PENDAHULUAN
Latar Belakang
PT Bank Century Tbk didirikan pada tahun 1989 yang merupakan hasil
merger dari Bank Picco, Bank Danpac, dan Bank CIC.. Kantor pusat bank
tersebut berlokasi di Gedung Sahit Sudirman Center, Jln Jend Sudirman No.
86, Jakarta Pusat 10220.Bank Century memiliki 23 kantor cabang, 35 kantor
cabang pembantu dan 3 kantor kas. Pada tanggal 21 November 2008 diambil
alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Proses merger ini berawal dari akuisisi Bank Danpac dan Bank Pikko
oleh Chinkara Ltd, sebuah perusahaan yang berdomisili di Kepulauan
Bahama – Amerika Serikat. Persetujuan prinsip akuisisi diputuskan oleh
Rapat Dewan Gubernur BI tanggal 27 November 2001. Persetujuan ini
sangatlah kontroversial karena BI tetap memberikan persetujuan akuisisi
walaupun ada syarat-syarat administratif yang tidak dipenuhi, seperti
publikasi atas akuisisi oleh Chinkara. laporan keuangan Chinkara selama tiga
tahun berturut-turut, dan rekomendasi pihak berwenang dinegara asal
Chinkara. Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga mensyaratkan agar ketiga bank
tersebut melakukan merger, memperbaiki kondisi bank, mencegah
terulangnya tindakan melawan hukum, serta mencapaidan mempertahankan
Capital Adequacy Ratio (CAR) 8%.
ANALISA KASUS
Awal mulanya kasus Century Bank yang kini telah berganti menjadi
Mutiara Bank dimulai pada tahun 2008. Pada masa itu Century Bank
mengalami kesulitan dalam likuiditas, yang disebabkan oleh beberapa
nasabah besar Century Bank yang hendak menarik dananya dari bank
tersebut, seperti seseorang nasabah besar dari bank yang century yang
bernama Budi Sampoerna yang akan menarik uangnya sebesar Rp. 2 Triliun.
Masalah kemudian muncul dikarenakan dana yang dimiliki Century Bank
tidak cukup untuk mengembalikan uang nasabah. Masalah lain yang semakin
memperburuk keadaan Century Bank adalah jatuh temponya surat – surat
berharga valuta asing sebesar $56 juta yang kemudian tidak mampu
dibayarkan.
Tidak sampai disitu pada tanggal 17 November, Antaboga Delta
Sekuritas yang dimiliki oleh seseorang yang bernama Robert Tantular tidak
sanggup membayar kewajiban atas produk Discreationary Fund yang dijual
Century Bank pada akhir tahun 2007. Dengan keadaan yang semakin buruk
tepat pada 20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur
menetapkan Century Bank sebagai bank gagal yang berdampak sistemik
(sistem yang ada). Keputusan bahwa Century Bank sebagai bank gagal yang
berdampak sistemik kemudian di sampaikan kepada Menteri Keuangan Sri
Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kemudian
KSSK Mengadakan rapat pada 21 November 2008.
Setelah rapat yang diadakan pada 21 November 2008, kemudian
dilanjutkan dengan rapat Komite Koordinasi dengan peserata rapat Ketus
KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Hasil dari rapat tersebut para peserta setuju menyatakan bahwa
Century Bank adalah bank gagal yang berdampak sistemik (sistem yang ada)
dan akan menerima aliran penaganan Bank Century melalui LPS. Pada saat
rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin oleh Menteri
Keuangan Sri Mulyani untuk memutuskan nasib Century Bank. Hasil rapat
tersebut memutuskan akan memberikan dana kepada Century Bank sebesar
Rp. 632 Miliar untuk menambah modal sehinggan dapat menaikan Capital
Adequacy Ratio (CAR) menjadi 8%.
Setelah Century Bank diberikan dana sebesar Rp. 632 Miliar LPS
kemudian memberikan dana sebesar Rp. 2,776 Triliun kepada Century Bank
untuk menambah tingkat Capital Adequacy Ratio (CAR) menjadi 10%.
Dengan pemberian dana yang besar untuk menaik Capital Adequacy Ratio
(CAR) ternyata belum menyelesaikan masalah Century Bank sehingga
Century Bank mulai menghadapi tuntutan dari investor Antaboga atas
penggelapan dana investasi senilai Rp. 1,38 Triliun yang mengalir ke Robert
Tantular. Pada 5 Desember 2008 LPS kembali memberikan dana sebesar
Rp. 2,2 Triliun untuk memenuhi kesehatan bank.
Masalah yang dihadapi oleh Century Bank membuat seakan Century
Bank menjadi bank yang istimewa karena Bank Indonesia masih memberikan
dana sebesar Rp. 1,55 Triliun pada tanggal 3 Febuari 2009 padahal faktanya
Century Bank terbukti lumpuh. Kemudian pada Oktober 2009, LPS
mengambil alih 90% saham Century Bank dan kemudian mengganti nama
menjadi Mutiara Bank. Namun masalah yang terjadi tidak kunjung larut
tuntas, sedangkan dana – dana yang diberikan kepada Century Bank yang
betujuan untuk meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR) terlihat tidak
memberikan penyelesain kepada nasabah – nasabah dari Century Bank itu
sendiri.
ANALISA TEORI & PEMBAHASAN
Moral Hazard merupakan perilaku yang mengabaikan resiko karena
sebagian resiko tersebut ditanggung oleh orang lain. Dalam kasus Century
Bank terlihat bahwa kebijakan – kebijakan yang dibuat untuk menyelesaikan
masalah tidak memuaskan / tidak menyelesaikan masalah para nasabah itu
sendiri. Century Bank tampak tidak siap menjadi bank yang dapat memberi
kepercayaan dan kepuasaan padahal bank merupakan bisnis yang berotorias
dasar kepada kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Seperti dalam
penyediaan jumlah modal bank, Century Bank tampak tidak siap dalam
menyidakan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang merupakan rasio
permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana
untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan
risiko kerugian yang diakibatkan dalam opersional bank.
Dalam kasusnya bahwa nasabah lain mendapatkan imbas kerugian
dan kehilangan uang yang telah dipercayakan kepada pihak bank
dikarenakan Century Bank yang tidak siap dalam menyediakan dana pada
saat seorang nasabah akan menarik dana dengan jumlah besar. Century
Bank seakan pura – pura tidak menyadari dan tidak memperhatikan resiko
yang akan terjadi bila penarikan dana dengan jumlah yang besar akan
membuat Century Bank lumpuh dan berimbas kepada seluruh nasabah dan
menyiptakan kerugian yang besar. Selain itu bank juga tampak tidak siap
untuk jenis – jenis pambayaran yang akan jatuh tempo seperti menhadapi
jatuh temponya surat – surat berharga valuta asing sebesar $56 juta yang
kemudian tidak mampu dibayarkan. Resiko – resiko seperti ini yang
semestinya dapat diperhitungkan tetapi tampak tidak diperhitungkan dengan
baik dan menimbulkan ‘kesan’ bahwa resiko yang terjadi dilimpahkan begitu
saja kepada pihak nasabah - nasabah Century Bank yang tidak tau efek dari
masalah itu sendiri.
Adverse Selection merupakan pengambilan keputusan yang salah
sebagai akibat tidak akuratnya informasi yang ada karena salah satu pihak
memiliki informasi yang lebih baik atau disebut sebagai asymmetric
information. Adverse selection pertama terjadi saat Bank Pikko, Bank
Danpac, dan Bank CIC akan melakukan merger. Merger bank ini tetap
dilakukan walaupun ada syarat – syarat administratif yang belum dipenuhi
kemudian hasil dari merger ini kembali menciptakan masalah yang sama
yaitu pada sisi Capital Adequacy Ratio (CAR). Salah satu contoh dari
Adverse Selection adalah Lemons Problem yang merupakan perilaku yang
melebih – lebihkan sesuatu yang bernilai rendah dan menurunkan sesuatu
yang bernilai tinggi. Hal ini terlihat pada saat Bank Indonesia (BI) tetap
memberikan dana sebesar Rp. 1,55 Triliun pada tanggal 3 Febuari 2009
padahal faktanya Century Bank terbukti lumpuh dan dana yang diberikan
tersebut tidak efektif, karna para nasabah Century Bank sendiri tidak
mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima dalam bentuk uang
tabungan mereka di bank tersebut.
Implikasi transparasi terhadap efektifitas sistem keuangan. Dalam
kasus Century Bank tidak adanya transparasi yang jelas hal ini dapat
didasarkan dengan pengambilan keputusan BI melalui Rapat Dewan
Gubernur menetapkan Century Bank sebagai bank gagal yang berdampak
sistemik. Sistemik yang dimaksud tidak dijelaskan seperti apa bentuknya dan
efek yang akan berdampak terhadap sistem yang ada, Lalu para nasabah
juga tidak mendapatkan informasi yang jelas dengan nasib tabungan uang
mereka sehingga implikasi yang terjadi dari transparasi yang tidak jelas tidak
menciptakan integritas pasar yang didalamnya tidak adanya keadilan pasar
yang dirasakan oleh nasabah sehingga nasabah tidak memberikan kontribusi
lagi, pada tahap akhirnya pasar tidak akan berjalan dengan wajar dan efisien.
KESIMPULAN
Dari analisa kasus dan teori pembahasan tentang Century Bank, kami
mempunyai kesimpulan bahwa Century Bank telah melakukan perilaku
menyimpang di dalam aktivitas keuangannya, yaitu teori moral hazard,
seharusnya dalam menghindari terjadinya moral hazard seluruh pihak yang
berkaitan seperti pihak bank dan nasabah harus melakukan transparansi dan
publikasi berkala agar semua pihak mengetahui kondisi keuangan bank serta
untuk meningkatkan kepercayaan nasabah pada bank.
Kesalahan data atau informasi yang terjadi Century Bank disebut
sebagai adverse selection, untuk menghindari terjadinya adverse selection
seharusnya Century Bank perlu melakukan evaluasi dan penyempurnaan
peraturan perbankan Indonesia khususnya dalam sistem pengawasan dan
permodalan.
Pengawasan yang efektif perlu diperlukan koordinasi antar lembaga
baik otoritas moneter dengan otoritas fiskal serta otoritas jasa keuangan dan
modal bank harus selalu tersedia untuk menghindar kebangkrutan yang
diakibatkan bank tidak dapat memenuhi kewajibannya sehingga
menimbulkan masalah yang seharusnya tidak terjadi dan dapat merugikan
nasabah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyusunan perangkat hukum yang
jelas dan tegas untuk mengatur segala aspek mengenai mekanisme
koordinasi yang efektif.
Industri keuangan juga perlu diatur modal dari setiap perusahaan yang
ada agar menghindarkan kebangkrutan, selain itu lembaga keuangan sering
dijadikan indikator transparansi agar terbebas dari kesalahan baik di sengaja
maupun tidak, Bank yang sehat akan menimbulkan kepercayaan konsumen
dan akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil.