-
TUGAS AKHIR
TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN
OLEH:
Kelompok 6
Achmad Pramuditto 1106073333
Adhani Rahmi 1106073301
Adriano Anetho 1106073232
Evi Dita Pratiwi 1106073200
Geraldi Eka Raditya Putra 1106073346
Nur Ana Wijayanti 1106073314
Oinie Febriani 1106073283
Widya Naseva T 1106073245
Yustisia Ramadhani 1106073195
(tidak berpartisipasi) Kristian Frits Carlo 1106073270
MATA KULIAH HUKUM PERBANKAN
PROGRAM PARALEL
DIKUMPULKAN: KAMIS, 6 JUNI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
-
ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II RESUME REFERENSI 4
2.1.Resume Referensi Buku Utama Indonesia 4
2.2.Resume Referensi Buku Utama Asing 24
2.3.Resume Jurnal 40
2.4.Resume Undang-Undang Perbankan 44
2.5.Resume US Code 44
BAB III ANALISIS 46
3.1.Macam Tindak Pidana di Bidang Perbankan Indonesia 46
3.2.Macam Tindak Pidana di Bidang Perbankan Amerika Serikat 49
3.3.Perbandingan Ketentuan Tindak Pidana di Bidang Perbankan
Indonesia dengan Amerika Serikat 52
BAB IV PENUTUP 54
4.1.Simpulan 54
4.2.Saran 54
DAFTAR PUSTAKA iv
LAMPIRAN v
1. Buku Utama Indonesia
2. Buku Utama Asing
3. Jurnal
4. Peraturan Perundang-undangan
-
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karunianya
kami masih diberikan waktu dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas
akhir Mata kuliah Hukum Perbankan dengan tepat waktu tanpa hambatan yang
berarti. Dalam tugas ini kami mengangkat permasalahan pada bidang perbankan
yang beberapa tahun belakangan ini sering dibicarakan terkait dengan tindak
pidana baik tindak pidana perbankan maupun Tindak pidana di bidang perbankan.
Tema yang kami angkat ini sedang hangat belakangan ini karena maraknya kasus
pembobolan bank seperti yang terjadi dalam jumlah fantastis pada Bank.
Dalam proses pembuatan tugas ini kami hendak mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
membantu dalam proses pengambilan data dan penyusunan tugas ini antaralain
Orangtua kami yang telah memberikan dukungan moril dan materil dalam
kegiatan penelitian ini, Segenap Tim Pengajar Mata Kuliah Hukum Perbankan
yang telah memberikan materi dan memperluas sudut pandang kami terhadap
permasalahan yang kami angkat dalam penelitian ini, rekan-rekan kami satu tim,
Serta kepada pihak lain yang terkait secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian tugas ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian tugas ini
atas keterbatasan kami. Terhadap hal tersebut kami mengharapkan kritik
konstruktif sebagai perbaikan dan pembelajaran pada kami kedepannya.
Akhir kata kami sangat berharap agar isi tugas ini dapat bermanfaat guna
membuka dan memperluas sudut pandang kita bersama.
Depok, Juni 2014
Penulis
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada kondisi sekarang ini begitu maraknya perilaku-perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari individu biasa, individu dalam
suatu jabatan tertentu, dan penyimpangan yang dilakukan oleh korporasi.
Penyimpangan yang terjadi, bisa saja dilakukan oleh individu yang menjadikan
korporasi sebagai sarana dan sasaranya dalam melakukan penyimpangannya.
Penyimpangan-penyimpangan yang dimaksud yaitu penyimpangan yang
dikategorikan sebagai tindak pidana. Tindak pidana dapat dikategorikan lagi
menjadi dua yaitu tindak pidana berupa kejahatan dan tindak pidana berupa
pelanggaran. Berbagai kasus tindak pidana telah terjadi di Indonesia. Mulai dari
tindak pidana pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, pemalsuan, korupsi, dan lain
sebagainya. Tindak pidana yang telah disebutkan merupakan tindak pidana yang
umumnya terjadi akhir-akhir ini. Namun, selain tindak pidana umum tersebut,
ternyata juga terdapat tindak pidana lain yang biasa disebut dengan tindak pidana
perbankan atau tindak pidana di bidang perbankan.
Tindak pidana perbankan atau tindak pidana di bidang perbankan mungkin
tidak banyak diketahui oleh oranga awam. Masyarakat pada umumnya
mengetahui tindak pidana tersebut sebagai tindak pidana biasa pada umumnya
yaitu korupsi, pemalsuan, pembobolan, penipuan dan lain sebagainya. Yang mana
sebenarnya, tindak pidana yang dilakukan oleh para pihak termasuk berkaitan
dengan dunia perbankan atau biasa disebut sebagai tindak pidana perbanakan atau
tindak pidana di bidang perbankan. Sebut saja salah satu kasus yang begitu
menghebohkan Indonesia, yaitu kasus yang melibatkan Eddy Tansil dengan bank
Bapindo. Dalam kasus tersebut telah terjadi pemberian kredit besar-besaran yang
diberikan oleh bank Bapindo kepada Eddy Tansil. Dengan adanya kasus ini,
Indonesia mengalami kerugian yang begitu besar. Berbagai peristiwa telah terjadi
dan mengejutkan berbagai pihak yang menyaksikannya. Disaat peristiwa yang
satu belum terselesaikan, terjadi lagi peristiwa lainnya yang tidak kalah
menghebohkan. Dunia perbankan merupakan salah satu bidang yang tidak luput
dari peristiwa-peristiwa mengejutkan tersebut. Karena berbagai kasus telah terjadi
di dunia perbankan yang mana begitu memprihatinkan, maka perlu diberi
perhatian khusus dari berbagai kalangan mengenai hal ini. Diharapkan,
kedepannya tindak pidana perbankan atau tindak pidana di bidang perbankan
dapat berkurang bahkan tidak ada sama sekali.
Tindak pidana sendiri menurut Prof. Moeljatno, S.H., merupakan bagian
daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman, atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barang siapa melanggar ketentuan tersebut
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana telah diancamkan
-
2
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut
Sampai saat ini belum ada satu kesepakatan dalam pemakaian istilah
mengenai tindak pidana yang perbuatannya merugikan ekonomi keuangan yang
berhubungan dengan lembaga perbankan. Ada yang memakai istilah Tindak
Pidana Perbankan, dan ada juga yang memakai istilah Tindak Pidana di bidang
Perbankan, bahkan ada yang memakai kedua-duanya dengan mendasarkan kepada
peraturan yang dilanggarnya. Namun tindak pidana perbankan dapat mengandung
pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank,
sedangkan tindak pidana di bidang perbankan tampaknya lebih netral dan lebih
luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan
di dalam bank. Namun karena lingkup dari istilah tindak pidana di bidang
perbankan lebih luas, maka pada penulisan kali ini, istilah yang akan digunakan
yaitu istilah tindak pidana di bidang perbankan.
Tindak pidana di bidang perbankan dapat dikatakan sebagai salah satu
bentuk dari tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang ekonomi
atau kejahatan ekonomi adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif
ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan
intelektual dan mempunyai posisi penting di dalam masyarakat atau pekerjaannya.
Conklin merumuskan dan mengidentifikasi unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Suatu perbuatan hukum yang diancam dengan sanksi pidana 2. Yang dilakukan oleh seorang, atau korporasi di dalam pekerjaannya
yang sah atau didalam pencarian/usahanya di bidang industri atau
perdagangan
3. Untuk tujuan memperoleh uang atau kekayaan, menghindari pembayaran uang atau menghindari kehilangan/kerugian kekayaan,
memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi
Berkaitan dengan kejahatan ekonomi, bahwa terdapat kejahatan komersial
yang mana merupakan kejahatan yang berhubungan dengan kejahatan ekonomi,
kejahatan yang terorganisir, dan kejahatan kerah putih (white collar crime). Secara
garis besar kejahatan komersial dapat dibagi menjadi enam kategori dan salah
satunya adalah penyimpangan perbankan, yaitu penipuan uang muka, pemalsuan
L/C, promes dan wesel, pemalsuan uang, penyimpangan dalam pengiriman uang,
dan lain-lain. Tindak pidana perbankan tergolong sebagai tindak pidana khusus
karena tindak pidana perbankan dan sanksi pidananya, telah diatur tersendiri di
dalam Undang-undang Perbankan dan bukan di dalam kodifikasi Kitab udnang-
undang hukum pidana.
Tindak pidana di bidang perbankan dilakukan dengan menggunakan bank
sebagai sarana dan sasarannya. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998
mengenal dua jenis tindak pidana di bidang perbankan, yaitu tindak pidana
kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Tindak pidana kejahatan di bidang
perbankan diatur dalam ketentuan pasal 51 ayat (1) Undang-udnang No 10 Tahun
1998 yang menyatakan bahwa Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 46, pasal 47, pasal 48 ayat (1), pasal 49, pasal 50, dan pasal 50 A adalah
kejahatan. Terhadap perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai tindak
-
3
pidana kejahatan memiliki ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan
dengan apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran.
Tindak pidana yang dikategorikan sebagai pelanggaran diatur dalam
ketentuan pasal 51 ayat (2) Undang-undang Perbankan, yang menyatakan bahwa
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran. Selain pada Undang-undang perbankan yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat peraturan lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana
perbankan. Karena tindak pidana perbankan begitu kompleks lingkupnya, maka
diperlukanlah peraturan-peraturan lainnya yang dapat diterapkan atau
diberlakuakn terhadap tindak pidana di bidang perbankan. Undang-udang yang
dimaksud yaitu Kitanb Undang-undnag Hukum Pidana, Undang-undang No. 31
Tahun 1999 jo. Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak
Pidana Korupsi, Undang-undnag No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, serta Undang-undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tindak pidana di bidang perbankan tidak hanya terjadi di Indonesia.
Kasus-kasus besar mengenai dunia perbankan pun banyak terjadi di berbagai
negara dan salah satunya adalah di negara Amerika. Salah satu kasus mengenai
tindak pidana di bidang perbankan yang terjadi di Amerika yaitu mengenai
pengambilalihan akun pihak lain yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
dana yang bukan miliknya. Selain itu adanya pemberian overdraft oleh bank-bank
yang pada akhirnya dana yang diberikan tidak dapat dikembalikan oleh pihak
penerima kredit. Salah satu aturan yang terdapat di Amerika adalah mengenai
penipuan perbankan yang diatur dalam Bank Fraud Statute pada Title 18 of the
U.S. Code. 18 U.S.C. 1344. Selain peraturan tersebut masih terdapat peraturan-
peraturan lainnya yang dimiliki Amerika berkaitan dengan tindak pidana di
bidang perbankan.
Peraturan-peraturan mengenai tindak pidana di bidang perbankan yang
dimiliki Amerika memiliki persamaan dan tentunya perbedaan dengan peraturan
yang dimiliki oleh Indonesia. Untuk mengetahui sejauh mana persamaan dan
perbedaan mengenai tindak pidana perbankan dari kedua negara tersebut, maka
pada penulisan kali ini akan dibahas mengenai perbandingan antara negara
Indonesia dan negara Amerika terkait tindak pidana di bidang perbankan.
