Download - Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628
Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628
KAJIAN PROMOSI PADA KEMAMPUAN LAYANAN PEMASARAN
TERHADAP INTENSI BELI KONSUMEN PADA PT. GHI JAKARTA Boyke Hatman
(1-12)
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN
BRI INSURANCE (BRINS) CABANG SEMANGGI Wakhyudin & Muhammad Faiz
(13-25)
ULASAN KRITIS ATAS PENDEKATAN MANAJEMEN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Sasli Rais (26-47)
PENGARUH KOMPETENSI AUDITOR, INDEPENDENSI, DAN PENGALAMAN AUDIT TERHADAP
PROFESIONALISME AUDITOR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS AUDIT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI
Pandoyo (48-69)
PENGARUH DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DISTRIK NAVIGASI KELAS 1
TANJUNG PRIOK JAKARTA
Endro Praponco & Rahmatia (70-84)
MANAJEMEN KEUANGAN PERAN DAN FUNGSINYA
DALAM PERUSAHAAN Djano Lastro
(85-92)
SELUK BELUK BERBISNIS DI DUNIA MAYA (Penjelajahan E-Bisnis dan E-Commerce)
Windarko (93-98)
PENGARUH UTANG PEMERINTAH, DANA INFRASTRUKTUR,
ROA DAN DER TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN SUBSEKTOR KONSTRUKSI
DAN BANGUNAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Ferstmawaty Tondang
(99-112)
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN PT. AMANDHA CIPTA WISATA Jatenangan Manalu
(113-128)
PENGARUH DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PT. OLX INDONESIA
Badrian (129-145)
PERAN KOPERASI PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Nazori Effendy (146-155)
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 1
KAJIAN PROMOSI PADA KEMAMPUAN LAYANAN
PEMASARAN TERHADAP INTENSI BELI KONSUMEN PADA
PT. GHI JAKARTA
Boyke Hatman,
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
e-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh strategi promosi dengan
layanan yang harus dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta untuk meningkatkan intensi beli
konsumen. melalui perencanaan, implementasi dan pengendalian komunikasi dari suatu
organisasi kepada para konsumen dan sasaran lainnya. Fungsi dari promosi dalam bauran
adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif, ini dilakukan pada PT. GHI, Sampel
diambil secara acak. Data skor layanan pemberian pembiayaan dan peningkatan
kepercayaan masyarakat diperoleh dari angket dan hasil test sebagai variabel terikat
adalah strategi promosi dan variabel bebasnya adalah mutu layanan. Hipotesis di uji
dengan analisis korelasi untuk menghitung korelasi digunakan rumus Person Product
Moment. Uji persyaratan Analisis yang dipergunakan adalah Uji Lelliefors untuk
normalitas dari hasil perhitungan diperoleh model regresi ŷ = 1,36214 + 1,614 x dan
setelah diuji dengan α = 0,05, ternyata koefisien korelasi antara variabel strategi promosi
terhadap mutu layanan pembiayaan di Jakarta adalah kuat sebesar 0,7. Kontribusi
variabel bebas terhadap variabel terikat pada penelitian ini diperoleh dari koefisien
determinasi (r2) sebesar 0,7 sehingga kontribusi sebesar 49 %. Dengan demikian dapat
disimpulkan terdapat pengaruh yang lemah dari strategi promosi dalam peningkatan
layanan konsumen. Atas dasar perhitungan tersebut, maka terdapat pengaruh biaya
promosi terhadap mutu layanan, dalam hal ini analisa strategi promosi terhadap
peningkatan mutu layanan pembiayaan .
Kata Kunci : Promosi, Layanan, Intensi Beli
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan dalam memberikan
pelayanan pembiayaan menerapkan
sistem desentralisasi, tujuannya adalah
untuk mempercepat proses pengambilan
keputusan pembiayaan serta mengurangi
birokrasi yang ada, sehingga pelayanan
kepada customer akan berjalan dengan
efektif dan efisien.
Pelayanan kepada konsumen dalam
kegiatan pemasaran pada suatu bidang
usaha sangat penting dalam memper-
tahankan konsumen yang ada. Disamping
itu dengan penulisan ini penulis dapat
memberikan gambaran yang nyata
tentang pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan pembiayaan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 2
PT. GHI, Jakarta yang sekiranya dapat
memberikan manfaat bagi yang
memerlukannya.
Masalah-masalah yang mungkin
dapat terjadi pada permasalahan pem-
biayaan adalah (1) Jaminan (Collateral)
yang diberikan apakah cukup memadai
bagi perusahaan (2) Kemampuan
Membayar (Capability) apakah sudah
diperhitungkan (3) Modal (Capital)
apakah cukup dimiliki untuk menjamin
kelancaran pembayaran (4) Kondisi
Ekonomi (Condition) apakah cukup
kondusif untuk menjamin tidak terjadinya
inflasi yang tinggi dan (5) Kapasitas
(Capacity) apakah sudah diperhitungkan,
sehingga konsumen relatif pantas sebagai
debitur.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan
untuk memudahkan dalam pembahasan
maka dibuatlah perumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi promosi dengan
layanan yang harus dilakukan oleh
PT. GHI, Jakarta untuk meningkatkan
intensi beli konsumen ?
2. Sejauh mana pengaruh dari layanan
pemasaran terhadap peningkatan
kualitas pelayanan yang dilakukan
oleh PT. GHI, Jakarta terhadap intensi
beli konsumen ?
II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu proses
perencanaan dan menjalankan konsep
harga, promosi, dan distribusi sejumlah
ide, barang dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang mampu memuaskan
tujuan individu dan organisasi.
Pemasaran memiliki dua hal.
Pertama, pemasaran merupakan filosofi,
sikap, perspektif/ orientasi manajemen
yang menekankan pada kepuasan
konsumen. Kedua, Pemasaran adalah
sekumpulan aktivitas yang digunakan
untuk mengimplementasikan filosofi ini.
Menurut American Marketing Society
dalam buku Kotler dan Keller (2016:27)
Menyatakan bahwa Marketing mana-
gement as the art and science of choosing
target markets and getting, keeping, and
growing customers through creating
delivering, and communicating superior
customer value. Definisi tersebut
menyatakan bahwa. Manajemen
pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam
memilih target pasar dan mendapatkan,
menjaga, dan menumbuhkan pelanggan
melalui menciptakan pengiriman, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan
yang unggul
Menurut Kotler dan Armstrong
(2014:27) menyatakan The process by
which companies create value for
customers and build strong customer
relationships in order to capture value
from customers in return. Definisi
tersebut mengartikan bahwa Proses
dimana perusahaan menciptakan nilai
bagi pelanggan dan membangun
hubungan pelanggan yang kuat untuk
mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai
imbalannya
Gambar 1 : Marketing Mix
Sumber : Kotler and Keller (2016:47)
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 3
B. Pengertian Strategi Promosi
Menurut Travens (2005:76), Strategi
promosi adalah perencanaan, implemen-
tasi dan pengendalian komunikasi dari
suatu organisasi kepada para konsumen
dan sasaran lainnya. Fungsi dari promosi
dalam bauran adalah untuk mencapai
berbagai tujuan komunikasi dengan
setiap konsumen.
Konsep strategi dapat didefinisikan
berdasarkan dua perspektif yang berbeda,
yaitu (1) dari perspektif apa yang suatu
organisasi ingin lakukan (intends to do),
dan (2) dari perspektif apa yang
organisasi akhirnya lakukan (eventually
does).
Berdasarkan perspektif yang
pertama, strategi dapat didefinisikan
sebagai program untuk menentukan dan
mencapai tujuan perusahaan dan
mengimplementasikan misinya. Makna
yang terkandung dari strategi ini adalah
bahwa para manajer memainkan peranan
yang aktif, sadar dan rasional dalam
merumuskan strategi organisasi. Dalam
lingkungan yang turbulen dan selalu
mengalami perubahan, pandangan ini
lebih banyak diterapkan.
Berdasarkan perspektif kedua,
strategi didefinisikan sebagai pola
tanggapan atau respon organisasi
terhadap lingkungannya sepanjang
waktu. Dalam suatu perusahaan terdapat
satu pengertian level strategi yang sangat
penting, menurut Stoner, Freeman dan
Gilbert, Jr (2005:224). Strategi Level
Korporasi dirumuskan oleh manajemen
puncak yang mengatur kegiatan dan
operasi yang memiliki lini atau unit
bisnis lebih dari satu. Pertanyaan-
pertanyaan pokok yang muncul pada
level korporasi adalah bisnis apa yang
seharusnya digeluti perusahaan? Apa
sasaran dan harapan atas masing-masing
bisnis? Bagaimana mengalokasikan
sumber daya yang ada untuk mencapai
sasaran-sasaran tersebut? Dalam
mengembangkan sasaran level korporasi,
setiap perusahaan perlu menentukan
salah satu dari beberapa alternatif tentang
kedudukan dalam pasar, inovasi,
produktivitas, sumberdaya fisik dan
finansial, profitabilitas, prestasi dan
pengembangan manajerial, prestasi dan
sikap karyawan, tanggung jawab sosial.
Strategi promosi berkaitan dengan
masalah-masalah perencanaan, pelaksa-
naan, dan pengendalian komunikasi
persuasif dengan pelanggan. Strategi
promosi ini biasanya untuk menentukan
proporsi personal selling, dan promosi
penjualan. Ada dua strategi pokok dalam
strategi promosi, yaitu :
a. Strategi pengeluaran Promosi
Praktisi membuat rule-of-thumb
yang terbukti dapat digunakan dalam
penentuan besarnya pengeluaran untuk
promosi dengan Marginal approach,
Breakdown method, Built-up method
(Objective-and-task method).
b. Strategi Bauran Promosi
Faktor-faktor yang menentukan
bauran promosi (faktor produk, faktor
pasar, faktor pelanggan, faktor anggaran,
faktor bauran pemasaran) Menurut Kotler
(2007:152) mengemukakan ada empat
unsur yaitu : Periklanan, Promosi
penjualan, Hubungan masyarakat,
Penjualan pribadi atau tatap muka,
Publisitas (Publicity), Adalah suatu
komunikasi promosional tentang
perusahaan atau produk yang dihasilkan
perusahaan, yang disajikan melalui
media, akan tetapi tidak dibayar oleh
sponsor atau perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 4
C. Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Konsumen
Tindakan konsumen untuk membeli
sangat dipengaruhi oleh karakteristik
budaya, sosial, pribadi dan psikologis.
Dan seorang pemasar yang baik, harus
dapat mengendalikan faktor - faktor
tersebut. Menurut Kotler (2007:204),
faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku pembelian konsumen, antara
lain :
1. Faktor Budaya
Budaya Budaya adalah kumpulan
nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan
tingkah laku yang dipelajari oleh
seseorang anggota masyarakat dari
keluarga dan lembaga penting lainnya.
Terdiri dari nasionalitas, agama,
kelompok ras, dan wilayah geografis.
Kelas Sosial, Kelas sosial adalah divisi
masyarakat yang relatif permanen dan
teratur dengan para anggota penganut
nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang
serupa.
2. Faktor sosial
Kelompok berfungsi sebagai titik
perbandingan atau acuan langsung (tatap
muka) atau tidak langsung dalam
membentuk sikap atau tingkah laku
seseorang. Kelompok acuan mengha-
dapkan seseorang pada tingkah laku dan
gaya hidup baru, mempengaruhi sikap
dan konsep diri seseorang, serta
menciptakan tekanan untuk menye-
suaikan diri, dapat mempengaruhi
pemilihan produk dan merk dari orang
itu.
3. Faktor Pribadi
Pada usia dan tahap siklus Hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang
mereka beli selama masa hidupnya.
Selera akan makanan, pakaian, perabot
dan rekreasi sering berhubungan dengan
usia. Membeli juga dibentuk oleh tahap
daur hidup keluarga, tahap-tahap yang
mungkin dilalui oleh keluarga sesuai
dengan kedewasaannya. Gaya hidup
adalah pola kehidupan seseorang yang
diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan,
hobi, berbelanja, olah raga, kegiatan
sosial), minat (makanan, mode, keluarga,
rekreasi), dan opini (mengenai diri
mereka sendiri, isu sosial, bisnis,
produk).
4. Faktor Psikologis
Motivasi adalah kebutuhan yang
cukup menekan untuk mengarahkan
seseorang mencari cara agar kebutuhan
terpuaskan. Persepsi merupakan proses
yang dilalui orang dalam memilih,
interpretasi, interpretasikan informasi
guna membentuk gambaran yang berarti.
Perubahan dalam tingkah laku individual
yang muncul dari pengalaman.
Keyakinan merupakan pemikiran yang
deskriptif yang dimiliki seseorang
mengenai sesuatu dan sikap adalah
evaluasi, perasaan dan kecenderungan
dari seseorang terhadap obyek atau ide
yang relatif konsisten.
Tahapan keputusan pembelian suatu
produk oleh konsumen akan melalui
tahapan proses sebagai berikut, yaitu :
1. Pengenalan masalah
Pada situasi ini seseorang menyadari
betul bahwa ia mempunyai suatu masalah
atau suatu kebutuhan. Ia merasakan
adanya perbedaan yang signifikan antara
keadaan yang sesungguhnya dengan
keadaan yang diinginkannya.
2. Pencarian Informasi
Untuk mengatasi masalah diatas, ia
mencari informasi lebih banyak misalnya
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 5
lewat majalah, surat kabar dan lain-lain.
Banyaknya informasi yang dicari akan
tergantung pada kuatnya dorongan akan
kebutuhan tersebut Semakin banyak
informasi, semakin meningkat pula
pengenalan dan pengetahuan calon
pembeli akan suatu produk, misalnya
merek dan karakteristik lain yang ingin
dibeli.
3. Evaluasi Alternatif
Pada tahap ini, calon pembeli
menggunakan informasi untuk meng-
evaluasi pilihan-pilihan produk yang
tersedia di pasar.
4. Keputusan Pembelian
Pada tahap ini sesungguhnya
melakukan tindakan pembelian terhadap
suatu produk. Faktor yang muncul antara
niat pembelian dengan keputusan
pembelian. Yang pertama adalah sikap
calon pembeli dan yang kedua adalah
faktor situasional yang tidak diharapkan.
Jadi niat pembelian belum tentu berakhir
pada suatu pembelian yang sesung-
guhnya.
D. Komponen-komponen Strategi
Promosi
a) Iklan
Iklan adalah setiap bentuk presentasi
dan promosi ide, barang atau jasa oleh
sponsor tertentu. Keuntungan -
keuntungan penggunaan iklan untuk
berkomunikasi dengan para pembeli
diantara adalah biaya yang rendah
permasangan, keragaman media
b) Penjualan Langsung
Penjualan langsung adalah
presentasi langsung dalam suatu
percakapan dengan satu atau lebih calon
pembeli, dengan maksud untuk
mendapatkan penjualan.
c) Promosi Penjualan
Promosi penjualan terdiri dari
berbagai kegiatan produksi, antara lain
peragaan penjualan, kontes, pemberian
sample, displai titik pembelian,
pemberian insentif dan kupon.
d) Publisitas
Publisitas adalah suatu cara
merangsang timbulnya permintaan yang
bersifat impersonal terhadap suatu
produk, jasa atau ide dengan cara
memasang berita komersial di mass
media dan tidak dibayar langsung oleh
suatu sponsor.
E. Pengembangan Strategi Promosi
Pasar sasaran dan strategi penentuan
posisi menuntun keputusan - keputusan
promosi. Strategi promosi mencakup
penentuan : (1) tujuan Komunikasi, (2)
peranan komponen - komponen
pembentuk bauran promosi, (3) anggaran
promosi, dan (4) strategi setiap
komponen bauran. Dan setiap strategi -
strategi dipilih untuk iklan, penjualan
perorangan, promosi penjualan dan
hubungan masyarakat.
Pasar pasaran, produk, distribusi dan
penetapan harga menuntun:
(1) penentuan peranan strategi promosi
dalam seluruh program pemasaran dan
(2) pengidentifikasian tugas - tugas
komunikasi spesifik kegiatan - kegiatan
promosi. Salah satu masalah penting
adalah penentuan peranan yang akan
dimainkan promosi dalam strategi
pemasaran. Iklan, penjualan perorangan
atau kombinasi keduanya seringkali
merupakan bagian penting strategi
pemasaran perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 6
Tujuan Komunikasi
Tujuan komponen - komponen
bauran promosi saling terkait. Ilustrasi
berikut menunjukan bagaimana tujuan -
tujuan ini saling terkait secara erat.
Tujuan komunikasinya bahwa enak
dipakai dan efektif. Tujuan iklannya
adalah mengkomunikasikan pesan ini
kepada segmen sasaran melalui media
yang tepat. Tujuan komunikasi
membantu menentukan bagaimana Man,
penjualan perorangan dan promosi
penjualan digunakan dalam pemasaran.
F. Faktor Yang Mempengaruhi
Strategi Promosi Dengan Layanan
Pemasaran Terhadap Peningkatan
Kualitas Pelayanan Terhadap
Intensi Beli Konsumen
Terdapat perbedaan cara promosi
antara pasar barang konsumsi dan pasar
barang industri. Untuk pasar barang
konsumsi, lebih mengutamakan perikla-
nan, promosi penjualan, penjualan tatap
muka dan hubungan masyarakat.
Sedangkan untuk pasar barang-barang
industri, lebih mengutamakan penjualan
tatap muka, promosi penjualan,
periklanan dan hubungan masyarakat.
Penggunaan penjualan tatap muka untuk
barang industri pada umumnya berharga
mahal dan banyak resiko. Akan tetapi,
pada kenyataannya perusahaan lebih
cenderung membaurkan dengan
periklanan.
1. Fungsi penting periklanan adalah
untuk menciptakan kesadaran,
menciptakan pengertian, pengingat
yang efisien, pembuka jalan dan
pengesahan
2. Fungsi penting penjualan tatap muka
dilakukan dengan meningkatkan
posisi persediaan barang, menciptakan
kegairahan pedagang terhadap produk
baru, dan mendapatkan lebih banyak
pedagang yang mengambil produk.
G. Pengertian Pembelian
Bahwa setiap orang atau suatu
badan usaha mengadakan pembelian
karena orang / badan tersebut
membutuhkan barang atau jasa, jadi
pembelian terjadi untuk memenuhi
kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ada
dua macam, yaitu untuk dikonsumsi dan
untuk dijual kembali.
Dengan demikian jelas ada dua
macam pembelian yaitu pembelian untuk
dikonsumsi dan pembelian untuk dijual
kembali yang dilakukan oleh pedagang
kecil dan pedagang besar. Sedangkan
pembelian untuk dikonsumsi dilakukan
oleh perusahaan industri, rumah tangga
konsumsi dan para konsumen terakhir
seperti ibu rumah tangga.
H. Tahapan Akibat Promosi
Minat konsumen potensial atas suatu
produk yang ditawarkan di pasar, pada
dasarnya terbagi atas tiga tahapan, yaitu
tahap mengetahui, terpengaruh, dan
bertindak untuk melakukan pembelian.
Salah satu model yang pada umumnya di
pakai untuk tahapan ini adalah AIDA ,
yaitu : (1.) Attention,
Pada tahap ini promosi yang
dilakukan harus dapat menarik perhatian
khalayak sasarannya. (2) Interest, Jika
perhatian khalayak sasaran berhasil
direbut, promosi yang dilakukan hendak-
nya dapat membuat seseorang berminat
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
produk yang diproduksi. (3) Desire,
Promosi harus dapat mengge-rakkan
keinginan seseorang untuk memiliki atau
menikmati produk tersebut, kebutuhan
atau keinginan mereka untuk memiliki,
memakai, atau melakukan sesuatu
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 7
sebagai kelanjutan tahap interest. (4)
Action, Pada tahap ini hendaknya calon
pembeli sudah dapat mengambil
keputusan, membeli atau tidak, tetapi
belum sungguh-sungguh berusaha untuk
membeli. Menuntun calon pembeli untuk
mengambil langkah akhir berupa
tindakan pembelian.
Menurut Lamb. Hair. Mc Daniel
(2007:127), Pemasaran adalah suatu
proses perencanaan dan menjalankan
konsep harga, promosi, dan distribusi
sejumlah ide, barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang mampu
memuaskan tujuan individu dan
organisasi.
Pemasaran memiliki dua hal. Pertama,
pemasaran merupakan filosofi, sikap,
perspektif / orientasi manajemen yang
menekankan pada kepuasan konsumen.
Kedua, Pemasaran adalah sekumpulan
aktivitas yang digunakan untuk meng-
implementasikan filosofi ini. Definisi dari
American Marketing Association, menca-
kup dua perspektif itu. Pemasaran
merupakan suatu proses perencanaan dan
menjalankan konsep, harga, promosi dan
distribusi sejumlah ide, barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang
mampu memuaskan tujuan individu dan
organisasi".
Menurut Philip Kotler bahwa :
Konsep pemasaran merupakan kunci
unuk mencapai tujuan-tujuan organisasi
terdiri dari penentuan kebutuhan dan
keinginan pasar sasaran dan penyerahan
produk memuaskan secara lebih efektif
dan lebih efisien.
Sedang Basu Swasta memberikan
definisi terhadap konsep pemasaran
sebagai berikut : konsep pemasaran
adalah sebuah falsafah bisnis yang
menyatakan bahwa kepuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi
dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan.
Didalam konsep pemasaran sebagai
suatu kegiatan pemasaran terpadu yang
menekankan pada orientasi pemenuhan
kebutuhan dan kegiatan konsumsen
hingga mencapai kepuasan konsumen,
terdapat empat unsur pokok yang
terkandung didalamnya, yaitu : (1)
Orientasi pada konsumen. (2) Kegiastan
pemasaran terpadu. (3) Kepuasan
konsumen/pelangan (4) Tujuan dari
perusahaan jangka panjang.
Adapun empat unsur pokok pada konsep
pemasaran menurut Basu Swasta yaitu:
(1) Kebutuhan dan keinginan konsumen
(2) Kegiatan pemasaran terpadu (3)
Kepuasan konsumen (4) Tujuan jangka
panjang perusahaan
Konsep pemasaran merupakan suatu
konsep yang menekankan orientasi
pemenuhan dan keinginan konsumen
dengan melakukan kegiatan pemasaran
secara terpadu untuk memberikan
pelayanan untuk mencapai kepuasan
konsumen.
I. Pengertian dari Peningkatan
Kualitas Pelayanan
Kualitas adalah keadaan dinamik
yang diasosiasikan dengan produk, jasa,
orang, proses dan lingkungan yang
mencapai atau melebihi harapan.
Menurut Stephen Uselac, "Ada
kesepakatan kecil tentang apa yang
menentukan kualitas . Dalam arti yang
paling luas, kualitas adalah satu atribut
dari suatu produk atau jasa yang dapat
ditingkatkan. Publik mengkaitkan
kualitas dengan sebuah produk atau jasa.
Kualitas itu tidak hanya produk dan jasa
melainkan juga mencakup proses,
lingkungan dan orang.Kualitas total atau
kualitas pelayanan adalah suatu
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 8
pendekatan untuk menjalankan bisnis
yang berusaha untuk memaksimatkan
persaingan sebuah organisasi melalui
perbaikan yang terus menerus atas
kualitas produk, jasa, orang, proses dan
lingkungannya.
Kualitas total atau kualitas
pelayanan dapat dicapai, tapi sebelum
untuk dapat mencapai kualitas total atau
kualitas pelayanan tersebut harus mela-
kukan pendekatan terlebih dahulu. Dan
pendekatan tersebut memiliki ciri - ciri
sebagai berikut : (1) Didasarkan pada
strategi, (2) Berfokus pada pelanggan, (3)
Obsesi pada kualitas, (4) Pendekatan
kualitas ilmiah terhadap pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah (5)
Komitmen yang panjang (6)Kerja
kelompok, (7) Perbaikan sistem terus
menerus , (8) Pendidikan dan pelatihan,
(9) Kebebasan melalui kontrol, (10)
Kesatuan tujuan, (11) Pelibatan dan
pemberian wewenang kepada karyawan
Peningkatan kualitas pelayanan
sebagai bagian sistem manajemen
strategik dan integratif, serta meng-
gunakan metode kualitatif dan kuantitatif
untuk memperbaiki secara berkesinam-
bungan proses - proses organisasi, agar
dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan,
keinginan dan harapan pelanggan.
Peningkatan Kualitas Pelayanan
berfokus pada tiga bidang, yaitu :
1. Fokus pada pelanggan (Customer
Focus) Identifikasi pelanggan (Internal,
eksternal dan / atau perantara) meru-
pakan prioritas utama.
2. Keterlibatan total mengandung arti
komitmen total.
3. Dalam hal ini, kebutuhan pokoknya
adalah menyusun ukuran - ukuran
dasar baik internal dan eksternal bagi
organisasi dan pelanggan. Implemen-
tasi konsep peningkatan kualitas
pelayanan atau Total Quality Service
(TQS) dapat memberikan manfaat
utama, yaitu : Meningkatnya indeks
kepuasan kualitas (Quality
Satisfaction index).
J. Peningkatkan Mutu Pelayanan
Pembiayaan yang dilakukan di
Jakarta.
a. Fokus pada pelanggan
Identifikasi pelanggan (Internal,
eksternal dan / atau perantara) merupakan
prioritas utama. Apabila ini sudah
dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengidentifikasi kebutuhan,
keinginan dan harapan mereka.
b. Keterlibatan Total
Keterlibatan total mengandung arti
komitmen total. Manajemen harus
memberikan peluang perbaikan kualitas.
c. Pengukuran
Dalam hal ini, kebutuhan pokoknya
adalah menyusun ukuran - ukuran dasar
baik internal dan eksternal bagi
konsumen dan pelanggan. Konsep
peningkatan mutu pelayanan dapat
memberikan manfaat utama, yaitu (1)
Indeks kepuasan kualitas yang diukur
dengan ukuran apapun, (2) Ukuran
produktivitas dan efisiensi (3) Perubahan
laba (4) Peningkatan pangsa pasar (5)
Moral dan semangat karyawan (6)
Kepuasan pelanggan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Objek penelitian sangat perlu guna
mendapatkan hasil yang maksimal. Objek
dari penelitian ini adalah strategi promosi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 9
dengan layanan pemasaran yang
dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta terhadap
intensi beli konsumen .
B. Data yang Dikumpulkan
Data - data yang dikumpulkan
penulis`terdiri atas data kuantitatif dan
data kualitatif. Data-data yang
dikumpulkan antara lain data
perkembangan pasar produk di DKI
Jakarta, pola promosi, biaya promosi,
jumlah penjualan produk dan kualitas
dari pelayaanan kepada konsumen maupu
pelanggan.
C. Sumber dan Teknik Pengambilan
Data
Sumber data primer penelitian ini
penulis dapatkan dari data internal PT.
GHI, Jakarta melalui pengambilan data-
data dari Bagian Pemasaran PT. GHI,
Jakarta. Sedangkan sumber data sekunder
penelitian ini berasal dari studi literatur
dan hasil wawancara.
D. Metode Analisis Data Penulis menggunakan analisis
korelasi dua variabel yaitu variabel
Strategi Promosi dan Mutu Pelayanan.
Analisis lanjutan terhadap kedua variabel
tersebut akan menggunakan analisis
regresi sederhana. Rumusan analisis-
analisis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Uji Lelliefors
D = Berdasarkan Rumus dibawah
a1 = Koefisien test shaphiro Wilk
Xn-1+1 = Angka – 1 + 1 pada data
X1 = Angka i pada Data
Xi = Angka i dari data
X = Rata – rata data
G = bn + CR + ln (T- dn/1-T)
G = Identik nilai Z distribusi normal
T = Berdasarkan rumus diatas
bn ,CR ,dn = Konvensi Shaphiro Wilk
2. Analisis korelasi.
n (Σ XY) – (Σ X) (Σ Y)
n (Σ X2)
– (Σ X)
2 . n (Σ Y
2) – (Σ Y)
2
Pada hakekatnya, nilai r dapat bervariasi
dari -1 melalui 0 hingga 1 atau dapat
dituliskan sebagai -1 < r < 1.
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat
Koefisien Determinasi dirumuskan
sebagai = r 2
Untuk dapat memberi interpretasi
terhadap kuatnya hubungan itu, Sugiyono
(2011: 183) memberikan pedoman
sebagai berikut:
3. Analisis regresi
Y = a + bX
Dimana:
Y‟ = subyek dalam variabel dependen
yang diprediksikan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 10
a = nilai Y bila X = 0 (nilai konstan)
b = koefisien regresi, independen.
X = subyek pada variabel independen
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil analisa yang dilakukan
untuk mengetahui pengaruh strategi
promosi terhadap pelayanan pembiayaan
guna meningkatkan intensi beli
konsumen di Jakarta dengan menggu-
nakan analisa korelasi didapat bahwa
nilai r = 0,700. hal tersebut dapat
dikatakan r = + 1 atau mendekati 1, maka
hubungan antara variabel x dan variabel y
dikatakan kuat serta searah atau positif.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh
strategi promosi dengan layanan yang
dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta untuk
meningkatkan intensi beli konsumen
dapat diketahui dengan melihat koefisien
determinasi (r) yaitu : r = 0,700 r2 = 0,49
Besarnya kontribusi atau sumbangan dari
strategi promosi terhadap kenaikan mutu
pelayanan kepada konsumen dapat
diketahui dari hasil mengkuadratkan r
sehingga hasilnya adalah r2 = 0,49 .
Dengan demikian besarnya strategi
promosi dengan layanan yang dilakukan
oleh PT. GHI, Jakarta untuk meningkat-
kan intensi beli konsumen 49%
sedangkan sisanya sebesar adalah 51%
dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk
memprediksi serta menghitung regresi
linier sederhana atas mutu pelayanan
pembiayaan dapat dihitung dengan rumus
regeresi linier. Dimana : X = strategi
promosi, Y = mutu pelayanan, Sehingga
dapat diketahui bahwa dari hasil rumus
analisa regresi linier sederhana diperoleh
nilai a = 1,36214 ini dapat disamakan
dengan nilai Y karena a = 0 maka nilai a
= y (sudah ketapan/konstan), maka dapat
diperoleh persamaan regresi liner sebagai
berikut :
Y = 1,36214 + 1,614(X)
Dari persamaan tersebut diatas dapat
diketahui setiap kenaikan biaya promosi
sebesar satu (1) maka mutu pelayanan
meningkat sebesar 1,614.
BAB V. KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian
terhadap konsumen di Jakarta dan dari
hasil uraian analisis serta pembahasan
pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa strategi
promosi dengan layanan pemasaran yang
dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta terhadap
intensi beli konsumen yang harus
dilakukan di pasar Jakarta adalah dengan
meningkatkan mutu pelayanan sehingga
diharapkan konsumen puas dengan
pelayanan yang telah diberikan selama
ini.
Kriteria yang harus dilakukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan
pembiayaan adalah dengan cara
meningkatkan volume penjualan dari
produk yang dipasarkan, memberikan
nilai akhir yang baik/bagus dari hasil
pelayanan yang diberikan kepada
konsumen dalam hal ini adalah kepuasan
konsumen dan apa yang diinginkan oleh
konsumen dapat terpenuhi.
Pengaruh strategi promosi terhadap
peningkatan mutu pelayanan pembiayaan
yang dilakukan di Jakarta terhadap
intensi beli konsumen dapat ditentukan
dengan cara mengkuadratkan nilai r2 =
0,49, yang berarti naik turunnya jumlah
pengaruh strategi promosi dengan
layanan yang dilakukan oleh PT. GHI,
Jakarta untuk meningkatkan intensi beli
konsumen disebabkan oleh kegiatan mutu
pelayanan untuk intensi beli konsumen
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 11
sebesar 49% sedangkan sisanya sebesar
51% dipengaruhi oleh faktor lain. Antara
strategi promosi dengan layanan dengan
mutu pelayanan kepada konsumen
mempunyai hubungan yang sangat positif
dan kuat sekali. Strategi promosi yang
dilancarkan terjadi secara bersama-sama
dengan kenaikan mutu pelayanan yang
diberikan ke konsumen, dan mutu
pelayanan yang diberikan ke konsumen
mempunyai pengaruh yang sangat kuat
terhadap kenaikan strategi promosi dari
kemampuan pelayanan pemasaran
terhadap daya beli dari konsumen.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 12
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A. (2013) Manajemen
Pemasaran Strategis (Strategic Market
Management), E8. Jakarta : Salemba
Empat
Ekman, Anders, Brent Cosgrove
(2019) 25 Amazing Statistics On How
Consumers Shop For Cars, Matawan,
Nj :V12
Gasperz, Vincent, (2017), Manajemen
Kualitas : Penerapan Konsep-konsep
Kualitas Dalam Manajemen Bisnis
Total, terjemahan Agus Puswanta,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Goetsch, (2007). Total Quality Service,
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Griffin Jill, (2015). Marketing Research.
Fourth Edition. Mc Grow Hill Book
Company
Kirom, Bahrul. (2014). Mengukur
Kinerja Pelayanan dan Kepuasan
Konsumen: Service Performance and
Customer Satisfaction Measurement.
Tanggerang: Pustaka Reka Cipta.
Kotler, Philip dan Amstrong, Gary,
(2014), Principles of Marketing, 12th
Ed, Jakarta : Erlangga
Kotler, P., Keller, K. L., & (2016).
Marketing Management Edition 15.
USA: Pearson.
Kotler, (2007). Strategi Promosi, Jilid 1,
Edisi Keenam, Jakarta : Erlangga.
Laja., Peep. (2019) Know About
Influencing Customers, Austin, TX :
CXL Institute
Lamb. Hair. Mc Daniel, (2007). Strategi
Pemasaran, Edisi Ketiga, Jakarta :
Erlangga.
Leiss, W.Kline, S. and Jhally S Eds
(2006) . Social Communication in
Advertising : Person, Product and
Image of Well being, New York :
Routledge
Parasurahman A, Valerie A Zeithaml,
and Leonard L Berry, A, (2000).
Conceptual Model of Service Quality
and Implication for Future Research,
Journal of Marketing.
Peterson, RA and WR. Wilson, (1992).
Measuring Customer Satisfaction :
Fact and Artifact. Academic of
Marketing Science. NY.
Spenner, Patrick, Karen Freeman (2012)
To Keep Your Customers, Keep It
Simple, Boston, MA : HBR
Stoner, Freeman, Gilbert, Jr, (2005).
Strategi Promosi, Jakarta : PT.
Gramedia
Sugiono, (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabet
Swasta, Basu. (2014). Manajemen
Pemasaran. Tangerang Selatan : UT
Tijptono, Fandy, (2018) Pemasaran
Strategik, Yogyakarta : Andi Publish
Travens, (2005), Strategi Promosi,
Jakarta : Erlangga.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 13
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN
BRI INSURANCE (BRINS) CABANG SEMANGGI
Wakhyudin
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
E-mail : [email protected]
Muhammad Faiz
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
E-mail : [email protected]
Abstrak
Motivasi kerja karyawan memegang peranan yang penting bagi perusahaan dalam
pencapaian kinerja karyawannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
Motivasi terhadap Kinerja Karyawan BRI INSURANCE (BRINS) Cabang Semanggi.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan BRINS Cabang Semanggi sebanyak 30
orang dan keseluruhannya dijadikan sampel (sampel jenuh). Metode yang digunakan
adalah analisis regresi linier sederhana, koefisien korelasi, koefisien determinasi serta uji
signifikasi ( uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja Karyawan BRINS Cabang Semanggi. Hal tersebut diperoleh dari
persamaan regresi Y=8,079 + 0,785 X + e. artinya setiap perubahan motivasi sebesar 1
satuan, maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,785 tingkat. Nilai konstanta
8,079 artinya apabila tidak ada motivasi maka nilai dari kinerja karyawan adalah
8,079. Hasil uji signifikasi (uji t) menunjukkan bahwa t hitung > t tabel (9,241>2,048).
artinya terdapat pengaruh signifikan motivasiterhadap kinerja karyawan.
Kata Kunci : Motivasi, Kinerja
PENDAHULUAN
Di era persaingan global saat ini
agar dapat memenangkan persaingan
bisnis, perusahaan harus mempunyai
keunggulan disbanding pesainga lainnya.
Salah satunya adalah memiliki karyawan
yang termotivasi untuk bekerja secara
produktif. Karena dengan memiliki
karyawan yang memiliki motivasi yang
tinggi, maka perusahaan dapat menga-
lahkan pesaingnya. Agar karyawan
memiliki motivasi kerja yang tinggi hanya
perusahaan dituntut untuk menerapan
konsep dan teknik manajemen sumber
daya manusia yang tepat.
Motivasi kerja merupakan
kondisi atau energi yang menggerakkan
diri karyawan yang terarah atau tertuju
untuk mencapai tujuan organisasi
perusahaan (Mangkunegara, 2005)”.
Sedangkan Amstrong (1994) mengata-
kan bahwa “motivasi adalah sesuatu
yang membuat orang bertindak atau
berperilaku dalam cara-cara tertentu”.
Dengan kata lain motivasi adalah sesuatu
yang menggerakkan orang. Melihat arti
motivasi, maka orang tanpa mempunyai
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 14
motivasi, tidak mempunyai hasil kerja
yang tinggi. Pada umumnya setiap
perusahaan mempunyai harapan yang
besar agar karyawannya dapat mening-
katkan kinerja yang lebih baik dan efektif
dalam melakukan tanggung jawab
terhadap pekerjaannya. Perusahaan dapat
memberikan penghargaan untuk karyawan
yang telah melakukan kinerja yang terbaik
terhadap perusahaannya.
Kinerja pada umumnya diartikan
sebagai kesuksesan seseorang didalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja
karyawan merupakan hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Kinerja karyawan meliputi kualitas dan
kuantitas output serta keandalan dalam
bekerja. Kinerja merupakan hasil atau
tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di
dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama
(Rivai dan Basri, 2005).
Menurut pengamatan penulis
kinerja karyawan BRI INSURANCE
(BRINS) Kantor Cabang Semanggi masih
rendah, diduga karena ada beberapa faktor
yang mempengaruhi hal tersebut
dikarenakan misalnya. Kinerja karyawan
di kantor BRI INSURANCE (BRINS)
Kantor Cabang Semanggi masih rendah
karena masih adanya karyawan yang
menyimpang pada jobdesk nya sendiri
misalnya keluar sebelum jam istirahat dan
izin untuk merokok dengan jangka waktu
yang berlebihan. Rendahnya motivasi
kerja dikarenakan adanya karyawan yang
tidak bisa ikut dalam bekerja sama dengan
anggota tim lainnya dikarenakan
perbedaan umur yang menyebabkan
kurangnya kinerja seseorang karena dia
merasa tidak diperlukan dalam tim dan
inilah yang terjadi pada karyawan BRI
INSURANCE (BRINS) Kantor Cabang
Semanggi.
Bersarkan uraian di atas penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Motivasi terhadap Kinerja Karyawan BRI
INSURANCE (BRINS) Cabang Semanggi.
KAJIAN PUSTAKA
Motivasi Motivasi kerja merupakan kondisi
atau energi yang menggerakkan diri
karyawan yang terarah atau tertuju untuk
mencapai tujuan organisasi perusahaan
Mangkunegara, 2005). Sedangkan
menurut Amstrong (1994) motivasi
adalah sesuatu yang membuat orang
bertindak atau berperilaku dalam cara-
cara tertentu. Kemudian Gibson (1995)
motivasi merupakan kekuatan yang
mendorong seseorang karyawan yang
menimbulkan dan mengarahkan
perilaku. Berdasarkan pengertian
tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi adalah sesuatu yang
timbul dari dalam diri sebagai sebuah
kekuatan seseorang secara sadar untuk
melakukan aktifitas yang dapat
menghasilkan suatu perubahan secara
nyata untuk membantu dirinya sendiri
dan juga orang lain dalam menangani
suatu permasalahn yang dihadapinya
sehingga dapat memberikan kepuasna
bagi dirinya dan juga bagi masyarakat.
Teori Motivasi Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan
sebagai suatu kesenjangan atau
pertentangan yang dialami antara satu
kenyataan dengan dorongan yang ada
dalam diri. Apabila karyawan kebutu-
hannya tidak terpenuhi maka karyawan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 15
tersebut akan menunjukkan perilaku
kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya
terpenuhi amak karyawan tersebut
akan memperlihatkan perilaku yang
gembira sebagai manifestasi dari rasa
puasnya. Kebutuhan merupakan
fundamen yang mendasari perilaku
karyawan. Karena tidak mungkin
memahami perilaku tanpa mengerti
kebutuhannya, Abraham Maslow
(Mangkunegara, 2005) mengemukakan
bahwa hierarki kebutuhan manusia
adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan
untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan tingkat
terendah atau disebut pula sebagai
kebutuhan yang paling dasar
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu
kebutuhan akan perlindungan diri
dari ancaman, bahaya, pertentangan,
dan lingkungan hidup
3. Kebutuhan untuk rasa memiliki
(sosial), yaitu kebutuhan untuk
diterima oleh kelompok, berafiliasi,
berinteraksi, dan kebutuhan untuk
mencintai serta dicintai
4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihormati dan
dihargaioleh orang lain
5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri, yaitu kebutuhan untuk menggu-
nakan kemampuan, skill dan potensi.
Kebutuhan untuk berpendapat dengan
mengemukakan ide-ide, gagasan dan
kritik terhadap sesuatu
Teori X dan Y
Pada tahun 1960 Douglas MC
Gregor mengidentifikasikan dua sudut
pandang tentang manajemen, yang
dianut dalam tingkatan manajemen. Dua
sudut pand`ng itu, disebut dengan Teori
X dan juga Teori Y.
Teori X memandang manusia
sebagai pemalas, yang lebih suka diberi
arahan secara detail tentang apa yang
harus dilakukan, menghindari tanggung
jawab serta memilki sedikit ambisi.
Teori ini mengungkapkan bahwa
manusia menginginkan rasa aman
(security) dan mengharapkan imbalan
serta balas jasa yang tinggi. Dari sini
bisa disimpulkan pada Teori X “bahwa
manusia bekerja untuk memenuhi
kebutuhan tingkat rendahnya (fisik dan
keamanan)”. Manajer yang memandang
karyawannya seperti itu berkeyakinan
bahwa, supaya pekerjaan bisa tuntas,
karyawan harus dikontrol, dipaksa,
diancam dengan disiplin dan dihukum.
Teori ini berkembang dari pendekatan “
Scientific Management”, yang dikem-
bangkan oleh Frederick Taylor. Menurut
Taylor (1974), sebagian besar orang
menganggap kerja pada dasarnya tidak
menyenangkan. Oleh karena itu,uang
yang akan mereka peroleh adalah
motivasi utama karyawan berkenan
menghabiskan waktunya berjam-jam
untuk bekerja.
Sedangkan Teori Y memandang
karyawan dari sudut pandang yang
berbeda. Teori ini beranggapan bahwa
upaya fisik dan mental sebagai bagian
yang penting dan alamiah (natural) dari
aktivitas manusia. Teori Y memandang,
orang akan melakukan control diri (self
control) dan mengarahkan dirinya
sendiri (self direction), jika mereka
berkomitmen pada tujuan–tujuan
pekerjaan mereka. Bagi para pimpinan
ataupun manajer yang menerima Teori
Y, pengembangan dan pemeliharaan
lingkungan kerja yang memuaskan
adalah sangat penting untuk meraih
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 16
kinerja karyawan yang maksimal. Teori
Y muncul dengan di latar belakangi
karya Elton Mayo, dkk (1953) yang
sering disebut dengan “ Pendekatan
Hubungan Manusia” (Human Relation
Approach). Pendekatan ini menekankan
akan pentingnya peran proses social
di tempat kerja. Beliau berpendapat
bahwa karyawan ingin merasa berguna
dan penting serta menjadi bagian dari
sebuah kelompok sosial. Selain itu
imbalan yang bersifat non finansial
sering lebih penting daripada uang dalam
memotivasi karyawan untuk jangka
panjang. Dari semua ini bisa
disimpulkan bahwa pada Teori Y
“bahwa manusia bekerja untuk
memenuhi kebutuhan tingkat tingginya
(harga diri dan aktualiasasi diri).
Teori dua Faktor Herzberg
Teori ini dikemukakan oleh
Frederick Herzberg dengan asumsi
bahwa hubungan seorang individu
dengan pekerjaan adalah mendasar
dan bahwa sikap individu terhadap
pekerjaan bisa sangat baik menentukan
keberhasilan atau kegagalan. (Robbins,
2007).
Hygiene factors (faktor
kesehatan) adalah faktor pekerjaan
yang penting untuk adanya motivasi di
tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah
pada kepuasan positif untuk jangka
panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini
tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan.
Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk
bekerja. Faktor higienis juga disebut
sebagai dissatisfiers atau faktor
pemeliharaan yang diperlukan untuk
menghindari ketidakpuasan. Hygiene
factors (faktor kesehatan) adalah
gambaran kebutuhan fisiologis individu
yang diharapkan untuk dipenuhi.
Hygiene factors (faktor kesehatan)
meliputi gaji, kehidupanpribadi,
kualitas supervisi, kondisi kerja,
jaminan kerja, hubungan antar
pribadi, kebijaksanaan dan administrasi
perusahaan.
Motivation Factors. Menurut
Herzberg, hygiene factors (faktor
kesehatan) tidak dapat dianggap sebagai
motivator. Faktor motivasi harus
menghasilkan kepuasan positif. Faktor-
faktor yang melekat dalam pekerjaan dan
memotivasi karyawan untuk sebuah
kinerja yang unggul disebut sebagai
faktor pemuas. Karyawan hanya
menemukan faktor-faktor intrinsik
yang berharga pada motivation factors
(faktor pemuas). Para motivator
melambangkan kebutuhan psikologis
yang dirasakan sebagai manfaat
tambahan. Faktor motivasi dikaitkan
dengan isi pekerjaan mencakup
keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang
menantang, peningkatan dan
pertumbuhan dalam pekerjaan.
Teori Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan Mc Clelland
dikemukakan oleh David Mc Clelland
dan kawan-kawannya. Teori ini
berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu
(Robbins, 2007) :
1. Kebutuhan pencapaian (need for
achievement) : Dorongan untuk
berprestasi dan mengungguli, men-
capai standar-standar, dan berusaha
keras untuk berhasil.
2. Kebutuhan akan kekuatan (need for
pewer) : kebutuhan untuk membuat
orang lain berperilaku sedemikian
rupa sehingga mereka tidak akan
berperilaku sebaliknya.
3. Kebutuhan hubungan (need for
affiliation) : Hasrat untuk
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 17
hubungan antar pribadi yang ramah
dan akrab.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Motivasi
Faktor-Faktor yang mempe-
ngaruhi Motivasi terdiri dari beberapa
macam. Motivasi yang ada dalam diri
seseorang bukan merupakan indikator
yang berdiri sendiri. Motivasi itu sendiri
muncul sebagai akibat dari interaksi
yang terjadi di dalam individu.
Ada beberapa faktor yang mempe-
ngaruhi motivasi, yaitu sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan administrator.
Kepemimpinan dengan gaya otoriter
membuat pekerja menjadi tertekan
dan acuh tak acuh dalam bekerja.
2. Sikap individu. Ada individu yang
statis dan ada pula yang dinamis.
Demikian juga ada individu yang
bermotivasi kerja tinggi dan ada
pula yang bermotivasi kerja rendah.
Situasi dan kondisi di luar dari
individu memberi pengaruh terhadap
motivasi. Akan tetapi yang paling
menentukan adalah individu itu
sendiri.
3. Situasi kerja, lingkungan kerja,
jarak tempuh dan fasilitas yang
tersedia membangkitkan motivasi,
jika persyaratan terpenuhi. Akan
tetapi jika persyaratan tersebut tidak
diperhatikan dapat menekan
motivasi. Orang dapat bekerja
dengan baik jika faktor pendu-
kungnya terpenuhi. Sebaliknya,
pekerja dapat menjadi frustasi jika
faktor pendukung yang dia kehendaki
tidak tersedia.
Sedangkan menurut Porter &
Miles dalam Danim (2004) menge-
mukakan bahwa terdapat 3 (tiga)
variabel yang mempengaruhi motivasi
seseorang dalam bekerja, yai tu:
1. Sifat-sifat individual. Ini meliputi
kepentingan setiap individu, sikap,
kebutuhan atau harapan yang berbeda
pada setiap individu. Perbedaan-
perbedaan tersebut membuat derajat
motivasi di dalam diri pekerja
menjadi bervariasi satu dengan
lainnya. Seorang pekerja yang
menginginkan prestasi kerja yang
tinggi, misalnya cenderung akan
terdorong untuk melakukan pekerjaan
yang dapat meningkatkan taraf
hidupnya. Sebaliknya, seseorang yang
dimotivasi oleh uang akan cenderung
memilih pekerjaan yang imbalannya
besar.
2. Sifat-sifat pekerjaan. Ini meliputi
tugas-tugas yang harus dilaksanakan,
termasuk tanggung jawab yang harus
diemban dan kepuasan yang muncul
kemudian. Pekerjaan yang banyak
membutuhkan tanggungjawab, misal-
nya akan mendatangkan kepuasan
tertentu dan dapat meningkatkan
derajat motivasi.
3. Lingkungan kerja dan situasi kerja
karyawan. Seorang individu betah
pada lingkungan kerjannya akan
senantiasa berinteraksi baik sesama
rekan sekerja maupun atasan. Disini,
seorang karyawan dapat dimotivasi
oleh rekan sekerjanya atau oleh
atasannya. Penghargaan yang
diberikan oleh atasan baik dalam
bentuk materi maupun non materi
akan meningkatkan motivasi kerja
karyawan.
Indikator Motivasi
Parrek (2005) mengemukakan
6 (enam) indikator yang lazim di-
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 18
gunakan untuk mengukur motivasi kerja,
yaitu:
1. Prestasi kerja, yaitu sesuatu yang
ingin dicapai oleh seorang manajer
dibawah lingkungan kerja yang sulit
sekalipun. Misalnya dalam
menyelesaikan tugas yang dibatasi
oleh jadwal waktu (deadline) yang
ketat yang harus dipenuhi, seseorang
pekerja dapat menyelesaikan
tugasnya dengan hasil yang
memuaskan.
2. Pengaruh, yaitu upaya yang
dilakukan untuk mempertahankan
gagasan atau argumentasi sebagai
bentuk dari kuatnya pengaruh
yang inginditanamkan kepada orang
lain. Saran – saran atau gagasan yang
diterima sebagai bentuk partisipasi
dari seseorang pekerja akan
menumbuhkan motivasi, apalagi jika
gagasan atau pemikiran tersebut dapat
diikuti oleh orang lain yang dapat
dipakai sebagai metode kerja baru
dan ternyata hasilnya positif dan
dirasakan lebih baik.
3. Pengendalian, yaitu tingkat
pengawasan yang dilakukan oleh
atasan terhadap bawahannya. Untuk
menumbuhkan motivasi dan sikap
tanggung jawab yang besar dari
bawahan, seorang atasan dapat
memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk bekerja sendiri
sepanjang pekerjaan itu
memungkinkan dan menumbuhkan
partisipasi.
4. Ketergantungan, yaitu kebutuhan
dari bawahan terhadap orang –
orang yang berada dilingkungan
kerjaannya, baik terhadap sesama
pekerja maupun terhadap atasan.
Adanya saran, gagasan ataupun ide
dari atasan kepada bawahan yang
dapat membantunya memahami suatu
masalah atau cara penyelesaian
masalah akan menjadi motivasi yang
positif.
5. Pengembangan, yaitu upaya yang
dilakukan oleh organisasi terhadap
pekerja atau oleh atasan terhadap
bawahannya untuk memberikan
kesempatan guna meningkatkan
potensi dirinya melalui pendidikan
ataupun pelatihan. Pengembangan ini
dapat menjadi motivator yang kuat
bagi karyawan. Disamping
pengembangan yang menyangkut
kepastian karir pekerja. Pengertian
pengembangan yang dimaksudkan
disini juga menyangkut metode kerja
yang dipakai. Adanya perubahan
metode kerjayang dirasakan lebih
baik karena membantu penyelesaian
tugas juga menjadi motivasi bagi
pekerja.
Ada beberapa Indikator Motivasi
Kerja. Kekuatan motivasi tenaga kerja
untuk bekerja/berkinerja secara langsung
tercermin sebagai upayanya seberapa jauh
ia bekerja keras. Upaya ini mungkin
menghasilkan kinerja yang baik atau
sebaliknya, karena ada 2 faktor yang
harus benar jika upaya itu akan diubah
menjadi kinerja. Pertama, tenaga kerja
harus memiliki kemampuan yang
diperlukan untuk mengerjakan tugasnya
dengan baik. Tanpa kemampuan dan
upaya yang tinggi, tidak mungkin
menghasilkan kinerja yang baik. Kedua
adalah persepsi tenaga kerja yang
bersangkutan tentang bagaimana
upayanya dapat diubah sebaik-baiknya
menjadi kinerja, diasumsikan bahwa
persepsi tersebut dipelajari dari
pengalaman sebelumnya pada situasi yang
sama.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 19
Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dapat
dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Menurut Bambang Kusriyanto
dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2005) kinerja adalah perbandingan hasil
yang dicapai dengan peran serta tenaga
kerja per satuan waktu (lazimnya per
jam). Selanjutnya A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2005) mendefinisikan
kinerja karyawan (prestasi kerja)
sebagai hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM
adalah prestasi kerja, atau hasil kerja
(output) baik kualitas maupun kuantitas
yang dicapai SDM per satuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya
sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Menentukan potensi karyawan
yang berhak memperoleh promosi, dan
kalau berdasarkan hasil diskusi antara
karyawan dengan pimpinan itu untuk
menyusun suatu proposal mengenai sistem
bijak (merit system) dan sistem promosi
lainnya, seperti imbalan (yaitu reward
system recommendation). Sedangkan T.
Hani Handoko (2001), penilaian
hendaknya memberikan gambaran akurat
mengenai prestasi kerja karyawan
sehingga untuk mencapai tujuan ini sistem
penilaian harus mempunyai hubungan
dengan pekerjaan (jon related), praktis,
mempunyai standar-standar dan
menggunakan berbagai ukuran yang dapat
diandalkan. Job related berarti bahwa
sistem menilai perilaku-perilaku kritis
yang mewujudkan keberhasilan perusa-
haan. Sedangkan suatu sistem disebut
praktis bila dipahami atau dimengerti
oleh para penilai dan karyawan. Di
samping harus job related dan praktis,
evaluasi prestasi kerja memerlukan
standar- standar pelaksanaan kerja
(performance standard) dengan mana
prestasi kerja diukur. Agar efektif, standar
hendaknya berhubungan dengan hasil-
hasil yang diinginkan pada setiap
pekerjaan. Lebih lanjut, evaluasi juga
memerlukan ukuran-ukuran prestasi kerja
yang dapat diandalkan (performance
measures). Berbagai ukuran ini, agar
berguna, harus mudah digunakan, reliabel
dan melaporkan perilaku-perilaku kritis
yang menentukan prestasi-prestasi kerja.
Menurut B. Siswanto Sastro
hadiwiryo (2005), penilaian kinerja
(prestasi kerja) merupakan proses
subjektif yang menyangkut penilaian
manusia. Dikatakan penilaian kinerja
subyektif, karena kebanyakan pekerjaan
benar-benar tidak mungkin diukur secara
obyektif, hal ini disebabkan beberapa
alasan, termasuk alasan kerumitan dalam
tugas pengukuran, lingkaran yang
berubah-ubah, dan kesulitan dalam
merumuskan tugas dan pekerjaan
individual tenaga kerja secara rinci.
Dengan demikian, penilaian
kinerja sangat mungkin keliru dan sangat
mudah dipengaruhi oleh sumber yang
tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut
mempengaruhi proses penilaian
sehingga harus diperhitungkan dan
dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian
kinerja dianggap memenuhi sasaran
apabila memiliki dampak yang baik pada
tenaga kerja yang baru dinilai
kinerja/keragaannya. Menurut Henry
Simamora (2004), meskipun mustahil
mengidentifikasi setiap kriteria kinerja
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 20
yang universal yang dapat diterapkan pada
semua pekerjaan, adalah mungkin
menentukan beberapa karakteristik yang
harus dimiliki oleh kriteria apabila
kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi
penilaian kinerja.
Karakteristiknya adalah : Kriteria
yang baik harus mampu diukur dengan
cara-cara yang dapat dipercaya. Konsep
keandalan pengukuran mempunyai dua
komponen: stabilitas dan konsistensi.
Stabilitas menyiratkan bahwa
pengukuran kriteria yang dilaksanakan
pada waktu yang berbeda haruslah
mencapai hasil yang kira-kira serupa.
Konsistensi menunjukkan bahwa
pengukuran kriteria yang dilakukan
dengan metode yang berbeda atau orang
yang berbeda harus mencapai hasil yang
kira-kira sama. Kriteria yang baik harus
mampu membedakan individu-individu
sesuai dengan kinerja mereka. Salah satu
tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi
kinerja anggota organisasi. Jikalau
kriteria semcam itu memberikan skor
yang identik kepada semua orang, maka
kriteria tersebut tidak berguna untuk
mendistribusikan kompensasi atas kinerja,
merekomendasikan kandidat untuk
promosi, ataupun menilai kebutuhan-
kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Kriteria yang baik haruslah
sensitif terhadap masukan dan tindakan
pemegang jabatan. Karena tujuan
penilaian kinerja adalah untuk menilai
efektivitas individu anggota organisasi,
kriteria efektivitas yang dipakai dalam
sistem itu haruslah terutama di bawah
kebijakan pengendalian orang yang
sedang dinilai. Kriteria yang baik harus
dapat diterima oleh individu yang
mengetahui kinerjanya sedang dinilai.
Adalah penting agar orang-orang yang
kinerjanya sedang diukur merasa bahwa
kinerja yang sedang digunakan
memberikan petunjuk yang adil dan benar
tentang kinerja mereka.
Menurut B. Siswanto Sastro
hadiwiryo (2005), belum adanya
kesamaan antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan lainnya dalam
menentukan unsur yang harus dinilai
dalam proses penilaian kinerja yang
dilakukan manajemen/penyelia penilai
disebabkan selain terdapat perbedaan
yang diharapkan dari masing-masing
perusahaan, juga karena belum terdapat
standar baku tentang unsur-unsur yang
perlu diadakan penilaian. Pada umumnya
unsur-unsur yang perlu diadakan
penilaian dalam proses penilaian kinerja
adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung
jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama,
prakarsa, dan kepemimpinan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja Faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation). Hal ini sesuai dengan
pendapat Keith Davis (1985) yang dikutip
oleh Mangkunegara (2010) merumuskan
bahwa:
1. Faktor kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan
(ability) terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge
+ Skill). Artinya, pemimpin dan
karyawan yang memiliki IQ di atas rata-
rata (IQ 110–120)apalagi IQ superior,
very superior, gifted dan genius dengan
pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka
akan lebih mudah mencapai kinerja
maksimal.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 21
2. Faktor Motivasi
Motivasi diartikan suatu sikap
(attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja di lingkungan
organisasinya. Mereka yang bersikap
positif (pro) terhadap situas kerjanya
akan menunjukan motivasi kerja tinggi
dan sebaliknya jika mereka bersikap
negatif (kontra) terhadap situasi
kerjanya akan memunjukan motivasi
kerja yang rendah. Situasi kerja yang
dimaksud mencakup antara lain hubungan
kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan
pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan
kondisi kerja.
Menurut A. Dale Timpe (1992)
yang dikutip oleh Mangkunegara (2010),
faktor-faktor kinerja terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.
Misalnya, kinerja seseorang baik
disebabkan karena mempunyai kemam-
puan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja
keras, sedangkan seseorang mempunyai
kinerja jelek disebabkan orang tersebut
mempunyai kemampuan rendah dan orang
tersebut tidak memiliki upaya- upaya
untuk memperbaiki kemampuannya.
Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang yang
berasal dari lingkungan. Seperti
prilaku, sikap, dantindakan-tindakan
rekan kerja, bawahan atau pimpinan,
fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor
internal dan faktor eksternal ini
merupakan jenis- jenis atribusi yang
mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-
jenis atribusi yang dibuat para karyawan
memiliki sejumlah akibat psikologis dan
berdasarkan kepada tindakan. Seseorang
karyawan yang menganggap kinerjanya
baik berasal dari faktor-faktor internal
seperti kemampuan atau upaya, diduga
orang tersebut akan mengalami lebih
banyak perasaan positif tentang
kinerjanya dibanding dengan jika ia
menghubungkan kinerjanya yang baik
dengan faktor eksternal.
Kerangka Pemikiran Motivasi adalah dorongan dalam
mengarahkan individu yang merangsang
tingkah laku individu serta organisasi
untuk melakukan tindakan dalam
mencapai tujuan yang di harapkan.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
Seseorang sepatutnya memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman
yang jelas tentang apa yang akan
dikerjakan dan bagaimana menger-
jakan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian explanatory yang menjelaskan
hubungan antara variable bebas dan
terikat. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dari pengumpulan kuesioner.
Populasi dalam penelitian ini adalah
karyawan di kantor BRINS KC
Semanggi sebanyak 30 orang sekaligus
sebagai sampel (sampel jenuh). Analisis
data yang digunakan yaityu regresi
sederhana, korelasi, determinasi dan uji
signifikasi (uji t).
Analisis korelasi sederhana
(bivariate correlation) digunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan antara dua
variabel dan untuk mengetahui arah
hubungan yang terjadi (Sugiyono, 2007).
Sedangkan analisis determinasi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 22
digunakan untuk mengetahui prosentase
sumbangan pengaruh variable bebas
terhadap variable terikat. Koofisien ini
menunjukkan seberapa besar prosentase
variable bebas yang digunakan dalam
model penelitian mampu menjelaskan
variasi variable terikat. Sedangkan
analisis regresi ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas X
(motivasi) terhadap variable terikat Y
(kinerja) Untuk membuktikan pengaruh
signifikan atau tidak digunakan Uji
Hipotesis (uji t), Drs. Syahri Alhusin MS,
2003). Dari hasil perbandingan t-hitung
dengan t-table dapat disimpulkan :
- Jika t-hitung < t-table (Terima Ho,
Tolak Ha)
- Jika t-hitung > t-table (Tolak Ho,
Terima Ha)
Dimana hipotesa yang dirumuskan, jika :
Ho : Tidak terdapat pengaruh secara
signifikan motivasi terhadap kinerja
karyawan pada kantor BRINS KC
Semanggi. Ha : Terdapat pengaruh
secara signifikan motivasi terhadap
kinerja karyawan pada kantor BRINS KC
Semanggi.
Keputusan yang diambil dengan
jalan membandingkan nilai t-hitung
dengan t-tabel. Jika t-hitung lebih
kecil (t-hitung < t-tabel) maka
keputusan menolak hipotesa bahwa
antara variable yang diteliti tidak
mempunyai hubungan positif, sebaliknya
apabila t-hitung kebih besar dari t- tabel
(t-hitung > t-tabel) maka keputusannya
adalah menerima hipotesa yang
menyatakan terdapat hubungan yang
positif antara variable lain.
HASIL PENELITIAN
Hasil nilai koefisien korelasi (r)
antara variabel bebas yaitu motivasi (X)
dengan variabel terikat kinerja karyawan
(Y) pada BRINS KC Semanggi sebesar
0,868. Artinya, terdapat hubungan positif
yang sangat kuat antara motivasi dengan
kinerja karyawan pada BRINS KC
Semanggi. Jika motivasi meningkat
maka akan meningkatkan kinerja dan
sebaliknya.
Berdasarkan perhitungan di atas
nilai KP = 75,3% artinya bahwa pengaruh
motivasi terhadap kinerja sebesar 75,3%
sedangkan sisanya sebesar 24,7% adalah
faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh
penulis, seperti gaji lingkungan kerja,
program pengembangan karir, insentif,
kepuasan kerja dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil perhitungan
diatas, dapat dirumuskan persamaan
regresi : Ŷ = 8,079 + 0,785 X + e.
Persamaan regresi tersebut, dapat
diintresprestasikan sebagai berikut : Nilai
b = 0,785 artinya setiap perubahan
(penambahan/pengurangan) motivasi
sebesar satu tingkat akan
mengakibatkan perubahan (kenaikan/
penurunan) kinerja karyawan sebanyak
0,785 tingkat,sedangkan dengan nilai a =
8,079 artinya apabila tidak ada motivasi
(motivasi = 0) maka nilai kinerja
karyawan sebesar 8,079 tingkat.
Untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh signifikan X terhadap
Y, maka nilai t-hitung dibandingkan
dengan nlai t-tabel berikut : Dengan taraf
untuk menetukan nilai t-tabel (a= 5%),
df= n-k (df= 30–2 = 28), maka diperoleh
nilai t-tabel = 2,048. Berdasarkan
perhitungan uji t, dengan tingkat
signifikan 5% diperoleh nilai t- hitung
> t-tabel (9,241>2,048) artinya Ho ditolak
dan Ha diterima, maka terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja karyawan
BRINS KC Semanggi.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Berdasarkan nilai koefisien korelasi,
diperoleh nilai r sebesar = 0,868
yang berarti bahwa terdapat hubungan
sangat kuat antara motivasi dengan
kinerja. Sedangkan dalam uji hipotesis
(uji t) diperoleh t hitung 9,241 > t tabel
2,048 yang berarti menolak Ho dan
menerima Ha, mengindikasikan adanya
hubungan yang signifikan antara
variabel X dan Y;
2. Berdasarkan perhitungan di atas nilai
KD = 75,3% artinya bahwa pengaruh
motivasi terhadap kinerja sebesar 75,3%
sedangkan sisanya sebesar 24,7%
adalah faktor-faktor lain yang tidak
diteliti oleh penulis, seperti gaji
lingkungan kerja, program
pengembangan karir, insentif, kepuasan
kerja dan lain sebagainya;
3. Diperoleh persamaan regresi Y =
8,079 + 0,785X+ e. Nilai koefisien
regresi b sebesar 0.785 berarti setiap
perubahan (penambahan/pengurangan)
X (motivasi) akan mempengaruhi
perubahan (kenaikan/ penurunan)
terhadap nilai Y (kinerja karyawan)
sebanyak 0,785 satuan. Sedangkan
dengan nilai konstanta a sebesar
8,079 artinya apabila tidak ada
motivasi maka nilai kinerja karyawan
sebesar 8,079.
Saran 1. Dengan melihat hasil analisis
kolerasi, penulis ingin menyaran-
kan agar motivasi yang diberikan
kepada karyawan supaya
ditingkatkan, sehingga kinerja
karyawan meningkat dan semakin
baik;
2. Agar BRINS KC Semanggi harus
pula memperhatikan bentuk-bentuk
motivasi yang diberikan pada
karyawannya seperti: penghargaan
terhadap prestasi kerja, kesempatan
untuk promosi, sarana dan prasarana
kantor, dll sehingga akan
meningkatkan kinerja karyawan
yang pada akhirnya akan berdampak pada tercapainya tujuan
perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 24
DAFTAR PUSTAKA
Alhusin, Syahri. (2003). Aplikasi Statistik
dengan SPSS.10 for Windows.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Armstrong, Michael. (1994). Manajemen
Sumber Daya Manusia: A
Handbook Of Human Resource
Management. Jakarta : PT, Elex
Mediakomputindo
Dale, Timpe. (1992). Kinerja. Jakarta : PT
Gramedia.
Davis, Keith. (1985). Perilaku Dalam
Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Gibson, James L, Ivancevich, Donelly, Jr.
(1995). Organisasi: Perilaku,
Struktur, Proses. Edisi 1. Jakarta :
Bina Rupa Askar
Gomes, Faustino Cardoso. (2003). A :
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta : Andi Offset
Hamalik, Oemar. (1993). Psychologi
Manajemen. Tri Gendakarya :
Bandung.
Henry, Simamora. (2004). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Edisi
Ketiga. Yogyakarta : STIE
YPKN.
Handoko. T. Hani. (2001). Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta : BPFE
Yogyakarta.
------------------------ (2003). Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia. Liberty : Yogyakarta.
Hariandja, Marihot T. (2002). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Grasindo.
Hasibuan, Malayu. (2007). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Cetakan
Kesembilan. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005).
Evaluasi Kinerja. Bandung :
Refika Aditama.
---------------------------------- (2010).
Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan.
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. (2006).
Human Resource Management:
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Terjemahan Dian
Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Parrek, Udai. (2005). Motivational
Analysis of Organizational
Behavior. University Associate, Inc,
MOA-B.
Rivai, Veitzal. (2003). Manajemen
Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan: Dari Teori ke Praktik.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Rivai, Veithzal dan Basri. (2005).
Performance Appraisal: Sistem
yang tepat untuk menilai kinerja
karyawan dan meningkatkan daya
saing perusahaan. Jakarta :
Rajagrafindo Persada.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 25
Robbins, Stepehen P., dan Judge Timothy
A. (2007). Organization Behavior.
Pearson Prentice Hall.
Sugiyono., Prof., Dr. (1999). Metode
Penelitian Bisnis. Cetakan ke-6.
Bandung : CV Alfabeta
------------. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung : Alfabeta.
Sarwoto, (1991). Dasar-dasar Organisasi
dan Manajemen. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Sastrohadiwiryo, Siswanto B. 2005.
Manajemen Tenaga Kerja
Indonesia Pendekatan
Administrasi dan Operasional.
Jakarta : PT Bumi Aksara
Taylor, Frederick Winslow. 1974.
Scientific Management. New
York : Harper Umi, Narimawati.
2007. Riset Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta : Agung
Media.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 26
ULASAN KRITIS ATAS PENDEKATAN MANAJEMEN
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Sasli Rais
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen,
E-mail : [email protected]
Abstrack
Public policy performance is often not good, often being part of the problem rather
than solving the problem. Hence the thought developed, that wisdom to reduce regulation
and deregulation. Therefore the country's administrative reform is needed, namely planned
efforts to improve the functions of the public sector. Policies that address short-term
problems are intended to simultaneously address long-term problems and developments.
The policy includes the formulation of a clear direction in the direction of development,
formulating a mechanism for implementing the policy up to the institution, and detailed
procedures so that the policy becomes effective. Then, it must still be developed so that it is
accepted and implemented, controlled for improvements and adjustments needed, both
formulation and implementation of the policy is difficult to implement because it must
resolve differences and interests and trade offs. In implementing policies, functions and
institutions are abolished, but some are formed. The implementation is still controlled
because of the symptoms of opposing the change and blurring of the translation by the
bureaucracy itself.
Changes related to administrative procedures, especially governance, have not
shown better results. Governance order as a decisive component in carrying out the
functions of regulation, service, and empowerment is also still experiencing problems, so
that the road seems in place and has not been directed. The indicator is the still high level
of public complaints against various policies that are represented by the behavior of
government bureaucracies, which are less responsive or policies that tend to overlap,
resulting in low public trust in the government. Then there is a lot of misunderstanding
because basically wisdom is included in the regulatory function, so there is a strong
tendency to regulate everything. It is precisely this over-regulation that causes the
bureaucracy to be an obstacle to the enthusiasm of the community to build. The setting
function will be meaningful if economic and commercial law is distorted. Wisdom, besides
being a basic tool that regulates the existence of guidelines and direction of community
activities, also becomes a correction tool.
Key words : Approach, policy management
I. Pendahuluan
Pembangunan sebagai perubahan
kemasyarakatan besar dari suatu negara
kebangsaan menjadi negara yang lebih
bernilai dan menjadikan hidup yang lebih
baik bagi seluruh masyarakat. Perubahan
sebagai hasil dari sejarah masa lalu dan
pengalaman negara saat ini, yang secara
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 27
bergiliran membangun dasar perubahan
masa depan. Hal ini mencakup perubahan
yang kompleks dalam politik, ekonomi
dan sosial yang saling terkait. Meskipun
perubahan ekonomi terkadang tampak
lebih nyata dan umumnya lebih siap untuk
dikuantifikasi, tetapi hanya merupakan
satu aspek dari keseluruhan proses.
Karenanya komitmen „perubahan positif‟
tersebut memerlukan aksi efektif yang
diarahkan ke arah tujuan-tujuan pemba-
ngunan yang diinginkan. Maka di sinilah
diperlukan adanya perencanaan pemba-
ngunan yang baik dan terarah.
Perencanaan pembangunan adalah
proses yang melibatkan arahan rasional
dan percepatan perubahan kemasyarakatan
menuju sasaran yang ditetapkan. Hal ini
mencakup baik perumusan seperangkat
keputusan maupun upaya pelaksanaannya.
Upaya ini akan menghasilkan umpan balik
berupa informasi baru, yang meng-
ungkapkan kesalahan estimasi, kejadian
tak terduga, dan kemungkinan baru.
Umpan balik ini memerlukan perubahan
keputusan awal. Karena keputusan saling
terkait, informasi perlu dianalisis dan
keseluruhan perangkat keputusan terda-
hulu diformulasi ulang. Upaya baru dalam
pelaksanaan akan dilakukan dengan
umpan balik informasi baru selanjutnya,
dan lain-lain. Aksi pembangunan dengan
demikian merupakan bagian mendasar
dari perencanaan pembangunan, yang di
sini dilihat sebagai „sebuah proses‟.
Konsep aksi pembangunan sebagai
proses rasional ini memperjelas tiga
masalah penciptaan bingkai analitis yang
berhubungan secara normatif dengan aksi
pembangunan.
1. Aksi pembangunan bersifat purposif.
Ini berkaitan dengan pencapaian
tujuan yang dipilih secara sadar.
Inilah tujuan yang menyediakan
dasar, stimulus, dan panduan aksi.
Aksi pembangunan berkaitan dengan
apa yang ada dan apa yang yang
seharusnya sehingga memerlukan
panduan normatif untuk mencapai
nya. Karenanya, bingkai analitis aksi
pembangunan harus menyediakan
sesuatu yang bersifat purposiveness,
2. Aksi pembangunan berkaitan dengan
sejumlah hal kompleks yang saling
bergantung. Perubahan kemasyara-
katan mencakup elemen ekonomi,
politik, dan sosial yang saling
bergantung secara kompleks. Aksi
dirancang untuk mengubah beberapa
elemen tersebut yang secara tak
terelakkan melibatkan aksi terkait
untuk mengubah yang lain.
Karenanya, bingkai analitis aksi
pembangunan harus memberikan cara
memperlakukan saling ketergan-
tungan perubahan masyarakat yang
amat banyak dan kompleks tersebut,
3. Aksi pembangunan sebagai sebuah
proses, berlangsung sepanjang waktu.
Tujuan akhir pembangunan biasanya
ditujukan untuk pencapaian beragam
poin di masa depan dan untuk
mewujudkan tujuan akhir itui harus
dilakukan dengan membedakan
periode waktu. Di samping itu, aksi
ini berlangsung dalam suasana
perubahan, dengan dinamika dan
ketidakpastiannya sendiri yang
mendampingi. Karenanya, bingkai
analitis aksi pembangunan harus
memperhitungkan dinamika peruba-
han sebagai sebuah proses sepanjang
waktu.
Skema konseptual dan metodologi
analitis yang didesain untuk tujuan lain,
seperti dalam ilmu sosial tradisional, tidak
secara mendasar berurusan dengan dasar
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 28
hubungan pada aksi pembangunan; yang
nyatanya, skema dan metodologi tersebut
dapat menyesatkan.
Disiplin ilmu sosial tradisional
umumnya hanya menolak aspek-aspek
tertentu dari perilaku manusia dan
cenderung mengelompokkan sekitar
penentangan asumsi-asumsi rasionalitas.
Segmentasi ini sangat terkenal dan telah
menjadi pokok perhatian para ilmuwan
sosial untuk waktu yang lama, namun
studi pembangunan berurusan dengan
pertanyaan-pertanyaan inti tentang batas-
batas disiplin seperti, apakah motivasi
organisasi dan individu yang diperlukan
untuk mempercepat pembentukan modal.
Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan aksi pembangunan itu diperlukan
adanya pendekatan yang intergral.
Kebutuhan akan pendekatan yang
„berorientasi aksi dan interdisipliner‟
terhadap dinamika perubahan
kemasyarakatan menjadi semakin dikenali
oleh para ilmuwan sosial. David Easton
telah mengidentifikasi empat level
pendekatan untuk mengintegrasikan
disiplin ilmu sosial.
1. Mengumpulkan bersama data dari
berbagai disiplin ilmu untuk
berhubungan dengan masalah tertentu
secara sementara,
2. Mengembangkan program diklat
yang berfokus pada masalah sosial,
tidak pada disiplin ilmu, dan
kemungkinan besar menggunakan
metode analitis dari wilayah
pengetahuan yang relevan,
3. Melatih orang dari dua atau tiga
disiplin ilmu yang terkait dengan
harapan agar pendekatan inter-
disipliner akan berlangsung dalam
pikiran mereka,
4. Mengenali bahwa perilaku manusia
dapat diabstraksi ke dalam unit
analisis mendasar seperti gagasan
Parsonian tentang „aksi‟ „psikolog
sosial' dan ekonom, „keputusan‟, dan
antropolog „fungsi‟, dan, yang lebih
terbaru, „sistem‟.
Pengelompokan tersebut berperan
terhadap „studi interdisipliner‟, dimana,
tiga yang pertama, tidak benar-benar
interdisipliner dalam pengertian
mengintegrasikan disiplin ilmu secara
konseptual, melainkan bersifat
multidisipliner, membawa bersama dan
menyediakan pertukaran pengetahuan dari
sejumlah disiplin ilmu. Hanya level
keempat, yang tampak memberikan dasar
konseptualisasi tentang perilaku manusia
dalam pengertian purposif, dinamis, dan
saling ketergantungan.
II. Landasan Teori
2.1. Bingkai Sistem Administrasi
Pembangunan
Administrasi pembangunan adalah
nama yang kerap diberikan pada cara aksi
pemerintah untuk memenuhi peranannya
dalam proses mencapai pembangunan. Hal
ini mencakup prosedur teknis dan
penyusunan organisasi di mana pemerintah
mencapai pergerakan menuju tujuan-
tujuan pembangunan. Pendekatan sistem
memberikan bingkai yang berguna untuk
memperlakukan masalah administrasi
pembangunan.
Pemerintah di banyak negara
berkembang, khususnya pihak eksekutif,
berperan dominan dalam mencapai aksi
pembangunan untuk alasan teknis,
ideologis, dan persyaratan input. Secara
teknis, pemerintah sebagai agen yang
mampu mengaktifkan banyak perubahan
ekonomi, sosial, dan politik yang terlibat
dalam pembangunan dengan cara yang
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 29
koheren. Pemerintah sebagai agen
perubahan besar yang dapat diterima
berdasarkan alasan ideologis dalam
kelompok berpengaruh di sebuah negara.
Yang sama penting, dibutuhkan
persyaratan input yang massif untuk
menciptakan fasilitas transportasi,
komunikasi, pembangkitan tenaga listrik,
produksi, distribusi, dan sebagainya yang
dapat dimobilisasi dan dialokasikan
dengan sangat baik oleh pemerintah.
Terkadang, pemerintah adalah satunya
organisasi dalam sebuah negara yang
mampu melakukan itu.
Administrasi pembangunan secara
umum sama dengan „administrasi publik
tradisional‟ dalam kaitannya dengan
„bagaimana pemerintah menerapkan
aturan, kebijakan dan normanya‟.
Perbedaannya:
1. Pada tujuan, ruang lingkup, dan
kompleksitas. Administrasi pemba-
ngunan bersifat „inovatif‟ karena
berkaitan dengan perubahan
kemasyarakatan yang terlibat dalam
pencapaian sasaran pembangunan.
Pemerintah berurusan dengan ruang
lingkup aktivitas yang luas untuk
tujuan perubahan yang diinginkan.
Pemerintah tidak lagi berperan sebatas
pada pemeliharaan hukum dan
ketertiban, penyediaan beberapa
layanan publik yang terbatas, dan
pengumpulan pajak. Namun, terlibat
juga memobilisasi sumber daya dan
alokasinya sehingga beragam aktivitas
pembangunan dalam skala besar.
Diferensiasi penyebaran fungsi dan
struktur pemerintah yang luas dan
penampakan banyak aktivitas yang
sangat spesifik saling bergantung
memerlukan tingkat koordinasi yang
tinggi.
Hal ini merupakan ikutan dari yang
sebelumnya bahwa fungsi keputusan,
spesifikasi, komunikasi, dan kendali
administrasi dapat mengambil bentuk
yang berbeda dalam administrasi
pembangunan jika dibandingkan
administrasi publik tradisional.
2. J. J. Benelisha mengajukan pemikiran
bahwa administrasi pembangunan
memiliki ciri „kontrol loop tertutup‟
yang mengatur dirinya sendiri, yang
merupakan sirkuit yang jelas dan kuat,
sedangkan administrasi pemerintah
tradisional sebagai „variasi loop
terbuka‟ yang lemah, karenanya aksi
pembangunan yang bertujuan sulit
dicapai.
Perbedaan antara administrasi publik
dan administrasi pembangunan yang
diajukan di atas tergantung pada „ketidak
sepakatan‟ yang sama. Inilah yang
diklaim sejumlah orang bahwa
administrasi publik modern memiliki
tujuan dan karakteristik yang ada pada
administrasi pembangunan.
Pandangan administrasi untuk
pembangunan pendekatan sistem untuk
menghadapinya ini membawa kembali
pada tiga masalah aksi pemerintah.
Masalah itu, yakni:
1. Bagaimana cara memandu aksi
pemerintah menuju sasaran pemba-
ngunan,
2. Bagaimana sebetulnya memperhitung-
kan kompleksnya saling ketergan-
tungan perubahan kemasyarakatan,
3. Bagaimana memastikan bahwa
administrasi pemerintahan bersifat
dinamis dan inovatif.
Aksi pembangunan melibatkan baik
mobilisasi SDM, uang dan fasilitas, dan
tingkat perilaku dan alokasinya dalam
kombinasi yang wajar untuk memenuhi
kebutuhan teknis pencapaian sasaran
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 30
pembangunan yang spesifik. Kebutuhan
ini bersifat teknis dalam pengertian bahwa
pengetahuan ilmiah dan profesional
menentukan prosedur pelaksanaan
aktivitas itu secara rinci untuk
pemenuhannya. Karenanya, aksi pemba-
ngunan dipandang sebagai sistem
„menyediakan kebutuhan‟ itu. Seperti
dicatat sebelumnya, sistem tersebut akan
memiliki output, input, komponen, dan
kendala.
Output sistem akan menjadi input
atau aksi yang memenuhi kebutuhan
pembangunan teknis. Pandangan tentang
input apa yang diperlukan secara teknis
untuk pembangunan cenderung bervariasi
dengan latarbelakang profesional dan
pengalaman teknisi. Tinjauan atas teori
dan praktek pembangunan nasional
merekomendasikan enam kelompok input
yang dibutuhkan: tenaga kerja yang
terampil; keuangan; logistik (fasilitas
untuk aliran fisik barang dan jasa);
informasi (fasilitas untuk transmisi data
fisik); partisipasi (individu dan
kelompok); dan kekuasaan yang memiliki
legitimasi (untuk memberlakukan
keputusan).
Bentuk pengetahuan dan pengalaman
administrasi publik tradisional meng-
identifikasi kebtuhan teknis serupa untuk
keberlangsungan dan berjalannya
pemerintah, meskipun tidak selalu dalam
istilah yang sama. Empat dari kebutuhan
teknis yang ada memiliki nama yang
sama: tenaga kerja digunakan untuk
penyusunan staf; keuangan untuk
penyusunan anggaran; persiapan logistik,
untuk pengadaan dan distribusi suplai; dan
fasilitas informasi, untuk penyampaian
perintah, laporan; dan statistik. Dua
kebutuhan teknis yang tersisa, dinyatakan
dalam istilah berbeda, yaitui keterlibatan
dan komitmen (partisipasi) untuk
mendukung aksi pemerintah diperoleh
dari karyawan, klien, dan publik melalui
beragam perencanaan; dan prosedur
pemberlakuan keputusan pemerintah
(kekuasaan yang memiliki legitimasi)
melalui pendidikan, persuasi, dan
penggunaan insentif dan sanksi, termasuk
kekuatan fisik.
Enam input ini secara bersama
merupakan muatan aksi pembangunan.
Namun, setiap input tersebut dengan
sendirinya merupakan output dari sebuah
sistem hubungan aksi. Tabel 1 merang-
kum output masing sistem yang
diperlukan sebagai input pembangunan
nasional. Kebijakan dan program yang
dirumuskan dalam perencanaan pemba-
ngunan nasional merupakan dasar untuk
menspesifikasi kebutuhan teknis output
sistem. Kebijakan dan program ini
memberikan target bagi kebutuhan
tersebut, contohnya tipe, kualitas, jumlah
dan penentuan waktu insinyur yang mesti
dilatih, direkrut dan dialokasikan sebagai
bagian dari aksi pembangunan. Dari target
tersebut, dapat dideduksikan prosedur dan
fasilitas yang membentuk sistem dan
subsistem secara teknis yang dibutuhkan
untuk memenuhi target.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 31
Tabel 1.
Sistem Keluaran Diperlukan sebagai Input untuk Pembangunan
Sistem Keluaran
1. Manpower Jumlah yang tepat dari orang-orang yang terlatih dan trampil ketika
dibutuhkan.
2. Finance Aliran keuangan dari jenis-jenis, dalam jumlah, dan pada saat
dibutuhkan.
3. Logistics Cara fisik barang dan jasa di mana dan kapan dibutuhkan.
4. Information Pengiriman informasi secara fisik dari sumbernya atau pengirimnya
ke tujuan atau penerimanya.
5. Participation Jumlah dan tingkat keterlibatan dan komitmen individu dan
kelompok dalam merumuskan dan melaksanakan keputusan
pembangunan.
6. Legitimate
Power
Hak dan kapasitas yang disetujui untuk membuat dan menegakkan
keputusan pembangunan dengan kekuatan oposisi.
Sumber: Katz, 1983: 123.
Entitas yang cirinya saling berkaitan
adalah organisasi atau bagian organisasi.
Input dalam seluruh kesatuan sistem
adalah output dari sistem yang lain. Yakni
bahwa bahwa input tersebut: tenaga kerja,
keuangan, logistik, informasi, partisipasi,
dan kekuasaan yang sah yang membentuk
output. Hal ini dapat dipandang sebagai
matriks input-output bujur sangkar, yang
mewakili aliran sumber daya dari sistem
ke sistem, yang terkait dengan target
rencana dalam dimensi output dan pada
input nonsistem dalam dimensi input.
Komponen, atau subsistem secara
umum dikombinasikan dalam sistem yang
menghasilkan output tersebut. Contohnya,
sistem yang menyediakan tenaga kerja
terampil mencakup sistem pendidikan
formal sebagai salah satu subsistemnya,
yang mencakup juga subsistem pelatihan
kejuruan dan magang, untuk pelatihan
pelayanan pemerintahan, pekerjaan dan
rekrutmen, pelayanan masyarakat, dan
sebagainya. Setiap output yang lain seperti
keuangan, logistik, informasi, partisipasi,
dan kekuasaan yang sah memerlukan
sistemnya sendiri, termasuk beragam
jumlah subsistem. Sistem dan subsistem
yang menghasilkan output yang berbeda
memiliki rentang pengetahuan dan
keahlian teknis sendiri yang luas.
Unit analisis adalah unit output
tertentu, seperti jumlah orang yang terlatih
dan terampil dalam jenis tertentu, atau
jumlah tipe keuangan tertentu. Hubungan-
nya adalah aliran unit tertentu tersebut
dalam atau antara subsistem dan sistem,
yakni aliran keuangan, partisipasi, atau
informasi. Kendala teknis pada sistem
adalah ciri sistem tertentu. Contohnya, hal
ini secara teknis memerlukan panjang
waktu tertentu untuk melatih seseorang
untuk tingkat keterampilan tertentu atau
untuk mendapatkan jumlah pendidikan
tertentu sebelum measuki pelatihan
universitas. Kendala sosialnya sebagai
cerminan lingkungan sosial, termasuk
struktur yang dikenal sebagai organisasi.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 32
Fokus aksi untuk menyediakan
kebutuhan teknis pembangunan dalam
sebagian besar kasus organisasi.
Hubungan antara organisasi meliputi
tenaga kerja, keuangan, komoditas, sikap
dan aliran lain yang merupakan sistem.
Hal yakni bahwa bahwa unit-unit
komponen sistem aksi teknis adalah ciri
atau kualitas organisasi dan hubungan ciri
tersebut yang membentuk sistem.
Lingkungan sosial organisasi tersebut
adalah internal dan eksternal. Organisasi
dapat digambarkan sebagai hubungan
sosial yang terpola stabil melalui sejumlah
besar orang yang berupaya menyelesaikan
tugas yang disepakati. Organisasi harus
beroperasi dalam sebuah lingkungan
keyakinan, motivasi, kebiasaan, dan
keterbatasan masyarakat yang
membentuknya dan lingkungan yang sama
dalam masyarakat yang lebih besar di
mana mereka merupakan bagian darinya.
1. Secara internal, orang yang
mengembangkan hubungan yang stabil
cenderung membangun sistem
sosialnya sendiri yang berukuran kecil,
yang memiliki dinamikanya sendiri.
2. Secara eksternal, hubungan yang
terpola itui harus memiliki tingkat
konsistensi nilai, sikap, dan lembaga
sosial dari sebuah masyarakat yang
lebih besar.
Organisasi pemerintah khususnya
penting dalam menyediakan kebutuhan
teknis pembangunan dengan mempertim-
bangkan peran dominannya dalam
pencapaian pembangunan. Persiapan
menyediakan kebutuhan itu meliputi,
pembagian tenaga kerja, koordinasi, dan
tingkat stabilitas. Oleh karena itu,
pemerintah harus membentuk, meng-
arahkan, dan memelihara organisasi,
hubungan individu dan kelompok yang
terpola stabil untuk memenuhi persyaratan
tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa
administrasi sistem harus sering dilakukan
oleh organisasi pemerintah.
2.2. Pendekatan Sistem dalam
Pembangunan Organisasi
Organisasi merupakan wahana dan
entitas unit aksi pembangunan. Organisasi,
bersama dengan hubungan lingkungannya
disebut „institusi‟. Jika bingkai sistem
pembangunan dilihat sebagai pendekatan
makro, maka institusi sebagai kesatuan atau
pendekatan mikro terhadap studi aksi
pembangunan. Kini dapat mengeksplorasi
pendekatan sistem terhadap studi
pembangunan yang terkait dengan institusi
dan, berdasarkan sudut pandang pada aksi
pembangunan, cara membangunnya.
Minat yang sadar pada pembangunan
institusi cukup baru dan berkembang.
Institusi dalam pengertian ini, merujuk pada
kombinasi organisasi purposif dan
hubungan lingkungannya, definisi berasal
dari Philip Selznick:
Organisasi adalah instrumen teknis,
yang didesain sebagai sarana pada -
tujuan yang ditetapkan. Organisasi
dinilai dalam premis rekayasa;
organisasi dapat habis. Institusi, baik
dipahami sebagai kelompok atau
praktek, dapat sebagian direkayasa
dalam hal interaksi dan adaptasi;
dan menjadi wadah idealisme
kelompok; yang kurang siap untuk
habis.
Institusi merupakan organisasi yang
dimasuki nilai individu didalamnya dan
untuk lingkungan sosialnya. Institusi juga
harus berkaitan dengan sasaran
pembangunan. Institusi disini untuk
merujuk pada „organisasi yang
membentuk, mendorong dan melindungi
hubungan normatif dan pola aksi dan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 33
melaksanakan fungsi dan layanan yang
dinilai dalam lingkungan‟.
Tumbuhnya minat dalam
pembangunan institusi terkait dengan
pembangunan. Istilah „pembangunan
institusi‟ dipopulerkan oleh Harlan
Cleveland. Istilah ini lebih sering tampil
dalam lingkaran pemerintah, bisnis, dan
akademisi. Pembangunan institusi
didefinisikan sebagai seluruh perenca-
naan, struktur, dan panduan organisasi
yang baru atau dibentuk ulang dengan
antara lain: 1) membentuk, mendorong
dan melindungi hubungan normatif dan
pola aktif, 2) melaksanakan fungsi dan
pelayanan yang dinilai dalam lingkungan,
dan 3) memfasilitasi asimilasi teknologi
fisik dan sosial.
Sejumlah konsep penelitian pemandu
yang diusulkan Program Penelitian
Antaruniversitas dalam Pembangunan
Institusi. Program itu secara tentatif
mengajukan tiga kategori analitis dasar:
1. Variabel institusi atau variabel yang
menggambarkan perilaku institusi,
mencakup subkategori seperti:
kepemimpinan, doktrin, program,
sumber daya, dan struktur internal,
2. Transaksi, atau pertukaran barang, jasa
dan pengaruh, mencakup subkategori
seperti: mendapatkan dukungan dan
mengatasi resistensi, bertukar sumber
daya, membuat struktur lingkungan,
dan mentransfer norma dan nilai,
3. Kategori analitis atas kaitan
kelembagaan yang merujuk pada saling
ketergantungan antara institusi dan
pihak relevan dalam masyarakat,
mencakup subkategori memudahkan,
fungsional, normatif, dan kaitan yang
tersebar luas.
Sebuah organisasi yang memiliki ciri
kelembagaan. Menurut pandangan ini, jika
dapat memenuhi tiga ujian yaitu: 1)
mampu bertahan hidup, 2) organisasi
dipandang dengan lingkungannya sebagai
mempunyai nilai intrinsik, dan 3) pola
perilaku yang terwujud dalam organisasi
telah menjadi hal yang normatif untuk
unit sosial lainnya. Tentu saja, hal itu
bukan kondisi mutlak, hanya dapat
dijadikan indikator kelembagaan.
Institusi yang terkait pembangunan
dapat dilihat sebagai sebuah sistem.
Dengan sendirinya, institusi dapat
disimpulkan dalam pengertian empat
dimensi pola sistem yang ditekankan pada
output, input, komponen, dan kendala.
Output sistem ini memiliki dua aspek.
1. Output teknis, inovasi produk yang
diinginkan, fisik dan sosial, yang
akan diperkenalkan, didirikan, dan
didukung, mencakup teknologi
tertentu dan norma dan nilai yang
berkaitan,
2. Institusionalitas sistem, mencakup:
a. Keberlangsungan sistem institusi
dengan cara yang sesuai dengan
fungsi inovatifnya,
b. Penempatan nilai intrinsik dalam
institusi oleh anggota dan
lingkungannya, seperti yang
diungkapkan oleh otonomi dan
pengaruh institusi,
c. Keberhasilan institusi dalam
menyebarkan pola aksi terhadap
unit sosial lainnya. Paduan output
ini (citra) biasanya di masa depan,
yang menyediakan maksud,
tujuan, atau output sistem. Hal ini
dapat dibangun sekitar output
komoditas atau jasa sederhana,
tetapi mencakup nilai, norma, dan
sikap serta kondisi lainnya.
Input sistem institusi pembangunan
adalah sumber daya fisik, keuangan, dan
perilaku manusia yang secara teknis
diperlukan untuk menghasilkan output
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 34
yang ditetapkan. Enam input yang dibahas
di atas, beberapa secara insidentil
merupakan bagian teknis dari output.
Enam input ini tenaga kerja yang terampil,
keuangan, logistik, informasi, partisipasi,
dan kekuasaan yang sah.
