Download - TRANSFORMASI PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG
TRANSFORMASI PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANGMAHAR DALAM ADAT JAMBI
(Studi Kasus Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk MemenuhiSyarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
AlfarobyNIM : 106044201455
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAMPROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAHJ A K A R T A1432 H / 2010 M
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri teladan yang sempurna bagi kita
semua.
Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak
pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Sebagai tanda
syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “TRANSFORMASI
PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG MAHAR DALAM ADAT JAMBI
(Studi Kasus di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Singkut Kabupaten
Sarolangun”. Maka penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bpk. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM., selaku dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah.
2. Bpk. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku ketua jurusan Akhwal
Syakhshiyyah yang selalu memberikan bimbingan serta dukungan dan
motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3. Bpk Dr. Jaenal Aripin, M. Ag selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam
ii
menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan merupakan suatu kehormatan dan
kebanggaan tersendiri bagi penulis bisa berada di bawah bimbingan beliau.
4. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Yang telah memberikan bantuan berupa
bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi.
5. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada
kedua orangtua penulis yang tercinta, ayahanda dan ibunda yang senantiasa
membimbing dan memotivasi penulis dengan tulus, serta selalu mendoakan
penulis agar penulis selalu sukses dalam segala hal. Semua yang telah mereka
berikan tidak akan dapat tergantikan dengan apapun di dunia ini.
6. Keluarga di Jambi, serta keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan
juga semangat, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat dan teman seperjuangan di Administrasi Keperdataan Islam, Sariba
Ngabalin, Gusti Agung Wibisono, Syafarudin, Hilma, Ubaydillah,
Hadizulkarnain yang telah banyak berkorban membangkitkan semangat
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Pakci Maftuh yang telah memberikan motivasi dan semangat juga
menghilangkan kepenatan dan stress penulis dengan semua canda dan kasih
sayang.
iii
9. Tak terlupakan pula terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu
dalam kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu
per satu.
Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT.
Kesempurnaan haya milik Allah SWT mudah-mudahan semua yang telah penulis
lakukan mendapat Ridha Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Jakarta, 29 Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5
D. Review Studi Terdahulu .................................................................. 6
E. Metode Penelitian ............................................................................ 7
F. Sistematika Penelitian ...................................................................... 10
BAB II KARAKTERISTIK UMUM MASYARAKAT DI DESA
PENEGAH KECAMATAN PELAWAN KABUPATEN
SAROLANGUN
A. Letak Wilayah .................................................................................. 12
B. Kondisi Sosial Kebudayaan ............................................................. 14
C. Kondisi Sosial Keagamaan .............................................................. 21
D. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................................. 23
E. Kondisi Sosial Pendidikan ............................................................... 25
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAHAR DALAM
PERSPEKTIF FIQH
A. Pemahaman Tentang Mahar ............................................................. 26
B. Dasar Hukum Mahar ........................................................................ 30
C. Kadar Mahar dalam Perkawinan ...................................................... 35
BAB IV MAHAR ADAT DESA PENEGAH DALAM TINJAUN HUKUM
ISLAM TENTANG MAHAR ADAT JAMBI
A. Pengertian dan Kedudukan Mahar Adat Desa Penegah .................. 38
B. Sejarah Pemberlakuan Mahar Adat Desa Penegah .......................... 40
C. Pemahaman Masyarakat Tentang Pembayaran Mahar Adat Desa
Penegah ............................................................................................ 43
D. Analisis Terhadap Pemahaman dan Praktek Adat Mahar Desa Penegah
dan Hukum Islam ............................................................................. 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 49
B. Saran-saran........................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perspektif Islam dalam masalah pernikahan adalah suatu ikatan lahir maupun
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai layaknya suami istri
berdasarkan dengan tujuan membentuk keluarga sakinah mawaddah warrahmah
berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Adapun mengenai akad perkawinan dalam
perspektif Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci yang terkait
dengan keyakinan dan keimanan kepada Sang Pencipta alam semesta (Allah SWT).
Pernikahan adalah fitrah yang dianugerahkan pada setiap manusia sejak
zaman azzaly, yaitu ketika diciptakan Adam dan Hawa. Pernikahan bukan saja
keinginan setiap manusia, namun juga naluri atau tabi’at bagi makhluk hidup lainnya,
karena pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk kelurga bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam
surat An-Nisa’ ayat 1 yang berbunyi:
1 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet ke-1h. 7.
2
Artinya: “Wahai Manusia ! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telahmenciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan Allah menciptakan pasangannya(Hawa) dari (dirinya) dan darikeduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki danperempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah SWT dengan nama-Nya kamusaling meminta, dan (Peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allahselalu menjaga dan mengawasimu”. (An-Nisa’ 4:1).
Ayat di atas menunjukkan bahwa pernikahan adalah cara yang sah untuk
melestarikan keturunan. Dengan pernikahan hubungan silaturrahmi yang terjalin akan
semakin luas dan melalui pernikahan juga bisa terbentuk satu hubungan sosial yaitu
dengan saling tolong-menolong serta menasihati di jalan kebaikan dan taqwa.
Dengan demikian suatu dimensi ibadah dalam perkawinan harus dipelihara
dengan baik dan dijaga dengan rasa tanggung jawab dan rasa penuh kasih sayang.
Maka apabila tujuan perkawinan dalam Islam seperti itu akan terwujudnyalah
keluarga sejahtera, kekal dan abadi dimata tuhan yang maha esa pencipta alam
semesta. Pada hakikatnya, pernikahan merupakan penataan suatu fitrah yang
tersimpan dalam diri manusia, sebagaimana fitrah itu ada pada jenis binatang ialah
fitrah manusia lebih mulia dari pada binatang dimata Allah SWT disebabkan jelas
manusia diberi kekuasaan di bumi dan ditundukkan seluruh alam kepadanya dan
manusia mempunyai prinsip-prinsip hubungan yang lebih tinggi yang mana bisa
mengangkat derajatnya dari lingkup sifat kebinatangannya.
Adapun fitrah binatang ialah Allah hanya memberikan nafsu yang lebih dan
tidak mempunyai akal pikiran seperti manusia. Maka dari itulah Allah SWT
Mengangkat derajat manusia lebih tinggi (mulia) dari pada binatang. Dengan
demikian juga pernikahan dapat dilakukan dengan baik dan sempurna. Dalam saat
3
ini kondisi masyarakat mempunyai tingkatan berbeda-beda maka sepantasnya
menempuh perkawinan sesuai ekonomi yang ada. Hendaklah memberikan mahar
itu sesuai dengan kemampuannya,2 dan hendak pula pihak calon istri untuk tidak
menuntut mahar yang besar dari pihak calon suami, jika tidak demikian maka akan
timbul kejanggalan dalam masyarakat.
Dalam hukum adat masyarakat Jambi berlandaskan hukum syarah,
berdasarkan hukum Syarah Kitabullah dan Sunnah Rasul adat itu tidak terpisahkan
dengan hukum. Oleh karena itu, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum adat
merupakan konkritisasi dari pada kesadaran hukum, khususnya pada masyarakat-
masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana.3 Hukum syariat
termasuk mahar adat perkawinan, namun adat mentafsirkan tersebut dengan alat
berburu berupa kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah, sebagai Pegang Pakai adat
Jambi. Dasar pertimbangan kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah yang diambil
sebagai pegang pakai dalam masyarakat adat jambi bertujuan untuk membangun
rumah tangga yang utuh dan sejahtera bahagia lahir maupun bathin dan diberikan
kepada wanita berupa kujur sebatang keris sebilah yang diartikan sebagai pengadilan
apabila di dalam rumah tangga terjadi adanya broken home (keributan di dalam
rumah tangga).
2 Abdul Qodir Jaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 120.
3 Soerjono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,1981), h. 364.
4
Hal-hal di atas yang melatar belakangi penulis untuk meneliti dan mencermati
kembali masalah transformasi Pegang Pakai (sesuatu yang dilaksanakan di dalam
adat Jambi) di desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun yang
berkenaan dengan maksud arti alat berburu seperti kujur (tombak) sebatang dan keris
sebilah atau lebih jelasnya yaitu: “TRANSFORMASI PEMAHAMAN
MASYARAKAT TENTANG MAHAR DALAM ADAT JAMBI” (Studi kasus di
Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun).
Menurut penulis hal-hal di atas masih sangat relevan untuk dibahas,
Mengingat perkembangan dalam transformasi mahar dalam masyarakat yang begitu
cepat berubah, sehingga terkadang orang yang berada di sekitar lingkungan kita
khususnya adat Desa Penegah Kecamatan Pelawan lupa akan nilai-nilai suatu
perkawinan, dikarenakan lebih mementingkan hal-hal yang sebenarnya bukan hukum.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk tidak meluas pembahasan ini kemana-mana, maka skripsi ini harus
saya batasi agar nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi pemahaman yang
mendalam. Penulis menitik beratkan penganalisaan permasalahan mahar terhadap alat
berburu berupa Keris Sebilah dan Kujur (tombak) sebatang yang berlaku dalam
masyarakat adat di Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun. mengingat tidak
semestinya mahar harus berupa alat berburu seperti Keris Sebilah dan kujur (tombak)
sebatang sebagai artian memberikan suatu usaha / bekerja yang nantinya dapat
5
digunakan oleh suami untuk berburu dan istri bekerja diladang. oleh karena itu maka
penulis hanya mempertegas bahwa batasan-batasan penyusunan skripsi ini adalah hal-
hal yang berkaitan dengan transformasi mahar dalam adat jambi secara meluas.
2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan isi dari pembatasan masalah yang telah di jelaskan, maka
dalam permasalahan ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dan kedudukan mahar adat didesa Penegah?
