LAPORAN PLK HUKUM ADAT
HTN ADAT BALI
PUTRI ASHARDHITA 13040704014
DONNY CHRISTOPHER 13040704015
AHMAD KAROMI 13040704047
NISYA SEPTIK PRIANDA 13040704051
HERNY WINDHA 13040704053
SEPTIAN EKA 13040704055
PRODI S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat serta hidayah nya sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya.
Makalah ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Hukum
Adat.Selain itu juga untuk megetahui bagaimana PENGATURAN htn (Hukum
Tatanegara) desa adat Bali Aga.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.Penulis tahu bahwa
dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca.
Terima Kasih.
Surabaya, 08 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................... ii
Pendahuluan ................................................................................... 1
Pembahasan ................................................................................... 3
Penutup .................................................................................... 7
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hukum adat saat ini sedang populer dibicarakan karena eksistensinya
sebagai salah satu hukum yang hidup di negara kita karena keunikannya. Hukum
adat meski tidak tertulis secara sistematis namun sangat ditaati oleh anggota
masyarakatnya. Sementara hukum positif atau hukum nasional kita yang sangat
rinci itu banyak sekali penyelewengan dan pelanggaran yang dilakukan
masyarakat meski aturannya jelas-jelas sudah ada.
Merujuk dari PLK (Perkuliahan Luar Kelas) yang telah dilakukan di Bali
sebagai salah satu provinsi atau daerah di Indonesia yang hukum adatnya masih
sangat kental dan masih dipegang teguh oleh anggota masyarakatnya, maka
makalah ini akan membahas mengenai cara penyelesaian masalah didalam adat.
Keunikan di desa adat Bali Aga terlihat dari sistem pemerintahan di desa
adatnya. Berbeda dengan sistem pemerintahan desa dinas, desa adat memiliki
pengaturan yang luar biasa berbeda dan mencangkup dalam berbagai aspek.
Rumusan Masalah
- Seperti apa sistem pemerintahan di desa adat Bali Aga (Terunyan dan
Tenganan)
- Apa saja organ-organ pemerintahan dalam desa adat Bali (Terunyan dan
Tenganan)
- Bagaimana cara pemilihan pendesa adat dimasing-masing desa (Terunyan
dan Tenganan)
- Seperti apa sistem musyawarah di tiap-tiap desa adat tersebut (Terunyan
dan Tenganan)
- Seperti apa masyarakat Kusamba beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat bali, sementara mereka adalah kaum minoritas?
Tujuan
- Mengetahui Sistem Pemerintahan di tiap-tiap desa adat (Terunyan dan
Tenganan)
- Mengetahui Organ-organ pemerintahan tiap-tiap desa adat (Terunyan dan
Tenganan)
- Mengetahui Cara pemelihin pendesa adat ditiap-tiap desa adat (Terunyan
dan Tenganan)
- Mengetahui sistem musyawarah ditiap-tiap desa adat (Terunyan dan
Tenganan)
- Mengetahui cara masyarakat Kumsamba bertahan dalam kondisi sebagai
kaum minoritas
- Memenuhi tugas laporan kelompok PLK Hukum Adat
Manfaat
- Implikasi dari sistem tata pemerintahan desa adat dengan perkembangan
jaman saat ini.
- Mempertahankan budaya arif lokal agar tidak tergerus oleh perkembangan
jaman
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum adat memiliki nilai-nilai tradisional yang universal yang sampai
sekarang masih sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut
adalah a. Asas gotong royong, b. Fungsi sosial manusia dan milik dalam
masyawarakt, c. Asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum, d. Asas
perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem pemeritahan.
Asas gotong royong jelas nampak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
hukum adat. Seperti kebiasaan saat pengerjaan sawah atau ketika ada resepsi
dalam satu keluarga didesa adat, maka warga lain akan gotong royong membantu.
Fungsi sosial manusia dan milik damal masyarakat dicerminkan dengan
saling memberi hasil bumi yang dimiliki warga satu kepada warga yang lain, atau
mungkin ketika warga lain sedang membutuhkan sebuah kebutuhan yang hanya
dimiliki oleh beberapa warga dan sipemilik mengizinkan warga tersebut
mengambilnya.
Asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum nampak dalam
pelaksanaan pamong desa. Dimana sudah menjadi kebiasaan bahwa kepala desa
dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting yang menyangkut
kepentingan kehidupan desanya, selalu terlebih dahulu membicarakan masalahnya
dalam balai desa.
Asas perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem pemerintahan dimana
penuangannya dalam kehidupan sehari-hari di desa adat berwujud dalam lembaga
balai desa yang dimaksud pada asas sebelumnya.
1. Desa Adat Terunyan
Sistem Pemerintahan didesa adat Terunyan terbagi atas beberapa organ
pemerintahan didesa adat. Yaitu antara lain
◦ Pendesa Adat
◦ Kepala Desa
◦ Klian
◦ Kaur
◦ Tempek
◦ Pecalang
a. Pendesa adat
Dipilih secara keturunan, dipilih apabila sudah berkeluarga, tugasnya
sebagai pemangku adat saat upacara adat.Apabila pendesa adat meninggal
akan dipilih pendesa adat sementara sambil menunggu pemilihan pendesa
adat yang selanjutnya. Waktu pemilihan maksimal 3 bulan. Yang
membedakan pendesa adat didesa ini dengan desa lain adalah Pendesa adat
mendapatkan gaji. Pendesa adat juga yang memegang Awg-aweg desa.
Sebagai undang-undang desa adat yg Berisi seluruh aturan desa adat.
Aweg-aweg dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman, Perubahan
dilakukan dengan cara musyawarah desa Setiap 5 tahun sekali.
b. Kepeala Desa Adat
Dipilih dengan cara musyawarah. Musyawarah dilakukan oleh setiap kepala
keluarga. Tugasnya untuk mengurusi kegiatan administrasi desa. Periode
jabatannya adalah selama 8 tahun
c. Klian Adat
Setiap banjar disetiap desa selalu ada Klian. Kewenangannya dibawah Pendesa
Adat. Dipilih dari musyawarah desa, Tugasnya adalah untuk membantu Jero
Pendesa Adat.
d. Kaur Adat
Adalah yang mengurusi urusan-urusan yang bersifat administrasi seperti
keuangan desa dan lain-lain. Dipilih dengan musyawarah desa.
e. Tempek Adat
Adalah orang yang mengurusi segala sesuatu kebutuhan upacara adat.
Bertindak seperti panitia kegiatan upacara adat. Dipilih juga dengan
musyawarah.Jumlah nya banyak.
f. Pecalang Adat
Disebut dengan Polisi Desa Adat. Dipilih secara musyawarah.Periode nya 2-5
tahun. Tidak ada syarat khusus untuk menjadi Pecalang. Pecalang tidak
mendapat gaji (Sukarela)
g. Penjaga Pura
Tugasnya untuk merawat Pura, Menjaga pura. Tidak mendapat gaji. Dipilih
secara keturunan .
Didesa Terunyan terlihat sekali bahwa sistem musyawarah sebagai salah satu
bentuk penyelesaian masalah masih digunakan hingga sekarang. Terbukti
dengan Musyawarah sealu rutin dilakukan setiap bulan sekali sesuai dengan
kalender Saka tepat pada bulan Purnama. Membahas segala urusan desa baik
pembangunan dll. Keanggotaan musyawarah desa adalah setiap kepala
keluarga
2. Desa Tenganan
Sistem Pemerintahan didesa adat Terunyan terbagi atas beberapa organ
pemerintahan didesa adat. Keanggotaan desa adat dapat dibedakan menjadi 3
bagian, yaitu:
1) krama desa (keanggotaan inti), adalah sepasang suami istri yang baik dari
desa adat Tenganan. Berjumlah 27 anggota.
2) krama bumi, adalah berupa sepasang suami istri yang salah satu dari
mereka berasal dari luar desa adat Tenganan.
3) krama bumi pulangan, adalah orang-orang yang melakukan kesalahan
dengan sanksi hak atas tanah dicabut.
Sistem keorganisasian mereka adalah senioritas, mana yang menikah paling
dulu dia akan menempati tempat paling atas.
Beberapa perangkat desa dari ke 27 orang anggota inti itu adalah:
1. Luanan jumlahnya 5 orang Bertugas sebagai Dewan Pertimbangan Agung
atau sebagai sesepuh desa adat Tenganan
2. Klian Desa yang berjumlah 6 orang. Mereka bertugas sebagai Majelis
Hakim. Semua permasalahan yang ada di Desa Adat Tenganan
Pegringsingan diputuskan melalui Sangkep (pertemuan/rapat) yang
dipimpin oleh “Klian Desa” dengan mengundang krama desa muani
(anggota krama desa laki-laki).
3. Tambalapu (Menyampaikan informasi kepada warga lainnya, berjumlah 6
orang), dan
4. Pengluduan (Pelaksana kegiatan).
Hal ini sesuai dengan corak dari hukum adat itu sendiri yaitau hukum adat
mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia menurut
hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasa
kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum adat.
Dari kebiasaan para pemimpin adat desa Tenganan (6 Klien adat) tersebut
terlihat jelas corak hukum adat tersebut masih dipertahankan sampai sekarang.
Sendir-sendi hukum adat yang merupakan landasan yang sangat penting dan
fundamental bagi kehidupan masyarakat hukum adat tersebut sendiri.
6 Klien adat yang ada di desa adat Tenganan bali ini merupakan
representatif dari pemimpin adat. Mereka yang bertugas menyelesaikan segala
jenis permasalahan desa. Karena dalam kehidupan bermasyarakat pasti akan
menemui berbagai masalah. Mereka sebagai pemimpin adat diharapkan bisa
menyelesaiakan permasalah yang terjadi.
Pemimpin adat bertugas memelihara jalannya hukum adat sebagaimana
mestinya. Sebagai pemimpin desa, mereka memiliki 3 aktifitas pokok sebagai
pemimpin adat.
1. Tindakan-tindakan mengenai urusan tanah berhubungan dengan
adanya pertalian yang erat antara tanah dan persekutuan yang
mengusai tanah itu
2. Penyelenggara hukum sebagai usaha mencegah adanya pelanggaran
hukum
3. Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukum setelah hukum
itu dilanggar
Musyawarah yang dilakukan di desa adat Tenganan Bali setiap harinya itu
dapat diartikan sebagai 2 dari 3 aktifitas pokok pemimpin desa seperti yang
diuraikan diatas yaitu sebagai tindakan pencegahan adanya pelanggaran hukum
adat dan tindakan represif dari pelanggaran hukum adat yang terjadi di desa
terebut.
Kewajiban pemimpin adat dalam menyelenggarakan hukum adat itu
adalah sepenuhnya untuk memperhatikan adanya perubahan-perubahan
pertumbuhan hukum adat, perubahan keadaan-keadaan yang timbul,
memperhatikan lahirnya kebutuhan-kebutuhan baru dari masyarakat hukum adat
itu sendiri.
Apabila ada perselisihan antara masyarakat desa adat, perbuatan-perbuatan
yang bertentangan dengan hukum adat, tugas dari pemimpin adat ini adalah
mendamaikan dan mngembalikan keseimbangan hubungan dalam masyarakat.
Para pemimin adat ketika akan mengambil sebuah keputusan atas sebuah
permasalahan selalu bermusyawarah dengan anggota yang lain yang ikut duduk
dalam pemerintahan desa. Di desa adat Tenganan ada beberapa struktur
pemerintahan desa. Selain 6 Klian desa ada struktur yang lain. Dan ketika 6 Klian
adat ini tidak dapat mencapai kesepakatan dan menyelesaikan permasalahan maka
organ desa yang lain akan ikut menyelesaikan permasalahan.
Musyawarah di desa adat Tenganan dilakukan setiap harinya agar masalah
yang setiap hari terjadi diantara masyarakat desa tersebut dapat diselesaikan. Hal
ini untuk menjaga keseimbangan kehidupan bermasyarakat. Desa adat memang
masih menjunjung tinggi musyawarah ini. Tidak hanya Tenganan namun desa
Terunyan juga melakukannya namun waktunya saja yang berbeda. Di Terunyan
musyawarah desa dilakukan setiap bulannya saat bulan purnama.
Sebenarnya yang melakukan musyawarah di desa adat tenganan ini tidak
hanya 6 Klian desa ini saja, namuan 27 Kerame Desa yang dipilih dari warga desa
Tenganan yang menikah juga dengan warga desa Tenganan. Namun dari ke 27
Kerame desa ini 6 Klian desa inilah yang bertugas layaknya DPR di negara kita.
Sehingga musyawarah hanya dilakukan oleh 6 Klian desa ini saja.
Mekanisme musyawarah di desa adat Tenganan ini seperti musyawarah
desa pada umumnya. Setiap harinya 6 Klian desa ini berkumpul di balai desa,
pada pukul 20.30 malam untuk membahas semua urusan desa. Pokok bahasan
setiap harinya berbeda-beda. Hal ini karena setiap harinya pasti ada permasalahan
desa yang dihadapi, selain itu jika mendekati upacara suci atau ritual lainnya, 6
Klian ini akan membahasnya pada musyawarah setiap malamnya itu.
Bagaimana jika ke 6 Klian desa itu tidak dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi? Maka ke 27 Kerame desa itu akan bermusyawarah
bersama untuk membahas permasalahan yang terjadi. Dicontohkan jika terjadi
sengketa waris dalam sebuah keluarga, jika 6 Klian desa tidak dapat menemukan
pemecahan masalah dari musyawarah yang mereka lakukan karena pihak yang
bersengketa tidak menyetujuinya maka masalah ini akan ditangani oleh 27 kerame
desa. Namun jika musyawarah kerame desa ini juga tidak menemukan
kesepakatan untuk para pihak yang bersengketa, maka para pemimpin adat akan
mencari alternatif pemecahan masalah dari aweg-aweg desa yang berada dibalai
agung. Namun jika ternyata para pihak masih bersikukuh tidak ingin berdamai
dan melanjutkan permasalahannya maka jalan terakhir yang ditempuh adalah
dengan sumpah di balai agung. Akan tetapi hal ini hampir tidak pernah terjadi.
Biasanya masyarakat dapat menyelesaikan setiap masalahnya hanya sampai tahap
musyawarah para kerame desa. Hal ini karena menurut kepercayaan masyarakat
Tenganan, jika mereka bersumpah di balai agung, akibatnya tidak akan menimpa
mereka namun akan menimpa keturunan mereka.
Hal ini karena dalam awal perkembangannya faktor magis dan animisme
masih sangat kuat bahkan hal itu masih dipertahankan sampai sekarang. Terbukti
dengan hal itu, ketika masyarakat sedang menghadapi permasalahan yang tidak
kunjung mendapatkan jalan keluar, maka penyelesaian akhirnya adalah dengan
sumpah, namun akibat dari sumpah itu entah baik dan buruk akan menimpa
kepada keturunan-keturunan selanjutnya dari mereka yang bersumpah.
Masyarakat Bali mayoritas menganut agama Hindu yang datang pada awal
abad ke 8 yang dibawa oleh orang-orang India ke Indonesia. Namun sebenarnya
dalam hukum adat bali sendiri pengaruh agama Hindu ini tidak terlalu banyak,
bahkan cenderung sedikit.
3. Kusamba (Kampung Muslim)
Kampung ini dikenal sebagai salah satu kampung Muslim di Kabupaten
Klungkung. Ia juga dikenal sebagai kampung pertama Islam di kabupaten
tersebut. Di tempat ini terdapat makam seorang ulama penyebar Islam di Bali
bernama Habib Ali Bin Abubakar Bin Umar Bin Abubakar Al Khamid. Habib Ali
inilah yang pertama menyebarkan Islam di kerajaan Klungkung. Makamnya
berada di Kampung Islam Kusumba. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat
kampung Islam ini melakukan aktivitas rutin dengan lancar tanpa ada gangguan
dan intimidasi dari pihak mana pun. Banyak ibu-ibu dan remaja putri yang
memakai jilbab. Sedang laki-lakinya bersongkok. Ini menjadi simbol bahwa
perkampungan tersebut adalah perkampungan Muslim.
Simbol ini sangat penting di Bali, untuk membedakan mana masyarakat
yang beragama Islam dan yang bukan. Hubungan masyarakat kampung yang
mayoritas keturunan Banjar ini dengan kampung lainnya yang beragama Hindu
sangat baik. Masyarakat Hindu bersikap toleran terhadap warga Muslim. Mereka
memberi kebebasan kepada warga Muslim untuk menjalankan ritual keagamaan
yang diyakininya. Terbukti di kampung ini terdapat masjid yang cukup besar,
bernama Masjid Al-Huda. Juga sarana pendidikan berupa sekolah Islam. Yang
menarik, ternyata masyarakat Klungkung mengakui bahwa hubungan masyarakat
Muslim di kampung tersebut dengan pihak kerajaan sangat baik. Dalam
kaitannya dengan pemerintahan setempat, umat Muslim yang jumlahnya relatif
sedikit itu sudah dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat
orang banyak. Dalam pertemuan yang diselenggarakan lembaga pemerintahan
misalnya, umat Islam dengan segala aturan yang sudah ditetapkan oleh Islam, juga
diperlakukan sebagaimana mestinya. Walaupun umat Islam di Kampung
Kusamba tergolong minoritas, namun bukan berarti selalu dipandang miring oleh
umat Hindu. Umat Islam di mata umat Hindu dan umat yang beragama lain
dikenal sebagai umat yang jujur dan teguh memegang janji. Anggapan ini sudah
ada sejak zaman nenek moyang mereka. Misalnya, dalam hal perjanjian untuk
tidak saling mengganggu, atau menyakiti antar umat yang berkeyakinan lain, umat
Islam adalah kelompok yang belum pernah mengingkari perjanjian-perjanjian
seperti ini. Selain itu, umat Hindu Klungkung juga melihat kaum Muslim sebagai
masyarakat yang memiliki aturan lengkap.
Misalnya aturan dalam kehidupan sehari-hari, dan lain-lain. Pada dasarnya
umat Hindu memandang positif terhadap Islam. Hal ini karena sudah terbukti
bahwa Islam bisa hidup berdampingan dengan masyarakat sekitarnya.
Masyarakat Muslim juga menunjukkan respon positif terhadap aktivitas
keseharian umat Hindu Bali. Selama hidup berdampingan dalam masyarakat umat
Hindu dan Muslim masing-masing memberi kebebasan beraktivitas sesuai dengan
keyakinannya. Buktinya, setiap adanya perayaan nyepi yang bersamaan dengan
shalat Jumat, bisa berjalan beriringan. Pada saat Nyepi, meski umat Hindu
melaksanakan catur berata panyepian (mati karya, mati lelangunan, mati geni, dan
mati lelungan), namun umat Islam juga menunaikan shalat Jumat di masjid.
Warga Hindu yang mengetahui umat Islam keluar untuk shalat Jumat pun dapat
memakluminya. Kaum Muslimin juga ketika berlangsung shalat Jumat tidak
menggunakan pengeras suara ke luar, tapi ke dalam agar tidak mengganggu umat
Hindu yang sedang merayakan hari besarnya.
Bahkan, di kalangan umat Islam sendiri ada yang memakai nama Wayan,
Ketut, Nengah dan berbahasa Bali halus. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa
Desa Kusamba, Klungkung memiliki ikatan sejarah yang sangat besar atas
perkembangan Islam di Tanah Dewata. Bukti sejarah tersebut ditandai adanya
makam Habib Ali Bin Abubakar Bin Umar Bin Abubakar Al Khamid. Letaknya
tepat di pesisir pantai Kusamba, Klungkung. Menurut tokoh masyarakat
Kampung Islam Kusamba, Mugeni, semasa hidupnya Habib Ali dikenal sangat
dekat dengan keluarga Kerajaan Gel-Gel, Klungkung. Bahkan, ia ditunjuk
menduduki jabatan sebagai penerjemah atau ahli bahasa yang bertugas
mengajarkan bahasa Melayu kepada Raja yang saat itu dipimpin oleh Raja Dewa
Agung Jambe. Karena hal ini Habib Ali mendapat perlakuan yang istimewa dari
Raja. Ia diberi seekor kuda jantan putih yang gagah perkasa untuk melakukan
tugas kerajaan. Tak hanya itu, ia merupakan satu-satunya rakyat biasa yang bebas
keluar-masuk kerajaan.
