Download - Tipe Estuaria ekologi laut
Tipe Estuaria
Estuaria didefinisikan sebagai tempat atau daerah pertemuan air tawar dan air asin.
Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut
dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan
air tawar). Lingkungan estuaria merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di
pengaruhi oleh pasang surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh
gelombang laut. Lingkungan estuaria umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka
ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah
liat. Perairan estuaria mempunyai Salinitas yang lebih rendah dari lautan dan lebih tinggi dari air
tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm.
Sebagai akibat geomorfologi suatu estuariaa, sejarah geologi daerah tersebut, dan keadaan iklim
yang menonjol, maka terdapat tipe estuaria yang berbeda, masing-masing memperlihatkan
keadaan fisik dan kimia yang berbeda. Estuaria ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe
dasar, tipe yang paling umum adalah
1. Estuaria daratan pesisir (coastal plain estuaria) yang terbentuk pada akhir zaman es
ketika permukaan laut naik menggenangi lembah sungai di pantai yang rendah letaknya.
Contohnya seperti teluk Chesapeaka dan muara sungai Delaware dan Hudson.
2. Estiaria Tektonik, pada estuariaa ini laut menggenangi kembali daratan karena turunnya
permukaan daratan, bukan sebagai akibat naiknya permukaan laut. Contohnya seperti
Teluk San Fransisco
3. Teluk Semi Tertutup atau gobah, dimana benting pasir terbentuk sejajar dengan garis
pantai dan sebagian memisahkan perairan yang terdapat di belakangnya dari laut. Hal ini
menciptakan suatu gobah yang dangkal dibelakang benting pasir, yang menampung debit
air tawa dari daratan. Tipe ini umum terdapat disepanjang pantai Texas di pantai Teluk
Florida dan di barat lautb Eropa (Belanda).
4. Fjord, merupakan lembah yang diperdalam akibat glasier dan kemudian digenangi air
laut. Bentuk ini banyak dijumpai di pantai Norwegia, Chile, dan Columbia Inggris.
Sedangkan klasifikasi Estuaria menurut Anonim (2002) :
1. Estuaria berstartifikasi nyata atau estuariaa baji garam, yang dicirikan oleh adanya batas
yang jelas antara air tawar dan air asin. Estuariaa ini banyak ditemukan di daerah dimana
alir air tawar dari daratan (biasanya melalui sungai besar) lebih dominan ketimbang
penyusupan (intrusi) air asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang surut.
2. Estuariaa campuran sempurna atau estuariaa homogen vertikal, banyak dipengaruhi oleh
pasang surut sehingga tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.
3. Estuariaa berstratifikasi sebagian/parsial atau estuariaa berstratifikasi moderat. Paling
umum dijumpai, biasanya aliran air tawar seimbang dengan masuknya air laut lewat arus
pasang. Percampuran air teruatama oleh karena adanya aksi pasng surut secara terus-
menerus, dan akan tercipta pola lapisan air dan massa air yang kompleks.
Menurut Dyer, K.R (1973) estuari dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu estuari positif dan estuari
negatif. Estuari positif adalah suatu estuari dimana air tawar yang masuk dari sungai dan hujan
lebih banyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas permukaan lebih rendah
daripada laut terbuka. Estuari negatif adalah kebalikannya, yaitu dimana penguapan lebih besar
daripada aliran sungai dan hujan, karena itu akan terjadi keadaan hypersaline (asin berlebih).
Perpaduan antara beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan yang penting terhadap
kehidupan biota estuaria. Beberapa sifat fisik yang penting adalah sebagai berikut:
1. Salinitas
Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama bergantung pada masukan air tawar
dari sungai dan air laut melalui pasang-surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan
bagi organisme, tapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menangkal predator dari
laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah.
2. Substrat
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang
dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuaria bersifat
organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan
makanan yang penting bagi organisme estuaria.
3. Sirkulasi air
Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus
pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota estuaria,
khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
4. Pasang-surut
Arus pasang-surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan plankton. Di samping itu
arus ini juga berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang sampai di estuaria
5. Penyimpanan zat hara
Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta
ganggang lainnya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang
akan digunakan kemudian oleh organisme hewani
Berdasarkan adaptasinya organisme di lingkungan estuaria mempunyai 3 (tiga ) tipe
adaptasi (Kennish, 1990). yaitu :
1. Adaptasi morfologis
organisme yang hidup di Lumpur memiliki rambut-rambut halus (setae) untuk menghambat
penyumbatan-penyumbatan permukaan ruang pernapasan oleh partikel Lumpur.
