USULAN PENJADWALAN PREVENTIVE
MAINTENANCE PADA MESIN DUPLEX DI PABRIK
KERTAS
Oleh
Ganjar Setiaji
NIM: 004201405107
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu
pada Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Industri
2018
ABSTRAK
Aktivitas maintenance merupakan aset penting untuk kelangsungan proses
produksi. Pabrik tersebut merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak
dibidang pembuatan kertas kemasan. Semakin tingginya angka kerusakan pada
equipment maka akan berakibat meningkatnya breakdown mesin. Salah satu
dampak buruk dari breakdown adalah banyaknya material yang digunakan untuk
penggantian dan sangat berpengaruh terhadap cost pemakaian equipment. Untuk
meminimalkan kerusakan yang sering terjadi maka perlu adanya preventive
maintenance. Tujuan dari adanya preventive adalah mengurangi dampak
kerusakan dan menjaga life time atau umur suatu mesin.. Penelitian ini mencoba
untuk menerapkan perawatan preventif terhadap mesin yang di gunakan oleh
perusahaan yaitu mesin Duplex. Metode yang akan digunakan untuk menentukan
komponen kritis yaitu konsep diagram pareto. Menentukan Mean Time to Failure
(MTTF), cost of Failure ( Cf ), tingkat keandalan, serta biaya perawatan preventif
(Cp) dilakukan untuk mengetahui selang waktu dalam penggantian komponen
dengan biaya yang rendah. Setelah dilakukan penerapan preventive maintenance
untuk tiga komponen tersebut mengalami penurunan biaya perawatan. Komponen
bearing mengalami penurunan 8,30% dengan tingkat keandalan 61%, komponen
rantai 15,60% tingkat keandalan 62% dan komponen unwinder mengalami
penurunan 10,70% tingkat keandalan 61% . Penurunan biaya ini akan
berpengaruh besar untuk profit yang didapat perusahaan karena menghemat
pengeluaran biaya perawatan.
Kata Kunci: breakdown, preventive maintenance, life time, pareto diagram, biaya,
keandalan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keberadaan mesin-mesin dalam perusahaan sangat penting untuk menghasilkan
produk industri yang memenuhi standar kualitas yang diinginkan. Jika mesin-
mesin berjalan dengan kondisi yang baik maka perusahaan tersebut akan mampu
untuk menghasilkan produk-produk dengan tingkat cacat (defect) yang rendah.
Perusahaan ini adalah produsen kertas kemasan terkemuka di Indonesia dengan
kapasitas terpasang 1.550.000 metrik ton per tahun dan berbagai produk yang
meliputi Kraft Liner Board dan Corrugated Medium Paper untuk kemasan karton
dan Coated Duplex Board untuk kemasan display. Salah satu proses produksi
yaitu pada mesin Duplex. Mesin ini beroperasi untuk kertas jenis Coated Duplex
Board (CDB). Mesin Duplex menjadi salah satu mesin dengan persentase
kerusakan yang tinggi yaitu sebesar 22,81% dari semua mesin yang ada. Adapun
komponen yang sering mengalami kerusakan meliputi komponen Bearing, v-belt,
unwinder, rantai, pipa sealing, cutter, conveyor, dan kopling.
Berdasarkan dari data mesin Duplex Bulan Agustus 2015 sampai dengan Mei
2017 terjadi breakdown selama 1.627 jam dengan jumlah jam operasi selama
14.421 jam atau sekitar 11,28 persen. Total frekuensi terjadinya kerusakan
sebanyak 125 kali kerusakan selama 22 bulan. Beberapa penyebab adanya
breakdown adalah kurangnya kontrol terhadap mesin seperti jadwal pengecekan
maupun penggantian komponen yang belum terstruktur.
Diagram pareto akan digunakan untuk mengetahui tingkat kritis komponen-
komponen yang mengalami kerusakan pada mesin Duplex. Terdapat 3 komponen
tertinggi yang mengalami kerusakan yaitu komponen unwinder, bearing, dan v-
belt. Ketiga komponen ini akan diganti dengan yang baru jika terjadi kerusakan
karena tidak bisa direpair kembali. Jika komponen bearing, Unwinder, maupun
rantai terjadi kerusakan maka proses produksi akan terganggu yang
mengakibatkan produktivitas mesin menurun dan mengeluarkan biaya
maintenance untuk perbaikan.
Untuk meminimalkan kerusakan yang sering terjadi maka perlu adanya preventive
maintenance. Menurut Ebeling (1997), preventive maintenance merupakan
kegiatan perawatan yang dilakukan secara terjadwal dan umumnya dilakukan
secara periodik. Preventive maintenance bertujuan untuk meningkatkan
reliability, mencegah timbulnya kerusakan mesin secara mendadak, serta dapat
mengurangi downtime mesin (Assauri,2008).
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dirumuskan suatu permasalahan, yaitu “Bagaimana
menjadwalkan perawatan secara preventive maintenance mesin Duplex agar biaya
perawatan relatif rendah dengan tingkat keandalan yang sesuai?”
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menekan biaya perawatan dengan tingkat
keandalan mesin yang layak dengan metode penjadwalan secara preventive
maintenance.
1.4. Batasan Masalah
Karena adanya keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian, akan ada
beberapa ruang lingkup dalam pengamatan sebagai berikut :
Pengambilan data dilakukan hanya pada periode Agustus 2015 sampai Mei
2017
Penelitian ini di lokasi Paper Machine 1 khususnya mesin duplex
1.5. Asumsi
Beberapa asumsi dari penelitian ini adalah :
Waktu breakdown mulai dihitung dari mesin rusak, diperbaiki, ditutup dan
sampai siap untuk beroperasi kembali..
Data komponen yang digunakan sudah terinstal dan berfungsi di mesin
produksi.
Kemampuan operator untuk perawatan dianggap sama
Spare part selalu tersedia.
Semua mesin Duplex identik dengan mesin lainnya.
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan ini ditulis secara sistematik yang akan dibagi menjadi 5 pokok bab
pembahasan, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan
masalah sebagai hal yang harus diselesaikan, tujuan penelitian yang
dicapai, ruang lingkup sebagai batasan, dan asumsi untuk
menyelesaikan penelitian, dan garis besar penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari dijelaskan tentang pemeliharaan, jenis
perawatan, dan perawatan terpusat yang reliabel sebagai teori dasar
penelitian ini dalam pengolahan data untuk melakukan pemecahan
permasalahan yang ditemukan di Pabrik Kertas. Teori-teori yang
digunakan berkaitan dengan maintenance yaitu distribusi normal,
lognormal, tingkat keandalan, MTTF, MTTR.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan alur penelitian ini dan menjelaskan setiap
langkah untuk melakukan penelitian ini. Dimulai dari observasi
awal sampai menganalisa data yang terkumpul dengan perbaikan
dan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut.
BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
Bab ini menjelaskan tentang mengolah data dan menganalisa data
sampai didapatkan hasil penelitian yang diperoleh. Hasil data yang
diperoleh digunakan untuk waktu interval perawatan dan
penghematan biaya perawatan secara prefentif.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir memberikan kesimpulan penelitian dan pemecahan
masalah serta rekomendasi untuk bahan pertimbangan sebagai
solusi pemecahan masalah yang terjadi di pabrik kertas.
Kesimpulannya akan terdiri dari komponen kritis yang
menyebabkan kegagalan mesin, waktu interval penggantian
komponen, dan penghematan biaya dengan menggunakan
perawatan secara preventive mantenance berdasarkan perhitungan
yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Maintenance
Pemeliharaan atau perawatan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pemeliharaan
fasilitas maupun peralatan di perusahaan dan melakukan jadwal perbaikan dan
penyesuaian/penggantian yang diperlukan. Tujuannya supaya terdapat suatu
keadaan operasi produksi yang memuaskan dan mesin berjalan dengan baik tanpa
adanya hambatan sesuai dengan apa yang direncanakan menurut Sofyan (2004).
Maintenance merupakan suatu kegiatan dalam suatu industri manufaktur yang
sangat penting seperti halnya dengan produksi. Hal ini dikarenakan apabila suatu
perusahaan mempunyai mesin atau peralatan yang digunakan sebagai modal
utama dalam pelaksanaan produksi, biasanya perusahaan tersebut selalu berusaha
untuk tetap menjaga performa mesin agar dapat mempergunakan mesin atau
peralatan sehingga kegiatan produksi tetap dapat berjalan dengan lancar. Dalam
usaha untuk terus menggunakan mesin atau peralatan secara bagus agar
kontinuitas produksi dapat terjamin harus dilakukan kegiatan pemeliharaan dan
perawatan, baik secara rutin ataupun pemeliharaan berkala dan secara menyeluruh
atau pada setiap titik-titik rawan rusak pada komponen mesin.
Dalam sistem perawatan menurut Anthony (1988) beberapa istilah yang seing
digunakan diantaranya:
a. Perawatan (maintenance)
Merupakan tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan atau
mengembalikan peralatan, mesin, atau sistem ke kondisi pengoperasian
yang sesuai untuk mencapai masa keandalan yang maksimal. Perawatan
tersebut dapat dilakukan sesuai jadwal yang sudah diatur oleh perusahaan.
b. Perawatan darurat (emergency maintenance)
Merupakan perawatan yang dilakukan karena alasan yang mendadak seperti
halnya mesin berhenti beroperasi dan harus dilakukan perawatan. Dalam
perawatan darurat bisa juga dilakukan perawatan yang sifatnya mencegah
kerusakan yang lebih serius, seperti jadwal pelumasan diperpendek untuk
menjaga umur komponen sampai waktu overhaul.
c. Perawatan terencana (planning maintenance)
Merupakan tindakan perawatan yang sudah direncanakan jauh hari.
Perawatan secara terencana ini mampu menekan biaya yang dikeluarkan
dalam perawatan karena kondisi mesin dapat terpantau dan sesuai planing
untuk dilakukan perawatan. Perawatan yang sudah terencana sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan proses produksi karena mampu
menekan angka breakdown menjadi lebih kecil.
d. Rusak (breakdown)
Merupakan kerusakan yang terjadi dari suatu komponen mesin sehingga
menghilangkan atau mengurangi kegunaan serta keandalan mesin tersebut.
Akibat yang ditimbulkan dari breakdown sangat fatal dan berpengaruh
terhadap hasil produksi maupun cost yang dikeluarkan.
e. Perawatan pencegahan (preventive maintenance)
Merupakan tindakan perawatan untuk mencegah kegagalan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam suatu mesin. Preventive maintenance dilakukan
pada jadwal perawatan yang direncanakan dengan baik dan juga rencana
produksi yang lebih tepat. Preventive maintenance banyak diterapkan di
perusahaan karena tujuannya untuk menekan angka breakdown dan
pengeluaran biaya yang diluar budget.
f. Perawatan jalan (running maintenance)
Perawatan ini dilakukan tanpa menghentikan operasi mesin karena bisa
dikerjakan saat mesin berjalan. Perawatan ini bersifat flexible seperti
pelumasan, pengecekan, maupun menganalisa kondisi secara fisik.
g. Perawatan berhenti (shutdown maintenance)
Perawatan ini dilakukan saat mesin berhenti beroperasi. Dalam jangka
waktu tertentu perusahaan akan memberikan jadwl untuk melakukan
overhaul sebagai penggantian komponen yang mengalami kerusakan.
Menurut Siagian(2013), dalam melakukan penghitungan untuk biaya perbaikan
secara corrective (Cp) menggunakan Persamaan (2-1) sebagai berikut:
Cp = Harga Komponen + ( waktu penggantian x upah per jam ) + ( kapasitas per
jam x waktu penggantian x production loss ) (2-1)
2.2 Jenis Pemeliharaan
Secara garis besar pemeliharaan terbagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Pemeliharaan Tidak Terencana
2. Pemeliharaan Terencana
2.2.1 Pemeliharaan Tidak Terencana (Unscheduled Maintenance)
Pemeliharaan tidak terencana adalah perawatan yang dilakukan secara mendadak
karena kondisi mesin yang sudah tidak memungkinkan untuk beroperasi.
Pemeliharaan tidak terencana ini biasa disebut breakdown atau emergency case.
Dikenal sebagai jenis pemeliharaan yang paling tua. Seringkali terjadi jika
perbaikan dilakukan setelah adanya kerusakan tanpa adanya perawatan atau
pemeliharaan yang dilakukan. Aktivitas ini juga dikenal dengan sebutan
unschedule maintenance. Ciri-ciri pemeliharaan ini adalah kebiasaan
menggunakan alat atau mesin secara terus menerus tanpa melihat kondisi yang
terjadi. Apabila terjadi kerusakan barulah mekanik melakukan perbaikan untuk
penggantian komponen yang rusak tersebut.
Keuntungan perawatan ini yaitu mudah dilakukan karena hanya melakukan
perbaikan dan tidak perlu melakukan penjadwalan pemeliharaan.
Kelemahannya :
Mengakibatkan tidak tercapainya target produksi karena kegagalan mesin
yang tidak bisa beroperasi secara normal.
Waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan bisa lebih lama jika spare part
tidak tersedia atau ternyata susah untuk didapatkan.
Karena perawatan ini sifatnya terjadi tiba-tiba, dalam tugasnya bagian
mekanik akan bekerja dibawah tekanan oleh bagian produksi yang akan
berakibat :
1. Menurunnya efektifias dan efisiensi operator
2. Tidak optimalnya hasil pekerjaan perbaikan dan pemeliharaan
3. Biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar.
2.2.2 Pemeliharaan Terencana (Scheduled Maintenance)
Pemeliharaan Terencana adalah perawatan yang terorganisasi. Pengendalian dan
pencatatan data sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan dilakukan
dengan memikirkan hasil jangka panjang,
Schedule maintenance terdiri dari 3 pokok yaitu Pemeliharaan
Korektif (Corrective Maintenance), Pemeliharaan Pencegahan (Preventive
Maintenance) , dan Predictive Maintenance.
1. Preventive Maintenance
Preventive maintenance mempunyai tujuan untuk dapat mengurangi downtime,
dan meningkatkan reliability, mencegah kerusakan mesin yang terjadi secara tiba-
tiba, (Assauri, 2008). Sedangkan menurut Ebeling (1997), preventive maintenance
merupakan perawatan yang dilakukan secara terjadwal umumnya secara periodik.
Preventive Maintenance adalah tindakan dan analisa secara cepat pada
ketidaknormalan komponen suatu mesin sebelum terjadi kerusakan atau
kegagalan mesin. Dua aktivitas dasar pada preventive maintenance adalah:
1. Pengecekan secara berkala pada peralatan/komponen.
2. Perbaikan yang terencana sesuai jadwal pada kerusakan
Preventive Maintenance adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
untuk menjaga dan mencegah setiap alat/komponen agar berjalan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan agar produktifitas serta keandalan mesin tetap terjaga
yaitu melalui pemeriksaan serta analisa dan pencegahan kerusakan yang terjadi
secara tiba-tiba (breakdown). Jika mesin beroperasi sampai rusak maka akan
terjadi breakdown dan produksi akan terganggu yang mengakibatkan target tidak
tercapai. Jika pemeliharaan dilakukan secara terjadwal maka target produksi akan
maksimal dan mesin berjalan dengan normal dengan keandalan yang terjamin
serta biaya perawatan menjadi lebih murah.
Dalam prakteknya, perawatan preventif yang dijalankan oleh beberapa perusahaan
dapat dibagi menjadi dua macam, perawatan rutin dan perawatan berkala.
Pemeliharaan rutin adalah kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin seperti
setiap hari. Contoh perawatan rutin adalah membersihkan peralatan atau fasilitas,
pelumasan atau pengecekan minyak, dan mungkin pemanasan beberapa mesin
selama beberapa menit. Sementara itu, perawatan berkala adalah kegiatan
perawatan yang dilakukan secara berkala atau dalam waktu interval tertentu
seperti seminggu sekali, sebulan sekali, atau bahkan setahun sekali. Pemeliharaan
berkala juga bisa dilakukan dengan menggunakan jam kerja mesin seperti setiap
seratus jam waktu kerja mesin. Biasanya, aktivitas yang dilakukan dalam
perawatan berkala jauh lebih sulit daripada perawatan routing. Sebagai contoh
perawatan periodik ini adalah pembongkaran suction, sealing strip, piston, dan
lain-lainnya. Berdasarkan hal tersbut dimungkinkan untuk mengembangkan
jadwal perawatan yang direncanakan dengan baik.
Untuk preventive maintenance sendiri terbagi menjadi beberapa jenis kegiatan
diantaranya sebagai berikut.
1. Inspeksi, yaitu melakukan pengecekan terhadap kondisi mesin dan
komponen, bisa berupa cek list atau tindakan minor perawatan. Sebagai
contoh melakukan penyetelan dan pelumasan.
2. Dengar, lihat dan Rasakan, meliputi pemeriksaan kondisi mesin dan
komponen yang terkait terkait secara fisik dengan cara pendengaran,
penglihatan, dan perasaan.
3. Pemeliharaan jalan, yaitu tindakan yang berupa pemeliharaan tanpa
menghentikan proses produksi atau kinerrja dari mesin tersebut, contohnya
mengecek vibrasi komponen bearing.
4. Penggantian komponen minor, berupa penggantian beberapa komponen
kecil dalam mesin dan peralatan yang mengalami kondisi abnormal atau
kerusakan.
Pemeliharaan berhenti, tindakan pemeliharaan yang dilakukan pada saat peralatan
atau mesin sedang tidak beroperasi atau berhenti.
Keuntungan Preventive Maintenance:
Preventive Maintenance adalah kegiatan antisipasi. maka bagian produksi
dan mekanik dapat membuat schedule pemeliharaan yang lebih baik dan
pekerjaan pembuatan peramalan (forecasting).
Akan meminimalisasi waktu perbaikan yang akan berakibat mengganggu
kegiatan produksi.
Preventive Maintenance memperbaiki kondisi dan fungsi atas komponen-
komponen mesin.
Preventive Maintenance dapat mengurangi pekerjaan
emergency/mendadak
Kerugian :
Preventive Maintenance mengurangi umur suatu komponen mesin
karena komponen tersebut harus diganti sebelum rusak total.
Lebih membutuhkan banyak operator mekanik
Jika dibandingkan metode predictive maintenance, biaya pemeliharaan
preventive maintenance lebih tinggi.