Sayangnya, menurut Mugeni perlakuan istimewa itu ternyata membawa
angin permusuhan di internal kerajaan. Apalagi ia seorang Muslim yang menurut
mereka tidak sesuai dengan keyakinan yang dianut waktu itu. Kedekatannya
dengan Raja Dewa Agung Jambe akhirnya menuai petaka. Usai menghadap sang
Raja Klungkung, Habib Ali dihadang oleh sekelompok pasukan tak dikenal.
Akhirnya, terjadi pertempuran yang sengit dan tidak imbang yang mengakibatkan
Habib Ali terbunuh. Mendengar penerjemahnya tewas, Raja Klungkung, Dewa
Agung Jambe memerintahkan prajurit kerajaan untuk memakamkan jasad Habib
Ali di tepi pantai Kusamba, tempat dimana ia wafat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum adat dan kebiasaan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat
desa adat Bali, seperti dalam tata pemerintahan mereka. Organ-organ yang
dibentuk sangatlah beragam dan memiliki TuPokSi yang berbeda-beda setiap
organnya.
Meski tugas mereka berbeda namun semuanya sangat berhubungan satu
sama lain. Meski sudah banyak sistem pemerintahan seperti desa dinas, mereka
tetap memberlakukan sistem lama yang diterapkan oleh nenek moyang mereka
dulu.
Kedua desa adat itu (Terunyan dan Tenganan) sama-sama memiliki ciri
khas sendiri dalam sisitem pemerintahannya. Mulai dari bagaimana pengangkatan
organ desa, sistem pemilihan, sampai pemberhentian, hak-hak para organ dan cara
menyelesaikan masalah.
salah satunya yaitu cara penyelesaian masalah sehari-hari dalam
kehidupan bermasyarakat yaitu dengan musyawarah yang dilakukan oleh 6 Klian
desa yang rutin setiap malam dilaksanakan dibalai desa, menunjukan betapa asas
kekeluargaan diterapkan dalam menyelesaikan setiap masalah.
Musyawarah yang dilakukan diikuti oleh 6 Klian desa sebagai salah satu
dari 3 organ pemerintahan di desa adat Tenganan. Namun jika permasalahan
menjadi semakin rumit, maka 27 Kerame desa dapat ikut bermusyawarah
membantu menyelesaikan masalah.
Mekanisme pelaksanaan musyawarah pun dilakukan sebagaimana
biasanya musyawarah dilakukan. Hanya 6 Klian desa berkumpul di balai desa
setiap malamnya untuk membahas setiap permasalahan desa dan mencari
solusinya.
Jika masalah semakin meluas, 27 Kerame desa yang menjadi organ utama
desa akan ikut campur tangan dalam musyawarah. Dan ketika musyawarah dari
Kerame desa juga tidak dapat menyelesaikan masalah maka solusinya akan
dicarikan di aweg-aweg desa yang berada dibalai agung. Hingga yang terakhir
adalah dengan sumpah di balai agung jika masalah tetap belum menemukan
solusi. Namun sumpah ini hampir tidak pernah terjadi.
Selain itu desa Kusambe yang berada di Klungkung merupakan salah satu
bentuk dari toleransi umat beragama. Mereka dapat hidup saling berdampingan
dengan baik bersama dengan masyarakat hindu Bali meskipun mereka adalah
kaum minoritas.
Saran
Dalam kehidupan kita selalu berubah, dan juga dinamis. Meski seperti itu
setidaknya sebagai generasi muda kita perlu meningkatkan dan melestarikan
kearifan lokal seperti hukum adat. Dalam hukum adat mengatur mengenai sistem
pemerintahan. Mereka memiliki sistem yang sangat baik meski umur hukum adat
jauh lebih tua dari umur manusianya (masyarakat). Namun sampai sekarang masih
dipegang teguh. Kita sebagai mahasiswa hukum haruslah dapat menjaga agar
hukum adat selalu menjadi tonggak aturan dalam hidup bermasyarakat dimana
meski tidak tertulis, hukum itu tetaplah ditegakkan dan ditaati oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Wignjodipoero Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta; PT Toko
Gunung Agung, 1967