BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Granger Causality Test
Analisis regresi dengan data cross sectional, menunjukkan hubungan
ketergantungan antar variabel yang tidak selalu berarti memiliki hubungan
kausalitas. Namun, dalam regresi yang melibatkan data deret waktu, hubungan
kausalitas bisa saja terjadi. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya, waktu tidak
berjalan mundur. Ide awal dibalik Granger Causality adalah, jika kejadian A terjadi
sebelum kejadian B, maka terdapat kemungkinan bahwa kejadian A menyebabkan
kejadian B. Dan kita pun bisa mengatakan bahwa kejadian B yang terjadi kemudian,
tidak mungkin menyebabkan kejadian A. Dengan kata lain, kejadian di masa lampau
dapat menyebabkan kejadian di masa sekarang, tetapi kejadian di masa depan tidak
dapat menyebabkan kejadian saat ini (Gujarati, 2003: 696).
Menurut Abdalla (2011: 101), Uji Granger Causality dengan persamaan
model Vector Autoregression (VAR) adalah:
(2.1)
(2.2)
Dimana:
,= variabel endogen pada waktu ke t
= koefisien variabel
p = jumlah lag
= residual pada waktu ke t
= konstanta
t = waktu (1, 2, 3, …, n)
6
7
Hipotesis untuk uji Granger Causality adalah
H0 = α12,i = 0 untuk i = 1,2,…,p (y2t tidak “Granger-Cause” y1t)
H1 = Minimal terdapat satu α12,i ≠ 0 untuk i = 1,2,…,p (y2t “Granger-Cause”
y1t)
Statistik uji yang digunakan adalah
(2.3)
Dimana:
RSS0 = jumlah kuadrat residual dari model univariat VAR
RSS1 = jumlah kuadrat residual dari model VAR
p = jumlah lag
T = jumlah data (2n)
Kriteria pengujiannya adalah jika F-Test > F(α, p, T-2p-1) maka tolak H0.
2.2. Stasioneritas
Pada pengujian Granger Causality, syarat data yang digunakan adalah data
yang bersifat stasioner. Data yang stasioner adalah data yang nilai rata-rata dan
variannya tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau rata-
rata dan variannya konstan (Nachrowi & Usman, 2006: 340). Untuk menguji apakah
data bersifat stasioner atau tidak, umumnya digunakan uji akar unit. Terdapat banyak
uji akar unit, tetapi yang paling umum dan banyak dipakai adalah Augmented Dickey
Fuller Test (ADF).
Konsep pengujian Augmented Dickey Fuller Test adalah jika suatu data time
series tidak stasioner pada orde nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut bisa dicari
melalui order berikutnya sehingga diperoleh tingkat stasioneritas pada order ke-n
(first difference) atau I(1), atau second difference atau I(2), dan seterusnya (Purnomo,
8
2010: 39). Sebelum melakukan uji ADF, perlu memperhatikan plot data yang akan
diuji. Jika data mengandung unsur tren, maka digunakan uji ADF tipe tren, dan jika
data tidak mengandung unsur tren, dapat diselidiki apakah rata-ratanya sama dengan
nol. Jika rata-ratanya tidak sama dengan nol, maka digunakan uji ADF tipe
konstanta, dan jika rata-ratanya sama dengan nol, menggunakan uji ADF tipe null.
Uji ini memiliki persamaan :
(2.4)
Dimana:
= first difference dari Y
= nilai konstan atau intercept
= koefisien regresi untuk trend
= koefisien regresi untuk lag Y
= koefisien regresi untuk difference lag Y
ε = error
m = lag
t = waktu
Dengan hipotesis :
H0 : (Terdapat akar unit, variable Y tidak stasioner)
H1 : Tidak terdapat akar unit, variable Y stasioner)
Statistik Uji:
(2.5)
Jika lebih besar dari nilai kritis ADF maka gagal tolak hipotesis nol, yang
berarti terdapat akar unit (data tidak stasioner). Dan jika lebih kecil dari nilai kritis
ADF maka tolak hipotesis nol, tidak terdapat akar unit (data stasioner).