-
4
BAB II
RESUME REFERENSI
2.1. RESUME REFERENSI BUKU UTAMA INDONESIA: HUKUM
PIDANA DI BIDANG EKONOMI
Judul Buku : Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, cetakan pertama, 1979
Pengarang : H. A. K. Mochamad Anwar (Dading)
Penerbit : Alumni
Tempat Terbit : Jakarta, Indonesia.
BAB I
Pendahuluan
Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia mengalami perkembangan yang
pesat sekali dan tetap akan berlangsung terus. Perkembangan ini adalah suatu
proses yang menimbulkan perubahan-perubahan, dalam segala segi kehidupan
masyrakat dalam bidang politik, eonomi, social, dan budaya, bidang-bidang mana
satu sama lain berhubungan secara kasual, disamping hubungan kasual di antara
unsure-unsur dalam satu bidang yang sama.
Pada saat itu bekal yang dimiliki oleh Indonesia hanya ekonomi yang
bersifat kolonial, sedangkan perkembangannya berlangsung terus secara cepat
tanpa hentinya. Karenanya perlu diberikan pengarahan atas usaha-usaha yang
dapat mengendalikan perkembangan tersebut. Dalam memberikan pengarahan
pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Nasional secara bertahap dan
selektif atas dasar ketetapan-ketetapan MPR, serta Garis Besar Haluan Negara,
rencana yang telah dimulai dengan Pelita I sejak 1 April 1968 yang telahs disusun
dengan pelaksanaan Pelita II pada tanggal 1 April 1973.
Rencana Pembangunan Nasional yang telah dimulai perlaksanaannya oleh
Pemerintah R.I untuk mencapai tujuan nasionalnya, yaitu masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila, melalui peningkatan produksi dan pendapatan per
capita dibarengi dengan perluasan kesempatan kerja pemagian hasil produksi
merata. Tidak mustahil dalam segala usaha-usahanya Indonesia mencapai
tujuannya akan dihadapi dengan berbagai macam kesulitan-kesulitan ataupun
hambatan.
Tidak dipungkiri bahwa pengaruh dari luar negeri sangat juga
diperhitungkan di dalam segala usaha-usaha Indonesia.
Guna pengaturan usaha serta kegiatan tersebut dalam rangka pelaksanaan
pembangunan ekonomi ditetapkan perturan hukum yang berhubungan dengan
proses kegiatannya disertai dengan keharusan dan larangan, peraturan yang mana
membutuhkan relasi dari kebijakan pemerintah.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan di bidang
ekonomi yang memuat ketentuan pidananya merupakan tindak pidana bidang
ekonomi, baik bersifat kejahatan maupun bersifat pelanggaran. Dalam
memperoleh pengetahuan hukum tentang hukum pidana di bidang ekonomu
dihadapi beberapa persoalan pokok, yaitu :
- Sejarah perkembangan hukum pidana di bidang ekonomi, - Peraturan-peraturan di bidang ekonomi,
-
5
- Asas-asas atau prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum pidana di bidang ekonomi.
BAB II
Hukum Pidana Di Bidang Ekonomi
1. Tujuan Hukum di Bidang Ekonomi Hukum di bidang ekonomi adalah sekumpulan peraturan-peraturan di
bidang ekonomi yang memuat hak maupun kewajiban/keharusan terhadap
pelanggarannya tidak di ancam dengan hukuman. Hukum di bidang ekonomi
adalah suatu sarana bagi negara untuk mengatur segala hal yang berhubungan
dengan kemaksmuran/kesejahteraan rakyatnya.
Persoalan yang timbul adalah sejauh mana turut campur negara dalam
kesajhteraan rakyat tergantung pertama-tama pada system pemerintahan yang
dianut negaranya. Ada beberapa tipe system negara, yaitu seperti di dalam negara
dengan system ekonomi liberal (demokrasi formil) urusan kemakmuran rakyatnya
hampir secara keseluruhan diserahkan kepada rakyatnya sendiri, di dalam system
ekonomi sosialis (demokrasi materiil) kepada pemerintah diberikan wewenang
yang lebih besar untuk melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap
kegiatan dibidang ekonomi, di negara komunis urusan rakyat diatur secara
keseluruhan oleh negara tanpa memberikan kesempatan bagi rakyatnya untuk
turut serta mengatur bidang kemakmurannya. Disamping system ekonomi
yang dianut, intensitas campur tangan negara tersebut terletak juga pada situasi
ekonomi internasional yang seringkali menimbulkan kegoncangan di dalam
kehidupan ekonomi suatu negara.
2. Perkembangan Hukum Pidana di Bidang Ekonomi Sebagaimana telah diketahui pada saat ini hukum pada umumnya
mempunyai tugas menjaga atau mempertahankan keamanan dan ketertiban di
segala bidang kehidupan masyarakat, termasuk keamanan dan ketertiban di
bidang produksi dan distribusi segala bahan kebutuhan hidup rakyatnya.
Berhubung negara pada waktu ini mempunyai tugas yang pencapaian
kemakmuran rakyatnya, negara memerlukan dasar tugas yang kuat bagi tindakan-
tindakannya, tidak hanya peraturan-peraturan yang member kewajiban mengatur
sajat, tetapi juga perturan yang memuat ketentuan memaksa.
Pemerintah karenanya harus memiliki sarana untuk melaksanakan larangan-
larangan atau kewajiban-kewajiban yang diperlukan untuk mensukseskan
pelaksanaan tugasnya di bidang ekonomi.
Semua peraturan tersebut sebagian besar memuat ketentuan-ketentuan yang
terdiri atas kewajiban-kewajiban dan hak-hak pengusaha. Setiap orang yang
melakukan kegiatan dibidang ekonomi melaksanakan kewajibannya berdasarkan
peraturan tanpa sanksi terhadap setiap pelanggaran. Semua pelanggaran terhadap
peraturan tersebut tidak dikenakan sanksi apapun, hingga sifatnya hanya mengatur
saja. Karena semakin hari kehidupan masyarakat semakin kompleks, negara
dengan alat perlengkapannya kadang tidak mempu lagi memaksa warga
negaranya. Untuk mengatasi hal ini, negara mencipatkan peraturan yang mengatur
kegiatan usaha dibidang usaha disertai ketentuan sanksi terhadap pelanggarannya.
Sanksi terhadap pelanggaran tersebut dapat terdiri atas sanksi administrative dan
atau pidana. Jelaslah bahwa perbuatan-perbuatan pelanggaran di bidang ekonomi
-
6
yang semula bersifat kemudia banyak diantaranya ditingkatkan menjadi bersifat
pidana. Dengan demikian timbul dan berkembanglah hukum pidana di bidang
ekonomi sebagai penjelamaan peningkatan turut campurnya negara di bidang
ekonomi.
3. Sifat Hukum Pidana di Bidang Ekonomi Hukum Pidana pada umumnya adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang
memuat ketentuan-ketentuan mengenai keharusan/kewajiban ataupun larangan,
terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman. Salah satu bidangnya
adalah ekonomi. ekonomi adalah ilmu yang mempelajarai segala kegiatan
manusia untuk dapat memenuhi kebutuhn hidupnya.
Pengaturan menimbulkan berbagai macam hubungan hukum antar orang
perorangan satu sama lain (perdata), tapi juga antara orang sebagai perorangan
dan pengusaha (administrative, pidana). Hubungan hukum yang hanya mengenai
hubungan antar orang perorangan satu sama lain, terletak masih di dalam bidang
hukum perdata. Tetapi dalam hubungan hukum menyangkut hubungan antara
orang sebagai perseorangan dan pernguasa, maka hubungan ini mulai menginjak
hukum public, dimana penguasa dapat melakukan tindakan-tindakan baik
korektif maupun mengurangi kebebasan dalam berusaha di bidang ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum pidana ekonomi adalah
sekumpulan peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang keharusan/kewajiban dan atau larangan, terhadap pelanggaran
mana diancam dengan hukuman.
BAB III
Sejarah Perkembangan Hukum Pidana Di Bidang Ekonomi Di Indonesia
Pada awal abad 19 berlaku di Negeri Belanda pendapat bahwa hukum
terletak hanay di dalam UU, hingga di luar UU bukanlah hukum (LEGISME).
Terbukti dengan diundangkannya beberapa UU di bidang ekonomi yang
menyebabkan para pengusaha dapat berkembang secara bebas tanpa hambatan
apapun, tetapi masih kurang memperhatikan keadaan para tenaga buruh
(liberalism). Dengan diundangkannya 2 buah buku, yaitu Kitab UU Hukum
Perdata dan Kitab UU Hukum Dagang (1848) sama seperti negeri Belanda, yang
bresifat liberal dan menganut asas hak milik kebebasan berdagang sebagai hak-
hak nmutlak.
Sejak mulai tahun 1919 terjadi perubahan yang memberlakukan golongan
TIMUR ASING, tujuan memperlakukan hukum yang sama ini terutama untuk
dapat menyesuaikan hubungan antara golongan yang menjadi penduduk Indonesia
dan pengusaha pedagang Eropa/Barat. Golongan TIMUR ASIN, khususnya china
dipergunakan sebagai pedagang perantara antara golongan pribimu (petani)
sebagai penghasil bahan-bahan baku bagi industry Negeri Belanda dengan
pengusaha pedagang Eropa.
Sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia telah mengalami perubahan, penghapusan, pergantian berbagai macam
peratuan hukum yang tidak sesuai lagi dengan PANCASILA dan UUD 1945.
Hukum yang berlaku di Indonesia yang tidak emenuhi kesadaran hukum rakyat
tidak dapat dipertahankan lagi, tetapi harus diberlakukan hukum nasional yang
mendasarkan pada kesadaran hukum rakyat dan yang sekaligus menunjang
-
7
pembangunan ekonomi. campur tangan pemerintah dalam usaha pencapaian
kemakmuran rakyatnya harus dilakukan demi mencapai tujuan nasional.
1. Hukum Pidana Positif di Bidang Ekonomi a. Pengertian
Tindak pidana di bidnag ekonomi berarti setiap perbuatan pelanggaran atas
kebijaksanaan negara di bidang ekonomi yang dituangkan dalam peraturan-
peraturan hukum yang memuat ketentuan pidana terhadap pelanggarannya.
b. Peraturan-peraturan yang berlaku Untuk pengedalian proses ekonomi telah dikeluarkan peraturan sesuai
dengan kepentingan dan tujuan negara :
(1) Zaman penduduk Belanda
Proses ekonomi di Indonesia selama pemerintah colonial Belanda
menggunakan pendekaran peningkaatan produksi bahan mentah untuk
kepentingan industry di negeri Belanda dan perluasan pasaran hasil
produks industry Belanda.
Berikut merupakan peraturan yang telah dikeluarkan Belanda menurut
sector dari proses ekonomi :
a. Sektor Ekspor - Crisis-Uitvoer Ordonnantie S. 1939 605 - Kapok- Belangen Ordonnantie S. 1935 165 - Ordonnantie Aetherische Olien S. 1937 601 - Krosok-Ordonnantie S. 1937 604
b. Sektor Impor - Crisis-Invoer Ordonnantie S. 1933 349 - Ordannantie Gecontroleerde Goederen S. 1948 144
c. Sektor Moneter - Indische Tariefwet S. 1873 351 - Ordonansi Bea (RO) S. 1882 240 - Ordanansi Devisa S. 1940 205
Peraturan-peraturan ini memuat cara pengaturan pengadilan pengawasan
terhadap :
1. Sumber pendapaan negara melalui impor dan ekspor 2. Lalu lintas devisa serta penggunaannya. d. Sektor Produksi dan Industri
- Bedrijfs Reglementerings-Ordonnantie S. 1946 86 - Ordonanntie Geconroleerde Goerderen S. 1948 144 - Rijst-Ordonanntie S. 1948 253 - Prijsbeheersings-Ordonanntie S. 1948 295 - Peraturan-peraturan yang tercantum dalam No. a, b, dan c.
