Download - tugas Keraton Ngayogyakarta.docx
2.2 Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
2.2.1 sejarah berdirinya keraton yogyakarta
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi
bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi
sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota
Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi
milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan
gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa
yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan
yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-
raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain
menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah
hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam
di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul
(Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik
yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
Tata ruang dan arsitektur umum
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda,
Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya sebagai "arsitek"
dari saudara Pakubuwono II Surakarta". Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari
keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-
1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk
istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang
dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939).
Tata ruang
Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-
Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid
Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks
Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan;
Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana
Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut
Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah
selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan
kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke
arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang
lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan,
Kompleks . Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-
mula Sawojajar kemudian di ndalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya
terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar
dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih,
Gedhong Krapyak, ndalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
Kompleks depanGladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah
Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan[15] yang terletak persis beberapa meter di sebelah
selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis[16]. Pada zamannya
konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari
kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan[17].
Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi, dan
Gapura Pangurakan Lebet[18]. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora
(Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada[19]. Di
sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawi yang sekarang masih berdiri dan menjadi
gerbang pertama jika masuk Keraton dari utara. Di selatan Gapura Pangurakan nJawi terdapat
Plataran/lapangan Pangurakan yang sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas
sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri[20]. Selepas dari
Gapura Pangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Ler.
Alun-alun Lor
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta.
Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) dan
di tengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan
Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai
Dewadaru dan Kyai Janadaru[23]. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem [24] yang
boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini.
Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang
disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara
Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah
lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang
terpisah, Pagelaran.
Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan
upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak.
Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan,
pisowanan ageng, dan sebagainya.
Kedhaton
Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan dengan
kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang
dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos
penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja Cihna[40].
Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan
dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks ini
setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran
Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjutnya adalah Keputren yang merupakan
bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan
bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka
untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur
merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga
kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag
Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Di sebelah barat bangsal
Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang
berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya
disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang
Kerajaan (Regalia) lainnya.
Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sebuah
bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta. Bangunan yang
didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh
Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan
Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen[41]. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri
satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini
didirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah
bangsal Kencana di sebelah selatannya.
Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini
dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan untuk
membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro.
Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan,
Gedhong Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain sebagainya.
Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX.
Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki tempat
khusus untuk beribadat pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat
ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriyan pada
zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah.
Bagian lain KeratonPracimosono
Kompleks Pracimosono merupakan bagian keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit
keraton. Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut mempersiapkan diri
di tempat ini. Kompleks yang tertutup untuk umum ini terletak di sebelah barat Pagelaran dan
Siti Hinggil Lor.
Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta
kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks Roto Wijayan
menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan
yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK
Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.[61]
Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton
tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini tertutup untuk
umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh Sultan dan keluarga
kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis meditasi).
Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan[62]. Lokasi ini
tertutup untuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan HB VII. Lokasi yang
berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X dan keluarganya.
Lokasi ini tertutup untuk umum.
Taman Sari
Kompleks Taman Sari merupakan peninggalan Sultan HB I. Taman Sari (Fragrant Garden)
berarti taman yang indah, yang pada zaman dahulu merupakan tempat rekreasi bagi sultan
beserta kerabat istana. Di kompleks ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral di
lingkungan Taman Sari, yakni Pasareyan Ledoksari tempat peraduan dan tempat pribadi Sultan.
Bangunan yang menarik adalah Sumur Gumuling yang berupa bangunan bertingkat dua dengan
lantai bagian bawahnya terletak di bawah tanah. Di masa lampau, bangunan ini merupakan
semacam surau tempat Sultan melakukan ibadah. Bagian ini dapat dicapai melalui lorong bawah
tanah. Di bagian lain masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yang merupakan jalan rahasia,
dan dipersiapkan sebagai jalan penyelamat bila sewaktu-waktu kompleks ini mendapat serangan
musuh. Sekarang kompleks Taman Sari hanya tersisa sedikit saja.[64]
Kadipaten
Kompleks nDalem Mangkubumen merupakan Istana Putra Mahkota atau dikenal dengan nama
Kadipaten (berasal dari gelar Putra Mahkota: "Pangeran Adipati Anom". Tempat ini terletak di
Kampung Kadipaten sebelah barat laut Taman Sari dan Pasar Ngasem. Sekarang kompleks ini
digunakan sebagai kampus Univ Widya Mataram. Sebelum menempati nDalem Mangkubumen,
Istana Putra Mahkota berada di Sawojajar, sebelah selatan Gerbang Lengkung/Plengkung
Tarunasura (Wijilan). Sisa-sisa yang ada antara lain berupa Masjid Selo yang dulu berada di
Sawojajar.
Benteng Baluwerti
Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta merupakan sebuah dinding yang melingkungi kawasan
Keraton Yogyakarta dan sekitarnya. Dinding ini didirikan atas prakarsa Sultan HB II ketika
masih menjadi putra mahkota di tahun 1785-1787. Bangunan ini kemudian diperkuat lagi sekitar
1809 ketika beliau telah menjabat sebagai Sultan. Benteng ini memiliki ketebalan sekitar 3 meter
dan tinggi sekitar 3-4 meter. Untuk masuk ke dalam area benteng tersedia lima buah pintu
gerbang lengkung yang disebut dengan Plengkung, dua diantaranya hingga kini masih dapat
disaksikan. Sebagai pertahanan di keempat sudutnya didirikan bastion, tiga diantaranya masih
dapat dilihat hingga kini.
Warisan budaya Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan budaya
yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka
(heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara
Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman
Kerajaan.
ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus
dilindungi dari klaim pihak asing.
Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras
ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara
Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan
Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan
sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan
musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya.
Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.[73]
Garebeg
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu
pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan
tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan
mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas
kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa
pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden
Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali
pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau
yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering
lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga.
Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang
berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak
pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari daun
kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan dalam jodhang dan
ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri hanya saja
permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun
memiliki permukaan atas yang lebih tumpul. Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam
jodhang melainkan hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo
memiliki bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari
kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan
dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka yang
sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman.
Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat
yang masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah
pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah.
Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden
kakung dan satu pareden kutug.
Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak.
Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari
kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati,
KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan
Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud,
kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian
menandai perayaan sekaten.
Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik,
tradisi menyebar uang logam (koin). Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe
untuk mendengarkan pengajian maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi.
Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego Gurih
(sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan makanan khas yang
banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili
Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam
yang dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.
Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas
yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara
yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal
Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah
di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini
'tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto
Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi
kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya
dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat
jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin
Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja
di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi
kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang
Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti
nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfiah=dihanyutkan).
Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci
Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat oleh Mas Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih
dikenal dengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin
oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh
masyarakat. tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto
Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi
kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya
dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat
jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin
Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja
di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi
kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang
Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti
nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfiah=dihanyutkan).
Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci
Gunung Merapi (sebagaimana pernah dijabat Mas Ngabehi Suraksa Harga atau lebih dikenal
dengan nama Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin
oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh
masyarakat.
2.2.2 letak lokasi/keberadaan keraton Yogyakarta. Pada mulanya Keraton Yogyakarta merupakan sebuah Lembaga Istana Kerajaan (The Imperial
House) dari Kesultanan Yogyakarta. Secara tradisi lembaga ini disebut Parentah Lebet
(harfiah=Pemerintahan Dalam) yang berpusat di Istana (keraton) dan bertugas mengurus Sultan
dan Kerabat Kerajaan (Royal Family). Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kesultanan
Yogyakarta disamping lembaga Parentah Lebet terdapat Parentah nJawi/Parentah Nagari
(harfiah=Pemerintahan Luar/Pemerintahan Negara) yang berpusat di nDalem Kepatihan dan
bertugas mengurus seluruh negara.
Sekitar setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khususnya Parentah nJawi) bersama-sama
Kadipaten Paku Alaman diubah statusnya dari negara (state) menjadi Daerah Istimewa setingkat
Provinsi secara resmi pada 1950, Keraton mulai dipisahkan dari Pemerintahan Daerah Istimewa
dan di-depolitisasi sehingga hanya menjadi sebuah Lembaga Pemangku Adat Jawa khususnya
garis/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya
Jawa khususnya gaya Yogyakarta.
2.2.3 letak keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta merupakan
tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakarta. Karaton artinya
tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja) bersemayam.
Dalam kata lain Keraton/Karaton (bentuk singkat dari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat
kediaman resmi/Istana para Raja. Artinya yang sama juga ditunjukkan dengan kata Kedaton.
Kata Kedaton (bentuk singkat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari kata "Datu" yang dalam
bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai arti
filosofis yang sangat dalam.
Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang terdapat di
seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi oleh mitos
dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan
merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton,
termasuk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk
arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya masing-masing
memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.
Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan Panggung
Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur. Jalan P.
Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A. Yani
(dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dari Tugu menuju Keraton. Jalan D.I.
Panjaitan (dulu Ngadinegaran) merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton
melalui Plengkung Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit
memperlihatkan Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya
tersebut hampir segaris (hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengandung
makna "sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya.
Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "sangkan" asal
mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di
sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang
berarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus indica [?])
dan tanjung (Mimusops elengi [?]) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari
Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu
menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh
langkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven).
Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol
"manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). Simbol ini juga
dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk
(ciptaan). Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau menanti sang Raja.
Pintu Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada orang lain
dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung raksasa Dwarapala yang
terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan yang lain,
Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana
yang baik dan mana yang jahat".
mempercayai jika mengunyah sirih pinang saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan
mendapat tuah awet muda. Air sisa yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga
dipercaya sebagian masyarakat memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekedar untuk
memperoleh air keramat tersebut.
Benda-benda pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan.
Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari kain penutup
kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit yang pernah
menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera tersebut dibawa dalam suatu perarakan
mengelilingi benteng baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi di tahun 1947 (?). Dipercayai
pula oleh sebagian masyarakat bahwa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat keraton
Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiang utama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini
dipercaya menjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.
2.3. candi Borobudur
2.3.1 Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh
para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi ini
dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja
Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan candi ini
dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun 900-an Masehi pada masa
pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri dari Samaratungga. Sedangkan arsitek
yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas
Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak
ada bukti tertulis yang lebih tua yang memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya
dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab Nagarakretagama, yang
ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan
sebagai tempat meditasi penganut Buddha.
Arti nama Borobudur yaitu "biara di perbukitan", yang berasal dari kata "bara" (candi atau biara)
dan "beduhur" (perbukitan atau tempat tinggi) dalam bahasa Sansekerta. Karena itu, sesuai
dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadat
penganut Buddha.
Candi ini selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung berapi,
sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain itu, bangunan juga
tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama berabad-abad. Kemudian bangunan
candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun 1814 saat Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar
adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah Magelang.
Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa, maka Raffles segera memerintahkan H.C.
Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa
bukit yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu oleh sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak belukar
yang menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang sudah
rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan tersebut termasuk
beberapa gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat penghargaan sebagai orang yang
memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh
area candi sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO
untuk meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan resmi pemerintah
Indonesia untuk melakukan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO.
Namun pemugaran ini baru benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1973. Proses
pemugaran baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai
World Heritage Site atau Warisan Dunia oleh UNESCO.
2.3.2 Letak Candi Borobudur
Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Yogyakarta. Candi
Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat
berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Di setiap tingkat
terdapat beberapa stupa. Seluruhnya terdapat 72 stupa selain stupa utama. Di setiap stupa
terdapat patung Buddha. Sepuluh tingkat menggambarkan filsafat Buddha yaitu sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha di
nirwana. Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama di tingkat paling atas. Struktur
Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala yang menggambarkan kosmologi
Buddha dan cara berpikir manusia.
Di keempat sisi candi terdapat pintu gerbang dan tangga ke tingkat di atasnya seperti sebuah
piramida. Hal ini menggambarkan filosofi Buddha yaitu semua kehidupan berasal dari bebatuan.
Batu kemudian menjadi pasir, lalu menjadi tumbuhan, lalu menjadi serangga, kemudian menjadi
binatang liar, lalu binatang peliharaan, dan terakhir menjadi manusia. Proses ini disebut sebagai
reinkarnasi. Proses terakhir adalah menjadi jiwa dan akhirnya masuk ke nirwana. Setiap tahapan
pencerahan pada proses kehidupan ini berdasarkan filosofi Buddha digambarkan pada relief dan
patung pada seluruh Candi Borobudur.
Bangunan raksasa ini hanya berupa tumpukan balok batu raksasa yang memiliki ketinggian total 42 meter.
Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya
disambung berdasarkan pola dan ditumpuk. Bagian dasar Candi Borobudur berukuran sekitar
118 m pada setiap sisi. Batu-batu yang digunakan kira-kira sebanyak 55.000 meter kubik. Semua
batu tersebut diambil dari sungai di sekitar Candi Borobudur. Batu-batu ini dipotong lalu
diangkut dan disambung dengan pola seperti permainan lego. Semuanya tanpa menggunakan
perekat atau semen.
Sedangkan relief mulai dibuat setelah batu-batuan tersebut selesai ditumpuk dan disambung.
Relief terdapat pada dinding candi. Candi Borobudur memiliki 2670 relief yang berbeda. Relief
ini dibaca searah putaran jarum jam. Relief ini menggambarkan suatu cerita yang cara
membacanya dimulai dan diakhiri pada pintu gerbang di sebelah timur. Hal ini menunjukkan
bahwa pintu gerbang utama Candi Borobudur menghadap timur seperti umumnya candi Buddha
lainnya.
Perayaan Waisak di Borobudur
Setiap tahun pada bulan purnama penuh pada bulan Mei (atau Juni pada tahun kabisat), umat
Buddha di Indonesia memperingati Waisak di Candi Borobudur. Waisak diperingati sebagai hari
kelahiran, kematian dan saat ketika Siddharta Gautama memperoleh kebijaksanaan tertinggi
dengan menjadi Buddha Shakyamuni. Ketiga peristiwa ini disebut sebagai Trisuci Waisak.
Upacara Waisak dipusatkan pada tiga buah candi Buddha dengan berjalan dari Candi Mendut ke
Candi Pawon dan berakhir di Candi Borobudur.
Pada malam Waisak, khususnya saat detik-detik puncak bulan purnama, penganut Buddha
berkumpul mengelilingi Borobudur. Pada saat itu, Borobudur dipercayai sebagai tempat
berkumpulnya kekuatan supranatural. Menurut kepercayaan, pada saat Waisak, Buddha akan
muncul secara kelihatan pada puncak gunung di bagian selatan.
Borobudur
Saat ini, Borobudur telah menjadi obyek wisata yang menarik banyak wisatawan baik lokal
maupun mancanegara. Selain itu, Candi Borobudur telah menjadi tempat suci bagi penganut
Buddha di Indonesia dan menjadi pusat perayaan tahunan paling penting penganut Buddha yaitu
Waisak.
Borobudur menjadi salah satu bukti kehebatan dan kecerdasan manusia yang pernah dibuat di
Indonesia. Borobudur menjadi obyek wisata dan budaya utama di Indonesia selain Bali dan
Jakarta. Setelah mengunjungi Borobudur, Anda bisa juga mengunjungi desa di sekitarnya
seperti Karanganyar yang memiliki beberapa obyek wisata menarik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. pantai parang tritis
2.1.1 sejarah pantai parang tritis
Pantai Parangtritis, adalah sebuah pantai di pesisir Samudra Hindia yang terletak kira-kira 27
kilometer sebelah selatan kota Yogyakarta.Parangtritis merupakan objek wisata pantai yang
cukup terkenal di Yogyakarta selain objek pantai lainnya seperti Samas, Depok, Baron, Kukup,
Krakal, dll. Sebenarnya di wilayah pesisir selatan Jogja terdapat sekitar 13 obyek wisata pantai
yang semuanya memiliki pesona wisata. Namun entah mengapa Parangtritis yang menempati
urutan pertama dalam angka kunjungan wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Mungkin
dikarenakan Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada objek
wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung – gunung pasir yang tinngi di
sekitar pantai, dimana gunung pasir tersebut biasa disebut gumuk.
Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya
melahirkan pesona tersendiri sehingga mampu menyedot jumlah wisatawan lebih besar
dibanding pantai-pantai lainnya. Ada kepercayaan unik di Parangtritis. Boleh percaya boleh tidak
bahwa memakai pakaian berwarna hijau di Parangtritis bisa membawa petaka.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat warna hijau adalah warna kesukaan Nyi Roro Kidul,
sehingga dikhawatirkan yang memakai baju / kaos hijau akan diseret ombak ke laut karena
dikehendaki oleh sang penguasa laut selatan. Adapun kebenarannya, wallahu alam bishawab.
Nama Parangtritis mempunyai sejarah tersendiri. Syahdan, jaman dahulu kala seseorang
pangeran bernama Dipokusumo yang melarikan diri dari Kerajaan Majapahit datang ke daerah
tersebut untuk melakukan semedi. Ketika melihat tetesan-tetesan air yang mengalir dari celah
batu karang, ia pun menamai daerah ini menjadi parangtritis, dari kata parang yg artinya batu dan
tumaritis yang bisa diartikan sebagai tetesan air.Banyak sisi menarik apabila kita berwisata ke
Parangtritis.Pemandangan alamnya yang indah tentu saja yang menjadi sajian utama. Untuk
menikmatinya, kita bias sekedar berjalan kaki menyusuri pantai. Atau jika nggak mau capai kita
juga bisa menyewa jasa bendi yang akan mengantar kita melewati rute serupa. Selain bendi ada
pula tawaran menunggang kuda untuk menjelajahi pantai.
2.1.2 letak pantai parangtritis
Parangtritis adalah desa di kecamatan Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Parangtritis dilihat dari atas
Di desa ini terdapat pantai Samudra Hindia yang terletak kurang lebih 25 kilometer sebelah
selatan kota Yogyakarta. Parangtritis merupakan objek wisata yang cukup terkenal di
Yogyakarta selain objek pantai lainnya seperti Samas, Baron, Kukup, Krakal dan Glagah.
Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada objek wisata lainnya
yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung-gunung pasir yang tinngi di sekitar pantai,
gunung pasir tersebut biasa disebut gumuk. Objek wisata ini sudah dikelola oleh pihak pemda
Bantul dengan cukup baik, mulai dari fasilitas penginapan maupun pasar yang menjajakan
souvenir khas Parangtritis. Selain itu ada pemandian yang disebut parang wedang konon air di
pemandian dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit kulit, air dari
pemandian tersebut mengandung belerang yang berasal dari pengunungan di lokasi tersebut.
Air panas dari parang wedang dialirkan ke pantai parangtritis untuk bilas setelah bermain pasir dan
juga mengairi kolam kecil bermain anak-anak
Lokasi lain adalah Pantai Parangkusumo yang di pantai tersebut terdapat tempat konon untuk
pertemuan antara raja Yogyakarta dengan Nyi Roro Kidul. Pada hari-hari tertentu (biasa bulan
suro) di sini dilakukan persembahan sesajian (labuhan) bagi Ratu Laut Selatan atau dalam bahasa Jawa.
Penduduk setempat percaya bahwa seseorang dilarang menggunakan pakaian berwarna hijau
muda jika berada di pantai ini. Pantai Parangtritis menjadi tempat kunjungan utama wisatawan
terutama pada malam tahun baru Jawa (1 muharram/Suro).
