Jurnal Teologi
Vol. I, No. 1, Juli – Desember 2016
STT BMW MEDAN
Jalan Besar Kutalimbaru, Desa Namomirik,
Kec. Kutalimbaru, Kab. Deli Serdang – Sumut, 20354
Email: [email protected]; Hp. 081264067730
Jurnal Teologi: Jurnal BMW-GO adalah sebuah karya ilmiah Teologi yang
diterbitkan secara berkala oleh STT BMW MEDAN.
Tulisan-tulisan ini merupakan wujud kontribusi pemikiran bagi STT,
gereja dan kekristenan di Indonesia.
Kontributor:
Sri Mulyono, M.Th., Dr. Eliazer Nuban, M.Th., Dr. Freddy Teng, M.Th.,
Yupiter Mendrofa, M.Th., Yulius Enisman Harefa, M.Th.,
Rosiany Hutagalung, M.Th., Rosdiana Purba, M.Th.,
Pelealu Samuel G., M.Th., Alexander Tambunan, M.Th.,
Dr. Binahati Waruwu, M.Pd., Alexander Suranto M.Th.
Para penulis dalam Jurnal ini, merefleksikan pandangan masing-masing
secara unik, dan tetap dalam keyakinan yang tidak bertentangan
sebagaimana diyakini oleh STT BMW MEDAN.
Untuk semua jenis komunikasi yang berkaitan dengan Jurnal Teologi:
BMW-GO, harap menghubungi:
Yulius Enisman Harefa, M.Th. – Sekretaris Pelaksana
Email: [email protected]
Sekretariat Editor:
STT BMW MEDAN
Jalan Besar Kutalimbaru
Desa Namomirik, Kecamatan Kutalimbaru
Kabupaten Deli Serdang – Sumatera Utara, 20354
Email: [email protected]. HP: 081264067730
Jurnal Teologi: Jurnal BMW-GO
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BINA MUDA WIRAWAN MEDAN
Diterbitkan oleh:
STT BMW MEDAN
Jurnal Teologi: Jurnal BMW-GO
Terbit pada tahun 2017
Vol. I, No. 2, Januari – Juni 2017
Dewan Penasehat:
Suranto, M.Th. (Pengurus Akademik YMRI)
Pelealu Samuel G., M.Th. (Ketua LPMI STT BMW MEDAN)
Pemimpin umum / penanggungjawab:
Sri Mulyono, M.Th. (Ketua STT BMW MEDAN)
Pimpinan Redaksi:
Dr. Binahati Waruwu, M.Pd.
Redaksi:
Dr. Eliazer Nuban, M.Th.
Dr. Freddy Teng, SE., M.Th.
Yupiter Mendrofa, M.Th.
Redaktur Pelaksana:
Yulius Enisman Harefa, M.Th.
Administrasi/Sirkulasi:
Tabita Br. Sembiring, S.Th.
Erni Telaumbanua, S.PAK
Meldi Atur Tambunan, S.Th.
ii
KATA SAMBUTAN
Dengan penuh rasa kagum dan bangga kita menaikan rasa syurkur
kepada sang khalik langit dan bumi, karena pertolongan-Nya sehingga
terealisasi penerbitan jurnal Teologi edisi perdana ini. Kami berharap jurnal
Teologi ini dapat menjadi ruang untuk berdiskusi; berinovasi serta menjadi
media untuk mengkomunikasikan ide-ide, temuan-temuan kekinian yang
terkait dengan tercerahnya kebuntuan manusia karena pergumulan;
tersingkapnya kebenaran Tuhan karena kuasa-Nya.
Jurnal Teologi ini kami beri nama “BMW GO” yang kami maknai
sebagai spirit tiga pilar yang menjadi pijakan proses belajar mengajar di
Sekolah Tinggi Teologi BMW Medan. Bible (B) menempatkan firman Tuhan
sebagai dasar dan pijakan utama dalam rangka pengajaran, keputusan etis
serta pengabdian kepada kerajaan Allah; berbangsa dan bernegara.
Missionary (M) merupakan beban dari proses mengetahui, memahami dan
untuk selanjutnya dengan penuh kesadara iman bersedia untuk diutus pergi
menjadi saksi di tengah dunia. Work (W) bekerja sebagai bentuk latihan -
refleksi mandat budaya yang dipercayakan Tuhan kepada manusia di tengah
dunia milik-Nya, sehingga muncul manusia yang memiliki karakter berkarya
dan mandiri. Bible Missionary and Work yang siap pergi untuk diutus (GO)
ke Yerusalem, Yudea dan Samaria hingga ke ujung bumi.
Terbitnya edisi perdana ini menandai telah dimulainya kesadaran
mengamati, meneliti, menganalisa yang bermuara kerinduan menulis. Topik-
topik yang dituangkan dalam edisi ini merupakan pengamatan yang sifatnya
personal oleh para kontributor dalam bidang keilmuan yang di dalami
masing-masing. Pun demikian kiranya dapat memberikan kesan dan
perenungan mendalam bagi penyaji maupun pembaca. Apa pun topik yang
dituangkan dalam jurnal ini baik yang sekarang diterbitkan maupun yang
akan datang; tujuannya hanya satu pemberitaan kebenaran Tuhan.
Kami menyadari dengan penuh kesadaran bahwa jurnal ini masih
sangat sederhana dan bahkan jauh dari kesempurnaan. Pun demikian perlu
digaris bawahi juga bahwa apresiasi, penghargaan kepada para kontributor
perlu diberikan atas ide-ide; pemikiran-pemikiran yang dipublikasikan dalam
ruang ini.
iii
Kerinduan sekaligus harapan kami, kiranya jurnal Teologi ini menjadi
berkat bagi para pembaca yang berkerinduan membacanya, dan secara luas
dapat menjadi bahan referensi bagi kajian ilmiah di lingkungan pendidikan
Tinggi Teologi. Kiranya Tuhan dipermulikan dan menjadi pusat dalam setiap
kehidupan: Pemikiran dan tindakan kita. Solideo Gloria.
Medan, 02 November 2016
Ketua STT BMW Medan
iv
DAFTAR ISI
Kata Sambutan ...................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................... iv
Agama dan Politik di Indonesia: Perlunya Seruan
Moral Politik di Tengah-Tengah Tergerusnya
Nasionalisme di Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Sri Mulyono ...............................................................
1-12
Signifikansi Pembersihan Hati dalam Upaya
Menghadirkan Shalom
Rosdiana Purba ........................................................
13-38
Pelayanan Konseling Kristen dalam Lingkup
Pendidikan
Suranto ......................................................................
39-56
Mentoring Musa Sebagai Model Alih Generasi
Kepemimpinan Bagi Pengkaderan Pemimpin Pada
Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia di Medan
Rosiany Hutagalung .................................................
57-106
Penerapan Teologi Uis Neno dalam Kehidupan
Bergereja Suku Atoni Pah Meto di Nusa Tenggara
Timur, NTT
Eliazer Nuban ...........................................................
107-126
Kajian Historis Mengenai Doktrin Ketekunan Orang-
Orang Kudus dalam Perspektif Reformed
Pelealu Samuel G. ....................................................
127-162
Pemahaman Tentang Identitas Diri dalam Kristus
Epafras Mujono ………............................................
163-191
AGAMA DAN POLITIK DI INDONESIA:
Perlunya seruan moral politik di tengah – tengah
tergerusnya nasionalisme di Negara kesatuan Republik
Indonesia
Oleh: Sri Mulyono, M.Th.
Abstrak
Tulisan ini merupakan tanggapan terhadap bangkitnya Islam politik –
yang akhir-akhir ini mengusik ketenangan berbangsa dan bernegara di bumi
Indonesia. Perlakuan diskriminatif dalam banyak hal sangat dirasakan di
setiap birokrasi pemerintahan. Hal itu seharusnya tidak terjadi jika kita mau
jujur pada sejarah pendirian bangsa ini oleh para pendirinya. Negara kesatuan
republik Indonesia didirikan oleh para pendahulu dengan kesepakatan
bersama; musyawarah bersama, maka lahirlah sebuah bangsa dengan nilai
kebangsaan dan bukan dengan idiologi agama atau kelompok tertentu. Hal ini
menunjukkan bahwa para pendiri dan perumus Negara dengan nama
Indonesia adalah orang-orang yang memiliki prinsip dan pandangan
bernegara yang sangat luas dan matang. Johanes Laimena dan I J. Kasimo
adalah contoh tokoh Kristen sekaligus pemikir Kristen yang pemikirannya
sangat brilian – menjadi pribadi yang disegani dalam pemikiran-
pemikirannya dalam berbangsa dan bernegara. Hilangnya, meredupnya spirit
tokoh; pemikir kristiani dalam politik sangat dipengaruhi oleh stigma bahwa
politik itu kotor dan sangat duniawi. Harus diakui bahwa pemikiran tersebut
sebagai warisan pemikiran Marthin luter, Yohanes Calvin sebagai tokoh
reformasi. Pengajaran pemisahan dua kerajaan (Kerajaan dunia dan kerajaan
Sorga) setidaknya sangat berpengaruh terhadap orang Kristen untuk terjun
dalam dunia politik. Terjun dalam dunia politik praktis adalah tindakan yang
bersifat pragmatis – itu tidak elok, tetapi menyerukan seruan moral politik
dalam pemikiran adalah tanggung jawab setiap orang Kristen; adalah
kebutuhan yang seharusnya pada kekinian. Sudah saatnya lembaga
pendidikan Kristen termasuk sekolah tinggi teologi memikirkan,
2
merencanakan, mengkaji, rancang bangun kurikulum teologi politik dalam
tradisi akademik. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi lompatan sikap dan
prinsip dalam teologi politik umat kristiani di tengah bangsa ini.
Frasa kunci: Teologi (agama); Politik; Pendidikan politik
A. Pendahuluan
Indonesia adalah Negara yang unik dengan keanekaragaman budaya
dan agama. Perjuangan Negara Indonesia hingga menjadi sebuah bangsa yang
merdeka, besar dan berdaulat tidak terlepas dari perjuangan kaum kristiani.
Pemikiran teologi politik seperti yang diperkembangkan oleh Johanes
Laimena dan I. J Kasimo menegaskan keterlibatan orang Kristen dalam
bidang politik. Negara ini berdiri tak bisa dilepaskan dari peran aktif orang
Kristen yang memiliki integritas dan ketulusan untuk membentuk sebuah
Negara kesatuan Republik Indonesia. Pun demikian tergerusnya persatuan
dan kesatuan Negara kesatuan Republik Indonesia melalui berbagai
kegaduhan politik dalam pesta demokrasi pemilihan kepala daerah dengan
mengedepankan primordial agama; suku adalah indicator bahwa anak bangsa
ini telah abai (tokoh Kristen) terhadap pemeliharaan keutuhan sesama anak
bangsa. Sepertinya telah tenggelam para tokoh teologi politik Kristen di
negeri ini – tokoh Kristen – teolog Kristen yang memiliki pemikiran lintas
denominasi gereja; lintas agama; lintas suku sepertinya sedang
menyembunyikan diri atau jika ada pemikirannya telah tumpul (baca:
terbitnya surat gembala oleh PGI – terhadap keberadaan dan eksistensi LGBT
di Indonesia; sikap politik terhadap berbagai peristiwa penutupan dan
pelarangan mendirikan tempat ibadah meskipun sudah mendapatkan Surat
Mendirikan Bangunan yang secara hokum memiliki kekuatan). Diperlukan
kemauan yang lugas dan tegas menggali ulang, mengiventarisasi ulang
pemikiran teologi politik sebagaimana telah diperjuangkan tanpa lelah oleh
tokoh-tokoh Kristen pada permulaan berdirinya bangsa kesatuan republic
Indonesia (Johanes Laimena dan I. J. Kasimo) dikalangan pemimpin dan
sekaligus pemikir Kristen pada abad ini. Saatnya sekarang teologi politik
Kristen harus cerdik dan tulus menyerukan seruan moral politik. Perlu
3
persemaian teologi politik terstruktur dilingkungan pendidikan teologi (Baca:
STT Perlu mengkaji perlunya kurikulum teologi politk dalam kampus).
Kata politik berasal dari kata Yunani “Polis“ yang berarti kota atau
negara. Kata polis diturunkan menjadi kata Polites = warga Negara, Politikos
berarti kewarganegaraan1. Lebih lanjut Jacobus menyebutkan bahwa untuk
selanjutnya orang Romawi mengambil alih perkataan Yunani itu, lalu
menamakan pengetahuan tentang Negara / pemerintahan dengan istilah ars
politica, artinya kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraaan. Para ahli
mengemukakan berbagai pendapat terkait dengan politik. Roger F Soltau
“Political science is the study of state, its aim and purpose the institutions by
which these are going to be realized, its relations with its individual members,
and other states ( ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari Negara, tujuan-
tujua Negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan
itu, hubungan antara Negara dengan warga negaranya serta dengan Negara-
negara lain2 Sementara itu Joyce Mitchell sebagaimana dikutip oleh Rasyid
menjelaskan bahwa “Politic is collective decision making of public policies
for an entire society = Politik adalah pengambilan keputusan kolektif dalam
pengertian pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.3
Sementara itu menurut The Liang Gie – Ilmu Politik adalah sekelompok
pengetahuan teratur yang membahas gejala-gejala dalam kehidupa
masyarakat dengan pemusatan perhatian pada perjuangan manusia mencari
atau memperhatikan kekuasaan guna mencapai apa yang diinginkan. Jadi
politik adalah aktivitas, dimana kepentingan-kepentingan yang berbeda
dalam sebuah unit pemerintahan tertentu, didamaikan4 dengan memberi
bagian dalam kekuasaan sebanding dengan peran bagi kesejahteraan hidup
seluruh masyarakat. Secara historis kekuasaan, Negara sudah dimulai pada
1 Jacobus, Pengantar Ilmu Politik… (Bandung: ALFABETA, 2016) h.1 2 Hatamar Rasyid, Pengantar Pengantar ilmu politik- perspektif barat dan islam
(Jakarta: Grafindo, 2017) h.1 3 Ibid, h.2 4 Karena Politik selalu didalamnya terdapat konflik – konflik dari lapisan masyarakat
/ kelompok yang berbeda, sehingga perlu mengakomodir kepentingan kelompok tersebut.
Dalam pengertian ini, politik dapat dilihat sebagai sebuah kekuatan yang beradab dan
memperadabkan.
4
tahun 450 SM di Yunani kuno, hal itu dibuktikan dengan karya-karya ahli
sejarah seperti Herodotus, atau filsuf-filsuf seperti Plato, Aristoteles.
Sementara itu di Asia ada beberapa pusat kebudayaan – di India dan Cina
yang telah mewariskan tulisan-tulisan politik bermutu, yaitu: Kesusasteraan
Dhamasenta dan Arthasastra yang berasal dari kira kira 500 SM. Kemudian
di Cina muncul seperti Confucius pada 500 SM; Mencius pada tahun 350
SM.5
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah proses pemahaman terhadap
politik tidak terlepas dari pemikiran-pemikiran kaum agamawis (Para
Teolog). Ricard Daulay mencatat bahwa sumbangan Luther dan Calvin yang
paling monumental dalam pemikiran politik yang masih berpengaruh hingga
sekarang ialah ajaran mengenai “The dual Citizenship of man “ yang biasa
dikenal dengan ajaran tentang dua kerajaan, yang menginspirasi para ilmuan
pokitik dikemudian hari untuk melahirkan gagasan pemisahan gereja ( baca:
Agama) dengan Negara ( Separation of religion and state)6 Meskipun juga
perlu dipahami bahwa obsesi Luther terhadap pemikirannya adalah untuk
memurnikan injil dan iman. Karena inti ajaran Marthin Luther adalah Sola
fide (hanya karena iman); Sola scriptura (hanya karena Alkitab) dan Sola
gratia (Hanya karena anugerah).7 Pemikiran Luther terkait dengan dua
kerajaan telah meruntuhkan dominasi Paus yaitu: tembok Superioritas Paus
sebagai pengantara Tuhan dengan manusia; hak menafsirkan Alkitab serta
wewenang untuk mengundang konsili. Pemikiran ini telah menjadi cikal
bakal gelombang pembaharuan (baca: Reformasi dominasi Paus dalam gereja
dan sekaligus memerintah). Berbagai gerakan menyertainya, kegerakan
Pietisme; berbagai konferensi misi; kegerakan oikumene di dunia. Maka
secara moral telah terjadi kegerakan yang luar biasa dalam perkembangan
ilmu politik.
Terjadinya pemikiran politik Islam adalah bias dari pemikiran Luther
dan Calvin. Munculnya revolusi Islam Iran (Janurari 1978 – Februari 1970)
5 Ibid h.9 6 Ricard Daulay, Agama dan Politik di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017)
h. 44 7 Ibid. h 45
5
telah menjadi tanda kebangkitan Islam politik secara internasional.8 Dalam
kazanah Islam, politik dalam bahasa Inggris dipahami dari kata serapan Arab
“ Siyasah, yang secara etimologis berarti: mengatur atau melakukan sesuatu
yang mendatangkan kebaikan. Secara umum Hatamar Rasyid berbendapat
bahwa pengertian politik yang diterjemahkan dengan siyasah syar’iyyah
dalam khazanah islam memang lebih banyak dilihat dalam perspektif fikih
(hukum islam) yang disebut dengan fiqh siyasi (Politik islam atau fikih
politik)9 lebih lanjut dikemukakan pendapatnya dalam kutiban buku Abdul
Wahab Khalaf : Mendefinisikan siyasah syar’iyyah adalah pengaturan hal-
hal yang bersifat umum bagi Negara Islam dengan cara yang menjamin
perwujudan kemaslatan dan penolakan kemudaratan ….10 Jadi sangatlah jelas
bahwa Agama dan politik meskipun berbeda bentuk dan maknanya, namun
keduanya sangat erat dan hampir tidak terpisah dalam kehidupan sebagai
bangsa dan bermasyarakat. Kadang-kadang berkembang menjadi orientasi
pada kepentingan bagi yang beragama untuk berkuasa.
B. Mengapa orang Kristen Indonesia memandang Politik adalah
sesuatu yang kotor.
Ada dua alasan yang penulis temukan, yaitu; 1) Pengaruh pengajaran teologis
Martin Luther dan 2) Strategi politik dan politisasi VOC.
1). Pengaruh pengajaran Teologi Martin Luther dan Calvin,
Secara umum umat Kristen di Indonesia (Gereja-gereja) merupakan
hasil dari zending (utusan misi) dari Belanda (NZG) dan Jerman (RMG).
Ricard Dauly mendiskripsikan:
Permulaan sejarah Gereja Protestan di Indonesia adalah pada zaman
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang mulai bekerja di Indonesia
pada awal abad ke-17, didirikan pada tahun 1602 di pelabuhan kota Raterdam,
Belanda. …. Pada kurun waktu itu Belanda sudah menjadi sebuah Negara
Protestan. Setelah hampir satu abad Portugis berkuasa di Maluku, sejak tahun
1605 armada VOC mengusir Portugis, sehingga VOC yang telah mendapat hak
monopoli dari pemerintah belanda, mengkonsolidasikan kekuasaannya untuk
dapat melakukan monopoli perdagangan, termasuk monopoli agama. Selama
8 Ibid, h. 1 9 Hatamar Rasyid, Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Grafindo Persada, 2017) hl.5 10 Ibid.h. 5
6
200 tahun VOC berkuasa, hampir tidak ada agama ( aliran ) lain yang boleh
masuk ke Indonesia, kecuali gereja Calvinis belanda dan sedikit gereja
Lutheran.11
Gereja Calvinis dan Lutheran sangat bercorak pada pemikiran dan pengajaran
dari Johanes Calvin dan Marthin Luther yang mana keduanya sangat
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran St. Agustinus. Dua tokoh reformis ini
(Marthin Luther dan Calvin) telah mendobrak tembok dominan Paus. Karya
yang sangat terkenal adalah pemikiran dua kerajaan. Antara kerajaan Dunia
(Negara) dengan kerajaan Surga (gereja). Menurut ajaran tentang Dua
kerajaan“, manusia secara simultan merupakan warga dunia dan warga sorga;
ia adalah rohani sekaligus duniawi; terikat pada hokum dunia sekaligus
hokum ilahi (Injil); memiliki akal budi sekaligus iman. Dalam kerajaan rohani
itu manusia bebas, tetapi dalam kerajaan duniawi ia terikat. Manusia
sekaliugs anggota Gereja (tubuh Kristus yang kekal), dan sekaligus tunduk
kepada otoritas duniawi dan hokum dunia (Ricard Dauly; hl. 45).
Perkembangan pemikiran ini semakin dipertajam oleh gerakan pemikiran
Pietisme yang bertolak dari pemikiran teologis marthin Luther. Lebih lanjut
Dauly mengutip pendapat Davies (1976):
Berkaitan dengan corak gerakan Pietisme yang amat menekankan hidup
kerohanian, dan cenderung bersikap negative terhadap urusan politik mencatat
tujuh argument bahwa politik itu kotor: Pertama, Urusan gereja adalah agama,
bukan politik…Pietisme lebih menekankan bahwa urusan gereja dan orang
percaya adalah ibadah; berdoa dan mengabarkan injil. Kedua; agama adalah
urusan pribadi, sedangkan politik adalah urusan kelompok (Komunitas)
prinsip ini juga berakar pada ajaran Luther – imamat am orang percaya yang
subsatansinya adalah setiap orang percaya adalah imam yang
bertanggungjawab secara vertical keapda Tuhan. Ketiga; Kekristenan
berurusan dengan kerajaan Allah, yang mengutamakan kehidupan yang akan
datang, sedangkan politik berurusan dengan kerajaan duniawi dan
mengutamakan kehidupan masa kini. Keempat; Yesus bersikap a-politik, maka
pengikutNya pun wajib mengikuti teladanNya untuk tidak terlibat dalam
politk. Kelima; Pengajaran Yesus tidak sesuai dengan prinsip-prinsip politik –
pusat pengajaran Yesus adalah kasih dan pengampunan sedangkan politik
praktis – tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan
abadi. Keenam; Politik praktis dan partai politik yang menganut prinsip
partisan tidak sesuai dengan iman Kristen yang mengutamakan kesatuan.
Ketujuh; politik itu berkatian dengan penggunaan dan perebutan kekuasaan
11 Op.cit. Ricard Dauly…. H. 61
7
(Power), sedangkan gereja dan kekristenan mengutamakan kasih dan
pengosongan diri seperti yang dilakukan Yesus dalam hidupNya.12
Lebih lanjut Daulay berpendapat Secara umum dapat dikatakan, sesuai
dengan uraian-uraian di atas bahwa sejak awal abad ke-19, yaitu sejak
masuknya missionaris yang diutus lembaga-lembaga Zending Eropa,
sesungguhnya wawasan politik yang ditanamkan kalangan Zending kepada
orang Kristen Indonesia sangat bersifat negative.13 Sehingga wawasan
tersebut telah membangun stigma wawasan terhadap politik juga negative –
politik dianggap sebagai sesuatu yang kotor, duniawi dan tidak sesuai dengan
hakekat injil, yaitu kasih.
2). Strategi Politik dan Politisasi VOC.
Membatasi dan bahkan melarang kaum Zending terlibat dalam Politik adalah
sebuah bentuk pembatasan hak setiap pribadi (bertentangan dengan HAM).
Pun demikian supaya kepentingan pemerintah Hindia belanda terlindungi
dari upaya penyimpangan para Zending dan umat Kristen yang dilayani,
maka seperti Daulay mengutip pandangan De Jonge,2008: 303-304:
Pemerintah (Belanda) tidak mengijinkan para Zending – orang Kristen tidak
boleh terlibat dalam politik praktis – bahwa sesuai dengan peraturan
pemerintahan jajahan belanda, setiap pekabar injil harus terikat pada prinsip
rust en orde (ketentraman dan ketertiban)14 lebih Lanjut Daulay memberikan
alasan bahwa atas dasar pemahaman inilah maka para pendeta pribumi
angkatan pertama memandang politik sebagai sangat kotor penuh dosa. Hal
itu dikuatkan pendapat WB Sidjabat dalam laporan hasil siding Synode am
ke-3 dari GPI (30 Mei -10 Juni 1948) tentang gereja dan politik – seorang
pendeta GPI (Ds. Lawalata) memberikan reaksi negative: Di dalam politik
kita membohong. Kalau campur politik kita berdosa. Maka itu…. Tak setuju
bahwa gereja campur dalam politik.15
C. “Pendeta dapatkah berpolitik praktis di Indonesia “?
Pandangan tentang politik sebagai sebuah urusan aktivitas public –
kemasyarakatan telah memunculkan gambaran baik positif maupun negative.
12 Ibid, Daulay,… h. 55-56 13 Ibid, h.90 14 Ibid, Daulay , …. h.91-92 15 Ibid, Daulay, h.92
8
Aristoteles mengajarkan polikitk dipandang sebagai aktivitas yang mulia dan
mencerahkan karena sifat publiknya.16 Pendeta adalah pemimpin jemaat
(Gereja), Jemaat merupakan komunitas manusia yang terkumpul dalam
wadah persekutuan di dalam Kristus. Tugas pokok pendeta adalah
menggembalakan kawanan domba milikNya (Yohanes 15:21; I Petrus 5:1-3).
Sebagai gembala bertanggung jawab penuh atas kehidupan jemaatNya (Baca:
Membimbing; mengajar) yang telah diamanatkan oleh Tuhan: “Menjadikan
MuridKU“ (Matius 28:19-20). Secara Moral seorang Pendeta (Penggembala)
wajib mencerahkan, memotivasi, mendampingi umat bersikap terhadap
kesejahtaraan umat manusia. Jacobus Ranjabar berpendapat: Secara spesifik
politk dilihat sebagai sebuah cara untuk memecahkan konflik, yaitu dengan
kompromi, perdamaian dan negoisasi daripada melalui kekuatan atau senjata
terhunus.17 Terkait dengan keterlibatan pendeta terlibat dalam politik praktis
( Baca: terlibat langsung untuk mempengaruhi, penganjuran untuk ) adalah
sangat tidak etis. Akan tetapi jika berupa seruan moral adalah tugasnya untuk
mencerahkan.
Tidak dipungkiri bahwa didalam kisah Alkitab Tuhan banyak
menempatkan orang-orang utusanNya untuk mempengaruhi moral kehidupan
suatu bangsa. Yusuf sebagai keturunan Yakub (Israel) mempengaruhi
kebijakan politik di kerajaan Mesir. Nehemia berada di kerajaan Arthasasta
sangat diperhitungkan karena mampu mempengaruhi keputusan politik
Yehuda (Baca: yang menjadi musuh) kerajaan Arthasata (Nehemia 1- 8).
Daniel dan beberapa temannya (Daniel 1- 6) juga sangat mempengaruhi
kebijakan Negara (Kerajaan Babel – masa Nebukadnesar, Darius, Kures).
Sikap dan komitmen yang penuh dengan itegritas tokoh-tokoh tersebut
berhasil mempegaruhi keputusan kehidupan seluruh kerajaan di mana mereka
berada. Daulay mendiskripsikan:
Sikap yang dikemukakan oleh De Jonge (2008; 306-307) tidak
semua pekabar injil Eropa bersikap negative terhadap politik atau pergerakan
politik yang terjadi di Indonesia. Lebih lanjut dikatakan: orang-orang seperti
H Kreamer (Gereja Hervormd) dan J Virkuyl (Gereja Gereformeerd)
merupakan guru-guru politik para pejuang kemerdekaan Indonesia – dari
16 Jacubus Ranjabar, Pengantar Ilmu Politik (Bandung: ALFABETA, 2016) h.10 17 Ibid, Jacobus… h. 11
9
kalangan kristen. Tentu perlu memahami keterlibatan gereja pada politik
harus dipahami bahwa konteksnya adalah gereja sedang meninggalkan
prinsrip-prinsip bergereja dan bermasyarakat yang pernah diajarkan oleh
Calvin. … Perjuangan mereka melalui pendirian partai politik, termasuk di
Indonesia seperti Christelijk Ethische Partij (CEP; Partai Etis Kristen)
didirkan pada tahun 1917 di Jawa. … Salah satu tokoh pendeta sekalugs
politisi dari kalanagan Gereformeerd adalah Pdt. Basoeki Probowioto,
seorang pendeta Gereja Kristen Jawa… Probowinoto adalah salah seorang
yang mendirikan Partia Kristen Indonesia (Parkindo) tahun 1945…
Pandangan politik Probowinoto diungkapkan sebagai berikut: Apakah orang
Kristen itu dibenarkan mengadakan revolusi; bilamanakah orang Kristen
dibenarkan mengadakan revolusi dan tidak menanti samapi revolusi itu
rampung…. diambil kesimpulan bahwa ada saatnya boleh melawan
pemerintah, sekalipun pemerintah bangsa sendiri, kalau pemerintah itu jelas-
jelas melarang berbakti kepada Tuhan dengan cara yang ditetapkan oleh
Tuhan dalam alkitab…. adalah lebih baik menuruti perintah Allah daripada
perintah manusia…..perlawanan itu tidak perlu dengan kekerasan, dapat juga
dilaksanakan dengan cara demonstrasi; pemogokan.18
Pendapat dan uraian di atas merupakan contoh seruan moral politik
gereja (Organisme) dan juga pendeta (pemimpin). Politik praktis sangat
berbeda dengan seruan moral politik. Penulis berpendapat bahwa setiap orang
Kristen (Pemimpin) jika menggerakkan masa (Jemaat) untuk mendukung
pragmatism politik (Baca: Memilihnya) merupakan sikap jauh dari sikap etis,
pun demikian jika hal itu tak terhidarkan, maka sebaiknya pemimpin umat
(Pendeta) melepaskan fungsional structural penggembalaan gereja – untuk
menghindari conflict of interest dalam jemaat.
D. Pendidikan Politik dalam kurikulum STT di Indonesia.
Pencerahan terhadap pengertian; keterlibatan dalam perpolitikan di tengah-
tengah komunitas kekristenan telah dan akan terjadi seiring dengan beban
pergumulan kekinian dalam rangka berbangsa dan bernegara di Negara
kesatuan Indonesia. Secara jelas Ricard Daulay mendiskripsikan kiprah
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), melaui ketuanya Dr. J
Leimena menekankan:
…. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin
harus dilakukan di Indonesia. GMKI menjadilah suatu pusat sekolah latihan
(Leerschool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu
18 Ibid, Daulay…. H. 94
10
mengenai kepentingan dan kebaikan Negara dan bangsa Indonesia. GMKI
Bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft,
persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam
gereja, maupun dalam Nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari iman
dan roh, ia berdirdi di tengah dua proklamasi: Proklamasi kemerdekaan
Nasional dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan InjilNya, ialah Injil
kehidupan, kematian dan kebangkitanNya.19
Pernyataan di atas merupakan benih dan sekaligus spirit kaum
mahasiswa yang akan menjadi kaum cendikia Kristen. Apa yang telah
dimunculkan (Ide dan spirit) seharusnya disemaikan dari waktu ke waktu
dalam wadah kampus yang terorganisir teratur dan terstruktur. Secara
informal gereja; lembaga gereja telah melakukan pendidikan politik, akan
tetapi secara formal (terstruktur dalam kurikulum STT) mungkin baru muncul
dan terus digumulkan. Pendapat penulis pribadi Penting mengkaji dalam
forum formal tentang wacana memunculkan dalam kurikulum STT di
Indonesia. Sebagai alasannya adalah Pertama; Dunia akan cenderung dan
terus berubah dalam peperangan gagasan yang terus mewarnai (baca:
Kekuatan Gelap VS Terang) dalam eksistensinya, maka diperlukan pribadi-
pribadi yang penuh dengan itegritas serta kewibawaan memimpin yang
mampu mempengaruhi menjadi baik sebagaimana yang diharapkan Yesus
kepada para muridNya untuk menjadi garam dan terang dunia di tengah-
tengah kebusukan dan kegelapan dunia. Kedua; Kemunculan pemimpin
berintegritas sangat ditunggu; kehadiran manusia (Umat) yang berintegritas
dirindukan. Jika hal itu adalah penantian, maka perlu direncanakan untuk
kehadirannya. Ketiga: STT merupakan wadah dan tempat pembinaan,
pengajaran, pembentukan untuk menghasilkan manusia-manusia sebagai
sumber daya Pembina umat (Baca: Pemimpin; Pengajar) perlu memahami
isu-isu kekianian dalam berbangsa dan bernegara. (baca: Pengkotbah 4: 13-
15: “Lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat daripada seroang raja
tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi. Karena dari penjara
orang muda itu ke luar untuk menjadi raja, biarpun ia dilahirkan miskin
semasa pemerintahan orang yang tua itu. Aku melihat semua orang yang
19 Ibid, Daulay,…h.97
11
hidup di bawah matahari berjalan bersama-sama dengan orang muda tadi,
yang akan menjadi pengganti raja itu.”)
E. Penutup
Dalam paper ini penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Gereja-gereja Kristen di Indonesia (aras utama) rata-rata adalah hasil
dari buah pelayanan para Zending (Calvinsime – Belanda) dan
(Lutheran – Jerman). Dogtrin sebagai dogma telah membangun
system berteologi; bertindak dan berdoxologi ibadah keapda Allah
secara vertical serta interaksi horizontal dengan sesamanya.
Pengajaran yang kuat telah menjadi sumber etis umat dalam
berinteraksi serta bersikap dalam kehidupannya dalam berjemaat
(Bergereja) dan bermasyarakat (bernegara dan berbangsa). Pengaruh
kuat pemikiran teologis Martin Luther dan Calvin (Baca: Dua
kerajaan) telah melahirkan sikap dan bersikap dalam bergereja dan
bermasyarakat. Kekristenan adalah kehidupan iman; berdoa; dan
beribadah yang tidak dapat disatukan secara bersama dengan
keterlibatan dengan perpolitikan. Konsekuensinya adalah politik
dipandang sebagai sesuatu yang kotor dan berdosa – karena hal itu
bersinggungan dengan hal-hal didunia (Negara) yang sarat dengan
kedagingan dan jasmaniah. Hal itu berdampak pada minimnya gereja
(orang Kristen) yang terlibat dalam politik.
2) Proses pengertian bergereja dan bermasyarakat yang telah merosot
(berbanding dengan kebenaran Allah – pokok ajaran Calvin), maka
menimbulkan gerakan mengembalikannya pada kedudukan dan
keadaan semula (ideal – pokok ajaran calvin). Sehingga dinamikanya
politik tidak dipandang semuanya menjadi negative dan berdoa
(Kotor). Sebagai dampaknya adalah memunculkan cedikia Kristen
yang terdorong untuk memperjuangkan melalui seruan moral dan atau
bahkan terlibat dalam politik praktis. Pun demikian seharusnya demi
kesatuan dan keutuhan umat – maka jabatan pendeta, penatua,
pimpinan para gereja menghindari konflik kepentingan dengan
melakukan menanggalkan jabatan itu untuk selanjutnya terlibat dalam
12
politik praktis. Seruan moral politik Yes, politik praktis jaga ethos
jabatan.
3) Keterlibatan orang Kristen dalam Sejarah berdirinya bangsa
Indonesia sangat signifikan. Partisipasi mereka sangat mendapat
tempat di republik ini, maka perlu dan diperlukan kegiatan kaderisasi;
pemuridan pada generasi muda. Pendidikan politik secara informal
telah dilakukan melalui program pembinaan gerejawi, seminar-
seminar (skala nasional maupun internasional); secara formal telah
dilakukan melalui perguruan tinggi keilmuan politik secara luas. Pun
demikian pada tataran pendidikan sekolah tinggi teologi (dapurnya
pemimpin gereja) belum dilakukan. Adalah baik menghidupkan spirit
yang pernah dilakukan dalam pergerakan nasionalisme perjuangan
Indonesia yang diprakarsai oleh Kreamer, J Virkuyl dalam masa
pergerakan nasional Indonesia. Kemunculan tokoh Laimena dalam
pergerakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia perlu digaungkan
lagi melalui bangku-bangu STT.
SUMBER PUSTAKA
Dauly, Ricard
2017 Agama dan Politik di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung
Mulia)
Rasyid, Hatamar
2017 Pengantar Ilmu Politik perspektif barat dan Islam
(Jakarta: Grafindo Persada)
Ranjabar, Jacobus
2016 Pengantar ilmu Politik dari ilmu politik sampai politik
di Era Globalisasi (Bandung: ALFABETA)
Kossay, Paskalis
2015 Jalan damai menuju Papua sejahtara (Jakarta:
Tollegi)
Donohue, John. J; Esposito, John L
1994 Islam dan Pembaharuan: Ensklopedia masalah-
masalah (Jakarta: Grafindo persada)
13
SIGNIFIKANSI PEMBERSIHAN HATI
DALAM UPAYA MENGHADIRKAN SHALOM
Oleh: Rosdiana Purba, M.Th.
ABSTRAK
Purba, Rosdiana. Signifikansi Pembersihan hati untuk menghadirkan shalom.
Istilah: “shalom” artinya damai sejahtera. Sumber damai sejahtera adalah
Kristus. Shalom adalah Kristus. Shalom itu adalah satu kondisi yang harmoni
kepada Allah, dengan diri sendiri, kepada orang lain dan lingkungan sekitar.
Shalom bukan sekedar kata-kata biasa melainkan menjelaskan satu
pernyataan yang menyatakan hubungan benar dan tulus. Shalom dilahirkan
dihati orang yang hatinya bersih dari dosa dan segala kejahatan. Shalom
adalah anugerah Allah yang dapat mengubah hidup seseorang dari gelap
kepada terang, yang rusak menjadi pulih kembali.
Alkitab dengan jelas, mengatakan akibat kejatuhan satu orang ke dalam
dosa, semua manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Semua
manusia tanpa kecuali sudah ada dibawah kutuk dosa dan masuk dalam
penghukuman yang yang kekal. Manusia berdosa tidak mungkin lagi dapat
melepaskan diri dari belenggu dosa. Hati manusia penuh dengan segala
kejahatan, baik pikiran dan perkataan bahkan tingkah laku, jauh dari
kejujuran yang tulus. Pada umumnya manusia semakin individualis,
diskriminasi dan saling mempersalahkan. Maka, akibat hati yang tidak beres
akan merusak kekebalan tubuh, dan bisa jatuh kepada berbagai penyakit fisik.
Tuhan mengingatkan supaya manusia menjaga hati dengan segala
kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan. Tetapi harus diingat
bahwa hati manusia sudah dikuasai ego sehingga kehendak dan perilakunya
senantiasa menyimpang dari kebenaran. Oleh karena itu penulis merindukan
melalui tulisan ini mendapat satu langkah yaitu untuk menerima pertobatan
14
dan menerima Yesus Kristus dalam hati dengan iman, serta bersedia
membersihkan hati dengan segala kejahatannya. Hanya kuasa darahTuhan
Yesus yang sudah tercurah di kayu salib yang dapat menyucikan dosa-dosa
manusia.
Dalam hal ini karya Roh Kudus sudah mendahului segala rencana Allah
dalam penyelamatan orang yang dipilih-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Jikalau Tuhan begitu serius mengerjakan penyelamatan manusia dari dosa,
tidak ada alasan bagi manusia yang menyatakan dirinya bisa bersih tanpa
dianugerahkan kepadanya. Bagi setiap orang yang sudah menerima anugerah
keselamatan itu, hadirkanlah shalom yang Tuhan sudah karuniakan. Jadi,
benarlah ini “hati yang sudah dibersihkan dari dosa-dosanya akan
menghadirkan shalom ke semua link hidupnya. Kehadirannya di tengah-
tengah dunia ini akan membawa warna baru kepada kebenaran yang
sesungguhnya, dalam semua interaksi dalam hidupnya.
A. Pendahuluan
Memiliki hati yang bersih adalah anugerah Allah bagi setiap orang
percaya. Hati yang bersih adalah kekuatan yang sangat pribadi yang dapat
diandalkan dan mulia. Karena dari dalam hati akan terpancar kehidupan
(Ams. 4:23), Juga apa yang diperkatakan seseorang keluar dari hatinya
(Mark. 7:21-23). Dalam hal ini Daniel Fountain menyatakan bahwa: “Hati
adalah pusat kehidupan seseorang dan menentukan siapa kita, apa yang kita
perbuat dan bagaimana kita hidup di dunia ini. Hati teramat besar
pengaruhnya pada kesehatan.1 Kita semua bergumul dengan permasalahan
masing-masing. Sumber permasalahan itu berada di dalam hati. Daniel
Fountain mengutip pendapat Paul Tournier, seorang dokter yang bijaksana
yang memperdulikan manusia seutuhnya menyatakan bahwa: “Pergumulan
kita dengan permasalahan berikut ini yaitu konflik, pemberontakan, sikap
1 Daniel E. Fountain, M.D. Allah, Kesembuhan Medis & Mukjizat (Bandung:
Lembaga Literatur Baptis, 2002), 105.
15
negatif, kegagalan moral, dan kecemasan jiwa yang sangat besar pengaruhnya
pada kesehatan kita.2 Selanjutnya Daniel menyatakan bahwa:
“Kita diciptakan Allah untuk hidup berhubungan dengan-Nya dan untuk
bergantung kepada-Nya. Ke dalam hati kita Ia menaruh kerinduan kuat
untuk hidup bersatu dengan-Nya berkomunikasi dengan-Nya, menuruti
maksud dan rencana-Nya. Akan tetapi ketika nenek moyang kita tidak
mentaati Pencipta-Nya, maka terputuslah hubungan ini akibat pilihan
mereka sendiri. Mereka menolak Allah dan menjadi terpisah dari Dia yang
merupakan sumber segala kehidupan”3.
Hal penting yang harus diperhatikan, jikalau manusia belum
mempersilahkan Tuhan memenuhi tempat yang kosong di hati ini, manusia
akan terdesak untuk berusaha memenuhinya dengan berbagai cara lainnya,
sebagian ada yang membahayakan kehidupan dan kesehatan tiap orang. Jadi
dapat dijelaskan di sini bahwa kehendak yang baik dan kehendak yang benar
terbentuk di dalam hati. Alkitab menjelaskan bahwa Roh Kudus tinggal di
hati orang yang sudah mengalami penebusan Tuhan. Hati yang dipenuhi
dengan Roh Kuduslah yang dapat menghadirkan “shalom” karena “shalom”
adalah Kristus Yesus. Jadi, jikalau bukan Tuhan yang tinggal di hati
seseorang, berarti yang ada di hatinya ialah illah lain (iblis). Kata-kata kiasan
mengatakan: “dalamnya laut dapat diduga, tetapi dalamnya hati siapa yang
tau”. Juga menurut nabi Yeremia, “betapa liciknya hati” (Yer.17:9) Pada
umumnya setiap orang berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Walaupun ada perintah dari luar dirinya, namun keputusan dari hatinya yang
akan dilakukannya. Oleh karena itu penting diselidiki siapa yang mimpin
hidup seseorang, apa yang menjadi tujuan hidupnya.
B. Apa Kata Alkitab Tentang Hati
1. Keberadaan Hati Manusia Sebelum Jatuh Dalam Dosa
Dalam penciptaan manusia dimulai dengan firman Allah. Nama Allah
pencipta dalam bahasa Ibrani “elohim”, bentuk jamak yang menunjuk kepada
ketiga pribadi Allah. Juga kata “elohim” memberikan pengertian: The
2 Ibid., 106 3 Ibid., 129
16
supreme God, occasionaliy applied by way of deference megistrates.”4
Dengan demikian nama Allah dalam penciptaan menekankan kemahakuasan-
Nya dalam melakukan segala sesuatu dan juga menekankan ke Tritunggalan
Allah.
Alkitab dengan jelas mengungkapkan tentang penciptaan manusia:
“Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan
nafas kehidupan melalui lubang hidungnya, pada waktu manusia diciptakan
Allah. Laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka dan memberkati
mereka dan memberi nama (manusia) kepada mereka pada waktu diciptakan
(Kej.2:7, 5:1-2). Dalam hal ini menurut Harun Hadiwijono menyatakan
bahwa: Debu tanah atau daging terbatas hidupnya, dapat rusak dan juga
lemah. Demikianlah debu tanah atau daging hanya dapat hidup kalau Tuhan
Allah memberikan nafas hidup kepadanya.5 Selanjutnya beliau menguraikan
bahwa: Pengertian “soul” dipakai banyak variasi. Dalam Perjanjian Lama
bahasa Ibrani “nephesh” artinya jiwa. Dalam bahasa Yunani “psuche” pada
umumnya diterjemahkan jiwa dan hidup, selain dari itu ada dari segi yang
terdalam yaitu segi batin yang disebut “hati” dalam bahasa Ibrani “leb” dan
bahasa Yunani disebut “cardia”, dan kata “roh” dalam bahasa Ibrani disebut
“ruah” dan dalam bahasa Yunani disebut “pneuma”. Hati manusia adalah
kehendak manusia yang rasionil, yang penuh kesadaran, yang mengalami,
yang memilih dan yang mengadili. Melalui “soul” manusia mempunyai relasi
dengan Allah.6
Jadi, jelaslah bahwa di dalam Tuhan Allah manusia memperoleh hidup
dan kehendak bebas, dapat menentukan apa yang harus dia perbuat, tetapi
tetap dalam kontrol Allah. Keunggulan inilah yang membedakan manusia
dengan binatang. Maka, manusia sebagai ciptaan Allah harus sungguh-
sungguh menyadari ketergantungannya kepada Allah.
Manusia pertama (Adam) masih seorang diri sehingga Allah membuat
deklarasi-Nya yang berbunyi: “Tidak baik manusia itu seorang diri saja, Aku
4 James Strongs, Dictionary of the world in The Hebrew Bible (USA, AMG:
Publisher, 1990), 12 5 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPKGunung Mulia, 1988), 174 6 Ibid.,176
17
akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18).
Allah bertindak untuk memenuhi kebutuhan manusia akan seorang penolong
yaitu seorang istri “suitable helper”, yang pantas, cocok dan sesuai. Menurut
Rosdiana dalam sikripsinya yaitu: “Seorang penolong ialah pribadi yang
bukan sekedar membantu dan sarana reproduksi bagi Adam, akan tetapi
dalam kesetaraan untuk mengusahakan dan memerintah dan memelihara
ciptaan lain. Bahkan menandakan bahwa Tuhan Allah menciptakan manusia
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk bereralasi dan
berkumunikasi.7
Dalam penciptaan ini dijelaskan bahwa manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah sendiri (Kej.1:26-27). Kata gambar dalam bahasa
Ibrani “tselem” dan kata “rupa” adalah “demuth”. Kedua istilah ini “tselem”
dan “demuth” adalah sinonim meskipun ada perbedaan yakni “gambar”
berarti Allah menjadi pokok dan “rupa” berarti gambar itu sudah mirip.8 Jadi,
kata “rupa” adalah memperjelas apa yang dimaksud dengan “gambar” untuk
menunjukkan kepada kesempurnaan. Sehingga manusia bukan sebagian dari
gambar Allah tetapi sungguh-sungguh gambar Allah.
Yang menjadi refleksi gambar Allah pada manusia dapat dibedakan
gambar Allah yang umum dan gambar Allah yang khusus sebagaimana yang
dijelaskan R. Sudarmo bahwa: “Pengertian gambar Allah secara umum ialah
mengenai sifat-sifat manusia yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya, memiliki pikiran, kemauan, jiwa,dan roh..., sedangkan gambar Allah
yang khusus ialah pengetahuan kebenaran, kesucian atau kekudusan.9 Dapat
dikatakan bahwa sifat hakiki dari Allah berada dalam kemuliaan dan
kekekalan-Nya. Karena Allah bersifat kekal maka gambar dan rupa Allah
yang dijadikan pada manusia juga mempunyai sifat kekal. Selain sifat Allah
yang kekal nampak juga dalam sifat kemanusian-Nya dan moral-Nya, maka
dapat juga terefleksi dari perwujudan secara jasmani. Kata ”tselem”, dapat
7 Rosdiana Purba, Sorotan Alkitab terhadapTindakan Inseminasi Buatan dan
Implikasi Praktis Bagi Orang Percaya (Sikripsi) (Batu-Malang: Institut Injil Indonesia
1995), 26 8 R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1989),131 9 Ibid., 132
18
juga diartikan dengan gambar atau ukiran yaitu patung.10 Jadi, sebelum
manusia jatuh ke dalam dosa, manusia mempunyai kondisi rohani, moral dan
intelektual yang tinggi dan kudus. Kemudian mampu memanfaatkan
intelektualnya secara efektif dan bertanggung jawab. Baik tubuh maupun jiwa
bersifat kekal.
Sebelum Allah menciptakan manusia, Allah terlebih dahulu menjadikan
segala sesuatu yang menjadi kebutuhan manusia itu. Tuhan Allah memberi
mandat untuk berkuasa atas ciptaan yang lain dalam arah mamelihara,
merawat, dan memimpin dengan tujuan yang harmonis dengan hubungan
yang vertikal dan juga hubungan horizontal. Manusia juga mempunyai relasi
yang langsung dengan Allah, dan dengan sesama bahkan dengan
lingkungannya serta tetap berfokus untuk kemuliaan Allah. Kemudian dilihat
dari keunggulan yang lain sebagaimana dijelaskan oleh Hodge yang dikutip
oleh Henry C. Thiessen:
“Allah adalah Roh, dan jiwa manusia adalah roh juga, sifat-sifat hakiki dari
roh ialah akal budi, hati nurani, kehendak. Roh ialah unsur-unsur yang
mampu untuk bernalar, bersifat moral, oleh karena itu juga berkehendak
bebas. Ketika Allah menciptakan manusia menurut sifat-sifat yang dimiliki-
Nya sendiri sebagai Roh. Dengan demikian manusia berbeda dari semua
mahluk lain yang mendiami bumi ini, serta berkedudukan jauh lebih tinggi
dari mereka. Manusia termasuk golongan yang sama dengan Allah sendiri,
sehingga mampu berkomunikasi dengan Penciptanya. Kesamaan sifat Allah
dengan manusia...merupakan keadaan yang diperlukan untuk mengenal
Allah dan karena itu juga merupakan dasar kesalehan kita. Bila kita tidak
diciptakan menurut gambar Allah, kita tidak dapat mengenal Dia. Kita akan
sama dengan binatang yang akhirnya binasa.11
Kemudian, dilihat dari kesaksian Alkitab bahwa manusia pertama
yang diciptakan Allah adalah dalam kekudusan yang sesungguhnya, karena
dengan dasar inilah manusia bersekutu dengan Allah, seperti yang dikatakan:
“Bahwa Allah melihat segala seuatu yang diciptakan-Nya itu sungguh amat
baik” (Kej.1:31). Kata “segala” di sini mencakup manusia, karena semua
yang diciptakan ialah dalam keadaan moral yang sempurna sebagaimana
yang dijelaskan Shedd yang dikutip oleh Henry Thiessen:
10 Walter Lampp, Tafsiran Kejadian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1964), 38 11 Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1992), 239
19
“Kekudusan bukanlah sekedar keadaan tidak berdosa, tidaklah memadai
untuk mengatakan manusia diciptakan dalam keadaan tidak berdosa.
Manusia diciptakan tidak hanya makhluk yang tidak berdosa secara negatif,
tetapi juga sebagai makhluk kudus secara positif. Keadaan manusia yang
dibaharui adalah pemulihan keadaan semula dan kebenaran yang telah
diperbaharui disebut dalam Alkitab “theon” (Ef.4:21), dan segala
kekudusan yang sesungguhnya (ef.4:24). Ini merupakan watak yang positif
dan bukan sekedar keadaan yang tidak berdosa.12
Jadi, dapat dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia dalam
kekuasaan yang sesungguhnya untuk diri-Nya sendiri dan manusia
mempunyai kepuasan tertinggi dalam persekutuan dengan Tuhan Allah, dan
Tuhan menciptakan persahabatan bersama.
2. Manusia Jatuh Dalam Dosa
Adam dan Hawa ditempatkan Allah di taman Eden. Hidup mereka
penuh dengan keharmonisan dan segala suatu yang menjadi kebutuhan
mereka telah tersedia. Dalam kondisi yang sempurna ini P.C. Nielson
berkomentar bahwa:
“Anugrah berharga yang terdiri dari kecerdasan, hati nurani dan kehendak
telah mengangkat manusia jauh lebih tinggi dari binatang dan membawa dia
ke dalam persekutuan dengan Allah. Kemanapun manusia untuk memilih
antara yang baik dan yang jahat meliputi kemungkinan akan memiliki
ketidaktaatan dan kejahatan dari pada memilih ketaatan dan kebaikan.”13
Selanjutnya kebebasan yang dimiliki manusia itu telah dilengkapi
pula dengan hukum dan peraturan Allah, sebagai peringatan dan sekaligus
tujuan etis mereka. Larangan untuk memakan buah pohon pengetahuan yang
baik dan yang jahat, agar mereka tidak mati (Kej. 2:16-17). Dalam hal ini
Abineno memberikan pendapatnya:
“Pohon itu mengingatkan manusia, bahwa ia juga sebagai patner Allah,
adalah ciptaan, bukan Pencipta. Antara keduanya terdapat perbedaan
hakiki. Perbedaan hakiki itu harus dihormati. Bilamana ia tidak berbuat
demikian, dengan kata lain bilamana ia berbuat seolah-olah Pencipta dan
karena ia melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah baginya, maka
12 Ibid. Henry Tiessen ..., 231 13 P.C. Nielson, Doktrin Alkitab, (Malang: Gandum Mas, 1989), 28
20
akan timbul bahaya bagi dia sebagai laki-laki dan perempuan dan bagi
bumi. Ganti menjadi berkat ia akan mendatangkan kutuk dan kebinasaan.”14
Dapat dikatakan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih,
tetapi apakah ia tetap pada harkatnya atau menjauhkan diri dari integritasnya
secara benar. Kebebasan ini dijadikan iblis jalan masuk dengan menggoda
Hawa, ia memberi tempat kepada Iblis. Di mana seharusnya tempat itu hanya
dapat diduduki Allah saja. “Hawa menyetujui serangan iblis yang bersifat
paling menghujat kedaulatan Allah. Hawa menginginkan dalam dirinya hak-
hak khusus Allah. Terlihat dari tindakan yang memberi respons akan saran-
saran iblis, terdorong dalam hatinya dan dilanjutkan dengan mengambil dan
memakan buah terlarang itu.”15 Mulai saat itu kecenderungan hati manusia
memberontak kepada Allah, mulai meragukan kebaikan hati Allah,
mengingkari hikmat-Nya, menolak keadilan-Nya, memutar balikkan
kebenaran dan menghina kasih karunia-Nya. Melalui peristiwa ini dapat
disebutkan bahwa manusia dibujuk untuk berbuat dosa dan keinginan untuk
berdosa, tetapi ia berdosa karena mengharapkan kebahagiaan dari tawaran itu.
Menurut J. Verkuil ada dua jenis terjadinya dosa yaitu:
“Pertama di dalam dosa manusia itu selalu ada unsur pasif. Kita dibujuk,
disilaukan mata kita, digoda, disertai oleh bujukan penguasa dunia yang
menyerang kita. Kedua, di dalam semua dosa manusia itu ada unsur aktif.
Kita tidak hanya digoda untuk berdosa, tetapi kitapun mengatakan ya
kepada dosa itu karena tabiat kita yang jahat”.16
Kejatuhan ini telah mengakibatkan hancurnya mandat kebudayaan
yang telah diberikan Allah kepada manusia. Manusia telah kehilangan
kemuliaan Allah, sehingga terjadi penolakan kepada kedaulatan dan otoritas
Allah. Manusia meninggalkan persekutuan dengan Allah diganti dengan
persekutuan dengan iblis. Bahkan berakibat rusak total bagi mereka sendiri,
keturunanya dan seluruh aspek hidupnya.
14 J.L. Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting Dari Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1989), 58 15 J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 1 (Jakarta: Yayasan Komuni
Bina Kasih, 1992), 257 16 J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 49
21
3. Akibat Kejatuhan Manusia ke Dalam Dosa
Pemberontaakan manusia membawa akses bagi hubungan manusia
dengan Allah, dan seluruh aspek kehidupannya.
a. Gambar Allah
Alkitab menjelaskan bahwa akibat manusia telah jatuh ke dalam
dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, maka gambar Allah yang hakiki
yaitu kebenaran yang orisinil telah hilang (Rom. 3:23), Sedangkan gambar
Allah secara umum yakni dasar institusi manusia tetap ada padanya, namun
dalam keadaan rusak total. Sifat inilah yang membedakan manusia dengan
binatang. Manusia tetap berfungsi sebagaimana pada mulanya, namun tidak
sempurna dan manusia tetap menjadi objek kasih Allah.
b. Relasi dengan Allah
Akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, kondisi manusia rusak
total, yang dulunya punya relasi yang harmonis dengan Allah, sekarang telah
diusir dari taman Eden dan hidup terisolasi. Manusia tidak mampu lagi
bertemu dengan Allah (Kej. 3:10). Manusia takut dan bersembunyi, tetapi
bukan hanya itu saja, juga hubungan manusia dengan Allah telah dipisahkan.
Tuhan Allah berkata: “Saat engkau memakan buah pohon terlarang itu,
pastilah engkau mati” (Kej. 2:7). Kata “mati” dalam bahasa Ibrani “tamut”
dari akar kata “mut” dalam bentuk qal imperfek absolut: “die”, “death”.17
Kemudian menunjuk kepada kematian kekal. Kematian ini menunjukkan
suatu kepastian, sungguh-sungguh mati. Pertama-tama kematian ini
merupakan kematian rohani yaitu terpisahnya jiwa manusia dari Allah.
Kematian rohani ini tidak hanya tidak mampu menyenangkan hati Allah,
tetapi juga sifat manusia itu telah cemar.
Selanjutnya harus diketahui bahwa hakekat dosa ialah; bukan hanya
tidak mentaati Allah, melainkan lebih dari itu, dosa juga berarti memusuhi
Allah dan memberontak kepada Allah. Sebab keinginan hatinya “ingin
17 Rosdiana, Ibid Sikripsi... h. 42
22
menduduki kedudukan Allah, merebut hak dan wewenang Allah”.18 Lebih
lanjut lagi bahwa penyembahan tidak lagi kepada Allah melainkan kepada
illah-illah lain. Sehingga Allah murka atas kefasikan dan kelaliman manusia,
maka berkat diganti dengan kutuk dan hukuman (Kej. 6:5, 12; Ul. 28:15-46;
1Tes.1:10). Manusia tidak mampu lagi melakukan kehendak Allah, ia
menjadi bodoh dan pikirannya dikuasai dengan kesia-siaan dan hatinya
menjadi menjadi gelap, bahkan ia mengutuk dan menista Allah (Rom. 1:20-
21; Maz. 10:3-4).
Dalam fakta sejarah, Allah terus mengupayakan supaya manusia
dapat kembali bersekutu dengan Allah, namun kecenderungan hati manusia
menolak Allah. Namun demikian, Allah tidak pernah gagal melakukan
rencanan-Nya untuk mengasihi manusia, Dia berkomunikasi lewat alam
ciptaan, lewat Israel, lewat inkarnasi Yesus Kristus, lewat firman Tuhan yang
tertulis dan lewat gereja-Nya.
c. Relasi dengan Diri Sendiri
Melalui kejatuhan manusia ini, pula berpengaruh pada diri sendiri di
mana timbul konflik dan peperangan batin. Manusia dalam posisi malu,
ketakutan, gelisah dan berusaha untuk menutupi kegagalanya. Manusia
berusaha membenarkan diri sendiri dan melepaskan diri dari Allah dan tidak
mau mengakui pemberontakannya, kepribadiannya yang dikuasai dosa
(Band, Kej. 3:7-12; Yoh. 4:44). Dalam kondisi yang frustrasi, orientasi
berfikirnya berpusat pada ego. Menurut Daniel Fountain menyatakan bahwa:
“Sesudah melanggar ketentuan Allah, Adam dan Hawa langsung
mengalihkan tatapannya kepada dirinya sendiri dan mengetahui ada sesuatu
yang tidak beres. Mereka melihat dirinya telanjang, tidak harmonis lagi
dengan dunia, dirinya dan dengan Allah”.19 Selanjutnya J. Verkuyl
menyatakan bahwa: “Manusia menurut kodratnya selalu ingin menempatkan
diri sendiri dipusat. Ia mencari kehormatan dirinya sendiri, kebebasan nama
sendiri, kepentingan diri sendiri, kebahagiaan diri sendiri, kesukaan diri
18 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, … 257 19 Daniel Fountain, …130
23
sendiri”.20 Demikian pula ungkapan Rasul Paulus sebagai berikut:
“Kehendakku ingin melakukan yang baik, tetapi yang kulakukan adalah yang
jahat” (Rom. 7:19). Kendatipun kesempatan untuk memilih masih ada pada
manusia, namun terbatas pada hal-hal intelektual dan kebutuhan sosial dan
jasmani. Selanjutnya manusia menyerahkan anggota tubuhnya menjadi
hamba kecemaran dan kedurhakaan (Rom. 6:13), karena ia menjadi hamba
dosa, maka maut menjadi bagiannya (Rom. 7:21-23). Jadi jelaslah, jati diri
manusia sudah rusak total karena dikendalikan oleh dosa.
d. Relasi dengan Sesama
Ketika relasi manusia terputus dengan Allah akibat dosa, maka relasi
dengan sesamapun mengalami rusak total. Saat Tuhan Allah bertanya kepada
Adam tentang perbuatan mereka, saat itu juga Adam mempersalahkan Hawa,
sedangkan Hawa mempersalahkan ular (Kej. 3:12), sesudah itu disertai
dengan sederetan kejahatan antara lain: pembunuhan, perang saudara
(Kej.4:1-6). Kemudian terjadi persaingan materi, mengorbankan orang lain
untuk kepuasan sendiri (Kej. 13:1-8; 16: 1-16). Selanjutnya terjadi perang
antara suku bangsa, penindasan, memandang orang lain sebagai penghalang
kepuasan dan sebagai musuh (Kel.1:1-10). Juga terjadi kesenjangan sosial
yang tinggi, antara kaum bangsawan dengan budak, atau orang kaya dengan
orang miskin. Juga terjadi dalam peribadatan, konflik keluarga, diskriminasi
pendidikan, ketidakadilan. Kepercayaan kepada orang lain telah hilang,
sehingga mengakibatkan retaknya hubungan satu sama lain.
e. Relasi terhadap Lingkungan
Manusia tidak bisa terlepas dari kehidupan alam sekitarnya. Akan
tetapi tidak dapat dipungkiri lagi bahwa akibat dosa manusia, lingkungan juga
turut dalam garis kutuk, sehingga dalam kehidupan tiap-tiap hari selalu
diperhadapkan dengan berbagai kesulitan, sakit penyakit, dalam ancaman
kelahiran, juga alam tidak lagi bersahabat dengan manusia (Kej. 3:17-18).
Sumber daya alam disalahgunakan, bahkan manusia dimanipulasi untuk
20 J. Verkuil, ... 149
24
mendapatkan kepuasan sendiri, berita benar menjadi berita bohong, tidak ada
lagi rasa hormat dengan benar dalam pencapaian tujuan pribadi bahkan tujuan
kelompok.
Jadi dapat dikatakan bahwa akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa,
maka seluruh essensi dan eksistensi manusia itu sudak rusak total. Hal ini
berarti setiap inovasi manusia dibarengi/diiringi stagnasi dan menjadi korban.
f. Apa Sangkut-paut Dosa dengan Penyakit
Menurut Daniel Fountain menyatakan bahwa:
“Karena menolak rencana Allah tentang ketertiban dan keharmonisan
dalam hidup ini, nenek moyang kita “memperkenalkan” kekacauan ke
dalam kehidupan manusia. Kekacauan ini menyebar ke semua aspek
kehidupan, merusak hubungan antar manusia, dan membawa serta
penyakit, bencana alam dan kematian yang masing berlangsung terus-
menerus hingga kini” 21
Hidup manusia dari zaman ke zaman moralnya semakin merosot dan
semakin individualis. Selanjutnya Daniel Fountain meneliti tentang hati
manusia bahwa: “Hati manusia terpolusi dengan keinginanan untuk mengusai
orang lain. Sebagai akibatnya, rusaklah kepercayaan terhadap satu dengan
yang lain dan timbullah kecurigaan bahwa orang lain akan berusaha
menghancurkan kita. Kekacauan sosial ini mengarah pada peperangan,
penjajahan, penindasan orang-orang lemah oleh orang-orang yang
berkuasa.”22 Jadi, semuanya ini akan melemahkan dan menhacurkan
kesehatan berjuta-juta orang. Akibat dosa dan perbuatan jahat manusia
cenderung mendatangkan sakit-penyakit.
C. Bagaimana Upaya Pembersihan Hati
Manusia sudah terbelenggu dengan dosa, manusia tidak mampu lagi
keluar dari belenggu dosa itu. Tetapi Allah adalah kasih, Allah tidak
menginginkan kematian orang fasik, melainkan keselamatan mereka (Yeh.
21 Daniel E. Fountain, ibid... 129 22 Ibid., 131
25
33:11). Oleh sebab itu Allah menyatakan kasih-Nya dan kebenaran-Nya
dengan tujuan menyelamatkan manusia dari keberdosaanya.
1. Dari Inisiatif Tuhan
Inisiatif Allah dalam penyelamatan manusia sudah diawali sebelum
Adam dan Hawa diusir dari taman Eden. Allah memperingatkan iblis dan
berjanji kepada manusia yakni: “Aku akan mengadakan permusuhan antatara
engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya.
Keturunannya akan meremukkan keturunanmu dan engkau akan
meremukkan tumitnya (Kej. 3:15).
Kata “mengadakan” disebut dalam bahasa Ibrani “ashit” yang
diterjemahkan perbuatan yang sudah selesai.23 Jadi, pengertian “ashit” ialah
bahwa telah selesai membuat permusuhan antara keturunan perempuan
dengan iblis itu, dan penghancuran iblis pasti digenapi. Allah sudah lakukan
kepada Adam dan Hawa di mana Allah mengorbankan seekor kambing dan
mengambil kulitnya dan membuatnya menjadi pakaian Adam dan Hawa, ini
menandakan suatu simbol bahwa Allah membuat korban seekor binatang
untuk menutupi keberdosaan manusia. (Kej. 3:21). Selanjutnya, telah
terwujud dalam pemurnian melalui air bah, pembebasan dari perbudakan di
Mesir. Puncak semua perjanjian digenapi dalam pribadi Yesus Kristus (Yoh.
3:16). Jadi, rencana penebusan manusia dari dosa adalah murni inisiatif Allah
sendiri dengan kasih-Nya yang tidak terbatas.
Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk “penebusan” paralel
dengan “pembebasan” atau “penyelamatan”. Kristus adalah Juruslamat itulah
argumen pertama dalam pemberitaan Paulus di bagian Kristologis ini.
Kecuali Yesus Kristus tidak ada yang mampu menebus manusia dari
kegelapan dosa (Kis. 4:12; Kol. 1:13-14), Alkitab menggambarkan “tirani
kegelapan” ini sangat menakutkan, manusia mustahil melepaskan diri dari
padanya, bahkan setiap manusia dilahirkan dalam belenggunya (Yoh. 3:6;
Rom.5:26). Oleh karena itu Tuhan sendiri yang mengambil inisiatif datang ke
dunia dan mati di atas kayu salib menjadi pembebas bagi setiap orang yang
23 T.G.R. Boeker, Bahasa Ibrani Jilid 1 (Batu: Institut injil Indonesia,1987), 71
26
mau percaya. Istilah pembebasan dijelaskan oleh Lotnatigor Sihombing
sebagai berikut:
“Kata utama yang menggunakan istilah ini adalah yang berarti pembebasan
dengan uang tebusan (ranson) yang berasal dari kata melepaskan atau
membebaskan. Seringkali kata ini dipakai untuk para tawanan perang yang
bisa dibebaskan, jika sudah dibayar dengan uang tebusan. Dalam kata
tersebut sekaligus menunjuk pengertian harga yang harus dibayar untuk
pembebasan itu”.24
Manusia dalam status budak dosa telah ditebus Allah sendiri dan
tebusan itu bukan denga barang fana, juga bukan dengan emas dan perak
tetapi dengan darah yang mahal yaitu oleh darah Tuhan Yesus sendiri.
Pembayarannya tunai atau lunas dibayar (1 Kor. 6:20; 1 Pet. 1:18-19).
2. Kedaulatan Allah
Kedaulatan Allah dalam memilih dan menyelamatkan manusia
berdosa untuk ditarik kepada-Nya adalah hak mutlak dari Allah Pencipta.
Menurut Arthur W.Pink menyatakan bahwa: “Dialah yang menyelamatkan
kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan
perbuatan kita, melainkan berdasarkan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah
dikaruniakan kepada kita dalam Yesus Kristus sebelum pemulaan zaman”
(2Tim. 1:9)25. Kita diselamatkan bukan berdasarkan perbuatan kita,
maksudnya bukan berdasarkan sesuatu yang ada di dalam diri kita, atau
berdasarkan dengan apa yang telah kita kerjakan, melainkan semata-mata
karena “maksud dan kasih karunia” Allah sendiri; dan kasih karunia atau
anugerah itu telah diberikan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum
permulaan zaman. Selanjutnya Arthur menyatakan bahwa:
“Oleh anugerah semata kita diselamatkan; oleh rencana Allah sendirilah
anugerah ini dilimpahkan atas kita, bukan hanya sebelum kita melihat
terang, bukan hanya sebelum kejatuhan Adam ke dalam dosa, melainkan
bahkan sebelum “permulaan zaman” dari Kejadian 1:1. Dan disinilah
terletak penghiburan yang pasti bagi umat Allah. Bila pilihan-Nya dimulai
dari kekekalan, maka akan berlangsung sampai kekekalan”.26
24 Lotnatigor Sihombing, Kristologi, (Batu: Sekolah Tinggi Theologia I-3, 1993), 80 25 Arthur W. Pink, The Sovereignty of God, (Surabaya: Momentum, 2005), 60 26 Ibid... 61
27
Dengan demikian, penyebab terjadinya pemilihan Allah tersebut di
atas semata-mata terletak dalam diri-Nya sendiri dan bukan pada objek
pilihan-Nya. Dia memilih orang yang dikehendaki-Nya, semata-mata karena
Dia berkehendak untuk memilih mereka.
Kemudian yang dapat diketahui selanjutnya bahwa anugerah
keselamatan didahului dengan anugeerah iman, karena mustahil manusia
berdosa mempunyai iman. Maka, menurut Arthur menyatakan bahwa: “Iman
merupakan anugrah rohani, buah dari natur rohani, oleh karena manusia yang
belum dilahirbarukan itu mati secara rohani, mati karena pelanggaran-
pelanggaran dan dosa-dosanya. Mustahil yang mati secara rohani ada
iman”.27 Selanjutnya dijelaskan bahwa: “Karya Roh Kudus mendahului iman
kita, hal ini secara tegas dalam (2Tes. 2:13), Allah pada mulanya telah
memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan
dalam kebenaran yang kamu percayai”.28 Urutan pemikiran di sini adalah
yang paling penting sekaligus instruktif. Menurut Arthur: “Pertama,
pemilihan kekal oleh Allah; kedua, pengudusan oleh Roh Kudus; dan ketiga
keyakinan akan kebenaran”.29 Urutan yang serupa dapat ditemukan dalam
(1Pet. 1:2), “Orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa
kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan
menerima percikan darah-Nya.” Arthur berpendapat bahwa “ketaatan” di
sisni menunjuk pada ketaatan yang berasal dari iman (Rom. 1:5), yang
mengambil manfaat dari berkat-berkat darah Yesus Kristus.30 Juga, orang-
orang yang “dikuduskan oleh Roh Kudus” adalah mereka yang telah dipilih
oleh Allah dari mulanya untuk diselamatkan, sesuai dengan rencana Allah
Bapa kita (1Pet. 1:2).
Selanjutnya Arthur menyatakan bahwa: “Roh Kudus berdaulat dalam
karya-Nya dan misi penyelamatan-Nya hannya diperuntukkan bagi umat
pilihan Allah: mereka ini adalah orang-orang yang “diperkenankan-Nya”,
27 Ibid... 84 28 Ibid ... 84 29 Ibid ... 86 30 Ibid.... 86
28
dimateraikan-Nya” yang “dipimpin-Nya” ke dalam seluruh kebenaran dan
kepada mereka yang diberitakan-Nya hal-hal yang akan datang”.31 Jadi, karya
Roh Kudus itu sangat penting bagi penggenapan rencana kekal Allah bagi
umat manusia.
3. Allah adalah Penyembuh
Menurut Jhon Whitte tentang kesembuhan ialah:
God says: “I am the Lord Who heals you” (Exo.15:26); God says: “I
will heal you (Yer. 33:6), But I will restore you to, health and heal your
wounds”, declares the Lord... (Yer. 30:17). He health our diseases and made
us well” (Mat. 8:17). God heals! Only God heal! It is God who heals ...!!!32
Manusia membutuhkan “tubuh yang sehat”, karena akibat dosa seluruh aspek
hidup manusia juga rusak total termasuk jasmaninya. Oleh karena itu perlu
diperhatikan, “sehat” yang bagaimana yang Tuhan janjikan bagi umat-Nya?
Menurut Jhon Whitte dalam ceramahnya tentang “health” yaitu:
“Health is when a person is in a right relationship with God, with his body,
with himself, with other people, with his environment (his non-living
environment, as well as his living environment, which includ plants,
organisim, insects, animalas, people and the spirit world, both evil spirits
and angels)- for God’s glory!”33
Selanjutnya Jhon Whitte mengatakan bahwa: Health is “shalom”!
Health is wholeness, well being, harmony, salvation, “shalom”, Jesus!
Health is being in the right reletionship with God, my body, my self, other ,
the environment, and the spirit world...34.
Jadi, manusia berdosa mustahil mendapatkan kesehatan yang
sempurna ini, hanya bisa terjadi kalau Tuhan karuniakan kepadanya. Karena
“sehat” adalah “shalom” adalah Yesus Kristus, tidak dapat dicapai dengan
intelektual, dengan materi dan usaha sendiri melainkan kasih karunia Tuhan
31 Ibid ... 87 32 Jhon Whitte, Conferensi International Healthcare Christian Felleowship Balai;10-
15 Oktober 2016), 4 33 Ibid... 4 34 Ibid... 5
29
yang sempurna mencapai manusia yang berkenan pada Allah Tritunggal yang
Esa.
4. Respons Manusia
Setiap manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna, diciptakan
menjadi teman sepersekutuan kekal dengan Sang Pencipta, adalah Allah
Tritunggal dan menjadi refresentasi Allah di dunia ini. Namun dosa telah
memisahkan manusia dengan Allah seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Dosa manusia bukan hanya memisahkan manusia dari Allah tetapi segala
sakit-penyakit, penderitaan, kemiskinan dan kematian tidak bisa dihindari
akan menimpa hidup manusia. Menurut Neil Anderson menyatakan:
“Manusia penghuni bumi ini telah jatuh dalam dosa dan tidak menghormati
Allah. Mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta. Meskipun
mereka menanggung akibat-akibatnya yang tidak menyenangkan karena
mempercayai dusta, namun mereka tetap tidak menghormati Dia.
Akibatnya, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang
memalukan, sebab istri–istri mereka menggantikan persetubuhan yang
wajar dengan yang tak wajar. Akhirnya Allah menyerahkan mereka kepada
pikiran-pikiran yang terkutuk, yang sama sekali tidak masuk akal. Jika
kebenaran ini diperlakukan untuk satu bangsa, maka negara kita berada di
ujung penghakiman yang pasti (Rom.1: 25-28).”35
Jadi, kondisi yang serius ini akan lebih rusak dan semakin gelap dan
kacau menjerit dan saling menyakiti dan saling memanipulasi dan
menghancurkan. Maka Tuhan yang berdaulat dan berkehendak supaya terjadi
pertobatan di bumi (Yehezkiel 33:11), yang mana Allah bersabar menanti
manusia berbalik kepada Allah dengan sungguh-sungguh. “Dia berdiri di
muka pintu dan mengetuk siapa yang mau membuka pintu... “(Wah. 3:20).
Jadi pemberitaan Injil adalah bukan sekedar berita kuno tetapi berita Injil
adalah berita sukacita. Di mana setiap Injil diberitakan ada dua respons
manusia yaitu ada yang menerima dan ada yang menolak, bagi mereka yang
menerima terjadi:
35 Neil T. Anderson, Discipleship Counseling (Malang: Gandum Mas, 2011), 16.
30
a. Menerima Anugrah Kelahiran Baru
Seseorang yang telah insaf akan dosa-dosanya dan mau mengaku dosa
dan bertobat kepada Kristus dan meninggalkan hidup yang lama dan
mengambil sikap untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi, dosanya telah diampuni Tuhan (1Yoh. 9), hidupnya telah
dimateraikan dengan Roh Kudus (Ef. 1:13), statusnya sekarang menjadi
Anak-anak Allah (Yoh. 1:12), dan hidup dalam hidup yang baru (2Kor. 5:17).
Maka sebagai bayi rohani ada hal-hal yang harus dilakukan yaitu minum susu
yang murni firman Tuhan serta bersedia dikembangkan, secara terus-
menerus. Bayi rohani juga harus bergabung dengan komunikasi yang sehat
secara rohani. Dalam hal ini Tim Lani dan Paul Tripp menyatakan bahwa:
“Kehidupan pertobatan dan iman mematikan perbuatan-perbuatan dari
natur alamiah yang berdosa dan hidup lebih dan lebih dalam kekudusan.
Bapa yang memanggil kita untuk taat sudah menyediakan segala sesuatu
yang kita butuhkan di dalam Kristus untuk menghidupinya. Ketika kita
gagal, Dia berjanji tidak pernah meninggalkan kita. Dia memenangkan kita
kembali dengan Roh-Nya dan memberikan lebih banyak anugerah ketika
kita mengaku dan bertobat dari dosa”.36
Jadi, hal ini memberi peringatan kepada orang kristen agar kehidupan
yang bersifat kedagingan harus diperangi dan berjuang membangkitkan yang
membangun kehidupan yang sesuai dengan firman Tuhan.
b. Belajar Mengenal dan Bergaul dengan Allah
Alkitab menjelaskan bahwa Allah Tritunggal adalah Allah yang hidup
dan berkuasa dan penuh kasih setia dan rahmat. Dalam Perjanjian Lama
menyaksikan bahwa nabi Nuh bergaul dengan Allah dan memberitahukan
rencana-Nya untuk mendatang air bah ke bumi. Musa juga bergaul akrab
dengan Allah seperti teman sendiri. Juga Daud bergaul akrab dengan Allah.
Dalam hal ini menurut Yakub B. Susabda menyatakan bahwa: “Pergaulan
orang percaya dengan Allah bisa begitu kompleks dan begitu luas menyentuh
setiap sendi dan setiap sisi kehidupan, namun, pada saat yang sama bisa
menjadi sederhana dan dapat dialami oleh anak-anak dan orang-orang kristen
36 Tim Lane & Paul Tripp, Bagaimana Orang Berubah? (Surabaya: Momentum,
2013), 234
31
bayi karena bermuara dengan ketulusan hati dan kesucian hidup yang sudah
dilahirbarukan oleh Roh Kudus”.37 Pergaulan dengan Allah bukan sekedar
pegalaman agamawi dan jiwani (mistis dan perasaan).Oleh karena itu,
pengalaman dan pengetahuan akan firman Allah harus terus diperhatikan
dengan seksama. Apa yang manusia kenal hanyalah apa yang Allah
singkapkan pada mereka melalui Anak-Nya (Mat. 11:27; Yoh. 15:15; Kol
2:9) dan Roh Kudus (Rom. 8:116). Roh Kudus adalah yang mengingatkan
segala firman yang telah dan akan disingkapkan kepada mereka (Yoh. 14: 26;
16: 13-15).”38 Paulus mengatakan, “Karena Allahlah yang mengerjakan di
dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan kerelaan-Nya (Fil. 2:13).
Dalam hal ini Yakub Susabda menyatakan bahwa: “Orang kristen percaya
bahwa dalam proses penyucian (santification), ia dituntun oleh Roh Kudus,
diubahkan menjadi serupa dengan gambar Anak Allah, yaitu Kristus Yesus
sendiri (Rom. 8:29). Dalam proses ini, ia harus mengambil sifat-sifat Allah
dan menjadikan sifat-sifat itu miliknya sendiri sehingga sifat-sifatnya sendiri
lenyap tertelan dalam sifat-sifat Allah yang hadir dalam hidupnya”.39 Juga,
Paulus memberikan pernyataan tentang hidup barunya, “Namun aku hidup,
tetapi bukan aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.
(Gal.2:20).
Kemudian Yakub Susabda menyatakan bahwa:
“Allah tidak pernah dapat dipisahkan dengan firman-Nya karena Allah dan
firman-Nya satu adanya (Yoh. 1:1). Meskipun demikian, firman menjadi
penyingkapan diri Allah dan kuasa untuk memperbaharui manusia kalau
firman itu menjadi kata-kata Allah yang dikomunikasikan kepada menusia
dan menyentuh dirinya secara pribadi. Allah yang punya identitas adalah
Allah yang punya pribadi. Dia berkomunikasi dari pribadi kepada
pribadi”.40
Inilah yang sesungguhnya menjadi realita pergaulan manusia dengan
Allah. Di luar hubungan dan interaksi pribadi ini, pengenalan dan pergaulan
manusia dengan Allah sebenarnya semu, meskipun individu tersebut merasa
37 Yakub B. Susabda, Mengenal & Bergaul dengan Allah, (Yokyakarta: Andi Ofset,
2014), 26 38 Ibid, ... 28 39 Ibid, ... 29 40 Yakub Susabda, ... 40
32
dan mengakui, bahkan mengalami perubahan dan pembaharuan dalam
hidupnya. Dalam konteks inilah hubungan pribadi Allah dan manusia dapat
dipahami. Dengan demikian, apa yang manusia kerjakan harus sesuai dengan
kehendak Allah untuknya sekarang.
c. Pengampunan dan Kesembuhan
Kalau kita mengakui dosa kita, itu berarti bahwa kita sendiri sudah
berbuat dosa; kita bertanggung jawab atas dosa itu dan mengambil keputusan
untuk berpaling dari padanya. Dalam hal ini menurut Daniel Fountain bahwa:
“Kalau kita secara pribadi mengalami pengampunan dari Tuhan, hal tersebut
dapat melenyapkan tekanan perasaan bersalah, perasaan takut, dan perasaan
malu atas dosa yang kita perbuat”.41 Ketegangan dan stres akibat dosa itu pun
memudar. Sistem kekebalan tubuh terbebas dari efek yang menekan, efek
yang ditimbulkan oleh perasaan dan emosi negatif. Dengan demikian,
kesembuhan dapat terjadi. Contoh kasus orang lumpuh yang disembuhkan
Tuhan Yesus (Mark. 2:1-12). Menurut uraian Daniel Fountain bahwa:
“Kesembuhan jasmani orang lumpuh itu dapat merupakan sebuah mukjizat,
suatu yang tidak dapat dijelaskan oleh prinsip-prinsip ilmiah. Atau
kesmbuhan itu dapat merupakan hasil dari terpecahnya masalah kerohanian
dan mental (psikospritual) yang serius dalam kehidupan orang itu. Ini
menyebabkan kelumpuhan itu. Yang mana prosesnya, kita mengetahui bahwa
Tuhan Yesus menghubungkan pengampunan dengan kesembuhan”.42 Hal ini
terjadi karena mereka tidak megetahui bahwa sesuatu yang baru sudah terjadi.
Allah sudah datang di tengah-tengah mereka dalam pribadi Yesus Kristus.
Yesus berotoritas mengampuni dosa karena Ia adalah Allah yang telah
menjadi manusia. Selanjutnya Daniel Fountain menyatakan bahwa:
Hanya Yesus saja yang dapat mengampuni dosa. Ilmu pengetahuan medis,
psikologi, bahkan gereja tidak mempunyai otoritas untuk mengampuni
dosa. Itulah sebabnya iman kepada Yesus Kristus adalah sesuatu yang
penting bagi kesembuhan luka-luka batin yang diakibatkan oleh dosa, bagi
41 Daniel E. Fountain, ... 231 42 Ibid, ... 232
33
kesembuhan semangat yang patah akibat tekanan perasaan bersalah, dan
bagi kesembuhan hati yang remuk redam oleh penyesalan.43
Jadi, dalam peristiwa kesembuhan yang telah terjadi pada waktu
Yesus Kristus menyembuhkan sakit penyakit dan mengampuni dosa orang
sakit itu serta mengaruniakan status baru yaitu menjadi anak-anak Allah.
Contoh lain yang menjadi pelajaran berharga ialah pengalaman raja
Daud, ia menulis dua mazmur tetntang hal pengampunan yaitu Maz. 32 dan
Maz. 51. Daniel Fountain menyatakan bahwa: “Pengakuan dosa yang tidak
ada sangkut pautnya dengan penyakitpun bersifat terapeutik. Pengakuan dosa
membuka “ruangan-ruangan” dalam hati kita bagi Yesus, Sang Pembersih
hati, memberi tempat bagi kedamaian dan sukacita-Nya.”44 Penyesalan ini
harus disebabkan oleh karena kita sadar bahwa kita sudah berbuat salah
kepada-Nya, tidak mentaati Dia, dan menyedihkan hati-Nya.
d. Diampuni untuk Mengampuni
Pembersihan hati yang dilakukan oleh Kristus sangat besar kuasanya dan
unik. Alkitab dengan terus terang menguraikan apa yang terjadi di hati
menusia yang menajiskannya. “Sebab dalam hati orang timbul segala pikiran
jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan,
kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.
Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan manajiskan orang “(Mark. 7:
22-23). Dalam kondisi ini, Paulus berkata bahwa Kristus dijadikan menjadi
dosa (2Kor. 5:21), dan di atas kayu salib Tuhan Yesus berkata “sudah
selesai”, artinya hutang dosa telah lunas kepada Bapa melalui kematian Anak-
Nya Yesus Kristus satu kali untuk selama-lamanya.
Jadi, ketika orang datang dengan rendah hati kepada Yesus Kristus
memohon pengampunan dosa, Tuhan Yesus mengampuni dengan sempurna.
Tetapi bagaimana sikap kita kepada orang yang telah menyakiti hati kita?
Pengalaman Petrus yang datang kepada Yesus untuk bertanya harus berapa
kali dia akan mengampuni orang yang bersalah, apakah tujuh kali? Tuhan
Yesus mengatakan bukan, tetapi tujuh kali tujuh puluh kali tujuh kali (Mat.
43 Ibid, ... 234 44 Daniel E. Fountain ..., 239
34
18: 21-22) dan dilanjutkan Tuhan Yesus dengan perumpamaan: “Seorang raja
yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya.” (Mat.18:
23-35).
Jadi, Bapa kita di sorga sudah mengampuni kita, kitapun harus
mengampuni orang yang bersalah kepada kita sebagaimana Tuhan sudah
terlebih dahulu mengampuni kita.
Dalam hal mengampuni orang yang telah membuat kita mengalami
kepedihan ada kalanya membutuhkan bimbingan sesorang yang bijaksana.
Daniel Fontain menyatakan bahwa:
“Mengungkapkan kepedihan hati yang mendalam dapat merupakan sesuatu
yang sulit untuk dilakukan. Kita mungkin memerlukan pertolongan untuk
mamudahkan kita sendiri mengerti permasalahan yang kita hadapi di hati
kita. Kita membutuhkan pertolongan sehingga kita terdorong untuk
membuang permasalahan itu ke dalam keranjang sampah Kristus”.45
Hal ini dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa Kristus sungguh-
sungguh peduli akan permasahan kita. “Ia yang menyembuhkan luka-luka
orang yang patah hati (Maz. 147: 1-6). Dengan sikap rela untuk mengampuni
mereka yang telah menyakitinya dan meminta dalam doa, agar Tuhan Yesus
Kristus menyembuhkan bekas luka hatinya.
e. Bertumbuh Dalam Pemuridan
Tuhan Yesus memilih 12 orang murid-Nya, Tuhan Yesus hidup
bersama-sama selama 3,5 tahun mengajar mereka tentang kebenaran dan
menghidupinya sehari-hari. Yesus memberi teladan bagaimana memelihara
hubungan yang intim dengan Bapa di sorga, dan mengandalkan Allah Bapa
dan mentaati-Nya sampai kematian-Nya di kayu salib, dan kenaikan ke sorga.
Harus juga dipahami bahwa sepanjang hidup orang percaya yang sudah
mengalami “shalom” dari Yesus Kristus, harus menjadi pelaku firman dan
membuat pengaruh untuk menghadirkan “shalom” itu sendiri.
45 Daniel Fountain .... 247
35
f. Bertumbuh Dalam Pelipat Gandaan
Tuhan Yesus sudah berpesan bahwa “Petrus dan murid yang lain tidak
lagi penjala ikan melainkan penjala manusia” (Luk.5:10), “Pergilah
jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Mat. 28:19-20). Pelipat gandaan adalah
kehendak Tuhan. Tuhan juga mengaruniakan bermacam-macam talenta
untuk dikembangkan untuk dapat memenuhi penuntasan Amanat Agung dari
generasi-kegenerasi sampai kedatangan Tuhan Yesus yang keduakalinya.
Shalom yang telah bertumbuh di hati dan menjadi dewasa secara rohani, akan
mengimplementasikannya kepada orang-orang yang terbelenggu karena
dosa-dosa mereka.
D. Penutup
Allah pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Allah yang
berdaulat dan Allah yang penuh cinta kasih serta penuh dengan rahmat.
Menciptakan manusia segambar dan serupa dengan diri-Nya untuk tujuan
menjadi sepersekutuan kekal yang penuh dengan kemuliaan. Manusia diberi
oleh Allah dengan kehendak bebas, hal ini menjadi senjata iblis menggoda
Hawa dan membuat Hawa ragu tentang kasih Allah dan ingin menyamai
Allah dan melupakan perintah Allah dengan memakan buah pohon terlarang
tersebut. Inilah penyebab dosa terjadi dihati manusia oleh satu orang dan
semua orang sudah berdosa kepada Allah dan kecenderungan hatinya ialah
memberontak dan melawan Allah. Hubungan manusia dengan Allah telah
dipisahkan karena Allah adalah kudus, manusia mati secara rohani, hati
pikiran dan kehendaknya sudah rusak total. Kondisi hati yang sudak rusak
total ini semua relasi hidupnya sudah tercemar baik hubungan kepada Allah.
kepada diri sendiri, kepada sesama dan lingkungannya. Timbullah,
perselisihan, diskrimanasi, gelisah, ketakutan dan tidak saling percaya.
Tatanan hidup sudah bergeser kepada individualis dan tertutup dan
memanipulasi. Manusia berdosa tidak mungkin lagi bisa menyelamatkan
dirinya yang ada hanyalah kesia-siaan dan kematian kekal.
Disinilah, harus disadari bahwa Allah yang penuh kasih menggenapi
perjanjian-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya. Karena
36
upah dosa ialah kematian, maka harus ada satu pribadi yang tidak berdosa
yang mau mati menjadi tebusan umat manusia ialah Yesus Kristus. Karya
salib Yesus Kristus sudah dikerjakan dua ribu enambelas tahun yang lalu, dan
sekarang Roh Kudus di utus Allah Bapa untuk menginsafkan manusia akan
dosa, dan penghukuman serta kebenaran. Hari ini akan hari istimewa, kalau
setiap orang tetap bersedia menyelidiki kehidupan kekristenannya, di
hadapan kebenaran dan kekudusan-Nya. Karena semua orang telanjang di
hadapan Allah, Dia mengenal hati dan pikiran setiap manusia. Hati yang
bersih dari dosa, cacat cela adalah karunia Allah Tritunggal. Maka hati yang
bersih oleh penyucian darah Kristus akan bertanggung jawab untuk
membangun kerajaan Allah. Nilai-nilai sorgawi akan terus terpancar dari
hidupnya, maka shalom hadir secara realitas setiap hari kesemua sektor
kehidupan manusia. Shalom adalah bukti kehadiran Kristus Yesus di dalam
hati orang tebusan-Nya dan memberi pengaruh yang luar biasa pada zaman
ini, itupun adalah anugerah terbesar dalam hidup orang percaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L.Ch. Pokok-pokok Penting Dari Iman Kristen.
Jakarta, BPK. Gunung Mulia:1989
Anderson, Neil T. Discipleship Counseling
Malang, Gandum Mas:2011.
Boeker, T.G.R. Bahasa Ibrani Jilid 1
Batu. Institut injil Indonesia ,1987.
Douglas, J.D. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 1
Jakarta: Yayasan Komuni Bina Kasih, 1992.
Fountain, M.D. Daniel E. Allah, Kesembuhan Medis & Mukjizat.
Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2002.
Hadiwijono, Harun Iman Kristen
Jakarta: BPK Gunung Mulia,1988.
Lampp, Walter Tafsiran Kejadian
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1964.
Lane Tim & Tripp, Bagaimana Orang Berubah?
37
Surabaya: Momentum, 2013
Nielson, P.C. Doktrin Alkitab
Malang: Gandum Mas, 1989.
Purba, Rosdiana Sorotan Alkitab terhadap Tindakan Inseminasi Buatan dan
Implikasi Praktis Bagi Orang Percaya (Sikripsi)
Batu-Malang: Institut Injil Indonesia 1995.
Sihombing, Lotnatigor Kristologi
Batu, Sekolah Tinggi Theologia I-3:1993.
Strongs, James Dictionary of the world in The Hebrew Bible
USA, AMG. Publisher, 1990.
Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika
Jakarta: BPK.Gunung Mulia 1989.
Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika
Malang. Gandum Mas, 1992.
Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985.
W. Pink, Arthur The Sovereignty of God
Surabaya: Momentum: 2005.
Whitte, Jhon Conferensi Internatonal Healthcare Christian Felleowship
Bali: 10-15 Oktober 2016.
Yakub B. Susabda, Mengenal & Bergaul dengan Allah
Yogyakarta, Andi Ofset: 2014.
38
PELAYANAN KONSELING KRISTEN DALAM LINGKUP
PENDIDIKAN
Suranto, M.Th.
A. Pendahuluan
Peradaban manusia berkembang pesat pada zaman moderen ini perlu
dibarengi adanya layanan konseling yang memadai di setiap bidang
kehidupan. Demikian halnya dalam lembaga pendidikan, untuk
melaksanakan perannya sebagai pembimbing atau fasilitator bagi perserta
didik, Pendidikan Kristen pada dasarnya bertanggung jawab bagi
keberhasilan peserta didiknya. Pendidikan Kristen memiliki tanggung jawab
bukan hanya mengajarkan teori atau ilmu saja melainkan membangun
kepribadian, tata nilai, moral, etika sosial dan kerohanian bagi peserta
didiknya, sehingga dapat membangun manusia seutuhnya sesuai dengan
amanat Firman Tuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa atau
peserta didik antara lain motivasi belajar, masalah keluarga, masalah
hubungan sosial dan persahabatan, masalah ekonomi, masalah kesehatan dan
sebagainya. Maka pearanan layanan konseling Kristen menjadi penting dalam
mendampingi peserta didik menghadapi masalahnya bahkan dapat
mempengaruhi peningkatan prestasi belajar siswa atau peserta didiknya.
Peranan guru, mentor atau dosen sebagai pembimbing atau konselor
bagi peserta didik dengan hati sepenuh sesungguhnya akan menjadikan siswa
berhasil dalam prestasi belajar. Oleh karena itu harus ada upaya-upaya yang
perlu dilakukan dan dikembangkan oleh pengajar untuk meningkatkan
kualitas peserta didik dalam proses belajar mengajar berdasarkan pada
kemampuan dan kreativitas yang dimiliki sebagai ‘guru konselor’.
40
B. Konseling Kristen
Istilah Konseling sama pengertiannya dengan istilah membimbing.1
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian sebagai pemimpin atau
penuntun dan pengantar dalam ilmu pengetahuan.”2. Konselor atau orang
memberikan nasehat, melakukan konselor terhadap peserta didik. Dengan
demikian peserta didik merupakan orang yang sedang mendapatkan nasehat
dari konselor. Konselor menggali kemampuan dasar dan tersembunyi dalam
diri peserta didik, sehingga mampu mengungkapkan perasaannya;
memecahkan masalahnya; mengambil keputusan; menentukan arah hidup
dan kehidupan selanjutnya.
Dalam sepanjang Alkitab di tunjukkan bahwa Allah berkarya dengan
banyak cara dalam menyatakan maksud-Nya bagi umat-Nya. Landasan
Alkitab ini terdiri dari dua bagian yaitu dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru sebagai dasar berotoritas tertinggi dalam membangun pemikiran sampai
pada praxisnya.
Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama diterangkan bahwa Allah menaruh perhatian
khusus kepada umat-Nya. Pada saat tertentu Allah mendidik secara langsung
dan pada saat yang berbeda Allah menunjuk orang-orang tertentu untuk
mendidik umat-Nya (Kejadian 2:15-17, 4:1-16). Di samping itu, Perjanjian
Lama juga sangat memperhatikan pentingnya mendidik anak. Perintah untuk
memperhatikan pentingnya mendidik anak diberikan Allah sendiri sejak
1__________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), Hal.
141
2 ___________, Tafsiran Alkitab Masa Kini III, (Jakarata: Komunikasih Bina Kasih
1983), Hal. 27
41
zaman Abraham3. Allah berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan
menjadi bangsa yang besar.
Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati
engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.
Aku memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk
orang-orang yang mengutuk engkau dan olehmu semua kaum di muka bumi
akan mendapat berkat” (Kejadian 12:2-3, 18:19)4.
Sejarah dalam mendidik bagi umat Allah dilanjutkan pada zaman
Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9; 6:1-9;
11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal
1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Pendidikan agama dalam Perjanjian
Lama tidak terlepas dari pendidikan Yahudi.
Dalam hal ini maka peranan guru konselor dalam Perjanjian Lama
berpusat pada Hukum Allah dan Kurban melalui system imamat5. Allah telah
memberikan sepuluh Hukum kepada umat Israel (Keluaran 20:1-17), dan
perintah untuk mengasihi Allah. Guru konselor perlu memiliki pengetahuan
yang memungkinkan dapat menetapkan tingkat-tingakat perkembangan
setiap anak didiknya. Sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar
untuk memahami pentingnya bimbingan anak. Salah satu bagian Perjanjian
Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya mendidik anak
adalah Ulangan 6:4-9, menyatakan :
Dengarlah hai orang Israel Tuhan Allah kita. Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan
Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu. Apa yangKu perintahkan padamu pada hari ini
haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya, apabila engkau duduk di
rumah, apabila engkau sedang perjalanan, apabila engkau berbaring dan
apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai
tanda pada lenganmu dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu
rumahmu dan pada gerbangmu6.
3 Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta: ANDI Offset 2008), Hal. 9 4 __________, Alkitab, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006) 5 Ibid. 6 Ibid.
42
Perintah ini harus diajarkan berulang-ulang dari generasi ke generasi
sebagai wujud bangsa pilihan Allah yang mengasihi Tuhan dengan segenap
hati, jiwa dan kekuatan. Guru konselor dalam hal ini, guru harus berperan
sebagai komunitator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, dan
motifator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan bimbingan dalam
pengembangan sikap dan tingkah laku peserta didik supaya mereka dapat
mengasihi Tuhan Allah seumur hidup.
Dalam sepanjang Perjanjian Lama Allah sendiri bertidak sebagai guru
pendidik dan pembimbing atas bangsa Israel dalam Perjanjian Lama7. Dalam
hal ini Robert R. Boehlke menyampaikan uraiannya dengan berpijak dalam
nats Alkitab (Hosea 11:1, 3-4)8:
Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku
itu…Akulah yang mengajar Efraim berjalan dan mengangkat mereka di
tangan-Ku, tetapi mereka tidak mau insaf, bahwa Aku mengembuhkan
mereka. Aku mengangkat mereka dengan tali kesetiaan dengan ikatan kasih.
Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahan
mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan”.
(Hosea 11:1, 3, 4)9.
Guru konselor dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik dan
pembimbing, minimal ada dua fungsi yakni fungsi moral dan fungsi
kedinasan. Tinjauan secara umum guru konselor dengan segala peranannya
akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi
kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya.
Oleh karena itu guru pendidik dan pembimbing dapat diwarnai oleh
fungsi moral itu10. Dalam bimbingan, Allah juga berperan bagi umat-Nya,
Allah sering menggunakan empat golongan pemimpin orang Israel, yaitu para
7 Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta: ANDI Offset, 2008), Hal. 11 8 ___________, Alkitab, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006) 9___________, Tafsiran Alkitab Wicliffe Volume I, (Malang: Gandum Mas, 2001),
Hal. 231 10 B.S. Sidjabat, Menjadi guru Profesional, (Yogyakarta: ANDI Offset, 2000), Hal.
15-19
43
imam (Bilangan 3), para nabi (Yunus, Mika, dan sebagainya), Kaum
bijaksana (Amsal 1-2, 6:1), dan Kaum Penyair (Mazmur)11.
Seorang guru pendidik dan pembimbing dalam hal ini, dapat
dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya
dengan jalan memberikan lingkungan dan arahan yang sesuia dengan tujuan
yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan
persoalan-persoalan atau kesulitan yang di hadapi anak didik. Dengan
demikian maka peran guru konselor adalah orang yang mempunyai
kecenderungan untuk membimbing atau menuntun peserta didik untuk
mencapai ilmu pengetahuan dengan baik dan efisien.
Dalam Perjanjian Baru
Di dalam Perjanjian Baru di samping jabatan Yesus sebagai Penebus
dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang Agung12.
Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh
rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu
suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi
oleh orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala
soal ilmu ketuhanan13. Sebab Ia mendidik mereka "sebagai orang yang
berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mendidik mereka" (Matius
7:29). Tuhan Yesus menjadi guru konselor di mana saja: di atas bukit, dari
dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan
di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah,
bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan
sekolah atau gedung tertentu.
11 Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1984), Hal.
106 12___________, Tafsiran Alkitab Masa Kini III, (Jakarata: Komunikasih Bina Kasih
1983), Hal. 274 13 Jhon F. Macarthur, Pengantar Konseling Alkitabiah, (Malang: Yayasan Gandum
Mas 2002), Hal. 193
44
Yesus sebagai guru sangatlah jelas sebab Ia memanggil para murid
(Markus 1:16-18, 3:13-19, Yoh 1:35-51), bahkan injil selalu mencacat
hubungan Yesus dengan pengikutNya sebagai hubungan antara guru dengan
murid. Guru agama Yahudi yang bernama Nikodemus ketika datang kepada
Yesus membuka pembicaraan dengan berkata14 .
Kami tahu bahwa Engkau datang sebagai Guru yang diutus Allah, sebab
tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau
adakan itu, jika Allah tidak menyertainya“ (Yohanes 3:2). Tuhan Yesus
membenarkan panggilan oleh murid-Nya bahwa diri-Nya Guru. “Engkau
menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah
Guru dan Tuhan (Yohanes 13:13)15.
Tuhan Yesus Kristus layak disebut Guru Agung karena pengjaran-
Nya disertai dengan kuasa mujizat. Meskipun diakui ajaran moral (Matius
5:7), dan sehubungan antara sesama yang menekangkan kasih (Matius 22:37-
40). Merupakan ajaran luar biasa dan tiada bandingnya. Tuhan Yesus dalam
pengajara-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu siang-malam pada setiap
saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang
telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya.
Dalam perjanjian Baru ditemukan pula pribadi Paulus sebagai guru
yang ulung. Rasul Paulus juga menjadi seorang guru. Ia benar-benar tokoh
penting di lapangan Pendidikan agama. Paulus sendiri di didik untuk menjadi
seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat dan
ia dilatih untuk mendidik orang lain tentang agama kaum Yahudi. Dalam
penjelasan ini, penulis menginggung upaya guru konselor dalam iman Kristen
ialah membimbing, menuntun, member pengarahan, dan dorongan bagi
peserta didik baik secara individu maupun kelompok sedemikian sehingga
mereka mengenal, mengasihi, menghormati, mentaati, dan memuliakan Allah
yang mengatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus16.
Dengan demikian maka guru konselor harus membimbing peserta
didik agar percaya dalam hati dan mengakui dengan mulut serta menyatakan
14 ___________, Alkitab, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia 2006)
15 E.G. Homrighausen, I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004), Hal. 5-6 16 Ibid, 178
45
dalam prilaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Guru
konselor dapat menunutun peserta didik untuk berakar dalam Kristus serta
bertumbuh dan menjadi murid-Nya sehingga dapat sempurna didalamNya,
(Kolose 2:6 -7, 2 Petrus 3:18). Dalam hal ini, maka peranan guru PAK sebagai
konselor harus bertekat meluangkan banyak waktu untuk bersama-sama
dengan anak-anak dalam hal pengajarannya sebagai konselor dalam
memdidik peserta didiknya17.
Berkenaan dengan tugas pelayanan Paulus menyatakan dengan jelas
bahwa mendidik merupakan bagian dalam pelayanan. Dua tokoh spiritual
disini yakni Bernabas dan Paulus sesudah melakukan tugas sebagai pendidik
dengan sungguh-sungguh demi pendewasaan iman mereka (Kis 11:26). Di
dalam perjalanan misi mereka pun kedua orang ini selalu memakai
pendekatan dalam hal mendidik dengan mengampaikan Firman Tuhan. Cara
seperti ini rupanya begitu efektif sehingga gubernur Siprus, Sergius Paulus,
takjut dan rela membuka diri bagi berita injil.
Selain yang sudah dijelaskan diatas karakter Kristus yang perlu guru
teladani yaitu Kebenaran. Seorang guru konselor harus memiliki tetang
kebenaran yang diperoleh dari Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus Berkata:
“Akulah jalan kebenaran dan hidup”. (Yohanes 14:6). Dan kebenaran itu
harus diterapkan dalam kehidupan seorang guru konselor sebagai pengalaman
hidup.18 Integritas adalah konsistensi antara perkataan dengan perbuatan yang
menjadi teladan bagi peserta didik. Hal inilah yang dimiliki oleh Yesus dalam
menjalankan misi-Nya dengan cara mengajar para murid dan umat-Nya untuk
mengenalkan siapa sesungguhnya Allah itu.19
Setiap guru konselor seharusnya memiliki integritas tinggi, apa yang
diucapkan sesuai dengan apa yang dilakukan, supaya dalam mendidik peserta
didik dapat diterima dengan jelas dan dipraktekkan oleh siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Di atas telah diuraikan bahwa, iman Kristen adalah
iman yang berkeyakinan, bahwa Tuhan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus
17 B.S. Sidjabat, Menjadi guru Profesional, (Yogyakarta: ANDI Offset 2000), Hal. 23 18 Janse Belandia, Profesionalime Guru dan Binkai Materi Pendidikan Agama
Kristen, (Bandung: Bina Media Informasi, 2005), Hal.18 19 Ibid, Hal. 19
46
telah memperdamaikan manusia dosa dengan diri-Nya sendiri, maka peran
guru PAK sebagai konselor harus punya keyakinan kepada Tuhan terlebih
dulu, sehingga dalam mendidik peserta didik untuk memperkenalkan Kristus
kepada mereka, dengan keyakinan yang penuh yang di dasari oleh imannya.
Oleh karena itu, guru konselor harus memiliki kesadaran diri sebagai orang
yang dipanggil Allah untuk melaksanakan tugas pelayanan kepada sesama
melalui lembaga pendidikan.
C. Layanan Konseling Dalam Lingkup Pendidikan Kristen
Guru Kristen pada hakekatnya berperan sebagai konselor atau
pembimbing yang berpotensi untuk membantu pertumbuhan rohani mereka
yang menjadi peserta didiknya, apapun situasinya. Setiap peserta didik adalah
pribadi yang sedang dalam perjalanan memperdalam iman, dalam
pertumbuhan semakin dekat dengan Yesus Kristus untuk menyatakan iman
dalam kehidupan secara utuh20. Guru sebagai konselor yang efektif dapat
membimbing peserta didiknya melalui proses ini, dalam setiap sesi
merupakan kesempatan untuk menumbuhkan kerohanian atau iman peserta
didik.
Dengan demikian maka semua guru konselor menjadi fokus untuk
mendidik dan membawa peserta didik dengan serius dan berusaha
memberikan dorongan kepada peserta didik dalam pertumbuhan mereka
sebagai peserta didik. Guru Pendidikan Agama Kristen adalah pribadi yang
dipilih dan dipakai oleh Allah, sebagai alat dalam mewujudkan Amanat
Agung Tuhan Yesus Kristus21.
Pentingnya Layanan Konseling dalam Lingkup Pendidikan Kristen
Pendidikan Kristen merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh guru
atau pengajar bertanggung jawab bagi peserta didik dalam pengajaran,
20 H. Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), Hal. 374-390
21 Raka Joni, Strategi Belajar Mengajar; Suatu Tinjauan Pengantar, (Jakarta: P3G
Depdikbud, 1980), Hal. 5
47
dengan kerelaan melayani. Karena guru Kristen dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar kebenaran Firman Allah22.
Seperti halnya Yesus Guru Agung yang melayani murid-murid ketika malam
perjamuan dengan membasuh kaki murid-muridnya menjadi teladan bagi
guru Kristen dalam melaksanakan tugas sebagai konselor dengan sepenuh
kerelaan bahwa anak didik adalah merupakan jiwa-jiwa yang perlu mendapat
pelayanan.
Pertama: Pendidikan Agama Kristen mempertemukan kehidupan
manusia, dalam hal ini peserta didik dengan Firman Allah. Karena
perjumpaan dengan Firman yang hidup, melalui konselor, maka banyak siswa
yang pada akhirnya bertumbuh secara rohani dan terpelihara imannya.
Apabila Firman Tuhan diajarkan dengan setia penuh tanggung jawab, maka
iman siswa akan terus terbina. Firman Allah pulalah yang menjadi dasar
solusi terhadap setiap permasalahan siswa.
Kedua, Pendidikan Agama Kristen menghasilkan suasana yang erat
antar pribadi. Pelaksanaan pengajaran di sekolah dalam satu kelas secara
formal dan tertata rapi akan menghasilkan suasana hati antara sesama rekan
sekelas ditambah dengan proses konseling yang mendekatkan relasi guru
dengan murid lebih dekat dan terbuka yang akhirnya sama-sama terbina
imannya dan dapat membimbing kepada keputusan untuk menerima Yesus
dan bertumbuh dalam iman.
Ketiga, Pendidikan Agama Kristen menyediakan struktur logis yaitu
penginjilan. Sekolah sebagai lembaga formal, di setiap kelas terdiri dari siswa
yang umurnya tidak jauh berbeda satu dengan yang lainnya, oleh karena itu
program pengajaran dan layanan konselingpun dapat tersusun sesuai usia dan
kemampuan siswa.
Keempat, Layanan konseling mengembangkan tujuan yang paling
utama dari semua pelayanan pengajaran Kristen, yaitu membimbing seorang
siswa ke dalam hubungan yang benar tentang Allah. Menguasai Kelas, maka
diperlukan pengelolaan kelas dengan baik supaya tercipta suasana kelas yang
22 Janse Belandia, Profesionalime Guru dan Binkai Materi Pendidikan Agama
Kristen, (Bandung: Bina Media Informasi 2005), Hal. 24-27
48
menyenangkan dalam belajar mengajar sehingga dapat memberikan motivasi
membangkitkan dan mempertahankan semangat belajar siswa.
Layanan Konseling Mengacu pada Tujuan Pendidikan Kristen
Dalam era globalisasi, tujuan Pendidikan Kristen bagi keberhasialn
belajar peserta didik, harus memiliki tujuan yang sama dengan tujuan
pengajaran Tuhan Yesus. Karena tujuan dari Tuhan Yesus adalah agar dunia
menjadi manusia yang bersih dan tidak berdosa, dan pendidikan dari Tuhan
Yesus adalah sebagai pengantara dan jalan menuju hidup yang kekal23.
Pola tujuan dari Pendidikan Kristen mengacu pada Alkitab, bahwa
pendidik Kristen memiliki tugas pokok memperkenalkan Allah dan karyaNya
kepada setiap peserta didiknya. Dengan demikian belum cukup jikalau guru
konselor dalam mendidik hanya mengampaikan kepada mereka segala
pengetahuan tentang Kristus, tetapi di dasarkan kepada potensi
perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
berguna bagi dirinya24. Dari penjelasan d iatas ternyata pendidikan Kristen
memang sudah ada dan di anjurkan untuk dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Israel. Hal itu bukan keinginan manusia melainkan
kehendak Allah dan perintah Tuhan bagi umatNya. Pendidikan Kristen
mengajarkan tentang Tuhan dan kebenaranNya, tentang pekerjaan dan
pemiliharaanNya bagi umatNya merupakan kegiatan penting untuk
meneruskan iman secara turun temurun. Inilah tujuan pendidikan Kristen itu.
Masalah-Masalah yang Dihadapi Siswa
Setiap individu atau siswa tidak terlepas dari berbagai masalah atau
hambatan dalam perkembangannya. Siswa yang mengalami kesulitan itu
merupakan manusia yang berada dalam kondisi tidak mampu memahami
dirinya sendiri dan lingkungannya, sehingga mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan kenyataan-kenyataan obyektif yang dihadapinya,
di pihak lain kesulitan dapat terjadi karena lingkungan terutama orang tua
23 Ibid, Hal. 163 24 Stephen Tong, Arsitek Jiwa II, (Jakarta: Lembaga Reformasi Injili Indonesia
1993), Hal. 23-24
49
yang tidak dapat memahami perkembangan anaknya di sekolah dan
masyarakat, sehingga memunculkan tuntutan-tuntutan berat yang tidak dapat
di penuhi oleh siswa. Masalah yang muncul pada peserta didik antara lain:
a. Masalah belajar. Masalah belajar merupakan salah satu jenis
masalah yang di anggap serius karena belajar merupakan inti dari pendidikan.
Dalam hal ini masalah belajar menyangkut motivasi belajar siswa yang dapat
mempengaruhi kemajuan belajar peserta didik, oleh karena itu di sekolah
perlu adanya layanan guru konselor atau bimbingan yang membantu
mengatasi masalah yang dihadapi siswa maka pengajar Kristen harus betul-
betul memberikan bimbingan yang sesuai dengan keadaan peserta didik.
Adapun solusi yang diberikan oleh guru berupa bimbingan dan dorongan agar
peserta didik memikirkan masa depan, maka peserta didik akan termotivasi
untuk meningkatkan prestasinya.
b. Masalah keluarga. Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan
utama bagi seorang anak, maka bimbingan konseling memberikan solusi
terhadap masalah keluarga yang di alami anak-anak. Solusinya adalah
berusaha menjalin keakraban dengan keluarga terutama masalah belajar di
sekolah. Pendidik kristen dalam hal ini memberikan layanan bimbingan
kepada peserta didik tidak terlepas dari lingkungan keluarga peserta didik itu
sendiri. Dalam bimbingannya harus mengetahui latar belakang peserta didik
yang bersangkutan, oleh sebab itu guru konselor perlu mengadakan
kunjungan ke rumah peserta didik untuk menjalin keakraban anak didik
tersebut, sehingga memperoleh titik terang tentang permasalahan peserta
didiknya. Kesempatan ini dapat pula digunakan untuk diskusi dengan orang
tua untuk mencari solusi bersama terhadap permasalahan peserta didik.
c. Pengisian waktu luang. Seorang guru konselor juga dianggap perlu
mengetahui pemanfaatan dan pengisian waktu luang peserta didiknya di luar
lingkungan sekolah, kegiatan apa saja yang dilakukan dalam mengisi waktu
luang di lingkungan rumah, apakah anak-anak tersebut dapat membagi antara
waktu bermain dengan waktu belajar semua itu harus di kontrol oleh seorang
konselor, sehingga dapat memberikan layanan sesuai dengan latar belakang
permasalahan peserta didik yang bersangkutan. Hal ini penting mengingat
jika siswa salah menggunakan waktu luang dapat berakibat jatuh ke berbagai
50
kenakalan remaja. Pendidik dapat memakai waktu luang siswa tersebut untuk
membangun kegiatan yang bermanfaat.
d). Pergaulan dengan teman sebaya. Guru sebagai konselor
mempunyai tugas dan kewajiban membantu memecahkan masalah yang
sedang di alami oleh siswa secara individu atau kelompok untuk mencapai
kesejahteraan dalam hidupnya. Masa anak, remaja dan pemuda menjadi pelik
ketika terganggu pertemanan atau persahabatannya. Bahkan tak jarang
mereka terjebak dalam kesusahan yang mendalam akibat persahabatan yang
terganggu dan yang lain masuk dalam kelompok yang disebut sebagai ‘gank’
dengan berbagai kegiatan yang negatif seperti balap motor, tawuran, narkoba
dan sebagainya. Guru Kristen hadir untuk menolong mereka memilih
kelompok, pertemanan dan kegiatan yang positif.
e). Masalah kesehatan. Hambatan belajar yang sering lepas dari
perhatian adalah masalah kesehatan tubuh. Gangguan ini bisa disebabkan
kurang gizi, adanya penyakit tertentu atau kelainan hormonal yang
menyebabkan gangguan seperti mengantuk, kurang konsentrasi, sulit
mencerna dan menghafal materi pembelajaran. Karena ketidaktahuan
biasanya guru justru memberi tekanan tambahan bagi murid berupa
penghakiman secara serampangan, padahal dalam hal ini konselor perlu
kerjasama dengan medis untuk mencarikan solusi bagi masalah murid.
f). Masalah Rohani. Pelanggaran terhadap hukum Allah akan
menimbulkan hilangnya damai sejahtera dan sukacita, terlebih biasanya
ditambah dengan dampak sosial yang negatif yakni hubungan dengan sesama
terganggu. Jikia demikian sudah barang tentu akan mengganggu fokus
belajarnya. Konselor sebagai pendamping bagi siswanya untuk mengalami
pertobatan dan pemulihan, sehingga konsentrasi belajarnya akan membaik
dan diikuti prestasinyapun akan membaik pula.
Strategi konseling
Bagaimanakah strategi konseling dalam lingkup pendidikan dapat
dilaksanakan? Pertama, Perlunya departemen, biro, komisi atau bidang
konseling dalam lembaga pendidikan. Hal ini penting untuk menyediakan
struktur dalam organisasi sekolah dan sebagai sarana pengembangan
51
profesionalisme konselor dan pengembangan layanan konseling. Kedua,
Tersedisanya guru Kristen yang kompeten dalam bidang konseling.
Kompetensi guru khusus ini bisa di dapat secara formal dan bisa juga melalui
non formal seperti pelatihan-pelatihan. Ketiga, Setiap guru haruslah menjadi
konselor dalam mendidik jika ingin tugasnya terlaksana dengan baik dan akan
dapat mencapai dengan adanya kerja sama yang baik antara guru sebagai
konselor dan peserta didiknya sebagai konsele. Guru haruslah berperan
sebagai yang pembimbing dengan peranan yang strategis. Dengan demikian
keberadaan atau subtansi seorang guru sebagai konselor sesungguhnya tidak
berbeda dengan tugas dan tanggung jawab guru umum lainya, tetapi guru
konselor memiliki nilai yang khusus yaitu sebagai pembimbing dalam
pendidikan25.
Guru konselor juga merupakan ujung tombak pembimbing sebagai
penginjil, dan pemuridan, bagi peserta didiknya. Sebagai seorang guru
konselor secara prinsip tentu memiliki kedudukan, dan peranan sebagai
konselor bagi peserta didik. Guru konselor juga sebagai bimbingan dalam hal
dimana guru konselor dapat menstransferkan ilmu kepada peserta didik, tetapi
juga guru konselor peranannya untuk menanamkan nilai-nilai etik dan moral
Kristiani kepada peserta didik, dan menunutun mereka dalam setiap kegiatan
belajar peserta didik baik di kelas maupun di luar kelas26.
Peran guru konselor dalam proses ini, harus melihat bagaimana murid
yang punya masalah dalam hal pikiran yang keliru itu harus diluruskan atau
keterbatasan dalam hal informasi, guru konselor harus bisa mengatasi dengan
memberikan yang lebih baik dan benar27. Dengan demikian, maka nasehat
yang diberikan guru konselor kepada peserta didiknya itu haruslah
bersumbera dari Firman Tuhan karena Allah memakai Firman-Nya untuk
mengoreksi, mendidik, serta memperbaiki sikap dan prilaku manusia.
25 J. M Price, Yesus Guru Agung, (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia 1997), Hal. 99 26 Tim Elmore, mengembangkan Talenta Kepemimpinan Dalam Anak Anda, (Jakarta:
Yayasan Pekabaran Injil, 2002), Hal. 147 27 Ibid, 123
52
Kepekaan guru konselor. Guru konselor harus mempunyai persiapan
diri dengan baik, selain pendidikan teologi28. Ini berarti ia harus mempunyai
kepekaan yang tinggi, artinya dengan hanya berada di dekat peserta didik atau
sedikit berbicara dengannya, atau melihat perubahan sikap ataupun raut
wajah, dan lain-lain, guru konselor menyetahui bahwa peserta didik
mempunyai pergumulan dan permasalah tertentu dalam dirinya.
Sebagai guru konselor harus melakukan pendekatan terutama untuk
calon peserta didik yang secara langsung diajar atau dilayani. Di samping itu,
guru konselor harus membangun persahabatan dan kepercayaan pada diri
peserta didik, sehingga ia dapat masuk dalam sikon peserta didiknya29.
Peranan guru dalam konselor, terjadi percakapan saling membangun dan
mendengar. Bahkan bisa saja terjadi guru sebagai pendengar, dan peserta
didik yang banyak berbicara mengenai segala sesuatu yang ada dalam
kehidupannya. Pada umumnya, dan juga kenyataan yang sering terjadi
adalah, tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan hanya satu kali
percakapan. Oleh sebab itu, guru konselor harus rela menyediakan waktu
berbicara dengan peserta didik sampai ada jalan keluar atau permasalahan
selesai.
Tugas Guru konselor. 1). Guru konselor sebagai Hamba yang
Melayani. Kerelaan melayani tentunya perlu dimiliki oleh seorang guru
konselor dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang
konselor yang sesuai dengan kebenaran Firman Allah.30 Seperti halnya Yesus
Guru Agung yang melayani murid-murid ketika malam perjamuan dengan
membasuh kaki murid-muridNya. Teladan yang diberikan Yesus perlu
diteladani oleh guru konselor yang melaksanakan tugas sebagai konselor atau
mendidik peserta didik dengan sepenuh kerelaan bahwa anak didik yang
diajar merupakan jiwa-jiwa yang perlu mendapat pelayanan. 2). Guru
konselor sebagai Gembala. Guru konselor bertanggung jawab atas hidup
28 B. Samuel Sidjabat., Strategi Pendidikan Kristen: Suatu Tinjauan Teologis-
Filosofis (Yogyakarta: Yayasan ANDI), Hal. 212 29 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta Rineka Cipta, 2009), Hal. 138-139 30 Janse Belandia, Profesionalime Guru dan Binkai Materi Pendidikan Agama
Kristen, (Bandung: Bina Media Informasi, 2005), Hal. 24-27
53
rohani dan wajib meningkatkan kerohanian peserta didik. Tuhan Yesus
berkata “Peliharalah segala anak dombaKu, gembalakanlah segala dombaKu
(Petrus 5:2, Yohanes 10:14)”, sebab itu seharusnya guru konselor mengenal
tiap-tiap muridnya bukan namanya saja, melainkan juga latar belakang dan
pribadinya. Guru konselor harus memberikan rumput hijau dan air yang segar
yakni pengetahuan yang benar serta rasa haus akan kebenaran. 3). Guru
konselor sebagai pembimbing. Guru membimbing peserta didiknya dengan
rendah hati dan lemah lembut kepada Juru Selamat Dunia. Oleh sebab itu,
hendaknya ia menjadi teladan yang menarik perhatian siswa kepada Kristus
dan pemimpin mereka untuk tetap hidup benar. 4). Guru konselor sebagai
Penginjil. Guru konselor bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap
pelajarannya kepada Yesus Kristus dan menyampaikan kepada peserta didik
segala pengetahuan tentang Kristus31. Hal ini dimaksudkan supaya mereka
sungguh-sungguh menjadi murid Tuhan Yesus Kristus yang rajin dan setia.
Guru konselor tidak boleh berhenti bimbingan sebelum anak didikan menjadi
orang Kristen sejati.
D. Kesimpulan Dan Penerapan
Peranan layanan konseling dalam lingkup pendidikan Kristen sangat
diperlukan dalam membentuk peserta didik, sehingga dapat mengembangkan
iman dan kepercayaan mereka kepada Tuhan dan bertumbuh menjadi pribadi
yang menunjukan kekristenan di dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik
dalam sikap, tingkah laku, dan berkarakter sesuai dengan pengajaran Agama
Kristen.
Dengan demikian maka peranan guru Pendidikan Agama Kristen
sebagai konselor akan menjadi sebuah komitmen dalam mendidik peserta
didik sehingga meraka dapat mengesuaikan diri mereka sesuai dengan apa
yang sudah diajarkan oleh gurunya, melalui proses belajar mangajar yang
31 E.G. Homrig Hausen dan I. H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1999), hal.164
54
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, maka peserta didik
senang dan ketika mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Peranan guru sebagai konselor ini, akan menyenangkan bagi peserta
didiknya karena memberi solusi. Sehingga dalam proses belajar mangajar itu
akan menjadi efektif dan dapat menghasilkan peserta didik yang punya
kemampuan dalam hal kerohanian, kemampuan dan ketrampilan.
Seyogyanyalah guru PAK selalu berperan sebagai konselor.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab, (Jakarta: Lebaga Alkitab Indonesia 2006)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983)
Tafsiran Alkitab Masa Kini III, (Jakarata: Komunikasih Bina Kasih 1983)
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,
(Yogyakarta: ANDI Offset 2008)
Tafsiran Alkitab Wicliffe Volume I, (Malang: Gandum Mas 2001)
Sidjabat, Menjadi guru Profesional, (Yogyakarta: ANDI Offset 2000)
Green Denis, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas 1984)
Tafsiran Alkitab Masa Kini III, (Jakarata: Komunikasih Bina Kasih 1983)
Macarthur F Jhon, Pengantar Konseling Alkitabiah, (Malang: Yayasan
Gandum Mas 2002)
Rice Howard, Manajemen Umat Guru PAK Sebagai Pemimpin Pembina,
(Bandung Yayasan Kalam Hidup 2006)
Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1979)
Jon Raka, Strategi Belajar Mengajar; Suatu Tinjauan Pengantar, (Jakarta:
P3G Depdikbud 1980)
Samuel Sidjabat., Strategi Pendidikan Kristen: Suatu Tinjauan Teologis-
Filosofis (Yogyakarta: Yayasan ANDI)
Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta Rineka Cipta 2009)
Janse Belandia, Profesionalime Guru dan Bingkai Materi Pendidikan Agama
Kristen,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2005)
55
Stephen Tong, Arsitek Jiwa II, (Jakarta: Lembaga Reformasi Injili Indonesia
1993)
J. M Price, Yesus Guru Agung, (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia 1997)
Tim Elmore, mengembangkan Talenta Kepemimpinan Dalam Anak Anda,
(Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil, 2002)
Homrig Hausen dan I. H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 1999)
56
MENTORING MUSA SEBAGAI MODEL ALIH GENERASI
KEPEMIMPINAN BAGI PENGKADERAN PEMIMPIN PADA
LEMBAGA PELAYANAN MAHASISWA INDONESIA DI MEDAN
Oleh: Rosiany Hutagalung, SP., M.Th.
ABSTRAK
Didalam beberapa dekade terakhir ini, cukup banyak pemimpin-
pemimpin Kristen tidak mampu mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang
baru. Hal ini sering kali terjadi dengan alasan bahwa sumber daya manusianya
yang terbatas ataupun ketidak sediaan seorang pemimpin senior untuk
digantikan oleh pemimpin junior. Hal ini merupakan kesalahan fatal dan
gagal mencitrakan kepemimpinan menurut harapan Sang pemimpin Agung,
Yesus Kristus. maka penulis terdorong untuk meneliti dan mengamati tentang
Mentoring Musa Sebagai Model Alih Generasi Kepemimpinan. Untuk
memberi kontribusi kepada Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia
(LPMI) di Medan, lembaga-lembaga Kristen dan juga orang percaya. Upaya
LPMI di dalam mempertahankan kelangsungan lembaga serta kelanjutan visi
dan misinya berusaha memperlengkapi para pemimpin-pemimpin barunya
didalam pelayanan. Pelayanan mentoring yang dimaksud adalah pembinaan
guna memperlengkapi dan membentuk karakter, intelektual serta
pertumbuhan rohani yang baik. yaitu membantu mengemban Amanat Agung
Tuhan, di tengah-tengah bangsa secara khususnya dan di tengah-tengah dunia
ini secara umumnya, sehingga Injil Kristus dapat di dengar oleh semua umat
yang ada ditengah-tengah dunia ini.
Tujuan penulisan jurnal ini, antara lain: Pertama, untuk memahami apa
yang dimaksud mentoring Musa Sebagai Model Alih Generasi
Kepemimpinan, supaya dapat menjadi pedoman dan materi pegangan
Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia. Kedua, Untuk mengetahui
sejauhmana Alih Generasi Kepemimpinan Bagi Pemimpin Lembaga
Pelayanan Mahasiswa Indonesiadi Medan, supaya dapat dilaksanakan bagi
58
Pemimpin Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia yang belum
melaksanakan dan dapat ditingkatkan dengan persiapan-persiapan yang
matang bagi pemimpin Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia yang
sudah pernah melaksanakan alih generasi. Ketiga, untuk menemukan
Bagaimana Mentoring Musa Sebagai Model Alih Generasi Kepemimpinan
Di Aplikasikan Pada Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia Di Medan
supaya setiap Pemimpin-pemimpin Lembaga Pelayanan Mahasiswa
Indonesia Dapat mempersiapkan serta memberikan kepercayaan kepada
calon pemimpin-pemimpin baru dan dapat menjadi model didalam
menangani masalah kepemimpinan lembaga.
Dengan menggunakan Hipotesa. pertama, apabila Lembaga Pelayanan
Mahasiswa Indonesia di Medan dapat memahami Seperti apa Mentoring
Musa sebagai pedoman didalam penerapan regenerasi kepemimpinan maka
LPMI di Medan telah melakukan persiapan regenerasi didalam
mempersiapkan pemimpin-pemimpin di masa akan datang. Kedua. apabila
Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia di Medan tidak melaksanakan Alih
Generasi Kepemimpinan dalam arti memberikan kepercayaan kepada
pemimpin-pemimpin Baru maka Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia
di Medan akan mengalami kehilangan pemipin-pemimpin rohani dan
pemimpin lembaga di masa yang akan datang.
Pelayanan mentoring yang dilakukan didalam pengkaderan pemimpin-
pemimpin yang baru, telah dilakukan oleh LPMI disepanjang waktu
pelayanannya. Pentingnya mempersiapkan alih generasi didalam
kepemimpinan LPMI, merupakan cara LPMI dalam mempertahankan
pelayanan yang sudah ada selama ini dan untuk mengambil bagian dalam visi
dan misi LPMI, untuk tetap eksis di dalam panggilan pelayanannya serta
membantu mengembangkan generasi-generasi muda kedepan. Hal ini secara
khusus bukan saja dapat menguntungakan pelayanan LPMI ke depan, tetapi
dapat dilihat sebagai suatu kepedulian besar LPMI di dalam mempersiapkan
pemimpin-pemimpin baru, bagi gereja, bangsa dan negara. Kurikulum yang
dibuat sangat fleksibel namun tetap terus berkembang dalam waktu dan
keadaan serta tetap terfokus pada keefektifitas staf sehingga menghasilkan
59
pelayanan yang berbuah. Hal ini akan terus menjadi pola pikir bukan sekedar
kegiatan atau program didalam proses yang terus berlangsung seumur hidup
Frasa kunci: Mentoring Musa, Pengkaderan Pemimpin, LPMI
Medan.
A. PENDAHULUAN
Ketika manusia diciptakan oleh Allah, ia telah diberi mandat untuk
memimpin dunia, hal ini tersirat di dalam Kejadian 1:28 Allah memberkati
mereka lalu Allah berfirman kepada mereka: ”Beranak cuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap dibumi”. Dan setelah itu Allah memberi wewenang kepada Adam
untuk memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara
dan kepada segala binatang hutan (Kej. 2: 20). Inilah yang mengawali
kepemimpinan manusia di tengah-tengah pencipta alam semesta.
Kepemimpinan manusia berlanjut disepanjang Alkitab, melalui orang-orang
yang dipilih Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya. Dan manusia dapat
menerima mandat Allah, ketika ia memiliki pengenalan akan Allah secara
benar. Supaya manusia dapat melakukan kehendak Allah (Roma 8: 4), inilah
yang membawa manusia kepada tanggung jawab yang besar.1
Langkah pertama untuk penyerahan diri adalah mengakui Yesus Kristus
sebagai Anak Allah dan mulai mengikuti Dia. Sebab inti dari kekristenan
adalah Yesus Kristus yang adalah Allah. Dia bukan saja bagian dari Allah,
bukan saja diutus oleh Allah, dan bukan saja berhubungan dengan Allah. Ia
adalah Allah, dulu dan sekarang.2 Orang-orang yang baru bertobat, perlu
menerima dukungan semangat dan petunjuk, dan orang percaya memiliki
tanggung jawab yang lebih dari sekedar memberi dorongan agar orang-orang
1 J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993),
192
2 Paul W. Powell, Murid Sejati, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 11-
12
60
mengambil keputusan untuk menerima Kristus. Oleh karenanya para
pemimpin rohani bertanggung jawab agar orang-orang Kristen baru yang
menerima Yesus melalui pelayanan mereka, terbina dan bertumbuh
kerohaniannya.3 Pertumbuhan rohani yang baik dalam hidup seseorang
berdampak di dalam kehidupan rohani atau kebutuhan rohaninya. Sehingga
ia menjadi layak disebut sebagai manusia seutuhnya.4
Di dalam Alkitab Allah memberikan banyak nilai bagi kehidupan manusia, Ia
juga memberikan nilai-nilai yang mendasari kepemimpinan kristen. Dimana
para pemimpin adalah pelayan (Mark. 10: 43-44), gembala (Yoh. 21: 17),
orang yang memperlengkapi umat Allah (Ef. 4: 12), orang yang mengasihi
orang lain (II Kor. 2: 8), pendisiplin (Gal. 6: 1), guru (2 Tim. 2: 2), penilik
jemaat (Tit. 1: 7), pengoreksi, penegur dan penasihat (2 Tim. 4: 2).5
Manusia, secara khusus orang muda dalam perkembangannya adalah
orang-orang yang produktif, masa di mana mereka dapat menuangkan potensi
diri, serta meng-aktualisasikannya ke dalam berbagai bentuk sesuai karunia
dan talenta yang diberikan Tuhan. Orang-orang muda banyak kehilangan
kesempatan dalam mengembangkan potensi diri, masa produktif menjadi
tidak produktif, harapan dan cita-cita terbenam akibat kurangnya pemahaman
diri sendiri dan pengendalian diri, terjerumus di dalam pergaulan bebas,
penggunaan obat-obat terlarang dan terlibat dalam tindakan-tindakan
kriminal lainnya.
LPMI hadir dengan beberapa program pelayanan yang diterapkan
didalam pelayanan kampusnya, dan salah satu programnya adalah kelompok
pembinaan dengan menggunkan buku pedoman BLD (Bimbingan Lanjutan
Dasar), pembinaan hanya dapat dilaksanakan dengan cara mulai
memenangkan orang yang terhilang dan membawa mereka pada Kristus.
Sehingga kesempatan untuk bersaksi adalah waktu yang sangat penting
3 Billy Graham, Beritakan Injil, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1988),
146
4 Abineno. Jl. Ch, Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 1993), 15
5 Jerry C. Wofford, Kepemimpinan Kristen Yang Mengubah, (Yogyakarta: ANDI,
2001), 43
61
(Matius 28:18-20 ; Kis 1:8).6 Orang kristen yang memahami dengan baik
panggilannya sebagai orang Kristen, akan melaksakan dengan konsisten
pelayanan pembinaan, sehingga lewat gerakan rohani yang di prakarsainya,
akan banyak orang terlibat dalam pemuridan dengan melipatgandakan
/memultiplikasi diri kepada murid – murid yang dibina setiap Staff Lembaga
Pelayanan Mahasiswa Indonesia sampai saat ini, sehingga gerakan ada
dimana-mana. Dan selanjutnya mereka bertumbuh imannya dan terjadi
pembentukan karakter dengan tujuan mereka akan menjadi generasi-generasi
yang mencintai Tuhan dan mengabdi kepada gereja serta kelak menjadi
pemimpin bangsa ini. Hal ini tentunya akan mempersiapkan para
generasimuda untuk menjadi pemimpin – pemimpin yang berkualitas dapat
menjadi garam dan terang dengan penekanan pada trirangkai pembentukan
yaitu: Pengetahuan yang benar tentang Firman Tuhan, ketrampilan tentang
pelayanan dan sikap yang positif sebagai hamba Tuhan untuk
dipersembahkannya bagi Tuhan. 7
Untuk mendapatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, sebagai
anggota staf, diperlukan waktu didalam pelatihan secara khusus dalam New
Staff Training (Latihan Staf Baru) dibekali dengan pengetahuan dan
ketrampilan pelayanan serta pembentukan sikap hati untuk melayani sebagai
hambah Tuhan. LPMI Wilayah Indonesia Barat akan terus melatih calon-
calon Staf baru, demi memenuhi sumberdaya staf yang berkualitas, yang
terbeban untuk melayani di Wilayah ini.8 Sarana dalam pelayanan bimbingan
Orang Kristen Baru adalah Sebagai Berikut: pertama, Memulai hidup baru
dalam Kristus. Kedua, Memulai hidup baru dalam persekutuan dengan
Kristus, ketiga, Memulai hidup baru dalam pimpinan Roh Kudus, keempat,
Memulai hidup baru melalui pertumbuhan dalam Kristus, kelima, Memulai
hidup baru dalam firman Allah. Keenam, Memulai hidup baru dalam Doa.
6 Michael Richardson. Amazing Faith. Riwayat Hidup Bill Bright, (Colorado Spring:
Colorado – 80918, 2000), 41.
7 LPMI. Latihan Pemuridan Mahasiswa Tingkat Dasar (Medan. Materi LPMI-
wil. Indonesia Barat, 2005) 3. 8 Mengenal LPMI Wilayah Indonesia Barat. (Medan: Mitra anda dalam membantu
mengemban Amanat Agung, 1996), 7
62
Ketujuh, Seri pemuridan. Pelajaran 1 – 6. Kedelapan, Seri Pemuridan.
Pelajaran 6 – 12.9 Sejak LPMI mengawali pelayanannya di Indonesia tahun
1968 sasaran utama pelayanannya adalah menjangkau mahasiswa. Hal ini
disebabkan karena LPMI menyadari bahwa pelayanan mahasiswa adalah
pelayanan yang sangat strategis. LPMI memiliki semboyan “students of
today are leaders for tomorrow.” Sebagai future leaders diharapkan mereka
dapat memberikan kontribusi maksimal dalam penginjilan dengan
menjangkau lingkup pengaruhnya dengan Injil Yesus Kristus. Tidaklah
berlebihan kalau LPMI memiliki keyakainan “win the campus today, win the
world tomorrow”.
Pemimpian yang diharapkan tentunya adalah pemimpin yang alkitabiah
yaitu pemimpin yang melayani untuk kepentingan dan kemajuan orang lain.
Ia berorientasi kemasa lalu, dan dari pengalaman-pengalamannya ia belajar,
ia juga berorientasi kemasa kini dan melihat masa depan sebagai objek visi
serta target yang akan dicapai dengan segala tantangan yang akan dicapai
dengan segala tantangan yang akan dihadapi.10 Alkitab juga menjelaskan
tentang bagaimana Allah mempersiapkan Musa menjadi pemimpin melalui
proses transformasi, dan Musa mempersiapkan Yosua menjadi pengantinya
melalui proses transformasi juga, atau proses yang Allah lakukan sendiri
dengan cara-Nya.11
Didalam beberapa dekade terakhir ini, cukup banyak pemimpin-
pemimpin Kristen tidak mampu mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang
baru. Hal ini sering kali terjadi dengan alasan bahwa sumber daya manusianya
yang terbatas ataupun ketidak sediaan seorang pemimpin senior untuk
digantikan oleh pemimpin junior. Dan hal ini merupakan kesalahan fatal dan
9 Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia. Memulai Hidup Baru Dalam
Kristus (Medan: LPMI Wilayah Indonesia Barat, 2004), 1.
10 Makmur Halim, Gereja di tengah-tengah Perubahan Dunia (Malang: Gandum
Mas, 2002) 138
11 Ibid. 141
63
gagal mencitrakan kepemimpinan menurut harapan Sang pemimpin Agung,
Yesus Kristus.12
B. KAJIAN TEORI
1. Hakekat Mentoring
Berkenaan dengan itu ada tujuh pokok pembahasan yang penulis akan
paparkan, yaitu: Pengertian mentoring; dasar Alkitab mentoring; tujuan
mentoring; fungsi mentoring; bentuk-bentuk mentoring; metode-metode
mentoring; ciri-ciri mentor; kualitas mentor.
a. Pengertian Mentoring
Secara istilah kata mentoring berasal dari kata mentor, yang artinya
penasehat atau penolong. Dalam konsep keseluruhan dapat juga disebut
sebagai pembimbingan. Pembimbingan berarti suatu kegiatan memberi
nasehat, arahan, pertolongan yang terarah dengan integritas yang tinggi
sehingga orang lain mengalami kemajuan dan berubah kearah yang lebih baik
dan tepat.13 Hal ini menyangkut pada perubahan karakter sebagaimana yang
dituliskan oleh penulis pada buku yang berbeda.14 Di dalam proses mentoring
keterlibatan mentor secara intensif sangat mempengaruhi sebab ia akan
menjadi pencipta murid, pembimbing rohani, dan pelatih.15 Keduanya harus
bekerja sama yang baik sebagai patner di dalam proses mentoring,
sebagaimana manusia diciptakan sebagai patner Allah sekaligus kepada
sesamanya.16 Mentoring adalah: satu, Pelatihan Kehidupan. Sebuah pelatihan
memiliki ciri: Adanya Hubungan / Relationship, pengajaran dari pengalaman,
12 Paul Hidayat, Pendidikan Theologia Injili Suatu Alternatif ?, (Batu:
Diterbitkan dalam rangka Dies Natalis XXXVI STT “I-3”, 1995), 121
13 Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Sekelilingi Anda, (Jakarta:
Profesional Books, 1997) 126
14 Maxwell, ETIKA. Yang Pelu Diketahui Setiap Pemimpin, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008) hal 83 15 Published in e-Leadership, 06 October 2006, Volume 2006, No. 10
16 Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003) hal 52
64
proses “Magang”. Mentoring bukan kelas, tapi sebuah proses pelatihan
kehidupan! Dalam proses ini, sebuah kegagalan dalam kehidupan adalah hal
yang wajar yang perlu dipelajari dan diambil makna positif untuk kemajuan
lebih lagi di waktu mendatang. Dua, Gaya Hidup Sebuah Keluarga Rohani.
Hal yang dikembangkan dalam mentoring bukan sekedar
pertemanan/fellowship, tapi lebih dalam dari itu. Mentoring harus
menciptakan suasana dan hubungan seperti sebuah “keluarga”, inilah yang
membuat mentoring membentuk “suatu keluarga rohani”. Tiga, proses
Perubahan & Pertumbuhan. Mentoring memiliki tujuan yang jelas yaitu
proses perubahan kehidupan. Jadi bukan sekedar aktivitas/event saja. Dan
sebuah proses tentunya memerlukan tenggang waktu tertentu yang mungkin
bisa pendek atau panjang waktunya. Setiap anggota harus siap dengan
“proses” dan rindu mengalami “perubahan”. Keempat, Berbagi sebagai
Garam & Terang. Mentoring adalah menerapkan pola multiplikasi. Waktu
Yesus mementor 12 orang murid, maka murid-murid tersebut akhirnya
mementor orang lain lagi.17
Menurut Paul Stanley dan Robert Clinton, mentoring adalah suatu
pengalaman relasional yang melaluinya seseorang memberdayakan orang
lain dengan berbagai sumber daya yang telah Allah berikan sedangkan
menurut Jhon C. Crosby, mentoring adalah pikiran yang dapat dipetik, bahu
yang dapat dijadikan tempat bersandar dan suatu tendangan di bokong,
namun Chip R. Bell, menyederhanakan defenisi mentoring yaitu proses
seseorang membantu orang lain untuk belajar sesuatu dan bila proses tadi
tidak terjadi, maka pem-belajarannya menjadi kurang baik, lebih lamban, atau
bahkan sama sekali tidak akan terjadi.18 Tergantung gaya kepemimpinan
mentor tersebut, ada dua gaya kepemimpinan yang dapat membahayakan, ada
pemimpin yang agresif dan terlalu berani sehingga orang lain tertinggal
dibelakang, ada juga pemimpin yang terlalu hati-hati pengikutnya tidak
17 http://www.excellentfamily.net/2007/12/mentoring-gaya-hidup-orang-
orang-luar.html
18 Robby I Candra. Pemimpin Dan Mentoring Dalam Organisasi, (Jakarta:
Generasi Info Media,2006), 2-3
65
merasa tertantang, mereka pun lalu menghilang.19 Perlunya untuk
memperhatikan bagaimana mengembangkan semangat optimisme orang lain
yaitu bersemangat dalam hidup, menghadapi orang lain dengn bijak dan
mendorong orang lain untuk berprestasi puncak.20
b. Sejarah Mentoring.
Kata mentor berasal dari kisah The Odyssey yang ditulis oleh Homer,
seorang sastrawan Yunani. Ketika Ulysses bersiap untuk berperang melawan
Troya, ia menyadari bahwa ia akan meninggalkan sati-satunya ahli waris
kerajaan. Ulysses memperkirakan bahwa peperangan ini akan memakan
waktu sedikitnya lima tahun. Ia menyadari bahwa putranya butuh waktu
untuk belajar dan dilatih mengenai bagaimana memerintah sebuah negara
ketika ayahnya pergi ke medan perang. Maka ia mempekerjakan seorang
kerabat keluarga yang dapat di percayai untuk menjadi pembimbing anaknya.
Orang itu bernama Mentor. Mentor adalah seorang yang bukan hanya penuh
kebijaksanaan namun juga handal dalam menangani orang lain.
Dalam sejarah budaya Yunani Kuno, praktek mentoring dikenal
secara umum. Misalnya, Sokrates menjadi mentor Plato, Plato sendiri
menjadi mentor Aristoteles dan kemudian Aristoteles menjadi mentor
Alexander Agung. Fitur yang menonjol dalam metode mentoring Yunani
terletak pada sangat ditekannya teori, berorientasi pada suasana belajar
akademis, dan adanya posisi mentee yang pasif, sebagai bandinganya dalam
model lain di Timur Tengah, misalnya ditengah orang Yahudi, mentoring
lebih bersifat relasional, berbasis uji coba dan dalam bentuk pelatihan praktek
kerja nyata. Kini mungkin nama proses tersebut dikenal dengan nama
pembelajaran berbasis masalah (Problem-based-learning). Di Indonesia,
mentoring dilakukan didalam pesantren, perguruan silat, dan komunitas
19 Darrell W. Robinson. Total Church Life Kehidupan Gereja Yang Utuh,
(Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2004) 102-103
20 Zing-Ziglar & Jim Savage, Bagaimana Mengembangkan Keunggulan Dalam
Diri Anda dan Orang Lain, (Jakarta: 1996) 159
66
persekutuan agama atau dilembaga swadaya masyarakt, dimana pada
umumnya proses mentoring dilaksanakan secara intuitif.21
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan mentoring adalah suatu proses mengembangkan orang lain yaitu
bawahan, pengikut atau orang yang ada disekitar kita yang membutuhkan
suatu komitmen dan penyediaan waktu dan berpusat pada hal yang luhur
dimana terjadi transfer kebijakan, gaya hidup yang baik serta ketrampilan
kepemimpinan kepada orang lain yang didalamnya juga terjalin sikap saling
percaya yang bersifat informal dan menyenangkan, serta menghasilkan baik
pembelajaran maupun persahabatan; sehingga orang lain mampu melihat
potensi puncak dalam relasi dan tanggung jawab pada Tuhan dan mencoba
mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang
sudah diberikan Tuhan kepadanya.22
c. Dasar Alkitab Mengenai Mentoring
Tuhan Allah adalah pemimpin yang membimbing umat-Nya. Ia
menempatkan manusia di dunia untuk mengelola dan memimpin ciptaan-Nya
yang lain, Dia juga memperlengkapi dan mengarahkan sesuai dengan maksud
dan karya keselamatan-Nya. Dasar Mentoring adalah Alkitab, dan pada
bagian ini penulis memaparkan mengenai dasar Mentoring yang terdapat
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Perjanjian Lama
Tuhan Allah adalah pencipta alam semesta. Itu berarti seluruh alam
beserta isinya adalah milik Tuhan, termasuk manusia. Bahkan manusia bukan
hanya sekedar milik, tetapi amat dikasihi-Nya dengan kasih yang kekal. “Aku
mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih
setia-Ku kepadamu (Yer. 31: 3).23 Karena itu, Tuhan tidak henti-hentinya
melanjutkan dan melimpahkan kasih-Nya, yang berdosa dipanggil untuk
bertobat, yang tersesat dibawa pulang, yang hilang tidak dibiarkan, tetapi
21 Robby I Chandra, Pemimpin Dan Mentoring….5-7
22 Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling II, (Malang: Gandum Mas, 2008) 4
23 Tulus Tu’u, Dasar-dasar Konseling…, 10
67
dicari sampai dapat, yang terluka dibalut, yang sakit dikuatkan, yang gemuk
dilindungi-Nya. Demikianlah peran Tuhan sebagai Pemimpin Israel.
Perjanjian Lama beberapa kali menjelaskan Tuhan Allah Israel sebagai
gembala atau penuntun bangsa Israel sebagaimana di dalam Mazmur 23, di
mana Daud mengungkapkan bahwa: “TUHAN adalah gembalanya yang baik,
yang menuntunnya ke padang yang berumput hijau dan ke air yang tenang”.24
Motivasi TUHAN Allah sebagai gembala Israel adalah untuk menjaga dan
memelihara bangsa Israel dengan penuh kasih. Penjagaan dan pemeliharaan
yang sama Tuhan tugaskan kepada tiap-tiap orang percaya kepada sesama
manusia.25 Tugas seorang mentor dapat membantu mengeluarkan potensi
terbaik dalam diri seseorang dan membantu orang tersebut mencapai misi
Allah yang unik melalui hidupnya, mendampinginya terus sampai
berkembang. Untuk mendapatkan yang terbaik dari proses mentoring,
tentunya harus belajar untuk mendengarkan dan menerima pandangan
mentor. Alkitab mengajarkan pentingnya menerima pandangan mentor,
seperti yang terdapat didalam Pengkhotbah 7:5. "Mendengar hardikan orang
berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh"26
Alkitab juga banyak mengulas tentang bagaimana anak muda (youth)
memiliki potensi yang dahsyat didalam Tuhan. Untuk mempertegas hal
tersebut sangatlah tidak kebetulan jika pada setiap tokoh anak muda dalam
Alkitab selalu ditekankan dengan kata “muda”. Yusuf ketika ia mengalami
encounter atau perjumpaan dengan Tuhan, umurnya sangat relative masih
muda yaitu 17 tahun. “Inilah riwayat keturunan Yakub. Yusuf, takala
berumur tujuh belas tahun jadi masih muda biasa mengembalakan kambing
domba, bersama-sama dengan saudara-saudaranya. Pada suatu kali
bermimpilah Yusuf lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-
saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya.” (Kejadian 37:2
& 5).
24 Ibid ., 10
25 J. L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia, 2003) 9
26 http://martianuswb.com/ http://martianuswb.com/?p=1045/
68
Umur 17 tahun adalah kategori usia muda, jadi jika kata “jadi masih
muda” tidak tercantum dalam ayat tersebut kita akan sama-sama mengetahui
bahwa umur 17 tahun itu adalah usia remaja atau memang masih muda.
Pertanyaannya mengapa kata “jadi masih muda” tersebut dicantumkan dalam
ayat tersebut? Saya percaya Allah mencantumkan kata “jadi masih muda”
pada ayat diatas adalah karena Ia hendak menunjukkan sekaligus menegaskan
bahwa ketika seseorang ada dalam usia yang muda, orang-orang tersebut
punya potensi yang dahsyat untuk dipakai oleh Allah dalam kerajaan-Nya.
Kita tahu pada akhirnya Yusuf yang sempat diremehkan oleh Yakub ayahnya
dan juga oleh saudara-saudaranya itu, berhasil menggenapi mimpi yang
sekaligus menjadi panggilan-Nya yaitu untuk menjadi berkat bagi kerajaan
Allah, keluarganya, dan bangsanya. (Kejadian 41:37-43, Kejadian 45:1-15).