9
2.3. Uji Lag Optimal
Pemilihan lag yang tepat merupakan faktor penting dalam analisis Granger.
Terdapat dua uji yang akan dipakai, yaitu Akaike’s Information Criterion (AIC) dan
Schwarz Information Criterion (SIC). Kedua metode tersebut memiliki keunggulan
dari metode lain karena kedua metode ini cocok digunakan untuk data deret waktu.
AIC dan SIC dapat menjelaskan kecocokan model dengan data yang ada (insample
forecasting) dan nilai yang terjadi di masa mendatang (out of sample forecasting)
(Gujarati, 2003: 536). Model akan diujikan dan diurutkan berdasarkan nilai AIC dan
SIC. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan SIC terkecil
(Gklezakou & Mylonakis, 2010:318).
Rumus dari AIC dan SIC adalah sebagai berikut :
(2.10)
(2.11)
Dimana:
k = jumlah variabel endogen
n = jumlah observasi
u = residual
e = 2,718
t = waktu (1,2,…,n)
2.4. Prediksi
Prediksi atau peramalan menurut Aswi dan Sukarna (2006: 1-2) merupakan
suatu teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan
10
memperhatikan data masa lalu maupun data masa ini. Akan tetapi, tidaklah berarti
bahwa setelah mempelajari teknik ini, kita dapat meramal apa saja dengan tepat.
Untuk membandingkan prediksi dari model mana yang lebih akurat dari
model-model lain yang digunakan, dapat dilihat dari nilai Mean Square Error (MSE)
model tersebut. Menurut Aswi dan Sukarna (2006: 130) MSE adalah suatu kriteria
pemilihan model terbaik berdasarkan pada hasil sisa peramalannya. Semakin kecil
nilai MSE berarti nilai taksiran semakin mendekati nilai sebenarnya. Kriteria MSE
dirumuskan sebagai berikut:
(2.12)
Dimana:
= Nilai y pada waktu t
= Nilai prediksi y
t = waktu (1, 2, …, n)
2.5. Subprime Mortgage Crisis
Pada tahun 2001, dikarenakan jatuhnya industri dotcom, Bank Sentral
Amerika menurunkan suku bunga perbankan (dari 6.5% menjadi 1.75%) untuk
membantu perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar pinjaman ke bank.
Hal ini dimanfaatkan oleh perusahaan pembiayaan rumah sehingga mendorong
pertumbuhan pembangunan perumahan murah, yang dijual melalui skema Subprime
Mortgage. Istilah Subprime memiliki arti orang-orang penerima kredit yang dinilai
memiliki resiko tinggi oleh penyedia kredit perumahan. Orang-orang ini adalah tipe
orang-orang yang tidak memiliki sejarah kredit yang baik, dan memiliki pendapatan
yang kurang atau tidak stabil (Arafat, 2009: 18).
11
Skema peminjaman Subprime Mortgage berbeda dengan model tradisional
peminjaman hipotek. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, skema tradisional
berjalan dengan bank memberikan pinjaman, dan penerima pinjaman membayar ke
bank. Sedangkan pada skema Subprime, bank menjual kumpulan hutang tersebut
(disebut sebagai Asset Backed Securities atau Efek Beragun Aset) sebagai portofolio
kepada bank investasi, yang akan dijual kembali kepada investor di seluruh dunia,
seperti bank komersial, perusahaan asuransi, investor perorangan, dan lain-lain. Alur
pembayaran yang terjadi adalah, penerima pinjaman membayar ke bank, yang
pembayarannya akan diteruskan kepada pemegang hutang. Hal ini menjadikan bank
yang memberikan pinjaman tidak lagi memiliki insentif untuk mengawasi dan
memeriksa secara teliti hipotek yang mereka keluarkan (Gerardi et al., 2008: 73).
Skema Subprime Mortgage ini laku di masyarakat dan banyak orang dari
golongan menengah ke bawah membeli rumah dengan skema ini. Terjadilah
fenomena ekonomi yang disebut “bubbling” atau gelembung. Harga-harga rumah
pun beranjak naik pada tahun 2003-2005 dan sudah melebihi nilai normal atau
aslinya. Periode ini menjadi “bibit” dari krisis Subprime Mortgage (Demyanyk &
Van Hemert, 2008: 4). Para pembeli terlena dengan pencicilan tetap yang murah
selama 2 tahun, dan tidak menyadari bahwa setelah 2 tahun jumlah uang cicilan yang
harus mereka bayarkan kemudian meningkat secara berkala ditambah dengan bunga
sesuai dengan tingkat suku bunga Bank Sentral Amerika, yang terus bertambah.
Makelar hipotik juga hanya fokus pada penjualan rumah, dan membiarkan para
pembeli tidak mendapat penjelasan yang jelas soal peningkatan cicilan dan bunga
(Arafat, 2009).
12
Gambar 2.1 Model Baru Peminjaman Hipotek
(Sumber: BBC News)
Akibatnya, menjelang tahun 2007, pembeli rumah tak sanggup membayar
cicilan rumah mereka dikarenakan harga kredit yang melambung tinggi. Ketika ini
terjadi, satu-satunya jaminan bagi MBS (Mortgage-Backed Securities) adalah rumah-
rumah itu sendiri. Namun, karena penawaran perumahan ternyata melebihi
permintaan seiring gelembung industri perumahan, nilai rumah-rumah itupun turun,
tidak sesuai lagi dengan nilai yang dijaminkan dalam MBS. Sementara bank
investasi harus tetap memberi pendapatan berupa bunga kepada para investornya.
Hal ini menimbulkan kepanikan investor-investor lain yang tidak
menanamkan modalnya di pasar properti Amerika Serikat, dipicu oleh penurunan
13
harga saham-saham para bank/lembaga-lembaga besar lainnya yang terkena imbas
krisis Subprime Mortgage. Penurunan tersebut mengirimkan sinyal-sinyal negatif
kepada para investor pelaku pasar lainnya bahwa perusahaan-perusahaan itu dan
pasar modal Amerika Serikat sedang mengalami permasalahan serius. Sebagai
tindakan “rasional”, para investor memutuskan untuk menarik dananya dari pasar
modal untuk menghindari kerugian.
Perilaku investor-investor yang menarik dananya tentu saja menyebabkan
kekeringan likuiditas di pasar modal yang kemudian berdampak pada kesulitan
perusahaan untuk kinerjanya yang mengakibatkan para pekerja terancam PHK. Mata
rantai peristiwa dilanjutkan dengan pengurangan daya beli rumah tangga akibat
hutang yang membumbung dan segi pendapatan yang turun. Tingkat pengangguran
meningkat, kondisi pasar yang kelebihan supply, kekeringan likuiditas, dan
meningkatnya inflasi menjadi akibat-akibat dari efek domino krisis Subprime
Mortgage (Abdullah, 2010: 332).
2.6. Indeks Saham
Indeks saham adalah sebuah pengukuran nilai suatu pasar saham yang
dihitung dari harga saham-saham terpilih pada pasar saham tersebut. Indeks saham
merupakan indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi
sebagai indikator tren pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi
pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu (Darmadji, 2011: 129).
Bagi mereka yang aktif dalam jual beli saham, informasi seputar pergerakan
indeks harga saham merupakan informasi vital. Dengan mengetahui posisi indeks,
investor dapat memperkirakan apa yang sebaiknya dilakukan terhadap saham-saham
14
yang dimilikinya. Apakah harus menjual? Menahan? Atau membeli saham baru?
Informasi tentang posisi dan perkembangan indeks dapat diketahui dari media.
Menurut Darmadji (2011: 129), di pasar modal, sebuah indeks diharapakan
memiliki lima fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai indikator pasar tren
2. Sebagai indikator tingkat keuntungan
3. Sebagai tolok ukur kinerja suatu portofolio
4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif
5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif
2.7. Rekayasa Perangkat Lunak
Rekayasa perangkat lunak menurut Pressman (2010: 13) adalah penerapan
dan penggunaan prinsip-prinsip perancangan untuk mendapatkan perangkat lunak
yang ekonomis, dapat diandalkan, dan dapat bekerja secara efisien dalam mesin yang
nyata.
Proses umum dalam proses rekayasa perangkat lunak menurut Pressman
(2010: 15) adalah:
1. Communication
Sebelum pengerjaan teknis dimulai, perlu adanya komunikasi
antara konsumen dan orang-orang yang terlibat untuk mengetahui dengan
jelas tujuan proyek dan membantu mengumpulkan informasi seputar
kebutuhan perangkat lunak.
2. Planning
Perencanaan yang dituangkan dalam software project plan
mendeskripsikan tugas-tugas teknis yang perlu dilakukan, resiko-resiko
15
yang dapat muncul, sumber daya yang diperlukan, hasil akhir dan jadwal
kerja.
3. Modeling
Pembuatan model untuk mengerti lebih jauh tentang kebutuhan
perangkat lunak dan rancangan yang dibutuhkan.
4. Construction
Tahap pengembangan perangkat lunak dengan mengkombinasikan
proses coding dan testing untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang
ada.
5. Deployment
Perangkat lunak diberikan kepada konsumen untuk dievaluasi yang
akan memberikan tanggapan atau umpan balik mengenai perangkat lunak
terkait.
2.7.1. Agile Development
Seiring berkembangnya jaman, kebutuhan pengguna berubah dan
berkembang. Harus ada cara yang memungkinkan proses adaptasi, yang dapat
mengakomodasi kebutuhan modern. Sebuah filosofi dalam rekayasa
perangkat lunak yang menekankan 4 hal utama: pentingnya tim yang dapat
mengontrol hasil kerja mereka sendiri, komunikasi dan kolaborasi antara
anggota tim dan user, kesadaran bahwa perubahan dapat menghasilkan
kesempatan, dan penekanan pada hasil perangkat lunak yang dapat
memuaskan user. Model proses Agile dirancang untuk mengatasi 4 hal
tersebut (Pressman, 2010: 91).
16
2.7.2. Extreme Programming (XP)
Menurut Pressman (2010: 73-77) Extreme Programming adalah
model proses Agile yang paling umum digunakan. XP menggunakan
pendekatan berorientasi objek sebagai paradigma pengembangan. XP
memiliki 4 aktivitas kunci, yaitu:
1. Planning
Tahap ini dimulai dengan pertemuan antara anggota tim
dan user untuk akan menghasilkan “story” yang merupakan
deskripsi hasil yang diperlukan, fitur-fitur, dan fungsionalitas
pada perangkat lunak yang akan dibangun. User akan
menentukan prioritas story dan pengembang akan mengkaji
waktu yang dibutuhkan untuk setiap story. Seiring
perkembangan pekerjaan berlangsung, user dapat menambah,
mengubah, atau menghapus story yang sudah ada.
2. Design
Dari story yang telah dibuat, dilanjutkan ke dalam
tahap ini yang akan menyediakan panduan implementasi story.
Dalam tahap ini, jika ditemukan story yang bermasalah, akan
dilakukan Spike Solution, yaitu pembentukan design prototype
yang akan diimplementasi dan dievaluasi untuk mengurangi
resiko pada waktu implementasi yang sebenarnya. Tahap ini
juga mendukung adanya refactoring, yaitu sebuah proses yang
mengubah sistem perangkat lunak dimana struktur internal
kode diubah menjadi lebih optimal dan sederhana namun tidak
mengubah hasil akhir. Karena adanya refactoring, tahap ini
17
berlangsung sebelum dan sesudah tahap Coding, karena tahap
ini akan terjadi secara kontinu selama sistem dikonstruksi.
3. Coding
Sebelum masuk pada proses pemrograman, akan
dibangun unit test terlebih dahulu, yang berfungsi merancang
setiap story yang ada. Setelah unit test telah dibangun, masuk
kepada proses pemrograman yang akan menyelesaikan setiap
unit test.
