UKURAN PARTIKEL DAN SIFAT FISIK HASIL GILINGAN
PRODUK SAMPING AGROINDUSTRI
MEGAWATI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ukuran Partikel dan
Sifat Fisik Hasil Gilingan Produk Samping Agroindustri adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Megawati
NIM D24100038
ABSTRAK
MEGAWATI. Ukuran Partikel dan Sifat Fisik Hasil Gilingan Produk Samping
Agroindustri. Dibimbing oleh HERI AHMAD SUKRIA dan ANURAGA
JAYANEGARA.
Data dan informasi ukuran partikel dan sifat fisik pakan merupakan faktor
yang penting dalam industri pengolahan produk samping agroindustri. Tujuan
penelitian ini untuk mengukur dan mengevaluasi ukuran partikel dan sifat fisik
bahan baku pakan yang berasal dari produk samping agroindustri. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan
untuk menentukan ukuran sampel pada analisis ukuran partikel. Rancangan acak
lengkap pola faktorial (2 x 4) untuk mengevaluasi pengaruh ukuran saringan
mesin giling dan jenis produk samping agroindustri terhadap ukuran partikel dan
sifat fisik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran sampel berpengaruh
nyata (P<0.05) terhadap hasil analisis ukuran partikel produk samping
agroindustri. Ukuran sampel yang disarankan untuk analisis ukuran partikel
produk samping agroindustri pada penelitian ini adalah 100 g. Hasil penelitian
evaluasi pengaruh ukuran saringan mesin giling dan jenis produk samping
agroindustri menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara ukuran saringan mesin
giling dan jenis produk samping agroindustri terhadap ukuran partikel dan berat
jenis bahan. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis bahan yang berbeda
yang digiling dengan ukuran saringan yang sama menghasilkan ukuran partikel
dan berat jenis yang berbeda.
Kata kunci: produk samping agroindustri, sifat fisik, ukuran partikel, ukuran
saringan
ABSTRACT
MEGAWATI. Particle Size and Physical Characteristics of Ground Agro-
Industrial By-Product Based Feed. Supervised by HERI AHMAD SUKRIA and
ANURAGA JAYANEGARA.
Data and information of particle size and physical characteristics of feed
are important factors in the agro-industrial processing industry. This study aimed
to measure and evaluate the particle size and physical characteristics from ground
agro-industrial by-product based feed. This study was conducted in a Completely
Randomized Design (CDR) with 3 treatments and 4 replications to determine
sample size in particle size analysis. Completely Randomized Factorial Design (2
× 4) for analizing effect of grinder screen size and type of ground agro-industrial
by-product in the particle size and physical characteristics. The results of this
study indicated that the sample size significantly affected (P <0.05) of agro-
industrial by-product on the particle size. The sample size that recommended for
the measurement of particle size from agro-industrial by-product in this study was
100 g. The results of evaluation the effect of grinder screen size and agro-
industrial by-product indicated there was interaction between of grinder screen
size and type of agro-industrial by-products to the particle size and the density. It
can be concluded that the different ingredients were ground with the same screen
size resulted different particle size and density.
Key words: agro-industrial by-product, particle size, physical characteristics,
screen size
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
UKURAN PARTIKEL DAN SIFAT FISIK HASIL GILINGAN
PRODUK SAMPING AGROINDUSTRI
MEGAWATI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Ukuran Partikel dan Sifat Fisik Hasil Gilingan Produk Samping
Agroindustri
Nama : Megawati
NIM : D24100038
Disetujui oleh
Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MscAgr
Pembimbing I
Dr Anuraga Jayanegara, SPtMSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Ukuran Partikel dan Sifat Fisik Hasil Gilingan Produk Samping
Agroindustri” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi ukuran partikel
dan sifat fisik bahan baku pakan yang berasal dari produk samping agoindustri. Dalam industri pakan, kualitas bahan baku sangatlah penting untuk menghasilkan
ransum yang baik, ukuran partikel dan sifat fisik merupakan uji kualitas bahan baku
yang penting untuk diketahui selain uji secara biologis dan uji kualitas secara kimiawi.
Mengetahui ukuran partikel dan sifat fisik pada setiap bahan baku pakan sangat
berguna untuk merancang alat penanganan, penyimpanan dan proses teknologi
produksi di industri pakan sehingga efisiensi biaya dan keuntungan dapat tercapai.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Desember 2016
Megawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1 METODE 2
Bahan 2 Alat 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 4 Prosedur 4
Percobaan 1 4 Persiapan Bahan 4
Analisis Ukuran Partikel 4 Percobaan 2 4
Persiapan Bahan 4 Analisis Ukuran Partikel 5
Pengukuran Sifat Fisik Bahan 5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 6
Peubah 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Penentuan Jumlah Sampel untuk Pengukuran Ukuran Partikel Bahan
Pakan 7
Pengaruh Perbedaan Ukuran Screen dan Jenis Bahan terhadap Ukuran
Partikel 8
Pengaruh Perbedaan Screen dan Jenis Bahan terhadap Sifat Fisik 10
Berat Jenis 10
Kerapatan Tumpukan 12
Kerapatan Pemadatan Tumpukan 13
Sudut Tumpukan 14
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 22
UCAPAN TERIMAKASIH 22
DAFTAR TABEL
1 Nilai ukuran partikel bahan pakan produk samping agroindustri
dengan jumlah sampel yang berbeda 7 2 Nilai ukuran partikel produk samping agroindustri setelah digiling 8 3 Nilai berat jenis (kg m
-3) produk samping agroindustri yang digiling
dengan screen penggilingan berbeda 10 4 Nilai kerapatan tumpukan (kg m
-3) produk samping agroindustri
yang digiling dengan screen penggilingan berbeda 13 5 Nilai kerapatan pemadatan tumpukan (kg m
-3) produk samping
agroindustri yang digiling dengan screen penggilingan berbeda 14
6 Nilai sudut tumpukan (º) produk samping agroindustri yang digiling dengan screen penggilingan berbeda 15
DAFTAR GAMBAR
1 Penampakan fisik produk samping agroindustri sebelum digiling 3
2 Mesin penggilingan (semi fixed hammer mill) 3
3 Saringan penggilingan semi fixed hammer mill 3
4 Ro-tap Sieve Shaker (vibrator ball mill) 3
5 Sudut tumpukan bahan pakan 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam ukuran partikel dengan ukuran sampel yang
berbeda sebelum digiling 19 2 Hasil analisis ragam interaksi ukuran saringan penggilingan dengan
jenis produk samping pertanian terhadap ukuran partikel 19 3 Perhitungan persentase interaksi ukuran saringan penggilingan dan
jenis produk samping agroindustri terhadap ukuran partikel 20 4 Hasil analisis ragam berat jenis 20 5 Berat jenis (kg m
-3) hasil samping pertanian yang digiling dengan
saringan penggilingan berbeda 20 6 Hasil analisis ragam kerapatan tumpukan 20 7 Hasil analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan 21 8 Hasil analisis ragam sudut tumpukan 21
PENDAHULUAN
Pemanfaatan produk samping agroindustri sebagai bahan pakan ternak
merupakan suatu alternatif dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik
sebagai suplemen, komponen konsentrat atau pakan dasar. Beberapa produk
samping agroindustri yang digunakan sebagai pakan ternak yaitu dedak padi,
onggok, bungkil kelapa, limbah sawit, ampas tahu, pollard, ampas kecap, limbah
kedelai, dan lainnya (Mathius dan Sinurat 2001). Produk samping agroindustri
memiliki kualitas yang bervariasi baik fisik, maupun kimianya. Hal ini karena
produk samping agroindustri berasal dari komoditi yang sudah mengalami
berbagai macam proses pengolahan. Oleh karena itu untuk mengetahui kualitas
bahan pakan diperlukan adanya pengujian. Pengujian ukuran partikel dan sifat
fisik merupakan salah satu metode uji kualitas bahan baku secara fisik.
Pengujian ukuran partikel menggunakan vibrator ball mill telah
terstandarisasi untuk bahan pakan konvensional dengan minimal jumlah sampel
100 g dan menggunakan mesin getar untuk proses pengayakan (ASAE 2003).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan vibrator ball mill tanpa mesin getar
untuk produk samping agroindustri dengan jumlah sampel percobaan 50 g, 100 g,
dan 150 g. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan jumlah
sampel yang tepat untuk mendapatkan hasil ukuran partikel yang memenuhi
standar dan sesuai dengan bahan pakan produk samping agroindustri ini.
Manfaat ukuran partikel dapat diaplikasikan terhadap ternak dan juga
teknologi proses produksi pakan. Agustina (2005) menyatakan bahwa ukuran
partikel ransum yang dibutuhkan oleh ternak tergantung pada umur, jenis, dan
ukuran tubuh ternak. Ternak muda dan kecil seperti ikan dan ayam membutuhkan
ukuran partikel bahan yang halus agar mempermudah untuk mengkonsumsi dan
meningkatkan kecernaan pakan. Ukuran partikel rata-rata atau Geometric Mean
Diameter (GMD) yang sesuai untuk pakan ikan 500-1000 µm untuk ukuran mash
dan 1500 µm untuk ukuran pellet (Cremer dan Jian 1999) sedangkan GMD
unggas 600-900 µm (Addo et al. 2012). GMD yang sesuai dengan kondisi rumen
sapi dan domba 200-1200 µm (Martz dan Belyea 1996) sedangkan untuk pakan
babi 600-800 µm (MF 2051).
Menurut Herrman (2000) ukuran partikel mempengaruhi peningkatan
kecernaan dan efisiensi penggunaan pakan. Ukuran partikel juga mempengaruhi
proses pencampuran dan kelancaran proses produksi pakan secara keseluruhan
yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas fisik ransum. Hal ini didukung
oleh Gauthama (1998) yang menyatakan bahwa keberhasilan teknologi pakan,
homogenitas pencampuran ransum, laju aliran pakan dalam organ pencernaan,
proses absorbsi dan deteksi kadar nutrien semuanya terkait erat dengan ukuran
partikel dan sifat fisik pakan.
Sifat fisik pakan menentukan parameter yang penting untuk merancang
alat proses pengolahan, memenuhi syarat pengemasan, serta kondisi penyimpanan.
Menurut Gauthama (1998), sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik pakan yang
penting, yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan,
sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis. Berat jenis memegang
peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan
penyimpanan. Pertama, berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan
2
tumpukan. Kedua, berat jenis bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab
terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu
campuran pakan. Ransum yang terdiri dari partikel yang perbedaan berat jenisnya
cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung terpisah kembali.
Ketiga, berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran
secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan
pengeluaran bahan dari dalam silo untuk dicampur atau digiling.
Bahan pakan dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya. Bahan pakan
tersebut dibedakan ke dalam 3 kelompok, yaitu high density ingredient,
intermediate density ingredient (Alfisyah 2014) dan fluffy and light density
ingredient (Voluminous) (McCarty 2005). Bahan pakan yang termasuk ke dalam
kelompok high density ingredient adalah bahan pakan yang mempunyai berat
jenis tinggi (1600-2500 kg m-3
) dan bervolume kecil (small volume) yaitu pakan
sumber mineral misalnya kapur (Alfisyah 2014). Bahan pakan yang termasuk ke
dalam kelompok intermediate density ingredient adalah bahan utama di dalam
formulasi (konvensional), yaitu pakan sumber energi dan protein. Terutama dalam
ransum unggas yang memiliki nilai berat jenis sedang atau cukup tinggi (1000-
1500 kg m-3
) misalnya, jagung (biji-bijian), dedak padi, bungkil kelapa, bungkil
kedelai, dan sebagainya (Alfisyah 2014). Sedangkan bahan pakan yang termasuk
ke dalam kelompok low density ingredients (fluffy and light) adalah bahan pakan
yang memiliki nilai berat jenis yang rendah (<1000 kg m-3
) dan bervolume besar
(large volume) yaitu pakan hijauan misalnya, rumput lapang, daun singkong, daun
lamtoro, dan sebagainya (McCarty 2005). Jenis dan berat jenis bahan baku dapat
berpengaruh dalam urutan pemasukan bahan baku ke dalam mesin mixing.
Menurut Suparjo (2010) urutan pemasukan bahan baku yang tepat dapat
menyebabkan penyebaran bahan baku yang merata selama pencampuran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi ukuran partikel
dan sifat fisik bahan baku pakan yang berasal dari produk samping agroindustri
(Agro-Industrial By-Product).
METODE
Bahan
Produk samping agroindustri yang digunakan pada penelitian ini adalah
pollard, bungkil kelapa, dedak padi, dan onggok. Bahan diperoleh dari produsen
pakan di daerah Bogor. Penampakan fisik keempat jenis produk samping
agroindustri dapat dilihat pada Gambar 1.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas mesin semi fixed
hammer mill (model FEC-37; 2175 rpm; 10 PH). Peralatan yang digunakan untuk
uji fisik yaitu alat ukur sudut tumpukan berupa corong dengan diameter 5 cm dan
alas berupa wadah berbentuk lingkaran terbuat dari alumunium untuk mengukur
4
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014.
Prosedur
Percobaan 1
Percobaan 1 menganalisis nilai ukuran partikel produk samping
agroindustri menggunakan jumlah sampel 50 g, 100 g, dan 150 g. Percobaan ini
bertujuan menentukan jumlah sampel yang sesuai untuk pengukuran ukuran
partikel bahan tanpa penggilingan. Tahapan percobaan 1 di antaranya:
Persiapan Bahan. Semua bahan pakan produk samping agroindustri yang sudah
disiapkan langsung dianalisis ukuran partikelnya (tanpa penggilingan).
Analisis Ukuran Partikel. Pengujian ukuran partikel dengan vibrator ball mill
telah terstandarisasi untuk bahan pakan konvensional seperti bijian dengan
minimal jumlah sampel 100 g dan menggunakan mesin getar untuk proses
pengayakan (ASAE 2003). Penelitian ini menggunakan jumlah sampel 50 g, 100 g,
dan 150 g untuk mengetahui jumlah sampel yang sesuai untuk pengukuran ukuran
partikel produk samping agroindustri. Kemudian ukuran partikel bahan pakan
diukur dengan menggunakan metode Ro-tap Sieve Shaker (ASAE 2003)
menggunakan alat vibrator ball mill. Ukuran mesh yang digunakan adalah 4, 8, 16,
30, 50, dan 100. Masing-masing sampel dimasukkan ke sieve (saringan) yang
paling atas, lalu alat digoyangkan secara beraturan untuk menyaring bahan di
setiap sieve. Bahan yang tertinggal pada setiap sieve ditimbang.
Percobaan 2
Percobaan 2 menganalisis nilai ukuran partikel produk samping
agroindustri yang digiling menggunakan ukuran screen 3 mm dan 5 mm dengan
jumlah sampel 50 g, 100 g, dan 150 g. Percobaan ini bertujuan menentukan
jumlah sampel yang sesuai untuk pengukuran ukuran partikel menggunakan Ro-
tap Sieve Shaker khususnya untuk produk samping agroindustri yang digiling
dengan ukuran screen 3 mm dan 5 mm, menganalisis interaksi ukuran screen
mesin giling dan jenis produk samping agroindustri terhadap ukuran partikel.
Tahapan percobaan 2 di antaranya:
Persiapan Bahan. Semua bahan pakan produk samping agroindustri digiling
menggunakan mesin hammer mill dengan ukuran screen penggilingan yang
berbeda, yaitu screen penggilingan 3 mm dan 5 mm.
5
Analisis Ukuran Partikel. Ukuran partikel bahan pakan diukur dengan
menggunakan metode Ro-tap Sieve Shaker menggunakan alat vibrator ball mill.
Ukuran mesh yang digunakan adalah 4, 8, 16, 30, 50, dan 100. Sampel yang
digunakan sebanyak 50 g, 100 g, dan 150 g. Masing-masing sampel dimasukkan
ke sieve yang paling atas, lalu alat digoyangkan secara beraturan untuk menyaring
bahan di setiap sieve. Bahan yang tertinggal pada setiap sieve ditimbang. Ukuran
partikel dihitung dengan menggunakan metode ASAE 2003, dengan rumus yang
digunakan:
Dgw = log-1
[ ∑ Wi(log di)
] ∑ Wi
Sgw= log-1
[ ∑Wi(logdi-log Dgw)
2
]0.5
∑Wi
Keterangan :
Dgw = Geometric Mean Diameter (μm);
Sgw = Geometric Standard Deviation (μm);
Wi = mash yang tertinggal dari masing-masing sieve (g); dan
di = diameter dari masing-masing sieve (μm).
Pengukuran Sifat Fisik Bahan
Berat Jenis (kg m-3
). Bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 mL melalui
corong sampai volume 50 mL. Gelas ukur yang telah berisi sampel, dituangkan
ke dalam wadah dan ditimbang untuk mengetahui beratnya. Setelah itu
dimasukkan aquades sebanyak 50 mL dan dilakukan pengadukan menggunakan
pengaduk kaca. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah volume tidak berubah
lagi. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan yang sesungguhnya
(Khalil 1999a). Berat jenis dihitung dengan cara membagi bobot pakan (g) dengan
perubahan volume aquades (L) kemudian satuannya dikonversi menjadi kg m-3
.
Kerapatan Tumpukan (kg m-3
). Bahan dicurahkan ke dalam gelas ukur 500 mL
kemudian ditimbang untuk mengetahui beratnya. Pencurahan bahan dilakukan
pada permukaan bidang yang rata. Bahan dicurahkan melalui corong dan
menggunakan sendok pada posisi yang sama. Setiap pengamatan hindari
terjadinya goncangan selama pengukuran (Khalil 1999a). Kerapatan Tumpukan
dihitung dengan cara membagi bobot pakan (g) dengan volume curah pakan atau
ruang yang ditempatinya (L) kemudian satuannya dikonversi menjadi kg m-3
.
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg m-3
). Besarnya kerapatan pemadatan
tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti penentuan kerapatan
tumpukan tetapi volume dibaca setelah dilakukan pemadatan dengan cara
menggoyang-goyangkan gelas ukur dengan tangan sampai volumenya tidak
berubah (Khalil 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan cara
membagi bobot pakan (g) dengan volume ruang setelah pemadatan (L) kemudian
satuanya dikonversi menjadi kg m-3
.
6
Sudut Tumpukan (ο). Sudut tumpukan diukur dengan menjatuhkan bahan pada
ketinggian 32.5 cm melalui corong pada bidang datar dengan menggunakan
wadah berbentuk lingkaran berdiameter 25 cm untuk memudahkan pengukuran
diameter. Sudut tumpukan bahan diukur dari diameter (d) dan tinggi (t) tumpukan
bahan setelah jatuh. Sudut tumpukan dinyatakan dalam satuan derajat (º) (Khalil
1999b). Sudut pemadatan tumpukan dihitung dengan cara mencari Arctg sudut
dari rasio tinggi (cm) dan ½ diameter (cm) tumpukan.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan 2 rancangan percobaan. Rancangan pertama
untuk mengetahui ukuran yang akan digunakan pada rancangan ke 2 yaitu jumlah
sampel yang sesuai untuk pengukuran ukuran partikel produk samping
agroindustri tanpa dan dengan penggilingan menggunakan metode Ro-tap Sieve
Shaker menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4
ulangan. Perlakuan terdiri dari jumlah sampel 50 g, 100 g, dan 150 g. Model
matematik yang digunakan sebagai berikut:
Yij = µ + Ai + єij
Keterangan :
Yij = pengamatan faktor utama taraf ke-i, ulangan ke-j dan faktor tambahan taraf ke-k;
µ = rataan Umum;
Ai = pengaruh utama pada taraf ke-i; dan
Єij = pengaruh galat I pada Faktor utama ke-i dan ulangan ke-j.
Rancangan ke 2 yaitu untuk mengetahui pengaruh ukuran screen dan jenis
bahan terhadap ukuran partikel dan sifat fisik menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 4. Faktor A adalah ukuran screen penggilingan
yang berbeda (screen penggilingan 3 mm dan 5 mm), faktor B adalah 4 jenis
produk samping agroindustri (pollard, bungkil kelapa, dedak padi, dan onggok).