2. Corrective Maintenance
Pemeliharaan Corrective adalah tindakan pemeliharaan untuk memperbaiki suatu
komponen dalam mesin yang telah rusak dan memenuhi syarat untuk dilakukan
perbaikan. Kegiatan corrective maintenance sendiri terbagi menjadi beberapa
kegiatan diantaranya:
Reparasi minor, yaitu pemeliharaan untuk rencana jangka pendek yang timbul
diantara pengecekan serta suatu kegiatan pemeliharaan berupa perbaikan
ringan suatu komponen.
Overhaul, yaitu tindakan pemeliharaan berupa penggantian komponen mesin
keseluruhan sesuai jadwal dan waktu yang sudah diberikan oleh manajemen
perusahaan. Misalnya rencana overhaul bulanan, tahunan, atau waktu
periodik lainnya.
3. Predictive Maintenance
Pemeliharaan prediktif adalah teknik perawatan yang dilakukan pemeriksaan aset
peralatan atau fasilitas untuk memprediksi kegagalan yang akan terjadi.
Pemeliharaan ini membutuhkan data kinerja mesin, teknik pengujian mesin, dan
juga inspeksi visual mesin. Analisis kondisi mesin akan dipakai untuk
mengembangkan perencanaan dan penjadwalan pemeliharaan sebelum terjadi
kegagalan. Tipe pemeliharan jenis ini lebih modern dibandingkan dengan 2 tipe
sebelumnya.
2.3. Pengertian keandalan
Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas bahwa perangkat, mesin atau sistem
akan melakukan fungsi tertentu dalam batas yang diberikan, di bawah lingkungan
yang diberikan kondisi, untuk waktu tertentu (Stapelberg, 2009). Keandalan
adalah salah satu karakteristik yang menentukan kualitas. Keandalan didefinisikan
oleh berbagai definisi, namun secara umum reliabilitas adalah kemampuan suatu
produk berlaku sesuai dengan fungsi tertentu di lingkungan desain atau operasi
kondisi tertentu. Keandalan dapat dinyatakan dalam beberapa cara seperti tingkat
kegagalan, fungsi reliabilitas, dan fungsi kepadatan probabilitas. Keandalan dapat
dinyatakan dalam beberapa cara seperti tingkat kegagalan, fungsi reliabilitas, dan
fungsi kepadatan probabilitas (Sodikin, 2010).
Uji keandalan menggunakan nilai dari Cronbach’s Alpha. Cronbach’s Alpha
adalah sebuah ukuran tingkat keandalan yang memiliki nilai berkisar 0 sampai 1.
Berikut merupakan tabel angka tingkat keandalan menurut Cronbach’s Alpha.
Tabel 2.1 Tingkat Keandalan Cronbach’s Alpha
Nilai Cronbach’s Alpha Tingkat Keandalan
0,0 – 0,20 Kurang Andal
>0,20 – 0,40 Agak Andal
>0,40 – 0,60 Cukup Andal
>0,60 – 0,80 Andal
>0,80 – 1,00 Sangat Andal
Sumber : Hair dkk, 2010, 125
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa suatu mesin dalam kondisi sangat
andal jika memiliki tingkat keandalan dalam rentang 0,80 sampai 1,00. Sedangkan
mesin dikatakan andal jika memiliki nilai keandalan 0,60 sampai 0,80. Keadaan
mesin dikatakan cukup andal dengan kriteria rentang 0,40 sampai 0,60. Dalam
kondisi seperti cukup andal ini, suatu mesin harus segera dijadwalkan untuk
penggantian beberapa komponen yang dinilai sudah saatnya untuk diganti.
Berdasarkan tabel cronbach’s Alpha tersebut angka minimal mesin yang
direkomendasikan adalah 0,60. Jadi tingkat keandalan suatu mesin harus selalu
dipantau agar terhindar dari menurunnya keandalan yang akan mengakibatkan
terganggunya proses produksi. Masa pakai mesin atau umur suatu mesin yang
digunakan adalah penggunaan mesin agar bisa bekerja optimal. Semua dari mesin
memiliki tingkat keletihan yang berbeda. Gambar 2.1 di bawah menunjukkan
kurva reliabilitas waktu sebuah mesin yang telah digunakan untuk jangka waktu
tertentu akan menunjukkan penurunan kinerja yang akan menyebabkan
menurunnya kehandalan.
Gambar 2.1 Kurva Keandalan R(t) vs Waktu (t)
2.4. Distribusi Kerusakan
Variabel acak digunakan untuk menentukan reliabilitas dalam sistem. Distribusi
yang sering digunakan dalam menentukan tingkat keandalan dalam suatu sistem
adalah distribusi normal, distribusi weibull, distribusi lognormal dan distribusi
eksponensial. Berikut adalah deskripsi masing-masing distribusi yang digunakan.
2.4.1. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal merupakan distribusi yang menggambarkan distribusi
kegagalan yang memiliki begitu banyak variasi bentuk, sehingga terkadang data
yang sesuai untuk distribusi pada Weibull juga akan sesuai dengan distribusi
Lognormal. Distribusi ini menggunakan 2 parameter yakni parameter bentuk
(shape parameter) yang menunjukkan standar deviasi dan juga tmed yang
menunjukkan parameter lokasi ( location parameter) yang juga menunjukkan
R(t)
t
nilai tengah dari data yang termasuk ke dalam distribusi ini. Gambar 2.2
menunjukkan contoh pola distribusi Lognormal.
Sumber : wikipedia.org/lognormal-distribution
Gambar 2.2 Contoh Pola Distribusi Lognormal
Beberapa fungsi yang akan digunakan pada distribusi lognormal yaitu:
1. Probability Density Function (PDF)
Adapun rumus probability density function dapat dilihat pada Persamaan (2-2)
𝒇(𝒕) = 𝟏
𝒔𝒕√𝟐𝝅𝒆
[𝟏
𝟐𝒔𝟐(𝐥𝐧𝒕
𝒕𝒎𝒆𝒅)
𝟐] (2-2)
For t ≥ 0
Dimana :
t : Interval Waktu
tmed : Waktu Median dari data
s : Scale Parameter
π : Mean of the Data
e : Natural Logarithm (e = 2.71828)
2. Cumulative Distribution Function (CDF)
Adapun rumus Cumulative Distribution Function pada persamaan (2-3)
𝑭(𝒕) = ɸ (𝟏
𝒔𝐥𝐧
𝒕
𝒕𝒎𝒆𝒅) (2-3)
3. Reliability Function (keandalan)
Rumus menghitung tingkat keandalan menggunakan persamaan (2-4)
𝑹(𝒕) = 𝟏 − 𝑭(𝒕) (2-4)
4. Failure Rate Function
Untuk Failure Rate Function menggunakan rumus persamaan (2-5)
𝝀(𝒕) = 𝑭(𝒕)
𝒔𝒕𝑹(𝒕) (2-5)
5. Mean Time To Failure (MTTF)
Untuk menghitung MTTF menggunakan persamaan (2-6)
𝑴𝑻𝑻𝑭 = 𝒕𝒎𝒆𝒅 . 𝒆(
𝒔𝟐
𝟐) (2-6)
6. Variance
Adapun menghitung variance menggunakan rumus persamaan (2-7)
𝝈𝟐 = 𝒕𝒎𝒆𝒅𝟐𝒆𝒔𝟐[𝒆𝒔𝟐
− 𝟏] (2-7)
2.4.2. Distribusi Normal
Distribusi normal adalah distribusi yang memiliki bentuk seperti kurva bel dengan
dua parameter pembentuk yaitu mean () dan standar deviasi (). Distribusi ini
sering digunakan di berbagai analisis statistik. Parameter yang digunakan disini
berupa mean (μ) dan standar deviasi (σ). Karena jenis distribusi ini berhubungan
dengan distribusi Lognormal, Distribusi Normal juga dapat digunakan untuk
menghitung dan menganalisis distribusi Lognormal. Distribusi normal juga sering
disebut sebagai distribusi Gaussian. Bentuk dari kurva distribusi normal simetris
terhadap nilai mean rata-rata.
Gambar 2.3 merupakan contoh gambar distribusi Normal.
Gambar 2.3 Contoh Pola Distribusi Normal
Beberapa fungsi yang akan digunakan perhitungan pada distribusi normal yaitu:
1. Probability Density Function (PDF)
Adapun rumus yang digunakan adalah menggunakan persamaan (2-8)
𝒇(𝒕) = 𝟏
𝝈√𝟐𝝅𝒆
[(𝒕−µ)
𝟐𝝈𝟐
𝟐] (2-8)
Dimana,
t : Waktu
µ : Mean of Data
𝜎 : Standar Deviasi
e : Natural Logarithm (e = 2,71828)
2. Cumulative Distribution Function (CDF)
Sedangkan untuk menghitung CDF menggunakan rumus persamaan (2-9)
𝑭(𝒕) = ɸ (𝒕−µ
𝝈) (2-9)
3. Reliability Function (keandalan)
Perhitungan keandalan menggunakan rumus persamaan (2-10)
𝑹(𝒕) = 𝟏 − 𝑭(𝒕) (2-10)
4. Failure Rate Function
Untuk menghitung Failure Rate Function menggunakan persamaan (2-11)
𝝀(𝒕) = 𝑭(𝒕)
𝝈𝑹(𝒕) (2-11)
5. Mean Time To Failure (MTTF)
Rumus untuk menghitung MTTF adalah menggunakan persamaan (2-12)
𝑴𝑻𝑻𝑭 = µ (2-12)
2.4.3 Distribusi Weibull
Distribusi Weibull biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang menyangkut umur atau usia suatu objek yang mampu bertahan hingga
akhirnya objek tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya (rusak atau mati).
Dalam distribusi Weibull ada dua parameter yang digunakan yaitu parameter
skala (scale parameter) dan parameter bentuk (shape parameter). Parameter
bentuk menentukan kegagalan laju data. Nilai parameter bentuk yang
menunjukkan tingkat kegagalan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini
(Stapelberg, 2009).
Tabel 2.2 Nilai Shape Parameter (β) pada Distribusi Weibull
Values Failure rate
0< β <1 Decreasing Failure Rate (DFR)
β =1 Constant Failure Rate (CFR)
Exponential Distribution
1< β <2 Increasing Failure Rate (IFR)
Concave-shaped curve
Values Failure rate
β =2 Linier Failure Rate (LFR)
Reyleigh Distribution
β >2 Increasing Failure Rate (IFR)
Convex-shaped curve
3≤ β ≤4 Increasing Failure Rate (IFR)
Symmetric-shaped curve
Normal Distribution
Jika parameter bentuk mempengaruhi bentuk kurva (apakah kegagalan tingkat
meningkat atau menurun), maka scale parameter akan mempengaruhi rata-rata
data. Meningkatnya scale parameter menyebabkan kenaikan dari tingkat
keandalan dan kegagalan.
Parameter yang dipakai dalam distribusi weibull adalah θ yang mana disebut scale
parameter dan β yang disebut shape parameter. Gambar 2.4 merupakan pola dari
distribusi Weibull.
Sumber = http://www.weibull.com/hotwire/issue14/relbasics14.htm
Gambar 2.4 Weibull Distribution
Beberapa fungsi yang biasanya digunakan dalam distribusi Weibull :
Probability Density Function (PDF)
Adapun rumus yang digunakan menggunakan persamaan (2-13)
𝑓(𝑡) =𝛽
𝜃(
𝑡
𝜃)
𝛽−1
𝑒(𝑡
𝜃)
𝛽
(2-13)
Dimana,
t : Waktu
θ : Scale Parameter
β : Shape Parameter
e : Natural Logarithm (e = 2,71828)
Cumulative Distribution Function (CDF)
Sedangkan rumus menghitung CDF adalah menggunakan persamaan 2-14
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒−(𝑡
𝜃)
𝛽
(2-14)
Reliability Function (keandalan)
Tingkat keandalan dihitung menggunakan rumus persamaan (2-15)
𝑅(𝑡) = 𝑒−(𝑡
𝜃)𝛽
(2-15)
Failure Rate Function
Untuk Failure Rate Function menggunakan rumus persamaan (2-16)
λ(t) =𝛽
𝜃(
𝑡
𝜃)
𝛽−1
(2-16)
Mean Time To Failure in Weibull Distribution
MTTF dihitung menggunakan rumus persamaan (2-17) dan (2-18)
𝑀𝑇𝑇𝐹 = (𝜃)(Γ) (1 +1
𝛽) (2-17)
Γ(x) = (x − 1)Γ(x − 1) (2-18)
Which Γ(x) = Gamma Function
Variance
Untuk mencari variance menggunakan rumus persamaan (2-19)
𝜎2 = (𝜃)2 {Γ (1 +2
𝛽) − [Γ (1 +
1
𝛽)]
2
} (2-19)
Fungsi gamma merupakan eksistensi atau perluasan dari fungsi faktorial. Fungsi
ini merupakan fungsi yang istimewa karena sering muncul dalam persamaan
statistika. Fungsi gamma didefinisikan untuk semua bilangan kompleks, kecuali
bilangan bulat negatif dan nol. Berikut merupakan tabel fungsi gamma yang akan
digunakan sebagai perhitungan dalam penelitian.
Tabel 2.3 Fungsi Gamma
X Γ(x) X Γ(x) X Γ(x) X Γ(x)
1,01 0,99433 1,51 0,88659 2,01 1,00427 2,51 1,33875
1,02 0,98884 1,52 0,88704 2,02 1,00862 2,52 1,3483
1,03 0,98355 1,53 0,88757 2,03 1,01306 2,53 1,35798
1,04 0,97844 1,54 0,88818 2,04 1,01758 2,54 1,36779
1,05 0,9735 1,55 0,88887 2,05 1,02218 2,55 1,37775
1,06 0,96874 1,56 0,88964 2,06 1,02687 2,56 1,38784
1,07 0,96415 1,57 0,89049 2,07 1,03164 2,57 1,39807
1,08 0,95973 1,58 0,89142 2,08 1,0365 2,58 1,40844
1,09 0,95546 1,59 0,89243 2,09 1,04145 2,59 1,41896
1,1 0,95153 1,6 0,89352 2,1 1,04649 2,6 1,42962
1,11 0,9474 1,61 0,89468 2,11 1,05161 2,61 1,44044
1,12 0,94359 1,62 0,89592 2,12 1,05682 2,62 1,4504
1,13 0,93993 1,63 0,89724 2,13 1,06212 2,63 1,46251
1,14 0,93642 1,64 0,89864 2,14 1,06751 2,64 1,47377
1,15 0,93304 1,65 0,90012 2,15 1,073 2,65 1,48519
1,16 0,9298 1,66 0,90167 2,16 1,07857 2,66 1,49677
1,17 0,9267 1,67 0,9033 2,17 1,08424 2,67 1,50851
1,18 0,92373 1,68 0,905 2,18 1,09 2,68 1,5204
1,19 0,92089 1,69 0,90678 2,19 1,09585 2,69 1,53246
1,2 0,91817 1,7 0,90864 2,2 1,1018 2,7 1,54469
1,21 0,91558 1,71 0,91057 2,21 1,10785 2,71 1,55708
1,22 0,91311 1,72 0,91258 2,22 1,11399 2,72 1,56964
1,23 0,91075 1,73 0,91467 2,23 1,12023 2,73 1,58237
1,24 0,90852 1,74 0,91683 2,24 1,12657 2,74 1,59528
1,25 0,9064 1,75 0,91906 2,25 1,133 2,75 1,60836
1,26 0,9044 1,76 0,92137 2,26 1,13954 2,76 1,62162
1,27 0,9025 1,77 0,92376 2,27 1,14618 2,77 1,63506
1,28 0,90072 1,78 0,92623 2,28 1,15292 2,78 1,64868
1,29 0,89904 1,79 0,92877 2,29 1,15976 2,79 1,66249
1,3 0,89747 1,8 0,93138 2,3 1,16671 2,8 1,67649
1,31 0,896 1,81 0,93408 2,31 1,17377 2,81 1,69068
1,32 0,89464 1,82 0,93685 2,32 1,18093 2,82 1,70506
1,33 0,89338 1,83 0,93969 2,33 1,18819 2,83 1,71963
1,34 0,89222 1,84 0,94261 2,34 1,19557 2,84 1,73441
1,35 0,89115 1,85 0,94561 2,35 1,20305 2,85 1,74938
1,36 0,89018 1,86 0,94869 2,36 1,21065 2,86 1,76456
1,37 0,88931 1,87 0,95184 2,37 1,21836 2,87 1,77994
1,38 0,88854 1,88 0,95507 2,38 1,22618 2,88 1,79553
1,39 0,88785 1,89 0,95838 2,39 1,23412 2,89 1,81134
1,4 0,88726 1,9 0,96177 2,4 1,24217 2,9 1,82736
1,41 0,88676 1,91 0,96523 2,41 1,25034 2,91 1,84359
Tabel 2.4 Fungsi Gamma (Lanjutan)
X Γ(x) X Γ(x) X Γ(x) X Γ(x)
1,42 0,88636 1,92 0,96877 2,42 1,25863 2,92 1,86005
1,43 0,88604 1,93 0,9724 2,43 1,26703 2,93 1,87673
1,44 0,88581 1,94 0,9761 2,44 1,27556 2,94 1,89363
1,45 0,88566 1,95 0,97988 2,45 1,28421 2,95 1,91077
1,46 0,8856 1,96 0,98374 2,46 1,29298 2,96 1,92814
1,47 0,88563 1,97 0,98769 2,47 1,30188 2,97 1,94574
1,48 0,88575 1,98 0,99171 2,48 1,31091 2,98 1,96358
1,49 0,88595 1,99 0,98581 2,49 1,32006 2,99 1,98167
1,5 0,88623 2 1 2,5 1,32934 3 2
2.4.4 Distribusi Exponensial
Distribusi eksponensial digunakan untuk menggambarkan keandalan dari waktu
ke waktu kegagalan komponen atau mesin jika tingkat kegagalannya konstan.
Distribusi ini memiliki tingkat kegagalan konstan dari waktu ke waktu, di lain
waktu peluang atau probabilitas kegagalan tidak tergantung pada usia komponen
atau mesin. Parameter yang digunakan pada distribusi eksponensial adalah λ, yang
berarti kedatangan rata-rata kegagalan yang terjadi.