2. Bagaiman sejarah pemberlakuan mahar adat didesa Penegah?
3. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan mahar adat didesa
Penegah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini untuk memberikan
wawasan/ilmu mengenai transformasi kedudukan mahar khususnya bagi adat di Desa
Penegah Kecamatan Pelawan kepada seluruh mahasiswa fakultas Syariah dan
Hukum,maka penulisan ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui adat kebiasaan pemberian mahar di desa penegah kecamatan
Pelawan Kabupaten Sarolangun.
b. Untuk mengetahui sejak kapan pemberlakuan adat istiadat mahar yang terjadi di
desa penegah kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun .
6
c. Untuk mengetahui pandangan dan pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan
pemberian mahar.
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penulisan maka penulis diharapkan agar dapat memberi
manfaat dan kegunaan Sebagai berikut:
a. Sebagai salah satu bentuk kontribusi positif dari kalangan mahasiswa dalam
rangka transformasi mahar adat di Desa Penegah di kecamatan Pelawan yang
terkait dengan perubahan.
b. Penelitian ini berguna untuk memberikan dasar-dasar serta landasan untuk
penelitian lebih lanjut, sebagai bahan kajian yang dapat digunakan untuk
mengadakan penelitian lain yang materinya tidak jauh dari penelitian.
c. Menambah wawasan bagi para pembaca tentang transformasi/perubahan mahar
adat Desa Penegah di kecamatan Pelawan.
D. Review Studi Terdahulu
Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul proposal.
Dalam review skripsi terdahulu, penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya
dengan mahar. Diantaranya:
PERSPEKTIF MAHAR DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT
BUGIS, oleh: Ahmad Syahri.
Skripsi ini menjelaskan tentang mahar dalam adat bugis dan persepektif
hukum islam. Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa kondisi masyarakat yang
7
mempunyai tingkatan yang berbeda-beda maka sepantasnya menempuh perkawinan
sesuai dengan kondisi ekonomi yang ada hendaknya memberikan mahar itu sesuai
dengan kemampuan dan hendak pulalah pihak calon istri tidak menuntut mahar
yang besar dari pihak calon suami jika tidak demikian maka akan timbul
ketimpangan dalam masyarakat.
Dalam masyarakat Bugis hal diatas sering terjadi, yakni pihak keluarga istri
merasa bangga jika putri mereka dipinang dengan mahar yang tinggi, sehingga
tidak sedikit para pemuda yang merasa minder dalam melangsungkan perkawinan
karena khawatir pihak keluarga perempuan meminta mahar yang tinggi sementara
ekonominya kurang memadai. Wal hasil pemuda banyak yang membujang
sementara perempuannya banyak yang menjadi perawan tua.
Melihat dari review yang saya lakukan, jelas sekali perbedaannya dengan
skripsi yang saya tulis. Didalam skripsi yang saya teliti yaitu menengenai mahar
adat Jambi. Yang menarik dari skripsi saya yaitu diangkat dari adat Jambi, jadi
skripsi yang saya bahas tentang mahar adat Jambi. Dan sudah terlihat jelas
perbedaannya dengan skripsi-skripsi yang sudah ada dan ada kaitannya dengan
mahar.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian empirik
antropologi dengan pendekatan secara kualitatif. Metode ini digunakan dalam rangka
8
memperoleh informasi dengan memberi gambaran secermat mungkin mengenai sifat-
sifat individu, keadaan, gejala, atau respon kelompok tertentu dalam masyarakat.4 Hal
ini lebih mudah karena berhadapan langsung dengan objeknya dan pendekatan ini
juga dipergunakan untuk mengutamakan segi kualitas data yang diperoleh.
2. Sumber Data
a. Data Primer: Data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan para
tokoh masyarakat yang dituakan dan tokoh agama di jambi. Dalam penelitian
ini menggunakan tekhnik wawancara secara mendalam dengan menggunakan
pokok-pokok permasalahan sebagai pedoman wawancara. Pokok-pokok
tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan dari pokok masa penelitian
dan kefakuman selama wawancara.
b. Data Skunder: Data yang memberikan bahan tidak langsung atau data yang
didapat selain dari data primer. Data ini dikumpulkan melalui studi pustaka
dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan diantaranya fiqh
sunnah dan data lain yang terkumpul yang mempunyai hubungan dengan tema
ini.
3. Jenis Data
Adapun jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang akan diamati.
4 Kotja Ningrat, Pedoman Penelitian, (Jakarta, Rajawali Press, 1989), h. 9
9
4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:
1. Wawancara (interview), yaitu situasi peran antara pribadi bertatap muka
(face-face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan
dengan masalah penelitian kepada seseorang responden.5
2. Studi Dokumentasi yaitu meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari
bahan hukum primer dan hukum sekunder.6 Serta data-data yang diperoleh
dari literature dan referensi yang berkenaan dengan judul skripsi ini.
3. Pengamatan(Observasi),adalah kegiatan dalam penelitian yang
memperhatikan sesuatu keadaan secara jelas dan merumuskan nilai-nilai yang
dianggap berlaku dalam masyarakat tertentu agar hasil pengamatan sesuai
dengan kennyataan yang menjadi sasaran pengamatan.
5. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat subjek yang menjadi bahan utama dalam
penelitian, yaitu yang menjadi informan atau narasumber adalah tokoh agama, serta
warga yang dituakan yang memiliki pengetahuan luas dan mengetahui segala aspek
budaya yang terdapat didaerahnya dan selalu berkomunikasi serta menjadi panutan
masyarakat.
5 Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantara Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Cet Ke-1, h. 82.
6 Ibid, h. 68.
10
6. Tehnik Analisa Data
Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa
sehingga agar menjadi sistematis dalam menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Karena penelitian ini bersifat kualitatif atau (berkelanjutan) dan
dikembangkan sejalan dengan penelitian ini. Analisa data tidak menunggu
penelitian selesai dilakukan, akan tetapi analisa dilakukan dimulai dari penetapan
masalah, pengumpulan data, dan setelah terkumpulnya data yang diperoleh.
7.Tehnik Penulisan
Tehnik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syaria’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet Ke-1 tahun
2006.
F. Sistematika Penelitian
Skripsi ini akan memuat empat bab dan disusun dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB PERTAMA: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB KEDUA: Menjelaskan tentang gambaran umum di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan yang berisi tentang letak geografis, kondisi kebudayaan, kondisi
keagamaan, kondisi ekonomi, Kondisi Pendidikan.
11
BAB KETIGA: Dalam bab ini dibahas mengenai tentang pengertian mahar
dan Dasar hukum mahar serta bagaimana kedudukannya dalam hukum Islam, serta
Mahar dalam adat Desa Penegah ditinjau dari prespektif Islamdan korelasinya dalam
hukum Islam.
BAB KEEMPAT: Dalam bab ini juga akan membahas tentang Mahar dalam
adat Jambi khususnya di Desa Penegah Kecamatan pelawan. Latar belakang keris
sebilah dan kujur (tombak) sebatang sebagai mahar dalam hukum adat Jambi, serta
bagaimana pandangan ulama dan tokoh Agama Jambi mengenai mahar.
BAB KELIMA: Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
12
BAB II
KARAKTERISTIK UMUM MASYARAKAT DESA PENEGAH
KECAMATAN PELAWAN KABUPATEN SAROLANGUN JAMBI
A. Letak Wilayah
Di wilayah Desa Penegah kecamatan Pelawan kabupaten Sarolangun propinsi
Jambi dengan memiliki luas wilayah 3,970,56 Km2. Adapun batas-batasnya adalah
sebelah utara Desa Pelawan dan Desa Pulo Aro, sebelah selatan Desa Pulau Pandan,
sebelah Barat Desa Sai Abang dan Desa Lubuk Resam, sebelah Timur Desa Sai
Merah dan Desa Pelawan.7
Keadaan tanahnya terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran
rendah meliputi bagian tengah dan timur (Desa Sai Merah dengan Desa Pelawan).
Dataran tinggi meliputi bagian barat ( Desa Sai Abang dan Desa Lubuk Resam ).
Sebahagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian dan perkebunan.
Berdasarkan data monografi di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten
Sarolangun memiliki luas wilayah 3,970,56 Km2 dengan perincian:8
a. Bidang Pemerintahan
I. Umum
1. Kondisi Geografis:
7 Data Monografi Desa dan kelurahan 2010, Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1989,Propinsi Jambi, h. 1
8 Ibid., h. 2
13
a) Ketinggian Tanah dari permukaan laut : 1,375 M
b) Banyaknya curah hujan : Sedang
c) Tofografi (Dataran, Rendah, Tinggi) : Tinggi
d) Suhu Udara rata-rata : Sedang
2. Batas-batas Wilayah:9
a. Sebelah Utara berbatasan Desa Pelawan dan Desa Pulau Aro
b. Sebelah Timur berbatasan Desa Sai Merah dan Desa Pelawan
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pulau Pandan
d. Sebelah Barat berbatasan Desa sai Abang dan Desa Lubuk Resam
3. Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintahan Desa/ Kelurahan):10
a. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan 4 Km
b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten 16 Km
c. Jarak dari Ibu Kota Propinsi 216 Km
d. Jarak dari Ibu Kota Negara 1250 Km
II. Pertanahan:
1. Status:
a. Sertifikat Hak Milik : 68 buah 125,8 Ha
b. Sertifkat Hak Guna Usaha : 12 buah 10,9 Ha
c. Sertifikat Hak Guna bangunan : 25 buah 8,8 Ha
9 Data Monografi Desa Penegah 2010, Menteri dalam Negri Nomor 23 Tahun 1989, PropinsiJambi, h.3
10 Ibid., h. 3
14
d. Sertifikat Hak Pakai : 4 buah 4,5 Ha
e. Tanah Kas Desa : 4 buah 4 Ha
2. Peruntukan:11
a. Jalan : 2,5 Ha
b. Sawah dan Ladang : 8,85 Ha
c. Bangunan Umum : 4,5 Ha
d. Empang : 7,8 Ha
e. Pemukiman Perumahan : 30,8 Ha
f. Tanah kuburan : 1,5 Ha
B. Kondisi Sosial Kebudayaan
Hubungan sosial dalam kebudayaan di Desa Penegah Kecamatan Pelawan
Kabupaten Sarolangun Jambi telah berlangsung lama. Berbagai bukti peninggalan
sejarah seperti: Prasasti, Candi, Arca, Pecahan tembikar dan keramik, dan Naskah
kuno menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami Jambi telah mempunyai
kebudayaan yang tinggi.12
Dalam hubungan sosial budaya mereka telah membuat norma-norma atau
aturan-aturan tertentu yang mengatur pola hubungan hidup bermasyarakat yang
sering disebut adat-istiadat (kebiasaan). Perkembangan adat-istiadat adakalanya
mengalami perubahan.
11 Ibid., h. 4
12 Alih Aksara, Silsilah Raja Jambi, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jambi, h.7
15
Hal ini di sebabkan kemajuan kebudayaan lahir dan batin. Perubahan tersebut
berlangsung perlahan-lahan. Sejak dulu masyarakat jambi hidup dalam bergotong
royong.13 Hingga sekarang ciri khas tersebut masih kelihatan terutama dalam
masyarakat pedesaan yang agraris. Untuk membangun rumah, turun kesawah,
membuka lahan, memperbaiki jalan dan lain-lain yang mereka lakukan secara
bersama-sama, karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dan sosial yang tinggi
dalam hidup bermasyarakat. Masing-masing masyarakat memegang peranan
terindividual. Dan untuk dalam kegiatan bersama-sama mereka berhimpun dan setiap
warganya merasakan dirinya terikat dalam kumpulan tersebut. Dengan demikian
hubungan sosial mereka sangat kuat karena mereka merasa dirinya adalah milik
bersama. Walaupun kehidupan bersama didahulukan namun kehidupan individual
tetap dipelihara. Setiap orang bebas menetukan kehidupan yang diinginkkan sesuai
dengan keahlian dan keterampilan yang mereka miliki.14
A. Menurut pendapat Marga Batin V,mengenai kebudayaan mempunyai tiga fase
perkembangan, antara lain:
1) Fase Awal
Fase awal adalah fase mulai dari timbulnya Marga Batin V sampai masa
penjajahan. Dalam fase ini pemerintahan Marga Batin V terdiri dari lima dusun
yang dikepalai oleh masing-masing kepala dusun dan kepala dusun ini
13 Alih Aksara, Arsitektur Tradisional Daerah Jambi, Dinas Kebudayaan dan PariwisataPropinsi Jambi, h. 13
14 Ibid., h.17
16
bertanggung jawab kepada kepala Marga Batin V sebagai pemerintahan tertinggi.
Pada masa fase awal ini hukum adat, adalah hukum pemerintahan yang tertinggi.
Oleh sebab itu semua penduduk Marga Batin V harus tunduk kepada adat. Barang
siapa yang melanggar adat, maka akan dikenakan hukuman sesuai dengan
ketentuan adat. Adat merupakan tata cara untuk mengatur suatu masyarakat dalam
mencapai kedamaian dan kebahagiaan hidup.15
2) Masa Penjajahan
Pada masa penjajahan, struktur pemerintahan Marga Batin V tidak berubah,tetapi
hukum yang digunakan menjadi dua macam, yaitu hukum adat dan hukum
pemerintahan penjajah.
Menurut Bapak Pasirah Marga Batin V Mahmud Abdul majid dan bapak A.Bakar
Manan sebagai pemuka adat, Belanda masuk di daerah Marga Batin V pada tahun
1901. Pada tahun 1906 Pemerintah Hindia Belanda mulai ikut campur tangan
dalam urusan Pemerintahan Marga. Pemilihan pemuka adat yang biasanya
dilakukan secara dengan kemufakatan oleh para kepala dusun,pada saat ini tidak
ditiadakan lagi. di karenakan Kepala Marga dan Kepala dusun ditentukan oleh
pemerintah Hindia Belanda.16
Pada tahun 1943 Marga Batin V dikuasai oleh pemerintahan Jepang. Pemerintahan
yang dirintis oleh pemerintah Hindia Belanda masih tetap berlaku dalam
15 Ibid., h. 18
16 Ibid., h. 19
17
pemerintahan Jepang. Mengenai peraturan yang tidak cocok dengan
pemerintahannya diubah dan disesuaikan dengan kepentingannya.
3) Fase Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, daerah Marga Batin V menyesuaikan diri dengan alam
kemerdekaan.17
Menurut Mahmud A. Madjid, pada tahun 1950 dusun Margoyoso digabungkan
kedalam daerah Marga Batin V. Sebelum dusun Margoyoso digabungkan, dusun
ini berdiri sendiri dan mempunyai pemerintahan tersendiri yang dikepalai oleh
asisten Demang yang membawahi desa-desa.18
Penduduk yang mendirikan desa-desa ini adalah orang-orang jawa yang
ditransmigrasikan pada tahun 1937 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dan setelah
itu Desa-desa yang ada di daerah Margoyoso statusnya disamakan dengan
kampung yang di daerah Marga Batin V. Pemerintahan Marga Batin V, setelah
kemerdekaan masih tetap berjalan secara pemerintahan adat yang di kepalai oleh
seorang Pasirah dengan gelar Rio Depati yang memangku Jabatan Pasirah dari
masa penjajahan Hindia Belanda sampai sekarang, ialah Mahmud A. Madjid
dengan gelar Rio Depati Suto Negoro.
Sistem-sistem perkembangan budaya pemerintahan Marga Batin V yang
dikepalai oleh seorang Pasirah Mahmud A.Madjid:
17 Alih Aksara, Silsilah Raja Jambi, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jambi, h.14
18 Ibid., h.16
18
1) Pertanian yang dilakukan oleh penduduk Marga batin V meliputi persawahan
dan ladang. Cara penggarapan di daerah ini masih memakai sistem tradisional,
yaitu belum menggunakan pengairan yang teratur, lebih banyak menggunakan air
hujan Apabila hujan tiba.
2) Perkebunan Dalam daerah Marga Batin V, perkebunan merupakan hal yang
sangat penting sekali. Hampir 95% penduduk yang sekarang hidup dengan
perkebunan karet, baik yang menjadi pengusaha maupun yang menjadi buruh.
Luas perkebunan karet di daerah Marga Batin V sekarang lebih kurang 18266
Ha.
3) Hasil Hutan seperti rotan damar Rotan dan damar ini dicari di dalam hutan
belantara, kemudian dibawa kekampung untuk dipasarkan.
4) Mendulang Emas pekerjaan mendulang emas ini dilakukan di pinggir-pinggir
sungai dengan cara diayak. Pekerjaan ini dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan.
5) Nelayan penduduk disini hanya mencari ikan di sungai-sungai dengan
penghasilan terbatas. Dan itupun hanya cukup untuk keperluan rumah tangga.
6) Pola system kemasyarakatan Dalam segi pemerintahan, hubungan antar atasan
dan bawahan kelihatan sekali. Kepala kampung tidak boleh langsung
berhubungan Pasirah Kepala Marga, akan tetapi harus berhubungan dulu dengan
kepala dusun yang menyampaikannya ke Kepala Marga.19
19 Ibid., h.17
19
Seperti telah di bahas sebelumnya, bahwa asal-usul orang-orang kerinci
berasal dari Minang yang diawali oleh Depati Nan Sebatang, kemudian turun ke
Depati Nan Bertujuh yang diberikan kekuasaan oleh Raja Jambi untuk menjalankan
roda pemerintahan di Kerinci.20
Hukum yang terdapat di dalam tiap masyarakat manusia, betapa sederhana
dan kecilpun masyarakat itu, menjadi cerminnya, karena tiap masyarakat,tiap rakyat ,
mempunyai kebudayaan sendiri, dengan corak dan sifatnya sendiri atau mempunyai
cara berpikir (geestesstructur) sediri.21
Sosial kemasyarakatan orang-orang kerinci sangat erat sekali. Dimana
kehidupan mereka penuh dengan rasa kegotong royongan, terutama sekali masyarakat
yang ada di dusun. Nampaknya kegiatan tolong- menolong di dalam kehidupan
masyarakat kerinci telah membudaya, Kegiatan tolong- menolong dilakukan dalam
segala bidang aspek kehidupan, seperti menggarap tanah pesawahan, membangun
rumah, membangun mesjid, kerja bakti untuk perbaikan jalan, saluran air dan
sebagainnya.22
20 Arsitektur Tradisional daerah Jambi, Dinas Kebudayaan dan Parawisata Propinsi Jambi,h. 77
21 Ibid., h.78
22 Ibid., h. 80
20
Didesa Penegah Kecamatan Pelawan Singkut Kabupaten Sarolangun Jambi
termasuk daerah yang cukup maju dalam pengembangan bidang kesenian. Jenis-jenis
kesenian yang terdapat di daerah ini ialah :23
a. Seni Tari yang terdiri dari:
Tari Sekapur Sirih, Tari Nyalo Gir, Tari Yoyo,Tari Tustus, Tari Rangguk, Tari
Rebana, TariTauh,Tari Asyeak.
b. Seni Suara, terdiri dari :
Tale (nyanyi) biasanya diadakan pada waktu hendak melepas orang naik haji,
menuai padi, mengerjakan sawah dan pada waktu mengasuh anak.
Berzikir, ialah sejenis lagu yang berisikan dorongan semangat untuk bergotong
royong .Marhaban, dilakukan pada waktu maulid nabi.
c. Seni Sastra
Parno, ialah sejenis pidato yang berisikan penyampaian maksud kepada orang lain
dengan mempergunakan kata-kata adat. Kunoun ialah cerita rakyat.
d. Seni Ukir, yaitu di terapkan di bangunan, rumah tempat tinggal, rumah ibadah dan
benda-benda lainnya dengan menggunakan motif : Flora dan Geometis
e. Seni musik, yaitu terdiri dari Musik tradisional dengan menggunakan alat-alat
yang sederhana seperti Orkes, alat-alat modern menggunakan gambus.
23 Ja’far Rassun, Upaya Pelestarian Nilai-nilai Budaya Daerah, cet Ke-1, h. 13.
21
C. Kondisi Sosial Keagamaan
Semenjak masuknya agama Islam di daerah Jambi khususnya di Desa
Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun, aturan atau norma-norma adat
sebelumnya tidak banyak mengalami perubahan. Norma adat yang mereka miliki
tidak menimbulkan pertentangan. Namun kebiasaan yang menyalahi hukum Islam
dihilangkan. Oleh karena itu Agama Islam menyatu dengan adat, sesuai dengan
seloko adat Jambi Adat bersendi Syara’, Syara’ bersendi Kitabullah. Syara’
mengatakan adat memakai.kehidupan beragama di Desa Penegah Kecamatan
Pelawan Kabupaten Sarolangun memang baik mayoritas di desa ini memeluk agama
Islam.Hal ini dapat dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini tidak pernah
terjadi benturan-benturan yang bersifat keagamaan.24
Keberadaan sarana ibadah mutlak dibutuhkan ditengah masyarakat yang
mayoritas penduduknya muslim, termasuk didalamnya masyarakat DesaPenegah
Kecamatan Pelawan. Untuk menjelaskan banyaknya sarana tempat peribadatan yang
ada di Desa Penegah Kecamatan Pelawan, berdasarkan survei dapat dilihat pada table
di bawah ini:25
Tabel 1
Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Penegah Kecamatan Pelawan
No. Sarana peribadatan Jumlah1 Masjid 3 Unit
24 Kemas Arsyad Somad, Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, 2002, h.54.
25 Data Monografi Desa Penegah 2010, Menteri dalam Negri Nomor 23 Tahun 1989, PropinsiJambi, h.4.
22
2 Musholah 9 Unit3 Gereja 04 Wihara 0
Jumlah 12 Unit
Sumber data: Laporan tahunan kantor Desa Penegah tahun 2010
Bangunan fisik sarana peribadatan baik mesjid,mushollah, sudah cukup
memadai untuk menampung masyarakat yang akan menjalankan aktifitas
keagamaannya seperti shalat, pengajian, dan bentuk peribadatan lainnya.26
Untuk data penduduk menurut agama di Desa Penegah Kecamatan Pelawan
dapat dilihat pada table di bawah ini:
Table. 2
Prosentase Penduduk Penganut Agama di Desa Penegah Kecamatan Pelawan
Kabupaten Sarolangun Jambi27
No. Jenis Agama Prosentase1 Islam 2751 Orang2 Kristen 03 Katolik 04 Hindu 05 Budha 0
Jumlah 2751 Orang
Sumber Data: Laporan tahunan kantor Desa Penegah 2010
Penduduk di Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi
mayoritas memeluk agama Islam tidak ada yang beragama Nasrani.
26 Ibid., h.5.
27 Ibid., h.6.
23
Table.3
Jumlah peristiwa nikah di KUA Desa Penegah Kecamatan Pelawan
No. Bulan Jimlah Peristiwa nikah1 Januari 35 Pasang2 Februari 28 Pasang3 Maret 36 Pasang4 April 14 Pasang5 Mei 17 Pasang6 Juni 35 Pasang7 Juli 24 Pasang8 Agustus 14 Pasang9 September 19 Pasang10 Oktober 21 pasang11 November 15 Pasang
Jumlah 258 Pasang
Sumber Data: laporan tahun 2010 Kantor Urusan Agama tahun
Melihat dari table diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan sudah melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah khususnya dalam pernikahan. Masyarakat di Desa Penegah Kecamatan
Pelawan sudah banyak yang mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama.28
D. Kondisi Sosial Ekonomi
Berdasarkan Hasil Survei Sebagian besar Warga masyarakat di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Jambi adalah buruh tani / Kuli tani,
28 Ibid., h.7.
24
Petani yang tidak mempunyai lahan, Petani yang punya lahan, dan PNS, sedangkan
sisanya seperti Pedagang, Jasa, Pensiunan, Polri, Petukangan.29
Tabel IV
Prosentase Penduduk menurut Mata Pencaharian:
No Pekerjaan Jumlah1 Buruh Tani 79 Orang2 TNI 1 Orang3 PNS 35 Orang4 Petani 637 Orang5 Jasa 93 Orang6 Pensiunan 7 orang7 Pertukangan 46 Orang8 Pedagang/ Wiraswasta 83 orang9 POLRI 2 Orang10 Swasta 334 Orang
Jumlah 1.317 OrangSumber: Data Monografi Kecamatan Pelawan 2010
Melalui data di atas menunjukkan pola kegiatan perekonomian masyarakat di
Kecamatan Pelawan dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai Buruh,warung,
PNS, Petani, Pedagang atau 5Wiraswasta, Pensiunan, Jasa, Pertukangan.
Di Desa Penegah Kecamatan Pelawan adalah sebagian besar masyarakatnya
mengandalkan alam yaitu dengan cara berkebun walaupun sebagian besar dari
mereka tidak memiliki lahan dan bekerjanya hanya sebagai kuli.30
29 Ibid., h.4.30 Ibid., h.5.
25
E. Kondisi Sosial Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Penegah Kecamatan Pelawan
Kabupaten Sarolangun boleh dibilang cukup memadai, hal ini terbukti dengan adanya
sekolah-sekolah baik itu dari tingkat dasar sampai SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas) atau MA (Madrasah Aliyah). Di Desa Penegah terdapat 2 Unit PAUD
(Kelompok Bermain) Guru Laki 3 Orang dan Guru Perempuan 7 Orang dan Memiliki
murid secara keseluruhan 58 orang terdiri Siswa Laki-laki 26 Orang dan Siswi 32
Orang, 2 Unit TK (Taman Kanak-kanak) Guru Perempuan 7 Orang Memiliki murid
47 Orang terdiri dari siswa 21 Orang dan siswi 26 Orang, 2 Unit SD(Sekolah Dasar)
Guru Laki 13 Orang dan Guru perempuan 15 Orang dan jumlah murid sekeluruhan
635 Orang terdiri 300 siswa dan 335 siswi, 1 Unit Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau MTS Guru Laki 15 Orang dan Guru Perempuan 8 Orang dan memiliki
jumlah murid 141 Orang terdiri dari 64 sisiwa dan74 siswi, dan 1Unit Sekolah
Menengah Atas (SMA) atau MA Guru Laki 15 Orang dan Guru Perempuan 4 Orang
dan memiliki jumlah murid 113 Orang terdiri dari 57 siswa dan 58 siswi . Hal ini
tentulah cukup memadai bagi sebuah Desa yang jauh dari perkotaan.31
31 Data Monografi Desa Penegah 2010, Menteri dalam Negri Nomor 23 Tahun 1989, PropinsiJambi, h.8.
26
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG MAHAR DALAM PRESPEKTIF FIQIH
A. Pemahaman Tentang Mahar
Kata Mahar berasal dari bahasa Arab yaitu Al-Mahr, jamaknya, muhur dan
muhurah1. Asal katanya ialah مھر (mahar) sedangkan pemakain katanya ialah المرأة
امھر yang artinya ia memberikan mahar (maskawin) kepada seorang perempuan.2
Menurut istilah Syara ‘mahar artinya sesuatu barang atau benda berharga yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada calon istrinya sebagai tukaran atau jaminan bagi
sesuatu yang akan di terima darinya.3
Mahar adalah pemberian dalam pernikahan atau sejenisnya yang diberikan
berdasarkan kesepakatan kedua mempelai atau berdasarkan putusan hakim. Dalam
bahasa arab, mahar juga disebut shadaq. Tampaknya, penamaan itu menunjukkan “
kesungguhan atau keseriusan (shidq) seorang suami untuk menikah”.4 Kalau mahar
itu dalam bentuk uang atau barang berharga, maka Nabi menghendaki mahar itu
dalam bentuk yang lebih sederhana. Hal ini tergambar dalam sabdanya dari uqbah bin
Amir yang di keluarkan oleh Abu Daud dan di sahkan oleh Hakim, dan Nabi
1 Ibnu Mandur Al-Ifriqy, Lisan Al-Arab, (Mesir: Dar Shadir, 1958,) Jilid 5, h. 184..2 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431.
3 Amir Syrifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat DanUndang-undang Perkawinan, (Jakarta: Putra Grafika, 2006) Cet ke-1, h. 8.
4 Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita 2, (Jakarta: Pena Pundi Askara, 2007), h. 174.
27
mengucapkan Sebaik- baiknya mahar itu adalah yang paling mudah (perempuan agar
tidak menuntut mahar yang tinggi kepada pihak laki-laki).
Mahar juga di tafsirkan dalam Undang-Undang keluarga Islam 1984 dengan
definisi :’’Pembayaran Maskawin yang wajib dibayar di bawah Hukum Syara’ oleh
suami kepada Istri pada masa perkawinan dalam aqad nikah, sama halnya berupa
uang yang sebenarnya di bayar atau diakui sebagai utang dengan atau tanpa uang
muka, atau berupa suatu yang menurut hukum syara’ dan dinilai dengan uang ‘’.
Mahar di dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam ini adalah suatu pemberian
yang wajib dibayar mengikut Hukum Syara’ dan berpautan dengan Syariat Islam.
Dengan kata lain bahwa mahar itu boleh berupa barang (harta kekayaan) dan
boleh juga berupa jasa atau manfaat. Jika berbentuk barang atau harta, di syaratkan
haruslah barang tersebut berupa sesuatu yang mempunyai nilai atau harga, halal lagi
suci. Sedangkan bila maharnya berbentuk jasa atau manfaat, maka di syaratkan harus
dalam arti yang baik.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadist Nabi dari Abdullah bin Amir
Menurut riwayat at-Tirmidzi yang bunyinya:
)رواه الترمذي(أن النبي صلى االله علیھ وسلم أجاز نكاح امرأة على نعلین
Artinya: Nabi Muhammad SAW membolehkan menikahi perempuan dengan
mahar sepasang sandal.(riwayat at-Tirmidzi)
Dengan tidak adanya petunjuk yang pasti tentang mahar ulama
memperbincangkannya, bahwasannya mereka sepakat menetapkan bahwa tidak ada
batas maksimal bagi sebuah mahar. Disisi lain, apabila istri memberikan sebagian
28
mahar yang sudah mejadi miliknya, tanpa paksaan, maka sang suami boleh
menerimanya. Malah wajib diterima istri dan menjadi hak istri, bukan orang tua atau
saudaranya. Mahar adalah imbangan untuk menikmati tubuh istri dan sebagai tanda
kerelaan untuk di gauli oleh suaminya.5
Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ayat 34 yang berbunyi:
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
itu Allah SWT telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yanglain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari hartamereka. (Qs 4, An-Nisa’:3,4)”
Di samping itu mahar juga akan memperkokoh ikatan dan menimbulkan kasih
sayang dari istri kepada suaminya sebagai teman hidup dan mengeratkan hubungan
kekeluargaan dan di mana hubungan keduannya itu diridhoi oleh Allah yang maha
pencipta lagi Maha mengetahui atas segalanya.
Jumhur Ulama berpendapat sebelum istri menerima pendahuluan mahar yang
di tetapkan ia boleh menolak memberikan hak-hak suami seperti bergaul dan
melakukan hubungan kelamin, karena mahar itu adalah haknya dan sebelum haknya
5 Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002),Edisi 2, h. 130.
29
itu diterimanya ia boleh tidak menjalankan kewajibannya.6 Dalam Tradisi Arab
sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh mahar itu meskipun wajib, namun
tidak mesti diserahkan waktu berlangsungnya akad nikah dalam arti boleh diberikan
waktu akad nikah dan boleh pula sesudah berlangsungnya akad nikah itu. Definisi
yang diberikan oleh ulama waktu itu sejalan dengan tradisi yang berlaku waktu itu.
Oleh karena itu, definisi tepat yang dapat mencakup dua kemungkinan itu adalah:
“Pemberian khusus yang bersifat wajib berupa uang atau barang yang diserahkan
mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari
berlangsungnya akad nikah”.7Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa
pemberian wajib yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan
tidak dalam kesempatan akad nikah atau setelah selesai peristiwa akad nikah tidak
disebut mahar, tetapi nafaqah. Bila pemberian itu dilakukan secara sukarela diluar
akad nikah tidak disebut mahar atau dengan arti pemberian biasa, baik sebelum akad
nikah atau setelah selesainya pelaksanaan akad nikah. Demikian pula pemberian yang
diberikan mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah namun tidak kepada mempelai
perempuan, tidak disebut mahar.8
6 Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat danUndang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 95.
7 Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam vshonogami barat, (Jakarta: Pedoman ilmu Jaya), cet ke-1, h. 85.
8 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, April 2006, cet ke- 1, h. 173.
30
B. Dasar Hukum Mahar
Para Ulama telah menyepakati bahwa hukum memberi mahar atau maskawin
itu adalah wajib.9 Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT dalam surat An-Nisa
ayat 4 disebutkan:
Artinya: “Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan itu maskawin
mereka sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka dengan suka hatinyamemberikan kepada kamu sebahagian dari maskahwinnya maka makanlah(gunakanlah) pemberian (yang halal) itu sebagai nikmat yang lezat, lagi baikkesudahannya” (Q.S. An-Nisa’ 4:4)
Syaikh Islam rahimahullah berkata,” Sunnahnya yaitu meringakan mahar, dan
agar tidak lebih dari istri-istri Nabi SAW dan anak perempuan beliau. Telah di
riwayatkan oleh Aisah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,10
إن أعظم النساء بركة أیسرھن مؤونة
Artinya: “Sesungguhnya wanita yang paling besar mendapatkan berkah, yaitu
yang paling pemurah di antara mereka.”
Dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, “Sebaik-baiknya wanita yaitu yang
mempermudah mahar di antara mereka”. Dari Hasan Al Bashri, Rasulullah SAW
bersabda, “ Biasakanlah wanita dengan pria, dan janganlah berlebihan di dalam
9 Muhammad Ibrahim Jannati. Fiqih Perbandingan Lima Mazhab, (Jakarta: Cahaya, 2007),Jilid III, h. 391.
10 Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam,2002), Cet ke-1, h. 74.
31
mahar.” Umar bin khaththab (di depan kaum muslimin) berkata Ingatlah, janganlah
kamu meminta berlebihan terhadap mahar seorang wanita, kalau dia ingin terhormat
di dunia atau di sebut bertaqwa di sisi Allah SWT. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu yaitu Rasulullah SAW. Tidaklah beliau memberikan mahar
untuk istri-istri beliau dan meminta mahar untuk putri-putri beliau, lebih dari dua
belas auqiyah.” (At-Tirmidzi berkata bahwa, ini Hadist shahih).11
Dari Abu Amru Al Aslamy, Sesungguhnya ia menikah dengan seorang
perempuan. Lalu ia datang kepada Rasulullah SAW untuk memohon bantuan tentang
pemberian mahar kepadanya. Rasulullah SAW bertanya, “ Berapa mahar yang akan
engkau berikan ?” Ia menjawab,” Dua ratus dirham.” Rasulullah SAW berkata, “
Kalau kamu mengeruk dirham dari tempatnya maka tidak akan cukup”.12
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya, bahwa seandainya ia
memberikan mahar sebagai hutang yang memberatkan, dan ia berniat untuk tidak
membayarnya, maka haram baginya. Sebagaimana telah di riwayatkan oleh Abu
Hurairah RA, Rasulullah SAW telah bersabda:
.من تزوج امرأة بصداق ینوي أن لا یؤدیھ إلیھا فھو زان، ومن أدان دینا ینوي أن لا یقضیھ فھو سارق
11 Ibid. h. 173.
12 Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam,2006), cet ke-1, h. 174.
32
Artinya : “.Barang siapa menikahi seorang wanita dengan mahar, dan dia
berniat untuk tidak membayarnya, maka ia telah berzina. Dan barang siapa berniat
hutang dan tidak mau membayanya, maka ia di sebut maling.”13
Telah di jelaskan sebelumnya dari Umar RA, bahwa mahar putri-putri
Rasulullah SAW sebesar itu jumlahnya. Barang siapa memberikan mahar melebihi
mahar putri-putri Rasulullah SAW, padahal beliau adalah wanita-wanita yang paling
sempurna di muka bumi serta sebaik-baiknya ciptaan Allah SWT, maka ia termasuk
orang yang bodoh dan dungu. Begitu juga mahar istri-istri Rasulullah SAW
(Ummahatul Mu’minin) ini bagi yang mampu dan leluasa, sementara orang yang
miskin, ia tidak wajib memberikan mahar kepada seorang wanita, kecuali sesuai
dengan kemampuannya dan tidak memberatkannya.14
Menurut kompilasi hukum Islam pada pasal 31dinyatakan:
Penentuan Mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang
dianjurkan oleh ajaran Islam.
Adapun yang paling utama, yaitu membayar mahar seluruhnya kepada
perempuan sebelum di gauli. Ini jika mampu. Di bolehkan apabila sebagian mahar
dibayar di muka dan sebagian ditunda. Para Salafus Shalih mempermurah mahar.
Sementara yang diriwayatkan dari para Salafus Shalih bahwa, mereka memberikan
mahar lebih dikarenakan mereka kaya, dan mereka membayar semuanya sebelum
13 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah TanggaDalam Islam,( Jakarta: Prenada Media,2003), Cet ke-1, h. 105.
14 Ibid., h. 175.
33
bercampur (dukhul) dan mereka tidak menyisakannya sedikitpun. Barang siapa yang
mampu, dan ia senang memberikan istrinya mahar yang banyak, maka tidak
bermasalah. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa (4): 20)
Artinya : “Sedangkan kamu telah memberikan kepada seseorang di antaramereka harta yang banyak, maka jangan kamu mengambil kembali dari padanyasedikitpun.”(Qs. An-Nisa (4): 20).15
Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam Al-Qur’an dan
dalam Hadist Nabi. Dalil dalam ayat Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT dalam
surat An-Nisa’ ayat 4 yang bunyinya :
Artinya :“Berikanlah mahar kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamusebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu (sebagaimakanan) yang sedap lagi baik akibatnya.16
Demikian pula firman Allah SWT dalam surat An-Nisa (4)ayat 24:
15 Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam,2002), Cet ke-1,.h.174
16 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2009), Cetke-3, h. 85.
34
Artinya : “Maka karena kesenangan yang telah kamu dapatkan dari mereka,maka berikanlah kepada mereka mahar mereka secara fardhu.17
Adapun dalil dari hadist diantaranya adalah sabda Nabi yang berasal dari Sahal
bin Sa’ad al-Sa’idi dalam suatu kisah panjang dalam bentuk hadist muttafaq alaih:
من شيء فقال لا واالله یا رسول االله فقال إذھب یا رسول االله إن لم یكن لك بھا حاجة فزوجنیھا فقال ھل عندك
إلى اھلك فانظر ھل تجد شیئا فذھب ثم رجع فقال لا واالله ما وجدت شیئا فقال رسول االله صلى االله علیھ وسلم
.أنظر ولو خاتما من حدید
“.Ya Rasulullah bila anda tidak punya keinginan untuk mengawininya, maka
kawinkan saya dengannya. Nabi berkata :”Apa kamu memiliki sesuatu “. Ia berkata
:”tidak ya Rasulullah”. Nabi berkata :”Pergilah kepada keluargamu mungkin kamu
akan mendapatkan sesuatu. Kemudian dia pergi dan segera kembali dan berkata
:”Tidak saya memperoleh sesuatu ya Rasulullah”. Nabi berkata :”Carilah walaupun
sebentuk cincin besi”.18
Di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam), mahar ini diatur di dalam pasal 30
sampai pasal 38 di dalam pasal 30 dinyatakan : Calon mempelai pria wajib membayar
mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati
oleh kedua belah pihak.19
17 Ibid., h. 86.
18 Ibid., h. 87.
19 Amiur Nuruddin, & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2004), h. 66.
35
Pasal yang juga sangat penting diperhatikan adalah terdapat di dalam pasal 31
yang berbunyi: Penentuan mahar berdasarkan atas asas kesederhanaan dan
kemudahan yang dianjurkan oleh ajara Islam.
Dengan demikian kendatipun mahar itu wajib, namun dalam penentuannya
tetaplah harus mempertimbangkan asas kesederhanaan dan kemudahan. Maksudnya,
bentuk dan harga mahar tidak boleh memberatkan calon suami dan tidak pula boleh
mengesankan asal ada atau apa adanya, Sehingga calon istri tidak merasa dilecehkan
atau diselepehkan.20
C. Kadar Mahar Dalam Perkawinan
Di dalam Islam Mahar tidak ditentukan jumlah besar kecilnya. Dikarenakan
mahar itu di tentukan oleh calon istri dan tidak ada campur tangan dari pihak
keluarganya. Mahar itu merupakan pemberian pertama seorang suami kepada istrinya
yang dilakukan pada waktu akad nikah. Dikatakan yang pertama karena sesudah itu
akan timbul beberapa kewajiban materill yang harus dilaksanakan oleh suami selama
masa perkawinan untuk kelangsungan hidup perkawinan itu. Dengan pemberian
mahar itu suami dipersiapkan dan dibiasakan untuk menghadapi kewajiban materill
berikutnya.
Tentang semenjak kapan berlakunya kewajiban membayar mahar itu ulama
sepakat mengatakan bahwa dengan berlangsungnya akad nikah yang sah berlakulah
kewajiban untuk membayar separuh dari jumlah mahar yang ditentukan waktu akad.
20 Ibid., h. 67.
36
Alasannya ialah walaupun putus perkawinan atau kematian seorang diantara suami
istri terjadi sebelum dukhull, Namun suami telah wajib membayar separuh mahar
yang disebutkan waktu akad. Tentang kapan mahar wajib dibayar keseluruhannya
kelihatannya ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabalah sepakat tentang dua
syarat, yaitu: hubungan kelamin dan matinya salah seorang diantara keduannya
setelah berlangsungnya akad. (Ibnu al-Humam, 322)
Kesepakatan mereka didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al-
Baqarah (2) ayat 237 :
Artinya :“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum sempat kamu sentuhdan kamu telah menetapkan untuk mereka mahar, maka kewajibanmu adalahseparuhnya.”
Mahar itu adalah suatu yang wajib diadakan meskipun tidak dijelaskan bentuk
dan harganya pada waktu akad. Dari segi dijelaskan atau tidaknya mahar itu pada
waktu akad, mahar itu ada dua macam:
Pertama: Mahar yang disebutkan bentuk, wujud atau nilainnya secara jelas
dalam akad, disebut mahar musamma.Inilah mahar yang umum berlaku dalam suatu
perkawinan. Selanjutnya kewajiban suami untuk memenuhi selama hidupnya atau
selama berlangsungnya perkawinan. Suamiwajib membayar mahar tersebut yang
wujud atau nilainya sesuai dengan apa yang disebutkan dalam akad perkawinan itu.
37
Kedua: Bila mahar tidak disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu
akad,maka kewajibannya adalah membayar mahar sebesar mahar yang diterima oleh
perempuan lain dalam keluarganya. Mahar dalam bentuk inidisebut Mahar Mitsil.
Ulama Hanafiyah secara spesifik memberi batasan mahar mitsil itu dengan
mahar yang pernah diterima oleh saudaranya, bibinya dan anak saudara pamanya
yang sama dan sepadan umurnya, kecantikannya,kekayaannya,tingkat kecerdasannya,
tingkat keagamaannya, negeri tempat tinggalnya, dan masanya dengan istri yang akan
menerima mahar tersebut. (Ibnu Al-Humuam: 368; al-Thusy, 299)
Mahar mitsl diwajibkan dalam tiga kemungkinan:
Pertama: dalam keadaan suami tidak ada menyebutkan sama sekali mahar
atau jumlahnya.
Kedua: suami menyebutkan mahar musamma. Namun mahar tersebut tidak
memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti maharnya adalah
minuman keras.
Ketiga: suami ada menyebutkan mahar musamma, namun kemudian suami
istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat diselesaikan.
38
BAB IV
MAHAR ADAT DESA PENEGAH DALAM TINJAUN HUKUM ISLAM
TENTANG MAHAR ADAT JAMBI
A. Pengertian dan Kedudukan Mahar Adat Desa Penegah
Menurut adat mahar itu soko (maskawin) yang mana hendaknya di berikan
kepada istri apabila melakukan suatu pernikahan.21 Adapun kedudukan mahar dalam
adat jambi itu penting sekali bahkan wajib diberikan kepada yang menerima yaitu
istri dan hal tersebut juga termasuk dalam rukun nikah dan mahar tersebut sama
halnya awal seorang suami memberikan nafkah wajib kepada seorang istri.
Pengertian Mahar serta kedudukan mahar dalam adat jambi sama dengan apa yang
telah disyariatkan oleh islam apa yang disebut menurut adat sama dengan demikian,
karena adat itu Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi pada
kitabullah.22 adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat
dikarenakan adat dan agama itu tidak dapat bisa dipisahkan Dan semua itu ungkapan
dari pucuk jambi Sembilan lurah adalah ungkapan perlambangan dari kesatuan
daerah dan kesatuan penduduk propinsi jambi, pendukung adat dan budaya tersendiri,
Penduduk jambi adalah mayoritas penganut agama Islam yang taat dan setia bahkan
dalam suatu persoalan itu dapat dilihat antara adat dengan agama terikat dalam
21 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431.
22 Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desaPenegah Kecamatan Pelawan .
39
hubungan yang erat sekali sebagaimana disebutkan dalam seloko adat sebagai
berikut:23
a. Adat bersendikan syarak (pondasi), syarak bersendikan Kitabullah.
b. Syarak mengato, adat memakai
Adat itu pula mengatur bagaimana seharusnya pergaulan antara bujang
dengan sigadis, dan bagaimana pula seharusnya mahar perkawinan itu dilangsungkan
atau diberikan kepada istri. Dorongan jiwa remaja saat ini untuk bergaul dan
berkelakar dipenuhi dengan semangat mengindahkan ketentuan-ketentuan Agama
Islam dan norma-norma sopan-santun bermasyarakat.24
Kata Mahar berasal dari bahasa Arab Almahru dan telah menjadi bahasa
Indonesia terpakai. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan mahar itu
dengan “Pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah”. Definisi ini kelihatannya
sesuai dengan tradisi yang berlaku di Indonesia bahwa mahar itu diserahkan ketika
berlangsungnya akad nikah.25
23 Khaidir, Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1
24 Ibid,. h.2
25 Amir Syrifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat DanUndang-undang Perkawinan, (Jakarta: Putra Grafika, 2006) Cet ke-1, h. 8.
40
Mengenai mahar Ulama Fiqh memberikan definisi dengan rumusan yang
tidak berbeda secara substansial. Di antaranya seperti yang dikemukakan ulama
Hanafiah sebagai berikut:26
البضع بلة مقا في الزوج على ح النكا عقد في یجب ل الما ھو
“Harta yang diwajibkan atas suami ketika berlangsungnya akad nikah sebagai
imbalan dari kenikmatan seksual yang diterimanya”. (Ibnu al-Humam, 316).
Oleh karena itu, definisi yang tepat mengenai mahar dapat mencakup dua
kemungkinan itu adalah: “Pemberian khusus yang bersifat wajib berupa uang atau
barang yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika atau
akibat dari berlangsungnya akad nikah”. Definisi tersebut mengandung pengertian
bahwasannya pemberian wajib yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan tidak dalam kesempatan akad nikah atau setelah selesainya peristiwa akad
nikah tidak disebut mahar, tetapi nafaqah. Bila pemberian itu dilakukan secara
sukarela diluar akad nikah tidak disebut mahar atau dengan arti pemberian biasa, baik
sebelum akad nikah atau setelah selesainya pelaksanaan akad nikah. Demikian pula
pemberian yang diberikan mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah namun tidak
kepada mempelai perempuan , tidak disebut mahar.27
B. Sejarah Pemberlakuan Mahar Adat Desa Penegah
26 Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat danUndang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 85.
27 Ibid,. h.86
41
Undang-undang No. 22 Tahun 1948 adalah dasar pertama terbentuk ya DPRD
dan DPD pada setiap marga mendapo dan kampung, namun keberadaannya menjadi
fakum karena terjadi agresi Belanda I dan II, demikian juga terhadap peraturan
ketentuan hukum adat dalam mengatur desa yang berlaku sebelum berlakunya
Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 yang bernama peraturan negeri otonom diluar
Jawa dan Madura. Namun peraturan tersebut, belum dapat memberikan otonomi
secara penuh kepada desa dan tidak selaras dengan adat istiadat masyarakat desa
sehingga menyebabkan sering terjadinya reaksi.28 Dari kenyataan yang terjhadi saat
itu, pemerintah pusat mengambil kebijakan untuk mengeluarakan Undang-undang
No. 5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Desa, namun UU tersebut belum
menampung aspirasi adat desa, sehingga pada tanggal 3 Desember 1984, Pemerintah
Daerah Tingkat I Jambi mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 1991,
tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat Kebiasaan Masyarakat dan
Lembaga Adat, dan disahkan oleh Menteri Dalam Negeri Tanggal 21 Nopember
1992.29
Pendapat tokoh masyarakat tentang Mahar dalam Adat Jambi khusunya di
Desa Penegah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun kata Mahar dan itu di
ambil dari kata Bahasa Arab yaitu Almahru dalam Adat itu disebut dengan soko
(Maskawin) yang berupa uang, emas, Seperangkat Alat shalat, yang mana mahar
28 Kemas Arsyad Somad, Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, ( cet Ke-1 Jambi2002),.h.65
29 Ibid,.h.66
42
sama pentingnya bahkan wajib di berikan kepada yang menerima yaitu istri dan hal
tersebut juga termasuk dalam rukun nikah dan hal itu pun (mahar) bisa dirundingkan
antara kedua mempelai, dan mahar tersebut sama halnya awal seorang suami
memberikan nafkah wajib kepada seorang istri.30
Mahar sama dengan apa yang di syariatkan Islam apa yang disebut menurut
Adat sama demikian hal tersebut karena adat itu sendiri Bersendi (Pondasi) pada
Syarak’ dan Syarak Bersendi pada kitabullah, Syarak mengato Adat memakai di sisi
lain dalam hal pernikahan Adat memakai seperti kujur (tombak) sebatang dan keris
sebilah sebagai Pegang Pakai dalam masyarakat adat jambi bertujuan untuk
membangun rumah tangga yang utuh dan sejahtera bahagia lahir maupun bathin dan
diberikan kepada wanita berupa kujur (tombak) sebatang keris sebilah yang diartikan
sebagai pengadilan apabila didalam bahtera rumah tangga terjadinya broken home
(keributan dalam rumah tangga) dan itu sudah menjadi tradisi adat sebagai syarat
pernikahan dalam adat jambi, makna dari kujur (tombak) sebatang dan keris sebilah
itu sendiri itu syimbol tidak dapat dipungkiri bahwasannya kujur (tombak) sebatang
dan keris sebilah, kelam untuk betungkek (betongkat) artinya tidak bisa dirobohkan
kedua belah pihak.31 atau pernikahan harus mengikuti peraturan tempat dimana
dilaksanakanya pernikahan atau dalam bahasa adatnya siang untuk dijadikan tongkat
malam untuk dijadikan obor, itulah gunanya Nenek Mamak khusus tempat
30 Khaidir, Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1
31 Wawancara, dengan Kades di kantor Kepala Desa pada tanggal 15-11-2010, Nara SumberAkmal
43
menyelesaikan permasalahan keruh tempat berjernih (kusui tompe bejonih/ tempat
mengadu kedua mempelai) dan di dalam mayarakat adat khususnya di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan Kabupaten apabila Hukum Kujur (tombak) sebatang dan keris
sebilah seperti apa,kalau benda tersebut tidak ada , maka perundingan belum bisa
dilanjutkan dalam pernikahan. Maka bisa batal perkawinannya, syah menurut Agama
akan tetapi tidak syah menurut adat.32
Yang namanya adat/kebiasaan di daerah jambi apabila ada seseorang
melakukan pernikahan seperti namanya adat kujur (tombak) sebatang dan keris
sebilah untuk zaman saat kini Langka pada akhirnya terjadi Pergantian dari kujur
(tombak) di uangkan dan dibayarkan kepada Tengganai/ calon kakak ipar mempelai
perempuan sedangkan keris tetap diadakan alasannya di karenakan di tiap daerah itu
ada pengurus adat yang menyimpan Barang-barang Budaya tradisi adat jambi.33
Dari perkembangan yang ada, penulis simpulkan bahwa sejarah adanya adat
mahar di desa Penegah berupa kujur (tombak) dan keris sebilah yaitu dari nenek
moyang dahulu kala, dan ini sudah menjadi tradisi adat yang tidak boleh dirubah.
C. Pemahaman Masyarakat Tentang Pembayaran Mahar Adat Desa Penegah
Di dalam kebiasaan adat masyarakat jambi dalam hal pembayaran mahar
sama halnya yang telah disyariatkan dalam Islam yaitu kata lain Mahar yang berupa
32 Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desaPenegah Kecamatan Pelawan .
33 Wawancara dengan Tokoh Agama pada tanggal 17-11-2010, Nara Sumber Ust Maftuhidesa Penegah Kecamatan Pelawan
44
sejumlah Uang, Emas, Seperangkat alat shalat dan Pinta-Pinto atau yang disebut
Permintaan, Apabila terjadi kejanggalan dalam Mahar. Yang mana benda tersebut
agar diberikan kepada pihak calon mempelai wanita. Apabila bila sang calon suami
tidak menyanggupi atas mahar yang diminta oleh pihak calon mempelai wanita maka
adat meringankan mahar tersebut dengan cara kedua calon mempelai harus ada
persetujuan atau kesepakatan dalam mahar yang telah di setujukan kedua pasangan
tersebut.34 Dengan cara seperti inilah adat meringankan agar sang calon mempelai
laki-laki tidak merasa di beratkan akan mahar tersebut. Dan Tentunya pihak calon
mempelai wanita di anjurkan untuk tidak menuntut Mahar yang tinggi dikarenakan di
khawatirkan banyaknya para lelaki yang minder di dalam pernikahan dikarenakan
ketidak mampuan mahar tersebut, itulah gunanya agar di ketemukan kedua belah
pihak atau adat menyebutkan seperti Nenek Mamak untuk mengadakan perundingan
atau yang disebut Pinta Pinto (permintaan) pihak Laki-laki untuk memberikan Usulan
kepada pihak calon mempelai perempuan agar Pinta Pinto di ringankan atau di
mudahkan akan Hal pembayaran Mahar.35
Syikh Islam rahimahullah berkata, “Sunnahnya yaitu meringankan Mahar, dan
agar tidak lebih dari Istri-istri Nabi SAW dan anak perempuan beliau, di dalam
Hadist yang di riwayatkan oleh Aisah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,
إن أعظم النساء بركة أیسرھن مؤونة
34 Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desaPenegah Kecamatan Pelawan .
35 Wawancara dengan Staf KUA di kantor Urusan Agama pada tanggal 22-11-2010, NaraSumber Puji Handoko desa Penegah Kecamatan pelawan
45
Artinya: “Sesungguhnya wanita yang paling besar mendapatkan berkah,yaitu yangpaling pemurah diantara mereka” .36
Tokoh Adat yang berada di daerah Jambi Khususnya di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun menganjurkan untuk membiasakan
wanita dengan pria yang ingin melakukan pernikahan/ perkawinan janganlah
berlebihan di dalam Mahar ditakutkan atau dikhawatirkan akan timbul sifat sombong,
takabbur, dan kering jiwanya dari Agama, mereka menuntut/ memberikan mahar
lebih banyak hanya untuk kesombongan belaka. Mereka tidak bermaksud
mengambilnya dari suami, sementara dia berniat tidak akan memberikannya kepada
mereka. Ini merupakan bentuk kemungkaran yang hina dan bertentangan dengan
sunnah, serta telah menyimpang dari Syariat. Jika suami bermaksud
membayarkannya tetapi biasanya ia tidak mampu maka akan memberatkannya dan
menjadi tanggung jawab yang berat pula, serta menjadikannya kehilangan harga diri.
Sementara itu, keluarga istrinya akan merusak hubungan rumah tangganya.
Sebaiknya di dalam pemberian Mahar sebelum akad dilangsungkan, di
usahakan sesuai dengan kemampuannya, sesuai modal yang ada, tidak usah
dilebihkan takut adanya rasa sombong di dalam hatinya seakan- akan menunjukkan
hata kekayaannya yang ia peroleh.
Berbicara masalah Adat istiadat/kebiasaan dengan artian Adat yang
bersendikan Syarak, Syarak Bersendi pada Kitabullah ini dengan arti kato (bahasa
36 Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam,2002), Cet ke-1,.h.173
46
dusunnya)/kata bahwasannya apabila kita sudah melandasakan pikiran, maka masuk
pada niat, niat akan membuahkan rencana, rencana akan dilanjutkan dengan
perbuatan. Dan itulah Adat Istiadat adalah seperangkat nilai-nilai kaedah-kaedah,
norma dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan
dan perkembangan masyarakat desa, telah dikenal dan dihayati dan diamalkan oleh
warga masyarakat itu secara berulang-ulang dan terus menerus.37
Adat yang tumbuh dan berkembang sepanjang masa itu telah memberikan ciri
khas bagi suatu daerah dan dalam skala besar telah memberikan identitas pula bagi
bangsa Indonesia, dikarenakan perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa adat
istiadat yang tumbuh dan berkembang itu telah dapat memberikan andil yang besar
terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, khususnya dalam menjaga
tertib dan kesejahteraan sosial.
D. Analisis Terhadap Pemahaman dan Praktek Adat Mahar Desa Penegah dan
Hukum Islam
Setelah melakukan penelitian di Desa Penegah Kecamatan pelawan
Kabupaten Sarolangun Propinsi Jambi Maka Penulis akan melakukan penganalisaan
yang berkaitan dengan terhadap Pemahaman dan Perilaku adat Tentang Mahar:
Dalam Adat Mahar itu sama saja seperti Maskahwin yang berupa Uang, Emas/
Perhiasan, Seperangkat Alat Shalat. Sebagian ada yang menggunakan Seperangkat
37 Wawancara dengan Tokoh adat pada tangaal 17-11-2010, Nara Sumber Datuk Darwis desaPenegah Kecamatan Pelawan .
47
alat Shalat saja sebagai Mahar dalam melakukan perkawinan. Dan ada pula yang
menggunakan Jasa saja (seperti mengajarkan Istri sebuah Al- Qur’an) .
Dalam pernikahan pasti atau wajib seorang calon mempelai Lelaki memberikan
mahar kepada calon mempelai Perempuan dan di dalam Penerimaan Mahar tidak
boleh di wakilkan kepada siapa pun walaupun dari keluarga mempelai perempuan.
Dan Mahar itu harus musti di berikan kepada calon mempelai Perempuan.
Dalam adat Mahar itu disebut dengan kata Soko (Bahasa Adat Melayu Jambi)
yang di Artikan Maskawin yang wajib diberikan kepada seorang Wanita yang
berupa Seperangkat Alat Shalat dan Mahar tersebut itu tergantung permintaan
mempelai wanita dan hal itu pun (mahar) bisa dirundingkan antara kedua pihak
calon mempelai.
Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pada Pasal 30 Sd 34 sebagai berikut:
Pada Pasal 30 menyebutkan Calon mempelai Pria wajib membayar mahar
kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati
oleh kedua belah pihak.
Pada Pasal 31 Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan
kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.
Pada Pasal 32 Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita, dan
sejak itu menjadi hak pribadinya.
Pada Pasal 33 Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
Pada Pasal 34 Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam
perkawinan.
48
Sampai saat ini pemahaman masyarakat jambi khususnya di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun mengenai Kujur Sebatang (Tombak) dan
Keris Sebilah masih tetap di pergunakan dalam Pernikahan karena itu salah satu demi
kelanggengan bahtera Rumah Tangga. Dan sampai saat ini juga penulis meneliti adat
tersebut Mengenai Adat kujur (tombak) sebatang Keris sebilah tetap di pergunakan di
karenakan sejak Jambi berdiri Adat tersebut sudah diberlakukan oleh Pemerintahan
Jambi serta Ketua adat sampai saat ini pun adat tersebut di pertahankan.
49
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu
yaitu mulai bab I sampai dengan bab IV, maka penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Pengertian Mahar serta kedudukan mahar dalam adat jambi sama dengan apa
yang telah disyariatkan oleh islam apa yang disebut menurut adat sama dengan
demikian, karena adat itu Bersendi (pondasi) pada Syarak dan syarak Bersendi
pada kitabullah, adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat
dikarenakan adat dan agama itu tidak dapat bisa dipisahkan.
2. Sejarah adanya adat mahar itu sejak berdirinya Jambi, dan ada pula yang
mengatakan semenjak Belanda memasuki wilayah Jambi, adat tersebut sudah ada
dan di berlakukan. Berbicara masalah Adat istiadat/ kebiasaan dengan artian Adat
yang bersendikan Syarak, Syarak Bersendi pada Kitabullah ini dengan arti kato
(bahasa dusunnya)/kata bahwasannya apabila kita sudah melandasakan pikiran,
maka masuk pada niat, niat akan membuahkan rencana, rencana akan dilanjutkan
dengan perbuatan. Dan itulah Adat Istiadat adalah seperangkat nilai-nilai kaedah-
kaedah, norma dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang bersama dengan
50
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat desa, telah dikenal dan dihayati dan
diamalkan oleh warga masyarakat itu secara berulang-ulang dan terus menerus.
3. Sampai saat ini pemahaman masyarakat jambi khususnya di Desa Penegah
Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun mengenai Kujur Sebatang (Tombak)
dan Keris Sebilah masih tetap di pergunakan dalam Pernikahan karena itu salah
satu demi kelanggengan bahtera Rumah Tangga. Dan sampai saat ini juga penulis
meneliti adat tersebut Mengenai Adat kujur (tombak) sebatang Keris sebilah tetap
di pergunakan di karenakan sejak Jambi berdiri Adat tersebut sudah diberlakukan
oleh Pemerintahan Jambi serta Ketua adat sampai saat ini pun adat tersebut di
pertahankan.
B. Saran-Saran
Setelah penulis membuat beberapa kesimpulan pada skripsi ini, maka sesuai
dengan kondisi dan keadaan masyarakat di Desa Penegah Kecamatan Pelawan
Singkut Kabupaten Sarolangun Jambi yang memungkinkan penulis menyampaikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Masyarakat desa Panegah hendaklah meningkatkan ilmu pengetahuan dalam
bidang apapun khususnya mengenai hukum mahar.
2. Khususnya kepada pihak-pihak yang terkait yakni para tokoh agama dan tokoh
masyarakat setempat yang lebih memahami tentang ilmu agama, hendaklah
merasa terpanggil untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat
desa Penegah.
51
3. Mengenai masalah pemberian mahar adat hendaklah dapat dijalankan tidak
bertentangan dengan hukum-hukum yang ada.
52
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an Al-Qarim
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), cet Ke-1, h,82
Abdul Qodir Jaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT: Bina Ilmu, 1995), h.120
Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,2002), Edisi 2, h. 130.
Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita 2, (Jakarta: Pena Pundi Askara, 2007), h.174.
Alih Aksara, Silsilah Raja Jambi, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jambi,h.7
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Pedoman IlmuJaya 1994
Alih Aksara, Arsitektur Tradisional Daerah Jambi, Dinas Kebudayaan danPariwisata Propinsi Jambi, h. 13
Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),cet Ke-1, h.173
Amiur Nuruddin, & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2004), h. 66.
Amir Syaripuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahatdan Undang-Undang Perkawinan, edisi I, cet ke-3, h. 95.
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta: Kencana,2006
Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam vshonogami barat, (Jakarta: Pedoman ilmu Jaya), cet ke-1, h. 85.
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,2002
Bayumi Muhammad Syekh, Naylul Awtor, Maktabul Iman, 1655 H
53
Djaelani Abdul Kadir, Keluarga Sakinah, (PT Bina Ilmu, Surabaya: 1995), h.120
Djik Uan, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Sumur, Bandung: 1979
Dr.Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta 1998
Data Monografi Desa dan kelurahan 2010, Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun1989, Propinsi Jambi, h. 1
Hadi Kusuma, HukumAdat dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung: 1990
Ibrahim Madkur, Al-Muajam Al-Wasid, Beirut, Dar al Fiqr
Ibnu Mandur Al-Ifriqy, Lisan Al-Arab, (Mesir: Dar Shadir, 1958,) Jilid 5, h. 184.
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:Kencana 1988
Ja’far Rassun, Upaya Pelestarian Nilai-nilai Budaya Daerah, cet Ke-1, h. 13.
Kamaludin Marjuki, Terjemahan Fiqh Sunah, PT Al-Ma’arif, Bandung: 1987
Khaidir, Lembaga Adat Melayu Jambi propinsi Jambi, cet Ke-1 Jambi, 2009,.h.1
Kemas Arsyad Somad, Mengenal Adat Jambi dalam perspektif modern, ( cet Ke-1Jambi 2002),.h.65
Kompilasi Hukum Islam, cet II. Bandung: Humaniora, 2005
Kotja Ningrat, Pedoman Penelitian, (Jakarta, Rajawali Press, 1989), h, 9
Mahmasanni subhi, Filsafat dalam Hukum Islam, Penerjemah Ahmad Sudjono,Al-Ma’arif, Bandung: 1981
Muhammad Busnar, Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Pradnya Pramita, Jakarta: 1983
Muhammad Ibrahim Jannati. Fiqih Perbandingan Lima Mazhab, (Jakarta: Cahaya,2007), Jilid III, h. 391.
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 431.
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam,( Jakarta: PrenadaMedia, 2003), Cet ke-1, h. 105.
54
M.Fauzil Adhim, Saatnya Untuk Menikah, Gema Insani Press 2000, Jakarta
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT RajaGrapindo Persada 1995
Nashrudin Thaha, Pedoman Perkawinan Umat Islam. Bulan Bintang.Jakarta: 1960
Soekanto Soedjono, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta, Rajawali Press,1981), h. 364
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta: PustakaAzzam, 2002), Cet ke-1, h. 74.
Soedjono Dirosworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada.1994)
Peoswadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta,1982.
Wigdjodpoero, Soerdjono, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung,Jakarta: 1984
Wawancara dengan Tokoh adat, Nara Sumber Datuk Darwis desa PenegahKecamatan Pelawan.
Wawancara, dengan Kades di kantor Kepala Desa pada tanggal 15-11-2010, NaraSumber Akmal
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan