Download - Tugas 2 KIS
TUGAS KONTROVERSI ISU SOSIAL
KU-4281
APOTEK RAKYAT
PENUNJANG KEBUTUHAN KESEHATAN RAKYAT
Disusun Oleh :
Utamining Suwito (15410037)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
APOTEK RAKYAT
PENUNJANG KEBUTUHAN KESEHATAN RAKYAT
1. Pendahuluan
Peredaran obat illegal telah lama mengakar di rantai distribusi obat di Indonesia. Hal
ini dapat beralasan, dikarenakan transaksi pembelian alat – alat kesehatan maupun obat
merupakan ladang subur dimana tak pernah surut pembeli, konsumenpun juga terbilang
awam mengenai produk –produk kesehatan. Media transaksi kriminal tersebut sebagian besar
banyak berlangsung di toko obat. Pihak seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), Departemen Kesehatan maupun kepolisianpun kerepotan dalam memberantas
tindak pidana tersebut.
Bermula dari hal tersebut, maka pada sekitar tahun 2007 lalu mulai digalakan sebuah
program apotek rakyat oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari. Program
tersebut diharapkan dapat menjadi solusi terhadap permasalahan peredaran obat illegal.
Dalam meningkatkan antusias untuk turut menggiatkan program apotek rakyat, Depkespun
memotong jalur distribusi dan biaya perizinan pendirian apotek. Bahkan, Depkes memberi
bantuan subsidi berupa penggratisan perizinan. Sehingga pada mulanyapun mendapatkan
sambutan positif dari banyak pihak seperti Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP
Farmasi), maupun individu pedagang di toko obat.
Merujuk pada Kepmenkes RI no 1027 tahun 2004 tentang apotek, dikatakan bahwa
apotek merupakan tempat dilaksanakannnya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya kepada masyarakat. Fungsi control akan obat dan pengobatan
sangat nyata berlangsung di sini. Apotek juga dapat menyediakan konseling mengenai obat,
atau pelayanan residensial (homecare).
Sejak diberlakukan program tersebut, apotek saat ini bukanlah lagi hanya sebatas
apotek regular saja yang seperti kita kenal pada umumnya, melainkan terdapat pula yakni
apotek rakyat. Pengaturan mengenai apotek rakyatpun tercantum dalam Permenkes No
284/Menkes/Per/III/2007 mengenai apotek rakyat.. Regulasi tersebut dibuat untuk
mendukung program apotek rakyat. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa
pertimbangan pemberlakuan apotek rakyat demi meningkatkan dan memperluas akses
masyarakat dalam memperoleh obat dan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian.
Sedangkan pertimbangan pengaturan apotek rakyat ialah demi memberikan pelayanan
kefarmasian dengan baik. Selain itu berdasarkan regulasi tersebut, yang dimaksud apotek
rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannnya pelayanan kefarmasian dimana
dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan.
Dalam aturan tersebut juga dijelaskan bahwa pedagang eceran obat dapat merubah
statusnya menjadi apotek rakyat, minimal perorangan maksimal 4 terdiri dari kumpulan 4
pedagang eceran obat. Apotek rakyat yang terdiri lebih dari 1 pedagang eceran obat, lokasi
dari pedagang eceran obat tersebut berdampingan yang memungkinkan dibawah satu
pengelolaan dan juga mempunyai ikatan kerjasama dalam bentuk badan usaha atau bentuk
lainnya. Dalam pelayanan kefarmasian, apotek rakyat harus mengutamakan pelayanan obat
generic dan dilarang menyediakan narkotika, psikotropik, meracik obat dan menyerahkan
obat dalam jumlah besar. Serupa dengan apotek pada umumnya apotek rakyat harus memiliki
1 orang apoteker sebagai penanggung jawab dan dibantu oleh asisten apoteker. Pembinaan
dan pengawasan pelaksanaan peraturan mengenai apotek rakyat dilakukan oleh Departemen
Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
mengikutsertakan organisasi profesi, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing –
masing.
Dalam keberjalanan program apotek rakyat, kini sebaliknya banyak menuai kontra di
masyarakat khususnya para praktisi farmasi. Pasalnya keberadaan program tersebut sekarang
ini dianggap tidak membawa perubahan yang berarti jika dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya, bahkan justru sebaliknya semakin menimbulkan banyak kerugian di berbagai
kondisi. Program apotek rakyat hanya terkesan untuk melegalkan praktek – praktek penjualan
obat yang dilakukan pada tempat – tempat yang secara jelas menjual produk obat illegal serta
apotek rakyat juga hanya terkesan melegalkan toko – toko obat menjual obat resep.
Peninjauan permasalahan yang turut mengiringi keberjalanan program apotek rakyat dapat
dimungkinkan dijadikan sebagai suatu bahan instropeksi mendasar mengapa selama ini
tujuan yang diharapkan dalam program apotek rakyatpun belum juga dapat direalisasikan
secara efektif.
2. Realita Permasalahan, Analisis dan Solusi
Niat awal dari Kementrian Kesehatan dalam mengurangi peredaran obat illegal serta
mengurangi beban rakyat kecil dalam mengakses kebutuhan produk kesehatan pun kini
terlihat semakin buram oleh karena kemunculan masalah – masalah baru bersamaan dengan
sejak diberlakukannya program apotek rakyat. Apabila dapat ditelurusi lebih lanjut maka
banyak ditemukan berbagai isu – isu atau permasalah terkait keberlangsungan aktifitas usaha
apotek rakyat yang kini terjadi di lapangan.
2.1 Permasalahan 1 : Konsumen yang Tidak Tepat Sasaran
Idealnya apotek rakyat ditujukan untuk meringankan beban rakyat biasa selaku pasien
dalam memenuhi kebutuhan obat murah. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan,
konsumen yang melakukan transaksi belanja di apotek rakyat di dominasi oleh para pedagang
obat, para dokter, atau para pemilik apotek regular atau klinik. Bahkan tidak jarang
ditemukan banyak kasus diskriminasi pelayanan terhadap konsumen, terkait besaran/jumlah
pembelian. Hal ini dapat dicontohkan dengan, sebagian besar apotek rakyat berkeberatan
dalam melayani konsumen dalam pembelian jumlah kecil (seperti resep dokter), namun
sebaliknya pembelian dalam partai besar ramai terjadi dan antusiasme pemilik apotek
rakyatpun jauh lebih tinggi dalam melayaninya. Hanya sedikit konsumen yang dapat
dikategorikan pasien, melakukan transaksi di apotek rakyat. Sebagian besar sebaliknya
didominasi oleh pedagang obat. Pedagang obat tersebut merupakan dapat dikatakan sebagai
pemilik toko obat, pemilik klinik atau balai pengobatan, apotek reguler, atau pedagang obat
lepas. Alasan yang mendasari tindakan pedagang ialah cukup klasik yakni dikarenakan
keberadaan harga obat yang jauh lebih murah dibanding di apotek regular maupun PBF
sekalipun. Sehingga dapat dibayangkan pula bahwa obat yang telah dibeli oleh pedagang obat
itupun tentunya berakhir menjadi komoditi untuk di jual kembali kepada pasien yang
membutuhkan. Bahkan selain pedagang obat, masih ada pihak lain yang juga menjadi
konsumen yakni ialah dokter. Alasan para dokterpun melakukan transaksi belanja obat di
apotek rakyat dikarenakan disamping harga obatnya murah dari PBF, telah resminya tempat
tersebut menjadi apotek rakyat turut menjadi alasan dokter. Sama seperti halnya pedagang
obat, dokterpun melakukan penjualan kembali terhadap produk yang telah dibelinya di
tempat prakteknya. Antusiasme pedagang obat, dokter , pemilik klinik atau apotek regular
yang tinggi inipun dapat dilihat dengan munculnya fenomena lain yakni luasnya jangkauan
pasar dari aktifitas apotek rakyat. Seperti dapat kita ketahui melalui studi kasus di Ibukota
Jakarta terutama di pasar pramuka, pasar jatinegara, pasar glodok dan pasar baru dapat
dibuktikan bahwa skala penjualanpun bukan hanya skala lokal saja melainkan telah menjadi
skala nasional
Permasalahan diatas semakin menunjukan bahwa identitas apotek rakyat telah
mengalami pergeseran menjadi distributor obat. Keberadaan kumpulan apotek rakyat seperti
yang ada di studi kasus beberapa pasar obat menunjukan bahwa tidak ubahnya kumpulan
pasar obat (apotek – apotek rakyat)ialah sebuah pasar swalayan obat.1)Teori tahapan – tahapan dalam proses keputusan pembelian Kotler (2007)
mengatakan bahwa, “para konsumen melewati lima tahap : pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku pasca pembelian. Jelaslah
bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki
dampak yang lama setelah itu”.
Kotler (2007), penjelasan secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengenalan masalah. Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali
masalah atau kebutuhan.
2. Pencarian Informasi. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong
untuk mencari informasi yang lebih banyak.
3. Evaluasi alternative. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model –
model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang
borientasi kognitif.
4. Keputusan Pembelian. Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi
terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan.
5. Perilaku sesudah pembelian. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami
ketidaksesuaian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau
mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga
terhadap informasi yang mendukung keputusannya.
Menurut Kotler (2007) bahwa, “Para konsumen membetuk harapan mereka berdasarkan
pesan yang diterima dari para penjual, teman dan sumber-sumber informasi lain. Semakin
besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Jika
kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa, jika ternyata sesuai
dengan harapan, pelanggan akan puas, jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas”
Permasalahan mengenai konsumen tidak tepat sasaran dapat terjelaskan melalui
tinjauan pernyataan teori di atas. Dalam permasalahan tersebut, seperti yang telah terjelaskan
pada bagian sebelumnya ditemukan sejumlah fakta bahwa konsumen apotek rakyat saat ini
bukan saja dari pasien melainkan merambah ke pihak lain seperti pedagang obat, pemilik
klinik, ataupun dokter. Jika ditinjau dari teori yang ada, hal ini tentu dimungkinkan dapat
terjadi akibat adanya tahapan pertama yang dialami oleh berbagai konsumen yakni
pengenalan masalah. Kebutuhan akan obat khususnya obat murah, pada kenyataannya bukan
hanya menjadi kebutuhan pasien saja melainkan juga menjadi kebutuhan bagi pedagang obat,
pemilik klinik maupun dokter. Tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia yang masih
terbilang kecil, turut mendukung perilaku dari beberapa pihak tersebut yang mana masih
berorientasi pada obat murah. Keberadaan pihak lain selain pasien yang mana dalam
beberapa kasus muncul tindakan diskriminasi dalam transaksi, juga perlu mendapatkan
perhatian khsusus sebagaimana terjelaskan melaui teori di atas bahwa tahapan terakhir dari
proses pembelian oleh konsumen yakni perilaku pasca pembelian. Pada tahapan tersebut
terlihat jelas bahwa peran penjual sebagai front liners sangatlah menentukan respon pembeli
terkait tingkat kepuasan. Pada intinya, ketepatan sasaran konsumen menjadi dapat dicapai
jika kita dapat memahami betul bagaimana perilaku konsumen dalam melakukan proses
pembelian.2)Strategi pemasaran modern STP (Segmenting, Targeting, Positioning) yaitu (1)
segmentasi pasar, (2) penetapan pasar sasaran, (3) penetapan posisi pasar, seperti yang
dijelaskan (Kotler, 1995 : 315).
1. Segmentasi pasar : proses membagi sebuah pasar ke segmen-segmen atau kelopok-
kelompok yang bermakna, relative sama dan dapat diidentifikasikan.
2. Targeting : menentukan sasaran yang dituju
3. Positioning : image atau citra yang terbentuk di benak seorang konsumen dari sebuah
nama perusahaan atau produk.
Berdasarkan teori tersebut maka dapat dijadikan menjadi sebuah rujukan yang tepat untuk
sebuah solusi terkait pembenahan jaringan konsumen. Sudah selayaknya apotek rakyat dapat
menerapkan strategi pemasaran yang bersifat modern. Kejelasan dalam segementasi pasar,
targeting dan positioning tentu dapat menghasilkan kebijakan terhadap konsumen menjadi
lebih relevan untuk nantinya dapat diterapkan. Hal ini dikarenakan dengan melakukan
strategi pemasaran modern mampu mengungkap menseleksi perilaku spefisik atars motivasi
serta preferensi konsumen seperti pasien maupun pedagang obat, pemiliki klinik dan dokter
dalam proses pembelian di apotek rakyat.
2.2 Permasalahan 2 : Ancaman Terhadap Sistem Ketahanan Obat Nasional
Menurut ketentuan pemerintah yang ada terkait pengaturan jalur distribusi obat, jalur
distribusi obat nasional adalah dari Pabrik distributor resmi apotek/TO berizin
dokter/pasien. Namun pengecualian pada program apotek rakyat terdapat keringanan yang
diberikan oleh kementrian kesehatan, yakni dengan memberikan kerinnganan berupa
pemotongan jalur ditribusi yakni menjadi sedemikian rupa pabrik distribusi resmi
apotek rakyat pasien. Dispensasi atau keringanan yang diberikan merupakan suatu jalan
yang diharapkan dapat menurunkan harga jual dari obatpun, sehingga rakyat kecilpun dapat
melakukan pembelian dengan tanpa harus merasa terbebani oleh biaya kesehatan yang
ditanggung.
Namun celakanya pemotongan jalur Dispensansi yang diberikan oleh menteri
kesehatan terkait pemotongan jalur distribusi pada kenyataanya tidak diikuti dengan tindakan
pengawasan yang memadai di lapangan. Sehingga kekahwatiran akan kerawananpun akan
penyimpangan berupa transaksi melalui distributor non resmipun muncul ke permukaan . Hal
ininpun semakin terlihat semakin jelas, ketika melalui temuan di beberapa kasus bahwa
ditemukan sebagian besar jalur distribusi obat apotek – apotek rakyat umumnya telah
terbentu sejak lama yakni asal – usul distributor tidak jelas atau diluar jalur ditribusi resmi.
Kerawanan inipun selanjutanya banyak dinilai oleh berbgai pihak, sangatlah berpengaruh
besar terhadap kemunculan ancaman terhadap sitem ketahanan obat nasional di Indonesia.
Menurut 3)G.R Terry dalam Hasibuan (2001: 242) mengemukakan hal sebagai berikut:
“Controlling can be defined as the process of determining what is to be accomplished, that is
the standard; what is being accomplished, that is the performance, evaluating the
performance and if necessary applying corrective measure so that performance takes place
according to plans, that is, in conformity with the standard.”
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu
standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan
perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan
standar.
Permasalahan mengenai sitem ketahanan obat nasional di Indonesia dapat terjelaskan
melalui tinjauan pernyataan teori di atas. Dalam permasalahan tersebut, seperti yang telah
terjelaskan pada bagian sebelumnya ditemukan bahwa pemotongan jalur dispensansi yang
diberikan oleh menteri kesehatan dimungkinkan menimbulkan kerawanan penyimpangan
berupa transaksi melalui distributor non resmipun.. Jika ditinjau dari teori yang ada, hal ini
tentu dimungkinkan terjadi dikarenakan menurut teori tindakan pengawasan dapat
diibaratkan sebagai koridor yang mana dapat mengarahkan sebuah pelaksanaan agar tetap
sesuai dengan rencana sebelumnya. Rencana yang diharapkan dalam program apotek rakyat
dalam hal ini, tentu saja akan dapat berjalan sesuai jika dapat diiringi dengan pengawasan
yang baik dan benar pula. Tanpa adanya pengawasan yang baik, maka rencana tidak akan
dapat berjalan dengan sesuai melainkan juga memberikan resiko munculnya dampak buruk
baru seperti halnya di permasalahan ini yakni ancaman ketahanan obat.
Pemotongan jalur distribusi merupakan cara yang tepat untuk mengurangi harga obat
sehingga dapat meringankan rakyat kecil dalam pembelian obat. Namun pemotongan jalur
distribusi alangkah lebih tepatnya lagi jika diiringi dengan pengawasan yang baik pula,
dikarenakan pengawasan membantu pengontrolan terhadap segala penyimpangan dalam
transaksi. Berdasarkan 4)teori yang dikeukakan oleh Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa
pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah
yang bersifat universal yakni:
1. mengukur hasil pekerjaan,
2. membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan
(apabila ada perbedaan),
3. mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan
Oleh karenanya pengawasan yang baik secara tidak langsung juga melibatkan langkah diatas
agar dapat mendukung pula program apotek rakyat dapat tetap berjalan sesuai dengan arah
koridor yang diinginkan atau diharapkan, yakni mendukung pemberantasan obat illegal dan
memberikan keringanan pada rakyat kecil dalam mengakses kebutuhan kesehatan.
2.3 Permasalahan 3 : Penyimpangan Standar Operasional
Idealnya kebutuhan apoteker di suatu apotek dapat tergambar melalui ketentuan yang
diberikan apotek regular yakni minimal 1 apoteker tiap 1 apotek, bahkan untuk program
TATAP minimal 2 apoteker tiap 1 apotek. Namun hal ini bertolak belakang dengan ketentuan
yang diberikan pada apotek rakyat yakni 1 apoteker tiap 1 apotek. Menurut ketentuan yang
berlaku, apoteker harus berada di apotek selama jam buka apotek. Namun hal inipun
dirasakan cukup sulit dan mustahil untuk di terapkan di apotek rakyat yang mana notabene
empat apotek dengan satu apoteker. Terlebih lagi tidak adanya pihak lain yang dapat
memastikan kepastian keberadaan apoteker tersebut di apotek rakyat selama jam operasional
berlangsung.
Selain contoh dari apoteker, terdapat pula contoh lain terkait hal lain yang
menunjukan terdapat ketidaksesuaian dengan standar operasional apotek rakyat. Wujud
contoh lain tersebut ialah dalam hal transaksi pembelian obat, spesifiknya dapat dijelaskan
melalui pernyataan narasumber suatu artikel di bawah ini.
“Selama ini pedagang obat Pasar Pramuka Jakarta Timur, masih menerima penjualan obat-obatan dari para penjual (statusnya freelance, tanpa faktur yang resmi dari perusahaan,”ujar
Sekjen Komunitas Peduli Lingkungan ( Kompeling ) Muhammad Idris, kepada LICOM rabu (25/7/12)
Penjual dengan status freelance merupakan hal yang sangat berbahaya dan patut memerlukan
perhatian penyelidikan, karena mereka mendapatkan obat – obatan tanpa dilampirkan faktur
resmi dari perusahaan. Hal ini dapat terjadi diduga dikarenakan adanya kerjasama yang
dilakukan dengan salesman, karena tertarik oleh target penjualan atau omset. Dengan tanpa
adanya faktur penjualan tentu hal ini akan beresiko tinggi, keaslian obat-obatan tersebut akan
diragukan. Beredarnya obat – obat palsu tentu akan menyebabkan kerugian konsumen
maupun kerugian Negara (pemasukan pajak atau PPN).
Berdasarkan kedua bentuk contoh kasus diatas maka dapat terlihat dan terjelaskan
bahwa keberjalanan operasional apotek rakyat banyak diselingi oleh penyimpangan standar
operasional yang telah ada. Konsumen awampun dengan kondisi sedemikian rupa tentu akan
mudah atau rentan sekalli tertipu oleh kenakalan yang dilakukan pedagang maupun penjual
freelance yang ada. 5)Menurut jones (organizational theory dinyatakan bahwa istilah SOPs muncul dalam
pembahasan mengenai “Balancing Standardization and Mutual Adjustment”, yaitu :
“Written rules and standard operating procedures (SOPs) and unwritten values and
norms help to control behavior in organization. The specify how an employe is to perform his
or her organization organization role, and they set forth the tasks and responsibilities
associated with that role”
Dapat diartikan sedemikian pula, standard dan aturan prosedur operasi tertulis (SOP) serta
nilai dan norma tidak tertulis membantu untuk mengendalikan perilaku dalam organisasi.
Secara spesifik cara bagaimana seorang pekerja untuk menunjukan peranannya dalam
berorganisasi, serta bagaimana mereka mengatur tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan
peran mereka sendiri.
Permasalahan mengenai penyimpangan standar operasional apotek rakyat dapat
terjelaskan melalui tinjauan pernyataan teori di atas. Dalam permasalahan tersebut, seperti
yang telah terjelaskan pada bagian sebelumnya ditemukan bahwa keberjalanan operasional
apotek rakyat banyak diselingi oleh ketidaksesuain dengan standar operasional yang telah
ada. Jika ditinjau dari 6)teori yang mengenai factor yang mempengaruhi ketaatan terhadap
hukum, C. G. Howard & R. S Mumners dalam Law: Its Nature And Limits, 1965: 46-47,
yaitu:
a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-
orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.
b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh
target diberlakukannya aturan hukum.
c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
d. Jika hukum yang dimaksud adalah peundang-undangan, maka seyogyanya
aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum
yang bersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum
yang yang bersifat mengharuskan (mandatur).
e. Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, harus dipadankan dengan sifat
aturan hukum yang dilanggar tersebut.
f. Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam aturan hukum, harus proporsional
dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran
terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang memungkinkan, karena tindakan
yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat
dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap
tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, realtif akan
jauh lebih efektif ketimbang aturan yang bertentangan dengan nilai moral yang
dianut oleh orang-orang yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.
i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung
pada optimal dan professional tidaknya aparat penegak hukum untuk menegakkan
berlakunya sturan hukum tersebut.
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan
adanya pada struktur hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat
Maka solusi yang dirasakan tepat ialah, diperlukan suatu usaha dimana penanaman nilai dan
norma seluruh pihak terkait dalam memahami dan mendukung keberlangsungan standarisasi
menjadi lebih baik, melalui sosialisasi.
. 2.4 Permasalahan 4 : Persepsi Konsumen yang Salah
Pelayanan berupa penjualan produk kesehatan seperti alat – alat maupun obat –obatan
dengan harga yang jauh lebih murah, turut memberikan pengaruh psikologis bagi konsumen .
Pengaruh psikologi tersebut adalah tertanam pemikiran/mindset bahwa apotek rakyat
merupakan salah satu sarana pembelian obat yang aman dan termurah, sehingga
masyarakatpun enggan menebus obat ke apotek reguler. Hal ini terbukti dan terlihat langsung
melalui kondisi di lapangan bahwa besarnya jumlah transaksi pembelian obat yang ada di
apotek rakyat serta opini postif dari konsumen yang tetap mempercayai akan keamanan
produk yang terjual di pasaran apotek rakyat. Sebagian besar konsumen meyakini dan
mempercayai bahwa status nama apotek rakyat yang telah melekat pada toko obat bisa
dipastikan memilki perhatian berupa pengawasan dari pemerintah dalam mengendalikan
perilaku dari toko obat itu sendiri.
Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, sudah sepatutnya masyarakat tetap harus berhati –
hati pada pembelian obat, peredaran obat illegal di apotek rakyat faktanya jauh lebih tinggi
jika dibandingkan apotek regular, namun apotek regular juga bukan jaminan pasti bahwa obat
illegal tidak beredar di dalamnya.Hal inipun dikarenakan pada kenyataannya di lapangan
masih terlihat jelas bahwa tindakan pengawasan dari pemerintah masih terlihat minim untuk
dapat dijustifikasi telah terlaksana dengan baik atau sesuai dengan yang tercantum peraturan
yang ada.
Persepsi konsumen terhadap apotek rakyat inipun sebaiknya perlu menjadi perhatian
dari pemerintah. Persepsi yang salah ini tentu harunsya dapat diluruskan agar secara tidak
langsung dapat memberikan pola pikir yang semakin baik di kedepannya.7)Mowen (2002) menyatakan bahwa, “persepsi adalah proses dimana induvidu
diekspos untuk menerima informasi, memperhatikan informasi tersebut, dan memahaminya”.
Kotler (2007) menyatakan bahwa ,”persepsi itu lebih penting daripada realitas, karena
persepsi itulah yang akan mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Orang dapat memiliki
persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi yaitu perhatian
selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif
1. Perhatian selektif. Manusia akan merespon kebanyakan rangsangan untuk
kemudian disaring, proses yang dinamakan perhatian selektif. Manusia akan
cenderung memerhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhannya
saat ini, rangsangan yang mereka antisipasi, dan rangsangan yang berdeviasi besar
terhadap ukuran rangsangan normal.
2. Distorsi selektif. Merupakan kecenderungan menafsirkan informasi sehingga
sesuai dengan pra-konsepsi kita. Konsumen akan sering memelintir informasi
sehingga menjadi konsisten dengan keyakinan awal mereka atas merek dan
produk.
3. Ingatan Selektif. Manusia akan melupakan banyak hal yang mereka pelajari, tetapi
cenderung mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan
mereka. Adanya ingatan selektif, cenderung membuat mengingat hal-hal baik
yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang
disebutkan tentang produk pesaing.
4. Persepsi subliminal. Mekanisme persepsi selektif menuntut keterlibatan dan
pemikiran aktif pihak konsumen
Permasalahan mengenai persepsi konsumen yang salah dapat terjelaskan melalui
tinjauan pernyataan teori di atas. Dalam permasalahan tersebut, seperti yang telah terjelaskan
pada bagian sebelumnya ditemukan bahwa sebagian besar konsumen meyakini dan
mempercayai bahwa apotek rakyat merupakan salah satu sarana pembelian obat yang aman
dan termurah (dibandingkan ke apotek regular). Jika ditinjau dari teori yang ada, hal ini tentu
dimungkinkan dapat terjadi pada tahapan pembentukan persepsi dikarenakan terdapatnya
tahapan ingatan selektif yang mana merupakan tahapan yang yang disebutkan tentang
produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang disebutkan tentang produk pesaing.
Seperti halnya pada apotek rakyat, konsumen akan cenderung terus teringatkan oleh hal
dimana obat yang ada di apotek rakyat adalah yang termurah dan menjawab preferensi
konsumen tersebut yang selanjutnya pada kondisi akhi menumbuhkan minset sangat positif
pada apotek rakyat itu sendiri8)Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield dalam Jalaludin Rahmat (2003:55)
membagi faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu : faktor
fungsional dan faktor struktural.
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor
personal.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus
fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.
Berdasarkan teori diatas maka dapat dipahami bahwa solusi yang relevan ialah dengan
melakukan pembenahan di factor fungsional yakni secara spesifiknya dengan melakukan
sosialisasi produk obat legal. Solusi tersebut dapat berguna untuk meluruskan persepsi
masyarakat akan anggapan mengenai apotek rakyat dan apotek regular. Memberikan
pemahaman pada masyarakat akan peranan, fungsi dan perbedaan diantara keduannya tentu
akan memberikan pandangan baru bagi masyarakat untuk dapat menentukan pilihan dengan
bijak dalam memilih sarana pembelian obat baik itu apotek rakyat maupun apotek regular.
Sosialisasi ini dapat merangsang masyarakat untuk memantapkan pada perhatian selektif
dalam suatu proses pembentukan persepsi terhadap apotek rakyat dan apotek regular.
2.5 Permasalahan 5 : Ancaman terhadap Keselamatan Konsumen
Antusiasme interaksi jual beli produk kesehatan di apotek rakyat yang tinggi, hal ini
dengan ditunjukan besarnya omset yang diraih oleh para pemilik apotek rakyat yang
diperkirakan dapat bernilai ratusan juta per harinya. Tentunya bukanlah sebuah rahasia lagi
apabila faktanya segala jenis obat di jual bebas di apotek rakyat , mulai dari vitamin, obat
bebas, obat bebas terbatas, bahkan obat keras tanpa resep dokter pun dapat diperoleh di
apotek rakyat. Siapapun dapat dengan mudahnya memperoleh obat daftar G dengan resep
ataupun tanpa resep, siapapun juga dapat memperoleh obat dalam jumlah berapapun.
Penjualan dan pembelian bersifat bebas inipun ibarat pisau bermata dua yakni di
samping medatangkan pendapat yang dapat menaikan taraf hidup pedagang apotek rakyat
namun juga memunculkan kekhawatiran buruk akan konsekuensi yang ada berupa resiko
ancaman keselamatan konsumen. Peredaran bebas ini mendapatkan respon negatif dari
banyak pihak khususnya para praktisi farmasi. Pasalnya dengan transaksi bebas ini tentunya
dapat sangat membahayakan keselamatan atau nyawa konsumen. Hal ini bisa dibayangkan,
sebagai contoh pembelian obat tanpa dosis yang sesuai. Pembelian tanpa dosis yang sesuai
(tanpa melalui resep dokter) untuk beberapa obat tertentu yang mana seharusnya melaui resep
dokter, tentunya secara langsung maupun tidak langsung dapat berpotensi terjadinya
komplikasi terhadap kinerja organ milik konsumen jika obat tersebut dikonsumsi. Hal lain
juga yang jauh lebih mengerikan ialah terenggutnya nyawa konsumen, dikarenakan
kandungan senyawa yang tidak sesuai atau berbahaya untuk konsumen
Berdasarkan penjelasan diatas dapat terlihat bahwa sesungguhnya pengaturan maupun
pengawasan yang kurang tentu dapat memberikan kontribusi tinggi terhadap efek
perdagangan bebas yang terjadi di lapangan. Perdagangan bebas ini tentu sudah sepatutnya
tidaklah dianjurkan untuk sebebas – bebasnya beroperasi, karena dapat menimbulkan
ancaman keselamatan bagi konsumen.9)Teori kecurangan atau fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist
dan Joseph T.Wells (1993:3) ialah sebagai berikut :
“ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver”
Secara umum dapat juga diartikan bahwa kecurangan ialah penipuan kriminal yang
bermaksud untuk memberikan manfaat atau keuntungan kepada penipu. Tindakan criminal
yang dilakukan penipu mengakibatkan kerugian pada korban, sebaliknya pelaku memperoleh
manfaat ataupun keuntungan. Dalam kecurangan dikenal dengan istilah fraud triangle,
menjukan bahwa seseorang melakukan kecurangan didasarkan 3 faktor tersebut yakni
pressure (tekanan), opportunity (kesempatan) dan razionalization (rasionalisasi).
Permasalahan mengenai ancaman terhadap keselamatan konsumen dapat terjelaskan
melalui tinjauan pernyataan teori di atas. Dalam permasalahan tersebut, seperti yang telah
terjelaskan pada bagian sebelumnya ditemukan bahwa pengaturan maupun pengawasan yang
kurang yang mana memberikan kontribusi tinggi terhadap efek perdagangan bebas yang
selanjutnya memicu ancaman keselamatan bagi konsumen. Jika ditinjau dari teori yang ada,
hal ini tentu dimungkinkan dapat terjadi dikarenaka kecurangan muncul dilandasi salah
satunya oleh factor kesempatan, berdasarkan kasus apotek rakyat dapat terlihat jelas bahwa
tentunya perdagangan bebas dapat dibaratkan merupakan kesempatan. Selain itu pula
sebagaimana yang telah diungkapkan pada teori, setiap tindak kecurangan akan berujung
pada kerugian pada pihak kedua serupa dengan yang ada pada kasus yakni dalam hal ini
konsumen akan mengalami pula kerugian.10)Menurut Hurlock (1998), sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang
memperoleh kemampuan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan social.
Berdasarkan teori tersebut sosialisasi ini juga merupakan langkah yang tepat untuk dipilih
dalam meminimalisir ancaman keselamatan terhadap konsumen. Upaya sosialisasi
diharapkan dapat menjadi sarana maupun media pengedukasian pada masyarakat terhadap
keberadaan dan efek buruk dalam mengkonsumsi obat legal (tuntutan social). Upaya ini pula
turut berperan dalam membekali masyarakat agar memiliki pertahanan diri pula dalam
menghindari terjebak dalam penipuan obat illegal. Secara tidak langsung upaya ini dapat
mampu mempersempit pula ruang gerak dari tindak kecurangan berupa penipuan obat.
2.6 Permasalahan 6 : Pengaruh terhadap Kinerja Apotek Regular (dilemma)
Apotek regular juga turut terkena pengaruhnya dari keberadaan apotek rakyat.
Persaingan harga yang tidak sehat, terdapat selisih harga resmi dari PBF dengan harga di
Apotek Rakyat, mengakibatkan banyak para pemilik apotek regular menbeli obat murah di
apotek rakyat. Para pemilik apotek (PSA) sebagian besar tidak mempermasalahkan tidak
pembelian obat di apotek rakyat karena apotek rakyat memiliki izin apotek yang legal. Efek
domino lainnya ialah terjadi pula persaingan harga yang tidak sehat juga antara sesama
apotek-apotek reguler .
Berdasarkan kondisi diatas tentu ini sangatlah rentan memicu peredaran obat illegal
semakin meningkat, dikarenakan bahwa kemudahan pasar bagi produk sejenis illegalpun
akan jauh lebih fleksibel lagi untuk dapat masuk beredar di berbagai sector pedagang obat.
Selain itupula lebih lanjutnya lagi akan berdampak pula pada penurunan kualitas dari apotek
regular sendiri di kedepannya, karena munculnya persaingan tidak sehat antar apotek rakyat
dengan apotek regular.11)Mulyadi (1993: 147) memberikan konsep Pengukuran kinerja yaitu :
“Penentuan secara periodik efektifitas organisasi suatu organisasi, bagian organisasi,
dan personelnya berdasarkan sasaran, standar,dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan tujuannya adalah untuk memotivasi personel dalam mematuhi standar perilaku
yang telah ditetapkan”.
Dari penjelasan mengenai konsep pengukuran kinerja di atas, maka secara singkatnya dpat
pula dijelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme untuk menilai
keberhasilan organisasi dalam pelaksanaan strategis yang telah ditetapkan. Pengukuran
Kinerja memotivasi komponen dalam organisasi agar dapat bergerak sesuai dengan sasaran,
standar, dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Permasalahan mengenai apotek rakyat mempengaruhi kinerja apotek regular dapat
terjelaskan melalui tinjauan pernyataan teori di atas. Dalam permasalahan tersebut, seperti
yang telah terjelaskan pada bagian sebelumnya ditemukan bahwa kemudahan pasar bagi
produk illegal dalam perdangangan bebas menimbulkan penurunan kualitas kinerja pada
apotek regular. Jika ditinjau dari teori yang ada, hal ini tentu dimungkinkan bahwa kualitas
kinerja dari apotek rakyat dapat ditentukan dengan meninjau secara periodik efektifitas
organisasi suatu organisasi, bagian organisasi dan personel (apotek regular) berdasarkan
standard an kriteria yang diterapkan.
Penilaian efektifitas kinerja pada dasarnya menjadi modal utama dalam pengambilan
tindakan seberapa besar motivasi yang harus diberikan agar mampu mendorong keberjalanan
apotek rakyat menjadi lebih baik atau terarah dengan standard dan kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya. Apabila besaran motivasi yang harus diberikan telah diketahui, maka
langkah selanjutnya ialah mewujudkan pemberian motivasi itu sendiri yakni dalam bentuk
pemberian insentif pendanaan. 12)Satu bagian penting dari banyak teori insentif adalah bahwa individu – individu
mengharapkan kesenangan dan pencapaian dari apa yang mereka sebut dengan insentif
positif dan dari penghindaran dari apa yang disebut dengan insentif negative. (Bachtiar,
2010). Oleh karenanya solusi yang dapat dikatakan tepat ialah dengan, memberikan insentif
berupa alokasi pendanaan guna meningkatkan mutu resource seperti pelatihan
ketenagakerjaan dan lain – lain. Apotek regular yang melakukan pembelian beberapa obat di
apotek rakyat tetap dapat meningkatkan kualitas kinerjanya melalui insentif. Dengan insentif
pendanaan tersebut secara tidak langsung tetap dapat meningkatkan daya saing dari apotek
regular dengan apotek rakyat. Secara singkatnya apotek regular akan terlihat spesifik dan
jelas keunggulannya dibandingkan dengan apotek rakyat.
2 Kesimpulan dan Rekomendasi
Secara keseluruhan dalam pembahasan mengenai apotek rakyat sebagi penunjang
kebutuhan kesehatan rakyat, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan program apotek
rakyat selama ini belum dapat dikatakan cukup berjalan dengan efektif dengan apa yang
diharapkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan masih banyaknya beberapa kekurangan yakni
terbukti dengan adanya beberapa temuan permasalahan yang muncul ke permukaan
diantaranya terkait dengan konsumen yang tidak tepat sasaran, ancaman terhadap sistem
ketahanan obat nasional, penyimpangan standar operasional, persepsi konsumen yang salah,
ancaman terhadap keselamatan konsumen dan pengaruh terhadap kinerja apotek regular
(dilemma). Permasalahan – permasalahan yang ada tersebutpun turut mendukung adanya
kontroversi di tengah masyarakat mengenai kinerja penyelenggaran program apotek rakyat
terhadap pengaruhnya dalam mendukung pemberatasan obat illegal serta memberikan
keringanan pada rakyat kecil selama ini.
5. Sumber Referensi1)http://cybercloning.blogspot.com/2011/04/pengaruh-persepsi-konsumen-terhadap.html
2)http://duniapemasaranglobal.blogspot.com/p/teori-teori-pemasaran.html
3)http://apustpicurug.wordpress.com/2010/02/13/
4)http://faturrozifirman.blogspot.com/2012/01/tahap-tahap-proses-pengawasan.html
5)http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/5FED3AK/0810102002/BAB%20II.pdf
6)http://pendapathukum.blogspot.com/
7)Andini, Prisca,”Analisis Faktor – Faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian Mobil
Hyundai i20”, Program Sarjana Ekonomika Dan Bisnis, Universitas Diponegoro .
8)http://eprints.uny.ac.id/7605/3/BAB%202%20-%2005601244020.pdf
9)http://alfiauliyansyah.blogspot.com/2013/11/pelanggaran-etika-bisnis.html
10)http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23719/2/Chapter%20II.pdf
11)Haryanto, Didik, “Penilaian Kinerja dengan Konsep Konvensional dan Konsep Value
Based: Bukti Empiris dari Bursa Efek Jakarta, Program Studi Akutansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Soegijapranata .
12)http://tommy_firmanda-fpsi09.web.unair.ac.id/artikel_detail-45300-Tugas-Teori
%20Motivasi%20Insentif.html
http://poskotanews.com/2013/09/19/pasar-pramuka-bagaikan-apotek-rakyat/
http://brian-farmasi-052210101076.blogspot.com/2008/12/apotek-rakyat.html
http://apotekrami.wordpress.com/2009/02/27/mana-yang-profesional/
http://www.antaranews.com/berita/57860/toko-obat-akan-dijadikan-apotek-rakyat
http://farmasiblogku.blogspot.com/2010/10/apotek-rakyat.html
http://berlysuryadharma.blogspot.com/2009/06/apotek-rakyat.html
http://apotekfarmasi.blogspot.com/2009/11/blog-post.html
http://putripuputt.wordpres.com/2010/08/11/apotek-rakyat/
http://indobrad.wordpress.com/2010/05/17/riuh-rendah-apotek-rakyat/
http://www.kemenegpdt.go.id/berita/189/apotek-rakyat-gerbang-menuju-indonesia-
bebas