Download - Vina - Uveitis
LAPORAN PRESENTASI KASUS INDIVIDU
UVEITIS ANTERIOR
Oleh:
Vina Satya Dilaga Sugiarto
201020401011145
Pembimbing:
dr. Kartini Hidayati, Sp M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
2012
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL................................................................................................. 1
DAFTAR ISI......................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5
BAB 3 KESIMPULAN….....................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding
bola mata terdiri atas sklera dan kornea. Sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,
uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola
mata setelah sklera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari
iris,badan siliar dan koroid.
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid)
dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea
yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan
pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang
disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis
disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan
bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis
posterior atau koroiditis.
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang
kabur, mata merah tanpa kotoran mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.
Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non
granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen.
Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan
dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.
Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan
perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang
diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun
37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan
dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis
anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika,
penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple.
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan
uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik
3
terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga
setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya
bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun.
Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor
penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh
nyeri ocular, fotofobia, penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan
didapatkan tajam penglihatan menurun, terdapat injeksi siliar, flare, hipopion,
sinekia posterior, tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema
macular.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Uvea
Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata
yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.
Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke
depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang
berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Pada iris terdapat 2
macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu :
1. Musculus dilatator yang melebarkan pupil
2. Musculus sfingter yang mengecilkan pupil
5
Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar
datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya,
keadaan ini disebut isokor. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar,
keadaan ini disebut anisokor.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat
tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak
antara iris dan koroid. Terdiri atas suatu zona anterior yang berombak-ombak
yaitu pars plikata, dan zona posterior yang datar disebut pars plana. Prosesus
siliaris berasal dari pars plikata yang berfungsi sebagai pembentuk humor akuos.
Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular =
TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli
anterior, kemudian lewat trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm,
selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk
kembali ke jantung.
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di
sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi
depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang
terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menimpali (overlapping)
seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Lapisan
koroid dari luar ke dalam berturut-turut adalah suprakoroid, pembuluh darah
koriokapiler dan membrane Brunch.
3.2 Definisi
Uveitis anterior adalah proses radang yang mengenai uvea bagian anterior.
Struktur uvea terdiri dari 3 bagian, yaitu iris, badan silier, dan koroid yang
merupakan jaringan vaskuler di dalam mata, terletak antara retina dan sklera.
Secara anatomis uvea dapat dibedakan menjadi uvea anterior yang terdiri dari iris
dan badan silier, serta uvea posterior yang terdiri dari koroid. Sesuai dengan
pembagian anatomisnya tersebut, maka uveitis juga dibedakan menjadi : Uveitis
anterior, apabila mengenai iris (iritis), badan silier (siklitis), atau kedua-duanya
(iridosiklitis). Uveitis posterior, apabila mengenai jaringan koroid (koroiditis).
Sering disertai dengan retinitis, disebut korioretinitis. Panuveitis, apabila
mengenai ketiga lokasi tersebut diatas.
6
3.3 Epidemiologi
Keadaan uveitis dapat terjadi antara 10-15 % pada kasus kebutaan total
pada negara berkembang. Insidensi Uveitis di Amerika diperkirakan terjadi 15
kasus baru per 100.000 populasi setiap tahun. Penderita umumnya berada pada
usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang.
Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis,
herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia
simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa
anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik
idiopatik dan toksoplasmosis
3.4 Klasifikasi
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut
yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6
minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak
jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis : yang
nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus
uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia
pertengahan. Uveitis nongranulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus
uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan
terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak
dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif
ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior.
Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa
multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion
di kamera okuli anterior.
Non- granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Nyeri Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
7
Penglihatan Kabur Sedang Nyata
Merah Sirkum corneal Nyata Ringan
Keratic precipitates Putih halus Kelabu besar (“mutton
fat”)
Pupil Kecil dan tak
teratur
Kecil dan tak teratur
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea anterior, posterior,
difus
Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekambuhan Sering Kadang-kadang
3.5 Etiologi
Penyebab uveitis anterior antara lain :
Autoimun Infeksi Keganasan Lain-lain
Artritis idiopatik
juvenilis
Sifilis Sindrom
masquerade
Idiopatik
Spondilitis ankilosa Tuberkulosis Retinoblastoma Uveitis
traumatika,
termasuk trauma
tembus
Sindrom Reiter Lepra (Morbus
Hansen)
Leukemia Ablasio retina
Kolitis ulserative Herpes zoster Limfoma Iridosiklitis
heterokromik
Fuchs
Uveitis terinduksi-
lensa
Herpes simpleks Melanoma
maligna
Krisis
glaukomatosiklitik
(Sindrom Posner-
Schlossman)
8
Sarkoidosis Onkosersiasis
Penyakit Crohn Leptospirosis
Psoriasis
3.6. Patogenesis dan Patofosiologi
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini
akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek Tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses
keradangan akut.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke
dalam BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama
(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada
jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan
berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang
disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular
oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata
belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans.
9
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)
ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.
3.7 Manifestasi Klinis
a. Gejala subyektif
1) Nyeri :
Uveitis anterior akut
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan
penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau
hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan
kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri
tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang
nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
Uveitis anterior kronik
Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk
keratopati bulosa akibat glaukoma sekunder.
2) Fotofobia dan lakrimasi
Uveitis anterior akut
Fotofobia disebabkan spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan
siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia.
Uveitis anterior kronik
Gejala subjektif ini hampir tidak ada ataupun ringan.
10
3) Penglihatan kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau
hilang timbul, tergantung penyebab.
Uveitis anterior akut
Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan
aquos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
Uveitis anterior kronik
Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca dan kalsifikasi
kornea.
4) Mata terasa ngeres seperti ada pasir.
5) Mata merah disertai air mata.
6) Blefarospasme.
b. Gejala objektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan
indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.
1) Injeksi Silier
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus,
berwarna keunguan.
Uveitis anterior akut
Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi
dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.
Uveitis anterior hiperakut
Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis
marginalis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan
pada pembuluh darah siliar depan dengan reflex aksonal dapat difusi
ke pembuluh darah badan siliar.
2) Perubahan kornea
11
Gambar Injeksi Siliar
Keratik Presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada
endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan
perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian
tengah dan bawah dan juga difus.
Keratik presipitat dapat dibedakan :
- Baru dan lama : Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih.
Lama akan mengkerut, berpigmen dan lebih jernih.
- Jenis sel : Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah,
halus keabuan. Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang dan
membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag
kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis
membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat.
- Ukuran dan jumlah sel : Halus dan banyak terdapat pada iritis dan
iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.
Gambar Keratik Presipitat
Mutton fat berwarna kebuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis
granulomatosa disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, lepra, vogt
koyanagiharada dan simpatik oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non-
granulomatosa akut dan kronik yang berat. Mutton fat dibentuk oleh
makrofag yang bengkak oleh bahan fagositosis dan sel epiteloid
berkelompok atau bersatu membentuk kelompok besar. Pada permulaan
hanya beberapa dengan ukuran cukup besar dengan hidratasi dan tiga
dimensi, lonjong batas tidak teratur. Bertambah lama membesar dan
12
menipis serta berpigmen akibat fagositosis pigmen uvea, dengan
membentuk daerah jernih pada endotel kornea. Pengendapan Mutton fat
sulit mengecil dan sering menimbulkan perubahan endotel kornea
gambaran merupakan gelang keruh di tengah karena pengendapan
pigmen dan sisa hialin sel.
3) Kelainan kornea
Uveitis anterior akut
Keratitis dapat bersamaan uveitis dengan etiologi tuberculosis,
sifilis, lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea
sekunder terhadap kelainan kornea.
Uveitis anterior kronik
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran
Descement dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea
berupa lipatan Descement dan vesikel pada epitel kornea.
4) Bilik mata
Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya
kadar protein, sel dan fibrin.
4.1. Efek Tyndall
Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran
paling tepat dengan tyndalometri.
Uveitis anterior akut
Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan
derajat peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan
penyembuhan pada pengobatan uveitis anterior.
Uveitis anterior kronik
Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan
telah terjadi perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris.
Bila terjadi peningkatan efek Tyndall disertai dengan eksudasi sel
menunjukkan adanya eksaserbasi peradangan.
4.2. Sel
13
Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan
terganggu bila efek Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan
lampu celah dalam ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3
mm dengan sudut 45o dapat dibedakan sel yang terdapat dalam bilik
mata depan. Jenis sel : Limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih
keabuan. Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang
difagositosis. Sel darah berwarna merah.
4.3. Fibrin
Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang
atau bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.
4.4. Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan
bawah. Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan
serbukan sel leukosit berinti banyak.
Gambar Hipopion
5) Iris
5.1. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-
kadang tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran
hipremi ini harus dibedakan dari rubeosis iridis dengan gambaran
hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.
5.2. Pupil
14
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris
karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi
pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri.
5.3. Nodul Koeppe
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, bundar, ukuran kecil, jernih,
warna putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi
baik pada permukaan atau lebih dalam.
5.4. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat
sebagai benjolan putih pada permukaan depan iris.Nodul Busacca
merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa.
a) Bussaca’s Nodules b) Koeppe’s Nodules
5.5. Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris.
Granuloma iris merupakan kelainan spesifik pada peradangan
granulomatosa seperti tuberculosis, lepra dan lain-lain. Ukuran lebih
besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal, padat,
menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila
glaukoma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan
atrofi jaringan.
5.6. Sinekia iris
Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada
uveitis anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian
mengalami proses organisasi sel radang dan fibrosis iris. Sinekia
posterior merupakan perlengketan iris dengan kapsul depan lensa. 15
Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal.
Bila luas akan menutupi pupil, dengan pemberian midriatika akan
berbentuk bunga. Bila eksudasi fibrin membentuk sinekia seperti
cincin, bila seklusio sempurna akan memblokade pupil (iris bomban).
Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa atau non-
granulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin
cukup banyak. Ditemui juga pada bentuk residif bila efek Tyndall berat.
Sedangkan sinekia anterior merupakan perlengketan iris dengan sudut
irido-kornea, jelas terlihat dengan gonioskopi. Sinekia anterior timbul
karena pada permukaan blok pupil sehingga akar iris maju ke depan
menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar
iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut
iridokornea menarik iris kearah sudut. Sinekia anterior bukan
merupakan gambaran dini dan determinan uveitis anterior, tetapi
merupakan penyulit peradangan kronik dalam bilik mata depan.
Sinekia anterior Sinekia posterior
5.7. Oklusi pupil
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel
radang pada pinggir pupil.
5.8. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang.
Atrofi iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat
pada iridosiklitis akut disebabkan oleh virus, terutama herpetik.
5.9. Kista iris
16
Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan,
bedah mata dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang
dilapisi epitel seperti pada epitel kornea.
6) Perubahan pada lensa.
6.1. Pengendapan sel radang.
Akibat eksudasi ke dalam akuos diatas kapsul lensa terjadi
pengendapan pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui
kekeruhan kecil putih keabuan, bulat, tersendiri atau berkelompok pada
permukaan lensa.
6.2. Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul
depan lensa menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas.
Sinekia posterior yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari
Vossius.
6.3. Perubahan kejernihan lensa
Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat
peradangan uvea dan proses degenerasi-proliferatif karena
pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung pada tingkat
perlengketan lensa-iris, berat dan lamanya penyakit.
7) Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin
dan sisa kolagen, didepan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang,
menetap atau bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan
makrofag.
8) Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni.
Hipotoni timbul karena sekresi badan siliar berkurang akibat
peradangan. Normotensi menunjukkan berkurangnya peradangan pada
bilik mata depan. Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat
blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang
menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.
3.8 Diagnosis
17
Uveitis sering berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya, oleh sebab
itu, ada baiknya dilakukan anamnesis yang komprehensif serta pemeriksaan fisik
yang menyeluruh pada setiap pasien dengan inflamasi intraokuler. Pemeriksaan
yang menyeluruh tersebut dapat membantu dalam penentuan diagnosis yang tepat
sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik.
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang; meliputi onset, gejala yang timbul, perjalanan
penyakit dan gejalanya serta perawatan yang telah didapat.
Riwayat penyakit mata sebelumnya; apakah ada episode penyakit dengan
gejala yang sama sebelumnya, terapi dan respon terapi yang telah didapat,
riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya.
Riwayat penyakit lain sebelumnya; riwayat penyakit-penyakit sistemik
(terutama sarkoidosis, juvenile rhematoid arthritis, AIDS, tuberkulosis, dan
sifilis), riwayat penggunaan obat-obatan (terutama obat-obatan
imunosupresif).
Riwayat sosial; meliputi pola diet sehari-hari, pola seksual dan penggunaan
obat-obatan terlarang.
Data demografik; seperti: usia, ras dan jenis kelamin.
Riwayat geografi; seperti: tempat lahir, lingkungan tempat tinggal, dan apakah
sehabis melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri.
Riwayat penyakit keluarga; penyakit-penyakit sistemik yang menular dalam
keluarga (seperti: tuberkulosis), riwayat menderita uveitis dalam keluarga.
Tinjauan sistemik :
- Umum : demam, berat badan, malaise, keringat malam
- Rheumatologi : arthralgia, low back pain, joint stiffness
- Dermatologi : rash, alpecia, vitiligo, gigitan serangga
- Neurologi : tinitus, sakit kepala, meningismus, parestesia, paralisis
- Respiratori : sesak nafas, batuk, dan produksi sputum
- Gastrointstinal : diare, melena
- Genitourinaria : disuria, ulkus genitalia, balanitis
Pemeriksaan Fisik
18
Evaluasi tanda-tanda vital, periksa ketajaman penglihatan, periksa gerakan bola
mata, periksa setiap jaringan bola mata dengan slit lamp, lakukan pemeriksaan
funduskopi, dan ukur tekanan bola mata.
3.9 Pemeriksaan penunjang
1. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit
korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat
berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi
pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular,
vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N.
optikus dan radang pada koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina
dan pelepasan retina
3. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari
gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya Pemeriksaan laboratorium
mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non granulomatosa atau jelas
berespon dengan terapi non spesifik. Sedangkan pada uveitisanterior yang
tetap tidak responsive harus diusahan untuk menemukan diagnosis
etiologinya.
Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran
mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count,
eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun
marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum
ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya.
Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s
reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis,
Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto
persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto
tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis).
19
Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap
pengobatan non spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium
lebih lanjut. Sementara bagi penderita yang tidak responsif , diusahakan untuk
menemukan diagnosis etiologinya melalui pemeriksaan laboratorium. Pada
penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberkulosis dan
toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral, atau
granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk sifilis, foto Rontgen untuk mencari
kemungkinan tuberkulosis atau sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis
sebaiknya dilakukan tes ANA. Pada kasus psoriasis, uretritis, radang yang
konsisten, dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk
mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan
pemeriksaan IgG dan IgM.
3.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding uveitis anterior adalah Konjungtivitis, Keratitis atau
Keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada Konjungtivitis penglihatan tidak
kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau
injeksi siliar.
Pada Keratitis atau Keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada
rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan
zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil
melebar, tidak ada sinekia posterior.
NO TANDA KONJUNG-TIVITSAKUT
IRIDOSKLITISAKUT
GLAU-KOMAAKUT
KERA-
TITIS
1 Sakit Tidak atau hanyaSedikit
Sedang, traumamengenai matadan yang diurusoleh N.II
Hebat,diseluruhbulbus okulidan yang diurusoleh N.V,injeksikonjungtivadan episklera
Sedikit
2 Injeksi Injeksikonjungtiva
Terutamainjeksiperikornea
Injeksikonjungtiva,perikornea dan
Injeksiperikornea
20
episklera
3 Pupil Normal Miosis
irreguler
Lebar,
lonjong
Normal,miosis
4 Reflekcahaya
Normal Berkurang Berkurangsampai tidakada
Kuat
5 Mediarefraksi
Jernih Kornea keruh(kreatikprespitat danedema),COA:selradang, pupil:oklusio,lensa:katarak,badan kaca:selradang
Kornea keruhkarena oedema,lensa:katarakstadium lanjut,COA dangkal
Kornea keruhkarena adanyainfiltrat, COAnormal
6 Visus Baik Sedang Buruk Berkurang
7 Timbul-
nya
Perlahan Perlahan Tiba-tiba Perlahan
8 Gejalasistemik
Tidak ada Sedikit Muntah-
muntah
9 Pemeriksaansekret
Ditemukankuman
penyebab
Tidakditemukankumanpenyebab
Tidakditemukankumanpenyebab
Tidakditemukankumanpenyebab
10 TIO Normal N,tinggi,turun Tinggi sekali Normal
3.11 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan uveitis adalah mengobati proses inflamasi
pada mata secara efektif serta meminimalkan komplikasi yang mungkin timbul
baik dari penyakitnya itu sendiri maupun dari terapi yang diberikan. Agar tujuan
pengobatan dapat dicapai, maka diperlukan pemeriksaan yang baik, karena,
beberapa kondisi memerlukan tindakan tertentu seperti pemberian obat
kortikosteroid, sedangkan pada kondisi lain tidak dianjurkan karena penggunaan
kortikosteroid jangka panjang akan menyebabkan pembentukan katarak dan
meningkatkan tekanan intraokuler. Adapun terapi uveitis anterior dapat
dikelompokkan menjadi :
21
Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi
fotofobia, terutama akibat pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan
berkurang, sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi
sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Analgetik Diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus
uveitis non granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri.
4. Midritikum/ sikloplegik, tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-
otot iris dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan
mempercepat penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat
untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang
telah ada.Midriatik dan Siklopegik ini merupakan golongan antikolinergik
agent kerjanya akan memblokir respon dari otot sfingter iris dan otot
dari korpus siliaris kemudian akan di stimulasi menjadi kolinergik
pupil dilatasi (midriatik) dan paralisis akomodasi (siklopegik).
Obat-obatan yang bersifat long acting seperti homatropine, scopolamine
atau atropine, digunakan untuk mengatasi spasme siliare; sedangkan obat-
obatan yang durasi kerjanya lebih singkat seperti tropicamide atau
cyclopentolate digunakan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior
pada pasien yang menderita iridocyclitis kronik serta mengurangi gejala
fotofobia. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
- Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
- Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
5. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan terapi primer pada pasien uveitis.
Kortikosteroid menekan kerja sistem imun serta memiliki efek anti-
inflamasi melalui beberapa mekanisme. Kortikosteroid dapat diberikan
secara topikal, melalui injeksi periokular atau intravitreal atau diberikan
secara sistemik. Pemberian secara topikal diutamakan pada pasien dengan
uveitis anterior. Dosis sebagai berikut: Dewasa : Topikal dengan
22
dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat
dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Prednisolone succinate 25 mg (1 ml) - Triamcinolone acetonide 4 mg (1
ml)
- Methylprednisolone acetate 20 mg Bila belum berhasil dapat diberikan
sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang
berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari. Anak : prednison 0,5 mg/kgbb
sehari 3 kali.
Pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik, seperti
pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi inflamasi intra okuler
di retina, koroid dan N.optikus. Pada pemberian kortikosteroid, perlu
diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma
sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan
komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
6. AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid)
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan
AINS dalam mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat
dibuktikan. Pemakaian OAINS yang lama dapat mengakibatkan
komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus,
nefrotoksik dan hepatotoksik.
7. Imunomodulator
Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang
mengancam penglihatan yang sudah tidak merespon terhadap
kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh sel
limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi
digunakannya imunomodulator adalah :
1. Inflamasi intraocular yang mengancam penglihatan pasien.
2. Gagal dengan terapi kortikosteroid.
3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid.
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa
uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau
23
kelainan hepar atau kelainan darah dan sebelum dilakukan informed
concent.
Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior
telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang
sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan
Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan
diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa
memandang penyebabnya.
Terapi terhadap komplikasi
1. Sinekia posterior dan anterior Untuk mencegah maupun mengobati sinekia
posterior dan sinekia anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang
telah diterangkan sebelumnya.
2. Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling
sering terjadi pada uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara
lain: Terapi konservatif : Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam Terapi bedah : Dilakukan bila tanda-
tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi. - Sudut tertutup :
iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris
dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan
bedah filtrasi. - Sudut terbuka : bedah filtrasi.
3. Katarak komplikata Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior
kronis. Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan
dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.
Terapi bedah
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
24
- Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)
dilakukan bedah filtrasi.
- Sudut terbuka : bedah filtrasi
3.12 Komplikasi
Komplikasi dari uveitis anterior dapat berupa :
1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik
anterior. Penupukan cairan ini bersama-samadengan sel radang
mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga terjadi
glaukoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
2. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan
gangguan metabolisme lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi
katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan
komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga
dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi.
Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian
menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik
posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik
pada banyak mata dengan uveitis. Prognosis penglihatan pasien dengan
katarak komplikata ini tergantung pada penyebab uveitis anteriornya.
3. Neovaskularisasi
4. Ablasio retina
Akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
5. Kerusakan N.optikus
6. Atropi bola mata
7. Edema Makula Kistoid
Terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.
25
3.13 Prognosis
Prognosis dari uveitis anterior ini tergantung dari etiologi atau gambaran
histopatologinya. Pada uveitis anterior non granulomatosa gejala klinis dapat
hilang dalam beberapa hari hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi
sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis anterior granulomatosa inflamasi dapat
berlangsung berbulanbulan hingga bertahunan, kadang-kadang terjadi remisi dan
eksaserbasi. Pada kasus ini dapat timbul kerusakan permanen walaupun dengan
pemberian terapi terbaik. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih cepat
merespon pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet, posterior atau
difus.
26
BAB 3
KESIMPULAN
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)
dengan berbagai penyebab. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang
mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior
merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang
disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat
menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata.
Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan
dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Laboratorium sangat
dibutuhkan guna mendapatkan sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis.
.Pemeriksaan yang menyeluruh tersebut dapat membantu dalam penentuan
diagnosis yang tepat sehingga faktor penyebab dapat ditangani dengan baik.
Penatalaksanaan yang utama untuk untuk uveitis tergantung pada keparahan dan
bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior
berespon dengan baik jika dapat didiagnosis secara awal.
27
DAFTAR PUSTAKA
Ardy H. 2003. Diagnostik Uveitis Anterior. Cermin Dunia Kedokteran. 47-54
Eva PR, Whitcher JP. 2010. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17 th.
Jakarta : EG
Hartono. 2007. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran UGM.
Ilyas, H. Sidarta, prof, dr. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 172-174
James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta :
Erlangga. 85-94
Kansky, Jack J. 2007. Clinical Ophtalmology 6th Edition. St. Louis Sidney
Toronto : Elsevier Oxford USA
Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. 2009. Intraocular inflammation and uveitis.
American Academy of Ophtalmology. LEO : San Fransisco. 101-13.
Suhardjo, Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM. 63-9
Vaughan & Asbury. 2007. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 150-125
Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.
2000. Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 266-78
Wijaya,Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang : Universitas
Diponegoro. 75-6
28