Download - Viktor Frankl - Logotherapy (Indonesian)
BIOGRAFI
Viktor E. Frankl dilahirkan di Wina, Austria pada tanggal 26 Maret 1905. Frankl
menikah pada 1942 dengan istri pertamanya, Tilly Grosser. Pada bulan September tahun 1942
Frankl, istri , ayah, ibu, dan saudaranya ditangkap dan dibawa ke kamp konsentrasi di
Theresienstadt, Bohemia. Ayah Frankl meninggal di sana karena kelaparan, ibu dan saudara
Frankl tewas di Auschwitz pada tahun 1944. Istri Frankl meninggal di Bergen-Belsen tahun
1945. Pada bulan April 1945, Frankl dibebaskan setelah tiga tahun mendekam di kamp
konsentrasi, dan ia kembali ke Wina. Pada 1945 ia menulis bukunya yang terkenal di seluruh
dunia yang berjudul "Ein Psychologe erlebt das Konzentrationslager" Terjemahan bahasa
Inggrisnya: Man's Search for Meaning atau, “Manusia mencari Makna”).
Pada 1946 ia ditunjuk untuk mengelola Poliklinik neurology di Wina, dan ia bekerja di
tempat tersebut hingga 1971. Frankl menerbitkan lebih dari 30 buah judul buku dan menjadi
terkenal, terutama sebagai pendiri logoterapi. Hobinya termasuk mendaki gunung, dan di usia 67
tahun dia memperoleh lisensi pilot. Frankl memegang Sertifikat Penerbangan Solo dan lencana
Pemandu Gunung dari Klub Alpine "Donauland". Pada 1930, Frankl menerima gelar doktor
dalam bidang kedokteran. Frankl menikah untuk kedua kalinya pada tahun 1947 dengan
Eleonore "Elly" Schwindt, dan memiliki seorang putri, Gabriele. Pada tahun 1948, Frankl
menerima gelar Ph.D. dalam filsafat. Pada tahun yang sama, Frankl diangkat menjadi profesor
neurologi dan psikiatri di Universitas Wina.
Pada tahun 1950, Frankl mendirikan dan menjadi presiden Kedokteran Masyarakat
Austria untuk Psikoterapi. Frankl terus mengajar di Universitas Wina hingga 1990, dalam usia
85 tahun. Pada tahun 1992, teman-teman dan anggota keluarga mendirikan Viktor Frankl
Institute. Pada tahun 1995, Frankl menyelesaikan autobiografinya, dan pada tahun 1997, ia
menerbitkan karya terakhirnya, Man's Search for Ultimate Meaning. Frankl memiliki 32 buku
atas namanya yang telah diterjemahkan ke dalam 27 bahasa. Tahun 1929 Frankl dikenal sebagai
dokter muda pendiri Pusat Bimbingan Remaja di Wina.
Dari 1933 hingga 1937 Frankl memimpin apa yang dinamakan "Selbstmörderpavillon"
(pavilyun bunuh diri) di Rumah Sakit Umum di Wina. 1937 hingga 1940 ia melakukan praktik
pribadi sebagai neuro-psikiater dan mengamalkan pendekatan logoterapi. 1940 hingga 1942 ia
memimpin departemen neurologi dari Rumah Sakit Rothschild. Pada tahun 1977 berdiri the
Victor Frankl Library and Memorabilia” di the Graduate Theological Union di Barkeley,
Amerika Serikat. Tanggal 2 September 1997 Viktor Emile Frankl, pendiri logoterapi meninggal
dunia di Wina karena gagal jantung, dalam usia 92 tahun. Di saat-saat terakhirnya, Frankl sempat
berkata kepada Elisabeth Lukas (logoterapis terkenal dari Jerman yang dianggap putri
mahkotanya Frankl) “tenang saja bila satu saat engkau menghadapi kematian. Lihatlah, ini
mudah, engkau tak perlu merasa takut”. Logoterapi mendapat julukan kehormatan sebagai The
Third Viennese School of Psychotherapy sebagai aliran mapan setelah Psikoanalisis (Sigmund
Freud) dan Psikologi Individual (Alfred Adler).
Dimensions of the Human Being
Menurut Frankl, manusia merupakan makhluk natural yang memiliki dimensi yang saling
berhubungan, yaitu:
1. Dimensi somatis (somatic)
2. Dimensi mental
3. Dimensi spiritual (noetic)
Dimensi somatis adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tubuh (soma) dan bersifat
biologis. Dimensi somatis banyak mendapatkan perhatian karena adanya pengaruh hereditas dan
faktor-faktor natural yang dihubungkan, seperti sistem endokrin manusia, dan fungsi-fungsi
neurologis.
Dimensi mental adalah tempat dimana proses-proses psikologis berlangsung. Di level inilah
mental disorder (gangguan mental) ditemukan, terutama karena dimensi mental adalah kajian
utama dari model psikologi tradisional. Seperti dimensi somatis, dimensi mental juga
dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat natural. Walaupun dimensi mental tidak dapat diubah
menjadi dimensi biologis, namun dimensi mental juga dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis.
Dimensi spiritual atau noological dimension merupakan dimensi yang paling sedikit
mendapatkan perhatian dari bidang psikiatri maupun psikologi. Istilah noological dimension
lebih cenderung digunakan karena menurut Frankl, istilah spiritual dalam bahasa Inggris
mengisyaratkan hubungan dengan hal yang bersifat religius, sementara dalam bahasa Jerman,
istilah geistig tidak mengisyaratkan hal yang religius, sebab lainnya adalah karena istilah
noological dimension sangat jarang digunakan.
Dimensi spiritual bersifat mirip dengan dimensi mental karena bersifat immateril, namun
memiliki beberapa perbedaan, yaitu:
1. Dimensi spiritual merupakan satu-satunya dimensi dimana kebebasan dan tanggung
jawab berada. Ketika orang-orang terpaku kepada dimensi somatis dan mental, logoterapi
menemukan adanya "Trotzmacht des Geistes" atau kekuatan roh yang menyimpang, yaitu
kemampuan untuk mengambil tindakan terhadap nasib dan hal-hal lain yang terjadi di
sekeliling manusia secara bebas.
2. "The conscience" atau kata hati yang disebut sebagai organ yang berfungsi untuk
menemukan makna (meaning) bekerja dalam dimensi spiritual.
3. Dimensi spiritual hanya dimiliki oleh manusia dan merupakan pembatas yang
membedakan manusia dengan hewan.
4. Menurut Frankl, Seorang manusia sebagai makhluk spiritual tidak dapat menjadi sakit;
manusia hanya menjadi sakit dalam dimensi somatis dan mental saja.
5. Dimensi spiritual berinteraksi dengan dimensi somatis dan mental.
Realitas Spiritual
Menurut Frankl, dimensi spiritual memiliki kekuatan untuk mempertahankan kesehatan, dan
dapat membantu menyembuhkan diri baik dalam tubuh, pikiran, dan jiwa. Dimensi spiritual
terdiri dari will to meaning, kreativitas, orientasi pada tujuan, imajinasi, kata hati, kesetiaan,
kepercayaan, cinta yang merupakan hal yang berada jauh di atas aspek fisik dan seksual,
kapasitas untuk berkomitmen, tanggung jawab, dan kemampuan untuk bebas memilih.
Meaning
Frankl menganggap bahwa orang-orang hanya melihat nilai-nilai dan makna dalam konteks
mekanisme pertahanan ego seperti sublimasi dan reaksi formasi. Frankl menyadari adanya
pengaruh dari segi sosial, biologis, dan psikologis, namun tetap menekankan bahwa manusia
memiliki kekuatan untuk memilih dan menanggung semua konsekuensinya. Bagaimanapun sulit
dan tertutupnya situasi seseorang, manusia tetap memiliki area untuk menentukan sikap,
perilaku, dan pengalaman.
Kekuatan personal ini mencakup:
1. Kemungkinan untuk berubah dan mengubah: Menolak lingkungan
2. Insting: Menentang segala situasi yang terjadi di sekeliling manusia
Konsep Frankl mengenai meaning atau makna mencakup ultimate meaning dan day-to-day
meaning. Menurut Frankl, manusia tidak akan mencapai ultimate meaning walaupun ada saat-
saat tertentu dimana manusia mendekatinya. Hal ini disebabkan oleh kehidupan sendiri yang
merupakan ajang pencarian yang tak habis-habis. Manusia dapat menemukan alur kehidupan dan
mengabaikannya, melawannya, atau mengikutinya. Frankl berpendapat bahwa kebenaran yang
mutlak tidak dapat diperoleh, dan bahwa orang yang mengaku memilikinya adalah orang yang
berbahaya.
Manusia Makhluk Unik
Manusia menjalani hidup sejak terlahir ke dunia hingga ajal menjemput. Setiap situasi dan
kejadian merupakan momen yang tidak akan pernah terulang lagi yang menawarkan potensi
yang berbeda-beda.
"Jika aku tidak melakukannya, siapa yang akan melakukannya? Jika aku tidak melakukannya
sekarang, kapan aku harus melakukannya? Dan jika aku melakukannya untuk diriku sendiri, jadi
apakah aku ini?" merupakan kuotasi Hillel yang diadaptasi Frankl untuk mengilusterasikan
logoterapi sebagai berikut:
1. Setiap individu adalah makhluk yang unik dan tak tergantikan.
2. Setiap momen tidak dapat terulang kembali.
3. Menjadi manusia bukan berarti hanya melakukan sesuatu untuk diri sendiri.
Frankl's Values
Sama halnya dengan Freud, Frankl juga memiliki nilai-nilai yang diyakini dapat membantu
manusia bertumbuh dan memahami makna dalam hidup. Menurut Frankl, manusia dapat
menemukan meaning melalui love, work (actions), dan suffering (cinta, perbuatan, dan
penderitaan), seperti perkataannya, "What we do, whom we love, and how we suffer." Yang
berarti, "Apa yang kita perbuat, siapa yang kita cintai, dan bagaimana kita menderita.".
Love and Work
Pendapat Frankl mengenai cinta, "Cinta merupakan satu-satunya cara untuk merengkuh
seseorang sampai ke titik yang terdalam, dan menyadari dengan betul akan maknanya" (hal. 176,
Man's Search of Meaning). Termasuk ke dalamnya kesadaran akan potensi-potensi orang-orang
yang kita cintai dan membantu mereka mengaktualisasikannya. Frankl menekankan bahwa cinta
bukanlah semata epifenomena dari dorongan seksual dan insting, melainkan "Sex is a way of
expressing the ultimate togetherness that is called love." (Frankl, 1959) yang berarti bahwa
hubungan seksual adalah suatu cara untuk mengekspresikan kebersamaan terkuat yang disebut
cinta.
Suffering
Frankl percaya bahwa suffering atau penderitaan dapat membantu proses perkembangan
manusia. Frankl tidak menganjurkan untuk mencari penderitaan dean sengaja karena penderitaan
yang tidak alami hanya bersifat masokis. Menurut Frankl, yang terpenting dari penderitaan
adalah menemukan meaning di dalamnya. Perilaku dan sikap kita sebaiknya tetap berada dalam
pengendalian sendiri, walaupun situasi dan lingkungan kita tak dapat dikendalikan.
Frankl melihat tujuan hidup sebagai self-transcendence (becoming more) atau menjadi lebih
daripada self-actualization (aktualisasi diri) yang Frankl lihat hanya membiarkan seseorang
menjadi apa yang sudah ditakdirkan. "kebahagiaan, kepuasan, kedamaian diri dan aktualisasi diri
hanyalah sedikit efek dari pencarian makna." (Frankl, 1980). Frankl melihat bahwa "sehat"
bukanlah keadaan seimbang yang statis, melainkan tumbuh, berkembang dan mencari makna
hidup, dan dalam proses inilah manusia seringkali menemukan konflik mengenai nilai-nilai yang
ditemukan dan terkadang hal inilah yang menjadi isu utama dalam terapi.
LOGOTHERAPY
Pengertian Logoterapi
Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-
psikiater). Logoterapi berasal dari kata “logos” yang dalam bahasa Yunani berarti makna
(meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan.
Logoterapi masuk dalam aliran eksistensialisme dan secara umum dapat digambarkan sebagai
corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping
dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan
hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna
meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.
Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
1. Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan
kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan
didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan
hidup.
2. Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan
sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang
terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif
ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis
yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.
Tujuan Logoterapi
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a) Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada
setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
b) Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan
diabaikan bahkan terlupakan;
c) Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu
tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk
meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Ajaran Logoterapi
Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup
sebagai berikut:
a) Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu
mempunyai makna.
b) Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
c) Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi
untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
d) Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-
nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai
bersikap (attitudinal values).
Teknik dalam Logoterapi
Frankl sangat selektif dalam memilih metode dalam terapinya dan memiliki sedikit persamaan
dengan Carl Jung dan Assagioli, seperti meminta pasien menggambar sesuatu, membaca puisi,
dan sebagainya jika menurutnya akan membantu proses terapi. Menurut Frankl, konflik-konflik
akan nilai dapat diselesaikan jika seseorang menyertakan dimensi spiritual.
Contoh dari tuntutan Frankl pada istri pertamanya ketika mereka terpisah di Auschwitz yaitu:
"Tetaplah hidup bagaimanapun caranya. Lakukan apapun semampumu untuk bertahan."
Frankl menginginkan istrinya untuk merasa bebas, walaupun mereka terikat tali pernikahan,
untuk berusaha bertahan menggunakan kecantikannya jika ada penjaga kamp yang tertarik
padanya, maupun dengan cara apapun. Bagi Frankl, kehidupan memiliki prioritas yang lebih
tinggi daripada "Thou shalt not adultery." atau "Jangan lakukan hubungan seksual ektramarital."
(hal. 61, The Pursuit of Meaning).
Frankl berpendapat bahwa pertanyaan seperti "Siapa (atau apa) yang dapat tergantikan?" dan
"Siapa (atau apa) yang unik dan berbeda dalam situasi ini?" dapat membantu memecahkan
konflik nilai.
Cara spesifik lain yang digunakan Frankl termasuk dalam improvisasi dan psychodrama.
Melukis, berimajinasi, dan analisis mimpi juga sering digunakan.
Metode-metode lain yang dikembangkan oleh Frankl adalah:
a) Socratic Dialogue
Pendapat Socrates mengenai pengajaran adalah bahwa pengajaran bukanlah memasukkan
informasi ke dalam pikiran murid, melainkan membantu murid menyadari apa yang telah
mereka ketahui selama hidup secara mendalam. Dalam Socratic dialogue, terapis
memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan sedemikian rupa sehingga klien menjadi
sadar akan impian-impian mereka yang ter-represi, harapan-harapan bawah sadar dan
hasrat terpendam. Dialog dapat menjelajahi masa lalu dan impian masa depan klien.
Metode ini dapat membangkitkan pengalaman-pengalaman penting dan pencapaian yang
terabaikan. Situasi-situasi yang tampak tak bermakna akan ditelaah kembali. Socratic
dialogue membantu klien untuk tetap berhubungan dengan tujuan-tujuan yang tidak
disadari adanya.
b) Paradoxical Intent
Frankl menerapkan paradoxical intent terutama terhadap penderita phobia dan klien-
klien yang menderita obsessive-compulsive. Metode ini dapat digunakan untuk mengubah
pola perilaku yang tidak diinginkan: ketakutan akan berbicara di depan public, muka
memerah, berkeringat, dan sebagainya. Frankl berpijak pada kapasitas manusia untuk
humor dan self-detachment. Klien akan diminta untuk melakukan sesuatu yang mereka
takuti, bahkan hanya untuk waktu yang sesaat. Hal ini dapat mematahkan siklus
anticipatory anxiety yang dapat meningkatkan perasaan tidak nyaman dan ketakutan.
Humor digunakan dengan berlebihan dan mengolok-olok ketakutan.
Contoh: “Ayo, tunjukkan seberapa banyak kata yang bisa kamu katakan dengan tergagap-
gagap!”
Paradoks ini dilakukan untuk menunjukkan pada klien bahwa mereka memiliki kontrol
yang penuh akan gejala dan gangguan yang mereka alami. Franl juga mengajarkan teori
paradoxical intent pada klien dan meminta mereka untuk mempelajari formulasinya.
Contoh: “Akan kutunjukkan pada bos-ku seberapa lama aku bisa berbicara gagap!”
Dengan latihan sebelum situasi sesungguhnya terjadi, ketakutan akan hilang, dan
membantu klien merasakan sense of power and control.
Frankl sangat menyukai humor dan mengutip ucapan Gordon Allport: “Seorang neurotik
yang belajar untuk menertawakan diri sendiri mungkin berada dalam proses self-
management, malah mungkin penyembuhan.” (hal. 139, The Pursuit of Meaning)
Frankl juga mengingatkan bahwa paradoxical intent harus dilakukan dengan hati-hati
karena dalam konteks negatif, paradoxical intent dapat membantu seseorang yang
terobsesi (secara tidak realistis) dengan pikiran untuk membunuh dirinya sendiri dengan
mengatakan pada dirinya: “Aku akan pulang ke rumah dan menembak diriku sendiri.”
