Download - Tugas Post Ujian
TUGAS NEUROLOGI
KONSULEN:
dr. Ludmila, Sp. S
DISUSUN OLEH:
M. Hasbi Trijati
110170040
SMF ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATIRSUD WALED – CIREBON
2015
1. Trias Ensefalitis
a. Demam
b. Kejang
c. Kesadaran menurun
2. Perbedaan Meningitis Serosa dengan Meningitis Purulenta
Meningitis Purulenta
(Meningitis bacterial)
Meningitis Serosa
(Meningitis aseptic)
Etiologi Bakteri non spesifik:
Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae,
Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa
Mycobacterium tuberculosa.
Virus (herpes simplex dan herpes
zoster), Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
Gejala klinis
dan
pemeriksaan
fisik
a. Bersifat akut, atau langsung
kronis
b. Suhu tubuh tinggi, nyeri
kepala yang hebat yang
menjalar ke tengkuk
c. Nadi melambat yang
kemudian cepat
d. Kesadaran mulai menurun
dari delirium sampai ke koma
e. Pada pemeriksaan
neurologik ditemukan tanda-
tanda perangsangan
a. Apatis
b. Refleks pupil lambat
c. Reflek tendon melemas
d. Sering disertai kejang
e. Pada pemeriksaan neurologik
ditemukan tanda-tanda
perangsangan meningealkaku
kuduk (+)) dan dapat
ditemukan pula kelumpuhan
saraf
f. Tanda kernig (+)
g. Tanda brudzinski I dan II (+)
meningealkaku kuduk (+))
dan dapat ditemukan pula
kelumpuhan saraf
f. Tanda kernig (+)
g. Tanda brudzinski I dan II (+)
Hasil lab 1. Jumlah PMN>MN (1000-
200ml)
2. Warna opalescent
keruh/kekuningan
3. Kadar glukosa (<70mg/dl)
4. Kadar klorida (<650mg/dl)
1. Jumlah MN>PMN (10-
350ml)
2. Warna opalescent jernih/tidak
keruh
3. Kadar glukosa (<50mg/dl)
4. Kadar klorida (<500mg/dl)
5. Pada meningitis TB: LED
meningkat
Pemeriksaa
n penunjang
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
tekanan meningkat, cairan
keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein
meningkat glukosa
meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis
bakteri
LDH serum : meningkat
Leukosit: peningkatan
neutrofil
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
tekanan bervariasi, cairan
CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan
protein biasanya normal,
kultur biasanya negatif, kultur
virus biasanya dengan
prosedur khusus
3. Komplikasi Meningitis
a. Komplikasi Akut
Syndroome of Inappropiate Anti Diuretik Hormone (SIADH)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Sepsis
Shock
Cairan subdural
Kejang
Abses otak
Paresis nervus cranialis
Hemiparesis
Kematian
b. Komplikasi Kronis
Hidrosefalus
Tuli, keterlambatan bicara
Gangguan perkembangan mental dan intelegensi
Penurunan penglihatan atau buta akibat atrofi N. II
4. Migrain
a. Definisi Migrain
Migrain berasal dari kata Yunani “hemicrania” yang berarti nyeri
sebagian atau sebelah kepala. Tidak semua penderita migrain sakit atau
merasa nyeri kepala sebelah, ada kalanya terasa pada kedua sisi kepala.
Meskipun demikian nyeri yang dirasakan paling berat pada sebelah kepala.
Menurut International Headache Society (IHS), migrain adalah nyeri kepala
yang berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam, dan juga
merupakan salah satu bentuk sakit kepala yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah, dimana terasa sakit berdenyut-denyut, disertai rasa seperti
ditusuk-tusuk, awalnya muncul disekitar daerah mata atau pelipis diatas ujung
alis.
Tidak semua sakit kepala sebelah berarti migrain menurut para ahli
kesehatan, namun rasa sakit setempat disekitar mata atau pelipis ini dapat
menjalar hingga mencengkram sekujur seluruh kepala, kanan atau kiri. Bila
gangguannya berat, mata akan terasa sakit jika bola mata digerakkan,
menundukkan kepala, membungkukkan badan, bekerja berat, atau silau
terkena cahaya yang cukup terang. Migrain merupakan sakit kepala kronis
paling umum yang dapat dikenali, dan biasanya ada serangkaian gejala yang
bisa diperkirakan.
b. Patofisiologi Migrain
i. Penekanan Aktivitas Sel Neuron Otak Yang Menjalar Dan Meluas
(Spreading Depression Dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan
tumbuhnya aura pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan
pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat
reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak.