2. Adaptasi fisiologis
berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh dalam menghadapi fluktuasi
salinitas eksternal.
3. Adaptasi tingkah laku
pembuatan lubang ke dalam Lumpur oleh rganisme, khususnya invertebrata
Ada tiga komponen fauna di estuaria: lautan, air tawar dan air payau atau estuaria.
Komponen fauna lautan ini merupakan yang terbesar dalamjumlah spesies dan terdiri dari
kelompok. Binatang laut Stenohalin merupakan tipe yang tidak mampu atau mempunyai
kemampuan yang terbatas dalam mentelorir perubahan salinitas. Komponen ini biasanya terbatas
pada mulut estuaria yang pada umumnya mempunyai salinitas 30 permil atau lebih. Binatang ini
seringkalali sama dengan spesies yang dijumpai di laut terbuka. Binatang laut purihalin
membentuk subkelompok yang kedua. Mereka adalah binatang laut kgas yang mempunyai
kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas di bawah 30 permil. Spesies semacam ini
menembus hulu estuaria dengan kejauhan yang bervariasi.
Estuaria juga miskin akan flora. Hampir semua bagian estuaria yang terus menerus
terendam terdiri dari substrat lumpur dan tidak cocok melekatnya makroalga. Tumbuhan air pula
yang sangat keruh membatasi tembusnya cahaya hanya sanpai ke lapisan atas yang dangkal.
Dengan demikian,lapisan bawah estuaria serig kali tanpa tumbuhan hidup. Lapisan air teratas
dan zonz intertidal mempunyai jumlah tumbuhan yang terbatas. Di bawah hilir estuaria dan di
bawah tingkat pasang turun rata-rata mungkin terdapat padang rumput-rumputan laut ( Zoestera,
Thalassia, Cymodocia ).
Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies.dengan demikian, ia cenderung sejalan
dengan hasil obserfasi makrifauna makrifegetasi. Di alam seringkali mendominasi fitoplankton,
tetapi di hoflagelata dapat menjadi dominan selama bulan-bulan panas dan dapat tetap dominan
sepanjang waktu dibeberapa estuaria. Genera diatom yang dominan termasuk Skeletonema,
Asterionella, Nitzchia, Thalassionerta, dan Melosira. Coenera amoflagalata yang melimpah
termasuk di estuaria merupakan gambaran fitop[ankton dalam keterbatasan komposisi spesies
( Nybakken, 1988 ).
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting sebagai berikut:
1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang-surut (tidal
circulation).
2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan (ikan, udang...) yang bergantung pada estuaria
sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground).
3. Sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama
bagi sejumlah spesies ikan dan udang.
Secara umum estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai berikut :
1. Sebagai tempat pemukiman.
2. Sebagai tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan.
3. Sebagai jalur transportasi.
4. Sebagai pelabuhan dan kawasan industri.
B. Sifat-Sifat Fisik Estuaria
1. Salinitas
Fluktuasi salinitas pada daerah estuaria akan sangat bergantung pada musim topografi estuaria,
pasang surut, dan jumlah air tawar yang masuk. Daerah yang perbedaan pasang surutnya cukup
besar, akan memiliki fluktuasi salinitas yang maksimum. Selain itu, gaya Coriolis akibat rotasi
bumi berpengaruh terhadap membeloknya aliran air laut di belahan bumu utara dan selatan yang
juga berdampak pada penyebaran salinitas pada daerah estuaria.
Perubahan salinitas musiman di estuaria merupakan akibat perubahan penguapan musiman dan/
atau perubahan aliran air tawar musiman. Daerah dimana debit air tawar berkurang karena
musim kering, salinitas tertinggi bisa diperoleh lebih jauh ke arah hulu. Ketika debit air tawar
mulai naik, gradien salinitas bergeser ke hilir ke arah mulut estuaria. Oleh karena itu, pada
berbagai musim, suatu titi,k tertentu di estuaria dapat mengalami salinitas yang berbeda-beda.
Pada substrat terdapat air “interstitial” yang tertahan di dalam pori-pori yang terdapat diantara
partikel, perubahan salinitas jauh lebih lambat dari pada air di atasnya. Air serta lumpur dan
pasir disekitarnya bersifat “buffer” terhadap air yang ada di atasnya.