4. Testing
Tahap ini dilakukan tes pada unit test yang telah
dibuat. Integrasi dan tes validasi dilakukan secara harian
sehingga dapat memberikan tim XP secara kontinu indikasi
progress dan deteksi masalah secara dini. Dalam tahap ini juga
terdapat customer tests yang dikhususkan untuk user dan
difokuskan pada sistem fitur dan fungsionalitas yang dapat
dilihat dan dinilai oleh user.
18
Gambar 2.2 The Extreme Programming Process
(Sumber: Roger S. Pressman, Software Engineering: A Practitioner’s
Approach, 2010)
2.8. Interaksi Manusia dan Komputer
Salah satu ciri program yang baik adalah bersifat user-friendly. Menurut
Shneiderman dan Plaisant (2010: 32) terdapat lima faktor manusia terukur yang
dapat dijadikan sebagai pusat evaluasi yaitu:
1. Waktu belajar
Waktu yang dibutuhkan user untuk mempelajari cara yang relevan
untuk melakukan suatu tugas.
2. Kecepatan kinerja
Waktu yang diperlukan program untuk menjalankan suatu tugas.
3. Tingkat kesalahan user
Jumlah dan jenis kesalahan yang dapat terjadi saat user
mengerjakan suatu tugas.
19
4. Daya ingat
Seberapa baik user dapat mempertahankan pengetahuan pemakaian
programsetelah beberapa waktu.
5. Kepuasan subjektif
Seberapa banyak tingkat kepuasan user dalam penggunaan
bermacam aspek antarmuka.
Menurut Shneiderman dan Plaisant (2010: 88-89), dalam merancang sebuah
interface terdapat aturan yang dikenal sebagai 8 Golden Rules (8 Aturan Emas),
yaitu:
1. Konsistensi
Konsistensi pada banyak hal, baik dalam urutan tindakan, warna,
bahasa, menu, sampai jenis tulisan.
2. Melayani kebutuhan yang universal
Menyadari kebutuhan penggunaan dan desain untuk semua jenis
user. Seperti penambahan bantuan untuk pemula dan fitur-fitur
tambahan untuk para ahli, dapat meningkatkan kualitas sistem.
3. Memberikan umpan balik yang informatif
Untuk setiap tindakan user, harus ada umpan balik untuk
memberikan informasi kepada user. Untuk tindakan yang kecil dan
sederhana, umpan balik dapat menjadi sederhana, tetapi untuk tindakan
yang jarang dan utama, umpan balik harus lebih jelas.
4. Merancang dialog untuk menutup keadaan akhir
Urutan tindakan sebaiknya diatur dalam kelompok menjadi bagian
awal, pertengahan dan akhir. Pada keadaan akhir, suatu umpan balik
akan membantu user mengetahui berakhirnya urutan tindakan.
20
5. Pencegahan dan penanganan kesalahan
Sistem yang dirancang sebaiknya membuat user agar tidak dapat
membuat kesalahan fatal, dan jika terjadi kesalahan, harus terdapat
deteksi dan bantuan penanganan yang mudah, konstruktif, dan spesifik.
6. Mudah kembali ke tindakan sebelumnya
Tindakan-tindakan dalam sistem sebaiknya dapat diulang ke
tindakan sebelumnya, sehingga membuat user tidak takut untuk
mengeksplorasi sistem.
7. Mendukung pengendalian internal
Menjadikan user sebagai pengontrol sistem dan bukan sebaliknya,
sehingga user dapat menggunakan sistem dengan lebih leluasa.
Mendorong agar user menjadi inisiator daripada responden.
8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek
Desain sistem yang sederhana dan mudah diingat dapat membantu
keterbatasan ingatan user. Sistem dapat disederhanakan dengan
menggabungkan tampilan yang dapat disatukan, pemberian waktu yang
cukup untuk mengingat kode, dan urutan tindakan.
2.9. Unified Modeling Language (UML)
Unified Modeling Language atau UML adalah seperangkat kumpulan
permodelan yang digunkaan untuk menentukan atau menggambarkan sebuah sistem
perangkat lunak yang berkaitan dengan objek (Whitten & Bentley, 2007: 371). UML
memiliki bermacam-macam diagram yang digunakan dalam menggambarkan suatu
sistem.
21
Berikut ini tipe-tipe diagram yang akan digunakan:
2.9.1. Use Case Diagram
Use Case Diagram adalah diagram yang menggambarkan interaksi
antara sistem dan bagian eksternal sistem serta user. Dengan kata lain, Use
Case Diagram menggambarkan siapa yang menggunakan sistem dan dalam
cara apa user berinteraksi dengan sistem (Whitten & Bentley, 2007: 246).
Elemen-elemen pada Use Case Diagram menurut Whitten dan
Bentley (2007: 247-250) adalah:
1. Actor
Actor adalah segala sesuatu yang memerlukan interaksi
dengan sistem untuk dapat bertukar informasi.
2. Associations Relationships
Sebuah relasi antara actor dan use case dimana ada interaksi
terjadi antara mereka.
3. Extends Relationship
Sebuah use case yang mengandung langkah-langkah yang
diambil dari use case yang lebih kompleks untuk
menyederhanakan use case dasar.
4. Uses (or Includes) Relationship
Use case yang mengurangi redundansi diantara dua atau
lebih use case lain dengan mengkombinasikan langkah-langkah
umum yang ditemukan.
5. Depends On Relationship
Relasi yang mengindikasikan bahwa salah satu use case
tidak dapat dilakukan sampai use case lain dilakukan.
22
6. Inheritance Relationship
Pada use case sebuah relasi antara actor yang dibuat untuk
menyederhanakan penggambaran ketika actor abstrak mewarisi
peran beberapa actor.
Gambar 2.3 Contoh Use Case Diagram
(Sumber: Whitten & Bentley, System Analysis and Design Methods, 2007)
2.9.2. Activity Diagram
Activity Diagram adalah sebuah diagram yang dapat digunakan
untuk menggambarkan aliran proses bisnis, langkah-langkah use case, atau
logika dari perilaku sebuah objek (Whitten & Bentley, 2007: 390).
Elemen-elemen pada Activity Diagram menurut Whitten and
Bentley (2007: 391) adalah:
1. Initial Node
Lingkaran penuh yang melambangkan proses aktifitas
dimulai.
23
2. Actions
Kotak bulat yang melambangkan langkah-langkah
individu. Urutan tindakan membentuk aktivitas total yang
ditunjukkan oleh diagram.
3. Flow
Panah pada diagram menandakan gerak maju melewati
actions. Kebanyakan flows tidak memerlukan kata-kata kecuali
keluar dari decisions.
4. Decisions
Bentuk wajik dengan satu flow yang masuk dan dua atau
lebih yang keluar. Flow yang keluar ditandai untuk
mengindikasikan kondisi.
5. Merge
Bentuk wajik dengan dua atau lebih flow yang masuk
dan satu yang keluar. Bertujuan untuk menggabungkan flow
yang sebelumnya dipisahkan oleh decisions.
6. Fork
Sebuah batang hitam dengan satu flow yang masuk dan
lebih dari satu flow keluar. Actions pada flow parallel di bawah
fork dapat terjadi dalam urutan apapun atau bersamaan.
7. Join
Sebuah batang hitam dengan lebih dari satu flow yang
masuk dan satu flow keluar. Menandakan akhir proses
bersamaan.
24
8. Activity Final
Sebuah lingkaran penuh dalam lingkaran yang
melambangkan proses berakhir.
Gambar 2.4 Contoh Activity Diagram
2.9.3 Class Diagram
Class Diagram adalah sebuah diagram yang menggambarkan struktur
objek statis sistem. Class Diagram menunjukkan objek kelas-kelas yang
membentuk sistem beserta hubungan antara objek kelas-kelas tersebut
(Whitten & Bentley, 2007: 400).