Beberapa fungsi yang digunakan untuk perhitungan dalam distribusi exponensial:
Probability Density Function (PDF)
Rumus yang digunakan untuk menghitung PDF menggunakan (2-20)
𝑓(𝑡) = λ𝑒(−𝜆.𝑡) (2-20)
Dimana,
t : Waktu
e : Natural Logarithm (e = 2,71828)
λ : Rate Parameter
Cumulative Distribution Function (CDF)
Sedangkan menghitung CDF menggunakan rumus persamaan (2-21)
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒(−𝜆.𝑡) (2-21)
Reliability Function (keandalan)
Rumus menghitung keandalan adalah persamaan (2-22)
𝑅(𝑡) = 𝑒(−𝜆.𝑡) (2-22)
Failure Rate Function
Adapun menghitung Failure Rate Function menggunakan rumus (2-23)
λ(t) =f(t)
𝑅(𝑡)= 𝜆 (2-23)
Mean Time To Failure in Exponential Distribution
Menghitung MTTF menggunakan rumus persamaan (2-24)
𝑀𝑇𝑇𝐹 =1
𝜆 (2-24)
Variance (σ2)and standard deviation (σ)
Menghitung variance dan standar deviasi menggunakan rumus (2-25)
𝜎2 =1
𝜆2 (2-25)
𝜎 =1
𝜆 (2-26)
2.5 Mean Time to Repair (MTTR)
Dalam melakukan penelitian tentang maintenance pasti ada kaitannya dengan
waktu untuk melakukan kegiatan perbaikan. Waktu yang dibutuhkan untuk
perbaikan mulai dari komponen tersebut mengalami kerusakan sampai dengan
perbaikan dan mesin tersebut jalan kembali itulah yang disebut dengan Mean
Time to Repair (MTTR). Agar produktifitas produksi bagus maka divisi mekanik
harus sebisa mungkin menekan angka MTTR lebih rendah. Nilai MTTR yang
rendah menunjukkan bahwa diperusahaan tersebut mempunyai solusi yang tepat
dan menunjukkan tingkat efisiensi yang tinggi.
2.6 Mean Time to Failure (MTTF)
Berbanding terbalik dengan MTTR, disini nilai penting yang harus dilihat adalah
semakin besar nilai MTTF yang didapat maka kualitas pekerjaan terlihat bagus,
dibuktikan dengan tingkat kerusakan dan jarak waktu sejak mesin berjalan sampai
mesin tersebut rusak kembali memiliki jarak waktu yang lama. Hal ini akan
mempunyai keuntungan yang lebih seperti tingkat produktivitas yang tinggi,
angka breakdown dan downtime yang rendah serta kualitas pekerjaan yang baik.
Mean Time to Failure mempunyai arti rata-rata waktu kerusakan dari sejak mesin
berjalan sampai terjadinya mesin rusak kembali. Meningktnya nilai MTTF
menunjukkan bahwa metode perawatan dan pemeliharaan mesin berjalan dengan
baik dan sesuai dengan panduan yang benar.
2.7 Probability Density Function (PDF)
Probability Density Function adalah bentuk frekuensi relatif yang
menggambarkan secara kontinu kurva, f(t). Probabilitas kegagalan dari suatu
mesin atau komponen ditentukan dengan fungsi kepadatan probabilitas (Rusavel,
2015). Bila PDF digambarkan secara grafis, area di bawah kurva akan
menunjukkan interval di mana variabel akan turun. Luas total dalam interval
grafik ini sama dengan probabilitas terjadinya variabel acak kontinyu. Contoh
probabilitas kurva fungsi kepadatan dapat dilihat pada Gambar 2.5
Sumber = http://www.itl.nist.gov/div898/handbook
Gambar 2.5 Probability Density Function
2.8 Commulative Distribution Function (CDF)
Menurut Ebeling (1997), Commulative Distribution Function adalah fungsi yang
menggambarkan probabilitas atau peluang jika terjadi kegagalan sebelum waktu
(t). Probabilitas suatu sistem atau peralatan untuk memiliki kegagalan saat
beroperasi sebelum waktu (t), yang merupakan fungsi waktu dapat dinyatakan
secara matematis sebagai berikut:
𝐹(𝑡) = 𝑃(𝑥 < 𝑡) (2-27)
Atau,
𝐹(𝑡) = ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑡
0; which t ≥ 0 (2-28)
Dimana:
F(t) = Cumulative distribution function
f(t) = Probability density function
Rentang nilai dari cumulative distribution function antara 0 ≤ F(t) ≤ 1; dimana jika
nilai dari t ∞, kemudian F(t) = 1
Gambar 2.6 adalah gambar dari distribusi normal Commulative Distribution
Function
Sumber = http://www.itl.nist.gov/div898/handbook
Gambar 2.6 Comulative Distribution Function
2.9 Cummulative Hazard Function
Cummulative Hazard Function adalah integral dari hazard function. Sedangkan
Hazard Function sendiri dikenal sebagai tingkat kegagalan, tingkat bahaya, atau
kekuatan mortalitas. Simbolnya adalah H(t). Gambar 2.7 menunjukkan
Commulative Hazard Function
Sumber = http://www.mathwave.com/help/easyfit
Gambar 2.7 Commulative Hazard Function
2.10 Total Productive Maintenance
Dalam industri, total productive maintenance (TPM) adalah sistem pemeliharaan
dan peningkatan integritas sistem produksi dan kualitas melalui mesin, peralatan,
proses, dan karyawan yang menambahkan nilai bisnis ke organisasi. Total
Productive Maintenance berfokus untuk menjaga semua peralatan dalam kondisi
kerja terbaik agar tidak terjadi kerusakan dan penundaan proses manufaktur.
Tujuan melakukan Total Productive Maintenance adalah dengan memiliki Zero
Accident, Breakdown, Crisis, and Defect (Zero ABCD). Secara umum, total
pemeliharaan produktif terdiri dari:
Total Effective
Memaksimalkan efektifitas peralatan.
Total System
Mengembangkan sistem mulai dari desain peralatan sampai peralatan tidak
digunakan lagi
Total Involvement
Melibatkan semua divisi (setidaknya divisi mekanik dan produksi)
Total Participation
Berpartisipasi untuk memulai sistem operator terendah sampai top
management
Total Effort
Setiap pekerja berusahan untuk melaksanakan producttive maintenance
dengan semangat.
Total Productive Maintenance (TPM) adalah suatu pendekatan pembaharuan di
bidang pemeliharaan yang mengoptimalkan efektifitas seluruh peralatan,
mengurangi kerusakan dan peningkatan pemeliharaan mandiri operator melalui
aktivitas sehari-hari yang mencakup seluruh pekerja di semua departemen dari
segala tingkatan (Smith, 1996). Sasaran dari Total productive maintenance adalah
K3C nol, yaitu Kecelakaan nol, Kerusakan nol, Krisis nol, dan Cacat nol.
Menerapakan preventive maintenance menurut Gross (2002) yang koprehensif
sepanjang umur alat. Jika TPM dilakukan dengan baik dalam perusahaan maka
hasil yang akan didapat akan bagus salah satunya produktivitas perusahaan
meningkat serta kondisi mesin stabil dengan keandalan yang sesuai karena
perawatan yang maksimal untuk hasil yang maksimal pula.
Gambar 2.8 Pilar dari TPM
2.11 Maintenance Interval Time
Dalam menentukan interval waktu perawatan, data kegagalan berikut harus sesuai
distribusi tertentu. Kemudian, semua fungsi yang berhubungan dengan distribusi
digunakan untuk menentukan interval waktu perawatan. Probability density
function, cummulative density function, reliability function and hazard or failure
rate harus dihitung. Biaya per unit waktu juga harus dihitung. Persamaan itu
digunakan dalam menghitung biaya pemeliharaan dinyatakan sebagai berikut:
𝐶(𝑡) =𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑖𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 [0,𝑡]
𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 (2-29)
Kemudian
𝐶(𝑡) =𝐶𝑝+𝐶𝑓.𝐻(𝑡)
𝑡 (2-30)
Dimana,
C(t) = Cost per unit of time
Cp = Cost of preventive maintenance
Cp = Harga komponen + (waktu penggantian (jam) x gaji operator per jam) +
(kapasitas produksi x waktu penggantian x production loss)
Cf = Cost of corrective maintenance
Cf = harga komponen + (downtime (hours) x salary of mechanic per hours) +
(production capacity x downtime x loss of production)
H(t) = Cumulative hazard function in the interval of t
Gambar 2.9 merupakan contoh hubungan antara C(t) dan R(t)
Sumber = thesis of Rheza Adiprabowo,2014 (President University)
Gambar 2.9 Komparasi Harga C(t) vs Realibility R(t)
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
5 0 6 0 6 1 6 2 6 3 6 4 6 5 6 6 6 7 6 8 6 9 7 0 8 0 9 0 1 0 0 1 1 0
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian perlu dilakukan secara sistematis untuk mempermudah
penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Dengan ini , langkah yang dilakukan
untuk memecahkan
permasalahan yang ada dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Gambar 3.1 Diagram Metodologi Penelitian
Studi pendahuluan:
Mencari data kerusakan dan perbaikan
komponen mesin pada bulan Agustus 2015-
Mei 2017.
Memahami metode dalam penanganan
kerusakan mesin.
Memilih masalah di area yang dijadikan
penelitian
Identifikasi masalah:
Observasi sistem perawatan yang sedang
berjalan.
Observasi sistem perawatan dimesin Duplex
Menentukan tujuan yang harus dicapai
Mendefinisikan batasan masalah, asumsi yang
digunakan dalam penelitian
Landasan teori:
Mencari referensi literatur seperti buku, jurnal,
situs web yang terkait untuk konsep keandalan,
tingkat kegagalan dan distribusi, distribusi
parameter, interval waktu pemeliharaan, dan
penjadwalan sistem perawatan.
Data dan analisis:
Menjelaskan kondisi terkini dari perusahaan
Mengumpulkan data kerusakan mesin Duplex
Menghitung Realibility setiap komponen
Menghitung MTTF untuk penjadwalan
perawatan komponen mesin.
Analisis biaya perawatan mesin.
Simpulan dan saran:
Menyimpulkan dan memberikan rekomendasi
Simpulan
Dan Saran
Data Dan
Analisis
Landasan Teori
Identifikasi
Masalah
Studi
Pendahuluan
3.1 Metodologi Penelitian
3.1.1. Studi Pendahuluan
Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi perusahaan.
Pada tahap ini, dilakukan dengan observasi langsung ke perusahaan yang
bersangkutan dan melakukan wawancara dengan Atasan di perusahaan beserta
semua jajaran yang terkait termasuk kepala produksi hingga operator untuk
mendapatkan informasi keadaan perusahaan saat ini. Terdapat banyak mesin yang
beroperasi dan akan dipilih mesin yang mengalami kegagalan dengan rasio lebih
tinggi. Tidak terorganisirnya perawatan membuat beberapa kondisi mesin
mengalami kerusakan yang terjadi.
3.1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah perlu dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang
dihadapi perusahaan berdasarkan pengamatan awal. Dalam identifikasi masalah,
hal pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan pernyataan masalah.
Problem statement menjadi sangat penting karena akan membantu memberi arah
dimana penelitian ini akan dibawa. Tanpa penjelasan yang jelas dan tepat tentang
pernyataan masalah, penelitian akan dilakukan tanpa tujuan. Dalam identifikasi
masalah, hal pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan pernyataan
masalah. Soal pernyataan menjadi sangat penting karena akan membantu memberi
arah dimana penelitian ini akan dibawa. Tanpa penjelasan yang jelas dan tepat
tentang pernyataan masalah, penelitian akan dilakukan tanpa tujuan. Dalam
penelitian ini masalah yang seing muncul di mesin Duplex adalah kerusakan pada
beberapa komponen yang frekuensinya banyak.
3.1.3. Landasan Teori
Setelah identifikasi masalah secara jelas dan terperinci, langkah selanjutnya
adalah memiliki studi literatur yang lengkap sebagai referensi dan pedoman untuk
memecahkan masalah. Studi literatur harus dilakukan sebelum tahap
pengumpulan data dan juga tahap analisis dan pengembangan data. Selain itu,
sangat susah untuk menganalisa data tanpa adanya cukup banyak sumber tentang
alat yang akan digunakan untuk melakukannya. Dengan demikian, studi literatur
akan mengarahkan pada apa yang perlu dianalisis dan bagaimana
mengembangkan analisisnya. Pada tahapan ini, literatur utama yang berguna
untuk studi analisis adalah konsep keandalan, waktu untuk memperbaiki dan
konsep waktu kegagalan, distribusi kegagalan dan parameternya, interval waktu
pemeliharaan, perawatan preventif, distribusi normal, lognormal, tingkat
keandalan, MTTF, MTTR dll
3.1.4. Data dan Analisis
Dalam pengumpulan dan analisis data, hal pertama yang harus dilakukan adalah
mengumpulkan beberapa data yang berkaitan dengan penelitian. Data yang
dikumpulkan disini berasal dari mesin Duplex yang menjadi objek penelitian ini.
Terjadinya jumlah kegagalan mesin serta downtime mesin selama bulan Agustus
2015 sampai dengan Mei 2017. Setiap kegagalan mesin perlu dijelaskan secara
umum untuk menentukan komponen mana yang dikategorikan sebagai komponen
penting yang akan diamati lebih dalam penelitian ini. Setelah data di dapat maka
dilakukan proses analisa data tersebut. Data diolah sesuai kebutuhan dan dengan
metode yang tepat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Untuk analisis data, berdasarkan perhitungan waktu interval dalam melakukan
penggantian komponen sebelumnya. Bagian ini akan menjelaskan manfaat sistem
perawatan pencegahan daripada sistem perawatan saat ini. Langkah pertama
dalam analisis ini adalah mengembangkan jadwal untuk sistem perawatan
preventif. Setelah itu, manfaat sistem pemeliharaan preventif ditunjukkan pada
perbandingan biaya perawatan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Dalam
analisis data, tidak hanya untuk menganalisis efek dari perawatan preventif itu
sendiri tetapi juga menganalisa setiap perhitungan yang dilakukan dalam
perhitungan data secara bertahap. Karena penelitian ini hanya diusulkan, maka
hasilnya hanya dapat dilihat berdasarkan perhitungan yang dikembangkan.
3.1.5. Simpulan dan Saran
Setelah analisa selesai maka akan didapat kesimpulan, apakah hasil analisis dan
tahap pengembangan tercapai atau tidak. Dari situ, diyakini bahwa hal itu akan
membuat pemahaman baru tentang masalah itu sendiri dan bagaimana
mengatasinya. Setelah disimpulkan, penelitian tidak berhenti sampai disitu.
Karena penelitian hanya untuk tujuan, beberapa rekomendasi yang dapat
diterapkan untuk perusahaan dan penelitian masa depan juga disampaikan dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan perusahaan.
3.2 Kerangka Penelitian
Gambar 3.2 di bawah ini menunjukkan kerangka penelitian terperinci untuk
penelitian ini. Dalam gambar di bawah, rincian setiap langkah dalam
menyelesaikan penelitian tersebut sudah dijelaskan langkah yang dilakukan dalam
perhitungan dan analisis data tersebut. Data kegagalan mesin digunakan untuk
mengetahui mesin mana yang kritis dan perlu diselidiki lebih lanjut. Mesin
dengan yang paling sering terjadi kegagalan menunjukkan bahwa mesin memiliki
keandalan yang rendah. Oleh karena itu, penelitian akan dilakukan fokus pada
mesin yang dipilih. Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
paling sering pada komponen berdasarkan data yang sudah diperoleh. Pada bagian
ini akan diambil 3 komponen yang paling sering terjadi kerusakan pada mesin
tersebut.
Data kerusakan yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Agustus 2015
sampai Mei 2017. Setelah mendapatkan semua data yang dibutuhkan, langkah
selanjutnya adalah menentukan waktu untuk gagal (TTF) dan waktu perbaikan
(TTR). Kemudian, distribusi yang sesuai dengan data ditentukan. Setelah
mengetahui distribusi yang digunakan, maka parameter distribusi diperlukan
untuk menghitung , Mean Time to Failure (MTTF) dan Mean Time to Repair
(MTTR). Interval perawatan digunakan untuk mengatur interval jadwal
perawatan. Pada interval kegagalan jenis distribusi harus diketahui sebelumnya
untuk menentukan interval waktu perawatan Jadwal perawatan yang diusulkan
adalah berdasarkan target realibilitas untuk mesin yang ditetapkan oleh
perusahaan. Di akhir penelitian, akan ada perbandingan yang berkaitan dengan
realibilitas dan biaya untuk mengetahui dampak dari perbaikan. Karena itu, akan
ada perawatan preventif jadwal dari Januari 2018 sampai Juni 2018 ketika sistem
yang diusulkan terbukti memiliki dampak positif terhadap perusahaan. Berikut
merupakan detail framework dari penelitian.
Gambar 3.2 Detail Framework penelitian
Untuk analisis data, langkah pertama sebelum menghitung interval waktu hal
yang penting adalah melakukan uji goodness of fit yang bertujuan unuk menguji
keselarasan data atau kecocokan data. Dalam penelitian ini uji Goodness of Fit
menggunakan metode Anderson Darling. Anderson-Darling (Stephens, 1974)
digunakan untuk menguji apakah sampel data berasal dari populasi. Dengan
distribusi tertentu berdasarkan perhitungan waktu interval dalam melakukan
penggantian komponen sebelumnya. Setelah mendapatkan nilai yang tepat secara
harga dan tingkat keandalan maka langkah selanjutnya adalah membuat jadwal
perawatan. Bagian ini akan menjelaskan manfaat sistem perawatan pencegahan
daripada sistem perawatan saat ini.
Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengembangkan jadwal untuk sistem
perawatan preventif. Setelah itu, manfaat sistem pemeliharaan preventif
ditunjukkan pada perbandingan biaya perawatan yang akan dikeluarkan oleh
perusahaan. Dalam analisis data, tidak hanya untuk menganalisis efek dari
perawatan preventif itu sendiri tetapi juga menganalisa setiap perhitungan yang
dilakukan dalam perhitungan data secara bertahap. Karena penelitian ini hanya
diusulkan, maka hasilnya hanya dapat dilihat berdasarkan perhitungan yang
dikembangkan. Dengan melakukan perhitungan di atasnya, masalah kerusakan
seharusnya tidak sering terjadi karena komponen yang rusak karena perawatan
pencegahan baru dijadwalkan mengikuti perhitungan interval waktu penggantian
komponen yang tepat. Seberapa besar efek penurunan jumlah breakdown ini
sangat tergantung pada orang yang mengimplementasikan jika sudah berjalan.