1. Substrat
Daerah estuaria sebagian besar didominasi oleh substrat berlumpur yang dibawa oleh air laut
maupun air tawar dai daratan. Pengandapan (sedimentasi) partikel bergantung pada arus dan
ukuran partikel. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat. Oleh keran itu, substrat pada
tempat yang arusnya kuat akan menjadi kasar (pasir atau kerikil). Diantara partikel yang
mengendap di estuaria kebanyakan bersifat organik. Sehingga sangat kaya akan bahan organik
yang dapat menjadi cadangan makanan yang besar bagi organisme estuaria
2. Suhu
Suhu air di estuaria lebih berfariasi dari pada di perairan pantai di dekatnya. Hal ini disebabkan
oleh volume air di estuaria yang relatif kecil sedangkan luas permukaan lebih besar, sehingga air
di estuaria dapat lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Faktor lain yang mempengaruhi suhu
adalah masuknya air tawar. Suhu air tawar di sungai dan kali sangat dipengaruhi oleh perubahan
suhu musiman dari pada suhu air laut. Sehingga ketika air tawar masuk ke estuaria akan terjadi
perubahan suhu.
3. Aksi Ombak dan Arus
Dangkalnya perairan estuaria pada umumnya merupakan penghalang terbentuknya ombak yang
besar. Sehingga pada umumnya estuaria merupakan tempat yang airnya tenang. Arus di estuaria
teriutama disebabkan oleh kegiatan pasang-surut dan aliran sungai. Sebagian besar estuaria,
terjadi pemasukan air tawar secara terus-menerus padsa bagian hulu. Air ini pada akhirnya akan
mengalir keluar estuaria atau menguap untuk mengimbangi air yang masuk. Selang waktu yang
dibutuhkan sejumlah massa air tawar untuk keluar dari estuaria disebut waktu penggelontoran
(flushing time). Selang waktu ini dapat menjadi tolak ukur keseimbangan suatu sistem estuaria.
Wakti penggelontoran yang lama, penting artinya untk pemeliharaan komunitas plankton
estuaria.
4. Kekeruhan
Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Pengaruh ekologi utama dari
kekruhan yaitu penurunan penetrasi cahaya. Hal ini akan berdampak pada menurunya fotosintesi
fitoplankton dan tumbuhan bentik, yang berakibat menurunnya produktifitas.
5. Oksigen
Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuaria, bersama-sama dengan
pengadukannya dan pencampuran oksigen oleh angin, membawa oksigen yang cukup dalam
kolom air. Karena kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas,
jumlah oksigen dalam air akan berfariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut di atas.
C. Biota Estuariaa
Lingkungan estuaria merupakan kawasan yang sangat penting bagi berjuta hewan dan
tumbuhan. Pada daerah-daerah tropis seperti di lingkungan estuaria umumnya di tumbuhi
dengan tumbuhan khas yang disebut Mangrove. Tumbuhan ini mampu beradaptasi dengan
genangan air laut yang kisaran salinitasnya cukup lebar. Pada habitat mangrove ini lah kita akan
menemukan berjuta hewan yang hidupnya sangat tergantung dari kawasan lingkungan ini.
Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar (eurihaline),
estuaria menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan
perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang
paling penting adalah lingkungan perairan estuaria merupakan lingkungan yang sangat kaya akan
nutrient yang menjadi unsure terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya
kunci dari keunikan lingkungan estuaria.
Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuaria di kenal dengan sebutan
daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan, invertebrate (Crustacean, Bivalve,
Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis
ikan-ikan ekonomis penting seperti siganus, baronang, sunu dan masih banyak lagi menjadikan
daerah estuaria sebagai daerah pemijahan dan pembesaran. Dibandingkan dengan tempat alin,
spesies estuaria sangat sedikit. Penjelasan yang paling umum digunakan adalah akibat adanya
fluktuasi kondisi lingkungan terutama salinitas. Selain itu, estuaria belum lama terbentuk
ditinjau dari waktu geologi, untuk memungkinkan terbentuknya fauna secara sempurna.
Keragaman topografi estuaria yang sangat sedikit juga merupakan salah satu penyebab.
D. Vegetasi Estuaria
Keragaman flora daerah estuaria juga sangat rendah. Hampir semua bagian estuaria yang terus
menerus terendam terdiri dari substrat lumpur dan tidak cocok untuk melakatnya makroalga.
Ditambah dengan penetrasi cahaya yang terbatas akibat air yang keruh. Sehingga lapisan bawah
estuaria sering kali tanpa tumbuhan hidup. Lapisan air teratas dan zona intertidal mempunyai
jumlah tumbuhan yang terbatas. Dataran lumpur intertidal ditumbuhi oleh sejumlah kecil spesies
laga hijau (Ulva, Enteromorpha, Chaetomorpha, dan Cladophora) yang bersifat musiman.
Dataran lumpur estuaria sering kali banyak mengandung flora diatom bentik dari pada
plantonik. Banyak yang bersifat motil dan melakukan pola migrasi ritmik, bergerak
kepermukaan atau turun ke dalam lumpur dan bergantung pada penyinaran. Vegetasi dominan
pada daerah estuari adalah tumbuhan bunga berumur panjang yang menancapkan akarnya di
daerah intertidal bagian atas dan membentuk komunitas khas rawa asin (salt marsh) yang
memagari estuari diseluruh daerah beriklim sedang di dunia. Jenis yang dominan yaitu Spartina
dan Salicornia. Di daerah tropik, rawa asin diganti oleh hutan bakau.
Komponen yang tidak kalah pentingnya yaitu bakteri. Baik air maupun lumpur estuari sangat
kaya akan bakteri, karena kandungan bahan organik yang sangat tinggi.
E. Plankton Estuaria
Keanekaragaman plankton estuari sangat rendah. Kekeruhan yang tinggi dan kecepatan
penggelontoran (pergantian air) merupakan faktor penyabab. Fitoplankton didominasi oleh jenia
diatom, namun jenis dinoflagellata menjadi dominan pada musim-musim panas. Jenis diatom
yang dominan termasuk Skeletonema, Asterrionella, Chaetoceros, Nitzchia, Thallasionema, dan
Mellosira. Sedangkan dari jenis dinoflagellata yaitu Gymnodinium, Gonyaulax, Peridium, dan
Ceratium.
Keterbatasan jumlah spesies fitoplankton juga berdampak pad jumlah zooplankton. Komposisi
spesies bervariasi, baik secara musiman maupun dengan mengikuti gradien salinitas ke arah hulu
estuaria. Zooplankton yang khas meliputi dari jenis kopepoda Eurytemora, Acartia,
Pseudodiaptomus, dan Centropages; misid tertentu misalnya spesies dari genera Neomysis,
Praunus, dan Mesopodopnis; dan amfipoda tertentu misalnya spesies dari Gammarus.
Zooplankton estuaria mempunyai volume rata-rata yang lebih besar daripada yang terdapat di
perairan pantai di dekatnya.
F. Adaptasi Organisme Estuaria
1. Adaptasi Morfologis
Adaptasi ini menunjukkan kehidupan pada kondisi dengan fluktuasi suhu dan salinitas.
Misalnya membuat lubang di dalam lumpur, memilikirumbai-rumbai halus dari rambut atau
setae, untuk menjaga agar lubang pernapasan tidak tersumbat oleh lumpur. Remane dan
Schlieper (1971) melaporkan bahwa ukuran badan organisme estuaria umumnya lebih kecil dari
pada kerabatnya yang sepenuhnya hidup di air laut dan berkurangnya jumlah ruas tulang
punggung di antara ikan-ikan.
2. Adaptasi Fisiologis
Pada organisme laut yang masuk ke daerah estuari, konsentrsi garam internalnya lebih tinggi dari
pada konsentrasi garam air estuaria, sehingga air cenderung melewati selaput, masuk ke dalam
tubuh untuk menyamakan konsentrasi. Pengaturan dilakukan melalui pengeluaran kelbihan air
tanpa kehilangan garam atau pengantian garam yang hilang dengan penyerapan iondari
lingkungan secra aktif. Untuk binatang air tawar, terjadi proses sebaliknya.
Pada binatang bertubuh lunak tertentu, seperti cacing polichaeta, respon pengaturan osmosisnya
relatif lambat. Organisme ini dapat mentolerir kisaran konsentrasi internal yang lebar, untk
jangka waktu tertentu. Sedangkan pada molluska bivalvi biasanya merupakan osmoregulator
yang buruk dan tanggap terhadap penurunan salinitas yang drastis dengan menutup diri di dalam
cangkangnya untuk menghindrai pengenceran cairan tubuhnya yang brlebihan dngan air.
3. Adaptasi Tingkah Laku
Salah satu bentuk adapatsi yang dilakukan adalah dengan membuat lubang di dalam lumpur.