2.4. Sejarah Museum Dirgantara
2.4.1 Sejarah Berdirinya Museum Dirgantara.
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini banyak
menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah perkembangan angkatan
udara RI pada khususnya.
Selain terdapat dioramajuga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang
dipergunakan pada masa perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara
jepang yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari
Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa
bersejarah di lingkungan TNI AU.
Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No.
491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah
mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan
organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri
Panglima Angkatan Udara di Jakarta.
Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli
1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum
Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari
Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V),
pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V,
di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana
Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949
mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan
TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi
Angkatan Udara.
Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula
berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang
berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi
menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan
dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat
menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum
dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya ke
gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto.
Sebelum pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI
AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI
Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat
Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka
memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI
Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI
AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di
Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU,
Jakarta. Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah
bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang digunakan
untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.Koleksi, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah,
antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat miniatur, pesawat
terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api, senjata tajam, mesin pesawat,
radar, bom atau roket, parasut dan patung-patung tokoh TNI Angkatan Udara.
2.4.1 letak museum dirgantara
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta.Kira-kira 7 km arah
timur kota Yogya, buka setiap hari Minggu s/d Kamis pukul 08.00-13.00 WIB dan pukul 08.00-
12.00 pada hari Jumat.walau pun terletak agak tersembunyi di dalam kompleks tni au tetapi
akses menuju tempat ini cukup mudah dan murah.
cukup dengan naik trans yogya dan kemudian turun di halte janti atau solo dengan harga tiket
3000 rupiah saja.lalu kemudian berjalan sekitar 200 meter maka kita akan segera tiba di museum
tersebut.
Diposkan oleh museum dirgantara mandala di 05:42 0 komentar
Museum Dirgantara Mandala sejarahnya berasal dari penggabungan dua museum yakni Museum Pusat AURI yang didirikan 1967 di Jakarta dan Museum Pendidikan atau Taruna yang sudah ada
di komplek pendidikan AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada 1977 keduanya kemudian digabungkan.
Museum dirgantara terlengkap satu-satunya di Indonesia ini menempati Area lima hektar dengan
luas bangunan 7.600 m2. Gedungnya dibagi menjadi enam ruang. Yakni, RuangUtama, Ruang
Kronologi I dan II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Diorama, dan Ruang Minat
Dirgantara.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949
mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan
TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi
Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum
yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya,
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April
1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI
Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978
yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu
tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau
oleh umum dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk
memindahkannya ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto. Sebelum
pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI
Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat
Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka
memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI
Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI
AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di
Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU,
Jakarta.Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah
bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang digunakan
untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
2.6 makam sunan tembayat
2.6.1 sejarah sunan tembayat
Sunan Bayat (nama lain: Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II),
atau Wahyu Widayat) adalah tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang disebut-sebut dalam
sejumlah babad serta cerita-cerita lisan. Ia terkait dengan sejarah Kota Semarang dan penyebaran
awal agama Islam di Jawa, meskipun secara tradisional tidak termasuk sebagai Wali Sanga.
Makamnya terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat") di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten,
Jawa Tengah, dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang. Dari sana pula konon ia
menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini dianggap hidup pada
masa Kesultanan Demak (abad ke-16).
Terdapat paling tidak empat versi mengenai asal-usulnya, namun semua sepakat bahwa ia adalah
putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandan
Arang, putranya, Pangeran Mangkubumi, menggantikannya sebagai bupati Semarang kedua.
Alkisah, ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran – ajaran Islam
seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah perubahan. Ia yang dulunya
sangat baik itu menjadi semakin pudar. Tugas-tugas pemerintahan sering pula dilalaikan, begitu
pula mengenai perawatan pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.
Sultan Demak Bintara, yang mengetahui hal ini, lalu mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, Demak,
untuk menyadarkannya. Terdapat variasi cerita menurut beberapa babad tentang bagaimana
Sunan Kalijaga menyadarkan sang bupati. Namun, pada akhirnya, sang bupati menyadari
kelalaiannya, dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan duniawi dan menyerahkan
kekuasaan Semarang kepada adiknya.
Pangeran Mangkubumi kemudian berpindah ke selatan (entah karena diperintah sultan Demak
Bintara ataupun atas kemauan sendiri, sumber-sumber saling berbeda versi), didampingi
isterinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan Salatiga, Boyolali, Mojosongo, Sela Gringging
dan Wedi, menurut suatu babad. Konon sang pangeran inilah yang memberi nama tempat-tempat
itu). Ia lalu menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat, Klaten, dan menyiarkan Islam
dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Karena kesaktiannya ia mampu
meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia disebut sebagai Sunan Tembayat
atau Sunan Bayat.
Nama asli Sunan Bayat : Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah
Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat adalah:
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandan arang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat
Beliau Hidup pada masa Kesultanan Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan
Demak tersebut, Jabatan penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan
Kerajaan di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian dari kesultanan Demak).
2.6.2 letak makam sunan tembayat
Makam beliau terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat" berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung
yang tinggi dan jauh ) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang.
Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana
Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi
Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang. Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan
Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota
Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan
kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di
Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.
Jadi Sayyid Abdul Qadir adalah Sunan Pandan arang, jabatannya Bupati Semarang, Gelarnya adalah Maulana Islam, lahir di Pasai, wafat di Semarang.
Gelar-gelar Sayyid Abdul Qadir bin Maulana Ishaq :
1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.2. Sunan Pandanaran 13. Maulana Islam4. Sunan Semarang
Ibu Sunan Bayat atau istri Sunan Pandanaran I bernama Syarifah Pasai adik Pati Unus @ Raden Abdul
Qadir (Mantu Raden Patah Demak) putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara putra seorang Muballigh
pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus @ Abdul Khaliq Al Idrus bin
Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin
Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin
Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam.
Nasab Sunan Bayat & Sunan Pandanaran I :
Ada berbagai versi yang beredar ttg Nasab Sunan Pandanaran, sebagian besar babad menyatakan
bahwa ia adalah putra dari Pati Unus @ Panembahan Sabrang Lor (sultan kedua Kesultanan Demak)
yang menolak tahta karena lebih suka memilih mendalami spiritualitas. Posisi sultan ketiga Demak
kemudian diberikan kepada pamannya. Pendapat lain menyatakan bahwa ia adalah saudagar asing,
mungkin dari Arab, Persia, atau Turki, yang meminta izin sultan Demak untuk berdagang dan
menyebarkan Islam di daerah Pragota. Izin diberikan baginya di daerah sebelah barat Demak. Cerita lain
bahkan menyebutkan ia adalah putra dari Brawijaya V, raja Majapahit terakhir, meskipun tidak ada bukti
tertulis apa pun mengenainya.
Berbagai versi di atas tidak dapat dipertanggung jawabkan dan perlu diluruskan. Versi Pertama muncul
karena Ki Ageng Pandan Arang memiliki hubungan dekat dengan Pati Unus. Hubungan Ki Ageng pandan
Arang atau Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran dengan Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor)
menurut Habib Bahruddin adalah hubungan anak angkat dengan ayah angkat.
Pati Unus mengangkat Sunan Pandanaran sebagai anak angkatnya. Karena Syarifah Pasai adalah adik kandung Pati Unus.
Pendapat kedua muncul karena Sunan Pandanaran nampak seperti orang asing karena memang memiki
darah Arab, sbgmn akan kita lihat dalam data di bawah; namun kisahnya sbg saudagar tidak tepat, lantas
pendapat ketiga merupakan kebiasaan mitos setempat melegitimasikan kekuasaan akan suatu daerah
karena dianggap sebagai turunan Penguasa Jawa sebelumnya yakni dari Majapahit, riwayat ini amat
lemah karena tidak ada bukti tertulis apa pun mengenainya.
Riwayat dari catatan habib Bahruddin ba'alawi, tahun 1979, telah menggugurkan hikayat atau babad
yang menceritakan bahwa Ki Ageng pandanaran adalah anak kandung Pati Unus dan versi-versi lainnya
2.5. Makam Gunung Pring
2.5.1 Sejarah makam gunung pring.
Gunung Pring, setiap orang, terlebih masyarakat Jawa Tengah dan khususnya orang Magelang
pasti sangat mengenalnya. Adalah sebuah desa yang terletak di kec. muntilan dan sejauh 1 Km
dari kota Kec Muntilan. Desa ini dinamakan Gunung Pring karena di ditengah-tengah desa ada
sebuah bukit yang banyak ditumbuhi pring (pohon bambu) yang sangat rimbun. Gunung Pring
memiliki ketinggian 400 m diatas permukaan laut.
Di puncak Gunung Pring terdapat sebuah kompleks makam milik Kraton Yogyakarta. Disini
dimakamkan salah seorang wali tanah Jawa, yakni Kyai Raden Santri (Pangeran Singosari
Mataram), salah seorang putra Ki Ageng Pemanahan, dan juga merupakan keturunan Prabu
Brawijaya V. Di dalam kompleks makam tersebut terdapat sebuah Mushala yang diberi nama
Mushala Pangeran Singasari.
2.5.2 Letak makam gunung pring
Untuk mencapai kompleks pemakaman tersebut para pengunjung harus berjalan kurang lebih
sekitar 1 km dengan melalui anak tangga yang sudah ada. Sepanjang perjalanan banyak
bertebaran kios-kios yang menjual pakaian maupun makanan serta buah-buahan. Dari atas
gunung Pring kita dapat memandang Pegunungan Menoreh yang gagah menjulang.
Selain itu, di kawasan desa Gunung Pring terdapat sebuah Pondok Pesantren salaf yang sudah
sangat tua, yakni Pesantren Watu Congol. Saat ini, pondok pesantren ini dipimpin oleh Kyai
Ahmad Abdul Haq (Mbah Mad). Mbah Mad adalah ulama yang disegani di kalangan ulama-
ulama karena kharismanya.
Daftar isiHalaman judul…………………………………………………………
i
HALaman PENGESAHAN……………………………………………….ii
Motto…………………………………………………………………………iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah obyek …………………………....1
1.2 Tujuan witasa ke jawa tengah……………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. pantai parang tritis
2.1.1 sejarah parang tritis………………………………..3
2.1.2 letak pantai parang tritis…………………………...4
2.2. keraton Yogyakarta
2.2.1 sejarah berdirinya keraton Yogyakarta…………....6
2.2.2 lokasi/keberadaan keraton Yogyakarta….………..13
2.2.3 letak keraton Yogyakarta…………………………14
2.3. candi Borobudur
2.3.1 sejarah candi Borobudur …………………………16
2.3.2 letak candi borobudur ……………………………17
2.4. museum dirgantara.
2.4.1 sejarah berdirinya museum dirgantara …………....20
2.4.2 letak musium dirgantara …………………………..21
2.5. makam gunung pring
2.5.1 sejarah wali di makam gunung pring ……….........24
2.5.2 letak makam gunung pring …………………….....24
2.6. makam sunan tembayat.
2.6.1 sejarah sunan tembayat…………………………...26
2.6.2 letak makam sunan tembayat……………………..27
BAB III PENUTUP
3.1 simpulan …………………………………………………..30 3.2 saran ………………………………………………………31
DAFTAR PUSAKA ………………………………………………………..32
Di susun oleh :
Kelas IXC
Kelompok
1. Moh.fahrul rozi
2. M.nurul mashobih
3. M.saifudin
4. Anton susilo
5. Zainul asror
6. Agung stiawan
7. Lucky marwi
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI
NGANTRU TULUNGAGUNG
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KARYA WISATA KE JAWA TENGAH UNTUK MEMENUHI
PERSYARATAN UJIAN DI MTs NEGERI NGANTRU TULUNGAGUNG TAHUN
PELAJARAN 2011/2012
TULUNGAGUNG, JANUARI 2012
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
ENDANG WAHYUNI, M.Pd NIETWATIE TOEHARININGSIH, S.Pd.
NIP:197004132007012036 NIP:
Mengetahui
KEPALA MTsN NGANTRU
H.ASRORI M.P.d.I
NIP:196107161985031004
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kapadaAllah SWT,yang telah memberikan rahmat, taufiq, serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Obyek Wisata Jawa Tengah.
Mudah-mudahan penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikanya tugas ini.Ucapan terima kasih kami tujukan kepada:
1. H.Asrori M.pd. I. selaku kepala MTs Negeri Ngantru.2. Endang Wahyuni, M.Pd , selaku wali kelas IX C sekaligus pembimbing dalam
menyelesaikan penulisan laporan karya wisata ini.3. Nietwatie, S.Pd. selaku guru pembimbing dalam penulisan karya wisataa ini.4. Bapak/Ibu Guru MTs Negeri Ngantru.5. Bapak/Ibu karyawan MTs Negeri Ngantru.6. Bapak/Ibu wali murid MTs Negeri Ngantru.7. Siswa-siswi MTs Negeri Ngantru.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu,kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.Semoga Allah SWT. Senantiasa meridho usaha kita bersama. Amin…………!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Tulungagung, januari 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH OBYEK WISATA
Malam hari tanggal Desember 2011 adalah hari yang sangat dinanti-nanti para siswa-
siswi MTs Negeri Ngantru,karena hari tersebut kita akan melaksanakan study tour ke
Jawa Tengah.kami berangkat dari rumah pukul 19.45 WIB, dan sampai di MTs negeri
Ngantru pukul 19.55 WIB. Sambil menunggu semua datang, kelompok kami berkumpul
untuk membicarakan hal-hal yang perlu di lakukan di tempat tujuan. Sekitar pukul 20.15
WIB, seluruh siswa-siswi MTs Negeri Ngantru diharap memasuki kelasnya menurut
absen yang sudah di tentukan oleh panitia. Kemudian di absensi dan dibacakan
tata tertib oleh pendamping. Sekitar pukul 21.00 WIB, kami semua berangkat keluar dari
kelas menuju bus II di ikuti bapak/ibu guru dan pendamping. Sebelum berangkat di
pimpin do’a oleh bapak masrukin tepat pukul 21.10 WIB. Bus 1 berangkat disusul oleh
bus 2 dan bus 3. Selama perjalan, kami bersenang-senang, menyanyi-nyanyi, dan bermain
gitar. Beberapa saat kemudian kami berhenti di SPBU untuk buang air kecil. Sesudah itu
melanjutkan perjalanan, tidak lama kemudian, kami turun di pusat oleh-oleh,untuk buang
air kecil, membeli minuman dan makanan, untuk cemilan di bus. Setelah selesai, kami
melanjutkan perjalan ke parangtritis.
Jam 03.15 WIB, dalam keadaan terlelap semua tiba di kawasan pantai parangtritis.
Tepat pukul 04.15 WIB, kami sampai di perumahan masyarakat untuk mandi, sholat
subuh dan sarapan pagi. Setelah selesai, kami kembali ke dalam bus untuk mengambil
peralatan yang di butuhkan untuk dokumentasi seperti: HP, kamera, alat tulis, dan lain-
lain. Dengan senang kami langsung menuju ke pantai parangtritis bersama-sama.
B. TUJUAN WISATA KE JAWA TENGAH.
MTs negeri ngantru telah melaksanakan kegiatan study tour dengan Obyek yang cukup jauh, yaitu ke Propinsi Jawa Tengah. Berangkat dari MTs Negeri Ngantru tanggal Desember 2011 pukul 21.15 WIB. Dengan harapan agar sampai tujuan dengan selamat.
Adapun tujuanya yaitu:
1. Menambah wawasan pengalaman siswa-siswi.2. Mencari informasi-informasi tentang seluk beluk tempat bersejarah.3. Melihat salah satu keajaiban dunia yaitu candi Borobudur, yang terletak di
kabupaten Magelang.4. Merasakan betapa agungnya maha karya seni pada candi.5. Melatih kerja sama antar kelompok.6. Melatih mensyukuri semua ciptaaan Sang Kholiq.7. Memupuk rasa cinta terhadap alam dan lingkungan.
Dengan demikian dapat di ketahui bahwa kita melaksanakan study tour untuk memperoleh pengetahuan yang banyak dari obyek-obyek wisata yang kita kunjungi.
Study tour tersebut telah diikuti sekitar 158 siswa MTs Negeri Ngantru dan sebagian dari guru yang mendampingi anak didiknya. Turut serta juga yaitu dari Bapak Kepala Madrasah. Betapa senang dan bahagianya kami.
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Bangsa yang besar adalah bangsa yang kaya akan budaya, parang tritis, keraton Yogyakarta, candi Borobudur, dan masih banyak lainnya, merupakan kekayaan bangsa, sebagai kebanggaan bersama. Keindahan alam Indonesia merupakan anugerah Allah SWT, yang harus di syukuri dan tata bangunan candi yang megah, indah dan bernilai sejarah, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar.
Kegiatan study tour, merupakan salah satu media yang paling baik untuk memperkenalkan kekayaan budaya bangsa kepada siswa, siswa dapat melihat dan mengamati secara langsung, tidak hanya lewat buku saja.
Dengan demikian dapat menumbuhkan sikap cinta tanah air dan bangsa, serta bangga sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya.
Kekayaan akan budaya bangsa tersebut perlu kita pelihara dan lestarikan. Tugas ini merupakan tanggung jawab kita semua, kita harus turut menjaga kebersihan, keindahan, dan keaamananya, sehingga para wisatawan lebih-lebih yang di mancanegara merasa betah dan aman berkunjung ke Indonesia dan membawa kesan yang baik bagi Indonesia di mata dunia. Dengan banyaknya para wisatawan dapat meningkatkan pendapat devisa Negara, sebagai modal pembangunan.
B. SARAN
Adapun saran-saran dapat penulis sertakan dalam kesempatan ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Hendaknya kita mampu memasyarakatkan nilai-nilai budaya yang luhur agar budaya khas Negara kita dapat kita lestarikan dan kita wariskan kepada generasi mendatang.
2. Janganlah kita melupakan sejarah perjalanan kehidupan Negara ini, khususnya dalam penjajahan dan masa kemerdekaan, sebab di dalamnya banyak sekali hikmah-hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dan di ambil sebagai bekal kita untuk membentuk sikap nasionalisme dalam masa pembangunan Negara ini.
3. Hendaknya kita sebagai generasi muda pejuang bangsa maka sejak jayalah mempersiapkan diri untuk menjadi generasi penerus bangsa yang baik, patuh, dan taat.
4. Hendaknya kita sebagai pelajar yang baik, mari kita memperjuangkan budaya dan Negara Indonesia yang tercinta ini. Atas ridho Allah SWT semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca dan kita semua.
Dengan harapan study tour ke depan lebih terkoordinasi, sehingga semuanya bias berjalan dengan lancer. Amin…!!!
Motto
Bertemu jadi teman itu mudah, tapi bersatu dan damai itu adalah hal yang sulit.
Kegagalan adalah awal dari keberhasilan
Jadikanlah masa lalumu untuk melangkah lebih bikak. Belajar tanpa berdo’a bagaikan pohon tak berakar. Belajar tanpa berfikir itu sia-sia berfikir tanpa belajar itu berbahaya. Jadikanlah pengalamanmu sebagai cambuk pengembangan bakat dan
kreatifitasmu. Perpisahan memang menyakitkan, tapi dengan perpisahan, kita tahu arti
persahabatan. Experience Is The Best Teacher. Mencari ilmu adalah kewajiban setiap manusia. Jangan katakana menyerah sebelum mencoba. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana- mana.