Kelebihan atau kekurangan lainnya juga bisa diketahui meski tidak langsung
diperhitungkan dalam penelitian ini.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1 Observasi Awal
Pada bab ini akan dilakukan pembahasan tentang jumlah kerusakan yang terjadi
pada mesin Duplex dalam rentang waktu Agustus 2015 sampai Mei 2017. Data
tersebut akan digunakan untuk dasar dalam menentukan usulan jadwal perbaikan
prefentif maupun korektif.
4.1.1. Proses Produksi
Berikut ini adalah gambaran proses produksi kertas di PT FSW secara singkat
yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Proses Produksi Kertas
Dari Gambar 4.1 di atas maka proses produksi kertas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Collection
Merupakan proses pengumpulan material utama pembuatan kertas yaitu dari
kertas bekas hasil dari penggunaan oleh end user . Kertas bekas tersebut di
pasok oleh suplier kertas, baik dari dalam negri maupun impor.
2. Re Pulping
Adalah proses peleburan kembali material kertas bekas menjadi buburan
kertas.
3. Screening & cleaning
Adalah proses pemisahan buburan kertas dari material yang tidak diperlukan
seperti kotoran dan lainnya.
4. Headbox
Pada tahap ini kertas di alirkan melalui suatu bidang pada mesin masih dalam
bentuk buburan.
5. Press & Dryer Section
Pada proses ini buburan kertas yang melewati bagian press akan dikurangi
kadar airnya kemudian akan dikeringkan pada dryer section.
6. Pope Rell
Setelah melewati dryer section kertas jadi akan digulung di bagian pope rell
dalam ukuran jumbo roll.
7. QC Check
Merupakan proses pengecekan kualitas kertas apakah sesuai standar kualitas
dan layak masuk proses selanjutnya.
8. Rewinder
Kertas jadi yang sudah memenuhi standar kualitas selanjutnya melalui proses
rewind yaitu kertas dipotong dalam ukuran lebih kecil dan di packing di
mesin finishing sampai siap dikirim ke customer.
4.1.2. Data Mesin Rusak
Berdasarkan data yang diperoleh dari Agustus 2015 sampai dengan bulan Mei
2017 dapat dilihat bahwa banyak terjadi kerusakan ditiap-tiap mesin. Tabel 4.1
merupakan data jumlah kerusakan yang terjadi disetiap mesin.
Tabel 4.1 Data Kerusakan Mesin
No Nama Mesin Jumlah Kerusakan Persentase
1 Duplex 125 22,81 %
2 Simplex 1,8 41 7,48 %
3 Simplex 2,6 41 7,48 %
4 Simplex 2,8 116 21,17 %
5 Wrapping 1 80 14,60 %
6 Wrapping 2 109 19,89 %
7 Rewinder 36 6,57 %
Total 548 100 %
Gambar 4.2 Data Kerusakan Mesin
4.1.3. Data Mesin Duplex
Berikut merupakan data yang akan diambil sebagai berikut :
1. Data Perbaikan Corrective pada Mesin Duplex
Data perbaikan corrective adalah data yang diambil tentang kerusakan atau
kegagalan yang terjadi selama periode Agustus 2015 sampai dengan Mei 2017.
Tabel 4.2 menunjukkan jumlah frekuensi kerusakan yang terjadi.
Tabel 4.2 Data Frekuensi Kerusakan Mesin Duplex
NO Bulan Frekuensi
1 Agustus 2015 4
2 September 2015 5
3 Oktober 2015 0
4 November 2015 2
5 Desember 2015 3
6 Januari 2016 4
7 Februari 2016 6
0
20
40
60
80
100
120
140
Tabel 4.3 Data Frekuensi Kerusakan Mesin Duplex (Lanjutan)
No Bulan Frekuensi
8 Maret 2016 14
9 April 2016 10
10 Mei 2016 5
11 Juni 2016 9
12 Juli 2016 13
13 Agustus 2016 8
14 September 2016 4
15 Oktober 2016 12
16 November 2016 2
17 Desember 2016 6
18 Januari 2017 4
19 Februari 2017 5
20 Maret 2017 1
21 April 2017 5
22 Mei 2017 3
Total 125
Berikut Gambar 4.3 merupakan grafik dari frekuensi kerusakan bulanan pada
Mesin Duplex periode Agustus 2015 sampai Mei 2017.
Gambar 4.3 Frekuensi Kerusakan Mesin Duplex
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa frekuensi kerusakan paling banyak terjadi
pada bulan Maret 2016 dengan terjadi kerusakan sebanyak 14 kali dan kerusakan
paling sedikit dibulan Oktober 2015 dengan tidak adanya kerusakan yang terjadi.
2. Data Jenis Kerusakan Mesin Duplex
Data jenis kerusakan pada mesin Duplex adalah jenis-jenis kerusakan yang
terjadi pada mesin. Data yang dapat diambil adalah kerusakan pada Bearing,
02468
10121416
Agu
st-1
5
Sep
-15
Okt
-15
No
vem
be
r 2
01
5
De
s-1
5
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
Ap
r-1
6
Me
i-1
6
Jun
-16
Jul-
16
Agu
st-1
6
Sep
-16
Okt
-16
No
vem
be
r 2
01
6
De
s-1
6
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-1
7
Me
i-1
7
Frekuensi
Rantai, V-belt, Cutter, Conveyor, Unwinder, Pipa sealing, dan Kopling. Tabel
4.4 merupakan frekuensi jenis kerusakan yang terjadi.
Tabel 4.4 Frekuensi Jenis Kerusakan Mesin Duplex
No Jenis
Kerusakan
Jumlah
Kerusakan
Persentase
(%)
(%)
komulatif
1 Bearing 30 24 24
2 Rantai 26 20,8 44,8
3 Unwinder 20 16 60,8
4 V-Belt 12 9,6 70,4
5 Cutter 10 8 78,4
6 Conveyor 12 9,6 88
7 Pipa Sealing 5 4 92
8 Kopling 10 8 100
Total 125 100
Dari tabel diatas akan dibuat diagram pareto dimana 3 komponen paling atas
yang merupakan jenis kerusakan yang paling sering terjadi dan perlu ditangani
terlebih dahulu. Gambar 4.4 merupakan diagram pareto dari jenis kerusakan.
Gambar 4.4 Pareto Chart Frekuensi Jenis Kerusakan
Berdasarkan dari data diatas menunjukkan bahwa ada beberapa jenis kerusakan
yang terjadi dengan urutan paling banyak. Dengan kontribusi kerusakan paling
banyak adalah Bearing dan kerusakan paling sedikit adalah Pipa Sealing.
Dalam penelitian ini akan diambil 3 komponen teratas untuk lebih difokuskan
dalam penelitian yaitu Bearing, Rantai, dan Unwinder.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
5
10
15
20
25
30
35
Jumlah Kerusakan
(%) komulatif
3. Data Jam Operasi Mesin Duplex
Data ini merupakan data keseluruhan waktu operasi mesin Duplex dalam
periode tertentu dalam satuan jam. Tabel 4.5 merupakan data jam operasi
mesin duplex dalm kurun waktu Agustus 2015 sampai dengan Mei 2017.
Tabel 4.5 Data Jumlah Jam Operasi Mesin Duplex
No Bulan Jumlah Hari Jumlah Jam
Overhaul
Jumlah Jam
Opererasi (Jam)
1 Agustus 2015 31 48 696
2 September 2015 30 24 690
3 Oktober 2015 31 36 708
4 November 2015 30 48 670
5 Desember 2015 31 48 696
6 Januari 2016 31 80 664
7 Februari 2016 28 45 627
8 Maret 2016 31 24 720
9 April 2016 30 79 641
10 Mei 2016 31 48 696
11 Juni 2016 30 29 691
12 Juli 2016 31 101 643
13 Agustus 2016 31 33 711
14 September 2016 30 24 696
15 Oktober 2016 31 399 345
16 November 2016 30 25 695
17 Desember 2016 31 112 632
18 Januari 2017 31 312 432
19 Februari 2017 28 28 644
20 Maret 2017 31 28 716
21 April 2017 30 28 692
22 Mei 2017 31 28 716
TOTAL 669 1627 14421
Perhitungan jam operasi mesin Duplex
Mesin beroperasi selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam 1 minggu
Contoh : Bulan Mei 2017
24(jam) x 31(hari) = 744 Jam, dikurangi waktu overhaul 28 jam . Jadi
waktu jam operasi selama bulan Mei 2017 adalah 744 – 28 = 716 jam.
4.1.4 Data Waktu Kerusakan Komponen Mesin Duplex
Data waktu kerusakan komponen ini merupakan data waktu saat mulai terjadi
kerusakan pada komponen sampai dengan waktu selesai perbaikan oleh pihak
maintenance. Berikut adalah data yang diambil berdasarkan kerusakan yang akan
dibahas.
1. Bearing
Berikut merupakan data kerusakan bearing yang terangkum dalam Tabel 4.6 .
Tabel 4.6 Data Kerusakan Bearing pada Mesin Duplex
No Work
order Tanggal
Waktu
Kerusakan
Waktu Selesai
Perbaikan
1 90794230 23-Agust-15 0:12 5:31
2 90802966 01-Sep-15 13:21 17:33
3 90810206 10-Sep-15 10:56 14:33
4 90891698 12-Des-15 20:03 23:45
5 90954586 21-Feb-16 11:34 15:47
6 90981310 20-Mar-16 15:45 21:34
7 90998018 08-Apr-16 17:22 21:11
8 91051594 09-Jun-16 2:37 6:55
9 91061161 18-Jun-16 9:14 14:55
10 91065779 22-Jun-16 4:21 8:57
11 91015270 25-Jul-16 9:56 15:22
12 91092738 26-Jul-16 7:33 12:09
13 90953679 27-Jul-16 14:39 19:00
14 91096319 30-Jul-16 16:39 21:23
15 91120399 23-Agust-16 18:22 22:45
16 91137721 11-Sep-16 11:57 17:22
17 91167186 14-Okt-16 15:38 20:57
18 91182681 31-Okt-16 8:34 13:01
19 91203525 23-nov-2016 16:15 22:45
20 91221663 10-Des-16 13:17 17:37
21 91211381 12-Jan-17 20:07 23:01
22 91249478 30-Jan-17 9:52 14:28
23 91223867 15-Feb-17 13:47 19:35
24 91261020 01-Feb-17 17:37 21:35
25 91263247 03-Feb-17 3:55 7:55
26 91314835 02-Apr-17 9:29 14:11
27 91314856 12-Apr-17 13:46 17:30
28 91332341 25-Apr-17 15:27 19:37
29 91350251 15-Mei-17 19:47 0:03
30 91353289 24-Mei-17 11:44 16:38
2. Rantai
Berikut merupakan data kerusakan pada komponen Rantai dalam Tabel 4.7
Tabel 4.7 Data Kerusakan Komponen Rantai
No Work
order Tanggal
Waktu
Kerusakan
Waktu
Selesai
Perbaikan
1 90860815 08-nov-15 11:00 12:47
2 90899771 19-Des-15 16:30 18:12
3 90918651 10-Jan-16 23:07 0:45
4 90937511 02-Feb-16 13:44 15:55
5 90945507 12-Feb-16 8:31 10:03
6 90946490 12-Feb-16 20:45 22:23
7 90974417 14-Mar-16 8:44 10:32
8 90974418 14-Mar-16 21:39 22:56
9 90982575 22-Mar-16 5:30 7:14
10 90982718 23-Mar-16 8:23 10:39
11 91003028 14-Apr-16 9:41 11:26
12 91015187 28-Apr-16 2:13 4:49
13 91019135 03-Mei-16 9:20 10:30
14 91033130 18-Mei-16 12:35 14:26
15 91033663 19-Mei-16 16:37 17:56
16 91007222 12-Jun-16 13:45 15:09
17 91065782 23-Jun-16 7:57 9:24
18 90992476 25-Jul-16 4:35 6:21
19 91094605 27-Jul-16 17:23 18:43
20 91096313 30-Jul-16 18:27 20:43
21 91109239 12-Agust-16 21:11 23:13
22 91167244 14-Okt-16 11:30 13:45
23 91178913 28-Okt-16 12:51 14:30
24 91181639 31-Okt-16 15:32 17:17
25 91190540 26-Des-16 19:29 21:34
26 91246246 12-Jan-17 10:38 12:31
3. Unwinder
Berikut merupakan data kerusakan Unwinder dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data Kerusakan Unwinder pada Mesin Duplex
No Work order Tanggal Waktu
Kerusakan
Waktu
Selesai
Perbaikan
1 90785839 14-Agust-15 22:00 0:30
2 90905897 28-Des-15 17:20 21:10
3 90926693 19-Jan-16 13:45 17:30
4 90942571 06-Feb-16 18:39 22:41
Tabel 4.9 Data Kerusakan Unwinder pada Mesin Duplex (Lanjutan)
No Work order Tanggal Waktu
Kerusakan
Waktu
Selesai
Perbaikan
5 90970184 08-Mar-16 17:56 21:16
6 90974336 13-Mar-16 0:46 4:21
7 90974347 13-Mar-16 21:33 0:12
8 90979736 18-Mar-16 16:21 20:33
9 90990647 31-Mar-16 9:25 13:10
10 90994260 05-Apr-16 11:57 15:30
11 91043064 29-Mei-16 9:32 12:42
12 91002058 22-Jun-16 14:15 18:10
13 91091857 24-Jul-16 6:44 10:02
14 91092010 26-Jul-16 7:21 12:01
15 91109432 14-Agust-16 18:29 22:17
16 90994263 21-Agust-16 20:39 23:55
17 91199057 17-nov-16 13:51 16:34
18 91247828 12-Jan-17 21:33 23:12
19 91252506 05-Feb-17 9:33 12:53
20 91310291 29-Mar-17 10:56 13:47
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Perhitungan Time to Repair (TTR) dan Time to Failure (TTF)
Dalam perhitungan nilai time to failure (TTF), mesin Duplex yang beroperasi
selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam satu minggu. Sedangkan
perhitungan nilai Time to Repair (TTR) dihitung dari mulainya kerusakan sampai
selesai perbaikan. Sedangkan waktu antar kerusakan/kegagalan komponen (TTF)
dihitung mulai dari beroperasinya mesin sampai terjadi kegagalan atau kerusakan
kembali.
4.2.1.1 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Bearing
Tabel 4.10 merupakan data perhitungan Time to Repair (TTR) dan Time to
Failure (TTF).
Tabel 4.10 Tabel Nilai TTR dan TTF untuk Komponen Bearing
No Tanggal Waktu
Kerusakan
Waktu
Selesai
Perbaikan
TTR
(jam) TTF (jam)
1 23-Agust-15 0:12 5:31 5,317 0,000
2 01-Sep-15 13:21 17:33 4,200 223,083
3 10-Sep-15 10:56 14:33 3,617 209,383
4 12-Des-15 20:03 23:45 3,700 2237,500
5 21-Feb-16 11:34 15:47 4,217 1691,816
6 20-Mar-16 15:45 21:34 5,817 671,966
7 08-Apr-16 17:22 21:11 3,817 475,799
8 09-Jun-16 2:37 6:55 4,300 1493,432
9 18-Jun-16 9:14 14:55 5,683 218,316
10 22-Jun-16 4:21 8:57 4,600 85,433
11 25-Jul-16 9:56 15:22 5,433 792,983
12 26-Jul-16 7:33 12:09 4,600 16,183
13 27-Jul-16 14:39 19:00 4,350 26,500
14 30-Jul-16 16:39 21:23 4,733 69,650
15 23-Agust-16 18:22 22:45 4,217 570,983
16 11-Sep-16 11:57 17:22 5,417 444,200
17 14-Okt-16 15:38 20:57 5,317 790,000
18 31-Okt-16 8:34 13:01 4,450 395,616
19 23-Nov-2016 16:15 22:45 6,500 555,233
20 10-Des-16 13:17 17:37 4,333 398,533
21 12-Jan-17 20:07 23:01 2,900 794,500
22 30-Jan-17 9:52 14:28 4,600 418,850
23 15-Feb-17 13:47 19:35 5,800 383,316
24 01-Feb-17 17:37 21:35 3,967 334,033
25 03-Feb-17 3:55 7:55 4,000 30,333
26 02-Apr-17 9:29 14:11 4,700 1393,566
27 12-Apr-17 13:46 17:30 3,733 239,583
28 25-Apr-17 15:27 19:37 4,167 309,950
29 15-Mei-17 19:47 0:03 4,267 480,166
30 24-Mei-17 11:44 16:38 4,900 227,683
Contoh perhitungan untuk nilai Time to Failure (TTF)
Mesin beroperasi selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu
Contoh yang diambil tanggal 24 mei 2017 dimana terjadi kerusakan pada
jam 11:44
15 mei 2017 00:03 sampai 24:00 23,95
jam
15mei – 24 mei 8 hari kerja X 24 192 jam
24 mei 2017 00:00 sampai 11:44
11,733 jam
Nilai TTF = 227,683 jam
4.2.1.2. Perhitungan TTR dan TTF Komponen Rantai
Tabel 4.11 merupakan data nilai TTR dan TTF dari komponen Rantai.