Model matematik yang digunakan sebagai berikut:
Yijk = µ + ái + ßj + áßij + åijk
Keterangan :
Yijk = pengamatan pada ulangan ke-k yang mendapat perlakuan faktor A
taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j; μ = nilai rata–rata umum;
ái = efek faktor A ke-i;
ßj = efek faktor B ke-j;
áßij = efek interaksi faktor A ke-i faktor B ke-j; dan
åijk = error faktor A ke-i faktor B ke-j ulangan ke-k.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA),
menggunakan program SPSS 16.0, jika terdapat interaksi yang nyata akan
dilanjutkan dengan Uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
7
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi: pengukuran ukuran
partikel; dan pengukuran sifat fisik di antaranya berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan
(KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), dan sudut tumpukan (ST).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Jumlah Sampel untuk Pengukuran Ukuran Partikel Bahan Pakan
Analisis ini bertujuan menentukan jumlah sampel yang sesuai untuk
pengukuran ukuran partikel bahan pakan. Bahan yang diteliti terdiri dari 4 jenis
bahan sebagai contoh. Bahan ini merupakan bahan pakan yang cukup potensial
baik dalam ketersediaan maupun nilai nutrisinya. Nilai ukuran partikel bahan
pakan sebelum digiling dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai ukuran partikel (µm) bahan pakan produk samping agroindustri
dengan jumlah sampel yang berbeda
Bahan* Jumlah sampel
50 (g) 100 (g) 150 (g)
µm
Pollard 481.83 ± 1.59b 450.15 ± 1.74a 430.10 ± 1.67a
Bungkil kelapa 601.81 ± 1.74 597.11 ± 1.61 559.32 ± 1.78
Dedak padi 507.71 ± 1.58b 461.78 ± 1.64a 442.01 ± 1.70a
Onggok 4760 ± 1.00 4760 ± 1.00 4760 ± 1.00
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0.05). * : Bahan sebelum digiling
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa pollard, dan dedak padi
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai ukuran partikel. Artinya penggunaan
jumlah sampel yang berbeda pada kedua bahan tersebut menghasilkan ukuran
partikel yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pollard, dan dedak padi
memiliki nilai ukuran partikel yang beragam pada setiap jumlah sampel akan
tetapi Tabel 1 menunjukkan bahwa pollard dan dedak padi pada jumlah sampel
100 g dan 150 g memiliki nilai ukuran partikel yang lebih seragam dibandingkan
dengan jumlah sampel 50 g. Oleh karena itu untuk melakukan pengukuran ukuran
partikel sebaiknya menggunakan jumlah sampel 100 dan 150 g. Berbeda dengan
pollard dan dedak padi, untuk bungkil kelapa dan onggok tidak berpengaruh nyata
(P>0.05) terhadap nilai ukuran partikel. Hal ini menunjukkan bahwa bungkil
kelapa dan onggok memiliki ukuran partikel yang relatif seragam pada setiap
jumlah sampel. Dengan kata lain, walaupun jumlah sampel yang digunakan
berbeda pada bungkil kelapa dan onggok menghasilkan ukuran partikel yang
seragam. Oleh karena itu bungkil kelapa dan onggok bisa menggunakan jumlah
sampel 50 g, 100 g maupun 150 g untuk pengukuran ukuran partikel, hanya saja
8
untuk onggok sebaiknya digiling terlebih dahulu dengan ukuran screen lebih kecil
dari 5 mm agar ukuran partikelnya lebih seragam dan homogen dengan ketiga
bahan lainnya sehingga memudahkan proses pencampuran ransum (mixing) dan
memenuhi kebutuhan ukuran partikel rata-rata ransum ternak (Proper Particle
Size).
Mixing adalah proses pencampuran bahan pakan sesuai dengan formulasi
ransum yang akan dibuat. Hasil mixing haruslah homogen karena homogenitas
ransum sangat berpengaruh terhadap terpenuhi atau tidaknya kebutuhan nutrisi
masing-masing ternak. Hasil mixing dengan homogenitas yang tidak cukup tinggi
akan berdampak pada produktivitas ternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses mixing ini di antaranya ukuran bahan, jenis bahan, densitas (kepadatan
bahan), dan waktu pencampuran. Kebutuhan ukuran partikel rata-rata (Proper
Particle Size) untuk setiap ternak berbeda-beda. Menurut Agustina (2005) ukuran
partikel ransum yang dibutuhkan oleh ternak bergantung pada umur, jenis, dan
ukuran tubuh ternak. Ukuran rata-rata partikel atau Geometric Mean Diameter
(GMD) yang sesuai dengan kondisi rumen sapi dan domba berkisar 200-1200 µm
(Martz dan Belyea 1996), pakan ikan 500-1000 µm untuk ukuran mash dan 1500
µm untuk ukuran pellet (Cremer et al. 1999). GMD unggas 600-900 µm (Nir et al.
1994 dalam Addo et al. 2012), sedangkan untuk pakan babi yaitu 600-800 µm
(MF 2050 dalam MF 2051).
Jika melihat kebutuhan ukuran partikel untuk ternak, maka Tabel 1
menunjukkan bahwa nilai ukuran partikel pollard, bungkil kelapa, dedak padi
tergolong ke dalam kategori tersebut, berbeda halnya dengan onggok. Kondisi
awal onggok berbentuk bongkahan sehingga harus mengalami pengurangan
ukuran partikel dengan penggilingan, khususnya menggunakan ukuran screen 3
mm.
Pengaruh Perbedaan Ukuran Screen dan Jenis Bahan terhadap Ukuran
Partikel
Analisis ukuran partikel pada Tabel 2 menggunakan jumlah sampel 100 g.
Hal ini dikarenakan jumlah sampel 100 g dianggap sesuai dengan produk samping
agroindustri yang memiliki ukuran partikel (Particle Size), bentuk partikel
(Particle Shape), dan densitas (Density) yang berbeda pada masing-masing bahan.
Nilai ukuran partikel bahan pakan setelah digiling dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai ukuran partikel (µm) produk samping agroindustri setelah digiling
Bahan Screen penggilingan (mm)
3 5
µm
Pollard 417.26 ± 1.62ab 437.08 ± 1.6ab
Bungkil kelapa 413.68 ± 1.56ab 447.25 ± 1.61b
Dedak padi 446.79 ± 1.55b 405.68 ± 1.71a
Onggok 425.69 ± 1.97ab 1314.65 ± 2.94c
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
9
Hasil sidik ragam menunjukkan adanya interaksi nyata (P<0.05) antara
ukuran screen dan jenis bahan terhadap ukuran partikel. Persentase pengaruh dari
masing-masing faktor yaitu ukuran screen 14.64%, jenis bahan 42.3% dan
interaksi kedua faktor sebesar 42.57%. Hal ini dapat diartikan bahwa ukuran
partikel yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor tetapi oleh
kombinasi kedua faktor tersebut. Dengan kata lain ukuran screen yang sama pada
jenis bahan yang berbeda menghasilkan ukuran partikel yang berbeda.
Tabel 2 menunjukan bahwa ukuran partikel bahan pakan yang digiling
dengan screen 3 mm dan 5 mm hampir sama dengan ukuran partikel bahan pakan
sebelum digiling (Tabel 1). Oleh karena itu untuk pollard, bungkil kelapa, dan
dedak padi sebenarnya tidak perlu digiling karena sudah berbentuk tepung. Hanya
saja jika dalam suatu proses mengharuskan untuk digiling terlebih dahulu maka
untuk pollard dan dedak padi cukup menggunakan screen 5 mm. Jika dilihat dari
segi nilai ekonomisnya, semakin besar ukuran screen yang digunakan saat
penggilingan maka semakin sedikit kebutuhan energi pada hammer mill. Hal ini
dikarenakan penggilingan bahan menggunakan screen yang lebih besar akan
memakan waktu lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan screen yang
lebih kecil sehingga kebutuhan energi pada hammer mill semakin sedikit (Pfost
1976).
Berbeda dengan pollard dan dedak padi, untuk membuat bungkil kelapa
dan onggok lebih seragam dengan pollard dan dedak padi maka bungkil kelapa
dan onggok sebaiknya digiling dengan screen 3 mm agar proses mixing lebih
homogen. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses mixing ini di antaranya
ukuran bahan, jenis bahan, densitas (kepadatan bahan), dan waktu pencampuran.
Semakin halus ukuran partikel bahan maka semakin sedikit waktu mixing yang
dibutuhkan, begitu pula sebaliknya semakin kasar ukuran partikel bahan maka
semakin lama waktu mixing yang dibutuhkan. Diameter screen 3 mm pada
kecepatan putaran tinggi cukup untuk menghasilkan partikel-partikel berdiameter
<2 mm yang sudah cukup halus untuk menjaga kualitas pellet (Fairfield 1994).