Depresi yang meluas ini adalah gelombang (oligemia) yang menjalar
akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan
meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi waktu kita
melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5
mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang
berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migrain klasik.
Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang
sangat mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan
cahaya. Oligemia merupakan respons dari adanya penurunan fungsi
neuronal (depressed neuronalfunction) yang kelihatan jelas masih
berlangsung ketika keluhan nyeri kepala mulai muncul. Temuan tersebut,
bersama dengan bukti langsung yang menunjukkan bahwa suplai oksigen
lokal ternyata lebih dari adekuat, menjadikan pendapat yang menganggap
migrain semata-mata hanya merupakan suatu vascular headache tidak
lagi dapat dipertahankan.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen
(1981). Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-
penderita migrain klasik. Pada waktu serangan migrainklasik, mereka
menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang
meluas ke depan dengan kecepatan yangsama seperti pada depresi yang
meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah
otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang
meluas. Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan
migrain klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting,
misalnya tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan
aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala gejala aura.
Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan
bahwa manifestasi migrain terletak primer di otak dan kelainan vaskular
merupakan kelainan sekunder.
ii. Sistem Trigemino-Vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang
mengandung substansi P (SP), neurokinin-A (NKA), dan
calcitoningenerelated peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion
nervus trigeminus sesisi SP, NKA, dan CGRP menimbulkan pelebaran
pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh serotonin (5-
hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan
rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi. Seperti diketahui, waktu
serangan migrain kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita
mengira bahwa seroton inilah yang menyebabkan penyempitan pembuluh
darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin
bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri
kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin,
Misalnva: cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen (Sandomigran,
Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migrain.
iii. Inti-inti Syaraf di Batang Otak
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus
mempunyai hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan
noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih
tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah.
Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkannva sokonstriksi pembuluh
darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah diluar otak. Selain itu
terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di
sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi
pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah diluar
otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut. Faktor pencetus
timbulnya migrain dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Dimana faktor eksintrik seperti stres (emosional maupun fisik
atau setelah istirahat dari ketegangan), makanan tertentu (coklat, keju,
alkohol, dan makanan yang mengandung bahan pengawet), lingkungan,
dan juga cuaca.
Sedangkan faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada
wanita yang nyerinya berhubungan dengan fase laten saat menstruasi.
Selain itu, adanya faktor genetik, diketahui mempengarui timbulnya
migrain. Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau
serotonin pada pusat muntah di batang otak ( chemoreseptor trigger zone/
CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia.
Proyeksi/pacuan dari LC ke korteksserebri dapat mengakibatkan oligemia
kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga
timbulah aura.
Pencetus (trigger) migrain berasal dari:
1. Korteks serebri, sebagai respon terhadap emosi atau stres.
2. Talamus, sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan
seperti cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan.
3. Bau-bau yang tajam.
4. Hipotalamus, sebagai respon terhadap “jam internal" atau perubahan
"lingkungan"internal (perubahan hormonal).
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna, sebagai respon terhadap
vasodilator, atau angiografi.
Ada banyak teori patogenesis, beberapa ciri yang sesuai sedang
diidentifikasi :
1. Pencetus meliputi puasa, asupan alkohol, kontrasepsi oral,
menstruasi, penggatian hormon, stres, lepas kafein, gangguan tidur,
cahaya terang, bau, asap, makanan tertentu (coklat, keju, nitit,
aspartum, sitrus), dan trauma. Banyak penderita mengalami gejala
perubahan suasana hati, lapar, atau pusing selama 24 jam sebelum
sakit kepala, dan awitan sakit kepala sering berhubungan dengan
irama sirkadian, yang menunjukkan tempat sentral untuk permulaan
migrain didekat hipotalamus.
2. Sebelum sakit kepala, terdapat penurunan aliran darah (oligemia) dan
mengakibatkan depresi kortikal yang menyebar menyeberangi hemi-
korteks dengan kecepatan 2mm-3mm/menit. Mungkinberhubungan
atau tidak berhubungan dengan gejala aura yang meliputi scintillating
scotoma, parestesia, pandangan kabur, atau tanda neurologis fokal
lainnya.
3. Seiring dengan perkembangan sakit kepala, stimulasi ganglion
trigeminus nampaknya merupakan langkah penting dalam
patogenesis migrain menyebabkan vasodilatasi intraserebral dan
ekstraserebral sehingga menimbulkan nyeri trigeminovaskular.
4. Neuron yang berasal dari ganglion trigeminus menghasilkan berbagai
sitokin neurohormonal (misal: subtansi P dan peptide kalsitonin
terkait-gen) yang menyebabkan inflamasi neurogenik perivaskuler,
degranulasi sel mast, dan perubahan serotonin yang selanjutnya
memperberat progesi migrain.
5. Penurunan serotonin tampak sangat dalam patogenesis. Agonis
serotonin menyebabkan vasokonstriksi, mengurangi
inflamasineurogenik, dan menurunkan transmisi nyeri melalui sistem
trigeminus.
6. Mekanisme lain yang diajukan meliputi hipersensivitas reseptor
dopamine dan hipofungsi parasimpatis.
7. Pada wanita premenopause, lepas siklus estrogen turut menyebabkan
perubahan serotonin dan neurotransmitter lain dan menyebabkan
peningkatan prostaglandin serum yang merangsang
patogenesis migrain (migrain menstrual).
c. Klasifikasi Migrain
International Headache Society (HIS) mengklasifikasikan migrain
sebagai berikut :
i. Migrain Tanpa Aura
Migrain tanpa aura disebut juga migrain umum, yaitu nyeri kepala
berdenyut tanpa diawali gejala prodromal . Nyeri kepala berlangsung
selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri
kepala dapat berlangsung 20-48 jam. Selama nyeri kepala, minimal satu
dari gejala berikut muncul : mual atau muntah, Fotofobia atau fonofobia.
Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berenyut (Intensitas sedang sampai berat yang menghambat
aktivitas sehari-hari. Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas
fisik rutin).
ii. Migrain dengan Aura
Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri
kepala dan fase postdormal. Migrain jenis ini, nyeri kepala didahului oleh
adanya gejala neurologis fekal yang berlangsung sementara atau disebut
dengan aura . Aura dapat berupa gangguan visual homonym,
hemisensorik, hemiparesis atau disfasia, ataupun kombinasi dari semua
gangguan tadi. Migrain aura disebut juga migrain klasik yang diawali
dengan gejala visual hingga 60 menit sebelum fase nyeri kepala. Gejala-
gejala visual tersebut adalah kelipan cahaya atau garis berombak pada
lapangan pandang, atau pandangan yang kabur.
iii. Migrain Oftalmoplegik
Migrain jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang yang
berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak
didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-
kurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta
tidak didapatkan kelainan serebrospinal.
iv. Migrain Retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular
atau buta tidak lebih dari satu jam. Dapat berhubungan dengan
nyerikepala atau tidak. Gangguan okular dan vascular tidak dijumpai.
d. Gambaran Klinis Migrain
Karakteristik nyeri kepala migrain adalah nyeri kepala berdenyut
episodik, unilateral dan semakin memburuk. Pada migrain tanpa aura biasanya
disertai dengan mual, muntah, serta sensitiv terhadap cahaya, suara dan
perubahan posisi. Jika tidak diobati dapat berlangsung selama 4-72 jam.
Tabel Gejala Klinis Migrain
Gambaran
Umum
Lamanya
Sakit
Tipe
Nyeri
Lokasi
Nyeri
Aktifitas
Fisik
Gejala
yang
Menyertai
Aura pada
20%
panderita
4-72 jam Berat,
berdenyut,
berdentam
Unilateral
atau
bilateral
Bertambah
parah
Mual,
muntah,
sangat
sensitif
terhadap
cahaya,
suara dan
bau-bauan
e. Pengobatan Migrain
Pengobatan nyeri kepala migrain terdiri dari 3 cara, yaitu : pengobatan
tanpa obat, pengobatan akut, dan pengobatan jangka panjang.
i. Pengobatan Tanpa Obat
1. Istirahat : penderita migrain peka terhadap cahaya, maka demikian
sangat dianjurkan untuk beristirahat ditempat yang gelap dan tenang.
Jauhilah sumber-sumber keramaian dan usahakan untuk tidur.
2. Kompres : dimana kepala dikompres dengan menggunakan air dingin
atau es untuk membantu menyempitkan pembuluh darah.
3. Masase : kepala yang nyeri dapat dilakukan sendiri. Dimana
pijatan hendaknya dimulai dari bahu melalui tengkuk diteruskan
keatas kulit kepala dengan hati-hati dimasase ke depan, lalu ujung
jari melakukan gerakan-gerakan lingkaran. Juga dahi dan pelipis
dapat dimasase, begitu juga otot-otot, bahu dan tengkuk. Sebagai
obat gosok sebaiknya digunakan campuran minyak kayu putih dan
minyak kelapa (1:1) atau obat paten dengan zat anti-nyeri.
4. Mandi dengan douche air hangat : efektif sekali untuk mengendurkan
otot-otot yang tegang dan meringankan nyeri. Hendaknya douche
dengan air hangat diarahkan kebagian bahu, tengkuk dan kepala
minimal 5 menit, sambil melakukan masase.
5. Hiburan : pada nyeri kepala yang berhubungan dengan stres, sering
kali aktifitas fisik diudara segar atau hiburan lain sangat berguna,
begitu juga perubahan (sementara) dari tempat tinggal.
ii. Pengobatan Akut/Segera
Jenis obat yang dipakai adalah:
1. Aspirin dan NSAID dosis tinggi (900mg) untuk serangan ringan
sampai sedang.
2. Kombinasi analgesik dan antiemetik, contoh: aspirin dengan
metoklopramid/paracetamol dengan domperidon untuk serangan
ringan sampai sedang.
3. Analgesik yang mengandung opiate, contoh : kodein untuk semua
jenis serangan.
4. Triptan untuk semua jenis serangan, contoh :almotriptan, eletiptan,
frovatriptan, naratriptan, sumatriptan, rizatriptan, zolmitriptan yang
terdapat dalam bentuk sediaan oral, semprotan hidung, subkutan, dan
rectal supositoria. Sediaan oral sesuai untuk intensitas nyeri kepala
ringan sampai sedang untuk menjaga absorbsinya. Obat ini harus
diberikan dengan dosis optimal dan sebaiknya diulang setiap 2 jam
(untuk naratriptan setiap 4 jam), sampai nyeri kepala hilang
sepenuhnya atau setelah mencapai dosis maksimal. Golongan triptan
sebaiknya tidak digunakan dalam 24 jam setelah pemakaian triptan
jenis lain.
5. Dihidroergotamin (DHE) untuk semua jenis serangan.
iii. Pengobatan Preventif
Macam-macam obat pilihan pertama yang dianggap efektif adalah:
1. Penyebab-β misalnya: atenolol, bisoprolol, metoprolol, nadolol,
propanolol, dan timolol.
2. Antagonis serotonin (5-HT2), misalnya:metisergid dan siproheptadin.
3. Antidepresan trisiklik, misalnya:amitripilin
4. Penyekat-Ca,misalnya:flunarisin dan verapamil meningkatkan ambang
rangsang nyeri.
5. Antikonvulsan, misalnya:Na Valproat dan topiramat.
5. Tension Type Headache (TTH)
a. Definisi Tension Type Headache (TTH)
Tension type headache adalah suatu keadaan yang melibatkan sensasi
nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala, atau leher yang
biasanya berhubungan dengan ketegangan otot di daerah ini.
b. Klasifikasi Tension Type Headache
i. Episodic Tension Type Headache
Sekurang-kurangnya terdapat 10 serangan nyeri kepala yang
memenuhi kriteria dibawah ini dan jumlah hari nyeri kepala kurang dari 15
hari per bulan:
1. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit hingga 7 hari.
2. Sekurang-kurangnya terdapat 2 karakteristik nyeri dibawah ini:
a. Terasa seperti ditekan atau diikat namun tidak berdenyut
b. Intensitasnya ringan ataupun sedang (dapat menggangggu aktivitas
tapi tidak menghalangi aktivitas).
c. Tidak bertambah berat saat naik tangga ataupun aktivitas fisik yang
rutin dilakukan.
d. Lokasinya bilateral.
e. Tidak ada mual ataupun muntah.
f. Fotofobia dan fonofobia tidak ada atau hanya salah satu.
g. Tidak ada nyeri kepala akibat sebab lain.
ii. Chronic Tension Type Headache
Frekuensi dan rata-rata nyeri kepala lebih dari 15 hari per bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan serta memenuhi kriteria di atas.
c. Manifestasi Klinis Tension Type Headache (TTH)
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada tension type headache adalah:
1. Tidak ada gejala prodormal ataupun aura.
2. Nyeri dapat ringan hingga sedang maupun berat.
3. Tumpul, seperti ditekan atau diikat. Tidak berdenyut.
4. Menyeluruh atau difus (tidak hanya pada satu titik atau satu sisi), nyeri
lebih hebat di daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher.
5. Terjadi secara spontan.
6. Memburuk atau dicetuskan oleh stress dan kelelahan.
7. Adanya insomnia.
8. Kelelahan kronis.
9. Iritabilitas.
10. Gangguan konsentrasi.
11. Kadang-kadang disertai vertigo.
12. Beberapa orang mengeluh rasa tidak nyaman di daerah leher, rahang,
dan temporomandibular.
d. Diagnosis Tension Type Headache (TTH)
1. Tension type headcahe dapat didiagnosis melalui deskipsi penyakit oleh
pasien (lihat kriteria diagnosis).
2. Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis tension type headache.
3. Diperlukan tindak lanjut untuk menyingkirkan nyeri kepala akibat sebab
lain.
4. Saat dilakukan pemeriksaan neurologi tidak ditemukan kelainan apapun.
5. Biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan
kepala, atau MRI.
Tabel Perbedaan Antara Tension Type Headcache dan Migren
Migren Tension Type
HeadacheTanpa aura Dengan aura
Awitan Anak-anak, remaja,
atau dewasa muda
Anak-anak, remaja,
atau dewasa muda
Dewasa muda, usia
pertengahan
Kelamin Wanita > pria Wanita > pria Tidak spesifik
Riwayat Keluarga Ada Ada Tidak ada
Awitan dan evolusi Lambat hingga cepat Lambat hingga cepat Lambat hingga cepat
Waktu Episodik Episodik Episodik dan dapat
menjadi konstan
Kualitas Biasanya berdenyut Biasanya berdenyut Tidak berdenyut,
stabil
Lokasi Bervariasi, biasanya
unilateral
Bervariasi, biasanya unilateral
Bervariasi, biasanya
bilateral
Gejala penyerta Prodromal, muntah Prodromal, muntah Tidak ada
Aura Tidak ada Ada Tidak ada
e. Penatalaksanaan Tension Type Headache (TTH)
Terapi tension type headache dibagi menjadi dua, yaitu terapi
farmakologis dan nonfarmakologis:
1. Terapi farmakologis
Farmakoterapi dibagi menjadi abortif (untuk menghentikan atau
mengurangi intensitas serangan) dan terapi preventif jangka panjang.
a. Terapi abortif
1) Analgesik: Asetaminofen
2) NSAID: Naproxen sodium, ibuprofen, dll
b. Terapi preventif
Amitriptilin dan nortriptilin merupakan antidepresan trisiklik
yang paling sering dipakai. Selain itu, selektif serotonin uptake
inhibitor (SSRI) seperti fluoksetin, paroksetin, dan sertralin juga
sering digunakan.
Tabel Jenis dan Dosis Terapi Preventif
Jenis Dosis
Amitriptilin 10-50 mg sebelum tidur
Doksepin 10-75 mg sebelum tidur
Nortriptilin 25-75 mg sebelum tidur
2. Terapi Nonfarmakologis
Di samping mengkonsumsi obat, hal lain yang dilakukan untuk
meringankan nyeri tension type headache antara lain:
a. Kompres panas atau dingin pada dahi.
b. Mandi air panas.
c. Tidur dan istirahat.
3. Terapi invasif minimal
Tindakan yang dpat dilakukan untk mengurangi nyeri antara lain:
a. Injeksi di trigger point dengan lidokain dan triamsinolon.
b. Blok saraf oksipitalis mayor dan minor.
c. Blok saraf aurikulotemporalis.
d. Blok saraf supraorbitalis.
e. Injeksi toksin botulinum di otot perikranium.
f. Akupuntur.