Download - Tumor Ganas Laring
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Tumor ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran
pernapasan bagian atas. Tumor ganas laring cukup sering ditemukan di bagian
Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Sebagai gambaran, di luar negeri tumor ganas
laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan
di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung
dan sinus paranasal.1,2
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa
hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring, yaitu rokok, alkohol,
sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. Insiden tumor laring sangat
berhubungan erat dengan kebiasaan merokok, seperti juga meningkatnya kejadian
tumor leher dan kepala 6 kali lebih sering pada perokok dibandingkan dengan yang
tidak merokok. Resiko kematian pada tumor ganas laring berbanding lurus dengan
meningkatnya konsumsi rokok, terlebih lagi bila disertai dengan konsumsi alkohol.3
Salah satu akibat yang ditimbulkan dari tumor laring adalah terjadinya
sumbatan laring yang dapat berakibat kematian. Untuk itu diperlukan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan prinsip penanggulangan sumbatan
laring, yaitu menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan
napas baru yang dapat menjamin ventilasi.1,4
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan,
hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga
dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang
sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang
terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. 1,5
1
I.2. BATASAN MASALAH
Referat ini dibatasi pada pembahasan diagnosis dan penatalaksanaan tumor
ganas laring serta penatalaksanaan sumbatan laring.
I.3. METODE PENULISAN
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari berbagai
kepustakaan dari berbagai literatur
I.4. MANFAAT PENULISAN
Penulisan referat ini untuk menambah pengetahuan penulis tentang diagnosis
dan penatalaksanaan tumor ganas laring serta penatalaksanaan sumbatan laring.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
II.1.1. KERANGKA LARING
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Batas atas
laring adalah aditus laring, batas bawah adalah batas kaudal kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hyoid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Terdapat
sepasang kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring dan
membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid.
Sepasang kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di daerah apex,
sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik. Pada
laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.1,5
Gambar 1. Anatomi Laring
3
II.1.2. OTOT-OTOT LARING
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik : 1,5
Otot-otot ekstrinsik laring :
1. Suprahyoid :
- m. digastrikus
- m. geniohyoid
- m. stilohyoid
- m. milohyoid
Otot-otot ini berfungsi menarik laring ke bawah.
2. Infrahyoid :
- m. sternohyoid
- m. omohyoid
- m. tirohyoid
Otot-otot ini berfungsi menarik laring ke atas.
Otot-otot intrinsik laring :
1. Terletak di bagian lateral laring :
- m. krikoaritenoid lateral laring
- m. tiroepiglotika
- m. vokalis
- m. tiroaritenoid
- m. ariepiglotika
- m. krikotiroid
2. Terletak di bagian posterior laring :
- m. aritenoid transversum
- m. aritenoid oblik
- m. krikoaritenoid posterior
4
Gambar 2. Otot - otot Laring
II.1.3. RONGGA LARING
Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang
melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang
epiglotis, tuberkulum epiglotis, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah
lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid, batas belakangnya ialah m.
aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.1,5
Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara palsu (plika
ventrikularis). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan
bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis
dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum
laring/supraglotik (di atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika
vokalis).1,5
5
Gambar 3. Plika Vokalis
II.1.4. PERSARAFAN LARING
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior
dan n. laringis inferior. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid. Nervus
laringis inferior bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus
anterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, ramus posterior
mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior.1,5
II.1.5. PERDARAHAN LARING
Pendarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :1,5
1. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid superior.
Berjalan melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini
untuk berjalan di submukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk
mendarahi mukosa dan otot-otot laring.
2. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid inferior. Berjalan ke
belakang sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.
konstriktor faring inferior dan mendarahi mukosa dan otot laring. Vena laringis
superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a. laringis superior dan
inferior.
6
II.1.6. PEMBULUH LIMFE
Pembuluh limfe eferen dari golongan superior bergabung dengan kelenjar
bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior
bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa menjalar sampai sejauh
kelenjar supraklavikula.1,5
Gambar 5. Pembuluh Limfe Laring
II.1.7. FISIOLOGI LARING
Laring berfungsi untuk :1,5
1. Proteksi
Yaitu mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea
dengan cara menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.
Terjadinya penutupan aditus laring karena pengangkatan laring ke atas akibat
7
kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Penutupan rima glotis terjadi karena
adduksi plika vokalis.
2. Refleks batuk
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan
keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru
dapat dikeluarkan.
3. Respirasi
Yaitu dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m.
krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosessus vokalis
kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka.
4. Sirkulasi
Dengan terjadi perubahan tekanan udara di dalam traktus
trakeobronkial akan mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga
mempengaruhi sirkulasi dalam tubuh.
5. Menelan
Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu gerakan laring
bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan
turun ke hipofaring dan tidak masuk lagi ke dalam laring.
6. Emosi
Laring berfungsi mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,
menangis, dan lain-lain.
7. Fonasi
Yaitu dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada
tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis
dalam adduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke
bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan
m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke
belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk berkontraksi.
Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago
8
krikoaritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi
serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
II.2. KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING
Tumor laring terbagi atas 3 bagian, yaitu : 1
a. Tumor supraglotis : terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai
batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
b. Tumor glotis : mengenai pita suara asli.
c. Tumor subglotis : tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli
sampai batas inferior krikoid.
9
II.3. EPIDEMIOLOGI
Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda.
Di Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring
per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk
perempuan. Tumor ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan
dengan perbandingan 5:1 dan terbanyak pada usia 56-69 tahun.2,3
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97
kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita
berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang
diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.2
II.4. FAKTOR RESIKO DAN ETIOLOGI
Belum diketahui pasti penyebabnya, namun beberapa penelitian epidemiologi
menggambarkan beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor
laring, beberapa diantaranya yaitu :1,6,7
1. Umur
Insiden tumor ganas laring meningkat pada usia diatas 55 tahun.
2. Jenis kelamin
Tumor laring empat kali lebih sering mengenai laki-laki dibandingkan
perempuan.
10
3. Ras
Meningkat pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih.
4. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas laring.
5. Alkohol
Orang yang mengkonsumsi alkohol berkemungkinan lebih besar terkena
tumor laring dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.
6. Riwayat keganasan pada kepala dan leher
Satu dari empat orang yang pernah menderita tumor pada kepala dan leher
beresiko tinggi terkena untuk kedua kalinya.
7. Pekerjaan
Pekerja-pekerja yang terpapar uap asam sulfat, nikel, dan asbes akan
beresiko tinggi menderita tumor laring.
8. Faktor-faktor lain seperti virus, makanan rendah vitamin A dan
gastroesophageal reflux disease (GERD).
II.5. HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai
adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.1,2
Karsinoma verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya
jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring,
lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh
lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang
luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi,
radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.1,2
Adenokarsinoma angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.
Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis.
Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Tingkat bertahan hidup hingga 2 tahun
11
sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar
limfe regional dan radiasi pasca operasi.1,2
Kondrosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid
70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang
dianjurkan adalah laringektomi total.1,2
II.6. GEJALA KLINIS DAN GEJALA SUMBATAN LARING
II.6.1. GEJALA KLINIS
Gejala klinis tumor laring, yaitu :
1. Serak
Merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala dini
tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.
Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.
Pada karsinoma laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidakaturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah
glotik, teserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan
kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan
mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan napas, atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala
dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian
bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul
kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan
gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama
12
tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak,
kecuali tumor eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot
potato voice).
2. Dispnea dan stridor
Merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan
jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh
fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat kedua
gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara perlahan-lahan dapat
dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah tanda
prognosis yang kurang baik.
3. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam.
4. Disfagia
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, dan
sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada
tumor ganas post krikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi)
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra
laring.
5. Batuk dan hemoptisis
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul
dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
13
6. Gejala lain
Berupa nyeri alih di telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan
penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau
metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah bening dipertimbangkan sebagai
metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut. Nyeri
tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi
tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.
II.6.2. GEJALA SUMBATAN LARING
Gejala dan tanda sumbatan laring yang tampak adalah:4
1. Sesak napas (dispnea).
2. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
3. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,
epigastrium, supraklavikula, interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai
upaya dari otot-otot pernafasan untuk mendapatkan oksigen yang
adekuat.
4. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger).
5. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala :4
Stadium 1 : cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal,
stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal
makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah
epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu
inspirasi.
14
Stadium 3 : cekungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga
terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan
dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Stadium 4 : cekungan- cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat
gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini
berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat
pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien lemah dan tertidur,
akhirnya meninggal karena asfiksia.
II.7. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1,2
1. Anamnesis.
Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit bernafas,
nyeri tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan kadang-kadang
ditemukan bau mulut, penurunan berat badan.
2. Pemeriksaan THT rutin.
3. Laringoskopi direk.
Pemeriksaan ini untuk memastikan lokasi tumor dan menilai
penyebaran tumor.
4. Radiologi foto polos leher dan thorak.
Foto toraks diperlukan unuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya
proses spesifik dan metastasis di paru.
5. Pemeriksaan radiologi khusus, seperti CT-Scan dan MRI.
CT-Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih
seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-
epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik
dari bahan biopsi laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar
15
getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah
karsinoma sel skuamosa.
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC 1988 :
1. Tumor primer (T)
Supraglotis :
Tis : tumor in situ
T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara atau pita suara palsu (gerakan
masih baik).
T2 : tumor telah meluas ke satu dan dua sisi daerah supraglotis dan
glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).
T3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke
daerah krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis,
dan kearah rongga pre-epiglotis.
T4 : tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring
jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan
tiroid.
Glotis :
Tis : tumor in situ.
T1 : tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T2 : tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara
masih dapat bergerak atau sudah terfiksasi (impaired mobility).
T3 : tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau
sudah keluar dari laring.
Subglotis :
16
Tis : tumor in situ.
T1 : tumor terbatas pada subglotis.
T2 : tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksasi.
T3 : tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T4 : tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan
keluar laring atau dua-duanya.
2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
Nx : kelenjar tidak teraba.
N0 : secara klinis tidak teraba kelenjar.
N1 : klinis teraba kelenjar homolateral dengan diameter = 3 cm.
N2 : klinis teraba kelenjar tunggal, ipsilateral dengan diameter 3 – 6
cm.
N2a : klinis terdapat satu kelenjar ipsilateral dengan diameter > 3 cm
dan tidak >6 cm.
N2b : klinis terdapat kelenjar ipsilateral multipel dengan diameter
tidak lebih dari 6 cm.
N2c : metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6
cm.
N3 : metastase kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
3. Metastase jauh (M)
Mx : tidak terdapat atau terdeteksi.
M0 : tidak ada metastase jauh.
M1 : terdapat metastase jauh.
4. Stadium
17
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1/T2/T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Tumor ganas faring dapat dibanding dengan :
1. TBC laring
2. Sifilis laring
3. Tumor jinak laring
4. Penyakit kronis laring
II.9. PENATALAKSANAAN
II.9.1. PENATALAKSANAAN TUMOR LARING
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring, yaitu :1,2,8
1. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
a. Laringektomi :
-Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I
yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
-Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas
atas (epiglotis dan os. hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
-Diseksi leher radikal
18
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah.
Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium
lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher
sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak
disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis
T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%).
Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara
masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad
perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh
Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya
adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa
kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang
melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad selama 4-
6 minggu diikuti dengan laringektomi total.
3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvan ataupun
paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5
FU 800-1000 mg/m2.
4. Rehabilitasi suara
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui
bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki
prognosis yang baik. Setelah laringektomi dilakukan rehabilitasi suara
19
dengan pertolongan alat bantu suara yakni vibrator yang ditempelkan
didaerah submandibula atau menggunakan esophageal speech dimana
suara dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar.1,2
II.9.2. PENATALAKSANAAN SUMBATAN LARING
Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan
nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa dilakukan pada
sumbatan laring stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada
stadium 2 dan 3 yaitu intubasi endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi
dilakukan pada stadium 4.4
Intubasi Endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea yaitu 4:
1. Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas
2. Membantu ventilasi
3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4. Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal dari lambung
Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan
umumnya untuk dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7 – 8,5 mm. Pipa
endotrakea tidak boleh lebih dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.
Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan atau anterior trakea
untuk bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan
letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi
trakeostomi yaitu 4:
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi di saluran nafas atas
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
20
4. Untuk memasang respirator
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotis
Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat
nafas dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan
cepat walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak
dibawah 12 tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat
laringitis.4
II.10. PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma
laring stadium I adalah 90 – 98%, stadium II adalah 75 – 85%, stadium III adalah 60
– 70% dan stadium IV adalah 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional
akan menurunkan five years survival rate sebesar 50%.1,2
\
21
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
1. Tumor ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran
pernapasan bagian atas.
2. Karsinoma sel skuamosa secara histopatologi merupakan jenis terbanyak dari
tumor ganas laring.
3. Tumor laring dapat menyebabkan terjadinya sumbatan laring yang dapat
berakibat kematian.
4. Penatalaksanaan tumor ganas laring tergantung dari stadium tumor saat
didiagnosis.
5. Prinsip penanggulangan sumbatan laring, yaitu menghilangkan penyebab
sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin
ventilasi.
III.2. SARAN
1. Diperlukan diagnosis tumor ganas laring yang tepat dan dini sehingga
penatalaksanaan segera dapat dilakukan.
2. Penatalaksanaan sumbatan laring harus dilakukan secara tepat dan cepat untuk
menghindari risiko kematian.
22
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62.
2. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed. Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara.
1997. h. 621-77.
3. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A. Short Practice of Otolaryngylogy India : All
Publisher & Disatributor, 1993. h. 335-43.
4. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD Gatot Subroto.
Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang, 1986. h. 185-93.
5. Mulyarjo. Hasil Pembedahan pada Karsinoma Laring di UPF THT RSUD DR. Sutomo
Surabaya. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati, Batu Malang, 27-29 Oktober 1996.
h. 1075-9.
6. Adam GL., IR, Paparella MW. Fundamental of Otolaryngology. Edisi ke-5 ed.
Philadelphia WB. Saunders, 1978. h. 446-7.
7. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket Reference.
Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32.
8. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck Surgery
Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60.
9. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem JY. Ed.
Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60.
23
10. Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of Head and
Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 223-39.
11. Robin PE, Oloffosn J. Tumors of the Laring. Dalam : Hibbert J. Ed. Scott-Browns.
Otolaryngology. Laryngology and Head and Neck Surgery. Vol. 3. Edisi ke-6. Great
Brittain : Butterworth-Heinemann, 1997. h. 5/11/1-43.
24