Ukuran partikel yang kecil memudahkan dalam pencampuran bahan ransum dan
meningkatkan keseragaman ransum, sehingga mengurangi resiko pemisahan
bahan saat pencampuran, dan meningkatkan efisiensi serta kualitas pellet (Behnke
2001).
Pengecilan ukuran partikel (penggilingan) dalam industri pengolahan
pakan dapat berguna untuk meningkatkan daya guna (mempermudah dalam
penggunaan bahan), mempermudah dalam proses pencampuran bahan, dan
mempermudah penyimpanan dan penanganan. Hal ini didukung oleh Herrman
(2000) bahwa penggilingan bertujuan menyeragamkan bentuk dan ukuran partikel
bahan baku, memudahkan proses pencampuran. Manfaat pengecilan ukuran
partikel bagi ternak dapat meningkatkan kecernaan yang disebabkan oleh
peningkatan luas permukaan untuk aktifitas enzimatik, serta meningkatkan
efisiensi penggunaan pakan. Menurut Arora (1989), ukuran partikel pakan yang
lebih kecil akan meningkatkan laju aliran cairan dan laju aliran digesta rumen,
sehingga konsumsi pakan akan meningkat demikian juga pengosongan lambung
lebih cepat. Weston (2002) menambahkan bahwa partikel yang lolos dari saringan
1200 μm memiliki laju pengosongan rumen dengan kecepatan yang berbanding
terbalik dengan ukuran partikel, contohnya partikel yang lolos dari saringan 150
10
μm ternyata meninggalkan rumen sekitar 14 kali lebih cepat dibandingkan partikel
yang tertahan pada saringan dengan ukuran 1200 μm - 600 μm.
Pengaruh Perbedaan Screen dan Jenis Bahan terhadap Sifat Fisik
Sifat fisik pakan dapat mencakup aspek yang sangat luas akan tetapi
informasi literatur baik dari dalam maupun luar negeri tentang hasil penelitian
mengenai sifat fisik pakan masih sangat terbatas. Menurut Gauthama (1998),
sekurang kurangnya ada 6 sifat fisik pakan yang penting, yaitu berat jenis,
kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya
ambang, dan faktor higroskopis. Penelitian ini hanya mengukur berat jenis (BJ),
kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), dan sudut
tumpukan (ST).
Berat Jenis (BJ)
Bahan pakan dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya. Hal ini
didukung pernyataan Khalil (1999b) bahwa berat jenis (BJ) akan berkaitan dengan
ukuran partikel dan bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel
dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Bahan pakan dibedakan ke dalam
3 kelompok, yaitu high density ingredient, intermediate density ingredient
(Alfisyah 2014) dan low density ingredients (fluffy and light) (McCarty 2005).
Bahan pakan yang termasuk ke dalam kelompok high density ingredient adalah
bahan pakan yang mempunyai berat jenis tinggi (1600-2500 kg m-3
) dan
bervolume kecil (small volume) yaitu pakan sumber mineral misalnya kapur
(Alfisyah 2014). Bahan pakan yang termasuk ke dalam kelompok intermediate
density ingredient adalah bahan utama di dalam formulasi (konvensional), yaitu
pakan sumber energi dan protein. Terutama dalam ransum unggas yang memiliki
nilai berat jenis sedang (1000-1500 kg m-3
) misalnya, jagung (biji-bijian), dedak
padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan sebagainya (Alfisyah 2014). Bahan
pakan yang termasuk ke dalam kelompok low density ingredients (fluffy and light)
adalah bahan pakan yang memiliki nilai berat jenis yang rendah (<1000 kg m-3
),
kerapatan yang rendah (<500 kg m-3
), sudut tumpukan yang tinggi (>55º) dan
bervolume besar (large volume) yaitu pakan hijauan misalnya, rumput lapang,
daun singkong, daun lamtoro, dan sebagainya (McCarty 2005). Adapun nilai berat
jenis dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai berat jenis (kg m-3
) produk samping agroindustri yang digiling
dengan screen penggilingan berbeda
Bahan Screen penggilingan (mm)
3 5
Pollard 1255 ± 170.1cd 1110.0 ± 184.8bc
Bungkil kelapa 1022 ± 118.8b 1347.5 ± 6.5d
Dedak padi 1004 ± 4.8b 1152.5 ± 5bc
Onggok 810 ± 8.6a 746.7 ± 123.2a
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
11
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai berat jenis menunjukkan adanya
interaksi nyata (P<0.05) antara ukuran screen penggilingan dengan jenis produk
samping agroindustri. Artinya dengan menggunakan ukuran screen yang sama
pada jenis bahan yang berbeda menghasilkan nilai berat jenis yang berbeda.
Dengan kata lain jenis bahan yang digiling dengan screen 3 mm dan 5 mm
memiliki nilai berat jenis yang berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian Alfisyah
(2014) bahwa berat jenis menunjukkan adanya interaksi nyata (P<0.05) antara
ukuran saringan penggilingan dengan jenis hasil samping pertanian (Lampiran 5).
Akan tetapi berdasarkan penelitian Gauthama (1998) dan Khalil (1999a) bahwa
berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran partikel untuk semua
jenis bahan karena ruang antar partikel bahan sudah terisi oleh aquades dalam
pengukuran berat jenis. Perbedaan nilai berat jenis diduga dipengaruhi oleh
perlakuan yang dilakukan saat penelitian. Gauthama (1998) memberikan
perlakuan perbedaan kadar air pada bahan yang digunakan. Perbedaan nilai berat
jenis dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel, distribusi ukuran partikel
dan kandungan nutrisi setiap bahan (Khalil 1999a). Oleh karena itu hasil analisis
penelitian ini belum bisa dikonfirmasi kebenarannya disebabkan kurangnya data
dan acuan yang bisa digunakan sebagai pembanding karena pengambilan data
penelitian ini baru dilakukan satu kali.
Tabel 3 menunjukkan bahwa bahan pakan yang memiliki nilai berat jenis
tertinggi yaitu bungkil kelapa (1347.5 kg m-3
) sedangkan berat jenis terendah
yaitu onggok yang digiling dengan screen 5 mm (746.7 kg m-3
). Nilai berat jenis
ini menghasilkan klasifikasi bahan berdasarkan nilai berat jenisnya (Alfisyah
2014). Klasifikasi bahan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu high density
ingredients (1600-2500 kg m-3
), intermediate density ingredients (600-1500 kg m-
3), dan low density ingredients (fluffy and light) (<600 kg m
-3). Berat jenis pollard,
bungkil kelapa, dedak padi, dan onggok berada pada kisaran 746.7-1347.5 kg m-3
yang termasuk dalam kelompok intermediate density ingredient (BJ: 600-1500 kg
m-3
). Klasifikasi ini berbeda dengan klasifikasi berdasarkan penelitian Alfisyah
(2014). Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik bahan yang digunakan saat
penelitian. Alfisyah (2014) menggunakan bahan limbah pertanian yaitu jerami
padi, jerami jagung, kulit singkong, tongkol jagung, dan klobot jagung yang
cenderung bersifat lebih bulky dibandingkan dengan limbah agroindustri. Oleh
karena itu keduanya memiliki kisaran berat jenis yang berbeda. Akan tetapi jika
diklasifikasikan berdasarkan Alfisyah (2014) maka onggok (746.7-810 kg m-3
)
termasuk dalam kelompok low density ingredient (<1000 kg m-3
), sedangkan
pollard, bungkil kelapa, dan dedak padi termasuk kelompok intermadiate density
ingredients (1000-1500 kg m-3
).
