LAPORAN PENELITIAN
KAJIAN PENYUSUNAN DATA BASE
PENATAAN DAERAH
DI KABUPATEN BANDUNG
Oleh:
Dr. A. Widanarto., Drs. M.Si
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
2014
TAHUN 2014
i
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Kajian Penyusunan Data Base Penataan Daerah di
Kabupaten Bandung, dilatarbelakangi oleh pengkajian potensi daerah dalam rangka
mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi daerah yang
dipersyaratkan untuk mengetahui kemungkinan penataan wilayah di Kabupaten
Bandung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
menentukan pilihan terbaik bagi Pengembangan dan Penataan Kewilayahan di
Kabupaten Bandung. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran tingkat kemampuan daerah dalam mengimplementasikan otonomi
daerah, dan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan dan penataan seluruh
wilayah di Kabupaten Bandung untuk dilakukan pengembangan dan penataan di
tingkat kecamatan. Penelitian ini merupakan aplikasi model pengukuran dan
evaluasi terhadap kemampuan potensi yang akan mendiskripsikan dan
mengeksplanasikan tingkat kekuatan atau pengaruh variabel yang diamati terhadap
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, untuk meningkatkan penyelenggaraan
pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi.
Melalui pendekatan ini dapat diketahui secara obyektif dan mendalam
tingkat kemampuan potensi yang dimiliki kecamatan dalam penyelanggaraan
pemerintahan melalui pengukuran terhadap indikator dan sub indikator dari
berbagai variabel yaitu: demografi, orbitasi, pendidikan kesehatan, prasarana
ibadah, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran
politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pertanian, perikanan, peternakan,
ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, sosial masyarakat, dan aspek
pemerintahan.
Data primer dan sekunder diambil dari 31 (tigapuluh satu) kecamatan di
Kabupaten Bandung, berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Suatu
kecamatan dapat dimekarkan jika kecamatan memiliki potensi dalam interval
tinggi (1.008 ≤ TS < 1.680). Dapat dimekarkan dengan syarat jika potensinya
dalam interval (644 ≤ TS < 1.008), dan dinyatakan tidak lulus atau ditolak
untuk dimekarkan jika masing-masing kecamatan hanya mencapai total skor
kurang dari 644.
Hasil penilaian dan pengukuran terhadap potensi kecamatan di Kabupaten
Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut : Skoring data sekunder monografi
desa terhadap 31 kecamatan yang akan dimekarkan diperoleh hasil bahwa
terdapat 14 (empat belas) kecamatan dalam kategori layak dimekarkan yaitu,
kecamatan: Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek,
Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot,
Bojongsoang, dan Cileunyi.
ii
ABSTRACT
The title of this research was A Study of the Creation of a Database for an
Arrangement of Localities in Bandung District. Its background was a study of local
potentials in attempt to measure and evaluate the variables or criteria of the local
potentials required to know a possible arrangement of localities in Bandung
District.
The research results were expectedly useful as a material in determining the
best choice for the Regional Development and Arrangement in Bandung District.
The objective of the research was to obtain a description on the capacity of
localities in implementing regional autonomy, and to know the possibility of
development and arranging the whole localities in Bandung District to perform
development and arrangement in kecamatan (sub district) level. The research was
an application of measurement and evaluation models to the capacity of the
potentials that describe and explain the strength level or effect of the observed
variables on the success of governmental implementation, in order to enhance the
implementation of public services, development, and democratization.
By the approach, it could be found out objectively and deeply the capacity
of the potensials that the sub-distric possess in implementing governance by
measuring the indicators and sub-indicators of some variables, namely:
demography,orbitation, health education, religious facility, sport facility,
transportation, communication, public lighting, political awareness, security and
social order, agriculture, fishoing, husbandry, labor, social-cultural, community
economy, social community, and administrative aspects.
Both primary and secondary data were obtained from 31 (thirty one) sub-
districs in Bandung District, in form of qualitative and quantitative data. A sub-
district might be split if it owns potentials at a high interval (1.008< TS<1.680). It
might be split on condition that its potentials were at an interval of (644< TS<
1.008), and decided as fail or rejected to be split if a sub-district achieved a total
score of less than 644.
The evaluation and measurement results of the potentials of sub-district in
Bandung District could be explained as follows: The scoring of village
monographic secondary data on the 31 sub-districs to be split produced a result
that there were 14 (fourteen) sub-districts falling into a category of being feasible
to split, namely: Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek,
Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot,
Bojongsoang, and Cilaunyi.
iii
KATA PENGANTAR
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah
diganti oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
bahwa Otonomi Daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam undang-undang
tersebut antara lain adalah untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah
dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu cara mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat
adalah dengan membuat pusat-pusat pelayanan di tingkat kecamatan yang di
dahului dengan pemecahan beberapa kecamatan, agar daya jangkau pelayanannya
menjadi optimal. Di Kabupaten Bandung ada keinginan untuk melakukan
pemekaran kecamatan dengan maksud meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Adapun Kajian Penyusunan Database Penataan Daerah yang
dilakukan di Kabupaten Bandung meliputi 31 (tiga puluh satu) kecamatan.
Penyusunan Database Penataan Daerah yang dilakukan dalam bentuk
pemekaran kecamatan dengan harapan rentang kendali pemerintahan akan menjadi
lebih optimal dan institusi pelayanan menjadi lebih dekat dengan masyarakat,
terjaminnya rasa ketenteraman dan ketertiban, dan mampu mempercepat
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemekaran kecamatan diharapkan akan
berdampak positif bagi peningkatan dan pemerataan pembangunan serta pelayanan
umum.
Hasil laporan akhir ini pada dasarnya masih sangat jauh dari harapan dan
kami mengharapkan masukan dari kawan-kawan. Oleh karena itu pada
tempatnyalah apabila kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
iv
telah membantu kajian ini dari awal sampai akhir. Ucapan terima kasih dan
penghargaan saya sampaikan kepada :
1. Bupati Bandung beserta jajarannya yang telah memberikan kepercayaan untuk
menyelenggarakan penelitian ini;
2. Para Camat dan Perangkat Kecamatan se-KabupatenBandung.
3. Para surveyor.
Disadari bawah laporan akhir penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan
dan banyak kekurangan. Saran dan masukan yang bersifat membangun saya terima
untuk perbaikan.
Semoga rekomendasi hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi
Pemerintah Kabupaten Bandung dalam upaya peningkatan dan pemerataan
pembangunan dan pelayanan umum kepada masyarakat
Bandung, April 2014.
Peneliti,
Dr. Drs. A. Widanarto.,M.Si.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian...................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 7
1.3 Manfaat danTujuan Penelitian ............................................. 8
1.4 Kerangka Pemikiran ............................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 14
2.1. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut UU
No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 ............................... 14
2.1.1. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan
Menurut UU No. 22/1999 ............................... 14
2.1.2. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut
UU No. 32/2004 .......................................................... 16
2.2. Teori tentang Rentang Kendali Dalam Organisasi .................... 19
2.2.1. Definisi Azas Rentang Kendali Dalam Organisasi ......... 19
2.2.2. Penerapan Rentang Kendali Dalam Manajemen ........... 22
2.2.3. Memahami Hubungan Antara Rentang Kendali Dengan
Efektivitas Manajemen Pemerintahan Kecamatan
Melalui Pendekatan Sistem ......................................... 23
2.3. Teori Tentang Pemberian Pelayanan Umum ............................. 26
2.4. Kebijakan Tentang Pemekaran Kecamatan ............................... 29
vi
2.5. Organisasi Kecamatan ............................................................... 33
2.6. Tugas dan Wewenang Camat ................................................... 38
2.7. Pendelegasian dan Penarikan Kewenangan ................................ 42
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 50
3.1 Pendekatan Penelitian .......................................................... 50
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................ 50
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 51
3.4 Operasionalisasi Variabel .................................................... 51
3.5 Teknik Pengolahan Data ...................................................... 54
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 60
4.1 Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung .......... 60
4.1.1 Potensi Wilayah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung 60
4.1.2 Potensi Wilayah Kecamatan Rancabali Kab. Bandung...... 64
4.1.3Potensi Wilayah Kecamatan Pasirjambu K. Bandung.... 66
4.1.4 Potensi Wilayah Kecamatan Cimaung Kab. Bandung... 69
4.1.5 Potensi Wilayah Kecamatan Pangalengan Kb. Bandung 72
4.1.6 Potensi Wilayah Kecamatan Kertasari Kab. Bandung .. 75
4.1.7 Potensi Wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung 78
4.1.8 Potensi Wilayah Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung.. 81
4.1.9 Potensi Wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung 84
4.1.10 Potensi Wilayah Kecamatan Cikancung Kab. Bandung 87
4.1.11 Potensi Wilayah Kecamatan Cicalengka Kab.Bandung 90
4.1.12 Potensi Wilayah Kecamatan Nagreg Kab. Bandung ... 93
4.1.13 Potensi Wilayah Kecamatan Rancaekek K Bandung .. 96
4.1.14 Potensi Wilayah Kecamatan Majalaya Kb. Bandung... 98
4.1.15 Potensi Wilayah Kecamatan Solokanjeruk K Bandung 101
4.1.16 Potensi Wilayah Kecamatan Ciparay Kab. Bandung... 104
vii
4.1.17 Potensi Wilayah Kecamatan Baleendah Kab. Bandung....... 107
4.1.18 Potensi Wilayah Kecamatan Arjasari Kab. Bandung .......... 110
4.1.19 Potensi Wilayah Kecamatan Banjaran Kab. Bandung......... 114
4.1.20 Potensi Wilayah Kecamatan Cangkuang Kab. Bandung...... 117
4.1.21 Potensi Wilayah Kecamatan Pamengpeuk Kab. Bandung... 120
4.1.22 Potensi Wilayah Kecamatan Katapang Kab. Bandung.......... 123
4.1.23 Potensi Wilayah Kecamatan Soreang Kab. Bandung .......... 126
4.1.24 Potensi Wilayah Kecamatan Kutawaringin Kab. Bandung... 128
4.1.25 Potensi Wilayah Kecamatan Margaasih Kab. Bandung....... 131
4.1.26 Potensi Wilayah Kecamatan Margahayu Kab. Bandung........ 135
4.1.27 Potensi Wilayah Kecamatan Dayeuhkolot Kab. Bandung ... 137
4.1.28 Potensi Wilayah Kecamatan Bojongsoang Kab. Bandung.... 140
4.1.29 Potensi Wilayah Kecamatan Cileunyi Kab. Bandung.......... 144
4.1.30 Potensi Wilayah Kecamatan Cilengkrang K Bandung......... 146
4.1.31 Potensi Wilayah Kecamatan Cimenyan Kab Bandung........ 149
4.2. Pemetaan Kecamatan di Kabupaten Bandung ............................................ 154
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 158
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 158
5.2. Saran ........................................................................................... 158
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 160
LAMPIRAN ......................................................................................................... 162
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Variabel/kriteria ........ 56
Tabel 3.2. Variabel /Kriteria di atas rata-rata dengan skor 3,6 dengan
kategori potensi cukup ........................................................... 57
Tabel 3.3. Kategori dan PilihanTindakan ............................................... 58
Tabel 4.1. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciwidey
Kabupaten Bandung ............................................................... 60
Tabel 4.2. Prioritas Potensi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung .. 63
Tabel 4.3. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancabali
Kabupaten Bandung ............................................................... 64
Tabel 4.4. Prioritas Potensi Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung 66
Tabel 4.5. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pasirjambu
Kabupaten Bandung ............................................................... 67
Tabel 4.6. Prioritas Potensi Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung 69
Tabel 4.7. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimaung
Kabupaten Bandung ............................................................... 70
Tabel 4.8. Prioritas Potensi Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung . 72
Tabel 4.9. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung ............................................................... 73
Tabel 4.10. Prioritas Potensi Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung ................................................................................. 75
Tabel 4.11. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kertasari
Kabupaten Bandung ............................................................... 76
Tabel 4.12. Prioritas Potensi Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung . 78
Tabel 4.13. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pacet Kabupaten
Bandung ................................................................................. 79
Tabel 4.14. Prioritas Potensi Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung ....... 81
Tabel 4.15. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ibun Kabupaten
Bandung ................................................................................. 82
Tabel 4.16. Prioritas Potensi Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung ........ 83
Tabel 4.17. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Paseh Kabupaten
Bandung ................................................................................. 84
Tabel 4.18. Prioritas Potensi Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung ...... 86
Tabel 4.19. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cikancung
Kabupaten Bandung ............................................................... 87
Tabel 4.20. Prioritas Potensi Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung 89
ix
Tabel 4.21. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung ............................................................... 90
Tabel 4.22. Prioritas Potensi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung 92
Tabel 4.23. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Nagreg Kabupaten
Bandung ................................................................................. 93
Tabel 4.24. Prioritas Potensi Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung .... 95
Tabel 4.25. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancaekek
Kabupaten Bandung ............................................................... 96
Tabel 4.26. Prioritas Potensi Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung 98
Tabel 4.27. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Majalaya
Kabupaten Bandung ............................................................... 99
Tabel 4.28. Prioritas Potensi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung . 101
Tabel 4.29. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Solokanjeruk
Kabupaten Bandung ............................................................... 102
Tabel 4.30. Prioritas Potensi Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten
Bandung ................................................................................. 104
Tabel 4.31. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciparay Kabupaten
Bandung ................................................................................. 105
Tabel 4.32. Prioritas Potensi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung ... 107
Tabel 4.33. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung ............................................................... 108
Tabel 4.34. Prioritas Potensi Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung 109
Tabel 4.35. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung ............................................................... 111
Tabel 4.36. Prioritas Potensi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung ... 113
Tabel 4.37. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung ............................................................... 114
Tabel 4.38. Prioritas Potensi Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung . 116
Tabel 4.39. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cangkuang
Kabupaten Bandung ............................................................... 117
Tabel 4.40. Prioritas Potensi Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung 119
Tabel 4.41. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pamengpeuk
Kabupaten Bandung ............................................................... 120
Tabel 4.42. Prioritas Potensi Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten
Bandung ................................................................................. 122
Tabel 4.43. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Katapang
Kabupaten Bandung ............................................................... 123
Tabel 4.44. Prioritas Potensi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung 125
x
Tabel 4.45. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung ............................................................... 126
Tabel 4.46. Prioritas Potensi Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung... 128
Tabel 4.47. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kutawaringin
Kabupaten Bandung ............................................................... 129
Tabel 4.48. Prioritas Potensi Kecamatan Kutawaringin Kabupaten
Bandung ................................................................................. 131
Tabel 4.49. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margaasih
Kabupaten Bandung ............................................................... 132
Tabel 4.50. Prioritas Potensi Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung 134
Tabel 4.51. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margahayu
Kabupaten Bandung ............................................................... 135
Tabel 4.52. Prioritas Potensi Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung 137
Tabel 4.53. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Dayeuhkolot
Kabupaten Bandung ............................................................... 138
Tabel 4.54. Prioritas Potensi Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung ................................................................................. 140
Tabel 4.55. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Bojongsoang
Kabupaten Bandung ............................................................... 141
Tabel 4.56. Prioritas Potensi Kecamatan Bojongsoang Kabupaten
Bandung ................................................................................. 143
Tabel 4.57. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cileunyi
Kabupaten Bandung ............................................................... 144
Tabel 4.58. Prioritas Potensi Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung .. 146
Tabel 4.59. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cilengkrang
Kabupaten Bandung ............................................................... 147
Tabel 4.60. Prioritas Potensi Kecamatan Cilengkrang Kabupaten
Bandung ................................................................................. 149
Tabel 4.61. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung ............................................................... 150
Tabel 4.62. Prioritas Potensi Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung 152
Tabel 4.63. Rangkuman Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten
Bandung ................................................................................. 153
Tabel 4.64. Pemetaan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung ........ 154
Tabel 4.65. Perbandingan Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten
Bandung ................................................................................. 156
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Masyarakat memerlukan pemerintah karena banyak bagian penting dari
kebutuhannya yang tidak dapat dipenuhi oleh organisasi lain seperti organisasi
swasta profit maupun organisasi non profit. Organisasi swasta profit akan gagal
memenuhi kebutuhan masyarakat menyangkut eksternalitas dan barang publik.
Begitu pula halnya dengan organisasi swasta non profit hanya mampu
memberikan pelayanan dalam skala kecil dan sederhana, serta terbatas pada
lapisan masyarakat tertentu.
Organisasi pemerintah selain memiliki misi menyelenggarakan
pelayanan publik, juga memiliki misi lainnya, seperti fungsi pengaturan
kehidupan masyarakat, baik menyangkut pengaturan persaingan maupun
pengaturan terhadap perlindungan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat
Rasyid (dalam Widodo, 2001:269) yang menyatakan bahwa :
Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi
untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan
dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama. Karenanya birokrasi
publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan
publik yang baik dan profesional. Pandangan umum mengakui bahwa
pemerintahan yang sentralistik semakin kurang populer, karena
ketidakmampuannya untuk memahami secara tepat nilai-nilai daerah
atau sentimen aspirasi lokal. Alasannya, warga masyarakat akan lebih
aman dan tentram dengan pemerintah daerah yang lebih dekat dengan
rakyat, baik secara fisik maupun psikologis. Dewasa ini dampak dari
globalisasi telah merubah lingkungan kehidupan manusia dari berbagai
aspek, masyarakat semakin cerdas dan kritis terhadap segala perubahan
yang terjadi. Kondisi ini pada gilirannya menuntut pemerintah dapat
menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat (Public Service)
dapat dilaksanakan secara responsif dan aspiratif.
Pemerintah dimaksud adalah pemerintah daerah (local government) yang
menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Pemerintah
2
daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai
badan eksekutif daerah”. Pemerintah daerah inilah yang diberi kewenangan untuk
melaksanakan otonomi daerah. Hal ini sejalan dengan pendapat Common, Flynn
and Melon (1992:139) yang menyatakan Bahwa “…… one of It’s main
recommendations was to give much greater autonomy to managers at the local
level”. Namun kedekatan posisi saja belumlah menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat, karena yang lebih penting adanya hal dan kewenangan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan masyarakatnya.
Menurut Rasyid (1997), salah satu cara untuk mendekatkan pemerintah
kepada masyarakat adalah dengan menerapkan kebijakan desentralisasi,
sedangkan Riwu Kaho (1988) menyatakan bahwa “sebagai akibat dari
pelaksanaan desentralisasi timbullah daerah otonom”
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, bahwa daerah otonom
adalah “kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ndraha (2001) menyebutkan bahwa ada lima posisi daerah yaitu : (1)
sebagai masyarakat hukum, (2) sebagai unit usaha ekonomi, (3) sebagai suatu
lingkungan budaya, (4) sebagai satuan lingkungan, dan (5) sebagai subsistem
politik.
Dengan demikian akan semakin tepat bila desentralisasi tersebut
diselenggarakan oleh daerah sehingga masyarakat akan lebih dekat dengan
pemerintah yang akan sering terjadi kontak baik secara fisik maupun psikologis.
Daerah yang wilayahnya terlalu luas akan menyulitkan jangkauan pemerintah
untuk melayani masyarakatnya, daerah yang demikianlah yang perlu ditata
(pemekaran) menjadi beberapa daerah sehingga rentang kendali menjadi semakin
dekat dan pelayanan kepada masyarakat menjadi terjangkau, karena rentang
kendali dan proporsi perlakuan dan tindakan pelayanan yang tidak seimbang
adalah embrio awal untuk pembentukan suatu daerah otonom baru bukanlah
karena nuansa politis.
3
Konsekuensi dari penataan (pemekaran) daerah secara praktis akan terjadi
perubahan struktur organisasi pemerintahan, perubahan luas wilayah yang diikuti
dengan perubahan batas-batas wilayah dan perubahan jumlah penduduk.
Perubahan ini akan berimplikasi terhadap perubahan-perubahan lain yang lebih
esensial, khususnya dalam upaya pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Penataan (Pemekaran dan Penggabungan) daerah dalam hal ini dapat
dipandang sebagai upaya pengembangan organisasi untuk menghadapi berbagai
tantangan perkembangan jaman dan tuntutan pelayanan dari masyarakat minimal
optimal terhadap pelayanan kebutuhan dasar manusia (basic Need) seperti
pendidikan dan kesehatan. Organisasinya diharapkan dapat menyesuaikan diri
dengan melakukan perubahan-perubahan berencana yang selanjutnya dapat
menjamin optimalisasi dan efektifitas pelaksanaan fungsi pemerintahan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Sadu Wasistiono (2001) bahwa tujuan organisasi
pemerintahan daerah dibentuk adalah (1) untuk melayani kepentingan masyarakat
sebagai warga yang berposisi sebagai konsumen (Customer) dan pemegang saham
(stakeholders) dan (2) adanya misi tertentu yang harus dijalankan dalam rangka
pencapaian tujuan, bukan hanya sekedar menjalankan perundang-undangan.
Perubahan struktur organisasi dan rentang wilayah provinsi yang diikuti
dengan pengurangan jumlah kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan akan
berimplikasi terhadap perubahan rentang kendali pimpinan organisasi. Rentang
pengawasan yang dilaksanakan aparat akan lebih sempit dibanding sebelum
penataan (pemekaran), sehingga aparat mempunyai kesempatan yang lebih
banyak untuk memberikan perhatian dan pengendalian terhadap sumber daya
manusia dan sumber daya alam diwilayahnya. Pada hakekatnya pelayanan kepada
masyarakat tidaklah semata-mata aktivitas pemerintah. Keberhasilan jalannya
pemerintahan dan pembangunan justru memerlukan keterlibatan masyarakat.
Begitu pula keberhasilan penataan (pemekaran) daerah juga perlu didukung oleh
masyarakat termasuk pengawasan yang dijalankan masyarakat yang disebut
pengawasan sosial. Ramses (2003) mengatakan bahwa “pemekaran wilayah atau
tepatnya membagi suatu daerah otonom menjadi beberapa daerah, bertujuan untuk
4
mendekatkan dan mengoptimalkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat,
mempercepat pertumbuhan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah tersebut. Partisipasi masyarakat akan meningkat karena
akses yang lebih terbuka serta pengawasan yang lebih efektif karena wilayah
pengawasan relatif lebih sempit”.
Perubahan luas wilayah atau batas-batas daerah membawa konsekuensi
terhadap jangkauan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat karena
peluang terjadinya gangguan pada saluran komunikasi dapat diperkecil. Dengan
semakin dekatnya jarak antara wilayah provinsi dengan kabupaten maupun
provinsi dengan kecamatan dan provinsi dengan kelurahan maka informasi dari
provinsi akan cepat sampai kepada masyarakat baik di kabupaten, kecamatan
maupun desa/kelurahan.
Struktur dan luas wilayah yang lebih sempit berimplikasi juga pada
aktifitas koordinasi struktur dengan unit organisasi yang ramping sesuai dengan
prinsip “ramping struktur kaya fungsi” dengan demikian koordinasi yang
dilakukan akan lebih mudah. Menurut Kristiadi (dalam Lotulung, 1994) bahwa
keuntungan organisasi ramping antara lain : (1) pelayanan kepada masyarakat
akan menjadi lebih baik karena prosedur lebih pendek dan pengambilan keputusan
lebih cepat, (2) komunikasi antar tingkatan manajemen menjadi lebih lancar, dan
(3) koordinasi akan menjadi lebih lancar.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dimensi utama yang
menjelaskan efektif tidaknya penataan (pemekaran) daerah adalah pengawasan,
komunikasi, dan koordinasi yang kesemuanya turut menentukan terhadap tingkat
pelayanan masyarakat. Semakin jauh penduduk dari pusat pemerintahan, semakin
kecil memperoleh sentuhan pelayanan. Permintaan terhadap pelayanan semakin
meningkat menuntut pusat-pusat pemerintahan memperluas daerah layanannya.
Akan tetapi pusat-pusat pelayanan memiliki keterbatasan (radius) jangkauan,
sehingga diperlukan pusat-pusat pelayanan lain yang dapat memenuhi kebutuhan
pelayanan masyarakat. Dengan demikian dengan adanya penataan (pemekaran)
daerah berarti menambah pusat-pusat pemerintahan sehingga pelayanan dapat
5
menjangkau wilayah-wilayah pemukiman yang sebelumnya terpencil dan
pelayanan pemerintah dapat tersentuh secara merata ke seluruh masyarakat yang
pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi daerah yang luas, nyata
dan bertanggung jawab. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pada Bab I Pasal 1 huruf 5 dikemukakan bahwa “Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Implementasi kebijakan desentralisasi berdasarkan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 telah berlangsung sejak Januari 2001, hingga saat ini
hampir 6 (enam) tahun (setelah dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 Tahun
2004), telah banyak ditetapkan berbagai undang-undang tentang penataan daerah
(baik pemekaran/pembentukan provinsi, kabupaten dan kota).
Dalam perjalanan implementasi kebijakan otonomi daerah sejak
dikelurakannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 hingga digantinya
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, telah banyak dilakukan pembentukan
daerah otonom baru. Hal ini dapat dimaklumi karena pemekaran/pembentukan
daerah dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan organisasi pemerintah kepada
masyarakat. Melalui pemekaran/pembentukan daerah diharapkan tujuan kebijakan
otonomi daerah seperti peningkatan pelayanan, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat dapat terwujud.
Adanya aspirasi yang berkembang yang menghendaki dilakukannya
pengembangan dan penataan daerah di Kabupaten Bandung perlu mendapat
respon dari berbagai pihak terutama dari jajaran DPRD Kabupaten sebagai wakil
rakyat dan pemerintah daerah. Hal ini seiring dengan penjelasan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 bahwa penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat
khususnya membuka isolasi wilayah adminsitrasi Kabupaten Bandung sebagai
6
satu kesatuan masyarakat hukum, unit usaha ekonomi, lingkungan budaya, satuan
lingkungan, dan sebagai subsistem politik dari Provinsi Jawa Barat.
Persoalannya apakah aspirasi yang muncul ini dapat menjamin
peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di
Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Untuk kepentingan tersebut perlu terlebih
dahulu dilakukan pengkajian terhadap potensi dan masalah yang ada di Provinsi
Jawa Barat Khususnya di Kabupaten Bandung, sekaligus menggali aspirasi
masyarakat.
Pengkajian kemungkinan pengembangan dan penataan kewilayahan
(Daerah otonom) di Provinsi Jawa Barat khususnya pengembangan dan penataan
kewilayahan Kabupaten Bandung sejalan dengan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 Pasal 4 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “pembentukan daerah
dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang
bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”.
Salah satu prosedur pembentukan/pemekaran daerah menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 jo. PP Nomor 78 Tahun 2007 bahwa ada
kemauan politik dari pemerintahan daerah dan masyarakat yang bersangkutan.
Di samping itu pengkajian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi syarat
lainnya, seperti tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 jo
PP Nomor 78 Tahun 2007 bahwa pemekaran daerah dapat dilakukan berdasarkan
kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah
penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah. Dalam penjelasan peraturan pemerintah
dimaksud disebutkan pula bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan
penggabungan daerah otonom memerlukan penilaian dengan menggunakan
indikator yang tersedia.
Sehubungan dengan hal di atas, diperlukan pengkajian potensi daerah
dalam rangka mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi daerah
yang dipersyaratkan untuk mengetahui kemungkinan penataan wilayah di Provinsi
Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung melalui penelitian mendalam terhadap
“Kajian Penyusunan Data Base Penataan Daerah Kabupaten Bandung”
7
1.2. Perumusan Masalah
Penataan/Pembentukan suatu daerah otonom setidaknya harus memenuhi
syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administrasi untuk
provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota
yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk
dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sedangkan syarat
administrasi untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/
kota dan bupati/walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan
Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Adapun syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan
daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial
budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan keamanan dan
faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, sedangkan
syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan
provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten dan
4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan
prasarana pemerintahan.
Selain itu, dalam penjelasan Pasal 4 ayat (4) Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 disebutkan bahwa pemekaran suatu daerah menjadi 2 (dua) daerah
atau lebih setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan,
untuk provinsi adalah 10 tahun, kabupaten/kota 7 tahun sedang kecamatan 5
tahun.
Dalam konteks upaya pengembangan dan penataan wilayah di Provinsi
Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung, permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah potensi wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung dalam
mengimplementasikan otonomi daerah ?
2. Bagaimana pemetaan kecamatan di Kabupaten Bandung, sebagai peluang
untuk pemekaran kecamatan ?
Masalah penelitian dibatasi dengan fokus Peraturan Pemerintah Nomor
129 Tahun 2000 jo PP Nomor 78 Tahun 2007 berupa pengukuran dan penilaian
8
terhadap variabel yang merupakan persyaratan pembentukan dan kriteria
pemekaran daerah, meliputi kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk/kependudukan, luas wilayah dan pertimbangan
lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah seperti faktor
keamanan, ketersediaan sarana pemerintahan, dan rentang kendali.
1.3. Manfaat dan Tujuan Kegiatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan
bagi DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk menentukan
pilihan terbaik bagi Pengembangan dan Penataan Kewilayahan di Kabupaten
Bandung.
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk Mengetahui gambaran tingkat kemampuan daerah Khususnya
Kabupaten Bandung dalam mengimplementasikan otonomi daerah;
2. Untuk Mengetahui kemungkinan pengembangan dan penataan seluruh
wilayah di Kabupaten Bandung untuk dilakukan pengembangan dan
penataan di tingkat Kecamatan (pemekaran Kecamatan);
1.4. Kerangka Pemikiran
Penelitian penataan dan pengembangan Kabupaten Bandung akan dibagi
secara bertahap sesuai kerangka pemikiran sebagai berikut :
1. Pengembangan dan penataan di tingkat Desa (Pemekaran Desa)
Tujuan Kebijakan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokratisasi,
keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat
dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9
Sejalan dengan itu, maka otonomi daerah ditempatkan secara utuh pada
daerah kabupaten/kota, dan pemberian kewenangan otonomi kepada daerah
kabupaten/kota didasarkan kepada asas desentralisasi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.
Tercapainya tujuan kebijakan otonomi daerah, sangat ditentukan oleh
tingkat kemampuan desa/kelurahan sebagai unit pemerintahan terkecil dan
terdekat dengan masyarakat dalam pemberian pelayanan umum, penyelenggaraan
pembangunan dan peningkatan demokratisasi.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa desa dapat
dibentuk di wilayah kecamatan dengan perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah. PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa lebih lanjut menetapkan
bahwa pembentukan desa baru wajib memperhatikan jumlah penduduk, luas
wilayah, sosial budaya, potensi kelurahan, sarana dan prasarana pemerintahan. PP
tersebut diperjelas dengan Permendagri yang mengatur tentang Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan Desa.
Ketentuan tersebut membuka peluang untuk membentuk desa baru
dengan cara pemecahan desa sepanjang ada aspirasi masyarakat dan pembentukan
desa dapat memenuhi tujuan berupa terciptanya efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi pada unit
pemerintahan terkecil.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka diperlukan pengukuran dan
penilaian terhadap potensi desa yang dimiliki dan dapat digunakan untuk menjadi
dasar layak tidaknya pembentukan desa baru.
Hasil pengukuran memperhatikan faktor utama yang terdiri dari
akumulasi jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga dan faktor pendukung
yang merupakan jumlah skor tertentu dari tingkat kemampuan potensi yang
merupakan dasar penilaian apakah suatu desa layak atau tidak untuk dipecah.
Penilaian tingkat kemampuan potensi dalam rangka pemecahan Desa adalah
penilaian terhadap potensi desa induk dan rencana pembentukan desa. Hasil
penilaian dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) tingkatan hasil penilaian, yaitu
10
lulus/layak, lulus bersyarat/cukup layak dan tidak lulus/tidak layak. Hasil
penilaian yang merupakan rekomendasi kebijakan adalah sebagai berikut :
1) Jika calon desa induk dan calon desa pemecahan memenuhi syarat menurut
faktor utama dan lulus/layak menurut faktor pendukung, maka pilihan
tindakan yang diambil adalah diusulkan pemecahan desa atau pembentukan
desa baru;
2) Jika calon desa induk dan calon desa pemecahan memenuhi syarat menurut
faktor utama dan lulus bersyarat/cukup layak atau tidak lulus/tidak layak
menurut faktor pendukung, maka pilihan tindakan yang diambil adalah
diusulkan pemecahan desa atau pembentukan desa baru, diikuti dengan
pengembangan potensinya menuju lulus/layak dalam jangka waktu
tertentu;
3) Jika salah satu calon desa induk dan calon desa pemecahan tidak
memenuhi syarat menurut faktor utama dan lulus/layak, lulus
bersyarat/cukup layak atau tidak lulus/tidak layak menurut faktor
pendukung, maka tidak dapat diusulkan pemecahan desa atau
pembentukan desa baru.
2. Pengembangan dan penataan di tingkat Kecamatan (Pemekaran
Kecamatan)
Tujuan Perbaikan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat, pengembangan kehidupan demokratisasi, keadilan, dan pemerataan,
serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan menurut UU No. 32 Tahun 2004, tujuannya adalah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Sejalan dengan itu, maka otonomi daerah ditempatkan secara utuh pada
Daerah Kabupaten/Kota, dan pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah
11
Kabupaten/Kota didasarkan kepada asas desentralisasi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.
Tercapainya tujuan otonomi daerah, sangat ditentukan oleh tingkat
kemampuan wilayah kerja kecamatan sebagai salah satu unit pemerintahan
terdekat dengan masyarakat dalam pemberian pelayanan umum, penyelenggaraan
pembangunan dan peningkatan demokratisasi. Pemekaran kecamatan bertujuan
untuk menciptakan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan umum,
pembangunan dan demokratisasi. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka
diperlukan pengukuran dan penilaian terhadap potensi kecamatan yang dimiliki
dan dapat digunakan untuk menjadi dasar layak tidaknya pemekaran kecamatan.
Adapun potensi yang dianggap reliabel dalam rangka pemekaran
kecamatan dapat diukur dan dinilai pada 19 (sembilan belas) variabel penelitian
antara lain demografi, orbitrasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana olah
raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, politik, kamtibmas, pertanian,
perikanan, peternakan, kehutanan, pertambangan, ketenagakerjaan, sosial budaya,
ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat dan aspek pemerintahan.
Hasil pengukuran adalah jumlah skor tertentu dari tingkat kemampuan
potensi yang merupakan dasar penilaian apakah suatu kecamatan layak atau tidak
untuk dimekarkan. Penilaian tingkat kemampuan potensi dalam rangka pemekaran
kecamatan adalah penilaian terhadap potensi kecamatan induk dan kecamatan
rencana pemekaran. Hasil penilaian potensi dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga)
tingkatan hasil penilaian, yaitu tinggi, cukup, dan rendah.
Hasil penilaian yang merupakan rekomendasi kebijakan adalah
sebagai berikut :
1. Jika kecamatan induk dan kecamatan yang akan dibentuk potensinya tinggi,
maka pilihan tindakan yang diambil adalah mengusulkan pemekaran
kecamatan;
2. Jika kecamatan induk dan kecamatan yang akan dibentuk potensinya Cukup,
maka pilihan tindakan yang diambil adalah melakukan pemekaran kemudian
diikuti dengan pengembangan potensi dalam jangka waktu tertentu misalnya
12
minimal 3 atau 5 tahun untuk dievaluasi. Jika tidak memenuhi persyaratan
dalam waktu tersebut, maka dapat diusulkan untuk digabung kembali dengan
kecamatan induk;
3. Jika kedua unit pemerintahan atau salah satu unit pemerintahan dimaksud
potensinya rendah, maka pilihan tindakan yang diambil adalah menunda
pemekaran kecamatan. Bagi kecamatan yang potensinya rendah disarankan
untuk melakukan pembinaan potensi menuju kategori cukup, dan setelah
potensinya cukup diadakan pengembangan potensi hingga layak untuk
diadakan pemekaran kecamatan. Namun, bila potensi kecamatan sangat
rendah maka tidak dapat dilakukan pemekaran kecamatan.
Selain itu, pembentukan kecamatan juga harus memperhatikan aspirasi
masyarakat yang berkembang. Jika hasil survey menunjukkan lebih dari 50%
masyarakat menghendaki pembentukan kecamatan baru, maka pemekaran dapat
dilakukan. Demikian juga, bila hasil survey tentang pelayanan kepada masyarakat
menunjukkan lebih dari 50% menjawab bahwa pelayanan kepada masyarakat
buruk atau rendah, maka pemekaran kecamatan dapat dilakukan.
Jika dicermati pola pengembangan kewilayahan di atas, tampaknya untuk
mendukung terwujudnya good governance (kepemerintahan yang baik) perlu
dilakukan kajian yang bersifat strategis yaitu Kajian Penyusunan Data Base
Penataan Daerah Kabupaten Bandung.
13
Bagan 1.
Kerangka Pemikiran
Tahap I Pengembangan dan Penataan wilayah
di Tingkat Desa/Kelurahan
Pemekaran Desa/Kelurahan
Aspiran
Masyarakat
Potensi
Wilayah
Tingkat pelayaanan
dan ketersediaan
layanan
Tahap II Pengembangan dan Penataan wilayah di
Tingkat Kecamatan
Pemekaran Kecamatan
Aspiran
Masyarakat
Potensi
Wilayah
Tingkat pelayaanan
dan ketersediaan
layanan
Peningkatan kesejahteraan
masyarakat
14
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut Undang–Undang
Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004
2.1.1. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut Undang –
undang Nomor 22 Tahun 1999
Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah menawarkan perubahan yang signifikan dalam
sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Dikatakan demikian karena undang-
undang tersebut merupakan “kontra-konsep” terhadap undang-undang yang lama
karena adanya perbedaan filosofi serta paradigma yang mendasarinya. Secara
garis besar menurut Sadu Wasistiono (2005:4) perubahan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Dari filosofi “keseragaman” berubah menjadi filosofi “keanekaragaman dalam
kesatuan. Berdasarkan filosofi ini, daerah diberi kebebasan yang luas untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
b. Dari paradigma administratif yang mengutamakan daya guna dan hasil guna
pemerintahan menjadi paradigma demokratisasi, partisipasi masyarakat serta
pelayanan.
c. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan
berubah menjadi pelayan masyarakat.
d. Dari dominasi eksekutif (executive heavy) berubah ke arah dominasi
legislative (legislative heavy).
e. Pola otonomi yang digunakan adalah a-simetris, menggantikan pola otonomi
simetris.
f. Pengaturan terhadap desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas
dan seragam secara nasional.
15
g. Penggunaan pendekatan “besaran dan isi otonomi” (size and content
approach) dalam pembagian daerah otonom, menggantikan pendekatan
berjenjang (level approach).
Berbagai perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah sebagaimana dikemukakan di atas, mencakup pula perubahan mengenai
kedudukan kecamatan dan camat. Dalam Pasal 1 huruf (m) Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa : “Kecamatan adalah wilayah kerja
Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota”. Pasal tersebut
menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu sebagai berikut :
1) Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan seperti pada masa
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, melainkan wilayah kerja. Sebagai
wilayah kerja, kecamatan bukan lagi wilayah kekuasaan dari camat tetapi
areal tempat camat bekerja.
2) Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, bukan lagi
kepala wilayah administrasi pemerintahan seperti masa Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974. Konsekuensi logisnya, camat bukan lagi penguasa
tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan.
Perubahan tersebut diatur lebih tegas di dalam pasal 66 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999. Pada ayat (1) disebutkan bahwa : “Kecamatan merupakan
perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala
Kecamatan”. Pada ayat (2) dikemukakan pula bahwa : “Kepala Kecamatan
disebut Camat”.
Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, diatur pula
tentang Kecamatan. Pada Pasal 120 ayat (2) dikemukakan bahwa : “ Perangkat
Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan”.
Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan camat membawa
dampak pada kewenangan yang dijalankan oleh camat. Karena bukan lagi kepala
wilayah, camat tidak memiliki kewenangan atributif sebagaimana diatur pada
pasal 80 dan 81 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, kecuali diatur lebih lanjut
16
dalam peraturan perundang-undangan lainnya di luar undang-undang. Di dalam
Pasal 66 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dikemukakan bahwa :
“Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/
Walikota”, artinya kewenangan yang dijalankan oleh camat merupakan
kewenangan delegatif yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Delegasi kewenangan
tersebut dari pejabat (Bupati/Walikota) kepada pejabat (Camat). Luas atau
terbatasnya delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota kepada camat sangat
bergantung pada keinginan politis dari Bupati/ Walikota bersangkutan.
2.1.2. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ternyata tidak berusia panjang.
Setelah dijadikan hukum positif selama lima tahun, undang-undang tersebut
diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Secara esensi menurut
Sadu Wasistiono, perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 antara lain :
1. Menggunakan filosofi keanekaragaman dalam kesatuan.
2. Paradigma politik yang digunakan adalah dalam rangka demokratisasi,
pemerataan dan keadilan.
3. Penambahan paradigma ekonomi dengan menekankan pada daya saing daerah
dalam menghadapi persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat.
4. Penambahan paradigma administrasi dengan menekankan pada perlunya
efektivitas dan efisiensi.
5. Memberi tekanan pada pelayanan masyarakat sebagai fokus utama untuk
mencapai hasil berupa kesejahteraan rakyat.
6. Prinsip otonomi yang digunakan adalah otonomi yang seluas-luasnya, nyata
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keseimbangan hubungan antar
pemerintahan. Digunakan prinsip desentralisasi berkesimbangan.
17
7. Perubahan pendekatan kewenangan menjadi pendekatan urusan
pemerintahan dalam pengalokasian kekuasaan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
Sedangkan esensi perubahan pada kecamatan, kelurahan dan desa dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengaturan Mengenai Kecamatan
Perubahan pengaturan mengenai kecamatan berdasarkan UU Nomor 32 Tahun
2004 secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kecamatan secara eksplisit dinyatakan sebagai perangkat daerah
Kabupaten/Kota.
b. Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah.
c. Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan, meliputi :
1). mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2). mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
3) mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan;
4) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
5) mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
6) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan.
7) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa
atau kelurahan.
d. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota dari PNS yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
18
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kecamatan lebih
banyak menjalankan fungsi mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang ada di
kecamatan, selain menjalankan fungsi - fungsi operasional yang didelegasikan
oleh Bupati/Walikota kepada Camat.
2. Pengaturan Mengenai Kelurahan
Perubahan pengaturan mengenai kelurahan berdasarkan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Lurah memperoleh pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota;
b. Lurah mempunyai tugas lainnya, selain yang berasal dari pelimpahan
wewenang Bupati/Walikota, meliputi :
1) pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan ;
2) pemberdayaan masyarakat ;
3) pelayanan masyarakat ;
4) penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum ; dan
5) pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
c. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari PNS yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Dalam melaksanakan tugasnya, Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/
Walikota melalui Camat.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Kelurahan lebih
banyak menjalankan fungsi pelaksanaan yang bersifat operasional, dengan
kewenangan yang didelegasikan secara langsung dari Bupati/Walikota tanpa
melalui Camat (seperti pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999).
3. Pengaturan Mengenai Desa
Perubahan pengaturan mengenai desa berdasarkan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
19
a. Desa di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan
statusnya menjadi Kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah Desa
bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
b. Sekretaris Desa diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan
Pengangkatannya dilakukan secara bertahap
c. Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa, dengan
suara terbanyak (simple majority).
d. Pemilihan Kepala Desa dapat menggunakan hukum adat setempat,
sepanjang hukum adat tersebut masih berlaku.
e. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
f. Badan Perwakilan Desa (BPD) diganti dengan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dengan fungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala
Desa, serta menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
g. Pendapatan Desa yang penting adalah bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah Kabupaten/Kota serta bagian dari dana perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota, bukan hanya
sekedar bantuan seperti yang diatur di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999.
2.2. Teori tentang Rentang Kendali dalam Organisasi
2.2.1. Definisi Asas Rentang Kendali dalam Organisasi
Rentang kendali merupakan salah satu asas yang diperlukan untuk
menjalankan organisasi. Untuk memberikan kesamaan pandangan mengenai
pengertian rentang kendali, perlu terlebih dahulu dikemukakan beberapa definisi.
Fred Luthhans (1981:452) mendefinisikan ”rentang kendali sebagai
jumlah bawahan yang secara langsung melapor kepada atasan”. Luthans tidak
memberikan batasan mengenai berapa jumlah optimal dari bawahan yang melapor
kepada pimpinan tersebut.
20
Chris Argyris (1960:13) menulis bahwa prinsip pengendalian
menyatakan bahwa efisiensi administrasi dapat ditingkatkan dengan membatasi
rentang kendali dari seorang pimpinan dengan membatasi rentang kendali dari
seorang pimpinan dengan tidak lebih dari lima atau enam bawahan yang bekerja
secara berkait.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa rentang kendali atau rentang
manajemen adalah jumlah bawahan yang secara langsung bertanggungjawab
kepada seorang atasan tertentu.
Mengenai batasan luasnya rentang kendali dalam suatu organisasi
ternyata terdapat perbedaan pendapat para ahli. Barkdull (Stoner, 1986a:355)
tidak memberikan batasan yang pasti mengenai luasnya rentang kendali yang
optimal, tetapi menyebutkan adanya tujuh faktor yang dipandang mempengaruhi
rentang manajemen yaitu :
1. kesamaan fungsi yang disupervisi;
2. jarak geografis dan fungsi yang disupervisi;
3. kerumitan fungsi yang disupervisi;
4. arahan dan pengendalian yang diperlukan bawahan;
5. koordinasi yang diperlukan supervisor;
6. perencanaan yang diperlukan supervisor;
7. bantuan organisasi yang diterima supervisor.
Berbeda dengan pendapat di atas, Pfiffner dan Sherwood (1961:315)
secara jelas mengemukakan bahwa jumlah orang-orang yang diawasi berkembang
antara 12 sampai 20 orang. Tetapi kepemimpinan eksekutif akan berjalan lebih
baik dengan kelompok yang lebih kecil.
Sedangkan Pariata Westra dan kawan-kawan (1977:315) menyebutkan
bahwa rentang kontrol untuk satuan utama berkisar antara 3-10 orang bawahan
sedangkan untuk satuan lanjutan berkisar antara 10-20 orang bawahan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cukup sulit untuk
menentukan secara tepat mengenai berapa banyak dan luasnya rentang kendali
21
yang harus dijalankan oleh seorang manajer. Untuk itu Herbert A. Simon (Pfiffner
& Sherwood, 1961:154-155) mengungkapkan mengenai rentang kendali:
a. Pertama, tidak ada seorangpun yang secara nyata mengetahui dengan tepat
jumlah orang-orang yang dapat dikendalikan;
b. Kedua, kesemuanya bergantung pada beberapa faktor seperti kepribadian dari
eksekutifnya, rutinitas dari berbagai sifat pekerjaan, tingkatan penyebaran
geografis, perlunya segera suatu keputusan diambil dan tipe dari program yang
diadministrasikan, yang kesemuanya merupakan faktor-faktor utama yang
penting untuk mendefinisikan hubungan pengendalian.
Untuk mempermudah menentukan luasnya rentang kendali yang dapat
dijalankan oleh manajer, Karen dan Levhari (Stoner; 1986a:357-358) juga
memberikan pedoman. Pedoman tersebut mencakup faktor-faktor yang berkaitan
dengan situasi, bawahan dan manajer yaitu sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi, rentang manajemen yang sesuai
relatif dapat luas apabila :
- pekerjaan cukup rutin;
- operasi cukup stabil;
- pekerjaan bawahan sama;
- pada umumnya bawahan dapat bekerja secara mandiri;
- prosedur dan metoda telah ditetapkan dengan baik dan telah diformalkan;
- pekerjaan tidak membutuhkan pengendalian atau supervisi yang tinggi.
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan bawahan, rentang yang sesuai dapat luas
apabila :
- bawahan cukup terlatih baik dalam melaksanakan pekerjaan;
- bawahan tidak menyukai supervisi yang ketat dalam melaksanakan
pekerjaannya.
22
3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan manajer, rentang manajemen yang sesuai
relatif dapat luas apabila :
- manajer cukup terlatih dengan baik dan sangat mampu;
- manajer menerima bantuan dalam melaksanakan aktivitas supervisinya;
- manajer tidak banyak memiliki aktivitas tambahan yang non-supervisi;
- manajer lebih menyukai gaya supervisi yang cukup longgar daripada
supervisi yang ketat.
Melihat hubungan kerja antara Camat dengan pemerintahan Desa/
Kelurahan yang ada diwilayahnya maka rentang kendali yang dilaksanakan oleh
Camat adalah rentang kendali ke luar.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi luasnya rentang kendali keluar
yaitu :
a. kepribadian pemimpinnya;
b. jenis pekerjaan organisasi bawahan;
c. keadaan geografis;
d. jarak antara kecamatan dengan desa-desa yang dibina;
e. Sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi.
2.2.2. Penerapan Rentang Kendali di Dalam Manajemen
Meskipun merupakan asas yang diperlukan untuk menjalankan
organisasi, dalam kegiatan manajemen rentang kendali kurang memperoleh
perhatian yang memadai. Padahal menurut Stoner (1986 : 350), ada dua alasan
utama mengenai pemilihan rentang manajemen merupakan hal yang penting :
Pertama, rentang manajemen mempengaruhi pendayagunaan manajer secara
efisien dan prestasi yang efektif dari bawahan mereka. Rentang yang terlalu luas
dapat berarti bahwa manajer yang bersangkutan terlalu memaksakan diri mereka
sendiri dan karenanya bawahan mereka menerima pedoman dan kontrol yang
terlalu sedikit. Rentang kendali yang terlalu sempit dapat berarti bahwa manajer
kurang didayagunakan. Kedua, ada hubungan antara rentang manajemen dengan
struktur organisasi.
23
Selain pendapat di atas, ada berbagai alasan lain yang menunjukkan
bahwa asas rentang kendali semakin diperlukan, terlebih lagi pada manajemen
wilayah seperti yang dijalankan oleh para Camat. Alasan-alasan tersebut antara
lain :
a. Bahwa organisasi ibarat organisme yang hidup dan berkembang. Pertumbuhan
dapat bersifat horizontal yaitu melebar dengan cara menambah bagian-bagian
ataupun berkembang secara vertikal yaitu dengan menambah jenjang atau
adanya cabang-cabang diluar organisasi inti.
b. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan organisasi diperlukan lebih
banyak orang yang dipercaya untuk mengawasi bagian – bagian ataupun
cabang-cabang organisasi yang ada, sebab kemampuan seorang manajer untuk
mengawasi bawahannya relatif terbatas.
c. Adanya kecenderungan untuk mengadakan desentralisasi di dalam organisasi.
Hal ini disebabkan oleh semakin kompleksnya tujuan yang harus dicapai
ataupun semakin besarnya ukuran organisasi. John Naisbitt (1982) dalam
bukunya ”Megatrends” juga menyebutkan adanya kecenderungan perubahan
orientasi dari sentralisasi ke arah desentralisasi.
d. Dihubungkan dengan pokok pembahasan, maka terdapat kecenderungan
perkembangan jumlah organisasi pemerintah Desa sebagai subsistem
organisasi pemerintah Kecamatan akibatnya adanya pemecahan Desa ataupun
pembentukan Desa baru. Pemecahan Desa terutama disebabkan oleh
bertambahnya jumlah penduduk serta semakin kompleksnya tugas-tugas-tugas
yang harus ditangani oleh pemerintah Desa.
Rentang kendali Camat terhadap desa-desa/kelurahan yang ada
dibawahnya apabila bisa dioptimalkan maka dapat meningkatkan efektivitas
manajemen pemerintahan Kecamatan.
2.2.3. Memahami Hubungan antara Rentang Kendali dengan Efektivitas
Manajemen Pemerintahan Kecamatan Melalui Pendekatan Sistem
Dari berbagai uraian sebagaimana telah dikemukakan pada bagian
sebelumnya dapat diketahui bahwa berbicara mengenai efektivitas berarti
24
berbicara mengenai hubungan antara sasaran yang telah ditetapkan dengan hasil
dicapai. Cara berpikir yang paling tepat untuk memahami hubungan tersebut
adalah memalui pendekatan sistem.
Berbagai pendapat mengenai sistem dan model berpikir sistem telah
dikembangkan para ahli. Bertalanffy (Suriasumantri; 1981:10) misalnya
mengemukakan bahwa sistem terbuka dapat ditandai dengan beberapa sifat
sebagai berikut :
1. Sistem itu mempunyai tujuan;
2. Suatu sistem merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan utuh;
3. Sistem itu memiliki sifat terbuka;
4. Satu sistem mempunyai atau melakukan kegiatan transformasi;
5. Dalam sistem terdapat saling kaitan;
6. Sistem mempunyai mekanisme kontrol.
Untuk menyederhanakan uraian mengenai pengertian sistem sehingga
lebih mudah dipahami, maka sistem dapat digambarkan dalam berbagai model.
Dihubungkan dengan pokok pembahasan mengenai pemahaman hubungan antara
rentang kendali dengan efektivitas manajemen pemerintahan kecamatan, maka
model sistem tersebut dapat digambarkan kembali secara lengkap sebagai berikut
:
25
GAMBAR 2.1
MODEL PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan sistem di atas sejalan dengan hakekat pengendalian. Menurut
Anthony, Dearden dan Bedford (1985:4) bahwa pengendalian adalah
mengarahkan seperangkat variabel (mesin, manusia, peralatan) kearah tercapainya
sasaran atau tujuan. Dalam suatu sistem, variabel tersebut menrupakan unsur
masukan dan sasaran merupakan untuk keluaran, sedangkan pengendalian
termasuk kedalam unsur proses. Oleh Anthony dan kawan-kawan (1985:4) juga
ditegaskan bahwa pengendalian adalah cara-cara untuk memastikan bahwa
anggota organisasi akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Dalam memahami hubungan antara rentang kendali dengan efektivitas
manajemen pemerintahan kecamatan diperlukan pendekatan sistem, sebab
menurut Winardi (1987:63) di dalam manajemen modern, pendekatan sistem
merupakan suatu ”conditio sine quanon”. Kecamatan dan Desa adalah salah satu
bentuk organisasi pemerintahan dengan manajemen modern sehingga memerlukan
pendekatan dan cara berpikir sistem.
Dari diagram di atas, secara teoritis dapat diketahui bahwa keluaran
suatu organisasi pemerintahan baik berupa pelayanan kepada masyarakat ataupun
pencapaian sasaran kegiatan akan ditentukan oleh unsur masukan dan proses.
Melalui penelitian, secara faktual akan dilihat mengenai seberapa jauh hubungan
Balikan : Tanggapan dari masyarakat
Masukan - Bahan/
peralatan - Orang - Dana - Rencana
kegiatan
Proses Prinsip-prinsip manajemen : rentang
kendali
Keluaran - Pelayanan
kepada masyarakat
- Pencapaian sasaran
kegiatan
Nilai Jual
Nilai jual dari pelayaan yang diberikan kepada
masyarakat
Dampak Dampak terhadap pelayanan dan pencapaian sasaran
Manfaat Manfaat dari pelayanan dan pencapaian sasaran
26
antara perubahan proses terhadap keluaran. Perubahan proses berupa optimalisasi
rentang kendali camat terhadap desa bawahan.
Agar dapat diperoleh gambaran yang nyata mengenai hubungan tersebut,
maka untuk unsur masukan, unsur umpan balik maupun unsur lingkungan
digunakan asumsi bahwa kualitas dan kuantitas unsur-unsur tersebut relatif sama.
Oleh karena itu diperlukan lokasi penelitian sama yang memenuhi asumsi
tersebut.
Dengan lokasi penelitian yang sama diharapkan tersedianya lingkungan
politik dan ekonomi yang sama pula baik di lingkungan regional maupun di
tingkat lokal.
Umpan balik berupa tanggapan dari masyarakat menurut pendapat
Anthony dan Herzlinger (1980), kurang berpengaruh terhadap proses organisasi
nirlaba, terlebih lagi jika sumber dananya tidak langsung berasal dari masyarakat.
2.3. Teori Tentang Pemberian Pelayanan Umum
Wujud yang paling nyata dari tugas, kegiatan atau fungsi yang
dialaksanakan oleh suatu sistem pemerintahan adalah pelayanan masyarakat.
Keseluruhan aspek pemerintahan negara yang meliputi aspek kelembagaan,
ketatalaksanaan dan sumber daya manusia, senantiasa mengarah kepada upaya
peningkatan efisiensi dan profesionalisme fungsi pelayanan. Tugas umum
pemerintahan dan pembangunan memiliki pengertian yang saling memperkuat
karena pelayanan kepada masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya merupakan
hakekat dati tugas umum pemerintahan itu sendiri.
Menelusuri lebih jauh makna pelayanan, sebenarnya secara umum istilah
ini sering dipergunakan oleh berbagai pihak dengan istilah-istilah lain, misalnya
pelayanan publik, pelayanan masyarakat, pelayanan pemerintah, pelayanan
umum, pelayanan sipil dan lain sebagainya. Paham demokrasi yang sekarang ini
dianut pemerintah mempunyai konsekuensi bahwa pemerintah itu milik
masyarakat, sehingga lebih banyak memberi wewenang kepada masyarakat
daripada terus-menerus melayani masyarakat. Aparat pemerintah sebagai unsur
27
pemerintah (melayani) terkait langsung dengan pelayanan kepada masyarakat
sebagai unsur-unsur yang terlibat dalam kegiatan pelayanan.
Pengertian pelayanan umum menurut Sadu Wasistiono (2001:51),
mengemukakan bahwa: ”Pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta, atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau
kepentingan masyarakat.” Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat,
maka pelayanan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai
pemenuhan tuntutan dan kebutuhan akan barang dan jasa publik semata, tetapi
juga harus memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab masyarakat
akan mempertanyakan apakah barang dan jasa publik yang diberikan pemerintah
dapat memberikan rasa puas atau hanya memenuhi kewajiban pemerintah semata,
lebih dari itu pemberian pelayanan yang berkualitas dan dapat memuaskan
masyarakat. Oleh karenanya fungsi pelayanan pemerintah selalu berkaitan dengan
kepentingan umum dan bukan dikonsepsikan untuk orang perorangan.
Ndraha (2000:21a), menunjukkan hubungan pemerintah (governance
relations), yaitu hubungan yang terjadi antara yang diperintah dengan pemerintah
satu terhadap yang lain pada satu posisi dan peran. Dalam kaitan itu, kualitas
pelayanan menjadi gejala atau masalah yang sering mewarnai interaksi tersebut.
Untuk itu pemerintah bukan lagi penentu kualitas pelayanan, akan tetapi
masyarakat sebagai pelanggan kebutuhan dan kepentingan yang ditawarkan
pemerintah. Pelangganlah yang paling tahu mana yang baik untuk kehidupannya.
Seperti dikemukakan Couper (dalam Osborne dan Gaebler, 1992:166), bahwa
“Quality is determined only by costumers”. Dalam kaitan itu, Couper (dalam
Osborne dan Gaebler, 1992: 169,172), dikatakan pemerintah perlu: Getting close
to the costumer, because the costumer are the most important people for an
organization”.
Dengan demikian baik buruknya produk layanan masyarakat yang
diberikan, lebih banyak bergantung pada sejauh mana tanggapan atau kepuasan
penerima pelayanan.
Kecamatan dan juga organisasi perangkat daerah lainnya, diarahkan
untuk menjadi organisasi yang memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat. Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat yang dilayaninya,
28
diperlukan survey secara periodik melalui suatu alat ukur yang baku. Berkaitan
dengan hal tersebut, pada bulan Pebruari 2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara telah mengeluarkan Keputusan Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang
Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan
Instansi Pemerintah sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
2. Persyaratan pelayanan yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
3. Kejelasan petugas pelayanan yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan
tanggungjawabnya);
4. Kedisiplinan petugas pelayanan yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku;
5. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
6. Kemampuan petugas pelayanan yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat;
7. Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaran pelayanan;
8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta
saling menghargai dan menghormati;
10. Kewajaran biaya pelayanan yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11. Kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan;
29
12. Kepastian jadual pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
13. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan;
14. Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-
resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
2.4. Kebijakan tentang Pemekaran Kecamatan
Pada masa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, mengingat kecamatan
adalah wilayah administrasi pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas
dekonsentrasi, pembentukan kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri. Pada masa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pembentukan
kecamatan cukup dilakukan dengan Peraturan Daerah (lihat Pasal 66 ayat 6
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999).
Perubahan yang menyangkut tentang kebijakan pemekatan kecamatan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembentukan Kecamatan
Dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
dikemukakan bahwa : “Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan
Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Pada Pasal 4 ayat (4)
undang-undang tersebut dikemukakan bahwa pemekaran suatu daerah dapat
dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (4) menyebutkan bahwa batas minimal usia
penyelenggaraan pemerintahan suatu kecamatan dapat dimekarkan adalah 5 (lima)
tahun.
Kecamatan dalam suatu kabupaten/kota yang jumlahnya cukup banyak
pada umumnya dikelola secara seragam, dalam arti mempunyai besaran
organisasi, anggaran, personil serta logistik yang serba seragam. Padahal beban
pekerjaan dan tanggung jawab untuk masing-masing jelas berbeda-beda. Agar
30
TK = f (JP, LW, JK/D,STK, KP, KW, PPK)
diperoleh gambaran yang realistis, logis dan rasional sehingga dapat diukur
kinerjanya secara obyektif, diperlukan langkah membuat tipologi. Sekurang-
kurangnya ada 7 (tujuh) variabel yang dapat digunakan untuk menentukan
tipologi kecamatan yakni :
1) jumlah penduduk;
2) luas wilayah;
3) jumlah kelurahan/desa diwilayahnya;
4) sarana transportasi dan komunikasi;
5) kawasan potensial yang dapat dikembangkan ;
6) karakteristik wilayah ;
7) pola pendelegasian kewenangan.
Secara sederhana pembuatan tipologi kecamatan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Tipologi kecamatan sebaiknya dibuat menurut ukuran kabupaten/kota
masing-masing, tidak dibuat seragam secara nasional, karena tidak akan
menggambarkan bobot pekerjaan yang sebenarnya. Masing-masing variabel diberi
bobot menurut tingkat kepentingannya di kabupaten/kota. Matriks pembuatan
tipologi dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Bobot kewenangan diberi skor kecil apabila kewenangan yang didelegasikan
kepada Camat dari Bupati/Walikota sifatnya seragam;
b. Bobot jumlah penduduk diberi bobot rendah atau tinggi, tergantung pada
keadaan masing-masing Kabupaten/Kota, apabila jumlahnya banyak seperti di
daerah perkotaan, berarti bobotnya besar.
c. Bobot luas wilayah juga ditentukan menurut karakteristik setempat. Untuk
daerah perkotaan, bobot luas wilayah mungkin kecil, sedangkan untuk
Kabupaten, bobot luas wilayah ini menjadi besar.
d. Bobot jumlah Desa atau Kelurahan ditentukan sendiri oleh masing-masing
Kabupaten/Kota. Apabila variasi antar kecamatan relatif kecil, bobotnya juga
kecil, begitu sebaliknya.
31
e. Bobot sarana transportasi dan komunikasi juga ditentukan menurut
karakteristik Kabupaten/Kota bersangkutan. Bagi daerah dengan kualitas
transportasi terbatas, maka bobot untuk variabel ini lebih besar dibanding
variabel lain.
f. Bobot kawasan potensial yang ada di Kabupaten/Kota ditentukan sendiri
sesuai karakteristiknya, semakin luas kawasan potensial dalam satu kecamatan
berarti bobotnya semakin tinggi.
g. Bobot karakteristik wilayah dilihat dari bentuk geografi dan topografinya.
Apabila sangat bervariasi terdiri dari daratan dan kepulauan serta bergunung-
gunung, berarti bobotnya semakin tinggi.
Berdasarkan perhitungan bobot tersebut dapat dibuat tipologi kecamatan
A, B, dan C. Tipologi ini berguna untuk menentukan besarnya dana, jumlah,
personil, logistik serta susunan organisasi sebuah kecamatan. Secara logis dapat
dikatakan bahwa kecamatan tipe A memiliki bobot pekerjaan yang lebih berat
sehingga wajar kalau memperoleh dukungan anggaran, personil, logistik serta
organisasi yang lebih besar dibandingkan tipe B maupun tipe C. Tipologi ini
sekaligus juga dapat digunakan untuk jenjang karier PNS yang ditugaskan sebagai
Camat. Camat pemula sebaiknya ditempatkan di kecamatan tipe C, kemudian naik
ke tipe B dan selanjutnya ke tipe A.
Dalam pemekaran kecamatan disamping melihat aspek tipologi
sebagaimana tersebut di atas, sebaiknya perlu diidentifikasi karakateristik
lingkungan kecamatan, mengingat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
menggunakan filosofi “Keanekaragaman Dalam Kesatuan”. Keanekaragaman
tersebut sampai pula pada tingkatan kecamatan. Artinya delegasi kewenangan
kepada camat di dalam suatu Kabupaten/Kota juga tidak harus seragam,
melainkan disesuaikan dengan karakteristik lingkungan kecamatan bersangkutan.
Pendelegasian kewenangan yang seragam sebaiknya diberikan hanya pada
kecamatan di daerah perkotaan yang jumlah kecamatannya relatif terbatas serta
karakteristik wilayah, kegiatan perekonomian dan penduduknya relatif homogen.
Untuk kepentingan identifikasi kewenangan pemerintahan dari Bupati/
Walikota yang dapat didelegasikan kepada camat, perlu dilakukan identifikasi
32
karakteristik lingkungan kecamatan. Secara garis besar, lingkungan kecamatan
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1) lingkungan perdesaan ;
2) lingkungan perkotaan.
Lingkungan perdesaan itu sendiri masih dapat dibagi-bagi menjadi :
a) lingkungan persawahan ;
b) lingkungan perkebunan ;
c) lingkungan pertambangan;
d) lingkungan perhutanan;
e) lingkungan perikanan;
Sedangkan lingkungan perkotaan dapat dibagi-bagi menjadi:
a) lingkungan perumahan;
b) lingkungan perindustrian;
c) lingkungan pariwisata.
Kota-kota kecamatan di wilayah kabupaten selama ini seperti daerah
tidak bertuan. Kepentingan masyarakat kota tersebut seperti kebersihan,
pengendalian lingkungan, perparkiran, tata ruang kota, utilitas kota dan lain
sebagainya sepertinya tidak ada yang menangani secara sungguh-sungguh. Oleh
pemerintah kabupaten, masalah-masalah seperti itu dianggap terlampau kecil,
sedangkan bagi masyarakat kota hal tersebut merupakan kebutuhan dasar.
Agar kepentingan masyarakat kota-kota kecil dalam kabupaten dapat
terlayani dengan optimal, akan lebih baik apabila kewenangan pengelolaan kota
semacam itu didelegasikan kepada camat. Jadi untuk kecamatan perkotaan, camat
diangkat pula sebagai manajer kota. Pendelegasian ini hanya berlaku untuk camat
perkotaan di wilayah kabupaten, tidak berlaku untuk seluruh camat.
Identifikasi karakteristik kecamatan dapat dilihat dari mayoritas aktivitas
ekonomi, mayoritas jenis mata pencarian penduduk serta karakteristik
wilayahnya.
33
Berdasarkan karakteristik lingkungan kecamatan, dapat disusun matriks
pendelegasian sebagian kewenangan dari Bupati/Walikota kepada camat sesuai
dengan situasi dan kondisi nyata di lapangan. Dengan cara demikian camat
diharapkan akan dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, karena
kewenangan yang didelegasikan kepadanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.5. Organisasi Kecamatan
Untuk dapat menjalankan sebagian kewenangan pemerintahan dari
Bupati/Walikota yang didelegasikan kepadanya, Camat memerlukan dukungan
organisasi. Di dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah, dibedakan antara Sekretariat Daerah sebagai unsur pembantu
pimpinan, Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana serta Badan dan atau Kantor
sebagai unsur penunjang.
Sekretariat Daerah sebagai unsur pembantu pimpinan mempunyai fungsi :
1) pengkoordinasian perumusan kebijakan;
2) penyelenggaraan administrasi pemerintahan;
3) pengelolaan sumber daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana;
4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Daerah sesuai tugas dan
fungsinya.
Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana mempunyai fungsi :
1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
2) pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum;
3) pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.
Badan dan atau Kantor sebagai unsur penunjang mempunyai fungsi :
1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;
2) penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.
PP Nomor 8 Tahun 2003 tidak secara eksplisit menyebutkan kedudukan
kecamatan dan kelurahan, apakah sebagai unsur staf, unsur pelaksana ataukah
unsur penunjang. Tetapi apabila dilihat dari karakteristik pekerjaan yang
dijalankan oleh Camat yang bersifat operasional yakni melayani masyarakat
34
secara langsung. Menurut Sadu Wasistiono (2004:15) “kecamatan lebih sesuai
dimasukkan ke dalam kategori unsur pelaksana. Untuk membedakannya dengan
Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana kewenangan yang bersifat teknis, maka
kecamatan lebih tepat disebut UNSUR PELAKSANA KEWILAYAHAN.
Dinas Daerah menjalankan kewenangan yang bersifat teknis tertentu
seperti kesehatan, pendidikan. Sedangkan Camat dapat menjalankan kewenangan
pemerintahan apapun yang didelegasikan oleh Bupati/Walikota kepadanya dengan
batas wilayah kerjanya – sepanjang tidak bersifat sangat teknis. Dasar
pemikirannya adalah adanya keinginan politik dari Pemerintah Daerah untuk
menjadikan kecamataan sebagai pusat pelayanan masyarakat (PUSYANMAS).
Pemikiran tersebut sejalan dengan pendekatan “close to the customer” yang
sedang gencar dijalankan oleh sektor swasta. Bisnis perbankan dengan
membangun banyak ATM di tempat-tempat strategis merupakan contoh nyata dari
pendekatan “close to the customer”.
Karakteristik kewenangan pelayanan yang dapat dijalankan oleh Camat
yaitu sebagai berikut :
a) mudah, dalam arti tidak memerlukan persyaratan teknis tinggi;
b) sederhana; dalam arti tidak memerlukan prosedur yang banyak;
c) murah; dalam arti pembiayaannya lebih murah bagi masyarakat dibanding
apabila ditangani oleh Dinas teknis di ibukota Kabupaten/ Kota;
d) terjangkau oleh masyarakat setempat, baik dilihat dari lokasi maupun
waktunya.
Mengingat kewenangan yang didelegasikan kepada Camat kemungkinan
tidak seragam, maka organisasi kecamatan yang dibentuk seyogyanya mengikuti
jenis dan banyaknya kewenangan yang didelegasikan tersebut. Menurut Pasal 12
ayat (5) PP Nomor 8 Tahun 2003, pedoman organisasi kecamatan ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Sekarang telah terbit Kepmendagri
Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan. Pada pasal 5
Kepmendagri tersebut dikemukakan bahwa susunan organisasi kecamatan terdiri
dari :
a. Camat;
35
b. Sekretaris Kecamatan;
c. Seksi Pemerintahan;
d. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum;
e. Seksi lain dalam lingkungan kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan
dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecamatan sesuai kebutuhan
Daerah;
f. Kelompok jabatan fungsional.
Di dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 maupun Kepmendagri Nomor 158
Tahun 2004, disebutkan bahwa jumlah seksi sebanyak-banyaknya adalah lima
buah. Artinya, jumlah seksi di kecamatan tidak harus lima buah melainkan
bergantung pada beban kerja masing-masing kecamatan. Dalam rangka efektivitas
dan efisiensi, perlu dilakukan pembuatan tipologi kecamatan untuk menentukan
bobot pekerjaan dan besaran organisasinya. Tipologi ini kemudian diikuti dengan
pengalokasian besarnya biaya, jumlah pegawai serta jumlah logistik yang sesuai
dengan tipologinya.
Penyusunan organisasi kecamatan hendaknya mengikuti kecenderungan
bentuk organisasi abad ke-21 dengan ciri-ciri :
a) lebih ramping;
b) lebih cepat;
c) lebih terbuka;
d) lebih melebar.
(Gouillart & Kelly (1995); Belbin (1996), Mohrman et al (1998)).
Untuk kepentingan tersebut perlu lebih banyak dikembangkan jabatan-
jabatan fungsional, karena organisasi pemerintah pada dasarnya dibentuk guna
melayani kepentingan masyarakat. Jabatan fungsional itu sendiri diharapkan dapat
menjadi karier sepanjang hidup dari seorang pegawai negeri (longlife career),
sedangkan jabatan struktural merupakan jabatan tambahan yang bersifat
sementara. Dengan cara demikian, mobilitas pengisian jabatan struktural yang
jumlahnya relatif terbatas dapat dilakukan secara lebih dinamis. Pada sisi lain,
36
kepastian karier pegawai negeri juga menjadi relatif lebih terjamin. Adapun
jabatan fungsional yang dapat dikembangkan di kecamatan antara lain :
a) arsiparis;
b) agendaris;
c) pustakawan, untuk melayani perpustakaan keliling apabila ada;
d) pranata komputer untuk pelayanan administrasi kependudukan dll;
e) bendaharawan;
f) penyelia kesehatan lingkungan dan masyarakat;
g) penyelia masalah-masalah sosial;
h) perencana pembangunan;
i) polisi pamong praja.
Di dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 tidak ada lagi unit Cabang Dinas
Kabupaten/Kota yang berlokasi di kecamatan. Apabila Cabang Dinas di tingkat
kecamatan seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, pekerjaan umum, dihapus dan
organisasinya digabung ke kantor camat, maka masih terbuka peluang untuk
memasukkan jabatan fungsional lainnya seperti :
a) guru;
j) medis dan paramedis;
b) penyelia jalan, bangunan, dan jembatan,
c) penyuluh pertanian;
d) penyuluh keluarga berencana ke dalam kelompok jabatan fungsional di
kecamatan.
Bupati/Walikota maupun Gubernur sebagai Kepala Daerah perlu secara
strategis dan sistematis serta berkelanjutan mengkampanyekan pentingnya jabatan
fungsional dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang
berkualitas, sehingga jabatan tersebut memiliki daya tarik. Melalui pengembangan
jabatan fungsional sebenarnya dapat disusun suatu standar pelayanan bagi seorang
pejabat fungsional, baik berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani maupun
luasnya wilayah pelayanan.
37
Seksi Seksi
Kelurahan DESA
Seksi Seksi Ketentraman
Dan Ketetiban Umum
Ujicoba menjadikan polisi pamong praja sebagai jabatan fungsional yang
kemudian akan membentuk organisasi fungsional sebagaimana diatur di dalam
peraturan pemerintah tentang satuan polisi pamong praja, merupakan langkah
maju menuju terbangunnya birokrasi yang profesional. Di dalam Pasal 15 PP
tersebut dikemukakan bahwa jabatan struktural pada Satuan Polisi Pamong Praja
hanya dapat diisi oleh pejabat fungsional polisi pamong praja. Pola ini sudah
digunakan di lingkungan organisasi perguruan tinggi negeri. Dengan
memberi peluang pejabat fungsional duduk dalam jabatan struktural, diharapkan
gengsi jabatan fungsional dalam pandangan PNS akan semakin meningkat.
Telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa pendelegasian
kewenangan dari Bupati/Walikota kepada Camat dilakukan melalui
Keputusan Bupati/Walikota, sedangkan untuk pembentukan organisasi
kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Alasannya adalah karena
pembentukan organisasi berkaitan dengan besaran personil, dana serta logistik
sehingga perlu dibicarakan dengan DPRD sebagai wakil rakyat.
Adapun susunan organisasi kecamatan sebagaimana tertera dalam
Lampiran II Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 yaitu
sebagai berikut :
Gambar 2.2
STRUKTUR ORGANISASI KECAMATAN
Keterangan :
Garis hubungan operasional :
Garis hubungan koordinasi & fasilitasi :
C A M A T
Kelompok Jabatan Fungsional
Sekretaris
Kecamatan
Seksi
Pemerintahan
38
Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004
2.6. Tugas dan Wewenang Camat
Tugas adalah suatu pekerjaan yang berkaitan dengan status yang harus
ditunaikans, sedangkan kewenangan adalah kekuasaan yang sah (legitimate
power) atau kekuasaan yang terlembagakan (institutionalized power). Kekuasaan
itu sendiri adalah kemampuan yang membuat seseorang atau orang lain untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Menurut
Ensiklopedi Administrasi (1977 : 28), yang dimaksud dengan wewenang adalah :
“Hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas
serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan berhasil baik”. Pada sisi lain,
tanggung jawab adalah : “keharusan pada seseorang pejabat untuk melaksanakan
secara selayaknya segala sesuatu yang telah dibebankan kepadanya”. (Ensiklopedi
Administrasi, 1977 : 28). Sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab yang
harus dilaksanakan. Antara tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab
mempunyai kaitan yang sangat erat. Dalam kenyataannya, keempat hal tersebut
dapat dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan.
Menurut Terry (1960: 294) bahwa : “authority is the power or the right
to act, to command, or to exact action by others”. Terry (1960 : 299) selanjutnya
mengatakan bahwa : “delegation means conferring authority from one executive
or organizational unit to another in order to accomplish particular assignment”.
Dengan demikian, kewenangan berkaitan dengan kekuasaan atau hak untuk
melakukan atau memerintah, atau mengambil tindakan melalui orang lain.
Sedangkan pendelegasian dimaksudkan sebagai pelimpahan kewenangan dari
seorang eksekutif atau unit organisasi kepada yang lain untuk menyelesaikan
sebagian tugas-tugas tertentu. Artinya, pendelegasian kewenangan dapat berasal
dari seorang pejabat eksekutif ataupun dari satu unit organisasional. Pada bagian
lain, Terry (1960 : 300) mengemukakan bahwa ada dua alasan penting perlunya
pendelegasian kewenangan yakni :
1) Kemampuan seseorang menangani pekerjaan ada batasnya;
2) Perlu adanya pembagian tugas dan kaderisasi kepemimpinan.
39
Di dalam melaksanakan pendelegasian kewenangan perlu didasarkan pada
berbagai prinsip. Koontz, O’ Donnell dan Weihrich (1980 : 425-428)
mengemukakan ada 7 (tujuh) prinsip yang diperlukan dalam melakukan
pendelegasian kewenangan yaitu :
1) Principle of delegation by results expected;
2) Principle of functional definition;
3) Scalar principle;
4) Authority level principle;
5) Principle of unity of command;
6) Principle of absoluteness of responsibility;
7) Principle of parity of authority and responsibility.
Prinsip pendelegasian berdasarkan hasil yang diperkirakan maksudnya
adalah bahwa pendelegasian diberikan berdasarkan tujuan dan rencana yang telah
disiapkan sebelumnya. Dengan demikian, perlu tidaknya sebuah kewenangan
didelegasikan akan bergantung apakah hasilnya diperkirakan akan
menguntungkan bagi pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan pendelegasian
berdasarkan prinsip definisi fungsional dimaksudkan melimpahkan kewenangan
berdasarkan pertimbangan- pertimbangan fungsional agar pekerjaan atau tugas
tertentu dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien.
Pada sisi lain, pendelegasian kewenangan dilakukan dengan menganut
prinsip berurutan berdasarkan hierarkhi jabatan. Prinsip ini berkaitan dengan
prinsip keempat yakni prinsip jenjang kewenangan, artinya kewenangan
didelegasikan secara satu tahap demi satu tahap berdasarkan tingkat kewenangan
yang dimiliki pejabat atau satu unit organisasi tertentu.
Prinsip kelima menggambarkan bahwa meskipun telah ada
pendelegasian kewenangan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan
kesatuan komando, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran ataupun tumpang
tindih kegiatan dan tanggung jawab.
Prinsip keenam menggambarkan bahwa pendelegasian kewenangan
perlu diimbangi dengan tanggung jawab yang penuh tanpa terlampau banyak
40
campur tangan dari pemberi delegasi. Termasuk kewenangan untuk mengambil
keputusan dan menanggung resiko dari keputusan yang diambilnya.
Prinsip ketujuh yaitu keseimbangan antara kewenangan dan tanggung
jawab, artinya bahwa kewenangan yang didelegasikan harus dibarengi dengan
tanggung jawab yang seimbang. Semakin besar kewenangan yang diberikan
berarti semakin besar tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Telah dijelaskan bahwa kewenangan yang dijalankan oleh camat
merupakan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/
Walikota. Dengan demikian tugas camat adalah menjalankan sebagian tugas dan
kewajiban Bupati/Walikota di wilayah kerjanya, berdasarkan pendelegasian
kewenangan yang diberikan kepadanya.
Dengan demikian, kewajiban camat merupakan turunan atau derivasi
dari kewajiban Kepala Daerah tersebut. Dari ketujuh kewajiban Kepala Daerah di
atas, ada enam macam kewajiban yang dapat didelegasikan kepada camat dalam
rangka membantu Kepala Daerah. Sedangkan kewajiban yang tidak dapat
ditugaskan kepada camat hanyalah kewajiban nomor 7 yakni mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah. Kewajiban lainnya dapat ditugaskan kepada camat
untuk dilaksanakan di wilayah kerjanya. Karena kewajiban yang dijalankan camat
berasal dari derivasi kewajiban Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota),
maka tanggung jawab terakhir mengenai pelaksanaan kewajiban tersebut tetap
berada di tangan Kepala Daerah bersangkutan, sedangkan camat yang
menjalankan kewajibannya berdasarkan perintah bertanggungjawab kepada yang
memberi perintah (Bupati/Walikota).
Sesuai dengan paradigma Reinventing Government maupun Good
Governance, pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/
Walikota kepada Camat harus dapat memaksimalkan nilai 4E, yakni :
a) efektivitas; (G.R. Terry, 1961)
b) efisiensi; (G.R. Terry, 1961).
c) equity/keadilan; (G. Frederickson, 1982)
d) ekonomik (E.S. Savas, 1987).
41
Pendelegasian kewenangan bukan hanya sekedar memindahkan
kewenangan yang dijalankan secara langsung oleh Bupati/Walikota kepada
Camat, melainkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberian
pelayanan kepada masyarakat serta penggunaan dana dan fasilitas publik untuk
kepentingan publik. Selain itu, pendelegasian kewenangan tersebut harus dapat
memenuhi dan meningkatkan rasa keadilan masyarakat, termasuk didalamnya
memperoleh akses pada fasilitas dan akses yang setara – terutama untuk kelompok
masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Pada sisi lain, pendelegasian
kewenangan harus mampu menjadi pengungkit kegiatan ekonomi masyarakat
sehingga menjadi lebih produktif. Dengan perkataan lain, pendelegasian
kewenangan jangan sampai memperpanjang jenjang birokrasi dan menciptakan
ekonomi biaya tinggi yang membuat masyarakat menjadi tidak produktif dan
kalah bersaing dengan mancanegara.
Tujuan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/
Walikota kepada Camat yaitu :
a) untuk mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan dan
kebutuhan masyarakat setempat.
b) untuk mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat;
c) untuk mempersempit rentang kendali dari Bupati/Walikota kepada Kepala
Desa/ Lurah;
d) untuk kaderisasi kepemimpinan pemerintahan.
Dilihat dari asal usul kewenangan yang dijalankan oleh camat, dapat
dibedakan antara kewenangan atributif dan kewenangan delegatif. Kewenangan
atributif adalah kewenangan yang melekat pada seseorang pejabat karena diatur
oleh peraturan perundang-undangan. Pada masa Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974, camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif
sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan 81 undang-undang tersebut. Kepada
setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara
otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut.
Sedangkan menurut Pasal 66 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,
kewenangan camat bersifat delegatif, artinya camat baru memiliki kewenangan
42
apabila ada tindakan aktif dari Bupati/Walikota mendelegasikan sebagian
kewenangan pemerintahan kepadanya.
Apabila Bupati/Walikota belum mendelegasikan sebagian kewenangan
pemerintahan kepada Camat, apakah Camat tidak mempunyai kewenangan apa-
apa? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama, mengatakan bahwa
Camat praktis tidak lagi mampu menjalankan fungsi dengan baik, karena Camat
tidak dapat mengambil keputusan-keputusan strategis yang berkaitan kepentingan
publik karena dapat menimbulkan implikasi hukum yang melemahkan bagi
Camat. Pendapat kedua, menyebutkan bahwa di dalam pemerintahan tidak boleh
ada kekosongan kekuasaan, dengan demikian apabila belum ada ketentuan yang
seharusnya, maka ketentuan yang lama masih dapat digunakan, yang terpenting
pelayanan kepada masyarakat tidak terlantar (prinsip mengutamakan kepentingan
umum).
2.7. Pendelegasian dan Penarikan Kewenangan
Kebijakan perubahan pemekaran kecamatan tentunya diiringi juga
dengan pendelegasian maupun penarikan kewenangan yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Pendelegasian Kewenangan
Di dalam manajemen terdapat berbagai prinsip antara lain adanya
pendelegasian kewenangan dari pucuk pimpinan kepada orang atau unit yang
berada dibawahnya. Pendelegasian kewenangan adalah pelimpahan kewenangan
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang diberikan dari pihak atasan
kepada bawahan dengan ketentuan :
a). kewenangan tersebut tidak beralih menjadi kewenangan dari penerima
delegasi;
b). penerima delegasi wajib bertanggung jawab kepada pemberi delegasi;
c). pembiayaan untuk melaksanakan wewenang tersebut berasal dari pemberi
delegasi kewenangan.
Dikaitkan dengan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan
Bupati/Walikota kepada camat, dapat dibedakan adanya dua pola yaitu :
43
1. Pola seragam
2. Pola beranekaragam.
Pendelegasian dengan pola seragam yaitu mendelegasikan sebagian
kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat secara seragam
tanpa melihat karakteristik wilayah dan penduduknya. Pola ini dapat digunakan
untuk kecamatan yang wilayah dan penduduknya relatif homogen. Menurut Sadu
Wasistiono (2004:22) Pola pendelegasian secara seragam memiliki kelebihan dan
kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Seragam
a. Relatif lebih mudah membuatnya;
b. Relatif lebih mudah dalam pengaturan dan pengendaliannya;
c. Relatif lebih mudah dalam pembinaan personil, penentuan anggaran dan
logistik.
Kekurangan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Seragam
a. Kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat;
b. Penyediaan personil, anggaran dan logistik tidak sesuai dengan kebutuhan
nyata kantor camat sehingga sulit untuk mencapai efektivitas dan efisiensi.
c. Sulit untuk mengukur kinerja organisasi secara obyektif.
Pendelegasian dengan pola beranekaragam yaitu mendelegasikan
sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat dengan
memperhatikan karakteristik wilayah dan penduduk masing-masing kecamatan.
Pada pola ini ada dua macam kewenangan yang dapat didelegasikan yakni
kewenangan generik, yakni kewenangan yang sama untuk semua kecamatan, serta
kewenangan kondisional yaitu kewenangan yang sesuai dengan kondisi wilayah
dan penduduknya.
Kewenangan atributif yang bersifat generik misalnya dapat ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri, seperti yang diamanatkan pasal 12 ayat
(5) PP Nomor 8 Tahun 2003. Di dalam Lampiran I Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan antara
lain dimuat kewenangan-kewenangan pemerintahan yang didelegasikan kepada
Camat yaitu sebagai berikut :
44
1) Bidang pemerintahan mencakup 17 aktivitas ;
2) Bidang ekonomi dan pembangunan mencakup 8 aktivitas;
3) Bidang pendidikan dan kesehatan mencakup 8 aktivitas;
4) Bidang sosial dan kesejahteraan rakyat mencakup 6 aktivitas;
5) Bidang pertanahan mencakup 4 aktivitas.
Kewenangan atributif yang diatur di dalam Kepmendagri tersebut di atas
bersifat ATRIBUTIF TENTATIF, karena Bupati/Walikota diberi peluang untuk
memilih sesuai karakteristik wilayah dan kebutuhan daerah.
Di dalam pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158
Tahun 2004, dikemukakan kedudukan tambahan bagi Camat yaitu sebagai
koordinator pemerintahan di wilayah kerjanya. Kedudukan tambahan tersebut
menimbulkan konsekuensi logis adanya kewenangan atributif lainnya yakni
mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintah baik instansi vertikal maupun
dinas daerah yang ada di wilayah kecamatan.
Telah dijelaskan bahwa pola pendelegasian kewenangan yang serba
seragam maupun yang beraneka ragam memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan pola beranekaragam dapat diinventarisasi sebagai
berikut :
Kelebihan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Beranekaragam :
a. Lebih responsif terhadap kebutuhan pelayaanan masyarakat ;
b. Kebutuhan personil, anggaran dan logistik dapat dihitung secara obyektif
dan rasional;
c. Memudahkan dalam pengukuran kinerja.
Kelemahan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Beranekaragam :
a. Memerlukan waktu dan tenaga untuk menyusunnya;
b. Agak sulit dalam pengendalian dan pengawasan;
c. Memerlukan personil yang memiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan
pelayanan masyarakat.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mendelegasikan
kewenangan dengan menggunakan pola beranekaragam yaitu sebagai berikut :
1. Karakteristik geografis (daratan atau kepulauan, dataran atau pegunungan) ;
45
2. Karateristik penduduk dilihat dari mata pencaharian dan tingkat
pendidikannya;
3. Karakteristik wilayahnya (perkebunan, perhutanan, perindustrian, perumahan,
pariwisata dlsb).
Adapun jenis-jenis kewenangan yang dapat didelegasikan kepada camat
dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) macam sebagai berikut:
1. kewenangan perijinan;
2. kewenangan rekomendasi;
3. kewenangan koordinasi;
4. kewenangan pembinaan;
5. kewenangan pengawasan;
6. kewenangan fasilitasi;
7. kewenangan penetapan;
8. kewenangan pengumpulan data dan penyampaian informasi;
9. kewenangan penyelenggaraan.
Untuk dapat mengidentifikasi kewenangan pemerintahan yang dapat
didelegasikan kepada Camat, dapat dibuat matriks sebagai berikut:
Matrik Indentifikasi Kewenangan yg Mungkin
Dilimpahkan dari Bupati/Walikota kepada Camat
Bidang
Jenis
Kewenangan
Pem.
Umum Pertanian
Pekerjaan
Umum
-----dst
s/d 21 bid
Perijinan
Rekomendasi
Koordinasi
Pembinaan
Pengawasan
Fasilitasi
Penetapan
Pengumpulan Data &
Penyampaian Informasi
Penyelenggaraan
Matriks di atas disusun dengan memadukan antara jenis kewenangan
(ada 9 jenis) dengan bidang kewenangan yang dijalankan oleh pemerintah daerah
46
kabupaten/kota (ada 21 bidang kewenangan). Melalui matriks tersebut barulah
diadakan rapat teknis antara dinas daerah dan atau badan/kantor dengan camat
untuk mencocokkan kewenangan yang mungkin dan mampu dilaksanakan oleh
camat.
Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota
kepada camat dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati/Walikota,
bukan dengan Peraturan Daerah. Pertimbangannya adalah bahwa yang
didelegasikan adalah kewenangan pejabat (Bupati/Walikota) kepada pejabat
bawahannya (camat).
Untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan oleh Bupati/
Walikota, camat memerlukan dukungan organisasi. Tugas pokok dan fungsi
organisasi kecamatan diatur dengan Peraturan Daerah, sama seperti pengaturan
tugas, pokok dan fungsi perangkat daerah lainnya, sebab pembentukan organisasi
akan berkaitan dengan personil dan pembiayaan yang memerlukan persetujuan
DPRD.
Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota
kepada camat dapat dilaksanakan apabila memenuhi empat prasyarat sebagai
berikut:
1). Adanya keinginan politik dari Bupati/Walikota untuk mendelegasikan
sebagian kewenangan pemerintahan kepada camat;
2). Adanya kemauan politik dari Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota
untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat bagi jenis-
jenis pelayanan yang mudah, murah, dan cepat.
3). Adanya kelegawaan dari dinas dan atau lemtekda untuk melimpahkan
sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh camat, melalui
keputusan Kepala Daerah.
4). Adanya dukungan anggaran dan personil untuk menjalankan kewenangan
yang telah didelegasikan.
47
Adapun langkah-langkah teknis yang perlu dilakukan untuk dapat
merumuskan dan mengimplementasikan pendelegasian sebagian kewenangan
pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan inventarisasi bagian-bagian kewenangan dari Dinas dan atau
Lemtekda yang dapat didelegasikan kepada camat melalui pengisian daftar
isian.
2. Mengadakan rapat teknis antara pimpinan dinas daerah dan atau lemtekda
dengan camat untuk mencocokkan bagian-bagian kewenangan yang dapat
didelegasikan dan mampu dilaksanakan oleh camat.
3. Menyiapkan rancangan keputusan Bupati/Walikota untuk dijadikan
Keputusan.
4. Menata-ulang organisasi kecamatan sesuai dengan besaran dan luasnya
kewenangan yang didelegasikan untuk masing-masing kecamatan.
5. Mengisi organisasi dengan orang-orang yang sesuai kebutuhan dan
kompetensinya, apabila perlu diadakan pelatihan teknis fungsional sesuai
kebutuhan.
6. Menghitung perkiraan anggaran untuk masing-masing kecamatan sesuai
dengan beban tugas dan kewenangannya, dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan pemerintah daerah bersangkutan.
7. Menghitung perkiraan kebutuhan logistik untuk masing-masing kecamatan.
8. Menyiapkan tolok ukur kinerja organisasi kecamatan.
Kebijakan pendelegasian sebagian kewenangan dari beberapa Bupati/
Walikota Kepada Camat sebagaimana terdapat dalam contoh berikut ini:
48
TABEL 2.1
PENDELEGASIAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI/WALIKOTA
KEPADA CAMAT
No Lokasi Dasar Hukum Bidang Kewenangan
1 Kota Bandung Keputusan Walikota
No. 1342/2001
19 Bidang Kewenangan meliputi
96 rincian kewenangan
2 Kota Surabaya Keputusan Walikota
No. 55/2001
15 Bidang Kewenangan meliputi
68 rincian kewenangan
3 Kota Ternate Keputusan Walikota
No.27/2001
Masih menggunakan pola lama
tanpa ada rincian kewenangan
yang didelegasikan
4 Kabupaten
Bandung
Keputusan Bupati
No.21/2001
27 Bidang Kewenangan meliputi
109 rincian kewenangan
5 Kabupaten
Sumedang
Keputusan Bupati No.
44/2001
9 Bidang Kewenangan meliputi
18 rincian kewenangan
6 Kabupaten Agam Keputusan Bupati No.
182/2001
1 Bidang Kewenangan yaitu
pengelolaan pajak & retribusi
daerah meliputi 12 rincian jenis
pajak & retribusi daerah
7 Kabupaten
Lampung Uatara
Keputusan Bupati No.
299/2001
23 Bidang Kewenangan meliputi
317 rincian kewenangan
2) Penarikan Kewenangan
Sebagian kewenangan pemerintahan yang telah didelegasikan oleh
Bupati/Walikota kepada Camat pada suatu saat dapat saja ditarik kembali. Adapun
alasan penarikan kembali kewenangan yang telah didelegasikan antara lain :
1. Kewenangan yang telah didelegasikan tidak dilaksanakan dengan baik;
2. Obyek sasaran dari kewenangan tersebut tidak ada di kecamatan
bersangkutan. Misalnya kewenangan perijinan IMB untuk kecamatan yang
bercorak perkebunan, atau kewenangan pengelolaan kota untuk kecamatan
yang bukan perkotaan.
3. Setelah dilaksanakan ternyata pendelegasian kewenangan yang dijalankan
oleh camat justru menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan;
4. Pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan dampaknya telah meluas
melampaui satu kecamatan, sehingga perlu ditarik kembali ke tangan Bupati/
Walikota.
5. Adanya kebijakan baru di bidang pemerintahan sehingga kewenangan yang
selama ini dijalankan oleh Camat dengan berbagai pertimbangan kemudian
49
ditarik kembali dan atau dipindahkan pelaksanaannya kepada unit organisasi
pemerintahan yang lainnya. Misalnya kewenangan di bidang pertanahan,
kependudukan, pemilihan umum dan lain sebagainya.
Apabila pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/
Walikota kepada camat dilakukkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, maka
penarikan kewenangannyapun harus dilakukan dengan Keputusan yang setingkat
yakni Keputusan Bupati/Walikota. Penarikan kembali kewenangan yang
didelegasikan harus dilakukan secara hati-hati dan cermat, jangan sampai
menimbulkan masalah di kemudian hari atau menimbulkan penolakan dari
masyarakat yang dilayani.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan aplikasi model pengukuran dan evaluasi
terhadap kemampuan potensi yang akan mendeskripsikan dan mengeksplanasikan
tingkat kekuatan atau pengaruh variabel yang diamati terhadap keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan di unit terkecil dan terdepan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi.
Melalui pendekatan ini dapat diketahui secara obyektif dan mendalam
tingkat kemampuan potensi yang dimiliki kecamatan dalam penyelenggaraan
pemerintahan melalui pengukuran terhadap indikator dan sub indikator dari
berbagai variabel yaitu : demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, prasarana
ibadah, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran
politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pertanian, perikanan, peternakan,
ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, sosial masyarakat, dan
aspek pemerintahan.
Berdasarkan identifikasi terhadap tingkat kemampuan potensi tersebut,
dapat disusun berbagai alternatif desain pemekaran kecamatan, dan dapat
ditentukan pilihan prioritas tindakan guna peningkatan potensi kecamatan.
3.2. Populasi dan Sampel
Unit analisis dalam penelitian ini adalah 31 (tiga puluh satu) kecamatan
di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Satuan sampel yang menjadi obyek
penelitian ini adalah Camat.
Penarikan sampel sebagai obyek penelitian dalam ukuran dan jumlah
yang representatif, dengan menggunakan teknik penarikan total sampling atau
sampel jenuh, dimana setiap kecamatan diambil seluruhnya.
51
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
kualitatif dengan sumber data terdiri atas :
1. Data Primer, diperoleh dengan penelitian lapangan, dilakukan dengan jalan
meminta data kepada pihak kecamatan, dengan mengisi kuesioner penelitian
yang telah disediakan.
2. Data Sekunder, dikumpulkan untuk melengkapi data primer, baik yang
tersedia di BPS setempat, Sekretariat Daerah, Bappeda, Dinas-dinas Daerah,
badan/kantor, kecamatan, dan instansi lain yang relevan dengan topik
penelitian ini. Data sekunder diperoleh melalui penelitian terhadap
dokumen, laporan dan bahan kepustakaan lainnya.
Teknik pengumpulan data yang dipilih dalam riset lapangan adalah :
1. Kuesioner, penyebaran angket atau daftar pertanyaan yang telah tersedia
yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kuesioner ini dimaksudkan untk
memperoleh data yang obyektif dan merupakan salah satu pengumpulan data
yang diketahui dan dipahami oleh responden sehingga hasilnya obyektif;
2. Studi Literatur, mengumpulkan data dengan mempelajari, menelaah dan
menganalisis literatur, dokumen, peraturan serta referensi lainnya yang erat
kaitannya dengan masalah yang diteliti
3.4.Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel dibatasi sebagai berikut :
a. Demografi, merupakan gambaran umum masyarakat yang dapat diukur
melalui indikator jumlah penduduk, jumlah rumah tangga dan luas wilayah.
b. Orbitasi, merupakan cermianan tingkat relokasi pelayanan kepada masyarakat
yang dapat diukur melalui indikator jarak dan waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan kecamatan.
52
c. Pendidikan, merupakan salah satu unsur pelayanan dasar masyarakat yang
dapat diukur melalui indikator jumlah penduduk tamat pendidikan umum dan
khusus, prasarana pendidikan melalui jumlah gedung sekolah jumlah guru,
dan jumlah murid.
d. Kesehatan masyarakat, merupakan gambaran kondisi tingkat kesehatan
masyarakat setempat yang dapat diukur melalui indikator Akseptor KB,
jumlah tenaga medis, jumlah prasarana kesehatan posyandu, dan praktek
dokter.
e. Prasarana ibadah, merupakan salah satu penunjang kegiatan sosial budaya
masyarakat terutama dalam menciptakan kehidupan yang agamis dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat diukur melalui indikator
masjid, langgar/ surau dan tempat ibadah lainnya seperti gereja, pura dan
vihara.
f. Fasilitas olah raga, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan
masyarakat terutama dalam kegiatan kesegaran jasmani yang dapat diukur
melalui indikator tempat olah raga seperti bola volley, sepak bola, bola
tangkis, basket dan tenis meja.
g. Prasarana transportasi, merupakan salah satu penunjang kegiatan transportasi
masyarakat yang dapat diukur melalui indikator kendaraan roda empat
(mobil), dan roda dua (motor).
h. Fasilitas komunikasi, merupakan unsur vital bagi penggerak kagiatan utama
masyarakat yang dapat diukur melalui indikator TV, Radio, telepon dan kantor
pos/wartel dan sejenisnya.
i. Penerangan umum, merupakan unsur vital bagi penggerak kagiatan utama
masyarakat yang dapat diukur melalui indikator rumah tangga pelanggan
listrik dan lainnya.
53
j. Kesadaran politik, merupakan cerminan kegiatan sosial politik masyarakat
yang dapat diukur melalui indikator jumlah hak pilih dan pengguna hak pilih,
jumlah TPS serta jumlah organisasi kemasyarakatan/ormas dan parpol.
k. Keamanan dan ketertiban masyarakat, merupakan salah satu unsur penting
dalam menciptakan rasa aman dalam kehidupan masyarakat yang dapat diukur
melalui indikator jumlah personil keamanan seperti hansip/kamra dan tempat
pos ronda/gardu.
l. Pertanian, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat yang
dapat diukur melalui indikator jumlah luas tanah dan hasil pertanian.
m. Perikanan, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat yang
dapat diukur melalui indikator jumlah hasil perikanan dan kepemilikan kolam
perikanan.
n. Peternakan, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat yang
dapat diukur melalui indikator jumlah kepemilikan hewan peliharaan
besar/sedang dan kecil/unggas.
o. Ketenagakerjaan, merupakan salah satu unsur pembangunan dalam kegiatan
masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah penduduk yang
bekerja, mencari kerja dan tidak bekarja.
p. Sosial Budaya, merupakan unsur bagi penggerak kagiatan di masyarakat yang
dapat diukur melalui banyaknya tempat kesenian, panti dan tempat
pertunjukkan seni dan tempat wisata.
q. Ekonomi Masyarakat, merupakan salah satu pendukung kegiatan
perekonomian masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah tenaga
kerja, sarana perbelanjaan, dan masyarakat bermata pencaharian.
r. Sosial kemasyarakatan, merupakan gambaran kondisi sosial masyarakat yang
dapat dilihat melalui penyandang cacat dan pelanggaran hukum.
54
s. Sosial masyarakat, merupakan unsur bagi penghambat bagi kagiatan di
masyarakat yang dapat diukur melalui banyaknya penduduk penyandang cacat
dan penduduk bermasalah.
t. Aspek pemerintahan, merupakan salah satu urat nadi penggerak pembangunan
yang dapat diukur melalui indikator penerimaan PBB, jumlah perangkat desa,
BPD, KPD, Keputusan Desa, Peraturan Desa.
3.5. Teknik Pengolahan Data
1. Aspek Potensi Wilayah
Data kualitatif dianalisis melalui pendekatan isi dan kedalaman
menterjemahkan suatu fenomena terhadap 19 variabel penelitian. Cara
mengakomodasi analisis kulitatif adalah dengan menstimulasi berbagai
kecenderungan jawaban kualitatif dari responden terhadap fenomena tersebut.
Dalam konteks ini sebagian dari data kualitatif direnovasi menjadi data
kuantitatif melalui non-parametric process. Sedangkan data kuantatif
dikategorikan, diklasifikasi dan diolah sebagai dasar pengukuran dan analisis
untuk memberikan penjelasan dan penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan
variabel penelitian.
Kategori penilaian beradasarkan skala tertentu dan ditetapkan menurut
klasifikasi layak, cukup layak dan tidak layak berdasarkan jumlah skor tertentu
yang representatif. Setiap kategori menjadi penilaian menjadi dasar pilihan
tindakan untuk pemekaran kecamatan dan pendayagunaan potensi.
Metode penilaian ditetapkan melalui metode distribusi yaitu metode rata-rata
yang mempertimbangkan distribusi data. Perhitungan skor dengan metode ini
disesuaikan dengan kemencengan dan keruncingan kurva sebaran data. Setiap sub
indikator mempunyai skor 1 untuk nilai terkecil dan skor 6 untuk nilai terbesar.
Skoring dilakukan dengan cara sebagai berikut :
55
a. Menghitung rata-rata, standar deviasi, dan koefisiens kurtosis/skewness.
b. Menghitung batas 2 (nilai 2 X kurtosis/Skewness X standar deviasi), dan batas
1 (nilai 1 X kurtosis X standar deviasi) dan;
c. Menentukan kelas indeks untuk penentuan skor :
(i) Jika nilai indikator > rata-rata + batas 2, mendapat skor 6;
(ii) Jika rata-rata + batas 2 ≤ nilai indikator < rata-rata+batas 1, mendapat
skor 5;
(iii) Jika rata-rata + batas 1 ≤ nilai indikator < rata-rata, mendapat skor 4;
(iv) Jika rata-rata ≤ nilai indikator < rata-rata - batas 1, mendapat skor 3;
(v) Jika rata-rata - batas 1 ≤ nilai indikator < rata-rata - batas 2, mendapat
skor 2;
(vi) Jika nilai indikator ≤ rata-rata - batas 2, mendapat skor 1;
Asumsi yang digunakan di dalam pembobotan adalah setiap variabel atau
kriteria mempunyai bobot yang berbeda sesuai dengan perannya dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Bobot untuk
pelayanan dasar seperti : bobot demografi, orbitrasi, kesadaran politik, pertanian,
sosial budaya, dan aspek pemerintahan adalah 5, bobot sarana ibadah, sarana olah
raga, kamtibmas, perikanan, peternakan adalah 3, sarana kesehatan dan
pendidikan adalah 11, bobot fasilitas transportasi, komunikasi dan penerangan
umum adalah 7, bobot kondisi sosial masyarakat adalah 2. Selanjutnya, skor
minimal kelulusan adalah jumlah total skor sub indikator pada setiap
variabel/kelompok kriteria dikalikan dengan skor di atas rata-rata untuk setiap
variabel atau kelompok kriteria dikali bobot untuk setiap kelompok indikator.
Perhitungan skor total maksimum dan minimum dari setiap dan seluruh
variabel dapat dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
56
Tabel 3.1
Nilai maksimum dan minimum variabel/kriteria
TOTAL TOTAL
NO VARIABEL JUMLAH BOBOT NILAI NILAI SKOR SKOR
INDIKATOR MIN MAKS MINIMAL MAKSIMAL
1 2 3 4 5 6 7 8
1 DEMOGRAFI 3 5 1 6 15 90
2 ORBITASI 2 5 1 6 10 60
3 PENDIDIKAN 4 11 1 6 44 264
4 KESEHATAN 5 11 1 6 55 330
5 KEAGAMAAN 1 3 1 6 3 18
6 OLAH RAGA 1 3 1 6 3 18
7 TRANSPORTASI 1 7 1 6 7 42
8 KOMUNIKASI 1 7 1 6 7 42
9 PENERANGAN UMUM 2 7 1 6 14 84
10 KESADARAN POLITIK 3 5 1 6 15 90
11 KAMTIBMAS 2 3 1 6 6 36
12 PERTANIAN 2 5 1 6 10 60
13 PERIKANAN 2 3 1 6 6 36
14 PETERNAKAN 2 3 1 6 6 36
15 KETENAGAKERJAAN 3 3 1 6 9 54
16 SOSIAL BUDAYA 3 5 1 6 15 90
17 EKONOMI MASYARAKAT 3 7 1 6 21 126
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 2 2 1 6 4 24
19 ASPEK PEMERINTAHAN 6 5 1 6 30 180
JUMLAH 280 1.680
Skor minimal kelulusan adalah jumlah sub indikator pada setiap
variabel/kelompok kriteria dikali skor di atas rata-rata untuk setiap variabel atau
kelompok kriteria dikali bobot untuk setiap kelompok indikator. Asumsi yang
digunakan adalah nilai di atas rata-rata untuk setiap variabel adalah diatas 3,6.
Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini :
57
Tabel 3.2
Variabel/kriteria di atas rata- rata
Dengan skor 3,6 dengan kategori potensi cukup
SKOR TOTAL
NO VARIABEL JUMLAH BOBOT DI ATAS SKOR
INDIKATOR RATA-RATA
1 2 3 4 5 7
1 DEMOGRAFI 3 5 3,6 54
2 ORBITASI 2 5 3,6 36
3 PENDIDIKAN 4 11 3,6 158
4 KESEHATAN 5 11 3,6 198
5 KEAGAMAAN 1 3 3,6 11
6 OLAH RAGA 1 3 3,6 11
7 TRANSPORTASI 1 7 3,6 25
8 KOMUNIKASI 1 7 3,6 25
9 PENERANGAN UMUM 2 7 3,6 50
10 KESADARAN POLITIK 3 5 3,6 54
11 KAMTIBMAS 2 3 3,6 22
12 PERTANIAN 2 5 3,6 36
13 PERIKANAN 2 3 3,6 22
14 PETERNAKAN 2 3 3,6 22
15 KETENAGAKERJAAN 3 3 3,6 32
16 SOSIAL BUDAYA 3 5 3,6 54
17 EKONOMI MASYARAKAT 3 7 3,6 76
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 2 2 3,6 14
19 ASPEK PEMERINTAHAN 6 5 3,6 108
JUMLAH 1.008
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa skor di atas rata-rata adalah
1.008. Ini berarti suatu kecamatan yang akan dilakukan pemekaran kecamatan
dinyatakan lulus/memenuhi persyaratan atau mampu menyelenggarakan
pemerintahannya jika hasil pengukuran mencapai skor sama dengan atau lebih
dari 1.008. Atas dasar itu, dapat ditetapkan kategori penilaian terhadap
kemampuan daerah, seperti tersebut dalam tabel berikut :
58
Tabel 3.3
Kategori dan pilihan tindakan
INTERVAL
NO KATEGORI SKOR KESIMPULAN
TOTAL
1 2 3 4
1 Potensinya Tinggi 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak dimekarkan
2 Potensinya Cukup 644 ≤ TS < 1.008
Cukup layak dimekarkan diikuti
pengembangan potensinya dalam
waktu tertentu
3 Potensinya Rendah 280 ≤ TS < 644
Tidak layak dimekarkan,
dikembangkan potensinya menuju
kategori Cukup Layak
Dapat dijelaskan bahwa seluruh perhitungan dan analisa statistik dalam
tulisan ini menggunakan alat bantu komputer dengan paket program SPSS For
MS Windows Release 15.0 dan Microsoft Excel.
Perbandingan sebagaimana dipaparkan di atas sifatnya adalah relatif,
artinya apabila terjadi perubahan data/informasi mengenai potensi masing-masing
indikator/sub indikator, maka perhitungan awal akan berubah. Perubahan ini
otomatis akan mempengaruhi perolehan skor total seluruh desa.
Selanjutnya membandingkan potensi kecamatan antara potensi tertinggi
dengan potensi terendah, adapun rumus-rumus yang digunakan adalah :
Selisih (Range) = Nilai Maksimal – Nilai Minimal
Persentase potensi = Nilai Range/Nilai Maksimal dikali 100%
Kriteria potensi kecmatan yang diasumsikan baik sehingga layak dimekarkan
adalah 20 – 30% dari potensi kecamatan terendah.
59
3.6. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat
selama kurang lebih 90 hari kalender sejak ditandatanganinya surat perjanjian
kerjasama (SPK), yaitu mulai awal Februari 2014 sampai dengan bulan April
2014.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung
4.1.1. Potensi Wilayah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan CiwideyKabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 808 atau 86,8%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.1.
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciwidey
Kabupaten Bandung
SKOR
NO VARIABEL SKOR KEC. CIWIDEY %
STANDAR
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 45 83,3
2 ORBITASI 36 20 55,6
3 PENDIDIKAN 158 88 55,6
4 KESEHATAN 198 187 94,4
5 KEAGAMAAN 11 18 166,7
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 55 101,9
11 KAMTIBMAS 22 18 83,3
12 PERTANIAN 36 30 83,3
61
SKOR
NO VARIABEL SKOR KEC. CIWIDEY %
STANDAR
1 2 3 4 5
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 70 92,6
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 65 60,2
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 808 86,8
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 4 (empat) variabel penelitian yaitu: keagamaan, olah raga, kesadaran
politik, dan kondisi sosial masyarakat memiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada empatvariabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 86,8% yaitu kesehatan,
peternakan, ketenagakerjaan, dan ekonomi masyarakat.Potensi yang dimiliki
Kecamatan Ciwidey seperti variabel demografi, orbitasi, pendidikan, transportasi,
komunikasi, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, sosial budaya,
dan aspek pemerintahan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian
skor 86,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Ciwidey dilihat dari variabel tersebut kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
62
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Ciwidey dengan nilai 808 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukup sebesar 86,8%, dimana :
1. Ada 4 dari 19 variabel penelitian (21%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Ciwidey secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Ciwidey memiliki skor 808 (86,8%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Ciwidey memiliki skor kurang dari 1.008 (644 ≤ 808<
1.008),yang berarti Kecamatan Ciwidey cukup layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Ciwidey Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
63
Tabel 4.2.
Prioritas Potensi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN
TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana
transportasi umum yang
mencukupi bagi
masyarakat untuk
kelancaran aktivitas rutin
dan kemudahan
kepemilikan kendaraan
sendiri untuk menunjang
kegiatan keluarga yang
ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
2 PENDIDIKAN 158 - 88 = 70
Pemenuhan target wajib
belajar disertai
ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
3 ORBITASI 36 - 20 = 16
Pemenuhan pelayanan
kepada masyarakat
melalui jarak dan waktu
tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan
kecamatan yang mudah
dan cepat.
Variabel transportasi, pendidikan, dan orbitasi memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (86,8%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Ciwidey dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti
pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
64
4.1.2. Potensi Wilayah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Rancabali Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.018 atau
101,4% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.3.
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancabali
Kabupaten Bandung
SKOR
N
O VARIABEL SKOR
KEC.
RANCABALI %
STANDA
R
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 40 74,1
2 ORBITASI 36 30 83,3
3 PENDIDIKAN 158 154 97,2
4 KESEHATAN 198 286 144,4
5 KEAGAMAAN 11 15 138,9
6 OLAH RAGA 11 18 166,7
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 15 69,4
12 PERTANIAN 36 35 97,2
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 55 101,9
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1018 101,4
Sumber : Pengolahan Data
65
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitukesehatan, keagamaan, olah raga,
transportasi, komunikasi, kesadaran politik, sosial budaya, dan kondisi sosial
masyarakat,memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor
dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada sebelas variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
dibawah rata-rata pencapaian skor 101,4% yaitu demografi, orbitasi, pendidikan,
pertanian, ketenagakerjaan, penerangan umum, kamtibmas, perikanan,
peternakan, ekonomi masyarakat, dan aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki
Kecamatan Rancabali dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti
potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Rancabali dengan nilai 1.018 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 101,4% dimana :
1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Rancabali secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Rancabali memiliki skor 1.018 (101,4%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Rancabali memiliki skor sama dengan minimal
kelulusan (1.008,0 ≤1.018< 1.680),yang berarti Kecamatan Rancabali
layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Rancabali Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
66
Tabel 4.4.
Prioritas Potensi Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan penguaan
kapasitas desa agar mampu
melayani masyarakat
2 KAMTIBMAS 22 - 15 = 7
Peningkatan peran serta
masyarakat dalam mewujudkan
keamanan, ketertiban dan
ketertiban melalui peningkatan
dan kelembagaan masyarakat
dengan aparat kecamatan,
kelurahan/desa dan kepolisian
dengan penyediaan sarana
poskamling
3 EKONOMI
MASYARAKAT 76 - 63 = 13
Membuka dan memberdayakan
Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes), serta memfasilitasi
pembentukan dan peningkatan
peran lembaga keuangan, koperasi,
pasar dan pertokoan
Variabel aspek pemerintahan, kamtibmas, dan ekonomi masyarakat
memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata
pencapaian skor (101,4%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan
(100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Rancabali dilihat dari
variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas
masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori menjadi Layak dimekarkan.
4.1.3. Potensi Wilayah Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
67
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 894 atau 92,9%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.5.
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pasirjambu
Kabupaten Bandung
z SKOR
N
O VARIABEL SKOR
KEC.
PASIRJAMBU %
STANDA
R
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 50 92,6
2 ORBITASI 36 25 69,4
3 PENDIDIKAN 158 88 55,6
4 KESEHATAN 198 176 88,9
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 45 125,0
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 24 111,1
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 55 101,9
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 115 106,5
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 894 92,9
Sumber : Pengolahan Data
68
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian,
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitukeagamaan, olah raga, kesadaran
politik, peternakan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, kondisi sosial
masyarakat, dan aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau diatas rata-rata pencapaian skor 92,9% yaitu kamtibmas. Ada
sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar
minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama
dengan atau dibawah rata-rata pencapaian skor 92,9% yaitu demografi, orbitasi,
pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, perikanan,
dan ketenagakerjaan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Pasirjambumemiliki skor
di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor
92,9%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Pasirjambu dilihat dari variabel tersebut kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Pasirjambu dengan nilai 894 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukupsebesar 92,9%,
dimana :
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari
skor Kecamatan Pasirjambu secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Pasirjambu
memiliki skor 894 (92,9%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi
Kecamatan Pasirjambu memiliki skor dibawahminimal kelulusan (644 ≤ 894 <
1.008),yang berarti Kecamatan Pasirjambucukup layak untuk dimekarkan.
69
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Pasirjambu Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.6
Prioritas Potensi Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
2 PENDIDIKAN 158 - 88 = 70
Pemenuhan target wajib belajar
disertai ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
3 ORBITASI 36 - 25 = 11
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan kecamatan
yang mudah dan cepat.
Variabel transportasi, pendidikan dan orbitasimemiliki skor di bawah rata-
rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (92,9%) dan
di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Pasirjambu dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari
Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
4.1.4. Potensi Wilayah Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cimaung Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 803 atau 86,4%
70
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.7
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimaung
Kabupaten Bandung
SKOR
NO VARIABEL SKOR KEC. CIMAUNG %
STANDAR
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 50 92,6
2 ORBITASI 36 20 55,6
3 PENDIDIKAN 158 99 62,5
4 KESEHATAN 198 121 61,1
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 50 92,6
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 40 111,1
13 PERIKANAN 22 21 97,2
14 PETERNAKAN 22 24 111,1
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 49 64,8
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 120 111,1
JUMLAH & RATA-RATA 1008 803 86,4
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaitukeagamaan, kamtibmas, pertanian,
peternakan, dan aspek pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar
71
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada 6 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
diatasrata-rata pencapaian skor 86,4% yaitu demografi, kesadaran politik,
perikanan, ketenagakerjaan, sosial budaya, dan kondisi sosial masyarakat. Ada 8
variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal
kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata
pencapaian skor 86,4% yaitu orbitasi, pendidikan, kesehatan, olah raga,
transportasi, komunikasi, penerangan umum, dan ekonomi masyarakat.Potensi
yang dimiliki Kecamatan Cimaung dilihat dari variabel tersebut kurang memadai,
yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cimaung dengan nilai 803 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukup sebesar 86,4%,
dimana :
1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cimaung secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cimaung memiliki skor 803 (86,4%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Cimaung memiliki skor di bawah minimal kelulusan
(644 ≤ 803 < 1.008),yang berarti Kecamatan Cimaungcukup layak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cimaung Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
72
Tabel 4.8
Prioritas Potensi Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
2 ORBITASI 36 - 20 = 16
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan kec.
yang mudah dan cepat.
3 KESEHATAN 198 - 121 = 77
Penurunan angka kematian bayi,
gizi buruk dan keluarga
prasejahtera, serta peningkatan
imunisasi bayi dan balita,
akseptor KB dan aktivitas PKK,
diikuti dengan peningkatan
sarana kesehatan dan tenaga
medis, serta jumlah jamban kel.
Variabel transportasi, orbitasi dan kesehatan memiliki skor di bawah rata-
rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (86,4%) dan
di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Cimaung dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari
Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
4.1.5. Potensi Wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.223 atau
73
117,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.9
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung
SKOR
N
O VARIABEL SKOR
KEC.
PANGALENGAN %
STANDAR
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 70 129,6
2 ORBITASI 36 10 27,8
3 PENDIDIKAN 158 198 125,0
4 KESEHATAN 198 242 122,2
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 35 138,9
9 PENERANGAN UMUM 50 56 111,1
10 KESADARAN POLITIK 54 65 120,4
11 KAMTIBMAS 22 36 166,7
12 PERTANIAN 36 50 138,9
13 PERIKANAN 22 24 111,1
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 42 129,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 91 120,4
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 160 148,1
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.223 117,8
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 11 (sebelas) variabel penelitian yaitu demografi, pendidikan, kesehatan,
transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kamtibmas, pertanian,
74
ketenagakerjaan, ekonomi masyarakat, dan aspek pemerintahan memiliki skor di
atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), dan di atas rata-rata
pencapaian skor 117,8 sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya
mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada empat variabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di
bawahrata-rata pencapaian skor 117,8% yaitu keagamaan, olah raga, penerangan
umum, dan perikanan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Pangalengan seperti
variabel orbitasi, peternakan, sosial budaya, dan kondisi sosial
masyarakat,memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-
rata pencapaian skor 117,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan
100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pangalengan dilihat dari
variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih
perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Pangalengan dengan nilai 1.223 dapat disimpulkan
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 117,8%,
dimana :
1. Ada 11 dari 19 variabel penelitian (58%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Pangalengan secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Pangalengan memiliki skor 1.223 (117,8%) dari minimal standar
kelulusan, atau potensi Kecamatan Pangalengan memiliki skor lebih
dariminimal kelulusan (1.223 >1.008),yang berarti Kecamatan
Pangalenganlayak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini:
75
Tabel 4.10
Prioritas Potensi Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ORBITASI 36 - 10 = 26
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan
kecamatan yang mudah dan
cepat.
2 SOSIAL
BUDAYA 54 - 50 = 4
Perlunya peningkatan
pembangunan bagi penggerak
kegiatan masyarakat melalui
banyaknya tempat kesenian,
panti, dan tempat pertunjukkan
seni dan tempat wisata
3 PETERNAKAN 22 - 21 = 1
Mendorong pertumbuhan sub
sektor peternakan melalui
bantuan modal dan teknis baik
peternakan besar, sedang
maupun unggas
Variabel orbitasi, sosial budaya, dan peternakan memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (117,8%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Pangalengan dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam
waktu tertentu.
4.1.6. Potensi Wilayah Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Kertasari Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 743 atau 83,7%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
76
Tabel 4.11
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kertasari
Kabupaten Bandung
SKOR
N
O VARIABEL SKOR
KEC.
KERTASARI %
STANDAR
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 45 83,3
2 ORBITASI 36 45 125,0
3 PENDIDIKAN 158 66 41,7
4 KESEHATAN 198 143 72,2
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 35 69,4
10 KESADARAN POLITIK 54 50 92,6
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 35 97,2
13 PERIKANAN 22 21 97,2
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 743 83,7
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 2 (dua) variabel penelitian yaitu orbitasi dan keagamaan, memiliki skor di
atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel
penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan
berbagai tingkat capaian.
77
Ada 7 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
diatas rata-rata pencapaian skor 83,7% yaitu kesadaran politik, kamtibmas,
pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, dan kondisi sosial
masyarakat.Ada 10 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
dibawah rata-rata pencapaian skor 83,7% yaitu demografi, pendidikan, kesehatan,
olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, sosial budaya, ekonomi
masyarakat, aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Kertasari
dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas
masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Kertasari dengan nilai 743 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukup sebesar 83,7%,
dimana :
1. Ada 2dari 19 variabel penelitian (11%) mencapai skor di atas rata-rata dari
skor Kecamatan Kertasari secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Kertasari memiliki skor 743 (83,7%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Kertasari memiliki skor di bawah minimal kelulusan
(743<1.008),yang berarti Kecamatan Kertasaricukup layak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Kertasari Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
78
Tabel 4.12
Prioritas Potensi Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
2 PENDIDIKAN 158 - 66 = 92
Pemenuhan target wajib belajar
disertai ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
3 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan penguaan
kapasitas desa agar mampu
melayani masyarakat
Variabel transportasi, komunikasi dan kondisi sosial masyarakat memiliki
skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian
skor (83,7%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Kertasari dilihat dari variabel
tersebutrelatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan dari kategori Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
4.1.7. Potensi Wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.117 atau
106,6% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
79
Tabel 4.13
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pacet
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. PACET %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 50 92,6
2 ORBITASI 36 20 55,6
3 PENDIDIKAN 158 176 111,1
4 KESEHATAN 198 242 122,2
5 KEAGAMAAN 11 15 138,9
6 OLAH RAGA 11 18 166,7
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 90 166,7
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 35 97,2
13 PERIKANAN 22 24 111,1
14 PETERNAKAN 22 27 125,0
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 55 101,9
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 150 138,9
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.117 106,6
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitupendidikan, kesehatan, keagamaan,
olah raga, kesadaran politik, kamtibmas, perikanan, peternakan, dan aspek
pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
(≥100%) dan di atas rata-rata pencapaian skor, sedangkan variabel penelitian
80
lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat
capaian.
Ada dua variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet seperti
variabelsosial budaya dan ekonomi masyarakat memiliki skor di atasstandar
minimal kelulusan dandi bawahrata-rata pencapaian skor 106,6%. Ada delapan
variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet seperti variabel
demografi, orbitasi, transportasi, komunikasi, penerangan umum, pertanian,
ketenagakerjaan, dan kondisi sosial masyarakat,memiliki skordi bawah standar
minimal kelulusan dan di bawah rata-rata pencapaian skor 106,6%sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet dilihat dari variabel tersebut kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Pacet dengan nilai 1.117 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 106,6%, dimana
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Pacet secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Pacet
memiliki skor 1.117 (106,6%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi
Kecamatan Pacet memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.008,0
≤1.117< 1.680),yang berarti Kecamatan Pacet layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Pacet Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
81
Tabel 4.14
Prioritas Potensi Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan keluarga
yang ditunjang dengan perbaikan
prasarana jalan
2 ORBITASI 36 - 20 = 16
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan kecamatan
yang mudah dan cepat.
3 KOMUNIKASI 25 - 21 = 4
Penyediaan sarana komunikasi
yang mencukupi bagi masyarakat
untuk kelancaran aktivitas rutin
seperti TV, Radio, Telepon, dan
kantor pos.wartel dan sejenisnya
Variabel transportasi, orbitasi, dan komunikasi memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (106,6%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Pacet dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
mencapai kategori Layak dimekarkan.
4.1.8. Potensi Wilayah Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Ibun Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 969 atau 98,1%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
82
Tabel 4.15
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ibun
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. IBUN %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 45 83,3
2 ORBITASI 36 15 41,7
3 PENDIDIKAN 158 99 62,5
4 KESEHATAN 198 220 111,1
5 KEAGAMAAN 11 15 138,9
6 OLAH RAGA 11 18 166,7
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 80 148,1
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 35 97,2
13 PERIKANAN 22 24 111,1
14 PETERNAKAN 22 24 111,1
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 12 83,3
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 145 134,3
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 969 98,1
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitukesehatan, keagamaan, olah raga,
kesadaran politik, kamtibmas, perikanan, peternakan, dan aspek
pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor
dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
83
Potensi yang dimiliki Kecamatan Ibun seperti variabel demografi, orbitasi,
pendidikan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, pertanian,
ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, dan kondisi sosial
masyarakat memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-
rata pencapaian skor 98,1%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan
100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ibun dilihat dari variabel
tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Ibun dengan nilai 969 dapat disimpulkan cukup layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 98,1%, dimana
1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Ibun secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Ibun
memiliki skor 969(98,1%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi
Kecamatan Ibun memiliki skor kurang dari minimal kelulusan
(969≤1.008),yang berarti Kecamatan Ibuncukup layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Ibun Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini:
Tabel 4.16
Prioritas Potensi Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
84
2 ORBITASI 36 - 15 = 21
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan
kecamatan yang mudah dan
cepat.
3 PENDIDIKAN 158 - 99 = 59
Pemenuhan target wajib belajar
disertai ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
Variabel transportasi, orbitasi, dan pendidikan memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (98,1%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Ibun dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti
pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.9. Potensi Wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.005 atau
101,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini
Tabel 4.17
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Paseh
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. PASEH %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 15 41,7
85
3 PENDIDIKAN 158 143 90,3
4 KESEHATAN 198 165 83,3
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 75 138,9
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 35 97,2
13 PERIKANAN 22 24 111,1
14 PETERNAKAN 22 24 111,1
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 60 111,1
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 70 92,6
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 145 134,3
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.005 101,2
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, keagamaan, transportasi,
kesadaran politik, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, dan
aspek pemerintahan, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal
kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya
mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada 10 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
dibawah rata-rata pencapaian skor 101,2% yaitu orbitasi, pendidikan, kesehatan,
olah raga, komunikasi, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, ekonomi
86
masyarakat, dan kondisi sosial masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan
Paseh dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut
di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Paseh dengan nilai 1.005 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 101,2%,
dimana :
1. Ada 9dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari
skor Kecamatan Paseh secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Paseh
memiliki skor 1.005(101,2%), atau potensi Kecamatan Paseh memiliki
skor kurang dari minimal kelulusan (644 ≤ 1.005 < 1.008),yang berarti
Kecamatan Pasehcukup layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Paseh Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.18
Prioritas Potensi Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ORBITASI 36 - 15 = 21
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan kecamatan
yang mudah dan cepat.
2 KESEHATAN 198 - 165 = 33
Penurunan angka kematian bayi,
gizi buruk dan keluarga
prasejahtera, serta peningkatan
imunisasi bayi dan balita, akseptor
KB dan aktivitas PKK, diikuti
dengan peningkatan sarana
87
kesehatan dan tenaga medis, serta
jumlah jamban keluarga
3 OLAH RAGA 11 - 9 = 2
Pembangunan dan penyediaan
sarana olah raga yang memadai
bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel kondisi orbitasi, kesehatan, dan olah raga memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (101,2%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Paseh dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan
4.1.10. Potensi Wilayah Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cikancung Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 993 atau
106,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.19
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cikancung
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
N
O VARIABEL STANDAR
KEC.
CIKANCUNG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 45 83,3
2 ORBITASI 36 35 97,2
3 PENDIDIKAN 158 110 69,4
4 KESEHATAN 198 198 100,0
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 15 138,9
88
7 TRANSPORTASI 25 42 166,7
8 KOMUNIKASI 25 42 166,7
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 70 129,6
11 KAMTIBMAS 22 18 83,3
12 PERTANIAN 36 35 97,2
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 30 138,9
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 115 106,5
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 993 106,9
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 6 (enam) variabel penelitian yaitukeagamaan, olah raga, transportasi,
komunikasi, kesadaran politik, dan peternakan, memiliki skor di atas rata-rata dari
standar minimal kelulusan (≥100%)dan memiliki skor di atas rata-rata pencapaian
skor 106,9%, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai
skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada tiga variabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor di bawah rata-rata
pencapaian skor 106,9% yaitu kesehatan,ekonomi masyarakat dan aspek
pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung seperti variabel
demografi, orbitasi, pendidikan, penerangan umum, kamtibmas, pertanian,
perikanan, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki
skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor
106,9%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung dilihat dari variabel tersebut
kurangmemadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
89
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cikancung dengan nilai 993 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 106,9%,
dimana :
1. Ada 11 dari 19 variabel penelitian (58%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cikancung secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cikancung memiliki skor 993 (106,9%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Cikancung memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (644≤993<1.008),yang berarti Kecamatan Cikancung cukup
layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cikancung Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.20
Prioritas Potensi Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN
TINDAKAN
1 2 3 4
1 PENDIDIKAN 158 - 110 = 48
Pemenuhan target wajib
belajar disertai
ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
2 DEMOGRAFI 54 - 45 = 9
Jumlah penduduk, jumlah
KK dan Luas wilayah
merupakan potensi. Perlu
Efisiensi pemanfaatan
lahan untuk membangun
kawasan pemukiman dan
jadikan kecamatan,
kelurahan/desa sebagai
sumber penghidupan dan
kehidupan masyarakat
90
3 PENERANGAN
UMUM 50 - 42 = 8
Penyediaan fasilitas
pelayanan bagi masyara-
kat dalam bidang prasa-
rana penerangan umum
seperti kemudahan pema-
sangan listrik dan lainnya
Variabel pendidikan, demografi, dan penerangan umum memiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(106,9%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.11. Potensi Wilayah Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cicalengka Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.029 atau
100,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.21
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. CICALENGKA %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 15 41,7
3 PENDIDIKAN 158 209 131,9
4 KESEHATAN 198 143 72,2
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
91
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 70 129,6
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 145 134,3
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.029 100,9
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 10 (sepuluh) variabel penelitian yaitudemografi, pendidikan, keagamaan,
olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kamtibmas, ekonomi
masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Potensi yang dimiliki Kecamatan Cicalengka seperti variabel orbitasi,
kesehatan, penerangan umum, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan,
sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawah rata-rata dengan
tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 100,9%dan di bawah rata-rata
daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan
Cicalengka dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cicalengka dengan nilai 1.029 dapat disimpulkan layak
dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 100,9%, dimana :
92
1. Ada 10 dari 19 variabel penelitian (53%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cicalengka secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cicalengka memiliki skor 1.029 (100,9%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Cicalengka memiliki skor kelulusan (1.029
≥1.008),yang berarti Kecamatan Cicalengkalayak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cicalengka Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini:
Tabel 4.22
Prioritas Potensi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ORBITASI 36 - 15 = 21
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan waktu
tempuh ke pusat pemerintahan
kecamatan yang mudah dan cepat.
2 KESEHATAN 198 - 143 = 55
Penurunan angka kematian bayi, gizi
buruk dan keluarga prasejahtera,
serta peningkatan imunisasi bayi dan
balita, akseptor KB dan aktivitas
PKK, diikuti dengan peningkatan
sarana kesehatan dan tenaga medis,
serta jumlah jamban keluarga
3 PERTANIAN 36 - 30 = 6
Peningkatan produksi pertanian
melalui panca usaha tani,
pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian dengan bekerja sama
dengan koperasi dan pihak ketiga
yang menguntungkan bagi petani
Variabel orbitasi, kesehatan dan pertanianmemiliki skor di bawah rata-rata
dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (100,9%) dan di
bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang
dimiliki Kecamatan Cicalengka dilihat dari variabel tersebut relatif
93
kurangmemadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan
untuk menjadi kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya
dalam waktu tertentu.
4.1.12. Potensi Wilayah Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Nagreg Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.029 atau
100,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.23
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Nagreg
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. NAGREG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 35 64,8
2 ORBITASI 36 50 138,9
3 PENDIDIKAN 158 176 111,1
4 KESEHATAN 198 286 144,4
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 15 138,9
7 TRANSPORTASI 25 42 166,7
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 35 69,4
10 KESADARAN POLITIK 54 55 101,9
11 KAMTIBMAS 22 15 69,4
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
94
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.029 100,2
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaituorbitasi, pendidikan, kesehatan,
keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kondisi sosial
masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor
dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg seperti variabel demografi,
penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan,
ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di
bawahrata-rata pencapaian skor 100,2%dan di bawah rata-rata daristandar
minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg
dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas
masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Nagreg dengan nilai 1.029 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 100,2%, dimana
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Nagreg secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Nagreg
memiliki skor 1.029 (100,2%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Nagreg memiliki skor lebih dari minimal kelulusan
(1.029≥1.008),yang berarti Kecamatan Nagreglayak untuk dimekarkan.
95
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Nagreg Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.24
Prioritas Potensi Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa agar
mampu melayani masyarakat
2 DEMOGRAFI 54 - 35 = 19
Jumlah penduduk, jumlah KK
dan Luas wilayah merupakan
potensi. Perlu Efisiensi
pemanfaatan lahan untuk
membangun kawasan
pemukiman dan jadikan
kecamatan, kelurahan/desa
sebagai sumber penghidupan dan
kehidupan masyarakat
3 PENERANGAN
UMUM 50 - 35 = 15
Penyediaan fasilitas pelayanan
bagi masyarakat dalam bidang
prasarana penerangan umum
seperti kemudahan pemasangan
listrik dan lainnya
Variabel aspek pemerintahan, demografi, dan penerangan umum memiliki
skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian
skor (100,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya
dalam waktu tertentu.
96
4.1.13. Potensi Wilayah Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung.
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Rancaekekmelalui
skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan
di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.180 atau 104,6% dari standar
minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dlm Tabel di bawah ini :
Tabel 4.25
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancaekek
Kabupaten Bandung
SKOR
NO VARIABEL
SKOR
STANDAR
KEC.
RANCAEKEK %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 65 120,4
2 ORBITASI 36 40 111,1
3 PENDIDIKAN 158 231 145,8
4 KESEHATAN 198 209 105,6
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 14 55,6
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 56 111,1
10 KESADARAN POLITIK 54 90 166,7
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 60 111,1
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 91 120,4
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 12 83,3
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 150 138,9
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.180 104,6
Sumber : Pengolahan Data
97
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 10 (sepuluh) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
kesehatan, penerangan umum, kesadaran politik, kamtibmas, sosial budaya,
ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari
standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya
umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat
capaian.
Potensi yang dimiliki Kecamatan Rancaekek seperti variabelkeagamaan,
olah raga, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, peternakan,
ketenagakerjaan, kondisi sosial masyarakat,memiliki skordi bawah rata-rata
dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 104,6%dan di bawah
rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki
Kecamatan Rancaekek dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti
potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas,
dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan
Rancaekek dengan nilai 1.180 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai
dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 104,6%,dimana :
1. Ada 10 dari 19 variabel penelitian (53%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Rancaekek secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Rancaekek memiliki skor 1.180 (104,6%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Rancaekek memiliki skor lebih dari minimal
kelulusan (1.180≥1.008),yang berarti Kecamatan Rancaekeklayak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Rancaekek Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
98
Tabel 4.26
Prioritas Potensi Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 14 = 11
Penyediaan sarana transportasi umum
yang mencukupi bagi masyarakat
untuk kelancaran aktivitas rutin dan
kemudahan kepemilikan kendaraan
sendiri untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
2 KEAGAMAAN 11 - 9 = 2
Pembangunan sarana ibadah yang
memadai bagi masyarakat seperti
masjid, surau/ langgar, gereja, pura
dan vihara dalam rangka
meningkatkan ketaqwaan dan
mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan
kesepakatan antar pemimpin umat
beragama dan penduduk setempat.
3 OLAH RAGA 11 - 9 = 2
Pembangunan dan penyediaan
sarana olah raga yang memadai
bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel transportasi, keagamaan dan olah raga memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (104,6%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Rancaekek dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu
tertentu.
4.1.14. Potensi Wilayah Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Majalaya Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.071 atau
99
95,7% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam
Tabel di bawah ini :
Tabel 4.27
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Majalaya
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. MAJALAYA %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 65 120,4
2 ORBITASI 36 20 55,6
3 PENDIDIKAN 158 242 152,8
4 KESEHATAN 198 154 77,8
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 21 83,3
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 56 111,1
10 KESADARAN POLITIK 54 65 120,4
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 91 120,4
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 8 55,6
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 140 129,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.071 95,7
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitudemografi, pendidikan, penerangan
umum, kesadaran politik, ketenagakerjaan, ekonomi masyarakat, aspek
pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
100
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor
di bawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada satu variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan
Majalayayaitu variabelkamtibmas memiliki skor di atas rata-rata dengan tingkat
capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 95,7%dan di bawah rata-rata
daristandar minimal kelulusan 100%. Ada sebelas variabel penelitian potensi yang
dimiliki Kecamatan Majalayayaitu variabelorbitasi, kesehatan, keagamaan, olah
raga, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya,
kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat
capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 95,7%dan di bawah rata-rata
daristandar minimal kelulusan 100%sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan
Majalaya dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Majalaya dengan nilai 1.071 dapat disimpulkan layak
dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 95,7%, dimana :
1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Majalaya secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Majalaya memiliki skor 1.071 (95,7%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Majalaya memiliki skor lebih dari minimal
kelulusan (1.008 ≤1.071<1.680),yang berarti Kecamatan Majalaya layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Majalaya Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
101
Tabel 4.28
Prioritas Potensi Kecamatan Majalaya
Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 KONDISI
SOSIAL
MASYARAKAT
14 - 8 = 6
Perlunya pendidikan agama
dan kesadaran bersosial dan
bermasyarakat untuk menekan
permasalahan dan konflik
sosial
2 ORBITASI 36 - 20 = 16
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan
kecamatan yang mudah dan
cepat.
3 KESEHATAN 198 - 154 = 44
Penurunan angka kematian bayi,
gizi buruk dan keluarga
prasejahtera, serta peningkatan
imunisasi bayi dan balita,
akseptor KB dan aktivitas PKK,
diikuti dengan peningkatan
sarana kesehatan dan tenaga
medis, serta jumlah jamban
keluarga
Variabel kondisi sosial masyarakat, orbitasi, dankesehatan memiliki skor
di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(95,7%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Majalaya dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan.
4.1.15. Potensi Wilayah Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
102
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 928 atau 96,8%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.29
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Solokanjeruk
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. SOLOKANJERUK %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 45 83,3
2 ORBITASI 36 40 111,1
3 PENDIDIKAN 158 154 97,2
4 KESEHATAN 198 187 94,4
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 18 83,3
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17
EKONOMI
MASYARAKAT 76 70 92,6
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 65 60,2
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 928 96,8
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitu orbitasi, keagamaan, olah raga,
transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki
103
skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel
penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan
berbagai tingkat capaian.
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-rata dari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 96,8% yaitu pendidikan dan
peternakan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk seperti variabel
demografi, kesehatan, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan,
ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawah
rata-rata pencapaian skor 96,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal
kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk dilihat
dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih
perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk dengan nilai 928 dapat disimpulkan layak
dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 96,8%, dimana :
1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Solokanjeruk secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Solokanjeruk memiliki skor 928 (96,8%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Solokanjeruk memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (928≤1.008),yang berarti Kecamatan Solokanjeruk cukup layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Solokanjeruk Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini:
104
Tabel 4.30
Prioritas Potensi Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 65 = 43
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan penguaan
kapasitas desa agar mampu
melayani masyarakat
2 SOSIAL
BUDAYA 54 - 45 = 9
Perlunya peningkatan
pembangunan bagi penggerak
kegiatan masyarakat melalui
banyaknya tempat kesenian, panti,
dan tempat pertunjukkan seni dan
tempat wisata
3 PERTANIAN 36 - 30 = 6
Peningkatan produksi pertanian
melalui panca usaha tani,
pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian dengan bekerja sama
dengan koperasi dan pihak ketiga
yang menguntungkan bagi petani
Variabel aspek pemerintahan, sosial budaya dan pertanianmemiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(96,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.16. Potensi Wilayah Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan CiparayKabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.146 atau
105
105,6% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.31
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciparay
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. CIPARAY %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 65 120,4
2 ORBITASI 36 40 111,1
3 PENDIDIKAN 158 253 159,7
4 KESEHATAN 198 165 83,3
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 21 83,3
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 63 125,0
10 KESADARAN POLITIK 54 85 157,4
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 21 97,2
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 145 134,3
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.146 105,6
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
penerangan umum, kesadaran politik, kamtibmas, aspek pemerintahan memiliki
skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%) di atas rata-rata skor
106
pencapaian 105,6%, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya
mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada duavariabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari standar
minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di bawah
rata-rata pencapaian skor 105,6% yaitu ketenagakerjaan dan ekonomi
masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Ciparay seperti variabel kesehatan,
keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, peternakan,
sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawahrata-rata
pencapaian skor 105,6%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan
100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ciparay dilihat dari variabel
tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Ciparay dengan nilai 1.146 dapat disimpulkan layak
dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 105,6%, dimana :
1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Ciparay secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Ciparay
memiliki skor 1.146 (105,6%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi
Kecamatan Ciparay memiliki skor lebih dari 1.008 (1.146> 1.008),yang
berarti Kecamatan Ciparaylayak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Ciparay Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.32
Prioritas Potensi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 KESEHATAN 198 - 165 = 33 Penurunan angka kematian bayi, gizi
buruk dan keluarga prasejahtera,
107
serta peningkatan imunisasi bayi dan
balita, akseptor KB dan aktivitas
PKK, diikuti dengan peningkatan
sarana kesehatan dan tenaga medis,
serta jumlah jamban keluarga
2 KEAGAMAAN 11 - 9 = 2
Pembangunan sarana ibadah yang
memadai bagi masyarakat seperti
masjid, surau/ langgar, gereja, pura
dan vihara dalam rangka
meningkatkan ketaqwaan dan
mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan
kesepakatan antar pemimpin umat
beragama dan penduduk setempat.
3 OLAH RAGA 11 - 9 = 2
Pembangunan dan penyediaan
sarana olah raga yang memadai
bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel kesehatan, keagamaan, dan olah raga memiliki skor di bawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (105,6%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Ciparay dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk
mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti
pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.17. Potensi Wilayah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.095 atau
96,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam
Tabel di bawah ini :
108
Tabel 4.33
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
N
O VARIABEL STANDAR
KEC.
BALEENDAH %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 75 138,9
2 ORBITASI 36 35 97,2
3 PENDIDIKAN 158 242 152,8
4 KESEHATAN 198 209 105,6
5 KEAGAMAAN 11 6 55,6
6 OLAH RAGA 11 6 55,6
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 70 138,9
10 KESADARAN POLITIK 54 75 138,9
11 KAMTIBMAS 22 18 83,3
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 55 101,9
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 95 88,0
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.095 96,2
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitudemografi, pendidikan, kesehatan,
penerangan umum, kesadaran politik, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi
sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor
dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
109
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-rata dari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
diatas rata-rata pencapaian skor 96,2% yaitu orbitasi dan peternakan.Ada sembilan
variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal
kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata
pencapaian skor 96,2% yaitu keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi,
kamtibmas, pertanian, perikanan, kondisi sosial masyarakat, aspek
pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Baleendah dilihat dari variabel
tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Baleendah dengan nilai 1.095 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 96,2%, dimana :
1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Baleendah secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Baleendah memiliki skor 1.095 (96,2%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Baleendah memiliki skor di atasminimal
kelulusan (1.008 ≤ 1.095< 1.680),yang berarti Kecamatan Baleendah layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.34
Prioritas Potensi Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18 Penyediaan sarana transportasi
110
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri untuk
menunjang kegiatan keluarga yang
ditunjang dengan perbaikan
prasarana jalan
2 KEAGAMAAN 11 - 6 = 5
Pembangunan sarana ibadah yang
memadai bagi masyarakat seperti
masjid, surau/ langgar, gereja, pura
dan vihara dalam rangka
meningkatkan ketaqwaan dan
mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan
kesepakatan antar pemimpin umat
beragama dan penduduk setempat.
3 OLAH RAGA 11 - 6 = 5
Pembangunan dan penyediaan
sarana olah raga yang memadai
bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel aspek transportasi, keagamaan, dan olah raga memiliki skor
dibawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(96,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Baleendah dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori menjadi Layak dimekarkan.
4.1.18. Potensi Wilayah Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Arjasari Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 881 atau 89,5%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
111
Tabel 4.35
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. ARJASARI %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 45 83,3
2 ORBITASI 36 20 55,6
3 PENDIDIKAN 158 154 97,2
4 KESEHATAN 198 121 61,1
5 KEAGAMAAN 11 12 111,1
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 65 120,4
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 130 120,4
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 881 89,5
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaitukeagamaan, olah raga, kesadaran politik,
kamtibmas, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
112
Ada lima variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau diatas rata-rata pencapaian skor 89,5% yaitu pendidikan,
penerangan umum, peternakan, ketenagakerjaan, kondisi sosial masyarakat. Ada
sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar
minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama
dengan atau dibawah rata-rata pencapaian skor 89,5% yaitu demografi, orbitasi,
kesehatan, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, sosial budaya, ekonomi
masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Arjasari memiliki skor di
bawahrata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor
89,5%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Arjasari dilihat dari variabel tersebut kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Arjasari dengan nilai 881 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedangsebesar 89,5%,
dimana :
1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari
skor Kecamatan Arjasari secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Arjasari
memiliki skor 881 (89,5%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi
Kecamatan Arjasari memiliki skor dibawah minimal kelulusan (644 ≤ 881<
1.008),yang berarti Kecamatan Arjasaricukup layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Arjasari Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
113
Tabel 4.36
Prioritas Potensi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang dengan
perbaikan prasarana jalan
2 ORBITASI 36 - 20 = 16
Pemenuhan pelayanan kepada
masyarakat melalui jarak dan
waktu tempuh ke pusat
pemerintahan desa dan
kecamatan yang mudah dan
cepat.
3 KESEHATAN 198 - 121 = 77
Penurunan angka kematian bayi,
gizi buruk dan keluarga
prasejahtera, serta peningkatan
imunisasi bayi dan balita,
akseptor KB dan aktivitas PKK,
diikuti dengan peningkatan
sarana kesehatan dan tenaga
medis, serta jumlah jamban
keluarga
Variabel transportasi, orbitasi dan kesehatan memiliki skor di bawahrata-
rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (89,5%) dan
di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Arjasari dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari
Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
114
4.1.19. Potensi Wilayah Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Banjaran Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.000 atau
96,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam
Tabel di bawah ini
Tabel 4.37
Potensi wilayah Pemerintahan Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. BANJARAN %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 45 125,0
3 PENDIDIKAN 158 176 111,1
4 KESEHATAN 198 154 77,8
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 14 55,6
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 70 129,6
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 84 111,1
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 130 120,4
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.000 96,9
Sumber : Pengolahan Data
115
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
kesadaran politik, kamtibmas, ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat,
aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor
dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
diatas rata-rata pencapaian skor 96,9% yaitu penerangan umum dan peternakan.
Ada sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
dibawah rata-rata pencapaian skor 96,9% yaitu kesehatan, keagamaan, olah raga,
transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, ketenagakerjaan, sosial
budaya.Potensi yang dimiliki Kecamatan Banjaran dilihat dari variabel tersebut
kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Banjaran dengan nilai 1.000 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 96,9%,
dimana :
1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Banjaran secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Banjaran memiliki skor 1.000 (96,9%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Banjaran memiliki skor di bawah minimal
kelulusan (644 ≤ 1.000< 1.008),yang berarti Kecamatan Banjarancukup
layak untuk dimekarkan.
116
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Banjaran Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.38
Prioritas Potensi Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 14 = 11
Penyediaan sarana transportasi
umum yang mencukupi bagi
masyarakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan kemudahan
kepemilikan kendaraan sendiri
untuk menunjang kegiatan
keluarga yang ditunjang
dengan perbaikan prasarana
jalan
2 SOSIAL
BUDAYA 54 - 45 = 9
Perlunya peningkatan
pembangunan bagi penggerak
kegiatan masyarakat melalui
banyaknya tempat kesenian,
panti, dan tempat pertunjukkan
seni dan tempat wisata
3 PERTANIAN 36 - 30 = 6
Peningkatan produksi
pertanian melalui panca usaha
tani, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian
dengan bekerja sama dengan
koperasi dan pihak ketiga yang
menguntungkan bagi petani
Variabel transportasi, sosial budaya dan pertanian memiliki skor dibawah
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (96,9%)
dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Banjaran dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
117
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari
Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
4.1.20. Potensi Wilayah Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cangkuang Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 819 atau 87,1%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.39
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cangkuang
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
N
O VARIABEL STANDAR
KEC.
CANGKUANG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 40 74,1
2 ORBITASI 36 50 138,9
3 PENDIDIKAN 158 55 34,7
4 KESEHATAN 198 209 105,6
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 21 83,3
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 35 69,4
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 15 69,4
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
118
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 70 92,6
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 65 60,2
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 819 87,1
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaituorbitasi, kesehatan, olah raga, kesadaran
politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di
atasrata-rata pencapaian skor 87,1% yaitu ketenagakerjaan dan ekonomi
masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang seperti variabel
demografi, pendidikan, keagamaan, transportasi, komunikasi, penerangan umum,
kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, aspek
pemerintahanmemiliki skordi bawah rata-rata dengan tingkat capaian di
bawahrata-rata pencapaian skor 87,1%dan di bawah rata-rata daristandar minimal
kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang dilihat
dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih
perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cangkuang dengan nilai 819 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 87,1%,
dimana :
1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cangkuang secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cangkuang memiliki skor819 (87,1%) dari minimal standar kelulusan,
119
atau potensi Kecamatan Cangkuang memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (819 <1.008),yang berarti Kecamatan Cangkuangcukup layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cangkuang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.40
Prioritas Potensi Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 PENDIDIKAN 158 - 55 = 103
Pemenuhan target wajib
belajar disertai ketersediaan
sarana dan prasana
pendidikan
2 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 65 = 43
Pemberdayaan perangkat
kecamatan,
kelurahan/desa dalam
meningkatkan penerimaan
PBB dan penguaan
kapasitas desa agar
mampu melayani
masyarakat
3 KAMTIBMAS 22 - 15 = 7
Peningkatan peran serta
masyarakat dalam
mewujudkan keamanan,
ketertiban dan ketertiban
melalui peningkatan dan
kelembagaan masyarakat
dengan aparat kecamatan,
kelurahan/desa dan
kepolisian dengan
penyediaan sarana
poskamling
Variabel pendidikan, aspek pemerintahan, dan kamtibmasmemiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(87,1%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
120
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.21. Potensi Wilayah Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 811 atau 86,2%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.41
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pamengpeuk
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC.
PAMENGPEUK
%
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 40 74,1
2 ORBITASI 36 50 138,9
3 PENDIDIKAN 158 66 41,7
4 KESEHATAN 198 209 105,6
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 21 83,3
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 35 69,4
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 15 69,4
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
121
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 56 74,1
18 KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT
14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 811 86,2
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaituorbitasi, kesehatan, olah raga, kesadaran
politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
diatas rata-rata pencapaian skor 86,2% yaitu ketenagakerjaan.Ada 13 variabel
penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan
(100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawahrata-rata pencapaian
skor 86,2% yaitu demografi, pendidikan, keagamaan, transportasi, komunikasi,
penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya,
ekonomi masyarakat, aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan
Pamengpeuk dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Pamengpeuk dengan nilai 811 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 86,2%,
dimana :
1. Ada 5dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari
skor Kecamatan Pamengpeuk secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Pamengpeuk memiliki skor 811 (86,2%) dari minimal standar kelulusan,
122
atau potensi Kecamatan Pamengpeuk di bawah minimal kelulusan
(811<1.008), berarti Kec. Pamengpeuk cukup layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Pamengpeuk Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki pada Tabel di bawah ini:
Tabel 4.42
Prioritas Potensi Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN
TINDAKAN
1 2 3 4
1 PENDIDIKAN 158 - 66 = 92
Pemenuhan target
wajib belajar disertai
ketersediaan sarana&
prasana pendidikan
2 ASPEK
PEMERINTAHA
N
108 - 60 = 48
Pemberdayaan pe-
rangkat kecamatan,
kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas
desa agar mampu
melayani masyarakat
3 PENERANGAN
UMUM 50 - 35 = 15
Penyediaan fasilitas
pelayanan bagi
masyarakat dalam
bidang prasarana
penerangan umum
seperti kemudahan
pemasangan listrik dan
lainnya
Variabel pendidikan, aspek pemerintahan, dan penerangan umum
memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata
pencapaian skor (86,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan
(100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pamengpeuk dilihat dari
variabel tersebut relatif kurangmemadai, yang berarti potensi tersebut di atas
masih perlu ditingkatkan dari kategori Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
123
4.1.22. Potensi Wilayah Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Katapang Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 950 atau 97,0%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.43
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Katapang
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. KATAPANG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 50 138,9
3 PENDIDIKAN 158 143 90,3
4 KESEHATAN 198 187 94,4
5 KEAGAMAAN 11 6 55,6
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 42 166,7
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 14 97,2
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 65 60,2
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 950 97,0
Sumber : Pengolahan Data
124
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitu demografi, orbitasi, transportasi,
komunikasi, kesadaran politik, ketenagakerjaan, ekonomi masyarakat, memiliki
skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%) dan di atas rata-rata
pencapaian skor, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai
skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada tiga variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang
seperti variabel penerangan umum, kamtibmas, dan kondisi sosial masyarakat,
memiliki skor di bawah standar minimal kelulusan dan di atas rata-rata
pencapaian skor 97,0%. Ada sembilan variabel penelitian potensi yang dimiliki
Kecamatan Katapang seperti variabelpendidikan, kesehatan, keagamaan, olah
raga, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawahstandar minimal kelulusan dan di bawah
rata-rata pencapaian skor 106,6%sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan
Katapang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Katapang dengan nilai 950 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 97,0%,
dimana :
1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Katapang secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Katapang memiliki skor 950 (97,0%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Katapang memiliki skor kurang dari minimal kelulusan
(950 < 1.008),yang berarti Kecamatan Katapangcukup layak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Katapang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
125
Tabel 4.44
Prioritas Potensi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 KEAGAMAAN 11 - 6 = 5
Pembangunan sarana ibadah
yang memadai bagi
masyarakat seperti masjid,
surau/ langgar, gereja, pura
dan vihara dalam rangka
meningkatkan ketaqwaan dan
mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan kesepakatan
antar pemimpin umat
beragama dan penduduk
setempat.
2 ASPEK
PEMERINTAHA
N
108 - 65 = 43
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa
agar mampu melayani
masyarakat
3 SOSIAL
BUDAYA 54 - 45 = 9
Perlunya peningkatan
pembangunan bagi
penggerak kegiatan
masyarakat melalui
banyaknya tempat kesenian,
panti, dan tempat
pertunjukkan seni dan tempat
wisata
Variabel keagamaan, aspek pemerintahan, dan sosial budaya memiliki
skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian
skor (97,0%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan.
126
4.1.23. Potensi Wilayah Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Soreang Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 862 atau 87,6%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.45
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. SOREANG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 50 92,6
2 ORBITASI 36 20 55,6
3 PENDIDIKAN 158 110 69,4
4 KESEHATAN 198 143 72,2
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 7 27,8
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 65 120,4
11 KAMTIBMAS 22 27 125,0
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 84 111,1
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 115 106,5
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 862 87,6
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaitukesadaran politik, kamtibmas, ekonomi
127
masyarakat, kondisi sosial masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas
rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian
lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat
capaian.
Ada tiga variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 87,6% yaitu demografi,
peternakan dan ketenagakerjaan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Soreang seperti
variabel orbitasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi,
komunikasi, penerangan umum, pertanian, perikanan, sosial budaya memiliki skor
di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor
93,0%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Soreang dilihat dari variabel tersebut kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yg dimiliki Kecamatan Soreang dengan nilai 862 dapat disimpulkan cukup layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 87,6% dimana :
1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Soreang secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Soreang memiliki skor 862 (87,6%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Soreang memiliki skor kurang dari minimal kelulusan
(862≤1.008),yang berarti Kecamatan Soreangcukup layak untuk
dimekarkan.
Berikut prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung yg perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
128
Tabel 4.46
Prioritas Potensi Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN
TINDAKAN
1 2 3 4
1 TRANSPORTASI 25 - 7 = 18
Penyediaan sarana
transportasi umum yang
mencukupi bagi masya-
rakat untuk kelancaran
aktivitas rutin dan
kemudahan kepemilikan
kendaraan sendiri untuk
menunjang kegiatan ke-
luarga yang ditunjang
dengan perbaikan
prasarana jalan
2 ORBITASI 36 - 20 = 16
Pemenuhan pelayanan
kepada masyarakat
melalui jarak dan waktu
tempuh ke pusat
pemerintahan kecamat-
an yg mudah dan cepat.
3 PENDIDIKAN 158 - 110 = 48
Pemenuhan target wajib
belajar disertai
ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
Variabel transportasi, orbitasi, dan pendidikan memiliki skor di bawahrata-
rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (87,6%) dan
di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi
yang dimiliki Kecamatan Soreang dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan
untukmencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti
pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.24. Potensi Wilayah Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Kutawaringin
Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian
terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 872
129
atau 93,3% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.47
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kutawaringin
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. KUTAWARINGIN %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 50 92,6
2 ORBITASI 36 30 83,3
3 PENDIDIKAN 158 110 69,4
4 KESEHATAN 198 110 55,6
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 28 111,1
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 63 125,0
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 24 111,1
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 130 120,4
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 872 93,3
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 6 (enam) variabel penelitian yaitutransportasi, penerangan umum,
kesadaran politik, kamtibmas, kondisi sosial masyarakat, aspek pemerintahan
memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%),
130
sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah
rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
diatas rata-rata pencapaian skor 93,3% yaitu peternakan.Ada 12 variabel
penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan
(100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian
skor 93,3% yaitu demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah
raga, komunikasi, pertanian, perikanan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi
masyarakat. Potensi yang dimiliki Kecamatan Kutawaringin dilihat dari variabel
tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Kutawaringin dengan nilai 872 dapat disimpulkan
cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar
93,3%, dimana :
1. Ada 6dari 19 variabel penelitian (32%) mencapai skor di atas rata-rata dari
skor Kecamatan Kutawaringin secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Kutawaringin memiliki skor 872 (93,3%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Kutawaringin memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (872 <1.008),yang berarti Kecamatan Kutawaringincukup layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Kutawaringin Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini:
131
Tabel 4.48
Prioritas Potensi Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 KESEHATAN 198 - 110 = 88
Penurunan angka kematian
bayi, gizi buruk dan keluarga
prasejahtera, serta
peningkatan imunisasi bayi
dan balita, akseptor KB dan
aktivitas PKK, diikuti dengan
peningkatan sarana kesehatan
dan tenaga medis, serta
jumlah jamban keluarga
2 PENDIDIKAN 158 - 110 = 48
Pemenuhan target wajib
belajar disertai ketersediaan
sarana dan prasana pendidikan
3 EKONOMI
MASYARAKAT 76 - 63 = 13
Membuka dan
memberdayakan Badan Usaha
Milik Desa (Bumdes), serta
memfasilitasi pembentukan
dan peningkatan peran
lembaga keuangan, koperasi,
pasar dan pertokoan
Variabel kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat memiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(93,3%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Kutawaringin dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan
4.1.25. Potensi Wilayah Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Margaasih Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.018 atau
132
99,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam
Tabel di bawah ini :
Tabel 4.49
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margaasih
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
N
O VARIABEL STANDAR
KEC.
MARGAASIH %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 50 138,9
3 PENDIDIKAN 158 176 111,1
4 KESEHATAN 198 198 100,0
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 6 55,6
7 TRANSPORTASI 25 42 166,7
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 15 69,4
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 50 92,6
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 105 138,9
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.018 99,8
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 10 (sepuluh) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
kesehatan, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, ketenagakerjaan, ekonomi
masyarakat, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
133
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Potensi yang dimiliki Kecamatan Margaasih seperti variabel keagamaan,
olah raga, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, sosial
budaya, aspek pemerintahan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat
capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 99,8%dan di bawah rata-rata
daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan
Margaasih dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Margaasih dengan nilai 1.018 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 99,8%, dimana :
1. Ada 10 dari 19 variabel penelitian (53%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Margaasih secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Margaasih memiliki skor 1.018 (99,8%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Margaasih memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (1.018>1.008),yang berarti Kecamatan Margaasihlayak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Margaasih Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
134
Tabel 4.50
Prioritas Potensi Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHA
N
108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa
agar mampu melayani
masyarakat
2 OLAH RAGA 11 - 6 = 5
Pembangunan dan
penyediaan sarana olah raga
yang memadai bagi aktivitas
fisik masyarakat
3 KAMTIBMAS 22 - 15 = 7
Peningkatan peran serta
masyarakat dalam
mewujudkan keamanan,
ketertiban dan ketertiban
melalui peningkatan dan
kelembagaan masyarakat
dengan aparat kecamatan,
kelurahan/desa dan
kepolisian dengan
penyediaan sarana
poskamling
Variabel aspek pemerintahan, olah raga, dan kamtibmas memiliki skordi
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(99,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Margaasih dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan
potensinya dalam waktu tertentu.
135
4.1.26. Potensi Wilayah Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Margahayu melalui
skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan
di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.022 atau 98,1% dari standar
minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel dibawah ini :
Tabel 4.51
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margahayu
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
N
O VARIABEL STANDAR
KEC.
MARGAHAYU %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 55 152,8
3 PENDIDIKAN 158 198 125,0
4 KESEHATAN 198 209 105,6
5 KEAGAMAAN 11 6 55,6
6 OLAH RAGA 11 6 55,6
7 TRANSPORTASI 25 42 166,7
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 49 97,2
10 KESADARAN POLITIK 54 55 101,9
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 27 83,3
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 84 111,1
18
KONDISI SOSIAL
MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.022 98,1
Sumber : Pengolahan Data
136
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
kesehatan, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, ekonomi masyarakat,
kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal
kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya
mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Potensi yang dimiliki Kecamatan Margahayu seperti variabel keagamaan,
olah raga, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan,
ketenagakerjaan, sosial budaya, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-
rata dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor 98,1%dan di
bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang
dimiliki Kecamatan Margahayu dilihat dari variabel tersebut kurang memadai,
yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Margahayu dengan nilai 1.022 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 98,1%, dimana :
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Margahayu secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Margahayu memiliki skor 1.022 (98,1%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Margahayu memiliki skor lebih dari minimal
kelulusan (1.022>1.008),yang berarti Kecamatan Margahayulayak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Margahayu Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
137
Tabel 4.52
Prioritas Potensi Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHA
N
108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa agar
mampu melayani masyarakat
2 KEAGAMAAN 11 - 6 = 5
Pembangunan sarana ibadah
yang memadai bagi masyarakat
seperti masjid, surau/ langgar,
gereja, pura dan vihara dalam
rangka meningkatkan ketaqwaan
dan mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan kesepakatan antar
pemimpin umat beragama dan
penduduk setempat.
3 OLAH RAGA 11 - 6 = 5
Pembangunan dan
penyediaan sarana olah raga
yang memadai bagi aktivitas
fisik masyarakat
Variabel aspek pemerintahan, keagamaan dan olah ragamemiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(98,1%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Margahayu dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan
potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.27. Potensi Wilayah Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.017 atau
138
95,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam
Tabel di bawah ini :
Tabel 4.53
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Dayeuhkolot
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. DAYEUHKOLOT %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 55 152,8
3 PENDIDIKAN 158 209 131,9
4 KESEHATAN 198 198 100,0
5 KEAGAMAAN 11 6 55,6
6 OLAH RAGA 11 6 55,6
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 56 111,1
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 18 83,3
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 21 97,2
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 77 101,9
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 10 69,4
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.017 95,8
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
kesehatan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik,
ekonomi masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal
139
kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya
mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 95,8% yaitu perikanan.Potensi
yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot seperti variabel keagamaan, olah raga,
kamtibmas, pertanian, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi sosial
masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat
capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 95,8%dan di bawah rata-rata
daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan
Dayeuhkolot dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot dengan nilai 1.017 dapat disimpulkan
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 95,8%,
dimana :
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Dayeuhkolot secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Dayeuhkolot memiliki skor 1.017 (95,8%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Dayeuhkolot memiliki skor lebihdari minimal
kelulusan (1.017>1.008),yang berarti Kecamatan Dayeuhkolotlayak untuk
dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini:
140
Tabel 4.54
Prioritas Potensi Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHA
N
108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa
agar mampu melayani
masyarakat
2 KEAGAMAAN 11 - 6 = 5
Pembangunan sarana ibadah
yang memadai bagi
masyarakat seperti masjid,
surau/ langgar, gereja, pura
dan vihara dalam rangka
meningkatkan ketaqwaan dan
mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan kesepakatan antar
pemimpin umat beragama dan
penduduk setempat.
3 OLAH RAGA 11 - 6 = 5
Pembangunan dan
penyediaan sarana olah raga
yang memadai bagi aktivitas
fisik masyarakat
Variabel aspek pemerintahan, keagamaan dan olah ragamemiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(95,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan
potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.28. Potensi Wilayah Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Bojongsoang Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
141
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.044 atau
102,5% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji
dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.55
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Bojongsoang
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. BOJONGSOANG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 55 101,9
2 ORBITASI 36 55 152,8
3 PENDIDIKAN 158 198 125,0
4 KESEHATAN 198 209 105,6
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 35 138,9
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 56 111,1
10 KESADARAN POLITIK 54 65 120,4
11 KAMTIBMAS 22 21 97,2
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 21 97,2
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 84 111,1
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.044 102,5
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaituorbitasi, pendidikan, kesehatan,
transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, ekonomi
142
masyarakat, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
minimal kelulusan (≥100%) dan di atas rata-rata skor pencapaian 102,5%,
sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah
rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di
bawah rata-rata pencapaian skor 102,5% yaitu orbitasi.Potensi yang dimiliki
Kecamatan Bojongsoang seperti variabelkeagamaan, olah raga, kamtibmas,
pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di
bawahrata-rata pencapaian skor 102,5% dan di bawah rata-rata daristandar
minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan
Bojongsoang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Bojongsoang dengan nilai 1.044 dapat disimpulkan
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 102,5%,
dimana :
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Bojongsoang secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Bojongsoang memiliki skor 1.044 (102,5%) dari minimal standar
kelulusan, atau potensi Kecamatan Bojongsoang memiliki skor lebih dari
minimal kelulusan (1.044>1.008),yang berarti Kecamatan
Bojongsoanglayak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Bojongsoang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini:
143
Tabel 4.56
Prioritas Potensi Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan,
kelurahan/desa dalam
meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa
agar mampu melayani
masyarakat
2 SOSIAL BUDAYA 54 - 45 = 9
Perlunya peningkatan
pembangunan bagi
penggerak kegiatan
masyarakat melalui
banyaknya tempat
kesenian, panti, dan tempat
pertunjukkan seni dan
tempat wisata
3 PETERNAKAN 22 - 18 = 4
Mendorong pertumbuhan
sub sektor peternakan
melalui bantuan modal dan
teknis baik peternakan
besar, sedang maupun
unggas
Variabel aspek pemerintahan, sosial budaya dan peternakanmemiliki
skordi bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian
skor (102,5%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Bojongsoang dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan
potensinya dalam waktu tertentu.
144
4.1.29. Potensi Wilayah Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cileunyi Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.054 atau
99,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam
Tabel di bawah ini :
Tabel 4.57
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cileunyi
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. CILEUNYI %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 65 120,4
2 ORBITASI 36 55 152,8
3 PENDIDIKAN 158 242 152,8
4 KESEHATAN 198 187 94,4
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 6 55,6
7 TRANSPORTASI 25 28 111,1
8 KOMUNIKASI 25 28 111,1
9 PENERANGAN UMUM 50 56 111,1
10 KESADARAN POLITIK 54 65 120,4
11 KAMTIBMAS 22 18 83,3
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 33 101,9
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 70 92,6
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 65 60,2
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 1.054 99,8
Sumber : Pengolahan Data
145
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan,
transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, ketenagakerjaan,
kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal
kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya
mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada sepuluh variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi
seperti variabelkesehatan, keagamaan, olah raga, kamtibmas, pertanian, perikanan,
peternakan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki
skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor
99,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga
potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi dilihat dari variabel tersebut kurang
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cileunyi dengan nilai 1.054 dapat disimpulkan layak
dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 99,8%, dimana :
1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cileunyi secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cileunyi memiliki skor 1.054 (99,8%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Cileunyi memiliki skor lebih dari minimal kelulusan
(1.054>1.008),yang berarti Kecamatan Cileunyi layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cileunyi Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 4.58
Prioritas Potensi Kecamatan Cileunyi
Kabupaten Bandung
146
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 OLAH RAGA 11 - 6 = 5
Pembangunan dan
penyediaan sarana olah
raga yang memadai bagi
aktivitas fisik masyarakat
2 ASPEK
PEMERINTAHA
N
108 - 65 = 43
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa
agar mampu melayani
masyarakat
3 PERTANIAN 36 - 30 = 6
Peningkatan produksi
pertanian melalui panca
usaha tani, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian
dengan bekerja sama dengan
koperasi dan pihak ketiga
yang menguntungkan bagi
petani
Variabel olahraga, aspek pemerintahan, dan pertanian memiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(99,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan.
4.1.30. Potensi Wilayah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 812 atau 89,7%
147
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.59
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cilengkrang
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. CILENGKRANG %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 35 64,8
2 ORBITASI 36 45 125,0
3 PENDIDIKAN 158 55 34,7
4 KESEHATAN 198 198 100,0
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 12 111,1
7 TRANSPORTASI 25 42 166,7
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 35 69,4
10 KESADARAN POLITIK 54 50 92,6
11 KAMTIBMAS 22 15 69,4
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 18 83,3
14 PETERNAKAN 22 18 83,3
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 60 111,1
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 60 55,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 812 89,7
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 6 (enam) variabel penelitian yaituorbitasi, kesehatan, olah raga,
transportasi, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-
rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian
148
lainnya umumnya hanya mencapai skor di bawah rata-rata dengan berbagai
tingkat capaian.
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 89,7% yaitu kesadaran politik
dan ketenagakerjaan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang seperti
variabel demografi, pendidikan, keagamaan, komunikasi, penerangan umum,
kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, ekonomi masyarakat, aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di
bawahrata-rata pencapaian skor 81,0%dan di bawah rata-rata daristandar minimal
kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang dilihat
dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih
perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang dengan nilai 812 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 89,7%,
dimana :
1. Ada 6 dari 19 variabel penelitian (32%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cilengkrang secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cilengkrang memiliki skor 812 (89,7%) dari minimal standar kelulusan,
atau potensi Kecamatan Cilengkrang memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (812<1.008),yang berarti Kecamatan Cilengkrang cukup layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cilengkrang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini:
149
Tabel 4.60
Prioritas Potensi Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 PENDIDIKAN 158 - 55 = 103
Pemenuhan target wajib belajar
disertai ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
2 ASPEK
PEMERINTAHAN 108 - 60 = 48
Pemberdayaan perangkat
kecamatan, kelurahan/desa
dalam meningkatkan
penerimaan PBB dan
penguaan kapasitas desa agar
mampu melayani masyarakat
3 DEMOGRAFI 54 - 35 = 19
Jumlah penduduk, jumlah KK
dan Luas wilayah merupakan
potensi. Perlu Efisiensi
pemanfaatan lahan untuk
membangun kawasan
pemukiman dan jadikan
kecamatan, kelurahan/desa
sebagai sumber penghidupan
dan kehidupan masyarakat
Variabel pendidikan, aspek pemerintahan dan demografi memiliki skor
dibawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(89,7%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang dilihat dari variabel
tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.31. Potensi Wilayah Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung
Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
150
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 853 atau 93,8%
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel
di bawah ini :
Tabel 4.61
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung
SKOR SKOR
NO VARIABEL STANDAR KEC. CIMENYAN %
1 2 3 4 5
1 DEMOGRAFI 54 50 92,6
2 ORBITASI 36 50 138,9
3 PENDIDIKAN 158 99 62,5
4 KESEHATAN 198 132 66,7
5 KEAGAMAAN 11 9 83,3
6 OLAH RAGA 11 9 83,3
7 TRANSPORTASI 25 28 111,1
8 KOMUNIKASI 25 21 83,3
9 PENERANGAN UMUM 50 42 83,3
10 KESADARAN POLITIK 54 60 111,1
11 KAMTIBMAS 22 27 125,0
12 PERTANIAN 36 30 83,3
13 PERIKANAN 22 21 97,2
14 PETERNAKAN 22 21 97,2
15 KETENAGAKERJAAN 32 30 92,6
16 SOSIAL BUDAYA 54 45 83,3
17 EKONOMI MASYARAKAT 76 63 83,3
18 KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 14 16 111,1
19 ASPEK PEMERINTAHAN 108 100 92,6
JUMLAH & RATA-RATA 1.008 853 93,8
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian
ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaituorbitasi, transportasi, kesadaran politik,
kamtibmas, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
151
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya
hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari
standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian
sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 93,8% yaitu perikanan dan
peternakan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan seperti variabel
demografi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, komunikasi, penerangan
umum, pertanian, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawahrata-rata dengan tingkat capaian di
bawahrata-rata pencapaian skor 93,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal
kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan dilihat dari
variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih
perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi
yang dimiliki Kecamatan Cimenyan dengan nilai 853 dapat disimpulkan cukup
layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 93,8%,
dimana :
1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata
dari skor Kecamatan Cimenyan secara keseluruhan;
2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan
Cimenyan memiliki skor 853(93,8%) dari minimal standar kelulusan, atau
potensi Kecamatan Cimenyan memiliki skor kurang dari minimal
kelulusan (853≤1.008),yang berarti Kecamatan Cimenyan cukup layak
untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
152
Tabel 4.62
Prioritas Potensi Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung
NO VARIABEL SKOR PILIHAN TINDAKAN
1 2 3 4
1 PENDIDIKAN 158 - 99 = 59
Pemenuhan target wajib belajar
disertai ketersediaan sarana dan
prasana pendidikan
2 KESEHATAN 198 - 132 = 66
Penurunan angka kematian bayi,
gizi buruk dan keluarga
prasejahtera, serta peningkatan
imunisasi bayi dan balita,
akseptor KB dan aktivitas PKK,
diikuti dengan peningkatan
sarana kesehatan dan tenaga
medis, serta jumlah jamban
keluarga
3 EKONOMI
MASYARAK
AT
76 - 63 = 13
Membuka dan memberdayakan
Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes), serta memfasilitasi
pembentukan dan peningkatan
peran lembaga keuangan,
koperasi, pasar dan pertokoan
Variabel pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat memiliki skor di
bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor
(93,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan dilihat dari variabel tersebut
relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu
ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak
dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
Dari uraian di atas dapat dirangkum potensi wilayah kecamatan di
Kabupaten Bandung sudah layak, cukup layak atau tidak layak untuk dimekarkan
tercantum pada tabel di bawah ini.
153
Tabel 4.63
Rangkuman Potensi Wilayah Kecamatan
di Kabupaten Bandung
TOTAL
SKOR INTERVAL SKOR KATEGORI
NO KABUPATEN KECAMATAN
1
BANDUNG
Ciwidey 808 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
2 Rancabali 1.018 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
3 Pasirjambu 894 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
4 Cimaung 803 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
5 Pangalengan 1.223 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
6 Kertasari 743 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
7 Pacet 1.117 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
8 Ibun 969 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
9 Paseh 1.005 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
10 Cikancung 993 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
11 Cicalengka 1.029 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
12 Nagreg 1.029 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
13 Rancaekek 1.180 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
14 Majalaya 1.071 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
15 Solokanjeruk 928 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
16 Ciparay 1.146 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
17 Baleendah 1.095 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
18 Arjasari 881 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
19 Banjaran 1.000 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
20 Cangkuang 819 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
21 Pamengpeuk 811 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
22 Katapang 950 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
23 Soreang 862 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
24 Kutawaringin 872 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
25 Margaasih 1.018 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
26 Margahayu 1.022 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
27 Dayeuhkolot 1.017 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
28 Bojongsoang 1.044 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
29 Cileunyi 1.054 1.008 ≤ TS < 1.680 Layak
30 Cilengkrang 812 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
31 Cimenyan 853 644 ≤ TS < 1.008 Cukup Layak
154
TOTAL
SKOR INTERVAL SKOR KATEGORI
NO KABUPATEN KECAMATAN
JUMLAH 30.066
RATA – RATA 970
TOTAL SKOR MINIMAL 743
TOTAL SKOR MAKSIMAL 1.223
Sumber : Pengolahan Data
4.2. Pemetaan Kecamatan di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan hasil analisa di atas, diperoleh pemetaan kecamatan di Kabupaten
Bandung sebagai berikut :
Tabel 4.64
Pemetaan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung
KECAMATAN KECAMATAN
NO NOMINATIF NOMINATIF
CUKUP LAYAK DIMEKARKAN LAYAK DIMEKARKAN
1 Ciwidey Rancabali
2 Pasirjambu Pangalengan
3 Cimaung Pacet
4 Kertasari Cicalengka
5 Ibun Nagreg
6 Paseh Rancaekek
7 Cikancung Majalaya
8 Solokanjeruk Ciparay
9 Arjasari Baleendah
10 Banjaran Margaasih
11 Cangkuang Margahayu
12 Pamengpeuk Dayeuhkolot
13 Katapang Bojongsoang
14 Soreang Cileunyi
15 Kutawaringin
16 Cilengkrang
17 Cimenyan
155
Berdasarkan tabel 4.64 terdapat 14 kecamatan dalam kategori layak
dimekarkan yaitu kecamatan Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg,
Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot,
Bojongsoang, dan Cileunyi. Sedangkan potensi wilayah kecamatan dalam
kategori cukup layak dimekarkan ada 17 kecamatan yaitu: Ciwidey, Pasirjambu,
Cimaung, Kertasari, Ibun, Paseh, Cikancung, Solokanjeruk, Arjasari, Banjaran,
Cangkuang, Pamengpeuk, Katapang, Soreang, Kutawaringin, Cilengkrang,
Cimenyan.
Kecamatan yang memiliki nilai skor minimal adalah Kecamatan Kertasari
sebesar 743. Kecamatan yang memiliki nilai maksimal adalah Kecamatan
Pangalengan sebesar 1.223. Perbedaan potensi wilayah kecamatan antara yang
terbesar dan terkecil sebesar 480 atau 65% dari potensi wilayah kecamatan yang
terkecil.
Selengkapnya perbandingan potensi per kecamatan antara potensi tertinggi
dengan terendah diperoleh hasil sebagai berikut :
156
Tabel 4.65
Perbandingan Potensi Wilayah Kecamatan
di Kabupaten Bandung
TOTAL
SKOR SELISIH PERSENTASE
JUMLAH
NOMINATIF
NO KECAMATAN DESA KECAMATAN
1 Ciwidey 7 808 65 9 1
2 Rancabali 5 1018 275 37 2
3 Pasirjambu 10 894 151 20 1
4 Cimaung 10 803 60 8 1
5 Pangalengan 13 1223 480 65 2
6 Kertasari 7 743 0 0 1
7 Pacet 13 1117 374 50 2
8 Ibun 12 969 226 30 1
9 Paseh 12 1005 262 35 1
10 Cikancung 9 993 250 34 1
11 Cicalengka 12 1029 286 38 2
12 Nagreg 6 1029 286 38 2
13 Rancaekek 13 1180 437 59 2
14 Majalaya 11 1071 328 44 2
15 Solokanjeruk 7 928 185 25 1
16 Ciparay 14 1146 403 54 2
17 Baleendah 8 1095 352 47 2
18 Arjasari 11 881 138 19 1
19 Banjaran 11 1000 257 35 1
20 Cangkuang 7 819 76 10 1
21 Pamengpeuk 6 811 68 9 1
22 Katapang 7 950 207 28 1
23 Soreang 10 862 119 16 1
24 Kutawaringin 11 872 129 17 1
25 Margaasih 6 1018 275 37 2
26 Margahayu 5 1022 279 38 2
27 Dayeuhkolot 6 1017 274 37 2
28 Bojongsoang 6 1044 301 41 2
29 Cileunyi 6 1054 311 42 2
30 Cilengkrang 6 812 69 9 1
31 Cimenyan 9 853 110 15 1
Jumlah Pemekaran 45
Sumber : Pengolahan Data
157
Kecamatan yang memiliki potensi sama dengan atau lebih besar dari
potensi wilayah kecamatan terkecil sebesar 30%, maka dapat dikatakan
kecamatan itu memiliki potensi yang besar untuk dimekarkan. Berdasarkan tabel
4.65 diperoleh hasil dari jumlah kecamatan yang ada sebanyak 31 (tiga puluh
satu) kecamatan menjadi 45 (empat puluh lima) kecamatan nominatif apabila
dimekarkan. Kecamatan yang layak dan berpotensi lebih baik untuk dimekarkan
adalah Kecamatan Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg,
Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot,
Bojongsoang, dan Cileunyi. Dari 14 (empat belas) kecamatan yang layak
dimekarkan dibentuk masing-masing kecamatan induk dan kecamatan hasil
pemekaran, sehingga jumlah kecamatan yang layak dimekarkan dari 31 menjadi
45 kecamatan.
158
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemekaran Kecamatan di Kabupaten Bandung didasarkan pada tingkat
kemampuan atau potensi masing-masing kecamatan melalui pengukuran dan
penilaian variabel utama dan variabel pendukung. Adapun 19 (sembilan belas)
variabel penelitian yaitu demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, prasarana
ibadah, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum,
kesadaran politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pertanian, perikanan,
peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, sosial
masyarakat, dan aspek pemerintahan.
Suatu kecamatan dapat dimekarkan jika kecamatan memiliki potensi dalam
interval tinggi (1.008 ≤ TS < 1.680). Dapat dimekarkan dengan syarat jika
potensinya dalam interval (644 ≤ TS < 1.008), dan dinyatakan tidak lulus atau
ditolak untuk dimekarkan jika masing-masing kecamatan hanya mencapai
total skor kurang dari 644.
2. Hasil penilaian dan pengukuran terhadap potensi kecamatan di Kabupaten
Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut :
Skoring data sekunder monografi desa terhadap 31 kecamatan yang akan
dimekarkan diperoleh hasil bahwa terdapat 14 (empat belas) kecamatan dalam
kategori layak dimekarkan yaitu kecamatan Rancabali, Pangalengan, Pacet,
Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih,
Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Cileunyi.
5.2. SARAN
Untuk menjamin keberhasilan implementasi penataan dan pengembangan
kewilayahan dapat dilihat dari kemampuan pemerintah dari tingkat yang terendah
159
hingga yang tertinggi dalam menyelenggarakan pelayanan, pemerintahan dan
pembangunan secara efektif dan efisien dapat disusun rekomendasi sebagai
berikut :
1. Mengingat ada tiga alternatif yang disodorkan, diharapkan adanya pola
pengembangan yang berkelanjutan.
Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota, perlu kiranya
dibentuk pola pelimpahan sebagian kewenangan dari Bupati di Kabupaten
Bandung dikarenakan medan yang sangat berat.
2. Menyusun desain organisasi kecamatan menurut potensi dan karakteristik
kecamatan (tipologi kecamatan) serta pola dan sifat kewenangan camat yang
dilimpahkan dari Bupati;
160
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Anthony, Robert N ; John Dearden ; Northon M. Bedford ; 1985, Sistem
Pengendalian Manajemen ; terjemahan ; edisi ke-5 Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Anthony, Robert N and Regma E. Herzlinger;1980, Management Control in
Nonprofit Organizations ; Revised Edition ; Richard D. Irwin, Inc.
Homewood, Illinois.
Arifin, Tatang .M ; 1984, Pokok-pokok Teori Sistem, Penerbit Rajawali, Jakarta.
Argyris, Chris, 1960, Understanding Organizational Behaviour, The Dorsey
Press, Inc. Homewood Illinois.
Herbert, Theodore .T, 1976, Organizational Behaviour – Readings and Cases,
Macmillan Publishing Co. Inc, Newyork.
Koontz, Harold, Cyril O’Donnell and Heinz Weihrich, 1980. Management.
Seventh Edition. McGraw-Hill International Book Company, Japan.
Luthans, Fred; Organizational Behaviour, 1981, Third Edition, McGraw Hill
International Book Company, Tokyo.
Naisbitt, John, 1984, Megatrends-The New Directions Tranforming Our Lives,
Future Macdonald & Co, London & Sydney.
Pariata Wastra, dkk, 1977, Ensiklopedi Administrasi, Penerbit Gunung Agung,
Jakarta.
Pfiffner, John .M and Frank .P. Sheerwood, 1960, Administrative – Organization,
Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, NJ.
Portner, Donald .E and Philip B. Apllewhite; 1961, Studies in Organizational
Behaviour and Management, International Texbook Company,
Newyork.
Sadu Wasistiono, dkk, penyunting, 2002. Menata Ulang Kelembagaan
Kecamatan. Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. Penerbit PT Citra
Pindo, Bandung.,
---------------------, 2003. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Edisi Ketiga. Penerbit Fokusmedia, Bandung.
161
---------------------, 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Edisi
Revisi. Penerbit Fokusmedia, Bandung.
---------------------, 2004. Modul Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan dalam
Rangka Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat, Bahan Penataran
Bagi Camat Seluruh Indonesia, Badan Diklat, Jakarta.
Stoner, James. A.F, 1986a, terjemahan jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
---------------------,1986b, terjemahan jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Suriasumantri, Yuyun S, System Thinking, 1981, Penerbit Bina Cipta, Bandung.
Terry, George R, 1960. Principles of Management. Thrid Edition. Richard D.
Irwin Inc. Homewood Illinois.
Westra, Pariata; Sutarto dan Ibnu Syamsi, editor, 1977. Ensiklopedi
Administrasi. Penerbit Gunung Agung, Jakarta, 1977.
Winardi, 1987, Pengantar Ilmu Manajemen, (Suatu Pendekatan Sistem), Penerbit
Nova, Bandung.
B. PERATURAN
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaiaman telah diperbarui dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Penataan Daerah Otonom.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Kecamatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi
Pamong Praja.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman
Organisasi Kecamatan.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.