Download - Uji Susunan Susu
Laporan praktikum ke-3 Hari/tanggal : Senin, 18 Maret 2013Integrasi Proses Nutrisi Tempat Praktikum : Laboratorium susu
UJI SUSUNAN SUSU
Siti KhairunnisaD24110053
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKANINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PENDAHULUANLatar Belakang
Susu merupakan cairan berwarna putih yang diperoleh dari hewan menyusui
yang dapat didiamkan atau dijadikan pangan sehat tanpa dikurangi dan ditambah
komponennya (BSN, 1998). Dipandang dari segi peternakan, susu merupakan suatu
sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi dan dilakukan pemerahan susu
sempurna tanpa dikurangi atau ditambah suatu komponen (Ruegg, 2001). Susu
mengandung gizi penting yang mudah diserap tubuh. Dalam kehidupan susu sangat
dianjurkan untuk dikonsumsi masyarakat terutama anak-anak yang masih dalam
masa pertumbuhan. Karena susu sangat diminati karena gizinya yang lengkap, susu
sering dipalsukan demi mendapat keuntungan yang besar. Untuk mengetahui hal ini
perlu dilakukan uji kimia dan fisik untuk mengetahui kemurnian susu segar yang ada
dipasaran.
Susu dapat dikonsumsi oleh manusia apabila telah memenuhi syarat tertentu.
Di Indonesia, pemeriksaan kualitas susu tidak hanya di lakukan terhadap susu, tetapi
juga di lakukan pada pengawasan terhadap perusahaan sapi perah, atau tempat-
tempat produksi susu. Pada pemeriksaan susu, ada 2 hal yang harus diperhatikan
yaitu keadaan susu dan susunan susu. Keadaan susu dikatakan tidak layak apabila
susu kotor, mengandung kuman-kuman yang tidak di temukan pada susu normal, dan
susu mulai busuk. Susunan susu dikatakan tidak standar apabila susu dicampur
bahan-bahan yang tidak biasa ditemukan pada susu normal atau susu yang memenuhi
syarat. Pengujian kualitas susu terhadap keadaan susu dilakukan di laboratorium.
Tujuan
Pengujian kualitas susu terhadap susunan susu bertujuan untuk mengetahui
kelayakan susu konsumsi dengan indikator uji berat jenis, uji kadar lemak susu, uji
bahan kering susu, uji bahan kering tanpa lemak dan uji kadar protein dengan cara
titrasi formol.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya gelas ukur,
laktodensimeter, tabel berat jenis susu, pipet, butyrometer, sumbat karet, penangas
air, sentrifuge, labu erlenmeyer, dan kain. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
yaitu susu sapi segar, asam belerang 91-92%, alkohol PA, fenolftalein (PP) 1%,
Kalium Oksalat jenuh, NaOH 0,1 N, formaldehyde 40%, aquadest, dan formalin
20%.
Metode
Uji berat jenis
Susu dituangkan kedalam gelas ukur sebanyak 250 ml kemudian
laktodensimeter dicelupkan. Berat jenis dan suhu dicatat. Berat jenis dan suhu yang
tercatat disesuaikan dengan tabel yang sudah ada ke suhu 27,50C. Berat jenis yang
baik minimum adalah 1,028. Pengukuran berat jenis dapat dilakukan setelah 3 jam
dari pemerahan atau sudah terletak pada 20-300C.
Uji lemak dengan menggunakan metode Gerber
Asam belerang dengan konsentrasi 91-92% dimasukkan kedalam botol
butyrometer dengan menggunakan pipet khusus sebanyak 10 ml, kemudian
ditambahkan susu sebanyak 10,75 ml dan alkohol PA sebanyak 1 ml. Butyrometer
ditutup dengan sumbat karet dan dikocok perlahan dengan membentuk angka 8
sampai homogen. Setelah itu butyrometer disimpan didalam penangas air pada suhu
65-700C selama 10 menit. Sentifuge butyrometer 5 menit pada 1200 rpm, kemudian
dimasukkan kembali kedalam penangas air selama 5 menit. Kadar lemak dibaca pada
skala yang terdapat pada butyromter dengan memasukkan atau mengeluarkan sedikit
demi sedikit sumbat karet untuk mendapatkan skala nol pada batas lemak dan zat
lainnya.
Menghitung Bahan Kering = 1,23 L + 2,71
Bahan kering tanpa lemak (BKTL/SNF)
SNF ((Solid Non Fat) dapat dihitung dengan mengurangi kadar bahan kering
dengan bahan lemak.
Kadar Protein
Uji kadar protein dengan cara titrasi formol
a) Susu dimasukkan kedalam labu erlenmeyer sebanyak 10 ml dan
ditambahkan dengan beberapa tetes PP 1% serta Kalium Oksalat
jenuh. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna merah muda.
