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari sosialisasi di SMAN 1 Tenggarang, Bondowoso adalah untuk
mengenalkan pangan lokal kepada siswa SMA. Sehingga harapannya pemahaman tentang
pemanfaatan pangan lokal dapat tertanam kepada mereka dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari – hari.
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari sosialisasi di SMAN 1 Tenggarang
adalah sebagai berikut :
a. Siswa memahami pentingnya mengkonsumsi pangan lokal yang ada di
Indonesia,
b. Siswa memahami pentingnya diversifikasi pangan dan pengoptimalan
pangan lokal daerah, dan
c. Memperkenalkan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas
Jember ke siswa/siswi SMAN 1 Tenggarang.
BAB 2. REVIEW LITERATUR
2.1 Pangan lokal
Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi,
berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat
lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal,
teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal
biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga
produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu,
produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jokya, dodol
garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010)
Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif
pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal
setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan
baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk
pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat
Papua secara turun temurun (Wahid Rauf dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua,
beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai
bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo.
Pangan lokal atau pangan tradisional dapat berperan sebagai survival
strategi bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dalam sistem ketahanan
pangan. Pola pangan tradisional dapat menjadi pelengkap makanan pokok selain
beras, Adanya penggunaan bahan lokal yang biasanya lebih terjamin
ketersediaanya sebagai makanan pokok yang murah dan dapat dijangkau oleh
masyarakat setempat, berdampat pada penambahan pendapatan riil rumah tangga.
2.2 Deversifikasi pangan
Terdapat berbagai pengertian tentang diversifikasi pangan. Menurut
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, penganekaragaman pangan
atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam
pangan dengan prinsip gizi seimbang.
Diversifikasi pangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor. 68 Tahun
2002 Tentang Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka
ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Prinsip dasar dari diversifikasi
konsumsi pangan adalah bahwa tidak satupun komoditas atau jenis pangan yang
memenuhi unsur gizi secara keseluruhan yang diperlukan oleh tubuh. Namun,
dengan adanya peranan pangan sebagai pangan fungsional seperti adanya serat,
zat antioksidan dan lain sebagainya sehingga dalam memilih jenis makanan tidak
hanya mempertimbangkan unsure gizi seperti kandungan energy protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral tetapi juga mempertimbangkan pangan
dengan peranan sebagai pangan fungsional.
Menurut Suhardjo (2009) semakin beragam konsumsi pangan maka
kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi
diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada diversifikasi konsumsi
makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.
Soetrisno (2009) mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam
konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan
yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga
memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau
dari kuantitas maupun kualitasnya.
Beberapa pengertian tentang diversifikasi pangan adalah sebagai berikut:
a. Diversifikasi pangan dalam rangka pemantapan produksi padi. Hal ini
dimaksudkan agar laju peningkatan konsumsi beras dapat dikendalikan,
setidaknya seimbang dengan kemampuan peningkatan produksi beras.
b. Diversifikasi pangan dalam rangka memperbaiki mutu gizi makanan
penduduk sehari-hari agar lebih beragam dan seimbang.
Menurut Hafsah(2009) pangan perlu beragam karena beberapa alasan, yaitu:
a. Mengkonsumsi pangan yang beragam adalah alternative terbaik untuk
pengembangan sumber daya manusia berkualitas.
b. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian dan
kehutanan.
c. Memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan kepada
impor pangan.
d. Mewujudkan ketahanan pangan yang merupakan kewajiban bersama
pemerintah dan masyarakat.
Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi
mengubah pola konsumsi masyarakat sehingga masyarakat akan mengkonsumsi
lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. Dengan menambah jenis pangan
dalam pola konsumsi diharapkan konsumsi beras akan menurun.
Pada saat ini mayoritas masyarakat hanya mengkonsumsi bahan pangan
tertentu, sehingga ragam makanan yang dikonsumsi pun menjadi terbatas begitu
pula gizi yang diperoleh dari makanan tersebut. Manfaat diversifikasi pada sisi
konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun mikro,
untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik masyarakat.
Keragaman pangan juga meningkatkan asupan zat-zat antioksidan, serat, serta
penawar terhadap senyawa yang merugikan kesehatan seperti kolesterol. Di
samping itu, keragaman juga memberikan lebih banyak pilihan kepada
masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya. Manfaat diversifikasi
dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang
dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja.
Masyarakat Indonesia memiliki sistem budaya dan gaya hidup yang berbeda,
sehingga dimungkinkan bahwa kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan pokok non
beras yang saat ini mulai disosialisasikan akan berbeda. Makanan pokok berupa beras
saat ini dapat digantikan dengan bahan makanan lain, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Jagung adalah tanaman golongan rumputan kedua yang paling luas dibudidayakan di
Indonesia setelah padi. Komoditas ini memiliki potensi untuk menyangga kebutuhan
pangan non beras karena kandungan terbesar biji jagung adalah karbohidrat, dan
potensial digunakan sebagai bahan baku industri.
2. Ubi kayu/singkong menjadi bahan pokok setelah beras dan jagung. Umbi singkong
merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein.
3. Ubi jalar (ketela rambat) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan
adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi.
Selain makanan pokok berupa beras, diversifikasi juga dapat dilakukan terhadap
makanan pokok lain seperti kedelai. Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama
setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama
bagi masyarakat. Kedelai mengandung protein 35% bahkan pada varitas unggul kadar
proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung
singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.
Impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia diketahui
mencapai 70%. Oleh karena itu perlu adanya diversifikasi bahan pangan kedelai agar
ketergantungan bahan pangan impor menjadi berkurang dengan bahan makanan sebagai
berikut :
1. Kacang Tunggak
Kacang tunggak dapat dikonsumsi pada setiap tahap pertumbuhannya sebagai
sayuran. Daunnya merupakan sumber makanan penting di Afrika sebagai sayuran
hijau seperti bayam. Polong mudanya seringkali dicampur dengan bahan makanan
lainnya (Davis, 1991)
Biji kacang tunggak yang telah matang pada pengukuran 100 g mengandung 10
g air, 22 g protein, 1,4 g lemak, 51 g karbohidrat, 3,7 g vitamin,3,7 g karbon, 104 mg
kalsium dan nutrisi lainnya. Energi yang dihasilkannya sekitarnya sekitar 1420 kj/100
g. Pada biji yang masih muda dalam 100 g mengandung 88,3 air, 3 g protein, 0,2 g
lemak, 7,9 g karbohidrat, 1,6 vitamin, 0,6 karbon, dan energi yang dihasilkannya
sekitar 155 kj/100 g (Van der Maesen, 1993).
2. Kacang Gude
Kacang gude mengandung energi sebesar 336 kilokalori, protein 20,7 gram,
karbohidrat 62 gram, lemak 1,4 gram, kalsium 125 miligram, fosfor 275 miligram, dan
zat besi 4 miligram. Selain itu di dalam kacang gude juga terkandung vitamin A
sebanyak 150 IU, vitamin B1 0,48 miligram dan vitamin C 5 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram kacang gude, dengan jumlah
yang dapat dimakan sebanyak 100 %.
2.3 MOCAF (Modified Cassava Flour)
MOCAF adalah produk turunan dan tepung ubi kayu yang menggunakan
prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh akan
menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan
dinding sel singkong, sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati.
Proses liberasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan (Subagyo, 2006)
Granula tersebut akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan
monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik.
Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah
akan dapat menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak
menyenangkan konsumen. Menurut Sbagio (2006), selama proses fermentasi
terjadi pula penghilangan komponen penimbul warna, seperti pigmen (khususnya
pada ketela kuning), dan protein yang dapat menyebabkan warna cokelat ketika
pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilakan lebih putih jika
dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa.
Secara teknis, produksi MOCAF sangat sederhana, mirip dengan tepung
ubi kayubiasa tetapi disertai dengan fermentasi. Ubi kayu dibuang kulitnya,
dikerok lendirnya dan dicuci sampai bersih. Selanjutnya, ukuran diperkecil
dengan ukuran tertentu, dan dilakukan fermentasi selama 12-72 jam tergantung
dari bahan baku dan produk apa. Ubi kayu terfermentasi selanjutnya dikeringkan
baik dengan sinar matahari maupun pengering artifical. Namun, mutu prima akan
dihasilkan dengan pengeringan sinar matahari. Bahan yang telah kering kemudian
digiling dan diayak pada ukuran 80-120 mesh (Subagio, 2006).