Berat jenis bahan baku dapat berpengaruh dalam urutan pemasukan bahan
baku ke dalam mixer (mesin pencampur). Menurut Pfost (1976), urutan
pemasukan bahan dalam mixer adalah bahan baku makro, bahan baku mikro, dan
liquid (cairan). Bahan baku makro yaitu bahan baku dengan berat jenis sedang dan
ringan misalnya jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, pollard,
onggok, dan lainnya. Bahan baku mikro yaitu bahan baku yang memiliki berat
jenis tinggi misalnya sumber vitamin, mineral, dan premix sedangkan liquid yaitu
bahan yang berbentuk cairan misalnya molases, minyak kelapa, dan lainnya.
Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit (mikro), terlebih dahulu dilakukan pre-
mixing atau pencampuran awal. Jika menggunakan mixer horizontal lama waktu
12
pencampuran yaitu 1.5-5 menit. Bahan baku makro dimasukan pada 1.5 menit
pertama kemudian pada menit ke 2 dimasukan bahan baku mikro sedikit demi
sedikit hingga homogen, lalu menit selanjutnya dimasukan cairan dengan
menggunakan sprayer atau penyemprot sambil terus dilakukan pengadukan
hingga homogen. Jika menggunakan mixer vertikal lama waktu pencampuran
yaitu 10-15 menit. Kualitas pencampuran dipantau oleh faktor coeficient of
variation (CV). Persentase CV yang optimal adalah <10%. Apabila nilai CV
berkisar 10%-15%, maka lama pencampuran diperpanjang 25%-30%. Pada hasil
kisaran 15%-20%, waktu pencampuran diperpanjang 50%.
Bahan pakan produk samping agroindustri yang berbeda memiliki
kandungan nutrien yang berbeda sehingga menunjukkan sifat fisik yang berbeda
pula. Berat jenis dapat menentukan sifat bulky (Khalil 1999a) dan homogenitas
suatu campuran bahan (Simanjuntak 1999). Semakin rendah nilai berat jenisnya
maka bahan tersebut memiliki sifat semakin bulky. Tabel 3 menunjukan bahwa
nilai berat jenis pada pollard, bungkil kelapa, dan dedak padi memiliki nilai berat
jenis yang beragam pada masing-masing ukuran screen, akan tetapi nilai berat
jenis onggok memiliki nilai yang relatif seragam pada masing-masing ukuran
screen (810 kg m-3
dan 746.7 kg m-3
). Faktor yang diduga menjadi penyebab
perbedaan nilai berat jenis dari keempat bahan tersebut yaitu sifat keambaan dan
kadar serat kasar. Onggok bersifat bulky dan mempunyai kadar serat kasar yang
tinggi sekitar 21.9% (Mathius dan Sinurat 2001). Komposisi kimia pakan turut
mempengaruhi sifat fisiknya yang salah satunya yaitu berat jenis pakan
(Gauthama 1998). Hal ini menyebabkan nilai berat jenis pada onggok lebih
rendah dibandingkan dengan nilai berat jenis ketiga bahan yang lain. Aryono
(2008) menambahkan bahwa bahan yang memiliki berat jenis seragam dapat
menghasilkan campuran bahan dengan homogenitas tinggi, sedangkan bahan
dengan berat jenis tinggi pada saat pencampuran akan cenderung terpisah kembali
sehingga proses pencampuran bahan tidak homogen.
Kerapatan Tumpukan
Interaksi antara ukuran screen penggilingan dengan jenis produk samping
agroindustri menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap kerapatan
tumpukan. Artinya perbedaan screen pada jenis bahan yang berbeda tidak
mempengaruhi kerapatan tumpukan bahan. Dengan kata lain bahan pakan yang
digiling dengan screen 3 mm dan 5 mm memiliki ukuran partikel yang sama
sehingga menghasilkan nilai kerapatan tumpukan yang sama. Adapun nilai rataan
kerapatan tumpukan dapat dilihat pada Tabel 4.
Rataan nilai kerapatan tumpukan pada keempat bahan pakan dengan
ukuran screen 3 mm dan 5 mm berkisar 328.83 kg m-3
dan 320.41 kg m-3
. Rataan
nilai kerapatan tumpukan terendah pada onggok (222.64 kg m-3
) dan rataan
tertinggi pada bungkil kelapa (444.76 kg m-3
). Bahan pakan dengan rataan
kerapatan tumpukan kecil akan menempati ruang simpan besar karena
kemampuan pemadatan bahan rendah sehingga bahan pakan dengan rataan
kerapatan tumpukan kecil memerlukan ruang simpan baik karung, gudang
maupun ruang saluran cerna yang besar pada berat yang sama.
13
Tabel 4 Nilai kerapatan tumpukan (kg m-3
) produk samping agroindustri yang
digiling dengan screen penggilingan berbeda
Bahan Screen penggilingan (mm)
Rataan 3 5
Pollard 310.89 ± 0.44 294.64 ± 2.91 302.76 ± 1.67
Bungkil kelapa 447.51 ± 5.95 442.00 ± 3.53 444.76 ± 4.74
Dedak padi 330.83 ± 3.19 325.83 ± 3.45 328.33 ± 3.32
Onggok 226.09 ± 2.99 219.18 ± 2.66 222.64 ± 2.83
Rataan 328.83 ± 3.14 320.41 ± 3.14 324.62 ± 3.14
Kerapatan tumpukan akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya
jumlah partikel halus dalam ransum (Gauthama 1998). Selain itu, kerapatan
tumpukan juga dipengaruhi oleh sifat keambaan (bulky) suatu bahan. Sifat
keambaan (bulky) dapat menurunkan kerapatan tumpukan dan kerapatan
pemadatan tumpukan suatu bahan, walaupun berat jenisnya tidak jauh berbeda
(Gauthama 1998). Hal ini terlihat pada hasil kerapatan tumpukan onggok yang
memiliki rataan nilai kerapatan tumpukan paling rendah menunjukkan bahwa
bahan tersebut mempunyai sifat bulky yang lebih tinggi dibandingkan pollard,
bungkil kelapa, dan dedak padi.
Bahan dengan rataan kerapatan tumpukan rendah (<500 kg m-3
)
membutuhkan waktu jatuh atau waktu mengalir lebih lama dan dapat ditimbang
lebih teliti dengan alat penakar otomatis baik volumetrik maupun grafimetris,
sedangkan bahan dengan kerapatan tumpukan tinggi (>1000 kg m-3
) tidak
membutuhkan waktu jatuh atau waktu mengalir lebih lama. Jika dibandingkan
dengan hasil penelitian yang pernah ada, yaitu kerapatan tumpukan pollard
(293.75 kg m-3
) (Irawan 2006), bungkil kelapa (476.7 kg m-3
) (Khalil 1999b),
dedak padi (316.25 kg m-3
) (Irawan 2006) dan onggok (311.2 kg m-3
) (Gauthama
1998) maka nilai kerapatan tumpukan sesuai dengan hasil pada Tabel 4 dengan
rataan nilai sekitar 324.62 kg m-3
termasuk ke dalam golongan yang mempunyai
kerapatan tumpukan rendah (<500 kg m-3
), sehingga akan lebih teliti ketika
ditimbang dengan alat penakar otomatis.
Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Interaksi antara ukuran screen penggilingan dengan jenis produk samping
agroindustri tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap kerapatan pemadatan
tumpukan. Artinya perbedaan screen pada jenis bahan yang berbeda tidak
mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan bahan. Dengan kata lain bahan
pakan yang digiling dengan screen 3 mm dan 5 mm memiliki ukuran partikel
yang sama sehingga menghasilkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan yang
sama. Nilai rataan kerapatan pemadatan tumpukan dapat dilihat pada Tabel 5.
14
Tabel 5 Nilai kerapatan pemadatan tumpukan (kg m-3
) produk samping
agroindustri yang digiling dengan screen penggilingan berbeda
Bahan Screen penggilingan (mm)
Rataan 3 5
Pollard 420.03 ± 4.40 396.52 ± 9.65 408.27 ± 7.03
Bungkil kelapa 548.34 ± 6.80 557.89 ± 5.25 553.12 ± 6.03
Dedak padi 482.68 ± 13.37 476.89 ± 17.46 479.78 ± 15.42
Onggok 280.80 ± 4.30 270.31 ± 7.67 275.56 ± 5.98
Rataan 432.96 ± 7.22 425.40 ± 10.01 429.18 ± 8.61
Rataan nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada keempat bahan pakan
dengan ukuran screen 3 mm dan 5 mm berkisar pada 432.96 kg m-3
dan 425.40 kg
m-3
. Rataan nilai kerapatan pemadatan tumpukan terendah pada onggok (275.56
kg m-3
) dan rataan tertinggi pada bungkil kelapa (553.12 kg m-3
). Hal ini terjadi
karena pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh berat jenis, sehingga bungkil
kelapa yang mempunyai berat jenis yang lebih tinggi (1347.5 kg m-3
) dapat
menghasilkan kerapatan pemadatan yang tinggi, berbeda dengan onggok yang
memiliki berat jenis yang lebih rendah (746.7 kg m-3
) sehingga menghasilkan
rataan kerapatan pemadatan tumpukan yang rendah. Pemadatan pada bahan yang
mempunyai berat jenis tinggi akan meningkatkan tingkat kepadatannya, sehingga
berat bahan tiap satuan volume akan meningkat (Gauthama 1998).
Ali (2006) menyatakan bahwa padatan tumpukan erat hubungannya
dengan sifat kohesifitas bahan. Kehesifitas adalah rekatan antar sesama partikel.
Apabila suatu bahan mempunyai sifat kohesifitas yang tinggi maka partikel bahan
tersebut akan sulit mengisi celah kosong yang tersedia. Artinya bahan pakan yang
memiliki rataan kerapatan pemadatan tumpukan yang rendah memiliki sifat
kohesifitas yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Rataan nilai kerapatan pemadatan
tumpukan pada Tabel 5 dapat diartikan bahwa bahan pakan yang memiliki sifat
kohesifitas tertinggi yaitu onggok (275.56 kg m-3
) dan bahan pakan yang memiliki
sifat kohesifitas terendah yaitu bungkil kelapa (553.12 kg m-3
) jika dibandingkan
dengan pollard dan dedak padi.
Sudut Tumpukan
Nilai sudut tumpukan menunjukkan tidak adanya interaksi nyata (P>0.05)
antara ukuran screen penggilingan dengan jenis produk samping agroindustri.
Artinya perbedaan screen pada jenis bahan yang berbeda tidak mempengaruhi
sudut tumpukan bahan. Dengan kata lain bahan pakan yang digiling dengan
screen 3 mm dan 5 mm memiliki ukuran partikel yang sama sehingga
menghasilkan nilai sudut tumpukan yang sama. Nilai rataan sudut tumpukan dapat
dilihat pada Tabel 6.
15
Tabel 6 Nilai sudut tumpukan (º) produk samping agroindustri yang digiling
dengan screen penggilingan berbeda
Bahan Screen penggilingan (mm)
Rataan 3 5
Pollard 31.05 ± 1.95 30.15 ± 0.74 30.60 ± 1.35
Bungkil kelapa 24.04 ± 0.81 25.15 ± 1.29 24.59 ± 1,05
Dedak padi 32.95 ± 1.20 30.74 ± 0.22 31.85 ± 0.71
Onggok 34.97 ± 2.17 33.27 ± 1.44 34.12 ± 1.81
Rataan 30.75 ± 1.53 29.83 ± 0.92 30.29 ± 1.23
Nilai rataan sudut tumpukan dari keempat bahan pakan yang digiling
dengan screen 3 mm dan 5 mm yaitu berkisar 30.75º dan 29.83º dengan rataan
30.29º. Bahan pakan yang memiliki rataan sudut tumpukan tertinggi yaitu onggok
(34.12º) dan yang terendah yaitu bungkil kelapa (24.59º). Hal ini menunjukkan
bahwa pollard, bungkil kelapa, dedak padi, dan onggok memiliki kebebasan
bergerak yang baik seperti yang dikatakan oleh Prambudi (2001) bahwa sudut
tumpukan kurang dari 35º memiliki kebebasan bergerak yang baik. Hasil tersebut
sesuai dengan hasil penelitian Gauthama (1998) bahwa pengecilan ukuran partikel
akan meningkatkan nilai sudut tumpukan pakan. Nilai sudut tumpukan onggok
berdasarkan penelitian Gauthama (1998) yaitu 22-33º. Hal ini didukung dengan
pernyataan Ali (2006) bahwa semakin bebas suatu partikel bergerak, maka sudut
tumpukan yang terbentuk semakin kecil.
Thomson (1984) menyatakan bahwa sudut tumpukan berperan dalam
menentukan flowability (kemampuan mengalir suatu bahan), efisiensi pada
pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan
dan kerapatan kepadatan tumpukan. Sudarmadji (1997) menyatakan bahwa sudut
tumpukan antara 30-39o termasuk ke dalam kelompok sedang, yaitu sifat
kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar pengangkutan relatif
sedang. Fasina dan Sokhansanj (1993) mengklasifikasikan laju alir bahan padat
berdasarkan besarnya sudut tumpukan yaitu sudut tumpukan 25-30° sangat mudah
mengalir, sudut 30-38° mudah mengalir, sudut 38-45° sedang, sudut 45-55° sulit
mengalir, dan sudut >55° sangat sulit mengalir. Bungkil kelapa termasuk kategori
bahan yang sangat mudah mengalir (25-30°) dengan rataan nilai sudut tumpukan
24.59°. Bahan pakan yang termasuk bahan yang mudah mengalir (30-38°) yaitu
pollard (30.6°), dedak padi (31.85°), dan onggok (34.12°).
Suatu komoditi dapat mengalir secara bebas atas dasar gravitasi, apabila
besarnya sudut corong sama atau lebih kecil daripada sudut puncak tumpukan
bahan. Kesalahan desain corong karena kurang pengetahuan tentang sudut
tumpukan akan mengakibatkan kemacetan atau tersumbatnya aliran komoditi
(Syarief et al. 1992). Selain itu, dari hasil penelitian diketahui bahwa berat jenis
juga mempengaruhi sudut tumpukan. Onggok yang mempunyai berat jenis (746.7
kg m-3
) lebih rendah dibandingkan dengan pollard, bungkil kelapa, dan dedak padi
(1004-1345.7 kg m-3
) mempunyai rataan nilai sudut tumpukan yang tinggi
(34.12º). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin rendah berat jenis maka nilai
sudut tumpukan bahan semakin meningkat. Sudut tumpukan yang terbentuk pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
17
Agustina Y. 2005. Kualitas fisik pellet ransum broiler mengandung bahan dengan
ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Alfisyah SH. 2014. Ukuran partikel dan sifat fisik hasil gilingan produk samping
pertanian [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ali AJ. 2006. Karakteristik sifat fisik bungkil kedelai, bungkil kelapa dan bungkil
sawit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Terjemahan: Retno
Muwarni. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Press.