Hasil titrasi tidak dicatat. Formaldehyde 40% ditambahkan sebanyak
2 ml dan warna merah muda pun akan hilang. Titrasi kembali dengan
larutan NaOH 0,1 N sampai warna merah muda terjadi dan dicatat
banyaknya NaOH yang terpakai, dimisalkan dengan P ml.
b) Titrasi blanko dibuat dengan penambahan Kalium Oksalat jenuh 0,4
ml pada aquadest 10 ml, kemudian ditambahkan 2 ml formalin 20%
dan beberapa tetes PP 1%. Titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
terbentuk warna merah muda. Banyaknya volume NaOH 0,1 N yang
terpakai dicatat, dimisalkan Q ml.
Kadar Protein = ( P – Q) ml x faktor formol
Keterangan : Faktor formol untuk susu sapi = 1,7Faktor formol untuk susu kerbau = 1,91Faktor formol untuk susu kambing = 1,95
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Data kelas pengujian susunan susu
Kelompok No. sampelBerat Jenis
Kadar Lemak
(%)
Berat Kering
(%)
BKTL (%)
Protein (%)
1 1022 1,0265 2,4 9,95 7,55 3,232 Kambing 14 1,0272 5,5 13,945 8,445 5,13 1032 1,0255 4,2 11,91 7,71 2,894 1021 1,0260 2,8 10,31 7,51 2,895 Kandang 1,0239 3,4 10,465 7,065 2,386 1025 1,0268 3,7 11,622 7,922 2,727 Kandang 08 1,0290 4,8 13,54 8,74 3,9
Pembahasan
Berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan alat
laktodensimeter atau laktometer. Lamtodensimeter adalah hidrometer dimana
skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti
hukum archimides yang menyatakan bahwa tiap benda yang dimasukkan dalam zat
cair, maka pada benda tersebut akan mendapat tekanan ke atas sebesar berat benda
cair yang dipindahkan. (Rahardjo, 1998)
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. Akan tetapi
menurut codex, berat jenis air susu adalah 1,0284. Codex adalah suatu daftar satuan
yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Penurunan berat jenis air susu
segar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: makanan, perubahan
kondisi kadar lemak, adanya gas yang timbul didalam air susu, protein, laktosa, jenis
ternak, usia ternak perah dan kesehatan lingkungan. Biasanya makin besar atau
makin banyak senyawa-senyawa yang terlarut dalam suatu larutan maka semakin
besar pula berat jenisnya. (Mehaia, 1974)
Oleh karena itu, berat jenis susu sangat tergantung pada senyawa
penyusunnya. Walaupun terjadi penurunan berat jenis dari Standar nilai Codex,
namun menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) berat jenis susu yang diperoleh
dari hasil praktikum masih dalam nilai normal yaitu berat jenis susu yang
dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimal 1,0280. Berat jenis susu
juga dipengaruhi oleh kadar lemak dan zat-zat padat tanpa lemak yang terkandung di
dalamnya jika rendahnya berat jenis susu maka kekentalan susu tersebut sangat
rendah, namun sebaliknya jika kekentalan kandungan bahan kering tinggi maka
kekentalan susu tersebut akan tinggi juga. Pada susu kemasan diperoleh nilai berat
jenis yang tinggi, hal ini disebabkan oleh penambahan bahan-bahan makanan lain
dalam susu atau dapat juga karena proses pemanasan yang terlalu tinggi. Peningkatan
ini dikarenakan atas tidak terbebasnya gas CO2 dan N2 yang terdapat dalam susu saat
pemerahan. Untuk membebaskan gas CO2 dan N2 kembali dari susu tersebut maka
perlu dipanaskan kembali sampai 45 – 500C dan kemudian didinginkan kembali
sampai 200C. (Sumudhita, 1986)
Lemak susu mengandung asam lemak esensial, asam linoleat dan linolenat
yang memilki bermacam-macam fungsi dalam metabolisme dan mengontrol berbagai
proses fisiologis dan biokimia pada manusia. Kadar lemak susu bervariasi antara 2,4
– 5,5%. Dari hasil pemeriksaan terhadap sampel susu diketahui bahwa sampel
kambing 14 dan kandang 08 berasal dari susu kambing, karena susu kambing
memiliki kadar lemak yang tinggi dari pada susu sapi.
Kadar lemak dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan sapi, makanan yang
mengandung tinggi/rendahnya lemak dan susunan makanan yang diberikan bahan
kering melebihi 1-3%. Pemerahan yang dilakukan pada pagi hari lebih baik daripada
sore hari, karena susu yang diperoleh pada pagi hari mengandung 0,5-2% lebih
banyak lemak dari pada susu yang diperah pada sore hari.(Spreer, 1998). Semakin
teratur jarak antara pemerahan, semakin teratur pula kandungan lemak pada susu
perah tersebut. Codex nilai kadar lemak susu 2.7%, sedangkan Direktorat Gizi
Depkes RI menyatakan nilai kadar lemak susu 3,5%.
Lemak susu mengandung asam lemak, asam linoleat, dan linoleat yang
memiliki bermacam-macam fungsi dalam metabolisme, mengontrol berbagai proses
fisiologis dan biokimia pada tubuh manusia. Lemak susu terdiri atas trigliserida yang
tersusun dari satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak melalui ikatan ester.
Asam lemak disusun oleh rantai hidrokarbon dan golongan karboksil. Salah satu
contoh dari asam lemak susu adalah asam butirat membentuk asam lemak rantai
pendek yang akan menyebabkan aroma tengik. Lemak susu dikeluarkan dari sel
epitel ambing dalam bentuk butiran lemak yang diameternya bervariasi antara 0,1 –
15 μ. (Saleh, 2004). Butiran lemak tersusun atas butiran trigliserida yang dikelilingi
membran tipis yang dikenal dengan Fat Globule Membran (FGM) atau membran
butiran lemak susu. Komponen utamanya adalah protein dan fosfolipid. FGM salah
satunya berfungsi sebagai stabilisator butiran-butiran lemak susu dalam emulsi
dengan kondisi encer dari susu, karena susu sapi mengandung air kira-kira 87%.
(Chandan, 2007)
Kadar bahan kering pada susu segar dipengaruhi oleh faktor umur, makanan
dan manajemen sapi perah yang baik. Menurut Codex nilai bahan kering yang baik
adalah 12.20% Bedasarkan hasil praktikum hanya sampel kambing 14 dan kandang
08 yang memenuhi standar bahan kering yang telah ditetapkan oleh codex, karena
memiliki berat kering 13,945% dan 13,54%. Bahan kering yang terkandung dalam
susu merupakan bahan pangan yang sangat penting yang dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah banyak. Dimana, bahan kering tersebut terdiri dari lemak, protein,
laktosa, mineral, enzim, gas, vitamin dan asam (sitrat, format, asetat, laktat dan
oksalat). Dalam tubuh, bahan kering ini sangat berfungsi untuk melaksanakan dan
membantu seluruh proses fisiologis tubuh. (Jenness, 1974)
Bahan kering tanpa lemak adalah bahan kering dalam susu yang telah
dikurangi dengan lemak susu biasanya disingkat dengan BKTL. BKTL terdiri atas
protein, laktosa, mineral, asam (sitrat, format, asetat, laktat dan oksalat), enzim
(peroksidase, katalase, fosfatase dan lipase), gas (oksigen dan nitrogen), dan vitamin
(Vitamin A, C, D, tiamin dan riboflavin). Kadar bahan kering tanpa lemak dalam
susu berbanding lurus dengan berat jenis air susu. Menurut SNI 01-3141-1998 nilai
kadar BKTL susu yang baik adalah 8%. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang
didapat yaitu hanya sampel kambing 14 dan kandang 08 yang memenihi persyaratan
yang telah ditetapkan SNI mengenai BKTL, karena sampel kambing 14 memiliki
BKTL 8,445% dan kandang 08 8,74%. (Hadjock, 2008)
Sedangkan kadar protein minimal yang harus terdapat didalam susu adalah
2,7%. Berdasarkan hasil praktikum, maka semua sampel termasuk baik dinilai dari
segi kadar proteinnya, karena memiliki kadar protein lebih dari standar yang
ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998 yaitu sebesar 2,7%, tetapi sampel susu kambing
14 dan kandang 08 memiliki kadar protein yang paling tinggi yaitu 5,1% untuk
sampel kambing 14 dan 3,9% untuk sampel kandang 08.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2007). CODEX STAN 253-2006.Codex Standard for Dairy Fat Spreads.World Healt Organization Food And Agriculture Organization Of The United Nation. Rome.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1998. SNI 01-3141- 1998. Susu segar. Badan Standardisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
Chandan, R.C. 2007. Milk composition, physical and processing characteristics. In: YH Hui (Ed), R. C Chandan, S. Clak, N. Cross and J. Dobbs. Handbook of Food Product Manufacturing. John Wiley and Interscience Publisher, New York.
Celly H. Sirait.1996. Pengujian Mutu Susu. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, BogorHadjock, C., Mittal, G. S., & Warriner, K. 2008. Inactivation of human pathogens
and spoilage bacteria on the surface and internalized within fresh produce by using a combination of ultraviolet light and hydrogen peroxide. Journal of Applied Microbiology 104:1014−1024.
Jenness, R., Shipe, W.F., Sherbon, J.W., 1974. Fundamentals of Dairy Chemistry. In. Y.W. Park, M.Juarez, M. Ramos, G.F.W. Haenlein. 2007. Physico-chemical characteristics of goat and sheep milk. Small Ruminant Research 68:88–113
Mehaia, M.A., 1974. A comparative study of milk of different dairy animals. Some physical properties. M.Sc. Thesis. Alexandria University, Egypt.
Rahardjo. 1998. Evaluasi Penulisan Judul, Definisi, Istilah, Klasifikasi, dan Syarat Mutu pada SNI Produk Pangan, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi. Yogyakarta
Ruegg, P.L.200. Milk Secretion and Quality Standards. University of Wisconcins,Madison. USA.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak, Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas, Sumatera Utara, Digitized by USU digital library.
Spreer, E., 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc., New York, Basel, pp. 73–154, Translated by A. Mixa.
Sumudhita Mekir 1986. Air Susu Dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi Ternak Perah. Fak. Peternakan Universitas Udayana.