Setiap kelas dalam UML digambarkan dengan kotak yang terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu nama kelas, atribut kelas, dan perilaku atau fungsi
kelas. Atribut kelas adalah data yang menunjukkan karakteristik penting
tentang sebuah objek dari kelas tersebut. Perilaku atau fungsi kelas adalah
hal-hal yang dapat dilakukan sebuah objek yang sesuai dengan atribut objek.
(Whitten & Bentley, 2007: 400).
Elemen-elemen pada Class Diagram menurut Whitten and Bentley
(2007: 373 - 380) adalah:
1. Generalization dan Specialization
Sebuah teknik dimana atribut dan metode umum pada
beberapa kelas dikelompokkan ke dalam satu kelas tersendiri
yang disebut supertype. Atribut dan metode pada kelas supertype
25
diwariskan kepada kelas yang disebut subtypes. Generalization
dan Specialization digambarkan dengan anak panah.
2. Multiplicity
Jumlah minimal atau maksimal dari kejadian antara suatu
kelas dengan kelas lainnya. Notasi multiplicity dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tabel Notasi Multiplicity
Multiplicity Deskripsi
1 Tepat satu
0…1 Nol atau satu
0…* Nol atau lebih dari satu
1…* Satu atau lebih dari satu
7…9 Jumlah spesifik
3. Aggregation
Sebuah hubungan dimana suatu kelas merupakan bagian atau
“anggota” dari kelas lain. Aggregation bukan merupakan
Inheritance. Dilambangkan dengan wajik kosong.
4. Composition
Sebuah hubungan dimana suatu kelas dibentuk oleh kelas-
kelas lain. Composition merupakan hubungan yang lebih erat dari
Aggregation. Kelas “besar” tersebut bergantung pada kelas-kelas
komponennya. Dilambangkan dengan wajik penuh.
5. Message
Sebuah komunikasi terjadi saat sebuah objek memanggil
metode objek kelas lain untuk meminta informasi atau tindakan.
26
6. Polymorphism dan Override
Polymorphism merupakan sebuah konsep dimana objek-objek
berbeda dapat merespon kepada message yang sama dalam
berbagai cara. Override merupakan sebuah teknik dimana sebuah
subtype menggunakan atribut atau metodenya sendiri, bukan
atribut atau metode yang diwariskan dari supertype.
Polymorphism digunakan ketika metode pada supertype perlu
dilakukan override oleh metode subtype.
27
Gambar 2.5 Contoh Class Diagram
(Sumber: Whitten & Bentley, System Analysis and Design Methods, 2007)
2.9.4 Sequence Diagram
Sequence Diagram adalah sebuah diagram yang memodelkan logika
penggunaan sebuah use case dengan menggambarkan interaksi dari pesan-
pesan antara objek-objek pada urutan waktu (Whitten & Bentley, 2007: 659).
28
Elemen-elemen pada Sequence Diagram menurut Whitten and
Bentley (2007: 660) adalah:
1. Actor
Actor adalah pengguna yang berinteraksi dengan sistem.
Actor yang berinteraksi dengan bagian tatap muka ditunjukkan
dengan simbol actor pada use case.
2. Interface Class
Sebuah kotak yang mengindikasikan kode kelas tatap
muka. Ditandai dengan <<interface>>.
3. Controller Class
Setiap use case akan memiliki satu atau lebih controller
class yang digambarkan sama dengan interface clas, yaitu
<<controller>>.
4. Entity Classes
Kotak tambahan untuk setiap entitas yang dibutuhkan
untuk kolaborasi pada urutan langkah-langkah.
5. Messages
Panah horizontal yang mengindikasikan pesan masuk
berisi metode dari kelas objek.
6. Activation Bars
Bentuk batang yang menandakan periode waktu selama
masing-masing objek berfungsi / digunakan.
29
7. Return Messages
Panah putus-putus adalan pesan balik. Setiap kejadian
seharusnya mengirimkan pesan balik, walaupun hanya pesan
indikasi sukses atau tidak.
8. Self Call
Sebuah objek yang dapat memanggil metodenya sendiri.
9. Frame
Sebuah frame digunakan untuk mengindikasikan area
yang mengalami perulangan.
Gambar 2.6 Contoh Sequence Diagram
(Sumber: Whitten & Bentley, System Analysis and Design Methods, 2007)
2.10. Java
Java dikembangkan oleh tim yang dipimpin James Goslin di Sun
Microsystems. Awalnya disebut Oak, yang dirancang pada tahun 1991 untuk
digunakan dalam chip yang tertanam dalam peralatan-peralatan elektronik. Pada
30
tahun 1995, berganti nama menjadi Java, yang didesain ulang untuk
mengembangkan aplikasi internet (Liang, 2011:8).
2.10.1. NetBeans
NetBeans adalah sebuah proyek open-source yang didedikasikan
untuk menyediakan produk pengembangan perangkat lunak handal, yang
ditujukan untuk mengatasi kebutuhan para pengembang, pengguna dan
pelaku bisnis. Pada bulan Juni tahun 2000, NetBeans dijadikan open-source
oleh Sun Microsystems, yang menjadi sponsor proyek sampai Januari 2010,
dan kemudian menjadi anak perusahaan Oracle. Produk dasar NetBeans
adalah NetBeans IDE dan NetBeans Platform (Anonim1, 2013).
Netbeans IDE (Integrated Development Environment) adalah
sebuah proyek open-source yang memungkinkan pengguna mengembangkan
Java Desktop, mobile, aplikasi web, dan menyediakan peralatan untuk para
pengembang PHP dan C/C++. Netbeans ditulis dalam Java dan dapat
dijalankan dalam berbagai macam sistem operasi (Anonim2, 2013).
NetBeans dapat diunduh secara gratis di netbeans.org/downloads/index.html.
2.11. R
R adalah perangkat lunak gratis untuk komputasi statistik. R merupakan
proyek yang dikembangkan di Bell Laboratories oleh John Chambers dan rekan-
rekannya. R menyediakan berbagai macam teknik statistika (permodelan linear dan
nonlinear, uji statistic klasik, analisis deret waktu, dll). Sumber kode dari setiap
komponen R tersedia secara bebas sehingga dapat diadaptasikan dengan baik. R
dapat dikembangkan dan dimodifikasi melalui packages dengan mudah. Packages
31
pada R berisi kumpulan obyek dan fungsi statistik yang spesifik (Anonim3, 2013).
Menurut Rosadi (2011: 2-3), R memiliki kelebihan:
1. Portabilitas
Jika memilih perangkat lunak ini, pengguna bebas untuk
mempelajari dan menggunakannya sampai kapan pun. Berbeda dengan
perangkat lunak berlisensi atau berbayar lainnya.
2. Multiplatform
R merupakan sistem oeprasi multiplatform, lebih kompatibel
daripada perangkat lunak statistika mana pun yang pernah ada. Dengan
demikian, jika pengguna memutuskanuntuk berpindah sistem operasi,
penyesuaiannya akan relative lebih mudah.
3. Umum dan berada di barisan terdepan
Berbagai metode analisis statistik telah diprogramkan ke dalam
bahasa R. Sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam analisis
statistika, baik pendekatan klasik maupun pendekatan statistika modern.
4. Bisa diprogram
Pengguna dapat memrogramkan metode baru atau mengembangkan
modifikasi dari fungsi-fungsi analisis statistika yang ada di sistem R.
5. Bahasa berbasis analisis matriks.
Bahasa R sangat baik untuk melakukan pemrograman dengan basis
matriks.
R beserta packages yang tersedia dapat dengan mudah didapatkan dengan
cara mengunduh di cran.rstudio.com. Saat ini, R sudah mencapai versi 3.0.1 dan
packages yang dapat dipakai sudah banyak tersedia, yang mencakup banyak sekali
komputasi statistik yang sudah dimodifikasi dan dipermudah bagi pengguna.