Aryono. 2008. Pengaruh perbedaan proses kerja huller terhadap sifat fisik dedak
padi di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[ASAE] American Society of Agricultural Engineers. 2003. Method of
Determining and Expressing Fineness of Feed Materials by Sieving
ANSI/ASAE S319; 2003 Feb 3; Michigan, Amerika Serikat. Michigan (US):
American Society of Agricultural Engineers.
Behnke KC. 2001. Factors influencing pellet quality. Feed Tech. 5: 19-22.
Cremer MC, Jian Z. 1999. Feed Particle Size Requirements for Crucian Carp Fry.
American Soybean Association Technical Bulletin.
Fairfield D. 1994. Pelleting Cost Center. Di dalam: R.R. McElhiney (Editor).
Feed Manufactuing Industry IV. American Feed Industry Association Inc,
Arlington. Fasina OO, Sokhansanj. 1993. Effect of moisture content on bulk handling properties
of alfafa pellets. J Can Agric Engin. 35 (4): 269-273.
Gauthama P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral dan
hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Herrman TJ. 2000. Feed Quality Assurance. Singapore (SG): American Soybean
Association.
Irawan H. 2006. Karakteristik sifat fisik jagung, dedak padi dan pollard [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan, dan berat jenis. Med Pet. 22(1): 1-11.
Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor
higroskopis. Med Pet. 22(1): 33-42.
Martz FA, Belyea RL. 1986. Role of particle size and forage quality in digestion
and passage by cattle and sheep. J Dairy Sci. 69: 1996-2008.
Mathius IW, Sinurat AP. 2001. Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk
ternak. Wartazoa. 11(2): 22-28.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Ed ke-1. Bogor (ID): IPB Press.
McCarty RM. 2005. Receiving, E.K. Schofield, Ed., Feed Manufacturing
Technology V, American Feed Industry Association, Arlington (US). p 91-
107
MF-2051. 2002. Evaluating Particle Size. Kansas State University Agricultural
Experiment Station and Cooperative Extension Service. Manhattan, KS.
18
Pfost HB. 1976. Grinding and Rolling. Kansas State University. In Feed
Manufacturing Technology. 1976. H.B. Pfost, Technical Editor and D.
Pickering, Production Editor. Feed Production Council. American Feed
Manufactures Ass. Inc. (US).
Prambudi E. 2001. Sifat fisik dan kandungan protein tepung bahan pakan
hasil pengolahan limbah cair industri tempe dengan penambahan
berbagai sumber pati [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Simanjuntak D. 1999. Pengaruh jenis penggilingan padi terhadap sifat fisik dedak
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sudarmadji S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian.
Yogyakarta (ID): Liberty.
Suparjo. 2010. Pengawasan Mutu pada Pabrik Pakan Ternak. Laboratorium
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Jambi (ID): Universitas Jambi.
Syarief R, Simarmata JP, Riantini SA. 1992. Studi karakteristik dan pengolahan
ubi jalar (Ipomea batatas) untuk pangan dan bahan baku industri: I. Bahan
pangan sumber vitamin A. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan-LP.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Thomson FM. 1984. Handbook of Powders Science and Technology. 391, 393,
eds M.E. Fayed and L. Otten. New York (US). Weston RH. 2002. Constrain on feed intake by grazing sheep. In: Freer M, H. Dove J
(eds) Sheep Nurition. Wallingford (US): Cabi Publishing. p 27-49.
19
Lampiran 1 Hasil analisis ragam ukuran partikel dengan ukuran sampel yang berbeda
sebelum digiling
SK db JK KT Fhit Sig
Pollard 2 5442.385 2721.193 11.521 .003
Galat 9 2125.690 236.188
Total 11 7568.076
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
SK db JK KT Fhit Sig
Bungkil kelapa 2 4339.547 2169.773 1.382 .300
Galat 9 14127.099 1569.678
Total 11 18466.646 2169.773
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
SK db JK KT Fhit Sig
Dedak padi 2 9087.782 4543.891 6.187 .020
Galat 9 6610.303 734.478
Total 11 15698.085
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
SK db JK KT Fhit Sig
Onggok 2 .000 .000 . .
Galat 9 .000 .000
Total 11 .000
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
Lampiran 2 Hasil analisis ragam interaksi ukuran saringan penggilingan dengan
jenis produk samping agroidustri terhadap ukuran partikel
SK db JK KT Fhit Sig
Screen 1 406117.130 406117.130 719.796 .000
Bahan 3 1173387.667 391129.222 693.232 .000
Screen * Bahan 3 1180773.451 393591.150 697.595 .000
Galat 24 13541.069 564.211
Total 32 1.205E7
Total Terkoreksi 31 2773819.318
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
20
Lampiran 3 Perhitungan persentase pengaruh ukuran screen dan jenis produk
samping agroindustri terhadap ukuran partikel
Screen =
=
= 14.64 %
Bahan =
=
= 42.3%
Interaksi Screen dan Bahan =
=
= 42.57%
Lampiran 4 Hasil analisis ragam berat jenis
SK db JK KT Fhit Sig
Screen 1 .035 .035 3.052 .093
Bahan 3 .884 .295 25.568 .000
Screen * Bahan 3 .273 .091 7.890 .001
Galat 24 .277 .012
Total 32 37.125
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
Lampiran 5 Berat jenis (kg L-1
) hasil samping pertanian yang digiling dengan
saringan penggilingan berbeda
Bahan Screen penggilingan (mm)
3 5
Jerami padi 0.55 ± 0.03ef 0.56 ± 0.02def
Jerami jagung 0.67 ± 0.02c 0.57 ± 0.01de
Klobot jagung 0.55 ± 0.01ef 0.54 ± 0.01f
Tongkol jagung 0.58 ± 0.02d 0.57 ± 0.02de
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0.05). Sumber : Alfisyah (2014)
Lampiran 6 Hasil analisis ragam kerapatan tumpukan
SK db JK KT Fhit Sig
Screen 1 310.746 310.746 .063 .804
Bahan 3 222194.451 74064.817 15.026 .000
Screen * Bahan 3 23535.811 7845.270 1.592 .217
Galat 24 118299.208 4929.134
Total 32 3377384.444
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
21
Lampiran 7 Hasil analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan
SK db JK KT Fhit Sig
Screen 1 23096.915 23096.915 1.688 .206
Bahan 3 388578.645 129526.215 9.468 .000
Screen * Bahan 3 98221.824 32740.608 2.393 .093
Galat 24 328328.875 13680.370
Total 32 5517708.597
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.
Lampiran 8 Hasil analisis ragam sudut tumpukan
SK db JK KT Fhit Sig
Screen 1 6.772 6.772 3.628 .069
Bahan 3 397.018 132.339 70.898 .000
Screen * Bahan 3 12.820 4.273 2.289 .104
Galat 24 44.799 1.867
Total 32 29821.757
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi