Transcript

(ha'a~an)CID@ Plekleran Rak"[email protected]'

• Sabtuo Senin o Selasa o Mingguo Rabu o Kamis 0 Jumet

2 318 19

4 520

ONov OQesOPeb oMar OApr OMei eJun 0 Jul 0 Ags

6 721 22

8 9 10 1123 24 ® 26

12 1327 28

14 15 1629 30 31

OSep OOkt

UN untuk MengukurKualitas Pendidikan

Oleb ELVINARO ARDIANTO

U JIAN Nasional (UN)sekolah dasar, sekolahmenengah pertama,

dan sekolah menengah atasbisa saja tetap dilakukan. Akantetapi, penyelenggaraannyabukan untuk kelulusan,melainkan hanya mengambilsampel yang representatif disetiap daerah agar pemerintahbisa melihat kualitas pen-didikan dasar sampai mene-ngah atas. Untuk kelulusanujian tetap di masing-masingsekolah, yang mengetahui be-tul prestasi belajar para murid-nya.Memang mekanisme pe-

rubahan penilaian kelulusanUN tahun ini adalah gabungannilai UN dan prestasi lokal disekolah. Mekanisme kelulusanini lebih baik dibandingkandengan tahun sebelumnya,ketika kelulusan para siswa di-tentukan UN saja. KelemahanUN adalah hanya menguji as-pek kognisi (pengetahuan),sedangkan afeksi (sikap) danpsikomotor atau keterampilantidak diuji. Agak naifbilamanasekolah kejuruan hanya diukurkognisi saja dalam UN. .Sebaiknya, sekolah kejuman

dinilai pula psikomotor atauketerampilannya dalam UN,seperti bagaimana siswa keju-man informatika merakit lap-top, kejuruan otomatif merakitatau membuat sistem injectiondalam otomotif, bagaimana

sekolah kejuruan listrik mem-buat lampu hemat energi,bagaimana kejuman tata bogamendesain baju untuk butik,dan lain-lain. Dalam UNtahun-tahun sebelumnyaketerampilan para siswa itutidak pernah diuji.Sebaiknya, UN tahun depan

hanya untuk mengukur kuali-tas pendidikan nasional,bukan untuk kelulusan.Kelemahan nilai UN ternyatatidak otomatis menjadi tiketmasuk kuliah ke perguruantinggi negeri dan swasta. Siswatetap saja harus mengikuti teslagi yang dilakukan pengelolauniversitas itu. Sia-sialah nilaiUN karena dipandang sebelahmata oleh lembaga pendidikantinggi.Menurut penulis, UN yang

sudah berlangsung selama inijustru membuat panik dan ce-

mas guru dan orang tua siswakarena ketatnya kelulusan.Dengan pola penilaian baru,semoga UN bukan untukmembuat daerah-daerah ce-mas, tetapi kesejukanlah yanglebih dikedepankan.Tahun-tahun sebelumnya,

dampak penyelengara UNmembuat hampir semua seko-lah menyelenggarakan acarazikir (berdoa) bersama disekolah-sekolah agar bisamenghadapi UN tenang dandapat lulus dengan baik. Se-cara logika tak ada kaitan lang-sung antara zikir massal (afek-si/perasaan) dengan UN (ra-siu/nalar/berpikir). Jadi UNmembuat kekhawatiran yangbersifat massal, padahal pe-merintah sudah begitu sering"menularkan virus" yangmembuat kepanikan secaramassal. Sebagai contoh, sub-stitusi minyak tanah denganbahan bakar gas, yangtabungnya tidak berkualitas,terjadi ledakan dan yangmenimbulkan korban rakyat,kasus korupsi di eksekutif danlegislatif, dan lainnya.Konon, UN di negara maju

bukan untuk kelulusan, tetapimereka hanya mengambil se-jumlah sampel yang represen-tatif dari polulasi sekolah yangada, baik SD, SMP, dan SMA.Mereka hanya ingin melihatbahwa mutu pendidikanmenengah ke bawah di negaraitu masih baik, sedang, atausudah merosot.Seharusnya Indonesia bela-

Kliping Humas Onpad 2011

jar ke sejumlah negara maju,yang sistem pendidikan dankualitas outcome lulusannyasangat bagus, yang ternyatatidak memilih UN sebagaikelulusan siswa.

Menurut hemat penulis, UNke depan bukan untuk kelulus-an, tetapi ambil saja sejumlahsampel dari populasi sekolahdi Indonesia untuk melihatmutu atau kualitas pendidikanmenengah ke bawah masihsangat bagus, bagus, atau su-dah kurang bagus. Penulislebih ekstrem lagi, UN hanyauntuk uji kualitas pendidikannasional sehingga dananyabisa dirampingkan. Sementaradana sisa UN digunakan un-tuk memperbaiki sarana danprasana sekolah menengah kebawah, terutama di Indonesiabagian timur.

Penulis, sebagai salah satuasesor Badan Akreditasi Na-sional Perguruan Tinggi (BAN-PT) sering melakukan kun-jungan ke luar Jawa. Jan-gankan fasilitas sekolah mene-ngah ke bawah, ternyata untukperguruan tinggi pun masihada yang tertinggal dibanding-kan dengan perguruan tinggidi Jawa. Walaupun demikian,penulis tidak menutup mata,ada juga perguruan tinggi yangsarana dan prasarana bagus.

Kembali kepada UN tadi,saya mengajak semuakomponen bangs a ini untukmelihat dan melaksanakansesuatu yang lebih kompre-hensif dan tidak parsial. Bila-

man a ada suatu kebijakanhendak diberlakukan, seyo-gianya lakukan dulufactfind-ing ke lapangan, agar memili-ki data dan fakta yanglengkap sehingga kebijakanitu sesuai dengan aspirasirakyat atau masyarakat. Jan-gan sampai suatu kebijakandibuat di belakang meja.

Dahulu di perguruan tinggimuncul kebijakan tentangkurikulum nasional, yangberdampak terhadap terki-kisnya kurikulum lokal atauspesialis yang akan mencetakprofesi tertentu yang memangdibutuhkan oleh pengguna-/perusahaan/lembaga lulus-an. Ternyata kurikulum na-sional itu dibuat di belakangmeja oleh para profesor seba-'gai think tank di DirektoratJendral Pendidikan Tinggi,tanpa melakukanfactfinding,dalam bentuk hearing ke per-guruan-perguruan tinggi, tiba-tiba muncul kurikulum na-sional yang tidak berdasar ke-butuhan tiga pilar pendidikan,yakni masyarakat perguruantinggi, masyarakat profesi,masyarakat pengguna.

Akhir tulisan ini, kalau me-mang UN masih menjadikomponen kelulusan siswadengan digabung nilai sekolahakan diberlakukan, itu lebihbaik dari penilaian sebelum-nya. Semoga. ***

Penulis, dosen Jurusan Il-mu Humas Fikom dan Pas-casarjana Unpad.


Top Related