Peraturan-peraturan ini mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap :
1. Peningkatan hasil produksi serta mutunya 2. Penyediaan/pengadaan serta pemasaran barang-barang hasil produksi
antara lain pangan dan bahan-bahan mentah untuk diekspor.
e. Sektor Perhubungan - Indische Scheepsvaartwet S. 1936 700 - Scheepsvaart Verordening S. 1936 703
-
8
Peraturan-peraturan ini memuat ketentuan mengenai pengangkutran
barang melalui laut.
(2) Setelah Merdeka Setelah merdeka sejak tahun 1945 pemerintah banyak turut campur tangan
dalam kemakmuran rakyat. Segala kegiatan pemerinth sebagian besar diarahkan
kepada pengaturan, pengawsan ataupun pengendalian kehidupan ekonomu bangsa
dan negara Indonesia.
Sejak tahun 1950 telah diciptakan berbagai macam peraturan yang memuat
kebijakasanaan untuk penyelenggaran usaha pencapaian tujuan nasional yaitu
masuarakat adil dan makmur. Sejak tanggal 1 Apri 1968 pemerintah memulai
dengan PELITA I sebagai tahap I dalam rangka pelaksanaan RENCANA
PEMBANGUNAN NASIONAL untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan pancasila di
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, digambarkan
oleh MPR didalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Dalam rencana pembangunan nasional ini pelaksanaan pembangunan di
bidang ekonomi mempunyai prioritas yang utama diantaranya bidang social dan
bidang umum. Peraturan memberikan arah dan dorongan kepada pembangunan
ekonomi dikeluarkan dalam bentuk hukum, hingga pengaturan, pengawasan, dan
pengendalian pelaksanaan usaha-usaha oleh pemerintah untuk mencapai
kemakmran rakyatnya mempunyai landasan konstitusionil, hingga tidak dianggap
sewenang-wenang.Peraturan tersebut terdiri atas ketentuan yang bersifat perdata,
administrative, dan pidana, sifat dimana ditentukan menurut kebutuhan.
BAB IV
Tindak Pidana Di Bidang Ekonomi
Dalam arti sempit jenis tindak pidana di bidang ekonomi disebut tindak
pidana ekonomi dan bersumber pada pasal 1 Undang-Undang Darurat No. 7
Tahun 1955 tentang Pengusutan penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi
yang ditetapkan sebagai Undang-Undang dengan sebagai Undang-Undang No.1
Tahun 1961 (LN. 1961 3) yang dapat terbagi atas 3 macam yaitu : a. Tindak pidana berdasarkan pasal 1 sub 1e.
Disini memuat ketentuan-ketentuan seperti ; pelanggatran di bidang lalu
lintas devisa, pelanggaran terhadap proses impor & ekspor, pelanggaran
terhadap izin usaha, pelanggaran oleh nahkoda, pelanggaran terhadap
ketentuan ekspor kapuk, pelanggaran ekspor minyak aether, pelanggaran
ketentuan ekspor hasil ubi-ubian, pelanggaran terhadap ketentuan ekspor
krosok.
b. Tindak pidana ekonomi berdasarkan pasal 1 sub 2e. Ditetapkan beberapa pelanggaran terhadap ketentuan pidana sebagai
tindak pidana ekonomi pasal 26, pasal 32, pasal 33.
Pelanggaran sesuatu ketentuan :
a. DALAM b. BERDASARKAN
-
9
Undang-undang lain, sekedar undang-undang itu menyebut pelanggaran itu
sebagai tindak pidana ekonomi. dari perumusan di atas terdapat 2 macam
ketentuan , yaitu :
a. Ketentuan dalam undang-undang lain Undang-undang yang bersangkutan harus memuat suatu ketentuan bahwa
pelanggran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dinyatakan sebagai tindak
pidana ekonomi.
Dapat ditafsirkan bahwa ketentuan ini memberikan kesempatan pembentuk
undang-undang yang lebih rendah (di luar DPR) membuat ketentuan peraturan
baru untuk menetapkan pelanggaran terhadap ketentuan dari undang-undang
tertentu sebagai golongan tindak pidana ekonomi. undang-undang yang telah ada
serta peraturan pelaksanaannya dapat dikaitkan pada undang-undang tindak
pidana ekonomi.
Beberapa peraturan yang tergologn dalam kategori ini adalah sebagai
berikut :
1. Undang-udanng no 11 tahun 1965 tentang penetapan PERPU no. 5 tahun 1962 tentang peruahan undang-undang no. 2 prp tahun 1962
tentang pergudangan (LN. 1962-31) menjadi undang-undang.
2. Surat keputusan Menteri Dalam Negeri Menteri Perdaganan Luar Negeri No. 109/MPDN/SK/65 tentang pelaksaan peraturan
perdagangan 1962
3. PERPU no. 8 tahun 1962 tentang peraturan perdagangan barang-barang dalam pengawasan (ditetapka menjadi UU dengan UU No. 7
Tahun 1969).
4. Peraturan pemerintah No. 11 tahun 1962 tentang pelaksanaan peraturan perdagangan barang-barang dalam pengawasan.
5. Surat keputusan Menteri Perdagangan No. 142/M/SK/1962, tentang pengangkutan barang-barang dalam pengawasan dalam daerah pabean
Indonesia.
b. Ketentuan berdasarkan undang-undang lain Peraturan yang memuat didalam ketentuan yang :
- Tersebut dalam pasal 1 sub 1e - Tersebut dalam pasal 1 sub 3e
Penggunaan kata berdasarkan memberikan juga wewenang legislative kepada
pembuat peraturan yang lebih rendah.
Peraturan jenis ini dapat juga dikemukakan antara lain :
- SK Menperdag No.64/KP/IV/69 tentang barang-barang pokok dalam pengawasan
- SK Menperdag No. 384/KP/XI/69 tentang ketentuan khusus penyimpanan padi/beras dalam gudang.
Dalam arti luas tindak pidana di bidang ekonomi adalah perbuatan
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dari peraturan-peraturan di bidang
ekonomi, pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang tidak termuat di
dalam undang-undang darurat No.7 tahun 1955 (peraturan pidana khusus
lainnya).
-
10
Perbuatan pelanggaran hukum yang menyangkut bidang ekonomi dapat
diperlakukan beberapa ketentuan KUHP, pelanggaran mana :
- Mempergunakan daya upaya surat-surat berharga dan warkat-warkat perbankan;
- Berhubungan dengan perdagangan, produksi dan distribusi yang kesemuanya memberikan pengaruh terhadap situasi dan perkembangan
ekonomi seperti moneter.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tindak pidana di bidang ekonomi
dalam arti luas dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu :
a. Tindak pidana di bidang ekonomi berdasarkan ketentuan pidana dalam peraturan khusus di bidang ekonomi.
b. Tindak pidana di bidang ekonomi yang dapat diperlakukan ketentuan pidana dalam KUHP.
Jenis tindak pidana terbagi dala 2 golongan :
1. Tindak pidana dengan menggunakan daya upaya/alat-alat a. Surat-surat berharga b. Warkat-warkat bank c. Fasilitas bank d. Sarana produksi e. Bahan-bahan pokok dalam pengawasan yang dapat merugikan
produksi dan distribusi serta prasarananya
2. Tindak pidana yang berhubungan langsung dengan perdagangan
BAB V
Tindak Pidana Ekonomi
Sebagai peraturan pidana khusus di samping KUHP, ketentuan-ketentuan
dalam UU No.7 tahun 1955 harus didahulukan dari pada ketentuan dari KUHP,
apabila terhadap suatu perbuatan pidana dapat juga iperlakukan ketentuan KUHP.
Dalam hal ini berlaku asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis sebagaimana tersirat juga dalam pasal 103 KUHP.
Penyimpangan, UU No. 7 Darurat tahun 1955 ini memuat asas-asas yang
menyimpang dari asas-asas yang dianut oleh KUHP, penyimpangan mana
membuktikan kekhasan dari undang-undang tersebut.
Perbedaan atau penyimpangan tersebut dapat diperinci sebagai berikut :
a. Perbedaan kejahatan dan pelanggaran antara kejahatan dan pelanggaran
1. Secara kualitatif Kejahatan adalah RECHTSDELICT
Pelanggaran adalah WERSDELICT
2. Secara kuantitatif Kejahatan diancam dengan hukuman penjara
Pelanggaran diancam dengan hukuman kurungan atau denda
Perbedaan dalam tindak pidana di bidang ekonomi didasarkan pada pasal 2 UU
No.7 Darurat tahun 1955, sebagai berikut :
a. Golongan I berdasarkan pasal 2 sub 1e Semua tindak pidana ekonomi dalam pasal 1 sub 1e bersifat kejahatan atau
pelanggaran apabila undang-undang yang bersangkutan menetapkannya.
b. Golongan II berdasarkan pasal 2 sub 2e
-
11
Semua tindak pidana ekonomi tercantum dalam 26, 32, dan 33.
c. Golongan II berdasarkan pasal 2 sub 3e Semua tindak pidana ekonomi ditetapkan sebagai kejahatan apabila
dilakukan dengan sengaja, dan pelanggaran apabila dilakukan dengan
kulpa atau tanpa sengaja
b. Perluasan berlakunya tindak pidana ekonomi Pasal 2 KUHP menyebut, bahwa ketentuan pidana dalam UU RI berlaku
bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah
Republik Indonesia.
Pasal 3 UU TPE memperluas pasal 2 KUHP dengan menyatakan, bahwa
perbuatan turut melakukan dilakukan di luar negeri dapat juga dihukum pidana. Ini berarti memperluas berlakunya samapi di luar RI dan
meninggalkan asas territorial.
Begitupun perbuatan turut melakukan suatu tindak pidana ekonomi yang dapat dihukum memperluas pengertian tindak pidana, berhubung
perbuatan turut melakukan dianggap sama dengan perbuatan melakukan suatu tindak pidana ekonomi dan diancam dengan hukuman yang sama.
Dengan dimikian tindakan turut melakukan ditingkatkan sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri atau tindak pidana yang sempurna.
c. Percobaan dan perbuatan hukum Ketentuan pasal 4 jelas menyimpang dari pasal 54 dan 60 KUHP, karena
pasal 4 menyebut tindak pidana ekonomu tidak memberdakan kejahatan
atau pelanggaran, yang berarti berlaku juga terhadap kejahatan. Meskipun
ditambah dengan ketentuan sekedar suatu ketentuan tidak menetapkan sebaliknya, pasal 4 tatap menyimpang dari ketentuan dalam pasal 54 dan 60 KUHP. Begitu pula apabila ketentuan tambahan tersebut tidak ada.
d. Peradilan in absentia Dalam hukum pidana umum tidak dikenal peradilan tanpa hadirnya
terdakwa, tetapi pasal 16 UU TPE menyebutkan ada 2 jenis orang yang
dapat diadili tanpa hadirnya orang-orang tersebut :
1. Ayat 1 menyatakan, bahwa orang yang telah meniggal dunia dapat dijatuhi hukuman.
2. Ayat 6 menyatakan, bahwa ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada permulaan kalimat dan di bawah a berlaku juga, apabila tindak pidana
ekonpmi itu dilakukan oleh seorang yang tidak dikenal.
Menurut hukum pidana umum/biasa peradilan tanpa hadirnya terdakwa
tidak dapat diselenggarakan.
e. Penyelesaian di luar acara (schikking) Penyelesaian di laur acara berarti penyelesaian perkara tanpa pengajuan
perkara di muka sidang pengadilan dengan cara melakukan pembayaran
denda yang telah disetujui oleh kejaksaan dan terdakwa. Hal ini dikenal
dengan denda damai, yaitu pembayaran sejumlah uang kepada negara sebagai ganti rugi yang timmbul oleh akibat perbuatan tersangka.
-
12
f. Pengadilan ekonomi Pengadilan perkara-perkara pidana ekonomi membutuhkan keahlian dalam
masalah-masalah ekonomi. untuk keperluan ini pada tiap-tiap pengadilan
negeri dibentuk pengadilan khusus yaitu pengadilan ekonomi yang terdiri atas hakim-hakim ekonomi serta dibantu oleh panitera ekonomi,
dimana sebagai penuntut umum bertindak seorang jaksa ekonomi yang
juga memiliki keahlian dalam penuntutan perkara pidana ekonomi (pasal
35 UU TPE)
Perkara tindak pidana ekonomi dan tindak pidana korupsi tidak boleh
diperiksa dan diadili secara bersamaan oleh Pengadilan Negeri tetapi harus
diajukan ke muka pengadilan yang berwenang bagi masing-masing jenis
perkara, yaitu perkara korupsi oleh pengadilan negeri dan perkara tindak
pidana ekonomi oleh pengadilan ekonomi (pasal 35 ayat 2)
g. Hukum acara pidana ekonomi Penyidikan
Ketentuan UU TPE mengenai hukum acara memperlengkapi atau
menambah wewenang penyidikan di dalam RIB yang berlaku ketentuan
penyedikan dalam tindak pidana ekonomi.
Perluasan wewenang penyidikan dalam UU TPE tersebut dapat diperinci
dengan :
- Penyitaan - Penggeledahan - Wewenang pelengkap
Penuntutan
Dilakukan oleh jaksa ekonomi sebagaimana disesuaikan dengan UU
Pokok Kejaksaan pasal 2 ayat 1b. pasal 35 UU TPE menyatakan hanya
jaksa ekonomi yang berwenang melakukan penuntutan sesuai dengan asas
spesialis sebagai konsekuensi dan differensiasi tugas berdasarkan
organisasi modern. Jaksa ekonomi berbeda dengan jaksa biasa.
h. Subyek tindak pidana ekonomi Di samping perseorangan, badan hukum atau koperasi dapat juga
melakukan tindak pidana ekonomi dan dapat dijatuhi hukuman pidana.
Badan hukum seperti perseroan, perserikatan orang atau yayasan dapat
juga dipertanggungjawabkan atas tindak pidana ekonomi yang dilakukan
oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan-badan tersebut.
Dalam penuntutan badan tersebut dilakukan oleh salah seorang
pengurusnya, dan dipertanggungjawabkan kepada pengurusnya.
Kenyataannya badan tersebut mempunyai kehendak yang dinyatakan
dalam bentuk keputusan melalui alat-alatnya seperti rapat
direksi/pengurus, rapat anggota, rapat pemegang saham, rapat perwakilan,
rapat dewan, dan sebagainya.
Apabila badan ini dihukum oleh hukum diberikan haak untuk dapat
melakukan perbuatan sebagai orang dengan perantaraan alat-alatnya, dapat
juga terjadi bahwa tindakan dari badan tersebut sengaja ataupun tidak
sengaja yang dilakukan oleh orang yang menjadi alat dari badan tersebut
adalah salah atau melanggar ketentuan dalam peraturan pidana.
-
13
i. Hukuman Dalam hukuman yang diancampak terhadap setiap jenis tindak pidana
ekonomi, hukuman badan dan hukuman denda tetap merupakan hukuman
pokok yang memegang peran penting dan menempati pula posisi
terpenting.
Hukuman yang berat ini memberikan sifat yang seram kepada hukuman
terhadap setiap tindak pidana ekonomi.
Disamping hukuman pokok, hukuman tambahan tidak lah kalah penting,
mempunyai kedudukan dan peranan yang lebih penting daripada dalam
hukuman pada tindak pidana umum, kecuali hukuman yang berupa pidana
tersebut diatas dapat diketemukan juga secara materiil hukuman yang
berupa administrative, perdata dan organisator.
Hukuman tambahan
Hukuman tambahan mempunyai posisi juga yang pentinga dalam hukum
pidana ekonomu dan dapat dikenakan baik terhadap kejahatan maupun
pelanggaran. Hukuman tambahan dalam pasal 7 ayat 1 dapat diperinci
sebagai berikut :
- Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 KUHP - Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si terhukum dimana dilakukan selama satu tahun
- Perampasan - Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atu penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau
dapat diberikan kepada si terhukum oleh pemerintah untuk waktu
selambat-lambatnya dua tahun
- Pengumuman keputusan hakim Perampasan
Timbul wewenang penyitaan bagi para penyidik dan para jaksa/penuntut.
Perampasan mempunyai tujuan :
- Penghentian berlangsungnya suatu tindak pidana ekonomi - Pencegahan barang-barang pokok menjadi rusak ataupun tidak manfaat
bagi kehidupan ekonomi negara.
Dengan perampasan ini barang-barang tersebut menjadi milik negara,
pemilikan mana bertujuan agar penyampaian atau pendistribusian barang
tersebut kepada masyarakat terjamin.
Harga lawan
Dapat diartikan sebagai harga barang pada suatu waktu tertentu misalnya
surat berharga, uang dollar. Lebit tepat jika dipergunakan istilah nilai
lawan.
Termasuk perusahaan di terhukum
Dapat diartikan mencakup seluruh kekayaan perusahaan termasuk barang-
barang pihak ketiga yang terdapat di dalam perusahaan tersebut.
Tindak pidana tertib
UU TPE menambahkan suatu jenis hukuman yaitu hukuman tambahan
dalam bentuk tindakan tata tertib yang tidak terdapat dalam KUHP, hal
mana merupakan tindakan atau tata tertib yang pada hakekatnya
-
14
menunjukan aspek bestuur-rechtelijk dan yang dapat dikenakan di samping hukuman tambahan lainnya.
Pengampuan
Menempatkan perusahaan dalam pengawasan, semua kegiatan perusahaan
diawasi secara ketat guna menghindarkan dilakukan pelanggaran kembali
yang dapat merugikan kehidupan ekonomi negara. Pengampuan dapat
berlangsung dalam 3 tahun dalam hal kejahatan dan selama 2 tahun dalam
pelanggaran ekonomi (pasal 8 sub a)
Pembayaran uang jaminan
Merupakan pembayaran denda bersyarat. Terhadap uang jaminan bersifat
hukuman denda bersyarat huungan jumlah uang yang telah dibayar akan
menjadi miliki negara, apabila satu syaratnya yang telah ditetapkan tidak
dipenuhi.
Pencabutan keuntungan
Diwajibakan melakukan sejumlah uang yang diambil dicabut dari
keuntungan yang ditaksir telah diperoleh dari suatu tindak pidana yang
dilakukan oleh si terhukum.
Keuntungan yang diperoleh dari perbuatan melanggar hukum tersebut
dianggap merugikan masyarakat, setidak-tidaknya merugikan negara
berhubungan dapat mengacaukan kelancaraan kehidupan ekonomi negara.
BAB VI
Tindak Pidana Di Bidang Ekonomi Lainnya
Tindak pidana dapat terjadi dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan, tidak
hanya beberapa saja. Bahkan ada beberapa peraturan khusus yang mengatur
mengenai tindak pidana terkait bidang ekonomi. Pengaturan mengenai tindak
pidana di bidang ekonomi tersebut tersebar diberbagai pasal dalam masing-masing
peraturan-peraturan khusus, diantaranya sebagai berikut:
1. Peraturan Khusus. a. Pasal 30, 32, 36, 37, 38, 39 dan Penjelasan Pasal 1, 8, 38, 39, 36
Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan.
b. Pasal 2, 3, 4, 5, 12, 14, 15, 16 dan Penjelasan Pasal 3, 4 ayat 1, 4 ayat 2, 4 ayat 3, 5 ayat 1, 5 ayat 5 Ordonasi Lautan Teritorial dan
Lingkungan Lautan Larangan 1939 L.N. 1939 No. 442.
c. Pasal 44, 45, 46 Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (UUHC).
d. Pasal 1 dan 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi L.N. 1971 No. 19.
e. Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang No. 11 PNS 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversif, L.N. 1963 No. 101.
f. Pasal 13, 14, 15, 16 dan 17 Ordonasi Tera 1949 S. 1949 No. 175. 2. K. U. H. P.
a. Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Pasal 378 (Penipuan), unsur-unsur didalamnya adalah:
Objektif:
Membujuk/menggerakkan orang lain agar orang lain; menyerahkan
sesuatu barang, membuat hutang, menghapus piutang dengan
-
15
menggunakan alat pembujuk; nama palsu, rangkaian kata-kata bohong,
dan tipu muslihat.
Subjektif:
Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain,
dengan melawan hukum.
Perbuatan yang dilakukan:
Mengajukan permohonan kredit dan memperolehnya dengan
mempergunakan surat-surat, jaminan fiktif, tanpa jaminan, jaminan
berulang, surat-surat tanah yang palsu (seperti: sertifikat palsu), surat
jaminan bank palsu, proyek fiktif, dan proyek yang telah mendapatkan
kredit, baik dengan perbuatan menunjukkan surat-surat itu (secara tipu
muslihat) maupun dengan pernyataan atas kebenaran hal-hal tersebut
(dengan berbohong). Selain itu, perbuatan yang sering dilakukan
adalah dengan mengajukan untuk dibayar surat-surat atau warkat bank
dengan menggunakan surat berharga yang telah dipalsukan seperti;
surat perintah pembayaran, surat perintah pemindahbukuan, dan surat
transfer.
Aturan mengenai tindak pidana terkait perbankan telah diatur dalam
Pasal 263, 372, 374, 378, 379a. KUHP dan Pasal 1 Undang-Undang
No. 3 Tahun 1971 mengenai pemerantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan, dalam melakukan perbuatan penyerahan barang yang
dilarang, maka perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Menggerakkan agar menyerahkan (Bewegen tot afgifte), bahwa penyerahan sesuatu yang telah terjadi sebagai akibat
dipergunakannya daya upaya, harus didorong dengan adanya
pengaruh.
Daya upaya, dipergunakan dalam perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang. Pertama dengan
rangkaian kata-kata bohong, tidak perlu adanya tindakan tetapi
hanya menciptakan suatu rangkaian cerita yang logis dan dapat
diterima. Kedua dengan tipu muslihat, hanya dengan
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan semestinya
secara nyata dapat dilihat tanpa perlu merangkai cerita.
Maksud (Cogmerk) adalah tujuan terdekat, tidak ada tindakan yang perlu dilakukan lagi untuk mendapatkan
keuntungan secara melawan hukum.
Menguntungkan secara melawan hukum. Suatu keuntungan tidak wajar/patut menurut pergaulan masyarakat apabila hal ini
bertentangan dengan kepatutan yang berlaku di dalam
kehidupan masyarakat, pada keuntungan masih melekat
kekurang patutan dari cara bagaimana memperolehnya.
Cek kosong, daya upaya yang umum dipergunakan adalah tipu muslihat.
Berikut salah satu gambaran mengenai kasus tindak pidana perbankan:
Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri, A telah
menggerakkan seorang pemilik toko untuk menyerahkan kepada A
barang-barang, sehingga dengan penyerahan sehelai cek kosong yang
-
16
memuat secara nominal jumlah besar uang sebagai pembayarannya.
Terdakwa A telah menggunakan tipu muslihat yang menimbulkan
kepercayaan atau sangkaan pada si korban bahwa ia aka menerima
jumlah uang pembayaran dari harga barang penyerahan itu, dengan
penunjukkan suatu cek oleh A yang kemudian diterima oleh si korban,
cek mana setelah diajukan untuk diuangkan pada bank bersangkutan,
ternyata tidak cukup tersedia dananya. Sehingga oleh bank yang
bersangkutan ditolak pada waktu pencairannya, sedangkan A telah
mengetahui sebelumnya, bahwa ia tidak memiliki sebanyak jumlah
uang yang tercantum dalam cek tersebut dan iapu tidak mempunyai
kredit pada bank tersebut, cek mana telah diberikan kepada si korban
sebagai pembayaran. Pengadilan Negeri di Belanda akhirnya memutus
bersalah pada A (terdakwa), begitu pula pada pengadilan tingkat
banding (Pengadilan Tinggi) dan pada Mahkamamah Agung.
Berpedoman pada uraian Pasal 378 KUHP dan Arrest H.R. tanggal 1
November 1920 dapatlah ditetapkan bahwa menggerakkan seseorang untuk menyerahkan sesuatu barang dengan penggunaan cek kosong
dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, dapat dikwalifisir sebagai penipuan. Sebagai contoh yang tidak dapat dikwalifisir sebagai tindak pidana
adalah mengenai kasus berikut:
Apabila si penjual dalam penerimaan cek sebagai penbayaran tersebut
mengetahui bahwa cek pada saat diterimanya tidak ada dananya (cek
mundur) dan penerima cek kemudian pada tanggal yang tertera dalam
cek tetap tidak dapat mencairkannya ceknya, berhubung tetap tidak
dananya dalam rekening penarik/pembeli, maka dalam hal ini penerima
cek atau penjual sudah dapat menduga akan risiko ini, hingga
karenanya ia terpedaya oleh peristiwa tersebut. pada umumnya penjual
atau penerima cek mundur itu menerima cek dengan nilai nominal yang
berjumlah lebih tinggi dari pada jumlah harga yang harus diterimanya.
Di luar perbuatan diatas, penggunaan cek atau giro bilyet mundur
bersifat pidana, meskipun cek itu tidak dapat dicairkan (diuangkan) atau
bilyet giro itu, tidak dapat di clearingkan, berhubung risiko untuk tidak
dapat mencairkannya harus sudah dapat diperhitungkan oleh penerima
cek atau bilyet giro mundur itu pada saat penerimaan. Dalam hal ini,
penerima cek atau gilyet biro itu mengetahui, bahwa pada saat
penarikan cek atau bilyet giro itu tidak atau tidak mempunyai cukup
dana dalam rekening.
Pasal 379b KUHP
Objektif:
- Menjadikan mata pencaharian - Menjadikan kebiasaan - -membeli barang-barang
Subyektif:
Dengan maksud tanpa membayar sepenuhnya untuk dapat menguasai
barang-barang tersebut bagi dirinya atau orang lain.
-
17
Perbuatan ini adalah bentuk perbuatan penipuan. Perbuatan penipuan
umumnyaterjadi banyak sekali dalam kegiatan perdagangan, khususnya
dalam kegiatan lalu-lintas pembayaran.
Dalam setiap perjanjian jual beli secara kredit (hutang) si pembeli tidak
melunasi sepenuhnya pembayaran dalam pembelian, hingga ia
melakukan wanprestasi. Dan ia memang mempunyai kehendak untuk
melakukan wanprestasi tersebut pada setiap perjanjian d.p.l. ia
bermaksud tidak akan mentaati sepenuhnya setiap perjanjian sebelum
mengadakan perjanjiannya. Dalam hal ini, perjanjian jual beli tidak
batal, tetapi tetap berlangsung d.p.l. wanprestasi dari pembeli itu tidak
mengurangi berlakunya perjanjian itu, sedangkan dalam pasal 378
KUHP perjanjian batal menurut hukum karena dilakukannya tindakan
tipu muslihat itu.
b. Tindak Pidana di Bidang Produksi dan Distribusi. Bidang Produksi: Dapat terlihat dalam Pasal 378 (Penipuan) dan Pasal
372 (Penggelapan) KUHP.
Bidang Distribusi: Sama halnya dengan bidang produksi, hanya objek
perbuatannya adalah barang hasil produksi atau hasil pengadaan.
c. Tindak Pidana di Bidang Perdagangan Kecuali penipuan dalam arti sempit sebagaimana dirumuskan dalam
pasal 378, terdapat juga dalam Bab XXV penipuan beberapa perbuatan
yang bersifat penipuan yang langsung berhubungan dengan
perdagangan. Diantaranya pada Pasal 380 (1) angka 1 (Pemalsuan
Tanda) dan angka 2, Pasal 381(Penipuan Asuransi), Pasal 382
(Penipuan dalam asuransi), Pasal 382 bis (Persaingan curang), Pasal
383 (Penipuan dalam jual beli), Pasal 386 (Pemalsuan barang), Pasal
383 bis (Penjualan beberapa kali konosemen yang sama), Pasal 387
(Penipuan dalam pemborongan), Pasal 392 (Penipuan dalam
perdagangan perseroan), Pasal 393 (Pemalsuan barang), serta Pasal
378 (Penipuan).
PENJELASAN
Pengertian Pemalsuan: Dalam penipuan dengan mempergunakan barang palsu,
perlu diberikan kejelasan, bahwa perbuatan pemalsuan barang saja tidak
merupakan tindak pidana.
1. Kejahatan Pemalsuan Perbuatan pemalsuan merupakan pertama-tama suatu jenis pelanggaran
terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh
keuntungan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Oleh karena itu,
perbuatan pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap
2 (dua) norma dasar:
- Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan;
- Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban umum.
-
18
Peningkatan penggunaan berbagai barang, tanda tulisan/surat yang
jaminan keasliannya/kebenarannya dibutuhkan oleh masyarakat,
mengakibatkan timbulnya perbuatan pemalsuan. Dan peningkatan
permintaan akan barang-barang kebutuhan hidup akan menambah
kemungkinan/kesempatan terjadinya perbuatan pemalsuan yang tidak
hanya atas barangnya sendiri, tetapi juga terhadap merek, tanda dan
suratnya yang dibutuhkan untuk memberikan jaminan akan
kebenaran/keaslian atas asal barang tersebut.
Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi perkosaan
terhadap jaminan/kepercayaan dalam hal:
- Pelakunya mempunyai niat/maksud mempergunakan sesuatu barang yang tidak benar dengan menggambarkan keadaan barang yang tidak
benar itu seolah-olah benar, hingga orang lain percaya bahwa brang
tersebut adalah benar atau asli dan karenanya orang lain terpedaya.
- Unsur niat/maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain
- Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya umum yang khusus dalam pemalsuan tulisan/surat dan sebagainya
dirumuskan dengan mensyaratkan kemungkinan kerugian dihubungkan dengan sifat dari pada tulisan/surat tersebut.
2. Pemalsuan Barang Pada perbuatan pemalsuan barang sebagaimana dicantumkan dalam pasal
386 niat/maksud untuk mempergunakan barang yang dipalsu saja dianggap tidak cukup untuk menguhukum perbuatan tersebut, tetapi
disyaratkan bahwa barang tersebut:
- Dijual; - Ditawarkan untuk dijual; - Diserahkan
3. Pemalsuan terhadap Hasil Karya Manusia Perlindungan atas hak manusia sebagai pencipta terhadap pemalsuan atas
ciptaannya terdapat dalam Pasal 380 KUHP. Beberapa perbuatan yang
dapat dihukum adalah sebagai berikut:
- Menaruh tanda atau menempelkan secara palsu suatu nama atau tanda pada;
- Memalsu nama asli atau tanda asli dalam; Karya kesusasteraan, ilmu pengetahuan, kesenian atau kerajinan
dengan maksud, agar dapat dipercaya, bahwa karya tersebut berasal
dari seseorang yang nama dan tandanya ditaruh atau dilekatkan pada
karya tersebut.
Selain itu, terdapat tindak pidana lainnya, yaitu tindak pidana terhadap
hak oktrooi dan hak merek.
BAB VII
Beberapa Tanggapan Mengenai Hukum Pidana Di Bidang Ekonomi
1. Istilah hukum pidana di bidang ekonomi
-
19
Dalam literatur dapat diartikan mengenai hukum pidana ekonomi,
yaitu sebagai berikut:
Hukum pidana ekonomi adalah sejumlah peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang memuat keharusan-keharusan/kewajiban-kewajiban dan
atau larangan-larangan, terhadap pelanggaran mana dikenakan ancaman
hukuman. Hukum pidana ekonomi hanya menguasai sebagian dari seluruh kehidupan manusia di dalam suatu negara, yaitu bidang kehidupan
ekonomi, sedangkan hukum pidana umum meliputi seluruh bidnag
kehidupan manusia seperti bidang politik, sosial, budaya, dan ekonomi.
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan di dalam peraturan-
peraturan itu dinyatakan sebagai tindak pidana ekonomi. Hukum pidana
ekonomi timbul, apabila ketentuan-ketentuan pidana ditetapkan dalam
peraturan yang mengatur proses ekonomi. Ini dapat terjadi, apabila hukum
yang bersifat mengatur tidak mampu menertibkan jalannya proses
ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan pendapat, bahwa
penggunaan istilah hukum pidana ekonomi dan tindak pidana ekonomi
terlalu sempit. Lebih tepat dipergunakan istilah-istilah hukum pidana di
bidang ekonomi, yang bersumber pada seluruh peraturan-peraturan di
bidang ekonomi yang memuat ketentuan-ketentuan pidana. Sehingga
semua pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana dalam peraturan-
peraturan tersebut merupakan tindak pidana di bidang ekonomi termasuk
tindak pidana ekonomi.
2. Eksistensi hukum pidana di bidang ekonomi a. Sumber hukum pidana di bidang ekonomi
Sebagaimana dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, bahwa
selain KUHP diakui juga adanya peraturan pidana khusus, sehingga
peraturan pidana di bidang ekonomipun diakui eksistensinya sebagai
peraturan pidana khusus. Ini merupakan bukti, bahwa KUHP tidak
dapat lagi memberikan penyelesaian mengenai masalah terkait
perbuatan pidana yang timbul karena perkembangan masyarakat,
khususnya pertumbuhan di bidang ekonomi di dalam masyarakat
Indonesia. Pembentukan peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang
memuat ketentuan-ketentuan pidana itu sudah barang tentu disesuaikan
dengan situasi kondisi pada saat itu. Oleh karena itu, peraturan di
bidang ekonomi baik yang memuat maupun yang tidak memuat
ketentuan-ketentuan pidana tersebut adalah peka sekali terhadap
perubahan, penggantian atau pencabutan/penghapusan. Dalam
prakteknya, UU No. 7 Darurat tahun 1955 dan semua peraturan-
peraturan di bidang ekonomi yang memuat ketentuan-ketentuan pidana
merupakan sumber hukum pidana di bidang ekonomi.
b. Law enforcement 1. Pada umumnya peraturan-peraturan di bidang hukum pidana
ekonomi memberikan wewenang pengawasan atas ketaatan
masyarakat pada ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut
serta penindakan terhadap pelanggarannya, pertama-tama kepada
para pejabat tertentu dari instansi-instansi yang berhubungan
dengan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi. Para penegak hukum
-
20
berkewajiban untuk melakukan usaha-usaha untuk mencegah dan
menindak pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut,
apabila para pejabat tertentu dari instansi yang memiliki wewenang
khusus kurang mamapu atau meminta bantuannya atau tidak ada di
tempat kejadiannya. Dalam hal ini, para penegak hukum
berkewajiban untuk sebelumnya atau kemudian berkonsultasi
dengan insatansi-instansi yang bersangkutan dengan tujuan untuk
meniadakan kesimpangsiuran, ataupun meniadakan pertentangan
dengan kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah cq. Instansi
yang bersangkutan, baik yang bersifat preventif maupun represif.
Dengan demikian, penindakan terhadap pelanggaran di bidang
ekonomi harus dilakukan lebih berhati-hati ataupun waspada
terhadap akibat tindakan yang mungkin dapat menibulkan kerugian
lebih besar bagi orang banyak dari pada seorang perseorangan.
2. Penegakkan atas peraturan-peraturan di bidang ekonomi seringkali tidak dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan, pembuat peraturan-
peraturan tersebut tidak menyertakan atau menyusulkan peraturan-
peraturan pelaksanaannya. Kewenangan untuk membuat peraturan-
peraturan pelaksanaan atas suatu peraturan perundang-undangan
terkadang diserahkan juga kepada pembuat-pembuat peraturan
yang lebih rendah lagi sebagaimana ditetapkan di dalam salah satu
pasal dari peraturannya. Sifat temporair dari peraturan di bidang
ekonomi, telah membuat para pembuat peraturan yang lebih rendah
itu kemudian melupakan atau kurang memberikan perhatian lafi
pada peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan.
3. Pembangunan hukum Peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang memeuat
ketentuan-ketentuan pidana akan bertambah banyak sesuai dengan
kebutuhan disebabkan perkembangan masyarakat. Hukum pidana
ekonomi merupakan satu kumpulan perundang-undangan yang
memeuat ketetentuan pidana tersusun dalam satu ordening sebagai
suatu hukum pidana khusus. Pembentukan atas peraturan-peraturan
baru di bidang ekonomi tersebut didasarkan atas cita-cita pokok
dalam rencana pembangunan nasional, khususnya pembangunan
ekonomi.
Penyimpangan-penyimpangan dalam azas-azas pokoknya
membuktikan, bahwa hukum pidana ekonomi merupakan hukum
eksepsionil terhadap hukum pidana yang dikodifikasikan. Hukum
pidana ekonomi tersebut memberikan landasan dan pengaruh
terhadap perkembangan ilmu hukum dan yurisprudensi.
4. Pendidikan Negara-negara di dunia pada saat ini berkelompok menurut
kepentingan ekonominya masing-masing dan melepaskan
kepentingan ideologinya. Hukum pidana di bidang ekonomi
memerlukan arah atau pedoman dalam penerapannya oleh para
pelaksana maupun para penegak hukum yang pada saat ini kurang,
bahkan tidak memahaminya.
-
21
Untuk mengatasi kekuarang-mampuan para pemakai peraturan-
peraturan di bidang ekonomi, sudah semestinya diadakan
perencanaan peningkatan pengetahuan akan peraturan-peraturan di
bidang ekonomi serta azas-azasnya yang dianut di dalam
lingkungan instansi-instansi tersebut, peningkatan mana
memberikan kemampuan bertindak secara tepat dan tegas dalam
setiap pelanggaran hukum di bidang ekonomi.
BAB VIII
Penutup
Hukum pidana di bidang ekonomi merupakan sarana penting bagi usaha
pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang tidak ada hentinya dalam
mencapai tujuan nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur. Tanpa sarana
peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang memuat ketentuan-ketentuan pidana
dalam beberapa hal Pemerintah dengan alat perlengkapannya akan mengalami
kesulitan dalam pengamanan atau pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya
pembangunan ekonomi.
Hukum pidana di bidang ekonomi bersumber pada sekumpulan peraturan-
peraturan yang banyak jumlahnya, tetapi cerai-berai tidak tersusun, tidak
sistematis dan karenanya tidak memberikan gambaran yang jelas. Selain itu, para
penegak hukum juga kurang memiliki pengetahuan tentang hukum pidana di
bidang ekonoomi, hal mana disebabkan ketiadaan pendidikan terkait hukum
pidana di bidang ekonomi yang memadai. Oleh karena itu masih banyak hal yang
harus dikembangkan serta diperbaiki lagi terkait dengan hukum pidana di bidang
ekonomi, khususnya di Indonesia.
Lampiran Buku
Tindak Pidana Ekonomi merupakan suatu tindakan pidana yang
mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi penting dalam
masyarakat atau pekerjaannya.
Tindak pidana ekonomi sering dikaitkan dengan Kejahatan Ekonomi,
kejahatan ekonomi merupakan setiap perbuatan yang melanggar peraturan
perundang-undangan dalam bidang perekonomian dan bidang keuangan serta
mempunyai sanksi pidana.
Tindak pidana mempunyai beberapa unsur menurut Conklin, yaitu :
Suatu perbuatan hukum yang diancam dengan sanksi pidana
Dilakukan oleh seorang atau korporasi di dalam pekerjaannya yang sah atau di dalam pencarian/usahanya dibidang industry atau
perdangan
Untuk tujuan memperoleh uang atau kekayaan, memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi.
-
22
Dalam kesehariannya atau pun prakteknya, dapat dilihat beberapa tindak
pidana ekonomi. Contoh-contoh tindak pidana ekonomi yang sering bermunculan
di berita maupun tidak yaitu sebagai berikut :
1. Pelanggaran penghindaran pajak 2. Penipuan atau kecurangan di bidang perkreditan (credit fraud) 3. Penggelapan dana-dana masyarakat (embezzlement of public founds)
dan penyelewengan dana-dana masyarakat (misappropriation of public
founds)
4. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan keuangan (violation of currency regulations)
5. Spekulasi dan penipuan dalam transaksi tanah (speculation and swindling in land transactions) serta penyelundupan (smuggling)
6. Delik-delik lingkungan (Environmental offences) 7. Menaikkan harga (overpricing) serta melebihi harga faktur (over
invoicing), juga mengekspor dan mengimpor barang-barang di bawah
standard an bahkan hasil-hasil produksi yang membahayakan
8. Eksploitasi tenaga kerja 9. Penipuan konsumen. Di dalam sumber ini yang kami resume untuk tugas akhir perbankan,
mencakup peraturan-peraturan yang mengatur tentang tindak pidana ekonomi
beserta penjelasan-penjelasannya yang merinci. Buku ini juga merinci tentang hak
& kewajiban para pelaku kegiatan ekonomi yang bila dilanggar, akan dikenakan
sanksi.
Contoh-contoh dan jenis-jenis tindak pidana ekonomi dijelaskan di dalam
buku ini beserta peraturan-peraturannya. Mulai dari bentuk pelanggaran yang
berupa Ordonansi Bea, tindak pidana di bidang impor dan ekspor dalam
Ordonansi Bea. Tidak hanya penjelasan secara kulit saja, namum juga dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya terlebih dahulu, serta cara-cara
penyelundupan tersebut.
Di dalam sumber ini juga dijelaskan tentang denda damai, dalam denda
damai ada yang disebut Lembaga Damai, lembaga damai merupakan lembaga
penyelesaian perkara pelanggaran di bidang ekspor dan impor di luar pengadilan.
Secara menyeluruh, isi sumber sudah sangat jelas dan rinci, sehingga isi &
maksud buku ini dapat dipahami oleh pembaca agar dapat memahami peraturan-
peraturan mengenai Tindak Pidana Ekonomi, urut dari jenis-jenisnya, hak dan
kewajibannya, pengertian-pengertian segala macam istilah-istilahnya, serta
konsekuensi-konsekuensinya yang berupa sanksi-sanksi, hukuman pidana penjara,
serta denda-denda yang harus dibayar bila melakukan Tindak Pidana Ekonomi.
Lampiran Buku
Resume Undang-Undang no. 32 Tahun 2004
Di dalam sumber berikut, yaitu Undang-undang no. 32 Tahun 1964
tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa Negara, berisi pengaturan-pengaturan yang
menetapkan hal-hal tentang lalu lintas devisa Negara Republik Indonesia. Tujuan
dibuatnya Undang-undang ini yaitu dalam rangka menyusun perekonomian pada
taraf Nasional Demokratis menuju kearah pembangunan Negara dan Masyarakat
Sosialis Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila sebagaimana
-
23
digariskan dalam Manifesto Politik dan Deklarasi Ekonomi, perlu diganti
peraturan-peraturan/ketentuan-ketentuan yang diwarisi dari kekuasaan colonial.
Selain itu, tujuan lainnya adalah karena devusa merupakan salah satu alat
dan sumber pembiayaan yang penting untuk Negara dan oleh karena itu persoalan
lalu-lintas devisa perlu diatur secara sebaik-baiknya untuk memperlancar lalu-
lintas perdagangan/pembayaran dengan luar negeri dan tercapai maksud
pengerahan dana dan daya dari seluruh masyarakat.
Serta bahwa Devizen Ordonnantie 1940 dan Devizen Verordening 1940 menurut sifatnya dan maknanya bertentangan dengan peraturan devisa yang diperlukan pada tingkat Revolusi Indonesia dewasa ini, dan berhubung dengan itu
perlu diganti dengan peraturan, devisa baru untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yg
dibahas diatas.
Unsur-unsur tentang lalu lintas devisa Negara dalam undang-undang ini
diatur berdasarkan beberapa bab, bab pertama yaitu tentang Ketentuan Umum, di
bab ini berisi tentang istilah-istilah yang penting untuk menjalankan undang-
undang ini. Istilah-istilah tersebut dijelaskan secara umum sehingga pembaca
tidak mengalami kesulitan dalam memahami peraturan-peraturan yang ada dalam
undang-undang tersebut. Istilah istilah yang dimaksud yaitu seperti Dewan, Biro, Devisa, Effek, Impor, dan lain-lainnya.
Selanjutnya, dalam bab-bab berikutnya, mengatur tentang berbagai hal
yang perlu pengaturan dalam permasalahan Lalu Lintas Devisa Negara, seperti
Penguasaan Devisa oleh Negara, Dana-Devisa, Badan Lalu-lintas Devisa dan Biro
Lalu lintas Devia, Ekspor Barang dan Pemberian Jasa, Impor Barang dan
Penerimaan Jasa Dari Luar Negeri atas Beban Dana Devisa, Penguasaan Devisa
Yang Tidak Diharuskan Untuk Langsung Diserahkan Kepada Dana Devisa, dan
selanjutnya dijelaskan lebih lengkap lagi dalam Undang-undang No. 32 Tahun
1964 ini.
Namun dengan sejalannya waktu perkembangan, Undang-undang Nomor
32 Tahun 1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa Negara Republik Indonesia
ini dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan keadaan,
oleh karena itu, Pemerintah mengadakan pembaruan undang-undang.
Undang-undang yang menggantikan yaitu Undang-undang Nomor 24
Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar. Tujuannya
muncul Undang-undang ini yaitu karena kesinambungan pembangunan nasional
harus dipelihara berdasarkan keadilan yang merata dan diarahkan untuk
terwujudnya perekonomian nasional yang bernafaskan kerakyatan, mandiri,
handal, dan mampu bersaing dalam kancah perekonomian internasional yang
ditunjang dengan sistem devisa dan sistem nilai tukar yang dapat mendukung
tercapainya stabilitas moneter guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
-
24
2.2 RESUME REFERENSI BUKU UTAMA ASING: MYSTERY OF
BANKING USA
Judul Buku : Mystery of Banking USA, Second Edition, 2008
Pengarang : MURRAY N. ROTHBARD
Penerbit : Ludwig von Mises Institute
Tempat Terbit : Auburn, Alabama, USA
BAB I
Uang: Kegunaannya dan Asalnya
Dewasa ini, persedian uang meliputi financial pres. Setiap jumat, investor
sangat khawatir pada saat melihat pergerakan uang di akhir pecan dan Wall Street
akan berubah entah menjadi tinggi atau rendah pada saat hari Senin. Apabila
persedian uang di negara tersebut meningkat, maka nilai tukar uang tersebut
terhadap mata uang lainnya tidak akan setinggi persediannya uang tersebut,
dengan kata lain ketersedian uang itu berbanding terbalik dengan nilai tukar
dengan mata uang lainnya.
Perhatian mengenai ketersedian uang ini sebenarnya merupakan hal baru,
karena pada era 1970 an, pembicaraan tersebut tidak pernah diperbincangkan
selama beberapa decade belakangan karena pada saat itu orang lebih banyak
membicarakan megnenai Peraturan yang ada di suatu negara. Dalam pencetakan
uang maka uang kertas tersebut dicetak pada Federal Reserce Bank dan dalam
uang itu tertulis this note is legal tender for all debts, public and private Implikasi yang membingungkan itu termasuk mencek deposit sebagai
bagaian dari ketersedian uang di dalam bang yang termasuk pembuatan uang.
Pada abat ke 19 mengenai keterikatan atau tidak mengenai bank privat atau
deposit yang harus dimasukkan ke dalam persedian uang. Menurut David Ricardo
yang berasal dari UK, maka deposit itu sendiri bukan termasuk ke dalam
persediaan uang.
Menurut Ludwig von Mises yang mendemonstrassikan pengertian ini pada
tahun 1912, ia mengatakan bahwa uang tidak bisa berasal dari permintaan negara
atau berasal dari sosial kontrak yang disetujui oleh para penduduk, uang harus
berasal dari suatu proses yang disebut free market.
Sebelum dunia mengenal pembayaran melalui uang, maka sistem
pembayaran yang ada adalah dengan menggunakan barter. Barter adalah salah
satu pembayaran dimana setiap orang akan menukarkan barang-barang yang ia
miliki dengan barang yang ia butuhkan, akan tetapi sistem barter ini sangatlah
sukar karena susah untuk menemukan orang yang memliki kebutuhan yang sama
dengan kita, cara ini juga akan menghabiskan waktu yang cukup lama dan tempat
yang cukup jauh karena kita harus berkeliling untuk mendapatkan pembeli yang
mau membeli barang kita dan sesuai dengan kebutuhan kita. Apabila sistem
pembyaran dengan barter ini tetap diimplikasikan maka bayangkan bagaimana
repotnya seorang businessman bsa mencara seseorang yang memiliki kepentingan
dan kebutuhan yang sama dengan dia.
Akhirnya pembiayaan melalui barter pun berganti dengan cara pembayara
dengan menggunakan uang, dengan alasan pembiayaan dengan uang bersifat
mudah untuk dibawah dan mudah untuk dilakukan penukaran dengan benda-
-
25
benda lain yang kita butuhkan. Penggunaan uang itu pun akhirnya di teliti agar
penggunaan uang tersebut dapat membeli barang-barang yang mereka butuhkan
dengan harga yang pantas, sehingga harga itu setara dengan kualitas yang
didapatkan.Jadi harga berbanding lurus dengan kualitas barang dan/atau jasa.
Selain uang, ternyata banyak orang juga mulai menginvestasikan dan
melakukan pembayaran dengan menggunakan emas batangan, alasannya emas
memiliki nilai jual yang tinggi dan harga emas jarang untuk mengalami penurunan
drastic dibandingkan dengan uang yang dapat turun drastic apabila nilai tukar
dengan mata uang negara lain melemah.
BAB II
Apa yang menentukan Harga : Persediaan dan Permintaan
Apa yang menyebabkan harga telu, sepatu kuda, roti dan lain sebagainya
naik dan turun? Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian tentang
macroeconomic tentang hal tersebut meneliti, dan mendapatkan hasil bahwa yang
bisa berpengaruh menentukan harga dari suatu barang adalah persediaan dan
permintaan.Atau persediaan suatu produk dan intensitas permintaan pembeli yang
mau membeli barang tersebut.
Kita andaikan kita akan menganalisis mengenai harga sebuah kopi, yang
akan dihitung perhari. Pada setiap waktu ada persedian kopi, dan siap untuk dijual
kepada konsumen. Apabila terdapat 1 juta kopi siap jual, maka apabila harga per
saset dipatok seharga 1000 maka orang-orang yang ingin meminum kopi pasti
akan beralih meminum teh, minuman kaleng, dan lain sebagainya yang harganya
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga kopi. Apabila harga kopi menjadi
lebih murah, jauh lebih murah dibandingkan harga-harga lainnya maka
permintaan atas kopi tersebut akan semakin banyak. Sehingga apabila suatu harga
terlalu tinggi maka permintaan semakin rendah, akan tetapi apabila harga rendah,
maka permintaan akan semakin tinggi. Disisi lain, apabila stok persedian sebuah
kopi melebihi perminttan, maka harga dari sebuah kopi tersebut akan lebih
rendah, akan tetapi apabila persedian kopi yang ada kurang dari permintaan maka
harga kopi tersebut akan meningkat, hal tersebut dikarenakan apabila persedian
banyak, maka pembeli dapat mencari penjual yang menjual kopi dengan harga
yang lebih murah, akan tetapi apabila persediaan kopi sedikit maka mau tidak mau
pembeli harus membeli kopi tersebut dengan harga yang ditentukan oleh penjual.
BAB III
Uang dan Harga Keseluruhan
Seluruh harga sebenarnya dientukan dengan persedian dan permintaan, dan
keseluruhan harga tersebut sebenarnya ditentukan oleh produk individual. Apabila
dilakukan sebuah penelitian tentang adanya persedian uang apakah terbatas atau
tidak, maka orang-orang tentu akan meminta uang sebanyak yang mereka mau.
Orang yang memiliki uang dapat bertindak dua hal, yaitu mereka bisa
membelanjakan uang tersebut atau menginvestasikan uang tersebut atau mereka
hanya menyimpan uang tersebut tanpa diapa-apakan.
Apabila harga barang-barang turun, maka orang-orang yang memiliki uang
hanya akan membutuhkan uang 1/3 dari jumlah uang yang biasanya mereka bawa
-
26
dan sisanya mereka bisa menggunakan uang tersebut untuk disimpan atau
diinvestasikan.
Mengapa level harga sebuah uang dapat berubah apabila persedian uang dan
permintaan uang menentukan tinggi harga keseluruhan? Harga, secara
keseluruhan dapat berubah karena dua alasan: satu karena persediaan uang
meningkat, maka harga pun akan meningkat; Apabila persediaan turun, maka
harga juga akan turun. Apabila Permintaan uang mengalami penurunan maka
harga akan tinggi. Apabila permintaan uang menurun maka harga akan turun.
Secara keseluruhan harga akan ditentukan dengan ketersediaan dan permintaan
yang familiar dengan harga secara individual. Sehingga bidang macro dan micro
sebenarnya tidak bisa dipisahkan.
BAB IV
Permintaan Uang
Dalam hal ini kita harus focus terhadap permintaan dan ketersedian uang.
Ketersedian uang adalah jumlah total mata uang yang berada dalam ekonomi.
Bagaimana persedian jumlah uang seharusnya ada?Apakah harus selalu meningkt,
menurun, atau stabil?Pada awalnya mungkin kita pernah mendengar bahwa
semakin banyak uang semakin baik.
Kenyataannya kita tidak bisa meengatakan bahwa semakin banyak uang
maka kehidupan akan semakin baik. pada kenyataannya pada saat uang hanya
menjadi alat tukar, maka ia tidak lagi berguna apa lagi ketika semua harga barang
menjadi naik. Maka orang akan lebih memilih untuk membelanjakan uang
tersebut, apalagi pada saat harga jasa buruh, ongkos produksi semuanya naik.
Berdasarkan standar dari emas, dimana persedian uang merupakan total dari
berat koin emas yang tersedia, maka hanya ada satu cara untuk meningkatkan
permintaan uang : Menggali emas hingga ke dasar. Pada saat emas menjadi
barang yang disukai oleh masyarakat maka masyarakat akan rela untuk membeli
emas dan mungkin rela untuk membuka sebuah pertambangan emas untuk
membeli emas. Dan dari hal tersebut maka pertambangan emas akan menjadi
usaha yang sangat dilirik oleh para investor.
Ada satu cara agar masyarakat mau menyimpan uang dibandingkan
membeli hasil tambang, yaitu dengan cara pemalsuan. Pemalsuan produksi objek
yang bernilai rendah, misanya plastic, dimana mereka berusaha untuk menipu
orang dengan barang tidak berharga seperti plastic yang seperti emas. Benda itu
terlihat murah, dan merupakan cara yang illegal untuk memproduksi emas.
Jadi, untuk meningkatkan permintaan uang, maka sebaiknya dibuat emas
palsu, sehingga masyarakat menjadi enggan untuk membeli emas sehingga
masyarakat yang tidak ingin tertipu dengan emas palsu maka ia akan mulai
menyimpan uang sebagai investasi mereka.
Dalam perkembangannya, pemerintah di Amerika memfikirkan salah satu
cara untuk menggunakan monopoly untuk pencetakan uang. Apabila pencetakan
itu dimonopoli akan menimbulkan efek yang berbahaya, seperti pemerintah dapat
menetapkan bahwa harga 1 dolar itu seharga 1/20 ons emas. Individual dan kantor
bisnis bisa mengurangi defisit mereka dengan dua cara yaitu meminjam uang dari
orang yang telah menyimpan uang; dan /atau menarik uang mereka untuk
membayar defisit mereka. Pemerintah juga bisa menggunakan dua cara tersebut,
-
27
tetapi apabila orang-orang akan mernima uang kertas, maka sekrang mereka bisa
memperoleh jalan untuk mendapatkan uang yang tidak tersedia kepada
masyarakat umum.
Pada tiga kali sejarah amerika sejak berakhirnya masa colonial, Amerika
pernah berada dibawah sistem uang yan tidak bisa ditukar.Pertama pada saat
Revolusi Amerika ketika ada perang keuangan, pemerintah pusat mengumumkan
kualitas yang luas untuk paper money atau continentals.
BAB V
Permintaan untuk Uang.
Pada saat pembayaran dengan menggunakan uang belum dikenal luas, maka
dikenallah sistem pembayaran dengan cara barter, misalnya kita harus memiliki
jasa atau barang yang baik untuk mendapatkan jasa/barang yang kita inginkan.
Apabila persediaan barang dan jasa meningkat pada kehidupan ekonomi, maka
permintaan akan uang untuk penukaran barang dan jasa tersebut tentu akan
meingkat. Jadi dapat dikatakan bahwa peningkatan barang dan jasa akan
meningkatkan permintaan uang
Permintaan dari uang juga dipengaruhi oleh seberapa sering seseorang
membayar upah atau gaji. Apabila seseorang menerima gaji dua bulan sekali
maka persediaan uang yang ada di masyarakat tentu akan menurun, hal sebaliknya
pun dinyatakan apabila seseorang menerima gaji satu minggu sekali maka
persediaan uang yang ada di masyaraat tentu akan meningkat. Selan itu ada juga
hal yang mempengaruhi ketersedian uang.Misalnya pada saat inflasi persediaan
uang dimasyarakat menjadi banyak dan pada saat deflasi persedian uang di
masyarakat menjadi sedikit.
BAB VI
Loan Banking
Ketika kita berbicara mengenai bank, terdapat beberapa masalah, hal ini
dikarenakan, bank di seluruh belahan dunia, secara garis besar memiliki dua lini
operasi yang berbeda, yaitu pemberian pinjaman kredit, dan melakukan
penyimpanan uang. Dalam bab ini akan dijelaskan darimana asal-usul kegiatan
usaha pemberian pinjaman kredit oleh bank dan hubungan yang terdapat antara
suplai uang dengan inflasi.
Salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank adalah memberikan
pinjaman kepada pihak yang membutuhkan.Pinjaman yang diberikan bank kepada
pihak yang membutuhkan tersebut, tidak harus berupa pinjaman dengan tujuan
untuk investasi bisnis, bisa saja tujuan dari pinjaman tersebut adalah untuk
kegiatan konsumtif si peminjam, sebagai contoh bisa saja pinjaman tersebut
diambil dengan tujuan untuk membeli mobil baru.
Kegiatan pemberian pinjaman kredit tidak hanya dilakuka oleh bank saja,
namun juga dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, pemberi pinjaman uang
secara pribadi, dan perusahaan-perusahaan lain.
BAB VII
Deposit Banking
-
28
Kegiatan usaha bank sebagai tempat untuk menyimpan uang memiliki
sejarah yang berbeda dari kegiatan usaha bank yang bertujuan untuk memberikan
pinjaman kredit. Kegiatan bank sebagai tempat penyimpanaan muncul sebagai
akibat bahwa pemilik emas dan perak pada zaman dahulu tidak ingin menyimpan
emas mereka di rumah atau di kantor mereka karena mereka takut atas risiko
bahwa emas tersebut dapat dicuri. Selain itu koin-koin emas biasanya sangat berat
dan susah untuk dibawa kemana saja. Oleh sebab itu maka munculah ide untuk
menyimpan koin emas tersebut di bank, dimana setelah menyimpan koin emas
tersebut di bank, pemilik koin emas tersebut akan mendapatkan bukti bahwa ia
memiliki simpanan koin emas di bank tersebut, dan ia dapat mengambil koin
emas tersebut hanya dengan menunjukan bukti penyimpanan yang ia miliki
tersebut
Bank dapat menarik keuntungan dari kegiatan usahanya ini dengan cara
menarik biaya selama terdapat uang/emas/barang lainnya yang didepositkan
kepadanya. Biaya tersebut akan terus ditarik sampai dengan uang/emas/barang
lainnya tersebut sudah tidak di depositkan lagi di bank tersebut
Tempat penyimpanan uang seperti di bank saat ini pertama kali diketahui di
Yunani Kuno, Mesir, dan Damascus pada awa abad ke tiga belas.Selain itu
kegiatan ini juga cukup popular di Amsterdam dan Hamburg pada abad ke tujuh
belas dan abad ke delapan belas.
Salah satu risiko yang ada dalam menjaga uang jumlah banyak adalah,
penjaga uang tersebut akan tergoda untuk melakukan penggelapan atas uang yang
dijaganya, biasanya praktek penggelapan ini dilakukan dengan cara meminjam uang yang dijaganya tersebut untuk di investasikan di bidang spekulasi, dengan
harapan si peminjam akan mendapat untung, namun apabila si peminjam tidak mendapatkan keuntungan, namun malah kerugian, maka hal tersebut akan
sangat fatal karena uang yang dipinjamnya tersebut sudah hilang dan tidak ada yang menggantinya. Oleh karena itu maka penggelapan ini dianggap sebagai suatu
tindak pidana.
Di Inggris untuk menghindari tuduhan bahwa bank yang melakukan
kegiatan usaha yang benar melakukan penggelapan, maka bank tersebut diberikan
kekuasaan penuh atas uang yang ia pegang, bank baru dapat dibilang telah
melakukan penggelapan apabila ia tidak dapat memenuhi yang ia janjikan kepada
para debitornya
Terdapat beberapa konsekuensi sebagai akibat diberikannya kekuasaan
penuh kepada bank untuk menerbitkan bukti penyimpanan emas yang ia simpan,
pertama, yaitu segala uang dan emas yang disimpan di bank dapat ditempatkan di
laporan keuangan bank tersebut,, selama durasi penyimpanan tersebut, uang,emas,
dan perak yang disimpan menjadi aset meilik bank, dimana pengambilan aset
tersebut dikategorikan sebagai hutang.
Selama beberapa abad, hanya terdapat dua jenis bukti penyimpanan uang di
bank, bukti pertama adalah bukti penyimpanan uang secara tertulis, dimana dalam
bukti tersebut dinyatakan bahwa pemegang bukti tersebut akan mendapatkan
pembayaran dari bank sesuai dengan jumlah yang ditulis dalam bukti tersebut.
Bukti ini biasanya lebih dikenal dengan nama surat sanggup bayar (promissory
notes). Surat sanggup bayar tersebut selalu menjadi bukti penyimpanan uang/emas
-
29
milik debitor kepada bank. Namun dalam perkembangannya muncul bukti
penyimpanan jenis baru, yaitu dalam bentuk buku tabungan, dimana buku
tabungan tersebut tidak dapat dipindah tangankan seperti halnya surat sanggup
bayar.
BAB VIII
Free Banking And The Limits Of Bank Credit Inflation
Dalam buku ini yang dimaksud dengan sistem free banking adalah suatu
kondisi dimana bank dapat dianggap selabagi suatu bisnis biasa, dimana tidak
terdapat control yang ketat dari pemerintah, dan tidak terdapat hambatan untuk
masuk ke bisnis perbankan. Satu-satunya kontol dan peraturan yang mengikat
bank adalah bahwa bank harus membayar semua hutangnya, jika bank tersebut
tidak membayar hutangnya maka ia dapt dinyatakan pailit. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sistem free banking suatu bank bersifat
bebas selama bank tersebut memenuhi kewajinbannya terhadap pemegang surat
sanggup atau buku tabungan. Apabila bank tersebut tidak memenuhi
kewajibannya maka bank tersebut dapat dinyatakan pailit dan tidak dapat
melanjutkan usahanya.
Namun dalam sistem free banking tersebut dikhawatirkan akan
menyebabkan krisis ekonomi, hal ini dikarenakan pada saat era The Great
Depresion bank-bank di Amerika sebagian besar menggunakan sistem ini, dan
ketika para debitor mengantri di bank tersebut dengan tujuan untuk mengambil
uangnya, bank tersebut tidak dapat memberikan uangnya dikarenakan uang
tersebut tidak ada.
Untuk menghindari terjadinya hal seperti diatas maka diadakan pembatasan
oleh pemerintah terhadap bank, dimana suatu bank dilarang untuk menjadi teralu
besar.Hal ini dikarenakan apabila bank tersebut menjadi teralu besar maka bank
tersebut dapat kehilangasn cadangan edianyadipercaya untuk melakukan berbagai
transaksi. Apabila transaksi tersebut masih berada di Negara yang sama dengan
bank tersebut, maka hal tersebut masih bagus, namun apabila transaksi tersebut
dilakukan dengan pihak lain di luar negeri maka cadangan yang dimiliki oleh
bank tersebut akan berpindah ke luar negeri, sehingga menyebabkan kerugian bagi
Negara tersebut.
Untuk menghindari terjadinya hilangnya cadangan milik bank, apakah bank
bisa membentuk kartel demi menghidari hall tersebut? Dalam teori apabila bank
setuju untuk tidak menembus surat janji bayar yang ia pegang, bank-bank tersebut
dapat membentuk kartel dan bertindak seolah-olah hanya terdapat satu bank di
Negara tersebut. Sebenarnya suatu kartel bank dapat terbentuk secara legal
dibawah sistem free banking namun hal ini akan menyebabkan tidak adanya
dorongan ekonomis yang menginginkan bank-bank tersebut untuk sukses.
Sehingga hal ini akan merugikan industri perbankan dalam jangka panjang.
Dari bab ini dapat disimPulkan bahwa, sistem free banking dapat menuju
kepada tersedianya uang tunai keras di bank tersebut, dan akan mengakibatkan
menghambat pertumbuhan kredit perbankan.
BAB IX
Central Banking: Removing The Limits
-
30
Tujuan dari adanya Bank Sentral adalah untuk menggunakan hak
pemerintah untuk melepas pembatsana yang terdapat dalam sistem free banking
on monetary and bank credit inflation.Bank Sentral tersebut biasanya dimiliki dan
dijalankan oleh Pemerintah. Perbedaan antara Bank Sentral dan Bank Swasta
adalah Bank Sentral memiliki hak monopoli dari pemerintah untuk mencetak
obligasi Negara dan uang tunai, sedangkan bank Swasta hanya diperbilehkan ntuk
mengeluarkan surat janji bayar saja. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa Bank Sentral adalah banknya Bank Swasta
Dalam sistem perbankan Amerika. Suatu Bank Swasta diwajibkan untuk
menyimpan sebagian kecil dari deposit yang ia miliki ke bank Sentral.
Berikut ini adalah rumus untuk memperhitungkan berapa banyak uang yang
dipegang oleh masyarakat:
M = emas yang dipegang oleh masyarkat + surat janji bayar yang dipegang di
masyarakat+ uang deposit yang ada di bank
M = Uang yang ada di masyarakat
Namun pada tahun 1970an sistem peredaran uang Amerika sudah tidak
bergantung kepada berapa banyak cadangan emas yang dimilikinya. Sehingga
setelah berubahnya sistem tersebut maka rumus yang berlaku untuk
memperhitungkan berapa banyak uang yang dipegang oleh masyarakat adalah:
M = surat janji bayar yang dipegang di masyarakat + uang deposit yang ada di
bank.
Bagaiman jika kejadian sepe