2.3.1 Aplikasi MOCAF
Menurut Subagio (2006), selama ini tepung ubi kayu digunakan secara
terbatas untuk food ingredient, seperti subtitusi terigu sebesar 5% pada mie instant
yang menghasilkan produk dengan mutu rendah, atau pada kue kering. Namun
tepung ini sangat luas penggunaannya untuk bahan baku industri non pangan,
seperti lem. Dengan karakteristik khasnya, MOCAF dapat digunakan sebagai food
ingredient dengan dengan penggunaanya yang luas. Hasil uji coba menunjukkan
bahwa MOCAF dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai makanan,
mulai dari mie, bakerry, cookies hingga makanan semi basah. Namun demikian,
yang perlu dicatat adalah bahwa produk ini tidak sama persis karakteristiknya
dengan terigu, beras, atau yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan
sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan menghasilkan
produk yang bermutu optimal.
Kue brownies, kue kukus, dan kue bolu dapat dibuat dengan berbahan
baku 100% MOCAF sebagai tepungnya. Produk yang dihasilkan mempunyai
karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan
terigu tipe berprotein rendah (soft wheat). Kue-kue berbahan baku MOCAF ini
mempunyai ketahanan tehadap dehidrasi yang tinggi, sehingga mampu dismpan
dalam 3-4 hari tanpa perubahan tekstur yang berarti (Subagio, 2006).
Menurut Subagio (2006), MOCAF juga diujicoba digunakan beragam kue
kering, seperti cookies, nastar, dan kastengel, diman 100% tepungnya
menggunakan MOCAF. Hasilnya menunjukkan bahwa kue kering yang
dihasilkan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang
dibuat dengan terigu tipe berprotein rendah. Hanya saja, MOCAF memerlukan
margarin atau mentega yang lebih banyak dibandingkan terigu untuk
mendapatkan tekstur yang baik.
Untuk kue basah, telah diuji coba aplikasi MOCAF pada kue lapis
tradisional yang umumnya berbahan baku tepung beras, atau terigu dengan
ditambah tapioka. Hasilnya menunjukkan bahwa MOCAF dapat menggantikan
tepung beras maupun terigu 100%. Kue lapis yang dihasilkan bertekstur lembut
dan tidak keras. Untuk cita rasanya, hasil uji organoleptik dengan resep standar
menunjukkan bahwa panelis tidak mengetahui bahwa kue-kue tersebut dibuat dari
MOCAF yang berasal dari ubi kayu (Subagyo, 2006)
Beberapa produk bakery yang menghasilkan gluten untuk meningktkan
pengembang volume produksi, seperti roti, sphagheti, dan molen, dapat
menggunakan MOCAF sebesar 20% sebagai pengganti terigu. Pada pembuatan
mie basah dan mie kering, MOCAF dapat menggantikan terigu sebanyak 40%
(Sunarsih, 2011). Sementara pada pembuatan cake, MOCAF dapat menggantikan
terigu sebanyak 70% (Luciana, 2006) dan pada donat, MOCAF dapat
menggantikan sebanyak 70% (Aliya, 2006). Pada pembuatan snack, terigu dapat
disubtitusi oleh MOCAF sebanyak 60% serta makaroni dan pia sebesar 50%.
Selanjutnya untuk nugget dan siomay penggunaan MOCAF sebesar 40%.
Penggunaan terigu pada pembuatan tepung bumbu dapat disubtitusi oleh MOCAF
sebanyak 20%. Selain itu, untuk pembuatan produk gorengan dan keripik
penggunaan terigu dapat disubtitusi oleh MOCAF sebanyak 75%, pada pangsit,
prol tape, dan wafer sebanyak 50%, dan bakpao yaitu sebanyak 20%. Pada
pembuatan produk biskuit, MOCAF dapat menggantikan terigu sebanyak 100%,
sedangkan pada kerupuk, martabak telur, dan manis adalah sebanyak 50%
(Sunarsih, 2011)
2.3.2 Proses Produksi MOCAF
Prinsip pembuatan mocaf adalah dengan memodifikasi sel singkong
dengan cara fermentasi, sehingga menyebabkan perubahan karakteristik yang
dihasilkan berupa naiknya viskositas (daya rekat), kemampuan gelasi, daya
rehidrasi, dan solubility (kemampuan melarut) sehingga memiliki tekstur yang
lebih baik dibandingkan dengan tepung tapioca atau tepung singkong biasa.
Singkong (Manihot esculanta) adalah bahan baku pembuatan MOCAF, Indonesia
memiliki kapasitas produksi bahan baku singkong yang cukup tinggi dan tersebar
diseluruh Indonesia dengan harga per kilogramnya yang variatif. Proses
pembuatan MOCAF dimulai dengan pengupasan biasa, cara ini dapat dillakukan
secara manual atau dengan menggunakan mesin pengupas, kemudian singkong
dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran dan asam sianida. Setelah bersih,
singkong dipotong dengan mnggunakan mesin perajang (slicer) menjadi
potongan-potongan ukuran 0,2 - 0,3 cm (chip). Selanjutnya dilakukan proses
perendaman dengan ditambahkan bakteri asam sitrat, setelah itu dijemur selama 4
– 5 dengan menggunakan tampah atau dengan menggunakan mesin pengering.
Cip yang sudah kering kemudian digiling dengan menggunakan mesin penepung,
kemudian hasilnya diayak sehingga didapatkan tepung MOCAF yang halus.
Kehalusan tepung akan berpengaruh terhadap daya rekat tepung pada saat
dgunakan (Afandi, 2010).
ubi kayu
MOCAF
Pengupasan
pencucian
Pengecilan ukuran
Perendaman
Pengeringan matahari
penepungan
pengayakan
Asam sitrat
Kulit
Air
Larutan garam 0,1%
Limbah cair
Limbah cair
Limbah cair
sortiran
Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan MOCAF
2.3.3 Sifat-sifat Fisikokimia MOCAF
MOCAF adalah tepung cassava atau tepung singkong yang telah
dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi. Banyak teknik untuk memodifikasi
bahan berkadar pati tinggi antara lain dengan menggunakan bakteri asam laktat.
Dengan perlakuan fermentasi tersebut dihasilkna tepung singkong yang memiliki
tekstur lembut, putih dan tidak berbau khas singkong. Selain itu, MOCAF juga
memiliki daya gelasi, viskositas yang lebih baik dari pada tepung singkong biasa.
Sehingga memiliki karakteristik ddengan terigu. Namun memiliki perbedaan yang
mendasar yaitu MOCAF tidak memilikizat gluten seperti yang ada pada terigu,
g;iyen merupaka zat yang terkandung dalam protein, terigu kaya akan protein
Penggaraman 5 menit
sedangkan MOCAF memiliki kandungan protein yang sangat sedikit (Afandi,
2010).
MOCAF memiliki kandungan karbohidrat yang tnggi, namun rendah
protein hal ini menyebabkan MOCAF memiliki kemampuan gelasi, rehidrasi dan
viskositas yang lebh rendah dibandingkan terigu, namun masih lebih baik
dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau tepung gaplek. Terigu juga
mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat komplek yang tiak larut dalam air.
Jenis terigu dibedakan atas kandungan protein yang dimiliki oleh terigu,
kandungan protein dalam terigu menentukan kandungan gluten. Kualitas protein
serta gluten ditentukan dengan oleh kualitas Janis gandum. Protein sangat terkait
denga gluten, dimana gluten sendiri adalah suatu zat yang ada pada terigu,
sifatnya zat ini adalah elastic dan kenyal. Semakin tinggi kadar proteinnya maka
semakin banyak gluten yang ada pada tepung tersebut, begitu pula sebaliknya
(Yunus, 2009).
Kualitas terigu juga dipengaruhi oleh jumlah kadar air (moisture) pada
terigu. Kadar air berpengaruh besar sekali terhadap kualitas tepung. Bila kadar air
pada terigu tinggi maka tepung akan mudah rrusak disebabkan oleh pertumbuhan
jamur, dan bau apek. Bila kadar air tinggi maka kualiitas rendah dan harga jual
juga rendah. Kualitas terigu juga dipengaruhi oleh kadar abu yang ada paad terigu,
dimana kadar abu ini sangat mempengaruhi warna produk akhir. Kadar abu yang
tinggi menunjukkan terigu memiliki kualitas yang rendah.
Tabel 1. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Ubi Kayu
Komposisi MOCAF Tepung Ubi Kayu
Air (%) Max. 13 Max. 13
Protein (%) Max. 1,0 Max. 1,2
Abu (%) Max. 0,2 Max. 0,2
Pati (%) 85-87 82-85
Serat (%) 1,9-3,4 1,0-4,2
Lemak (%) 0,4-0,8 0,4-0,8
HCN (%) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Tabel 2. Perbedaan Sifat Fisik dan Organoleptik MOCAF dengan Tepung Ubi
Kayu
Parameter MOCAF Tepung Ubi Kayu
Besar butiran/ mesh Max. 80 Max. 80
Derajat keputihan (%) 88-91 85-87
Kekentalan (mPa.s) 52-55 (2% pasta panas)
75-77 (2% pasta dingin)
20-40 (2% pasta panas)
30-50 (2% pasta dingin)
Warna Putih Putih agak kecoklatan
Aroma Netral Kesan ubi kayu
Rasa Netral Kesan ubi kayu
BAB 3. METODOLOGI SOSIALISASI
3.1 Waktu dan Tempat
Sosialisasi dilakukan di SMAN 1 Tenggarang yang bertempat di Jalan
Raya Situbondo No 9, Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso.
Sosialisasi dilakukan pada Sabtu, 22 Februari 2014 pukul 10.30 – 12.30 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam sosialisasi adalah viewer, speaker, dan laptop
sedangkan bahan yang digunakan adalah kuisioner dan contoh produk olahan
mocaf.
3.3 Meode Sosialisasi
Metode yang dilakukan dalam sosialisasi adalah metode tutorial, tanya
jawab, dan debat.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sosialisasi mengenai pangan local dilaksanakan pada hari sabtu 22
Februari 2014, tepatnya di SMA Negeri 1 Tenggarang kabupaten Bondowoso.
Tema yang diangkat untuk sosialisasi adalah” Cintai Pangan Lokal Indonesia”.
Sosialisasi di mulai dari jam 10.15-12.45 .Adapun rincian dari kegiatan sosialisasi
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
Adapun persiapan yang dilakukan oleh kelompok 2 adalah mencari
ruangan dan juga menyiapkan viewer untuk presentasi. Hal ini dilakukan sendiri
oleh kelompok dua, karena pada saat itu sekolah sedang sibuk menghadapi ujian
praktek untuk kelas XII. Penyiapan ruangan dan viewer dibantu oleh para staf-staf
SMA Negeri 1 Tenggarang. Salah satunya adalah pak Rusdi. Walaupun saat jam
10.15 WIB sempat ada kendala, yaitu pak Rusdi yang bertanggung jawab
menyiapkan viewer ternyata masih ada kepentingan yang lain. Namun, Masih ada
staf yang lain yang membantu kita dalam persiapan ini. Sehingga pukul 10.20 kita
sudah bisa memasuki ruang kelas XI IPA 4.
2. Pembukaan
Acara sosialisasi pangan local dibuka dan dipandu oleh seorang
moderator. Penanggung jawab sebagai moderator adalah Emi Kurniawati. Acara
dibuka dengan cukup meriah sehingga tidak membosankan. Tanggapan dari
audiens juga sangat antusias dalam menyambut kedatangan kelompok dua. Hal itu
dibuktikan dengan bagaimana mereka bersikap. Sebenarnya sebelum kita
memasuki ruang kelas, siswa XI IPA 4 sedang melaukan kerja bakti pembuatan
taman dalam rangka menghadapi sekolah adiwiyata. Kami sempat pesimis melihat
keadaan itu, karena setidaknya mereka sudah lelah dengan kegiatan sebelumnya.
Tetapi dugaan kami salah. Ketika kami sampai di XI IPA 4 dan kami berbicara
dengan ketua kelasnya, seketika suasana berubah. Dengan cepat dan cekatan
mereka berusaha merapikan diri mereka untuk mengikuti acara kami. Selain diisi
dengan perkenalan dari kelompok dua dan juga beberapa siswa IPA 4, pada acara
pembukaan juga ditampilkan video universitas jember. Hal ini dilakukan agar
mereka mengenal almamater kita terlebih dahulu dan juga untuk menghindari
kebosanan. Para siswa cukup antusias dalam menyimak video yang kami
tampikan. Beberapa siswa mengajukan pertanyaan seputar Universitas Jember.
3. Materi 1
Sekitar pukul 10.30 acara inti pun di mulai. Moderator mempersilahkan
pemateri satu untuk membawakan materi tentang potensi pangan local dan
pembuatan MOCAF. Materi disampaikan oleh Rizki Kurniawan. Penyampaian
materi dilakukan dengan cara presentasi power point dan juga pemutaran video
tentang pembuatan mocaf. Selain itu, pemateri juga sangat memahami kondisi
kelas dengan tetap berkomunikasi dengan audience. Beberapa kali Rizki
menanyakan tentang materinya kepada para siswa, dan siswa pun sangat antusias
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Rizki. Tidak hanya itu, terdapat
beberapa siswa yang juga mencatat maateri yang disampaikan oleh Rizki. Materi
berlangsung selama 30 menit.
4. Ice Breaking
Setelah penyampaian materi, acara dikembalikan kepada moderator. Untuk
menghilangkan sedikit kejenuhan, moderator melanjutkan acara ice breaking.
Acara ini dilaksanakan dengan melatih konsentrasi audience dengan sebuah
permainan sederhanan. Adapun permainan yang dilakukan adalah permainan
warna. Yaitu jika moderator mengatakan hijau, maka audience harus bertepuk
satu kali, merah dua kali dan jika warna biru harus bertepuk tiga kali. Ice breaking
berlangsung cukup meriah. Ada lima siswa yang tidak berkonsentrasi saat
permainan. Dan kelima siswa tersebut diberi hukuman sesuai dengan kesepakatan
bersama. Dan hukumannya adalah bernyanyi di depan kelas. Acara bernyanyi
semakin meriah dengan adanya sang gitaris elas IPA 4.
5. Materi 2
Setelah acara ice breaking selesai maka dilanjutkan dengan penyampaian
materi ke 2 yaitu tentang pembutan kue brownies dari tepung mocaf. Materi ke 2
ini disampaikan oleh Nur Khotija. Penyampaian materi ke 2 dari Nur Khotija
lumayan serius tetapi tetap santai sehingga siswa-siswi SMAN 1 TENGGARANG
dapat menerima materi dengan baik pula. Bahan-bahan yang digunakan dalam
tepungmocaf, coklatbubukdan baking powder
Ayak
DCC
Cairkan dg minyakgoreng
Aduk rata
5 sendok adonan
adukdengan spatula
Mixerhingga mengembang
telur, guladangaram
Tuang dlmloyang
kukus 5’
½ adonan
kukus 10’
SKMsisaadonan
Tuang
kukus 20’
Angkat dinginkan
pembuatan brownies ini juga sederhana yaitu tepung mocaf, telur, baking powder,
coklat bubuk, gula, minyak goreng dan susu kental manis. Pembuatan kue
brownies ini juga mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang. Berikut skema
kerja pembuatan kue brownies:
Antusiasme siswa-siswi Tenggarang sangat tinggi dalam menerima
materi, hal itu dibuktikan dengan adanya beberapa siswa yang mencatat resep dari
pembuatan brownies untuk dapat diaplikasikan sendiri dirumah.
6. Diskusi
Acara diskusi dipandu oleh Nur Wahyu Hidayat. Diskusi dilakukan
dengan cara tanya jawab antara peserta dan pemateri.Saat diskudi berlangsung,
antusias para siswa sangat tinggi. Terdapat lebih dari 10 siswa yang mangangkat
tangan saat sesi diskusi di mulai. Namun karena waktu yang dimiliki juga
terbatas, maka pemandu diskusi hanya memilih 7 siswa untuk bertanya.
Pertanyaan yang diajukan cukup berbobot. Yaitu mengenai pembuatan mocaf,
diversifikasi pangan, dan juga potensi pangan local. Salah satu siswa yang sangat
aktif dalam sesi diskusi adalah Andi dengan nomor absen 5. Hehe, segitu
deketnya kita dengan mereka ya. Padahal baru pertama kali bertemu dengan
mereka. Sesi diskusi berjalan cukup meriah. Tidaj hanya tanya jawab atar siswa
dan pemateri, tetapi juga ada beberapa tanggapan dari pra siswa.
7. Game
Game dipandu oleh Emi dan Nur. Game yang dilaksanakan bertema
tentang pangan local yang dinamakan game berjodoh. Sebelum kami berangkat ke
SMA Negeri 1 tenggarang, kami sudah menyiapkan gulungan kertas sesuai
dengan jumlah siswa di IPA 4. Adapun gulungan kertas tersebut terdiri dari dua
kata yang berbeda. 17 kertas berisi tulisan “Pangan Lokal” dan 18 kertas lainnya
berisitulisan “Indonesia”. Gulungan keras tersebut dibagi secara acak oleh semua
anggota kelompo dua. Kemudian, pemandu game meminta kepada siswa untuk
membuka gulungan kertas secara bersamaan. Jika kertas mereka berjodoh antara
‘pangan local” dan “Indonesia” maka pasangan berjodoh segera maju untuk
menunjukkan gulumgan kertas kepada peandu game. Siapa yang tercepat,, maka
pasagan tersebut adalah pemenangnya. Dan pemenang tersebut sebenarnya adalah
korban. Karena mereka harus menjelaskan ulang mengenai pangan local. Hehe,
jebakan sih. Siswa cukup antusias dalam mengikuti game ini. Walaupun kedua
pasangan yang bertugas menjelaskan, namun beberapasiswa juga mengajukan diri
untuk menambahkan penjelasan mereka.
8. Debat pangan local
Debat pangan local yang dilkukan oleh kelompok dua bertema “ Pangan
Lokal vs pangan import”. Hal ini dilaukan dengan tujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengetahuan mereka mengenai materi yang sudah disampaikan
pada acara tersebut. Dan debat pangan local ini bisa dikatakan berhasil. Kaena
para peserta sangat berantusias dalam mengikuti debat panggan local. Sistem
debat ini dilaksanakan dengan pembagian kelompok pro dan kontra. Untuk para
siswa IPA 4, kita setting sebagai kelompo pro terhadap pangan local. Sementara
kami berlaku sebagai kelompok kontra. Acara ini dimulai dengan pemberian
pendapat dari Rizki dan tetap dipandu oleh moderator yang berperan untuk
menengahi jalannya acara. Pada acara ini, semua anggota kelompok kami
berperan dan mengikuti acara. Acara berjalan cukup meriah dan sengit. Para siswa
tidak pernah menyerah dalam membela pangan local, dan kami juga tetap
memancing mereka agar wawasan mereka tentang pangan local semakin terbuka.
Saat debat berlangsung, banyak hal yang disampaikan oleh mereka. Yaitu
mengenai kelebihan pangan local, potensi pangan local di daerah masing-masing
dan juga produk-produk pangan local.
9. Pembagian kuisioner
Untuk menyakinkan kembali bahwa pemikiran mereka tentang pangan
local sudah bertambah. Kami juga melakukan pembagian kuisioner kepada para
siswa. Pemberian kuisioner dilakukan oleh septi. Selain itu, septi juga berperan
sebagai fotografer yang mengabadikan acara kami :D. Adapun isi dari kuisioner
tersebut adalah sebagai berikut ;
Saat pembagian kuisioner berlangsung, kami juga melakukan pembagian
brownies mocaf sebagai percobaan produk dan juga untuk mengetahui tingkat
kesukaan mereka terhadap brownies yang dibuat dari mocaf. Untuk
memperkenalkan tentang THP, kita juga menampilkan video yang berisi profil
THP dan kgiatan-kegiatan kami di THP.
10. Pembagian hadiah
Pembagian hadiah ditujukan untuk memberikan reward kepada peserta
yang aktif dan juga memenangkan permainan. Pemberian hadiah ini dilaksanakan
oleh moderator. Sedangkan yang memberikan hadiah adalah Rizki, dan Nur
Wahyu. Selain pemberian hadiah, kami juga memberikan kenang-kenangan
kepada IPA 4. Pemberian kenang-kenangan dilakukan oleh septi yang kemudian
diserahkan kepada wakil ketua kelas IPA 4.
11. Penutup
Acara sosialisasi kami berjalan cukup lancar dan menyenangkan. Semua
materi sudah tersampaikan dengan baik. Para siswa-siswi SMAN 1 Tenggarang
juga dapat menerima materi dengan baik. Tibalah saatnya kami diacara terakhir
yaitu penutupan. Sebelum moderator menutup acara sosialisasi, kami kelompok
dua bersama-sama menyampaikan jargon yang telah kami buat. Jargon dari kami
berbunyi “SMAN 1 Tenggarang, cinta pangan lokal Indonesia”. Awalnya kami
mempraktekkan jargon kepada siswa-siswi terlebih dahulu, setelah itu kami
bersama-sama menyerukan jargon tersebut, dan akhirnya semua bertepuk tangan
dan bergembira bersama. Setelah itu moderator menutup acara sosialisasi kami.
Tak lupa sebelum kita meninggalkan ruang kelas kita semua berfoto bersama
sebagai bentuk kekeluargaan dan kenang-kenangan .
12. Penempelan poster
Sebelum kami meninggalkan SMAN 1 TENGGARANG kami tak lupa
menempelkan beberapa poster yang telah kami buat tentang pangan lokal dan
tepung mocaf. Poster hanya ditempel pada salah satu mading saja yaitu pada
mading pengumuman. Penempelan mading dilakukan oleh Emi Kurniawati dan
Rizki Kurniawan.
BAB 5. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil sosialisasi dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Sosialisasi penting dilakukan dengan tujuan pengenalan pangan lokal
ke masyarakat umum khususnya siswa di kalangan remaja
b. Sosialisasi dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu
persentasi, tanya jawab, diskusi, relaksasi, dan debat.
c. Sosialisasi yang dilakukan di SMAN 1 Tenggarang Kabupaten
Bondowoso berjalan dengan lancar tanpa kendala yang dialami.
4.2 Saran
Kegiatan sosialisasi dapat diterapkan pada mata kuliah lainnya untuk
meningkatkan public speaking mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu
Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Aliya. 2006. Mengenal Teknik Penjernihan Air. Semarang : CV Aneka Ilmu.
Almilia, Luciana Spica dan Lailul L. Sifa. 2006. “Reaksi Pasar Publikasi
Corporate Governance Perception Index pada Perusahaan yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang.
Davis, M. L. dan Cornwell, D. A. 1991. Introduction to Environmental Enginee-
ring . Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York
Hafsah, Mohammad Jafar. (2004), “Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah”, Infokop, No. 25, Tahun XX
Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan
Daerah.
Rauf, A. Wahid, Sri Lestari. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal
Sebagai Pangan Alternatif Di Papua. Jurnal Litbang Pertanian, 28(2),
2009
Subagio, A. 2006. Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai
Bahan Baku Industri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan
Pokok Nasional.Fakultas Teknologi Pertanian.Universitas Jember. Jember.
Suhardjo. 2009. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.
Sunarsih. (2001). Kepemimpinan Transformasional Dalam Era Perubahan
Organisasi. Jurnal Managemen dan Bisnis. Vol 5 No.2. Desember 2001 :
106-116.
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama, Cetakan
Pertama. Penerbit Kencana, Jakarta
Van der Maesen dan Somaatmadja S, 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara l. gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yunus, Cengel. 2009. Heat Transfer. New York : Americas.
Lampiran
Pembukaan dan Perkenalan
Penyampaian materi 1 (Potensi Pangan Lokal
Materi 1 ( pembuatan mocaf)
Pemutaran Video mengenai Universitas Jember
Ice breaking
Penampilan dari siswa XI IPA 4
Penyampaian materi 2 ( pembuatan Brownies Mocaf)
Antusiasme siswa mengikuti materi
Salah satu siswa yang berantusias mencatat materi
Antusiasme siswa saat sesi diskusi
Andi (salah satu penanya saat diskusi
Antusiasme siswa saat sesi diskusiMenjawab prtanyaan
Pembagian brownies mocaf
Pemenang game pangan lokal
Penempelam poster di mading
Review materi
Menjawab pertanyaan
Foto Bersama
Hasil Pengisian KuisionerHasil pengisian kuisioner
Hasil Pengisian kuisionerPresensi kehadiran