Metode ini akan sangat berbahaya bagi orang-orang yang mengalami depresi dengan
kecenderungan untuk bunuh diri untuk mengikuti formulasi ini.
c) De-reflection
Metode ketiga dari Frankl adalah de-reflection yang digunakan ketika masalah yang
dihadapi terfokus secara mendalam kepada suatu hal, biasanya berkaitan dengan fungsi
tubuh. Frankl paling sering menggunakan metode ini dalam terapi seksual. Frankl
menunjuk bahwa banyak dari disfungsi seksual yang disebabkan oleh anticipatory
anxiety, perhatian yang berlebih pada detail dari pengalaman seksual, seringkali juga
disebabkan oleh kecemasan berlebih terhadap performa seksual. Frankl berusaha untuk
mengubah fokus itu. Klien dijauhkan dari observasi diri (self-observation) yang
berlebihan. Teknik yang biasa dilakukan adalah dengan membuat klien berfokus pada
partner-nya.
Perbedaan mendasar yang paling menarik antara paradoxical intent dan de-reflection
adalah metode de-reflection berusaha untuk mengurangi kecenderungan seseorang untuk
memperhatikan dirinya sendiri dengan menghilangkan self-observation, sedangkan
paradoxical intent tidak hanya menggunakan kemampuan seseorang untuk
mengobservasi diri sendiri, namun juga menertawakan kelainan atau perilaku unik
mereka.
Langkah-langkah dalam Logoterapi
1. Langkah pertama dalam logoterapi adalah dengan membantu klien memisahkan diri dari
gejala dan konflik yang dialami, membuat klien sadar bahwa mereka bukanlah suatu
kesatuan dengan inferioritas, depresi, atau konflik lain yang mereka alami. Hubungan
antara terapis dan klien haruslah sangat dekat, seperti istilah "I-Thou" (Aku-Kamu) yang
digunakan Martin Buber. Empati dan kepedulian terhadap klien merupakan elemen yang
penting, dan dalam konteks suportif tersebut, terapis menunjukkan bahwa klien memiliki
pilihan, walaupun hanya pilihan untuk menentukan sikap. Setelah terapis dan klien
memasuki dimensi spiritual, kekuatan spiritual klien akan muncul, dan klien dapat secara
perlahan keluar dari posisi yang tak tertolong. Klien didorong untuk menentukan pilihan,
mengambil langkah walaupun hanya langkah kecil, menerima tanggung jawab dan
komitmen, dan membuat perubahan.
2. Langkah kedua adalah modification of attitudes atau modifikasi sikap. Setelah klien
menjauh dari gejala-gejala hang dialami, modifikasi sikap akan lebih mudah dilakukan.
Frankl menekankan untuk tetap berada di antara sudut pandang klien, dan tidak
memaksakan suatu sikap terhadap klien. Terapis haruslah waspada terhadap petunjuk-
petunjuk yang tidak terlalu terlihat mengenai keinginan-keinginan bawah sadar dan arah
yang diinginkan klien, perubahan yang diinginkan klien dengan menggunakan teknik-
teknik logoterapi.
3. Langkah ketiga adalah mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala yang dialami klien.
Klien yang telah memiliki sikap yang baru akan melihat apa yang tadinya tampak tidak
dapat dihadapi menjadi dapat diatur sedemikian rupa. Klien cenderung mendapat respon
positif dari perubahan sikap, yang dapat membantu memperkuat perubahan.
4. Langkah keempat adalah mempertimbangkan untuk meningkatkan kesehatan di masa
yang akan datang. Terapis dan klien mendiskusikan mengenai nilai-nilai potensial yang
ada dalam hidup klien dan situasi-situasi tertentu. Pandangan dunia akan semakin meluas
dan diperkaya. Klien akan memahami hierarki dari nilai-nilai yang ada sehingga dapat
menghindari konflik-konflik dan frustasi akan nilai di masa yang akan datang. Klien akan
belajar untuk menerima tanggung jawabnya. Klien yang merasakan kekuatan, kendali,
dan tanggung jawab atas hidupnya, dan yang terus mencari makna dalam dunianya akan
dapat beradaptasi secara efektif dengan dunia.
Pandangan Logoterapi terhadap Manusia
a) Menurut Frankl, manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan
spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
b) Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan
dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam
logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia
tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl
menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak
disalahpahami sebagai konsep agama.
c) Dengan adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self-detachment, yakni
dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai
dirinya sendiri.
d) Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi
dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah
lingkungan fisik di sekitarnya.
Logoterapi sebagai Teori Kepribadian
Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat
digambarkan sebagai berikut:
Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi,
kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan
seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang
berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran
(reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang
tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta
merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup
yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan
neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis
(conformism).