Ketika Musa tidak diperkenankan lagi untuk memimpin bangsa Israel
menuju tanah Kanaan, maka Allah menunjuk mentee nya (orang yang
dimentor) yaitu Yosua untuk mengambil alih tugasnya. Dalam Keluaran
33:11 dikatakan “Dan Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan
muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke
perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda,
tidaklah meninggalkan kemah itu.” Dalam ayat ini perkataan yang sama
dinyatakan oleh Allah untuk menegaskan bahwa Yosua sebagai anak muda
memiliki potensi yang luar biasa didalam Kerajaan Allah. Itu adalah sebuah
penegasan bahwa ketika kita berada dalam usia muda, kita punya potensi
yang luar biasa untuk dipakai oleh Tuhan. Kita tahu pada akhirnya sama
seperti Yusuf, maka Yosua pun menggenapi tujuan Allah dalam hidupnya
dimana ia berhasil membawa bangsa Israel sampai ke tanah perjanjian yakni
Kanaan. Bukan hanya itu, selama Yosua hidup, seluruh bangsa Israel
menyembah Allah dan tidak satupun yang menyembah kepada berhala-
berhala. (Yosua 24:31). 27
Melihat dari penjelasan di atas, Alkitab mencatat bahwa Tuhan
mengutus orang-orang yang dipiih untuk mempersiapkan orang-orang muda
27 http://www.excellentfamily.net/2007/12/mentoring-gaya-hidup-orang-orang-
luar.html
69
untuk dipakai dalam rencana Tuhan. Oleh karena itu, tugas seorang mentor
adalah tugas yang dipercayakan Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk
menjadikan orang lain sebagai pemimpin.
Perjanjian Baru
Kesaksian Perjanjian Lama didapati kembali di dalam Perjanjian
Baru yaitu di dalam pelayanan dan pekerjaan Tuhan Yesus Kristus sebagai
Gembala Agung yang baik (Yohanes 10). Di dalam ayat ketiga Yohanes
melukiskan bagaimana sikap Gembala yang baik itu kepada domba-domba-
Nya. Gembala menuntun domba-domba-Nya keluar dari kandang dan
domba-domba-Nya mengikuti-Nya karena mereka mengenal suara-Nya.
Gembala mempertaruhkan nyawanya melawan serigala-serigala buas untuk
membela domba-domba-Nya. Selain itu bukan hanya menjaga domba-domba
yang Ia gembalakan tetapi juga “meninggalkan sembilan puluh sembilan ekor
di padang gurun untuk mencari yang seekor yang tersesat sampai Ia
menemukannya (Lukas 15: 4).28
Dalam kiprahnya selama melayani di dunia, Yesus Kristus tampil
dalam empat Karya: pertama, Ia tampil sebagai guru, ia mengajar dengan
penuh wibawa dan kuasa. Kedua, Yesus tampil sebagai pembebas. Yesus
Kristus adalah putra Allah yang turun ke dunia untuk membebaskan manusia
dari belenggu dosa.).29 Ketiga, Yesus tampil sebagai penyembuh. Ada banyak
sakit penyakit yang diderita oleh manusia. Dalam pelayanan-Nya Yesus kerap
menolong mereka. Keempat, Yesus tampil sebagai gembala. Karena Allah
Bapa gembala yang baik. Oleh banyak orang, Kristus disebut sebagai
gembala Agung atau gembala sejati.30
Sikap gembala juga dituangkan di dalam surat 1 Petrus 5, surat ini
berisi penugasan untuk melaksanakan pelayanan mentoring. Dalam
melaksanakan pelayanan mentoring, ada beberapa sikap yang perlu
dikembangkan. Pertama, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada
padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan suka rela sesuai dengan
28 J. L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis Untuk Pelayanan…, 12
29 Tulus Tu’u, Dasar-dasar Konseling…,12
30 Ibid ., 13
70
kehendak Allah,” (1 Prt. 5: 2b). Artinya, tidak melakukan dengan terpaksa
tetapi dengan kerelaan hati. Kedua, “Janganlah kamu berbuat seolah-olah
kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan-Nya kepadamu, tetapi
hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu” (1 Pet. 5: 3).
Artinya para pemimpin maupun mentor bukanlah penguasa atas domba-
domba, sebaliknya hendaklah menjadi teladan. Ketiga, mentoring dilakukan
dengan pengabdian diri, bukan mencari keuntungan diri sendiri, karena sang
Gembala Agung akan memberi penghargaan yang tinggi dan mulia. “Maka
kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota
kemuliaan yang tidak dapat layu,” (1 Ptr. 5: 4).31
d. Tujuan Mentoring
Pelayanan mentoring adalah pelayanan yang sangat penting,
sebagaimana Alkitab baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian
Baru, Allah sendiri sudah menjadi teladan dan memberikan tugas kepada para
pemimpin jemaat dan para mentor untuk menggembalakan domba-domba
Allah (band. Yer. 31, Yeh. 34, Yoh. 10 dan 1 Ptr. 5). Mentoring penting bagi
pengembangan kepemimpinan dan menolong para pemimpin muda
mengetahui sikap yang transformatif dalam tindakan.32 Menurut Frank
Damazio dalam bukunya Pemimpin Barisan Depan bahwa tujuan mentoring
antara lain supaya misi Allah tergenapi. Misi Allah diungkapkan dalam suatu
rangkaian perjanjian yang Ia adakan dengan manusia. Alkitab mencatat ada
dua jenis perjanjia, perjanjian terbatalkan dan perjanjian tak terbatalkan,
dalam perjanjian yang tak terbatalkan Allah berjanji untuk bertindak tanpa
menghiraukan respon manusia, Ia tidak meminta manusia untuk memenuhi
syarat-syarat apapun, sedangkan dalam perjanjian yang terbatalkan, Allah
mewajibkan diri-Nya sendiri untuk bertindak hanya jika manusia menaati.
Dalam hal ini ada empat yang menjadi misi Allah dari setiap pemimpin, yaitu:
pertama, hubungan. Allah menghendaki manusia untuk berhubungan dengan
Dia. Kedua, karakter. Allah menghendaki manusia menjadi seperti Dia dalam
31 Tulus Tu’u, Dasar-dasar Konseling…,17-18
32 Jerry C. Wofford, Kepemimpinan Kristen Yang Mengubah (Jakarta: ANDI,
2001) 218
71
tabiat dan atribut-atribut. Ketiga, pemerintahan. Allah menghendaki manusia
untuk memerintah dan berfungsi sebagai raja. Keempat, keberbuahan. Allah
menghendaki manusia untuk berbuah, berlipatganda/bertambah banyak dan
memenuhi seluruh bumi. Sasaran kepemimpinan ialah menghasilkan didalam
umat Allah suatu hubungan yang murni dengan Allah, suatu karakter yang
mencerminkan Allah, suatu pemerintahan yang melalui Kristus mengatasi
dosa, neraka dan dunia, dan suatu keberbuahan dalam menolong orang-orang
lain menjadi bertobat.33
e. Fungsi Mentoring
Fungsi tidak sama dengan tugas atau tujuan mentoring. Fungsi
mentoring sendiri ialah pelayanan yang benar-benar secara nyata dikerjakan
atau dihasilkan dan dialami oleh mentee. Menurut Carson Pue dalam bukunya
menuliskan bahwa tidak banyak orang yang terpanggil untuk menjadi
pemimpin, mereka yang benar-benar terpanggil harus dipupuk dan
dikembangkan seorang demi seorang dan untuk mengembangkan harus
benar-benar mengembangkan pemimpin yang transformasional, prosesnya
harus sangat pribadi..Sasarannya adalah melihat para pemimpin muda Kristen
mengembangkan pelayanan-pelayanan yang besar kuasanya, yang berjangka
panjang, sementara mereka mengembangkan karakter pribadi, kerohanian
dan ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan profesional. Melakukan
kebenaran belumlah cukup. Hal yang sangat penting ialah para pemimpin
pelayan adalah orang yang tepat mencerminkan hati Yesus Kristus sendiri.34
Pemimpin muda perlu mendasarkan dirinya pada doktrin-doktrin iman
Kristen yang besar, perlu memperdalam pengabdian dan kesucian hidupnya
dan mempertajam keahlian didalam pelayanannya dan sepenuhnya
menyerahkan diri dan menjadikan Kristus sebagai Tuhan dalam hidupnya.
Akhirnya calon pemimpin perlu mendapatkan latihan khusus untuk
33 Frank Damazio, Pemimpin Barisan Depan, (Jakarta: Harvest Publication
House 1995) 57-58
34 Carson Pue, Mentoring Leaders (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2010) 2-5
72
mempersiapkan diri agar menjadi pemimpin yang tangguh yang dapat
menghadapi berbagai kesulitan setelah ia mandiri.35
f. Tipe – Tipe Mentoring
Tipe-tipe mentoring. Pertama, pembimbingan Intensif, pembimbingan ini
mencakup tiga tipe pembimbingan yaitu: satu, pembimbingan sebagai orang
yang memuridkan adalah tipe pembimbingan yang oleh kebanyakan dari kita
mungkin paling dikenal, yang terpikir adalah individu yang membantu orang
yang baru bertobat untuk bertumbuh dalam dasar-dasar kehidupan sebagai
murid dengan menunjukkan kepadanya cara berdoa, menyelidiki Alkitab dan
berbagi iman dengan orang lain. Kristus sebagai sumber kehidupan. Fokus
pemuridan pada tahap-tahap awal adalah mengenal dan mengalami kehadiran
Kristus secara pribadi.36
Dua, pembimbingan rohani. Sumbangan utama seorang Pembimbing
Rohani adalah pertanggung jawaban, keputusan-keputusan dan wawasan
yang menyangkut berbagai masalah, komitmen dan petunjuk mempengaruhi
kerohanian, seorang pembimbing rohani adalah seorang pengikut Kristus
yang saleh dan matang mau membagikan pengetahuan, ketrampilan dan
falsafah dasar mengenai makna dan semakin mencapai keserupaan dengan
Kristus dalam segala bidang kehidupan. Ketiga, sebagai pelatih. Tugas utama
pelatih adalah memberikan motivasi dan menanamkan ketrampilan-
ketrampilkan dan penerapannya untuk memenuhi suatu tugas atau tantangan.
Pelatih adalah suatu proses hubungan dimana seorang mentor yang
mengetahui bagaimana melakukan sesuatu dengan baik, memberikan
ketrampilan-ketrampilan kepada orang yang dibimbing untuk
mempelajarinya. Mempelajari ketrampilan biasanya memerlukan disiplin,
mentor yang berfungsi sebagai pelatih perlu menentukan semacam
pertanggung jawaban yang disepakati oleh orang yang dibimbing. Hal ini
35 Leroy Eims, 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif (Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2003) 59
36 Paul D. Stanley – J. Robert Clinton, MENTOR. Anda Perlu Mentor dan
Bersedia Menajdi Mentor. (Jawa Timur: Gandum Mas, 1996) 45-49
73
perlu di bicarakan pada permulaan hubungan yaitu ketika harapan-harapan
dijelaskan.37
Keempat. Pembimbingan pasif, model masa kini. Mentor sebagai model
pada dasarnya pasif. Dalam hubungan ini kurang ada pemikiran yang
sungguh-sungguh, berbeda dengan tipe-tipe pembimbingan intensif dan
insidental. Pada dasarnya orang yang dibimbing harus menyediakan tiga
dinamika pembimbingan (daya tarik, sikap cepat tanggap, pertanggung
jawaban). Mentor sebagai model mungkin bahkan tidak akan mengetahui
peran yang dia mainkan dalam kehidupan orang lain. Namun pemberian
kemampuan dapat berlangsung jika orang yang dibimbing mau menyediakan
apa yang dibutuhkan supaya hal itu terjadi.38
g. Proses Mentoring
Inti dari pelayanan mentoring adalah mempersiapkan para pemimpin-
pemimpin muda didalam misi kerajaan Allah, yang dilakukan didalam proses
berkelanjutan yaitu didalam jangka waktu yang panjang. Robby I Chandra
dalam bukunya menuliskan bahwa proses mentoring dapat dimulai dengan
seseorang yang memiliki suatu kebutuhan, orang ini bertemu dengan seorang
pemimpin atau seorang yang lebih dewasa, atau lebih berpengalaman dan
memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Selanjutnya ada kesepakatan untuk membangun suatu hubungan
mentoring, artinya orang yang lebih berpengalaman akan membagikan apa
yang telah dialami atau dipelajarinya dari hidup ini dengan menyerap apa
yang dibagikan tadi, daya untuk senantiasa tumbuh diteruskan dari mentor
kepada sang mentee. Hal inilah yang merupakan inti proses mentoring.
Namun jika seseorang tidak menyadari kebutuhannya, terlebih dahulu sang
calon mentor dapat berprakarsa untuk menolongnya menyadari kebutuhannya
tadi kemudian menawarkan kesempatan mentoring.
Konsekuensi dari pemahaman tentang proses mentoring sebagaimana
diuraikan diatas adalah sebagai berikut: mentoring selalu dilandaskan pada
37 Paul D. Stanley – J. Robert Clinton, MENTOR …, 58-76
38 Paul D. Stanley – J. Robert Clinton, MENTOR…, 121-123
74
hubungan dua pribadi, seorang dengan seorang yang lainnya. Hubungan ini
dilandaskan pada terciptanya “suatu suasana yang membuat sang mentee
aman dan merasakan bahwa sang mentor sangat peduli padanya atau
menerimanya tanpa syarat. Beberapa point yang perlu diperhatikan didalam
proses mentoring adalah: satu, mentor tidak menampilkan diri sebagai sosok
pemimpin yang memerintah dan berkuasa melainkan sebagai seorang rekan
atau pembimbing. Seorang mentor adalah seperti seorang bidan yang
membantu seorang ibu yang siap mengadakan persalinan. Dia membutuhkan
sepasang tangan yang lembut dan bukanlah sepasang tangan dengan otot yang
kekar. Kedua. Selama proses mentoring baik mentor maupun mentee belajar
bersama. Mentoring adalah seperti pedang bermata dua, mentor dan mentee
akan mempelajari sesuatu hal yang luhur dari proses yang ada ketika mereka
menyediakan ruang bagi sentuhan dari yang maha luhur. Ketiga. Mentor
sangat menyukai proses pembelajaran dan menginspirasikan menteenya. Ia
bukan merupakan seorang pemimpin yang gemar untuk mengajar saja, ia
menciptakan suasana belajar sehingga menteenya akan menyukai proses
belajar. Keempat. Sikap saling mempercayai haruslah menjadi landasan dari
proses tersebut. Tanpa saling percaya, maka mentoring menjadi suasana
penuh kalkulasi dan dominasi. Jadi suatu proses mentoring dapat menjadi
suatu manfaat atau rahmat yang nyata bagi seorang mentee.39
2.Alih Generasi Kepemimpinan
Pemimpin adalah orang yang memimpin: ia ditunjuk menjadi
pemimpin,40 oleh adanya kemampuan untuk mengembangkan visi dan misi.
Visi adalah sebuah gambaran mental yang jelas dan tepat akan masa depan
yang lebih baik, sedangkan Misi memberikan tujuan kepada kehidupan dan
nilai-nilai memberikan karakter.41 Seorang pemimpin sering kali
dibayangkan sebagai seorang yang mempunyai ciri pembawaan tertentu yang
39 Robby I Chandra, Pemimpin Dan Mentoring Dalam Organisasi (Jakarta:
General Info Media, 2008) 8-11
40 _______, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., 769
41 George Barna, Mengejawantahkan Visi kedalam Misi, (Jakarta: Metanoia,
1998), 45
75
menandainya sebagai seorang yang dapat menduduki posisi lebih tinggi dari
teman-temannya.42 Namun kepemimpinan bukanlah seperti itu,
kepemimpinan adalah pengaruh.43 Sanders mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah pengaruh, yakni kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain.
Seorang hanya dapat memimpin orang lain bila ia dapat mempengaruhi
mereka.44 Potensi kepemimpinan ada dalam diri setiap orang dan ia memiliki
peluang dan potensi yang sama untuk meningkatkan pengaruhnya terhadap
orang lain.45 Pemimpin dan kepemimpinan di manapun juga dan kapanpun
juga selalu diperlukan, khususnya pada zaman modern sekarang dan di masa-
masa yang akan datang.46 Berpijak dari perlunya seorang pemimpin,
Tomatala dalam bukunya, mengungkapkan bahwa pentingnya seorang
pemimpian yang berkualitas.47 Berkualitas; kualitas adalah mutu48 yang
dalam hal ini Kualitas kepemimpinan dapat dilihat apabila seseorang
pemimpin disebut efektif dan efisien, efisiensi kepemimpinan berhubungan
erat dengan kinerja atau performansi kepemimpinan. Tekanan yang diberikan
disini ialah bahwa efesiensi berhubungan dengan faktor tepat guna dan
berdaya guna untuk menghasilkan sesuatu yang menguntungkan.
Dalam dunia kepemimpinan, setiap orang pasti menyadari bahwa, untuk
segala sesuatu ada masanya, dan untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk mati... (Pengkhotbah 3:1-8). Itu
berarti, jika ada waktu untuk memulai, ada waktu pula untuk mengakhiri. Ada
42 Kenneth O. Gangel, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, (Malang:
Gandum Mas, 2001), 98
43J. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Diri Anda, (Jakarta:
Binarupa Aksara, 1995), 1
44 Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1979), 20
45 Sonny Zaluchu, Pemimpin Pertumbuhan Gereja, (Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2004), 14
46 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002) , 10
47 Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, (Malang: Gandum Mas,
1997), 301
48 Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Abditama,
2001), 244
76
saat untuk naik tahta, ada saat untuk turun takhta. Peralihan kepemimpinan
dalam garis alih generasi, dari seorang senior kepada penggantinya adalah
sesuatu yang wajar, baik dalam kepemimpinan perusahaan, bisnis sehari-hari,
maupun dalam kepemmpinan rohani. Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus
Kristus sendiri melaksanakan peralihan kepemimpinan kepada para murid-
Nya menjelang-Nya kesurga (Kisarasul 1:8). Dan kuasa yang diwariskan
kepada para murid-Nya, adalah kuasa yang diterima oleh Tuhan Yesus dari
Bapa-Nya, yakni kuasa atas bumi dan sorga (Matius 28:18-20).49
Pemimpin yang baik dengan sengaja mencari dan menemukan calon
pemimpin. Tetapi pemimpin besar bukan hanya menemukan mereka tetapi
juga mengubah mereka menjadi pemimpin besar. Hampir segala hal yang
dilakukan oleh pemimpin tergantung pada jenis wawasan yang dimilikinya,
jika wawasan kecil, demikian pula hasil dari penggantinya seorang pejabat
tinggkat tinggi Perancis yang memahami konsep ini pernah menyatakan hal
itu ketika berhadapan dengan Winston Churchill, kalau anda melakukan hal-
hal besar, anda menarik orang besar. Kalau anda melakukan hal-hal kecil,
anda menarik orang-orang kecil, orang kecil biasanya menimbulkan
kesulitan.50 Kepemimpinan yang baik menuntut persyaratan istimewa.
Pemimpin bukan orang biasa, lebih dari sekedar biasa-biasa. Alkitab secara
tersirat menyaksikan bahwa Musa merupakan salah satu tokoh pemimpin
Israel yang menjadi teladan bagi bangsanya.
a. Profil Musa Sebagai Mentor
Semua orang Yahudi, Islam maupun Kristen menganggap Nabi Musa
sebagai salah satu nabi dan pemimpin terbesar diantara semua nabi dan
pemimpimin disepanjang sejarah umat manusia. Musa menjadi pemimpin
besar karena kemampuannya menjalankan perintah Allah untuk
membebaskan Israel dari perbudakan. Kemampuan Musa ini tidak terlepas
dari beberapa aspek yang memengaruhi sifat dan karakter dan
49 Petrus Octavianus, Alih Generasi Dan Kepemimpinan Dalam Garis Firman
Allah, (Jawa Timur: Petrus Octavianus Institute, 2009) 1
50 Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di sekeliling Anda, (Jakarta:
Profesional Books, 1997) 60
77
kepemimpinannya.51 D. L. Moody pernah mengatakan bahwa Musa
menghabiskan empat puluh tahun usianya, berpikir bahwa ia adalah seorang
yang penting. Ia menghabiskan empat puluh tahun yang keduanya, belajar
bahwa ia seorang yang tidak berarti. Ia menghabiskan empat puluh tahun
terakhirnya untuk menemukan apa yang Allah bisa lakukan terhadap seorang
yang tidak berarti.52
1. Latar Belakang Pribadi.
Dalam kepemimpinan Kristen, kepribadian dan kerohanian adalah syarat
yang akan menentukan keberhasilan kepemimpinannya. Berkaitan dengan
hal ini, Stephen R, Covey menjelaskan,
Para pemimpin berprinsip harus menyadari bahwa pertumbuhan itu dari dalam
keluar, maka mereka lebih dahulu berfokus pada mengubah diri mereka sendiri
dan kemudian baru memperluas perubahan pada bidang-bidang pengaruh
lainnya didalam organisasi. Saat mereka meningkatkan kemampuan mereka
sendiri bekerja untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip yang benar dalam suatu
cara yang selaras, pemberdayaan menjadi suatu kenyataan penting bagi
organisasi yang efektif dan bagi orang-orang yang bekerja didalamnya.53
Nama Musa tercatat dalam kitab keluaran 2:10 dengan sebutan Musyeh,
yang memiliki arti, karena aku telah menariknya (mesyitihu) dari air. Jika
yang berbicara adalah Putri Firaun justru banyak ahli menerima itu, maka
nama Mosyeh berasal dari bahasa Mesir, dan sangat mungkin artinya ialah
anak atau yang dilahirkan. Tetapi orang yang menamainya dapat ditafsirkan
adalah ibu kandung Musa yang juga inang pengasuhnya, yang sudah memberi
nama padanya, sebagaimana dikatakan Josep P. Free, meskipun hampir tidak
mungkin puteri Firaun, seorang Mesir, akan memberikan nama berdasarkan
sebuah kata Ibrani, kata ia yang terdahulu kemungkinan adalah ibu Musa
sendiri dan bukan puteri Firaun.54
51 Petrus Octavianus, Alih Generasi Dan Kepemimpinan Dalam Garis Firman
Allah (Jawa Timur: Penerbit Pertus Octavianus Institute, 2009) 19
52 Dalam Henrietta C. Mears, What The Bible Is All About (Ventura, California:
Gospel Light Publications, 1966) 33
53 Steven R. Covey, Prinsiple Centered Leadersship (Jakarta: Binarupa Aksara,
1997) 266
54 Joseph P. Free, Arkeologi Dan Sejarah Alkitab (Malang: Gandum Mas, 2001)
111
78
2. Latar Belakang Keluarga.
Musa berasal dari suku Lewi, puak kehat dan kaum atau keluarga
Amran (Keluaran 6:16). Musa adalah keturunan yang agak jauh, bukan anak
langsung, dari Amran dan Yokhebed. Orang tuanya tidak disebut pada catatan
terinci mengenai masa kanak-kanaknya (Keluaran 2). Hal ini hampir pasti
berdasarkan kenyataan, bahwa Amran dengan ketiga adiknya mempunyai
banyak keturunan dalam satu tahun sesudah keluaran (Bilangan 3:27-28).
Pada sisi lain Musa memikul kelahiran yang paling tidak diinginkan. Lahir
dari seorang Yahudi kedalam tanah yang dikuasai oleh raja lalim yang anti
terhadap bangsa Semit, Musa memasuki dunia yang kondisinya
menyedihkan.55
Di istana Firaun, Musa menjadi anak wanita lain dengan perangkat
nilai-nilai yang sepenuhnya berbeda. Seorang asing. Seorang penyembah
berhala. Seorang yang tidak dikenal. Mengenai pertumbuhan Musa
berjenjang dewasa di istana Mesir, Kitab Suci tidak menyajikan keterangan
yang terinci. Dalam Kitab Kisah Para Rasul 7:24 tertulis, ketika ia melihat
seorang dianiaya oleh seorang Mesir, lalu ia menolong dan membela orang
itu dengan membunuh orang Mesir itu. Musa membunuh seorang mandor
Mesir yang dia lihat memukuli seorang Ibrani (Keluaran 2:11-12).
Tindakannya itu sampai kepada Firaun. Karena itu Musa lari kearah timur
menyebrangi perbatasan menuju Midian demi keselamatannya (Keluaran
2:15). Di Midian, Musa menolong gadis-gadis gembala puteri seorang
Midian, imam, bernama Rehuel atau Yitro. Musa memberi minum kambing
domba mereka. Kemudian Musa kawin dengan salah seorang dari gadis-gadis
gembala, yakni Zipora, yang melahirkan baginya dua orang putera (Keluaran
2:16-22).56
3. Latar Belakang Pendidikan.
55 Mengenai Puteri firaun, banyak penulis menganggap Hatshepsut adalah anak
perempuan Firaun ini. Jika Thutmose III adalah seorang keturunannya adalah Firaun dari
masa penindasan, maka Hathepsut tentunya menjadi puteri yang terlibat dalam penyelamatan
Musa. Hatshepsut anak perempuan Thutmose I, istri Thutmose II, dan ibu tiri Thutmose III;
George Steindorff dan Keith C. Seele, When Egypt Ruled the East (Chicago: University of
Chicago Press, 1942) 36-40.
56 Petrus Octavianus, Alih Generasi dan Kepemimpinan ... 21-22
79
Seorang anak seperti Musa di istana Firaun pada Zaman kerajaan Mesir
Baru, mendapat pendidikan dasar yang hakiki dalam segala hikmat orang
Mesir, sebagaimana pernyataan Stefanus dalam Kisah Para Rasul 7:22: dan
Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam
perkataan dan perbuatannya. Pada zaman itu dan sebelumnya, anak-anak dari
selir-selir penghuni harim (guru dari anak-anak raja). Para Firaun dari zaman
kerajaan Mesir Baru (sekitar 1550 – 1070 sM) membangun puri dan harim
(tempat selir-selir) tidak hanya di ibukota yang besar seperti Tebes, Memfis
dan Ra’amses, tetapi juga di daerah-daerah Mesir lainnya, terutama
diwilayah-wilayah peristirahatan. Kurikulum pendidikan Mesir meliputi
membaca dan menulis tulisan hieroglif dan tulisan kudus, menyalin naskah-
naskah (khususnya naskah kuno), kaidah menulis surat dan tata administrasi.
Anak-anak Firaun juga dilatih memanah dan ketrampilan jasmania lainnya.
Anak-anak Firaun mendapat bermacam-macam pekerjaan: diangkatan
bersenjata, mengawasi proyek-proyek raksasa, melaksanakan jabatan imam
besar di kuil-kuil utama propinsi, atau bahkan sebagai pengurus tanah milik
istana atau milik kuil. Musa diajarkan tatakrama Mesir, dididik di kuil
Matahari dengan mata pelajaran yang disebut Hieroglif 101.57
Musa mulai belajar bahasa Mesir di Kuil itu. Ia juga menyelami ilmu
alam, ilmu pengobatan, astronomi, kimia, teologi, filosofi dan hukum.
Sebagai keturunan Sem yang tinggal di Mesir, tak mungkin Musa
menghadapi kesukaran dalam mempelajari dan menggunakan ke-20 huruf
(atau lebih) abjad linear kanaan (bukan gambar seperti hieroglif), mengingat
Musa tentu sudah lebih dahulu menjalani pendidikan dalam jurusan yang jauh
lebih ketat, yakni mempelajari tumpukan huruf dan kelompok tanda-tanda
dari tulisan Mesir (walaupun ini hanya menuntut latihan, bukan kejeniusan,
untuk mempelajarinya). Tulisan ukiran asli sinai bertarikh awal abad 15 sM
pasti hanya merupakan khusus, catatan kerja dan tulisan singkat pada batu-
57 Beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa bahasa ini yang paling sulit dalam
penulisannya karena tidak menggunakan karakteristik namun menggunakan piktograf
(simbol-simbol sulit yang menggambarkan gagasan yang bernuansa kompleks); Charles R.
Swindoll, Pria Berdedikasi Dan Tak Mementingkan Diri Sendiri: Musa (Bandung: Cipta
Olah Pustaka, 2002) 65
80
batu nisan (untuk persembahan) oleh orang-orang Sem yang ditawan di Delta
Timur Mesir (atau penduduk yang di Memfis), yang di pekerjakan tambang-
tambang batu pirus, dan menggambarkan pemakaian bebas tulisan itu oleh
orang Sem di bawah pemerintahan Mesir, hampir dua abad sebelum Musa.58
Dalam Kisah Para Rasul dituliskan demikian: Dan Musa dididik dalam segala
hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya
(Kisah Rasul 7:22). Pada teks aslinya dikatakan, dalam segala kearifan orang
Mesir. Dalam ucapan sehari-hari pada saat itu, masyarakat menunjuk kepada
orang-orang brilian sebagai pemilik kearifan orang-orang Mesir.
b. Kepemimpinan Musa
Banyak pendapat mengatakan bahwa pada dasarnya pemimpin harus
dibentuk, akan tetapi pengenalan terhadap kemampuan sejak lahir dan sifat-
sifat merupakan aspek penting untuk dipahami. Musa melewati beberapa
tahap yang memprosesnya untuk menjadikan pribadi yang berkualitas.
Berikut ini, beberapa tahapan yang dilalui Musa, yaitu:
1. Masa Persiapan.
Alkitab menyaksikan dua pengalaman hidup Musa yang
mengembangkan pengetahuan dalam kehidupannya sebagai persiapan secara
ilahi maupun insani sebelum memimpin bangsa Israel:
Insani.
Sebelum menjadi pemimpin yang tangguh dikemudian hari, Allah
mempersiapkan Musa melalui istana Firaun, di sebuah padang gurun sunyi
yang luar biasa tandusnya, panas, pasir yang gersang yang berkerikil, penuh
dengan tebing bebatuan yang terjal, yakni Midian.
Di Istana Firaun.
Setelah putri Firaun mengadopsi Musa, ia dengan segera mulai
mempersiapkan Musa untuk hidup yang layak di Istana Firaun. Josephus,
seorang sejarawan Yahudi menceritakan bahwa karena Firaun tidak
58 Douglas (peny), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, II. 103
81
mempunyai putera ahli waris, maka Musa diasuh untuk menjadi ahli waris
kerajaan, Musa diasuh untuk sebuah tahta kerajaan.59. Dalam Kisah Para
Rasul 7:20-21 mengatakan “Pada waktu itulah Musa lahir dan ia elok di mata
Allah. Tiga bulan lamanya ia diasuh di rumah ayahnya. Lalu ia dibuang, tetapi
puteri Firaun memungutnya dan menyuruh mengasuhnya seperti anaknya
sendiri”. Dalam hal ini Musa mendapatkan pendidikan dan pengasuhan yang
sesuai dengan keluarga Firaun atau orang Mesir, dan hampir dapat dipastikan
bahwa Musa juga mendapatkan pelatihan yang berhubungan dengan
pelatihan pasukan Mesir, belajar perang, membuat taktik pertempuran, selain
itu dia juga belajar seni baik seni pahat maupun seni ukir.
Di Midian.
Midian adalah salah satu tempat yang ada di semenanjung Arab. Sangat
tandus, panas pasir yang gersang, berkerikil dan penuh dengan tebing
bebatuan yang terjal, dengan sesekali semak belukar yang jarang-jarang
mencoba untuk bertahan hidup. Allah telah mempersiapkan Musa sebagai
pemimpin yang tangguh di kemudian hari, yang telah terlatih dalam
ketrampilan Mesir, dan jiwanya di tempa di padang gurun sunyi. Tentang
kondisi Musa, F.B. Meyer mengomentari, Musa kehilangan hubungan
dengan Allah. Lalu ia melarikan diri dan menyebrangi padang pasir yang
terletak antara dirinya dengan batas timur; menyesuri gunung melewati
mesemanjung Sinai, setelah tahun-tahun ia memimpin orang-orangnya; dan
akhirnya ia duduk dengan letih di tepi sumur di tanah Midian. 60
Musa mengalami kejatuhan. Dan kitab Suci mengatakan, dia adalah
seorang yang hatinya susah sekali, jiwanya hancur dan remuk, ia telah sampai
pada dasar yang paling bawah. Dalam beberapa hari saja, ia telah melangkah
ke puncak piramid sebagai calon seorang Firaun dan turun jatuh sekali
menjadi seorang yang paling amat nista. Dan tidak memiliki apa-apa. Dalam
59 F.B. Meyer, Moses: The Servant Of God (Grand Rapids, Michigan: Zondervan
Publising House, 1953), 31
60 Meyer. Moses: The Servant Of God… 31
82
keadaan binggung dan letih bisa saja Musa kembali merenungkan pelajaran-
pelajaran dari masa lalunya.61
2. Prinsip Rohani Musa.
Pengalaman Musa selama empat puluh tahun di padang gurun Midian
menjadi suatu pembelajaran prinsip-prinsip kepemimpinan rohani baginya.
Ada tiga prinsip rohani yang Musa peroleh selama berada di padang gurun
Midian.
Sikap Rendah Hati.
Dalam kitab Keluaran 2:16-17 Firman tertulis: Adapun imam di Midian
itu mempunyai tujuh anak perempuan. Mereka datang menimba air dan
mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya.
Maka datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka lalu Musa bangkit
dan menolong mereka dan memberi minum kambing domba mereka.
Kegagalan mengajarkan Musa untuk memiliki suatu sikap hamba. Allah
memanfaatkan semua kegagalan Musa dan penundaan yang ia alami untuk
mengerjakan didalam dirinya hati seorang hamba.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dengan sukarela dan
sukacita menjadikan dirinya hamba. Pelayanannya tulus iklas, tidak berpura-
pura, kepemimpinan Musa otentik, bukan sandiwara karena pemimpin sejati
memiliki sikap mental seorang pelayan.62 Musa memiliki motivasi seorang
abdi, bersikap dan bertindak sebagai seorang hamba karena dia adalah
pemimpin yang menghamba sekaligus hamba yang memimpin. Hal ini di
tegaskan oleh Eka Darmaputera, memimpin itu termasuk dalam seni
pelayanan – an art of serving. Bukan termasuk ‘seni peran’ – an art of acting.63
Menurut Alan E. Nelson dalam bukunya menuliskan, pemimpin yang dewasa
secara rohani akan menunjukkan kepemimpinan yang melayani dan
61 Petrus Oktavianus, Alih Generasi Kepe,mimpinan .. 30
62 ibid ... 31
63 Darmaputera, Kepemimpinan Dalam Perspektif Alkitab … 91
83
kepemimpinan semacam ini bercikal bakal dari kerendahan hati yang selaras
dengan penciptanya maupun tujuannya diantara ciptaannya yang lain.64
Rela Menjadi Orang Yang Tidak Dikenal.
Musa telah menajadi seorang pendatang di sebuah tanah asing, di lupakan
dan tidak di kenal. Ia datang ke Midian dengan tidak mengenal seorangpun,
tidak mengenal budayanya. Musa rela menajdi orang yang tidak dikenal,
tinggal terpisah dari keramaian dengan status yang baru. Allah telah memakai
kegagalan Musa untuk menghancurkan hasrat besar dalam hatinya demi
menjalankan program-Nya, mempersiapkan Musa menjadi seorang
pemimpin. A. B. Susanto dalam bukunya menuliskan, untuk dapat melayani
seorang pemimpin harus mengosongkan dirinya sendiri dari dampak negatif
kepemimpinan yaitu berperan sebagai penguasa, sehingga ia sanggup
bersikap rendah hati dan mampu mengayomi semua anggotanya dengan
tulus.65
Musa rela menjadi orang yang tidak dikenal, untuk tinggal terpisah dari
gemerlapnya cahaya, untuk menerima statusnya yang baru. Allah memakai
kegagalan dalam hidup seseorang untuk menghancurkan hasrat besar dalam
hatinya, dan ketika Allah telah menghancurkan dari nafsu untuk dikenal, bisa
saja Allah menempatkan dia dalam gemerlapnya cahaya yang tidak pernah
dia bayangkan. Dengan menyadari bahwa ia adalah bagian dari tentara Sang
Raja. Orang-orang dengan pengabdian tanpa keegoisan sangat di perlukan.66
Bertekun Dalam Pimpinan Allah.
Musa mengalami proses hidup yang luar biasa, namun dalam proses
inilah Musa mengalami kebersamaan dengan Allah tiap-tiap saat. Belajar
untuk bertahan didalam pengajaran dan pendidikan dari Allah secara
langsung, dan didalam ketidak nyamanan inilah dia mendapatkan kembali
kemurnian visinya untuk membebaskan bagsanya dari perbudakan Mesir.
64 Alan E. Nelson, Spirituality & Leadership (Bandung: Kalam Hidup, 2007) 90
65 A. B. Susanto, Meneladani Jejak Yesus Sebagai Pemimpin, (Yogyakarta:
ANDY, 2006) 34
66 Swindoll, Pria Berdedikasi & Tak Mementingkan Diri Sendiri ... 107
84
Seorang pemimpin rohani tidak cukup untuk mengandalkan kemampuan
intelektual dan kemampuan ketrampilannya, Allah punya cara tersendiri
untuk membuktikan apakah seseorang layak dijadikan pemimpin rohani. A.
T. Tozer mengatakan, seorang pemimpin yang sejati dan terpercaya
tampaknya adalah seseorang yang tidak memiliki suatu hasrat untuk
memimpin, tetapi didorong menduduki suatu posisi kepemimpinan oleh
dorongan dari dalam yaitu Roh Kudus dan dorongan situasi dari luar.67 Para
pemimpin rohani tidak akan mampu bertahan dengan kepintaran
intelektualnya sendiri, melainkan didalam pimpinan dan kuasa Roh Allah
yang bekerja sesuai dengan maksud dan tujuan Allah sendiri. Musa di
persiapkan Allah di dalam misi-Nya yang besar yaitu pembebasan umat-Nya,
bukan kepada kejayaan Firaun dan kerajaannya.
3.Kualitas Kepemimpinan Musa
Kualitas seorang pemimpin sangat berpengaruh di dalam tugas dan
tanggung jawabnya, ketika Musa melewati proses Padang Gurun yang
panjang, Musa sampai pada titik yang paling rendah dimana dia merasa tidak
memiliki jabatan atau kekuatan dalam dirinya sendiri. Sehingga pada saat
Allah berbicara kepada-Nya, Musa menjawab dalam kitab Keluaran 3:11,
siapakah aku ini, maka aku akan menghadap Firaun dan dan membawa orang
Israel keluar dari Mesir? Musa memberi alasan pertama bahwa, aku tidak
memiliki semua jawaban. sesungguhnya dia tidak memiliki apa-apa dan
kalaupun dia dipakai dengan luar biasa, maka semua itu karena Tuhan sendiri
yang memberikan keberhasilan dan kemenangan melalui dirinya. Allah
mementingkan pengakuan hati.68
Aspek Rohani.
Selain kepribadian, kerohanian merupakan kualifikasi utama dalam
kepemimpinan Kriaten kekuatan pemimpin kristen akan dapat diukur dari
hubungannya dengan Tuhan. Oleh sebab itu beberapa ciri sifat Musa
67 A. W. Tozer, dalam The Reaper, February 1962, 459.
68 Eka Darma Putra, Kepemimpinan Dalam Perspektif Alkitab ... 66
85
tercermin di dalam sikapnya sebagai berikut: pertama, ia lemah lembut.
Sekalipun masalah yang dihadapi justru datang dari kalangan keluarganya
sendiri yaitu dari ketidak taatan dan kemurtadan Harun dalam hal anak lembu
emas (Kel. 32:1), dan rasa iri hati Miryam dan Harun akan kedudukan Musa
dan juga kecaman mereka terhadap perkawinannya. Namun Musa
menghadapi semuanya itu sebagaimana tertulis dalam bilangan 12:3, Adapun
Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia
yang diatas muka bumi. Kedua, beriman. Sebagai pemimpin umat Allah
Musa tidak saja mengandalkan kemampuan teknis yang dimilikinya, tetap
jauh dari yang lebih asasi, didalam kepemimpinan Allah dalam hidupnya dan
didalam imannya. Musa memilih untuk tidak disebut sebagai anak puteri
Firaun (Ibrani 11: 24-29). Memilih untuk tidak populer bagi seorang
pemimpon rohani adalah bagian yang teristimewa dan sangat gampang untuk
di lakukan jika ia memiliki iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan
Yesus. Ketiga, kejujuran. Kejujuran merupakan hal pertama yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin rohani. John C. Maxwell, yang harus dimiliki
dari seorang pemimpin atau calon pemimpin adalah kekuatan watak. Cacat
watak yang serius tidak bisa diabaikan. Ini akhirnya akan membuat seseorang
pemimpin tidak efektif setiap kali.69
Keempat, Visioner. Visi adalah ihwal melihat, suatu ihwal mendapat
persepsi yang imajinatif, yang memadu pemahaman yang mendasar tentang
situasi masa kini dengan pandangan yang menjangkau jauh kedepan. Seorang
pemimpin rohani harus mampu melihat kedepan untuk jangka 10-15 tahun
akan datang. Antisipasi jauh kedepan, visi kedepan terjalin melalui
pengalaman bersama Tuhan. Dengan visi baru, seorang pemimpin dapat
melahirkan ide baru yang sangat dibutuhkan dalam mengelola dan
memajukan lembaga yang dipimpinnya.70 Musa memiliki visi Allah yang
jelas yaitu tentang tanah perjanjian, bukan kedudukan yang jelas tentang
jabatan, pemimpin rohani sudah seharusnya memikirkan bagaiman visi atau
69 John C. Maxwell, Mengembangkan Pemimpin Disekeliling Anda ( Jakarta:
Profesional Books, 1997) 75
70 P. Octavianus, Kepemimpinan Kristen Dalam Negara Pancasila (Batu, Jatim:
Yayasan Persekutuan Pekebaran Injil Indonesia, 1989)
86
ide dapat ditularkan kepada banyak orang sehingga gerakan rohani dapat
terjadi dimana-mana. Tiga tokoh tentang gerakan besar yaitu: Mahatmah
Karamchand Gandhi, Martin Luther King Jr, atau Che Guevarra, telah
berjuang keras untuk menanamkan sebuah gagasan atau ide. Tak
sekelumitpun mereka berhasrat meraih atau merebut kekuasaan. Yang
mereka dambakan adalah dimana memungkinkan bisa menularkan cita-cita,
membagikan visi atau impian.71 Cita-cita mereka tetap menginspirasi
perjuangan banyak orang, gerakan anti kekerasan, gerakan persamaan hak,
gerakan antidiskriminasi, gerakan pembebasan rakyat tertindas. Tidak
seorangpun yang dapat memisahkan gerakan-gerakan ini dari tiga tokoh
tersebut.
Kelima, Tekun, ketekunan merupakan hal dasar namun sangat penting
untuk dimiliki oleh seorang pemimpin rohani, ketekunan merupakan salah
satu cara untuk menghadang setiap lawan yang akan datang baik ancaman
dari luar maupun dari dalam, termasuk juga didalam kejenuhan dan
kerutinitasan pelayanan. Ketekunan sorang pemimpin didalam visi Allah
akan melahirkan hal-hal rohani yang dapat di nikmati oleh banyak orang.
Musa tekun didalam memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, sekalipun dia
harus berhadapan dengan banyak masalah karena Musa tak pernah lupa
bahwa bangsa Israel adalah umat Allah berdasarkan perjanjian Allah, yang
oleh janji Allah akan mewarisi tanah perjanjian itu.72
Keenam. Ketaatan dan Bertanggung jawab. Pemimpin rohani yang baik,
adalah pemimpin yang bersedia taat dan bertanggung jawab dalam setiap
tugas dan panggilannya. Musa menunjukkan ketaatannya dalam tugas yang
sedang dilakukan, kritik yang datang dari orang-orang ada disekelilingi dia
tidak menjadikan hatinya berubah, tetapi justru membuatnya tiap-tiap saat
datang kepada Allah. Begitu juga dengan tanggung jawabnya terhadap bangsa
Israel, dalam hal-hal yang tidak mungkin menjadikan mungkin. Musa
memimpin bangsa Israel untuk menyeberangi Laut Merah, sama seperti
melintasi tanah kering, (Ibrani 11:29).
71 Darmaputera, Kepemimpinan Dalam Perspektif Alkitab, ... 126-127
72 Stott, Isu-Isu Global: Menantang Kepemimpinan Kristen, … 468
87
Aspek Sosial.
Seorang pemimpin hendaknya memiliki karakter yang tinggi,
pengetahuan yang komprehensif dan kecakapan sosial sehingga
menghasilkan efektifitas dan efisiensi yang tinggi, serta hubungan sosial yang
sehat. Dalam memimpin bangsa Israel, aspek sosial mewarnai gaya
kepemimpinan Musa. Adapun aspek sosial yang dimiliki musa adalah:
pertama, Simpati dan Empati. Ketika Musa melihat seorang Mesir memukul
seorang Ibrani dan hal ini terlalu sering dilihatnya. Musa memiliki rasa
solidaritas yang tinggi bagi saudara-saudaranya dan bukan sampai disitu saja
dari dalam hatinya muncul rasa empati terhadap saudara-saudaranya yang
sering disiksa oleh mandor Mesir (Keluaran 2:12). Dalam hal ini dapat
dipahami tradisi Yahudi berusaha menampilkan Musa sebagai orang yang
mempunyai perhatian kepada bangsanya.73 Kedua. Bersedia Untuk di
Nasihati. Seorang pemimpin rohani bersedia mendengarkan kritik dan saran
dari rekan-rekannya atau orang lain. Dalam kitab Keluaran 18:24
mengatakan, Musa mendengarkan perkataan mertuanya itu dan dilakukannya
segala yang dikatakannya.
4. Kualifikasi Pengganti Musa
Musa tidak hidup selama-lamanya, ia harus diganti, namun siapa yang
memenuhi kualifikasi untuk menggantikan posisi Musa? Menjelang akhir
hayatnya, Musa mengetahui secara naluriah bahwa bangsa Israel
membutuhkan pemimpin lain untuk membimbing mereka setelah ia
meninggal. Sekalipun ada 70 orang tua-tua yang membantunya, tetapi mereka
tidak melihat orang yang sama seperi Musa. Kenyataan bahwa kematiannya
justru terjadi pada saat mereka hendak memasuki Kanaan menyebabkan krisis
itu bertambah parah.74
Sebenarnya ada dua orang yang memenuhi mandat yang dibutuhkan,
hanya dua pemimpin yang telah menerima latihan bertahun-tahun dari Musa
73 Dianne Bergant & Robert J. Karris, Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama
(Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia, 2002) 84
74 J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani, (Bandung: Kalam Hidup, 1979)
146
88
dan telah menyaksikan tangan Allah dalam hidup bangsa tersebut yaitu Kaleb
dan Yosua. Namun ketika Musa memohon kepada Allah seorang pemimpin
pengganti, Ia berikan Yosua kepada mereka. Menyoroti kepemimpinan dari
paradigma Alkitab, maka kepemimpinan kristen adalah: suatu proses
terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut
faktor waktu, tempat, dan situasi khusus) yang di dalamnya oleh campur
tangan Allah, Ia memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin (dengan
kapasitas penuh) untuk memimpin umat-Nya (yang mengelompokkan diri
dalam suatu institusi/ organisasi) guna mencapai tujuan Allah 75 (yang
membawa keuntungan bagi pemimpin, bawahan, dan lingkungan hidup).
Dipilih Oleh Allah.
Musa menyadari bahwa betapa pentingnya seorang pemimpin Israel
adalah orang yang di oleh pilihan Allah sendiri. Ada beberapa unsur penting
yang perlu diperhatikan dalam kepemimpinan Kristen, yaitu: Pertama. Sama
seperti kepemimpinan lain pada umumnya. kepemimpinan kristen adalah
juga suatu proses terencana dan dinamis. Presuposisi utama dalam
kepemimpinan kristen ialah bahwa ”Allah-lah” dalam seluruh proses
terencana yang dinamis ini. Batu uji terpenting bahwa Allah campur tangan
ialah” ada kemuliaan bagi Dia”. Kedua. Kepemimpinan Kristen juga
memiliki ”Konteks Pelayanan”. Sebagai faktor situasi yang berkaitan dengan
unsur waktu, tempat, dan situasi khusus dalam konteks hidup yang berbeda,
yang memberi kepadanya nilai lebih.
Ketiga, Kepemimpinan Kristen memiliki presuposisi yang Berkenaan
dengan anugerah khusus. Yang menekan bahwa Allah-lah yang berdaulat
memilih pemimpin kristen bagi diri-Nya (faktor penentu) yaitu pemimpin
yang berkapasitas (memiliki karunia kepemimpinan, pengetahuan, keahlian
serta karakter yang mapan) yang diterapkannya dalam tugas (bukan jabatan/
75 Istilah “tujuan Allah” dipahami secara luas, yaitu tujuan yang olehnya gereja/
umat Allah itu “ada/ berada” di bumi, yaitu untuk membawa kemuliaan bagi Allah. Secara
sempit istilah ini Berkenaan dengan visi dasar bagi kepemimpinan seorang pemimpin, bukan
alasan pembenaran bagi sikap/ keputusan pemimpin (atas nama kehendak Allah yang disalah
gunakan). Yakob Tomatala, Kepemimpinan Kristen, (Yakarta: YT , 2002), 12
89
posisi) pelayanan sebagai pemimpin. Keempat. Dalam Kepemimpinan
Kristen, umat Allah sebagai orang yang dipimpin. Dalam suatu kelompok
atau suatu organisasi, memiliki tanggung jawab integral untuk secara bersama
terlibat dalam pengerjaan pelayanan yang dipercayakan kepada setiap
individu. Kelima, Dalam kepemimpinan Kristen, tujuan Allah adalah dasar
utama. Yang menjelaskan untuk apa gereja ada, yang di atasnya tujuan umat
Allah (sebagai suatu kelompok/ gereja/ institusi/ organisasi) dibangun.
Keenam. Tujuan Allah adalah tujuan utopi bagi dan dari eksistensi serta
tujuan hidup umat-Nya (gereja). Tujuan utopi (tertinggi/ ideal/ teragung)
difokuskan kepada Allah (yang agung dan mulia) yang harus diwujudkan
dalam hakikat hidup dan bukti umat-Nya yang akan ditandai oleh tekad setia
kepada Tuhan, sehingga membawa kemuliaan bagi nama-Nya dalam
kepemimpinan Kristen76.
Memiliki Hati Gembala
Alkitab secara esensi adalah Firman Allah yang diberikan kepada
pemimpin, di mana pemimpin mempunyai tanggung jawab atau tugas untuk
memberi pengaruh yang positif baik dari perkataan maupun sikap hati yang
terpancar dalam tingkah laku seorang pemimpin, dan memberi kesempatan
kepada orang lain melalui pembimbingan dalam mengembangkan dan
membentuk potensi diri, dalam hal ini melalui pendidikan. Di mana seorang
pemimpin diberi tugas yang mulia untuk menjadi seorang pendidik.77
c. Profil Yosua Sebagai Mentee
Yosua bin Nun, cucu Elisama kepala suku Efraim (1 Tawarikh 7:27;
Bilangan 1:10), disebut sanak saudaranya Hosea, artinya keselamatan
(Bilangan 13:8). Yosua dilahirkan pada masa tahun-tahun perbudakan yang
76 Yakob Tomatala, Kepemimpinan Kristen..., 13-14
77 Ulangan 6: 4-9 memaparkan mengenai dasar pendidikan, yaitu Amanat Allah
adalah Esa (ayat 4) Adapun motif dari pendidikan tersebut adalah kasih kepada Allah secara
holistik (hati, jiwa, kekuatan dan rasio) ayat 5 sedangkan tugas dari pendidikan itu adalah
mengajar, membicarakannya, mengikatkannya dan menuliskannya (ayat 6-9) (kutipan dari:
Danik Astuti Lumintang, Tesis, 38). Stevri Lumintang, Dasar-Dasar Pendidikan Kristen,
(Batu: I-3, Program Pascasarjana Pendidikan Kristen, 2004)
90
sukar dibawah Firaun, sangat mengenal baik apa artinya cambuk dengan
cemeti, disuruh bekerja berat terus menerus diladang pembuatan batu bata.