Terdapat dua keuntungan dari tingkah laku ini, pertama yaitu dengan keberadaannya di dalam
lumpur berarti nenbuka kesempatan untuk berhubungan dengan iar interstitial yang memilki
variasi salinitas dan suhu yang lebih kecil dari pda air di atasnya; kedua, untuk menghindar dari
pemangsa, seperti burung, ikan, atau kepiting.
Adaptasi lainnya adalah mengubah posisi pada substrat dengan cara bergerak ke hulu atau ke
hilir estuari untuk menjaga organisme tetap berada pada daerah denga variasi salinitas minimal.
Beberapa jenis ikan memanfaatkan banyaknya makanan dan sedikitnya pemangsa di daerah
estuaria yang memungkinkan memanfaatkan estaria sebagai daerah asuhan, sebagai contoh dalah
balanak (Mugil sp.) ikan bas bergaris (Roccus saxatilis) dan sejenis ikan sebelah (Platichthys
flesus), yang memasuki estuaria sebagai juvenil dan bermigrasi kembali ke laut ketika dewasa.
G. Ekologi Estuaria
Secara singkat dapat dikatakan bahwa peran ekologis estuariaa yang penting ialah:
1. Merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi bagian estuariaa yang jauh dari garis
pantai maupun yang berdekatan dengannya, lewat diangkutnya zat hara dan bahan
organik tersebut oleh sirkulasi pasang surut (tidal circulation);
2. Menyediakan habitat bagi sejumlah spesies ikan yang ekonomis penting yang bergantung
pada dasar estuariaa sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding
ground); dan
3. Memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan udang yang hidup di lepas pantai,
tetapi yang bermigrasi ke perairan yang dangkal dan terlindung untuk bereproduksi dan
/atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery ground) anak mereka.
Ekosistem estuaria merupakan ekosistem yang produktif. Produktifitas hayatinya setara denga
prokduktivitas hayati hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang. Produktivitas hayati
estuaria lebih tinggi ketimbang produktivitas hayati perairan laut dan ketimbang perairan tawar.
Detritus berperan dalam pembentukan substrat untuk sumber pertumbuhan bakteri dan laga, yang
kemudian menjadi sumber makanan bagi binatang pemakan suspensi dan detritus. Estuari
merupakan penimbun bahan-bahan organik yang dibawa oleh sungai dari daratan ataupun
dibawa masuk dari laut.
Ada bebrapa penyebab sehingga produktivitas hayati estuaria sangat baik yaitu:
1. Estuaria berperan sebagai jebak zat hara. Dimana ada tiga cara ekosistim estuaria
menyuburkan diri yaitu:
dipertahankan dan cepat di daur-ulang zat-zat hara oleh hewan-hewan detritus yang hidup
di dasar estuaria seperti bermacam kerang dan cacing.
Produksi detritus, yaitu partikel-partikel sersah daun tumbuhan akuatik makro seperti
lamun, yang kemudian di makan olh bermacam ikan dan udang pemakan detritus.
Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas mikroba
(organisme renik seperti bakteri) lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar
estuaria, atau lewat hewan penggali liang di dasar estuaria seperti bermacam cacing.
2. Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dari kenyataan bahwa tumbuhan terdiri
dari bermacam tipe yang komposisinya demikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi
sepanjang tahun.
3. Arti penting pasang surut dalam menciptakan suatu ekosistim akuatik yang permukaan airnya
berfluktuasi.
DINAMIKA ESTUARIA
Wilayah estuaria merupakan pesisir semi tertutup (semi-
enclosed coastal) dengan badan air mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka (open sea)
dan kadar air laut terlarut dalam air tawar dari sungai. Di wilayah ini terjadi percampuran antara
masa air laut dengan air tawar dari daratan, sehingga air menjadi payau dengan salinitas berkisar
antara 5 – 16,5 ‰.
Wilayah ini meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria dan
hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang
sangat dinamis, karena selalu terjadi proses dan perubahan baik lingkungan fisik maupun
biologis. Bercampurnya masa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuaria memiliki
keunikan tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi.
Perubahan salinitas ini dipengauhi oleh air pasang dan surut serta musim. Selama musim
kemarau, volume air sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan
menyebabkan salinitas di wilayah estuaria menjadi meningkat. Pada musim penghujan air tawar
mengalir dari hulu ke wilayah estuaria dalam jumlah besar, sehingga sanilitas menjadi
turun/rendah.
Adanya aliran air tawar yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan
air akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen
merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuaria yang
melebihi produktifitas laut lepas den perairan air tawar.
SIRKULASI ESTUARIA
Perbedaan salinitas di wilayah estuaria mengakibatkan terjadinya proses pergerakan masa air.
Air asin yang memiliki masa jenis lebih besar dari pada air tawar, menyebabkan air asin di
muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar menuju laut. Sistem sirkulasi dalam
estuaria yang demikian inilah, yang mengilhami proses terjadinya up-welling. Proses pergerakan
antara masa air laut dan air tawar ini menyebabkan terjadinya stratifikasi yang kemudian
mendasarnya tipe-tipe estuaria, yaitu : a). Estuaria berstratifikasi sempurna atau estuaria baji
garam (salt wedge estuary), jika aliran sungai lebih besar dari pada pasang surut sehingga
mendominasi sirkulasi estuaria; b). Estuaria berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately
stratified estuary), jika aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan
terjadi percampuran antara sebagian lapisan masa air; c). Estuaria bercampur sempurna atau
estuaria homogen vertikal (well-mixed estuaries), jika aliran sungai kecil atau tidak ada sama
sekali, dan arus serta pasang surut besar, maka perairan menjadi tercampur hampir keseluruhan
dari atas sampai dasar.
PRODUKTIFITAS ESTUARI
Salah satu bagian wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah estuaria
(muara sungai). Daerah ini merupakan ekosistem produktif yang setara dengan hutan hujan
tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi
tumbuhan yang beragam sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta
sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem
yang produktif ini kemudian menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang memiliki tingkat
produktifitas tinggi. Produktifitas merupakan suatu proses produksi yang menghasilkan bahan
organik yang meliputi produktifftas primer ataupun sekunder. Produktifitas primer pada wilayah
estuaria dapat di artikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifltas
fotosintesis dari organisme produser, terutama tanaman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk
substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktifftas ini dilakukan oleh
organisme ‘outotroph’ seperti juga semua tumbuhan hijau mengkonversi energi cahaya ke dalam
energi biologi dengan fiksasi karbondioksida, memisahkan molekuler air dan memproduksi
karbohidrat dan oksigen.
ANCAMAN WILAYAH ESTUARIA
Estuaria merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap perubahan
dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari dampak aktifitas manusia
di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited).
Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan
wilayah estuaria antara lain:
1. Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat
meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria. Llaju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui
aliran sungai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan pada
wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas. Sedimen
yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi
tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut, terumbu
karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya
yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan atau berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang
akhirnya terhenti atau terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara
keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai,
terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di
muara sungai.
2. Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung
produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan, sehingga kawasan
muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktifitasnya
3. Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman,
pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan
memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di
wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat UNEP (1990).
4. Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan
saluran irigasi, drainase dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah
tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air
yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuaria
danmenyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan
mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem perairan pantai itu sendiri, juga pada
ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
UPAYA PENGELOLAAN WILAYAH ESTUARIA
Fungsi wilayah estuaria sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman,
penangkapan ikan dan budidaya, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri. Wilayah
estuaria juga merupakan ekosistem produktif karena dapat berperan sebagai sumber zat hara.
Dengan memperhatikan fungsi dan manfaat tersebut, maka potensi wilayah estuaria menjadi
sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan di antaranya adalah:
1. Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem perairan
wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah atas. Khususnya
penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas
sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu,
pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan
yang ada di wilayah pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan
tangkap, budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif.
Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang memerlukan kualitas
perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak diperkenankan adanya industri yang
memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau limbah. Limbah sebelum
dibuang ke sungai harus melalui pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan.
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan
mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan khususnya di wilayah estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang
bijaksana yang berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya
memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria sangat penting, karena selain mempunyai
fungsi ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan mangrove adalahsebagai penghasil
sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding
ground) dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat
berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari daratan melalui sistem perakarannya dan
mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konser-vasi hutan mangrove juga
akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total rata-rata sekitar Rp 37,4
juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangrove), manfaat tidak langsung (serasah
daun, kepiting bakau, nener bandeng ikan tangkap dan ikan umpan), option value dan existence
value. Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positip terhadap sosial-ekonomi
bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah estuaria, yaitu mampu memberikan beberapa
alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.