Komponen sistem adalah subsistem
hubungan dalam sistem. Unit hubungan
ini sebagai aliran output akhir dan
menengah dan aliran enam input-aksi
yang dibahas sebelumnya. Hubungan
pengertian empat fungsi administrasi,
yakni pembuatan keputusan, spesifikasi,
komunikasi, dan kendali. Hubungan ini
merupakan kualitas atau ciri entities
komponen, bukan entitas itu sendiri.
Entitas adalah individu dan kelompok
yang saling berkaitan membentuk
subsistem institusi, mencakup subsistem
administrasi terutama berorientasi pada
pembuatan keputusan, spesifikasi,
komunikasi, dan kendali.
Kendala dalam sistem institusi
pembangunan adalah kendala yang
dibebankan oleh lingkungan berupa
parameter, elemen yang nilai atau
kondisinya ditentukan terutama di luar
sistem. Namun, organisasi adalah institusi
yang hubungan dengan lingkungannya
sebagai suatu nilai pada masyarakat dan
memudahkannya melaksanakan aktivitas
pembangunan inovatifnya. Pertimbangan
hubungan lingkungan menimbulkan
pertanyaan tentang di mana menarik
batasan seputar sistem, yakni menentukan
pada titik apa, atau berdasarkan kriteria
apa membedakan antara sistem dan
lingkungannya.
Dalam Konsep Panduan, institusi
terbatas pada lima variabel (kepemim-
pinan, doktrin, program, sumber daya, dan
struktur internal); seluruh hubungan yang
lain dianggap bersifat eksternal. Dari
sudut sistem, dua arah ditentukan dapat
menarik batas-batasL
1. Memasukkan seluruh unsur relevan
secara langsung sebagai bagian
komponen organisasi subjek. Hal ini
mungkin kabur dan membingungkan
analisis dengan memasukkan bagian
dari banyak organisasi dalam sistem
kita,
2. Mengantarkan bersama elemen
masalah yang saling terkait untuk
analisis, jika dapat diidentifikasi.
3. Pendekatan, menggunakan organisasi
formal sebagai sistem kesatuan, tetapi
untuk memeriksa hubungannya
dengan lingkungannya secara
intensif; atau hubungan atau kaitan
lingkungan dapat dengan mudah
dikelompokkan dalam pengertian
dimensi sistem yang baru saja
didiskusikan.
Kaitan output melibatkan hubungan
sistem dengan individu dan kelompok
yang menggunakan output sistem atau
menghasilkan output pelengkap,
penambah, atau yang kompetitif, juga
mencakup hubungan yang melibatkan
nilai dan norma yang kompatibel atau
kompetitif yang berkaitan dengan output
kelembagaan. Kaitan tersebut
mempertimbangkan aliran output dan
nilai-nilai yang terkait dengan output yang
mengkondisikan keinginan dan
akseptabilitasnya.
Kaitan input berhubungan dengan
aliran sumber daya antara institusi dan
lingkungan, yang meliputi enam tipe input
yang dicatat sebelumnya.
Kaitan internal atau komponen
berhubungan dengan konsistensi hubu-
ngan antara dan dalam komponen sistem
dengan nilai, norma, kebiasaan, dan sikap
individu dan kelompok yang menjalin
hubungan, mencakup dukungan dan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 35
mengatasi resistensi terhadap nilai, tujuan,
dan hubungan di dalam institusi itu
sendiri.
Pembangunan institusi melibatkan
pembentukan institusi baru atau
transformasi institusi lama untuk
mencapai output yang berkaitan dengan
pembangunan yang diinginkan. Citra
output yang diinginkan berbeda dari citra
yang dihasilkan oleh aspek kelembagaan
yang ada. Kepedulian dengan
pembangunan institusi dengan sendirinya
terfokus pada aspek kelembagaan.
Dalam Konsep Panduan, ada tiga uji
coba institusionalitas organisasi yang
terkait dengan pembangunan yang
inovatif: persistensi, nilai berdasarkan
masyarakat, dan dampak mengenai norma
lingkungan. Ciri ini dapat
dipertimbangkan dalam sistem.
1. Persistensi institusi yang inovatif ini
dimiliki pada setidaknya dua aspek,
yaitu:
a. Organisasi perlu dibentuk untuk
persisten dalam lingkungan yang
ada, yang. Mencakup kemam-
puan bertahan,
b. Sanggup persisten dalam
menghadapi perubahan lingku-
ngan, meskipun dalam bentuk
yang berbeda. Menjamin persis-
tensi tujuan sistem perlu
dibedakan dari menjaga sistem
itu sendiri, meskipun keduanya
kerap berkaitan erat. Persistensi
tujuan yang inovatif dalam situasi
tertentu dapat berarti mengem-
bangkan dan membentuk institusi
baru. Contohnya, inovasi dalam
distribusi komoditas, institusi
dapat berdasarkan atas pemben-
tukan harga pasar, tetapi ketika
terjadi krisis, diperlukan institusi
baru untuk membentuk prioritas
yang lain sebagai dasar inovasi
metode distribusi, contohnya
sistem penjatahan. Pemeliharaan
sistem kelemba-gaan asli yang
secara substansial tidak berubah
dalam menghadapi perubahan
lingkungan yang besar dapat jadi
tidak berfungsi menghasilkan
inovasi-inovasi.
2. Pemompaan nilai masyarakat ke
dalam institusi dapat dilihat dalam
pengertian kaitan lingkungan atas
institusi, yakni, kaitan output, yang
mencakup norma dan nilai; kaitan
input, menentukan ketersediaan input
dari lingkungan; dan komponen, atau
kaitan internal, yang menandakan
apakah partisipan sistem memandang
institusi sebagai memiliki nilai-nilai
positif dalam pola budaya mereka
sendiri.
3. Institusionalitas dicerminkan dalam
tingkatan di mana institusi
berpengaruh dalam mempengaruhi
nilai dan norma dalam unit sosial
lingkungan yang lain, tercermin
dalam kondisi dan tingkatan kaitan
output, khususnya kaitan yang
melibatkan nilai. Pertanyaan tentang
bagaimana mencapai institusionalitas,
yakni untuk mengatakan, bagaimana
membangun institusi, adalah jauh
lebih sulit untuk dikomentari.
2.3. Pendekatan Manajemen Kebijakan
Pembangunan Masa Depan
Kebutuhan akan aksi pembangunan
yang meningkat di negara berkembang
dan merekomendasikan bahwa pendekatan
sistem mungkin berguna. Pertanyaan yang
kini mengemuka adalah apakah potensi
pendekatan sistem membantu memahami
dan meningkatkan aksi pembangunan dan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 36
bagaimana kegunaan bingkai sistem untuk
administrasi pembangunan.
Kombinasi sistem aksi teknis,
hubungan sistem-sistem dengan lingku-
ngan sosialnya, ditambah empat fungsi
administrasi yang didiskusikan di atas
menyediakan bingkai studi yang berguna
dan peningkatan aksi pembangunan.
Bingkai yang diusulkan berguna untuk
studi normatif administrasi pembangunan
1. Bingkai ini menyediakan metode untuk
memperlakukan sejumlah besar
variabel penting yang berhubungan
saling ketergantungan kompleks dalam
perubahan kemasyarakatan sebagai
sebuah sistem yang saling terkait,
2. Elemen sistem dalam pengertian tujuan
sistem sesuai dengan kondisi purposif
aksi pembangunan,
3. Dengan memilih elemen sistem dalam
pengertian tujuan atau sasaran,
membantu mengabstraksi variabel
strategis dan hubungannya dari
kumpulan detil dalam realitas empiris,
4. Sistem dapat diletakkan dalam
pengertian dinamis sehingga berguna
dalam kaitan dengan horizon waktu
perubahan kemasyarakatan,
5. Definisi sistem yang tidak ambigu
dapat membantu memperjelas ham-
batan terhadap aksi yang efektif dan
mengusulkan bagaimana meningkatkan
operasi sistem.
6. Potensi kekuatan dalam penggunaan
bingkai sistem terletak pada
kemungkinan kuantifikasi variabel dan
hubungannya, yang dengan demikian
menjadikannya terbuka terhadap alat-
alat yang ampuh dan perlakuan
matematis.
Bingkai sistem untuk administrasi
pembangunan menyediakan cara yang
bermakna dalam menyusun keseluruhan
aktivitas yang berkaitan dengan
pembangunan yang rumit. Karenanya
berguna sebagai dasar mengevaluasi dan
meningkatkan kemampuan pemerintah
untuk mewujudkan pembangunan dan titik
awal untuk evaluasi normatif atas aksi
pembangunan dan dapat membantu dalam
menarik pengetahuan dan pengalaman
yang tersedia guna mencapai aksi menuju
pembangunan.
Bingkai kerja berguna juga dalam
mengklarifikasi dan merekomendasikan
cara berhubungan dengan masalah utama
administrasi pembangunan karenanya
mobilisasi administrasi umum dan
perlakuan atas dilemma, baik untuk
mereorganisasi organisasi pemerintah
maupun mengaktifkan badan yang baru
dan modern sangat penting. Bingkai kerja
menunjuk kesalahan logika berpikir
dengan mengasumsikan kebutuhan atau
kebijakan tentang administrasi pemba-
ngunan yang sangat terpusat mengenai
banyak dan kompleksnya elemen yang
saling terkait diperlukan dan merekomen-
dasikan metode alternatif untuk
membangun koordinasi. Bingkai kerja
sistem menyediakan panduan yang
berguna dalam memelihara fleksibilitas
administrasi yang diperlukan untuk
berurusan dengan beragam masalah
pembangunan. Bingkai kerja dapat juga
membantu memberikan panduan membuat
strategi peningkatan administrasi hingga
mencapai aksi pembangunan yang lebih
baik. Hal ini menyoroti masalah,
mengusulkan prioritas relatif, dan
menyediakan panduan bekerja secara
dinamis.
Bingkai kerja digunakan untuk
memunculkan serangkaian pertanyaan
sistematis tentang kebutuhan teknis dan
organisasi pembangunan, mengusulkan
untuk berurusan dengan hal tersebut, dan
mempertimbangkan beberapa implikasi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 37
untuk membuat strategi modernisasi
administrasi.
Tentu saja terdapat banyak masalah
dalam menggunakan pendekatan sistem
untuk berhubungan dengan aksi
pembangunan. Di antaranya, ada tiga
masalah yang mengemuka.
1. Masalah Batasan. Hal ini berarti
mampu membedakan antara sistem dan
konteksnya, meskipun melibatkan
banyak kesulitan. Salah satunya adalah
menentukan kriteria apa yang harus
digunakan untuk membuat perbedaan.
Kriteria utama untuk menentukan
sebuah sistem berhubungan dengan
tujuannya. Seringkali sulit mende-
finisikan aksi pembangunan karena
tujuan yang ada tidak terpenuhi atau
diperkirakan tidak terpenuhi di masa
depan berdasarkan observasi kondisi
sesuatu yang lain. Seperti di negara
berkembang. Masalahnya kemampuan
mendefinisikan citra tujuan secara
memadai untuk mampu memban-
dingkan tingkat pencapaian atau
kekurangan pencapaian tujuan dan
kemudian citra ini berfungsi sebagai
dasar yang secara bermakna mengikat
sistem.
2. Masalah Abstraksi.
Mengabstraksi variabel seperangkat
saling ketergantungan merupakan
sebuah masalah besar dalam
pendekatan sistem karena kesulitan
menghubungkan seluruh variabel
dalam situasi nyata. Masalah yang
kompleks harus disederhanakan
dengan memilih variabel utama dan
mengujinya untuk meyakinkan bahwa
itulah yang terpenting. Mengiden-
tifikasi dan memilih variabel utama
terkait dengan pengetahuan tentang
subjek tertentu dalam studi. Analisis
sistem membantu pertimbangan atas
seluruh elemen masalah yang terbuka,
eksplisit, dan dapat diverifikasi. Jika
tidak, perlu dilabeli. Namun, masih ada
masalah dalam mengidentifikasi,
menyeleksi, mendefinisikan, dan
mengukur dalam sejumlah variabel dan
paramter yang relevan dalam situasi
saling ketergantungan yang kompleks
itu.
3. Masalah Konflik dan Ketidakpastian
Sistem aksi pembangunan berhu-
bungan dengan masalah pencapaian
perubahan. Hal ini berarti konflik dan
ketidakpastian. Dengan perubahan
sebagai sasaran, terdapat batas konflik
yang berkembang antara sebagian aksi
dalam situasi yang ada. Bagaimana dan
atas dasar apa konflik ditangani akan
sangat mempengaruhi hasil. Hal ini
secara umum diperparah dengan
informasi yang tidak memadai, tidak
akurat, dan seringkali tidak tepat.
Karenanya perubahan dapat terjadi
dalam berbagai cara, contohnya
bagaimana konflik akan diatasi, dan
tidak diketahui bagaimana perubahan
akan berlangsung sampai setelah
adanya fakta.
Kompleksitas masalah dalam
menciptakan dasar normatif evaluasi dan
peningkatan administrasi perencanaan
pembangunan memerlukan metodologi
baru untuk mengumpulkan dan meng-
analisis data, yang memerlukan dua jalur
penelitian, yaitu deduktif dan induktif yang
saling berkaitan dan melengkapi.
Keduanya mencakup mobilisasi penge-
tahuan yang sama, perangkat masalah
yang sama, dan panduan aksi dalam dua
cara yang berbeda yaitu diperlukan
sebagai dasar peningkatan dan
modernisasi kapasitas administrasi dalam
suatu negara dan dilakukan bersamaan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 38
karena masing-masing menyumbang
kepada yang lain.
Jalur deduktif adalah metodologi
umum yang dikembangkan untuk
menganalisis masalah perencanaan
pembangunan, termasuk perumusan dan
pelaksanaan, kemudian mendeduksikan
prinsip umum. Jalur ini berkaitan dengan
pengembangan model dan teknik analitis
dan pengujiannya, mencakup studi dan
modifikasi atas beragam metode analisis
sistem yang diterapkan pada masalah
pembangunan nasional. Perhatian khusus
perlu diberikan terhadap penggunaan
teknik matematis dan statistik.
Belakangan sejumlah teknik
dikembangkan dan didesain untuk
berurusan dengan sistem variabel besar
yang kompleks, di antaranya input-output,
pemrograman linier, pemrograman
kuadrat dan dinamis, simulasi dan analisis
jaringan. Jika teknik matematika dapat
digunakan untuk menggambarkan dan
mengungkapkan hubungan antara elemen
yang berbeda dalam sebuah sistem dengan
akurasi yang memadai, dapat memprediksi
hasil dalam situasi yang berbeda dan
diolah dengan beragam cara sampai
ditemukan solusi yang diinginkan. Sistem
yang sebenarnya kemudian dapat
dimodifikasi dengan gangguan minimal.
Potensialitas pendekatan sistem juga
dapat dieksplorasi dengan mengakumulasi
studi tentang komponen subsistem dalam
sistem aksi pembangunan. Sebagian besar
sistem yang bekerja hingga saat ini adalah
sistem yang terbatas dan unit mikro.
Mengumpulkan dan mengembangkan
studi tersebut akan membantu menyarikan
metodologi dan memberikan dasar yang
lebih baik dalam mendefinisikan sistem.
Penelitian deduktif ini akan membantu
dalam mendefinisikan variabel dan
metodologi yang digunakan dalam
pendekatan induktif.
Jalur induktif mencoba menarik
prinsip umum dari studi kasus tertentu,
meliputi studi masalah pengelolaan
perencanaan pembangunan nasional di
suatu negara.
Analisis dan konseptualisasi prinsip
umum harus mencakup realitas, masalah,
dan kemampuan negara. Akibatnya,
persiapan studi kasus harus dilakukan
secara simultan dengan analisis deduktif
sehingga dapat berkontribusi pada
konseptualisasi. Sebaliknya, persiapan
analisis suatu negara tergantung pada
bingkai kerja umum atas analisis. Dengan
demikian, pandangan yang didapat dari
masing jalur dapat tersedia untuk
pekerjaan di tempat yang lain.
Dalam analisis akhir, pembangunan
harus berlangsung di suatu negara. Hal ini
memerlukan pengetahuan yang memadai
atas kekuatan dan kelemahan perencanaan
suatu negara untuk mengizinkan
penyerapan rencana pembangunan yang
layak dan memberikan dasar program
peningkatan kemampuan.
Studi, penelitian, dan presentasi
pengetahuan yang relevan tentang
administrasi aksi pembangunan harus
dipertimbangkan sebagai rangkaian
perkiraan atau tahapan. Tahapan
melibatkan pengumpulan dan analisis
pengetahuan yang siap tersedia sebagai
dasar tindakan segera dan definisi
pengetahuan jika diperlukan studi dan
penelitian lebih lanjut. Karena tersedianya
pengetahuan dan pemahaman yang
meningkat, pengetahuan tersebut
dimasukkan dalam perkiraan berikutnya.
Pendekatan sistem diperlukan dengan
alasan:
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 39
1. Sejumlah kemajuan langsung dalam
aksi pembangunan merupakan hal
esensial di banyak negara,
2. Cara terbaik untuk mengidentifikasi
batas pengetahuan perencanaan
pembangunan saat ini adalah
meninjau dan merakit pengetahuan
yang ada,
3. Merencanakan penelitian tambahan,
jangka pendek dan jangka panjang,
keduanya mengalir dari definisi
masalah dan kebutuhan, dan dari
pengoperasian pengalaman dengan
pengetahuan yang ada.
Pendekatan sistem, menawarkan antara
lain:
1. Potensialitas membantu studi dan
peningkatan aksi pembangunan,
2. Cara menjembatani kesenjangan
antara beragam teori displin ilmu
pembangunan dan operasi empiris,
3. Memberikan bingkai kerja
konseptual yang sama bermakna,
baik pada level makro maupun
mikro,
4. Bukti kegunaan yang langsung.
Namun, jelas bahwa perlu dilakukan
lebih banyak lagi penelitian dan uji
coba.
III. Metodologi
Metode penulisan ini dengan
menggunakan penelitian desk study
melalui telaah dari berbagai sumber data
sekunder dari berbagai referensi dokumen
yang berkaitan dengan kebijakan
manajemen pembangunan dan dilakukan
deskriptif analisis.
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Kritik Arah Manajemen
Kebijakan Pembangunan
Dalam perkembangannya, alur
pemikiran administrasi pembangunan
tidak berjalan tanpa kritik. Namun kritik
lebih bersifat pada arah perhatian
administrasi pembangunan yang oleh para
pemikir kritik dirasakan belum mendapat
penelaahan yang memadai. Bahkan
dasarnya kritik itu memperkuat alasan
administrasi pembangunan.
Ada empat kritik yang akan dibahas
di sini. Pertama, dari B.B Schaffer (1969),
pernah mengajukan pertanyaan, apakah
yang dilakukan development adminis-
tration tidak sama dengan public
adminstration. Namun demikian akhirnya
ia sendiri menunjukkan perbedaannya.
“Kegagalan dalam pelaksanaan
program-program pembangunan ber-
langsung, dan yang kedua bahwa
perhatian terhadap reformasi dalam
administrasi internal saja – dengan
pengembangan adaministrasi –
tidaklah memadai. Itulah jantung dan
inti gerakan administrasi pembangu-
nan; kesulitan perubahan dan
ketidakmemadaian dalam peningkatan
administrasi.”
Kemudian ditemukan deadlock,
karena kenyataannya administrasi
pembangunan banyak yang tidak berjalan,
contoh di bidang bantuan teknik dan
community development. Kalau pemba-
ngunan berjalan pun, disebabkan karena
dukungan atau bekerjanya variabel lain
yang bukan administrasi, misalnya melalui
community organization.
Tetapi alasan bagi administrasi
pembangunan tetap ada, walaupun ia
kemukakan „pelajaran yang sesungguhnya
adalah bahwa administrasi pembangunan
hanya bekerja dalam kaitannya dengan
faktor perubahan lainnya‟. Ini
memperkuat pendekatan multidisiplin
administrasi pembangunan. Memang
benar, demikianlah seharusnya.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 40
Kedua, Betram Gross (1972),
melihat administrasi pembangunan
sebagai bagian dari rangkaian perenca-
naan pembangunan –administrasi-
implementasi. Namun, disinilah kritik
Gross, bahwa perencanaan pembangunan
adalah perencanaan ekonomi saja,
perencanaan pembangunan merupakan
kegiatan ekonomi sehingga perencanaan
pembangunan banyak mengalami
kegagalan. Misalnya orientasi GNP (gross
natinal product) tidak memecahkan
masalah pembangunan, seperti kesenja-
ngan sosial, kemiskinan, pengangguran
yang malah bertambah, dan masalah
lingkungan.
Gross menunjukkan kekakuan
perencanaan dari atas, termasuk birokrasi
pelaksananya karenanya mengajukan arah
perhatian pertimbangan adminstrasi
pembangunan, melalui:
1. perencanaan dan adminstrasi yang
partisipatoris,
2. pengembangan kelembagaan
masyarakat, maksudnya penggu-
naan kelembagaan perubahan.
Bukan menggunakan birokrasi yang
formal, tetapi organisasi pemba-
ngunan,
3. mengurangi tinggi piramida
birokrasi, yakni pendekatan akses
kebijakan dengan rakyat yang
dilayani.
4. perlu upaya ‟removing the causes of
corruption’ sebagai ‟development
adminstration as social learning
dengan menolak kekakuan lembaga,
terus disempurnakan sambil
dilaksanakan.
Pada dasarnya administrasi pembangunan
menerima dimensi yang lebih luas dari
‟economics’ untuk diperhatikan. Dewasa
ini banyak diantara kritik Gross tersebut
yang sudah ditampung dalam
perkembangan alur pemikiran administrasi
pembangunan yang lebih akhir.
Ketiga, David Fashole Luke (1986), kritik
diarahkan antara lain pada:
1. Beberapa tema pokok yang ditelaah
oleh komunitas administrasi
pembangunan dengan memusatkan
perhatian pada masalah masyarakat.
Administrasi pembangunan di negara
pasca-kolonial mewarisi birokrasinya
itu yang lebih menyediakan
pemerintahan yang baik melalui
struktur administrasi terinci rasional
yang dilaksanakan masyarakat
peralihan yang memiliki ciri terkait
dengan patrimonialisme. Hal ini masih
diwarisi pada masa setelah negara
tersebut merdeka. Salah satu masalah
utama administrasi pembangunan
adalah kesulitan dalam mengusahakan
perubahan.
2. Kemampuan untuk menciptakan
kondisi masyarakat agar turut
melibatkan diri dalam proses
perubahan itu, bukan dilibatkan.
Mungkin istilah sekarang bukan
mobilisasi, tetapi partisipasi. Untuk ini,
membangun kapasitas administratif
sebagai bagian dari proses
pembangunan. Sistem administrasi
pembangunan yang dibangun, kurang
peka dan dapat dipertanggung-
jawabkan pada masyarakat. Sistem
perencanaan dari atas dan proliferasi
struktur administrasi yang terpusat
dikritiknya. Oleh karena itu, agar
sistem administrasi responsif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Salah satu
medianya adalah desentralisasi, bukan
hanya kepada unit administrasi pada
tingkat lokal, tetapi juga kepada lsm
(lembaga swadaya masyarakat).
3. Kritiknya terhadap administrasi
pembangunan adalah agar administrasi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 41
pembangunan lebih memihak pada
keadilan. Salah satu pernyataannya
dapat mencerminkan orientasi yang
dikehendakinya dalam administrasi
pembangunan yaitu suatu kecende-
rungan yang dapat diidentifikasikan
administrasi pembangunan memuncul-
kan berbagai implikasi yang sangat
nyata bagi pengelolaan pembangunan
dalam keadaan pasca-kolonial –yaitu
pemahaman bahwa proses perubahan
yang mandiri dan sinambung
diperlukan melalui keterlibatan
kelompok sasaran dalam pelaksaan
program yang diarahkan untuk
menangani kemiskinan.
Kritik keempat, lebih sebagai
perkembangan pemikiran yang
dikemukakan oleh David Korten (1983),
Moelyarto dan Sofian Efendi (1986).
Pemikiran itu kurang lebih sebagai
berikut: administrasi pembangunan
sebagai administrasi negara –yang
melakukan peran sebagai pendorong
proses perubahan- mungkin akan lebih
menekankan pada aspek mendorong
(inducing), yakni menggerakkan proses
perubahan dalam masyarakat. Teknologi
kebijakan yang dipakai sering dapat
counter productive, dalam arti tidak
menimbulkan inisiatif tetapi malah
ketergantungan. Di sinilah makna dari
uraian Korten tentang „orientasi kepada
masyarakat‟. Pada pokoknya kebijakan
membangun kemampuan keswadayaan
dan keswakaryaan masyarakat.
Ada juga suatu penilaian
perkembangan terhadap administrasi
pembangunan secara kritis yang diberikan
oleh Kenneth Davey (1986), mengulas
kembali tentang partisipasi, perencanaan
dan penganggaran, koordinasi dan peranan
pemerintahan lokal sebagai fungsi
administrasi pembangunan.
Davey mengemukakan tiga kritik
terhadap administrasi pembangunan,
antara lain:
1. Apakah ada dikotomi antara adminis-
trasi tertib hukum dengan administrasi
pembangunan. Akhir-akhir ini
administrasi tertib hukum dirasa
penting di negara berkembang. Bahkan
pada umumnya apa yang dilaksanakan
administrasi pembangunan bersifat
menata dan mengatur. Bahkan
pembangunan tersebut tidak akan
berjalan tanpa masyarakat yang tertib
hukum. Dapat diinterpretasikan bahwa
administrasi tertib hukum termasuk
menjaga stabilitas upaya
pembangunan. Memang tidaklah dapat
dilakukan pemisahan yang tajam,
misalnya pemeliharaan pun merupakan
bagian dari upaya pembangunan.
Apabila administrasi negara sudah
diarahkan untuk mendorong hukum
masuk dalam bagian upaya
administrasi pembangunan perubahan,
maka administrasi tertib,
2. Kritik dari kiri yaitu kritik tertuju pada
konsep pembangunannya, dimana
modernisasi yang dituju administrasi
pembangunan. Tujuan administrasi
negara for what dipertanyakan menjadi
for whom. Hal ini disebabkan
perubahan tampaknya mengaksentuasi
tatanan, kelas dan perbedaan
kesejahteraan. Kecenderungan kedua
yang yang dirasakan adalah
ketergantungan negara-negara miskin
terhadap negara-negara kaya,
diperlancar dengan bantuan dan
investasi resmi oleh perusahaan-
perusahaan multinasional, seperti
ditunjukkan dengan tumbuhnya hutang
di kebanyakan negara berkembang.
Analisa ini kurang lebih sama dengan
yang dipakai oleh andre g. Frank
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 42
(1986). Sebab, dasar pemikiran
kritiknya adalah bahwa birokrat itu
tidak netral,
3. Kritik dari kanan, yaitu pelaksanaan
administrasi pembangunan, dimana
pengaruh pemerintah tidak memajukan
pembangunan, justru menghambat
karena banyaknya intervensi dan
pengeluaran negara. Hal tersebut
terjadi karena administrasi negara yang
ingin dikontrol dan tertib secara
berlebihan sehingga justru belum
berorientasi pembangunan. Disini
diperlukan debirokratisasi dan regulasi.
Bagaimana pun, apa yang
dikemukakan Davey dalam penilaiannya
mengenai perkembangan administrasi
pembangunan patut menjadi perhatian
bersama.
Berbagai pandangan kritik tersebut
perlu untuk diperhatikan. Namun sekali
lagi, penelaahan dan praktek manajemen
administrasi pembangunan perlu dianalisa
benar dalam konteks sosial masyarakat
negara tersebut, bahkan pada kondisi
lokal.
4.2 Administrasi Pembangunan sebagai
Manajemen Kebijakan
Dengan mengikuti alur pemikiran
dalam ilmu administrasi negara yang
berorientasikan untuk lebih memahami
transformasi sosial dan mendukung
pembangunan, kemudian secara sepintas
melihat perkembangan alur pemikiran
administrasi pembangunan di Indonesia,
maka bagaimana administrasi
pembangunan lebih dilihat dari konteks
Indonesia.
Dalam alur pemikiran, dilihat
administrasi pembangunan sebagai
manajemen kebijakan (program dan
kegaitan) pembangunan nasional, baik
manajemen analisa dan perumusan,
pelaksanaan, pengendaliannya maupun
pengawasan dan accountability nya.
Disini, diusahakan suatu konstruksi
pemikiran konteks pembangunan nasional
Indonesia.
Untuk membahas administrasi
pembangunan sebagai manajemen
kebijakan di Indonesia, ada beberapa
dasar pemikiran yang harus dipegang
yaitu:
1. Penegasan masyarakat bangsa sejak
tahun 1983, yaitu bahwa pembangunan
nasional merupakan pengamalan
Pancasila. Landasan dan tujuan-tujuan
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sudah dirumuskan bersama.
Landasannya adalah Pancasila dan
UUD 1945, sedangkan tujuannya
adalah perwujudan cita-cita nasional
seperti tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945.
2. Penyelenggaraan bernegara, berpeme-
rintahan berpegang pada UUD 1945,
yaitu sistem pemerintahan negara
dengan tujuh kunci pokoknya.
Namun berdasarkan dua pegangan
tadi, masih luas wilayah permasalahan
manajemen kebijakan dalam pemba-
ngunan masyarakat bangsa Indonesia yang
sedang melaksanakan pembangunan
nasional. Kondisi, potensi, dan
permasalahannya maupun alternatif
pemecahannya terbuka luas bagi berbagai
pemikiran, baik didasari keprihatinan
maupun kepentingan. Pusat kekuasaan,
pengaruh, dan pengambil kebijakan tidak
serupa dengan pusat kewenangan formal.
Disinilah, wilayah peranan manajemen
kebijakan itu.
Pada hakikatnya upaya pembangunan
nasional dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
sebagai upaya melakukan perubahan
struktural yang mendasar dalam jangka
panjang dan sebagai upaya menang-
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 43
gulangi gejolak sosial ekonomi jangka
pendek.
Mengenai perubahan struktural
jangka panjang, misalnya perubahan
struktural ekonomi yang lebih seimbang
antara sektor pertanian dan sektor industri,
upaya mengurangi kesenjangan sosial
antara yang kaya dan yang miskin,
terutama dengan mengangkat tingkat
kehidupan mereka yang berada dalam
kemiskinan mutlak: usaha meningkatkan
kualitas SDM (sumber daya manusia),
mengatasi masalah kecemburuan sosial
dan mengembangkan keserasian sosial,
terutama dengan adanya urbanisasi yang
meningkat. Kemudian, baik usaha
perubahan, struktural jangka panjang,
tetapi juga sekaligus dalam rangka upaya
menanggulangi gejolak jangka pendek
adalah mengurangi ketergantungan pada
sumber dana dari minyak bumi dan
meningkatkan ekspor non migas.
Sedangkan, mengenai upaya menang-
gulangi gejolak jangka pendek misalnya
meningkatnya debt burden pada suatu
ketika, atau serangan hama padi yang
dapat mengganggu tingkat produksi. Ini
hanya sekedar contoh. Dengan
meningkatnya pelaksanaan pembangunan
nasional. Meningkat pula keluasan dan
kerumitan masalah pembangunan yang
memerlukan penanganan kebijakan,
bahkan banyak yang terjadi sebagai akibat
dari hasil pembangunan itu sendiri.
Kebijakan yang dirumuskan dan
dilaksanakan itu ada yang dapat
dituangkan dalam rencana ataupun
kebijakan lain yang seharusnya konsisten
satu sama lain. Oleh karena itu,
sebenarnya apa yang dijadikan kriteria
dasar dan frame of reference bagi
kebijakan itu dalam administrasi
pembangunan sebagi manajemen
kebijakan pembangunan di Indonesia,
maka pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya menuju terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
dan stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis yang menjadi tujuannya.
Banyak kritik dilontarkan pada
administrasi pembangunan, yang
mempertanyakan mengapa bukan
„keadilan sosial‟ yang jadi kriteria. Dalam
hal ini, „keadilan sosial‟ memang sangat
penting, tetapi tidak hanya itu, sebab
negara seperti Indonesia jelas masih perlu
juga peningkatan kapasitas membangun.
Dalam masa pembangunan, Indonesia
berusaha menciptakan landasan yang kuat
untuk dapat tumbuh dan berkembang atas
kekuatan sendiri menuju terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, membangun kemampuan,
membangun yang berkeadilan karena
pembangunan merupakan suatu trans-
formasi sosial, hal itu tentu berjalan tidak
tanpa gejolak. Apabila tidak hati-hati
bahkan dapat menghilangkan hasil
pembangunan sebelumnya.
Dengan demikian, administrasi
pembangunan sebagai peranan adminis-
trasi negara sebagai agen pembangunan,
berusaha melakukan perubahan yang
bersifat capacity building, transfer
teknologi, transformasi nilai yang
kondusif untuk pembangunan, serta
mendorong dan merangsang kegairahan
swadaya membangun masyarakat dengan
kriteria dasar tujuan pembangunan..
Manajemen kebijakan pembangunan
dapat dibagi dalam tiga bidang, yaitu:
1. Manajemen analisa dan perumusan
kebijakan pembangunan,
2. Manajemen pelaksanaan dan pengen-
dalian kebijakan pembangunan,
3. Manajemen pengawasan kebijakan
pembangunan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 44
Suatu format formal, di mana
administrasi pembangunan berfungsi
sebagai manajemen kebijakan yang
dilaksanakan di Indonesia. Format formal
ini tetap penting untuk memahami konteks
politik. Matra sentral yang membedakan
kebijakan publik, bahwa kebijakan publik
itu merespons dan mengekspresikan
sistem politik yang bekerja di dalam
masyarakat (Margulies, 1974). Tentu saja
sistem politik bukan hanya yang formal,
namun juga memahami perilaku dan
budaya politik yang ada.
Kerangka dan format formal
administrasi pembangunan sebagai
manajemen kebijakan di Indonesia
sebagaimana yang terdapat dalam bagan
berikut ini.
Tabel 2.
Administrasi Pembangunan sebagai Manajemen Kebijakan
1. Kelembagaan
1. Proses pendataan dan
statistik. Monografi pusat-
pusat data dan statistik.
2. Proses kajian dalam
lembaga kajian, pusat
studi strategik, pusat
kajian kebijakan atau di
lembaga perencanaan;
3. Proses perencanaan dalam
lembaga perencanaan dan
koordinasinya;
1. Dalam rencana
atau kebijakan
pendukung
rencana, contoh:
APBN atau
kebijakan
devaluasi;
2. Dalam fungsi
pengaturan yang
lain. Contoh: UU
perindustrian atau
kebijakan proteksi
melalui tarif (bea
masuk) atau non
tarif barriers
(pengimpor
tunggal, kuota).
Disini, tampak
bahwa kebijakan
perindustrian
sangat erat
kaitannya dengan
kebijakan
perdagangan
(industrial and
trade policy).
Kebijakan
Pembangunan
2. Kepegawaian
4. Proses penyusunan fungsi
pengaturan yang lain.
Umumnya koordinasi oleh
lembaga yang paling
fungsional membidangi
substansi pengaturan,
5. Pengambilan keputusan
kebijakan dalam decision
centres,
6. Proses perencanaan dan
pengendalian kebijakan
oleh lembaga-lembaga
yang operasional sesuai
fungsinya;
3. Ketatalaksanaan
7. Proses pengawasan dan
pertanggungjawaban
kebijakan dalam sistem
konstitusional, hukum dan
pengawasan fungsional.
Sumber: Bintoro, 1986: 1974.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 45
Namun kenyataannya, manajemen
kebijakan lebih rumit dan lebih sulit.
Setiap permasalahan dan kebijakan dalam
pembangunan mempunyai anatominya
masing-masing, baik dalam jaringan peran
perumusan dan pengendalian keputusan
maupun dalam pelaksanaannya. Kecuali
itu, alur administrasi pembangunan
sebagai manajemen kebijakan diperlukan
pemahaman terhadap konteks substan-
tifnya agar lebih baik dalam melakukan
deskripsi, prediksi, dan preskripsinya
(Bintoro, 1986: 75).
Ambillah contoh masalah struktural
jangka panjang. Indonesia pernah jauh
dari kemampuan produksi beras untuk
memenuhi kebutuhannya, bahkan waktu
itu merupakan negara pengimpor beras
terbesar di dunia. Dari sudut landasan
ekonomi yang kuat, baik dari segi
keswadayaan maupun pengeluaran devisa
dapat dihemat untuk keperluan
pembangunan, semuanya menunjukkan
keharusan untuk menanggulanginya.
Maka secara logis diambillah kebijakan
untuk meningkatkan produksi beras.
Namun kebijakan itu harus pula bertumpu
pada paradigma dasar pembangunan,
Peningkatan produksi bukan hanya dalam
rangka menunjang laju pertumbuhan
ekonomi saja, namun juga dalam rangka
pemerataan, dimana kebijakan dimaksud
harus sekaligus meningkatkan mutu hidup
petani secara layak dan keswadayaannya.
Kebijakan stabilitas diupayakan melalui
sisten cadangan, harga dasar, dan operasi
pasar sekaligus sebagai sistem perang-
sang. Kebijakan tersebut didukung dengan
berbagai program dan kegiatan pemba-
ngunan.
Administrasi pembangunan -sebagai
manajemen kebijakan- mengendalikan,
mengadakan evaluasi, dan revaluasi
pelaksanaan kebijakan. Demikian pula
melalui pengawasan pembangunan,
dilakukan perbaikan kebijakan dan sistem
program. Melalui peranan pemerintah
sebagai agent of change, diusahakan
peningkatan kemampuan, transfer
teknologi, transformasi nilai (cara
ekonomi dan teknik budidaya) partisipasi
kearah keswadayaan dan keswakaryaan
masyarakat petani sendiri.
Kebijakan perlu diambil untuk
mengatasinya. Dalam hal ini, kebijakan
untuk memecahkan masalahnya dapat
dibagi dalam tiga kelompok yang saling
berkaitan, yaitu:
1. Penanggulangan masalah neraca
pembayaran dan anggaran belanja,
2. Menciptakan iklim usaha dan investasi
yang baik di dalam negeri termasuk
mobilisasi dana dalm negeri,
3. Penyerasian kebijakan industri-
perdagangan ke arah efisiensi
produksi, keunggulan biaya kompa-
ratif, daya saing serta upaya lain untuk
mendorong ekspor non migas dan
pariwisata.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari atas ulasan
kritis terhadap pendekatan manajemen
kebijakan pembangunan ini maka terdapat
pokok-pokok hal yang menjadi
kesimpulan, antara lain:
1. Kebijakan yang sifatnya mengatasi
ketegangan jangka pendek dimaksud-
kan sekaligus untuk menanggulangi
masalah dan perkembangan jangka
panjang. Kebijakan itu meliputi
perumusan arah tujuan yang jelas
dalam wawasan pembangunan yang
luas, merumuskan mekanisme
pelaksanaan kebijakannya sampai pada
kelembagaan, dan prosedur rincinya
agar kebijakan tersebut menjadi
efektif. Kemudian masih harus
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 46
dikembangkan agar diterima dan
dilaksanakan, dikendalikan untuk
penyempurnaan dan penyesuaian yang
diperlukan. Baik perumusan maupun
pelaksanaan kebijakan sulit dilaksana-
kan karena harus resolve hubungan
perbedaan keprihatinan dan kepenti-
ngan maupun adanya trade offs. Dalam
pelaksanaan kebijakan, fungsi dan
lembaga ada yang dihapuskan, namun
ada pula dibentuk. Pelaksanaan tetap
dikendalikan karena adanya gejala
menentang perubahan dan pengaburan
penjabaran oleh birokrasi sendiri.
2. Perubahan yang terkait dengan tata
administrasi negara, khususnya tata
penyelenggaraan pemerintahan negara
belum menunjukkan hasil yang lebih
baik. Keteraturan tata pemerintahan
sebagai komponen penentu dalam
menjalankan fungsi regulasi, pelayanan,
dan empowering juga masih menga-
lami kendala, sehingga terkesan jalan
di tempat dan belum terarah.
Indikatornya adalah masih tingginya
tingkat keluhan masyarakat terhadap
berbagai kebijakan yang direpresen-
tasikan oleh perilaku birokrasi
pemerintahan, yang kurang responsif
atau kebijakan yang cenderung
tumpang tindih yang mengakibatkan
rendahnya kepercayaan masyarakat
pada pemerintah. Kemudian terdapat
banyak salah pengertian karena pada
dasarnya kebijakan masuk dalam
fungsi pengaturan, maka ada
kecenderungan kuat untuk mengatur
segala sesuatu. Justru pengaturan yang
lebih ini menyebabkan birokrasi
menjadi penghambat bagi kegairahan
masyarakat untuk membangun. Fungsi
pengaturan akan bermakna apabila
hukum ekonomi dan niaga mengalami
imperfeksi atau distorsi. Kebijakan, di
samping sebagai alat dasar yang
mengatur agar ada pedoman dan arah
kegiatan bermasyarakat, juga menjadi
alat koreksi.
3. Kinerja kebijakan publik acapkali
kurang baik, seringkali menjadi bagian
dari masalah daripada memecahkan
masalahnya karenanya berkembang
pemikiran, bahwa kebijakan untuk
mengurangi pengaturan atau debiro-
kratisasi dan deregulasi. Disinilah
diperlukan reformasi administrasi
negara itu, melalui upaya terencana
untuk meningkatkan fungsi-fungsi
sektor publik reinventing government
atau pun government renewall.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 47
Referensi
Caiden, Gerald & Bun Woong Kim,
(1991), A Dragon’s Progress:
Development Administration in
Korea, Connecticut, Kumarian Press,
West Hartford.
Davey, Kenneth J., Development
Administration Revisited, An
Inaugural Lecture, DAC Occasional
Paper, Regency House, Norwich:
1983.
Effendi, Sofian, et.al, (1986), Pelayanan
Publik, Pemerataan, dan Administrasi
Negara Baru, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pedesaan dan
Wilayah, UGM, Yogyakarta.
Frank, Andre Gunder, (1972), Crisis in
the Third Word, Holmes and Meier
Pulisher, New York: 1986.
Luke, David Fashole, (1986), Trend in
Development Administration: The
Continuing Challenge to the Efficacy
of the Post-Colonial State in Third
World, Public Administration dan
Development.
Margulies, Samuel L. (1974), Policy
Science and Development
Administration: A Bibliographical
Critique, APDC.
Nawawi, Hadari dan Hadari, M. Martini,
(1994), Ilmu Administrasi, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Osborn, Davide, & Gaebler, Ted, (1993),
Reinventing Government: How the
Entrepreneurial Spirit is
Transforming the Public Sector,
Plume, New York.
Riggs, Fred W. (Ed), (1971), Frontiers of
Development Administration, Duke
University Press, Boston.
Simon, Herbert A. (1990), Administrative
Behavior: A Study of Decision
Making Processes in Administrative
Organization, New York.
Schaffer, B. B. (1969), The Deadlock in
Development Administration, dalam
Colin Leys (Ed), Politics and Change
in Developing Countries, Cambridge
Universityi Press, London.
Siagian, Sondang S. (2003), Administrasi
Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan
Strateginya, Bumi Aksara, Cetakan
ke-3, Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, dan A.R.,
Mustopardidjaya, (1992),
Kebijaksanaan dan Administrasi
Pembangunan: Perkembangan Teori
dan Penerapan, LP3ES, Cetakan ke-2,
Jakarta.
Sofian, et.al, (1986), Pelayanan Publik,
Pemerataan, dan Administrasi Negara
Baru, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pedesaan dan
Wilayah, UGM, Yogyakarta.
Zauhar, Soesilo, (2002), Reformasi
Administrasi: Konsep, Dimensi, dan
Strategi, Bumi Aksara, Cetakan ke-2,
Jakarta.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 48
PENGARUH KOMPETENSI AUDITOR, INDEPENDENSI, DAN
PENGALAMAN AUDIT TERHADAP PROFESIONALISME AUDITOR
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS AUDIT INSPEKTORAT
JENDERAL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI
Pandoyo
Akuntansi, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
E-mail : [email protected]
Abstract
This research aims to analyze and explain (1) Effect of auditor competence, auditor
independence, and audit experience directly to auditor professionalism. (2) Effect of
auditor competence, auditor independence, and audit experience directly or indirectly to
audit quality and (3) The direct effect of auditor professionalism on audit quality.
The research method used explorative method by conducting inspection at Inspectorate
General of Ministry of Marine Affairs and Fishery of the Republic of Indonesia. The
analysis used is Structural Equation Modeling (SEM) method with Smart-PLS software, the
sample used in this research is 111 respondents.
The results showed auditor professionalism directly and significantly by auditor
competence variable 49.8%, oauditor independence 15.0%, and audit experience 36.2%.
Audit quality is only direct and significant by the audit experience variable of 22.0%.
Direct auditor professionalism of 60.8% on audit quality. The theoretical implications of
competence and independence should affect the quality of the audit directly.
Keywords : Internal Auditor, Auditor Competence, Auditor Independence, Audit
Experience, Auditor Professionalism, Audit Quality.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan (1) pengaruh
kompetensi auditor, independensi auditor, dan pengalaman audit secara langsung terhadap
profesionalisme auditor. (2) pengaruh kompetensi auditor, independensi auditor, dan
pengalaman audit secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas audit. Dan (3)
pengaruh langsung profesionalisme auditor terhadap kualitas audit.
Metode penelitian menggunakan metode exploratif dengan melakukan survei pada
Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Analisis yang digunakan
adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan software Smart-PLS, sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 responden.
Hasil penelitian menunjukkan profesionalisme auditor dipengaruhi secara
langsung dan signifikan oleh variabel kompetensi auditor sebesar 49,8%, independensi
auditor 15,0%, dan pengalaman audit 36,2%. Kualitas audit hanya dipengaruhi secara
langsung dan signifikan oleh variabel pengalaman audit sebesar 22,0%. Profesionalisme
auditor berpengaruh langsung sebesar 60,8% terhadap kualitas audit. Implikasi teoritis
seharusnya kompetensi dan independensi dapat mempengaruhi kualitas audit secara
langsung.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 49
Kata Kunci: Auditor Internal, Kompetensi Auditor, Independensi Auditor, Pengalaman
Audit, Profesionalisme Auditor, Kualitas Audit.
Pendahuluan
Auditor internal pemerintah
mempunyai peran penting dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi,
hal ini merupakan tuntutan akuntabilitas
atas penggunaan anggaran Negara, dan
terwujudnya tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance), Mardiasmo
(2005) ada tiga aspek untuk pemerintahan
yang baik yaitu: pengawasan, pengen-
dalian dan pemeriksaan.
Pengawasan Internal Pemerintah
mempunyai tugas melaksanakan pengawa-
san keuangan Negara, Ari Soelendro
dalam Ulun (2008) peranan Pengawasan
Internal Pemerintah dapat mengoptimal-
kan perannya sebagai pelaksanaan good
governance adalah pemberian konseling
kepada auditan. Peran pengawasan dimak-
sudkan untuk memberikan keyakinan yang
memadai, sekaligus memberikan peringa-
tan dini (early warning) terhadap potensi
penyimpangan dan kecurangan. Pengawa-
san intenal dalam melaksanakan pemerik-
saan menghadapi masalah, yaitu kualitas
audit dan profesionalisme auditor,
sehingga capaian hasil audit masih belum
sesuai dengan standar audit, dan belum
ekonomis, efektif dan efisien.
Tujuan pemeriksaan penggunaan
anggaran negara untuk menilai efisiensi,
efektivitas, ekonomis dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta kecukupan pengung-
kapan, dan ternyata belum berhasil. Hasil
pemeriksaan seharusnya bisa memberikan
umpan balik untuk pencegahan penyim-
pangan penggunaan anggaran dan mening-
katkan kinerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI.
Berdasarkan undang-undang 17
tahun 2003 tentang keuangan negara,
undang-undang nomor 1 tahun 2004
tentang perbendaharaan negara dan
undang-undang nomor 15 tahun 2004
tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, Internal
Audit mempunyai kewajiban peningkatan
pelaksanaan akuntabilitas dan terwujudnya
good governance. Tuntutan masyarakat
yang semakin besar terhadap pelaksanaan
anggaran pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, masih terdapat
anggaran yang belum tepat sasaran, profe-
sionalisme, transparan, dan akuntabel serta
value for morney masih lemah.
Pelaksanaan pemeriksaan ternyata
kompetensi auditor terjadi perbedaan,
independensi auditor belum terlaksana
dengan sebenarnya, pengalaman audit para
auditor berbeda-beda dan semuanya
berpengaruh terhadap kualitas audit,
pelaksanaan audit belum optimal, laporan
hasil audit belum didukung dengan kertas
kerja audit, profesionalisme belum
memadai, dan kualitas hasil audit belum
sesuai standar mutu yang di tetapkan.
Pemeriksaan penggunaan angga-
ran perlu adanya pertanggungjawaban
yang sesuai ketentuan dan perundang-
undangan yang berlaku, serta efisien,
efektif dan ekonomis. Audit kinerja
seharusnya didukung profesionalisme
auditornya sehingga menghasil kualitas
audit yang diharapkan. Untuk menghasil
kualitas audit, auditor mempunyai
kompetensi, independensi, pengalaman
audit, didukung budaya organisasi,
kepemimpinan serta profesionalisme
auditor.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 50
Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah mempunyai kewajiban mendu-
kung pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan melalui pengawasan yang
efektif, efisien, transparan, akuntabel serta
bersih dan bebas dari praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme, maka pelaksanaan
pengawasan interen dibutuhkan kemam-
puan profesionalisme, kompentensi para
auditor yang erat kaitannya dengan
kuantitas hasil audit.
Berdasarkan hal tersebut di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis dan menjelaskan penga-
ruh Kompetensi Auditor, Indepen-
densi Auditor, dan Pengalaman Audit
secara langsung terhadap Profesiona-
lisme Auditor.
2. Menganalisis dan menjelaskan penga-
ruh Kompetensi Auditor, Indepen-
densi Auditor, dan Pengalaman Audit
secara langsung maupun tidak
langsung terhadap Kualitas Audit.
3. Menganalisis dan menjelaskan
pengaruh langsung Profesionalisme
Auditor terhadap Kualitas Audit.
Auditing
Auditing menurut “Alvin a. Arens
dan kawan” (2010:1) dalam bukunya
“auditing pendekatan terpadu, yang dialih
bahasakan oleh “Amir Abadi Jusuf” yaitu
sebagai berikut “auditing adalah proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan
bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan oleh seorang yang kompeten
dan independen untuk dapat menentukan
dan melaporkan kesesuaian informasi
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan. Auditing seharusnya
dilakukan oleh seorang independen dan
kompeten.
Menurut agoes (2012:2) auditing
memberikan nilai tambah bagi laporan
keuangan perusahaan, karena akuntan
publik sebagai fihak yang ahli dan
independen pada akhir pemeriksaannnya
akan memberikan pendapat mengenai
kewajaran posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas dan laporan arus kas.
Auditing merupakan salah bentuk atestasi,
yaitu merupakan komunikasi dari seorang
expert mengenai kesimpulan tentang
realibilitas dari pernyataan seseorang.
Pengertian auditing adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara kritis
dan sistematis oleh fihak independen,
terhadap laporan keuangan yang telah
disusun oleh manajemen, beserta catatan-
catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukung, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.
Kompetensi Auditor
Kompetensi auditor adalah
kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor
untuk melaksanakan audit dengan benar
(Rai, 2008). Dalam melakukan audit,
seorang auditor harus memiliki mutu
personal yang baik, pengetahuan yang
memadai, serta keahlian khusus di
bidangnya. Kompetensi berkaitan dengan
keahlian profesional yang dimiliki oleh
auditor sebagai hasil dari pendidikan
formal, ujian profesional maupun keikut-
sertaan dalam pelatihan, seminar, dan
simposium (Suraida, 2005).
Independensi Auditor
Independensi auditor berhubu-
ngan dengan perilaku etis auditor, artinya
auditor yang lebih independen akan
cenderung berperilaku etis bersumber dari
penelitian purnamasari (2006). Putri
(2011) menyatakan aturan etika dan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 51
independensi berpengaruh terhadap
kepuasan kerja internal auditor dengan
profesionalisme sebagai variabel interve-
ning, dan lubis (2009) menyatakan
kepatuhan pada kode etik berpengaruh
terhadap kualitas auditor. Sedangkan
sukriah dkk. (2009) pengaruh pengalaman
kerja, independensi, obyektifitas, integri-
tas dan kompetensi terhadap kualitas hasil
pemeriksaan.
Pengalaman Auditor
Pengalaman audit adalah pengala-
man auditor dalam melakukan audit
laporan keuangan baik dari segi lamanya
waktu maupun banyaknya penugasan
yang pernah ditangani (Ida Suraida,
2005.249). Pengalaman audit diperoleh
auditor selama mereka mengerjakan
penugasan auditnya. Pengalaman akan
diperoleh jika prosedur penugasan dan
supervisi berjalan dengan baik. Prosedur
penugasan adalah prosedur yang
menjamin terjadinya keseimbangan antara
kebutuhan, keahlian profesional, pengem-
bangan, dan pemanfaatan personil dalam
pelakasanaan kegiatan profesional
(profesional: 2001).
Pengalam audit dalam penelitian
ini ditentukan tiga pertanyaan yaitu
pengalaman audit yang dimiliki, dengan
banyaknya penugasan audit, dan jenis
audit yang pernah dilakukan. Pertanyaan
tentang lama waktu bekerja selama
menjadi auditor dan jumlah penugasan
yang telah diselesaikan oleh auditor
adalah sesuai dengan penelitian Ida
Suraida (2003) dan penelitian Siti
Maryawardayati (2006). Dalam penelitian
ditunjukkan bahwa yang mempengaruhi
skeptisisme profesional auditor adalah
pengalaman (Ida Suraida, 2005: 264).
Profesionalisme Auditor
Komitmen profesional diartikan
sebagai intensitas identifikasi dan
keterlibatan individu dengan profesinya.
Identifikasi ini membutuhkan beberapa
tingkat kesepakatan antara individu
dengan tujuan dan nilai-nilai yang ada
dalam profesi termasuk nilai moral dan
etika secara nasional dalam segi
profesinya auditor internal telah memiliki
kode etik tersendiri, yang ditetapkan oleh
konsorsium organisasi profesi auditor
internal pada tahun 2004.
Kualitas Audit
Kualitas hasil pemeriksaan adalah
probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang
adanya suatu pelanggaran dalam sistem
akuntansi kliennya. Kantor akuntan publik
(KAP) yang besar akan berusaha untuk
menyajikan kualitas audit yang lebih besar
dibandingkan dengan kap yang kecil (De
Angelo, 1981, dalam Alim dkk (2007).
Kualitas audit ditentukan oleh
paling tidak dimensi kualitas teknis,
kualitas jasa, hubungan auditor dengan
auditan dan unsur objektivitas. Dalam
dimensi ini auditor yang memiliki reputasi
yang baik akan memberikan audit yang
berkualitas. Auditor yang baik yang
memiliki pengetahuan teknis objek yang
diperiksa juga akan memberikan audit
yang berkualitas. Dalam hal ini kualitas
teknis para auditor akan lebih baik karena
adalnya rasa percaya diri dalam
melakukan audit. Kualitas teknis audit
ditentukan juga oleh seberapa besar rasa
simpati auditor terhadap auditan serta
kemampuan auditor dalam menjawab dan
mendiskusikan pertanyaan auditan.
Kualitas audit juga ditentukan oleh
seberapa baik hubungan auditor dengan
auditan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 52
Kerangka Pemikiran
Gambar 1: Paradigma Penelitian
Desain Penelitian
Sesuai dengan konsep dan definisi
yang terdapat dalam Cooper and Schindler
(2003:34) dan Sekaran (2009:118),
penelitian ini akan merancang desain
penelitian yang menjelaskan serangkaian
aktivitas dan rencana berdasarkan waktu,
pertanyaan-pertanyaan penelitian, sumber
dan tipe informasi yang akan digali, acuan
analisis atas studi hubungan antar variabel
dan prosedur atas setiap penelitian serta
dalam rencana tersebut struktur desain
yang diserahkan pada proses dan hasil
desain yang diharapkan valid, obyektif,
efisien, dan efektif. Penelitian ini
tergolong cross sectional studies,
maksudnya dalam studi ini dilakukan
dengan pengumpulan data cukup hanya
satu kali saja, dalam hal ini dengan
mengambil periode Juni sampai dengan
Desember 2014.
Model dalam penelitian ini
diformulasikan menggunakan konsep-
konsep teoritis atau konstruk-konstruk
Independensi
Dalam Fakta
Komponen
Pengetahuan
Ciri-ciri
Psikologi
Independensi
Dalam
Pelaporan
Independensi
Dalam
Penyajian
Kualifikasi
Teknis
Berpengalam
an dalam
instansi yang
di audit
Komponen
Pengetahuan
Komponen
Pengetahuan
Komponen
Pengetahuan
Komponen
Pengetahuan
Komponen
Pengetahuan
Komponen
Pengetahuan
Kejujuran,
obyektifitas
dan
kesanggupan Kompetensi
Auditor
Kualitas
Audit
Profesionali
sme Auditor
Independen
si Auditor
Pengalaman
Audit
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 53
(construct) yang tidak dapat diukur atau
diamati secara langsung. Menurut
Joreskog dan Sorborm (1989) dalam
Wijanto (2008:1) kondisi ini
menimbulkan dua permasalahan dasar
yaitu (1) masalah pengukuran, dan (2)
masalah hubungan kausal antar variabel.
Permasalahan ini dapat diatasi melalui
model persamaan struktural.
Data dikumpulkan melalui media
kuesioner, kuesioner dalam penelitian ini
terdiri dari 43 pernyataan positif, sedang
penyebaran kuesioner dilakukan dengan
langsung mendatangi responden. Mengi-
ngat pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, kesungguhan
responden dalam menjawab pernyataan -
pernyataan merupakan hal yang sangat
penting dalam penelitian ini.
Sasaran populasi dalam penelitian
ini adalah para auditor internal yang telah
mempunyai jabatan fungsional auditor dan
bekerja pada Inspektorat Jenderal
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
di Jakarta.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Gambar 2: Output Path Diagram dengan Smart-PLS
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 54
Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji-t, Pengaruh Variabel Eksogen terhadap Variabel
Endogen Secara Langsung, tak langsung dan Total
No Pengaruh Antar Variabel t-
Statistics
Pengaruh
Langsung
Pengaruh
Tak
Langsung
Pengaruh
Total
1 Kompetensi Auditor -> Profesionalisme Auditor 5.519 0.498 - 0.498
2 Independensi Auditor -> Profesionalisme Auditor 2.803 0.150 - 0.150
3 Pengalaman Audit -> Profesionalisme Auditor 3.615 0.362 - 0.362
4 Kompetensi Auditor -> Kualitas Audit 0.853 0.074 0.302 0.376
5 Independensi Auditor -> Kualitas Audit 1.336 0.078 0.091 0.169
6 Pengalaman Audit -> Kualitas Audit 2.610 0.220 0.220 0.440
7 Profesionalisme Auditor -> Kualitas Audit 6.394 0.608 - 0.608
Pengaruh Kompetensi Auditor,
Independensi Auditor, dan Pengalaman
Audit secara Langsung Terhadap
Profesionalisme Auditor.
Pengaruh kompetensi auditor,
independensi auditor, pengalaman audit,
budaya organisasi, dan kepemimpinan
secara langsung terhadap profesionalisme
auditor. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa seluruh variabel eksogen memiliki
pengaruh langsung terhadap profesiona-
lisme auditor.
Persamaan yang diperoleh dari
model profesionalisme auditor adalah
profesionalisme auditor = 0.498 *
kompetensi + 0,150 * independensi +
0.362 * pengalaman, r² = 0.807.
Koefisien determinasi sebesar 0.807
mengindikasikan bahwa variasi profesio-
nalisme auditor mampu dijelaskan oleh
kompetensi auditor, independensi auditor,
dan pengalaman audit sebesar 80,70%.
Untuk melakukan perbandingan mana
variabel yang paling dominan, digunakan
nilai koefisien standard. Nilai koefisien
standard merupakan nilai yang direko-
mendasikan khususnya jika peneliti ingin
membandingkan kontribusi dominan antar
variabel penjelas pada sebuah model
(Ghozali dan Fuad, 2008). Di antara
ketiga variable eksogen, variabel
kompetensi auditor memiliki pengaruh
dominan sebesar 49,8 persen,
pengalaman audit sebesar 36,2 persen,
dan independensi auditor sebesar 15,0
persen.
Secara bersama-sama variabel
kompetensi auditor, independensi auditor,
dan pengalaman audit berdampak kepada
peningkatan standar profesi audit sebesar
92,5 persen, pendidikan berkelanjutan
sebesar 91,2 persen, kejujuran,
obyektivitas, dan kesanggupan sebesar
90,1 persen, dan peningkatan loyalitas
sebesar 89,5 persen.
Secara parsial pengaruh variabel
komptensi auditor, independensi auditor,
dan pengalaman audit secara langsung
terhadap profesionalisme auditor adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh Kompetensi Auditor
Terhadap Profesionalisme Auditor Kompetensi auditor berpenga-
ruh secara langsung dan signifikan (t-
hitung 5.519 > t-statistic 1.96)
terhadap profesionalisme auditor
sebesar 49,8 persen. Hal ini
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 55
mengindikasikan bahwa secara positif
kompetensi auditor mampu mempe-
ngaruhi variasi profesionalisme
auditor, atau semakin tinggi kom-
petensi seorang auditor maka semakin
tinggi pula profesionalismenya.
Implikasi temuan ini adalah
untuk meningkatkan profesionalisme
auditor maka peningkatan ciri-ciri
psikologi dan komponen pengetahuan
dapat dijadikan perhatian utama.
Hasil penelitian ini mem-
berikan beberapa wawasan ke dalam
variabel yang terkait dengan
profesionalisme auditor. Dari aspek
manajemen, profesionalisme auditor
tersebut dapat ditingkatkan melalui
pelatihan dan pembinaan secara
berjenjang dalam meningkatkan
kompetensi, terutama pada ciri-ciri
psikologi (93,0 persen) dan komponen
pengetahun (91,6 persen), Upaya
perbaikan tersebut dapat mening-
katkan sikap auditor internal terhadap
profesi mereka mengarah ke pening-
katan komitmen dan partisipasi dalam
kegiatan profesional.
2. Pengaruh Independensi Auditor
Terhadap Profesionalisme Independensi auditor berpe-
ngaruh secara langsung dan signifikan
(t-hitung 2.803 > t-statistic 1.96)
terhadap profesionalisme auditor
sebesar 15,0 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara positif
independensi auditor mampu mempe-
ngaruhi variasi profesionalisme
auditor, atau semakin tinggi indepen-
densi maka semakin tinggi pula
profesionalisme auditor.
Implikasi temuan ini adalah
untuk meningkatkan profesionalisme
auditor maka peningkatan dalam
independensi dalam penyajian,
independensi dalam fakta, dan
independensi dalam pelaporan
dijadikan perhatian utama.
3. Pengaruh Pengalaman Audit
Terhadap Profesionalisme Auditor
Pengalaman audit berpenga-
ruh secara langsung dan signifikan
(t-hitung 3.615 > t-statistic 1.96)
terhadap profesionalisme auditor
sebesar 36,2 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara
positif pengalaman audit mampu
mempengaruhi variasi profesiona-
lisme auditor, atau semakin tinggi
pengalaman maka semakin tinggi
pula profesionalisme auditor.
Sejalan dengan temuan ini,
haynes (1999) meneliti interaksi
antara pengalaman auditor dan
kredibilitas sumber bukti. Dalam
studinya, kelompok pengalaman-
tinggi itu terdiri dari auditor
pemerintah dengan rata-rata lebih
dari tujuh tahun pengalaman audit
sedangkan kelompok rendah
pengalaman itu terdiri dari maha-
siswa mba tanpa pengalaman audit.
Haynes (1999) dimanipulasi kredi-
bilitas manajemen dengan mengu-
bah probabilitas bahwa manajemen
jujur akan melaporkan informasi
tertentu. Temuan menunjukkan
bahwa persuasi dari informasi yang
diperoleh dari manajemen dipenga-
ruhi oleh pengalaman auditor dan
kredibilitas sumber. Kredibilitas
manajemen memiliki pengaruh kuat
pada penilaian kelompok high-
experience dibandingkan dengan
penilaian dari kelompok low-
experience. Kaplan, dkk (2008)
dalam penelitian yang lebih baru
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 56
juga menemukan bahwa penga-
laman auditor memegang peran
penting dalam kaitannya dengan
profesionalisme auditor dalam
memberikan penilaian ketika pihak
manajemen melakukan upaya
perbaikan.
Implikasi temuan ini adalah
profesionalisme auditor dapat
ditingkatkan melalui peningkatan
pengalaman audit. Berpengalaman
dalam instansi yang di audit, dan
kualifikasi teknis perlu mendapat
perhatian
Pengaruh Kompetensi Auditor,
Independensi Auditor, dan Pengalaman
Audit, Baik Secara Langsung Maupun
Tidak Langsung Terhadap Kualitas
Audit.
Pengaruh kompetensi auditor,
independensi auditor, dan pengalaman
audit secara langsung dan tidak langsung
terhadap kualitas audit. Persaamaaan
yang diperoleh dari model kualitas audit
adalah kualitas audit = 0,608 *
profesionalisme + 0,074*kompetensi+
0,078 * independensi + 0,220 *
pengalaman, r² = 0,834. Koefisien
determinasi sebesar 0,834 mengindikasi-
kan bahwa variasi kualitas audit mampu
dijelaskan oleh kompetensi auditor,
independensi auditor, pengalaman audit
dan profesionalisme auditor sebesar 83,4
persen.
Secara bersama-sama variabel
kompetensi auditor, independensi auditor,
pengalaman audit, dan profesionalisme
auditor berdampak kepada peningkatan
kualitas teknis sebesar 91,2 persen,
hubungan dengan auditan sebesar 89,4
persen, dan obyektivitas sebesar 74,2
persen.
Secara parsial pengaruh variabel
komptensi auditor, independensi auditor,
pengalaman audit, dan profesionalime
auditor secara total terhadap kualitas
audit adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Kompetensi Auditor
Terhadap Kualitas Audit Kompetensi auditor berpengaruh
secara langsung secara langsung dan tak
langsung namun tidak signifikan (t-hitung
0.853 < t-statistic 1.96) terhadap kualias
audit. Pengaruh secara langsung sebesar
0,074, pengaruh tak langsung sebesar
0,302 persen, sehingga pengaruh total
kompetensi auditor terhadap kualitas
audit sebesar 0,440. Hal ini mengindi-
kasikan bahwa secara positif kompetensi
auditor mampu mempengaruhi variasi
kualitas audit sebesar 44,0 persen, atau
semakin tinggi kompetensi maka semakin
tinggi pula kualitas audit.
Kualitas hasil pemeriksaan adalah
probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang
adanya suatu pelanggaran dalam sistem
akuntansi kliennya. Penelitian ini sejalan
dengan temuan Alim dkk (2007)
menyatakan bahwa kualitas audit dapat
dicapai jika auditor memiliki kompetensi
yang baik dan hasil penelitiannya
menemukan bahwa kompetensi berpe-
ngaruh terhadap kualitas audit. Auditor
sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas
audit harus senantiasa meningkatkan
pengetahuan yang telah dimiliki agar
penerapan penge- tahuan dapat maksimal
dalam praktiknya. Kualitas pemeriksaan
dipengaruhi oleh kompetensi dan
independensi menurut Christiawan (2002)
dan Alim, Hapsari dan Purwanti (2007).
Kompetensi berkaitan dengan pendidikan
dan pengalaman memadai yang dimiliki
akuntan publik dalam bidang auditing dan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 57
akuntansi.
Pengaruh tak langsung sebesar
30,2 persen menunjukkan bahwa
kompetensi seorang auditor hanya
mempengaruhi kualitas audit secara tak
langsung dan tidak terbukti berpengaruh
secara tak langsung melalui profesiona-
lisme. Temuan ini memberikan implikasi
teoritis bahwa pengaruh kompetensi
terhadap kualitas audit adalah pengaruh
tidak langsung melalui variabel
perantaranya yaitu profesionalisme.
2. Pengaruh Independensi Auditor
Terhadap Kualitas Audit Independensi auditor berpengaruh
secara langsung dan tak langsung namun
tidak signifikan (t-hitung 1.336 < t-
statistic 1.96) terhadap kualitas audit.
Pengaruh langsung sebesar 0.078 persen,
pengaruh tak langsung sebesar 0.091,
sehingga pengaruh total independensi
auditor terhadap kualitas audit sebesar
0.169. Hal ini mengindikasikan bahwa
secara positif independensi auditor
mampu mempengaruhi variasi kualitas
audit sebesar 16,9, atau semakin tinggi
independensi maka semakin tinggi pula
kualitas audit.
Penelitian ini mendukung temuan
Mayangsari (2003) menguji pengaruh
independensi dan kualitas audit terhadap
integritas laporan keuangan. Hasil
penelitian ini mendukung hipotesa bahwa
spesialisasi auditor berpengaruh positif
terhadap integritas laporan keuangan,
serta independensi berpengaruh negatif
terhadap integritas laporan keuangan.
Selain itu, mekanisme corporate
governance berpengaruh secara statistis
signifikan terhadap integritas laporan
keuangan meskipun tidak sesuai dengan
tanda yang diajukan dalam hipotesa.
Pengaruh tidak langsung adalah
sebesar 0,091 persen menunjukkan bahwa
independensi hanya mempengaruhi
kualitas audit secara tak langsung melalui
profesionalisme. Temuan ini memberikan
implikasi teoritis bahwa pengaruh
independensi terhadap kualitas audit
adalah pengaruh tak langsung melalui
profesionalisme.
Independensi berarti kemampuan
seseorang untuk bertindak dengan
integritas, objektif dan skeptisisme
profesional. Oleh karena itu, independensi
sangat penting untuk mempromosikan
perilaku etis dan pelaporan keuangan
yang dapat diandalkan. Sejalan dengan
itu, Sunarto (2003) menyatakan bahwa
integritas dapat menerima kesalahan yang
tidak disengaja dan perbedaan pendapat
yang jujur, tetapi tidak dapat menerima
kecurangan prinsip. Dengan integritas
yang tinggi, maka auditor dapat
meningkatkan kualitas hasil pemerik-
saannya (Pusdiklatwas BPKP, 2005).
Independensi auditor dapat
dinyatakan juga sebagai adanya
pertimbangan konflik kepentingan yang
dihasilkan ketika kepentingan pribadi
seorang auditor mempengaruhi hasil
audit. Implikasi temuan ini adalah dalam
upaya meningkatkan kualitas hasil audit,
unsur-unsur penting yang harus
ditingkatkan yaitu bebas dari konflik
kepentingan, bebas dari campur tangan
untuk menentukan dan mengeliminasi
bagian-bagian tertentu yang diperiksa,
bebas dalam menentukan bahan bukti
yang diperlukan maupun obyek yang
diperiksa, dan bebas mengumpulkan
bukti-bukti audit yang dibutuhkan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 58
3. Pengaruh Pengalaman Audit Ter-
hadap Kualitas Audit Pengalaman audit berpengaruh
secara langsung dan tak langsung secara
signifikan (t-hitung 5.519 > t-statistic
1.96) terhadap kualitas. Pengaruh
langsung sebesar 0,220, pengaruh tak
langsung sebesar 0,220, sehingga
pengaruh total pengalaman audit terhadap
kualitas audit sebesar 0,440. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara positif
pengalaman audit mampu mempengaruhi
variasi kualitas audit sebesar 44,0 persen,
atau semakin tinggi pengalaman maka
semakin baik pula kualitas audit yang
dihasilkan.
Penelitian ini mendukung temuan
Makni, dkk (2012) yang menemukan
ukuran perusahaan audit, reputasi
perusahaan, pengalaman dalam audit,
spesialisasi industri, dan sejauh mana
teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) dapat mempengaruhi kualitas audit.
Sebuah perusahaan akuntan publik yang
memiliki beberapa klien di industri yang
sama membawa pemahaman yang lebih
mendalam mengenai risiko audit yang ada
pada industri tertentu.
Penelitian menunjukkan bahwa
spesialisasi dalam industri tertentu adalah
tren yang berkembang, dan para peneliti
telah menemukan bahwa perusahaan
dengan spesialisasi memiliki kualitas
yang lebih baik (Wooten, 2003).
Pengaruh tidak langsung adalah
sebesar 22,0 persen menunjukkan bahwa
pengalaman mampu mempengaruhi
kualitas audit, baik secara langsung dan
maupun tidak langsung. Temuan ini
memberikan implikasi teoritis bahwa
pengaruh pengalaman audit terhadap
kualitas audit adalah pengaruh langsung
dan tidak langsung melalui variabel
perantaranya yaitu profesionalisme.
Seorang auditor yang memiliki
pengalaman dan jam terbang tinggi akan
memiliki kualitas audit yang lebih tinggi.
Implikasi temuan ini adalah kualitas audit
dapat ditingkatkan melalui peningkatan
pengalaman audit. Memilih auditor
dengan pengalaman dan kompetensi yang
sesuai sangat penting sebagai penunjang
tercapainya hasil audit yang berkualitas.
Pengalaman dengan klien tertentu
menyebabkan audit berkualitas tinggi.
Staf audit memiliki pengalaman berulang
lebih mungkin untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana proses bisnis klien bekerja dan
kekuatan tertentu dan kelemahan dalam
sistem akuntansi klien. Mereka dapat
lebih mudah mengidentifikasi item-item
yang memiliki risiko dan kesalahan dari
tahun sebelumnya dan kemudian
mencurahkan waktu tambahan untuk
memeriksa item tersebut.
Meski demikian, masa kerja yang
terlalu lama dengan klien tertentu juga
dapat menyebabkan rendahnya kualitas
audit. Hubungan yang terlalu lama
memiliki potensi prosedur audit yang
kurang ketat, dan terlalu banyak keter-
gantungan pada representasi manajemen.
Auditor dapat menjadi terlalu nyaman
dengan klien dan tidak menyesuaikan
prosedur audit, kurang skeptis dan kurang
rajin mengumpulkan bukti (Wooten,
2003).
4. Pengaruh Secara Langsung
Profesionalisme Auditor Terhadap
Kualitas Audit. Profesionalisme auditor berpenga-
ruh secara langsung dan signifikan (t-
hitung 6.394 > t-statistic 1.96) terhadap
kualitas audit sebesar 60,8 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara positif
profesionalisme mampu mempengaruhi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 59
variasi kualitas audit, atau semakin tinggi
profesionalisme maka semakin tinggi pula
kualitas audit yang dihasilkan.
Berdasarkan model struktural,
profesionalisme juga terbukti sebagai
variabel yang dominan mempengaruhi
kualitas audit dibandingkan variabel laten
lainnya. Dengan demikian, upaya mening-
katkan kualitas audit dapat diprioritaskan
pada peningkatan profesionalisme teru-
tama pada aspek standar profesi audit,
loyalitas organisasi, sanggup dalam
melaksanakan tugas, fakta-fakta audit,
kerugian profesi, dan informasi rahasia
yang merupakan indikator yang paling
representative dari variabel profesiona-
lisme.
Simpulan
1. Kompentensi auditor, indenpendensi
auditor, dan pengalaman audit berpe-
ngaruh terhadap profesionalisme
auditor. Hal ini disebabkan profesio-
nalisme yang merupakan variabel
untuk menentukan kualitas audit,
dengan kemampuan profesionalisme
yang semakin tinggi akan mempunyai
pengaruh pada hasil auditnya.
Profesionalisme auditor dipengaruhi
secara langsung dan signifikan oleh
kompentensi auditor sebesar 49,8
persen, independensi auditor sebesar
15,0 persen, dan pengalaman audit
sebesar 36,2 persen. Secara
keseluruhan pengaruh kompetensi
auditor, independensi auditor, dan
pengalaman audit terhadap profesio-
nalisme auditor sebesar 80,7 persen,
sisanya sebesar 19,3 persen
dipengaruh oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
2. Kompentensi auditor, independensi
auditor, dan pengalaman audit
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Hal ini disebabkan kualitas audit yang
merupakan variabel untuk hasil dari
pemeriksaan, dengan kualitas hasil
audit yang semakin tinggi akan
mempunyai kinerja auditan. Kualitas
audit dipengaruhi secara langsung dan
signifikan oleh pengalaman audit
sebesar 22,0 persen, sedangkan
kompetensi auditor dan independensi
auditor berpengaruh secara langsung
namun tidak signifikan sebesar 7,4
persen dan 7,8 persen.
Secara keseluruhan pengaruh kom-
pentensi auditor, indenpendensi
auditor, pengalaman audit, dan
profesionalisme auditor terhadap
kualitas audit adalah sebesar 83,4
persen, sisanya sebesar 16,6 persen
dipengaruh oleh variabel lain diluar
penelitian ini.
3. Profesionalisme auditor berpengaruh
secara langsung dan signifikan
terhadap kualitas audit sebesar 60,8
persen. Hal ini mengindikasikan
bahwa secara positif profesionalisme
mampu mempengaruhi variasi
kualitas audit, atau semakin tinggi
profesionalisme maka semakin tinggi
pula kualitas audit yang dihasilkan.
Saran-saran
1. Bagi Pengembangan Ilmu
Akademik
a. Penelitian ini berhasil membu-
ktikan teori-teori yang menjelas-
kan adanya pengaruh kompetensi
auditor, independensi auditor, dan
pengalaman audit terhadap
profesionalisme auditor serta
implikasinya terhadap kualitas
audit.
b. Temuan penelitian memberikan
sumber informasi yang berguna,
khususnya di sektor pemerintahan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 60
sehingga dapat memberikan
sumbangan pengetahuan dan
literatur tentang profesionalisme
dan kualitas audit.
2. Bagi Penelitian Berikutnya a. Penelitian ini tidak berhasil
membuktikan adanya pengaruh
langsung kompetensi auditor dan
independensi auditor terhadap
kualitas audit, namun pengaruh
tidak langsung kompetesi auditor
terhadap kualitas audit melalui
profesionalisme terbukti signifi-
kan. Penelitian selanjutnya
disarankan untuk melakukan
pengujian ulang pada hubungan
antara kepemimpinan dengan
kualitas audit.
b. Dalam rangka pengembangan
sebuah research building block,
peneliti berikutnya dapat
melakukan penelitian lanjutan
dengan memilih variabel lain
yang dapat diteliti, diantaranya
adalah: variabel religiusitas,
variabel pendidikan, kode etik
profesi, variable waktu penuga-
san, variabel emotional quotient,
variabel lingkungan keluarga,
variabel pengalaman hidup,
variabel kepatuhan hukum,
maupun variabel lain yang diduga
dapat mempengaruhi penerapan
profesionalisme dan kualitas
audit.
3. Saran operasional bagi auditor a. Upaya untuk meningkatkan
kualitas audit, auditor internal
perlu memprioritaskan pada aspek
kompetensi dan independensi.
Saran praktis berdasarkan temuan
ini adalah perlu dilakukan melalui
perencanaan program pengemba-
ngan kompetensi auditor yang
dapat didorong melalui manaje-
men pengawasan, serta perilaku
pimpinan yang dapat memberikan
contoh (dalam kaitannya dengan
contoh audit yang benar), adanya
peluang untuk berinovasi,
mengembangkan cara inovatif,
memberikan motivasi auditor
melalui visi dan misi, menye-
diakan sarana untuk penyaluran
ide, dan tujuan pengembangan
profesionalisme auditor.
b. Profesionalisme merupakan aspek
dominan yang mempengaruhi
kualitas audit. Upaya mening-
katkan kualitas audit dapat
diprioritaskan pada peningkatan
profesionalisme terutama standar
profesi audit, pendidikan berke-
lanjutan, kejujuran, obyektivitas
dan kesanggupan, serta loyalitas.
c. Pengalaman audit terbukti
memiliki pengaruh signifikan
terhadap profesionalisme dan
kualitas audit. Berdasarkan hasil
penelitian, direkomendasikan
peningkatan pengalaman dapat
diprioritaskan pengalaman dalam
instansi yang di audit dan
kualifikasi teknis. Pengalaman
melakukan audit tertentu menye-
babkan audit berkualitas tinggi.
Auditor memiliki pengalaman
berulang lebih mungkin untuk
mendapatkan pemahaman yang
lebih baik tentang bagaimana
proses kegiatan auditan. Saran
praktis dari temuan ini adalah
perlu meningkatkan pengalaman
audit terutama pada perencanaan
pekerjaan, pemberian kesempatan
untuk menggunakan kemahiran
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 61
profesional, meningkatkan sikap
mental auditor melalui pelatihan,
dan kebebasan untuk memberikan
pendapat atas termuan hasil audit.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agoes, Sukrisno, 2013. Auditing
(Pemeriksaan A Kuntan), Jilid
Dua, Edisi Keempat, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Arens, Alvin A., Randal J. Elder & Marks.
Beasley. 2010. Auditing &
Assurance Services and Integrated
Approach. 13th Edition. Pearson
Prentice Hall. Argyris, Chris.
1973. Intervention Theory and
Method. Massachusetts: Addison-
Wesley Publishing Company.
Avolio, B.J., & Bass, B.M. 2002.
Developing Potential Across a
Full Range of Leadership.
London: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
CPA Fraud Handbook - Great Resource
Date: December 18, 2012
Gibson Jl, Ivancevich Jm, Donnelly Jh Jr,
2006. Organizations (8 Ed). New
York: Richard Dirwin, Inc.
Gujarati, Damodar. 1995. Basic
Econometric, 3rd Edition,
Mcgrawhill International Edition.
Hair, J.F, Wc Black, Bj. Babin, Re.
Anderson, And R.L Tathan. 2006.
Multivariate Data Analysis, 5th
Edition. Prentice Hall.
Halim, Abdul, 2008. Auditing (Dasar-
Dasar Audit Laporan Keuangan),
Jilid Satu, Edisi Keempat, Unit
Penerbit Dan Percetakan STIE
YPKN, Yogyakarta.
Harhinto, Teguh. (2004). Pengaruh
Keahlian Dan Independensi
Terhadap Kualitas Audit Studi
Empiris Pada Kap Di Jawa
Timur. Tesis Maksi: Universitas
Diponegoro Semarang;
Ikhsan Lubis, Arfan. 2010. Akuntansi
Keprilakuan. Edisi 2. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Indra Bastian, 2014. Audit Sektor Publik
(Pemeriksaan Pertanggung
Jawaban), Edisi 3, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Jones, Gareth R. & George, Jennifer M.
(2008). Contemporary
Management (Fifth Edition).
USA: Mcgrawhill-International
Konrath., Larry F. 2002. Auditing A Risk
Analysis Approach. 5th Ed. Ohio.
South Westrern Publishing Co;
Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan
Struktural (Satu Dan Multigroup
Sampel Dengan Lisrel). Bandung:
Alfabeta.
Mc Shane, Steven L. & Von Glinow,
Mary Ann. 2008. Organizational
Behavior 4th Edition. USA:
McGraw Hill-International.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 62
Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi
Ke Enam, Salemba Empat,
Jakarta.
-----------, 2003. Activity-Based Cost
System, Edisi 6, UPP AMP,
Yogyakarta. North use, P.G.
(2001). Leadership Theory and
Practice Second Edition.
Thousand Oaks, Ca: Sage
Publication, Inc.
Rai, Agung. 2008. Audit Kinerja Pada
Sektor Publik. Penerbit Salemba
Empat.
Robbins, Stephen P. 2007. Organizational
Behavior 12th. Prentice Hall
International.
Sawyer Rai Lawrence Mortimer, James.
2005. Sawyer’s Internal Auditing
Edisi 5. Penerbit Salemba Empat
Jakarta.
Simamora, Henry.2002. Auditing.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Ulum, Ihyaul., M.D, 2008. Audit Sektor
Publik Suatu Pengantar, PT.
Bumi Aksara, Jakarta.
Widagdo. 2002. Pengaruh Atribut-Atribut
Kualitas Auditor Terhadap
Kepuasaan Klien Pada Kantor
Akuntan Publik.Tesis. Universitas
Diponegoro.
Wijanto, Setyo Hari. 2008. Structural
Equation Modeling Dengan Lisrel
8.8. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Zhang, Z. 2008. Dissertation: In the Eyes
of The Follower: Cognitive and
Affective Antecedents of
Transformational Leadership
Perception and Individual
Outcomes. Minnesota: Faculty of
The Graduate School of The
University of Minnesota.
Jurnal, Tesis, dan Disertasi
Alim, Nizarul, Dkk. 2007. Pengaruh
Kompetensi Dan Independensi
Terhadap Kualitas Audit Dengan
Etika Auditor Sebagai Variabel
Moderasi. Simposium Nasional
Akuntansi X. Makassar.
Agus, Sukrisno, 2003. Pengaruh
Penerapan Standar Auditing,
Penerapan Standar Pengendalian
Mutu Dan Kualitas Jasa Audit
Terhadap Tingkat Kepecayaan
Pengguna Laporan Akuntan
Publik (Survey Pada KAP
Anggota FAPM di Indonesia)
Synopsis Disertasi Program Studi
Ilmu Ekonomi Universitas
Padjadjaran Bandung.
Amilin, 2010. Analisis Dampak
Karakteristik Personal,
Pengalaman Audit, Dan
Independensi Akuntan Publik
Terhadap Penerapan Etika
Akuntan Publik Dan Implikasinya
Terhadap Kualitas Audit,
Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran Bandung.
Ashton, F. M. Dan F. J. Monaco, 1991,
Weed Science: Principle and
Practice John Willey And Sons.
Inc N. Y. Pp. 419.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 63
Asih, D. A. T. 2006. Pengaruh
Pengalaman Terhadap
Peningkatan Keahlian a Uditor
Dalam Bidang Auditing. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia. Yogyakarta.
Budi, Sasongko. Basuki Dan
Hendaryatno. 2004. Internal
Auditor Dan Dilemma Etika. SNA
VII.
Berger, Bruce A; Butler, Stephen L;
Duncan-Hewitt, Wendy; Felkey,
Bill G; Et Al. 2004. Changing the
Culture: An Institution-Wide
Approach to Instilling
Professional Values. American
Journal of Pharmaceutical
Education, Suppl. AACP
Supplement Included68.1-5: F1-
F9.
Binberg, G. Jacob, Dan Jeffrey F. Shields.
1989. "Three Decades of
Behavioral Accounting Research:
A Search for Order, "Behavioral
Research in Accounting, Vol. 1,
Hal. 23-74.
Bonner, S.E. 1990. Experience Effect in
Auditing: The Role of Task
Specific Knowledge. The
Accounting Review. Januari. P.
72-92.
Bonner, S.R. Libby, And M.W.
Nelson.1996. Using Decision Aids
to Improve Auditors’ Conditional
Probability Judgments. The
Accounting Review.
Cardno, Carol. 2005. Leadership and
Professional Development: The
Quiet Revolution. The
International Journal of
Educational Management19.4/5:
292-306.
Carmeli, A., Meitar, R., Weisberg J. 2006.
Self-Leadership Skills and
Innovative Behavior at Work.
International Journal of
Manpower,27(1),75-90.
Christiawan, Y.J. 2002. Kompetensi Dan
Independensi, Akuntan Publik:
Refleksi Hasil Penelitian Empiris.
Journal Directory: Kumpulan
Jurnal Akuntansi Keuangan Unika
Petra.Vol. 4 / No. 2.
Davis, S. M. And D. Hollie. 2008. The
Impact of Non-Audit Service Fee
Levels on Investors’ Perception of
Auditor Independence. Behavioral
Research in Accounting 20 (1):
31-44.
Deangelo, L. 1981. A Uditor Size and
Audit Quality. Journal of
Accounting and Economics,
113−127.
----------------------------. Auditor
Independence, Low Balling, And
Disclosure Regulation. Journal of
Accounting and Economics, 113−
127.
Deis, D.R. And Giroux, G.A. 1992.
Determinants of Audit Quality in
The Publicsector, The Accounting
Review, Vol. 67, Pp. 462-79.
Donaldson. Lex, Davis James H, 1991,
Stewardship Theory or Agency
Theory: Ceo Covernance And
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 64
Shareholders Return. Australian
Journal of Management. Vol.16
Iss. 1.
Dye, R. 1993. Auditing Standards, Legal
Liability and Auditor Wealth,
Journal of Political Economy,
Vol. 101, Pp. 887-914.
De Jong, J.P.J. 2007. Individual
Innovation: The Connection
Between Leadership and
Employee’s Innovative Work
Behavior. Amsterdam: University
of Amsterdam.
De Jong, J., & Den Hartog, D. 2007. How
Leaders Influence Employee's
Innovative Behavior. European
Journal of Innovation
Management. Vol. 10, No. 1, 41-
64.
Jeffrey, Cynthiaa, Nancy Weatherholt,
1996. Ethical Development,
Professional Commitment and
Rule Observance Attitudes: A
Study of Cpas And Corpo- Rate
Accountants. Behavioral Research
in Accounting, Vol. 8. P-8-31.
Faisal, Nardiyah, M. Rizal Yahya .2012.
Pengaruh Kompetensi,
Independensi Dan
Profesionalisme Terhadap
Kualitas Audit Dengan
Kecerdasan Emosional Sebagai
Variabel Moderasi (Survei Pada
Kantor Akuntan Publik di
Indonesia). Jurnal Akutansi
Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala Volume 1, Tahun I, No. 1,
Agustus 2012 Pp. 1- 21
Francis, J. R., And M. D. Yu. 2009. Big 4
Office Size and Audit Quality,
The Accounting Review 84 (5):
1521-1552.
Hall, Matthew; Smith, David; Langfield-
Smith, Kim. 2005. Accountants'
Commitment to Their Profession:
Multiple Dimensions of
Professional Commitment and
Opportunities for Future
Research. Behavioral Research in
Accounting17: 89-109.
Haynes, C. 1999. Auditors' Evaluation of
Evidence Obtained Through
Management Inquiry: A Cascaded
Inference Approach. Auditing: A
Journal of Practice & Theory 18
(Fall): 87-104.
Herliansyah, Y. dan M. Ilyas. 2006.
Pengaruh Pengalaman Auditor
Terhadap Penggunaan Bukti
Tidak Relevan Dalam Auditor
Judgment. SNA IX. Padang.
Http://Itjen.Depkes.Go.Id/Public/Upload/
Unit/Pusat/Files/Peraturan%20me
nteri/ Permenpan%20no_%20per-
05-M_Pan-03-2008-
%20standar%20audit%20apip.Pdf
Http://Primaconsultinggroup.Blogspot.Co
m/2007/05/Standar-Profesi-Audit-
Internal.Html
Http://Pusdiklatwas.Bpkp.Go.Id/Berita/L2
0130114385021.Html
Hidayat, Mt. 2011. Pengaruh Faktor-
Faktor Akuntabilitas Auditor Dan
Profesionalisme Auditor
Terhadap Kualitas Auditor (Studi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 65
Empiris Pada Kantor Akuntan
Publik di Semarang). Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ida Suraida .2005. Pengaruh Etika,
Kompetensi, Pengalaman Audit
Dan Risiko Audit Terhadap
Skeptisisme Profesional Auditor
Dan Ketepatan Pemberian Opini
Akuntan Publik. Sosiohumaniora,
Vol. 7, No. 3, November 2005:
186 – 202. Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran, Bandung
Imran, R., & Ul Haque, M.A. 2011.
Mediating Effect Os
Organizational Climate Between
Transformational Leadership and
Innovative Work Behavior.
Pakistan Journal of Psychological
Research. Vol. 26, No. 2, 183-
199.
Januar Dwi Widya Rahmawati .2013.
Pengaruh Kompetensi Dan
Independensi Terhadap Kualitas
Audit. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Feb. Vol 1, No 1 Semester Ganjil
2012/2013. Universitas
Brawijaya, Malang
Jensen, M., And Meckling, W. 1976.
Theory of The Firm: Managerial
Behaviour, Agency Costs, And
Ownership Structure. Journal of
Financial Economics,3:305-360.
Kaplan, S., E. O'donnell, And B. Arel.
2008. The Influence of Auditor
Experience on The Persuasiveness
of Information Provided by
Management. Auditing: A Journal
of Practice and Theory 27.1
(May): 67-83.
Karacaer, Semra; Gohar, Raheel; Aygün,
Mehmet; Sayin, Cem. 2009.
Effects of Personal Values on
Auditor's Ethical Decisions: A
Comparison of Pakistani And
Turkish Professional Auditors.
Journal of Business Ethics88.1:
53-64.
Kinney, W. R. 1999. Auditor
Independence: A Burdensome
Constraint or Core Value.
Accounting Horizons 13 (March):
69-75.
Kartika Widhi, Frianty. 2006. Pengaruh
Faktor-Faktor Keahlian Dan
Independensi- Auditor Terhadap
Kualitas Audit (Studi Empiris:
KAP Di Jakarta). Skripsi Tidak
Dipublikasikan, Universitas
Diponegoro.
Kusharyanti. 2002. Temuan Penelitian
Mengenai Kualitas Audit Dan
Kemungkinan Topik Penelitian Di
Masa Datang. Akuntansi
Manajemen (Desember). Vol. 9
No. 1 Hal. 25-60
Kleysen, R.F & Street, C.T. 2001. Toward
A Multi-Dimension Measure of
Individual Innovative Behavior.
Journal of Intellectual Capital.
Vol. 2, No. 3.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit
Internal, (2004), Standar Profess
Audit Internal, Jakarta.
Komang Asri Pratiwi, I.B. Putra Astika,
I.D.G. Dharma Suputra. 2013.
Pengaruh Independensi Dan
Kompetensi Auditor Pada
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 66
Kualitas Audit Dengan Due
Professional Care Sebagai
Variabel Intervening di Kantor
Akuntan Publik (Kap) Se-Provinsi
Bali. Jurnal Ekonomi. Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana
(Unud), Bali, Indonesia.
Kwon, Ikwhan G; Banks, Doyle W. 2004.
Factors Related to The
Organizational and Professional
Commitment of Internal Auditors.
Managerial Auditing Journal 19.5:
606-622.
Lasmahadi, Arbono. 2002. Sistem
Manajemen SDM Berbasiskan
Kompetensi, Http://Www.E-
Psikologi.Com/Epsi/Industri_Deta
il.Asp?Id=131
Lavin, D. 1976. Perception of The
Independence of The Auditor. The
Accounting Review. Januari. P.
41-50.
Libby, Robert And David M. Frederick.
Journal of Accounting Research
Vol. 28, No.2 (Autumn, 1990),
Pp. 348-367
Lennox, C.S. 1999. Audit Quality and
Auditor Switching. Working
Paper, University of Bristol.
Lubes, Haslinda, 2009, Pengaruh
Keahlian, Independensi,
Kecakapan Propesional Dan
Kepatuhan Kode Etik Terhadap
Kualitas Auditor Pada Inspektorat
Sumatera Utara. Skripsi, Usu,
Medan.
Makni, Ikbel; Kolsi, Mohamed Chakib;
Affes, Habib. 2012. The Impact of
Corporate Governance
Mechanisms on Audit Quality:
Evidence from Tunisia. I up
Journal of Corporate
Governance11.3 (Jul): 48-70.
Marcelo Haendchen Dutra; Alberton,
Luiz; Rita De Cássia Correa
Pepinelli Camargo; Raphael
Vinicius Weigert Camargo. 2013.
Auditor's Competences: An
Empirical Study on The
Perception of Auditees of
Companies Registered on The
Cvm. Enfoque32.3 (Sep/Dec): 37-
55.
Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis
Pengaruh Independensi, Kualitas
Audit, Serta Mekanisme
Corporate Governance Terhadap
Integritas Laporan Keuangan.
Simposium Nasional Akuntansi
VI, Hal. 1255-1267.
Meixner, W., And R. Welker, Judgment
Consensus and Auditor
Experience. The Accounting
Review, Vol. 63, No. 3, July, Pp.
505-513, 1988.
Muh. Taufiq Efendy. 2010. Pengaruh
Kompetensi, Independensi, Dan
Motivasi Terhadap Kualitas Audit
Aparat Inspektorat Dalam
Pengawasan Keuangan Daerah
(Studi Empiris Pada Pemerintah
Kota Gorontalo). Tesis.
Universitas Diponegoro:
Semarang.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 67
Murtanto Dan Gudono. 1999. Identifikasi
Karakteristik -Karakteristik
Keahlian Audit: Profesi Akuntan
Publik di Indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol.2. No.
1. Januari. P. 37-52.
Nawaiseh, Mohammad Ebrahim; Sarareh,
Suhayb Yunis; Hamdallah,
Madher. 2013. How Important Is
the Experience of The External
Auditor in The Audit of Electronic
Commerce (A Case of Jordan).
Journal of Applied Finance and
Banking 3.5: 93-106.
Nur Samsi, Akhmad Riduwan, Dan
Bambang Suryono .2013.
Pengaruh Pengalaman Kerja,
Independensi, Dan Kompetensi
Terhadap Kualitas Audit: Etika
Auditor Sebagai Variabel
Pemoderasi. Jurnal Ilmu Dan
Riset Akuntansi Volume 1 Nomor
2, Maret 2013. Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Indonesia (Stiesia)
Surabaya
Oktavia, Reni. 2006. Pengaruh
Pengalaman Audit Dan Self -
Efficacy Terhadap Keputusan
Auditor. Jurnal Universitas
Lampung. Lampung.
Pany And Reckers, 1980, The Effects of
Gifts, Discounts and Client Size
on Perceived Auditor
Independence. The Accounting
Review, Vol. Lv No.1 Pp. 50-61.
Patricia Casey Douglas; Davidson, Ronald
A; Schwartz, Bill N. 2001. The
Effect of Organizational Culture
and Ethical Orientation on
Accountants' Ethical Judgements.
Journal of Business Ethics 34.2
(Nov): 101-121.
Pflugrath, Gary, Nm Bennie, And L.
Chen. 2007. The Impact of Codes
of Ethics and Experience on
Auditor Judgments. Managerial
Auditing Journal, Vol. 22 No. 6,
Pp. 566-589.
Podrug, N. 2011, T He Strategicrrole of
Managerial Stewardship
Behaviour for Achieving
Corporate citizenship. Economic
Pregled, Vol. 62 (7-8).
Purnamasari, Dian Indri, 2006. Pengaruh
Pengalaman Kerja Terhadap
Hubungan Partisipatif Dengan
Efektifitas Sistem Informasi.
Jurnal Riset Akuntansi Keuangan.
Purnomo, Adi, 2007. Persepsi Auditor
Tentang Pengaruh Faktor-Faktor
Keahlian Dan Independensi
Terhadap Kualitas Audit. Jurnal.
Universitas Diponegoro.
Putri. 2011. Pengaruh Pendidikan,
Pengalaman, Pelatihan Dan
Independensi Terhadap Persepsi
Tentang Kualitas Audit Oleh
Auditor Yang Bekerja Pada
Kantor Akuntan Publik (KAP) Di
Jakarta Barat. Binus University.
Jakarta.
Rakichevikj, Gabriela, Phd; Strezoska,
Jagoda, Phd; Najdeska, Katerina,
Phd. 2010. Faculty of Tourism
and Hospitality Management in
Opatija. Biennial International
Congress. Professional Ethics -
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 68
Basic Component of
Organizational Culture. Tourism
& Hospitality Industry: 1168-
1177.
Rank, J., Nelson, N.E., Allen, T.D., & Xu,
X. 2008. Leadership Predictors of
Innovation and Task
Performance: Subordinate's Self-
Esteem and Self-Presentation as
Moderators. Journal of
Occupational and Organizational
Psychology. Vol. 81.
Reuvers, M., Van Engen, M.L.,
Vinkenburg, C.J., & Wilson-
Evered, E. 2005.
Transformational Leadership and
Inoovative Work Behavior:
Exploring the Relevance of
Gender Differences. Creativity
and Innovation Management.
Vol.14, No. 2, 129-141.
Romero, Silvia. 2010. Auditor
Independence: Third Party Hiring
and Paying Auditors. Euromed
Journal of Business5.3: 298-314.
Shockley, R.A. 1981. Perceptions of
Auditor’s Independennce; An
Empirical Analysis. The
Accounting Reviews, 56, Pp. 785-
800.
Smith, David; Hall, Matthew. 2008. An
Empirical Examination of a
Three- Component Model of
Professional Commitment Among
Public Accountants. Behavioral
Research in Accounting20.1: 75-
92.
Sukriah, Ika, Dkk. 2009. Pengaruh
Pengalaman Kerja, Independensi,
Obyektivitas, Integritas Dan
Kompetensi Terhadap Kualitas
Hasil Pemeriksaan. Simposium
Nasional Akuntansi Xii.
Palembang.
Sularso, S. Dan A. Naim. 1999. A Nalisis
Pengaruh Pengalaman Akuntan
Pada Pengetahuan Dan
Penggunaan Institusi Dalam
Mendeteksi Kekeliruan. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia 2 (2):
154–172.
Susiana, Arleen Hera Wati 2007. Analisis
Pengaruh Independensi,
Mekanisme Corporate
Governance Dan Kualitas Audit
Terhadap Integritas Laporan
Keuangan. Simposium Nasional
Akuntansi 2007 Makasar.
Svanberg, Jan; Öhman, Peter. 2013.
Auditors' Time Pressure: Does
Ethical Culture Support Audit
Quality. Managerial Auditing
Journal28.7: 572-591.
Taylor, Mark H; Dezoort, F Todd; Munn,
Edward; Martha Wetterhall
Thomas. 2003. A Proposed
Framework Emphasizing Auditor
Reliability Over Auditor
Independence. Accounting
Horizons 17.3: 257-266.
Trisnaningsih. 2007. Indepedensi Auditor
Dan Komitmen Oeganisasi
Sebagai Mediasi Pengaruh
Pemahaman Good Governance,
Gaya Kepemimpinan, Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 69
Auditor. Universitas Pembangu-
nan Nasional (UPN) Jawa Timur.
Watkins, Ann. L, William Hillison And
Susan E. Morecroft. 2004. Audit
Quality: A Synthesis of Theory
and Empirical Evidence. Journal
of Accounting Literature, Vol.23,
(No.4): 153-19
Windsor, C.A. Dan N.M. Ashkanasy.
1995. The Effect of Client
Management Bargaining Power,
Moral Reasoning Development,
and Belief in A Just World on
Auditor Independence,
Accounting, Organizations and
Society
Wooten, Thomas C. 2003. Research
About Audit Quality. The CPA
Journal73.1: 48-50.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 70
PENGARUH DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DISTRIK
NAVIGASI KELAS 1 TANJUNG PRIOK JAKARTA
Endro Praponco
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen
e-mail: [email protected]
Rahmatia
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Disiplin terhadap kinerja karyawan
Pada Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Jakarta. Tujuan Penelitian ini adalah Untuk
mengetahui seberapa besar Pengaruh Disiplin terhadap kinerja karyawan Pada Distrik
Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Jakarta.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan
bagi Distrik Navigasi dalam mengelola sumber daya manusia, referensi bagi peneliti lain
yang berniat melakukan penelitian dibidang ini, dan sebagai sarana penerapan disiplin
ilmu yang diperoleh penulis
Data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Populasi adalah pegawai
Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Jakarta sebanyak 279 orang pegawai dan sampel
sebanyak 74 orang pegawai. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara
langsung kepada pihak Kantor manajemen dan penyebaran kuisioner kepada responden
sebanyak 74 sampel.
Data yang didapat diolah dengan bantuan Program SPSS versi 17.0. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi, koefisien
determinanasi dan regresi. Hasil analisa yang ditemukan bahwa terbukti terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel Disiplin terhadap Kinerja. Koefisien
korelasi (r) sebesar 0,465 artinya yang berarti variabel Disiplin mempunyai hubungan
yang positif dan sedang terhadap kinerja. Besarnya nilai R2 variabel Disiplin terhadap
kinerja = 0,216 atau 21,6 %,artinya variabel motivasi mampu menerangkan variasi
variabel kinerja sebesar 21,6 %,, dan sisanya 78,4 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar
penelitian dan nilai t hitung = 4,460 lebih tinggi dari t tabel = 1,993 maka variabel
Disiplin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja, Persamaan
regresi yang bisa dibentuk dari pengaruh antara variabel Disiplin terhadap Kinerja
sebagai berikut : Ŷ = 12,588 + 0,681 X Jika tidak ada Disiplin maka Kinerja adalah
12,588. Angka koefisien regresi 0,681 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai
variabel Disiplin (X) akan meningkatkan kinerja (nilai Y) sebesar 0,681 kali.
Kata Kunci: Disiplin kerja, Kinerja Pegawai
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 71
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu organisasi yang
mampu bekerja efektif dan efisien
tidak hanya tergantung pada modal
finansial yang besar, peralatan
teknologi yang canggih, fasilitas
yang lengkap maupun ketersedian
bahan baku yang baik, tetapi perlu
mendapat dukungan sumber daya
manusia yang bermutu dan cukup
jumlahnya. Upaya tersebut akan
berhasil baik apabila didukung oleh
sumber daya manusia yang bermutu
tinggi, berpengetahuan luas,
terampil dan bersikap mental/
berperilaku yang dapat dihandalkan.
Pengelolaan sumber daya
manusia dalam suatu organisasi
adalah penting, manusialah yang
membuat sumber daya lainnya
seperti finansial, fisik dan teknologi
dalam organisasi tersebut berman-
faat atau tidak. Agar teknologi
dalam organisasi tersebut berman-
faat maka organisasi harus
didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas, jika tidak
cita-cita ataupun tujuan organisasi
yang telah dirumuskan dengan baik
hanya tetap akan menjadi impian
indah yang tidak pernah terwujud.
Upaya meningkatkan sumber
daya manusia kini semakin terasa
dibutuhkan di setiap bidang
pembangunan. Hal ini sesuai
dengan tujuan dari pembangunan
untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Kekuatan setiap organisasi
adalah orang-orang yang ada di
dalamnya, apabila orang-orang itu
atau sumber daya manusia
diperhatikan secara tepat dengan
menghargai bakat-bakat yang
mereka miliki, mengembangkan
kemampuan mereka dan menggu-
nakan secara tepat, maka dapat
dipastikan organisasi tersebut akan
menjadi dinamis dan berkembang
pesat.
Sumber daya manusia yang
berkualitas dan profesional merupa-
kan sumber investasi yang besar
bagi sebuah organisasi/perusahaan
untuk meningkatkan produktivitas
dan kemampuannya untuk bisa
memenangkan persaingan ataupun
tuntutan yang dibutuhkan suatu
organisasi/perusahaan agar semua
tujuan yang direncanakan dapat
terealisasikan dengan baik, bahkan
dimungkinkan dapat melampaui
target yang di inginkan. Untuk itu
dibutuhkan ketentuan-ketentuan
yang mengatur seorang pegawai
agar terkendali dan terwujud team
work yang handal dan disiplin
tinggi.
Oleh sebab itu setiap
organisasi yang berminat mengem-
bangkan kemampuan para
pegawainya harus mengerti sifat
dan kemampuan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan fungsi-
fungsi yang berbeda untuk
mengembangkan kemampuan yang
dimiliki oleh seorang pegawai,
maka orang atau pegawai itu sendiri
harus berminat untuk mengembang-
kan kemampuannya, misalnya
dengan cara memimpin, meningkat-
kan disiplin dan kinerja.
Disiplin merupakan modal
utama yang amat menentukan
terhadap tingkat kinerja pegawai.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 72
Pegawai yang tingkat pegawainya
baik, maka kinerja akan baik,
sedangkan pegawai yang tingkat
disiplinnya rendah, tingkat kinerja
akan rendah pula.
Kedisiplinan merupakan
salah satu bagian dari penciptaan
pegawai yang profesional dan
bahkan bukan hanya itu saja karena
pegawai harus menjadi teladan bagi
masyarakat, maka organisasi harus
membudayakan disiplin yang tinggi
di tempat kerja masing-masing.
Bahwa perbuatan/tindakan
dengan dalih dan bentuk apapun
yang dilakukan seorang pegawai
baik secara perorangan maupun
kelompok yang melanggar
ketentuan-ketentuan hukum, norma-
norma lainnya yang berlaku dalam
kehidupan sehari-hari atau berten-
tangan dengan peraturan organisasi/
perusahaan dan disiplin dilingku-
ngan organisasi/ perusahaan, pada
hakekatnya merupakan perbuatan/
tindakan yang merusak wibawa,
martabat dan nama baik pegawai
dilingkungan organisasi/perusahaan
dimana dia bekerja yang apabila
perbuatan tersebut dibiarkan terus
menerus, dapat menimbulkan
suasana yang kurang kondusif dan
merusak tujuan dari suatu organisasi/
perusahaan. Harapan pemerintah
ingin menjadikan pegawai diling-
kungan organisasi/perusahaan
sebagai stabilisator dan dinamisator
pembangunan.
Untuk mencegah mening-
katnya pelanggaran-pelanggaran
hukum dan disiplin, baik dalam
kualitas maupun kuantitasnya
dalam lingkungan Organisasi/
Perusahaan, maka perlu adanya
usaha peningkatan penega-kan
hukum dan disiplin yang
dilaksanakan secara menyeluruh
dan terus menerus dalam bentuk
pengawasan langsung atau tindakan
administrasi berupa sanksi bagi
yang melanggar, agar semua
ketentuan yang sudah dituangkan
dalam peraturan organisasi/perusa-
haan dilingkungan dimana dia
bekerja, dapat disosialisasikan dan
diimplementasikan dengan baik.
Salah satu indikator yang
sangat penting dalam disiplin
dilingkungan organisasi/perusahaan
adalah kemandirian dan kerja keras,
yang mana kegiatan ini merupakan
kewajiban bagi seluruh pegawai
dalam meningkatkan kualitas
pegawai yang profesional.
Kemandirian yang dimaksudkan
adalah sebagai upaya pember-
dayaan disiplin pegawai yang
sangat efektif dalam meningkatkan
kemampuan seorang pegawai, baik
ketrampilan maupun kehadiran
pegawai, selain itu menjadi sarana
efektif untuk meningkatkan sains of
belonging dan responsibility
diantara para pegawai dilingkungan
organisasi/perusahaan memiliki
standar kesejahteraan yang berbeda
satu sama lainnya. Dimana hal ini
memungkinkan seorang pegawai
untuk meningkatkan kemampuan
dan keahliannnya dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian kesejahteraan
yang diterimanya merupakan hal
yang sangat penting bagi seorang
pegawai. Dengan demikian, apabila
organisasi/perusahaan menerapkan
disiplin, kesejahteraan dan motivasi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 73
kerja dengan baik maka kinerja
pegawai akan naik.
Distrik Navigasi Kelas I
Tanjung Priok merupakan Unit
Pelaksana Teknis dibidang Kenavi-
gasian dilingkungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut,
Kementerian Perhubungan yang
berada dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Perhu-
bungan Laut. Dimana tugas Distrik
Navigasi Kelas I Tanjung Priok
melaksanakan perencanaan, pengo-
perasian, pengadaan, dan pengawa-
san sarana bantu navigasi pelayaran,
telekomunikasi pelayaran, serta
kegiatan pengamatan laut, survey
hidrografi, pemantauan alur dan
perlintasan dengan menggunakan
sarana instalasi untuk kepentingan
keselamatan pelayaran. Distrik
Navigasi Kelas I Tanjung Priok
memiliki 279 pegawai, memiliki
jumlah pegawai yang tergolong
banyak dapat dijadikan salah satu
pendorong peningkatan kualitas
pelayanan masyarakat dengan
menghasilkan pegawai yang
berkualitas. Memiliki pegawai yang
berkualitas belum dapat menjamin
seseorang mempunyai kinerja yang
baik ataupun sebaliknya, seperti
pada kantor Distrik Navigasi Kelas
I Tanjung Priok.
Berdasarkan indikasi-indi-
kasi dan uraian tersebut di atas,
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh
Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai
Pada Kantor Distrik Navigasi Kelas
I Tanjung Priok”
B. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan
penelitihan di atas, maka pada
dasarnya penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh disiplin terhadap
kinerja Pegawai pada kantor Distrik
Navigasi Kelas I Tanjung Priok.
STUDI PUSTAKA
A. Pengertian Disiplin.
Dalam kaitannya dengan
pekerjaan, J. Ravianto (1985:107)
mengemukakan pendapat bahwa
disiplin tenaga kerja adalah
“Ketaatan melaksanakan aturan-
aturan yang diwajibkan atau
diharapkan oleh perusahaan agar
setiap tenaga kerja dapat melak-
sanakan pekerjaannya secara tertib
dan lancar”.
Secara sederhana Suprapto
(1996:3) mengartikan disiplin sebagai
”Tingkah laku atau sikap yang
menggambarkan kepatuhan pada
suatu aturan atau ketentuan”.
Lebih lanjut A.A. Prabu
Mangkunegara (2001:129) menjelas-
kan bahwa didalam organisasi
terdapat dua jenis disiplin yaitu :
1. Disiplin preventif, adalah suatu
upaya untuk menggerakkan
pegawai agar mengikuti dan
mematuhi pedoman kerja, aturan-
aturan yang telah digariskan oleh
perusahaan/organisasi. Tujuan
dasarnya adalah untuk mengge-
rakkan pegawai untuk berdisiplin
diri. Dengan cara ini pegawai
dapat memelihara dirinya terhadap
peraturan- peraturan perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 74
2. Disiplin korektif, adalah suatu
upaya menggerakkan pegawai
dalam menyatukan suatu peratu-
ran dan mengarahkan untuk tetap
mematuhi peraturan sesuai dengan
pedoman yang berlaku dalam
organisasi. Pada disiplin korektif,
karyawan yang melanggar disiplin
perlu diberikan sanksi sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Tujuan pemberian sanksi adalah
untuk memperbaiki pegawai yang
melakukan pelanggaran, memeli-
hara peraturan yang berlaku dan
mendidik karyawan.
Disiplin tidak semata-mata untuk
menerapkan aturan kaku yang
ditetapkan dan disepakati, tetapi
adalah suatu yang diperlukan guna
mendukung keteraturan organisasi
untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini
Anwar (2000 : 131) menyebutkan
disiplin yang ditetapkan bertujuan
untuk :
1. Disiplin kerja harus dapat diterima
dan dipahami oleh semua
pegawai.
2. Disiplin bukanlah suatu hukuman,
tetapi merupakan pembentukan
perilaku.
3. Disiplin ditujukan untuk
perubahan perilaku yang lebih
baik.
4. Disiplin pegawai bertujuan agar
pegawai bertanggung jawab
terhadap perbuatannya.
Dalam konsep disiplin ini,
Siagian (1994 : 102) mengemukakan
bahwa mematuhi disiplin organisasi,
merupakan salah satu persyaratan
yang mutlak ditaati oleh semua
pegawai. Kepatuhan pada disiplin
organisasi menyangkut berbagai segi
seperti kehadiran tepat waktu
ditempat tugas, tidak menolak
perintah yang diberikan, bekerja
keras dalam dalam menyelesaikan
pekerjaan, berjiwa loyalitas kepada
atasan, dan penyelesaian tugas.
Sedangkan Winardi (1998:194)
menyebutkan bahwa “disiplin
terkandung dalam penerimaan
ketentuan-ketentuan tentang kelakuan
tersebut secara sukarela, dalam hal
mentaati standar-standar serta
peraturan-peraturan yang ditetapkan
untuk kepentingan semua pihak”.
Dengan demikian, disiplin itu
adalah suatu bentuk ketaatan kepada
aturan-aturan baik aturan tertulis
maupun yang tidak tertulis.
Sehubungan dengan kepentingan
penelitian ini maka yang menjadi
indikator kedisiplinan adalah (1)
tepat waktu, (2) ketaatan dan patuh
terhadap instruksi/perintah atasan, (3)
bekerja berdasarkan aturan yang
berlaku.
Berdasarkan pengertian diatas
penulis berpendapat bahwa disiplin
adalah kerelaan/ketaatan untuk
mematuhi dan mentaati segala
norma-norma peraturan yang berlaku.
Arti disiplin kalau dilihat dikamus,
akan ditemukan banyak definisi.
Pengertian ekstrem tentang disiplin
berarti memaksa orang lain untuk
patuh, hal ini yang biasa dipahami
orang kata ini menimbulkan
gambaran yang amat keras, bayangan
tentang hukuman, pembalasan dan
bahkan kesakitan. Pada sisi lain
disiplin mengacu pada usaha
membantu orang melalui pengajaran
dan pelatihan. Peran kepemimpinan
dalam penegakkan disiplin,
pemimpin mempunyai peran dalam
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 75
penegakkan disiplin karena pimpinan
sebagai orang yang berpengaruh
dalam organisasi tentunya akan
banyak diteladani oleh pegawainya.
Keteladanan pimpinan maksudnya
bahwa dalam lingkungan perusahaan,
semua karyawan/pegawai akan selalu
memperhatikan, bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya
dan bagaimana ia dapat mengend-
alikan dirinya dari ucapan, perbuatan
dan sikap yang merugikan aturan
disiplin yang sudah ditetapkan.
Peran keteladanan pimpinan
amat besar dalam organisasi/
perusahaan bahkan sangat dominan
dibandingkan dengan semua faktor
yang mempengaruhi tegaknya
disiplin dalam perusahaan itu karena
pimpinan dalam suatu organisasi/
perusahaan masih menjadi panutan
para karyawan/pegawai, terlebih
budaya kita yang bersifat melihat
kepada pimpinan yang diatas, oleh
sebab itu bila seorang pimpinan
menginginkan tegaknya disiplin
dalam organisasi/perusahaan maka ia
harus lebih dahulu mempraktek-
kannya dan mempeloporinya, untuk
diikuti oleh bawahannya.
Disiplin dapat ditegakkan, bila
disamping aturan tertulis juga ada
sanksi. Sanksi ini tidak hanya tertulis
diatas kertas tapi juga benar-benar
dilaksanakan. Bila seorang karyawan/
pegawai melanggar disiplin maka
perlu keberanian pimpinan untuk
mengambil tindakan yang sesuai
dengan tingkat pelanggaran yang
dibuatnya. Dengan adanya tindakan
terhadap pelanggaran disiplin sesuai
dengan sanksi yang ada, maka semua
karyawan akan merasa terlindungi
dan tidak sembrono dalam bertingkah
laku.
Namun bila pimpinan tidak
berani mengambil tindakan,
walaupun sudah jelas bahwa
karyawan/pegawai tersebut
melanggar disiplin tetapi tidak
ditegur/dihukum, maka akan
berpengaruh pada suasana kerja
dalam perusahaan/organisasi,
karyawan lain akan mengikuti
melakukan tindakan pelanggaran,
untuk apa berdisiplin sedang orang
yang melanggar disiplin saja tidak
pernah dikenakan sanksi. Hal ini
akan menimbulkan kemerosotan
disiplin dalam perusahaan/organisasi,
orang yang sudah berdisiplin akan
tergiur pula untuk tidak berdisiplin,
suasana kerja tidak bergairah dan
bersemangat, produktivitas merosot
tidak terciptanya rasa solidaritas
diantara para karyawan/pegawai dan
wibawa pemimpin akan merosot
dimata karyawan/pegawai.
Ketidakberanian pimpinan
mengambil tindakan terhadap
karyawan yang melakukan
pelanggaran disiplin dikarenakan
pimpinan tidak dapat memberikan
teladan dalam menegakkan disiplin,
pimpinan tidak mempunyai wibawa
dimata bawahan, pimpinan merasa
takut/tidak percaya diri, pilih
kasih/tidak obyektif dan pimpinan
tidak mengerti apa akibat kelemahan
dalam mengambil tindakan.
Dalam setiap kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan/organisasi
perlu ada pengawasan yang akan
mengarahkan para karyawan/pegawai
agar dapat melaksanakan pekerjaan
tepat sesuai dengan apa yang
ditetapkan, namun hal ini harus ada
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 76
aturan yang mengikat para
karyawan/pegawai, karena para
karyawan/pegawai cenderung ingin
bebas dari segala aturan, maka perlu
adanya pengawasan dalam artian
pengawasan yang berfungsi sebagai
pendidik dan mengarah terhadap
proses pelaksanaan. Dengan adanya
hal tersebut maka para karyawan/
pegawai akan terbiasa melakukan
disiplin kerja.
Orang yang paling tepat untuk
melakukan pengawasan terhadap
disiplin tentulah atasan langsung para
karyawan/pegawai yang bersangkutan.
Pengawasan yang dilaksanakan
atasan langsung ini sering disebut
dengan (waskat) pengawasan melekat
yaitu pengawasan yang melekat
dengan tugas dan jabatan atasan itu
sendiri.
Pada dasarnya disiplin itu
dapat diterapkan didalam organisasi,
sesungguhnya bermuara pada sisi
mentalitas bagaimana tanggung
jawab atau jiwa kepemimpinan dalam
diri pegawai sendiri, bukan karena
atasan, sanksi atau manajemen dan
kelembagaan.
Dari pendapat para ahli seperti
dikemukakan diatas dapat disimpul-
kan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Faktor dari dalam diri individu itu
sendiri yang berisi moral atau
semangat kerja para pegawai dan
kesadaran pegawai akan penting-
nya disiplin.
2. Faktor dari luar yaitu kepemim-
pinan, peraturan yang ada dan
lingkungan kerja.
Disiplin yang dilakukan
secara benar tidak hanya memper-
baiki perilaku pegawai tetapi juga
meminimalisir tindak disiplin dimasa
yang akan datang melalui hubungan
yang positif antara atasan dan
bawahan. Apabila disiplin yang
diberlakukan secara tidak tepat dapat
mengundang beragam masalah
seperti moral kerja rendah, kemara-
han dan kemauan buruk diantara
atasan dan bawahan. Dalam kondisi
seperti ini, setiap perbaikan perilaku
pegawai hanya akan berlangsung
singkat dan atasan harus dapat
mendisiplinkan kembali pegawai
dalam kurun waktu yang tidak begitu
lama. Pegawai yang disiplin berarti
pegawai yang mampu mematuhi
semua peraturan yang berlaku
dikantor atau perusahaannya dalam
bentuk ketaatan dan tanggung jawab.
Pendapat-pendapat tersebut
diatas dapatlah dinyatakan bahwa
disiplin merupakan faktor pengikut
dan integrasi, yaitu suatu kesadaran
mental yang mengikat semua anggota
organisasi untuk bekerja dan bersikap
sesuai peraturan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu,
didalamnya juga terkandung sanksi
apabila terjadi pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan tersebut.
Disiplin merupakan suatu
usaha yang harus dilakukan oleh
manajemen tenaga kerja pada semua
tingkatan organisasi untuk menjaga
kontinuitas atau kelangsungan
organisasi.
Disiplin kerja adalah
kemampuan untuk menguasai diri
dan melaksanakan norma-norma
yang berlaku dalam kehidupan
bersama didalam sebuah organisasi.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 77
Disiplin kerja yang terus menerus
dilakukan oleh manajemen pada
suatu saat diharapkan para tenaga
kerja/pegawai tersebut tidak melaku-
kan pelanggaran disiplin semata
hanya karena adanya sanksi yang
merupakan ganjaran atas tindakan
tersebut, tetapi diharapkan para
pegawai berdisiplin karena adanya
kesadaran dari diri sendiri.
Dari berbagai pendapat
tersebut di atas dapat penulis
simpulkan bahwa disiplin adalah
upaya menjaga keseimbangan dan
kelangsungan organisasi dengan
menjalankan peraturan-peraturan
disiplin yang mengikat semua
pegawai serta menumbuhkan
kebiasaan/budaya disiplin dalam
kehidupan berorganisasi.
Atas dasar penelitian
tersebut diatas, ada beberapa indi-
kator disiplin Pegawai, diantaranya :
1. Tepat Waktu
Yaitu kelangsungan suatu
proses maksudnya adalah
waktu sama dengan ruang
kesempatan. Tepat waktu yang
berhubungan dengan aktifitas
kita sehari-hari : Tepat waktu
apel pagi, tepat waktu istirahat,
tepat waktu pulang kerja.
2. Tidak Menolak Perintah
Didalam Organisasi Pegawai
diwajiban mentaati peraturan
yang sudah ditetapkan
oeh Pimpinan.
3. Bekerja Keras
Suatu sikap yang penuh
dengan motivasi untuk menda-
patkan apa yang di cita-
citakan. Dengan bekerja keras
manusia telah melakukan suatu
kewajiban.
4. Loyalitas
Kesetiaan terhadap sesuatu
dengan rasa cinta sehingga
dengan loyalitas yang tinggi
seseorang merasa tidak perlu
mendapatkan imbalan dalam
melakukan sesuatu untuk
orang lain atau Perusahaan.
5. Penyelesain Tugas
Pekerjaan yang telah
dibebankan pada kita dalam
keadaan apapun harus segera
di selesaikan.
Kualitas kerja suatu organisasi
banyak ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusia yang berada di
dalam organisasi tersebut. Organisasi
dengan tingkat produktivitas tinggi
didukung oleh sumber-sumber daya
yang baik yaitu antara lain manusia,
uang, material (bahan), metode,
mesin dan market yang juga disebut
sebagai alat-alat manajerial Manullang
(1992:17).
B. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Berbagai pengertian tentang
kinerja atau prestasi kerja diantaranya
adalah menurut Kamus The New
Webster Dictionary, menjabarkan
pengertian kinerja yang diterje-
mahkan dengan 3 (tiga) arti yaitu :
“Prestasi“, “Pertunjukan “, dan
“Pelaksanaan Tugas“
Mohamad As‟ad ( 1991:47 )
dalam bukunya diantaranya adalah
menurut Porter dan Lawler, menyata-
kan bahwa kinerja adalah “successful
role achievement“ yang diperoleh
seseorang dari perbuatannya. Kinerja
atau “performance“ diterjemahkan
sebagai suatu prestasi kerja,
pencapaian kerja atau hasil kerja yang
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 78
merupakan hasil yang dicapai oleh
seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan.
Mangkunegara (2000:67) menya-
takan kinerja adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksa-
nakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja pada dasarnya berhubu-
ngan erat dengan pemenuhan sasaran
individu dan akan memberikan
sumbangan kepada sasaran organisasi,
karena itu menjadi tugas penting bagi
pihak manajemen untuk merumuskan
unjuk terlebih dahulu., yaitu dengan
menentukan hasil apa yang diharapkan
dari perilaku pegawai yang diarahkan
untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi.
Hubungan perilaku prestasi kerja
meliputi berbagai tindakan seperti
pengidentifikasian masalah peren-
canaan, pengorganisasian dan
pengendalian pekerjaan pegawai serta
menciptakan iklim motivasi bagi
pegawai. Dan pihak manajemen harus
memusatkan perhatian pada perilaku
yang berhubungan dengan unjuk kerja
dan berusaha mencari cara untuk
mencapai prestasi yang optimal.
Kinerja pergawai tergantung pada
kemampuan usaha kerja dan prestasi
optimal yang tergantung pada
kemampuan, usaha kerja dan
kesempatan kerja yang dapat dinilai
dari outputnya. Perhatian terhadap
masalah kinerja adalah berkaitan
dengan hal-hal mengenai :
a. Keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki pegawai untuk melaksa-
nakan pekerjaan.
b. Sumber-sumber yang dibutuhkan
pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan.
c. Kesadaran para pegawai akan
masalah prestasi.
d. Kapan masalah prestasi akan
terjadi.
e. Reaksi pegawai atas masalah
prestasi
f. Tindakan yang diperlukan untuk
menanggulangi masalah prestasi
2. Faktor-faktor yang mempenga-
ruhi kinerja
Menurut T.R Mitchell seperti
dikutip oleh Sedarmayanti (2001:83)
disampaikan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah motivasi
(Motivation) dan kemampuan (Ability)
yang keduanya tidak dapat dipisahkan
dan saling mempengaruhi, karena
motivasi tanpa kemampuan sudah tentu
tidak akan menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi. Demikian pula
sebaliknya kemampuan tanpa motivasi
maka yang bersangkutan tidak akan
menghasilkan produk. Dengan
demikian, maka upaya untuk mening-
katkan kinerja perlu melakukan
kegiatan sumber daya manusia yang
terkait dalam peningkatan dan
kemampuan pegawai.
Menurut Mangkunegara
(2000:67), mengemukakan bahwa
terdapat 2 (dua) faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu :
kemampuan (Ability) dan motivasi
(Motivasion). Faktor kemampuan
terdiri dari kemampuan potensi ( IQ )
dan kemampuan riil (Knowledge and
skill), artinya seseorang yang memiliki
IQ tinggi dan kemampuan pendidikan
yang memadai serta ketrampilan dalam
melaksanakan tugasnya, maka ia akan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 79
lebih mudah mencapai hasil kerja yang
diharapkan.
Menurut Prawirosentono (1999:2),
mengemukakan bahwa “Kinerja adalah
hasil kerja yang diciptakan oleh
seseorang atau kelompok orang dalam
suatu perusahaan, sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawabnya
masing-masing dalam rangka upaya
mencapai tujuan perusahaan/organisasi
yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hokum dan sesuai dengan
moral dan etika“.
Sesuai dengan uraian diatas, dapat
diambil suatu kesimpulan dimana
kinerja adalah hasil kerja yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaannya yang terukur
atau perbandingan antara output yang
dapat dilihat dari hasil dan
produktifnya. Kinerja pegawai adalah
hasil yang diciptakan pegawai untuk
organisasi berdasarkan pengetahuan
dan kemampuan yang dimiliki sesuai
dengan wewenang dan tanggungjawab
serta motivasi kerja yang dimiliki.
Ukuran dimensi kinerja
merupakan sudut pandang atau cara
pandang seseorang terhadap penilaian
pekerjaan, sehingga tolak ukur dalam
penilaian kinerja akan berorientasi
pada aspek-aspek tersebut karena
dianggap sebagai unsur-unsur yang
dominan dalam kinerja.
Menurut T.R. Mitchell seperti
yang dikutip oleh Sedarmayanti
(2001:51), penilaian kinerja seseorang
akan dilihat dan dinilai dari berbagai
aspek yang meliputi :
a) Kualitas kerja (Quality of work),
merupakan suatu ukuran pekerjaan
yang menyangkut mutu atau nilai
dari hasil akhir suatu pekerjaan
yang dicapai.
b) Ketangkasan (Promptness) atau
ketanggap segeraan merupakan
suatu ukuran bagaimana seseorang
melakukan pekerjaan tersebut.
c) Prakarsa (Initiative), merupakan
ukuran kreatifitas dan
pengembangan lanjut dari
seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya.
d) Kemampuan (Capability),
merupakan ukuran kecakapan,
pengetahuan dan keahlian
seseorang dalam melakukan
pekerjaan.
e) Komunikasi (Communication),
merupakan ukuran seseorang dalam
bekerjasama dengan unsure yang
terkait dengan penyelesaian
pekerjaannya.
Sistem penilaian kinerja menjadi pusat
perhatian dalam pengelolaan sumber
daya manusia dan tidak dapat
dihindarkan lagi kepentingannya,
karena banyak memberikan manfaat
bagi pihak perusahaan/organisasi
maupun pegawai, antara lain :
1) Menjadi umpan balik tentang
prestasi kerja, yang berguna bagi
pegawai untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahannya
dengan tujuan pengembangan diri
lebih lanjut.
2) Sebagai dasar pengambilan
keputusan bagi
perusahaan/organisasi tentang
promosi, mutasi, program
training, PHK dan sebagainya.
Menurut T.R Mitchell seperti dikutip
oleh Sedarmayanti (2001:83)
disampaikan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah motivasi
(Motivation) dan kemampuan (Ability)
yang keduanya tidak dapat dipisahkan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 80
dan saling mempengaruhi, karena
motivasi tanpa kemampuan sudah tentu
tidak akan menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi. Demikian pula
sebaliknya kemampuan tanpa motivasi
maka yang bersangkutan tidak akan
menghasilkan produk. Dengan
demikian, maka upaya untuk
meningkatkan kinerja perlu melakukan
kegiatan sumber daya manusia yang
terkait dalam peningkatan dan
kemampuan pegawai
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi
Tempat penelitian atau
lokasi yang penulis lakukan
yaitu pada Kantor Distrik
Navigasi Kelas I Tanjung Priok
Jakarta Utara.
B. Teknik Penentuan Sampel.
Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah semua
Pegawai Distrik Navigasi Kelas I
Tanjung Priok dengan jumlah
populasi sebanyak 279 Pegawai.
Sampel penelitian ini
menggunakan teknik acak
sederhana yang proporsional
(Proportionate Stratified Random
Sampling) dimana sample yang
diambil telah ditentukan
sebelumnya secara proporsional.
Untuk mencari sample digunakan
rumus Slovin dan dari hasil
perhitungan didapat sample
sebanyak 74 orang dari 279
Pegawai Distrik Navigasi Kelas I
Tanjung Priok.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data dalam
penelitian ini adalah Pegawai
Distrik Navigasi Kelas I Tanjung
Priok yang merupakan sumber
primer. Dimana sumber primer
adalah sumber yang langsung
memberikan data kepada penulis
(pengumpul data), teknik
pengumpulan data yang diguna-
kan adalah dengan menjawab
kuesioner yang diajukan peneliti.
Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk
dijawab. Data yang diperoleh dari
informasi-informasi yang disedia-
kan oleh unit atau lembaga-
lembaga yang ada.
D. Teknik Pengolahan dan Analisis
Data
Untuk memudahkan penilaian
peneliti terhadap data yang
terkumpul, maka penulis
menggunakan metode pengolahan
data secara kuantitatif, dari
kondisi setiap gejala yang diamati.
Untuk mengetahui keterkaitan
antara Disiplin Kerja dan
implikasinya terhadap kinerja
Pegawai Distrik Navigasi Kelas I
Tanjung Priok, maka diperlukan
teknik analisis data. Teknik
analisis data yang digunakan
adalah koefisien korelasi, yaitu
untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh disiplin dan
implikasinya terhadap kinerja
Pegawai Distrik Navigasi Kelas I
Tanjung Priok, dan regresi
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 81
sederhana untuk mengetahui
seberapa jauh nilai variabel
dependen bila nilai independen
dirubah. Melalui pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan
rumus koefisien korelasi dan
regresi sederhana dalam
menganalisis data, maka dapat
diuraikan masalah dalam
penelitian berdasarkan data dan
fakta yang sesuai dengan
kecenderungan responden sebagai
sumber informasi. Setelah
diketahui nilai r dan nilai regresi
maka dihitung Koefisien Penentu
(KP) untuk mengetahui besarnya
variabel x terhadap variabel y
Dari hasil perhitungan
koefisien korelasi ini selanjutnya
dilakukan pengujian hipotesis
dengan menggunakan uji t dengan
derajat bebas n-2 pada taraf nyata
sebesar 5%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisi Korelasi dan Regresi
1. Uji Korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan
analisis kuantitatif dengan
bantuan komputer melalui
program SPSSversi 17 dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Korelasi Variabel Disiplin (X)
secara Parsial Terhadap Variabel Kinerja (Y)
Kinerja Disiplin
Kinerja
Pearson Correlation 1 ,465**
Sig. (2-tailed) ,000
N 74 74
Disiplin
Pearson Correlation ,465**
1
Sig. (2-tailed) ,000
N 74 74
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Hasil pengolahan SPSS
Analisis pada tingkat
kesalahan 5%, menunjukkan
koefisien korelasi (R) = 0,465
yang berarti Disiplin mempu-
nyai hubungan yang positif dan
sedang terhadap kinerja.
Signifikansi antara variabel
Disiplin terhadap kinerja
sebesar 0,000 menunjukkan
probabilitas lebih kecil dari 0,05.
Dengan demikian terbukti
bahwa Disiplin mempunyai
hubungan yang positif dan
sedang terhadap kinerja.
2. Uji Regresi
1) Koefisien determinasi
Berdasarkan hasil perhitu-
ngan analisis kuantitatif dengan
bantuan komputer melalui
program SPSSversi 17 dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 82
Tabel 2. Koefisien Determinasi Variabel Disiplin (X)
terhadap Variabel Kinerja (Y)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,465a ,216 ,206 2,38386
a. Predictors: (Constant), Disiplin
Dalam uji regresi ini
untuk mengetahui besarnya
kemampuan variabel bebas
dalam menerangkan variasi
variabel tidak bebasnya, dapat
dilihat dari nilai koefisien
determinasi/R2. Besarnya nilai
R2
variabel Disiplin terhadap
kinerja = 0,216 atau 21,6 %,
artinya variabel Disiplin mampu
menerangkan variasi variabel
kinerja sebesar 21,6 %, % dan
sisanya 78,4 % dipengaruhi oleh
faktor lain di luar model.
2) Persamaan Regresi dan Uji
Hipotesis.
Berdasarkan hasil perhitu-
ngan analisis kuantitatif dengan
bantuan komputer melalui
program SPSSversi 17 dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 3. t hitung dan Signifikansi Variabel Disiplin (X)
dengan Variabel Kinerja (Y)
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 113,057 1 113,057 19,895 ,000b
Residual 409,160 72 5,683
Total 522,216 73
a. Dependent Variable: Kinerja
b. Predictors: (Constant), Disiplin
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 12,586 6,897 1,825 ,072
Disiplin ,681 ,153 ,465 4,460 ,000
a. Dependent Variable: Kinerja
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 83
Persamaan regresi yang bisa
dibentuk dari pengaruh antara
variabel Disiplin secara analistis
terhadap variabel kinerja adalah
sebagai berikut :
Ŷ = 12,588 + 0,681 X Angka koefisien regresi 0,681
menyatakan bahwa setiap
penambahan satu nilai variabel
Disiplin (X) akan meningkatkan
kinerja (nilai Y) sebesar 0,681
kali.
Melalui Uji-t, yaitu untuk
menguji besarnya pengaruh variabel
bebas, yaitu variabel Disiplin
terhadap variabel terikat yaitu
kinerja. Pengujian ini dilakukan
dengan membandingkan antara α
(alpha) pada tingkat signifikan
untuk tes dua sisi 5%. Uji t
menghasilkan t hitung = 4,460 lebih
besar dari ttable = 1,993 yang berarti
bahwa variabel Disiplin berpenga-
ruh signifikan terhadap variabel
kinerja.
KESIMPULAN
Terbukti terdapat pengaruh variabel
Disiplin terhadap Kinerja sebesar 0,653
artinya memberikan pengaruh terhadap
kinerja sebesar 21,6 %, artinya variabel
Disiplin mampu menerangkan variasi
variabel kinerja sebesar 21,6 %, dan
sisanya 78,4 % dipengaruhi oleh faktor
lain di luar penelitian dan nilai t hitung =
4,460 lebih tinggi dari t tabel = 1,993
maka variabel Disiplin mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
variabel kinerja. Sedangkan hasil analisis
koefisien korelasi mengenai hubungan
variabel Disiplin terhadap kinerja
diperoleh nilai 0,465 dengan taraf
signifikan 0,000 yang berarti variabel
Disiplin mempunyai hubungan yang
positif dan sedang terhadap kinerja.
Persamaan regresi yang bisa dibentuk dari
pengaruh antara variabel Disiplin sebagai
berikut :Ŷ = 12,588 + 0,681 X . Angka
koefisien regresi 0,681 menyatakan
bahwa setiap penambahan satu nilai
variabel Disiplin (X) akan meningkatkan
kinerja (nilai Y) sebesar 0,681 kali.
.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 84
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahmat Fathoni, (2006),
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Cetakan I, Rineka Cipta,
Jakarta
Buchari Zaitun (2001), Manajemen
Sumber Daya Manusia, Jakarta,
Toko Gunung Agung.
Burhan Nurgiantoro, Gunawan dan
Marzuki, (2002) Statistik Terapan
Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu
Sosial, Gajah Mada, Univercity
Press, Cetakan Kedua (Revisi).
Dessler Garry, (2004) Manajemen Sumber
Daya Manusia, edisi kesembilan,
Jilid I, PT Index, Kelompok
Gramedia.
Gouzali Saydam, (1997), Kamus Istilah
Kepegawaian, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta
Gouzali Saydam (2000), Manajemen
Sumber Daya Manusia, Jakarta,
Toko Gunung Agung.
Hadari Nawawi (1995) Metode Penelitian
Bidang Sosial, Yokya, UGM
Press.
J. Ravianto (1985), Produktivitas dan
Manusia Indonesia, Jakarta,
Lembaga Sarana Informasi Usaha
dan Produktivitas.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996),
Jakarta, Balai Pustaka.
Liang Gie, The (1981), Efiesiensi Kerja
Bagi Pembangunan Negara,
Jogyakarta UGM Press.
Mangku Nagara, AA. Anwar Prabu
(2001), MSDM Perusahaan,
Bandung PT. Remaja Rosda
Karya Offset.
Manulang (1992), Dasar-dasar
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta, PT. Gunung
Agung.
Manulang (2004), Dasar-dasar
Manajemen, Jakarta, Ghali
Indonesia.
Prabu Mangkuneraga Anwar, (2000)
Manajemen SDM Perusahaan,
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Putti, Joseph M (1989), Memahami
Produktivitas, Jakarta, Bina Rupa
Aksara.
Simamora Herry, (2004) Manajemen
Sumber Daya Manusia, edisi III,
STIE YKPN, Yogyakarta.
Sugiyono, (2007). Metode Penelitian
Administrasi, Bandung, Alfabeta.
Suharsini Arikunto (1996), Prosedur
Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta.
Suprapto (1996), Disiplin Nasional dan
Etos Kerja di Indonesia, Jakarta,
PT. Cipta Luhur Tata Mandiri.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 85
MANAJEMEN KEUANGAN PERAN DAN FUNGSINYA
DALAM PERUSAHAAN
Djano Lastro
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
E-mail : [email protected]
Abstrak
Kehidupan dan kesuksesan perjalanan sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh
kemampuan manajemen dalam mengelola dan memanfaatkan keuangan yang dimiliki.
Manajemen keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-
fungsi keuangan tersebut meliputi begaimana memperoleh dana (raising of fund) dan
bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund) secara efektif dan efisien.
Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari
investasi pada berbagai aktiva dan dalam memilih sumber-sumber dana untuk
membelanjai aktiva tersebut.
Keberhasilan manajer keuangan daam menjalankan tugasnya diantaranya terlihat pada
semakin bertambahnya nilai jual perusahaan terutama di pasar modal, kondisi keuangan
perusahaan semakin likuid, dan dapat mensejahterakan semua pihak yang berkepentingan
dengan tujuan didirikannya perusahaan tersebut.
Kata Kunci : Manajemen Keuangan, Perusahaan.
PENDAHULUAN
Kehidupan dan kesuksesan
perjalanan sebuah perusahaan sangat
ditentukan oleh kemampuan manajemen
dalam mengelola dan memanfaatkan
keuangan yang dimiliki. Manajemen
keuangan merupakan manajemen terhadap
fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi
keuangan tersebut meliputi begaimana
memperoleh dana (raising of fund) dan
bagaimana menggunakan dana tersebut
(allocation of fund) secara efektif dan
efisien. Manajer keuangan berkepentingan
dengan penentuan jumlah aktiva yang
layak dari investasi pada berbagai aktiva
dan memilih sumber-sumber dana untuk
membelanjai aktiva tersebut.
Untuk membelanjai kebutuhan
dana tersebut, manajer keuangan dapat
memenuhinya dari sumber yang berasal
dari luar perusahaan dan dapat juga yang
berasal dari dalam perusahaan. Sumber
dari luar perusahaan berasal misalnya dari
pasar modal, yaitu pertemuan antara pihak
membutuhkan dana dan pihak yang dapat
menyediakan dana. Dana yang berasal
dari pasar modal ini dapat berbentuk
hutang (obligasi).Sumber dari dalam
perusahaan berasal dari penyisihan laba
perusahaan (laba ditahan), cadangan,
maupun depresiasi.
Setelah dana diperoleh, dana
tersebut harus digunakan untuk
membelanjai operasional perusahaan.
Dana akan tertanam pada berbagai
kekayaan riil perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 86
Perkembangan manajemen
keuangan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain kebijakan
moneter, kebijakan pajak, kondisi
ekonomi, kondisi sosial, dan kondisi
politik. Kebijakan moneter berhubungan
dengan tingkat suku bunga dan inflasi.
Khususnya inflasi mempunyai dampak
langsung terhadap manajemen keuangan
antara lain;
1. Masalah akuntasi
2. Kesulitan perencanan
3. Permintaan terhadap modal
4. Suku bunga
5. Harga obligasi menurun.
Kondisi ekonomi juga mempu-
nyai dampak langsung terhadap
manajemen keuangan antara lain masalah:
1. Persaingan internasional
2. Keuangan internasional
3. Kurs pertukaran yang berfluktuasi
4. Merger, pengambilalihan, dan
restrukturisasi
5. Inovasi keuangan dan rekayasa
keuangan.
Manajemen keuangan berhubungan
dengan tiga aktivitas (fungsi) utama:
a. Allocation of funds (aktivitas
penggunaan dana) yaitu aktivitas
untuk menginvestasikan dana pada
berbagai aktiva. Alokasi dana
berbentuk:
- Financial assets (aktiva finansial)
yaitu selembar kertas berharga
yang mempunyai nilai pasar
karena mempunyai hak mempe-
roleh penghasilan, misalnya:
saham, sertifikat deposito, atau
obligasi.
- Real assets (aktiva riil) yaitu
aktiva nyata: tanah, bangunan,
peralatan.
b. Raising of funds (aktivitas perolehan
dana) yaitu aktivitas untuk
mendapatkan sumber dana baik dari
sumber internal perusahaan maupun
sumber eksternal perusahaan,
termasuk juga politik dividen.
c. Manajemen assets (aktivitas
pengelolaan aktiva) yaitu setelah dana
diperoleh dan dialokasikan dalam
bentuk aktiva-aktiva harus dikelola se-
efisien mungkin.
TINJAUAN TEORITIS:
A. Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan secara umum
menurut para ahli sebagai berikut:
a. Liefman : usaha untuk menyedia-
kan uang dan menggunakan uang
untuk mendapat atau memperoleh
aktiva.
b. Suad Husnan : manajemen
terhadap fungsi-fungsi keuangan.
c. Grestenberg : how business are
organized to acquire funds, how
they acquire funds, how the use
them and how the prof to business
are distributed.
d. James Van Horne : segala
aktivitas yang berhubungan
dengan perolehan, pendanaan dan
pengelolaan aktiva dengan tujuan
menyeluruh.
e. Bambang Riyanto : keseluruhan
aktivitas perusahaan yang berhu-
bungan dengan usaha mendapat-
kan dana yang diperlukan dengan
biaya yang minimal dan syarat-
syarat yang paling menguntung-
kan beserta usaha untuk
menggunakan dana tersebut se-
efisien mungkin.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 87
Dalam arti yang lebih luas;
- Manajemen Keuangan adalah
aktivitas pemilik dan manajemen
perusahaan untuk memperoleh sumber
modal yang semurah-murahnya dan
menggunakannya se-efektif, se-
efisien, seproduktif mungkin untuk
menghasilkan laba.
- Manajemen keuangan dapat didefi-
nisikan dari tugas dan tanggung jawab
manajer keuangan. Meskipun tugas
dan tanggung jawabnya berlainan di
setiap perusahaan, tugas pokok
manajemen keuangan antara lain
meliputi: keputusan tentang investasi,
pembiayaan kegiatan usaha dan
pembagian dividen suatu perusahaan
(Weston dan Copeland, 1992:2)
- Manajemen Keuangan adalah suatu
kegiatan perencanaan, penganggaran,
pemeriksaan, pengelolaan, pengen-
dalian, pencarian dan penyimpanan
dana yang dimiliki oleh organisasi
atau perusahaan.
B. Fungsi Manajemen Keuangan
1. Perencanaan Keuangan
Membuat rencana pemasukan dan
pengeluaraan serta kegiatan-
kegiatan lainnya untuk periode
tertentu.
2. Penganggaran Keuangan
Tindak lanjut dari perencanaan
keuangan dengan membuat detail
pengeluaran dan pemasukan.
3. Pengelolaan Keuangan
Menggunakan dana perusahaan
untuk memaksimalkan dana yang
ada dengan berbagai cara.
4. Pencarian Keuangan
Mencari dan mengeksploitasi
sumber dana yang ada untuk
operasional kegiatan perusahaan.
5. Penyimpanan Keuangan
Mengumpulkan dana perusahaan
serta menyimpan dana tersebut
dengan aman.
6. Pengendalian Keuangan
Melakukan evaluasi serta perbai-
kan atas keuangan dan sistem
keuangan pada perusahaan.
7. Pemeriksaan Keuangan
Melakukan audit internal atas
keuangan perusahaan yang ada
agar tidak terjadi penyimpangan.
PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN
KEUANGAN DALAM PERUSAHAAN
A. Peran Manajemen Keuangan Kesuksesan suatu perusahaan
dipengaruhi oleh kemampuan
Manajer Keuangan untuk beradaptasi
terhadap perubahan, meningkatkan
dana perusahaan sehingga kebutuhan
perusahaan dapat terpenuhi, investasi
dalam aset-aset perusahaan dan
kemampuan mengelolanya secara
bijaksana. Apabila perusahaannya
dapat dikembangkan dengan baik
oleh manajer keuangan, maka pada
gilirannya kondisi perekonomian
secara keseluruhan juga menjadi
lebih baik.Jika dana-dana dapat
dialokasikan secara tepat, maka
pertumbuhan ekonomi akan menjadi
baik.
Dalam suatu perekonomian,
efisiensi alokasi sumber-sumber daya
adalah sangat penting untuk
pertumbuhan ekonomi secara
optimal.Hal ini juga penting untuk
menjamin bahwa individu-individu
dapat mencapai kepuasan tertinggi
bagi kebutuhan-kebutuhan pribadi
mereka.Jadi, melalui investasi,
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 88
pembelanjaan dan pengelolaan aset-
aset secara efisien, Manajer
Keuangan memberi sumbangan
terhadap pertumbuhan kekayaan
perusahaan dan pertumbuhan eko-
nomi secara menyeluruh.
Aktivitas perusahaan ditinjau
dari sudut manajemen keuangan
menjadi tugas manajer keuangan.
Tugasnya antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Perolehan dana dengan biaya
murah
2. Penggunaan dana secara efektif
dan efisien
3. Analisis laporan keuangan
4. Analisis lingkungan internal dan
eksternal yang berhubungan
dengan keputusan rutin dan
khusus.
Kegiatan penting lain yang harus
dilakukan manajer keuangan
menyangkut lima (5) aspek yaitu:
1. Peramalan dan perencanaan
Mengkoordinasi proses perenca-
naan yang akan membentuk
masa depan perusahaan.
2. Keputusan-keputusan investasi
dan pendanaan
Membantu menentukan tingkat
penjualan perusahaan yang opti-
mal, memutuskan aset spesifik
yang harus diperoleh, dan
memilih cara terbaik untuk
mendanai asset.
3. Koordinasi dan kontrol
Berinteraksi dengan karyawan-
karyawan lain untuk memastikan
bahwa perusahaan telah berope-
rasi seefisien mungkin.
4. Berinteraksi dengan pasar
keuangan
Berinteraksi untuk mendapatkan
atau menanamkan dana perusa-
haan.
5. Manajemen risiko
Bertanggung jawab untuk
program manajemen risiko
secara keseluruhan termasuk
mengidentifiksi risiko dan
kemudian mengelolanya secara
efisien.
Dari kelima aspek tersebut dapat
disimpulkan bahwa tugas pokok
manajer keuangan berkaitan dengan
keputusan investasi dan pembiayaan-
nya. Dalam menjalankan fungsinya,
tugas manajer keuangan berkaitan
langsung dengan keputusan pokok
perusahaan dan berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
C. Tanggung Jawab Manajer Keuangan
Tanggung jawab manajer
keuangan pada prinsipnya identik
dengan peran dan fungsi manajemen
keuangan itu sendiri. Dalam konteks
ini manajer keuangan mempunyai
tanggung jawab yang besar terhadap
apa yang telah dilakukannya. Adapun
keputusan keuangan yang menjadi
tanggung jawab manajer keuangan
dikelompokkan ke dalam tiga jenis:
1. Mengambil keputusan investasi /
pembelanjaan aktif (investment
decision)
Menyangkut masalah pemili-
han investasi yang diinginkan dari
beberapa kesempatan yang ada,
memilih satu atau lebih alternatif
investasi yang dinilai paling
menguntungkan.
· Implementasi dari allocation of
funds (aktivitas penggunaan
dana).
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 89
· Allocation of funds bisa dalam
jangka pendek dalam bentuk
working capital, berupa aktiva
lancar atau jangka panjang
dalam bentuk capital invest-
ment, berupa aktiva tetap.
· Tercermin di sisi aktiva (kiri)
sebuah neraca. Komposisi
aktiva harus ditetapkan
misalnya berapa aktiva total
yang dialokasikan untuk kas
atau persediaan, aktiva yang
secara ekonomis tidak dapat
dipertahankan harus dikurangi,
dihilangkan atau diganti.
2. Mengambil keputusan pendanaan/
pembelanjaan pasif (financing
decision)
Menyangkut masalah pemilihan
berbagai bentuk sumber dana yang
tersedia untuk melakukan investasi,
memilih satu atau lebih alternatif
pembelanjaan yang menimbulkan
biaya paling murah.
· Implementasi dari raising of funds
(aktivitas perolehan dana),
meliputi besarnya dana, jangka
waktu penggunaan, asalnya dana
serta, persyaratan-persyaratan
yang timbul karena penarikan
dana tersebut.
· Hasil financing dicision tercermin
di sebelah kanan dari neraca.
· Raising of funds bisa diperoleh
dari internal (modal sendiri)
meliputi: saham preferen, saham
biasa, laba ditahan dan cadangan,
maupun eksternal (modal asing)
jangka pendek maupun jangka
panjang. Sumber dana jangka
pendek, misalnya utang dagang
(trade payable atau open account),
utang wesel (notes payable), utang
gaji, utang pajak. Sumber dana
jangka panjang misalnya, utang
bank, dan obligasi.
3. Mengambil keputusan dividen
(dividend decision)
Menyangkut masalah penentuan
besarnya prosentase dari laba yang
akan dibayarkan sebagai dividen
tunai kepada para pemegang saham,
stabilitas pembayaran dividen,
pembagian saham dividen dan
pembelian kembali saham-saham.
· Berhubungan dengan penentuan
prosentase dari keuntungan bersih
yang akan dibayarkan sebagai
cash dividend.
· Penentuan stock dividen dan
pembelian kembali saham.
Keputusan-keputusan tersebut
harus diambil dalam kerangka tujuan
yang seharusnya dipergunakan oleh
perusahaan yaitu memaksimalkan
nilai perusahaan. Nilai perusahaan
adalah harga yang terbentuk
seandainya perusahaan dijual.
Apabila perusahaan “go public”
maka nilai perusahaan ini akan
dicerminkan oleh harga saham
perusahaan tersebut. Dengan
meningkatnya nilai perusahaan,
maka pemilik perusahaan menjadi
lebih makmur sehingga mereka
menjadi lebih senang.
Kegiatan mencari alternatif
sumber dana menimbulkan adanya
arus kas masuk, sementara kegiatan
mengalokasikan dana dan pembaya-
ran dividen menimbulkan arus kas
keluar, dalam konteks ini maka
manajemen keuangan sering disebut
manajemen aliran (arus) kas.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 90
Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan Manajemen keuangan bukan
hanya berkutat seputar pencatatan
akuntansi. Akan tetapi merupakan
bagian penting dari manajemen
program dan tidak boleh dipandang
sebagai suatu aktivitas tersendiri
yang menjadi bagian pekerjaan orang
keuangan.Manajemen keuangan
lebih merupakan pemeliharaan suatu
kendaraan. Apabila kita tidak
memberinya bahan bakar dan oli
yang bagus serta service yang teratur,
maka kendaraan tersebut tidak akan
berfungsi secara baik dan efisien.
Lebih parah lagi, kendaraan tersebut
dapat rusak ditengah jalan dan gagal
untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Dalam prakteknya, Manajemen
Keuangan adalah tindakan yang
diambil dalam rangka menjaga
kesehatan keuangan organisasi.Untuk
itu, dalam membangun sistem
manajemen keuangan yang baik
perlulah kita untuk mengidentifikasi
prinsip-prinsip manajemen keuangan
yang baik.Ada beberapa prinsip dari
manajemen keuangan yang harus
diperhatikan.
1. Konsistensi (Consistency)
Sistem dan kebijakan keuangan dari
organisasi harus konsisten dari waktu
ke waktu.Ini tidak berarti bahwa
sistem keuangan tidak boleh
disesuaikan apabila terjadi perubahan
di organisasi.Pendekatan yang tidak
konsisten terhadap manajemen
keuangan merupakan suatu tanda
bahwa terdapat manipulasidi
pengelolaan keuangan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah kewajiban
moral atau hukum, yang melekat
pada individu, kelompok atau
organisasi untuk menjelaskan
bagaimana dana, peralatan atau
kewenangan yang diberikan pihak
ketiga telah digunakan. Manajer
keuangan mempunyai kewajiban
secara operasional, moral dan hukum
untuk menjelaskan semua keputusan
dan tindakan yang telah diambil.
Organisasi harus dapat menjelaskan
bagaimana menggunakan sumber-
dayanya dan apa yang telah dicapai
sebagai pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan dan penerima
manfaat. Semua pemangku kepen-
tingan berhak untuk mengetahui
bagaimana dana dan kewenangan
digunakan.
3. Transparansi (Transparancy)
Organisasi harus terbuka berkenaan
dengan pekerjaannya, menyediakan
informasi berkaitan dengan rencana
dan aktivitasnya kepada para
pemangku kepentingan.Termasuk
didalamnya, menyiapkan laporan
keuangan yang akurat, lengkap dan
tepat waktu serta dapat dengan
mudah diakses oleh pemangku
kepentingan dan penerima
manfaat.Apabila organisasi tidak
transparan, hal ini mengindikasikan
ada sesuatu hal yang disembunyikan.
4. Kelangsungan Hidup (Viability)
Agar keuangan terjaga, pengeluaran
organisasi di tingkat stratejik maupun
operasional harus sejalan/disesuaikan
dengan dana yang diterima.
Kelangsungan hidup (viability)
merupakan suatu ukuran tingkat
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 91
keamanan dan keberlanjutan keuangan
organisasi. Manager keuangan harus
menyiapkan sebuah rencana keuangan
yang menunjukan bagaimana organi-
sasi dapat melaksanakan rencana
stratejiknya dan memenuhi kebutu-
han keuangannya.
5. Integritas (Integrity)
Dalam melaksanakan kegiatan opera-
sionalnya, individu yang terlibat
harus mempunyai integritas yang
baik. Selain itu, laporan dan catatan
keuangan juga harus dijaga
integritasnya melalui kelengkapan
dan keakuratan pencatatan keuangan.
6. Pengelolaan (Stewardship)
Organisasi harus dapat mengelola
dengan baik dana yang telah
diperoleh dan menjamin bahwa dana
tersebut digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Secara
praktek, organisasi dapat melakukan
pengelolaan keuangan dengan baik
melalui; berhati-hati dalam perenca-
naan stratejik, identifikasi resiko-
resiko keuangan dan membuat sistem
pengendalian dan sistem keuangan
yang sesuai dengan organisasi/
perusahaan.
7. Standar Akuntansi (Accounting
Standards)
Sistem akuntansi dan keuangan yang
digunakan organisasi harus sesuai
dengan prinsip dan standar akuntansi
yang berlaku umum.Hal ini berarti
bahwa setiap akuntan di seluruh
dunia dapat mengerti sistem yang
digunakan organisasi/perusahaan.
KESIMPULAN
Manajemen Keuangan adalah
aktivitas manajemen perusahaan untuk
memperoleh sumber modal yang semurah-
murahnya dan menggunakannya se-
efektif, se-efisien, mungkin untuk meng-
hasilkan laba.
Aktivitas perusahaan ditinjau dari
sudut manajemen keuangan menjadi tugas
manajer keuangan. Tugasnya antara lain:
1. Perolehan dana dengan biaya murah
2. Penggunaan dana efektif dan efisien
3. Analisis laporan keuangan
4. Analisis lingkungan internal dan
eksternal yang berhubungan dengan
keputusan rutin.
Berdasarkan tugas tersebut, manajemen
keuangan memiliki peran dan fungsi
antara lain:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan
2. Membina relasi dengan pasar modal
dan pasar uang
3. Mensejahterakan semuapihak dalam
perusahaan.
Tujuan perusahaan adalah
mencari laba dan mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Dalam kegiatan-
nya mencari laba, pemilik memberi
wewenang kepada manajemen untuk
melaksanakannya. Dalam usahanya
memperoleh laba, manajemen harus
berperilaku:
1. Memaksimumkan nilai perusahaan,
artinya manajemen harus meng-
hasilkan laba lebih besar dari biaya
modal yang digunakannya.
2. Tanggung jawab sosial, artinya dalam
mencari laba, manajemen tidak boleh
merusak lingkungan alam, sosial, dan
budaya.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 92
3. Etika, artinya manajemen dalam
mengusahakan laba harus tunduk pada
norma-norma sosial di lingkungan
mereka bekerja dan menjaga
hubungan baik dengan konsumen.
Dengan demikian tujuan pendirian
perusahaan akan dapat dicapai dengan
sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Riyanto, Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan,
Yayasan Badan Penerbitan
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2015.
Lukman Syamsuddin, Manajemen
Keuangan Perusahaan, Edisi Baru,
PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2017.
Weston, J. Fred, Financial Analysis,
Planning and Control, Financial
Executive, 2010.
http://blasterlog.blogspot.com/2009/07/7-
prinsip-manajemen-
keuangan.html
http://aindua.wordpress.com/2010/11/17/
manajemen-keuangan-
perusahaan/
http://fachrurrozyezy740.blogspot.com/20
10/11/manajemen-keuangan-
perusahaan.html
http://organisasi.org/definisi-pengertian-
manajemen-keuangan-tugas-
pokok-dan-tujuan-manajer-
keuangan-perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 93
SELUK BELUK BERBISNIS DI DUNIA MAYA
(Penjelajahan E-Bisnis dan E-Commerce)
Windarko
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen
Email: [email protected]
Abstrak
Kecanggihan Teknologi saat ini memungkinkan anda, saya, dan kita semua untuk
mendapatkan segala kemudahan. Tentu dalam hal ini aladalah kemudahan di dalam
menerapkan salah satu cabang ilmu dari Ilmu Ekonomi, yaitu Bisnis. Bisnis saat ini tidak
lagi dilakukan secara Konvensional secara tatap muka langsung. Namun bisnis bisa
dilakukan secara (online) atau bertemu di Dunia Maya tanpa harus bertatap muka secara
langsung. Kecanggihan ini didukung oleh Sistem Informasi canggih bernama E-Commerce.
Hasil dari perdagangan atau bisnis yang memanfaatkan E-Commerce ini bisa menembus
Rp. 224 Triliun.
Kata Kunci : Bisnis, E-Bisnis, E-Commerce, Internet
BISNIS
Sejatinya definisi dari bisnis ialah
adanya kegiatan yang meliputi pembelian
dan penjualan baik berupa barang atau
jasa. Yang kita kenal aktifitas ini lebih
akrab disebut dengan berdagang.
Perdagangan dilakukan dengan cara yang
sederhana. Pedagang menawrkan barang
dagangannya, pembeli memiliki
ketertarikan dan kebutuhan dengan barang
tersebut, jika harga barang tersebut telah
disepakati maka transaksi jual beli
(perdagangan) terjadi.
Di era yang sudah sangat maju ini,
kegiatan jual beli atau berbisnis tidak lagi
mengandalkan transaksi secara langsung
bertemu. Tentu Dunia Maya solusinya.
Banyak cara yang dilakukan bisa dengan
Media Sosial, Tempat Berjualan(Market
Place), atau E-Commerce.
Fenomena Berbisnis di Dunia
Maya ini sungguh membahayakan dan
menguntungkan dibeberapa sisi. Bagi
pembisnis yang mengikuti perkem-bangan
jaman ini, mereka mampu meraup
keuntungan yang jauh lebih besar dari
pembisnis yang tidak mengandalkan dunia
maya ini.
Keuntungan yang diraup pun
tidak tanggung-tanggung. Rasio perbe-
daan keuntungan tersebut bisa tanpa batas.
Sebagai ilustrasi, ada pedagang
Topi disekitar Pasar. Dia mampu menjual
Topinya dalam satu hari sebanyak 10
buah. Namun dilain sisi ada pedagang lain
yang berusaha memasarkan produk
dagangannya melalui media sosial, dan
mampu menjual lima puluh topi dalam
sehari. Bahkan bisa saja melebihi dari
lima puluh topi.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 94
E-BISNIS
Tidak ada perbedaan yang banyak
antara E-Bisnis dengan Bisnis
Konvensional pada umumnya. Hanya saja
E-Bisnis ini memanfaatkan Internet
sebagai media utamanya. Internet ini
digunakan untuk terhubung dengan Media
Sosial, Tempat Berjualan (Market Place),
atau E-Commerce.
Seperti yang diungkapkan
sebelumnhya bahwa E-Bisnis dengan
Bisnis Konvensional memiliki kesamaan.
Dimana keduanya tetap melaksanakan
proses pengadaan produk secara manual
(konvensional). Semisal topi tersebut tetap
dilakukan pengadaan dengan cara bisnis
konvensional.
KEMAJUAN E-BISNIS
Media elektronik yang menjadi
alasan dibalik pesatnya pertumbuhan E-
Bisnis ini. Pasalnya, penggunaan Media
Elektrpnik yang memiliki fasilitas
internetlah yang saat ini paling populer
digunakan oleh banyak orang, selain
merupakan hal yang bisa dikategorikan
sebagai hal yang sedang „booming‟. Perlu
digarisbawahi, dengan adanya perkem-
bangan teknologi di masa mendatang,
terbuka kemungkinan adanya penggunaan
media jaringan lain selain internet dalam
e-commerce.
Jadi pemikiran kita jangan hanya
terpaku pada penggunaan media internet
belaka. Penggunaan internet dipilih oleh
kebanyakan orang sekarang ini karena
kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh
jaringan internet, yaitu:
1. Internet sebagai jaringan publik yang
sangat besar (huge/ widespread
network), layaknya yang dimiliki
suatu jaringan publik elektronik, yaitu
murah, cepat dan kemudahan akses.
2. Menggunakan electronic data sebagai
media penyampaian pesan/data
sehingga dapat dilakukan pengiriman
dan penerimaan informasi secara
mudah dan ringkas, baik dalam bentuk
data elektronik analog maupun digital.
Sebagai informasi besarnya
transaksi yang berhasil dilakukan dengan
kegiatan berbisnis menggunakan internet
ini diprediksi mampu menembus angka
US$ 16 Miliar atau setara dengan Rp. 224
Triliun (kurs Juli 2019 + Rp. 14.000/
US$1).
Sumber:https://databoks.katadata.co.id/dat
apublish/2018/02/12/2022-penjualan-e-
commerce-indonesia-mencapai-rp-16-
miliar.
Bahkan dengan adanya metode
promosi Flash Sale atau berbelanja
dengan jangka waktu tertentu dan relative
singkat namun pembeli mendapatkan
diskon yang sangat besar hingga mencapai
90%. Kita ambil contoh sebuah Market
Place yang bernama alibaba.com. Alibaba
Group pada 11 November 2017 menggelar
acara tahunan 11.11 Global Shoping
Festival. Dalam acara Alibaba Singles
Day tersebut mampu meraih Gross
Merchandise Volume (GMV) senilai US$
25,4 miliar setara Rp 343 triliun. Angka
ini naik dari penyelenggaraan tahun
sebelumnya.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 95
Sumber:https://databoks.katadata.co.id/dat
apublish/2017/11/14/sehari-festival-
belanja-alibaba-catat-transaksi-rp-343-
triliun
Penjualan ritel e-commerce
Indonesia diperkirakan mencapai US$
8,59 miliar atau sekitar Rp 117,7 triliun
pada 2018. Jumlah tersebut, menurut data
Statista bakal meningkat menjadi US$
16,5 miliar pada 2022 atau naik hampir
dua kali lipat dari tahun ini. Sementara
pembeli digital Indonesia diperkirakan
mencapai 31,6 juta pembeli pada 2018,
dengan penetrasi sekitar 11,8% dari total
populasi. Jumlah tersebut diproyeksikan
akan meningkat menjadi 43,9 juta pembeli
pada 2022 dengan penetrasi 15,7% dari
jumlah penduduk Indonesia.Penjualan
ritel e-commerce Indonesia merupakan
yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan proyeksi Statistika,
penjualan ritel perdagangan digital
Indonesia mencapai US$ 5,29 miliar.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi
dibanding penjualan ritel e-commerce
negara ASEAN lainnya seperti Thailand
sebesar US$ 2,89 miliar, Singapura (US$
2,13 miliar), Malaysia (US$ 1,97 miliar),
dan Vietnam (US$ 1,71 miliar).
Sumber:https://databoks.katadata.co.id/dat
apublish/2018/03/27/berapa-pembeli-
digital-indonesia
Kehebatan transaksi ini tentu saja
ditopang dengan infrastruktur rantai
perdagangan yang baik. Dimana laju
pengiriman barang bisa sampai pada
konsumen dengan waktu yang relatif
akurat dengan perkiraan pengiriman
barang.
Strategi Pengiriman Logistik E-
Commerce
Pengiriman logistic e-commerce
memerlukan strategi kolaborasi antar
pengusaha agar pelayanan menjadi lebih
baik terutama untuk Indonesia yang
merupakan negara kepulauan. Berdasar-
kan hasil penelitian Ernst & Young dalam
studi Roadmap E-commerce Indonesia
yang dikases di ekonomi.bisnis.com,
bisnis e-commerce diperkirakan mening-
kat 10 kali lipat dari tahun 2015 hingga
2020 dan mencapai angka Rp1.800 triliun.
Bagi pengusaha jasa pengiriman barang.
Hal tersebut dapat menjadi potensi besar
apabila disertai dengan sistem yang kuat.
Selain itu, bisnis e-commerce
perlu memiliki strategi pemasaran yang
komprehensif. Strategi ini bertujuan untuk
pertumbuhan dari bisnis e-commerce itu
sendiri agar mampu bersaing. Hal tersebut
menjadi perhatian besar bagi pelaku usaha
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 96
e-commerce di Indonesia untuk
mengidentifikasi tujuan, visi dan misi,
mengindentifikasi target pelanggan,
rencana promosi multi-channel, dan lain
sebagainya. Multi-channel marketing
merupakan strategi yang efektif untuk
menarik audience yang lebih besar.
Potensi Penggunaan Teknologi GPS
Perkembangan teknologi saat ini
memberikan dampak hampir di semua
sektor, di mana pelaku usaha logistik pun
menggunakan teknologi terkini sebagai
penunjang kinerja. Di antaranya dengan
menggunakan jaringan satelit atau Global
Positioning System (GPS) untuk melacak
barang yang akan dikirim. Selain itu,
dengan menggunakan GPS pelaku usaha
dapat menekan pengeluaran karena dapat
mengontrol kondisi barang secara
langsung.
Keberadaan satelit GPS dapat
membantu meningkatkan keamanan secara
optimal dan mengurangi risiko, terutama
saat proses pengiriman logistik dalam
jumlah besar. Penggunaan GPS dapat
melacak secara real-time dimanapun dan
kapanpun.
E-COMMERCE
Sejak awal tulisan ini dibuat kita
sudah melihat betapa pentingnya E-
Commerce ini. Sekarang saatnya kita
bahas apa itu E-Commerce secara umum.
Electronic Commerce (Perniagaan
Elektronik), sebagai Alat dari Electronic
Business (bisnis yang dilakukan dengan
menggunakan electronic transmission),
oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba
dirumuskan definisinya. Secara umum e-
commerce dapat didefinisikan sebagai
segala bentuk transaksi perdagangan/
perniagaan barang atau jasa (trade of
goods and service) dengan menggunakan
media elektronik. Jelas, selain dari yang
telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan
perniagaan tersebut merupakan bagian
dari kegiatan bisnis. Kesimpulannya, "e-
commerce is a part of e-business".
E-commerce adalah kegiatan-
kegiatan bisnis yang menyangkut
konsumen (consumers), manufaktur
(manufactures), service providers dan
pedagang perantara (intermediaries)
dengan menggunakan jaringan-jaringan
komputer (komputer networks) yaitu
internet. Julian Ding dalam bukunya E-
commerce: Law & Practice,
mengemukakan bahwa e-commerce
sebagai suatu konsep yang tidak dapat
didefinisikan. E-commerce memiliki arti
yang berbeda bagi orang yang berbeda.
Sedangkan Onno W. Purbo dan Aang
Wahyudi yang mengutip pendapatnya
David Baum,
menyebutkan bahwa: “e-
commerce is a dynamic set of
technologies, aplications, and business
procces that link enterprises, consumers,
and communities through electronic
transaction and the electronic exchange of
goods, services, and information”. Bahwa
e-commerce merupakan suatu set dinamis
teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang
menghubungkan perusahaan, konsumen
dan komunitas melalui transaksi
elektronik dan perdagangan barang,
pelayanan dan informasi yang dilakukan
secara elektronik.
E-commerce digunakan sebagai
transaksi bisnis antara perusahaan yang
satu dengan perusahaan yang lain, antara
perusahaan dengan pelanggan (customer),
atau antara perusahaan dengan institusi
yang bergerak dalam pelayanan public.
Jika diklasifikasikan, sistem e-commerce
terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu:
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 97
Electronic Markets (EMs). EMs adalah
sebuah sarana yang menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi untuk
melakukan/menyajikan penawaran dalam
sebuah segmen pasar, sehingga pembeli
dapat membandingkan berbagai macam
harga yang ditawarkan. Dalam pengertian
lain, EMs adalah sebuah sistem informasi
antar organisasi yang menyediakan
fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan
pembeli untuk bertukar informasi tentang
harga dan produk yang ditawarkan.
Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan
adalah terlihat lebih nyata dan efisien
dalam hal waktu. Sedangkan bagi penjual,
ia dapat mendistribusikan informasi
mengenai produk dan service yang
ditawarkan dengan lebih cepat sehingga
dapat menarik pelanggan lebih banyak.
Electronic Data Interchange (EDI). EDI
adalah sarana untuk mengefisienkan
pertukaran data transaksi-transaksi reguler
yang berulang dalam jumlah besar antara
organisasi-organisasi komersial. Secara
formal EDI didefinisikan oleh
International Data Exchange Association
(IDEA) sebagai “transfer data terstruktur
dengan format standard yang telah
disetujui yang dilakukan dari satu sistem
komputer ke sistem komputer yang lain
dengan menggunakan media elektronik”.
EDI sangat luas penggunaannya, biasanya
digunakan oleh kelompok retail yang
besar ketika melakukan bisnis dagang
dengan para supplier mereka. EDI
memiliki standarisasi pengkodean
transaksi perdagangan, sehingga
organisasi komersial tersebut dapat
berkomunikasi secara langsung dari satu
sistem komputer yang satu ke sistem
komputer yang lain tanpa memerlukan
hardcopy, faktur, serta terhindar dari
penundaan, kesalahan yang tidak
disengaja dalam penanganan berkas dan
intervensi dari manusia. Keuntungan
dalam menggunakan EDI adalah waktu
pemesanan yang singkat, mengurangi
biaya, mengurangi kesalahan, memperoleh
respon yang cepat, pengiriman faktur yang
cepat dan akurat serta pembayaran dapat
dilakukan secara elektronik.
Internet Commerce. Internet commerce
adalah penggunaan internet yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi untuk
perdagangan. Kegiatan komersial ini
seperti iklan dalam penjualan produk dan
jasa. Transaksi yang dapat dilakukan di
internet antara lain pemesanan/pembelian
barang dimana barang akan dikirim
melalui pos atau sarana lain setelah uang
ditransfer ke rekening penjual.
Penggunaan internet sebagai media
pemasaran dan saluran penjualan terbukti
mempunyai keuntungan antara lain untuk
beberapa produk tertentu lebih sesuai
ditawarkan melalui internet; harga lebih
murah mengingat membuat situs di
internet lebih murah biayanya
dibandingkan dengan membuka outlet
retail di berbagai tempat; internet
merupakan media promosi perusahaan dan
produk yang paling tepat dengan harga
yang relatif lebih murah; serta pembelian
melalui internet akan diikuti dengan
layanan pengantaran barang sampai di
tempat pemesan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 98
PENUTUP
E-Bisnis memiliki kisah sendiri di
dalam kemajuannya. Tentu E-Bisnis ini
bisa membunuh Bisnis yang tidak
memanfaatkan jaringan internet tersebut.
Sudah terbukti banyak Merek-merek
Kenamaan dipaksa mundur dari Pasar.
Padahal dahulu mereka menjadi salah satu
tempat utama masyarakat Indonesia
khususnya untuk memenuhi kebutuhan
berbelanja.
Kemajuan teknologi memaksa
para Pedagang serta Pembisnis harus
berubah dan mengikuti pola perilaku
konsumen. Tidak lagi hanya
mengandalkan Pasar Fisik (Offline)
namun diperkuat dengan Pasar Digital
(Online). Pasar Digital ini membuat
pembisnis bisa untung begitu besar,
disbanding Pasar Fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Purbo, Onno W., 2000, Mengenal E-
Commerce, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta, hlm. 2.
Nuryani, 2001, E-Commerce, dalam
Berita Pajak No. 1438/Tahun
XXXIII/1 Maret 2001, hlm. 30.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish
/2017/11/14/sehari-festival-
belanja-alibaba-catat-transaksi-rp-
343-triliun.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish
/2018/02/12/2022-penjualan-e-
commerce-indonesia-mencapai-
rp-16-miliar
http://supplychainindonesia.com/new/pera
n-logistik-dalam-kemajuan-e-
commerce-indonesia/
https://databoks.katadata.co.id/datapublish
/2018/03/27/berapa-pembeli-
digital-indonesia
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 99
PENGARUH UTANG PEMERINTAH, DANA INFRASTRUKTUR,
ROA DAN DER TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN
SUBSEKTOR KONSTRUKSI DAN BANGUNAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Ferstmawaty Tondang
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen
e-mail: [email protected]
Abstract
This research aims to know the influence of government loans,infrastructure funds,ROA
,DER to stock return of sub sector of construction and building companies which listed in
Indonesia Stock Exchange, partially and simultaneously. Quantitative approach has been
used to test the hypothesis of this research and to answer its problems.
The sample of this research is 6sub sector of construction and building companies listed in
Indonesia Stock Exchange which have active stocks in 2010-2017. Documentation has been
done to gain data. The method of analysis used is multiple linear regressions. Analysis
result indicates that the government loans, infrastructure funds, ROA and DER
simultaneously have significant influence to stock return of sub sector of construction and
building companies listed in Indonesia Stock Exchange. Partially, DER significantly
influence to stock return sub sector of construction and building companiesbutgovernment
loans,infrastruktur funds and ROA insignificantly influence to stock return of the sample
companies.
Keywords : Government loans, stock return, infrastructure funds, ROA, DER, sub sector
of construction and building companies
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dari tahun 2013 sampai tahun
2017 pembangunan infrastruktur di
Indonesia dilakukan begitu gencarnya.
Dana untuk pembangunan infrastruktur ini
juga dari tahun ke tahun semakin naik
secara signifikan.
Rasio utang pemerintah terhadap
PDB, cenderung semakin besar. Semakin
besar rasio ini menggambarkan semakin
besar resiko berinvestasi, hal ini dapat
membuat investor mengurangi investasi-
nya di pasar modal sehingga membuat
harga saham perusahaan turun yang
mengakibatkan return saham turun.
Rasio dana infrastruktur terhadap
APBN semakin tahun semakin naik ,hal
ini akan berpengaruh signifikan terhadap
return saham perusahaan subsector
kontruksi dan bangunan.
ROA mencerminkan kinerja
perusahaan dalam suatu periode.Suatu
perusahaan yang memiliki ROA yang
tinggi membuat minat investor untuk
membeli saham perusahaan itu semakin
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 100
besar. Hal tersebut mengakibatkan harga
saham perusahaan naik sehingga return
saham perusahaan semakin besar.
DER yang terlalu tinggi
mempunyai dampak buruk terhadap
kinerja perusahaan, karena tingkat hutang
yang semakin tinggi berarti beban bunga
perusahaan akan semakin besar dan akan
mengurangi keuntungan, dengan demikian
penggunaan hutang dapat memberikan
pengaruh yang negatif terhadap return
saham.
Dari penjelasan di atas maka
penelitian ini mengambil judul, “Pengaruh
utang pemerintah,dana infrastruktur,
ROA, dan DER Terhadap Return Saham
Perusahaan Subsektor Konstruksi dan
Bangunan yang Terdaftar di BEI ”
B. Identifikasi dan Pembatasan
Masalah.
1. Identifikasi Masalah
a. Pergerakan rasio utang pemerin-
tah terhadap PDB tahun 2014-
tahun 2018 yang cenderung naik
dan akhirnya berpengaruh kepada
return saham.
b. Pergerakan rasio jumlah dana
infrastruktur terhadap APBN
tahun 2014-2018 semakin besar
yang akhirnya berpengaruh kepada
return saham.
c. Pergerakan rata-rata ROA subsektor
konstruksi dan bangunan dari
tahun 2014-tahun 2018 cenderung
berfluktuasi yang akhirnya berpe-
ngaruh kepada return saham.
d. Pergerakan rata-rata DER sub
sektor konstruksi dan bangunan
dari tahun 2014-tahun 2018
cenderung berfluktuasi yang
akhirnya berpengaruh kepada
return saham.
2. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini
dibatasi agar penelitian lebih terarah dan
mudah dipahami:
a. Perusahaan yang diteliti adalah
perusahaan subsektor konstruksi dan
bangunan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
b. Data yang digunakan untuk penelitian
adalah data tahun 2013-2017.
c. Variabel independen yang digunakan
adalah rasio utang pemerintah terha-
dap PDB,rasio dana infrastruktur
terhadap APBN, ROA, dan DER.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah rasio utang pemerintah
terhadap PDB,rasio dana infra-
struktur terhadap APBN, ROA,
dan DER. secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
return saham perusahaan sub
sektor konstruksi dan bangunan?
2. Apakah utang pemerintah terha-
dap PDB mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap return
saham perusahaan sub sektor
konstruksi dan bangunan?
3. Apakah jumlah dana infrastruktur
mempunyai pengaruh siknifikan
terhadap return saham perusa-
haan?
4. Apakah ROA mempunyai penga-
ruh yang signifikan terhadap
return saham perusahaan sub
sektor konstruksi dan bangunan?
5. Apakah DER mempunyai penga-
ruh yang signifikan terhadap
return saham perusahaan sub
sektor konstruksi dan bangunan?
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 101
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini, maka
tujuan penelitian dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui apakah rasio
utang pemerintah terhadap PDB,
rasio dana infrastruktur terhadap
APBN, ROA, dan DER. secara
simultan berpengaruh signifikan
terhadap return saham perusahaan
subsektor konstruksi dan bangunan.
b. Untuk mengetahui apakah rasio
utang pemerintah terhadap PDB
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap return saham
perusahaan subsektor konstruksi
dan bangunan.
c. Untuk mengetahui apakah rasio
dana infrastruktur terhadap APBN
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap return saham
perusahaan subsektor konstruksi
dan bangunan.
d. Untuk mengetahui apakah ROA
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap return saham
perusahaan subsektor konstruksi
dan bangunan.
e. Untuk mengetahui apakah DER
mempunyai pengaruh yang signi-
fikan terhadap return saham
perusahaan subsektor konstruksi
dan bangunan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
a. Investor dan calon investor
Hasil penelitian ini dimanfaatkan
untuk memberikan gambaran bila
akan memasuki pasar modal serta
sebagai bahan pertimbangan dan
pemikiran dalam melakukan
investasi di pasar modal.
b. Bagi ilmu pengetahuan dan
penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah informasi dan
wawasan di bidang investasi dan
pasar modal, dan sebagai salah satu
referensi bagi penelitian selanjut-
nya.
c. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan berguna
untuk menambah wawasan, penge-
tahuan mengenai pasar modal,
investasi saham, return saham.
Pengaruh rasio utang pemerintah terhadap
PDB
Semakin besar rasio utang pemerintah
terhadap PDB, maka semakin besar resiko
yang dihadapi, hal ini cenderung membuat
investor mengurangi investasinya,
sehingga harga saham perusahaan
semakin turun yang mengakibatkan return
saham perusahaan semakin turun.
H1 : Diduga rasio utang pemerintah
terhadap PDB mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
return saham perusahaan subsektor
konstruksi dan bangunan.
Pengaruh rasio dana infrastruktur
terhadap APBN
Semakin besar dana untuk
pembangunan infrastruktur maka
diharapkan akan meningkatkan pereko-
nomian suatu negara ,hal ini dapat
tergambar dalam return saham perusa-
haan.
H2 : Diduga rasio dana infrastruktur
terhadap APBN mempunyai
pengaruh signifikan terhadap return
saham perusahaan subsektor
kontruksi dan bangunan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 102
Pengaruh Return On Asset (ROA)
Semakin besar kemampuan
perusahaan menaikkan laba bersih dari
total asset yang digunakan maka investor
cenderung semakin tertarik untuk
membeli saham perusahaan tersebut
sehingga return saham perusahaan
semakin besar.
H3 : Diduga ROA mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap return
saham perusahaan subsektor
konstruksi dan bangunan.
Pengaruh debt equity ratio terhadap
return saham.
Semakin besar utang yang
digunakan di dalam operasional
perusahaan berarti semakin besar beban
bunga yang harus dibayarkan dan akan
memperbesar resiko tidak terbayarnya
utang kepada kreditur. Bila beban bunga
naik maka laba bersih perusahaan akan
turun, hal ini dapat mengakibatkan minat
investor membeli saham perusahaan itu
semakin turun sehingga dapat mengaki-
batkan harga saham perusahaan turun dan
akhirnya return saham perusahaan turun.
H4 : Diduga DER mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap return
saham perusahaan subsektor
konstruksi dan bangunan.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini
digambarkan bagaimana proses penelitian
dilaksanakan serta langkah-langkah yang
ditempuh di dalam pengumpulan dan
pengolahan data.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Bursa Efek
Indonesia.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Mei
2019 sampai Juli 2019.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari laporan keuangan
perusahaan subsektor konstruksi dan
bangunan yang tercatatdi Bursa Efek
Indonesia (BEI).
Data yang digunakan berasal dari laporan-
laporan sebagai berikut:
1. Neraca perusahaan tahun 2013-2017
2. Laporan laba rugi perusahaan tahun
2013-2017
3. Harga saham masing-masing
perusahaan tahun 2013 sampai tahun
2017
4. Jumlah utang pemerintah tahun 2013-
2017
5. Jumlah dana infrastruktur tahun 2013-
2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini
adalah saham-saham perusahaan
subsektor konstruksi dan bangunan
yang tercatat di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) selama periode 2013 hingga
2017.Jumlah sampel adalah sebanyak
6 perusahaan.
2. Sampel Penelitian
Pemilihan sampel dalam
penelitian ini dilakukan secara
purpose sampling dengan tujuan
untuk mendapatkan sampel yang
representatif sesuai dengan kriteria
yang ditentukan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 103
D. Identifikasi dan Definisi Operasional
Variabel
1. Identifikasi Variabel
Untuk menjawab permasalahan
dan menguji hipotesis, maka variabel-
variabel yang akan dianalisis dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Variabel dependen yaitu return saham
perusahaan sampel (Y)
b. Variabel independen yaitu:
X1 = rasio utang pemerintah terhadap
PDB periode tahun 2013-2017
X2 = rasio dana infrastruktur terhadap
APBN tahun 2013-2017
X3 = ROA masing masing perusahaan
periode tahun 2013-2017
X4 = DER masing-masing perusahaan
periode tahun 2013-2017
2. Definisi Operasional
Berdasarkan identifikasi variabel
maka dapat diperoleh definisi operasional
dari variabel-variabel yang digunakan
yaitu :
Y = Return saham, dalam hal ini return
yang diperhitungkan adalah capital
gain. Dividen tidak diperhitungkan
karena tidak semua sampel
membagikan perusahaan.
Ri = Pt – Pt-1
Pt-1
X1 = Rasio utang pemerintah terhadap
PDB
Rumus rasio utang pemerintah
terhadap PDB = utang pemerintah
PDB
X2 = Rasio dana infrastruktur terhadap
APBN
Rumus = dana infrastruktur
APBN
X3 = ROA
Rumus ROA = laba bersih
total aset
X4 = DER adalah perbandingan jumlah
hutang perusahaan dengan modal
sendiri.
Rumus DER = total utang
jumlah modal sendiri
Hutang yang digunakan adalah hutang
jangka pendek dan hutang jangka panjang
tiap-tiap tahun periode tahun 2013-2017.
Modal sendiri yang digunakan adalah
modal sendiri tiap-tiap tahun periode
tahun 2013-2017.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumentasi yang dilakukan dengan
mengumpulkan data-data yang berkaitan
dengan variabel penelitian
F. Metode Analisa Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif
bertujuan untuk mengetahui gambaran
umum dari semua variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, dengan
melihat tabel statistik deskriptif yang
menunjukkan hasil pengukuran mean,
nilai minimal dan maksimal serta standar
deviasi semua variabel tersebut.
2. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R²)
digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan sebuah model dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 104
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0
- 1.Nilai yang semakin mendekati 1 berarti
variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen.
Koefisien determinasi bias terhadap
jumlah variabel independen dalam model
regresi, sehingga banyak peneliti
menganjurkan menggunakan adjusted R²
pada saat mengevaluasi mana model
regresi terbaik
3. Regresi Linier Berganda
Persamaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Dimana :
Y = Return saham
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
X1 = rasio utang pemerintah terhadap
PDB
X2 = rasio dana infrastruktur terhadap
APBN
X3 = ROA
X4 = DER
e = error
4. Uji Kualitas Data
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal.
b. Uji Asumsi Klasik
Ada tiga penyimpangan asumsi
klasik yang dapat terjadi dalam penggu-
naan model regresi linier berganda, yaitu
multikoliniearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi tidak bersifat BLUE (Best
Linier Unbiased Estimation), karenanya
perlu dideteksi terlebih dahulu kemung-
kinan terjadinya penyimpangan tersebut
dengan menggu-nakan:
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dapat dilakukan
dengan cara meregresikan model analisis
dan melakukan uji korelasi antar variabel
independen dengan menggunakan
tolerance value atau variance inflation
factor (VIF). Batas untuk tolerance value
adalah 0,1 dan batas untuk nilai VIF harus
kurang dari 10. Jadi dapat disimpulkan :
tolerance value <0,1 atau VIF > 10 maka
ada multikolinieritas. tolerance value >0,1
atau VIF < 10 maka tidak ada
multikolinieritas.