Pada saat itu ia berusia 20 tahun, sebagai orang terdekat Musa selain Harun
dan Hur. Sikap Yosua yang benar dalam kepemimpinannya turut ditunjang
oleh aspek rohaninya, antara lain: penyataan Tuhan yang jelas kepada Yosua,
ia mencintai hadirat Tuhan, ia memiliki hati sebagai seorang hamba, hidup
penuh Roh, memiliki iman yang teguh, berani, saleh dan jujur. Yosua
pertama-tama muncul dalam sejarah Israel, ketika bangsa ini mendekati
daerah Gunung Sinai dan di serang oleh orang Amalek di Rafidim (Keluaran
17:8). Dibawah pimpinan Yosua, bangsa Israel memperoleh kemenangan
yang gemilang atas orang Amalek (Yosua 9-13).
Kemudian Yosua disebut sebagai pembantu Musa, ketika ia menemani
Musa hingga ke kaki Gunung Sinai, bersama-sama dengan pemimpin yang
lain. Ketka Musa mencapai suatu tempat di gunung tersebut, ia mengatakan
kepada tua-tua yang lain, Tinggalah disini menemani kami, sampai kami
kembali lagi kepadamu (Keluaran 24:13-14). Hal ini menunjukkan bahwa
Yosua pergi bersama dengan Musa, karena ia termasuk dalam kata kami.
Blaikie berpendapat bahwa Yosua bersama-sama dengan Musa selama enam
hari ketika kemuliaan Allah diam di Gunung Sinai dan awan menutup gunung
itu (Keluaran 24:15-16), tetapi ketika Allah meminta Musa naik lebih tinggi
(Keluaran: 24:16, 18), Yosua tidak ikut, tetapi tinggal di tempat peristirahatan
di tengah-tengah jalan antara tempat para tua-tua melihat kemuliaan Allah
dan puncak gunung tempat Allah berbicara kepada Musa.78
Pada akhir masa empat puluh tahun di daerah Sinai dan padang gurun,
Yosua ditunjuk untuk menggantikan Musa sebagai pemimpin yang baru.
Setelah Musa meninggal, Tuhan mengkonfirmasikan pilihan Musa melalui
Firman-Nya kepada Yosua.
Yosua akan memimpin, memikul dengan rela semua resiko dan tangung
jawab karena itu, Yosua melaksanakan tugas tersebut dengan penuh
keyakinan diri. Menguraikan tugas Yosua lebih rinci, Trent Butler
78 William Garden Blaikie, The Book Of Joshua: The Expositor’s Bible (New
York: Funk & Wagnalis, 1900) 28.
91
menerangkan, bahwa dalam kitab Yosua pasal 1, beberapa kata kunci selalu
diulangi. Sebagai contoh misalnya (1:1, 2, 3, 5, 7), Aku akan menyertai
engkau (1:5, 9), keberhasilan di janjikan Allah berulangkali (1:3, 4, 5, 6, 7, 8,
9), terbebas dari perasaan takut (1:5, 9) dan penurunan mutlak senantiasa
diperlukan (1:7, 8, 9). Trent Butler meneruskan, bahwa dalam perikop ini,
Yosua 1:1-9 tertera hal-hal yang penting sekali dan bentuk perintah yang
bersifat Ilahi (1:2, 5, 6, 6, 7, 8).79
Pentingnya Mentoring Untuk Mempersiapkan Alih Generasi
Kepemimpinan
Pada pokok pembahasan ini, penulis akan memaparkan secara khusus
mengenai pentingnya mentoring Musa untuk mempersiapkan alih generasi
kepemimpinan. Adapun topik-topik yang akan menjadi pembahasan pada
bagian ini, adalah sebagai berikut: pertama, memberikan pendidikan secara
rohani. Kedua, membangun kemampuan intelektual dan ketrampilan. Ketiga,
pengembangan potensi kepemimpinan.
Memberikan Pendidikan Secara Rohani.
Persiapan para calon pemimpin-pemimpin yang secara khusus
menyangkut kemampuan Intelektual dan ketrampilan merupakan sasaran
pembinaan yang nantinya dapat mendukung seorang pemimpin menjadi yang
berkualitas. Pemimpin memiliki peran sebagai pembina rohani bagi para
calon pemimpin adalah hal yang utama dan pertama, peran tersebut bertujuan
memberikan makanan yang bersifat rohani yang sehat terhadap anggota-
anggotanya. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan pendidikan kristen,
pemimpin merupakan orang yang bertanggung jawab untuk memberikan
jawaban bagi permasalahan hidup dan kehidupannya. Yohanes dalam Injilnya
79 Trent C Butler, Word Biblical Commentary: Josua, Vol 7 (Waco, Texax: Word
Book, 1983), 9.
92
menulis: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyai
dalam segala kelimpahan” (10: 10).80
Peranan pembina kepada pemimpin-pemimpin baru adalah sebagai
pengajar dan juga sebagai pembimbing contoh dalam metode laboratorium,
pembina lebih disebut dengan sebutan fasilitator atau pemimpin kelompok.
Biasanya seorang fasilitator ingin kelompoknya dapat belajar sendiri dengan
menggunakan fasilitas yang diciptakannya. Pertama, pembina adalah orang
yang kaya dengan ilmu pengetahuan. Pembina yang kaya dengan
pengetahuan menaburkan pengetahuan, khususnya pengetahuan mengenai
iman Kristen. Pengetahuan yang dimaksud juga berkaitan dengan
penguasaannya atas sumber-sumber pengetahuan, sehingga para calon
pemimpin dapat dituntun kedalam hal penyediaan sebanyak dan seluas
mungkin bahan yang membahas masalah calon pemimpin-pemimpin dari
segala segi.
Kedua, pembina calon pemimpin-pemimpin adalah orang yang kaya
dengan sikap yang baik. Pembina sangat mempengaruhi calon pemimpin-
pemimpin dalam pembelajaran. Untuk itu selain pengetahuan, maka sikap
mental dan perilaku pembina sangatlah berpengaruh. Mental seorang
pembina akan tercermin dalam sikap perilakunya dan tindakannya. Rogers,
Maslow dan May memaparkan beberapa kriteria tentang sikap yang dianggap
tepat untuk para pembina calon pemimpin-pemimpin, yaitu: Empathy
(beradaptasi dengan lingkungan mahasiswa). Kedua, kewajaran (bersikap
jujur, apa adanya, wajar, terus-terang, konsisten, terbuka dan mencerminkan
perasaannya yang sebenarnya). Ketiga, Respek (memiliki pandangan positif
terhadap para calon pemimpin-pemimpin). Keempat, komitmen dan
kehadiran (menghadirkan diri secara penuh dalam kelompok pembelajaran
calon pemimpin-pemimpin). Kelima, mengakui kehadiran orang lain,
(mengakui adanya atau kehadiran orang lain). Keenam, membuka diri
(adanya keterbukaan baik dari para calon pemimpin-pemimpin maupun dari
80 R. C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, (Malang: Seminar
Alkitab Asia Tenggara, 1997), 285; band. Louis Berkhof, Theologia Sistematika 5,
(Surabaya: Momentum ,2003), 22-24
93
diri pembina itu sendiri). Beberapa contoh tokoh dalam Alkitab yang dapat
kita pelajari bersama yaitu:
Pengalaman hidup: Nabi Nathan menegur Daud
Dalam kitab 2 Samuel 12, dipaparkan mengenai bagaimana nabi Natan
menegur Daud mengenai dosa beruntun yang telah diperbuatnya. Dalam hal
ini, nabi Natan menceritakan mengenai pengalaman Daud, baik Daud sebagai
gembala maupun Daud sebagai raja. Nabi Natan menegur Daud mengenai
dosa yang telah diperbuat olehnya, yang dihubungkan dengan pengalaman
hidup Daud dimasa lalu (sebagai gembala) dan masa kini (sebagai raja). Nabi
Natan adalah seorang nabi yang berada dalam kerajaan di mana Daud
memerintah (2 Sam. 7: 2), nabi Natan mengenal secara baik siapa dan
bagaimana Daud. Dalam hal menegur Daud, nabi Natan menggunakan dua
cara pendekatan, yaitu: pendekatan kepada Daud sebagai raja maupun
pendekatan pengalaman hidup Daud pada masa mudanya sebagai seorang
gembala. Dari kedua pendekatan yang digunakan oleh nabi Natan ini,
membuat Daud menayadari akan kesalahannya atau dosanya yang pada
akhirnya memimpin Daud pada pertobatan.81
Dalam perjanjian Baru, tulisan Injil memaparkan mengenai Yesus
sebagai Seorang Guru agama di Synagoge, mengajar diluar gedung,
berkonfrontasi dengan pribadi-pribadi tertentu dan mengajar para murid-
murid-Nya dalam hubungan yang lebih intim. Setelah itu, Tuhan Yesus
berharap para murid-murid-Nya akan melanjutkan pembinaan, pengajaran
kepada orang lain.82
Yesus Guru Agung (Jesus The Master Teacher)
Tuhan Yesus disebut “Guru” atau “Rabi” dalam kitab Injil sebayak 41
kali. Dalam Yohanes 1: 38, Tuhan Yesus disebut “Rabbi” dalam bahasa
Yahudi. Dalam kitab Injil ini banyak dipaparkan tentang bagaimana Tuhan
81 Kenneth O. Gangel & James C. Wilhoit (Eds), The Cristian Educator’s
Handbook on Adult Education , “One Biblical Foundations For Adult Education”, 36-37
82 Mikael J., Evangelical Dictionary of Christion, (Grand Rapind, Michigan:
Baker Book House Company, 2001) 28
94
Yesus memakai pendekatan-pendekatan atau metode khusus dan fleksibel
dalam pengajaran-Nya untuk mencapai orang-orang tertentu. Sebagai contoh
dalam Injil Lukas, Tuhan Yesus mengajarkan tentang pengampunan kepada
seorang perempuan berdosa, dan secara bersamaan Tuhan Yesus juga
mengajarkannya kepada Simon, orang farisi yang telah mengundang Tuhan
Yesus makan di rumahnya (Lukas 7: 36-50). Pendekatan Tuhan Yesus kepada
perempuan berdosa ini, berbeda dengan pendekatan yang pakai Yesus kepada
orang-orang Farisi dan para ahli Taurat (Mat. 15: 2-3). Sering kali banyak
ditemukan, bagaimana Tuhan Yesus memberi jawaban atas pertanyaan yang
muncul dengan jawaban yang tidak secara langsung, namun Tuhan Yesus
menjawab dengan memakai perumpamaan-perumpamaan.83 Menjadi seorang
pemimpin yang mengalami transformasi hidup, bukanlah suatu hal yang
gampang. Namun butuh perjuangan diri dan pertolongan orang lain di dalam
mencapai perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang
menyentuh sendi kehidupan spiritual yang menjadi tujuan utama hidup orang
beriman.84. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa perubahan hidup
spiritual merupakan langkah awal dan syarat mutlak untuk memasuki
perubahan hidup secara total. Reaksi perubahan hidup seseorang yang
mengalami perubahan secara signifikan dapat digambarkan di dalam gambar
berikut ini:
83 Kenneth O. Gangel & Jemes C. Wilhoit (Eds.), The Cristian Educator’s
Handbook on Adult Education, “One Biblical Foundations For Adult Education”…, 14-15
84 Elisa B. Surbakti, Konseling Praktis Mengatasi Berbagai Masalah (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1993) 336
95
Gbr. 1 Reaksi Manusia terhadap Perubahan
Membangun Kemampuan Intelektual dan Ketrampilan.
Pembentukan karakter yang dapat mendukung kemampuan intelektual dan
ketrampilan, yang meliputi: pertama, Gaya hidup. Orang yang akan memiliki
kerajaan Allah bukanlah mereka yang berpretensi dapat menghasilkan atau
memberi sesuatu kepada Allah, melainkan mereka yang merasa miskin, tak
dapat berbuat apa-apa dan memberi apa-apa untuk Tuhan. Kedua, Sikap
hidup. Memiliki sikap hidup yang lemah lembut, sesungguhnya berarti
kemampuan untuk menguasai amarah sehingga hanya marah pada saat yang
tepat dan tidak pernah marah pada saat yang tidak tepat.Hal ini menegaskan
bahwa setiap murid Yesus harus berusaha untuk atau berperan aktif dalam
membangun hubungan yang baik antara manusia dengan manusia dan antara
manusia dengan Tuhan.85 Ketiga, Jati Diri. Hakikat keberadaan atau jati diri
seorang murid adalah menjadi garam dunia, realisasi hakikat para murid
sebagai garam adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Selanjutnya
85 Arliyanus Laroso, Memuridkan Dunia …, 15
PERUBAHAN
Rohaniah Jasmaniah
Reaksi
Menolak Menerima
Hidup Statis Hidup Dinamis
96
Yesus memakai terang dalam menggambarkan jati diri para murid. Terang
adalah yang sangat penting dalam kitab suci. Allah adalah terang, menurut 1
Yohanes 1: 5, dan Kristus digambarkan sebagai terang dunia dalam Yohanes
8: 12, 9:5, 12:46. Dan keempat, Komitmen. Sebagai pengikut Yesus,
komitmen untuk memberlakukan hukum Taurat. Dan Tuhan Yesus
menegaskan kepada para murid agar tidak menganggap remeh hukum Taurat,
sebab sangat mudah bagi para pengikut Yesus untuk mengabaikan hukum
Taurat.
Pengembangan Potensi Kepemimpinan
Pemimpin yang sukses pasti menyadari bahwa pertumbuhan pribadi dan
perkembangan keahlian merupakan pengejaran seumur hidup. Dari semua
orang Israel, hanya Musa yang dapat membimbing Yosua menjadi pemimpin
besar, karena orang mereproduksi siapa diri mereka sesungguhnya. Dan Musa
memiliki kemauan serta waktu untuk melakukannya. Sebagaimana John
Maxwell pernah mengatakan, pemimpin menciptakan dan mengilhami
pemimpin baru dengan menanamkan keyakinan dalam kemampuan
kepemimpinan mereka dan membantu mereka mengembangkan serta
mengasah keahlian kepemimpinan yang tidak mereka ketahui bahwa mereka
memilikinya.86
Membagi Pengalaman.
Musa membagikan pengalaman serta penerapan kepada Yosua. Dalam
hal ini bimbingan terhadap Yosua bukanlah sekedar transfer informasi,
melainkan mencakup pengalaman nyata. Musa membagi kehidupan dengan
Yosua. Ketika bangsa Israel harus menghadapi bangsa Amalek dalam
pertempuran, Musa menjadikan Yosua panglimanya. Ketika dibutuhkan
pengintai dari suku Efraim, Yosua yang diutus, dan ketika Musa
membutuhkan asisten pribadi, Yosua yang dipilihnya.87
86 Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Sekeliling Anda…, 19
87 Octavianus, Alih Generasi Dan Kepemimpinan…, 77
97
Dorongan Serta Penegasan.
Banyak pemimpin yang mengharapkan bawahannya memberikan
dorongan semangat kepada diri sendiri. Tetapi kebanyakan orang
memerlukan dorongan dari luar untuk menarik mereka kedepan. Itu
merupakan hal yang vital bagi pertumbuhan mereka. Bahkan seorang calon
pemimpin yang cerdas dan bekerja keras akhirnya merosot semangatnya
kalau produksinya tidak diberi dorongan.88 Seorang calon pemimpin perlu
diberi dorongan semangat. Jika mereka tiba pada sebuah situasi baru, mereka
menghadapi banyak perubahan dan mengalami banyak perubahan sendiri.
Dorongan semangat membantu mencapai potensi mereka. Hal ini
memperkuat mereka dengan memberi energi untuk maju terus setelah mereka
membuat kesalahan. Seringkali, dalam kepemimpinan yang kacau serta
penuh tuntutan, banyak orang memilih mengerjakan hanya yang cepat
menunjukkan hasil. Mereka tidak berpikir jauh ke depan, dan mereka tidak
berusaha memandang segalanya menurut perspektif Allah.89
Memberi Kewenangan.
Ketika tiba saatnya Musa meletakkan tangannya atas Yosua dan secara
umum menugaskannya dihadapan bangsa Israel, dan memberikan
kewenangan kepadanya. Proses persiapan yang dilakukan oleh Musa kepada
Yosua dimulai dari Musa memperkenalkan Yosua dihadapan Israel sebagai
pemimpin masa depan (Bilangan 27: 18-22; Ulangan 31:7; 34:7). Musa
membagikan pengalaman-pengalaman rohani yang penting bagi Yosua
(Keluaran 24:13; 33:11). Menurut Maxwell dalam bukunya, 90ada beberapa
tingkat wewenang. Pertama, kecakapan. Jenis wewenang ini berdasarkan
kecakapan profesional seseorang, kemampuan untuk melakukan pekerjaan.
Pengikutnya memberikan kepada pemimpin yang cakap wewenang didalam
bidang keahliannya. Kedua. Kepribadian. Pengikut juga akan memberikana
wewenang kepada orang lain berdasarkan ciri khas pribadi, seperti
88 Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Disekeliling Anda…, 126
89 Maxwell, 21 Menit Paling Bermakna Dalam Hari-Hari Pemimpin Sejati…,
266.
90 Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Sekeliling Anda …, 171-172
98
kepribadian, penampilan dan karisma. Wewenang berdasarkan kepribadian
sedikit lebih luas dibandingkan dengan wewenang berdasarkan kecakapan,
tetapi ini tidak benar-benar lebih maju karena cenderung pulasan. Ketiga.
Integritas. Wewenang berdasarkan integritas berasal dari hati sanubari
seseorang. Ini berdasarkan watak setelah pemimpin baru mendapatkan
wewenang berdasarkan integritas, mereka melintas memasuki tahap baru
perkembangan mereka. Keempat. Spiritualitas.
Pendelegasian.
Pentingnya pendelegasian dalam kepemimpinan kristen bukan hanya
sekedar mengharapkan dari penerima otoritas tingkat prestasi tertentu yang
sepadan dengan tanggung jawab yang diberikan, tetapi juga memberikan
kepadanya latihan yang memadai yang akan memungkinkan dia
menghasilkan dengan efektif. Dalam pelayanan kristen dengan pekerjaan
yang sukarela, diperlukan banyak subpemimpin.91 Kegagalan yang paling
umum dari seorang pemimpin ialah tidak mendelegasikan atau membagi-bagi
tugas.
Pentingnya memberikan kepercayaan kepada pengikut adalah suatu
penghargaan kepada pengikutnya. Musa adalah seorang pemimpin rohani
yang melibatkan para pengikutnya dalam proses kepemimpinannya. Hal ini
sebagai usaha mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru untuk melanjutkan
kepemimpinannya sehingga terjadi kepemimpiann yang produktif. Salah satu
langkah pemberdayaan potensi adalah memberikan kepercayaan kepada
bawahan.92
91 Keneth O, Gangel, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, (Malang:
Gandum Mas, 2001) 460
92 Stephen R. Covey, The 8 Habit: Melampaui Efektifitas, Menggapai
Keagungan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006)
99
C. Penutup.
Mentoring Musa sebagai model alih generasi kepemimpinan yang
dilaksanakan oleh LPMI, berperan untuk menuntun masa depan LPMI dan
mengarahkan para staf baru dalam mengembangkan LPMI kedepan dan
memperlengkapi diri untuk menghadapi masa depan, dengan tanggung
jawab sebagai pemimpin di LPMI, menjadi seorang pemimpin rohani yang
tetap mempertahankan kesalehan hidupnya, memiliki persekutuan yang
intim dengan Tuhan, memiliki hubungan dan dapat bekerjasama dengan
masyarakat luas, memberi pengaruh ditengah-tengah bangsa serta
memberikan perubahan yang signifikan.
Dalam pengembangan kepemimpinan staf, LPMI memiliki perhatian
yang khusus, mengingat staf yang melayani kebanyakan dikampus, tempat
dimana intelektual muda berada untuk menimbah ilmu oleh sebab itu, staf
LPMI harus bisa menyeimbangi kemampuan intelektual para mahasiswa,
termasuk juga dengan penguasaan tehnologi dan informasi. Hal ini secara
khusus bukan saja merupakan pengembangan pelayanan LPMI ke depan,
tetapi juga merupakan kepedulian LPMI dalam mempersiapkan pemimpin-
pemimpin yang baru, bagi gereja, bangsa, dan negara.
Mentoring Musa merupakan model alih generasi kepemimpinan,
dalam mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang baru, sangat efektif untuk
diterapkan di dalam lembaga-lembaga kristen, gereja, dan Institut Kristen
karena dapat menolong para generasi muda, untuk berkembang dan memiliki
kerinduan besar di dalam melayani Tuhan baik melalui profesi dan keahlian
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, maka hipotesa penulis terbukti,
dimana LPMI dapat menunjukkan hubungan antara pelayanan mentoring
dengan pengkadera bagi alih generasi kepemimpinan di LPMI pada masa
yang akan datang, dan hal ini akan memanilisasi kekurangan pemimpin di
LPMI secara khusunya dan meminimalisasi kekurangan pemimpin rohani
Kristen pada umumnya.
Para pemimpin-pemimpin baru yang telah dipersiapkan oleh LPMI,
telah dibekali dengan materi-materi pembinaan LPMI. Dan materi yang
diberika telah dikuasai, hal ini dilihat dengan adanya penguasaan materi yang
100
disampaikan oleh para staf baru. Dan hal ini diharapkan bukan saja dapat
dikuasai melalui kemampuan menyampaikan materi namun dapat diterapkan
di dalam tugas dan panggilannya sebagai seorang pemimpin. Dan yang
terakhir bahwa setelah dilayani dan dibimbing dengan maksimal, maka
mereka diharapkan akan menjadi pengaruh yang positif sebagai garam dan
terang di tengah-tengah pemimpin-pemimpin yang lain.
KEPUSTAKAAN
Abineno, J. L. Ch.,
1993 Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Arikunto, Suharsini
1993 Prosedur Penelitian Suatu Pendekata Praktek, edisi revisi IV,
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Barclay, William
2006 Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius,
Titus, Filemon, Bambang Subandrijo, perterjemah., Jakarta:
BPK Gunung Mulia
Barna, George
1998 Mengejawantahkan Visi kedalam Misi, Jakarta: Metanoia
Brill, J. Wesley
1993 Dasar Yang Yeguh, Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Cahyono, H.,
1997 Dasar-Dasar Metode Penelitian, Malang: Lembaga Penelitian
IKIP
Collins, Gary R.,
2005 Konseling Kristen Yang Efektif, Malang: Literatur SAAT
Clebsh, William A. and Jaekle, Charles R.,
1964 Pastoral Care in Historical Perspektive, Englewood Cliffs,
N.J,: Prentice-Hall
Crabb, Larry
101
1999 Prinsip Dasar Konseling Alkitab, Jakarta: Yayasan Pekabaran
Injil ”Immanuel”,
Darmaputera, Eka
2005 Pergaulatan Kehadiran Kristen Di Indonesia, Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Darmaputera, Eka
2005 Kepemimpinan Dalam Perspektif Alkitab, Yogyakarta:
Kairos Books
Engstrom, Ted W., & R. Dayton, Edward,
2007 Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen, Bandung: Yayasan
Kalam Hidup
Eims, LeRoy
1981 12 Ciri Pemimpina Yang Efektif, Bandung: Yayasan Kalam
Hidup
Eims, LeRoy
1999 Pemuridan Seni Yang Hilang, Bandung: Lembaga Literatur
Baptis
Faisal, Sanapiah
1982 Penghantar Metodologi Research, Surabaya: Usaha Nasional
Gangel, Kenneth O.,
2001 Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, Malang: Gandum
Mas
Goleman, Daniel
2005 Kecerdasan Emosional Seorang Pemimpin; dalam On Misión
And Leadership, Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia
Graham, Billy
1988 Beritakan Injil, Bandung: Lembaga Literatur Baptis
Graham, Billy
2007 Rahasia Kepemimpinan, Bandung: Lembaga Literatur Baptis
Henry J.M., Nouwen
1993 Dalam Nama Yesus Kristus: Perenungan Tentang
Kepemimpinan Kristiani, Yogyakarta: Kanisius
102
Hidayat, Paul
1995 Pendidikan Theologia Injili Suatu Alternatif? Batu:
Diterbitkan dalam rangka Dies Natalis XXXVI STT “I-3”
Hillman, Os
2006 Bagaimana Iman Dapat Mengubah Dunia Kerja, Jakarta:
Immanuel Publishing House
Husaini,
1996 Metode penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara
Joseph P. Free,
2001 Aerkologi Dan Sejarah Alkitab, Malang: Gandum Mas
Kartono, Kartini
2002 Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Lofford,
2001 Kepemimpinan Kristen Yang Mengubah, Yogyakarta: ANDI
Lumintang, Stevri I.,
2009 Re-Indonesianisasi Bangsa. Malang: Departemen Multi
Media YPPII
Marshall, Jerry C. W Tom
1991 Pemimpin Efektif, Jakarta: Matanoia
Maxwell, J.,
1995 Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Diri Anda, Jakarta:
Binarupa Aksara
Maxwell, John C.,
2008 Etika Yang Perlu Diketahui Setiap Pemimpin. Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Meyer, Joyce
2004 Pemimpin Yang Sedang Dibentuk, Jakarta: Immanuel
Nazir, Mohammad
1995 Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
Nasir, Mohamad
1985 Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
103
Nelson, Alan E.,
2007 Spirituality & Leadership, Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Octavianus, P.,
2006 Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah,
Malang: Departemen Literatur YPPII
Octavianus, P.,
2009 Alih Generasi Dan Kepemimpinan Dalam Garis Firman
Allah, Jawa Timur: Penerbit Petrus Octavianus Institute.
Nee, Watchman
2003 Pekerja Kristus, Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Nicoll, Plummer, W. Robert
1947 The Pastoral Epistles in The Expositor’s Bible, Grand
Rapinds: Williams B. Eerdmann Publishing Company
Pasaribu, Marulak
2006 Diktat, Konseling Krisis, Medan: Kelas Program Pascasarjana
I-3
Powell, Paul. W.,
1993 Murid Sejati, Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Sahardjo, Hadi P.,
2008 Konseling Kristen dan Terapi Singkat, Bandung: Pionir Jaya
Sanders, Oswald
1979 Kepemimpinan Rohani. Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Sanders, J. Oswald
2002 Kemuridan Rohani, Batam Center: Gospel Press
Surbakti, Elisa B.,
1993 Konseling Praktis Mengatasi Berbagai Masalah, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup
Susabda, Yakub B.,
2007 Menjadi Konseling yang Profesional, Yogyakarta: ANDI
2008 Patoral Konseling Jilid II, Malang: Gandum Mas
2008 Pastoral Konseling II, Malang: Gandum Mas
Susanto, A.B.,
104
2006 Meneladani Jejak Yesus Sebagai Pemimpin, Yogyakarta:
ANDI
Sutrisno, Hadi
2006 Bimbingan Menulis Skripsi-Tesis Jilid 1, Yogyakarta:Yayasan
Penerbitan Psikologi UGM
Sugiyono,
2008 Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta
Sendjaya,
2004 Kepemimpinan; Konsep, Karakter dan Kompetensi Kristen,
Yogyakarta: Kairos Books
Steven R. Covey,
1997 Prinsiple Centered Leadership, Jakarta: Binarupa Aksara
Tomatala, Yakob
1997 Kepemimpinan Yang Dinamis, Malang: Gandum Mas
Tu’u, Tulus
2007 Dasar-dasar Pastoral Pastoral Konseling, Yogyakarta:
ANDI
Warren, W. Wiersbe,
1989 The Bible Exposition Comentary New Testamen Vol. 2,
Colorado: Kingsway Counications
Winardi,
1982 Pengantar Metodologi Research, Bandung: Alimni
Wofford, Jerry C.
2001 Kepemimpinan Kristen Yang Mengubah, Yogyakarta: ANDI
Zaluchu, Sonny
2004 Pemimpin Pertumbuhan Gereja, Bandung: Yayasan Kalam
Hidup
_______,
1995 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai
Pustaka
_______,
105
2005 Latihan Pemuridan Mahasiswa Tingkat Dasar, Medan:
Materi LPMI-wil. Indonesia Barat
_______,
2001 Lokakarya Pelatih, Medan: Lembaga Pelayanan Mahasiswa
Indonesia
Media
http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&oi=spell&resnum=0&ct=resu
lt&cd=1&q=kepemimpinan+kristen+dalam+menyikapi+post+realitas&spell
=1 di download pada 6 Oktober 2008
www.denni harseno. Blogspot.com. 31 mei 2008
Markus Hildebrandt Rambe dalam http://gkga-
sby.org/content/view/215/47/lang,en/ di-download pada 25 September 2008
Dian Pradana, dalam http://lead.sabda.org/?title=kepemimpinan di download
pada tanggal 6 Oktober 2008
http://www.perkantasjkt.org/ArticleDetail.asp?id=69 di download pada
tanggal 6 Oktober 2008
www.denniharseno. Blogspot.com. 31 mei 2008
Buletin LPMI, Tak Berkesudahan Kasih Setia Tuhan. Medan: Lembanga
Pelayanan Mahasiswa Indonesia, 2005
106
PENERAPAN TEOLOGI UIS NENO DALAM KEHIDUPAN
BERGEREJA SUKU ATONI PAH METO DI NUSA TENGGARA
TIMUR, NTT.1
Oleh: Dr. Eliazer Nuban, M.Th.
ABSTRAK
Penerapan Teologi Uis Neno, yang dikembangkan dalam kehidupan
bergereja oleh Suku Atoni Pah Meto pada masa kini, merupakan konsep yang
telah dimiliki sejak masa sebelum kekristenan masuk ke Nusa Tenggara
Timur. Uis Neno inilah yang diyakini sebagai Tuhan yang disembah, dipuji
dan dihormati. Suku Atoni Pah Meto beranggapan bahwa manusia
bergantung sepenuhnya kepada Uis Neno yang berasal dari tempat yang
tertinggi bahkan tersembunyi. Suku Atoni Pah Meto mengenal Uis Neno
sebagai Tuhan mata hari yang lebih tinggi bahkan bercahaya menerangi
kehidupan manusia.
Tatkala Injil masuk dalam Suku Aoni Pah Meto, maka konsep uis
neno diadopsi dan dipakai dalam praktek kehidupan bergereja yakni nama
Uis Neno dipertahankan. Misalnya dalam hal berdoa, doa yang dipanjatkan
oleh orang Kristen Suku Atoni Pah Meto, yang dimaksud ialah sebagai
pengganti nama Yesus Kristus. Juga dalam pujian dan penyembahan, orang
Kristen Suku Atoni Pah Meto selalu menggunakan nama Uis Neno sebagai
pengganti kepada Tuhan, yang telah menyelamatkan manusia dari dosa. Hal
yang menarik sehingga perlu diadakan penelitian adalah, “Mengapa Suku
Atoni Pah Meto mengadopsi Nama Uis Neno dalam praktek kehidupan
bergereja sejak mereka percaya kepada Kristus hingga kini,
Untuk mendaptkan informasi yang akurat tentang “Penerapan
Theologia Uis Neno dalam Praktek Kehidupan Bergereja Suku Atoni Pah
1 Eliazer Nuban, “Tesis Master Of Divinity, Penerapan Theologia Uis Neno dalam
Kehidupan bergereja di Nusa Tenggara Timur, STT Jaffray Makassar 2000).
108
Meto, maka sangat perlu mengadakan penelitian melalui metode pengamatan
langsung, wawancara, dengan Suku Aoni Pah Meto sebagai nara sumber di
Nusa Tenggara Timur, sehingga menemukan bagaimana mereka
mempertahankan Uis Neno dalam kerangka pikir keyakinan lama mereka.
KATA KUNCI: “PENERAPAN TEOLOGI UIS NENO DALAM
KEHIDUPAN BERGEREJA SUKU ATONI PAH METO”
PENDAHULUAN
Atoni Pah Meto merupakan merupakan salah satu suku di Nusa
Tenggara Timur, yang mendiami Pulau Timor. Suku Aoni Pah Meto menarik
untuk dipahami. Dikatakan menarik karena Suku Atoni Pah Meto memiliki
kehidupan kekerabatan. Kekerabatan berasal dari kata Kerabat yang berarti
keluarga dekat. Menurut Judith Vera mengungkapkan bahwa, “Sistem
kekerabatan adalah terhimpunnya seluruh keluarga dekat dalam satu
keseluruhan menurut keturunan, dan sistem ini dianggap mempunyai
hubungan yang erat dengan seluruh kehidupan dan menduduki tempat yang
sentral dan totalitas dalam kehidupan Suku Aoni Pah Meto”.2
Pemahaman Suku Atoni Pah Meto harus dilihat dari berbagai segi
kehidupan Atoni Pah Meto itu sendiri, yakni dari segi antropologi, dan segi
mitologi asal-usul Atoni Pah Meto, dan agama suku yang dianut sejak masa
primitif serta perkembangannya sampai sekarang ini.
Agama Suku Atoni Pah Meto ialah Animisme dan Dinamisme. Istilah
Animisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti, “Kepercayaan
kepada roh-roh yang mendiami sekalian benda seperti, Pohon, Batu, Sungai
dan gunung-gunung”3. Sedangkan istilah Dinamisme yakni keprcayaan
bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam
2 Judith Vera Inabuy, “Kutuk Dalam Budaya Atoni Pah Meto” Skripsi (Universitas
Artha Wacana Kupang, 1998), 32. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, S.V. “Animisme”
109
mempertahankan hidup”.4 Meskipun sampai saat ini banyak antropolog
belum berani menyebut agama Suku Atoni Pah Meto, tetapi bertitik tolak dari
pengertian animisme dan dinamisme tersebut di atas dan mengaitkannya
dengan kegiatan ritual dan kepercayaan Suku Atoni Pah Meto, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa agama Suku Atoni Pah Meto adalah percampuran
antara Animisme dan Dinamisme. Sejajar dengan pernyataan di atas maka,
Tom Therik Rektor Universitas Artha Wacana Kupang menjelaskan,
“Kepercayaan Atoni Pah Meto sebelum mereka mendengar Injil adalah
kepada benda-benada yang dianggap berkeramat”.5
Dari percampuran animisme dan dinamisme maka munculah konsep
kepercayaan kepada Uis neno. Keyakinan kepercayaan kepada Uis Neno
dalam konsep Atoni Pah Meto ialah ditujukan kepada oknum yang tidak
kelihatan namun dapat memelihara dan melindungi kehidupan manusia.
“Bagi Atoni Pah Meto Nama Uis Neno adalah nama yang paling sakral dalam
kehidupan kepercayaan”.6 Dari kesakralan nama Uis Neno membuat Suku
Atoni Pah Meto mempercayai bahkan mempertahankanya sampai sekarang.
Karena kesakralan nama Uis Neno membuat Suku Atoni Pah Meto,
maka tatkala Injil dibawa oleh para Misionaris dari Belanda, masuk ke Atoni
Pah Meto, maka nama Uis Neno dipertahankan dengan mengalami perubahan
makna secara Theologis. Tatkala nama Uis Neno diadopsi dan
dikontekstualisasikan dalam kehidupan bergerej, maka nama Uis Nemo
menjadi sentral dalam kehidupan kekristenan Atoni Pah Meto. Dan karena
nama Uis Neno diterima dalam Theologia Kristen, maka Suku Atoni Pah
Meto juga menerima Injil yang dibawa oleh para Misionaris dari Belanda.
Kehadiran para Misonaris di Nusa Tenggara Timur pada tahun 1556
merupakan awalnya riwayat sejarah gereja di daratan Timor”.7 Maka sejak
saat itulah Atoni Pah Meto seola-olah diberi angin segar bagi Theologi Uis
4 Ibid, “Dinamisme” 5 Tom Therik, Wawancara oleh penulis Kupang 24 Desember 1999. 6 Yohanes D. E.Nenabu, “Menguak Ritus Malam ketiga, suatu tinajuan Theologis
terhadap pemahaman dan pelaksanaannya dalam kalangan Atoni Pah Meto di Amanatun”
Skripsi Universitas Artha Wacana Kupang, 1997), 34. 7 Th. Van den End, Ragi Ceritera I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 87.
110
Neno yang diadopsi dari kepercayaan primitif dan diterapkan dalam
kehidupan bergereja. Akibat penerimaan terhadap Uis Neno maka Injil
diterima secara masal oleh suku Atoni Pah Meto dalam gereja dan
masyarakat, sehingga pemakaian nama Uis Neno sulit untuk dideteksi sejauh
mana dipraktekan dalam kehidupan bergereja Atoni Pah Meto.
I. KONSEP ATONI PAH METO TENTANG UIS NENO
A. Selayang Pandang Suku Atonih Pah Meto
Pemahaman Atoni Pah Meto tentang Uis Neno merupakan
bagian dari kehidupan yang sangat vital sejak masa primitif.
Namun sebelum memahami konsep Atoni Pah Meto tentang
Uis Neno, maka perlu mengenal suku Atoni Pah meto dari
berbagai aspek kehidupan. Suku Atoni Pah Meto bermukim
di Pulau Timor Nusa Tengara Timur. Dalam buku, “Ada-
istiadat Daerah Nusa tenggara Timur, Tim Peneliti
pengungkapkan bahwa, Suku Atoni Pah Meto mendiami
Kabupaten Kupang, yakni di Kecamatan Amarasi,Fatuleu,
Amfoang Utara dan Selatan, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, dan Timor Tengah Utara”.8 Pada zaman dahulu
masyarakat Timor menyebut diri mereka sebagai Atoni Pah
Meto. Atoni Pah Meto inilah yang tersebar mendiami seluruh
daratan Pulau Timor. Midelkoop dalam bukunya memberikan
komentar bahwa, “Timor artinya tanah yang kering, karena itu
dalam bahasa Timor dijuluki Pah Meto, artinya tanah yang
kering”.9 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hanya
mereka yang pernah tinggal dan menjelajahi Timor serta
mengalami kemarau yang panjang barulah bisa dapat mengerti
dengan tepat nama tersebut. James J. Fox menulis, “salah satu
suku terbesar yang mendiami Pulau Timor sejak dahulu kala
disebut sebagai suku Atoni Pah Meto, juga mereka menerima
8 Tim Peneliti, Adat-istiadat daerah Nusa Tenggara Timur, Kupang 1978), 75. 9 P. Midelkoop, “Atoni Pah Meto, pertemuan Injil dan Kebudayaan di kalangan Suku
Timor Asli, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 180.
111
julukan sebagai orang mendiami pulau kering”.10 Dari
berbagai pernnyataan di atas dapat memberikan makna bahwa,
untuk mengenal suku Atoni Pah meto secara komprehenship,
maka perlu dilihat daeri berbgai aspek dari Suku Atoni Pah
Meto itu sendiri.
1. Asa-usul suku Atoni Pah Meto
Atoni Pah Meto adalah salah satu suku yang mendiami
Pulau Timor. Tom Therik menulis, “Sebutan Atoni yang
dimaksud adalah orang atau pribadi seseorang, dan atoni
ialah suku yang mendiami Pulau Timor”.11 Suku ini
mendiami daratan Timor sebelum suku Sabu, Rote,
Sumbah, Alor dan Flores berdatangan. M.Z. Nenobahan
seorang tokoh masyarakat memberikan komentar bahwa,
“Suku Atoni Pah Meto mula-mula terdiri dari satu laki-
laki dan satu perempuan dimana nama mereka
digabungkan menjadi, “Kii-Kau” Kii artinya laki-laki dan
kau artinya Perempuan. Di tempat terpisah Titus Sonbai
memberikan penjelasan bahwa, “Dari orang yang bernama
Kii-Kau, lahirlah dua orang anak yaitu Liurai dan Sonbai.
Liurai artinya yang sulung, dan daerah kekuasaannya
meliputi, Amanuban, Amanatun, di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Ambenu di Kabupaten Timor Tengah
Utara, dan Sonbai artinya yang bungsu dan daerah
kekuasaannya meliputi, Amfoan Utara dan Selatan,
Amarasi, Am-Abi, dan Sonbai mendiami Kota Kupang”.12
Di tempat berbeda Thomas Tanu menambahkan dan
memberikan peneguhan bahwa, “Tempat asal mula Kii-
Kau dikenal sebagai silsilah yang menurunkan suku Atoni
10 James J. Fox. The Politiccal system of the Atoni of Timor, (London: Harvard
University Press, 1980) 19. 11Tom Therik, A Guide to the People and Lamguages of Nusa Tenggara, (Kupang:
Artha Wacana Press and Alfa Omega Foundation, 1997), 35. 12 Titus Sonbai, Oelhausus, 22 Desember 1999.
112
Pah Meto di Elka-Seat, nama tempat itu sekarang di Molo
Utara desa Kau Niki, Kabupaten Timor Tengah Utara,
Elka-Seat dalam bahasa Atoni Pah Meto yang berarti,
“Elka artinya tangga Seat dalam bahasa asli Atoni Pah
Meto disebut pintu, karena itu Elka-Seat berarti, anak
tangga pintu menuju Kii-Kau”.13
2. Kebudayaan Atoni Pah Meto
Setiap suku memiliki keunikan dalam budaya yang
dimikinya, dalam hal ini dikemukakan oleh A.A. Sitompul
bahwa, Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki unsur
kebudayaan yang universal”.14 Istilh kebudayaan juga
memiliki pengertian, “Pikiran akal budi”.15 Selanjutnya
Yakob Tomatala menulis, Kata kebuadayaan berasal dari
kata sansekerta. Budi, (jamak) yang artinya roh atau akal
budi dan daya yaitu kuasa atau kekuatan, sehingga
kebudayaan dapat berarti sesuatu yang dapat diciptakan
oleh budi manusia”.16 Selanjutnya terhadap kebudayaan
Yohanes Mardimin juga memberikan pengertian sebagai
berikut, “Berbicara tentang kebudayaan berarti berbicara
tentang keistimewaan manusia, jika dibandingkan dengan
mahluk-mahluk lain”.17
Dengan demikian dalam kehidupan bermasyarakat Suku
Atoni Pah Meto, kebudayaan yang telah dimiliki sejak
zaman primitif, memiliki nilai positif yang tidak
bertentangan dengan nilai kebenaran, sehingga dapat
dipertahankan dan dipelihara, karena Atoni Pah Meto
beranggapan bahwa kebudayaan merupakan titipan
daripada leluhurnya.
13 Thoma Tanu, wawancara, 22 Desember 1999 14 A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 98 15Kamus besar Bahasa Indonesia, s.v. “Budaya” 16 Yakob Tomatala, Teologi Kontekstualisasi, (Malang: Gandum Mas, 1996), 8. 17 Yohanes Mardimin, Jangan Tangisi Tradisi, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 8.
113
B. Pikiran DasarAtoni Pah Meto tentang Uis Neno
1. Pikiran Dasar Tentang Uis Neno
Menurut pemikiran dasar Atoni Pah Meto, Uis artinya
Dewa, dan Neno artinya langit. Yawangoe
mengungkapkan bahwa, “Uis Neno menurut konsep
primitif Atoni Pah Meto artinya dewa langit”.18 Konsep ini
masih kental dalam budaya dan kehidupan Suku Boti
Kabupaten Timor Tengah Selatan. John Runung menulis,
“Nune Benu yang dikenal sebagai kepala Suku Atoni Pah
Meto di Boti selalu menaikan doanya kepada Uis Neno
yang dikenal sebagai dewa langit”.19 Demikian pula
Yawengoe menambhkan, “Kepercayaan Suku Atoni Pah
Meto, menulis bergantung kepada Uis Neno, serta roh-roh
dan kekuatan-kekuatan yang berasal dari dunia yang
tersembunyi”.20
2. Kesakralan Uis Neno
Bagi Atoni Pah Meto, nama Uis Neno yang dikenal
sebagai dewa tertinggi yang mengatur kehidupan manusia
namanya sangat sakral. Kesakralan inilah yang membuat
suku Atoni Pah Meto sangat menghormati, dan
menyembahnya. Ini terbukti dengan kehidupan dalam doa
selalu disertai dengan sikap berlutut dan tangan terangkat
ke atas. Inabuy menulis dalam Skripsinya, “Uis neno itu
baik jika kita menghormatinya, misalnya mematuhi
hukum-hukum dan aturan-aturan yang tekah diwariskan
oleh nenek moyang kita sebagai perintah yang diterima
dari Uis neno”.21
18A. Yawangoe, Wawancara penulis, Kupang 23 Desember 1999. 19 Wens John Runung, Misteri Kehidupan Suku Boti, (Kupang: Karya Guna, 1998),
30. 20A. Yawengoe, Pendamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 46. 21 Judith Verra Flora Inabuy, Skripsi 1989.
114
3. Sifat-sifat Uis Neno
Konsep Atoni Pah Meto Uis Neno memiliki sifat khas
sebagai berikut:
a) Apinat-Aklahat = Yang menyala, yang
menerangi
b) Aneot-ahafot =Yang melindungi,
yang menaungi
c) Apaot –Apanat =Yang menjaga, yang
memperhatikan
d) Akubat-A-obet =Yang menutupi, yang
menundungi
e) Ameput –Apakaet =Yang
menjadikan,yang membentuk
Dari sifat-sifat ini menunjukkan bahwa Uis Neno adalah
sumber kuasa, sumber kebaikan dan damai sejahtera, tetapi
pemberi kutuk dan hukuman bagi mereka yang melakukan
kesalahan.
Dengan melihat hal-hal yang nampak di atas, maka
sistem kepercayaan Atoni Pah Meto sangat integral dalam
kehidupannya. Dikatakan integral karena dari dasar
kepercayaannya dalam ritus agama primitf dimana Uis Neno
merupakan pusat kepercayaan dan penyembahan. Dengan
dasar keyakinan inilah maka para misionaris yang datang ke
Nusa Tenggara Timur dalam upaya penyebaran Injil
mengadopsi nilai keyakinan Uis Neno, serta budaya setempat
yang memiliki kemiripan/kesamaan dengan nilai-nilai Alkitab
lalu diterapkan dalam kehidupan bergereja, sejak saat itu
hingga kini.
II. PENGADOPSIAN NILAI KEYAKINAN DAN
KEBUDAYAAN PRIMITIF DALAM KEHIDUPAN
BERGEREJA
115
A. Nilai Keyakinan Theologi
Setiap suku memiliki nilai keyakinan, serta nilai kebudayaan.
Nilai keyakinan berhubungan dengan siapa yang diyakini,
sedangkan nilai kebudayaan berhubungan erat dengan
kebiasaan/bahkan tradisi yang dimiliki salah satu suku
tertentu. Dalam kehidupan Suku Atoni Pah Meto mereka
memiliki nilai keyakinan sebelum menerima Kristus sebagai
Tuhan. Nilai keyakinan ini berfokus kepada Uis Neno.
Sebagian nilai keyakinan inilah yang masih diadopsi dan
dipertahankan dalam kehedupan bergereja sampai sekarang.
Uis Neno diberikan penghormatan yang tinggi, keyakinan ini
ditandai dengan oknum yang dipercaya, dipuja dan disembah.
Uis Neno dipercaya sebagai ilah dan dewa tertinggi. Karena
itu sikap yang diberikan kepada Uis Neno tertuang dalam
ritual-ritual berikut:
1. Penyembahan,
Menurut penuturan Yawengoe, “Gereja-gereja Kristen
yang ada di Nusa tenggara Timur ada hanya oleh karena
Tuhan yang berkarya melalui para misionaris”.22 Dalam
kehadiran gereja yang benar disertai penyembahan kepada
Tuhan secara benar pula. Namun jauh sebelum Suku
Atoni Pah Meto diajar bagimana menyembah kepada
Tuhan, mereka telah memiliki konsep menyembah kepada
Uis Neno.
2. Doa
Salah satu cara yang dipakai untuk menghadap Uis Neno
adalah melalui doa dalam kegiatan religius. Doa dalah cara
yang dipakai untuk menghadap Uis Neno. Ada dua doa
yang sangat berperan yakni doa minta berkat dan doa
mengucap syukur.
22A. Yawengoe, Pendamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 46.
116
3. Pujian
Pujian yang dinaikan oleh Suku Atoni Pah Meto adalah
merupakan rangkaian dari pengucapan syukur. Nune
Benu mengungkapkan dalam bahasa Atoni Pah Meto
sebagai berikut: “Katit fa atoni an si kau’l kan mui fa lais
mapules yang artinya: Tidak ada pujian dari seseorang
kalau tidak ada pengucapan syukur”.23 Untuk lebih lanjut
Nune Benu membunyikan satu pujian yang telah
diterjemahkan sebagai berikut, “Di punggung bikti Fain
Mate, stetalah 73 anak tangga dilewati, sebuah altar di
bawah beringin tua, tempat roh alam, nenek moyang,
melanglang mencari perteduhan. Di tempat keramat ini
kaum semua warga datang bersyukur, segala doa,
sembah dan pujian dipanjatkan, suka dan duka
disampaikan berulang-ulang, terus menggelegar
menyambut berkat dari sang dewa, yang berpusat di
tempat altar”.24
Fakta di atas menunjukkan bahwa dalam agama suku
Atoni Pah Metopun memiliki pujian kepada dewanya.
Tentu pujian yang disampaikan kepada Uis Neno
merupakan luapan hati karena berkat yang telah diterima
dari sang dewa, (Uis Neno).
4. Pemberian Korban Persembahan
Pemberian korban merupakan salah satu persyaratan yang
harus dilakukan Suku Atoni Pah Meto kepada dewanya
yakni Uis Neno. Pandangan hidup yang diberikan oleh
Suku Atoni Pah Meto tentang pemberian korban, karena
Uis Neno jugalah yang memberikan segala sesuatu. Frans
Kono berkata, “Menurut ceritera Mitos dari Nenek
Moyang Suku Atoni Pah Meto bahwa dari kecil kita
23 Nune Benu, wawancara 1999. 24 Ibid
117
sudah diajar untuk menghormati Uis Neno, yang bukan
hanya sekedar diucapkan melainkan harus ada tindakan
nyata yakni memberi korban”.25 Jenis-jenis korban yang
dipersembahkan adalah, hasil utama dari pertanian, sawah,
bintang yang gemuk, ini disebabkan dari pemahaman
bahwa Uis Neno yang memberikan dan memelihara dari
kehidupan.
Jika demikia tidak mengherankan bahwa tatkala
kekristenan menguasai Suku Atoni Pah Meto, secara
spontanitas mereka menerima ajaran Firman Tuhan
tentang memberikan hasil utama dari ladang kepada Tuhan
sebagai tanda ucapan syukur.
5. Pemujaan kepada arwah nenek moyang
Salah satu kepercayaan Suku Atoni Pah Meto adalah
kepada roh nenek moyang, (Nitu). Arwah nenek moyang
diyakini sebagai penghubung antara kehidupan dunia ini dan
dunia yang akan datang. Dengan demikian ia memiliki dua arti
yaitu arwah leluhur dan setan. Yusuf Rasi memberikan
komentar bahwa, “Atoni Pah Meto mempercayai arwah
nenek moyang sebagai oknum yang mempunyai pengaruh
atas orang yang hidup dan anak-anak cucuknya”.26 Karena
itu jika manusia ingin hidup baik, maka ia perlu menjaga
hubungannya dengan Nitu, (arwah nenek moyang). Nitu
dipercaya karena ia berdiri di hadapan Uis Neno untuk
menyampaikan keluhan-keluhan manusia. Kepercayaan-
kepercayaan seperti ini nampak dalam upacara-upacara serta
doa yang disampaikan kepada Uis Neno. Middelkoop
menulis, “Upacara orang mati memberi gambaran suatu
kebudayaan yang didasari perasaan. Didalam kebudayaan
ini diungkapkan rasa ngeri kepada kuasa maut dan rasa
25Frans Kono, Wawancara, 28 Desember 1999. 26 Yusuf Rasi, Wawancara Kupang 3 Januari 2000.
118
hormat terhadap orang mati”.27 Perlu diketahui bahwa, bagi
Atoni Pah Meto kehidupan dan kematian dapat dialami
sebagai dua kuasa yang menimpah manusia. Hal ini bermakna
bahwa kehadiran manusia di dunia ini merupakan pemberian
Uis Neno. Karena itu Uis Neno yang memberi hidup Uis Neno
juga yang mengakhiri hidup.
B. Nilai Kebudayaan dalam Uis Neno
Kebudayaan sangat penting bagi kalangan Atoni Pah Meto,
karena ini merupakan bagian dari kehidupan. Dianggap
penting karena diturunkan dari leluhurnya. Pernyataan ini
didukung oleh Fore bahwa, “Kebudayaan merefleksikan dan
sekaligus membentuk nilai-nilai kita dan pandangan kita
terhadap dunia ini”.28 Karena nitu nilai budaya masih
dipertahankan dan dilestarikan adalah pemberian korban
kepada raja, perkawinan adat, pemakaman orang mati, dan
upacara persembahan anak.
1. Pemberian Korban kepada Raja
Dalam Strata kehidupan Otoni Meto, menganut paham
sistem pemerintahan kerajaan. Sistem ini dimulai
bersamaan sejak suku ini ada di Pulau Timor. Middelkoop
menulis, “Sejak dahulu kala Orang Atoni Pah Meto
mengenal tiga orang raja. Raja-raja itu adalah Liulai,
Manunaek, dan Sonbai”.29 Diantara ketiga orang raja ini,
maka raja Sonbai sangat disegani karena ia memiliki
kemampuan untuk memanggil hujan serta berusaha
membela rakyatnya. “Di Pulau Timor suku Atoni Pah
Meto selalu memuja Raja Sonbai, karena Sonbai adalah
27 P. Middelkoop, Atoni Pah Meto pertemuan Injil dan kebudayaan di kalangan Suku
Timor, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 121.
28 William F. Fore, Injil Kebudayaan dan Media, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999),
3. 29 P. Middelkoop, Atoni Pah Meto pertemuan Injil dan kebudayaan di kalangan Suku
Timor, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 62.
119
pahlawan Timor, ia tidak henti-hentinya melawan
kompeni, ia setiap kali membangkitkan keinginan dan
harapan untuk bangkit melawan penjajah. Penjajah yang
dimaksud adalah Bangsa Kulit Putih”.30
2. Perkawinan adat
Perkawinan adat merupakan salah satu tradisi yang
dipandang baik, karena itu dimasukan ke dalam tata aturan
suku Atoni Pah Meto. Ketaatan kepada perkawinan akan
berdampak positif. Tobias Tabah menuturkan, “Bagi Suku
Atoni Pah Meto jika menghormati perkawinan adat maka
ada tujuh dampak yang didapat setelah perkawinan yakni:
1. Meluruskan perjalanan hidup, 2. Memperbaiki
tingkalaku, 3. Mensejajarkan perbuatan, 4. Mengarahkan
hidup kepada tujuan, 5. Meloloskan dari bahaya
maut/ancaman, 6. Mempertahankan daya hidup, 7.
Menjaga kesenambungan generasi”.31 Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa perkawinan adat dapat
menunjukkan nilai-nilai positif, karena dilihat dari ketujuh
point di atas. Yewangoe menulis, “Perkawinan Adat
Suku Atoni Pah Meto memiliki nilai positif, sekaligus
sebagai jembatan untuk para misionaris memberitakan
Injil. Nilai positif itu berawal dari memberikan nasihat,
serta menyampaikan dampak yang akan dihadapi dalam
perkawinan. Hal ini tidak bertentangan isi Injil yang
dibawa oleh para Misionaris, karena misonaris juga
menjelaskan Injil kepada calon pengantin sebelum
mereka dinikahkan, dan bimbingan yang dikenal dalam
kalangan kekristenan sekarang adalah bimbingan Par-
Nikah”.32
30Ibid, 68. 31 Tobias Tabah, wawancara Kupang 26 Desember 1999. 32 A. Yewangoe, Wawancara, Kupang 24 Desember 1999.
120
3. Pemakaman orang mati
Sepanjang abad, kematian adalah masalah terbesar yang
dihadapi semua bangsa di dunia ini. Di Timor kematian
mendapat tempat yang layak untuk mendapat
menghormatan, karena setiap orang yang datang
membawa pemberian berupa kain tenunan adat Timor, lalu
dimasukan dalam petih jenasa untuk dikuburkan bersama
kedalam liang lahat dan ditandai dengan pemotongan
berbagai binatang seperti babi dan sapi sebagai
penghormatan terkahir kepada yang meninggal. Filosofi
orang Timor adalah manusia mendapat tiga penghormatan
yakni, lahir, menikah, dan meninggal. Ananias Tanone
menulis, “Kehidupan bergereja bagi suku Atoni pah Meto
yang dijalani sekarang ini sebenarnya sebagian memiliki
nilai positif yang diadopsi dari budaya. Ditabahkan, cara
yang dipakai misionaris untuk memberitakan Injil tidak
bertentangan dengan budaya setempat, karena itulah tidak
heran, tatkala misonaris bergemah di Pulau Timor, maka
suku Aoni Pah Meto serentak menerima Injil, dan bersedia
dikristenkan”.33 Karena itu tidak selamanya budaya itu
bernilai negatif, tetapi sebaliknya ada yang memiliki nilai
positif yang menjadi jembatan untuk Injil diberitakan.
Schreiner menulis, “ Kepercayaan Kristen dan adat berdiri
berdampingan dan saling mempengaruhi. Hal ini menjadi
tampak dalam pemujaan nenek moyang dan dalam
kebiasaan-kebiasaan pada waktu pemakaman orang mati,
dimana kebiasaan pertemuan tersebut dijadikan
kesempatan Injil diberitakan”.34 Dapat dikatakan bahwa
pendekatan seperti ini merupakan suatu kesempatan
dimana para penginjil mulai menjelaskan bagaimana
33 Ananias Tanone, Wawancara, Timor 25 Desember 1999. 34 Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 166.
121
makna menjadi orang Kristen yang memiliki pola pikir
baru. Ariahraja menulis, “Pendekatan tepat dalam
mengkomunikasikan Injil, akan menghasilkan cara-cara
baru dalam memahami arti Injil, hakikat gereja, dan
mandat pekabaran Injil yang muncul dalam pengalaman
gereja dalam konteks setempat”.35 Hal ini demi mencapai
tingkat keberhasilan dalam permberitaan Injil, maka
budaya setempat punya peranan sebagai jembatan.
4. Persembahan anak
Tradisi yang melekat bagi suku atoni Pah Meto adalah
mempersembahkan anak kepada Uis Neno, dimana
seorang bayi telah mencapai 40 hari, dalam upacara
persembahan anak dipimpin oleh kepala adat, karena
dipandang sebagai wakil Uis Neno di bumi ini. Setiap
anak layak dipersembahkan karena anak adalah pemberian
Uis Neno yang juga adalah pencipta dan pemelihara.
Konsep ini sangat mendasar dalam kehidupan Atoni Pah
Meto.
C. Proses Pengadopsian keyakinan Teologi dan kebuayaan Uis
Neno
Kehadiran misonaris di Timor, secara langsung melihat nilai-
nilai positif dari budaya serta mengadopsinya dan diterapkan
dalam kehidupan bergereja. Pengadopsian nilai keyakinan
teologi dan kebudayaan Uis Neno dapat terjadi melalui
beberapa proses sebagai berikut:
1. Mengamati nilai-nilai dalam Uis Neno
Langkah awal dalam mengadopsi keyakinan lama adalah
melihat kemiripan dan kesamaan dengan nilai kebenaran
Alkitab
35 S. Wesley ariahraja, Injil dan Kebudayaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),
40.
122
2. Menemukan kesamaan nilai positif dalam Uis Neno
Dalam kehidupan budaya, tidak semua memiliki nilai
positif yang sejajar dengan kebenaran Alkitab. Dalam
kesaksian Middelkoop yang adalah seorang Misionaris
yang mempertaruhkan hidupnya bagi Suku Atoni Pah
Meto menulis dalam bukunya, “Sejak permulaan
pekerjaan Tuhan di Timor, saya mendukung, dengan
berbagai upaya yakni belajar bahasa, mengamati budaya,
bahkan saya sangat terbuka dengan budaya Timor, dan
saya sewaktu-waktu hampir menjadi orang Timor, dan
menghormati budaya Timor, karena itu orang Timor juga
memiliki hak untuk mendengar Injil dalam budaya orang
Timor”.36
D. Memilih Nilai teologi dan Kebudayaan yang Positif
Budaya dan Alkitab mirip dalam beberapa hal yang memiliki
nilai yang postif yakni.
1. Doa
2. Menyanyi
3. Pemberian Korban
4. Penyerahan Anak
E. Penerapan dalam kehidupan bergereja
Karena itu sangatlah penting diadopsi nilai postif ini dan
diterapkan dalam kehidupan bergereja melalui:
1. Melalui Pemberitaan
2. Melalui Pengajaran
3. Melalui teladan Hidup
36 P. Middelkoop, Atoni Pah Meto pertemuan Injil dan kebudayaan di kalangan Suku
Timor, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 10.
123
III. TINJAUAN TEOLOGIS PEMIKIRAN ATONI PAH METO
TENTANG UIS NENO.
Kehadiran gereja Kristus di Nusa Tenggara Timur telah melewati
kurun waktu yang cukup lama. Sebelum menerima Injil, mereka
memiliki keyakinan lama yakni kepada Uis Neno. Reaksi dari
berita Injil adalah terjadinya Transformasi. Karena pemikran
Atoni Pah Meto tentang Uis Neno perlu mendapat tinjauan secara
teologis, dan ini harus melalui pendekatan kontekstualisasi.
A. Prinsip-prinsip kontekstualisasi
Makna berita injil terlihat dari bagaimana para misionaris
mengkontekstualisasikan Injil ke dalam budaya setempat. Karena
itu budaya sebagai jembatan dalam pemberitaan Injil.
B. Tinjauan teologis tentang keyakinan Uis Neno
Keyakinan terhadap Uis Neno sangat melekat membudaya
bagi Atoni Pah Meto. Dan ini terjadi dengan berbagai ritual
seperti, doa, pujian, pemberian korban, serta pemujaan kepada
arwah nenek moyang.
C. Tinjauan teologis nilai budaya
Budaya perlu ditinjau secara teologi, dan akhirnya di kalangan
Suku Atoni Pah Meto, tidak semua budaya diterima. Dan yang
tidak dapat diterima adalah pemujaan kepada arwah nenek
moyang karena ritual ini tidak ada dalam Alkitab dan
bertentangan dengan nilai-nilai Injil itu sendiri.
D. Tinjauan pengadopsian nilai teologi dan nilai budaya
Dalam rentang waktu antara proses pekabaran dan penerimaan
Injil masa lalu dan pendewasaan gereja masa kini, dapat diakui
bahwa pasti ada perbedaan. Masa lalu hidup secara primitif,
masa sekarang semua kontemporer, namun Inti Injil yang
sangat perlu diterapkan dalam kehidupan bergereja. Karena
itu budaya bisa berubah tetapi Injil tetap kokoh dalam segala
zaman.
124
IV. KESIMPULAN
Setelah membahas beberapa hal penting dan fundamental dalam
bagian ini mengenai, “Penerapan Teologi Uis Neno dalam
Kehidupan Bergereja di Nusa Tenggara Timur, maka sangat perlu
memberikan beberapa kesimpulan sebagai beriku:
Pertama, Konsep teologi Uis neno yang diadopsi dan
diterapkan dalam kehidupan bergereja suku Atoni Pah Meto
adalah beberapa konsep yang memiliki kesamaan/kemiripan
dengan nilai kebenaran Firman Tuhan seperti, Penyembahan,
pujian, doa, serta pemberian korban.
Kedua, kebudayaan Suku Atoni Pah meto memiliki nilai
positif sebagai jembatan dalam pemberitaan Injil dengan
mempertahankan bentuk, tetapi diberikan nilai baru sesuai dengan
nilai kebenaran Firman Tuhan, dengan tujuan Tuhan dimuliakan
melalui budaya dan masyarakat menerima Injil sebagai
kesempatan mentransformasi diri dalam memenuhi tuntutan dari
nilai kebenaran yang ada dalam Firman Tuhan.
Ketiga, para misonaris mengadopsi nilai teologi Uis neno dan
Nilai Budaya, dilakukan melalui pengamatan untuk menemukan
nilai positif. Dari nilai positif yang bersumber dari keyakinan
teologi Uis Neno dan budaya masyarakat suku Atoni Pah Meto,
diadopsi dan diterapkan dalam kehidupan suku Atoni Pah Meto
dalam kehidupan bergereja sampai dewasa ini.
Keempat, penerapan nilai teologi Uis Neno dan budaya yang
memiliki nilai positif kedalam kehidupan bergereja, melalui
pemberitaan, pengajaran, juga melalui teladan hidup
Kelima, para misionaris dalam upaya menghadirkan Injil,
dalam kehidupan suku Atoni Pah Meto, yang dengan memakai
prinsip-prinsip kontekstualisasi, melalui pemberitaan,
pengajaran, dan teladan hidup telah menghasilkan gereja Tuhan
yanh hidup dan berkembang dalam kehidupan Suku Atoni Pah
Meto di Nusa tenggara Timur.
125
KEPUSTAKAAN
Eliazer Nuban, “Tesis Master Of Divinity, Penerapan Theologia Uis Neno
dalam Kehidupan bergereja di Nusa Tenggara Timur, STT Jaffray Makassar
2000).
Judith Vera Inabuy, “Kutuk Dalam Budaya Atoni Pah Meto” Skripsi
(Universitas Artha Wacana Kupang, 1998), 32.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, S.V. “Animisme”
Tom Therik, Wawancara oleh penulis Kupang 24 Desember 1999.
Yohanes D. E.Nenabu, “Menguak Ritus Malam ketiga, suatu tinajuan
Theologis terhadap pemahaman dan pelaksanaannya dalam kalangan Atoni
Pah Meto di Amanatun” Skripsi Universitas Artha Wacana Kupang, 1997),
34.
Th. Van den End, Ragi Ceritera I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 87.
Tim Peneliti, Adat-istiadat daerah Nusa Tenggara Timur, Kupang 1978),
75.
P. Midelkoop, “Atoni Pah Meto, pertemuan Injil dan Kebudayaan di
kalangan Suku Timor Asli, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 180.
James J. Fox. The Politiccal system of the Atoni of Timor, (London: Harvard
University Press, 1980) 19.
Tom Therik, A Guide to the People and Lamguages of Nusa Tenggara,
(Kupang: Artha Wacana Press and Alfa Omega Foundation, 1997), 35.
Titus Sonbai, Oelhausus, 22 Desember 1999.
Thomas Tanu, wawancara, 22 Desember 1999
A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),
98
Kamus besar Bahasa Indonesia, s.v. “Budaya”
Yakob Tomatala, Teologi Kontekstualisasi, (Malang: Gandum Mas, 1996),
8.
Yohanes Mardimin, Jangan Tangisi Tradisi, (Yogyakarta: Kanisius, 1994),
8.
A. Yawangoe, Wawancara penulis, Kupang 23 Desember 1999.
Wens John Runung, Misteri Kehidupan Suku Boti, (Kupang: Karya Guna,
1998), 30.
126
A. Yawengoe, Pendamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 46.
Nune Benu, wawancara 1999.
Ibid
Frans Kono, Wawancara, 28 Desember 1999.
Yusuf Rasi, Wawancara Kupang 3 Januari 2000.
P. Middelkoop, Atoni Pah Meto pertemuan Injil dan kebudayaan di kalangan
Suku Timor, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 121.
William F. Fore, Injil Kebudayaan dan Media, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1999), 3.
Tobias Tabah, wawancara Kupang 26 Desember 1999.
A. Yewangoe, Wawancara, Kupang 24 Desember 1999.
Ananias Tanone, Wawancara, Timor 25 Desember 1999.
Lothar Schreiner, Adat dan Injil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 166.
S. Wesley ariahraja, Injil dan Kebudayaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1997), 40.
KAJIAN HISTORIS MENGENAI DOKTRIN KETEKUNAN
ORANG-ORANG KUDUS DALAM PERSPEKTIF REFORMED
Oleh: Pelealu Samuel G., M.Th
ABSTRAK
Orang-orang percaya adalah mereka yang dipilih, diselamatkan dan
dikuduskan Allah agar mereka mampu hidup kudus dihadapan Allah. Mereka
dikuduskan Allah dari keadaan mereka sebagai orang-orang berdosa yang
terhilang dari hadirat Allah yang kudus. Alkitab mencatat, bahwa pemilihan
dan pengudusan orang-orang percaya bukan bersumber dari kemampuan
mereka untuk menyenangkan dan hidup sesuai standar Allah yang kudus,
melainkan bersumber dari kedaulatan dan anugerah Allah semata (Efesus 1:4;
II Tesalonika 2:13; II Timotius 1:9; 1 Petrus 1:2). Allah menguduskan mereka
dan menyediakan sarana agar mereka mampu menjalani kehidupan yang
kudus sampai pada akhirnya melalui kehadiran Roh Kudus dalam hidup
mereka dan melalui Firman-Nya. Inilah pengajaran iman Kristen yang
dikenal sebagai doktrin ketekunan orang-orang kudus. Menurut Palmer:
Doktrin ketekunan orang-orang kudus merupakan salah satu
pengajaran yang, teragung dalam Alkitab: sekali anda percaya,
anda tidak akan pernah terhilang, anda tidak akan pernah masuk
neraka. Kristus akan selalu menjadi juruselamat anda. Nasib
seseorang dalam kekekalan ditetapkan satu kali untuk selamanya,
sehingga ia tidak harus mencemaskan nasibnya lagi.1
1 Edwin Palmer, 5 Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia,
1996), 107
128
Doktrin ketekunan orang-orang kudus dalam perspektif Reformed,
sepanjang sejarahnya telah melewati berbagai tantangan atau pun penolakan,
baik oleh gereja maupun para theolog Kristen sendiri. Namun, karena doktrin
ini merupakan kebenaran yang berdasarkan pengajaran yang terdapat di
dalam Alkitab/firman Tuhan, maka disepanjang sejarah gereja, Tuhan telah
membangkitkan orang-orang yang setia kepada kebenaran ajaran Alkitab
untuk mempertahankan kebenaran doktrin ini dari penolakan dan tantangan
yang ada.
BAB 1
LATAR BELAKANG MASALAH
Pengajaran Kristen menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah
secara khusus dan unik. Keunikan dan kekhususan itu dinyatakan ketika
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:26-
27). Menurut Berkhof, "Gambar dan rupa Allah ini adalah suatu kualitas yang
menjadikan manusia istimewa dalam hubungannya dengan Allah. Kenyataan
bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah menjadikan manusia berbeda
dengan binatang dan dengan semua makhluk yang lain.”2 Sebagai gambar dan
rupa Allah, “Manusia memiliki sifat rohani karena manusia mempunyai
bagian yang tidak kelihatan yang mirip dengan Tuhan Allah. Sifat rohani pada
manusia ini yang memampukan manusia untuk berhubungan atau
berkomunikasi dengan Allah, dengan mahluk rohani lainnya dan dengan
dunia yang tidak kelihatan. Manusia memiliki sifat moral yang memampukan
manusia untuk melakukan apa yang baik sesuai kehendak Allah. Sifat
rasional yang membuat manusia mampu berpikir, berimajinasi, berspekulasi,
menghitung, menganalisa, dan Iain-lain yang memungkinkan manusia untuk
mengerti kebenaran. Karena Allah itu kekal adanya, sedangkan manusia
2 Louis berkhof, Teologi Sistimatika, Vol.2 (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1995),53
129
adalah peta dan gambar Allah, maka manusia juga bersifat kekekalan. Sifat
kekal inilah yang menyebabkan manusia memiliki pengharapan terhadap
kehidupan kekalnya”.3 Namun, manusia melalui keinginannya sendiri telah
memberi kesempatan dosa masuk ke dalam seluruh eksistensinya, dan
memilih untuk tidak taat terhadap penciptanya serta melawan perintah Allah
dengan memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat
(Kejadian 2:16-17).
Menurut Plantinga, “Dosa merupakan masalah utama manusia, karena
merusakkan kapasitas atau potensi manusia yang luar biasa; semua itu di
pakai untuk menyerang, merusak, atau mengabaikan orang lain. Di samping
itu, dosa merupakan akar dari segala bentuk kesengsaraan manusia.”4 Dosa
membuat manusia tidak memiliki kemampuan untuk berhubungan dan
mencari Allah, Roma 3:11; Dosa membuat manusia tidak lagi mencerminkan
kemuliaan Allah, Roma 3:23. Menurut Williamson, “Kuasa atau kemampuan
untuk memilih yang baik dari yang jahat inilah yang menjadi musnah oleh
peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa.“5 Dalam kondisi manusia seperti
ini, Allah dalam kasih dan keadilan-Nya telah datang berinkarnasi melalui
pribadi kedua Allah Tritunggal untuk memulihkan gambar dan rupa Allah
yang rusak, agar manusia di selamatkan dan mampu kembali memuliakan
Allah. Berkaitan dengan ini, Ryle menyatakan bahwa:
Tuhan Yesus tidak saja hidup, mati, dan bangkit kembali untuk
memberikan pembenaran dan pengampunan bagi dosa-dosa umat-Nya,
tetapi juga untuk menyediakan segala sesuatu yang diperlukan bagi
kehidupan rohani umat-Nya. la mengutus Roh Kudus kedalam hati
mereka untuk menggantikan keinginan berbuat dosa dengan keinginan
hidup kudus.6
3 Stephen Tong, Peta Dan Teladan Allah, (Jakarta: Lemabaga Reformed Injili
Indonesia, 1990), 55-63 4 Cornelius Plantingajr, Tidak Seperti Maksud Semula (Surabaya: Momentum, 2004),
2. 5 G.I. Wiliamson, Katekismus Singkat Westminster Jilid I (Surabay: Momentum,
1995), 81 6 J.C.Ryle, Aspek-aspek Kekudusan (Surabaya: Momentum, 2003), 10
130
Dengan demikian, berdasarkan kedaulatan dan rencana kekal-Nya,
Allah telah memilih dengan bebas orang-orang yang akan diselamatkan-Nya.
Palmer menyatakan bahwa, “Pemilihan Allah, berarti Allah telah menetapkan
keselamatan orang-orang pilihan-Nya. Mereka tidak dapat binasa.“7 Itu
berarti, keselamatan orang-orang pilihan pasti akan dilaksanakan-Nya dan
tidak akan gagal (Yohanes 10:28-29). Anugerah keselamatan yang pasti dan
tidak akan gagal sampai akhirnya ini, dimungkinkan karena ada jaminan
pemeliharaan Allah terhadap orang-orang pilihan-Nya. Pemeliharaan Allah
serta jaminan keselamatan yang diberikan Allah kepada orang-orang pilihan-
Nya inilah yang dikenal dalam theologia Reformed sebagai doktrin ketekunan
orang-orang kudus. Di dalam Pengakuan iman Westminster Bab XVII: 1
dijelaskan:
Mereka yang telah diterima Allah di dalam Yang Dikasihi-Nya,
yang telah dipanggil-Nya dengan ampuh, dan yang telah
dikuduskan-Nya oleh Roh-Nya, tidak mungkin jatuh seluruhnya
dan untuk seterusnya sehingga mereka kehilangan kedudukan
seorang yang telah beroleh rahmat. Mereka pasti akan bertekun
dalam kedudukan itu sampai pada akhirnya dan akan memperoleh
keselamatan kekal.8
Panggilan dan pengudusan merupakan pokok yang paling penting
dalam kekristenan. Dalam Ibrani 12:14 tertulis "Tanpa kekudusan, maka tidak
ada seorangpun yang akan melihat Tuhan." Ini berarti bahwa kekudusan
hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup orang-orang
percaya. Walaupun orang percaya menyadari bahwa: "Ujian yang paling sulit
bagi iman yang sejati adalah ketekunan sampai pada akhirnya, tinggal di
7 Edwin Palmer, 5 Pokok Calvinisme (Jakarta, Lembaga Reformed Injili Indonesia,
1996), 110 8 Th.van den End, Enam Betas Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001), 117
131
dalam Kristus, dan terus menerus berada di dalam firman-Nya.“9 Namun hal
itu tidak akan membuat orang-orang percaya sejati mundur dari imannya.
Doktrin ketekunan orang-orang kudus yang menjadi pedoman theologi
Reformed ini, pada kenyataannya telah salah dimengerti dan tidak dapat
dipahami dengan baik dan benar oleh beberapa pihak. Hal ini mengakibatkan
timbulnya pertanyaan, keberatan bahkan kritik yang ditujukan terhadap
doktrin ini. Mereka menganggap bahwa doktrin ini telah membuat orang
percaya dapat berbuat atau melakukan dosa sesuka hati mereka, karena
apapun yang dilakukan pada akhirnya mereka akan tetap diselamatkan. Ada
pula keberatan lain yang menyatakan bahwa terdapat banyak kasus dalam
sejarah gereja dimana ada orang-orang percaya yang temyata dapat
meninggalkan imannya atau murtad. Mereka menganggap bahwa bila doktrin
Reformed tentang ketekunan orang-orang kudus sungguh-sungguh menjamin
keselamatan kekal tidak akan hilang bagi orang-orang percaya, mengapa ada
orang percaya yang dapat meninggalkan imannya atau murtad?
Dalam rangka menjawab pertanyaan dan keberatan-keberatan itulah
penulis mempersembahkan artikel ini. Artikel dengan judul Kajian Historis
Doktrin Ketekunan Orang-Orang Kudus Dalam Perspektif Reformed, ini
merupakan seri pertama dari 3 seri. Dalam seri pertama ini penulis akan
menjabarkan tentang sejarah doktrin ini serta rumusan Reformed tentang
doktrin ketekunan orang-orang kudus. Seri kedua berjudul Kajian Theologis
Mengenai Doktrin Ketekunan Orang-Orang Kudus Dalam Perspektif
Reformed, sedangkan seri terakhir berjudul Kesalehan Hidup Dalam
Perspektif Reformed. Melalui 3 seri tulisan ini diharapkan setiap orang
percaya dapat melihat keagungan, kemuliaan dan kasih Tuhan bagi mereka,
dan olehnya mereka dapat menyatakan kasih mereka kepada Tuhan melalui
ketekunan dalam kehidupan kudus.
9 John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Surabaya: Momentum,
1999), 190
132
Pengertian Frase Ketekunan Orang-Orang Kudus
Ketekunan orang-orang kudus merupakan bagian kelima dari lima
pokok Calvinisme yang disusun secara logis dan teologis sehingga disingkat
dengan akronim TULIP.10 Kelima pokok Calvinisme ini pertama kali
dirumuskan pada sidang sinode di Dordrecht (1618-1619), sebagai jawaban
atas kelima pokok rumusan kaum Remonstran atau Arminian yang ditolak
secara bulat pada sidang di Dordrecht itu. Susunan kelima rumusan itu disebut
juga 'kanon-kanon' atau ‘pasal-pasal’ Dort.11 Muller menyatakan bahwa,
ketekunan orang-orang kudus adalah istilah yang dipakai dalam theologia
Reformed untuk menandai adanya bukti keberhasilan akhir dari orang pilihan,
yang walaupun mereka terus menerus mengalami godaan dan dosa setelah
dibenarkan, namun akhirnya mereka tidak akan pernah jatuh di luar kuasa
rahmat Allah.12 Sedangkan menurut McClintock, Perseverance of the saints
dikenal sebagai doktrin yang menyatakan bahwa mereka yang sungguh-
sungguh sudah diubahkan oleh Roh Kudus, tidak akan pernah pada akhirnya
dan secara total gagal dari anugerah Allah, tetapi akan terus bertahan sampai
akhir dan diselamatkan.13 Bagi Grudem, frase ini memberi pengertian bahwa,
semua mereka yang sungguh-sungguh dilahirkan kembali akan dijaga oleh
kuasa Allah dan akan bertekun sampai akhir hidup mereka.14 Dabney
menyatakan:
That this perseverance is a state of grace is not innate and
necessary, with the new born nature, but gracious, it does not
10 Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu ( Batu: Dept. Literatur YPPII, 2002), 457 11 Tony Lane, Runtut Pijar (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1996), 155 12 Richard A. Muller, Dictionary of latin and greak Theological Term (Michigan:
Baker Book House, 1985), 222 13 John McClintock & James Strong, Cyclopedia of Biblical, Theology and
Ecclesiastical Literature vol. VII (Michigan: Baker Book House, 1981), 972 14 Wayne Grudem, Systematic Theology (Michigan: Zondervan Publishing House,
1994), 788
133
proceed from anything in the interior state of the regenerate soul,
but wholly from God's purpose of mercy toward that soul.15
Lebih jauh menurut Dabney, "When anyone is born again of the Holy Ghost
and justified in Christ, it is because God had formed from eternity, the
unchangeable purpose to save that. Soul.”16 Dengan demikian, ketekunan
orang kudus bukan merupakan sifat bawaan sejak lahir dari umat pilihan,
tetapi merupakan anugerah Allah yang diberikan sesuai rencana-Nya dari
kekekalan untuk mencapai tujuan atau maksud Allah bagi keselamatan jiwa
mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
ketekunan orang-orang kudus dalam pengertian ini, merupakan karya Allah
Tritunggal dalam diri orang-orang pilihan-Nya, dimana melalui pemeliharaan
serta oleh maksud-Nya yang kekal, la terus menuntun dan menjaga umat
pilihan-Nya, serta oleh kuasa-Nya memampukan mereka untuk terus
bertekun dalam kasih-Nya sehingga mereka mencapai tujuan akhir.
BAB II
TINJAUAN HISTORIS DOKTRIN KETEKUNAN ORANG-ORANG
KUDUS
Doktrin ketekunan orang-orang kudus merupakan pengajaran iman
Kristen yang dibangun berdasarkan Alkitab yang adalah firman Tuhan.
Menurut Palmer, doktrin ketekunan orang-orang kudus "Merupakan salah
satu pengajaran teragung dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa sekali anda
percaya, anda tidak akan pernah terhilang, anda tidak akan pernah masuk
15 R.l Dabney, Lectures in Systematic Theology (Michigan:Baker Book House,
1986),688 16 Ibid...,690
134
neraka".17 Namun dalam sejarahnya, doktrin ini terus menerus menjadi bahan
perdebatan baik dari kalangan gereja mau pun para teolog Kristen sendiri.
Sejak dari zaman bapak-bapak gereja sampai zaman modern, doktrin
ketekunan orang-orang kudus terus dipersoalkan kebenarannya. Oleh karena
itu, pembahasan ini akan merangkum pandangan atau pemikiran-pemikiran
tentang doktrin ini dari theolog-theolog mulai zaman bapak-bapak gereja
sampai zaman modern.
Pandangan Zaman Bapak-Bapak Gereja
Dalam rangka delimitasi penulisan, maka pada zaman bapak-bapak
gereja ini penulis hanya akan membahas pandangan dari Augustinus dan
Pelagius, dimana menurut penulis mereka cukup mewakili pembahasan topik
ini karena pandangan mereka masih terus berpengaruh hingga saat ini.
Augustinus (354 - 430 )
Aurelius Augustinus lahir di Thagaste pada tanggal 15 Nopember tahun
354.Ayahnya bernama Patricius, adalah seorang warga terkemuka
didaerahnya namun penyembah berhala. Ibunya bernama Monica, adalah
seorang Kristen yang tulus.18 Pertobatan Augustinus terjadi saat usianya 33
tahun,19 dan pada tahun 391 saat mengunjungi biara di Hippo ia dipilih untuk
menjadi imam biara itu. Pada tahun 395 Augustinus resmi menjadi uskup di
biara Hippo dan memegang jabatan itu sampai hari kematiannya tahun 430.20
Dia dianggap sebagai theolog terpenting antara Paulus dan Martin Luther,
karena theologinya yang berpengaruh dalam perkembangan gereja dan
sejarah perkembangan theologi.21
17 Edwin Palmer, 5 Pokok Calvinisme(Jakarta, Lembaga Reformed Injili Indonesia,
1996), 107 18 Jerald C. Brauer, The Westminster Dictionary of Church History (Philadephia: The
Wistminster Press, 1971), 72 19 Elgin S. Moyer, Great Leaders of the Christian Church (Chicago: Moody Press,
1951), 128 20 Ibid...,129 21 Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja Jilid 1 (Batu: Dept. LiteraturYPPII, 1998), 142
135
Penekanan utama theologi Augustinus pada Anugerah Allah yang bebas
untuk mencari dan menyelamatkan manusia walaupun dalam manusia itu
tidak terdapat apa-apa yang layak untuk mendapatkan cinta kasih Tuhan.22
Selanjutnya menurut Augustinus, sejak kejatuhan Adam, maka semua
manusia telah tercemar oleh dosa sejak saat dilahirkan. Dosa sebagai yang
hakiki melekat pada keberadaan manusia, yang integral bukan opsional.
Karena semua manusia berdosa, maka semua manusia memerlukan
penebusan. Manusia dengan kemampuan sendiri tidak pernah dapat masuk
dalam hubungan dengan Allah. Perbuatan manusia tidak dapat mematahkan
belenggu dosa.23 Dibagian lain Jones mengutip Augustinus, "Those who are
elected to salvation receive the assistance which actually enables them to
persevere".24 Dengan demikian, menurut Augustinus hanya anugerah Allah
yang dapat memulihkan manusia dari dosa dan hanya mereka yang dipilih
Allah untuk diselamatkan yang mampu dapat melakukan perbuatan baik dan
bertekun dalam kehidupan yang sesuai kehendak Allah. Berkhof mengutip
pendapat Augustinus:
Kaum pilihan itu tak dapat melawan pekerjaan rahmat Tuhan
dalam batinnya: meskipun mereka mau menolak kasih Tuhan itu,
akhirnya mereka dikalahkan juga oleh kuasa rahmat. Pun mereka
itu akan bertekun sampai akhirnya; kendatipun mereka digodai
oleh iblis dan banyak kali jatuh lagi ke dalam dosa, tetapi akhirnya
mereka akan rnencapai tujuan yang telah ditentukan Tuhan
baginya.25
22 H. Berkhof dan I.H Enklaar, Sejarah Gereja ( Jakarta: BPK Gunung Mulia,2000),
68 23 Alister E McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2002),93 24 Hubert Cunliffe-Jones (ed), A History of Christian Doctrine (Philadelphia: Fortres
Press, 1978), 166 25 H. Berkhof dan I.H Enklaar, Sejarah Gereja...,68
136
Bagi Augustinus, mereka yang sejak dari semula telah dipilih Allah, memiliki
pengharapan bahwa mereka tidak akan binasa.26
Augustinus menyerang pandangan yang mengajarkan bahwa manusia
dapat memperoleh keselamatan melalui perbuatan baik dan kehendak
bebasnya. Menurut Augustinus, kehendak bebas manusia sudah tidak lagi
sesuai standar Allah sejak kejatuhan dalam dosa. Menurut Augustinus, "This
freedom is however compromised by sin, which biases our judgment to the
extent that we are unable to break free from it.”27 Jadi, kehendak bebas
manusia senantiasa hanya menghasilkan dosa. Oleh karena itu. "the grace of
God as the only way in which we can be liberated from its baleful
influence.”28 Kehendak bebas manusia baru menjadi benar hanya apabila
Allah memurnikannya. Manusia membutuhkan anugerah Allah agar dapat
mengembalikan citra dan gambar Allah dalam dirinya. McGrath menyatakan:
God does not leave us where we are by nature, incapacitated by
sin and unable to redeem ourselves, but he gives us his grace in
order that we may be healed, forgiven, and restored. Augustine
view of human nature is that it is frail, weak, and lost, and needs
divine assistance and care if it is to be restored and renewed.29
Dengan demikian, kerinduan manusia untuk mencari dan memuliakan
Allah melalui kehendak bebasnya yang tercemar akibat dosa, harus didahului
oleh anugerah Allah. “Anugerah mempengaruhi seseorang sebelum ia sendiri
berkehendak, mendorong kehendaknya.”30 Bagi Augustinus sebagaimana
dikutip Elwell, pemilihan Allah terhadap umat pilihan-Nya bukan saja hanya
merupakan anugerah untuk mendatangkan hasil baik yang berkaitan dengan
keselamatan dan dorongan yang membangkitkan iman, tetapi juga merupakan
26 Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja...,152 27 Alister E McGrath, Studies in Doctrine (Michigan: Zondervan Publishing House,
1997),378 28 Ibid. 29 Alister E McGrath, Studies in Doctrine...,383 30 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989), 146
137
anugerah yang membuat mereka dapat bertekun untuk melakukan kehendak
Allah sampai akhir.31 Dibagian lain, Schaff mengutip pernyataan Augustinus,
"I assert therefore, that the perseverance by which we persevere in Christ even
to the end is the gift of God.”32 Itu berarti, umat pilihan dapat bertekun dalam
kehidupan kudus, karena hal itu adalah pemberian Allah dan merupakan
bagian dari rencana Allah sejak kekekalan bagi mereka. Lebih lanjut
dinyatakan Augustinus, ketekunan orang-orang kudus merupakan, "Decree of
the unchanging divine will, backet by divine power, it is irresistible.”33
Jadi, orang-orang kudus dapat bertekun sampai akhir karena Allah
yang memelihara dan menopang mereka. Itulah sebabnya, bagi Augustinus
“pembenaran haruslah dipahami dengan selalu memperhatikan hasil akhirnya
dan karena pada akhirnya segala sesuatu tergantung pada pemberian
ketekunan Allah.”34
Pelagius (370 - 440)
Pelagius adalah seorang theolog Inggris yang memiliki karakter tulus
dan berbudi luhur.35 Hidup sejaman dengan Augustinus, walau tidak menjadi
seorang biarawan namun serius menerima tanggung jawab untuk hidup
sebagai seorang Kristen.36 Pokok utama dari pengajaran Pelagius menurut
Brauer adalah perihal: "the issue of the freedom of man's will and about the
nature and operation of God's grace.”37 Isu-isu ini menjadi pusat dari
perdebatannya dengan Augustinus. Menurut Pelagius, kehendak bebas
manusia dapat melakukan segala yang benar,38 sedangkan anugerah atau
rahmat Allah, dipahaminya sebagai dua hal yang berbeda yaitu: "the natural
31 Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology (Grand Rapids: Baker Book
House, 1997), 845 32 Philip Schaff (ed), A Select Library of the Nicene And Post Nicene Fathers of the
Christian Church vol. V, St. Augustine ( Michigan: William B. Eerdmans Publishing
Company, 1987),526 33 Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology...,345 34 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen..., 149 35 Elgin S. Moyer, Great Leaders of the Christian Church. ..,131 36 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen.. .,135 37 Jerald C. Brauer, The Westminster Dictionary of Church History... ,644 38 Ibid...,74
138
human faculties...and external enlightenment provided for humanity by
God.”39 Kemampuan alami ini adalah, kemampuan manusia untuk
menghindar dari dosa. Sedangkan sepuluh perintah Allah dan teladan moral
Yesus Kristus sebagai contoh dari apa yang ia maksudkan dengan external
enlightenment.40 Lebih lengkapnya, theologi yang dikembangkan Pelagius
sebagaimana dikutip Moyer:
1. Manusia tidak punya dosa asli yang diterima sebagai warisan
dari Adam. Dosa adalah sesuatu yang dilakukan oleh kehendak
manusia dan bukan alamiah. 2. Manusia diciptakan dengan
kebebasan sempurna untuk berbuat baik atau jahat. Karenanya
suatu hidup tanpa berdosa adalah mungkin, dan keselamatan dapat
diperoleh dengan pekerjaan baik. 3. Baptisan bayi adalah tak
perlu, karena tidak ada dosa asli/asal. 4. Keselamatan adalah
mungkin tanpa hukum dan Injil, atau rahmat ilahi.41
Bagi Pelagius, dosa Adam tidak diwariskan secara turun-temurun,
tetapi teladan dosa Adam itu ditiru oleh turunannya. Kematian fisik bukanlah
akibat dari dosa atau hukuman dari Tuhan, tetapi termasuk hukum alam.
Keselamatan manusia diperoleh sebagai pahala karena melakukan perbuatan
baik berdasarkan kehendak bebasnya. Anugerah Allah tidak dilihat sebagai
suatu kuasa surgawi yang bekerja dalam hati manusia, tetapi hanya
merupakan pemberian Allah, yaitu kehendak bebas manusia, pengajaran
Perjanjian Lama serta pengajaran dan teladan Tuhan Yesus semata.42
Menurut Enns, Pelagius percaya bahwa dosa Adam tidak menghilangkan
kehendak bebas manusia. Bahwa tiap-tiap manusia lahir dengan tidak
bercacat seperti Adam di Firdaus. Anugerah Allah bersifat hanya menolong
untuk mengatasi kejahatan dalam kehidupan ini, tetapi hal itu tidak
merupakan suatu keharusan untuk keselamatan, karena manusia dapat
39 Alister E. McGrath, Studies in Doctrine...,383 40 Ibid 41 Elgin S. Moyer, Great Leaders of the Christian Church... ,131 ' 42 H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja.., 68-69
139
memilih dengan kemampuannya.43 Lebih lanjut, Susabda menjelaskan
pikiran Pelagius tentang keselamatan sebagai berikut:
Keselamatan adalah hadiah dari Allah bagi mereka yang
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Anugerah tak pernah
ada di luar ikatan dengan natur manusia. Oleh sebab itu anugerah
Allah tak lain dari pada "menghidupkan atau mengaktivir
kapasitas alami" yang dimiliki oleh setiap manusia.44
Menurut Pelagius, "manusia memiliki kemampuan untuk memilih
melayani Allah tanpa kebutuhan apapun dari anugerah.”45 Pelagius juga
percaya bahwa, "setiap orang dapat kembali kepada Allah secara benar,
bahkan suatu kehidupan tanpa dosa tidaklah berada diluar jangkauan
kemungkinan ini, walaupun mungkin sangat boleh jadi bahwa tidak ada
seorangpun yang hidup tanpa dosa.”46
Dengan demikian, bagi Pelagius setiap manusia mampu mencari Allah
dan melakukan hal yang benar dihadapan Allah. Manusia juga memiliki
kemampuan untuk hidup kudus dan bertekun di dalamnya bahkan mencapai
kehidupan tanpa dosa dengan mengandalkan kehendak bebasnya tanpa
anugerah Allah. Ajaran pelagius ini menyebabkan dia dituduh sebagai bidat
pada sidang di Yerusalem dan Pelagianisme dikutuk sebagai bidat pada tahun
416 AD di sidang Carthage dan Mileve. Konsili Efesus juga mengutuk
Pelagianisme pada tahun 431 AD.47
Dari pengajaran kedua tokoh tersebut, terlihat perbedaan pandangan
tentang doktrin ketekunan orang-orang kudus yaitu, pandangan berbasis
Theosentris dari Augustinus dan pandangan berbasis Anthroposentris dari
Pelagius. Bagi Augustinus, umat pilihan dapat bertekun dalam kehidupan
43 Paul Enns, The Moody Handbook Theology (Malang: Seminar Alkitap Asia
Tenggara, 2004), 43 44 Yakub B. Susabda, Pengantar Kedalam Teologi Reformed (Jakarta: Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1994), 11 45 Paul Enns, The Moody Handbook Theology...,45 46 Berhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen.., 137 47 Paul Enns, The Moody Handbook Theology...,45
140
kudus karena Allah yang telah memberi kemampuan atau anugerah kepada
mereka, sedangkan bagi Pelagius, manusia dapat berbuat baik dan bertekun
dalam kehidupan kudus bahkan sampai mencapai hidup tanpa dosa, karena
mereka memiliki kemampuan alamiah yaitu, berdasarkan kehendak
bebasnya.
Pandangan Theolog abad Pertengahan
Selanjutnya penulis akan mengetengahkan pandangan para theolog
abad pertengahan terhadap doktrin ketekunan orang-orang kudus. Penulis
hanya akan mengangkat pandangan dari dua tokoh, karena menurut penulis
pandangan mereka masih banyak dianut oleh orang-orang percaya saat ini.
Mereka adalah: Bernhard dari Clairvaux dan Thomas dari Aquino.
Bernhard dari Clairvaux (1090 -1153)
Bernhard lahir di Fontaines dekat Dijon pada tahun 1090, dari keluarga
bangsawan. Sebagai tokoh penting terakhir dari tradisi theologi monastic.48
Bernhard juga dikenal sebagai tokoh mistik Kristen pada abad pertengahan.49
Dikenal sebagai penulis yang handal dimana salah satu karya theologinya
yang terkenal berjudul: “Anugerah dan Kehendak Bebas.”50 Melalui
karyanya ini, Bernhard ingin menjelaskan bahwa kehendak bebas manusia
yang belum dimurnikan oleh Allah tidak akan dapat melakukan hal yang baik
sesuai kehendak Allah. Bahwa kehendak bebas manusia tidak akan mampu
membawa manusia pada keselamatan.
Dibagian lain Bernhard menjelaskan, bahwa pekerjaan-pekerjaan baik
manusia semata-mata merupakan anugerah Allah dan hasil kehendak bebas
manusia. Anugerah Allah menggerakkan kehendak bebas manusia
sedemikian rupa sehingga ia dengan bebas dan rela memilih yang baik.51 Bagi
48 Tony Lane, Runtut Pijar...,95 49 F.D. Willem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja (Jakarta:
BPKGunungMulia, 1987), 49 50 Ibid... 51 Tony Lane, Runtut Pijar...,95
141
Bernhard, anugerah Allah yang menggerakkan kehendak manusia sehingga
memiliki kemampuan untuk mengerjakan perbuatan baik dan bertekun di
dalamnya. Di dalam karyanya “Anugerah dan Kehendak Bebas”, Bernhard
menyatakan:
Apa yang dimulai oleh anugerah diselesaikan bersama-sama oleh
anugerah dan kehendak bebas. Hal ini terjadi sedemikian rupa,
sehingga mereka menyumbang dalam setiap keberhasilan, secara
tersendiri tetapi bersama-sama, bukan secara bergiliran tetapi
sekaligus. Bukan halnya bahwa anugerah mengerjakan sebagian
pekerjaan dan kehendak bebas sisanya. Masing-masing
mengerjakan seluruh pekerjaan menurut sumbangan khasnya.
Anugerah mengerjakan seluruhnya dan begitu pula kehendak
bebas, seluruhnya. Hanya saja kalau semua dilakukan menurut
kehendak bebas, kesemuanya dikerjakan berdasarkan atau oleh
anugerah.52
Dengan demikian, bagi Bernhard umat Allah dapat bertekun dalam
kehidupan kudus karena anugerah Allah yang menggerakkan kehendak bebas
mereka.
Thomas Aquinas (1225 - 1274)
Thomas Aquinas lahir pada tahun 1225 dari keluarga Kristen katolik
yang saleh di Aquino, Italia. Ia dianggap sebagai tokoh theologia scholastik
yang berhasil menyelaraskan pandangan filsafat Aristoteles dengan
pandangan Alkitab. Sumbangsihnya bagi theologia adalah karangannya yang
berjudul Summa Theologiae dan the Summa Contra Gentiles. Di dalam kedua
karangan ini Aquinas berbicara tentang hubungan antara kepercayaan Kristen
dan akal budi manusia.53 Pada tahun 1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai
52 Ibid. 53 Tim Dowley (ed), The History of Christiany (England : Lion Publishing Plc, 1997),
288
142
ajaran yang sah dalam gereja Katolik Roma oleh Paus Leo XIII.54
Menurutnya, hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu hidup kodrati atau
hidup alamiah dan hidup rahmat yang datang dari Tuhan. Hidup rahmatlah
yang mengatasi tabiat kodrati dunia ini, mencukupi dan menyempurnakan
hidup kodrati. Rahmat Allah ditawarkan kepada manusia melalui gereja
dengan melakukan sakramen-sakramen. Jadi tabiat manusia mendapatkan
kuasa ilahi yang dibutuhkan untuk mengembangkan hidupnya didunia ini dan
supaya diselamatkan.55
Dengan demikian, bagi Thomas Aquinas, anugerah Allah hanya bersifat
sebagai penolong agar tabiat manusia dapat melakukan pekerjaan baik atau
dapat bertekun dalam kehidupan yang kudus. Anugerah Allah dianggap
bukan sebagai pengasal mula yang membuat manusia dapat hidup kudus.
Dari kedua tokoh abad pertengahan ini kita melihat adanya perbedaan
pandangan dimana bila Bernhard melihat kehendak bebas dapat melakukan
kebaikan semata-mata karena anugerah Allah yang lebih dulu
menggerakkannya, sedangkan bagi Thomas Aquinas kehendak bebas
manusia yang lebih berperan dalam melakukan kebaikan itu dan anugerah
Allah hanya bersifat menolong saja.
Pandangan Tokoh-Tokoh Era Reformasi
Dalam bagian ini penulis akan memaparkan pandangan tiga tokoh
Reformasi yang menurut penulis cukup untuk mewakili pembahasan ini.
Mereka adalah: Martin Luther, Johannes Calvin dan Jakobus Arminius.
Martin Luther (1483 - 1546)
Martin Luther lahir pada tahun 1483 dalam sebuah keluarga petani di
Eisleben, Thuringen, Jerman. Belajar filsafat Nominalis Occam dan teologi
skolastik di universitas Erfurt. Di tempat ini pula untuk pertama kalinya
Luther membaca Alkitab Perjanjian Lama. Pada tanggal 31 oktober 1517,
54 F.D. Willem, Riwayat HidupSingkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja..., 18 55 Berkhof dan Enklaar, Sejarah Gereja...,105
143
Luther menempelkan 95 dalil di pintu gerbang gereja istana Wittenberg,
sebagai protes terhadap ketetapan Paus Leo X perihal penjualan Surat
Indulgensia. Tanggai ini oleh gereja-geraja reformatoris diperingati sebagai
hari Reformasi.56
Luther terkenal karena ajarannya tentang pembenaran hanya oleh iman.
Stupperich mengutip Luther yang menyatakan,"We are jutifield not by our
deeds, but by faith alone”.57 Menurut Luther, membenarkan tidak berarti
membuat benar atau berubah menjadi manusia baik, tetapi berarti dianggap
benar atau dibebaskan. Susabda mengutip pandangan Luther yang
menyatakan bahwa, "Pembenaran tak lagi merupakan interaksi antara
anugerah dan respon manusia. Pembenaran semata-mata adalah anugerah
Allah, dan itu sudah dianugerahkan pada saat seorang dilahirkan baru oleh
Roh Kudus.”58 Lebih lanjut dikatakan Luther, "Bila kepastian keselamatan
bergantung pada manusia dan kehendaknya ataupun pada perbuatan-
perbuatannya, maka keselamatan dan kepastian keselamatan itu di luar
jangkauan manusia"59
Dalam Katekismus Besar, bagian kedua Pengakuan Iman pasal ketiga,
Luther menyatakan pandangannya tentang pemeliharaan Allah bagi umat-
Nya demikian:
Bab 53. Namun, sekarang Roh Kudus diam bersama persekutuan
yang kudus ini, yaitu orang-orang Kristen, sampai hari terakhir.
