UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY DI
KOREA SELATAN PERIODE 2012 – 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Akbar Ali Yafie
11141130000073
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai upaya pemerintah Indonesia menangani
persoalan Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea Selatan periode 2012-2016.
Skripsi ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah
Indonesia dalam menangani persoalan Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea
Selatan periode 2012-2016. Skripsi ini berisikan alasan dari para Tenaga Kerja
Indonesia untuk overstay di Korea Selatan. Alasan tersebut meliputi penghasilan
yang cukup besar setiap bulannya. Penghasilan yang cukup besar membuat para
tenaga kerja enggan untuk pulang dan menyebabkan penurunan kuota pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara
dan sumber-sumber lainnya. Sumber tersebut berupa jurnal, pemanfaatan
dokumen, laporan dari institusi, website yang valid, dan survei. Kerangka
pemikiran Kepentingan Nasional dan Diplomasi Bilateral menjadi alat yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait upaya pemerintah
Indonesia dalam menangani permasalahan TKI overstay.
Kata Kunci: Tenaga Kerja Indonesia, Overstay, Indonesia, Korea Selatan.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah
SWT serta junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
dengan judul “UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY DI KOREA
SELATAN PERIODE 2012-2016”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat
menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik dalam bentuk waktu,
tenaga, fikiran, dll. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimkasih kepada:
1. Bapak Ahmad Alfajri, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Teguh Santosa, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan waktu, pikiran, dukungan dan tenaga untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Keluarga saya tercinta, khususnya Ayah dan Ibu terimakasih banyak atas
segala do’a, dukungan moril dan materil yang tidak pernah bosan untuk
saya, tanpa do’a dan dukungan kalian saya tidak akan menjadi saat ini.
vi
4. Bapak Tenny Johansen atau bang Tejo. Terima kasih sudah sangat
membantu dalam pengumpulan dan selalu memberikan dukungan untuk
penulis. Rela untuk meluangkan waktunya, meskipun dalam keadaan
sedang sibuk. Terimakasih atas semua bantuannya bang.
5. Sahabat terbaik penulis, Beben, Oby, Ajis yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Segala bantuan dan motivasi
yang setiap hari dihadapkan kata-kata “skripsi udah ampe mana”, yang
selalu menghibur penulis dikala penulis jenuh dengan skripsi. Dunia tanpa
kalian pasti berwarna hehe.
6. Teruntuk Saniyyah Algadri selaku teman, sahabat, semua peran bisa,
terimakasih untuk waktu dan bantuannya. Tidak pernah berhenti untuk
mendorong penulis untuk tetap mengerjakan skripsi, yang selalu
menemani penulis mencari Wifi gratis. Terimakasih onta, salam 20.
7. Teruntuk adik-adik penulis Nabilah, Najmah termasuk yang telah tiada,
Alm. Dimas. Skripsi ini sebagai bukti memenuhi janji penulis untuk
menyelesaikan segala Pendidikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini
juga untuk membuktikan bahwa penulis dapat menyelesaikan jenjang
Pendidikan S1.
8. Teruntuk Ihuntani Squad yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terimakasih telah menjadi bagian terpenting dari hidup penulis. Tanpa
kalian skripsi tidak dapat berjalan dengan baik. Terimakasih untuk
dukungan kalian selama penulis menempuh kuliah. Eskungga
Esterebastah!
vii
9. Teman-teman seperjuangan HI angkatan 2014 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, sukses untuk kalian!
10. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
termasuk abang barista kopi jangan bosen bang Wifinya di pake terus
hehe. Terimakasih banyak
Terimakasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
demi perbaikan kedepannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu hubungan internasional.
Jakarta,20 Agustus 2018
Akbar Ali Yafie
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah .............................................................................. 1
1.2. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
1.4. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 7
1.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 13
1.5.1 Kepentingan Nasional ............................................................... 13
1.5.2 Diplomasi Bilateral .................................................................... 15
1.6. Metode Penelitian ................................................................................. 17
1.7.Sistematika Penulisan ........................................................................... 19
BAB II TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
2.1. Sejarah Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri ............. 20
2.2. Migrasi Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri ................................ 24
2.3. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ........................ 27
BAB III TENAGA KERJA INDONESIA DI KOREA SELATAN
3.1. Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan ............................................. 34
ix
3.2. Skema Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan ........... 38
3.3. Tenaga Kerja Indonesia di Korea Selatan ........................................... 44
3.4. Persoalan Tenaga Kerja Indonesia Overstay di Korea Selatan ........... 48
BAB IV UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY DI KOREA
SELATAN PERIODE 2012-2016
4.1. Dampak Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia Overstay di Korea Selatan
............................................................................................................... 53
4.2. Upaya Pemerintah Indonesia Menangani Persoalan Tenaga Kerja
Indonesia Overstay di Korea Selatan ..................................................... 58
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... xiii
LAMPIRAN ...................................................................................................... xvii
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Data Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di
Luar Negeri ..................................................................................... 24
Tabel 2.2. Daftar Konvensi yang Telah Diratifikasi Oleh Indonesia ................. 32
Tabel 3.1. Data Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan ........... 47
Tabel 4.1. Data Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea Selatan
Periode tahun 2012 – 2016 ............................................................... 56
Tabel 4.2 Data Kuota Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke
Korea Selatan .................................................................................... 58
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama,
Kawasan Asia Pasifik dan Amerika, Tenny Johansen ................
Lampiran 2 Transkrip Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik
Indonesia, M. Aji Surya .............................................................
Lampiran 3 Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia dan Kementerian
Ketenagkerjaan dan Perburuhan Republik Korea ......................
Lampiran 4 Transkrip Survei Wawancara dengan Tenaga Kerja Indonesia di
Korea Selatan .............................................................................
Lampiran 5 Laporan Bilateral Meeting dan Penandatangan MoU EPS antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea
Selatan ........................................................................................
Lampiran 6 Data Tenaga Kerja Indonesia Overstay dan Kuota Tenaga Kerja
Indonesia di Korea Selatan .........................................................
xii
DAFTAR SINGKATAN
AKAD Antar Kerja Antar Daerah
AKAN Antar Kerja Antar Negara
BNP2TKI Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
CTKI Calon Tenaga Kerja Indonesia
EPS Employment Permit System
G to G Government to Government
HRDK Human Resources Development Service of Korea
ILO International Labour Organization
MOU Memorandum of Understanding
PPTKILN Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri
SLC Standart Labour Contract
TKI Tenaga Kerja Indonesia
WLTF Working Level Task Force for Economic Cooperation
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah
Indonesia salah satu negara terbanyak yang melakukan pengiriman
warganegaranya untuk bekerja di luar negeri baik atas dasar permintaan dari negara
yang bersangkutan maupun atas dasar keinginan dari para Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang ingin mencari lapangan kerja di luar negeri. Pada sektor ketenagakerjaan
merupakan salah satu sektor yang memberikan pendapatan devisa terbesar bagi
pendapatan negara. Beberapa kawasan yang menjadi tujuan TKI ke luar negeri antara
lain Timur Tengah, Eropa dan Asia khususnya Korea Selatan. Korea Selatan menjadi
salah satu negara tujuan bagi para tenaga kerja Indonesia.
Hubungan luar negeri Indonesia dengan Korea Selatan secara resmi dibuka
pada 17 September 1973. Hubungan dan kerjasama bilateral kedua negara meningkat
secara drastis dalam beberapa dekade terakhir terutama kedua negara memasuki
kemitraan strategis yang ditandai dengan penandatangan Joint Declaration on
Strategic Partnership oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
dan Presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun pada tanggal 4 Desember 2006 di
Jakarta.1
1 Hubungan Bilateral RI – Korsel, http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/indokor, diakses
pada tanggal 1 Maret 2018.
2
Perjanjian dari Joint Declaration ini mencakup 3 (tiga) pilar kerjasama, yaitu:
1) kerjasama politik dan keamanan, 2) kerjasama ekonomi, perdagangan, investasi
dan ketenagakerjaan dan 3) kerjasama sosial budaya. Dalam sektor ketenagakerjaan
Indonesia mulai melakukan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Korea
Selatan sejak tahun 1994 dengan melalui mekanisme Industrial Trainee Program.
Namun sebelumnya Korea Selatan belum memperbolehkan tenaga kerja asing bekerja
di Korea Selatan.
Pada tahun 2004 Korea Selatan baru secara resmi menerima kehadiran dari
tenaga kerja asing melalui skema Employment Permit System (EPS). Kemudian
Indonesia menandatangani MoU EPS tersebut dengan pihak Korea Selatan pada
tanggal 13 Juli 2004 untuk melakukan pengiriman TKI dengan format Government to
Government (G to G).
Program G to G ini merupakan skema penempatan TKI ke luar negeri oleh
pemerintah yang hanya dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian tertulis antara
Pemerintah pengirim dengan Pemerintah pengguna atau pengguna berbadan hukum
di negara tujuan penempatan. Pengiriman dan penerimaan TKI ini dilakukan oleh
pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja (BNP2TKI) dan pemerintah Korea Selatan melalui Human Resources
Development Service of Korea (HRDK).2
2 Hubungan Bilateral, http://www.kemlu.go.id/seoul/id/Pages/HUBUNGAN-BILATERAL.aspx,
diakses pada tanggal 1 Maret 2018.
3
Dari program tersebut akan melahirkan sebuah kebijakan yang tentunya
berguna bagi kedua negara Indonesia maupun Korea Selatan. Kebijakan tersebut
dapat menjadikan persyaratan bagi para tenaga kerja baru untuk masuk dan bekerja di
Korea Selatan setelah memiliki kontrak kerja dengan pemilik perusahaan. Manfaat
dari penerapan sistem ini, seperti penanganan keberangkatan dari para pekerja lebih
teratur dan teroganisir. Selain itu, dari segi pembiayaan juga lebih murah, dan hak-
hak dari para tenaga kerja asing ini sama dengan warga negara Korea Selatan.
Selain itu, pengiriman TKI dari penggunaan program G to G ini salah satu
cara pencegahan terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami oleh para tenaga
kerja dikarenakan adanya perjanjian yang jelas seperti Memorandum of
Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan
tentang pengiriman tenaga kerja. Hal tersebut membuat pengiriman para tenaga kerja
ini lebih teratur dan dapat dipantau sehingga bisa meminimalisir adanya pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh pihak majikan maupun oleh tenaga kerjanya itu
sendiri.3
Dari data 2012 sampai akhir 2016, Indonesia telah menempatkan 40.725 TKI
di Korea Selatan.4 Hal ini didasari oleh minimnya tenaga kerja bagi usaha kecil
menengah di Korea Selatan Domestic Small and Medium Sized Enterprises (SMEs).
Dibalik banyaknya TKI yang menetap di Korea Selatan terdapat beberapa
3 Ayona Adita Prihantika, Faktor Keberhasilan Perlindungan TKI Yogyakarta di Korea Selatan,
UMY FISIP, 2012, 168. 4 Dokumen Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2016,
BNP2TKI, 2016, 7.
4
permasalahan yang menjadi perhatian bagi kedua negara yaitu TKI overstay di Korea
Selatan. Dalam hal ini TKI overstay adalah tenaga kerja yang melanggar izin tinggal
atau tenaga kerja yang telah habis masa dari kontrak kerjanya, namun tetap
melakukan pekerjaan di Korea Selatan.5
Di Korea Selatan diperkirakan setiap tahunnya terdapat ribuan TKI/WNI
overstay yang tersebar di berbagai wilayah. Melalui program EPS, para pekerja hanya
diberikan masa tenggang 3 tahun oleh pemerintah Korea Selatan. Mengutip dari salah
satu jurnal penelitian, pada tahun 2011 tercatat sebanyak 5.718 orang, tahun 2012
tercatat 6.197 orang, tahun 2013 sebanyak 6.723 orang dan tahun 2014 sebanyak
7.237.6
Pada umumnya TKI yang bekerja di Korea Selatan memiliki penghasilan
cukup besar setiap bulannya, yaitu Rp15.000.000, 00 hingga Rp30.000.000, 00. Hal
tersebut yang menjadikan salah satu faktor utama dalam permasalahan TKI overstay
di Korea Selatan. Karena upah yang diberikan cukup besar, para pekerja ini memilih
untuk overstay yaitu tetap berada di Korea Selatan meskipun waktu izin tinggal
mereka telah habis. Permasalahan dari TKI overstay ini kian marak terjadi di Korea
5 Di Korea Selatan Pekerjaan TKI Paling Banyak Disukai,
http://www.bnp2tki.go.id/read/10303/Di-Korea-Selatan-Pekerjaan-TKI-Paling-Banyak-Disukai, diakses pada tanggal 3 Maret 2018.
6 Siva Anggita Maharani, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan dalam
Menangani TKI Overstay di Korea Selatan, Universitas Diponegoro, Vol.2 No.4 2016, 283.
5
Selatan, menurut data pada tahun 2015 dan 2016 terdapat 7000-an TKI illegal yang
habis masa tinggalnya atau overstay.7
Oleh karena itu, permasalahan dari TKI overstay ini menjadi perhatian khusus
bagi kedua negara. Dalam upaya menangani permasalahan tersebut, pemerintah
Indonesia telah melakukan beberapa upaya seperti tindakan persuasif. Selain itu
pemerintah Indonesia telah melakukan perundingan terhadap pemerintah Korea
Selatan guna meminta amnesty (pengampunan) untuk para TKI bermasalah.
Termasuk para TKI overstay yang pada akhirnya pemerintah Korea Selatan
mengabulkan permintaan dengan memberikan amnesty (pengampunan) serta
kemudahan untuk proses pemulangan.
Melihat dari fenomena tersebut, menarik untuk dikaji bahwa permasalahan
TKI overstay menjadi isu bagi bilateral Indonesia dan Korea Selatan. Oleh karena itu,
tema ini diangkat menjadi sebuah penelitian yang berjudul “Upaya Pemerintah
Indonesia Menangani Persoalan Tenaga Kerja Indonesia Overstay Di Korea
Selatan Periode 2012-2016”. Analisa dari permasalahan ini adalah TKI overstay dan
upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap permasalahan tersebut di Korea
Selatan.
Penelitian ini memiliki batasan jangkauan waktu, yaitu pada tahun 2012
sampai 2016. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi peningkatan yang cukup signifikan
7 Maharani, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan dalam Menangani TKI
Overstay di Korea Selatan, 283.
6
dalam permasalahan overstay ini. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia dituntut untuk
mengambil langkah persuasif dalam penanganan permasalahan tersebut.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Dari beberapa pemarapan yang telah diuraikan di atas, terlihat sebuah pokok
permasalahan, yaitu bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
dalam menangani permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang overstay di
Korea Selatan?
1.3 Tujuan dan Manfat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian:
1.3.1.1 Mengetahui secara detail sebab-sebab dari adanya permasalahan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) overstay dan bagaimana dampak
dari permasalahn tersebut terhadap hubungan bilateral Indonesia
dan Korea Selatan.
1.3.1.2 Mengetahui upaya-upaya dari pemerintah Indonesia dalam
melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara Indonesia
yang berada di luar negeri, khususnya di Korea Selatan.
7
1.3.1.3 Mengetahui bagaimana pemerintah Indonesia melakukan upaya
diplomasi dengan pemerintah Korea Selatan dalam menangangi
permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) overstay di Korea
Selatan.
1.3.2 Manfaat Penelitian:
1.3.2.1 Mengembangkan secara lebih dalam ilmu pengetahuan mengenai
hubungan bilateral Indonesia dan Korea Selatan serta upaya yang
dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan
yang menimpa warga negara Indonesia di Korea Selatan.
1.3.2.2 Menjadi acuan untuk bahan penelitian yang berkaitan dengan
upaya yang dilakukan Indonesia terhadap Korea Selatan dalam
menangani permasalahan TKI overstay, sekaligus memahami
langkah diplomasi lebih dikedepankan pemerintah Indonesia
dalam melindungi warga negara Indonesia di luar negeri.
1.4 Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya terdapat beberapa penelitian terdahulu yang sekiranya relevan
dengan masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang overstay di Korea Selatan. Di
antaranya dari jurnal yang ditulis oleh Adharinalti dengan judul “Perlindungan
8
Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar Negeri”. Jurnal tersebut
diterbitkan oleh Media Pembinaan Hukum Nasional pada tahun 2012.
Dalam tulisannya, Adharinalti menjabarkan bagaimana seorang TKI
mendapat perlindungan hukum yang tertera pada Undang-Undang Pasal 77-84
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
(PPTKI LN). Peraturan tersebut mengatakan bahwa setiap TKI memiliki hak untuk
memperoleh perlindungan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, mulai
dari pra penempatan, masa penempatan, hingga purna penempatan.
Menurut tulisan Adhrinalti pada masa penempatan para TKI sering kali
mendapatkan masalah yang menyangkut legalitas dari pengiriman TKI ke luar negeri.
Hal tersebut tentu didasari bahwa setiap negara memiliki wewenang untuk
mengirimkan orang-orang asing dan juga mengembalikannya ke negara asalnya. Atas
dasar tersebut banyak dari para TKI yang tidak memiliki dokumen yang sah
mendapatkan pengusiran atau pemulangan secara paksa, tidak hanya berlaku terhadap
para pekerja melainkan juga terhadap keluarganya.
Penyebab dari maraknya tenaga kerja yang berangkat secara gelap/lewat
belakang (tidak berdokumen) antara lain biaya yang lebih murah serta prosesnya yang
lebih cepat. Permasalahan dari tenaga kerja yang tidak berdokumen merupakan
masalah serius karena dari hal tersebut akan menjadi rawan dalam perlindungan
hukum bagi yang bersangkutan. Oleh sebab itu, para TKI tersebut sering
mendapatkan hal tidak selayaknya seperti tidak diberikan tempat tinggal yang pantas,
9
selain itu para TKI juga sering tidak mendapatkan jatah makan yang tidak
selayaknya.
Penelitian dari Adharinalti juga menjabarkan hak-hak yang dimiliki oleh
seorang TKI seperti hak kebebasan (basic freedom), persamaan di hadapan hukum
(due process), hak untuk memiliki kerahasiaan pribadi (right to privacy), persamaan
sebagai warga negara (equality with nationals), kebebasan untuk berkumpul (right to
union activities), menyampaikan pendapat (transfer of earnings) dan hak untuk
mendapatkan informasi (right to information). Namun dalam penelitian Adharinalti
memiliki ruang lingkup cukup luas yaitu luar negeri, tidak secara spesifik
menentukan dimana negara yang diteliti.8
Sebenarnya, dalam tulisan Adharinalti cukup menarik, di mana Adharinalti
memaparkan secara detail dari topiknya yaitu tentang perlindungan para TKI di luar
negeri meskipun yang berstatus irregular. Namun dalam penelitian kali ini lebih
menspesifikasi para TKI yang berstatus irregular itu adalah para TKI yang overstay
di mana para TKI ini telah melanggar izin tinggal atau tenaga yang telah habis masa
dari izin tinggalnya, namun tetap melakukan pekerjaan. Sedangkan penelitian yang
akan diteliti lebih memfokuskan pada negara Korea Selatan.
Penelitian kedua, yaitu jurnal yang ditulis oleh Imanuella Tamara Geerards
dengan judul “Tindakan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi dalam
Menangani Permasalahn TKI di Arab Saudi”. Dalam tulisannya Imanuella
8 Adharinalti, Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar Negeri, Media
Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 1 No. 1 April 2012. 159, 170.
10
menjabarkan secara spesifik bagaimana pemerintah Indonesia melalukan program
penempatan TKI di Arab Saudi.
Hal tersebut dikatakan bahwa para TKI ini meninggalkan Indonesia untuk
bekerja diluar negeri dengan cara yang spontan tanpa melalui prosedur yang dibuat
oleh pemerintah Indonesia. Pada akhirnya tahun 1970-an pemerintah Indonesia
membuat program penempatan TKI ke luar negeri dengan tujuan memenuhi
permintaan tenaga kerja dari luar negeri dan memenuhi minat TKI yang ingin bekerja
di luar negeri.
Penelitian dari Imanuella juga menjelaskan bagaimana dampak positif dari
program penempatan TKI di Arab Saudi. Dampak positif yang didapatkan bagi TKI
itu sendiri bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan bagi dirinya sendiri dan
meningkatkan kesejahteraan keluarganya, yaitu melalui gaji yang diterima dan
meningkatkan keterampilan TKI karena memiliki pengalaman bekerja di luar negeri.
Imanuella juga menjelaskan bahwa selain dari dampak positif yang didapat
dari program penempatan TKI di luar negeri, terdapat juga dampak negatifnya seperti
TKI seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan serta perlakuan-perlakuan yang tidak sesuai dengan hak asasi
manusia. Namun tentunya dalam hal ini pihak pemerintah Indonesia tidak tinggal
diam atas perlakuan tersebut.
Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi telah
melakukan beberapa tindakan dalam menangani permasalahn TKI ini, dari kebijakan
yang hanya bersifat umum hingga kebijakan yang bersifat administratif. Kebijakan
11
yang secara umum ini meliputi beberapa aspek seperti aspek peningkatan kualitas
para TKI, aspek sistem informasi, aspek perlindungan TKI dan aspek pengawasan.
Sedangkan kebijakan bersifat administratif menurut Imanuella meliputi pembuatan
hukum seperti peraturan UU PPTKILN yang dikeluarkan pada tanggal 18 Oktober
2004.9
Penelitian dari Imanuella ini tentu berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Adharinalti yang hanya memfokuskan pada aturan dan hak-hak yang dimiliki
oleh seorang TKI, sedangkan Imanuella lebih memberikan spesifikasi tentang
bagaimana dampak dari program penempatan TKI di luar negeri. Penjelasan dan
penjabaran yang dilakukan Imanuella sebenarnya cukup bagus dalam penelitiannya.
Namun dalam penelitian kali ini, hanya ingin melihat bagaimana upaya yang
dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahn TKI yang secara
khusus para overstay.
Jika penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adharinalti yang
memfokuskan kepada aturan dan hak yang dimiliki oleh seorang TKI dan penelitian
yang dilakukan oleh Imanuella yang memberikan penjabaran tentang bagaimana
dampak dari program penempatan TKI tersebut. Berbeda dengan penelitian berupa
skripsi yang ditulis oleh Desty Purwanti dengan judul “Kebijakan Pemerintah
Indonesia dalam Menangani Permasalahn PRT di Arab Saudi tahun 2006-2012”.
9 Imanuella Tamara Geerards, Tindakan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi
dalam Menangani Permasalahan TKI di Arab Saudi, Universitas Airlangga, Vol. 21 No. 4 Oktober 2008, 362-366.
12
Jika penelitian yang dilakukan oleh Adharinalti dan Imanuella hanya
membahas dengan tema besar TKI yang memiliki pengertian cukup luas bisa meliputi
tenaga kerja dibidang formal maupun informal, berbeda dengan Desty yang
memfokuskan penelitian pada pekerja Pembantu Rumah Tangga (PRT). Selanjutnya
penelitian dari Desty menjabarkan tidak hanya permasalahan-permasalahan yang
dialami oleh para pekerja Indonesia di luar negeri, namun juga menjabarkan faktor-
faktor yang menjadi timbulnya permasalahan tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desty, faktor-faktor yang menjadi
dasar timbulnya masalah PRT di Arab Saudi diantaranya: proses perekrutan yang
masih didominasi oleh para calo/sponsor, pelatihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan jasa, kurang memadainya koordinasi dari pemangku kepentingan/lembaga
dan tentu faktor dari kualitas sumber daya manusianya itu sendiri. Selain itu Desty
juga mengharapkan peran dari pemerintah Indonesia yang secara serius menangani
permasalahan-permasalahan TKI di luar negeri khususnya di Arab Saudi melalui jalur
diplomasi.
Selain dari faktor-faktor tersebut Desty juga menyebutkan beberapa kebijakan
dari pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan PRT di Arab Saudi
melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) dalam upaya meningkatkan kualitas penempatan dan keamanan
perlindungan TKI dan Satgas TKI yang merupakan organisasi ad hoc untuk
membantu memperjuangkan permasalah PRT/WNI khususnya dibidang hukum.
13
Selain itu ada juga peran dari para perwakilan Indonesia dalam melindungi PRT di
luar negeri.10
Beberapa literatur yang telah dijelaskan, penelitian ini memiliki tema besar
yaitu mengenai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Korea Selatan dalam
menangani permasalahan TKI overstay ini. Kemudian, permasalahan dari TKI
overstay akan dianalisa dengan beberapa teori dan konsep seperti teori
neoliberalisme, interdepedensi dan konsep hubungan bilateral.
1.5 Kerangka Pemikiran
Untuk menjelaskan permasalahan dari penelitian ini, maka analisa penelitian
ini menggunakan beberapa kerangka pemikiran, seperti kepentingan nasional dan
diplomasi bilateral. Kerangka pemikiran tersebut yang kemudian menjadi alat analisa
untuk menggambarkan permasalahan TKI overstay serta upaya diplomasi pemerintah
Indonesia terhadap Korea Selatan dalam menangani masalah tersebut.
1.5.1 Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional ini memiliki peran yang sangat penting dalam
menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Kepentingan nasional merupakan
dasar untuk menjelaskan bagaimana perilaku luar negeri suatu negara.11
10
Desty Purwanti, Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Permasalahan PRT di Arab Saudi Tahun 2006 – 2012, Skripsi, FISIP UIN, 2013, 3-5.
14
Menurut Nuechterlein, definisi kepentingan nasional belum memiliki
keputusan yang cukup pasti di antara para ahli. Dalam mendefinisikan kepentingan
nasional, Nuechterlein memandang bahwa kepentingan nasional merujuk pada
kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh negara dalam melakukan hubungannya
dengan negara lain pada lingkungan eksternal.12
Menurut Nuechterlein terdapat
empat bagian penting dalam kepentingan nasional yaitu: defence interests, economic
interests, world order interests, dan ideological interests.13
Defence interests, kepentingan yang mengedepankan perlindungan terhadap
suatu negara, sistem pemerintahan dan warga negaranya atas ancaman yang bersifat
fisik yang dilakukan oleh negara lain. Economic interests, kepentingan yang
mengedepankan kesejahteraan ekonomi suatu negara dalam hubungannya terhadap
negara lain. World order interests, kepentingan yang mengedepankan pada
pemeliharaan sistem ekonomi suatu negara termasuk politik negara demi
mengamankan posisi negara hingga warga negaranya dapat melakukan aktivitas
sebagaimana mestinya. Ideological interests, mengedepankan perlindungan beberapa
nilai yang dianut oleh suatu negara sebagai hal yang bersifat universal.14
11
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 35.
12 Donald E. Nuechterlein, National Interests and Foreign Policy: A Conseptual Framework for
Analysis and Decision-Making, Bristish Journal of International Studies, Vol. 2 No. 3, Oktober 1976, 247.
13 Donald E. Nuechterlein, National Interests and Foreign Policy: A Conseptual Framework for
Analysis and Decision-Making, 248. 14
Donald E. Nuechterlein, National Interests and Foreign Policy: A Conseptual Framework for Analysis and Decision-Making, 248.
15
Dalam konteks ini, kepentingan nasional dengan bagian economic interests
digunakan untuk memahami kepentingan yang dimiliki oleh Indonesia dalam
peranannya menangani TKI overstay di Korea Selatan. Urgensi dalam memahami
kepentingan tersebut memiliki keterkaitan dengan kepentingan yang dikedepankan
oleh negara dalam proses interaksi diplomasi. Mengingat sebagaimana yang
disebutkan oleh Sukawarsini Djelantik dalam bukunya yang berjudul Diplomasi
antara Teori dan Praktik bahwa “diplomat melakukan diplomasi untuk mengejar
kepentingan nasionalnya….”15
1.5.2 Diplomasi Bilateral
Diplomasi merupakan istilah yang biasa dipergunakan semenjak beberapa
tahun yang lalu bagi sebuah cabang ataupun disiplin ilmu mengenai hubungan luar
negeri berdasarkan pada yang tertera dalam diploma-diploma, yaitu dokumen-
dokumen tertulis.
Menurut Satow Barston, diplomasi merupakan manajemen hubungan antar
negara atau hubungannya antar negara dengan para aktor hubungan internasional
lainnya. Negara, melalui perwakilannya berusaha untuk menyampaikan,
mengkoordinasikan dan mengamankan segala kepentingan nasional khusus atau yang
15
Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 14
16
lebih luas. Adapun hal tersebut dilakukan melalui koresponden, pembicaraan tidak
resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobby, kunjungan dan aktivitas lainnya.16
Pada dasarnya diplomasi merupakan suatu keadaan yang mengacu pada
hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara. Pada saat ini, kebanyakan
dari kegiatan diplomasi internasional dilakukan secara bilateral. Contohnya,
penandatangan perjanjian, adanya pertukaran Duta Besar dan kunjungan kenegaraan.
Hubungan bilateral merupakan suatu keadaan yang menggambarkan adanya
sebuah hubungan yang saling mempengaruhi atau adanya hubungan timbal balik
antara dua negara. Menurut Kusumohamidjojo bahwa usaha untuk memenuhi
kebutuhan nasionalnya masing-masing negara tentu tidak dapat menghindari adanya
interdepedensi, di mana hal tersebut secara tidak langsung memaksa suatu negara
untuk bekerjasama.17
Dalam konteks penelitian ini, pemerintah Indonesia menangani permasalahan
TKI overstay di Korea Selatan dilakukan dengan cara diplomasi. Diplomasi yang
dimaksud berupa perundingan antar wakil masing-masing negara untuk
menyelasaikan permasalahan TKI ini. Tentunya diplomasi yang dilakukan
pemerintah Indonesia terhadap Korea Selatan dalam menangani permasalahan TKI
overstay lebih mengedepankan melalui jalur pemerintahan.
16
Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, 4. 17
Budiono Kusumohamidjojo, Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analitis (Jakarta: Bina Cipta, 1987), 1.
17
Alasan dari penggunaan diplomasi untuk menggambarkan usaha pemerintah
Indonesia dan Korea Selatan dalam membahas persoalan-persoalan ketenagakerjaan.
Perlunya menggunakan diplomasi dalam menyikapi permasalahan TKI overstay di
Korea Selatan, karena diplomasi itu sendiri memiliki tujuan yang cukup baik demi
terciptanya cara-cara damai. Diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
terhadap pemerintah Korea Selatan sebagai bentuk perlidungan diplomatik Indonesia
dalam melindungi warga negaranya yang berada di Korea Selatan, termasuk para TKI
overstay.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, menurut Denzin dan
Lincoln, penelitian kualitatif merupakan suatu aktifitas yang menggunakan
pengamatan di lokasi tempat berbagai fakta, data, bukti atau hal lainnya yang
berkaitan dengan riset. Peneliti atau pengkaji kualitatif akan masuk secara langsung
ke lapangan untuk memunculkan representasi yang didapat dari catatan lapangan,
wawancara, pembicaraan, fotografi, rekaman, dan catatan pribadi.18
Oleh sebab itu, penelitian ini akan menggunakan kualitatif karena
memerlukan pengamatan secara langsung untuk menggambarkan segala
18
Setiawan Santan K, Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), 5.
18
permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Overstay yang berdampak pada
hubungan bilateral Indonesia dengan Korea Selatan. Hal ini juga akan melihat upaya
yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan tersebut
dengan pihak Korea Selatan.
Menurut Carey dan Posavac terdapat beberapa prosuder dalam pengumpulan
data kualitatif yang mungkin menjadi pertimbangan seperti, observasi kualitatif,
tinjauan dokumen, wawancara dan materi audio dan visual.19
Dari keeempat sumber
data tersebut, penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data melalui
tinjauan dokumen, wawancara dan observasi.
Untuk teknik wawancara itu sendiri, akan mewawancari beberapa
narasumber yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan TKI overstay di Korea
Selatan. Pertama, salah satu pegawai dari Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI) yaitu Tenny Johansen selaku Kepala Seksi
Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan Amerika.
Kedua, M. Aji Surya selaku Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia
di Seoul, Korea Selatan. Dari kedua responden tersebut diharapkan penulis dapat
mengetahui secara detail mengenai topik penelitian ini.
Sedangkan untuk teknik survei itu sendiri, akan membuat kuisioner yang
isinya beberapa pertanyaan mengenai alasan untuk bekerja di Korea Selatan hingga
kendala dalam bekerja disana.
19
Mohamad Lamsuri, Samsul Hadi, Mutrofin, Metode Riset Evaluasi (Yogyakarta: Lakbang Grafika, 2011), 255-260.
19
1.7 Sistematika Penulisan
Pada Bab I penelitian ini berbicara mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan kerangka teori yang digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dari penelitian ini. Selain itu, pada bab ini juga membahas metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Pada Bab II penelitian ini berbicara mengenai sejarah awal hubungan bilateral
antara Korea Selatan dengan Indonesia sejak pasca kolonialisme. Selain itu, pada bab
ini membahas sejarah dari pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri hingga
perlindungannya di luar negeri.
Pada Bab III penelitian ini berbicara mengenai tenaga kerja Indonesia yang
berada di Korea Selatan, serta proses pengiriman para tenaga kerja Indonesia ke
Korea Selatan. Selain itu, pada bab ini akan membahas beberapa permasalahan yang
terjadi pada tenaga kerja Indonesia di Korea Selatan
Pada Bab IV penelitian ini membahas permasalahan TKI overstay, di mana
tenaga kerja yang melanggar izin tinggal atau tenaga yang telah habis masa dari izin
tinggalnya, namun tetap melakukan pekerjaan di Korea Selatan. Selain itu, bab ini
juga membahas bagaimana upaya yang dilakukan antara pemerintah Korea Selatan
dan pemerintah Indonesia dalam upaya mengatasi permasalahan TKI overstay.
Pada Bab V adalah bab penutup, di mana bab ini membahas kesimpulan
mengenai beberapa hal terkait upaya kerjasama Korea Selatan dan Indonesia dalam
mengatasi permasalahan TKI secara umum dan TKI overstay secara khusus.
20
BAB II
TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
2.1 Sejarah Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Sebenarnya bermigrasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dan merupakan hak dasar bagi setiap individu. Tentu saat
ini sudah jutaan orang ikut terlibat dari gelombang migrasi global yang sangat
dinamis ini. Migrasi juga telah menyebabkan dunia kehilangan batas
konvensionalnya. Gelombang migrasi telah membuka batas-batas negara, hukum dan
bahkan budaya.
Ada banyak alasan mengapa orang lebih memilih untuk bermigrasi, salah satu
alasan tersebut adalah dalam rangka mencari penghidupan yang lebih layak dari
sebelumnya. Migrasi karena pekerjaan adalah hal yang paling umum terjadi, hal
tersebut tentu dapat dijumpai di berbagai belahan dunia. masyarakat dari kelompok
paling miskin di negara berkembang melakukan migrasi ke negara-negara yang lebih
kaya.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiiliki
keberagaman yang cukup kompleks. Tidak heran juga Indonesia memiliki sejarah
yang cukup panjang. Melihat sejarahnya, isu dari migrasi ini bukanlah hal yang baru
21
di Indonesia. Isu migrasi ini sudah dikenal sejak zaman pemerintahan Belanda (1596-
1942).
Pada tahun tersebut pemerintah Hindia Belanda mulai menduduki beberapa
daerah pada waktu yang berbeda-beda selama lebih dari 350 tahun (1596-1942).
Willem Daendels yang merupakan salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang
pertama kali menerapkan sistem kerja rodi saat membuat jalan sepanjang hampir
1.000 Kilometer untuk keperluan militer. Banyak orang secara terpaksa bermigrasi
untuk pekerjaan ini.20
Pengiriman tenaga kerja Indonesia yang dilakukan oleh Belanda pertama kali
diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 menggunakan kapal SS
Koringin Emma. Perjalanan yang ditempuh cukup jauh ini singgah di negeri Belanda
dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Pengiriman TKI gelombang pertama ini
terdiri dari 94 orang yaitu 61 pria dewasa, 31 wanita dan 2 anak-anak.21
Program dari migrasi tenaga kerja ini terus belanjut hingga memasuki masa
kemederkaan, Orde Lama, Orde Baru dan reformarsi. Tanggal 3 Juli 1947 merupakan
tanggal bersejarah bagi Lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdakaan
Indonesia. Melalui peraturan pemerintah No 3/1947 dibentuklah lembaga yang secara
20
Sulistyowati Irianto, Titiek Kartika, Tirtawening Parikesit, dkk, Akses Keadilan dan Migrasi Global (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), 4-7.
21 Sejarah Penempatan TKI Hingga BNP2TKI, http://www.bnp2tki.go.id/frame/9003/Sejarah-
Penempatan-TKI-Hingga-BNP2TKI, diakses pada tanggal 7 Maret 2018.
22
khusus mengurus permasalahan perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian
Perburuhan.22
Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 1970-an, migrasi internasional
mulai menunjukkan eksistensinya di Indonesia. Pada tahun tersebut juga pemerintah
mulai melakukan pengerahan Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja
Antar Negara (AKAN). Kemudian dimasukan ke dalam Peraturan Pemerintah No. 4
Tahun 1970. Dalam pengaturan tersebut memberikan berbagai pihak pemerintah dan
pihak swasta untuk melakukan pengaturan pengiriman TKI ke luar negeri.23
Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah tersebut, maka segala
pengurusan tenaga kerja bisa dipegang oleh swasta selain pemerintah. Pada awal
1979, baru ada upaya secara langsung oleh pemerintah untuk melakukan pengiriman
tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang biasa dikenal dengan program G to G
(Government to Government). Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dianggap
mampu menyelesaikan permasalahan angka pengangguran dalam negeri.
Pada saat itu, angka pengangguran yang cukup tinggi, pemutusan hubungan
kerja (PHK) akibat krisis ekonomi, membuat pemerintahan Orde Baru mulai gencar
melakukan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Hal ini bisa dilihat berdasarkan
jumlah yang ada mulai Repelita I hingga Repelita V pada tabel berikut:
22
Sejarah Penempatan TKI Hingga BNP2TKI, http://www.bnp2tki.go.id/frame/9003/Sejarah-Penempatan-TKI-Hingga-BNP2TKI, diakses pada tanggal 7 Maret 2018.
23 Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah Kebijakan
Perlindungan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012), 44.
23
Tabel 2.1
Data Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri
Selama Repelita I – Repelita V
Repelita Periode Jumlah Tenaga Kerja
Repelita I 1969 – 1974 5.624
Repelita II 1974 – 1979 17.042
Repelita III 1979 – 1984 96.410
Repelita IV 1984 – 1989 292.262
Repelita V 1989 – 1994 652.272
Sumber: Sukamdi, Memahami Migrasi Pekerja Indonesia ke Luar Negeri, 2007
Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa sejak Repelita I menunjukan jumlah
tenaga kerja internasional mengalami peningkatan. Akan tetapi, peningkatan justru
terlihat cukup drastic terjadi pada periode 1979 – 1984 (Repelita II) ke 1984 – 1989
(Repelita III). Pada periode tersebut terlihat peningkatan lima kali lipat dari jumlah
sebelumnya. Pada periode berikutnya, meskipun mengalami peningkatan yang lebih
sedikit dari sebelumnya, secara konsisten jumlahnya menjadi cukup banyak. Pada
tahun-tahun berikutnya, peningkatan jumlah tenaga kerja di luar negeri terus
bertambah hingga pada periode 1989 – 1994 mencapai di atas 650 ribu orang.24
24
Sukamdi, Memahami Migrasi Pekerja Indonesia ke Luar Negeri, Universitas Gadjah Mada, Vol.18 No.2, 2007, 116-117.
24
2.2 Migrasi Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Pada dasarnya migrasi internasional tidak ada bedanya dengan migrasi
kependudukan pada umumnya. Migrasi internasional merupakan salah satu bentuk
perpindahan penduduk yang melewati batas-batas wilayah negara. Migrasi
internasional dapat dikatakan pula sebagai migrasi yang melewati batas politik antar
negara. Adapun migrasi internasional dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:25
1. Migrasi sementara: biasanya dilakukan oleh para pekerja pendatang atau
pekerja kontrak luar negeri dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja dan
mengirimkan penghasilannya ke negara asalnya.
2. Migrasi professional: biasa dilakukan oleh orang yang memiliki
kualifikasi sebagai manager, esekutif, teknisi atau sejenisnya, atau orang
yang mencari lahan pekerjaan yang melalui pasar tenaga kerja
internasional untuk keahlian-keahlian tertentu.
3. Migrasi illegal: biasa dilakukan oleh orang yang memasuki suatu wilayah
negara, biasanya untuk mencari pekerjaan tanpa adanya dokumen dan
perijinan yang lengkap.
4. Migrasi terpaksa: migrasi ini meliputi para pencari suaka dan orang-orang
yang terpaksa pindah karena faktor eksternal maupun internal, seperti
bencana alam atau konflik dalam negerinya.
5. Migrasi yang kembali: biasa dilakukan oleh orang yang telah kembali ke
negara asalnya setelah tinggal dalam jangka waktu tertentu di negara lain.
25
Elisabeth Dewi, Migrasi Internasional dan Politik Luar Negeri Indonesia, 1-3.
25
Sebenarnya terdapat juga dua motif yang mendasari perpindahan tenaga kerja
antar negara atau migrasi internasional. Motif yang pertama adalah mereka yang
bekerja ke luar negeri dengan tujuan untuk menjual tenaga, keterampilan atau
kemampuan mereka. Biasanya motif ini berasal dari negara-negara berkembang ke
negara-negara maju, atau dari negara dengan kategori miskin ke negara dengan
kategori kaya, atau dari negara dengan surplus tenaga kerja ke negara yang
mengalami kekurangan tenaga kerja.
Motif kedua adalah mereka bekerja ke luar negeri dengan tujuan penjualan
teknologi atau penanaman modal. Arus utama dari motif kedua ini umumnya adalah
dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang.26
Seperti halnya pada migrasi penduduk secara umum, tidak ada faktor tunggal
yang menjadi latar belakang terjadinya migrasi tenaga kerja internasional. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi adanya migrasi tenaga kerja internasional, yaitu
faktor mikro dan makro. Faktor makro melihat terjadinya migrasi tenaga kerja
internasional karena adanya perbedaan kesempatan kerja serta gaji/upah antara negara
pengirim dan penerima. Oleh sebab itu, adanya aliran migrasi tenaga kerja dari
negara dengan upah rendah ke negara dengan upah tinggi dengan tujuan untuk
memaksimalkan pendapatan.
Ternyata faktor ekonomi sering dianggap sebagai faktor yang paling mendasar
dalam mendorong penduduk untuk melakukan mobilitas atau migrasi. Namun,
migrasi internasional ini juga berkaitan dengan selain ekonomi, yaitu faktor politik
26
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003), 35.
26
seperti perang, gangguan politik dan dekolonisasi ternyata juga dapat menjadi faktor
mendasar dari individua tau kelompok untuk melakukan mobilitas penduduk lintas
negara.
Migrasi tenaga kerja yang dilakukan oleh negara berkembang seperti
Indonesia pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan ekonomi antar negara.
rendahnya tingkat upah di tambah dengan sulitnya mencari pekerjaan yang layak di
negara sendiri dan adanya kesempatan kerja yang cukup tinggi dengan gaji yang
tinggi di negara-negara maju, cenderung mendorong migrasi tenaga kerja dari negara-
negara berkembang ke negara-negara maju.27
Berdasarkan pemaparan, dapat dilihat bahwa faktor pendorong dari adanya
fenomena migrasi tenaga kerja ke luar negeri adalah faktor ekonomi dan non-
ekonomi. Namun faktor ekonomi merupakan faktor dominan adanya migrasi tenaga
kerja ke luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah selain melihat keuntungan ekonomis
dari fenomena TKI yang bekerja di luar negeri perlu juga menjalankan fungsinya
dalam melindungi para TKI demi menjaga kesejahteraan para TKI di luar negeri.
2.3 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, jumlah tenaga kerja Indonesia yang
terus meningkat setiap periodenya membuat pemerintah Indonesia memberikan
perhatian khusus terhadap para tenaga kerja yang berada di luar negeri. Pada
27
Yunita Wahyu Pratiwi, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Internasional Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri tahun 2007: Studi Kasus Tenaga Kerja Indonesia Asal Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat, Skripsi, Universitas Sebelas maret, 2007, 33-34
27
awalnya, permasalahan dari tenaga kerja ini hanya bersifat hukum privat. Namun
dalam perkembangannya, negara dianggap perlu untuk melakukan intervensi dalam
hubungan industrial.
Dalam melakukan intervensinya negara dianggap perlu membuat sebuah
regulasi yang mengatur permasalahan ketenagakerjaan, sehingga, ketenagakerjaan
tidak lagi sebagai hukum privat, melainkan hukum public. Dalam konteks
penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, alasan inilah yang mengharuskan
negara membuat sebuah instrument legal dalam perlindungan tenaga kerja Indonesia
yang bekerja di luar negeri, baik dengan menyusun peraturan perundang-undangan
atau meratifikasi beberapa Konvensi yang terkait permasalahan tenaga kerja migran.
Adapun perlindungan mengenai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar
negeri tertuang dalam Pasal 1 poin (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang
menjelaskan bahwa perlindungan tenaga kerja Indonesia merupakan segala upaya
melindungi kepentingan calon tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja Indonesia
dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Adapun dalam memberikan perlindungan hukum untuk para tenaga kerja
Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2004 Pasal 77 yang
menyatakan bahwa:
1. Setiap calon tenaga kerja Indonesia atau tenaga kerja Indonesia berhak
mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
28
2. Perlindungan yang dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra
penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.28
Selain peraturan tersebut para tenaga kerja Indonesia memiliki pengaturan
yang secara mendetail, tidak hanya dari hukum nasional tetapi hukum internasional.
Peraturan yang terkait dengan perlindungan dan penempatan tenaga kerja antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Segala
Tindak Pidana Perdagangan Manusia.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia
3. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagaian Segala
Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
5. Instruksi Presiden Nomor 06 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Reformasi
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.29
28
Sunawar Sukowati, Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri Menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2011, 23-24
29 Hadi Subhan, Perlindungan TKI Pada Masa Pra Penempatan, Selama Penempatan Dan
Purna Penempatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia, 2012, 15-17
29
Keseriusan pemerintah Indonesia dalam melindungi permasalahan
ketenagakerjaan juga terlihat dari bergabungnya Indonesia menjadi anggota
International Labour Organization (ILO). Indonesia telah bergabung dalam anggota
ILO sejak tahun 1950. Indonesia merupakan negara pertama di Asia dan negara ke
lima di dunia yang telah meratifikasi seluruh konvensi pokok ILO. Sejak menjadi
anggota ILO, Indonesia telah meratifikasi 18 konvensi. Konvensi tersebut terdiri dari
delapan konvensi pokok, delapan konvensi umum dan dua konvensi lainnya.30
Tabel 2.2
Daftar Konvensi yang Telah Diratifikasi Oleh Indonesia
Konvensi No. 19 mengenai Kesetaraan
Perlakuan (Konpensasi Kecelakaan)
Disahkan oleh Indonesia melalui
Lembar Negara No. 53 Tahun 1929
Konvensi No. 27 mengenai Pencatatan
Beban (Paket yang Dikirim dengan
Kapal Besar)
Disahkan oleh Indonesia melalui
Lembar Negara No. 117 Tahun 1933
Konvensi No. 29 mengenai Kerja Paksa Disahkan oleh Indonesia melalui
30
Gita F. Lingga dan Tauvik Muhammad, Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011, 46-47
30
Lembar Negara No. 261 Tahun 1933
Konvensi No. 45 mengenai Kerja
Bawah Tanah (bagi perempuan)
Disahkan melalui Lembar Negara No.
219 Tahun 1937
Konvensi No. 69 mengenai Sertifikasi
Juru Masak Kapal
Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1992
Konvensi No. 81 mengenai Pengawasan
Perburuhan
UU No. 21 Tahun 2003
Konvensi No. 87 mengenai Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak
Berorganisasi
Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998
Konvensi No. 88 mengenai Pelayanan
Ketenagakerjaan
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 2002
Konvensi No. 98 mengenai Hak
Berorganisasi dan Perjanjian Kerja
Bersama
UU No. 18 Tahun 1956
Konvensi No. 100 mengenai Upah yang
Sama untuk Jenis Pekerjaan yang sama
UU No. 80 Tahun 1957
Konvensi No. 105 mengenai
Penghapusan Kerja Paksa
UU No. 19 Tahun 1999
Konvensi No. 106 mengenai Istirahat
Akhir Pekan (Komersial dan
UU No. 3 Tahun 1961
31
Perkantoran)
Konvensi No. 111 mengenai
Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan)
UU No. 21 Tahun 1999
Konvensi No. 120 mengenai Kebersihan
(Komersial dan Perkantoran)
UU No. 3 Tahun 1969
Konvensi No. 138 mengenai Upah
Minimum
UU No. 20 Tahun 1999
Konvensi No. 144 mengenai Konsultasi
Tripartit (Standar Perburuhan
Internasional)
Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1990
Konvensi No. 182 mengenai
Penghapusan Bentuk-bentuk Teburuk
Pekerjaan untuk Anak
UU No. 1 Tahun 2000
Konvensi 185 mengenai Dokumen
Identitas Pelaut
UU No. 1 Tahun 2008
Sumber: Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia, 2011
Dengan beberapa payung hukum dari skala nasional maupun internasional,
maka para TKI luar negeri ini akan terlindungi segala hak dan kewajibannya. Adapun
beberapa hak para tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah mendapatkan
kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan kebebasan berserikat merupakan hal
penting untuk dicapai, kebebasan menganut agama dan keyakinan serta kesempatan
32
untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianut, mendapatkan upah
sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tersebut, dan masih banyak lagi
hak yang perlu dipenuhi.31
Selain hak-hak tersebut setiap TKI juga memiliki kewajiban seperti menaati
setiap peraturan perundang-undangan baik dalam negeri maupun di negara tujuan,
menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja, membayar
segala biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan melaporkan segala kedatangan, keberadaa dan kepulangan
kepada perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.32
31
Basani Situmorang, Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM, 2010, 37
32 I Dewa Rai Astawa, Aspek Perlindungan Hukum Hak-Hak Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, 2006, 163
33
BAB III
TENAGA KERJA INDONESIA DI KOREA SELATAN
3.1 Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan
Pada dasarnya setiap negara pasti memiliki kelebihan, kekurangan dan
kepentingan yang berbeda-beda dalam kebutuhannya. Hal ini yang kemudian
mendorong negara tersebut untuk melakukan hubungan dan kerjasama internasional.
Hubungan kerjasama yang dilakukan antar negara di dunia diperlukan untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata
pergaulan internasional. Khususnya yang menyangkut dengan kebutuhan ekonomi,
tentu negara sangat membutuhkan bantuan negara lain untuk memenuhinya.
34
Dalam mencapai suatu kepentingan dan keinginan suatu negara terhadap
negara lain, maka diperlukan adanya jalinan kemitraan antar negara baik secara
bilateral maupun multilateral. Kemitraan ini diyakini sebagai alternatif demi
terciptanya sebuah tatanan dunia yang stabil.
Hal ini juga yang dilakukan oleh Indonesia, menjalin kerjasama dengan Korea
Selatan. Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan pertama kali terbentuk sejak
pembukaan diplomatic kedua negara pada tahun 1966. Kerjasama di antara kedua
pemerintahan ini dilaksanakan secara multidimensi dalam berbagai bidang, seperti
politik, sosial dan budaya, ekonomi hingga pada ketenagakerjaan.
Hubungan bilateral kedua negara mengalami perkembangan dan peningkatan
yang cukup baik setelah ditandatanganinya deklarasi bersama pembentukan
kemitraan strategis Joint Declaration between the Republic of Indonesia and the
Republic of Korea pada kunjungan Presiden Roh Moohyun ke Jakarta pada tanggal 3-
5 Desember 2006.33
Dengan ditandatanganinya deklarasi tersebut, diharapkan dapat
lebih ditingkatkan serta dikembangkan hubungan dan kerjasama kedua negara tidak
hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas.
Dalam memandang hubungan bilateral Indonesia dan Korea Selatan juga
harus kerangka yang lebih luas, yaitu hubungan multilateral. Seperti dalam beberapa
pertemuan, Korea Selatan dan Indonesia sering bertemu dalam ASEAN+3, East Asia
Summit (EAS), Asia-Europe Meeting (ASEM) dan G-20. Dari berbagai pertemuan
33
Je Seong Jeon dan Yuwanto, Era Emas Hubungan Indonesia – Korea (Jakarta: Buku Kompas, 2014), 9.
35
tersebut, yang terpenting adalah pertemuan yang berhubungan dengan ASEAN.
Dalam pertemuan tersebut juga Korea Selatan telah diterima ASEAN sebagai mitra
dialog (dialog partner) pada tahun 1989.
Sebelumnya pendirian dari ASEAN+3 ini dilatarbelakangi oleh krisis moneter
tahun 1997, di mana pendirian sistem kerja ini mengikutsertakan Korea Selatan,
China dan Jepang. Setiap tahunnya pemerintah Korea Selatan secara rutin ikut serta
dalam beberapa pertemuan, terhitung sekitar 24 kali pertemuan ASEAN dan 65
pertemuan yang berhubungan dengan ASEAN+3.34
Selain dari pertemuan-pertemuan tersebut, kerjasama antara Indonesia dan
Korea Selatan juga terjalin pada bidang budaya dan pariwisata. Hal tersebut terbukti
dari Indonesia telah meratifikasi persetujuan kerjasama kebudayaan dengan Korea
Selatan yaitu agreement on cultural cooperation yang ditandatangi pada 28
November 2000.35
Hal tersebut dapat dibuktikan dari berdirinya Pusat Kebudayaan
Korea atau biasa disebut Korean Cultural Center (KCC). Tujuan dari dibangunnya
KCC ini untuk memperkenalkan dan meningkatkan persahabatan antara kedua negara
melalui pertukaran kebudayaan.36
Kerjasama yang telah dibangun antar kedua negara dapat dikatakan sebagai
hubungan yang saling mengisi satu sama lain. Hal tersebut dapat terlihat dari
terjalinnya kerjasama dalam berbagai bidang, selain itu Korea Selatan yang
34
Yuwanto, Era Emas Hubungan Indonesia – Korea, 11. 35
Mischa Guzel Madian, Analisa Kerjasama Indonesia – Korea Selatan dalam Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-X, Tesis, FISIP UI, 2012, 36
36 Korean Cultural Center, Tujuan Pendirian, http://id.korean-culture.org/id/6/contents/341,
diakses pada tanggal 4 Mei 2018
36
merupakan negara industri pasti memerlukan berbagai sumber daya. Bagi Korea
Selatan, Indonesia merupakan salah satu negara sasaran yang paling memberikan
harapan.
Dalam kerjasama industri, Indonesia dan Korea Selatan telah melakukan
mekanisme pertemuan berupa Working Level Task Force for Economic Coorperation
(WLTF). Dalam setahun WLTF dilaksanakan dalam dua kali. Dalam naungan WLTF
terdapat delapan Working Group yaitu Working Group on Trade and Investment,
Working Group of Industrial Cooperation, Working Group Energy and Mineral
Resource, Working Group Construction and Infrastructure, Working Group of
Environmental Cooperation, Working Group on Agriculture, Forestry and Fisheries,
Working Group on Defence Industry dan Working Group on Policy Support and
Financing for Development.37
Kerjasama industri tersebut tentu memerlukan tenaga kerja untuk
menjalankan mesin-mesin industrinya. Korea Selatan selain kekurangan dari sumber
daya alamnya, negara tersebut juga kekurangan tenaga kerja. Disamping kurangnya
angkatan kerja yang tersedia, masyarakat Korea Selatan telah memiliki tingkat
kemakmuran yang cukup tinggi. Umumnya kurang berminat dalam bekerja di sektor
industri terutama pada bagian pekerjaan yang memiliki kategori dangerous, dirty and
difficult (3D). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Korea Selatan mengambil
langkah dengan membuka pintu masuk bagi tenaga kerja asing.
37
Muhammad Nizar Syarief, Kerjasama Indonesia – Korea Selatan di Bidang Manufaktur, Skripsi, FISIP UNHAS, 2016, 33-34
37
Indonesia mulai mengirim tenaga kerja ke Korea Selatan sejak tahun 1994
melalui mekanisme yang disebut dengan Industrial Trainee Program. Namun
sebelumnya, penggunaan nama trainee ini karena waktu itu undang-undang
ketenagakerjaan Korea Selatan belum memperbolehkan tenaga kerja asing bekerja di
Korea Selatan. Baru pada tahun 2004 Korea Selatan menerima secara resmi para
tenaga kerja asing ini dengan skema Employment Permit System (EPS).
Indonesia baru menandatangi Memorandum of Understanding (MoU) dari
EPS ini pada tanggal 13 Juli 2004, sedangkan untuk pengiriman para Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) dilakukan dengan format Government to Government (G to G).
Sebenarnya MoU ini sudah diperpanjang dua kali yaitu pada tahun 2008 dan 2012.
Dibawah MoU ini juga, segala pengiriman dan penerimaan TKI dilakukan
pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja (BNP2TKI) dan pemerintah Korea Selatan melalui Human Resources
Development Service of Korea (HRDK).38
3.2 Skema Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan
Pada dasarnya penempatan dari TKI ke Korea Selatan ini menggunakan
program Government to Government (G to G) yang dimulai sejak tahun 2004, sejak
ditandatanganinya MoU antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia dengan Kementrian Ketenagakerjaan dan Perburuhan Republik
38
Kementerian Luar Negeri, Hubungan Bilateral, http://www.kemlu.go.id/seoul/id/Pages/HUBUNGAN-BILATERAL.aspx, diakses pada tanggal 5 Mei 2018.
38
Korea pada tahun 2004. Sejak tahun tersebut juga, Indonesia bersama dengan
Pemerintah Korea Selatan melakukan perjanjian atau kesepakatan tentang tata cara
dan mekanisme pemberangkatan para TKI.
Tata cara yang digunakan adalah sistem Employment Permit System (EPS). Ini
merupakan kebijakan ketenagakerjaan dari Pemerintah Korea Selatan yang
menetapkan bahwa setiap tenaga kerja asing hanya dapat bekerja setelah pemerintah
negara asal pekerja membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Korea Selatan.
Sejauh ini Korea Selatan telah melakukan perjanjian dengan 15 negara dalam
kerangka EPS yaitu Bangladesh, Cambodia, China, Indonesia, Kyrgyzstan, Mongolia,
Myanmar, Nepal, Pakistan, Philippines, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Vietnam
dan Uzbekistan. Selama tahun 2012 terdapat 188,000 pekerja dari 15 negara.39
Sistem EPS ini para tenaga kerja asing memiliki visa kerja maksimum tiga
tahun lamanya, namun dapat diperpanjang satu tahun 10 bulan dengan syarat pemilik
perusahaan yang mengajukannya. Jika kontrak kerja telah diperbarui, maka para
pekerja dapat bekerja di Korea Selatan dengan total empat tahun 10 bulan. Setelah itu
para TKI diharuskan kembali ke Indonesia dan dapat diizinkan bekerja kembali di
Korea Selatan setelah dapat panggilan dari perusahaan Korea Selatan.40
Pada tanggal 2 Juli 2012, Korea Selatan membuat kebijakan baru yaitu Re-
entry Employment System, di mana kebijakan ini memungkinkan untuk para pekerja
39
Min Ji Kim, The Republic of Korea’s Employment Permit System (EPS): Background and Rapid Assessment, Thesis University of Oxford, 2015, 5
40 South Korea’s Employment Permit System a Successful Government to Government
Model, 2
39
asing dapat kembali di Korea Selatan setelah tiga bulan kepulangan. Adapun syarat-
syarat yang harus dipenuhi yaitu:41
1. Pekerja tersebut tidak berpindah perusahaan atau berpindah dari tempat
kerja awal.
2. Pekerja tersebut merupakan pekerja yang bekerja di bidang pertanian,
pertenakan dan manufaktur dengan tempat kerja jumlah pekerja kurang
dari 50.
3. Pekerja tersebut harus memiliki kontrak lebih dari satu tahun setelah
bekerja kembali di Korea Selatan.
4. Pemilik perusahaan harus memenuhi segala persyaratan dalam penerbitan
izin kerja kembali, termasuk batasan kerja dan tempat bekerja.
Dalam menjalankan sistem EPS ini, tentu harus memiliki lembaga-lembaga
yang diberikan kepercayaan dalam keseluruhan pelaksanaan sistem EPS. Adapun
lembaga tersebut terdiri dari:42
1. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(KEMNAKERTRANS) adalah lembaga pemerintahan yang bertanggung
jawab dalam segala pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan.
41
South Korea’s Employment Permit System a Successful Government to Government Model, 3
42 Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia dan Kementerian Ketenagkerjaan dan Perburuhan Republik Korea, Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Republik Korea, 3-4.
40
2. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI)
merupakan lembaga negara yang secara langsung bertanggung jawab
dalam merekrut dan mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia.
3. Kementerian Ketenagakerjaan dan Perburuhan Republik Korea (MOEL)
merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk menerima
para pekerja Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan berdasarkan EPS.
4. Human Resources Development Service of Korea (HRDK) adalah
lembaga yang dibiayai dengan anggaran pemerintah Korea Selatan guna
mengelola daftar pencari kerja dan penerima Tenaga Kerja Indonesia.
Sesuai dengan sistem EPS para Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) ini
harus memiliki beberapa syarat yang dimulai dari sesi pendaftaran, penyeleksian dan
penempatan. Pada sesi pendaftaran, tentu para CTKI ini harus menyiapkan beberapa
prosuder yang telah ditetapkan oleh BNP2TKI yang tentunya masih sesuai dengan
sistem EPS. Adapun beberapa kualifikasi umum untuk para CTKI yaitu:43
1. Berusia minimal 18 hingga 39 tahun (tidak lebih dari usia 39 tahun pada
saat tanggal pelaksaan test)
2. Tidak pernah memiliki catatan kejahatan yang diancam oleh hukuman
penjara atau hukuman yang lebih tinggi
3. Tidak memiliki catatan perintah deportasi atau keberangkatan dari Korea
4. Tidak memiliki larangan untuk melakukan keberangkatan dari Indonesia.
43
Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dan Kementerian Ketenagkerjaan dan Perburuhan Republik Korea, 6.
41
Setelah para CTKI dinyatakan lulus dalam kualifikasi tersebut, pihak dari
BNP2TKI mengirimkan pemberitahuan mengenai ujian atau tes yang harus diikuti,
yaitu ujian EPS-TOPIK. Ujian tersebut berisikan beberapa soal yang terdiri dari dua
bagian, yaitu reading terdiri dari 25 soal dan listening terdiri dari 25 soal.44
Jika para CTKI ini dinyatakan lolos dalam seleksi ujian EPS-TOPIK, maka
proses selanjutnya adalah penempatan TKI ke Korea Selatan melalui proses G to G.
Berikut tahap-tahap penempatan bagi program G to G:45
1. Para CTKI yang dinyatakan lolos dalam ujian Bahasa Korea atau EPS-
TOPIK melakukan pengiriman data pelamar untuk melamar pekerjaan di
Korea Selatan melalui BNP2TKI
2. Setelah data telah terkumpul di BNP2TKI maka data tersebut akan dikirim
kembali oleh pihak BNP2TKI ke Database HRD Korea dengan
menggunakan aplikasi WEB SPAS. Hal tersebut hanya dapat dilakukan
oleh pihak BNP2TKI
3. Proses selanjutnya adalah proses verifikasi, di mana proses ini dilakukan
oleh tim EPS HRD Korea Selatan. Proses dari verifikasi ini merupakan
kewenangan pihak HRD Korea sepenuhnya untuk menentukan Tenaga
44
Pengumuman Tambahan Pembuatan Soal Tes Terkait dengan Bidang Pekerjaan dalam Tes Kemampuan Bahasa Korea, http://www.bnp2tki.go.id/read/10808/PENGUMUMAN-TAMBAHAN-PEMBUATAN-SOAL-TES--TERKAIT-DENGAN--BIDANG-PEKERJAAN--DALAM-TES-KEMAMPUAN-BAHASA-KOREA-CBT-KHUSUS-.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.
45 Pengumuman Penting Proses Penempatan ke Korea Program G to G,
http://www.bnp2tki.go.id/read/9969/PENGUMUMAN-PENTING-PROSES--PENEMPATAN-KE-KOREA-PROGRAM-G-TO-G.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.
42
Kerja yang terpilih. Adapun proses verifikasi data pelamar ini hal yang
paling penting, di mana proses ini adalah pencocokan nama dan tanggal
lahir TKI disesuaikan dengan saat mendaftar EPS-TOPIK. Jika terdapat
kesalahan satu huruf atau perbedaan data dengan ketika mendaftar EPS-
TOPIK, maka data tersebut berhak untuk dikembalikan. Proses scan
passport pun harus dilakukan sejelas mungkin pada bagian wajah.
4. Selanjutnya data dari CTKI ini akan di verifikasi kembali oleh tim
Imigrasi Korea Selatan untuk mengetahui secara detail apakah CTKI ini
sebelumnya pernah menjadi TKI illegal di Korea Selatan. Jika terbukti
pernah menjadi TKI illegal maka data tersebut akan di blacklist, tentunya
TKI tidak akan bisa untuk bekerja di Korea Selatan.
5. Hasil dari verifikasi data tersebut akan menghasilkan dua keputusan, yaitu
disetujui dan ditangguhkan/dibatalkan. Untuk status data disetujui maka
data tersebut selanjutnya akan ditawarkan ke perusahaan atau majikan di
Korea Selatan. Namun untuk data dengan status ditangguhkan maka akan
dikembalikan ke BNP2TKI untuk ditindaklanjuti letak kesalahannya.
Setelah melalui perbaikan, data tersebut akan dikirim kembali ke HRD-
Korea. Sedangkan untuk status dibatalkan maka data tersebut tidak dapat
diperbaiki.
6. Selanjutnya calon pengguna memilih CTKI berdasarkan kualifikasi
masing-masing. Jika salah satu data tersebut memiliki kualifikasi yang
dibutuhkan, maka calon pengguna akan melaporkan ke HRD-Korea di
43
Ulsan. Laporan tersebut akan menghasilkan Standard Labor Contract
(SLC) untuk CTKI dan menginformasikan SLC tersebut ke BNP2TKI.
7. Jika CTKI telah mendapatkan SLC, maka CTKI akan mendapatkan
panggilan dari BNP2TKI untuk mengikuti kegiatan Preliminary Training.
Selesai dengan prelim, maka CTKI tinggal menunggu Visa kerja dan
panggilan terbang untuk bekerja di Korea Selatan berdasarkan data yang
berada di SLC.
3.3 Tenaga Kerja Indonesia di Korea Selatan.
Sejarah hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan tercatat
cukup baik dalam berbagai bidang. Hubungan diplomatik kedua negara telah
berlangsung sejak tahun 1966. Selama masa itu juga, telah banyak aktivitas yang
dilakukan oleh kedua negara. Hal tersebut demi mempererat hubungan kedua negara,
di mana bukan hanya sekedar hubungan diplomatic, melainkan juga melalui
kerjasama dalam arus saling menguntungkan.
Hubungan diplomatik Indonesia dengan Korea Selatan semakin dipererat
dengan melakukan kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan yang berdasarkan
kepentingan kedua negara. Berikut jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di Korea Selatan sejak tahun 2012 hingga 2016.
44
Tabel 3.1
Data Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan
Tahun 2012 s.d 2016
No Tahun Jumlah TKI
1 2012 6.410
2 2013 9.441
3 2014 7.382
4 2015 5.505
5 2016 5.662
Sumber: Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Tahun 2016
Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa TKI yang berada di Korea Selatan
menunjukan akan yang fluktuatif. Pada tahun 2012, jumlah TKI yang berada di Korea
Selatan sebanyak 6.410. Berbeda dengan tahun selanjutnya, 2013 menunjukan angka
yang sedikit meningkat yaitu 9.441. Sedangkan pada tahun 2014, menunjukan angka
45
yang sedikit menurun yaitu 7.382. Angka penurunan terus berlangsung hingga tahun
2016 yaitu 5.662.46
Bukan tanpa alasan para TKI ini menjadikan Korea Selatan sebagai negara
tujuan untuk mengadu nasib. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, banyak faktor
para TKI ini bekerja ke luar negeri. Salah satunya adalah faktor ekonomi yaitu
dengan harapan memperbaiki taraf kehidupannya. Hal tersebut juga lah yang
diharapkan para TKI bekerja di Korea Selatan dengan harapan dapat memperbaiki
taraf kehidupan.
Korea Selatan yang merupakan salah satu negara maju dengan tingkat
kesejahteraan yang cukup tinggi, tidak hanya penduduknya namun juga para
pekerjanya termasuk para pekerja asing. Hal tersebut lah yang dialami oleh para TKI
yang bekerja di Korea Selatan. Memiliki kehidupan yang cukup baik, seperti gaji
yang terbilang besar. Menurut hasil survei terhadap beberapa TKI, ada yang
mengatakan bahwa:
“Perbandingan kerja di pabrik Indonesia dengan kisaran
perbulan rata-rata 3.5 Juta kotor dan di Korea Selatan perbulan
rata-rata 15 Juta bersih. Kesimpulannya buruh di Indonesia bisa
beli rumah dengan kerja selama 20 tahun (di cicil) dan di Korea
Selatan cukup 3 tahun bisa beli rumah (Cash)”.47
46
Dokumen Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2016, BNP2TKI, 2016, 7.
47 Hasil Survei Kepada Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Korea Selatan melalui Google
Form, https://docs.google.com/forms/d/1LJh5cmcI5OWyyS8R1aTJF4txtU5fQlIR6Topig9_uYU/edit#response=ACYDBNiideCF5Kdmfxh3CDLO_RjiVaV1brPNMLf-pmynAPtKYy_P5PCkmA7haQ, diakses pada tanggal 18 Mei 2018.
46
Selain masalah upah yang cukup tinggi, ternyata para TKI yang kebanyakan
bekerja sebagai buruh disana memiliki keuntungan lainnya seperti mendapatkan nilai-
nilai kehidupan selama bekerja. Menurut hasil dari survei ada yang mengatakan
bahwa tingkat kedisiplinan bekerja di Korea Selatan cukup tinggi. Tentu, hal tersebut
membawa pengaruh positiv bagi pekerja yang dapat diimplementasikan jika mereka
pulang ke Indonesia.48
Masih banyak lagi cerita yang menggambarkan para TKI yang bekerja di
Korea Selatan menjadi pekerja yang cukup sejahtera. Namun, dibalik cerita tersebut
tentu terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi para TKI selama menjalani
kehidupan di Korea Selatan, terutama pada awal penempatan. Salah satunya adalah
kesulitan dalam komunikasi menggunakan Bahasa yang berbeda.
Sebenernya penguasaan Bahasa pada negara tujuan merupakan hal yang
cukup penting karena penguasaan Bahasa itu sendiri berimbas baik untuk para TKI
dalam menjalankan pekerjaanya. Sebagai contoh para TKI di Korea Selatan, menurut
hasil survei sering mendapatkan kesulitan dalam berbahasa Korea Selatan dan hal
tersebut membuat para pekerja salah paham dalam melaksanakan pekerjaanya.
48
Hasil Survei Kepada Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Korea Selatan melalui Google Form, https://docs.google.com/forms/d/1LJh5cmcI5OWyyS8R1aTJF4txtU5fQlIR6Topig9_uYU/edit#response=ACYDBNicNwcIPUj5I6r1VdjwGQgclyhEPWUN5arYDdltojnoQmsxaZrrIegUzA, diakses pada tanggal 19 Mei 2018.
47
Meskipun para TKI di Korea Selatan ini telah mempelajari Bahasa dan mengikuti
ujian persyaratan, tetapi para TKI masih mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.49
Selain dari kesulitan berbahasa para TKI ini juga mengalami kesulitan dalam
melaksanakan beribadah. Hal tersebut terbukti dalam diskusi antara TKI di Korea
Selatan dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Menurut salah satu TKI
bahwa yang mendapat kemudahan dalam memenuhi hak beribadah seperti shalat lima
waktu dan jumatan hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Hal tersebut mudah
jika, atasannya berbaik hati dan mengizinkannya.
Mendapatkan perizinan dalam memenuhi hak beribadah bukan tanpa alasan,
larangan untuk shalat ini ternyata berasalan mengganggu aktivitas kerja. Hal tersebut
dikarenakan lokasi dari tempat beribadah seperti masjid sangat jarang. Perjalanan dari
tempat kerja hingga ke masjid bisa memakan waktu sampai satu jam.50
Kesulitan-kesulitan yang dialami para TKI ini, tentu akan sangat terasa
mudah di hadapi dengan faktor pendorong untuk memperbaiki taraf hidupnya.
Ditambah lagi dengan faktor upah yang cukup tinggi, kesulitan apapun akan dihadapi
demi memenuhi kepentingannya. Tidak heran juga atas dasar upah yang cukup tinggi
tersebut, menimbulkan permasalahan baru yaitu para TKI menjadi betah untuk
berlama-lama tinggal disana atau dengan kata lain overstay, melanggar izin tinggal
49
Survei Google Form, https://docs.google.com/forms/d/1LJh5cmcI5OWyyS8R1aTJF4txtU5fQlIR6Topig9_uYU/edit#response=ACYDBNicNwcIPUj5I6r1VdjwGQgclyhEPWUN5arYDdltojnoQmsxaZrrIegUzA, diakses pada tanggal 19 Mei 2018
50 Indah Wulandari, TKI Korea Minta PBNU Fasilitasi Pemenuhan Hak Beribadah,
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/09/29/ncn6fq-tki-korea-minta-pbnu-fasilitasi-pemenuhan-hak-beribadah, diakses pada tanggal 22 Mei 2018.
48
atau tenaga kerja yang telah habis masa dari kontrak kerjanya, namun tetap
melakukan pekerjaan di Korea Selatan.
3.4 Persoalan Tenaga Kerja Indonesia Overstay di Korea Selatan.
Indonesia yang merupakan salah satu negara terbesar dalam melakukan
pengiriman warga negaranya untuk bekerja di luar negeri baik atas permintaan negara
tersebut atau inisiatif aktif dari pelaksaan penempatan TKI yang mencari pekerjaan di
luar negeri. Atas dasar banyaknya pengiriman tersebut, tentu menimbulkan
permasalahan baru. Permasalahan klasik yang sering terjadi antara lain menyangkut
legalitas para TKI ini di luar negeri.
Pada dasarnya permasalahan dari TKI illegal ini merupakan masalah yang
rumit dan cukup kompleks untuk di selesaikan. TKI illegal merupakan warga negara
Indonesia yang memilih untuk bekerja di luar neger melalui prosedur penempatan
TKI yang tidak dianjurkan (Non Prosedural). Prosuder yang tidak dianjurkan disini
adalah memalsukan dokumen dan memanipulasi data diri calon TKI dan
mengabaikan prosuder penempatan TKI yang sudah diatur oleh undang-undang serta
ketentuan peraturan lainnya.51
Lebih spesifik mengenai tenaga kerja illegal diungkapkan dalam Forum Sadar
Hukum Indonesia, yang tergolong dalam praktek tenaga kerja illegal adalah:52
51
Apa itu TKI Ilegal, http://info.bnp2tki.go.id/home/info_detail/475, diakses pada tanggal 23 Mei 2018.
52 Forum Sadar Hukum Indonesia, Kiat Meraih Peluang Kerja di Luar Negeri (Jakarta: Niaga
Swadaya, 2009), 110.
49
1. Berangkat ke luar negeri dengan hanya berbekal paspor atau tidak
mempunyai paspor (masuk negara lain secara gelap)
2. Bekerja di luar negeri namun tidak memiliki visa kerja
3. Proses dan prosuder untuk menjadi tenaga kerja legal telah dilalui dengan
baik, namun terdapat satu kesalahan dalam persyaratan atau yang tidak
terpenuhi. Hal ini bila tetap dilanjutkan dan tetap berangkat ke luar negeri,
maka hal ini tergolong sebagai tenaga kerja illegal
4. Tenaga kerja yang bekerja melalui prosuder resmi, namun saat tiba di luar
negeri berpindah tempat kerja, melarikan diri dari majikan tanpa melalui
pengurusan ulang dokumen yang baru
5. Tetap melakukan pekerjaan di luar negeri meskipun masa izin tinggal/izin
bekerja telah habis tanpa memperpanjang dokumen tersebut.
Dalam konteks ini para pekerja TKI overstay di Korea Selatan atau tetap
melakukan pekerjaaan di Korea Selatan meskipun masa izin tinggal/izin bekerja telah
habis tanpa memperpanjang dokumen tersebut. Pada dasarnya TKI dapat dikatakan
overstay karena mereka tinggal/bekerja di suatu negara dengan melibihi batas waktu
yang telah ditentukan dalam dokumen atau visa tanpa melakukan perpanjangan izin
tinggal di negara tersebut.
Sebenarnya banyak faktor yang melatarbelakangi para TKI ini untuk menjadi
overstay, seperti adanya oknum nakal dari Pelaksana Penempatan TKI Swasta
(PPTKIS) atau Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Dalam kasus ini
50
banyak dari PJTKI atau PPTKIS yang menetapkan tarif pemberangkatan yang tidak
sesuai dengan peraturan penempatan tenaga kerja. Hal tersebut tentu, menjadikan
para TKI ini terlibat hutang dan mau tidak mau para TKI ini harus bekerja tanpa
digaji untuk beberapa waktu. Pada akhirnya para TKI ini memustuskan untuk tinggal
lebih lama dari waktu yang diperbolehkan untuk mencari uang tambahan demi
menutupi hutang.53
Faktor lainnya adalah penghasilan yang cukup tinggi. Pada umumnya upah
yang diterima oleh para TKI yang bekerja di luar negeri cukup tinggi. Salah satunya
adalah di Korea Selatan, menurut Ferry Sofwan selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Jawab Barat bahwa gaji para TKI ini dalam sebulan sekitar Rp
14.000.000,00. Gaji tersebut bisa lebih besar jika para TKI bekerja lembur, gaji yang
diterima bisa mencapai Rp 30.000.000,00.54
Dengan penghasilan yang cukup besar, alasan para TKI ini overstay di Korea
Selatan adalah kekhawatiran mereka. Pada umumnya para TKI khawatir untuk pulang
ke Indonesia karena tidak akan mendapatkan penghasilan yang sama dengan di Korea
Selatan. Penghasilan yang cukup tinggi hingga 30 Juta perbulan membuat para TKI
53
Muhammad Arief Iskandar, Keluhan TKI Bagi Presiden Jokowi, https://www.antaranews.com/berita/466980/keluhan-tki-bagi-presiden-jokowi, diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
54 Ai Rika Rachmawati, Gaji TKI di Korea Selatan Rp 30 Juta per Bulan, Berminat?,
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2017/12/03/gaji-tki-di-korea-selatan-rp-30-juta-bulan-berminat-415093, diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
51
ini takut untuk pulang ke Indonesia karena jika pulang, maka mereka tidak akan bisa
mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu hanya sebulan.55
Faktor-faktor tersebut menjadi catatan panjang, alasan para TKI untuk
overstay di Korea Selatan. Ditambah lagi, Korea Selatan sebagai negara yang sangat
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga para TKI disana keamanannya sangat
dijamin. Tidak heran, jika jarang terdengar bahwa para TKI ini mendapatkan
perlakuan yang tidak baik.56
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia perlu untuk
melakukan langkah yang cukup represif untuk menangani permasalahan ini demi
mempertahankan kerjasama antar kedua negara khususnya dalam bidang
ketenagakerjaan.
55
Hasil Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia, M. Aji Surya, pada tanggal 10 Mei 2018, pukul 21.36 WIB.
56 Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan
Amerika, Tenny Johansen, pada tanggal 6 April 2018, pukul 14.39 WIB.
52
BAB IV
UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY
DI KOREA SELATAN PERIODE 2012-2016
4.1 Dampak Tenaga Kerja Indonesia Overstay di Korea Selatan
Sebenarnya setiap orang berhak memiliki kehidupan yang lebih baik dari
sebelumnya, seperti para tenaga kerja. Mereka rela melakukan pekerjaan di negara
lain dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih baik. Termasuk para tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan. Para TKI ini dapat bekerja di Korea
Selatan melalui jalur G to G¸ yaitu perjanjian bilateral antara Korea Selatan dengan
15 negara termasuk Indonesia.
53
Melalui program G to G Indonesia telah menandatangani MoU dengan
pemerintah Korea Selatan untuk menempatkan TKI di Korea Selatan. Menurut data,
dari tahun 2012 hingga tahun 2016 Indonesia telah menempatkan TKI sebanyak
34.400 pekerja di Korea Selatan melalui skema EPS. TKI yang berada di Korea
Selatan ini mendapatkan upah yang cukup besar setiap bulannya bisa mendapatkan
Rp 14.000.000,00. Upah tersebut bisa lebih besar jika para TKI mengambil jatah
lembur, upah yang didapatkan bisa mencapai Rp 30.000.000,00.
Besarnya dari upah yang diterima, penempatan dari TKI di Korea Selatan ini
ternyata mendapat permasalahan baru yaitu para TKI yang tidak ingin pulang ke
Indonesia dan memilih untuk overstay, tetap melakukan pekerjaan di Korea Selatan
meskipun batas waktu izin tinggal telah berakhir. Menurut data dari tahun 2012
hingga tahun 2016, jumlah dari para TKI yang overstay menunjukan angka yang terus
meningkat. Berikut data tersebut:
Tabel 4.1
Data Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea Selatan
Periode tahun 2012 – 2016
No Tahun
Jumlah TKI Overstay di
Korea Selatan
1 2012 6.197
2 2013 6.723
54
3 2014 7.237
4 2015 7.267
5 2016 7.181
Sumber: Korean Immigration Service, 2016.
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa setiap tahun terjadi
peningkatan TKI yang overstay. Dari tahun 2012 TKI yang berstatus overstay
bertambah sebanyak 526, sehingga total di tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak
6.723. Peningkatan itu terus terjadi hingga pada tahun 2015, menunjukan angka
7.267. Namun, pada tahun 2016 terjadi sedikit penurun menjadi 7.181, meskipun
tidak terlalu signifikan.57
Hal tersebut diperkuat dengan informasi dari Imigrasi Korea yang
mengatakan bahwa jumlah TKI yang berstatus overstayer setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Pada tahun 2016 jumlah TKI yang melarikan diri dari pengguna
sehingga menjadi illegal dengan status overstayer mancapai lebih dari 7.000 orang,
sebagian besar merupakan TKI yang berada pada sektor perikanan. Alasan untuk
melarikan diri karena beban kerja yang terlalu berat dan waktu kerja yang terlalu
panjang.58
57
Data dari Sekretaris 1 KBRI Seoul, Mulyadi. 58
Hasil Laporan Pertemuan Bilateral dan Penandatanganan MoU EPS antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea, 5 Desember 2016, Bertempat di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
55
Maraknya permasalahan TKI overstay yang setiap tahunnya makin
meningkat, tentu hal ini menimbulkan dampak tersendiri. Dampak dari banyaknya
TKI overstay yang berada di Korea Selatan adalah menurunnya kuota penerimaan
TKI ke Korea Selatan.59
Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut:60
Tabel 4. 2
Data Kuota Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan
Year Quota TKI
2012 9.900
2013 7.300
2014 6.000
2015 5.800
2016 4.400
Sumber: Ministry of Employment and Labor of Korea, 2016.
Pemerintah Korea akan memberikan kuota bagi para TKI sesuai dengan
penilaian mereka antara lain faktor banyak sedikitnya dari para overstayer. Jika para
TKI overstay ini dianggap sudah terlalu banyak, maka kuota tersebut akan dialihkan
ke negara lain yang telah melakukan perjanjian G to G dengan Korea Selatan seperti
59
Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan Amerika, Tenny Johansen, pada tanggal 6 April 2018, pukul 14.39 WIB.
60 Data dari Sekretaris 1 KBRI Seoul, Mulyadi.
56
Bangladesh, Cambodia, China, Indonesia, Kyrgyzstan, Mongolia, Myanmar, Nepal,
Pakistan, Philippines, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Vietnam dan Uzbekistan.61
Menurut Nusron Wahid, selaku Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), bahwa hal tersebut merupakan
persoalan bagi BNP2TKI dalam meningkatkan jumlah TKI ke Korea Selatan.
Pemerintah Korea Selatan membatasi kuota TKI di Korea Selatan karena masih
banyak para TKI overstay disana. Jika dilihat, penempatan TKI di Korea Selatan
merupakan program G to G yang telah dirintis sejak 2004. Menurut Nusron,
pemerintah Korea Selatan mengancam akan menutup program tersebut jika jumlah
TKI overstay semakin banyak.62
Dalam konteks ini, jika dianalisa dengan kepentingan nasional, Indonesia
berusaha untuk mempertahankan kepentingan ekonominya dengan Korea Selatan
yaitu agar para TKI tetap dapat bekerja di Korea Selatan. Besarnya penghasilan yang
diperoleh para pekerja membuat para pekerja enggan untuk pulang kembali ke
Indonesia. Hal tersebut dapat berdampak buruk bagi Indonesia. Banyak TKI yang
terancam tidak bisa masuk ke Korea Selatan karena masih banyak TKI di negara
tersebut yang tidak bersedia pulang ke tanah air.
61
Hasil Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia, M. Aji Surya, pada tanggal 10 Mei 2018, pukul 21.36 WIB.
62 Tok Suwarto, 7.000 TKI Ilegal di Korea Selatan Hambat Peningkatan Kuota,
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2015/06/28/332783/7000-tki-ilegal-di-korsel-hambat-peningkatan-kuota, diakses pada tanggal 1 Juli 2018.
57
Akibat dari dampak buruk tersebut Indonesia harus mengurangi kuota
pengiriman TKI ke Korea Selatan. Selain dari pengurangan kuota, kerjasama
Indonesia dengan Korea Selatan dalam bidang pengiriman tenaga kerja terancam
dihentikan. Menurut data BNP2TKI bahwa jasa pengiriman uang atau remitansi dari
Korea Selatan dari tahun 2012 hingga 2016 mencapai 920.648.028 USD.63
Tidak
heran melihat dari sumbangan tersebut para TKI sering disebut sebagai pahlawan
devisa.
Selain dapat meningkatkan devisa, para TKI yang bekerja di luar negeri
dinilai penting untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk mengurangi angka
pengangguran yang belum dapat diserap oleh keterbatasan lapangan pekerjaan di
Indonesia. Jika kuota pengiriman tenaga kerja ke Korea Selatan semakin sedikit atau
bahkan diberhentikan, dapat menambah pengangguran baru di Indonesia. Hal tersebut
dapat berdampak buruk bagi negara seperti munculnya permasalahan sosial dan
lainnya.
4.2 Upaya Pemerintah Indonesia Menangani Persoalan Tenaga Kerja
Indonesia Overstay di Korea Selatan.
Pada dasarnya Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja yang cukup
melimpah. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat
63
Dokumen Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2016, BNP2TKI, 2016, 21.
58
setiap tahunnya. Indonesia merupakan negara yang memiliki limpahan bonus
demografi, dengan demikian tidak heran jika banyaknya penduduk berbanding lurus
dengan jumlah lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja Indonesia. Maka dari itu,
pemerintah Indonesia memiliki tugas besar untuk mampu menciptakan lapangan
pekerjaan bagi angkatan kerja baru, jika tidak maka ancaman pengangguran di depan
mata.
Untuk mengatasi permasalahan pengangguran tersebut pemerintah Indonesia
perlu mengambil beberapa langkah demi menekan angka pengangguran, salah
satunya adalah melakukan kerjasama pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Kerjasama tersebut dilakukan oleh beberapa negara salah satunya adalah Korea
Selatan.
Indonesia mulai mengirim tenaga kerja ke Korea Selatan sejak tahun 1994
melalui mekanisme yang disebut dengan Industrial Trainee Program. Namun
sebelumnya, penggunaan nama trainee ini karena saat itu undang-undang
ketenagakerjaan Korea Selatan belum memperbolehkan tenaga kerja asing bekerja di
Korea Selatan. Baru pada tahun 2004 Korea Selatan menerima secara resmi para
tenaga kerja asing ini dengan skema Employment Permit System (EPS).64
Employment Permit System atau sistem izin penempatan kerja merupakan
sistem yang diterapkan oleh Korea Selatan untuk menghapus diskriminasi upah
64
Kementerian Luar Negeri, Hubungan Bilateral, http://www.kemlu.go.id/seoul/id/Pages/HUBUNGAN-BILATERAL.aspx, diakses pada tanggal 1 Juli 2018.
59
antara pekerja asing dan pekerja warga negara Korea Selatan. Di bawah sistem EPS
ini para pekerja mendapatkan upah yang layak di atas upah minimum.65
Namun,
program ini tidak luput dari masalah baru, yaitu adanya tenaga kerja overstay. Para
TKI juga tidak luput dari permasalahan ini.
Permasalahan TKI overstay yang kian marak di Korea Selatan,
menimbulkan dampak tersendiri untuk pengiriman TKI menuju Korea Selatan,
seperti turunnya angka kuota pengiriman hingga terancam di berhentikan pengiriman
tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah Indonesia melalui perwakilannya melakukan
beberapa upaya dengan mengedepankan cara-cara damai yaitu diplomasi, seperti:
1. Program pemutihan.
2. Melakukan kerjasama antara BNP2TKI dengan HRD Korea Selatan
untuk memperkerjakan TKI purna di perusahaan Korea Selatan yang
berada di Indonesia.
3. Memberikan pelatihan dan penyuluhan berwirausaha untuk para purna
TKI.
Program pemutihan atau program pulang sukarela. Indonesia melalui
perwakilannya di Korea Selatan mendesak pihak Korea Selatan untuk memberikan
pengampunan bagi para TKI illegal termasuk para overstayer yang ingin pulang ke
65
Jeon dan Yuwanto, Era Emas Hubungan Indonesia – Korea, 113-114.
60
negara asal.66
Hasilnya pihak pemerintah Korea Selatan bersedia melaksanakan
program pemutihan bagi para TKI overstay di Korea Selatan. Program tersebut
dilaksanakan selama periode Maret – September 2016. Jika melewati batas waktu
tersebut maka diberlakukan peraturan umum seperti black list hingga denda.67
Selain program pemutihan, pemerintah Indonesia melalui BNP2TKI
melakukan kerjasama dengan HRD Korea Selatan mengenai penempatan kerja TKI
purna di perusahaan Korea di Indonesia. Awal dari kerjasama tersebut ditandai
dengan ditempatkannya 120 TKI purna di 34 perusahaan Korea Selatan di Indonesia
pada tahun 2011.
Selanjutnya pada tahun 2012 dan 2013 HRD Korea melakukan pelatihan
pada 90 TKI purna berupa pelatihan Bahasa dan quality control. Pelatihan tersebut
dilakukan kurang lebih selama enam minggu yang kemudian 50 dari 90 TKI purna
dapat dipekerjakan oleh perusahaan Korea yang berada di Indonesia. Adapun
perusahaan-perusahaan Korea di Indonesia yang merekrut TKI purna yaitu,
perusahaan Happy Dream, Power Tech, PT Myungjun Indonesia, Dong A Decal,
Samick Akki, Indoweb, Deok W, Cosmax, dan masih banyak lagi.68
66
Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan Amerika, Tenny Johansen, pada tanggal 6 April 2018, pukul 14.39 WIB.
67 Kementerian Luar Negeri, Konsultasi Konsuler RI – Korea Selatan Bahas TKI Overstay,
https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Konsultasi-Konsuler-RI---Korea-Selatan-Bahas-TKI-Overstayer.aspx, diakses pada tanggal 3 Juli 2018.
68 Maharani, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan dalam Menangani TKI
Overstay di Korea Selatan, 286.
61
Upaya lainnya dalam menangani permasalahan TKI overstay ini adalah
memberikan pelatihan dan penyuluhan bagi para TKI purna. Hal tersebut dilakukan
agar para TKI mau pulang ke Indonesia dan membuka usaha sendiri di negara sendiri.
Kegiatan wirausaha ini dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mengatasi
permasalahan ini sekaligus menjadi pemecahan terhadap permasalahan pengangguran
di Indonesia. Hal ini didukung dengan modal yang dimiliki para TKI, sangat
disayangkan jika tidak dimanfaatkan secara maksimal dengan alasan minim
keterampilan.69
Program dari pembekalan keterampilan melalui pelatihan dan penyuluhan
bagi para TKI purna secara serentak digelar di puluhan kabupaten/kota dengan total
peserta sebanyak 10.500 orang.70
Program tersebut pertama dilaksanakan di Jawa
Barat pada 8-9 dan 16-17 April 2015. Kegiatan tersebut digelar di Kabupaten Garut
dengan dua lokasi yaitu Kecamatan Cisurupan dan Kecamatan Bayombong.
Sedikitnya ada 100 TKI purna yang menghadiri kegiatan ini. Adapun bentuk
pelatihan ini berupa ketahanan pangan yang berfokuskan pada pelatihan budidaya
jamur dan sayuran.71
69
Hasil Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia, M. Aji Surya pada tanggal 10 Mei 2018, pukul 21.36 WIB.
70 Latief, Setelah Pelatihan Pemberdayaan, TKI Purna Harus Jadi Pahlawan Desa,
https://ekonomi.kompas.com/read/2015/10/03/230726226/Setelah.Pelatihan.Pemberdayaan.TKI.Purna.Harus.Jadi.Pahlawan.Desa, diakses pada tanggal 10 Juli 2018.
71 Arief Setyadi, BNP2TKI Bina TKI Purna untuk Berwirausaha,
https://news.okezone.com/read/2015/04/09/337/1131211/bnp2tki-bina-tki-purna-untuk-berwirausaha, diakses pada tanggal 10 Juli 2018.
62
Menurut Nusron Wahid selaku Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bahwa ada tiga aspek penting
dalam membuka wirausaha. Pertama ada barang yang dibuat dan ada yang membuat.
Kedua ada yang membeli barang tersebut. Ketiga adanya akses pendanaan. Program
dari pelatihan dan penyuluhan ini bertujuan untuk para TKI agar dapat mengelola
keuangan dari remitansi untuk pengembangan usaha-usaha produktif bagi
peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.72
Upaya pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan TKI overstay
ini dapat dianalisa dengan menggunakan kerangka pemikiran diplomasi bilateral.
Dalam menggunakan analisa diplomasi bilateral bahwa suatu masalah dapat
diperundingkan dengan negara lain secara lisan maupun tulisan. Selain itu diplomasi
juga dinilai sebagai usaha untuk menciptakan suatu hubungan atau kontak langsung
secara bersahabat yang saling pengertian melalui konsensi timbal balik.
Jika diplomasi diterapkan dalam penelitian ini, maka dapat dijelaskan bahwa
pemerintah Indonesia melalui perwakilan yang berada di Korea Selatan meminta
pihak Korea Selatan untuk memberikan pengampunan bagi para TKI overstay yang
ingin pulang tanpa dikenakan sanksi. Hasilnya pihak Korea Selatan menyetujui
program tersebut yang berdampak pada penurunan para TKI overstay di Korea
Selatan. Merujuk pada data yang disebutkan oleh Korean Immigration Service,
72
Latief, Setelah Pelatihan Pemberdayaan, TKI Purna Harus Jadi Pahlawan Desa, https://ekonomi.kompas.com/read/2015/10/03/230726226/Setelah.Pelatihan.Pemberdayaan.TKI.Purna.Harus.Jadi.Pahlawan.Desa, diakses pada tanggal 10 Juli 2018.
63
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan angka TKI overstay dari
tahun 2015 hingga 2016 sebesar 86 orang.
Untuk itu, dalam penelitian ini menggunakan diplomasi bilateral. Pada
dasarnya diplomasi bilateral lebih menggambarkan pada adanya sebuah diplomasi
yang melibatkan dua negara saling mempengaruhi atau adanya hubungan timbal balik
antara dua pihak. Dalam hal ini dapat dilihat dari kerjasama kedua negara seperti
kerjasama antara BNP2TKI dengan HRD Korea Selatan untuk memperkerjakan TKI
purna di perusahaan Korea Selatan yang berada di Indonesia.
Untuk dapat melaksanakan upaya tersebut tentu harus ada kerjasama dari
kedua negara. Sulitnya mengatasi permasalahan TKI overstay ini karena adanya
faktor yang mempekerjakan para TKI overstay ini. Para TKI tidak akan overstay, jika
tidak ada yang mempekerjakan mereka. Permasalahan semacam ini yang tidak bisa
ditangani oleh satu pihak saja, namun kedua belah pihak.
Maka dari itu, pihak Korea Selatan memberikan sanksi tegas bagi penyedia
kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing atau TKI overstay dengan denda
3.000.000 Korean Won atau sekitar Rp30.000.000, 00. Selain itu, bagi perusahaan
yang tertangkap mempekerjakan tenaga kerja overstay tidak diperbolehkan menerima
pekerja asing selama tiga tahun.73
73
Maharani, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan dalam Menangani TKI Overstay di Korea Selatan, 290.
64
Oleh sebab itu, penanganan masalah ketenagakerjaan ini harus dilakukan
dengan tetap menjaga hubungan baik yang sudah terjalin dari kedua negara. Dengan
adanya hubungan bilateral yang terjalin dengan baik antara Indonesia dan Korea
Selatan, permasalahan tersebut dapat dikoordinasikan melalui upaya diplomasi dan
bentuk kerjasama. Terlebih Indonesia dan Korea Selatan masing-masing saling
mendapatkan keuntungan. Indonesia sebagai negara pengirim dapat meningkatkan
perekonomian negara dengan adanya remitansi, Korea Selatan dapat meningkatkan
produksi dari adanya pekerja asing.
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Skripsi ini telah melakukan penelitian mengenai upaya pemerintah Indonesia
menangani persoalan tenaga kerja Indonesia yang overstay di Korea Selatan periode
2012-2016. Salah satu pencapaian besar yang diraih oleh Indonesia adalah, adanya
kebijakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri mampu mendongkrak pendapatan
devisa terbesar bagi negara. Selain itu, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri
dianggap cukup berhasil dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran
yang ada di Indonesia.
Untuk itu, Indonesia perlu menjalin hubungan dengan beberapa negara dalam
melakukan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, seperti Korea Selatan. Hubungan
bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan diresmikan pada September 1973.
Indonesia sudah mulai mengirimkan tenaga kerja ke Korea Selatan sejak 1994,
namun saat itu pemerintah Korea Selatan belum mengizinkan adanya tenaga kerja
asing. Pemerintah Korea Selatan baru mengizinkan adanya tenaga kerja asing pada
66
2004. Sejak saat itu, Indonesia terus meningkatkan hubungan bilateralnya dengan
Korea Selatan terutama dalam sektor ketenagakerjaan.
Hubungan antara kedua negara meningkat pesat terutama pada masa jabatan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada akhir tahun 2006, pemerintah Indonesia
dan Korea Selatan menandatangani Joint Declaration on Strategic Partnership (3
pilar kerjasama). Salah satu isi dalam perjanjian tersebut, terdapat kerjasama antar
kedua negara dalam sektor ketenagakerjaan. Perjanjian kerjasama tersebut diharapkan
dapat menguatkan hubungan antar kedua negara.
Minimnya sumber daya manusia (SDM) di Korea Selatan, membuat negara
maju tersebut membutuhkan lebihnya tenaga kerja. Korea Selatan menjadi sasaran
bagi pemerintah Indonesia untuk mengirimkan tenaga kerjanya. Mengingat Korea
Selatan dan Indonesia sudah memiliki perjanjian kerjasama tentang ketenagakerjaan.
Menurut data yang dikeluarkan oleh BNP2TKI, sejak 2012 sampai 2016, Indonesia
berhasil menempatkan 40.725 TKI di Korea Selatan.
Dibalik suksesnya penempatan TKI di Korea Selatan, terdapat permasalahan
yang menjadi perhatian dan dapat mempengaruhi hubungan bilateral antar kedua
negara yaitu TKI yang overstay di Korea Selatan. TKI overstay adalah tenaga kerja
Indonesia yang sudah habis masa kerjanya namun tetap melakukan pekerjaan di
Korea Selatan. Hal ini tentu melanggar perjanjian peraturan ketenagakerjaan, padahal
para pekerja hanya diberikan waktu 3 tahun bekerja. Mengutip dari salah satu jurnal
67
penelitian, setiap tahunnya angka TKI yang overstay di Korea Selatan semakin
meningkat, hingga tahun 2014 terdapat 7.237 TKI overstay di Korea Selatan.
Hal ini menjadi masalah yang cukup serius bagi kedua negara. Pemerintah
Korea Selatan akan mengurangi penerimaan tenaga kerja dari Indonesia, bahkan
pemerintah Korea Selatan juga mengancam akan menutup perjanjian kerjasama
dalam sektor ketenagakerjaan apabila persoalan ini tidak dapat diselesaikan. Namun
disisi lain, masih banyak calon tenaga kerja Indonesia (CTKI) yang ingin bekerja di
Korea Selatan. Apabila CTKI tidak berhasil ditempatkan di Korea Selatan, tentu akan
membuat masalah baru bagi Indonesia yang akan berdampak ke angka pengangguran
dan kemiskinan. Persoalan ini menjadi salah satu nilai evaluasi yang serius bagi
pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan upaya demi mempertahankan kepentingan
nasional Indonesia.
Dalam penelitian ini, penulis menemukan 3 upaya diplomasi yang dikeluarkan
oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi TKI overstay yang berada di Korea
Selatan. Pertama, program pemutihan. Dalam program ini, pemerintah Korea Selatan
memberikan amnesty kepada para TKI illegal termasuk TKI yang overstay di Korea
Selatan. Pemerintah Korea Selatan memberikan waktu 6 bulan yaitu Maret-
September 2016, jika melewati batas waktu tersebut maka akan diberlakukan denda
dan sistem blacklist.
Kedua, melakukan kerjasama antara BNP2TKI dengan HRD Korea Selatan
untuk memperkerjakan para TKI purna di perusahaan Korea Selatan yang berada di
68
Indonesia. Hingga tahun 2013, tercatat 50 TKI purna dapat bekerja di perusahaan
Korea Selatan yang berada di Indonesia.
Ketiga, memberikan pelatihan dan penyuluhan bagi para TKI. Upaya ini
dilakukan agar para TKI berkemauan untuk pulang dan bisa membuka usaha sendiri.
Upaya ini juga cukup efektif karena dapat mengatasi masalah pengangguran dan
dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kerangka pemikiran kepentingan
nasional dan diplomasi bilateral sebagai dasar dalam menjawab pertanyaan masalah.
Dalam menganalisa masalah penulis menemukan poin-poin kesamaan dengan 2
kerangka pemikiran tersebut. Jika dilihat menggunakan teori kepentingan nasional,
Korea Selatan merupakan peluang bagi tenaga kerja Indonesia untuk mengurangi
angka kemiskinan dan pengangguran yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, jika
hubungan antar kedua negara terganggu maka kepentingan nasional Indonesia pun
akan terganggu. Dalam menagani masalah TKI overstay pemerintah Indonesia wajib
menciptakan beberapa upaya diplomasi kepada Korea Selatan agar hubungan
kerjasama antar kedua negara tidak renggang.
Jika dilihat menggunakan teori diplomasi bilateral, Indonesia melakukan
diplomasi kepada pemerintah Korea Selatan agar para TKI illegal termasuk TKI
overstayer ini dapat pulang tanpa dikenakan sanksi. Selain itu lembaga BNP2TKI dan
HRD Korea Selatan juga melakukan kerjasama untuk memperkerjakan para TKI
69
purna di perusahaan Korea Selatan yang berada di Indonesia. Hal ini tentu saja
merupakan salah satu upaya guna mengurangi TKI overstay di Korea Selatan.
Skripsi ini menyimpulkan, upaya yang dilakukan untuk mengurangi TKI
overstay yang berada di Korea Selatan cukup menunjukan proses yang baik. Hal ini
dibuktikan dengan adanya penurunan tingkat angka TKI overstay di Korea Selatan
setelah adanya upaya diplomasi tersebut.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Azmy, Ana Sabhana. 2012. Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah
Kebijakan Perlindungan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
2004-2010. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Forum Sadar Hukum Indonesia. 2009. Kiat Meraih Peluang Kerja di Luar Negeri.
Jakarta: Niaga Swadaya
Kusumohamidjojo, Budiono. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi
Analitis. Jakarta: Bina Cipta.
Lamsuri, Mohamad, Samsul Hadi dan Mutrofin. 2011 Metode Riset Evaluasi.
Yogyakarta: Lakbang Grafika.
Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nasution, Nazaruddin. 2016. Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia. Depok:
Yayasan Bina Insan Cita.
Parikesit, Tirtawening, Sulistyowati Irianto, Titiek Kartika, dkk. 2011. Akses
Keadilan dan Migrasi Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochammad Yani. 2011. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods: Cara Menggabung Riset Kuantitatif dan
Riset Kualitatif Secara Benar. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Setiawan Santan K, 2010, Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Yuwanto dan Je Seong Jeon. 2014. Era Emas Hubungan Indonesia – Korea. Jakarta:
Buku Kompas.
xiv
Jurnal
Adharinalti. 2012. Perlindungin Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar
Negeri. Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 1 No. 1.
Astawa, I Dewa Rai. 2006. Aspek Perlindungan Hukum Hak-Hak Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro.
Geerards, Imanuella Tamara. 2008. Tindakan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah
Arab Saudi dalam Menangani Permasalahan TKI di Arab Saudi. Universitas
Airlangga, Vol. 21 No. 4.
Kim, Min Ji. 2015. The Republic of Korea’s Employment Permit System (EPS):
Background and Rapid Assessment, Thesis University of Oxford.
Madian, Mischa Guzel. 2012. Analisa Kerjasama Indonesia – Korea Selatan dalam
Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-X, Tesis, FISIP UI.
Maharani, Siva Anggita. 2016. Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan
dalam Menangani TKI Overstay di Korea Selatan. Universitas Diponegoro,
Vol.2 No.4.
Muhammad, Tauvik dan Gita F. Lingga. 2011. Perkembangan Ketenagakerjaan di
Indonesia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Noveria, Mita. 2017 Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migrasi Internasional: Kasus
Pekerja Migran Asal Desa Sukorejo Wetan, Kabupaten Tulungagung, Jurnal
Kependudukan Indonesia, Vol. 12 No. 1.
Nuechterlein, Donald E. 1976. National Interests and Foreign Policy: A Conseptual
Framework for Analysis and Decision-Making, Bristish Journal of International
Studies, Vol. 2 No. 3.
Pratiwi, Yunita Wahyu. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi
Internasional Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri tahun 2007: Studi Kasus
Tenaga Kerja Indonesia Asal Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat,
Skripsi, Universitas Sebelas Maret.
Prihantika, Ayona Adita. 2012. Faktor Keberhasilan Perlindungan TKI Yogyakarta
di Korea Selatan. UMY FISIP.
Purwanti, Desty. 2013. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani
Permasalahan PRT di Arab Saudi Tahun 2006 – 2012. Skripsi, FISIP UIN.
xv
Subhan, Hadi. 2012. Perlindungan TKI Pada Masa Pra Penempatan, Selama
Penempatan Dan Purna Penempatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia.
Sukamdi. 2007. Memahami Migrasi Pekerja Indonesia ke Luar Negeri, Universitas
Gadjah Mada, Vol.18 No.2.
Sukowati, Sunawar. 2011. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar
Negeri Menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas
Negeri Semarang.
Syarief, Muhammad Nizar. 2016. Kerjasama Indonesia – Korea Selatan di Bidang
Manufaktur, Skripsi, FISIP UNHAS.
Dokumen
Dokumen Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2014,
BNP2TKI, 2014.
Internet
Hubungan Bilateral RI – Korsel. http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/indokor.
Hubungan Bilateral. http://www.kemlu.go.id/seoul/id/Pages/HUBUNGAN-
BILATERAL.aspx.
Di Korea Selatan Pekerjaan TKI Paling Banyak Disukai,
http://www.bnp2tki.go.id/read/10303/Di-Korea-Selatan-Pekerjaan-TKI-Paling-
Banyak-Disukai.
Linangkung, Erfanto. TKI Terancam Tak Bisa Masuk Korea Selatan karena
Overstay. http://daerah.sindonews.com/read/902431/22/tki-terancam-tak-bisa-
masuk-korea-selatan-karena-overstay-1410942971.
Sejarah Penempatan TKI Hingga BNP2TKI.
http://www.bnp2tki.go.id/frame/9003/Sejarah-Penempatan-TKI-Hingga-
BNP2TKI.
xvi
Korean Cultural Center. Tujuan Pendirian, http://id.korean-
culture.org/id/6/contents/341.
Pengumuman Tambahan Pembuatan Soal Tes Terkait dengan Bidang Pekerjaan
dalam Tes Kemampuan Bahasa Korea.
http://www.bnp2tki.go.id/read/10808/PENGUMUMAN-TAMBAHAN-
PEMBUATAN-SOAL-TES--TERKAIT-DENGAN--BIDANG-PEKERJAAN--
DALAM-TES-KEMAMPUAN-BAHASA-KOREA-CBT-KHUSUS-.html.
Pengumuman Penting Proses Penempatan ke Korea Program G to G.
http://www.bnp2tki.go.id/read/9969/PENGUMUMAN-PENTING-PROSES--
PENEMPATAN-KE-KOREA-PROGRAM-G-TO-G.html.
Apa itu TKI Ilegal. http://info.bnp2tki.go.id/home/info_detail/475.
Iskandar, Muhammad Arief. Keluhan TKI Bagi Presiden Jokowi.
https://www.antaranews.com/berita/466980/keluhan-tki-bagi-presiden-jokowi
Rachmawati, Ai Rika. Gaji TKI di Korea Selatan Rp 30 Juta per Bulan, Berminat?,
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2017/12/03/gaji-tki-di-korea-selatan-
rp-30-juta-bulan-berminat-415093.
Suwarto, Tok. 7.000 TKI Ilegal di Korea Selatan Hambat Peningkatan Kuota,
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2015/06/28/332783/7000-tki-ilegal-di-
korsel-hambat-peningkatan-kuota.
Latief. Setelah Pelatihan Pemberdayaan, TKI Purna Harus Jadi Pahlawan Desa,
https://ekonomi.kompas.com/read/2015/10/03/230726226/Setelah.Pelatihan.Pe
mberdayaan.TKI.Purna.Harus.Jadi.Pahlawan.Desa
Setyadi, Arief. BNP2TKI Bina TKI Purna untuk Berwirausaha,
https://news.okezone.com/read/2015/04/09/337/1131211/bnp2tki-bina-tki-
purna-untuk-berwirausaha,
Lampiran 1 Transkrip Wawancara dengan Tenny Johansen
WAWANCARA PERTAMA
Transkrip Wawancara dengan Informan 1 Tenny Johansen
Jabatam : Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan
Amerika
Hari/Tanggal : 6 April 2018
Akbar : Assalamualaikum, terimakasih pak sebelumnya telah menyempatkan
waktunya, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai permasalahan TKI
overstay di Korea Selatan
Tenny : Silahkan tanyakan apa yang diperlukan
Akbar : Apa alasan dari para pekerja Indonesia memilih Korea Selatan negara tujuan
untuk bekerja, selain penghasilan yang cukup besar?
Tenny : Korea Selatan merupakan salah satu negara yang menjungjung tinggi Hak
Asasi Manusia, termasuk para pekerja lokal maupun pekerja asing.
Akbar : Apakah sistem kerja di Korea Selatan memiliki sistem yang cukup ketat?
Tenny : Sebenarnya tidak terlalu ketat, pada dasarnya kita bekerja pasti harus sesuai
dengan kontrak kerja yang tertera. Jadi kalo dibilang ketat, engga juga karena kita
harus sesuai dengan kotrak tersebut.
Akbar : Apakah permasalahan TKI overstay ini cukup penting untuk diatasi?
Tenny : sangat penting, karena semakin banyak TKI dengan status overstay di Korea
Selatan, maka dapat mempengaruhi kuota pengiriman TKI kesana.
Akbar : Sejauh ini, apakah pihak Korea Selatan telah menurunkan angka kuota
tersebut?
Tenny : Sudah, dapat dilihat nanti data-data akan menyusul. Saya akan kasih kontak
yang bisa dihubungi mengenai data-data ini.
Akbar : Upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani
permasalahan ini?
Tenny : Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Korea menanggulangi
permasalahan ini dengan cara memberikan pemutihan dokumen untuk para TKI yang
ingin pulang ke Indonesia tanpa dikenakan sanksi. Namun, kembali lagi, kebijakan
ini ternyata masih memiliki respon yang kurang dari para TKI disana. Selain program
pemutihan, pemerintah Indonesia meminta kepada pemerintah Korea Selatan untuk
menindak atau mensanksi para pengguna jasa yang mempekerjakan TKI overstay.
Akbar : Sejauh ini, apakah ada upaya lain untuk menangani permasalahan ini?
Tenny : Cuman itu yang dapat saya berikan informasinya, mungkin untuk dapat lebih
jelasnya bisa didapatkan di beberapa media atau narasumber lainnya.
Akbar : Baiklah, terimakasih banyak pak untuk waktunya.
Lampiran 2 Transkrip Wawancara dengan M. Aji Surya
WAWANCARA KEDUA
Transkrip Wawancara dengan Informan 2 M. Aji Surya
Jabatan : Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul, Korea
Selatan
Hari/Tanggal : 10 Mei 2018
Akbar : Assalamualaikum, terimakasih pak sebelumnya telah menyempatkan
waktunya, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai permasalahan TKI
overstay di Korea Selatan
Aji : Iya, tidak apa-apa silahkan tanyakan yang diperlukan
Akbar : Apa alasan dari para pekerja Indonesia memilih untuk overstay di Korea
Selatan?
Aji : Alasannya adalah, jika para pekerja ini pulang ke indonesia, maka mereka
takut tidak dapat menghasilkan penghasilan yang sama seperti di Korea Selatan.
Selain itu, para pekerja menganggap, jika mereka pulang mereka tidak bisa menjadi
wirausaha. Hal tersebut dikarenakan, mereka hanya memiliki mental pekerja bukan
pengusaha. Selain itu para pekerja kita telah memiliki lifestyle yang berubah.
Akbar : Maksud dari lifestyle yang telah berubah seperti apa?
Aji : Iya biasa mereka dengan kehidupan yang serba kecukupan tiba-tiba pulang
ke Indonesia dengan kehidupan yang dikatakan pas-pasan tentu mereka tidak akan
mau pulang ke Indonesia. Diibaratkan orang kaya takut untuk jatuh miskin.
Akbar : Bagaimana posisi TKI ini dibandingkan dengan tenaga kerja asing lainnya?
Aji : Sebenernya TKI kita ini sama saja dengan pekerja asing lainnya atau sama
saja dengan para pekerja lokal.
Akbar : Apakah ada keistimewaan dari para TKI dimata pengguna disana?
Aji : Berdasarkan hasil survei yang telah kita lakukan, para TKI ini dikenal
dengan rajin, terus para TKI ini relative penurut. Tetapi, para TKI ini memiliki
kekurangan yaitu Bahasa.
Akbar : Apa dampak dari banyaknya pekerja TKI overstay bagi kerjasama Indonesia
dengan Korea Selatan?
Aji : jika para TKI overstay ini sudah melebihi batas yang ditentukan, maka kuota
akan dialihkan ke negara lain. Namun, untuk batasan tersebut sebenernya tidak dapat
ditentukan, karena yang berhak menentukan dari pihak pemerintah Korea. Jadi,
jumlah TKI overstay dapat mempengaruhi kuota pengiriman untuk angkatan kerja
selanjutnya.
Akbar : Bagaimana peran perwakilan Indonesia dalam melakukan diplomasinya
demi mempertahankan kuota pengiriman tenaga kerja Indonesia?
Aji : Pertama adalah perwakilan kita memberikan penyadaran publik, bahwa para
pekerja setelah kontraknya habis maka disegerakan untuk pulang. Kedua adalah
memberikan pelatihan berwirausaha, jadi ketika mereka pulang ke Indonesia, mereka
siap untuk menjadi berwirausaha. Ketiga adalah perwakilan kita disana terus
berkoordinasi dengan HRD Korea untuk memberikan sanksi bagi mereka yang
mempekerjakan TKI illegal termasuk overstay.
TKI Overstayer in Korea :
Year E - 9 E - 10 Total Overstayer
2012 4,744. 649. 6,197.
2013 5,048. 752. 6,723.
2014 5,317. 836. 7,237.
2015 5,102. 935. 7,269.
2016 4,841. 965. 7,181.
2017 4,816. 1,066. 7,626.
2018 Mar. 4,890. 1,068. 7,734.
Source : Korea Immigration Service
Quota TKI for Korea
Year Quota TKI
2012 9,900
2013 7,300.
2014 6,000.
2015 5,800.
2016 4,400.
2017 5,200
2018 4,300.
Source : Ministry of Employment and Labor of Korea
It means Quota TKI (Korea can receive maximum No. of TKIs by EPS), 1. It does not mean total number of TKIs entered Korea,
2. The reason is by selection of job seeker (K. Company), who select TKIs.
3. Quota TKI is only for Manufacturing field. (Fishery field does not have a quota for each country).