Tabel 4.11 Data nilai TTF dan TTR Komponen Rantai
No Tanggal Waktu
Kerusakan
Waktu
Selesai
Perbaikan
TTR
(jam)
TTF
(jam)
1 08-nov-15 11:00 12:47 1,783 0,000
2 19-Des-15 16:30 18:12 1,700 987,716
3 10-Jan-16 23:07 0:45 1,633 532,916
4 02-Feb-16 13:44 15:55 2,183 564,983
5 12-Feb-16 8:31 10:03 1,533 232,600
6 12-Feb-16 20:45 22:23 1,633 10,700
7 14-Mar-16 8:44 10:32 1,800 706,350
8 14-Mar-16 21:39 22:56 1,283 11,116
9 22-Mar-16 5:30 7:14 1,733 174,566
10 23-Mar-16 8:23 10:39 2,100 25,150
11 14-Apr-16 9:41 11:26 1,750 527,033
12 28-Apr-16 2:13 4:49 2,600 326,783
13 03-Mei-16 9:20 10:30 1,167 124,516
14 18-Mei-16 12:35 14:26 1,850 362,083
15 19-Mei-16 16:37 17:56 1,317 26,183
16 12-Jun-16 13:45 15:09 1,400 571,816
17 23-Jun-16 7:57 9:24 1,450 256,800
18 25-Jul-16 4:35 6:21 1,767 763,183
19 27-Jul-16 17:23 18:43 1,333 59,033
20 30-Jul-16 18:27 20:43 2,267 71,733
21 12-Agust-16 21:11 23:13 2,033 312,466
22 14-Okt-16 11:30 13:45 2,250 1260,283
23 28-Okt-16 12:51 14:30 1,650 335,100
24 31-Okt-16 15:32 17:17 1,750 73,033
25 26-Des-16 19:29 21:34 2,083 1346,200
26 12-Jan-17 10:38 12:31 1,883 397,066
Contoh perhitungan untuk nilai TTF (Time to Failure)
Mesin beroperasi selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu
Contoh yang diambil tanggal 12 Januari 2017 dimana terjadi kerusakan
pada jam 10:38
26 Desember 2016 21:34 sampai 24:00 2,433 jam
26 Des – 12 Jan 16 hari kerja X 24 384 jam
12 Januari 2017 00:00 sampai 10:38 10,633 jam
Nilai TTF = 397,633 jam
4.2.1.3. Perhitungan TTR dan TTF Komponen Unwinder
Tabel 4.12 merupakan data TTR dan TTF dari komponen Unwinder. Data diambil
dari awal mula kerusakan sampai selesai perbaikan (TTR) dan periode setelah
mesin beroperasi sampai terjadi kerusakan kembali (TTF)
Tabel 4.12 Data Nilai TTR dan TTR pada Komponen Unwinder
No Tanggal Waktu
Kerusakan
Waktu
Selesai
Perbaikan
TTR
(jam)
TTF
(jam)
1 14-Agust-15 22:00 0:30 2,500 0,000
2 28-Des-15 17:20 21:10 3,833 3280,833
3 19-Jan-16 13:45 17:30 3,750 520,583
4 06-Feb-16 18:39 22:41 4,033 433,150
5 08-Mar-16 17:56 21:16 3,333 715,250
6 13-Mar-16 0:46 4:21 3,583 99,500
7 13-Mar-16 21:33 0:12 2,650 17,200
8 18-Mar-16 16:21 20:33 4,200 136,150
9 31-Mar-16 9:25 13:10 3,750 276,866
10 05-Apr-16 11:57 15:30 3,550 118,783
11 29-Mei-16 9:32 12:42 3,167 1290,033
12 22-Jun-16 14:15 18:10 3,917 577,550
13 24-Jul-16 6:44 10:02 3,300 756,566
14 26-Jul-16 7:21 12:01 4,667 45,316
15 14-Agust-16 18:29 22:17 3,800 462,466
16 21-Agust-16 20:39 23:55 3,267 166,366
17 17-nov-16 13:51 16:34 2,717 2101,933
18 12-Jan-17 21:33 23:12 1,650 1348,983
19 05-Feb-17 9:33 12:53 3,333 562,350
20 29-Mar-17 10:56 13:47 2,850 1246,050
Contoh perhitungan untuk nilai TTF (Time to Failure)
Mesin beroperasi selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu
Contoh yang diambil tanggal 29 Maret 2017 dimana terjadi kerusakan
pada jam 10:56
05 Februari 2017 12:53 sampai 24:00 11,116 jam
05 Feb – 29 Maret 51 hari kerja X 24 1224 jam
29 Maret 2017 00:00 sampai 10:56 10,933 jam
Nilai TTF = 1246,049 jam
4.2.2 Identifikasi Pola Distribusi dan Parameter
Setelah mendapatkan hasil angka Time to Repair (TTR) dan Time to Failure
(TTF), langkah selanjutnya mencari pola distribusi yang paling tepat untuk
melakukan penelitian. Pola distribusi tersebut dicari menggunakan bantuan
software. Untuk software yang akan digunakan adalah statistika. Dalam penelitian
menggunakan statistika ini untuk melakukan uji kesesuaian data atau Goodness of
Fit Test untuk mendapatkan nilai Anderson Darlling (AD) dan nilai P-Value
dalam beberapa distribusi. Jika nilai AD semakin kecil makapola distribusi akan
semakin baik. Penentuan distribusi yang tepat berdasarkan nilai AD terkecil.
4.2.2.1 Identifikasi Pola Distribusi dan Parameter TTR
Pengujian menggunakan software statistika akan didapatkan pola distribusi yang
cocok dari ketiga komponen yang dilakukan penelitian. Identifikasi pola distribusi
ini akan digunakan sebagai dasar untuk mencari perhitungan dalam penelitian.
Berikut merupakan hasil dari ketiga komponen yang sudah didapatkan melalui
software statistika.
Untuk penentuan distribusi yang digunakan dalam penelitian akan dicek nilai
Andersen Darling (AD) dan P-value dengan hipotesis sebagai berikut
H0: Data fit untuk distribusi tertentu
H1: Data tidak fit untuk distribusi tertentu
α : 0,05
Teori sebagai acuan pengambilan keputusan:
Terima H0 : jika P-Value > α
Tolak H1 : jika P-Value < α
1. Bearing
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat dari ploting data bahwa distribusi yang dihasilkan
adalah Normal dengan nilai AD 0,52 kemudian Exponential dengan nilai AD
9,705 . Untuk distribusi weibull nilai AD 0,766 dan yang terakhir nilai distribusi
lognormal nilai AD adalah 0,351.
Gambar 4.5 Distribusi TTR Komponen Bearing
1. Rantai
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat dari ploting data bahwa distribusi yang dihasilkan
adalah Normal dengan nilai AD 0,272 kemudian Exponential dengan nilai AD
7,915 . Untuk distribusi weibull nilai AD 0,405 dan yang terakhir nilai distribusi
lognormal nilai AD adalah 0,238.
Gambar 4.6 Distribusi TTR Komponen Rantai
2. Unwinder
Dari Gambar 4.7 dapat dilihat dari ploting data bahwa distribusi yang dihasilkan
adalah Normal dengan nilai AD 0,314 kemudian Exponential dengan nilai AD
6,032. Untuk distribusi weibull nilai AD 0,213 dan yang terakhir nilai distribusi
lognormal nilai AD adalah 0,691.
Gambar 4.7 Distribusi TTR Komponen Unwinder
Setelah diketahui nilai distribusi dari masing-masing komponen maka dapat
ditentukan distribusi yang cocok untuk melakukan penelitian ini. Tabel 4.13
merupakan hasil dari identifikasi nilai distribusi berdasarkan nilai Anderson
Darling (AD).
Tabel 4.13 Pola Distribusi dan Nilai Anderson Darling (AD) TTR
No Komponen Distribusi Nilai
AD P-Value Result
1 Bearing
Normal 0,52 0,172 OK
Eksponential 9,705 <0,003 NOT OK
Weibull 0,766 0,042 NOT OK
Lognormal 0,351 0,446 OK
2 Rantai
Normal 0,272 0,641 OK
Eksponential 7,915 <0,003 NOT OK
Weibull 0,405 >0,250 NOT OK
Lognormal 0,238 0,759 OK
3 Unwinder
Normal 0,314 0,518 OK
Eksponential 6,032 <0,003 NOT OK
Weibull 0,213 >0,250 OK
Lognormal 0,691 0,06 OK
Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat maka untuk komponen Bearing
menggunakan pola distribusi Lognormal karena menghasilkan nilai AD terkecil
yaitu 0,351. Kemudian untuk pola distribusi TTR dari komponen Rantai adalah
Lognormal dengan nilai AD 0,238 .Sedangkan untuk komponen Unwinder
menggunakan pola distribusi Weibull dengan nilai AD sebesar 0,213.
Setelah didapatkan pola distribusi yang cocok dari masing-masing komponen
maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk mencari Mean
Time To Repair (MTTR) dengan memperhatikan nilai scale parameter dan
median. Tabel 4.14 merupakan Tabel parameter Distribusi.
Tabel 4.14 Parameter Distribusi Komponen
Komponen Parameter
Scale Median
Bearing 0,17175 4,4
Rantai 0,19612 1,75
Unwinder 3,65451 3,44167
Hasil perhitungan menggunakan software statistika menunjukkan nilai disetiap
komponen yang dihitung. Untuk komponen bearing yaitu scale parameter
bernilai 0,17175, mean 4,58833, standar deviasi 0,787792, dan median 4,4. Untuk
distribusi lognormal. Kemudian untuk komponen rantai yaitu scale parameter
bernilai sebesar 0,19612, mean nilainya sebesar 1,76667, standar deviasi
0,345511, dan median didapat 1,75 untuk distribusi lognormal.
Sedangkan komponen unwinder diantaranya scale parameter bernilai 3,65451,
mean 3,3925, standar deviasi 0,682712, dan median 3,44167 untuk distribusi
Weibull.
4.2.2.2 Identifikasi pola Distribusi dan Parameter TTF (Time to Failure)
Untuk mengidentifikasi pola distribusi TTF masing-masing komponen dengan
menggunakan bantuan software statistika.
1. Bearing
Untuk memilih distribusi yang cocok untuk digunakan dalam perhitungan, maka
untuk membantu memudahkan yaitu menggunakan bantuan software statistika.
Hasil yang dipilih yaitu distribusi yang memiliki nilai Anderson Darling (AD)
paling kecil. Gambar 4.8 merupakan hasil perhitungan komponen bearing
menggunakan software statistika.
Gambar 4.8 Identifikasi Pola Distribusi TTF Bearing
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa distribusi yang digunakan yaitu
distribusi normal dengan nilai AD 1,928. Untuk distribusi Exponential
mempunyai nilai AD 0,419. Untuk distribusi Weibull mempunyai nilai AD 0,39
dan untuk distribusi lognormal mempunyai nilai AD 0,88.
2. Rantai
Berikut hasil perhitungan untuk komponen rantai yang terdapat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Identifikasi Pola Distribusi TTF Rantai
Dari Gambar 4.9 diatas dapat disimpulkan bahwa distribusi yang digunakan yaitu
distribusi normal dengan nilai AD 0,933. Untuk distribusi Exponential
mempunyai nilai AD 0,385. Untuk distribusi Weibull mempunyai nilai AD 0,345
dan untuk distribusi lognormal mempunyai nilai AD 0,81.
3. Unwinder
Berikut hasil perhitungan untuk komponen rantai yang terdapat pada gambar 4.10.
Gambar 4.10 Identifikasi Pola Distribusi TTF Unwinder
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa distribusi yang digunakan yaitu
distribusi normal dengan nilai AD 1,321. Untuk distribusi Exponential
mempunyai nilai AD 0,247. Untuk distribusi Weibull mempunyai nilai AD 0,17
dan untuk distribusi lognormal mempunyai nilai AD 0,32.
Setelah diketahui nilai distribusi dari masing-masing komponen maka dapat
ditentukan distribusi yang cocok untuk melakukan penelitian ini. Tabel 4.15
merupakan hasil dari identifikasi nilai distribusi berdasarkan nilai Anderson
Darling (AD).
Tabel 4.15 Pola Distribusi dan Nilai Anderson Darling TTF
No Komponen Distribusi Nilai
AD P-Value Result
1 Bearing
Normal 1,928 <0,005 NOT OK
Eksponential 0,419 0,594 OK
Weibull 0,39 >0,250 OK
Lognormal 0,88 0,021 NOT OK
2 Rantai
Normal 0,933 0,015 NOT OK
Eksponential 0,385 0,655 OK
Weibull 0,345 >0,250 OK
Lognormal 0,81 0,031 NOT OK
3 Unwinder
Normal 1,321 <0,005 NOT OK
Eksponential 0,247 0,888 OK
Weibull 0,17 >0,250 OK
Lognormal 0,32 0,508 OK
Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat maka untuk komponen Bearing
menggunakan pola distribusi Weibull karena menghasilkan nilai AD terkecil yaitu
0,39. Kemudian untuk pola distribusi TTF dari komponen Rantai adalah Weibull
dengan nilai AD 0,345 .Sedangkan untuk komponen Unwinder menggunakan
pola distribusi Weibull dengan nilai AD sebesar 0,17.
Setelah didapatkan pola distribusi yang cocok dari masing-masing komponen
maka langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan Mean Time To Failure
(MTTF) dengan memperhatikan nilai scale parameter dan median. Tabel 4.16
merupakan parameter Distribusi.
Tabel 4.16 Parameter Distribusi Setiap Komponen
Komponen Parameter
Distribution Scale Mean Std. Deviation Median
Bearing Weibull 564,0592 550,986 533,559 398,533
Rantai Weibull 396,1011 402,376 376,654 326,783
Unwinder Weibull 718,0463 745,049 824,19 520,583
Berdasarkan hasil perhitungan nilai TTF menggunakan software statistika
menunjukkan beberapa data untuk masing-masing komponen. Untuk komponen
bearing yaitu scale parameter 564,0592, mean 550,986, standar deviasi 533,559,
dan median bernilai sebesar 398,533 untuk distribusi weibull. Kemudian untuk
komponen rantai yaitu scale parameter didapatkan 396,1011, mean 402,376,
standar deviasi 376,654, dan median bernilai 326,783 untuk distribusi weibull.
Lalu pada komponen unwinder diantaranya scale parameter 718,0463, mean
745,049, standar deviasi 824,19, dan median bernilai sebesar 520,583 untuk
distribusi weibull.
4.2.3 Menghitung MTTR (Mean Time To Repair)
Mean time to repair (MTTR) didefinisikan sebagai waktu rata-rata yang
dibutuhkan untuk perbaikan. MTTR menunjukkan nilai availability dan bukan
reliability. Semakin tinggi nilai MTTR maka akan semakin buruk. Tabel 4.17
merupakan perhitungan nilai MTTR.
Tabel 4.17 Tabel Nilai MTTR Komponen Bearing, Rantai dan Unwinder
Komponen Distribusi Scale
(𝜃)
Shape
(β) Tmed
Gamma
(Ѓ) MTTR
Bearing Lognormal 0,17175 6,15267 4,4 - 4,465
Rantai Lognormal 0,19612 5,48878 1,75 - 1,784
Unwinder Weibull 3,65451 6,07537 3,44167 0,92980 3,398
Cara menghitung MTTR
1. Bearing :
𝑴𝑻𝑻𝑹 = 𝒕𝒎𝒆𝒅 . 𝒆(
𝒔𝟐
𝟐)
𝑴𝑻𝑻𝑹 = 𝟒, 𝟒 . 𝒆(
(𝟎,𝟏𝟕𝟏𝟕𝟓)𝟐
𝟐)
= 𝟒, 𝟒𝟔𝟓 2. Rantai :
𝑴𝑻𝑻𝑹 = 𝒕𝒎𝒆𝒅 . 𝒆(
𝒔𝟐
𝟐)
𝑴𝑻𝑻𝑹 = 𝟏, 𝟕𝟓 . 𝒆(
(𝟎,𝟏𝟗𝟔𝟏𝟐)𝟐
𝟐)
= 𝟏, 𝟕𝟖𝟒
3. Unwinder :
𝑴𝑻𝑻𝑹 = (𝜽)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝜷)
Which Γ(x) = Gamma Function
𝑴𝑻𝑻𝑹 = (𝟑, 𝟔𝟓𝟒𝟓𝟏)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝟔,𝟎𝟕𝟓𝟑𝟕) = (𝟑, 𝟔𝟓𝟒𝟓𝟏)(𝚪 𝟏, 𝟏𝟔𝟒) = 3,398
4.2.4 Menghitung MTTF (Mean Time To Failure)
Mean time to failure merupakan rata-rata waktu antara kegalalan atau kerusakan.
Berikut tabel 4.18 merupakan nilai MTTF dari setiap komponen.
Tabel 4.18 Tabel MTTF Komponen Bearing, Rantai, dan Unwinder
Komponen Distribusi Scale
(𝜃) Shape (β)
Gamma
(Ѓ) MTTF
Bearing Weibull 564,0592 1,06112 0,97610 550,578
Rantai Weibull 396,1011 0,96247 1,01758 403,064
Unwinder Weibull 718,0463 0,92534 1,03650 744,255
Cara menghitung MTTF dengan distribusi Weibull
1. Bearing
𝑴𝑻𝑻𝑭 = (𝜽)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝜷)
Which Γ(x) = Gamma Function
𝑴𝑻𝑻𝑭 = (𝟓𝟔𝟒, 𝟎𝟓𝟗𝟐)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝟏,𝟎𝟔𝟏𝟏𝟐) = (𝟓𝟔𝟒, 𝟎𝟓𝟗𝟐)(𝚪 𝟏, 𝟗𝟒𝟐) = 550,578
2. Rantai
𝑴𝑻𝑻𝑭 = (𝜽)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝜷)
Which Γ(x) = Gamma Function
𝑴𝑻𝑻𝑭 = (𝟑𝟗𝟔, 𝟏𝟎𝟏𝟏)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝟎,𝟗𝟔𝟐𝟒𝟕) = (𝟑𝟗𝟔, 𝟏𝟎𝟏𝟏)(𝚪 𝟐, 𝟎𝟒) = 𝟒𝟎𝟑, 𝟎𝟔𝟒
3. Unwinder
𝑴𝑻𝑻𝑭 = (𝜽)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝜷)
Which Γ(x) = Gamma Function
𝑴𝑻𝑻𝑭 = (𝟕𝟏𝟖, 𝟎𝟒𝟔𝟑)(𝚪) (𝟏 +𝟏
𝟎, 𝟗𝟐𝟓𝟑𝟒) = (𝟕𝟏𝟖, 𝟎𝟒𝟔𝟑)(𝚪 𝟐, 𝟎𝟖)
= 𝟕𝟒𝟒, 𝟐𝟓𝟓
4.2.5 Repair Time Data (Tf) dan Preventive Maintenance Time Data (Tp)
Repair time adalah keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk bagian
maintenance melakukan perbaikan suatu komponen atau mesin yang rusak.
Repair time dihitung dari mulainya mesin tersebut mengalami kerusakan pada
komponennya sampai dengan maintenance selesai melakukan perbaikan dan
mesin beroperasi seperti semula. Repair time (Tf) adalah waktu perbaikan
sebelum adanya preventive maintenance yaitu MTTR yang sudah dihitung pada
tabel diatas untuk setiap komponen. Sedangkan preventime maintenance time
adalah total waktu yang dibutuhkan untuk mengganti komponen yang mengalami
kerusakan setelah adanya waktu penjadwalan. Perbedaannya terletak pada waktu
perbaikan. Jika saat Tf maka acuan waktu yang digunakan adalah perbaikan
secara mendadak yang menimbulkan idle time antara waktu mulai mesin rusak
dengan waktu mulai perbaikan sehingga waktu yang dibutuhkan saat perbaikan
lebih lama. Tabel 4.19 merupakan waktu perbaikan Tf dan Tp.
Tabel 4.19 Repair Time Data (Tf) dan Preventive Maintenance Time Data (Tp)
Komponen Mean Time To Repair
(hours)
Mean time To Preventive
Maintenance (hours)
Bearing 4,465 4
Rantai 1,784 1,5
Unwinder 3,398 3
4.2.6 Perhitungan Hasil Produksi
Perhitungan hasil produksi diperlukan untuk mengetahui secara aktual kapasitas
produksi perhari dan per jam. Data output produksi diambil selama 5 hari mulai
tanggal 8 Mei 2017 sampai 12 Mei 2017. Tabel 4.20 berikut merupakan tabel
yang menggambarkan output produksi.
Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa rata-rata output yang dihasilkan
oleh mesin Duplex adalah 16,43ton/jam. Hasil tersebut juga merupakan output
ideal dan akan digunakan untuk menghitung maintenance cost..
Tabel 4.20 Aktual Output Produksi
08-Mei 09-Mei 10-Mei 11-Mei 12-Mei Rata-rata
Production output
per day(ton) 432,6150 426,222 381,285 329,068 402,369 394,3118
Production output
per shift(ton) 144,205 142,074 127,095 109,6893 134,123 131,4373
Production output
per hour (ton) 18,02563 17,75925 15,88688 13,71117 16,76538 16,42966
Reject 5,385 11,778 56,715 52,932 1,369 25,6358
Reject Ratio per
day 1,24% 2,76% 14,87% 16,09% 0,34% 6,50%
4.2.7 Perhitungan Biaya Maintenance
Untuk menghitung biaya perbaikan komponen diperlukan beberapa data yang
dapat mendukung untuk digunakan dalam perhitungan. Berikut data pendukung
yang digunakan.
1. Aktual output produksi mesin duplex yaitu 16,43 ton/jam
2. Production loss jika terjadi kerusakan pada komponen Rp 10.000/ton
3. Harga untuk komponen bearing Rp 201.700/pcs
4. Harga untuk komponen Rantai (connecting link) adalah Rp 5.000/pcs
5. Harga untuk komponen unwinder adalah Rp 54.700/pcs
6. Gaji untuk mekanik Rp 3.950.000/bulan (UMK Kab.Bekasi) Diasumsikan
bahwa mekanik kerja 26 hari dalam sebulan yang mana 8jam/hari. Jadi
gaji maintenance untuk 1jam kerja adalah RP 18.990/jam.
4.2.7.1 Menghitung Biaya Corrective Maintenance (Cf)
Biaya corrective maintenance (Cf) adalah biaya yang dibutuhkan dalam
kegagalan mesin dengan biaya yang digunakan untuk penggantian komponen
tersebut. Corrective maintenance juga merupakan biaya yang timbul diakibatkan
oleh kerusakan yang secara mendadak atau tiba-tiba. Rumus yang akan digunakan
untuk menghitung biaya corrective maintenance.
Cf = Harga Komponen + (waktu downtime X gaji per jam) + (kapasitas
produksi X downtime X production loss)
Berikut perhitungan untuk masing-masing komponen
Bearing
Cf = Rp 201.700 + (4,465 x Rp 18.990) + (16,43 x 4,465 x Rp
10.000)
= Rp 201.700 + Rp 84.790,32 + Rp 733.599,5
= Rp 1.020.089,82
Jadi untuk biaya corrective maintenance komponen bearing adalah Rp.
1.020.089,82
Rantai
Cf = Rp 5.000 + (1,784 x Rp 18.990) + (16,43 x 1,784 x Rp
10.000)
= Rp 5.000 + Rp 33.878,16 + Rp 293.111,2
= Rp 331.989,36
Jadi untuk biaya corrective maintenance komponen rantai adalah Rp 331.989,36
Unwinder
Cf = Rp 54.700 + (3,398 x Rp 18.990) + (16,43 x 3,398 x Rp
10.000)
= Rp 54.700 + Rp 64.528,02 + Rp 558.291,4
= Rp 677.519,42
Jadi untuk biaya corrective maintenance komponen unwinder adalah Rp
677.519,42
4.2.7.2 Menghitung Biaya Preventive Maintenance (Cp)
Biaya preventive maintenance (Cp) merupakan biaya yang akan timbul
diakibatkan oleh perbaikan komponen yang terjadwal. Waktu yang akan
digunakan hanya satu untuk penggantian komponen. Jadi tidak ada waktu tunggu
mekanik yang akan datang karena sudah terjadwal dan komponennya akan diganti
pada waktu yang tepat yang sudah ditentukan. Berikut rumus yang digunakan
untuk menghitung biaya preventive maintenance .
Cp = Harga Komponen + (waktu penggantian X gaji per jam) + (kapasitas
produksi X waktu penggantian X production loss)
Berikut perhitungan untuk masing-masing komponen
Bearing
Cp = Rp 201.700 + (4 x Rp 18.990) + (16,43 x 4 x Rp 10.000)
= Rp 201.700 + Rp 75.960 + Rp 657.200
= Rp 934.860
Jadi untuk biaya corrective maintenance komponen bearing adalah Rp. 934.860
Rantai
Cp = Rp 5.000 + (1,5 x Rp 18.990) + (16,43 x 1,5 x Rp 10.000)
= Rp 5.000 + Rp 28.485 + Rp 246.450
= Rp 279.935
Jadi untuk biaya corrective maintenance komponen rantai adalah Rp 279.935
Unwinder
Cp = Rp 54.700 + (3 x Rp 18.990) + (16,43 x 3 x Rp 10.000)
= Rp 54.700 + Rp 56.970 + Rp 492.900
= Rp 604.570
Jadi untuk biaya corrective maintenance komponen unwinder adalah Rp 604.570
4.2.8 Menghitung Interval Penggantian Komponen
Dalam perhitungan interval penggantian komponen sangat penting untuk
mengetahui distribusi yang digunakan. Pada kasus ini distribusi yang didapat
melalui software statistika yaitu dari ketiga komponen bearing, rantai, dan
unwinder menggunakan distribusi weibull.
Berikut perhitungan dengan menggunakan distribusi weibull :
1. Bearing
Probability Density Function (PDF)
𝑓(𝑡) =𝛽
𝜃(
𝑡
𝜃)
𝛽−1
𝑒(𝑡
𝜃)
𝛽
f(550)= 1,06112
564,0592(
550
564,0592)
1,06112−1
𝑒(
550
564,0592)
1,06112
f(550) = 0,0007695
Cumulative Distribution Function (CDF)
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒−(𝑡
𝜃)
𝛽
𝐹(550) = 1 − 𝑒−(
550
564,0592)
1,06112
F(550) = 0,62227
Reliability Function (keandalan)
𝑅(𝑡) = 𝑒−(𝑡𝜃
)𝛽
𝑅(550) = 𝑒−(
550564,0592
)1,06112
R(550) = 0,377
Commulative Hazard Function
𝐻(𝑡) = (𝑡
𝜃)
𝛽
H(550) = (550
564,0592)
1,06112
H(550) = 0,9736
Cost per unit of time Ct
𝐶(𝑡) =𝐶𝑝 + (𝐶𝑓 x 𝐻(𝑡))
𝑡
𝐶(550) =934.860 + (1.020.089,82 x 0,9736)
550
C(550) = Rp 3505,49
Berikut merupakan hasil perhitungan dari komponen bearing
Tabel 4.21 Perhitungan Interval Penggantian Komponen Bearing
t f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
150 0,001358 0,217491 0,782509 0,24525 7900,244
170 0,001321 0,24428 0,75572 0,280084 7179,828
190 0,001284 0,270335 0,729665 0,31517 6612,432
210 0,001247 0,295653 0,704347 0,350484 6154,213
230 0,001211 0,320232 0,679768 0,386003 5776,6
250 0,001174 0,344077 0,655923 0,421712 5460,178
Tabel 4.22 Perhitungan Interval Penggantian Komponen Bearing (Lanjutan)
t f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
270 0,001138 0,367197 0,632803 0,457597 5191,296
290 0,001103 0,389602 0,610398 0,493644 4960,074
310 0,001068 0,411303 0,588697 0,529844 4759,189
330 0,001034 0,432314 0,567686 0,566187 4583,096
350 0,001 0,452649 0,547351 0,602665 4427,521
370 0,000967 0,472323 0,527677 0,63927 4289,117
390 0,000936 0,491351 0,508649 0,675997 4165,225
410 0,000904 0,50975 0,49025 0,712839 4053,707
430 0,000874 0,527535 0,472465 0,749791 3952,824
450 0,000845 0,544723 0,455277 0,786849 3861,147
470 0,000816 0,56133 0,43867 0,824007 3777,492
490 0,000788 0,577372 0,422628 0,861262 3700,866
510 0,000761 0,592865 0,407135 0,89861 3630,437
530 0,000735 0,607825 0,392175 0,936048 3565,496
550 0,00071 0,622269 0,377731 0,973572 3505,438
Berdasarkan perhitungan Tabel 4.21 dan 4.22 dapat dilihat bahwa interval waktu
perawatan memiliki hubungan dengan biaya. Bila waktu interval perawatan
semakin pendek maka biayanya semakin besar. Kondisi ini dapat dilihat pada
Gambar 4.11. Itu contohnya adalah untuk interval waktu 290 jam mesin memiliki
61 % reliabilitas dan biayanya Rp 4.960. Jika waktu jeda semakin pendek menjadi
190 jam, maka biaya dan keandalan mesin akan meningkat. Keandalan mesin
menjadi 73% sedangkan biaya Rp 6.612. Informasi rinci dapat dilihat di Tabel 4.21
dan 4.22. Berikut gambar 4.11 hubungan antara R(t), C(t), dan t.
Gambar 4.11 Komparasi Keandalan, Biaya, dan Interval Waktu Komponen Bearing
78% 76% 73% 70% 68% 66% 63% 61% 59% 57% 55% 53% 51% 49% 47% 46% 44% 42% 41% 39% 38% 0
100
200
300
400
500
600
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
C(t)
R(t)
t
2. Rantai
Probability Density Function (PDF)
𝑓(𝑡) =𝛽
𝜃(
𝑡
𝜃)
𝛽−1
𝑒(𝑡
𝜃)
𝛽
𝑓(400) =0,96247
396,1011(
400
396,1011)
0,96247−1
𝑒(
400396,1011
)0,96247
F(400) = 0,00088514
Cumulative Distribution Function (CDF)
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒−(𝑡
𝜃)
𝛽
𝐹(400) = 1 − 𝑒−(
400396,1011
)0,96247
F(400) = 0,6356
Reliability Function (keandalan)
𝑅(𝑡) = 𝑒−(𝑡𝜃
)𝛽
𝑅(400) = 𝑒−(
400396,1011
)0,96247
R(400) = 0,3644
Commulative Hazard Function
𝐻(𝑡) = (𝑡
𝜃)
𝛽
𝐻(400) = (400
396,1011)
0,96247
H(400) = 1,0095
Cost per unit of time
𝐶(𝑡) =𝐶𝑝 + (𝐶𝑓 x 𝐻(𝑡))
𝑡
𝐶(400) =279.935 + (331.989,36 x 1,0095)
400
C(400) = Rp 1537,69
Berikut merupakan hasil perhitungan yang didapat
Tabel 4.23 Perhitungan Interval Penggantian Komponen Rantai
Mission (t) f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
100 0,001961 0,233443 0,766557 0,265846 3681,929
120 0,001851 0,271552 0,728448 0,316839 3209,353
140 0,00175 0,307546 0,692454 0,367514 2871,04
160 0,001655 0,341582 0,658418 0,417916 2616,742
180 0,001567 0,373798 0,626202 0,468082 2418,518
200 0,001485 0,404312 0,595688 0,518038 2259,591
220 0,001408 0,433233 0,566767 0,567808 2129,278
240 0,001335 0,460659 0,539341 0,617407 2020,448
260 0,001267 0,486678 0,513322 0,666851 1928,164
280 0,001203 0,511372 0,488628 0,716153 1848,893
300 0,001142 0,534816 0,465184 0,765323 1780,046
320 0,001085 0,557081 0,442919 0,814369 1719,678
340 0,001031 0,578232 0,421768 0,863301 1666,299
360 0,00098 0,59833 0,40167 0,912124 1618,752
380 0,000931 0,617431 0,382569 0,960846 1576,12
400 0,000885 0,635589 0,364411 1,009472 1537,672
Berdasarkan perhitungan Tabel 4.23 dapat dilihat bahwa interval waktu perawatan
memiliki hubungan dengan biaya. Bila waktu interval perawatan semakin pendek
maka biayanya semakin besar. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 4.12. Itu
contohnya adalah untuk interval waktu 400 jam mesin memiliki 36 % reliabilitas
dan biayanya Rp 1.537. Jika waktu jeda semakin pendek menjadi 100 jam, maka
biaya dan keandalan mesin akan meningkat. Keandalan mesin menjadi 76%
sedangkan biaya Rp 3.681.
Sdlanjutnya, informasi rinci dapat dilihat di Tabel 4.23. Berikut gambar hubungan
antara R(t), C(t), dan t. Tabel di atas menunjukkan waktu interval perbaikan untuk
komponen rantai. Waktu untuk kegagalan komponen rantai untuk perbaikan /
penggantian aktivitas menerima distribusi weibull. Hasil yang tertulis pada tabel
di atas diperoleh dengan menggunakan rumus untuk distribusi weibull . Untuk
komponen rantai, interval perawatan yang akan digunakan adalah di interval
waktu 180 jam karena mengacu pada tingkat keandalan minimal yaitu 60%.
Dengan waktu 180 jam tersebut berada ditingkat keandalan sebesar 62% dan
biaya Rp 2.418. Sedangakan Gambar 4.12 menunjukkan R(t), C(t), dan t.
Gambar 4.12 Komparasi Keandalan, Biaya, dan Interval Waktu Komponen Rantai
3. Unwinder
Probability Density Function (PDF)
𝑓(𝑡) =𝛽
𝜃(
𝑡
𝜃)
𝛽−1
𝑒(𝑡
𝜃)
𝛽
𝑓(745) =0,92534
718,0463(
745
718,0463)
0,92534−1
𝑒(
745718,0463
)0,92534
f(745) = 0,000456
Cumulative Distribution Function (CDF)
𝐹(𝑡) = 1 − 𝑒−(𝑡
𝜃)
𝛽
𝐹(745) = 1 − 𝑒−(
745718,0463
)0,92534
F(745) = 0,644
Reliability Function (keandalan)
𝑅(𝑡) = 𝑒−(𝑡𝜃
)𝛽
𝑅(745) = 𝑒−(
745718,0463
)0,92534
R(745) = 0,355
Commulative Hazard Function
77% 73% 69% 66% 63% 60% 57% 54% 51% 49% 47% 44% 42% 40% 38% 36% 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R(t)
C(t)
Mission (t)
𝐻(𝑡) = (𝑡
𝜃)
𝛽
𝐻(745) =(745
718,0463)
0,92534
𝐻(745) = 1,0347
Cost per unit of time
𝐶(𝑡) =𝐶𝑝 + (𝐶𝑓 x 𝐻(𝑡))
𝑡
𝐶(745) =604.570 + (677.519,42 x 1,0347)
745
C(745) = Rp 1752,48
Berdasarkan perhitungan Tabel 4.24 dapat dilihat bahwa interval waktu perawatan
memiliki hubungan dengan biaya. Bila waktu interval perawatan semakin pendek
maka biayanya semakin besar. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 4.13. Itu
contohnya adalah untuk interval waktu 750 jam mesin memiliki 35 % reliabilitas
dan biayanya Rp 1.746. Jika waktu jeda semakin pendek menjadi 210 jam, maka
biaya dan keandalan mesin akan meningkat. Keandalan mesin menjadi 72%
sedangkan biaya Rp 3.913.
Informasi rinci dapat dilihat di Tabel 4.24. Berikut gambar hubungan antara R(t),
C(t), dan t. Tabel di atas menunjukkan waktu interval perbaikan untuk komponen
rantai. Waktu untuk kegagalan komponen rantai untuk perbaikan / penggantian
aktivitas menerima distribusi weibull. Hasil yang tertulis pada tabel di atas
diperoleh dengan menggunakan rumus untuk distribusi weibull . Untuk komponen
unwinder menggunakan interval waktu 330 jam sebagai acuan perawatan dengan
keandalan 61% dan biaya Rp 2.831. Sedangakan Gambar 4.13 menunjukkan R(t),
C(t), dan t.
Tabel 4.24 Perhitungan Interval Penggantian Komponen Unwinder
t f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
210 0,001025 0,274269 0,725731 0,320575 3913,172
230 0,00099 0,294416 0,705584 0,34873 3655,832
250 0,000957 0,313879 0,686121 0,376702 3439,171
270 0,000925 0,332694 0,667306 0,404507 3254,19
290 0,000895 0,350894 0,649106 0,432159 3094,365
310 0,000866 0,368507 0,631493 0,459668 2954,852
330 0,000839 0,385561 0,614439 0,487046 2831,978
350 0,000813 0,402081 0,597919 0,514299 2722,908
370 0,000788 0,418088 0,581912 0,541437 2625,416
390 0,000764 0,433606 0,566394 0,568465 2537,733
470 0,000677 0,491147 0,508853 0,675596 2260,211
490 0,000657 0,504484 0,495516 0,702157 2204,683
510 0,000638 0,517433 0,482567 0,728636 2153,403
530 0,00062 0,530008 0,469992 0,755039 2105,893
550 0,000602 0,54222 0,45778 0,781367 2061,748
570 0,000585 0,554084 0,445916 0,807624 2020,616
590 0,000568 0,56561 0,43439 0,833812 1982,193
610 0,000552 0,57681 0,42319 0,859934 1946,216
630 0,000537 0,587695 0,412305 0,885992 1912,455
650 0,000522 0,598275 0,401725 0,911988 1880,707
670 0,000507 0,608561 0,391439 0,937925 1850,794
690 0,000493 0,618561 0,381439 0,963804 1822,559
710 0,000479 0,628284 0,371716 0,989626 1795,861
730 0,000466 0,637741 0,362259 1,015395 1770,575
750 0,000454 0,646938 0,353062 1,041111 1746,591
Gambar 4.13 Komparasi Keandalan, Biaya, dan Interval Waktu Komponen
Unwinder
73% 71% 69% 67% 65% 63% 61% 60% 58% 57% 55% 54% 52% 51% 50% 48% 47% 46% 45% 43% 42% 41% 40% 39% 38% 37% 36% 35% 0
100
200
300
400
500
600
700
800
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
R(t)
C(t)
t
4.3 Analisis Data
Dalam analisis data terdapat semua hasil perhitungan dari penelitian diatas.
4.3.1 Analisis Time to Repair (TTR) dan Time to Failure (TTF)
Setelah menentukan komponen kritis pada mesin duplex melalui analisis diagram
pareto maka langkah selanjutnya adalah menghitung waktu time to repair dan
time to failure. Time to repair (TTR) adalah waktu yang dibutuhkan oleh
maintenance untuk melakukan perbaikan kerusakan komponen sedangkan time to
failure adalah waktu interval antara mesin selesai diperbaiki sampai mesin tersbut
mengalami kerusakan kembali. Di sini, kegagalan mesin harus berasal dari
komponen yang sama. Hal ini juga penting untuk memiliki informasi tentang
tanggal kegagalan dan juga waktu yang tepat bahwa kegagalan mesin terjadi,
mulai dari saat rusak sampai diperbaiki. Perhitungan waktu ini untuk perbaikan
dan waktu kegagalan dilakukan dari data perusahaan mulai Agustus 2015 sampai
dengan Mei 2017.
Perhitungan waktu untuk memperbaiki adalah total waktu yang dibutuhkan oleh
bagian maintenance untuk memperbaiki, mengecek, dan mengganti komponen
sampai mesin bisa beroperasi seperti biasa. Waktu menunggu maintenance untuk
datang juga termasuk waktu untuk memperbaiki. Perhitungan waktu untuk
perbaikan memiliki satuan waktu jam. Sementara perhitungan waktu gagal hanya
didapat dari saat mesin beroperasi. Waktu kegagalan masing-masing komponen
tidak selalu sama, hal ini karena tergantung pada beberapa faktor seperti jenis
kegagalan, tingkat kegagalan, dan kemampuan maintenance untuk memperbaiki
suatu kerusakan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keandalan
komponen itu sendiri yang juga berimbas pada kegagalan waktu.
Dari perhitungan menggunakan salah satu software statistika maka bisa dilihat
bahwa distribusi yang paling cocok untuk penentuan perhitungan Time to Failure
(TTF) dan Time to Repair (TTR) seperti pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25 Distribusi yang dipakai dalam perhitungan
NO Komponen Distribusi
1
TTR
Bearing Lognormal
2 Rantai Lognormal
3 Unwinder Weibull
4
TTF
Bearing Weibull
5 Rantai Weibull
6 Unwinder Weibull
4.3.2 Analisis Mean Time to Repair (MTTR) dan Mean Time to Failure
(MTTF)
Mean time to repair (MTTR) merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
perbaikan. MTTR menunjukkan nilai availability dan bukan reliability. Semakin
tinggi nilai MTTR maka akan semakin buruk. Jika waktu MTTR terlalu lama
maka dampaknya tidak hanya tentang waktu perbaikan melainkan kerugian
perusahaan karena produksi terganggu dan output produksi mengalami penurunan
dan hasil yang akan didapat tidak sesuai dengan planning.
Dari hasil perhitungan menggunakan salah satu software statistika maka hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.26.
Tabel 4.26 Tabel Nilai MTTR Komponen Bearing, Rantai dan Unwinder
Komponen Distribusi Scale
(𝜃)
Shape
(β) Tmed
Gamma
(Ѓ) MTTR
Bearing Lognormal 0,17175 6,15267 4,4 - 4,465
Rantai Lognormal 0,19612 5,48878 1,75 - 1,784
Unwinder Weibull 3,65451 6,07537 3,44167 0,92980 3,398
Sedangkan Mean time to failure (MTTF) merupakan rata-rata waktu antara
kegalalan atau kerusakan. Berikut merupakan hasil perhitungan yang didapat
(lihat Tabel 4.27).
Tabel 4.27 Tabel MTTF Komponen Bearing, Rantai, dan Unwinder
Komponen Distribusi Scale
(𝜃) Shape (β)
Gamma
(Ѓ) MTTF
Bearing Weibull 564,0592 1,06112 0,97610 550,578
Rantai Weibull 396,1011 0,96247 1,01758 403,064
Unwinder Weibull 718,0463 0,92534 1,03650 744,255
4.3.3 Analisis Waktu Interval Penggantian Komponen
Penggantian komponen dilakukan untuk menghindari kerusakan secara mendadak
yang tidak diharapkan yang berpengaruh terhadap proses produksi yang sedang
berjalan. Interval komponen pengganti akan menunjukkan waktu yang tepat untuk
mengurangi risiko dimana kegagalan dapat terjadi dengan mempertimbangkan
biaya dan keandalan minimal 60% yang akan dikeluarkan. Dengan demikian,
Tabel 4.28 menunjukkan waktu yang tepat untuk penggantian komponen.
Tabel 4.28 Interval Perawatan Komponen
Komponen MTTF Keandalan Interval
Perawatan
Keandalan
Bearing 550 jam 37 % 290 jam 61 %
Rantai 403 jam 36 % 180 jam 62 %
Unwinder 744 jam 35 % 330 jam 61 %
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masing-masing komponen mempunyai
waktu interval yang cocok karena perhitungan melihat dari resiko kerusakan dan
biaya yang dikeluarkan.
4.3.4 PerbandinganBiaya Perbaikan Corrective dan Preventive
Perbaikan secara corrective merupakan perbaikan yang dilakukan setelah adanya
kerusakan jadi perbaikan ini berarti perbaikan yang dilakukan secara mendadak.
Maka untuk menjaga agar mesin beroperasi dengan baik dan menghasilkan
produk yang bagus maka disarankan untuk melakukan perbaikan secara
preventive. Biaya yang akan dikeluarkan melalui perbaikan secara preventive akan
lebih kecil daripada perbaikan secara mendadak.
Tabel 4.29 Perbandingan Perbaikan Corrective dan Preventive
Komponen (Cf) Corrective
Maintenance
(Cp) Preventive
Maintenance Costdown
Bearing Rp. 1.020.089,82 Rp. 934.860 Rp. 85.229,82 8,3%
Rantai Rp. 331.989,36 Rp. 279.935 Rp. 52.054,36 15,6%
Unwinder Rp. 677.519,42 Rp. 604.570 Rp. 72.949,42 10,7%
Rumus :
Cf (Corrective) = Harga Komponen + (waktu downtime X gaji per jam) +
(kapasitas produksi X downtime X production loss)
Cp (Preventive) = Harga Komponen + (waktu penggantian X gaji per jam) +
(kapasitas produksi X waktu penggantian X production loss)
Gambar 4.14 Perbandingan Biaya Perbaikan Corrective dan Preventive Komponen
Bearing
Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan biaya perawatan sebesar
8,30% untuk komponen bearing. Biaya saat perbaikan corrective sebesar Rp.
1.020.089,82 dan perbaikan dengan preventive sebesar Rp. 934.860.
Gambar 4.15 Perbandingan Biaya Perbaikan Corrective dan Preventive Komponen
Rantai
Dari gambar 4.15 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan biaya perawatan sebesar
15,60% untuk komponen bearing. Biaya saat perbaikan corrective sebesar Rp.
331.989,36 dan perbaikan dengan preventive sebesar Rp. 279.935.
Gambar 4.16 Perbandingan Biaya Perbaikan Corrective dan Preventive Komponen
Unwinder
Dari gambar 4.16 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan biaya perawatan sebesar
10,70% untuk komponen bearing. Biaya saat perbaikan corrective sebesar Rp.
677.519,42 dan perbaikan dengan preventive sebesar Rp. 604,570.
4.3.5 Usulan Jadwal Penggantian Komponen Tingkat Keandalan 60%
Setelah mendapatkan nilai perhitungan interval penggantian komponen dengan
biaya yang terendah maka untuk menekan cost yang dikeluarkan akibat kerusakan
yang terjadi secara mendadak akan dibuatkan usulan jadwwal penggantian
komponen sesuai dengan waktu optimal yang sudah didapat. Untuk komponen
Bearing penggantian perawatan secara berkala dilakukan sesuai interval 290 jam,
untuk komponen rantai 180 jam dan untuk komponen unwinder 330 jam. Interval
dari masing-masing komponen tersebut sebagai acuan untuk pengecekan secara
visual dan penggantin komponen akan dilakukan saat overhaul bulanan yang akan
disediakan waktu 1 hari dalam 1 bulan. Berikut rencana usulan jadwal dalam
kurun waktu percobaan selama 6 bulan dari Januari 2018 sampai Juni 2018.
Gambar 4.17 Usulan Jadwal Pengecekan dan Penggantian Komponen Bulan
Januari 2018
Dari Gambar 4.17 dapat dilihat bahwa untuk jadwal pengecekan komponen
bearing ditanggal 12 dan 24 Januari, Untuk komponen rantai ditanggal 7,14,21,28
Januari dan untuk pengecekan komponen unwinder pada tanggal 13 dan 26
Januari. Sedangkan untuk penggantian komponen di mesin duplex dijadwalkan
ditanggal 31 Januari pada saat overhaul. Jadwal pengecekan tersebut digunakan
untuk acuan dan dasar sebagai kelayakan untuk penggantian komponen.
Gambar 4.18 Usulan Jadwal Pengecekan dan Penggantian Komponen Bulan
Februari 2018
Dari Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa untuk jadwal pengecekan komponen
bearing ditanggal 12 dan 24 Februari, Untuk komponen rantai ditanggal
7,14,21,28 Februari dan untuk pengecekan komponen unwinder pada tanggal 13
dan 26 Februari. Sedangkan untuk penggantian komponen di mesin duplex
dijadwalkan ditanggal 28 Februari pada saat overhaul. Jadwal pengecekan
tersebut digunakan untuk acuan dan dasar sebagai kelayakan untuk penggantian
komponen.
Gambar 4.19 Usulan Jadwal Pengecekan dan Penggantian Komponen Bulan Maret
2018
Dari gambar 4.19 dapat dilihat bahwa untuk jadwal pengecekan komponen
bearing ditanggal 12,24 maret, Untuk komponen rantai ditanggal 7,14,21,28
maret dan untuk pengecekan komponen unwinder pada tanggal 13 dan 26 maret.
Sedangkan untuk penggantian komponen di mesin duplex dijadwalkan ditanggal
31 maret pada saat overhaul. Jadwal pengecekan tersebut digunakan untuk acuan
dan dasar sebagai kelayakan untuk penggantian komponen.
Gambar 4.20 Usulan Jadwal Pengecekan dan Penggantian Komponen Bulan April
2018
Dari gambar 4.20 dapat dilihat bahwa untuk jadwal pengecekan komponen
bearing ditanggal 12,24 April, Untuk komponen rantai ditanggal 7,14,21,28 April
dan untuk pengecekan komponen unwinder pada tanggal 13,26 April. Sedangkan
untuk penggantian komponen di mesin duplex dijadwalkan ditanggal 30 april
pada saat overhaul. Jadwal pengecekan tersebut digunakan untuk acuan dan dasar
sebagai kelayakan untuk penggantian komponen.
Gambar 4.21 Usulan Jadwal Pengecekan dan Penggantian Komponen Bulan Mei
2018
Dari gambar 4.21 dapat dilihat bahwa untuk jadwal pengecekan komponen
bearing ditanggal 12 dan 24 Mei, Untuk komponen rantai ditanggal 7,14,21,28
Mei dan untuk pengecekan komponen unwinder pada tanggal 13 dan 26 Mei.
Sedangkan untuk penggantian komponen di mesin duplex dijadwalkan ditanggal
31 Mei pada saat overhaul. Jadwal pengecekan tersebut digunakan untuk acuan
dan dasar sebagai kelayakan untuk penggantian komponen.
Gambar 4.22 Usulan Jadwal Pengecekan dan Penggantian Komponen Bulan Juni
2018
Dari gambar 4.22 dapat dilihat bahwa untuk jadwal pengecekan komponen
bearing ditanggal 12,24 Juni, Untuk komponen rantai ditanggal 7,14,21,28 Juni
dan untuk pengecekan komponen unwinder pada tanggal 13 dan 26 Juni.
Sedangkan untuk penggantian komponen di mesin duplex dijadwalkan ditanggal
30 Juni pada saat overhaul. Jadwal pengecekan tersebut digunakan untuk acuan
dan dasar sebagai kelayakan untuk penggantian komponen.
4.4. Strategi Maintenance Menggunakan Decision Tree
Decision Tree merupakan suatu diagram alir yang bentuknya menyerupai pohon
yang mana setiap internal node menyatakan pengujian terhadap suatu atribut,
setiap cabang menyatakan output dari pengujian tersebut. Dalam kaitannya
dengan Maintenance ini, menggunakan Decision Tree dapat membantu
menyelesaikan beberapa permasalahan dalam komponen kritis. Berikut
merupakan gambar 4.23 dari decion tree untuk komponen bearing.
Ga
mb
ar
4.2
3 A
nali
sa K
om
pon
en K
riti
s B
eari
ng M
enggu
na
ka
n D
ecis
ion
Tre
e
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat analisa untuk menyelesaikan
beberapa masalah untuk komponen bearing khususnya. Berbagai analisa yang
nantinya dapat membantu memecahkan masalah, misal dengan adanya
pengecekan secara visual ataupun menggunakan alat akan berbeda hasilnya.
Kesimpulan dari hasil yang didapatkan bisa berupa strategi perawatan secara
Preventive Maintenance dan Predictive Maintenance. Kedua strategei tersebut
dinilai lebih baik untuk mengatasi permasalahan komponen kritis.
4.5. Analisis Pemilihan Strategi
Mesin Duplex merupakan mesin yang berada di area Paper Machine 1 (PM1)
lebih tepatnya di divisi Finising. Mesin ini sudah beroperasi sejak perusahaan
mulai produksi untuk pertama kali yaitu sekitar tahun 1992. Umur mesin ini
berarti sudah mencapai kurang lebih 26 tahun. Dengan umur mesin yang sudah
tua maka beberapa pilihan metode untuk melakukan perawatan pun akan berbeda
pula. Dalam masa kerjanya, suatu komponen atau sistem mengalami berbagai
kerusakan. Kerusakan – kerusakan tersebut akan berdampak pada performa kerja
dan efisiensinya.
Kerusakan – kerusakan tersebut apabila dilihat secara temporer, maka ia memiliki
suatu laju tertentu yang berubah – ubah. Laju kerusakan (failure rate) dari suatu
komponen atau sistem merupakan dinamic object dan mempunyai performa yang
berubah terhadap waktu t ( sec, min, hour, day, week, month and year). Keandalan
komponen / mesin erat kaitannya dengan laju kerusakan tiap satuan waktu.
Hubungan antara kedua hal tersebut ditunjukan apabila pada saat t = 0
dioperasikan sebuah komponen kemudian diamati banyaknya kerusakan pada
komponen tersebut maka akan didapat bentuk kurva seperti pada gambar 4.24
berikut:
Gambar 4.24 Grafik Laju Kerusakan Terhadap Waktu (Kurva Bathub)
Grafik diatas yang sering disebut sebagai Bathub Curve, terbagi menjadi tiga
daerah kerusakan yaitu :
1. Burn In Zone (Early Life)
2. Useful Life Time Zone
3. Wear Out Zone
Jika dilihat dari kurva maka mesin duplex yang sudah berumur kurang lebih 25
tahun masuk kedalam kategori 3 yaitu Wear Out Zone. Maka sistem perawatan
yang dipakai haruslah sesuai dengan kondisi mesin.
Adapula perawatan yang digunakan meliputi :
1. Corrective Maintenance
Strategi perawatan secara korektif dinilai tidak bagus karena beberapa alasan
seperti kondisi mesin yang sudah tua yakni 26 tahun, sistem perawatan yang tidak
terjadwal, maupun biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Dalam kondisi
mesin yang sudah tua maka perlu adanya pendekatan dan analisa yang tepat untuk
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah. Dengan begitu strategi secara
korektif dinilai kurang layak untuk menjadi solusi perawatan mesin.
2. Preventive Maintenance
Preventive maintenance adalah tindakan pemeliharaan yang dilakukan secara
berkala sesuai dengan anjuran pada instruction manual atau pengalaman
crew maintenance terhadap equipment tersebut. Misalnya, penggantian oli yang
dilakukan setiap 6 bulan atau penggantian grease setiap 8000 running hours,
penggantian Bearing setiap 300 jam, dan lain sebagainya. Jadi parameter
Mesin Duplex
pengendalinya hanya waktu atau jam operasi dari suatu equipment. Strategi
dengan prefentif/pencegahan sangat membantu akan tetapi masih punya
kekurangan dalam hasil yang didapat. Hal ini karena prefentif berbasis pada
waktu rutin tanpa mengamati kondisi mesin secara aktual.
3. Predicitive Maintenance
Predictive maintenance adalah salah satu metode pemeliharaan yang didasarkan
pada kondisi equipment yang sedang dicheck. Teknik perawatan ini merupakan
prediksi yang dilakukan dengan pemeriksaan secara aktual yang membutuhkan
bantuan berupa data kinerja mesin, teknik pengujian mesin, dan juga inspeksi
visual mesin.
Predictive maintenance membutuhkan bantuan alat-alat presisi seperti Vibration
Analyzer, Oil Analysis, Ultrasonic, dll. Dengan memakai Vibration Analyzer, kita
misalnya bisa mengetahui gejala kerusakan pada bearing, looseness, unbalance
pada kondisi yang paling dini, sehingga kita bisa melakukan persiapan untuk
shutdwon dengan lebih terencana. Pembelian atau pembuatan spare parts,
manpower, tools dapat dipersiapkan lebih awal sehingga kalaupun kita
melakukan shutdwon akan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh lebih sedikit.
4.5.1 Perbandingan Predictive Maintenance (PdM) VS Preventive
Maintenance (PM)
Ada dua pandangan dalam melihat Preventive Maintenance (PM) dan Predictive
Maintenance (PdM). Ada yang melihat Preventive Maintenance (PM) dan
Predictive Maintenance (PdM) sebagai dua hal yang berbeda sama sekali, namun
dalam pandangan maintenance management modern ada yang memasukan maka
Predictive Maintenance (PdM) ini sebagai bagian dari Preventive Maintenance
(PM).
Jadi jika dilihat dari aktifitas perbaikan nya PdM adalah termasuk
pekerjaan yang dieksekusi setelah melalui perencanaan dengan baik
berdasar kondisi mesin dan tidak semata-mata karena telah di schedulkan. Dan
dari sisi aktifitas perbaikan maka PM konservatif adalah aktifitas yang di eksekusi
karena telah dischedulkan (planned and scheduled). Maintenance yang baik tentu
akan menurunkan jumlah emergency shutdown untuk repair dengan cara
menaikkan repair PM dan repair PdM yang berarti kedua jenis aktifitas itu telah
direncanakan.
Inti dari PdM adalah pemantauan kondisi mesin (Condition Monitoring),
hal ini bisa berupa pemantauan getaran mesin, pemantauan kondisi oli,
pemantauan parameter proses mesin, dll. Dalam kondisi normal, aktifitas
pemantauan kondisi ini dapat dischedulkan secara rutin seperti halnya kegiatan
PM rutin lainnya. Dalam penelitian ini difokuskan menggunakan strategi
Preventive Maintenance (PM) dikarenakan data yang diperoleh berupa data
kegagalan yang terjadi. Jika menggunakan Predictive Maintenance (PdM)
dibutuhkan banyak data secara detail dan dibutuhkan alat khusus untuk membantu
analisa setiap komponen seperti alat cek Vibration Analysis Bearing, Oil Analysis,
Ultrasonic, dan lain-lain. Maka dari itu biaya untuk investasi membeli alat
tersebuut juga relatif mahal. Strategi menggunakan PdM merupakan alat prediksi
yang sudah modern.
4.5.2 Predictive Maintenance Interval
Dari data yang sudah dihitung didapatkan nilai Mean Time to Failure (MTTF)
dalam tabel 4.30 sebagai berikut :
Tabel 4.30 Interval Perawatan
Komponen
Interval
Perawatan
(MTTF)
Keandalan
Interval
Perawatan
60%
Keandalan
Interval
Perawatan
75%
Keandalan
Bearing 550 jam 37% 290 jam 61 % 170 jam 75 %
Rantai 400 jam 36% 180 jam 62 % 100 jam 76%
Unwinder 745 jam 35% 330 jam 61 % 210 jam 73 %
Tabel diatas merupakan perbandingan untuk mencari interval perawatan
berdasarkan waktu dan tingkat keandalan. Untuk menentukan interval perawatan
secara predictive , maka dicari interval waktu yang diprediksi dalam ketiga
komponen tersebut terjadi kerusakan secara bersama-sama atau biasa disebut
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK). Berikut merupakan KPK dari setiap
komponen. Tabel dibawah akan dikonversikan kehitungan hari.
1. Berdasarkan interval awal atau hasil dari perhitungan MTTF
Tabel 4.31 menunjukkan KPK dari interval peritungan MTTF. Bearing 550jam ,
Rantai 400jam, Unwinder 745jam. Tabel dibawah dikonversikan dari jam ke hari.
Tabel 4.31 Interval Perawatan Berdasarkan KPK MTTF
Bearing (hari) Rantai (hari) Unwinder (hari)
23 17 31
46 34 62
69 51 93
92 68 124
115 85 155
138 102 186
161 119 217
184 136 248
207 153 279
230 170 310
253 187 341
276 204 372
299 221 403
322 238 434
345 255 465
368 272 496
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa interval perbaikan dapat dilakukan secara
bersama-sama pada saat ketiga komponen tersebut telah berooperasi selama kira-
kira 185 hari. Dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk
melakukan perawatan secara predictive.
2. Berdasarkan Interval Waktu Keandalan 60%
Tabel 4.32 merupakan KPK dari perhitungan interval perawatan dengan
keandalan 60%
Tabel 4.32 Interval Perawatan Berdasarkan Keandalan 60%
Bearing
(hari)
Rantai
(hari)
Unwinder
(hari)
12 7 14
24 14 28
36 21 42
48 28 56
60 35 70
72 42 84
84 49 98
Tabel 4.33 Interval Perawatan Berdasarkan Keandalan 60% (Lanjutan)
Bearing
(hari)
Rantai
(hari)
Unwinder
(hari)
96 56 112
108 63 126
120 70 140
132 77 154
144 84 168
156 91 182
168 98 196
180 105 210
192 112 224
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa interval perbaikan dapat dilakukan secara
bersama-sama pada saat ketiga komponen tersebut telah berooperasi selama kira-
kira 84 hari. Dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk
melakukan perawatan secara predictive.
3. Berdasarkan Interval Waktu Keandalan 75%
Tabel 4.34 merupakan KPK dari perhitungan interval perawatan dengan
keandalan 75%
Tabel 4.34 Interval Perawatan Berdasarkan Keandalan 75%
Bearing
(hari)
Rantai
(hari)
Unwinder
(hari)
7 4 9
14 8 18
21 12 27
28 16 36
35 20 45
42 24 54
49 28 63
56 32 72
63 36 81
70 40 90
77 44 99
84 48 108
91 52 117
98 56 126
105 60 135
112 64 144
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa interval perbaikan dapat dilakukan secara
bersama-sama pada saat ketiga komponen tersebut telah berooperasi selama kira-
kira 28 hari. Dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk
melakukan perawatan secara predictive.
4.5.3 Analisa Predictive Maintenance
Setelah dilakukan perhitungan interval secara predictive, maka hasil yang didapat
adalah interval perbaikan cenderung lebih lama yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.35 Predictive Maintenance Interval
Komponen
Interval
Perawatan
(MTTF)
Interval
Perawatan
60%
Interval
Perawatan
75%
Bearing 184 hari 84 hari 28 hari
Rantai 187 hari 84 hari 28 hari
Unwinder 186 hari 84 hari 27 hari
Jika dilihat dari tabel diatas maka dapat disumpulkan bahwa perawatan secara
prediktif tidak dapat dilakukan untuk mesin Duplex karena umur mesin tersebut
sudah tidak lagi muda yaitu lebih dari 25 tahun. Penjadwalan perawawatan secara
prediktif akan efektif jika kondisi mesin masih baru dibawah 5 tahun, maka dari
itu penelitian ini akan menentukan bahwa perawatan secara Preventive menjadi
alternatif untuk diaplikasikan sebagai strategi untuk menjaga kondisi mesin agar
tetap berjalan dengan baik.
4.6 Perbandingan Keandalan 60% dan 75%
Tingkat keandalan suatu mesin sangat berpengaruh terhadap proses kelancaran
produksi. Maka untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka dibuatlah kriteria
dasar untuk menentukan interval perawatan sesuai tingkat keandalan. Berikut
tabel 4.36 perhitungan yang didapat.
Tabel 4.36 Perhitungan Interval Perawatan Bearing
T f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
150 0,001358 0,217491 0,782509 0,24525 7900,244
170 0,001321 0,24428 0,75572 0,280084 7179,828
190 0,001284 0,270335 0,729665 0,31517 6612,432
210 0,001247 0,295653 0,704347 0,350484 6154,213
230 0,001211 0,320232 0,679768 0,386003 5776,6
Tabel 4.37 Perhitungan Interval Perawatan Bearing (Lanjutan)
T f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
250 0,001174 0,344077 0,655923 0,421712 5460,178
270 0,001138 0,367197 0,632803 0,457597 5191,296
290 0,001103 0,389602 0,610398 0,493644 4960,074
310 0,001068 0,411303 0,588697 0,529844 4759,189
330 0,001034 0,432314 0,567686 0,566187 4583,096
350 0,001 0,452649 0,547351 0,602665 4427,521
370 0,000967 0,472323 0,527677 0,63927 4289,117
390 0,000936 0,491351 0,508649 0,675997 4165,225
410 0,000904 0,50975 0,49025 0,712839 4053,707
430 0,000874 0,527535 0,472465 0,749791 3952,824
450 0,000845 0,544723 0,455277 0,786849 3861,147
470 0,000816 0,56133 0,43867 0,824007 3777,492
490 0,000788 0,577372 0,422628 0,861262 3700,866
510 0,000761 0,592865 0,407135 0,89861 3630,437
530 0,000735 0,607825 0,392175 0,936048 3565,496
550 0,00071 0,622269 0,377731 0,973572 3505,438
Dari tabel diatas dapat diliat bahwa untuk mendapatkan nilai keandalan 61%
maka interval perawatan berkisar 290 jam dengan biaya Rp 4960, sedangkan
untuk keandalan 75% maka digunsksn interval waktu 170 jam dengan biaya Rp
7179. Semakin besar nilai keandalan maka semakin besar pula biaya yang
dikeluarkan. Berikut gambar 4.25 komparasi antara keandalan, waktu, dan biaya.
Gambar 4.25 Komparasi keandalan, Waktu, dan Biaya Komponen Bearing
Tabel 4.38 merupakan hasil perhitungan untuk komponen rantai.
78% 76% 73% 70% 68% 66% 63% 61% 59% 57% 55% 53% 51% 49% 47% 46% 44% 42% 41% 39% 38% 0
100
200
300
400
500
600
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
C(t)
R(t)
t
Tabel 4.38 Perhitungan Interval Perawatan Rantai
Mission (t) f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
100 0,001961 0,233443 0,766557 0,265846 3681,929
120 0,001851 0,271552 0,728448 0,316839 3209,353
140 0,00175 0,307546 0,692454 0,367514 2871,04
160 0,001655 0,341582 0,658418 0,417916 2616,742
180 0,001567 0,373798 0,626202 0,468082 2418,518
200 0,001485 0,404312 0,595688 0,518038 2259,591
220 0,001408 0,433233 0,566767 0,567808 2129,278
240 0,001335 0,460659 0,539341 0,617407 2020,448
260 0,001267 0,486678 0,513322 0,666851 1928,164
280 0,001203 0,511372 0,488628 0,716153 1848,893
300 0,001142 0,534816 0,465184 0,765323 1780,046
320 0,001085 0,557081 0,442919 0,814369 1719,678
340 0,001031 0,578232 0,421768 0,863301 1666,299
360 0,00098 0,59833 0,40167 0,912124 1618,752
380 0,000931 0,617431 0,382569 0,960846 1576,12
400 0,000885 0,635589 0,364411 1,009472 1537,672
Dari tabel diatas dapat diliat bahwa untuk mendapatkan nilai keandalan 62%
maka interval perawatan berkisar 200 jam dengan biaya Rp 2418, sedangkan
untuk keandalan 76% maka digunsksn interval waktu 100 jam dengan biaya Rp
3681. Semakin besar nilai keandalan maka semakin besar pula biaya yang
dikeluarkan. Berikut gambar 4.26 komparasi antara keandalan, waktu, dan biaya.
Gambar 4.26 Komparasi keandalan, Waktu, dan Biaya Komponen Rantai
77% 73% 69% 66% 63% 60% 57% 54% 51% 49% 47% 44% 42% 40% 38% 36% 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
R(t)
C(t)
Mission (t)
Tabel 4.39 merupakan hasil perhitungan untuk komponen rantai.
Tabel 4.39 Perhitungan Interval Perawatan Unwinder
T f(t) F(t) R(t) H(t) C(t)
210 0,001025 0,274269 0,725731 0,320575 3913,172
230 0,00099 0,294416 0,705584 0,34873 3655,832
250 0,000957 0,313879 0,686121 0,376702 3439,171
270 0,000925 0,332694 0,667306 0,404507 3254,19
290 0,000895 0,350894 0,649106 0,432159 3094,365
310 0,000866 0,368507 0,631493 0,459668 2954,852
330 0,000839 0,385561 0,614439 0,487046 2831,978
350 0,000813 0,402081 0,597919 0,514299 2722,908
370 0,000788 0,418088 0,581912 0,541437 2625,416
390 0,000764 0,433606 0,566394 0,568465 2537,733
410 0,000741 0,448652 0,551348 0,59539 2458,434
430 0,000719 0,463247 0,536753 0,622217 2386,358
450 0,000697 0,477406 0,522594 0,64895 2320,548
470 0,000677 0,491147 0,508853 0,675596 2260,211
490 0,000657 0,504484 0,495516 0,702157 2204,683
510 0,000638 0,517433 0,482567 0,728636 2153,403
530 0,00062 0,530008 0,469992 0,755039 2105,893
550 0,000602 0,54222 0,45778 0,781367 2061,748
570 0,000585 0,554084 0,445916 0,807624 2020,616
590 0,000568 0,56561 0,43439 0,833812 1982,193
610 0,000552 0,57681 0,42319 0,859934 1946,216
630 0,000537 0,587695 0,412305 0,885992 1912,455
650 0,000522 0,598275 0,401725 0,911988 1880,707
670 0,000507 0,608561 0,391439 0,937925 1850,794
690 0,000493 0,618561 0,381439 0,963804 1822,559
710 0,000479 0,628284 0,371716 0,989626 1795,861
730 0,000466 0,637741 0,362259 1,015395 1770,575
750 0,000454 0,646938 0,353062 1,041111 1746,591
Dari tabel diatas dapat diliat bahwa untuk mendapatkan nilai keandalan 61%
maka interval perawatan berkisar 330 jam dengan biaya Rp 2831, sedangkan
untuk keandalan 73% maka digunakan interval waktu 210 jam dengan biaya Rp
3913. Semakin besar nilai keandalan maka semakin besar pula biaya yang
dikeluarkan. Berikut gambar 4.27 komparasi antara keandalan, waktu, dan biaya.
Gambar 4.27 Komparasi keandalan, Waktu, dan Biaya Komponen Unwinder
4.7 Skenario Penjadwalan Realibility 75%
Tabel 4.40 merupakan perbandingan keandalan 60% dan 75% sebagai acuan
untuk melakukan penjadwalan.
Tabel 4.40 Perbandingan Interval Perawatan Komponen
Komponen Interval
Perawatan 60% Keandalan
Interval
Perawatan 75% Keandalan
Bearing 290 jam 61 % 170 jam 75 %
Rantai 180 jam 62 % 100 jam 76%
Unwinder 330 jam 61 % 210 jam 73 %
Berikut merupakan schedule perawatan dengan tingkat keandalan sekitar 75%.
Gambar 4.28 Schedule Perawatan Bulan Januari
73% 71% 69% 67% 65% 63% 61% 60% 58% 57% 55% 54% 52% 51% 50% 48% 47% 46% 45% 43% 42% 41% 40% 39% 38% 37% 36% 35% 0
100
200
300
400
500
600
700
800
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
R(t)
C(t)
t
Gambar 4.29 Schedule Perawatan Bulan Februari
Gambar 4.30 Schedule Perawatan Bulan Maret
Gambar 4.31 Schedule Perawatan Bulan April
Gambar 4.32 Schedule Perawatan Bulan Mei
Gambar 4.33 Schedule Perawatan Bulan Juni
Dari tabel penjadwalan diatas terdapat jadwal/schedule selama 6 bulan, untuk
perawatan masing-masing komponen berbeda, dalam satu bulan terdapat
perawatan yang bersifat pengecekan yaitu untuk komponen Bearing pengecekan
dilakukan per 7 hari, untuk komponen Rantai pengecekan dilakukan per 4 hari
dan untuk komponen Unwinder pengecekan dilakukan per 9 hari. Sedangkan
interval untuk penggantian dilakukan secara bersama diakhir bulan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Perbaikan secara corrective pada mesin Duplex ternyata menimbulkan biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan perawatan secara preventive dikarenakan oleh
penambahan biaya waktu tunggu baik waktu tunggu kedatangan komponen
maupun waktu administrasi perbaikan. Maka dari itu perlu adanya penjadwalan
penggantian dan perawatan yang baik agar menekan cost untuk biaya perawatan.
Berdasarkan penelitian diatas didapatkan penurunan biaya yang cukup signifikan
setelah adanya perubahan dari metode perawatan corrective menjadi preventive.
Terjadi penurunan biaya sebesar 8,30% untuk komponen bearing dari Rp
1.020.089,82 menjadi Rp 934.860. Untuk komponen rantai terjadi penurunan
sebesar 15,60 % dari Rp 331.989,36 menjadi Rp 279.635. Sedangkan untuk
komponen unwinder terjadi penurunan biaya sebesar 10,70 % dari Rp 677.519,42
menjadi Rp 604.570. Tingkat keandalan dari tiap komponen akan menentukan
interval penggantian/perawatan sebagai berikut.
Tabel 4.41 Interval Perawatan Berdasarkan Tingkat Keandalan
Komponen
Interval
Perawatan
(MTTF)
Keandalan
Interval
Perawatan
60%
Keandalan
Interval
Perawatan
75%
Keandalan
Bearing 550 jam 37% 290 jam 61 % 170 jam 75 %
Rantai 400 jam 36% 180 jam 62 % 100 jam 76%
Unwinder 745 jam 35% 330 jam 61 % 210 jam 73 %
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian diatas dan didapatkan hasil yang cukup baik maka
disarankan untuk penjadwalan preventive maintenance digunakan sebagai acuan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan dapat diterapkan dalam proses
produksi dan perawatan mesin-mesin yang ada dalam perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiprabowo, Rhiza, Schedulling Preventive Maintenance System to Reduce
Maintenance Cost in Toys Manufacturer, Final Assignment, Industrial
Engineering Department, President University, West Java, 2014.
Assauri, S. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004
Corder, Antony S., Maintenance Management Techniques, McGraw Hill Ltd,
English,1988
Devi Costania Siagian, H. N. Usulan Perawatan Mesin Berdasarkan Keandalan
Spare Part Sebagai Solusi Penurunan Biaya Perawatan pada PT. XYZ. e-jurnal
Teknik Industri FT USU Vol 3, 2013 ,47-52.
Ebelling, Charles E. An Introduction to Reliability and Maintainability
Engineering. New York: McGraw-Hill. 1997
Gross , John M., Fundamentals Of Preventive Maintenance , AMACOM ,New
York, 2002.
Hair, J.F, dkk, Multivariate Data Analysis. (7th edition). New Jersey: Pearson
Education Inc. 2010
Rusavel, A.N., Perencanaan Aktivitas Pemeliharaan Peralatan Bongkar Muat
Peti Kemas PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Teluk Bayur, Final Assignment,
Industrial Engineering Department, Andalas University, West Sumatra, 2015
Smith, Spencer B,. Computer-Based Production and Inventory Contro, Prentice-
Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 1996.
Sodikin, Imam., Analisis Penentuan Waktu Perawatan dan Jumlah Persediaan
Suku Cadang Rantai Garu yang Optimal, Industrial Engineering Department, IST
AKPRIND, Jogjakarta, 2010, Vol. 3, No.1, pp 44-52.
Stapelberg, R.F., Handbook of Reliability, Availability, Maintainability and Safety
in Engineering Design, 1st ed, Springer-Verlag London, 2009