Melalui persekutuan itu la mempersatukan kita. la memakai kita
menjadi penyambung lidah-Nya untuk menyebarkan Firman itu.
Sebab dengan cara begitu Roh menguduskan orang-orang dan
menolongnya untuk menjadi lebih kudus lagi. Maksud-Nya adalah
agar kita bertumbuh setiap hari dan menjadi kuat dalam iman
dengan buah-buah iman yang dihasilkan-Nya.60
56 F.D. Willem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja ..., 171 57 Tim Dowley, The History of Christiany..,362 58 Yakub B. Susabda, Pengantar Ke dalam Teologi Reformed..., 10 59 Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja, Jilid III...,33 60 Martin Luther, Katekismus Besar (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996),
144
Dengan demikian, menurut Luther, pengudusan orang-orang percaya
dan bahkan ketekunan orang-orang kudus adalah pemberian Allah.
Kemampuan umat pilihan untuk hidup kudus adalah karena Allah yang
senantiasa memelihara mereka. Mereka mendapatkan jaminan kehidupan
kekal karena Allah Roh Kudus yang menyertai dan memberikan jaminan.
Johannes Calvin (1509 -1564)
Pada tanggal 10 Juli 1509, Calvin lahir di kota Noyon, Perancis Utara.
Belajar di fakultas hukum Orlens dan Bourges serta meraih gelar doktor
hukumnya pada 1532 di universitas ini.61 Di Paris Calvin belajar bahasa
Latin, Yunani dan Ibrani, juga belajar humanisme Kristen.62 Saat berusia 27
tahun, Calvin menulis buku terkenalnya Institutes of the Christian Religion,
buku ini diterbitkan pada tahun 1536.63 Tujuan penulisan buku ini menurut
Calvin, adalah untuk memberi ikhtisar ajaran Kristen Injili bagi mereka yang
berminat, sekaligus untuk mempertahankan kebenaran ajaran itu.64 Calvin
meninggal dalam usia yang relatif muda 54 tahun, namun dalam usia semuda
itu ia telah mewariskan kepada dunia suatu theologia yang jelas dalam
bukunya Institutio, serta suatu gereja yang diatur secara baik dan suatu kota
yang menjadi pusat gerakan reformasi yang tersebar diseluruh Eropa.65
Menurut Lutzer, Institutes of the Christian Religion ini telah menjadi buku
teks theologi yang utama bagi banyak aliran Protestan sampai saat ini.66 Di
bagian awal buku ini, Calvin menulis tentang kebesaran dan keagungan
Allah. Menurutnya, manusia dapat mengenal dirinya sendiri hanya apabila
manusia mengenal Allah.67
61 Robert A. Baker, A Summary of Christian History (Tennessee: Broadman Press,
1959), 211 62 Christian de Jonge, apa itu Calvinime? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 6 63 Elgin S. Moyer, Great Leaders of the Christian Church...,,323 64 Yohannes Calvin, Institutio (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983), XIV 65 Christian de Jonge, apa itu Calvinisme?..., 10 66 Erwin W. Lutzer, Teologi Kontemporer (Malang: Gandum Mas, 1999), 163 67 Yohanes Calvin, Institutio..., I i 1
145
Sebagaimana Luther, Calvin juga percaya bahwa pembenaran orang
berdosa hanya karena iman kepada Yesus Kristus. Calvin menyatakan:
"Betapa iman satu-satunya hal yang menyebabkan kita memperoleh
kebenaran yang cuma-cuma berkat rahmat Allah.”68 Pada saat berbicara
tentang pembenaran, maka hal pokok lain yang perlu dilihat dari ajaran
Calvin adalah tentang predestinasi. Menurut Calvin predestinasi adalah,
"keputusan Allah yang kekal yang dengannya la menetapkan untuk dirinya
sendiri, apa yang menurut kehendak-Nya akan terjadi atas setiap orang.”69
Dowley mengutip Calvin yang menyatakan, "Pardon and salvation are
possible only through the free working of the grace of God.”70 Dengan
demikian, orang berdosa tidak sanggup menyumbang sedikitpun untuk
mendatangkan pengampunan dan keselamatan bagi dirinya sendiri. Bagi
Calvin, "Seluruh kebaikan yang terdapat di dalam kemauan manusia, adalah
hasil anugerah semata-mata.”71 Oleh karena itu, perbuatan baik yang dapat
dilakukan oleh orang percaya bukan berdasarkan kemampuan mereka untuk
melakukannya, tetapi merupakan pemberian Allah semata. Menurut Calvin,
"asal mula segala hal yang baik tidak lain adalah Allah sendiri...Sebab tak
akan ditemukan kemauan yang cenderung melakukan yang baik, kecuali yang
terdapat di dalam orang-orang yang terpilih.”72 Allah menebus dan
menyucikan umat pilihan-Nya agar mereka dapat hidup kudus dan melakukan
pekerjaan baik yang berkenan kepada-Nya. Lebih lanjut Calvin menyatakan,
"Allah memulai pekerjaan baik di dalam diri kita dengan menimbulkan dalam
hati kita rasa kasih, rindu dan semangat akan kebenaran...Dan pekerjaan itu
diselesaikan-Nya dengan memperkuat hati kita untuk bertekun.”73
Berdasarkan hal ini, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan umat
pilihan untuk mengerjakan pekerjaan yang baik dan bertekun dalam
kehidupan yang benar dan kudus, bahkan iman yang menyelamatkan,
68 Ibid..., III xi 1 69 Ibid...,III xxi 5 70 Tim Dowley, The History of Christianity...,380 71 Yohannes Calvin, Institutio..., II iii 6 72 Ibid..., II iii 8 73 Ibid..., II iii 6 E 297-8
146
bergantung pada anugerah Allah. Selanjutnya menurut Calvin, "Keselamatan
kita tidak bergantung pada iman kita yang tentu kurang murni dan tetap, tetapi
berdasar teguh-teguh kepada kesetiaan Tuhan yang kekal dan yang tidak
dapat berubah”.74 Kesetiaan Allahlah yang membuat umat Allah mampu
bertekun dalam kehidupan kudus.
Jacobus Arminius ( 1560 - 1609 )
Jacobus Arminius lahir di Oudewater, Belanda pada tahun 1560.
Masuk ke beberapa universitas, antara lain di Leiden dan Jenewa. Di Jenewa
ia belajar di bawah asuhan Theodoras Beza.75 Ayah Arminius, seorang
pembuat pisau yang meninggal selagi Jacobus Arminius masih bayi. Di
bawah orang tua angkat, Arminius menerima pendidikan awalnya di
universitas Utrecht dan Marburg. Menurut Lutzer, Arminius sangat terpikat
pada doktrin tentang kehendak bebas dan kasih karunia yang universal.76
Oleh karena itu dalam setiap khotbahnya, Arminius senantiasa mengajarkan
bahwa anugerah Allah ditawarkan kepada semua orang dan manusia memiliki
kehendak bebas untuk menjawab anugerah Allah itu dengan iman.77
Dalam hal Predestinasi, Arminius dalam karangannya "Pernyataan
Perasaan" (1608) menyatakan, Allah telah menetapkan Kristus sebagai
perantara untuk memenangkan keselamatan manusia dan bahwa Allah
menetapkan untuk menyelamatkan semua orang yang percaya kepada Yesus
dan bahwa keselamatan orang-orang percaya ini didasarkan karena Allah
telah melihat sebelumnya bahwa mereka akan percaya dan mampu bertahan
sampai akhir.78 Arminius percaya bahwa keselamatan bergantung pada
manusia dengan kehendak bebasnya. Manusia sanggup membuat pilihan
untuk percaya dan diselamatkan serta untuk menolak sehingga ia binasa. Hart
mengutip Arminius yang berpendapat, bahwa "anugerah Allah ditawarkan
74 H. Berkhof & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja..., 171 75 Tony Lane, Runtut Pijar. ..,154 76 Erwin W. Lutzer, Teologi Kontemporer.. .,164 77 Jerald C. Brauer, (ed) The Westminster...,62 78 Tony Lane, Runtut Pijar..., 154
147
kepada semua orang, namun dia percaya bahwa anugerah ini dapat ditolak."79
Para pengikut Arminius mempertegas pandangan Arminius sebagaimana
dijelaskan Sheed, "Arminians held that grace is necessary in order to
salvation, but that regenerating grace may be both resisted and lost."80
Dalam artikel ke lima dari kaum Remonstran, mereka menyatakan
keberatan terhadap pernyataan yang menyatakan bahwa Allah terus
mendukung orang-orang percaya dengan rahmat-Nya.81 Tenney mengutip
artikel mereka yang menyatakan, "Among these articles was ones which
taught that true believers could and often did fall away, completely and
finally, from saving faith."82 Menurut Schaff, para pengikut Arminius ini
mengajarkan bahwa orang-orang percaya sangat mungkin secara total dan
pasti hilang dari anugerah Allah.83
Dari pemaparan ini penulis menyimpulkan, ketiga tokoh zaman
reformasi di atas melihat anugerah Allah dan ketekunan orang-orang kudus
dari dua pandangan yang berbeda. Bagi Luther dan Calvin, anugerah Allahlah
yang menjadi penyebab keselamatan orang-orang percaya dan yang
memampukan mereka untuk hidup kudus dan bertekun di dalamnya.
Sedangkan bagi Arminius, kehendak bebas manusialah menjadi penyebab
utama dan yang menentukan bagi keselamatan manusia.
Pandangan Tokoh-tokoh Zaman Modern
Untuk delimitasi penulisan, maka pada bagian ini penulis hanya akan
mengetengahkan pandangan dari dua tokoh yaitu, Helmut Richard Niebuhr
dan Karl Rahner.
79 Trevor A. Hart, The Dictionary of Historical Theology (Michigan: William B.
Eerdmans Publishing Company, 2000), 34 80 William G.T. Sheed, A History of Christian Doctrine (Minnesota: Klock & Klock
Christian Publisher, 1978), 497 81 Trevor A. Hart, The Dictionary of Historical Theology...,35 82 Merrill C. Tenney, (ed) Pictorial Encyclopedia of the Bible (Michigan: Zondervan
Publishing House, 1980), 230 83 Philip Schaff, (ed) The Creeds of Christendom vol.1 (Grand Rapids: Baker Book
House, 1983), 519
148
Helmut Richard Niebuhr (1894 - 1962)
Lahir di Wright City, negara bagian Missouri. Memiliki tiga saudara,
dimana dua saudaranya Reinhold dan Huda masing-masing menjadi profesor
di Union Theological Seminary New York dan di McCormick Theological
Seminary Chicago. Ayahnya adalah seorang pendeta dari gereja German
Evangelical Synod of Nort America. Setelah tamat sekolah lanjutan, Richard
masuk sebuah seminari di Elmhurst, Chicago dan setelah lulus tahun 1912, ia
melayani jemaat Evangelical Synod of Nort America di St. Louis.84 Sebagai
seorang profesor theologi dan etika, Richard mengajar di universitas Yale dari
tahun 1931 sampai meninggal.85 Di dalam bukunya yang terkenal Christ and
Culture, ia menggambarkan ada lima kemungkinan hubungan antara Kristus
dan kebudayaan, yaitu: 1. Christ Against Culture, 2. The Christ of Culture, 3.
Christ AboveCulture, 4. Christ and Culture in Paradox dan 5. Christ the
Transformer of Culture.86 Menurut Niebuhr, "Kristus datang bukan hanya
untuk membebaskan manusia dari dosa dan kematian kekal, tetapi juga
datang untuk mengubah, memperbaharui dan menyucikan kebudayaan umat
manusia."87
Lebih lanjut menurut Niebuhr, "iman merupakan realita pergumulan
orang Kristen dengan Allah yang tidak pernah selesai. Reformasi dan
pertobatan merupakan hal yang harus terus menerus terjadi dalam hidup
orang percaya."88 Orang percaya harus terus mengalami transformasi dan
pertobatan harus menjadi bagian dari sejarah hidupnya. Susabda kembali
mengutip Niebuhr yang menyatakan, "I still believe that reformation is a
permanent movement, that metanoia (pertobatan) is the continuous demand
made upon us in historical life."89 Itu berarti, setiap orang percaya dituntut
untuk mempertanggung-jawabkan imannya dengan menunjukkan kesetiaan
84 Yakub B. Susabda, Teologi Modern II (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia,
2001), 4 85 Sinclair B. Ferguson & David F. Wright (eds), New Dictionary of Theology (Illinois:
Inter-Varsity Press, 1994), 469 Varsity Press, 1994), 469 86 Ibid. 87 Yakub B. Susabda, Teologi Modern II..., 15 88 Ibid...,5 89 Ibid...,6; Niebuhr, Reformation: Continuing Imperative, Christian Century 77, 250
149
kepada Allah dalam pengetahuan dan perbuatannya. Kemampuan untuk
mempertanggung-jawabkan iman ini menurut Niebuhr sebagaimana dikutip
Susabda adalah, "karena di dalam diri orang percaya ada kehadirian dari
"absolute obligation" dan pengalaman dengan "the ultimate reality."90
Dengan demikian, kemampuan umat pilihan untuk melakukan
kebenaran dan perbuatan baik sesuai standar Allah adalah semata-mata
karena adanya kehadiran Allah dalam kehidupan mereka.
Karl Rahner (1904 - 1984)
Rahner adalah seorang penganut ordo Jesuit yang mengajar theologi di
Jerman dan Austria, dikenal sebagai seorang pengarang yang subur dan
merupakan theolog Katolik Roma yang sangat berpengaruh dan yang paling
utama abad 20 ini.91 Lahir di Freiburg-im-Breisgau pada tahun 1904. Tahun
1948 menjadi guru besar theologi dogmatika di universitas Innsbruck,
Munchen dan Munster.92
Basis theologi Rahner, adalah theologi antropologi transcendental.
Menurutnya, "pengalaman manusia adalah kunci untuk memahami theologi
atau agama dan sebagai pusat pengalaman transenden.93 Lebih lanjut menurut
Rahner, "transcendental experience means that a pre-reflective experience of
God is present in all human experience.”94 Ini berarti bahwa, semua
pengalaman transenden manusia adalah pengalaman tentang Allah.
Berdasarkan pemahamannya bahwa Allah menghendaki semua orang
diselamatkan di dalam Kristus, maka Rahner sebagaimana dinyatakan
Lumintang, menghasilkan theologi 'anonymous Christ' atau Kristus tidak
bernama yang artinya, Kristus yang ada di agama-agama lain atau Kristus
tanpa nama yang ada di semua agama-agama adalah Kristus yang
menyelamatkan. Dengan demikian menurut Rahner, Allah yang
menyelamatkan di dalam Kristus bukan hanya menyatakan diri-Nya melalui
90 Ibid...,12 91 Sinclair B. Ferguson, New Dictionary Theology...,556 92 Tony Lane, Runtut Pijar.. .,256 93 Sinclair B. Ferguson, New Dictionary Theology...,556 94 Ibid.
150
inkarnasi di dalam dan melalui Yesus Kristus dalam agama Kristen, tetapi
juga melalui Allah yang berinkarnasi melalui Kristus (tanpa nama Kristus) di
dalam agama-agama lain.95
Dalam kaitan dengan rahmat, maka Rahner melihat sebagaimana
dikutip Kilby bahwa, "rahmat Allah bukanlah dalam hal anugerah atau
pemberian sesuatu yang khusus, namun Rahner menggambarkan sebagai
pemberian diri Allah sendiri atau sebagai komunikasi diri Allah."96 Lebih
jauh Rahner menyatakan bahwa, "dengan Allah memberikan diri kepada
manusia dan hidup dalam diri mereka adalah bahwa mereka secara bertahap
diubah, sehingga mereka dapat mengendalikan atau menghilangkan
kebiasaan buruk atau dosa tertentu dan sebagainya."97 Selanjutnya Lane
mengutip pernyataan Rahner yang menyatakan bahwa, "karena kasih karunia
Allah bekerja dalam setiap manusia, maka tidak terkecuali bahkan seorang
ateispun mendapat kesempatan untuk diselamatkan, asalkan ia tidak melawan
hati nuraninya yang ditempati Allah, walaupun pada kenyataannya dia tidak
menyadari akan kehadiran Allah itu.”98 Mengenai hal ini Kilby mengutip
pandangan Rahner yang menyatakan, "Rahmat selalu mengelilingi manusia,
bahkan para pendosa dan mereka yang tidak percaya, sebagai suatu keadaan
yang tidak bisa dihindarkan dari keberadaannya."99 Namun disisi lain
menurut Rahner, "rahmat Allah ini dapat ditolak oleh manusia melalui
kehendak bebasnya. Walaupun begitu, penolakan ini tidak berarti manusia
dapat mengusirnya, akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa manusia terus
menerus hidup dalam pertentangan dengannya."100 Jadi, bagi Rahner "setiap
manusia menerima rahmat Allah. Bahkan seseorang yang belum pernah
mendengar injil sekalipun tetap ada dalam kasih karunia Allah."101 Dengan
demikian, setiap manusia dapat hidup benar dan kudus. Rahmat Allahlah
95 Stevri Indra Lumintang, Teologia Abu-Abu(Batu: Dept. Literatur YPPII, 2002), 109 96 Karen Kilby, Karl Rahner, Tokoh Pemikir Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2001), 36 97 Ibid. 98 Tony Lane, Runtut Pijar.. .,257 99 Karen Kilby, Karl Rahner.. .,39 100 Ibid...,40 101 Tony Lane, Runtut Pijar.. .,258
151
yang membuat mereka dapat melakukan perbuatan baik dan menghilangkan
dosa atau kebiasaan-kebiasaan buruk dalam dirinya. Ini berarti tidak ada
perbedaan antara kekristenan dengan kepercayaan lain.
Dari kedua tokoh abad modern ini, terdapat dua pandangan tentang
doktrin ketekunan orang-orang kudus. Richard Niebuhr melihat bahwa orang
percaya dapat hidup kudus sesuai standar Allah karena ada kehadiran Allah
dalam hidup mereka. Sedangkan bagi Rahner kehidupan benar dan kudus
mampu dilakukan oleh setiap manusia, karena di dalam pengalaman hidup
setiap manusia ada rahmat Allah.
BAB III
RUMUSAN REFORMED TENTANG
DOKTRIN KETEKUNAN ORANG-ORANG KUDUS
Setelah penulis mengetengahkan gambaran tentang sejarah doktrin
ketekunan orang-orang kudus, maka selanjutnya penulis akan
mengetengahkan rumusan doktrin ketekunan orang-orang kudus berdasarkan
pandangan Reformed, yang penulis rangkum mulai dari latar belakang
pemikiran doktrin ketekunan orang-orang kudus, kedaulatan Allah sebagai
dasar theologi Reformed dan pernyataan Reformed mengenai doktrin
ketekunan orang-orang kudus.
Latar Belakang Pemikiran Doktrin Ketekunan Orang-Orang Kudus
Doktrin ketekunan orang-orang kudus, dalam sejarahnya pertama kali
dicetuskan oleh Bapak gereja Augustinus dan berpuncak pada masa reformasi
secara khusus oleh para pengikut Johannes Calvin. Pengajaran Augustinus
mengenai doktrin ini berawal dari pemahamannya tentang predestinasi.
Ferguson menyatakan: "It was Augustine who was clearly elaborated a
doctrine of perseverance, in consequence of his convictions concerning
predestination, but later theology, like some earlier though, entertained the
152
possibility of a falling from grace."102 Lebih lanjut menurut Agustinus, "that
election to eternal life inevitably involves final perseverance. Since salvation
is always God's gift, he entitled his work on perseverance On the Gift of
Perseverance."103 Dengan demikian, menurut Augustinus, umat pilihan akan
dipelihara Allah dan tidak mungkin gagal dalam anugerah keselamatannya,
olehnya umat pilihan akan dapat memelihara kekudusan hidupnya dan
bertahan sampai akhir.
Sedangkan Luther memahami doktrin ini hanya secara parsial, dia gagal
untuk mengembangkan doktrin ini. Dalam kaitan ini Ferguson menyatakan,
"Luther was equivocal about perseverance because of the tension in his
thought on grace and law."104 Namun, Calvin justru mempertegas doktrin
yang telah dimulai oleh Augustinus. Menurut Calvin, "Christ died only for
the elect and their salvation was guaranteed. God would never allow any to
fall away; they are kept in the faith by the almighty power of God."105 Dengan
demikian bagi Calvin, kematian Kristus bukan hanya bertujuan untuk
memberi keselamatan bagi umat pilihan-Nya, tetapi juga memberi jaminan
bahwa ketekunan dalam iman sampai akhir itu bukan berdasarkan
kemampuan dan kemauan umat pilihan, tetapi atas dasar kuasa dari Allah
Yang Mahakuasa.
Atas dasar pemikiran demikian, maka baik Calvin maupun iman
Reformed, akhirnya memformulasikan doktrin ini kedalam rumusan
pengakuan iman Westminster Bab XVII:1, sebagai berikut: "Mereka yang
telah diterima Tuhan sebagai kekasih-kekasih Allah, yang telah dipanggil
demi tujuan baik dan telah disucikan oleh Roh-Nya, sama sekali tidak akan
terbuang dari wilayah anugerah, tetapi terus bertekun hingga akhir dan
selamat selamanya."106 Sebelumnya, pada sidang di Dordrecht tahun 1619
berhasil dirumuskan pengakuan iman Reformed yang disebut Canons of Dort.
102 Sinclair B. Ferguson & David F. Wright (ed), New Dictionary Theology...,50 103 Carl F.H. Henry (ed), Basic Christian Doctrines (Michigan: Baker Book House,
1977),236 104 Sinclair B. Ferguson & David F. Wright (ed), New Dictionary oj Theology...,507 105 Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology...,845 106 Th, van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001), 117
153
Pada bagian kelima pengakuan iman ini, disebutkan bahwa Allah memelihara
orang-orang percaya, sehingga mereka tidak mungkin kehilangan
keselamatannya.107 Melalui sidang di Dort, rumusan Remonstran akhirnya
ditolak. Doktrin ketekunan orang-orang kudus sampai saat ini terus menjadi
doktrin yang dipegang teguh oleh theologi Reformed.
Kedaulatan Allah Sebagai Dasar Theologi Reformed
Kedaulatan Allah merupakan pengajaran atau doktrin dasar dari
theologi Kristen yang dinyatakan Alkitab. Pink menyatakan bahwa, "the
doctrine of God's sovereignty lies at the foundation of Christian theology, and
in importance is perhaps second only to the divine inspiration of the
scriptures. It is the centre of gravity in the system of Christian truth."108 Kata
kedaulatan berasal dari kata daulat yang berarti kekuasaan tertinggi atas
pemerintahan negara, daerah dan sebagainya. Berkenaan dengan Allah, maka
Kedaulatan Allah berarti kekuasaan tertinggi ada pada Allah.109 Allah yang
berdaulat berarti Allah yang berotoritas.
Otoritas Allah meliputi semua ciptaan, dan otoritas-Nya tidak
dipengaruhi atau disebabkan oleh apapun dan oleh siapapun. Menurut
Boettner, "It has been recognized by Christians in all ages that God is the
Creator and Ruler of the universe, and that as the Creator and Ruler of the
universe He is the ultimate source of all the power that is found in the
creatures".110 Iman Reformed yang diformulasikan oleh Johannes Calvin
memiliki dasar pijakan utama pada doktrin kedaulatan Allah. Itulah sebabnya
Boettner menyatakan, "Prinsip dasar dari Calvinisme adalah kedaulatan
Allah."111 Kedaulatan Allah yang mutlak atas segala ciptaan ini, membuat Dia
memiliki hak untuk melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya, tanpa
107 Yakub B. Susabda, Pengantar Kedalam Iman Reformed...,100 108 A.W. Pink, The Sovereignty of God (London: The Banner of Truth Trust, 1968),
139 109 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia...,
240 110 Loraine Boettner, The Reformed Doctrine of Predestination...,30 111 Loraine Boettner, Iman Reformed..., 11
154
dapat dipengaruhi oleh apapun. Dalam hal ini Sproul mencatat:
Allah adalah penyebab dari segala sesuatu yang berada di bawah
otoritas-Nya. la menciptakan alam semesta, dan la memiliki alam
semesta. Pemilikan-Nya itu memberikan hak-hak tertentu kepada-
Nya. Salah satunya adalah la berkenan memperlakukan alam
semesta-Nya ini sesuai dengan kehendak-Nya yang kudus.112
Dengan demikian, kedaulatan Allah merupakan kuasa Allah yang
berotoritas terhadap segala ciptaan, baik yang rohani maupun jasmani.
Otoritas ini dinyatakan melalui kehendak-Nya yang bebas, tidak bergantung
dan tidak dipengaruhi oleh apapun. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya
pasti terjadi, dan segala sesuatu yang ada pada-Nya, tetap selama-lamanya.
Pernyatan Reformed Tentang Doktrin Ketekunan Orang-Orang Kudus.
Doktin ketekunan orang-orang kudus, telah dinyatakan dalam berbagai
pengakuan iman Reformed dan katekismus yang menjadi inti pengajaran
iman Reformed. Pada bagian ini, akan dipaparkan doktrin ketekunan orang-
orang kudus melalui berbagai pernyataan iman Reformed, sebagai berikut:
Pengakuan Iman Belgic (1561).
Pengakuan iman ini merupakan formulasi dari pengakuan iman gereja-
gereja Reformed yang tertua di Netherlands. Pengakuan iman ini disusun oleh
Guido de Bres di Belgia.113 Menurut iman Reformed, iman yang benar harus
menghasilkan ketekunan dalam melaksanakan kehendak Allah. Bagian ini
dinyatakan dalam pengakuan iman Belgic pasal 24 sebagai berikut:
Kita percaya, bahwa iman yang sejati itu, yang dihasilkan dalam
112 R.C. Sproul, Kaum Pilihan Allah (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1998),
15 113 Yakub B. Susabda, Pengantar Kedalam Teologi Reformed...,95
155
hati manusia oleh pendengaran akan Firman Allah dan oleh
pekerjaan Roh Kudus, membuat manusia lahir kembali dan
menjadi manusia baru dan memerdekakannya dari perhambaan
dosa. Oleh sebab itu, iman yang membenarkan itu sekali-kali tidak
mengurangi gairah manusia untuk hidup saleh dan suci.
Sebaliknya, tanpa iman itu manusia tidak akan berbuat sesuatu
apapun oleh kasih kepada Allah, tetapi hanya oleh kasih kepada
diri sendiri dan karena takut dihukum. Jadi, mustahil iman kudus
itu menganggur dalam diri manusia, mengingat kita tidak
berbicara tentang iman yang hampa, tetapi tentang iman yang oleh
Alkitab disebut iman yang bekerja oleh kasih (Galatia5:6).114
Jadi, bukti dari iman yang sejati adalah hidup sesuai kehendak Allah.
Umat Allah dituntut untuk menunjukkan sikap hidup sesuai panggilannya,
yaitu menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Untuk mencapai kehidupan
serupa Kristus membutuhkan proses. Dalam proses mencapai kesempurnaan
ini, umat pilihan membutuhkan pertolongan kasih dan kesetiaan Allah.
Canons of Dort
Di dalam pengakuan iman Reformed yang disebut "the Canons of Dort"
pada pasal ajaran ke-5 : 3 disebutkan bahwa:
Lantaran sisa-sisa dosa yang masih tinggal dalam diri mereka, dan
juga oleh sebab godaan dunia dan Iblis, maka orang-orang yang
telah bertobat itu tidak sanggup bertekun dalam kasih karunia,
seandainya mereka dibiarkan berusaha dengan kekuatan sendiri.
Tetapi Allah setia. Dengan penuh rahmat diteguhkan-Nya mereka
dalam kasih karunia yang pernah diberikan kepada mereka, dan
sampai akhirnya mereka dipelihara-Nya di dalamnya dengan
kuat.115
114 Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme..., 38-39 115 Ibid...,83
156
Pengakuan Iman Westminster
Pengakuan Iman Westminster yang merupakan hasil dari persidangan
gereja-gereja Protestan Inggris dan Skotland di Westminster Abbey, London
yang berlangsung dari tahun 1643-1649 juga membahas proses mencapai
keserupaan dengan Kristus ini melalui Bab XIII: 2 dan 3:
2). Pengudusan itu bersifat menyeluruh dan menyangkut manusia
seutuhnya, namun tidak sempurna dalam hidup ini, sebab disemua
bagiannya masih tinggal beberapa sisa kerusakan. Dari situ
lahirlah peperangan yang terus-menerus dan yang tidak dapat
diakhiri dengan perdamaian, sebab keinginan daging berlawanan
dengan Roh, dan keinginan Roh berlawanan dengan daging. 3).
Dalam peperangan ini, kerusakan yang masih tinggal dapat saja
untuk sementara waktu berada di atas angin. Namun, karena Roh
Kristus yang menguduskan terus-menerus menyediakan kekuatan
baru, maka bagian yang telah dilahirkan kembali akhirnya
menang. Dengan demikian orang- orang kudus bertumbuh dalam
kasih karunia dan menyempurnakan kekudusannya dalam takut
akan Allah.116
Dengan demikian, kasih dan kesetian Allah dalam memelihara yang
memampukan umat pilihan hidup bertekun sampai akhir. Namun, keyakinan
terhadap pemeliharaan Allah tidak harus membuat umat pilihan sombong,
tetapi hal itu harus menjadi dasar bagi kerendahan hati dan kesalehan hidup
yang sejati. Canons of Dort pasal 5 : 12 menyatakan:
Akan tetapi, kepastian tentang ketekunan ini sekali-kali tidak
membawa orang yang benar-benar percaya itu pada kesombongan
dan ketidakacuhan menurut daging. Sebaliknya, ketekunan itu
sungguh-sungguh menjadi akar kerendahan hati, keseganan
116 Ibid...,113
157
seorang anak, kesalehan yang sejati, kesabaran dalam segala
perjuangan, doa-doa yang berapi, ketabahan dalam memikul salib
dan dalam mengaku kebenaran, serta juga sukacita yang teguh di
dalam Allah. Begitu pula perenungan anugerah itu justru
merangsang mereka untuk dengan sungguh-sungguh dan tetap
melakukan pengucapan syukur dan perbuatan baik. Hal ini nyata
dari kesaksian-kesaksian Alkitab dan dari teladan orang kudus.117
Dengan penjelasan ini membuktikan, bahwa iman yang sejati akan
menunjukkan sikap hidup yang sesuai kehendak Allah, yaitu sikap hidup
yang berorientasi pada keserupaan dengan Yesus Kristus. Oleh karena itu,
umat pilihan membutuhkan pertolongan Allah agar mereka dapat bertekun
untuk mencapai tujuan akhir.
Katekismus Heidelberg (1563)
Pernyataan iman Reformed terhadap ketekunan orang-orang kudus juga
terdapat dalam bentuk katekismus. Dalam katekismus Heidelberg (1563)
yang menjadi pedoman pengajaran agama dan kitab pengakuan iman dalam
gereja-gereja Calvinis berbahasa Jerman dan Belanda118 melalui pertanyaan
ke 53 menyatakan, "Roh Kudus dikaruniakan kepada setiap orang percaya,
supaya melalui iman sejati, mereka beroleh bagian dalam Kristus dan segala
anugerah-Nya, menghibur dan menyertai mereka untuk selama-lamanya."119
Katekismus kecil Westminster
Di dalam Katekismus kecil Westminster pertanyaan ke-35 ditulis
bahwa, "Pengudusan adalah perbuatan rahmat Allah yang bebas. Dengannya
kita dibaharui, sebagai manusia seutuhnya, menurut gambar Allah, dan
dibuat mampu untuk makin lama makin banyak mati bagi dosa dan hidup
bagi kebenaran."120 Selanjutnya, di dalam pertanyaan ke-36, katekismus kecil
117 Ibid...,85 118 Ibid...,201 119 Ibid...,214 120 Ibid...,319
158
Westminster tertulis bahwa, "hasil pengudusan adalah keyakinan bahwa
Allah mengasihi umat pilihan-Nya, memberi mereka damai dalam hati,
sukacita oleh Roh Kudus, pertambahan anugerah dan ketekunan di dalamnya
hingga akhir."121
Dari pernyataan-pernyatan iman Reformed ini, maka dapat disimpulkan
bahwa doktrin ketekunan orang-orang kudus merupakan bagian pokok dari
pengakuan iman Reformed. Doktrin ketekunan orang-orang kudus menurut
iman Reformed, bertolak dari iman yang sejati kepada Allah di dalam Yesus
Kristus. Melalui ketekunan ini, umat pilihan Allah diproses untuk mencapai
tujuan panggilannya, yaitu menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Di dalam
proses ini, umat pilihan tidak dapat melakukannya hanya dengan
berlandaskan pada kekuatan dirinya sendiri, tetapi harus melalui pertolongan
dan pemeliharaan Allah
BAB IV
KESIMPULAN DAN IMPLEMENTASI DOKTRIN KETEKUNAN
ORANG-ORANG KUDUS BAGIORANG PERCAYA KINI DAN
SETERUSNYA
Doktrin ketekunan orang-orang kudus dalam perspektif Reformed
merupakan pengajaran Alkitab yang menyatakan, bahwa keselamatan umat
pilihan tidak dapat hilang karena dijamin oleh kekuatan dan kuasa Allah Yang
Mahakuasa. Melalui kuasa Allah ini, umat pilihan dijaga dan dipelihara
sehingga mereka mampu untuk bertekun dalam melakukan kehendak Allah.
Di dalam sejarahnya, terdapat dua pandangan terhadap doktrin
ketekunan orang-orang kudus. Disatu pihak menyatakan, bahwa orang-orang
percaya yang telah memperoleh anugerah keselamatan dari Allah, belum
terjamin keselamatan mereka, artinya keselamatan mereka bisa hilang bila
mereka melakukan dosa yang membawa pada kebinasaan. Dilain pihak,
121 Ibid.
159
pandangan yang menyatakan bahwa orang-orang percaya sejati yang telah
menerima anugerah keselamatan dari Allah, tidak akan kehilangan
keselamatan mereka. Inilah pandangan yang menjadi pedoman iman
Reformed.
Doktrin ketekunan orang-orang kudus dalam perspektif Reformed,
merupakan doktrin yang dibangun berdasarkan ajaran Alkitab dengan
berpedoman pada kedaulatan Allah sebagai dasar theologia Reformed.
Doktrin ketekunan orang-orang kudus, telah di formulasikan ke dalam
rumusan-rumusan iman Reformed, yaitu pengakuan iman dan katekismus.
Implementasinya bagi orang-orang percaya.
Doktrin ketekunan orang-orang kudus dalam perspektif Reformed,
disepanjang sejarah kekristenan akan terus menghadapi berbagai macam
tantangan dan penolakan, namun satu keyakinan yang pasti, bahwa doktrin
ini akan tetap bertahan dan mampu menghadapi setiap serangan dan
penolakan dari orang-orang yang tidak menerimanya, karena doktrin ini
bersumber dari pengajaran Alkitab, yaitu Firman Allah. Demikian pula, Allah
akan terus memelihara pengajaran ini dengan berbagai cara, diantaranya
dengan membangkitkan orang-orang percaya yang tekun mempelajari firman
Tuhan dan senantiasa setia terhadap pengajaran Alkitab yang benar.
Melalui pemahaman yang benar terhadap doktrin ketekunan orang-
orang kudus dalam perspektif Reformed ini, maka setiap orang percaya
benar-benar memiliki jaminan yang pasti akan keselamatan hidupnya.
Kepastian bahwa keselamatan mereka tidak akan terhilang, berimplikasi pada
kerinduan dan ketetapan hati mereka untuk hidup kudus dan benar dihadapan
Tuhan, dan akan mendorong orang-orang percaya untuk semakin giat
melakukan kehendak Tuhan, membenci perbuatan dosa, dan bukan
sebaliknya.
Kepastian akan keselamatan tidak membuat orang percaya menjadi
sombong dan menjalani hidup dengan sembarangan, sebaliknya akan
membuat mereka semakin rendah hati, hidup saleh, semakin mengasihi
sesamanya, bersikap sabar dalam segala hal, dan terus merasa rindu untuk
menyenangkan hati Tuhan di dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
160
DAFTAR PUSTAKA
LAI, Alkitab
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia
Baker, Robert A, A Summary of Christian History (Tennessee: Broadman
Press, 1959)
Berkhof, Hdan I.H Enklaar, Sejarah Gereja( Jakarta: BPK Gunung
Mulia,2000)
Berkhof, Louis, Teologi SistimatikaJilid I(Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, cet.3, 1997)
_____________, Teologi Sistimatika, Vol.2 (Jakarta: Lembaga Reformed
Injili Indonesia, 1995)
Boettner, Loraine, The Reformed Doctrine of Predestination(New Jersey:
Presbyterian and Reformed Publishing Company,1932)
___________,Reformed Faith, terj (Surabaya: Momentum, 2000)
Brauer, Jerald C, The Westminster Dictionary of Church History
(Philadephia: The Wistminster Press, 1971)
Calvin, Yohannes, Institutio (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983)
Cunliffe-Jones, Hubert (ed), A History of Christian Doctrine (Philadelphia:
Fortres Press, 1978)
Dabney, R.I, Lectures in Systematic Theology (Michigan:Baker Book House,
1986)
Dowley, Tim (ed), The History of Christiany (England : Lion Publishing Plc,
1997)
Elwell, Walter A, Evangelical Dictionary of Theology (Grand Rapids: Baker
Book House, 1997)
Enns, Paul, The Moody Handbook Theology, terj (Malang: Seminar Alkitap
Asia Tenggara, 2004)
Ferguson, Sinclair B. & David F. Wright (eds), New Dictionary of Theology
(Illinois: Inter-Varsity Press, 1994)
Grudem, Wayne, Systematic Theology (Michigan: Zondervan Publishing
161
House, 1994)
Hart, Trevor A, The Dictionary of Historical Theology (Michigan: William
B. Eerdmans
Henry, Carl F.H. (ed), Basic Christian Doctrines (Michigan: Baker Book
House, 1977)
Jonge, Christian de, apa itu Calvinime? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999)
Kilby, Karen, Karl Rahner, Tokoh Pemikir Kristen, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2001)
Kuhl, Dietrich, Sejarah Gereja Jilid 1 (Batu: Dept. LiteraturYPPII, 1998)
Lane, Tony, Runtut Pijar (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1996)
Lohse, Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1989)
Lumintang, Stevri I, Teologi Abu-Abu( Batu: Dept. Literatur YPPII, 2002)
Luther, Martin, Katekismus Besar (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996)
Lutzer, Erwin W, Teologi Kontemporer(Malang: Gandum Mas, 1999)
McClintock, John & James Strong, Cyclopedia of Biblical, Theology and
Ecclesiastical Literature
McGrath, Alister E, Studies in Doctrine (Michigan: Zondervan Publishing
House, 1997)
___________ , Sejarah Pemikiran Reformasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2002)
Moyer, Elgin S, Great Leaders of the Christian Church (Chicago: Moody
Press, 1951)
Muller,Richard A, Dictionary of latin and greak Theological Term
(Michigan: Baker Book House, 1985)
Murray, John, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Surabaya:
Momentum, 1999)
Palmer, Edwin, 5 Pokok Calvinisme(Jakarta, Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1996)
Pink, A.W, The Sovereignty of God (London: The Banner of Truth Trust,
1968)
Ryle, J.C, Aspek-aspek Kekudusan (Surabaya: Momentum, 2003)
Schaff, Philip (ed), A Select Library of the Nicene And Post Nicene Fathers
162
of the Christian Church vol. V, St. Augustine ( Michigan:
William B. Eerdmans Publishing Company, 1987)
___________,(ed), The Creeds of Christendom vol.1 (Grand Rapids: Baker
Book House, 1983)
Sheed, William G.T, A History of Christian Doctrine (Minnesota: Klock &
Klock Christian Publisher, 1978)
Sproul, R.C, Kaum Pilihan Allah (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
1998)
Susabda, Yakub B, Pengantar Kedalam Teologi Reformed (Jakarta: Lembaga
Reformed InjiliIndonesia, 1994)
___________, Teologi Modern II (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 2001)
Tenney, Merrill C, (ed) Pictorial Encyclopedia of the Bible (Michigan:
Zondervan Publishing House, 1980)
Tong, Stephen, Peta Dan Teladan Allah, (Jakarta: Lemabaga Reformed Injili
Indonesia, 1990)
Van den End,Th, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2001)
Wiliamson, G.I, Katekismus Singkat Westminster Jilid I (Surabay:
Momentum, 1995)
Willem, F.D, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja
(Jakarta: BPKGunungMulia, 1987)
PEMAHAMAN TENTANG IDENTITAS DIRI DALAM KRISTUS
Oleh: Dr. Epafras Mujono, M.Th.1
Abstrac
This paper is descriptive and is a pure literature study. This paper
is motivated by the practical fact that there are still people who already
believe in Jesus, but lack (in fact) understand their identity in Christ correctly.
Though a person's understanding of his identity will affect his feelings, his
attitude and his behavior, both to himself, to others and to God. This paper
aims to explain what is identity in Christ? Why do believers need to
understand their identity in Christ? And Does the purpose of the believer
understand his identity in Christ?
This discussion of the understanding of identity in Christ is based
on several theories: First, the theory of Neil T. Anderson, is used as the initial
framework of the notion of identity in Christ. Second, the learning theory of
Benjamin S. Blooms, used to discuss about understanding.
Keywords: Understanding, identity in Christ
Pengertian Pemahaman
Menurut beberapa penulis, pengertian pemahaman ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: Menurut Kamus Ilmiah Popular, pemahaman
berasal dari kata paham yang mendapat imbuhan pe–an. Paham memiliki
beberapa makna tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran.2 Pengertian
yang cocok dengan penelitian ini adalah mengerti dengan benar. Demikian
juga Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ‘paham’
berarti mengerti benar akan sesuatu atau tahu benar akan sesuatu.3 Dan
1Dosen Pengajar di prodi Magister Pendidikan Agama Kristen, UKRIM, Yogyakarta. 2Paul A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular, (Surabaya: Arloka,
2001), 172.
3 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, “paham” dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 714.
164
pemahaman dapat didefinisikan sebagai tingkat pengertian yang sebenarnya
atau tingkat pengetahuan yang sebenarnya, akan sesuatu.4 Menurut W. J. S.
Porwadarminto, pemahaman didefinisikan proses berpikir dan belajar.
Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu dicapai
dengan cara belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan
dan cara memahami.5 Pengertian yang sesuai dengan pembahasan ini adalah
perbuatan memahami.
Dan dalam konteks pengajaran, menurut taksonomi Benyamin S.
Bloom, dijelaskan bahwa kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari
pada mengetahui. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak
dipertanyakan, sebab untuk memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui
atau mengenal.6 Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang
untuk mengerti sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata
lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia
dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang
hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan
jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau
hafalan. Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan
seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang
diketahuinya. Dalam hal ini dia tidak sekedar hafal secara verbalitas, tetapi
memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka
operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan,
mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi
contoh, memperkirakan, menentukan dan mengambil keputusan.7
4Ibid, 741. 5W.J.S. Porwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,1991), 636.
6Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Balajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008), 24.
7Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip Dan Teknik Evaluasi pengajaran, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya,1997), 44.
165
Definisi pemahaman menurut Anas Sudijono adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui
tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan dan hafalan.8 Dan menurut Yusuf Anas, yang dimaksud dengan
pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang
sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai
dengan maksud penggunaannya.9 Jadi berdasarkan beberapa pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan kemampuan
seseorang untuk dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang
lebih rinci tentang sesuatu hal dengan menggunakan kata-katanya sendiri,
setelah seseorang tersebut mengerti. Ini merupakan jenjang kemampuan
berpikir yang setingkat lebih tinggi dari mengingat atau menghafal.
Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang
mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya.
Pengertian Identitas Diri dalam Kristus
Identitas diri yang dimaksudkan di sini, bisa juga disebut sebagai
gambar diri, ataupun citra diri. Atau secara praktis identitas diri merupakan
jawaban dari pertanyaan ‘Who am I?’ (Siapakah saya sebenarnya?). Hal ini
juga secara praktis dapat diukur dengan pertanyaan ‘Dalam hal apakah atau
siapakah saya merasa berharga?’ Jadi identitas diri adalah gambaran atau
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.
Neil T. Anderson memberikan penjelasan bahwa identitas diri
yang baru di dalam Kristus dapat diartikan sebagai penilaian yang seharusnya
dimiliki oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, menurut penilaian Tuhan,
8Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996), 50.
9Yusuf Anas, Managemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, (Jogja: IRCiSoD,
2009), 151.
166
sesudah seseorang percaya kepada Yesus.10 Dengan kata lain, identitas diri
dalam Kristus merupakan jawaban terhadap pertanyaan apa atau siapakah diri
seseorang yang sudah percaya Yesus menurut penilaian Allah, seperti yang
tertulis dalam Alkitab, karena status imannya kepada Yesus.11 Oleh karena
itu, status atau identitas ini hanya dimiliki oleh seseorang yang sudah percaya
kepada Yesus, dan status ini dianugerahkan oleh Yesus, melalui karya
penyelamatan-Nya.12 Dari sisi manusia penerima status atau identitas di
dalam Kristus ini, peranannya hanyalah iman atau kepercayaannya kepada
Yesus dan karya-Nya.
Jadi, jelaslah bahwa yang dimaksudkan dengan identitas diri
dalam Kristus dalam penelitian ini adalah nilai atau harga diri seseorang yang
bukan didasarkan kepada penampilan fisiknya, hartanya, kedudukannya,
kepandaiannya, kecakapannya bahkan perbuatan baiknya. Karena Allah
tidak pernah menilai seseorang berdasarkan perkara-perkara di atas. Tetapi
identitas diri ini adalah nilai atau harga diri yang dimiliki oleh seseorang
secara rohani, karena status rohaninya, yang sudah lahir baru karena percaya
Yesus (IIKor. 5:17). Dalam hal ini jelaslah bahwa identitas diri ini adalah
nilai diri berdasarkan penilaian Allah atas setiap orang yang percaya, seperti
apa yang dijelaskan dalam Alkitab (Yang dalam tulisan berikutnya secara
khusus akan dibahas tentang identitas diri dalam Kristus berdasarkan Kitab
Filipi).
Pentingnya Pemahaman Identitas Diri dalam Kristus
Sebenarnya setiap orang yang sudah percaya Yesus secara pribadi
atau sudah lahir baru, secara pasti telah memiliki identitas yang baru dalam
Kristus. Hal ini disebabkan karena identitas yang baru dalam Kristus itu
secara otomatis diberikan oleh Allah, pada saat seseorang percaya Yesus.
Oleh karena itu pemahaman tentang identitas yang baru dalam Kristus
10Neil T. Anderson, pen.Pauline Tiendas, Siapakah Anda Sesungguhnya, (Bandung:
Lembaga Literatur Baptis, 1999), 20. 11Ibid, 66. 12Dave Haegelberg, pen. Suryadi, Tafsiran Surat Filipi, (Yogyakarta: ANDI Offset,
2008) , 20.
167
sebenarnya sangat penting dan sangat perlu untuk dimiliki setiap orang
percaya. Beberapa hal yang merupakan alasan pentingnya pemahaman
identitas yang baru dalam Kristus ini adalah sebagai berikut:
Karena Identias dalam Kristus adalah Kebenaran yang harus Dipercayai
Identitas diri yang baru dalam Kristus, yang dimiliki oleh setiap
orang percaya kepada Yesus adalah kebenaran, yang dinyatakan langsung dan
jelas dalam Alkitab. Secara khusus kebenaran tentang identitas diri dalam
Kristus, yang ditulis dalam Alkitab harus dipercayai, supaya otoritasnya
menjadi terealisasi.13 Banyak bagian Alkitab yang menyatakan kebenaran,
tentang hal ini. Secara khusus dalam kitab Filipi dinyatakan dalam dalam
beberapa istilah: ‘orang kudus dalam Kristus’ (Fil. 1:1b), ‘saudara dalam
Kristus’ (Fil. 1:12, 14) dan ‘saudara yang kekasih’ (Fil.2:1-5, 12; 3:1a;
4:1a,1c), ‘orang-orang bersunat secara rohani’ (Fil.3:3), ‘warga Kerajaan
Sorga’ (Fil. 3:20), ‘sukacita dan mahkota bagi hamba Tuhan’ yang
memenangkannya (Fil. 4:1b).
Semua kebenaran dalam Alkitab yang adalah Firman Allah,
dinyatakan oleh Allah, dimaksudkan untuk dipahami, dipercayai, dihayati
dan dilakukan oleh orang percaya.14 Kebenaran-kebenaran Allah itu patut
untuk diterima atau dipercayai, dan selanjutnya perlu memenuhi pikiran
dengan kebenaran-kebenaran itu.15 Ini termasuk kebenaran-kebenaran
mengenai identitas diri dalam Kristus ini. Kebenaran-kebenaran yang ada
dalam Alkitab adalah kebenaran yang mutlak yang tidak bisa diganggu gugat,
termasuk oleh orang percaya sendiri.16 Bahkan seandainya terdapat orang
Kristen yang tidak mempercayai kebenaran itu, itu semuanya tetap
kebenaran. Kebenaran-kebenaran Firman Tuhan itu disampaikan oleh Allah
13Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 105. 14Neil T. Anderson, Siapakah Anda Sesungguhnya, 84. 15Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 207.
16Neil T. Anderson, Siapakah Anda Sesungguhnya, 86.
168
kepada umat, bukan hanya untuk dipahami, tetapi untuk dipercayai ataupun
dilakukan.17
Karena Identias dalam Kristus Merupakan Sumber Daya yang Besar
Sebenarnya identitas yang baru dalam Kristus sudah dimiliki oleh
setiap orang yang sudah percaya Yesus secara pribadi (lahir baru). Identitas
yang baru dalam Kristus ini merupakan sumber daya yang besar, yang
dimiliki oleh setiap orang percaya, terutama untuk perubahan hidup.18 Tetapi
sering kali hal ini tidak dipahami atau tidak dimengerti oleh orang percaya
sendiri, sehingga orang-orang Kristen yang semacam ini tidak tahu
bagaimana mendayagunakan sumber daya yang besar ini. Beberapa alasan
yang mempertegas bahwa identitas dalam Kristus merupakan sumber daya
yang besar atau sangat bernilai, dalam diri orang percaya, adalah sebagai
berikut: Pertama, identitas ini dimiliki orang percaya sangat mahal harganya,
sehingga Allah mengarunikannya kepada manusia, di dalam Yesus Kristus.
Dalam hal ini manusia tidak sanggup untuk membeli atau membayarnya. Dan
semua karya Allah itu dimulai dari sejak kekekalan, dimulai dari karya pilihan
Allah (Ef. 1:3-4), yang pada akhirnya menjadikan orang-orang pilihan itu
sebagai orang percaya. Orang-orang percaya inilah yang memiliki identitas
yang baru dalam Kristus. Inilah yang menjadikan nilai dari identitas diri
dalam Kristus itu menjadi sangat berharga, menjadikan hal ini sebagai sumber
daya yang mahal dan besar.
Kedua, identitas diri yang baru dalam Kristus ini dapat
didayagunakan untuk kemenangan ataupun keefektifan hidup orang percaya.
Kedudukan atau identitas orang percaya di dalam Yesus itu sangat kuat
otoritasnya di dalam diri orang percaya, dan tidak bisa digoyahkan oleh
siapapun, termasuk oleh si jahat.19 Pemahaman tentang identitas yang baru
dalam Kristus ini dapat dipergunakan untuk menjadi landasan bagi orang
17Ibid., 69. 18Ibid, 83. 19Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 83.
169
percaya untuk hidup benar sesuai dengan identitas dalam Kristus ini.
Kebenaran-kebenaran Firman Tuhan, termasuk kebenaran tentang identitas
diri dalam Kristus itu, berdaya guna untuk menggantikan kebohongan-
kebohongan yang ditanamkan si jahat pada diri orang percaya.20 Pemahaman
terhadap identitas dalam Kristus ini juga bisa dipergunakan untuk pijakan
bagi orang percaya untuk menang dalam menghadapi pencobaan hidup,
bahkan serangan serangan si jahat sekalipun.
Namun demikian, sangat disayangkan adanya orang percaya yang
kurang atau bahkan tidak paham mengenai identitas diri dalam Kristus ini.
Ataupun juga didapati bahwa terdapat sebagian orang percaya yang memilih
untuk tidak mempercayai kebenaran-kebenaran mengenai identitas dalam
Kristus ini.21 Mempercayai dan mentaati kebenaran Firman Tuhan adalah
pilihan yang harus diambil oleh setiap orang percaya. Demikian juga
mempercayai kebenaran tentang identitas dalam Kristus adalah pilihan setiap
orang percaya.22
Ketidakpahaman orang percaya tentang identitas yang baru dalam
Kristus ini, dapat disebabkan oleh berbagai macam kemungkinan: Pertama,
memang orang Kristen ini tidak diajar atau tidak menerima pengajaran
tentang identitas diri yang baru dalam Kristus. Kedua, orang Kristen masih
terikat oleh identitas dirinya yang lama sebelum percaya kepada Yesus, yang
biasanya sudah sangat lama dipercayainya. Ketiga, orang Kristen kalah
terhadap godaan dunia dalam hal sistem nilai. Artinya bahwa Iblis bekerja di
dunia ini, salah satunya adalah menggunakan sistem nilai dunia, yang
meletakkan harga diri seseorang kepada kekayaan, kekuasaan, penampilan
fisik, kepandaian dan lain sebagainya.
20Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 204.
21Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 227. 22Ibid., 234.
170
Karena Pemahaman Identitas dalam Kristus akan Mempengaruhi
Penghayatannya
Pemahaman tentang identitas diri yang baru dalam Kristus sangat
penting untuk dipahami orang percaya. Hal ini disebabkan oleh karena sering
kali ditemukan orang percaya yang sebenarnya mengerti (secara kognitif)
tentang identitasnya yang baru itu, tetapi tidak dihayatinya (secara afektif)
dan akhirnya tidak bertingkahlaku (secara psikomotorik) sesuai identitas
yang baru tersebut. Kebenaran tentang identitas yang sesungguhnya yang
dimiliki oleh setiap orang percaya hanya ditemukan dalam hubungannya
secara pribadi dengan Kristus.23 Itulah sebabnya penghayatan terhadap
kebenaran ini sangat diperlukan. Penghayatan yang dimaksudkan di sini
adalah bagaimana seseorang merasa itu perlu baginya, dan dengan
pemahaman itu seseorang memiliki sikap yang tepat. Mempercayai
kebenaran dan berjalan dalam iman, sesuai dengan apa yang dipercayai oleh
orang percaya akan mempengaruhi perasaannya (emosinya).24 Dalam
perasaan inilah penghayatan terjadi, penghayatan yang positif menjadikan
seseorang merasa perlu untuk melakukannya, bersikap rendah hati karena
sadar akan identitasnya dalam Kristus, diterima hanya karena anugerah Allah.
Memang semestinya pemahaman seseorang mengenai dirinya
sendiri akan mempengaruhi penghayatan (perasaan, sikap) dan akhirnya
berpengaruh kepada perilaku seseorang, termasuk pemahaman tentang
identitas yang baru dalam Kristus ini, yang sebenarnya sudah dimiliki oleh
setiap orang percaya. Kebenaran Firman Tuhan (termasuk tentang identitas
dalam Kristus ini), jika dihayati dengan benar dapat membebaskan orang
percaya dari pemahaman yang tidak benar.25 Namun kenyataannya sering
ditemukan bahwa sebenarnya orang percaya sudah diajar, sudah mengerti
namun tidak dihayati apalagi dilakukannya. Memang terlalu mudah untuk
23Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 7. 24Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 234. 25Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 211.
171
hanya menjadi pendengar Firman Tuhan yang diajarkan, dan tidak menjadi
pelaku Firman Tuhan. Tetapi Firman Tuhan disampaikan Allah kepada
manusia dengan tujuan untuk dimengerti, dihayati dan dilakukan.
Karena Masih Adanya Orang Percaya yang Beridentitas Keliru
Pemahaman tentang identitas yang baru dalam Kristus penting,
karena secara praktis, tidak sedikit orang percaya kepada Yesus, yang
memiliki identitas diri yang keliru dan masih hidup dalam identitas yang
keliru itu. Salah satu masalah yang menjadi pergumulan dari orang percaya
adalah soal identitas: Siapakah aku?26 Dalam tulisan ini, yang dimaksudkan
dengan identitas diri yang keliru adalah identitas diri, yang diletakkan selain
identitas diri dalam Kristus. Secara praktis identitas diri yang keliru dapat
dilihat pada identitas atau harga diri seseorang, yang diletakkan pada latar
belakang keluarga, ketampanan/kecantikan diri, penampilan, warna kulit,
macam rambut, kekayaan, kedudukan, gelar, kepandaian dan lain sebagainya.
Intinya identitas diri orang Kristen yang keliru adalah identitas diri yang
diletakkan di atas dasar selain dari Kristus dan karya-Nya dalam
kehidupannya.
Sistem nilai diri merupakan salah satu sarana yang empuk yang
dipakai oleh dunia dan si jahat untuk menggodai dan menjatuhkan orang
Kristen. Dengan kata lain, orang percaya sudah berhasil ditipu oleh si jahat
dalam meletakkan identitas dirinya, karena tipuan adalah senjata Iblis yang
paling besar, tetapi halus.27 Hal ini disebabkan oleh realita, bahwa sistem
nilai diri yang ditawarkan oleh dunia ini ‘sangat halus’ dalam menggodai
orang Kristen. Seringkali orang Kristen terjebak dalam alasan-alasan yang
nampaknya bisa dibenarkan secara rohani, tetapi sebenarnya itu hanya tutup
terhadap nilai diri yang tidak benar. Sebuah contoh sederhana: Seorang
pendeta perempuan rambutnya keriting, lalu ia meluruskan rambutnya,
supaya tidak kelihatan oleh orang lain rambutnya yang keriting itu. Ketika
26Ibid, 361. 27Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 233.
172
ditanya “Mengapa Ibu meluruskan rambut Ibu?”. Ia menjawab “ya
membantu penampilan, ndak ada maksud apa-apa.” Jawaban pendeta ini,
sepertinya benar. Tetapi jika dimengerti mendalam, perbedaan makna
‘membantu penampilan’ dengan ‘sedang tidak percaya diri karena rambutnya
keriting’ adalah sangat tipis dan tidak mudah untuk membedakannya. Dalam
hal ini, yang paling tahu alasan dalam lubuh hati yang sesungguhnya hanya
Tuhan dan pribadinya itu sendiri. Padahal rasa ketidakpercayaan diri karena
rambut yang keriting adalah juga gejala atau tanda peletakan nilai diri orang
percaya kepada penampilan, bukan kepada nilai dirinya di dalam Kristus.
Secara tidak langsung atau tidak disadari, terdapat orang-orang
Kristen, bahkan hamba Tuhan sekalipun yang menilai dirinya ataupun
menilai orang lain berdasarkan ‘apa yang ditumpangi atau dikendarainya,
dalam keseharian?; yang naik mobil akan merasa atau akan dihargai berbeda
dengan mereka yang naik motor, berbeda lagi dengan mereka yang naik
sepeda gayuh. Ditemukan juga orang Kristen yang tidak menyadari bahwa ia
menilai dirinya ataupun orang lain masih berdasarkan penampilan dirinya
(warna kulit, penampilan rambut, kecantikan/kegantengan, apa yang
dikendarainya dan lain-lain). Semuanya itu merupakan beberapa bukti bahwa
masih banyak orang Kristen yang memiliki nilai diri atau identitas diri atau
menilai identitas orang lain, berdasarkan pondasi penilain yang keliru.
Karena Pemahaman Identitas dalam Kristus Mempengaruhi Perilaku Hidup
Bagaimanakah atau seperti apakah penilaian seseorang terhadap
dirinya sendiri akan mempengaruhi seperti apakah sikap dan perilaku
hidupnya. Dalam hal ini Rick Warren mengatakan bahwa:
Hati dan pikiran Anda menyingkapkan siapa Anda yang sebenarnya –
jati diri Anda, bukan orang lain yang pikirkan tentang Anda, atau situasi
apa yang memaksa menjadikan Anda seperti itu. Hati Anda
menentukan mengapa Anda mengatakan segala sesuatu seperti itu,
173
mengapa Anda merasa seperti itu, dan mengapa Anda bertindak seperti
itu.28
Hal ini juga berarti, jika seseorang yang menilai bahwa dirinya jelek, bodoh,
kotor, tidak bernilai atau tidak berharga, pasti akan bersikap dan berperilaku
sebagai orang yang jelek, bodoh, tidak mampu dan tidak berarti. Walaupun
perilaku sebagai ekspresi penilain diri yang salah itu berbeda, ada yang
ekspresinya pasif (diam) ada juga yang ekspresinya keras (melawan atau
memberontak). Sebagai contoh praktis adalah seorang anak remaja yang
menilai dirinya tidak bernilai karena merasa tidak dikasihi oleh orang tuanya,
merasa ditolak atau bahkan merasa dibuang. Ekspresi dari perasaan dan
penilaian itu bisa akan muncul dalam dua macam perilaku, yakni perilaku
pasif (diam, tidak mau bergaul ataupun mengurung diri) dan perilaku aktif
(melawan, memberontak, merusak dan sebagainya).
Sebaliknya jika seorang Kristen menilai dirinya positif, bernilai
dirinya sebagai anak Allah, sebagai orang yang dikuduskan Allah, sebagai
hamba Allah karena karya Kristus dalam hidupnya, berkemungkinan besar
akan bersikap dan berperilaku positif, sesuai dengan keyakinan dirinya itu.
Jika seseorang menilai dirinya sesuai dengan identitasnya dalam Kristus
seperti yang dinyatakan dalam Alkitab, itu akan mempengaruhi perilakunya
yang sesuai dengan pemahaman dan kepercayaan identitas dirinya itu.29 Jika
seorang Kristen memahami dan menghayati bahwa dirinya bernilai atau
berharga di hadapan Allah, bahwa dirinya adalah anak Allah karena percaya
Yesus, bahwa dirinya adalah orang yang dikuduskan oleh Allah, bahwa
dirinya adalah hamba milik Kristus, pastilah akan berpengaruh kepada sikap
dan perilaku hidupnya. Orang yang semacam ini berkemungkinan besar akan
bersikap dan berperilaku sebagai pribadi yang bernilai, sebagai anak Allah
dan sebagai hamba milik Kristus. Bahkan jika seseorang memahami bahwa
dirinya adalah seorang hamba Kristus, seorang yang telah dikuduskan oleh
Kristus, maka ia akan mau melayani Kristus, dengan sukarela dan dengan
28Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 268.
29Neil T. Anderson, Siapakah Anda Sesungguhnya, 86.
174
sukacita.30 Hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar perilaku seseorang
itu disebabkan oleh karena faktor kesadarannya, pemikirannya, dan
pemahamannya tentang siapakah dirinya sendiri. Demikian juga perilaku
pengabdian orang percaya, kepada Tuhan, salah satunya dipengaruhi oleh
faktor pemahaman akan identitas diri orang percaya tersebut, di dalam
Kristus.
Karena Penghayatan Identitas dalam Kristus Menjadi Salah Satu Kunci
Kemenangan Hidup Orang Percaya
Terdapat beberapa macam kemenangan hidup orang percaya yang
disebabkan oleh pemahaman dan penghayatan identitas dirinya yang baru
dalam Kristus. Kemenangan-kemenangan tersebut adalah: Pertama,
kemenangan atas godaan Iblis melalui sistem dunia dalam hal identitas diri.
Sebagai contoh, seorang Kristen yang memahami dan menghayati bahwa
dirinya adalah anak Allah, orang kudus, hamba milik Kristus, warga kerajaan
sorga karena karya Kristus dalam dirinya, akan bisa menolak godaan sistem
dunia dalam hal meletakkan harga dirinya, seperti dunia memilki sistem nilai.
Dalam hal ini Rick Warren mengatakan bahwa, di dalam Kristuslah orang
percaya menemukan siapa dirinya yang sesungguhnya, dan untuk apakah dia
hidup, yakni untuk menang, karena otoritasnya di dalam Yesus.31
Kedua, kemenangan atas karya si jahat melalui interfensi
langsungnya, seperti penyerangan, penampakan dan cobaan untuk merasuk
diri seseorang. Sebagai contoh, seorang Kristen yang memahami dan
menghayati identitasnya dirinya dan bahwa ia memiliki kuasa dalam Nama
Yesus, ia kan bisa melawan atau mematahkan serangan iblis, penampakan
iblis atau perasukan iblis sekalipun. Kepercayaan terhadap kebenaran
(termasuk kebenaran tentang identitas dalam Kristus) dan ketaatan terhadap
Firman Tuhan itu, menjadi senjata yang ampuh dalam melawan tipu daya
30Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 306. 31Rick Warren, Pen. Untuk Apa Aku Ada di Dunia, 7.
175
ataupun serangan sijahat. Dalam hal ini orang percaya memiliki kuasa Roh
Kudus yang lebih besar daripada kuasa si jahat.32
Ketiga, kemenangan dalam menjalani hidup dan menghadapi
pergumulan ataupun konflik-konflik dalam hidup. Dalam hal ini Neil T.
Anderson mengungkap-kan bahwa, “Pandangan Anda tentang identitas Anda
akan sangat menentukan keberhasilan Anda, dalam menghadapi tantangan
dan konflik kehidupan sehari-hari.”33 Yang penulis maksudkan kemenangan
menghadapi pergumulan hidup sehari-hari ini adalah jika seorang percaya
memahami dan menghayati identitasnya atau nilai dirinya dalam Kristus,
maka ia akan menghadapi berbagai macam pergumulan hidupnya dengan
penuh keyakinan (bukan dengan pesimistis).
Sebagai contoh praktis, seorang Kristen menghadapi penderitaan
dari orang yang tidak percaya, karena imannya kepada Yesus. Jika ia
memahami dan menghayati bahwa dirinya adalah warga kerajaan Sorga,
pastilah ia menghadapi penderitaan itu bukan dengan putus asa tetapi dengan
pengharapan dan bersikap sebagai warga kerajaan sorga. Terdapat orang
Kristen yang diusir dari keluarganya, karena imannya kepada Yesus. Ia pasti
mengalami pergumulan yang sangat berat, harus meninggalkan keluarganya,
tidak menerima haknya sebagai anggota keluarga dsb. Orang Kristen yang
seperti ini bisa saja mengalami depresi, tetapi jika ia memahami dan
menghayati identitasnya dan identitas orang percaya lainnya sebagai ‘saudara
dalam Tuhan’, ia masih punya pengharapan bahwa ia masih mempunyai
‘saudara-saudara’ yang lain yang tentunya mau menerimanya dan
menolongnya. Dalam hal ini, secara khusus dalam kontek keberhasilan
belajar, B.S. Sidjabat mengatakan bahwa hasil dari kegiatan belajar turut
dipengaruhi oleh konsep (citra) diri peserta didik. Murid yang datang dengan
konsep diri yang negatif tidak bisa berperilaku untuk meraih prestasi yang
maksimal dan tidak berjiwa kompetitif yang tinggi.34
32Neil T. Anderson, pen. Pauline Tiendas, Bebas dari Kuasa Gelap, 226. 33Neil T. Anderson, pen. Pauline Tiendas, Siapakah Anda Sesungguhnya, 1997:77. 34B.S. Sidjabat, Mengajar secara Profesional, (Bandung: Kalam Hidup, t.t.), 221.
176
Karena Pemahaman dan Penghayatan Identitas dalam Kristus Berpengaruh
terhadap Sikap dan Perilaku terhadap Allah
Identitas yang baru dalam Kristus yang dimiliki oleh setiap orang
percaya adalah hanya karena anugerah Allah, bukan karena pekerjaan atau
perbuatannya yang baik. Hal ini diterima pada saat yang sama, ketika Allah
menyelamatkannya hanya karena anugerah Allah (Ef. 2:8-9). Jika seseorang
menyadari bahwa identitasnya yang baru dalam Kristus itu hanya karena
anugerah Allah semata, maka akan mempengaruhi pandangannya tentang
Allah, sikapnya kepada Allah dan tingkah lakunya kepada Allah.35
Seseorang yang sadar bahwa dirinya menjadi orang kudus karena
anugerah Allah, semestinya ia akan bersyukur kepada Allah. Jika seseorang
menyadari bahwa sebenarnya ia layak dihukum karena dosa-dosanya, tetapi
karena Allah menguduskan-nya dalam Yesus, maka semestinya ia menjaga
kekudusan hidupnya di hadapan Allah. Jika seseorang menyadari bahwa
dirinya memiliki kewarganegaraan di Sorga, maka semestinya ia akan hidup
sebagai warga kerajaan Sorga, ia menghargai atau menghormati Allah yang
adalah sang penguasa sorga. Jika seseorang menyadari statusnya sebagai
hamba Kristus, maka semestinya ia bersikap sebagai hamba Kristus dan
berperilaku untuk menyenangkan hati dan taat kepada Sang Tuan yakni
Kristus. Seseorang yang menyadari bahwa Kristus telah memilikinya karena
telah menebusnya denagn lunas, dengan darah atau nyawa-Nya, maka ia akan
hidup sebagai milik Kristus, bukan milik dirinya sendiri.
Karena Pemahaman akan Identitas dalam Kristus Bepengaruh kepada
Penilaian dan Sikap Seseorang kepada Orang Lain
Salah satu cerminan dari penilaian diri seseorang terhadap dirinya
sendiri adalah penilaian dan sikap seseorang tersebut kepada orang lain. Jika
seseorang memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya sendiri,
35Neil T. Anderson, Pen. Pauline Tiendas, Siapakah Anda Sesungguhnya,86.
177
berkemungkinan besar penilaian dan sikapnya kepada orang lain akan
menjadi positif. Sebaliknya, penilaian terhadap dirinya sendiri negatif, sangat
berkemungkinan mengakibatkan penilaian dan sikap yang negatif, terhadap
orang lain. Dalam hal ini, Neil T. Anderson memberikan contoh sederhana
yakni, jika seseorang memahami bahwa dirinya berharga atau bernilai di
hadapan Tuhan, karena karya Kristus di dalam dirinya, maka ia dapat menilai
bahwa orang lainpun adalah pribadi yang berharga atau bernilai di hadapan
Kristus.36 Contoh praktis lainnya adalah jika seseorang memiliki penilaian
bahwa dirinya adalah saudara dalam Kristus bagi orang percaya lainnya,
berkemungkina besar ia akan menilai orang lain sebagai saudara dalam
Kristus dan bersikap yang positif kepada orang lain tersebut. Tentunya
sebaliknya, jika seseorang menilai dirinya bodoh, jelek dan tidak bernilai atau
tidak berharga, sangat berkemungkinan orang yang demikian itu akan menilai
orang lain negatif dan bersikap negatif pula, kepada orang lain. Apa yang
dikatakan seseorang, kepada orang lain, bagaimana sikap seseorang kepada
orang lain, merupakan cerminan dari bagaimanakah penilaian seseorang
tersebut kepada orang lain.37 Penilaian seseorang kepada orang lain, dapat
ditentukan oleh salah satu faktor yakni bagaimanakah penilaian seseorang
tersebut mengenai dirinya sendiri.
Tolok Ukur Pemahaman
Pemahaman seseorang terdapat dalam pikirannya, sehingga tidak
bisa dilihat oleh orang lain secara langsung dan secara persis. Namun
demikian tingkat
pemahaman seseorang terhadap sesuatu dapat diukur dari beberapa indikator.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, tingkat pemahaman seseorang
dapat diukur berdasarkan beberapa indikator di bawah ini.
36Neil T. Anderson, Pen. Pauline Tiendas, Siapakah Anda Sesungguhnya, (Bandung:
Lembaga Literatur Baptis, 1999), 81. 37Ibid., 82.
178
Dapat Menjelaskan atau Menguraikan
Dalam konteks teori pembelajaran, B.S. Sidjabat menjelaskan
bahwa dalam teori pengajaran Blooms, pemahaman merupakan kemampuan
peserta didik untuk menjelaskan apa yang dipahaminya, sehingga
menjelaskan nmerupakan salah satu indikator dari pemahaman, yang
termasuk dalam ranah kognitif.38 Demikian juga, seperti yang dijelaskan oleh
Enco Mulyasa, mengutip pendapatnya Moore (2001:92-94) dan Rosyada
(2004:140-142), pemahaman dapat diukur dari beberapa indikator, yakni:
dapat menguraikan, menjelaskan, ataupun mengemukakan pendapat.39
Selanjutnya, mengenai hal ini, B.S. Sidjabat dengan mengutip pendapat Ivor
K. Davies (1987:1006), mengemukakan bahwa terdapat beberapa indikator
dari tingkat pemahaman yakni dapat memberi alasan, menjelaskan
(menggambarkan, mendeskripsikan).40 Dalam hal ini juga W.S. Winkel
menjelaskan bahwa salah satu kemampuan yang menunjukkan pemahaman
peserta didik adalah dapat menjelaskan, menguraikan, apa yang
pelajarinya.41
Dalam konteks pembahasan mengenai pemahaman identitas diri
dalam Kristus, seseorang yang memahami identitasnya dalam Kristus berarti
dapat menjelaskan atau menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan identitas
tersebut. Perkara-perkara yang dapat dijelaskan bisa berupa artinya,
maknanya, alasannya ataupun manfaat dari identitas diri dalam Kristus
tersebut.
38B.S. Sidjabat, Mengajar secara Profesional, (Bandung: Kalam Hidup, t.t.), 189. 39E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 140. 40B. S. Sidjabat, Mengajar secara Profesional, (Bandung: Kalam Hidup, t.t.), 195. 41W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), 280.
179
Dapat Mengemukakan Pendapat
Dalam kontek pengajaran, seperti yang dijelaskan oleh Enco
Mulyasa, mengutip pendapatnya Moore (2001:92-94) dan Rosyada
(2004:140-142), pemahaman dapat diukur dari salah satu indikator, yakni
dapat mengemukakan pendapat.42 Selanjutnya, B.S. Sidjabat dengan
mengutip pendapat Ivor K. Davies (1987:1006), menjelaskankan bahwa
beberapa indikator dari pemahaman adalah dapat memberi alasan, ataupun
mengemukakan (pendapat).43
Dalam konteks pemahaman indentitas diri dalam Kristus,
seseorang yang memahami akan hal ini dapat diukur dari kemampuannya
untuk mengungkapkan atau mengemukakan pendapatnya yang benar
mengenai identitas diri dalam Kristus tersebut. Pendapat yang tepat, yang
dapat dikemukakan ini bisa berupa: pengungkap-an makna dengan
menggunakan kata-kata sendiri, penyampaian keuntungan-keuntungan
memiliki identitas diri dalam Kristus dengan kata-kata sendiri ataupun
pentingnya memiliki pengertian tentang identitas diri dalam Kristus ini.
Dapat Menunjukkan
Dalam ilmu mengajar, salah satu tolok ukur bahwa seseorang
memahami apa yang dipelajari adalah bahwa ia bisa menunjukkan (cara,
contoh, bukti dll). Dalam menjelaskan hal ini, B.S. Sidjabat, dengan
mengutip pikiran Ivor K. Davis mengungkapkan bahwa, salah satu kata kerja
operasional tingkat pemahaman adalah dapat menunjukkan.44 Dalam konteks
pengajaran tentang identitas diri dalam Kristus, berarti tingkat pemahaman
peserta didik dapat menunjukkan contoh-contoh hidup yang sesuai dengan
identitas itu atau dapat menunjukkan cara-cara hidup yang tepat sesuai
dengan identitas dalam Kristus itu. Dalam hal kemampuan menunjukkan ini,
42E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 140. 43B. S. Sidjabat, Mengajar secara Profesional, (Bandung: Kalam Hidup, t.t.), 195. 44Ibid., 195.
180
W.S. Winkel mengutip pikiran dalam teori mengajar Blooms menjelaskan
bahwa salah satu kemampuan internal pelajar yang menunjukkan pemahaman
(dalam ranah kognitif) adalah dapat membuktikan (menunjukkan bukti).45
Dapat Membedakan dan Memilih (Menentukan Pilihan)
Berkenaan dengan indikator ini, B.S. Sidjabat dengan mengutip
pendapat Ivor K. Davies (1987:106), mengemukakan bahwa salah satu
indikator dari tingkat pemahaman yakni dapat memilih (yang benar).46
Kemampuan seseorang untuk bisa memilih yang benar, pastilah juga
didahului dengan kemampuannya untuk membedakan yang benar dengan
yang salah, atau juga membedakan yang satu dengan yang lainnya. Dalam
hal ini, W.S. Winkel mengutip pikiran dalam teori mengajar Blooms, dengan
menjelaskan bahwa salah satu kemampuan internal pelajar yang
menunjukkan pemahaman (dalam ranah kognitif) adalah menentukan
(pilihan).47 Kemampuan untuk membedakan (satu hal dengan hal lain, yang
salah dan yang benar) dan menentukan pilihan menjadi salah satu tolok ukur
tingkat pemahaman.
Dapat Menyimpulkan ataupun Merangkum
Tolok ukur yang terakhir dari tingkat pemahaman
(comprehension) adalah dapat membuat kesimpulan ataupun ringkasan.
Dalam menjelaskan hal ini, Enco Mulyasa, dengan mengutip pikiran Moore
dan Rosyada, menjelaskan bahwa tingkat pemahaman seseorang dapat diukur
dengan kemampuannya untuk menyimpulkan ataupun meringkaskan apa
yang dipahaminya itu.48 Dalam hal ini, W.S. Winkel mengutip pikiran dalam
45W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), 280. 46B. S. Sidjabat, Mengajar secara Profesional, (Bandung: Kalam Hidup, t.t.), 195. 47W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), 280. 48E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), 140.
181
teori mengajar Blooms menjelaskan bahwa salah satu kemampuan internal
pelajar yang menunjukkan pemahaman (dalam ranah kognitif)
adalah mampu merangkum (membuat rangkuman), meringkas dan
menyimpulkan.49
Dari berbagai pendapat di atas, dapatlah dimengerti bahwa
indikator tingkat pemahaman pada dasarnya luas, artinya memahami sesuatu
berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga,
menerangkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, memperluas,
menyimpulkan, menganalisis, menunjukkan cara ataupun contoh, menulis
kembali, mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan. Indikator-indikator
tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mengandung makna lebih
luas atau lebih dalam dari pengertian. Dengan mengetahui, seseorang belum
tentu memahami sesuatu dari yang dipelajarinya, demikian juga dengan
pemahaman seseorang tidak hanya sekedar menghafal sesuatu yang
dipelajari. Tetapi seseorang yang memahami juga mempunyai kemampuan
untuk menangkap makna dari yang dipelajari secara lebih mendalam, mampu
menjelaskan kembali dengan kata-kata sendiri, bahkan dapat membuat
sebuah kesimpulan ataupun ringkasan dari apa yang dipahaminya itu.
Tujuan Pemahaman Identitas yang Baru dalam Kristus
Pemahaman tentang Identitas yang Baru dalam Kristus oleh orang
percaya, secara khusus dalam konteks pembinaan warga gereja jelaslah
memiliki beberapa maksud atau tujuan. Minimal tujuan dari pengajaran
tersebut adalah sebagai berikut:
Supaya Orang Percaya Menilai Dirinya sesuai dengan Identitas
Dirinyadalam Kristus
Identitas yang baru dalam Kristus, yang sebenarnya sudah dimiliki
oleh setiap orang percaya kepada Yesus, secara khusus dalam konteks
pembinaan warga jemaat bertujuan supaya orang percaya atau anggota jemaat
49W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2007), 280.
182
memiliki penilaian yang benar terhadap dirinya sendiri. Karena seharusnya
setiap orang percaya kepada Yesus menilai dirnya seperti penilaian Allah.
Jika orang percaya menilai dirinya dengan ukurannya sendiri, atau dimulai
dari dirinya sendiri akan mengalami kegagalan. Tetapi penilaian yang
dimulai dan di dasarkan dari penilaian Allah, maka orang percaya akan
menemukan nilai yang sesungguhnya, karena Allahlah yang
menciptakannya.50 Hal ini harus menjadi salah satu tujuan pengajaran
pemahaman tentang identitas diri dalam Kristus, bagi anggota jemaat, karena
kenyataannya masih ditemukan adanya orang-orang Kristen yang belum
memahami dengan benar tentang hal ini. Dalam hal ini, berarti identitas yang
baru dalam Kristus sebenarnya merupakan salah satu sumber daya yang besar
yang dimiliki dalam diri orang percaya, namun sayangnya tidak dipahami
dengan baik oleh mereka sendiri yang memilikinya.
Jika orang percaya memahami tentang identitas dirinya yang baru
dalam Kristus ini, berkemungkinan besar mereka akan menilai atau
memandang dirinya sesuai dengan penilaian Tuhan (seperti yang dituliskan
dalam Alkitab). Setelah mereka memahami ‘siapakah dirinya yang
sesungguhnya dalam Kristus’, maka mereka akan memiliki keyakinan yang
benar tentang dirinya, di dalam Kristus. Secara khusus pengajaran tentang
identitas diri dalam Kristus menurut Kitab Filipi, mereka yang diajar akan
mengerti atau memahami bahwa dirinya adalah orang kudus dalam Kristus,
saudara yang kekasih dalam Kristus. Mereka juga memahami dan meyakini
bahwa dirinya adalah orang yang bersunat secara rohani yangberibadah
kepada Allah, dirinya adalah warga kerajaan sorga dan dirinya adalah
sukacita dan mahkota bagi hamba Tuhan yang memenangkannya.
Dengan demikian, mereka yang memahami tentang identitas diri
yang baru dalam Kristus ini diharapkan menilai atau memandang dirinya
dengan benar siapakah dirinya di dalam Kristus. Sehingga orang percaya
yang memahami akan hal ini tidak lagi menilai dirinya dengan ukuran
manusia, tetapi dengan ukuran Kristus. “Sebab itu kami tidak lagi menilai
50Rick Warren, Pen. Ihut, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, (Jakarta: Immanuel,
2014), 4.
183
seorangpun menurut ukuran manusia.”51 Demikian juga diharapkan dengan
pemahaman itu, dapat menjadi keyakinan diri dalam hidupnya.
Supaya Orang Percaya Bersikap Benar terhadap Diri Sendiri dan terhadap
Tuhan
Pemahaman seseorang tentang identitas yang baru dalam Kristus,
jika diajarkan juga memiliki tujuan supaya orang percaya yang tersebut
bersikap benar terhadap dirinya sendiri dan terhadap Tuhan, yang telah
memberikan status yang baru itu. Tujuan ini dalam konteks ilmu pengajaran
merupakan tujuan dalam ranah afektis, dimana mereka yang diajar supaya
dapat merasa atau bersikap yang benar seperti yang diharapkan oleh
pengajarnya. Jelaslah bahwa sikap yang benar ini disebabkan oleh
pemahamannya yang benar tentang dirinya dan tentang Tuhan.
Jika orang percaya telah memahami dengan benar, siapakah
dirinya yang sesungguhnya dalam Kristus, maka berkemungkinan besar ia
akan memiliki sikap yang benar terhadap dirinya sendiri. Sebagai contoh
praktis adalah jika orang percaya mengerti bahwa dirinya adalah orang yang
sudah dikuduskan oleh Tuhan di dalam Kristus, maka ia akan memiliki sikap
yang sesuai dengan pemahamannya itu. Sikap-sikap yang sesuai itu
misalnya, ia merasa sangat bernilai karena sebagai pribadi yang sudah
disendirikan atau dikhususkan oleh Allah untuk suatu maksud Allah baginya.
Sesudah ia mengerti statusnya sebagai hamba Kristus Yesus, iapun juga
bersikap menghargai atau merasa bangga terhadap dirinya sendiri.
Pemahaman seorang percaya bahwa ia adalah warga kerajaan sorga secara
rohani, maka pemahaman ini dapat menjadikan ia bersikap menghargai
dirinya, dapat menerima diri dan memiliki kebanggan tersendiri serta dapat
memiliki keyakinan diri. Dalam hal ini Anderson menyatakan bahwa
pengenalan yang benar akan Allah dan identitasnya dalam Kristus merupakan
salah satu faktor besar untuk kesehatan mental seseorang.52
51 IIKorintus 5:16 52Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 227.
184
Pemahaman yang benar tentang identitas diri yang baru dalam
Kristus, juga bertujuan untuk melahirkan sikap-sikap yang benar terhadap
Allah. Jika seseorang memahami bahwa dirinya adalah hamba Kristus,
berkemungkinan besar dapat menjadikan mereka akan bersikap tunduk atau
taat kepada Kristus. Mereka juga sangat berkemungkina untuk bisa
mengasihi dan rendah hati terhadap Kristus, yang adalah tuannya. Jika
seseorang memahami bahwa dirinya adalah warga kerajaan sorga secara
rohani, maka sangat mungkin ia akan menghormati dan tunduk kepada raja
sorga yaitu Tuhan, yang memilikinya dan menjadi penguasa atasnya. Jika
seorang percaya memahami bahwa dirinya adalah warga kerajaan sorga,
karena karya Kristus, berkemungkinan besar ia akan merasa bangga dan
menghormati Tuhan, yang menjadikan demikian.
Supaya Orang Percaya Bersikap Benar terhadap Orang Lain
Pemahaman tentang identitas diri dalam Kristus sangat perlu
dimiliki oleh setiap orang percaya, dengan tujuan supaya orang percaya dapat
bersikap benar terhadap orang lain.53 Hal ini disebabkan oleh alasan bahwa
pemahaman seseorang tentang identitasnya mempengaruhi sikapnya terhadap
orang lain.
Beberapa contoh praktis dari pemahaman akan hal ini adalah:
Pertama, jika orang-orang percaya menyadari dirinya sebagai orang-orang
Kudus dalam Kristus, maka ia dapat berpotensi untuk menjaga kekudusannya
dengan tidak membalas, menyakiti orang lain, pada saat orang lain
menyakitinya. Kedua, jika seseorang memahami bahwa dirinya sebagai
‘saudara dalam Kristus’ bagi orang percaya lainnya, maka berkemungkinan
besar ia dapat mengasihi orang lain. Ketiga, jika seorang percaya memahami
bahwa dirinya adalah ‘sukacita dan mahkota’ bagi orang lain yang
memenangkannya, maka ia dapat menghargai orang lain, betapa berharganya
orang lain itu bagi yangmemenangkannya bagi Kristus. Pemahaman akan hal
ini, semestinya juga dapat menjadi dorongan bagi orang percaya untuk dapat
53Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa, 87.
185
menghargai orang lain, dengan membawanya kepada Kristus, karena setiap
pribadi itu berharga bagi Kristus, dan bagi orang yang memenangkannya.54
Lebih lanjut lagi, dalam hal berharganya berita Injil dan tugas orang percaya
yang mengerti identitasnya, Rick Warren menjelaskan bahwa berita tentang
Yesus itu sangat berharga, demikian juga setiap pribadi itu berharga, karena
itu Yesus dan karya-Nya tidak perlu dirahasiakan, tetapi harus diberitahukan
kepada orang lain.55
Supaya Orang Percaya tidak Memiliki dan tidak Hidup Lagi dalam
Identitas yang Keliru
Dari kenyataan adanya orang-orang Kristen yang memiliki dan
hidup dalam identitas yang keliru, yakni identitas selain identitas dalam
Kristus, maka pemahaman ini juga bertujuan untuk ‘menghentikan’ orang
percaya yang memiliki identitas dan hidup dalam identitas yang keliru itu.
Dalam hal ini Anderson menjelaskan bahwa seorang percaya yang
memahami identitasnya yang baru dalam Kristus, ia mulai memandang
dirinya sendiri sebagaimana keadaannya di dalam Kristus.56 Ini berarti orang
percaya tersebut tidak lagi memandang dirinya dengan pandangan yang
keliru.
Apakah identitas diri orang percaya yang keliru? Identitas diri
yang keliru adalah identitas diri orang percaya yang diletakkan kepada latar
belakang keluarga-nya, kekayaannya, kedudukannya, gelarnya, ketampanan
atau kecantikannya, kepandaian ataupun prestasi pekerjaannya, kesalehan
hidupnya dan lain sebagainya. Identitas ini keliru, sebab Allah menilai
seseorang yang telah telah percaya kepada Yesus, berdasarkan apa yang telah
dikerjakan oleh Yesus baginya. Karena imannya kepada Kristus, menjadikan
seseorang yang percaya itu memiliki kewarganegaraan sorgawi. Sekalipun
seseorang telah rusak hidupnya karena dosa dan kesalahannya yang hancur
54Rick Warren, Untuk Apa Anda Ada di Dunia Ini?, 99. 55Ibid., 51. 56Neil T. Anderson, Siapakah Anda Sesungguhnya, 86.
186
sekalipun, tetapi karena imannya kepada Yesus, Yesus sudah
mengampuninya, dan menjadikan dirinya sebagai orang kudus.
Orang-orang percaya yang masih memiliki dan hidup dalam
identitas yang keliru tersebut, sesudah memahami tentang identitas yang baru
dalam Kristus, diharapkan bisa stop atau berhenti atau meninggalkan
hidupnya dalam identitas yang keliru itu. Misalkan, orang Kristen yang
masih meletakkan identitas dirinya kepada kedudukan atau kekayaannya,
sesudah diajar diharapan mereka tidak lagi hidup di atas identitas itu lagi.
Secara positif, mereka bisa memiliki dan hidup dalam identitasnya sebagai
hamba Kristus ataupun sebagai orang Kudus; kebanggaannya adalah Kristus
dan karya-Nya, bukan lagi kekayaan atau kedudukannya. Orang-orang
percaya yang masih beridentitas dan hidup dalam identitas latar belakang
keluarganya yang miskin ataupun rusak, akan terus merasa sebagai orang
yang lemah, tidak berdaya dan tidak bisa maju. Tetapi jika orang yang seperti
ini memahami tentang identitasnya dalam Kristus, bahwa ia adalah sebagai
warga kerajaan sorga, sebagai sukacita dan mahkota bagi orang lain yang
telah memenangkannya, diharapkan mereka berhenti hidup dalam latar
belakang keluarganya itu. Sebaliknya ia akan memiliki keyakinan dan hidup
dalam identitasnya yang baru di dalam Kristus.
Supaya Orang Percaya Berperilaku yang Benar Sesuai dengan Identitas
yang Dimilikinya dalam Kristus
Tujuan supaya orang percaya hidup dalam identitas yang
dimilikinya dalam Kristus ini, dalam kontek ilmu mengajar merupakan tujuan
dalam ranah psiko motorik (konatif), artinya adalah sebuah tindakan
(gerakan) yang disebabkan oleh pengertian ataupun sikap (psiko).57 Tujuan
ini merupakan tujuan yang bernilai atau bersifat positif, dalam arti mereka
yang memahami menjadi mulai bertindak secara positif (bukan berhenti atau
meninggalkan sesuatu, melainkan mengenakan ataupun melakukan sesuatu).
57Enco Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 141.
187
Dalam hal ini Andersoan mengajarkan, pandanglah diri Anda seperti Allah
memandang Anda, percayalah kepada hal itu, maka Anda akan bertingkah
laku sesuai dengan apa yang Anda percayai.58 Orang percaya yang telah
memahami tentang identitas yang baru dalam Kristus, diharapkan memiliki
pengertian dan sikap yang benar, selanjutnya diharapkan mereka akan
berperilaku atau hidup dalam identitasnya yang baru dalam Kristus tersebut.
Atau dengan kata lain pemahamannya tentang identitasnya dalam Kristus itu,
menjadi dasar tindakan atau perilakunya yang benar atau yang sesuai dengan
identitas diri dalam Kristus, yang dipahaminya itu. Hal ini sesuai dengan apa
yang diungkapkan oleh Neil Anderson, bahwa siapakah penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri? Akan mendahului apa yang akan dilakukannya.
Orang percaya tidak akan memiliki kuasa sama sekali untuk berperilaku yang
benar, tanpa identitas yang benar sebagai anak Allah dan posisinya di dalam
Kristus.59 Ini berarti bahwa orang percaya yang memahami identitasnya
dalam Kristus akan berkemungkinan besar berperilaku yang benar sesuai
dengan identitasnya itu.
Sebagai wujudnyata dari hidup dalam identitas yang baru dalam
Kristus ini adalah mereka yang telah memahami tentang identitas yang baru
ini, dapat hidup sebagai orang kudus, yang melayani Kristus. Mereka yang
sudah memahami tentang identitas diri yang baru dalam Kristus ini juga bisa
hidup dengan beribadah kepada Tuhan, sebagai kesukaan atau
kebanggaannya.
Supaya Orang Percaya Berperilaku Benar kepada Tuhan
Perilaku yang benar terhadap Tuhan merupakan tujuan utama dari
pemahaman Firman Tuhan. Dalam konteks pengajaran, tujuan ini merupakan
tujuan pengajaran dalam ranah psiko motorik, yakni tujuan dalam hal perilaku
atau keterampilan. Tujuan ini mengharapkan mereka yang telah memahami
58Neil T. Andersoan, Siapakah Anda Sesungguhnya?, 86. 59 Neil T. Anderson, Pen. Yunita L. Panjaitan, Bebas dari Kuasa Gelap, 66.
188
dapat melakukan sesuatu atau dapat berperilaku sesuai dengan apa yang
dipahaminya itu.
Tuhan menghendaki umat-Nya supaya Firman Tuhan yang
didengarkan atau diterimanya dapat dipahami, selanjutnya pemahaman
terhadap pengajaran Firman Tuhan itu, harus diwujudnyatakan kepada
tindakan atau perilaku secara parktis, “Tetapi hendaklah kamu menjadi
pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian
kamu menipu diri sendiri.”60 Tuhan Yesuspun menjelaskan bahwa orang-
orang yang mendengarkan Firman Tuhan dan melakukan-nya adalah seperti
orang bijaksana.
Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya,
ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di
atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin
melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh, sebab didirikan di
atas batu.61
Secara khusus dalam kontek pengajaran tentang identitas diri
yang baru dalam Kristus ini, orang Kristen yang ajar diharapkan dapat
bertindak atau berperilaku yang benar terhadap Tuhan. Perilaku yang benar
kepada Tuhan dari mereka yang telah diajar tentang identitas yang baru dalam
Kristus ini, bisa berupa tindakan untuk berdoa kepada Tuhan, beribadah
kepada Tuhan, dapat melayani Tuhan secara praktis dan tindakan untuk
memberikan persembahan kepada Tuhan. Demikian juga secara praktis
seseorang yang memehami akan hal ini dapat mempersembahkan tubuhnya
untuk kemulian Tuhan, karena pemahaman bahwa tubuhnya adalah tempat
kediaman Roh Kudus dan sebagai persembahan yang hidup.62
Secara khusus dalam konteks pengajaran tentang identitas yang
baru dalam Kristus menurut Kitab Filipi, mereka yang telah diajar dengan
Firman Tuhan ini, diharapkan dapat berperilaku benar terhadap Tuhan, sesuai
dengan identitasnya dalam Kristus tersebut. Karena mereka diajar bahwa
setiap orang percaya adalah hamba Kristus, hamba milik Kristus (Fil. 1:1a),
60Yakobus 1:22 61Matius 7:24-25 62Neil T. Andersoan, Siapakah Anda Sesungguhnya, 117.
189
maka diharapkan orang percaya ini berperilaku tunduk atau taat kepada
Kristus yang adalah tuannya. Orang percaya diajarkan bahwa mereka adalah
orang kudus karena Kristus (Fil. 1:1b), dimungkinkan mereka dapat bertindak
kudus, menjaga kekudusan hidup dan melakukan apa yang dikehendaki
Tuhan baginya. Karena pengudusan Tuhan atas setiap orang percaya
mengandung tujuan untuk melakukan maksud tertentu dari Allah. Demikian
juga, dengan pemahaman bahwa orang percaya adalah warga kerajaan sorga,
diharapkan mereka dapat bertindak benar kepada rajanya yaksi Sang Raja
Sorga, Yesus Kristus, dengan melayani-Nya. Ini sesuai dengan pemikiran
Rick Warren bahwa Tuhan telah menciptakan secara rohani setiap orang
percaya untuk melakukan perbuatan baik, yang telah disediakan Allah,
perbuatanbaik itu salah satunya adalah pelayanan kepada Tuhan, yang telah
menciptakannya secara rohani.63
Orang percaya dapat berperilaku benar untuk menghormati Sang
Raja, melayani Sang Raja dengan potensi yang dimilikinya, bahkan dapat
memberikan persembahan yang benar kepada Sang Raja.
Supaya Orang Percaya Hidup Berkemenangan dalam Kristus
Tujuan ini merupakan tujuan yang bermanfaat bagi kepentingan
pribadi orang percaya yang memahami. Mengapa demikian? karena
pemahaman tentang identitas diri yang baru dalam Kristus ini bermanfaat
langsung bagi kepentingan mereka sendiri, yakni kemenangan dalam
hidupnya, secara praktis. Keyakinan yang kuat akan identitas diri dalam
Kristus akan membawa kemenangan hidup.64 Identitas diri yang baru dalam
Kristus, merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki orang percaya
kepada Yesus, untuk bisa menang dalam hidup. Dikatakan sebagai sumber
daya yang besar, karena jika identitas diri dalam Kristus ini dimengerti
dengan benar, dihayati dan ‘dihidupi’ (dipraktekkan) maka akan dapat
63Rick Warren, Untuk Apa Aku Ada di Dunia Ini?, 256. 64Neil T. Anderson, Bebas dari Kuasa Gelap, 78.
190
membuahkan hasil yang sangat besar, salah satunya adalah kemenangan
hidup. Tentunya kemenangan hidup ini bukan semata-mata karena
kemampuan orang percaya untuk memahami, menghayati dan melakukan itu
semua, namun karena Roh Kudus yang tinggal di dalam setiap orang
percayalah yang menyatakan atau memberikan kemenangan itu. Otoritas
yang dimiliki orang percaya, di dalam Yesuslah yang memberikan
kemenangan dalam hidup, otoritas itu harus dipercayai dan dipergunakan.65
Kemenangan hidup dalam Kristus yang dapat dinikmati oleh
orang percaya karena pengajaran yang diterimanya mengenai identitas
dirinya dalam Kristus, bisa berupa kemenangan mengatasi hambatan dari
dalam dirinya sendiri maupun hambatan dari luar dirinya. Beberapa contoh
kemenangan dari hambatan interen adalah: Pertama, kemenangan dari ikatan
pikiran ataupun perasaan terhadap masa lalunya yang buruk. Kedua,
kemenangan untuk melepaskan diri dari identitas dirinya yang keliru. Ketiga,
kemenangan dari ambisi atau tujuan hidup yang kurang tepat karena identitas
dirinya yang kurang tepat pula. Sedangkan beberapa contoh kemenangan
hidup atas hambatan-hambatan ekstern adalah: Pertama, kemenangan dalam
menghadapi tantangan hidup atau godaan hidup yang dihadapinya, karena
orang percaya tahu dan yakin bahwa dirinya adalah orang kudus dalam
Kristus. Kedua, kemenangan atas karya godaan atau serangan Iblis secara
langsung, karena ia tahu dan yakin bahwa dirinya berotoritas sebagai warga
kerajaan sorga. Orang percaya harus berani melawan si jahat, dengan
menggunakan otoritas identitasnya dalam Kristus.66 Selanjutnya, dalam hal
ini Anderson juga menegaskan bahwa, identitas di dalam Kristus
mengandung otoritas di dalam Kristus, orang percaya yang hidup dalam
identitasnya dalam Kristus dapat memenangkan peperangan terhadap di
jahat.67 Ketiga, kemenangan dalam menghadapi tantangan hidup sebagai
orang percaya, karena mereka tahu dan meyakini bahwa setiap orang percaya
adalah saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan, yang bersedia untuk
65Ibid., 78. 66Ibid., 78. 67Ibid., 69.
191
mendukung dan menolongnya. Dengan demikian mereka dapat menghadapi
tantangan hidupnya dengan penuh harapan.
Penutup
Identitas diri dalam Kristus yang dimiliki oleh setiap orang
percaya adalah penilaian atau pendangan orang tentang dirinya sendiri,
berdasarkan pandangan atau penilian Allah atas dirinya. Identitas diri dalam
Kristus merupakan salah satu sumber daya yang besar yang dimiliki oleh
setiap orang yang sudah percaya Yesus, karena itu hal ini sangat perlu untuk
dipahami (bukan sekedar dimengerti). Pemahaman seseorang tentang
identitas dirinya dalam kristus akan berperangaruh terhadap seluruh aspek
kehidupan orang percaya, dan turut mempengaruhi penilaian, sikap dan
perilaku seseorang baik terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain dan
terlebih terhadp Tuhan.
192
193
BIODATA PENULIS
Sri Mulyono, memperoleh gelar Magister Teologi dari Institut Injili
Indonesia Batu Malang (“I3”). Saat ini menjabat sebagai Ketua STT
BMW Medan.
Rosdiana Purba, memperoleh gelar Magister Teologi dari Institut Injili
Indonesia Batu Malang (“I3”). Saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua
Penjaminan Mutu Internal STT BMW Medan.
Suranto, memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Kristen dari STT
Tiranus Bandung. Saat ini menjadi dosen luar biasa di STT BMW
Medan dan menjabat sebagai koordinator bidang akademik di Yayasan
Misi Remaja Internasional.
Rosiany Hutagalung, memperoleh gelar Magister Teologi dari Institut Injili
Indonesia Batu Malang (“I3”). Saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang
Pelayanan di STT BMW MEDAN.
Eliazer Nuban, memperoleh gelar Doktor Teologi dari Institut Injili
Indonesia Batu Malang (“I3”). Saat ini menjabat sebagai wakil ketua
bidang Akademik (Waket I) di STT BMW MEDAN.
Pelealu Samuel G., memperoleh gelar Magister Teologi dari Institut Injili
Indonesia Batu Malang (“I3”). Saat ini menjabat sebagai Ketua
Penjaminan Mutu Internal STT BMW Medan.
Epafras Mujono, memperoleh gelar Doktor Teologi. Saat ini mengajar di
UKRIM – Yogyakarta prodi Magister Pendidikan Agama Kristen.
194
Yulius Enisman Harefa, memperoleh gelar Magister Teologi dari STT Injili
Indonesia Medan. Saat ini menjabat sebagai ketua prodi di STT BMW
MEDAN.