2. Uji Autokorelasi
Bertujuan untuk menguji apakah
dalam suatu model regresi linier berganda
terdapat korelasi antara residual pada
periode t dengan residual periode t-1
(sebelumnya).Model regresi yang baik
adalah regresi yang bebas dari auto-
korelasi. Metode uji yang dilakukan
adalah Run Test.
Kriteria penerimaan/penolakan:
Assymp sig > 5% →H0 diterima (tidak
terjadi autokorelasi)
Assymp sig < 5% →H0 ditolak (terjadi
autokorelasi)
3. Uji Heterokedastisitas
Salah satu cara menguji heteros-
kedastisitas adalah dengan menggunakan
grafik scatterplot pada program SPSS.
Jika titik membentuk suatu pola tertentu,
maka terjadi heteroskedastisitas.Jika tidak
ada pola yang jelas, dimana titik
menyebar, maka tidak terjadi heteros-
kedastisitas.
Uji Hipotesis
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 105
a. Uji Simultan (F Test)
Uji F digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama-sama.
Langkah-langkah :
1. Menentukan hipotesis
2. Membandingkan probabilitas F-hitung
dengan alpha = 5 %
3. Kriteria penerimaan dan penolakan
hipotesis :
Ho ditolak jika p < 0,05
Ho diterima jika p > 0,05
b. Uji Parsial (t test)
Bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial.
Prosedur pengujian hipotesis dengan uji-t:
a. Menentukan hipotesis
b. Membandingkan probabilitas t-hitung
dengan alpha = 5 %
c. Kriteria penerimaan dan penolakan
hipotesis :
Ho ditolak jika p < 0,05
Ho diterima jika p > 0,05
Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Analisis Ordinary Least Square dan
Uji Hipotesis
a.1. Analisis Ordinary Least Square
1. Analisis Regresi Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.045 2.284 .458 .651
RASIO UTANG/PDB -6.151 9.982 -.267 -.616 .543
RASIO DANA
INFRASTRUKTUR/ APBN -1.781 4.253 -.180 -.419 .679
ROA .251 .649 .058 .387 .702
DER 1.447 .504 .435 2.872 .008
a. Dependent Variable: RETURN SAHAM
Dari table di atas dapat disusun persamaan
regresi linear berganda sebagai berikut:
Y= 1,045 – 6,151 X1 – 1,781 X2 + 0,251
X3 + 1,447 X4
Dari persamaan regresi linear berganda
tersebut dapat diartikan sebagai berikut
Konstanta sebesar 1,045 mempunyai
arti apabila return pasar, rasio utang
pemerintah terhadap PDB, ROA, dan
DER = 0 maka return saham bernilai
positif 1,045 satuan.
Koefisien regresi rasio utang
pemerintah terhadap PDB -6,151
artinya setiap kenaikan rasio utang
pemerintah terhadap PDB sebesar satu
satuan maka return saham akan turun
sebesar 6,151 satuan.
Koefisien regresi rasio dana
infrastruktur terhadap APBN sebesar -
1,781 artinya setiap kenaikan dana
infrastruktur satu satuan akan
mengakibatkan penurunan return
saham sebesar 1,781 satuan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 106
Koefisien regresi ROA sebesar +0,251
artinya setiap kenaikan satu satuan
ROA akan mengakibatkan kenaikan
return saham sebesar 0,251 satuan.
Koefisien regresi DER sebesar 1,447
artinya setiap kenaikan satu satuan
DER akan mengakibatkan kenaikan
return saham sebesar 1,447 satuan.
2. Koefisien Determinasi (R2)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .672
a .451 .364
.320147814988787
a. Predictors: (Constant), DER, ROA, RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN, RASIO UTANG/PDB
Dari table di atas diketahui nilai R2
sebesar 0,451 ini berarti sebsar 45,1%
return saham bisa dijelaskan oleh
variabel-variabel independen, sisanya
sebesar 54,9% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak turut dalam
penelitian.
a.2. Uji hipotesis
1. Uji Simultan (F TEST)
ANOVA
a
Model Sum of
Squares df Mean
Square F Sig.
1 Regression 2.108 4 .527 5.142 .004b
Residual 2.562 25 .102
Total 4.670 29
a. Dependent Variable: RETURN SAHAM b. Predictors: (Constant), DER, ROA, RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN, RASIO UTANG/PDB
Dari table di atas diketahui nilai
probabilitas sebesar 0,003 dimana
nilai ini lebih kecil dari 0,05 jadi
secara simultan variabel bebas return
pasar, rasio utang pemerintah terhadap
PDB, ROA, dan DER berpengaruh
signifikan terhadap return saham
perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 107
2. Uji Parsial (Uji t) Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.045 2.284 .458 .651
RASIO UTANG/PDB -6.151 9.982 -.267 -.616 .543
RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN
-1.781 4.253 -.180 -.419 .679
ROA .251 .649 .058 .387 .702
DER 1.447 .504 .435 2.872 .008
a. Dependent Variable: RETURN SAHAM
Dari table di atasa diketahui sebagai
berikut:
Rasio utang pemerintah terhadap
PDB mempunyai nilai probabi-
litas sebesar 0,651 lebih besar
dari 0,05, berarti H1 ditolak jadi
secara parsial rasio utang
pemerintah terhadap PDB tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap return saham.
Rasio dana infrastruktur terhadap
APBN mempunyai nilai probabi-
litas sebesar 0,679 lebih besar
dari 0,005 berarti H2 ditolak ,jadi
secara parsial rasio dana infra-
struktur terhadap APBN tidak
berpengaruh secara signifikan
terhadap return saham perusa-
haan
ROA mempunyai nilai probabi-
litas sebesar 0,702 lebih besar
dari 0,005, berarti H3 ditolak,
jadi secara parsial ROA tidak
berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
DER mempunyai nilai probabi-
litas sebsar 0,008lebih kecil dari
0,05, berarti H4 diterima, jadi
secara parsial DER berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
3. Analisa Statistik Deskriptif Variabel
Descriptive Statistics Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
RASIO UTANG/PDB 30 .2468 .2898 .267910 .0174243 RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN
30 .0712 .1866 .119898 .0406043
ROA 30 -.2322 .4089 .061750 .0921319 DER 30 .4598 .8431 .651193 .1206252 RETURN SAHAM
30 -.3947577442
414615 1.0719740 609477628
.141582050 398659
.401304465 162134
Valid N (listwise) 30
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 108
Dari tabel diatas dapat diketahui:
a. Jumlah sampel (N) adalah 30
b. Return saham perusahaan
minimum tidak terhingga dan
maksimum sebesar 1,072. Mean
atau rata-rata return saham
sebesar 0,1416 (14,16%), menun-
jukkan bahwa secara rata-rata
perusahaan subsektor konstruksi
dan bangunan masih memperoleh
keuntungan sebesar 14,16%.
c. Rasio utang pemerintah terhadap
PDB maksimum sebesar 28,98%
dan minimum 24,68% dengan
mean atau rata-rata sebesar
26,79%
d. Rasio dana infrastruktur terhadap
APBN maksimum sebesar
18,66% dan minimum sebesar
7,12% dengan mean atau rata-rata
sebesar 11,99%
e. ROA perusahaan maksimum
0,4089 (40,89%) dan minimum -
0,2322 (-23,22%) dan mean atau
rata-rata 0,0617 (6,17%). Jadi
secara rata-rata perusahaan masih
memperoleh laba bersih sebesar
6,17% dari asset perusahaan.
f. DER perusahaan maksimum
sebesar 0,8431 (84,31%) dan
minum sebsar 0,4598 (45,98%)
dengan mean atau rata-rata 0,6512
(65,12%). Jadi secara rata-rata
utang perusahaan lebih besar dari
modal sendirinya.
4. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 30 Normal Parameters
a,b Mean .0000000
Std. Deviation .29724978 Most Extreme Differences
Absolute .151 Positive .151 Negative -.085
Test Statistic .151 Asymp. Sig. (2-tailed) .079
c
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.
Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Berdasarkan hasil pada tabel di
atas, menunjukkan bahwa data terdistri-
busi normal. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,155
dan signifikansi pada 0,064 yang lebih
besar dari 0,05. Hal ini berarti data
residual terdistribusi secara normal,
karena nilai signifikansinya lebih dari
0,05.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 109
5. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.045 2.284 .458 .651
RASIO UTANG/ PDB
-6.151 9.982 -.267 -.616 .543 .117 8.559
RASIO DANA INFRASTRUKTUR / APBN
-1.781 4.253 -.180 -.419 .679 .118 8.439
ROA .251 .649 .058 .387 .702 .989 1.011
DER 1.447 .504 .435 2.872 .008 .956 1.046
a. Dependent Variable: RETURN SAHAM
Dari table di atas diketahui bahwa
nilai tolerance mendekati 1, hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala
multikolinearitas.
b. Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .672
a .451 .364
.320147814988787
2.160
a. Predictors: (Constant), DER, ROA, RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN, RASIO UTANG/PDB b. Dependent Variable: RETURN SAHAM
Dari hasil konstanta Durbin-Watson
diperoleh angka 2,160 dimana kriteria
praktis bila dw sekitar 2 maka pada model
regresi tersebut tidak terjadi autokorelasi.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 110
c. Uji Heterokedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.445 1.238 1.975 .059
RASIO UTANG/PDB
-8.900 5.413 -.892 -1.644 .113
RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN
2.663 2.306 .622 1.155 .259
ROA -.020 .352 -.011 -.057 .955
DER -.218 .273 -.151 -.798 .433
a. Dependent Variable: ABSRes
Dari table di atas diketahui semua
variabel bebas tidak ada yang signifikan
terhadap absolut dari unstandardized
residual dimana tidak ada satupun
signifikansi variabel yang di bawah 0,05,
artinya semua variabel bebas lulus uji
heterokedastisitas.
Pembahasan
1. Pengaruh rasio utang pemerintah
terhadap PDB terhadap return saham
Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan program SPSS
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,451
berarti lebih besar dari 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa secara
parsial rasio utang pemerintah terhadap
PDB tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
2. Pengaruh rasio dana infrastruktur
terhadap APBN terhadap return saham
perusahaan
nilai signifikansi sebesar 0,679berarti
lebih 0,05.Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa secara parsial rasio
dana infrastruktur terhadap APBN tidak
berpengaruh signifikan terhadap return
saham perusahaan.
3. Pengaruh ROA terhadap return saham
nilai signifikansi sebesar 0,702 berarti
lebih besar dari 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa secara
parsial ROA tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
4. Pengaruh DER terhadap return saham
Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,008
berarti lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa secara
parsial DER berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 111
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan
pembahasan terhadap hasil penelitian
maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel bebas rasio utang
terhadap PDB,rasio dana
infrastruktur terhadap APBN,
ROA, dan DER secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
return saham. Kesimpulan ini
ditunjukkan oleh sig 0,004 (uji F)
yang lebih kecil dari 0,05.
2. Besarnya kontribusi variabel
bebas terhadap variabel tidak
bebas adalah sebesar 45,1% dan
sisanya sebesar 54,9% dijelaskan
oleh variabel bebas lainnya.
3. Variabel bebas rasio utang
terhadap PDB secara parsial nilai
signifikansi sebesar 0,541 lebih
besar dari 0,05 dapat disimpulkan
secara parsial rasio utang terhadap
PDB tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
4. Variabel bebas ROA secara
parsial nilai signifikansi sebesar
0,702 lebih besar dari 0,05 dapat
disimpulkan secara parsial ROA
tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
5. Variabel bebas DER secara
parsial nilai signifikansi sebesar
0,008 lebih kecil dari 0,05 dapat
disimpulkan secara parsial DER
berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
B. Saran
1. Bagi investor yang ingin
berinvestasi pada perusahaan
subsektor konstruksi dan
bangunan sebaiknya mempertim-
bangkan factor DER perusahaan.
Karena faktorDER berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 112
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Analisis Investasi. Penerbit
Salemba Empat. Jakarta.2002.
Agus Harjito dan Martono, Manajemen
Keuangan, Edisi Kedua, Penerbit
Ekonisia, Yogyakarta,2011.
Enny Pudyastuti, Analisis Pengaruh
Return Pasar, Tingkat Inflasi,
Tingkat Suku Bunga Deposito
terhadap Return Saham Individu
pada Industri Dasar & Kimia yang
Terdaftar di BEJ Periode 1997-
1999. Tahun 2000.
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program
SPSS.Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang,2006.
Irham Fahmi, Manajemen Investasi,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011.
_______ Pengantar Pasar Modal, edisi 1,
Alfabeta, Bandung, 2012.
Jogiyanto H.M. 2003.“Teori Portofolio
dan Analisis Investasi”. Edisi
Ketiga BPFE,Yogyakarta.
Kamaruddin Akhmad, Dasar-dasar
Manajemen Investasi, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta,2000.
Manurung, Adler Haynes, Berani
Bermain Saham, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta,2013.
Mohamad Samsul, Pasar Modal &
Manajemen Portofolio, Penerbit
Erlangga,Jakarta,2006.
Robert Ang, Buku Pintar Pasar Modal
Indonesia, Mediasoft Indonesia, 2001.
Siregar, Sofyan, Metode Penelitian
Kuantitatif, Penerbit Kencana,
Jakarta,2012.
Suad Husnan, Dasar-dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas,
Edisi Ketiga, Penerbit UPP
AMP, YKPN, Yogyakarta,2000.
,_______Dasar-Dasar Manajemen
Keuangan, Penerbit UPP, AMP, YKPN,
Yogyakarta,2006.
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar
Modal, Penerbit UPP, AMP, YKPN,
Yogyakarta,2006.
Sunjoyo dkk, Aplikasi SPSS untuk Smart
Riset, Penerbit Alfabeta,
Bandung,2012.
_______Pasar Modal di
Indonesia:Pendekatan Tanya Jawab,
Edisi pertama. Salemba Empat.
Jakarta,2001.
www.idx.co.id
www.financeyahoo.com
www.kemenkeu.go.id
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 113
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP
KINERJA KARYAWAN PT. AMANDHA CIPTA WISATA
Jatenangan Manalu
Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen
E-mail : [email protected]
Abstrak
PT. Amandha Cipta Wisata memiliki pasar yang cukup banyak baik di Instansi
Negara maupun perusahaan swasta, Namanya banyak dikenal karena loyalitas kinerja
karyawannya. Perusahaan ini mempunyai anggapan bahwa Sumber daya manusia yang
dimiliki harus dapat menjadi Sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun secara parsial
gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap Kinerja karyawan PT. Amandha Cipta Wisata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 69,6 persen. Sisanya
sebesar 30,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti seperti
lingkungan kerja dan kompetensi. Secara parsial variabel gaya kepemimpinan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 67,7 persen dan variabel motivasi kerja
berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 69,1 persen.
Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Kinerja Karyawan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sumber daya manusia merupakan
tokoh sentral dalam organisasi maupun
perusahaan. Agar aktivitas manajemen
berjalan dengan baik, perusahaan harus
memiliki karyawan yang berpengetahuan
dan berketrampilan tinggi serta usaha
untuk mengelola perusahaan seoptimal
mungkin sehingga kinerja karyawan
meningkat. Kinerja yang baik adalah
kinerja yang optimal, yaitu kinerja yang
sesuai standar organisasi dan mendukung
tercapainya tujuan organisasi. Organisasi
yang baik adalah organisasi yang
berusaha meningkatkan kemampuan
sumber daya manusianya, karena hal
tersebut merupakan faktor kunci untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Pening-
katan kinerja karyawan akan membawa
kemajuan bagi perusahaan untuk dapat
bertahan dalam suatu persaingan
lingkungan bisnis yang tidak stabil. Oleh
karena itu upaya-upaya untuk mening-
katkan kinerja karyawan merupakan
tantangan manajemen yang paling serius
karena keberhasilan untuk mencapai
tujuan dan kelangsungan hidup perusa-
haan tergantung pada kualitas kinerja
sumber daya manusia yang ada
didalamnya. Kinerja karyawan yang
tinggi sangatlah diharapkan oleh perusa-
haan terserbut. Semakin banyak
karyawan yang mempunyai kinerja tinggi,
maka produktivitas perusahaan secara
keseluruhan akan meningkat sehingga
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 114
perusahaan akan dapat bertahan dalam
persaingan global. Karyawan dituntut
untuk mampu menyelesaikan tugas dan
tanggung jawabnya secara efektif dan
efisien. Keberhasilan karyawan dapat
diukur melalui kepuasan konsumen,
berkurangnya jumlah keluhan dan
tercapainya target yang optimal.
Kinerja karyawan PT Amandha
Cipta Wisata juga dapat diukur melalui
penyelesaian tugasnya secara efektif dan
efsien serta melakukan peran dan
fungsinya dan itu semua berhubungan
linear dan berhubungan positif bagi
keberhasilan suatu perusahaan. Faktor-
faktor yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja diantaranya adalah
gaya kepemimpinan dan motivasi.
Sebagian besar karyawan PT. Amandha
Cipta Wisata ini merasakan gaji yang
mereka dapatkan setiap bulannya tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada, mereka
berkerja sesuai porsinya bahkan lebih
namun gaji yang mereka terima kurang
dan tidak sesuai dengan kinerja yang
sudah mereka lakukan, ada beberapa
karyawan yang masa kerjanya sudah
cukup lama gaji yang diterima lebih kecil
dengan karyawan baru. Karyawan juga
mengeluh akan rutinitas yang mungkin
mereka lakukan setiap hari, ketika
kebosanan itu datang membuat kinerja
mereka menjadi terganggu dan hasil yang
mereka kerjakan menjadi buruk. Maka
dari itu perusahaan ini mengupayakan
untuk diadakannya refreshing minimal
satu tahun sekali keluar kantor untuk
membuat suasana kantor menjadi lebih
baik lagi. Pemimpin mendengar ide-ide
dari para bawahan sebelum mengambil
keputusan. Gaya kepemimpinan yang
tepat akan menimbulkan motivasi
seseorang untuk berprestasi. Sukses
tidaknya karyawan dalam prestasi kerja
dapat dipengaruhi oleh gaya kepemim-
pinan atasannya (Hardini, 2001 dalam
Suranta, 2002:117). Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain (Suranta, 2002:116). Gaya
kepemimpinan cocok apabila tujuan
perusahaan telah dikomunikasikan dan
bawahan telah menerimanya. Seorang
pemimpin harus menerapkan gaya
kepemimpinan untuk mengelola
bawahannya, karena seorang pemimpin
akan sangat mempengaruhi keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuannya.
Perusahaan menggunakan penghargaan
atau hadiah dan ketertiban sebagai alat
untuk memotivasi karyawan.
Berdasarkan uraian diatas maka
penelitian ini diberi judul: “Pengaruh
Gaya Kepemimpinan dan Motivasi
terhadap Kinerja Karyawan PT
Amandha Cipta Wisata”
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh Gaya
Kepemimpinan dan Motivasi secara
simultan terhadap Kinerja karyawan
PT Amandha Cipta Wisata.
2. Untuk mengetahui pengaruh Gaya
Kepemimpinan dan Motivasi secara
parsial terhadap Kinerja karyawan PT
Amandha Cipta Wisata.
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
A. Kinerja Karyawan
1. Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Sulistiyani (2003:223),
kinerja seseorang merupakan kombinasi
dari kemampuan, usaha, dan kesempatan
yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Sedangkan menurut Bernardin dan Russel
dalam Sulistiyani (2003,223-224) menya-
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 115
takan bahwa kinerja merupakan catatan
outcome yang dihasilkan dari fungsi
pegawai tertentu atau kegiatan yang
dilakukan selama periode waktu tertentu.
Simamora (2006:93) mengemukakan
bahwa kinerja karyawan adalah tingkatan
dimana para karyawan mencapai
persyaratan-persyaratan pekerjaan. Kinerja
mengacu pada prestasi karyawan yang
diukur berdasarkan standar atau kriteria
yang ditetapkan perusahan. Pengertian
kinerja atau prestasi kerja diberi batasan
oleh Maier dalam As‟ad (2006:86) sebagai
kesuksesan seseorang di dalam
melaksanakan suatu pekerjaan.
Guritno dan Waridin (2005:67)
kinerja merupakan perbandingan hasil
kerja yang dicapai oleh karyawan dengan
standar yang telah ditentukan. kinerja
sebagai hasil kerja yang dicapai oleh
individu yang disesuaikan dengan peran
atau tugas individu tersebut dalam suatu
perusahaan pada suatu periode waktu
tertentu, yang dihubungkan dengan suatu
ukuran nilai atau standar tertentu dari
perusahaan dimana individu tersebut
bekerja. Kinerja merupakan perbandingan
hasil kerja yang dicapai oleh karyawan
dengan standar yang telah ditentukan.
2. Metode Penilaian Kinerja Adapun penilaian kinerja menurut
Mathis dan Jackson (2006; 393-399)
yaitu :
a. Metode Penelitian Kategori Metode yang paling sederhana dalam
menilai kinerja adalah metode penelitian
kategori. Metode yang paling umum
adalah :
1) Skala penelitian grafis : skala yang
memungkinkan penilai untuk
menandai kinerja karyawan pada
rangkaian kesatuan.
2) Checklist : alat penilai kinerja yang
menggunakan daftar pernyataan atau
kata-kata yang diberi tanda oleh
penilai.
b. Metode Komparatif
Metode komparatif memerlukan para
manajer untuk membandingkan secara
langsung kinerja karyawan mereka
terhadap satu sama lain. Metode
komparatif terdiri dari :
1) Peningkatan peringkat : menentukan
daftar semua karyawan dari yang
terting sampai yang terendah dalam
kinerja.
2) Distribusi paksa : metode penilaian
kinerja dimana penilaian dari kinerja
karyawan didistribusikan sepanjang
kurva berbentuk lonceng.
c. Metode Naratif
Dokumentasi dan diskripsi adalah
inti dari metode kejadian penting, esai,
dan tinjauan lapangan. Metode ini
menguraikan tindakan karyawan dan juga
dapat menidentifikasi penilaian actual.
Metode Naratif terdiri dari:
1) Metode kejadian penting, dalam
metode ini manajer menyimpan catatan
tertulis mengenai tindakan dalam
kinerja karyawan baik yang mengun-
tungkan maupun yang merugikan
selama periode penilaian.
2) Esai, atau metode penilaian “bentuk
bebas”, mengharuskan seorang
manajer untuk menulis esai pendek
yang menguraikan kinerja setiap
selama periode penilaian.
3) Tinjauan lapangan, tinjauan lapangan
lebih berfokus pada siapa yang
melakukan evaluasi dalam penggu-
naan metode ini. Batasan utama dari
tinjauan lapangan adalah sejauh mana
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 116
tingkat kendali pihak luar dalam
melakukan proses penilaian ini.
d. Metode Perilaku / Tujuan
1) Pendekatan penilaian perilaku :
menilai lebih pada perilaku
karyawan dibandingkan karakte-
ristik lainya.
2) Manajemen berdasarkan tujuan :
menentukan tujuan-tujuan kinerja
yang di sepakati oleh seorang
karyawan dan manjernya untuk
dicapai dalam jangka waktu
tertentu.
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kinerja
Adapun tujuan penilaian kinerja
menurut (Dharma, 2001:150) adalah
sebagai berikut :
a. Pertanggungjawaban
Apabila standard dan sasaran
digunakan sebagai alat pengukur
pertanggungjawaban, maka dasar untuk
pengambilan keputusan kenaikan gaji atau
upah, promosi, penugasan khusus, dan
sebagainya adalah kualitas hasil pekerjaan
karyawan yang bersangkutan.
b. Pengembangan Jika standard dan sasaran digunakan
sebagai alat untuk keperluan pengem-
bangan, hal itu mengacu pada dukungan
yang diperlukan karyawan dalam melak-
sanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu
dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau
bantuan lainnya.
Penilaian kinerja digunakan untuk
mengetahui kinerja seorang karyawan.
Menurut (Rivai, 2005;55 ) manfaat
penilaian kinerja adalah :
a. Manfaat bagi karyawan yang dinilai
antara lain : 1) Meningkatkan motivasi
2) Meningkatkan kepuasaan kerja
3) Adanya kejelasan standar hasil yang
diharapkan
4) Adanya kesempatan berkomunikasi
ke atas
5) Peningkatan pengertian tentang
nilai pribadi
b. Manfaat bagi penilai : 1) Meningkatkan kepuasan kerja
2) Untuk mengukur dan mengidentifi-
kasikan kecenderungan kinerja
karyawan
3) Meningkatkan kepuasan kerja baik
dari para manajer ataupun karyawan
4) Sebagai sarana meningkatkan
motivasi karyawan
5) Bisa mengidentifikasikan kesempa-
tan untuk rotasi karyawan
c. Manfaat bagi perusahaan : 1) Memperbaiki seluruh simpul unit-unit
yang ada dalam perusahaan.
2) Meningkatkan kualitas komunikasi.
3) Meningkatkan motivasi karyawan
secara keseluruhan.
4) Meningkatkan pandangan secara luas
menyangkut tugas yang dilakukan
untuk masing-masing karyawan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Faktor yang dapat mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah Faktor
kemampuan (ability) dan Faktor motivasi
(motivation). (Mangkunegara 2007:67)
a. Faktor Kemampuan Secara Psikologis, kemampuan terdiri
dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan realita, artinya karyawan
yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 117
120) dengan memadai untuk jabatannya
dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan oleh karena itu karyawan perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya.
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap
(Attitude) seorang karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakan diri
karyawan yang terarah untuk mencapai
tujuan organisasi (tujuan kerja).
Sikap mental merupakan kondisi
mental yang mendorong diri pegawai
untuk berusaha mencapai prestasi kerja
secara maksimal. (Sikap mental yang siap
secara psikofik) artinya, seorang karyawan
harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan utama dan target kerja
yang akan dicapai, mampu memanfaatkan
dalam mencapai situasi kerja.
5. Indikator Kinerja Karyawan Robbins (2002:155) mengatakan
hampir semua cara pengukuran kinerja
mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus
diselesaikan atau dicapai.
b. Kualitas, yaitu mutu yang harus
dihasilkan (baik tidaknya).
c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya
dengan waktu yang direncanakan.
B. Gaya Kepemimpinan
1. Pengertian Gaya Kepemimpinan Menurut Tjiptono (2006;161) Gaya
Kepemimpinan adalah suatu cara yang
digunakan pemimpin dalam berinteraksi
dengan bawahannya. Sementara itu,
pendapat lain menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku
(kata-kata atau tindakan) dari seorang
pemimpin yang dirasakan oleh orang lain
(Hersey, 2004;29).
Menurut Nawawi (2003;115) Gaya
Kepemimpinan adalah suatu cara yang
dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap
dan perilaku para anggota organisasi
bawahannya.
Menurut Thoha (2003;303), gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi orang
lain seperti yang ia lihat.
2. Model gaya kepemimpinan
Menurut Ronald Lippit dan Ralph K
White dalam Winardi (2000:79) ada 3
Gaya Kepemimpinan yaitu :
a. Authoritarian(otoriter)
Gaya kepemimpinan otoriter ini
pemimpin memberikan instruksi secara
pasti, menurut kerelaan, menekankan
pelaksanaan tugas, melakukan penga-
wasan tertutup, ijin sangat sedikit atau
tidak ada bawahan yang memhu-
bungani keputusan, tidak ada saran
datang dari bawahan, memakai
paksaan, ancaman kekuasaan untuk
melaksanakan disiplin serta menjamin
pelaksanaannya.
Kepemimpinan gaya otoriter memiliki
ciri :
1) Wewenang mutlak berpusat pada
pimpinan
2) Keputusan dan kebijaksanaan selalu
dibuat oleh pimpinan
3) Komunikasi berlangsung satu arah
dari pimpinan kepada bawahan
4) Pengawasan terhadap sikap, tingkah
laku, perbuatan, atau kegiatan para
bawahannyadilakukan secara ketat
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 118
5) Prakarsa harus selalu datang dari
pimpinan
6) Tiada kesempatan bagi bawahan
untuk memberikan saran, pertim-
bangan, atau pendapat
7) Tugas-tugas bagi bawahan
diberikan secar instruktif
8) Lebih banyak kritik daripada
pujian
9) Pimpinan menurut kesetiaan
mutlak tanpa syarat
10) Cenderung adanya paksaan,
ancaman, dan hukuman
11) Kasar dalam bertindak
12) Kaku dalam bersikap
13) Tanggung jawab keberhasilan
organisasi hanya dipikul oleh
pimpinan
Penerapan gaya kepemimpinan otoriter
memiliki keuntungan antara lain berupa
kecepatan serta ketegasan dalam
pembuatan keputusan dan bertindak
sehingga untuk sementara mungkin
produktivitas dapat naik. Kerugian dari
penerapan gaya kepemimpinan ini adalah
berupa suasana kaku, tegang, mencekam,
menakutkan sehingga berakibat lebih
lanjut timbulnya ketidakpuasan.
b. autocratic (otokratis)
Kepemimpinan gaya demokratis
adalah kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan cara berbagai kegiatan yang akan
dilakukan ditentukan bersama antara
pimpinan atau bawahan.
Kepemimpinan gaya demokratis
memiliki ciri :
1) Wewenang pimpinan tidak mutlak.
2) Pimpinan bersedia melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan.
3) Keputusan dibuat bersama antara
pimpinan dan bawahan.
4) Kebijaksanaan dibuat antara
pimpinan dan bawahan.
5) Komunikasi langsung timbal balik,
baik yang terjadi antara pimpinan dan
bawaham maupun antar sesama
bawahan.
6) Pengawasan terhadap sikap, tingkah
laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara wajar.
7) Prakarsa dapat datang dari pimpinan
maupun bawaham.
8) Banyak kesempatan bagi bawahan
untuk menyampaikan saran,
pertimbangan, atau pendapat.
9) Tugas-tugas kepada bawahan
diberikan dengan lebih bersifat
permintaan dari pada instruktif.
10) Pujian dan kritik seimbang.
11) Pimpinan mendorong prestasi
sempurna para bawahan dalam batas
kemampuan masing-masing.
12) Pimpinan meminta kesetiaan para
bawahan secara wajar.
13) Pimpinan memperhatikan perasaan
dalam bersikap dan bertindak.
14) Terdapat suasana saling percaya,
saling hormat menghormati, dan
saling menghargai.
15) Tanggungjawab keberhasilann
organisasi dipikul bersama pimpinan
dan bawahan.
Penerapan gaya kepemimpinan
demokratis mendatangkan keuntungan
berupa keputusan serta tindakan yang
lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut
memiliki, serta terbinanya moral yang
tinggi. Sedangkan kelemahan dari saya
kepemimpinan ini adalah keputusan serta
tindakan kadang-kadang lamban, rasa
tanggung jawab kurang, keputusan yang
dibuat bukan merupakan keputusan
terbaik.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 119
c. liberatarian (kebebasan)
Gaya kepemimpinan liberal adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain
agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan cara berbagai kegiatan yang akan
dilakukan lebih banyak diserahkan kepada
bawahan.
Kepemimpinan gaya liberal memiliki
ciri :
1) Pimpinan melimpahkan wewenang
sepenuhnya kepada bawahan
2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh
para bawahan
3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat
oleh para bawahan
4) Pimpinan hanya berkomunikasi
apabila diperlukan oleh bawahannya
5) Hampir tiada pengawasan terhadap
sikap, tingkah laku, perbuatan, atau
kegiatan yang dilakukan bawahan
6) Prakarsa selalu datang dari bawahan
7) Hampir tiada pengarahan dari
pimpinan
8) Peranan pimpinan sangat sedikit
dalam kegiatan kelompok
9) Kepentingan pribadi lebih utama dari
pada kepentingan kelompok
10) Tanggungjawab keberhasilan organi-
sasi dipikul oleh orang per orang.
Penerapan pemimpin gaya liberal
dapat mendatangkan keuntungan antara
lain para anggota atau bawahan akan
dapat mengembangkan kemampuan
dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini
membawa kerugian bagi organisasi antara
lain berupa kekacauan karena tiap pejabat
bekerja menurut selera masing-masing.
3. Indikator Gaya Kepemimpinan
Dari uraian diatas maka dapat
disimpulkan hal yang bisa dijadikan
Indikator Gaya Kepemimpinan seorang
karyawan adalah
a. Tingkat komunikasi pimpinan dan
bawahan.
b. Tingkat kesediaan atasan untuk
mendorong bawahan dalam menge-
luarkan ide dan saran.
c. Tingkat otoritas pimpinan dalam
memberikan kebebasan untuk menger-
jakan tugas.
d. Tingkat perhatian pimpinan atas
prestasi kerja karyawan.
C. Motivasi Kerja
1. Pengertian motivasi
Menurut Rivai (2005;455), menga-
takan bahwa pengertian motivasi kerja
adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai
yang mempengaruhi individu untuk
mencapai hal yang spesifik sesuai dengan
tujuan individu. Motivasi adalah Faktor-
faktor yang mengarahkan dan mendorong
perilaku atau keinginan seseorang untuk
melakukan sesuatu kegiatan yang
dinyatakan dalam bentuk usaha yang
keras.
Menurut Mathis (2001:89), mengata-
kan bahwa pengertian motivasi kerja
merupakan hasrat di dalam seseorang
yang menyebabkan orang tersebut
melakukan tindakan.
2. Jenis-Jenis Motivasi Kerja
Suwatno (2001;146), mengatakan
bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai
berikut:
a. Motivasi Positif
Motivasi positif yaitu motivasi yang
diberikan manajer untuk memotivasi
atau merangsang karyawan bawahan
dengan memberikan hadiah kepada
yang berprestasi, sehingga mening-
katkan semangat untuk bekerja.
b. Motivasi Negatif
Motivasi negatif yaitu motivasi yang
diberikan manajer kepada karyawan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 120
bawahan agar mau bekerja dengan
sungguh-sungguh dengan memberikan
hukuman. Hal ini dalam jangka waktu
pendek akan meningkatkan semangat
kerja karena karyawan takut mendapat
hukuman. Namun dalam jangka waktu
panjang hal tersebut akan
menimbulkan dampak kurang baik.
3. Tujuan Motivasi Kerja Ada beberapa tujuan daripada
motivasi yang dikemukakan oleh Suwatno
(2001:147) yaitu :
a. Meningkatkan moral dan kepuasan
kerja karyawan.
b. Meningkatkan produktivitas kerja
karyawan.
c. Mempertahankan kestabilan karyawan
perusahaan.
d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
e. Mengefektifakan pengadaan karyawan.
f. Menciptakan suasana dan hubungan
kerja karyawan.
g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan
partisipasi karyawan.
h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan
karyawan.
i. Mempertinggi rasa tanggung jawab
karyawan terhadap tugasnya.
j. Meningkatkan efisiensi penggunaan
alat-alat dan bahan baku.
4. Faktor-faktor Motivasi Kerja
Menurut Maslow yang dikutip
Hasibuan (2008:154) faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis (Physiological
Needs)
Kebutuhan untuk mempertahankan
hidup, yang termasuk dalam kebutu-
han ini adalah makan, minum,
perumahan, udara, dan sebagainya.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan
ini merangsang seseorang berprilaku
dan giat bekerja.
b. Kebutuhan akan rasa aman (Safety
and Security Needs)
Kebutuhan akan kebebasan dari
ancaman yakni rasa aman dari
ancaman kecelakaan dan keselamatan
dalam melaksanakan pekerjaan.
Kebutuhan ini mengarah kepada dua
bentuk yakni kebutuhan akan
keamanan jiwa terutama keamanan
jiwa di tempat bekerja pada saat
mengerjakan pekerjaan dan kebutuhan
akan keamanan harta di tempat
pekerjaan pada waktu bekerja.
c. Kebutuhan sosial, atau afiliasi
(affiliation or acceptance Needs)
Kebutuhan sosial, teman afiliasi,
interaksi, dicintai dan mencintai, serta
diterima dalam pergaulan kelompok
pekerja dan masyarakat lingkungan-
nya. Pada dasarnya manusia normal
tidak mau hidup menyendiri seorang
diri di tempat terpencil, ia selalu
membutuhkan kehidupan
berkelompok.
d. Kebutuhan yang mencerminkan
harga diri (Esteem or Status Needs)
Kebutuhan akan penghargaan diri dan
pengakuan serta penghargaan prestise
dari karyawan dan masyarakat lingku-
ngannya. Idealnya prestise timbul
karena adanya prestasi, tetapi tidak
selamanya demikian. Akan tetapi perlu
juga diperhatikan oleh pimpinan
bahwa semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam masyarakat atau
posisi seseorang dalam organisasi
semakin tinggi pula prestisenya.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 121
Prestise dan status dimanifestasikan
oleh banyak hal yang digunakan
sebagai simbol status itu.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self
Actualization)
Kebutuhan akan aktualisasi diri
dengan menggunakan kemampuan,
keterampilan dan potensi optimal
untuk mencapai prestasi kerja yang
sangat memuaskan. Kebutuhan ini
merupakan realisasi lengkap potensi
seseorang secara penuh. Keinginan
seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda satu dengan
yang lainnya, pemenuhan kebutuhan
dapat dilakukan pimpinan perusahan
dengan menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan.
5. Indikator Motivasi Kerja
Adapun indikator mengenai motivasi
kerja menurut Rivai (2005;456), adalah
sebagai berikut :
a. Rasa aman dalam bekerja.
b. Mendapatkan gaji yang adil.
c. Lingkungan kerja yang menyenangkan.
d. Penghargaan atas prestasi kerja.
METODE PENELITIAN
A. Metode Pengumpulan data
Nazir (1999;145) mendefinisikan
pengumpulan data sebagai prosedur yang
sistematik dan standar untuk memperoleh
data yang diperlukan. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Studi pustaka, yaitu metode
pengumpulan data yang dilakukan
dengan membaca buku-buku, litera-
tur, jurnal-jurnal, referensi yang
berkaitan dengan penelitian ini dan
penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
2. Kuseioner, yaitu metode pengum-
pulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan pertanyaan-
pertanyaan kepada responden dengan
panduan kuesioner. Kuesioner dalam
penelitian ini menggunakan perta-
nyaan tertutup yang diberikan kepada
karyawan PT. Amandha Cipta Wisata
yang telah ditetapkan sebagai sampel
dalam penelitian ini.
3. Observasi dan wawancara, yaitu
teknik pengumpulan data dengan
pencarian data informasi perusahaan
yang didapat dari bagian terkait untuk
mendapatkan data yang relevan
dengan penelitian ini.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah objek atau subjek
yang berada pada suatu wilayah dan
memenuhi syarat-syarat tertentu yang
berkaitan dengan masalah penelitian
(Riduwan 2003;8). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh karyawan PT.
Amandha Cipta Wisata, dimana jumlah
karyawannya sebanyak 30 Orang. Dalam
menetapkan jumlah sampel menurut
Sugiono (2010) sampel adalah sebagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini
pengambilan sampel adalah sejumlah
populasi dari karyawan PT. Amandha
Cipta Wisata yaitu 30 orang. Pengambilan
sampel ini disebut sampel jenuh, menurut
Sugiono (2010:40) Sampling jenuh adalah
Teknik sampling bila semua anggota
populasi Digunakan sebagai sempel, hal
ini sering di lakukan apabila jumlah
populasi kecil atau penelitian yang ingin
membuat generalisasi dengan kesalahan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 122
yang sangat kecil dan di sebut dengan
istilah lain adalah sensus, dimana semua
anggota populasi dijadikan sampel.
C. Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional
Adapun variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variabel bebas
dan varibael terikat.
1. Variabel bebas(independent variable).
Variabel bebas yaitu merupakan
variabel yang dapat diukur,
dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti
untuk menentukan hubungannya
dengan suatu gejala yang diobservasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel bebas (independent variable)
merupakan suatu variabel yang bebas
dimana keberadaanya tidak dipenga-
ruhi oleh variable yang lain, bahkan
variabel ini merupakan suatu variabel
yang dapat mempengaruhi variabel
lain. Didalam penelitian ini yang
menjadi variabel bebas adalah : Gaya
Kepemimpinan (X1) dan Motivasi
Kerja (X2).
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat yang diasumsikan
terpengaruh variabel lain. Dalam
penelitian ini variabel dependennya
adalah yang diberi simbol Y yaitu
kinerja karyawan.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses
dimana data yang telah ada
disederhanakan ke dalam bentuk yang
lebih mudah lagi untuk dibaca dan
diinterpretasikan finalis data dengan
interpretasi data merupakan upaya untuk
memperoleh arti dan makna yang lebih
mendalam dan luas terhadap hasil
penelitian yang akan dilakukan.
Pembahasan hasil penelitian dilakukan
dengan cara meninjau hasil penelitian
secara kritis dengan teori yang relevan dan
informasi yang diperoleh dari penelitian.
Teknik analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Regresi linier sederhana dan linier
berganda
2. Koefisien determinasi
3. Uji t
4. Uji f
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Analisis regresi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel bebas yaitu: gaya kepemimpinan
(X1), dan motivasi kerja (X2) terhadap
variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan
(Y).
Model Summary memberikan
gambaran besarnya pengaruh variabel
gaya kepemimpinan dan motivasi kerja
secara bersama-sama terhadap kinerja
karyawan. Nilainya dilihat dari besarnya
R Square sebagai dasar untuk
menunjukkan besarnya pengaruh total
kedua variabel bebas terhadap variabel
tidak bebas.
Tabel 4.2
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
dimension0 1 ,834a ,696 ,674 ,30355
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Gaya Kepemimpinan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 123
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
dimension0 1 ,834a ,696 ,674 ,30355
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Gaya Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja
Pada tampilan Model Summary
diperoleh gambaran besarnya pengaruh
variabel gaya kepemimpinan dan motivasi
kerja secara bersama-sama terhadap
kinerja karyawan yaitu sebesar 0.696.
Nilai ini menunjukkan bahwa variasi total
pengaruh seluruh variabel bebas terhadap
kinerja karyawan sebesar 69,6 persen.
Sisanya sebesar 30,4 persen dipengaruhi
oleh variabel lain diluar model yang
diteliti seperti lingkungan kerja dan
kompetensi.
1. Pengaruh Secara Parsial Gaya
Kepemimpinan (X1) Terhadap
Kinerja Karyawan (Y)
Output Tabel Coefficient digunakan
untuk melihat pengaruh secara secara
parsial Gaya Kepemimpinan (X1)
Terhadap Kinerja Karyawan (Y). Suatu
variabel bebas dikatakan mempunyai
pengaruh terhadap variabel tidak bebas
dalam tabel Coefficient ini dapat dilihat
dari nilai t yang dihasilkan dari program
SPSS. Kriteria menerima atau menolaknya
ditentukan oleh nilai signifikansi (Sign.).
Tabel 4.2
Hasil Uji Pengaruh Parsial Gaya Kepemimpinan (X1) Terhadap Kinerja Karyawan
(Y)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,082 ,335 3,225 ,003
Gaya Kepemimpinan ,677 ,119 ,733 5,701 ,000
a. Dependent Variable: Kinerja
Berdasarkan tabel Coefficients di atas,
dapat ditulis persamaan regresi sebagai
berikut: Y=1,082+0,677X1
Untuk mengetahui keberartian
masing-masing koefisien regresi dilakukan
uji parsial (Uji t) sebagai berikut:
a) Nilai signifikansi pada konstanta pada
tabel diatas adalah nyata karena nilai
signifikansinya sebesar 0,003. Ini
berarti dengan tingkat keyakinan 95
persen (0,003 < 0,05) konstanta adalah
nyata. Nilai koefisien regresi konstanta
sebesar 1,082, yang berarti bahwa jika
tidak ada pengaruh variabel gaya
kepemimpinan, maka nilai kinerja
karyawan adalah sebesar 1,082 satuan.
b) Pengaruh variabel gaya kepemimpinan
adalah nyata karena nilai signifikan-
sinya adalah sebesar 0.000. ini berarti
dengan tingkat keyakinan 99 persen
(0,000 < 0,01) kita yakin bahwa benar
secara parsial variabel gaya kepemim-
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 124
pinan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan. Besarnya pengaruh
variabel gaya kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan dapat ditunjukkan
oleh nilai koefisien regresinya sebesar
0,677. Ini berarti jika variabel gaya
kepemimpinan naik satu satuan maka
kinerja karyawan akan meningkat
sebesar 0,677 satuan.
2. Pengaruh Secara Parsial Motivasi
Kerja (X2) Terhadap Kinerja
Karyawan (Y)
Output Tabel Coefficient digunakan
untuk melihat pengaruh secara parsial
Motivasi Kerja (X2) Terhadap Kinerja
Karyawan (Y). Suatu variabel bebas
dikatakan mempunyai pengaruh terhadap
variabel tidak bebas dalam tabel
Coefficient ini dapat dilihat dari nilai t
yang dihasilkan dari program SPSS.
Kriteria menerima atau menolaknya
ditentukan oleh nilai signifikansi (Sign.).
Tabel 4.3
Hasil Uji Pengaruh Parsial Motivasi (X2) Terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,152 ,286 4,035 ,000
Motivasi ,691 ,107 ,774 6,473 ,000
a. Dependent Variable: Kinerja
Berdasarkan tabel Coefficients di
atas, dapat ditulis persamaan regresi
sebagai berikut: Y=1,152+0,691X2
Untuk mengetahui keberartian
masing-masing koefisien regresi dilaku-
kan uji parsial (Uji t) sebagai berikut:
a) Nilai signifikansi pada konstanta
pada tabel diatas adalah nyata karena
nilai signifikansinya sebesar 0,000.
Ini berarti dengan tingkat keyakinan
99 persen (0,000 < 0,01) konstanta
adalah nyata. Nilai koefisien regresi
konstanta sebesar 1,152, yang berarti
bahwa jika tidak ada pengaruh
variabel motivasi kerja, maka nilai
kinerja karyawan adalah sebesar
1,152 satuan
b) Pengaruh variabel motivasi kerja
adalah nyata karena nilai
signifikansinya adalah sebesar 0.000.
ini berarti dengan tingkat keyakinan
99 persen (0,000 < 0,01) kita yakin
bahwa benar secara parsial variabel
lingkungan kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Besarnya pengaruh variabel motivasi
kerja terhadap kinerja karyawan
dapat ditunjukkan oleh nilai koefisien
regresinya sebesar 0,691. Ini berarti
jika variabel motivasi kerja naik satu
satuan maka kinerja karyawan akan
meningkat sebesar 0,691 satuan.
3. Pengaruh Secara Simultan Gaya
Kepemimpinan (X1) dan Motivasi
Kerja (X2) Terhadap Kinerja
Karyawan (Y)
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 125
Output Tabel Coefficient digunakan
untuk melihat pengaruh secara parsial
setiap variabel bebas terhadap variabel
tidak bebas. Suatu variabel bebas
dikatakan mempunyai pengaruh terhadap
variabel tidak bebas dalam tabel
Coefficient ini dapat dilihat dari nilai t
yang dihasilkan dari program SPSS.
Kriteria menerima atau menolaknya
ditentukan oleh nilai signifikansi (Sign.).
Hipotesis statistiknya adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji-t Gaya Kepemimpinan (X1) dan Motivasi Kerja (X2)
Terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,719 ,293 2,454 ,021
Gaya Kepemimpinan ,373 ,127 ,403 2,932 ,007
Motivasi ,462 ,123 ,517 3,758 ,001
a. Dependent Variable: Kinerja
Berdasarkan tabel Coefficients di
atas, dapat ditulis persamaan regresi
sebagai berikut: Y = 0,719 + 0,373X1 +
0,462X2
Untuk mengetahui keberartian
masing-masing koefisien regresi dilaku-
kan uji parsial (Uji t) sebagai berikut:
1) Nilai signifikansi pada konstanta pada
tabel diatas adalah nyata karena nilai
signifikansinya sebesar 0,021. Ini
berarti dengan tingkat keyakinan 95
persen (0,021 < 0,05) konstanta
adalah nyata. Nilai koefisien regresi
konstanta sebesar 0,719., yang berarti
bahwa jika tidak ada pengaruh
variabel gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja nilai kinerja karyawan
adalah sebesar 0,719 satuan.
2) Pengaruh variabel gaya kepemim-
pinan adalah nyata karena nilai
signifikansinya adalah sebesar 0.007.
ini berarti dengan tingkat keyakinan
95 persen (0,007 < 0,05) kita yakin
bahwa benar secara parsial variabel
gaya kepemimpinan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Besarnya pengaruh variabel gaya
kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan dapat ditunjukkan oleh nilai
koefisien regresinya sebesar 0,373. Ini
berarti jika variabel gaya
kepemimpinan naik satu satuan maka
kinerja karyawan akan meningkat
sebesar 0,373 satuan, dengan syarat
variabel motivasi kerja adalah konstan
(Ceteris Paribus).
3) Pengaruh variabel motivasi kerja
adalah nyata karena nilai signifi-
kansinya adalah sebesar 0.001. ini
berarti dengan tingkat keyakinan 95
persen (0,001 < 0,05) kita yakin
bahwa benar secara parsial variabel
lingkungan kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Besarnya pengaruh variabel motivasi
kerja terhadap kinerja karyawan dapat
ditunjukkan oleh nilai koefisien
regresinya sebesar 0,462. Ini berarti
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 126
jika variabel motivasi kerja naik satu
satuan maka kinerja karyawan akan
meningkat sebesar 0,462 satuan,
dengan syarat variabel gaya kepemim-
pinan adalah konstan (Ceteris
Paribus).
4) Untuk menguji keberartian model
dengan Output Analysis of Variance
(ANOVA) untuk menunjukkan ada
atau tidaknya pengaruh kedua variabel
bebas secara bersama-sama terhadap
kinerja karyawan. Nilai yang
digunakan untuk melihat pengaruhnya
adalah nilai F yang dihasilkan oleh
program SPSS. Penentuan ada
tidaknya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel tidak bebas dalam
skripsi ini menggunakan nilai
signifikansi (Sign.). Hipotesis
pengujian secara statistik adalah :
H0 : β1 = β2 = 0 (Model regresi adalah
tidak nyata)
Ha : paling sedikit salah satu nilai βp ≠ 0
(Model regresi adalah nyata)
Kriteria menerima atau menolaknya
ditentukan oleh seberapa besar nilai
signifikansinya.
1) Suatu model dikatakan signifikan
pada tingkat keyakinan 99 persen
terhadap variabel tidak bebas jika nilai
signifikansinya 0,01.
2) Suatu model dikatakan signifikan
pada tingkat keyakinan 95 persen
terhadap variabel tidak bebas jika nilai
signifikansinya 0,05.
3) Suatu model dikatakan signifikan
pada tingkat keyakinan 90 persen
terhadap variabel tidak bebas jika nilai
signifikansinya 0,10.
Tabel 4.5
Hasil Uji-f
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square f Sig.
1 Regression 5,700 2 2,850 30,928 ,000a
Residual 2,488 27 ,092
Total 8,188 29
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Gaya Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja
Hasil menunjukkan bahwa model
adalah nyata karena diperoleh Signifikansi
sebesar 0,000 (< 0,05). Ini berarti bahwa
seluruh variabel bebas mempunyai
pengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya.
B. Pembahasan
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kinerja Karyawan
Gaya kepem impinan merupakan
salah satu faktor penting dalam
meningkatkan kinerja karyawan, karena
gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh
langsung terhadap karyawan didalam
menyelesaikan pekerjaan yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja
perusahaan.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 127
Kepemimpinan pemimpin yang
diperlihatkan dan diterapkan kedalam
suatu gaya kepemimpinan merupakan
salah satu faktor kedalam suatu gaya
kepemimpinan merupakan salah satu
faktor dalam peningkatan kinerja pegawai,
karena pada dasarnya sebagai tulang
punggung pengembangan organisasi
dalam mendorong dan mempengaruhi
semangat kerja yang baik kepada bawahan
untuk itu pemimpin perlu memikirkan dan
memperlihatkan gaya kepemimpinan yang
tepat dalam penerapannya.
Hasil pengujian hipotesis membuk-
tikan bahwa gaya kepemimpinan
memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja karyawan. Besarnya pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan adalah sebesar 67,7 persen.
2. Pengaruh Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Motivasi merupakan kegiatan yang
mengakibatkan, menyalurkan, memelihara
dan mendorong perilaku manusia.
Pemimpin perlu memahami orang-orang
berperilaku tertentu agar dapat mempe-
ngaruhinya dalam bekerja sesuai dengan
keinginan organisasi, serta berupaya guna
memberikan manfaat bagi orang lain
menunjukkan tingkat dimana perilaku
para karyawan berhasil di dalam
memberikan kontribusi tujuan-tujuan
organisasi
Hasil pengujian hipotesis membuk-
tikan bahwa motivasi kerja memiliki
pengaruh positif terhadap kinerja
karyawan. Besarnya pengaruh lmotivasi
kerja terhadap kinerja karyawan adalah
sebesar 69,1 persen.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan
pembahasan, kesimpulan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
1. Secara simultan gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja berpengaruh
terhadap kinerja karyawan, besaran
pengaruh kedua variabel bebas
ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasi sebesar 0,696. Nilai ini
menunjukkan pengaruh secara simul-
tan gaya kepemimpinan dan motivasi
kerja berpengaruh terhadap kinerja
karyawan sebesar 69,6 persen. Sisanya
sebesar 30,4 persen dipengaruhi oleh
variabel lain diluar model yang diteliti
seperti lingkungan kerja dan
kompetensi.
2. Secara parsial variabel gaya kepemim-
pinan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan
persamaan regresi Y=1,082+0,677X1.
Besarnya pengaruh variabel gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karya-
wan dapat ditunjukkan oleh nilai
koefisien regresinya sebesar 0,677. Ini
berarti jika variabel gaya kepemim-
pinan naik satu satuan maka kinerja
karyawan akan meningkat sebesar
67,7 persen.
3. Secara parsial variabel motivasi kerja
berpengaruh terhadap kinerja karya-
wan. Hal ini ditunjukkan dengan
persamaan regresi Y=1,152+0,691X2.
Besarnya pengaruh variabel motivasi
kerja terhadap kinerja karyawan dapat
ditunjukkan oleh nilai koefisien
regresinya sebesar 0,691. Ini berarti
jika variabel motivasi kerja naik satu
satuan maka kinerja karyawan akan
meningkat sebesar 69,1 persen.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 128
DAFTAR PUSTAKA
As'ad, Moh. 2006. Psikologi Industri, Seri
Ilmu Sumber Daya Manusia,
Liberty, Jakarta.
Fandy Tjiptono. 2006. Manajemen
Pelayanan Jasa, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu SP. 2008. Manajemen
Sumber Daya Manusia. PT. Bumi
Aksara, Jakarta
Hersey, P dan Blanchard, P. 2004.
Management of Organizational
Behavior Untilizing Human
Resources. 12th Edition. London
: Prentice-Hall International
Editions.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2007,
Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan, Remaja
Rosda Karya, Bandung.
Malthis, R.L dan Jackson. 2006.
Manajemen Sumber Daya
Manusia. Salemba Empat.
Jakarta.
Nazir, Moch. 1999. Methode Penelitian.
Ghalia Indonesia, Jakarta
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen
Strategik Organisasi Non Profit
Bidang Pemerintahan, Gajah
Mada University Press,
Yogyakarta.
Robbins, Stephen. P. 2002. Perilaku
organisasi. Edisi Bahasa
Indonesia. PT Indeks Kelompok
GRAMEDIA. Jakarta.
Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistik.
Alfabeta, Bandung
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan. PT Rajagrafindo
Persada. Jakarta
Rivai, Veithzal dan Basri. 2005.
Performance Appraisal: Sistem
Yang Tepat Untuk Menilai
Kinerja Karyawan Dan
Meningkatkan Daya Saing
Perusahaan. PT Rajagrafindo
Persada. Jakarta.
Sugiyono, 2010. Metodologi Penelitian
Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah,
2003, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Suwatno. 2001. Asas-asas Manajemen
Sumber Daya Manusia. Suci
Press, Bandung
Simamora. 2006. Pengaruh Seleksi dan
Pengembangan Karyawan
Terhadap Prestasi Kerja
Karyawan di PT Umum PKU
Yogyakarta. Skripsi. STIE IEU
Yogyakarta.
Suranta, Sri. 2002. Dampak Motivasi
Karyawan Pada Hubungan
Antara Gaya Kepemimpinan
Dengan Kinerja Karyawan
Perusahaan Bisnis. Empirika.Vol
15. No 2. Hal: 116-138.
Thoha, Miftah. 2003. Perilaku
Organisasi, Konsep Dasar dan
Aplikasinya, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. PT.
Rajawali Press, Jakarta
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 129
PENGARUH DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA
KARYAWAN PT. OLX INDONESIA
Badrian
Manajemen, STIE PBM Pengembangan Bisnis dan Manajemen
E-mail : [email protected]
Abstract
The purpose of the research is to observe the influence of discipline toward job
performance. The object of the research is PT. OLX Indonesia.
Samples were taken as much as 50 respondents from the total 104 number of
population. Data was collected through instrument which given to the respondents wherein
descriptive and inferential statistics analysis was applied through SPSS program..
The method used in this research is Simple Linear Regression with two study’s
variables which in correlation each other, dependent variable (Y) is Job Performance and
independent variable (X) is Discipline. The regression equation can be illustrated as Y =
1.927 + 0.569 X + e
The correlation between variable will be examined by using correlation analyzes of
Product Moment. Between both variables there is a positive correlation of 0,847 and its
correlation is in very strong level. The calculation result of determinant coefficient is 0,717
which means job performance at PT. OLX Indonesia is determined by discipline for
71,7% where as 28,3% is decided by other factors
Based on the result, it can be concluded that job performance at PT. OLX
Indonesia proved significantly influenced by dicipline.
Keywords : Dicipline, Job Performance.
I. PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Dalam era globalisasi saat ini, di
mana perubahan terjadi begitu cepat, suatu
organisasi dituntut untuk melakukan
penyesuaian dalam semua segi yang ada
pada organisasi tersebut. Potensi sumber
daya manusia hakekatnya merupakan
salah satu modal dan memegang peran
yang penting dalam tercapainya tujuan
organisasi. Oleh karena itu perusahaan
perlu mengelola sumber daya manusia
sebaik mungkin, karena kunci kesuksesan
suatu perusahaan tidak hanya pada
keunggulan teknologi dan tersedianya
dana, namun faktor manusia merupakan
faktor terpenting pula.
PT. OLX Indonesia adalah sebuah
situs web iklan baris di Indonesia yang
difokuskan untuk membeli dan menjual
produk serta jasa secara daring. PT. OLX
Indonesia adalah tempat untuk mencari
barang baru atau bekas berkualitas seperti
produk elektronik, otomotif, rumah,
peralatan rumah tangga, aneka jasa, dan
juga lowongan kerja. Merupakan pusat
jual beli online terbesar di Indonesia yang
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 130
dikunjungi oleh lebih dari 1.000.000
pengunjung setiap harinya. Jasa pasang
iklan gratis adalah salah satu layanan yang
disediakan oleh PT. OLX Indonesia untuk
para penjual. Dalam melakukan transaksi
di PT. OLX Indonesia, baik jual ataupun
beli, juga tidak dikenakan biaya. Tidak
hanya itu, PT. OLX Indonesia juga dapat
menjadi search engine yang friendly
karena bukan hanya pengunjung situs
yang dapat menemukan iklan yang
dipublikasikan, tetapi juga orang-orang
yang mencari produk dan jasa melalui
search engine seperti Google juga akan
menemukan iklan tersebut. PT. OLX
Indonesia memiliki slogan "Cara Tepat
Jual Cepat".
Meningkatkan prestasi kerja
karyawan adalah hal yang mutlak dan
harus dilakukan, karena hal tersebut
merupakan faktor kunci kesuksesan
perusahaan. Bagi PT. OLX Indonesia,
prestasi kerja karyawan sangatlah penting,
karena sangat terkait erat dengan output
yang akan didapat dan kelangsungan
hidup perusahaan. Sangat sulit bagi
perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan besar, jika tingkat prestasi
kerja karyawan rendah. Namun Prestasi
kerja yang dimiliki oleh karyawan PT.
OLX belumlah sesuai dengan harapan
perusahaan. Prestasi kerja yang rendah ini
menjadi suatu permasalahan bagi
organisasi.
Prestasi kerja karyawan merupakan
aspek yang sangat penting bagi PT. OLX.
Karena aspek inilah yang akan
menentukan maju atau mundurnya
organisasi tersebut. Apabila para
karyawan berkinerja buruk maka yang
terjadi adalah kemerosotan pada
perusahaan. Hal ini juga akan berlaku
sebaliknya, apabila karyawan perusahaan
merupakan karyawan yang memiliki
prestasi kerja yang baik, maka yang terjadi
adalah kemajuan yang positif bagi
perusahaan.
Terdapat banyak faktor yang diduga
menyebakan rendahnya prestasi kerja
yang dimiliki oleh karyawan PT. OLX
Indonesia, salah satunya adalah
lingkungan kerja. Saat ini lingkungan
kerja yang kondusif belum tercipta secara
maksimal dalam perusahaan. Sebagian
karyawan mengeluhkan tentang hubungan
kerja mereka yang kurang optimal dengan
rekan kerja mereka. Kondisi lingkungan
kerja yang belum optimal pada PT. OLX
Indonesia diduga akan membuat tingkat
prestasi kerja karyawan akan merosot dan
tidak terelakan orang-orang yang terbaik
akan pergi, karena wajar bagi karyawan
yang berprestasi baik akan pergi ke
organisasi yang memberikan lingkungan
kerja yang lebih baik.
Faktor kedua, yang diduga menjadi
penyebab rendahnya prestasi kerja
karyawan PT. OLX Indonesia adalah
tingkat kedisiplinan karyawan. Sebagian
karyawan PT. OLX Indonesia
mengeluhkan tentang kurangnya tingkat
disiplin beberapa karyawan lainnya.
Beberapa kasus menunjukkan masih
terdapat beberapa karyawan yang kurang
mematuhi SOP yang diberlakukan oleh
perusahaan.
Pendidikan dan pelatihan yang
lazim disebut diklat merupakan wahana
untuk mengembangkan bakat dan
pengetahuan karyawan. PT. OLX
Indonesia telah memiliki bagian khusus
yang mengkoordinasi dan mempunyai
kepedulian terhadap pendidikan dan
pelatihan bagi karyawan, namun sebagian
karyawan tidak mengoptimalkan kesem-
patan yang diberikan oleh perusahaan.
Mereka kadangkala mengeluhkan kebera-
tannya untuk mengikuti pendidikan dan
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 131
pelatihan tersebut dengan berbagai alasan,
sehingga hal ini diduga merupakan
kendala tercapainya prestasi kerja yang
optimal. Pendidikan dan pelatihan adalah
hak karyawan yang harus diberikan oleh
perusahaan, karyawan yang terdidik dan
terlatih sesuai dengan bidangnya akan
bekerja lebih cerdas dan baik.
Budaya organisasi merupakan
landasan untuk membangun Knowledge
Enterprise. Pengembangan budaya organi-
sasi menjadi titik kritis dalam mencipta-
kan prestasi kerja karyawan yang optimal
guna tercapainya organisasi yang unggul.
Saat ini PT. OLX Indonesia masih
berupaya dalam membentuk suatu budaya
organisasi yang kuat. Dari sudut pandang
budaya, organisasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu organisasi dengan
budaya lemah (weak culture organization)
dan organisasi yang memiliki budaya kuat
(strong culture organization). Idealnya
adalah organisasi yang berhasil memben-
tuk budaya organisasi yang kuat karena di
dalamnya terdapat individu-individu yang
memiliki shared value yang konsisten dan
memiliki tujuan dan perilaku yang sama
dan efektif. Namun strong culture organi-
zation tidak terjadi dengan sendirinya,
melainkan perlu proses untuk dikembang-
kan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian bertujuan
untuk mengetahui pengaruh disiplin
terhadap prestasi kerja karyawan pada
PT. OLX Indonesia.
II. LANDASAN TEORI
A. Disiplin
1. Definisi Disiplin
Heidjrachman dan Husnan
(2002:15) mengungkapkan
“Disiplin adalah setiap setiap
perseorangan dan juga kelompok
yang menjamin adanya
kepatuhan terhadap perintah dan
berinisiatif untuk melakukan
suatu tindakan yang diperlukan
seandainya tidak ada perintah”.
Disiplin kerja yang
diterapkan merupakan alat
komunikasi pimpinan seperti
dikemukakan oleh Rivai
(2004:44) yang menyebutkan
bahwa : “Disiplin kerja adalah
suatu alat yang digunakan para
manajer untuk mengubah suatu
prilaku serta sebagai suatu upaya
untuk meingkatkan kesadaran
dan kesediaan seseorang
mentaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma
sosial yang berlaku”.
Menurut Singodimedjo
(2002:64) pengertian disiplin
adalah sikap kesediaan dan
kerelaan seseorang untuk
mematuhi dan mentaati norma-
norma peraturan yang berlaku
disekitarnya, disiplin yang baik
akan mempercepat tujuan
perusaan sedangkan disiplin
yang merosot akan menjadi
penghalang dan memperlambat
pencapaian tujuan perusahaan.
Pratt (2004:76) memberi
pengertian disiplin sebagai
kemampuan individu untuk
mengarahkan prilakunya sendiri
sesuai dengan kebutuhan diri
sendiri dan dengan standard
etika.
Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Merriam
(2002:36) yang menyatakan
disiplin adalah ketertiban pola
perilaku serta pengendalian diri
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 132
terhadap aturan atau sistem
aturan yang berlaku.
Menurut Drever (2005:67)
disiplin adalah kemampuan
mengendalikan perilaku yang
berasal dari dalam diri seseorang
sesuai dengan hal-hal yang telah
diatur dari luar atau norma yang
sudah ada.
2. Indikator Disiplin Kerja
Karyawan
Menurut Soejono (2000:67),
indikator dari disiplin kerja
yaitu:
a. Ketepatan waktu.
Ketepatan waktu dapat
tercermin dengan datang ke
kantor tepat waktu, tertib dan
teratur.
b. Menggunakan peralatan
kantor dengan baik.
Sikap hati-hati dalam
menggunakan peralatan
kantor, sehingga peralatan
kantor dapat terhindar dari
kerusakan dapat
mengidentifikasikan bahwa
seorang karyawan memiliki
disiplin kerja yang baik.
c. Tanggung jawab yang tinggi.
Karyawan yang senantiasa
menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya sesuai
dengan prosedur serta
bertanggung jawab atas hasil
kerjanya, dapat dikatakan
bahwa karyawan tersebut
memiliki disiplin kerja yang
baik.
d. Ketaatan terhadap aturan
kantor.
Karyawan memakai seragam
kantor, menggunakan identitas,
membuat ijin bila tidak
masuk kantor, juga
merupakan cerminan dari
tingkat kedisiplinan yang
tinggi.
3. Fungsi Disiplin Kerja
Disiplin kerja sangat
dibutuhkan oleh setiap
karyawan. Disiplin menjadi
persyaratan bagi pembentukan
sikap, perilaku, dan tata
kehidupan. Tingkat kedisipli-
nan yang tinggiakan mencipta-
kan suasana kerja yang
kondusif dan mendukung
usaha pencapaian tujuan peru-
sahaan. Pernyataan tersebut
dipertegas oleh perdapat Tulus
Tu‟u (2004:38) yang menge-
mukakan beberapa fungsi
disiplin, antara lain :
a. Menata kehidupan
bersama
Disiplin berfungsi menga-
tur kehidupan bersama,
dalam suatu kelompok
tertentu atau dalam
masyarakat, dengan begitu
hubungan yang terjalin
antara individu satu
dengan individu lain
menjadi lebih baik dan
lancar.
b. Membangun kepribadian
Disiplin juga dapat mem-
bangun kepribadian seorang
karyawan. Lingkungan
yang memiliki disiplin
yang baik, sangat berpe-
ngaruh kepribadian sese-
orang. Lingkungan orga-
nisasi yang memiliki
keadaan yang tenang,
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 133
tertib dan tentram sangat
berperan dalam memba-
ngun kepribadian yang
baik.
c. Melatih kepribadian
Disiplin merupakan sarana
untuk melatih kepribadian
karyawan agar senantiasa
menunjukkan kinerja yang
baik sikap, perilaku dan
pola kehidupan yang baik.
Salah satu proses untuk
membentuk kepribadian
tersebut dilakukan melaui
proses latihan. Latihan
tersebut dilaksanakan ber-
sama antar karyawan,
pimpinan dan seluruh
personil yang ada dalam
organisasi tersebut.
d. Pemaksaan
Disiplin berfungsi sebagai
pemaksaan kepada sese-
orang untuk mengikuti
peraturan-peraturan yang
berlaku di lingkungan
tersebut dengan pemaksaan
dan pembiasaan. Pada
awalnya mungkin disiplin
itu penting karena suatu
pemaksaan namun karena
adanya pembiasaan dan
proses latihan yang terus-
menerus maka disiplin
dilakukan atas kesadaran
dalam diri sendiri dan
dirasakan sebagai kebutu-
han dan kebiasaan.
Dikemudian hari, disiplin
ini meningkat menjadi
kebiasaan berfikir baik,
positif bermakna dan
memandang jauh ke
depan. Disiplin bukan
hanya soal mengikuti dan
mentaati peraturan, melain-
kan sudah meningkat
menjadi disiplin berfikir
yang mengatur dan
mempengaruhi seluruh
aspek kehidupannya.
e. Hukuman
Disiplin yang disertai
ancaman sanksi atau
hukuman sangat penting
karena dapat memberikan
dorongan dan kekuatan
untuk mentaati dan
mematuhi sebuah aturan.
Tanpa ancaman, sanksi
atau hukuman, dorongan
ketaatan dan kepatuhan
dapat menjadi lemah serta
motivasi untuk mengikuti
aturan yang berlaku
menjadi kurang.
f. Pembentuk sikap dan
perilaku
Fungsi disiplin kerja
adalah sebagai pemben-
tukan sikap, perilaku dan
tata kehidupan di dalam
lingkungan tempat sese-
orang itu berada, termasuk
lingkungan kerja sehingga
tercipta suasana tertib dan
teratur dalam pelaksanaan
pekerjaan.
4. Macam-macam Disiplin
Kerja
Singodimedjo (2002:64)
menyatakan terdapat lima
macam kedisiplinan, yaitu :
1. Disiplin Diri
Adalah disiplin yang
dikembangkan atau dikon-
trol oleh diri sendiri. Hal ini
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 134
merupakan manifestasi atau
aktualisasi dari tanggung
jawab pribadi yang berarti
mengakui dan menerima
nilai-nilai yang ada di luar
dirinya. Melalui disiplin diri
karyawan merasa bertang-
gung jawab dan dapat
mengatur dirinya sendiri
untuk kepentingan organi-
sasi. Penanaman nilai-nilai
disiplin dapat berkembang
apabila didukung oleh
situasi lingkungan yang
kondusif yaitu situasi yang
diwarnai perlakuan yang
konsisten dari karyawan
dan pimpinan. Disiplin diri
sangat besar peranannya
dalam mencapai tujuan
organisasi. Melalui disiplin
diri seorang karyawan
selain menghargai dirinya
sendiri juga menghargai
orang lain. Misalnya jika
karyawan mengerjakan
tugas dan wewenang tanpa
pengawasan atasan, pada
dasarnya karyawan telah
sadar melaksanakan tanggung
jawab yang telah dipikul-
nya. Hal itu berarti karya-
wan mampu melaksa-nakan
tugasnya. Pada dasarnya ia
menghargai potensi dan
kemampuannya. Di sisi
lain, bagi rekan sejawat,
dengan diterapkan disiplin
diri akan memperlancar
kegiatan yang bersifat
kelompok, apalagi jika tugas
kelompok tersebut terkait
dalam dimensi waktu,
dimana suatu proses kerja
yang dipengaruhi urutan
waktu pengerjaannya. Keti-
dakdisiplinan dalam suatu
bidang kerja akan meng-
hambat bidang kerja lain.
2. Disiplin Kelompok
Kegiatan organisasi bukan-
lah kegiatan yang bersifat
individu, sehingga selain
disiplin diri masih diper-
lukan disiplin kelompok.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa disiplin
kelompok adalah patut, taat
dan tunduknya kelompok
terhadap peraturan, perintah
dan ketentuan yang berlaku
serta mampu mengenda-
likan diri dari dorongan
kepentingan dalam upaya
pencapaian cita-cita dan
tujuan tertentu serta
memelihara stabilitas orga-
nisasi dan menjalankan
standar-standar
organisasional. Disiplin
kelompok akan tercapai jika
disiplin diri telah tumbuh
dalam diri karyawan.
Artinya kelompok akan
menghasilkan pekerjaan
yang optimal jika masing-
masing anggota kelompok
akan memberikan andil
sesuai hak dan tanggung
jawabnya. Selain itu
disiplin kelompok juga
memberikan andil bagi
pengembangan disiplin diri
bagi pengembangan disiplin
diri. Misalnya, jika budaya
atau iklim dalam organisasi
tersebut merupakan disiplin
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 135
kerja yang tinggi, maka
mau tidak mau karyawan
akan membiasakan dirinya
mengikuti irama kerja
kayawan lainnya. Karya-
wan dibiasakan bertindak
dengan cara berdisiplin.
Kebiasaan bertindak disiplin
ini merupakan awal
terbentuknya kesadaran.
Kaitan antara disiplin diri
dan disiplin kelompok
seperti dua sisi dari satu
mata uang. Kedua mata
uang, keduanya saling
melengkapi dan manunjang,
dan bersifat komplementer.
Disiplin diri tidak dapat
dikembangkan secara
optimal tanpa dukungan
disiplin kelompok, sebalik-
nya disiplin kelompok tidak
dapat ditegakkan tanpa
adanya dukungan disiplin
pribadi.
3. Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah
disiplin yang ditujukan
untuk mendorong karyawan
agar berdisplin diri dengan
mentaati dan mengikuti
berbagai standar dan
peraturan yang telah
ditetapkan. Disiplin preven-
tif adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mendorong
para karyawan agar mengi-
kuti berbagai standard dan
aturan, sehingga penye-
lewengan- penyelewengan
dapat dicegah. Dengan
demikian disiplin preventif
merupakan suatu upaya
yang dilakukan oleh
organisasi untuk mencip-
takan suatu sikap dan iklim
organisasi dimana semua
anggota organisasi dapat
menjalankan dan mematuhi
peraturan yang telah
ditetapkan atas kemauan
sendiri. Adapun fungsi dari
disiplin preventif adalah
untuk mendorong disiplin
diri para karyawan sehingga
mereka dapat menjaga
sikap disiplin mereka bukan
karena paksaan.
4. Disiplin Korektif
Disiplin korektif merupakan
disiplin yang dimaksudkan
untuk menangani pelang-
garan terhadap aturan-
aturan yang berlaku dan
memperbaikinya untuk
masa yang akan datang. Hal
ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Prabu
Mangkunegara bahwa
disiplin korektif adalah
suatu upaya untuk mengge-
rakan karyawan dalam
menyatukan suatu peraturan
dan mengarahkan untuk
tetap mematuhi peraturan
sesuai dengan pedoman
yang berlaku dalam
perusahaan. Berdasarkan
pernyataan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
disiplin korektif merupakan
suatu upaya untuk
memperbaiki dan menindak
karyawan yang melakukan
pelanggaran terhadap aturan
yang berlaku. Dengan kata
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 136
lain sasaran disiplin
korektif adalah para
karyawan yang melanggar
aturan dan diberi sanksi
yang sesuai dengan aturan
yang berlaku. Disiplin
korektif ini dilakukan untuk
memperbaiki pelanggaran
dan mencegah karyawan
yang lain melakukan
perbuatan yang serupa dan
mencegah tidak adanya
lagi pelanggaran dikemu-
dian hari.
5. Disiplin Progresif
Disiplin progresif merupa-
kan pemberian hukuman
yang lebih berat terhadap
pelanggaran yang berulang.
Tujuannya adalah memberi-
kan kesempatan kepada
karyawan untuk mengambil
tindakan korektif sebelum
hukuman-hukuman yang
lebih serius. Dilaksanakan
disiplin progresif ini akan
memungkinkan manajemen
untuk membantu karyawan
memperbaiki kesalahan.
Disiplin progresif dirancang
untuk memotivasi karya-
wan agar mengoreksi keke-
liruannya secara sukarela.
Contoh dari disiplin
progresif adalah teguran
secara lisan oleh atasan,
skorsing pekerjaan, diturun-
kan pangkat atau dipecat.
A. Prestasi Kerja
1. Definisi Prestasi Kerja
Menurut Moryoto
(2000:91) prestasi kerja adalah
hasil kerja selama periode
tertentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, misal-
nya stándar, terget atau kinerja
yang telah disepakati bersama.
Sherman dan Ghomes
dalam Soelaimen (2007:279)
mendifinisikan prestasi kerja
sebagai sesuatu yang dikerja-
kan dan dihasilkan dalam
bentuk produk maupun jasa
dalam suatu periode tertentu
dan ukuran tertentu oleh
seseorang atau sekelompok
orang melalui kecakapan,
kemampuan, pengetahuan dan
pengalamannya. Hasibuan
(2008:94), menjelaskan, pres-
tasi kerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan dan kesung-
guhan serta waktu. Handoko
(2007:135) menyatakan sebagai
berikut : “Prestasi kerja adalah
suatu hasil kerja yang dicapai
organisasi mengevaluasi atau
menilai karyawannya”
Mangkunegara
(2009:67) menjelaskan bahwa :
“Prestasi kerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.”
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 137
Sentono (2009:2) pres-
tasi kerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai seseorang
dalam organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam upaya
mencapai tujuan organisasi
yang bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral
maupun etika”.
2. Faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Kerja
Tinggi rendahnya prestasi
kerja sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor penting.
Faktor-faktor tersebut dapat
berasal dari dalam sendiri
maupun dari luar. Dalam
kaitannya dengan upaya
meningkatkan prestasi kerja
karyawan, perusahaan harus
memperhatikan faktor-faktor
yang memilki potensi untuk
meningkatkan prestasi kerja.
Sunyoto (2012:198)
menyatakan, terdapat tujuh
faktor yang diidentifikansi
berpengaruh terhadap prestasi
kerja seorang karyawan
a. Faktor internal
1. Disiplin
Disiplin adalah taat
kepada hukum dan
peraturan yang
berlaku. Jadi, disiplin
bagi seorang karyawan
adalah kegiatan karya-
wan yang bersangku-
tan dalam menghor-
mati perjanjian kerja
dengan organisasi
dimana dia bekerja.
Karyawan yang
memiliki tingkat
kedisiplinan kerja yang
tinggi akan bertang-
gung jawab terhadap
tugas-tugas yang diberi-
kan kepadanya. Hal
ini akan mendorong
gairah kerja, semangat
kerja dan akan mendu-
kung terwujudnya
tujuan perusahaan.
Kedisiplinan adalah
kunci keberhasilan suatu
perusahaan dalam
mencapai tujuannya
sehingga prestasi kerja
karyawan pun akan
meningkat.
2. Motivasi
Motivasi adalah doro-
ngan yang kuat untuk
melaksanakan peker-
jaan sebaik mungkin.
Motivasi sering diarti-
kan sebagai semangat
kerja yang tinggi.
Pekerjaan yang dilaku-
kan dengan motivasi
yang tinggi akan terasa
lebih ringan dan jauh
dari stress. Hasilnya
pun jauh lebih baik
secara kualitas maupun
kuantitas.
3. Kecerdasan
Karyawan yang cerdas
akan dengan mudah
memahami SOP tugas
yang diberikan kepa-
danya. Hal tersebut
akan meminimalisir
error atau kesalahan
dalam pekerjaan,
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 138
sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan
dengan baik sesuai
dengan standar yang
ditetapkan perusahaan.
4. Tanggung jawab
Tanggung jawab
adalah salah satu sifat
yang harus dimiliki
oleh seorang karya-
wan. Karyawan yang
bertanggung jawab
akan berusaha menger-
jakan setiap tugas yang
diserahkan kepadanya
dengan baik dan tepat
waktu.
b. Faktor Eksternal
1. Kondisi keluarga
Kondisi keluarga dapat
mempengaruhi suasana
hati dan psikologis
karyawan, yang secara
tidak langsung akan
berpengaruh terhadap
motivasi dan kedisip-
linan kerja. Kondisi
rumah yang tidak
tenang, banyak perma-
salahan akan menu-
runkan motivasi kerja
dan akhirnya berdam-
pak pada kedisiplinan
dan prestasi kerja. Hal
ini otomatis akan
menurunkan prestasi
kerja. Sebaliknya kon-
disi rumah yang
tenang, bahagia akan
memberikan motivasi
kerja yang tinggi, jauh
dari stress. Hal ini
tentu akan berpengaruh
positif terhadap pres-
tasi kerja karyawan.
2. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja
sangat berpengaruh
terhadap prestasi kerja
karyawan.
Lingkungan kerja yang
nyaman, rekan kerja
yang bersahabat dan
saling mendukung
serta pimpinan yang
perduli akan memberi
motivasi positif dalam
bekerja. Karyawan
akan bahu membahu
bekerja dengan penuh
keceriaan. Persaingan
sehat antar karyawan
pun akan mewarnai
keseharian dalam
perusahaan.
Sebaliknya lingkungan
kerja yang tidak
nyaman, rekan kerja
yang tidak bersahabat,
pimpinan yang kurang
menghargai karyawan
akan menurunkan
prestasi kerja.
3. Pendidikan dan pelati-
han
Pendidikan dan pela-
tihan adalah hak
karyawan yang harus
diberikan oleh perusa-
haan. Karyawan yang
terdidik dan terlatih
sesuai dengan bidang-
nya akan bekerja lebih
cerdas dan baik. Sudah
seharusnya setiap peru-
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 139
sahaan mengalokasi-
kan dana untuk
meningkatkan penge-
tahuan dan keterampi-
lan karyawan secara
berkala. Harapannya
prestasi kerja karya-
wan akan terus
meningkat, seiring
dengan meningkatnya
pengetahuan dan kete-
rampilan mereka.
3. Indikator Prestasi Kerja
Menurut Supardi (2008:69)
indikator-indikator penilaian
prestasi kerja adalah
1. Kualitas Kerja
Meliputi akurasi,
ketelitian, kerapian yang
dimiliki oleh karyawan
dalam melaksanakan
pekerjaan yang diberikan,
mempergunakan dan
memelihara alat-alat serta
keterampilan dan
kecakapan dalam bekerja.
2. Kuantitas Kerja
Meliputi keluaran
(output) dan target kerja
dalam kuantitas kerja.
3. Hubungan kerja
Merupakan penilaian
prestasi kerja berdasarkan
pada sikap dan kerjasama
karyawan terhadap
pimpinan, terhadap pihak
manajemen perusahaan
dan kesediaan dalam
menerima perubahan
kerja.
4. Penyesuaian pekerjaan
Merupakan penilaian
prestasi kerja yang
ditinjau dari kemampuan
dalam melaksanakan
tugasnya di luar pekerjaan
maupun adanya tugas
baru, kecepatan berfikir
dan bertindak dalam
bekerja
5. Ketangguhan
Merupakan pengukuran
dari segi kemampuan atau
keandalan karyawan dalam
melaksanakan tugas
6. Keselamatan kerja
Yaitu penilaian tentang
bagaimana perhatian
karyawan terhadap
keselamatan kerjanya.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang
telah disajikan di atas, kerangka
berfikir pada penelitian ini
dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1
Kerangka Berfikir
Keterangan :
X = Disiplin.
Y = Prestasi Kerja Karyawan.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan PT.
OLX Indonesia yang berlamat pada
Menara Sentraya, lantai 19, jalan
Disiplin (X)
Prestasi Kerja
(Y)
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 140
Iskandarsyah, Melawai, Jakarta
Selatan.
Penelitian dilaksanakan kurang lebih
3 bulan yaitu dari bulan Maret 2019
sampai dengan Mei 2019.
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner.
Merupakan seperangkat
pernyataan yang disusun untuk
diajukan kepada responden.
Kuesioner ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi tertulis dari
responden berkaitan dengan
variabel penelitian. Tujuan utama
dari pembuatan kuesioner ini
adalah untuk memperoleh
informasi yang relevan,
memperoleh informasi dengan
reliabilitas dan validitas setinggi
mungkin (Singarimbun, 1995).
2. Wawancara.
Merupakan proses
memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara
Tanya jawab sambil bertatap
muka antara peneliti dengan
pihak-pihak yang dapat membantu
peneliti dalam mengumpulkan
data pendukung penelitian.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan
Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan
keseluruhan objek yang dijadikan
bahan penelitian sedangkan
sample adalah sebagian dari
polulasi yang hendak dilakukan
penelitian (Sunyoto, 2012:177).
Penelitian ini menggunakan
sampel yang diambil dari populasi
dan kesimpulannya akan
diberlakukan (digeneralisasi)
untuk populasi.
Dalam penelitian ini
populasi yang dimaksud adalah
karyawan PT. OXL Indonesia
yang berjumlah kurang lebih 104
orang.
2. Teknik Pengambilan Sampel.
Sedangkan besarnya sampel
yang diambil sebanyak 50 orang
dan jumlah tersebut diambil
dengan tehnik acak sederhana
(Simple Random Sampling).
Metode yang digunakan untuk
menentukan jumlah sample dalam
penelitian ini adalah rumus
Slovin.
N
n =
N.e2 + 1
Dimana :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
e = Batas toleransi kesalahan
(10%)
Berdasarkan rumus tersebut
diperoleh jumlah sampel (n) yang
diambil dari jumlah karyawan PT.
OXL Indonesia sebagai berikut :
N 104
n = =
N.e2 + 1 104 (0,1)
2 +1
104
n = = 50,98
2,35
Dengan demikian jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian ini
adalah sebesar 50 responden.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 141
D. Variabel Penelitian dan Devinisi
Operasional Variable
1. Variable Penelitian
Variable yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari satu
variabel terikat (Y) atau
dependent variable dan satu
variabel bebas (X) atau
independent variable.
a. Variabel bebas (X)
Variable bebas dalam
penelitian ini adalah disiplin.
Variabel bebas merupakan
variable yang mempengaruhi
variable lain yang sifatnya
berdiri sendiri.
b. Variabel terikat (Y)
Variable terikat dalam
penelitian ini adalah prestasi
kerja. Variabel terikat
merupakan variable yang
dipengaruhi variable lain yang
sifatnya tidak dapat berdiri
sendiri.
2. Definisi Operasional Variable
a. Prestasi Kerja Karyawan
Indikator yang diukur dalam
variable prestasi kerja
karyawan pada PT. OLX
Indonesia adalah sebagai
berikut :
1) Kualitas Kerja
2) Kuantitas Kerja
3) Hubungan Kerja
4) Penyelesaian Pekerjaan
5) Ketangguhan
6) Keselamatan Kerja
b. Disiplin
Indikator yang diukur dalam
variable disiplin pada PT. OLX
Indonesia adalah sebagai
berikut :
1) Ketepatan Waktu
2) Menggunakan Peralatan Kantor
Dengan Baik
3) Tanggung Jawab yang TInggi
4) Ketaatan Terhadap Aturan Kantor
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis Korelasi Sederhana
Koefisien korelasi diberi
yang symbol r, koefisien ini
menunjukkan seberapa besar
hubungan yang terjadi antara
variable independen (X)
terhadap variabel dependen (Y)
serta untuk mengetahui arah
pengaruh yang terjadi.
2. Koefisien Determinasi
Koofisien Determinasi
(KD) digunakan untuk
mengetahui prosentase sumba-
ngan pengaruh variable bebas
terhadap variable terikat.
3. Analisa Regresi Linier
Sederhana
Analisis ini bertujuan untuk
untuk mengetahui arah
hubungan antara variable bebas
dengan variable terikat apakah
berhubungan positif atau negatif.
Analisis regresi linier sederhana
adalah hubungan secara linier
antara variable independen
dengan variable dependen.
Persamaan regresi linier
sederhana adalah Y = a + bX +
e
Keterangan :
Y = Variable terikat
X = Variable bebas
a = Konstanta (Nilai Y apabila
X = 0)
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 142
b = Koofisien regresi (nilai
peningkatan ataupun
penurunan)
4. Uji t
Uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah variabel
independen (X) berpengaruh
secara signifikan (berarti penga-
ruh yang terjadi dapat berlaku
untuk populasi/dapat digenera-
lisasi) terhadap variabel depen-
den (Y), yaitu dengan uji-t.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
INTERPRETASI
A. Analisis Korelasi Sederhana
Tabel 4.1 Correlations
Prestasi
Kerja Disiplin
Prestasi
Kerja
Pearson
Correlation 1 .847**
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
Disiplin Pearson
Correlation .847** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-
tailed).
Dari output di atas didapat
koefisien korelasi sebesar 0,847.
Karena nilai lebih mendekati 1, maka
hubungan antara disiplin dengan
prestasi kerja karyawan adalah sangat
erat. Nilai koefisien bertanda positif
yang berarti terjadi hubungan positif,
artinya jika tingkat disiplin yang
dimiliki oleh karyawan PT. OLX
adalah baik maka prestasi kerja
karyawan akan meningkat.
.
B. Koefisien Determinasi Tabel 4.2
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .847a .717 .512 .26017
a. Predictors: (Constant), Disiplin Kerja
Berdasarkan output diperoleh
angka koofisien determinasi (r2)
sebesar 0.717. Nilai ini menunjukkan
bahwa persentase sumbangan pengaruh
variabel disiplin (X) terhadap variabel
prestasi kerja (Y) adalah sebesar 71,7%
sedangkan sisanya sebesar 28.3% di
pengaruhi atau dijelaskan oleh
variable atau faktor lain yaitu:
motivasi, kecerdasan, tanggung jawab,
kondisi keluarga, lingkungan kerja,
pendidikan dan pelatihan.
C. Analisis Regresi Sederhana
Tabel 4.3
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 1.927 .308 6.264 .000
Disiplin Kerja .569 .079 .847 7.306 .000
a. Dependent Variable: Prestasi Kerja
Berdasarkan hasil output
bentuk persamaan regresi kedua
variable tersebut dapat digambarkan
dengan persamaan Y = 1.927 + 0.569
X + e. Arti persamaan ini adalah :
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 143
1. Konstanta (a) sebesar 1.927
artinya apabila variable disiplin
(X) nilainya adalah 0 (Karyawan
tidak memiliki tingkat disiplin
sama sekali), maka variable
prestasi kerja mereka (Y) nilainya
sebesar 1.927.
2. Koefisien regresi (b) variable
disiplin sebesar 0.569 artinya
apabila nilai variable disiplin (X)
mengalami kenaikan 1 satuan
maka nilai variable prestasi kerja
(Y) akan mengalami kenaikan
sebesar 0.569 unit.
D. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui
pengaruh variable independen terhadap
variabel dependen, apakah
pengaruhnya signifikan atau tidak.
Adapun langkah-langkah pengujian
adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan Keputusan
Ho ditolak dan Ha diterima jika
signifikansi < 0,05 atau nilai t hitung
> t tabel
Ho diterima dan Ha ditolak jika
signifikansi > 0,05 atau nilai t hitung
< t tabel
2. Kesimpulan
Terlihat bahwa nilai t hitung lebih
besar dari t tabel (7,306 > 1,677),
maka Ho ditolak dan Ha diterima
yang artinya disiplin (X)
berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi kerja karyawan
(Y).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dari hasil koefisien korelasi
sederhana didapatkan hasil r =
0,847 ini berarti terdapat
hubungan yang sangat erat
disiplin dengan prestasi kerja
karyawan pada PT. OLX
Indonesia. Nilai koefisien
bertanda positif yang berarti
terjadi hubungan positif,
artinya jika tingkat disiplin
yang dimiliki oleh karyawan
PT. OLX adalah baik maka
prestasi kerja karyawan akan
meningkat.
2. Dari hasil Koefisien
Diterminasi = 71,7 % artinya
Persentase sumbangan penga-
ruh variabel disiplin terhadap
variabel prestasi kerja karya-
wan adalah sebesar 71,7%,
sedangkan sisanya sebesar
28,3% dipengaruhi oleh
variable lain, yaitu : motivasi,
kecerdasan, tanggung jawab,
kondisi keluarga, lingkungan
kerja, pendidikan dan pelati-
han.
3. Berdasarkan hasil Koefsien
regresi sederhana didapatkan
persamaan Y = 1.927 + 0.569
X + e. Arti persamaan ini
adalah :
a. Konstanta (a) sebesar 1.927
artinya apabila variable
disiplin (X) nilainya adalah
0 (Karyawan tidak
memiliki tingkat disiplin
sama sekali), maka variable
prestasi kerja mereka (Y)
nilainya sebesar 1.927.
b. Koefisien regresi (b)
variable disiplin sebesar
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 144
0.569 artinya apabila nilai
variable disiplin (X)
mengalami kenaikan 1
satuan maka nilai variable
prestasi kerja (Y) akan
mengalami kenaikan
sebesar 0.569 unit.
4. Dari hasil uji didapatkan hasil
nilai t hitung lebih besar dari t
tabel (7,306 > 1,677), maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang
artinya disiplin (X)
berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi kerja
karyawan (Y).
B. Saran
1. Upaya menciptakan prestasi
kerja karyawan melalui tupaya
metingkatkan kedisiplinan karya-
wan telah banyak dilakukan oleh
PT. OLX Indonesia. Upaya ini
perlu dipertahankan dan
ditingkatkan demi tercapainya
kinerja karyawan yang maksimal.
2. Perusahaan dapat mencoba untuk
memperbaiki dan menindak
karyawan yang melakukan
pelanggaran terhadap aturan yang
berlaku. Para karyawan yang
melanggar aturan dan diberi
sanksi yang sesuai dengan aturan
yang berlaku. Hal dapat ini
dilakukan untuk meminimize
pelanggaran dan mencegah
karyawan yang lain melakukan
perbuatan yang serupa serta
menghindari terjadinya
pelanggaran dikemudian hari
sehingga tercapai prestasi kerja
secara maksimal dapat tercapai.
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 145
DAFTAR PUSTAKA
Danang Sunyoto, 2012, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,
CAPS
Handoko, T hani, 2007, Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia, BPFE, Yogyakarta
Hasibuan, Malayu S,P, 2000, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Bumi
Aksara, Jakarta
Hasibuan, Malayu S. P. 2008. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta;
PT. Bumi Aksara
Moenir, H.A.S. 2005. Pendekatan
Manusia dan Organisasi Terhadap
Pembinaan Kepegawaian. Jakarta:
Bumi Aksara
Mangkunegara, A A Anwar Prabu (2009),
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta, Aditama
Prawiro Sentono, 2009, Manajemen
Sumber Daya Manusia Kebijakan
Kinerja Karyawan, Yogyakarta,
BPFE.
Panggabean dalam Sutrisno, Edy, 2010,
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group
Sugiyono, 2011, Statistika Untuk
Penelitian, Bandung, Alfabeta
Sirait, Justine T, 2006, Memahami Aspek-
aspek Pengelolaan Sumber Daya
Manusia dalam Organisasi,
Jakarta, Grasindo
Sedarmayanti, 2008, Sumber Daya
Manusia dan Produktivitas Kerja,
CV Mandar Maju, Bandung
Singodimedjo, Markum, 2002,
Manajemen Sumber Daya
Manusia, Surabaya
Soejono Soekanto, 2000, sosiologi suatu
pengantar, Jakarta, Raja Grafindo
Persada
Tulus Tu‟u, 2004, Peran Disiplin pada
Perilaku dan Prestasi Belajar,
Jakarta, Grasindo
Veithzal Rivai, 2004, Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk Perusahaan
dari Teori ke Praktek, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 146