![Page 1: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/1.jpg)
Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
nomor 77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST terkait Kasus Kepailitan PT
Metro Batavia Air
Tugas Pengganti UAS
MK HUKUM PERUSAHAAN
Dosen Pengampu : IMAM ISMANU,SH MH
Disusun Oleh ;
NUR IFTA MUFIDAH,SH
NPK : 156010202111076
MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
![Page 2: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/2.jpg)
Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat nomor 77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST terkait Kasus Kepailitan PT
Metro Batavia Air
BAB I: PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Menurut UU No. 37 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kepailitan adalah sita umum atas
semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di
bawah pengawasan hakim pengawas. Dalam hal ini, debitur dinyatakan pailit oleh putusan
pengadilan apabila ia memiliki dua atau lebih kreditur dimana debitur tersebut tidak bisa
membayar lunas utangnya setidaknya salah satu dari kreditur tersebut hingga utang-utangnya
jatuh tempo. Kepailitan bisa diajukan oleh debitur itu sendiri atau oleh salah satu dari
krediturnya. Debitur yang telah dinyatakan pailit sudah tidak memiliki hak lagi atas segala
kekayaannya, dan hak atas kekayaannya tersebut berpindah ke tangan sang kreditur.
Pengurusan atau pemberesan harta yang telah pailit tersebut dilakukan oleh kurator dengan
diawasi oleh hakim pengawas.
Merupakan hal yang wajar apabila suatu perusahaan melaksanakan perjanjian utang
piutang untuk memenuhhi biaya operasional perusahaan. Apabila kewajiban mengembalikan
utang tersebut berjalan dengan lancar sesuai dengan perjanjian tersebut tentu tidak masalah.
Permasalahan akan timbul apabila perusahaan yang menjadi debitur mengalami kesulitan
untuk mengambalikan utangnya tersebut, yang mana ini akan berujung pada kepailitan.
Kepailitan adalah suatu kasus yang menandakan bahwa suatu debitur telah gagal
melaksanakan operasinya. Hal ini karena kewajiban debitur, yaitu pembayaran utang ke
pihak ketiga, yang merupakan prioritas pertama dalam struktur keuangan debitur tidak
terlaksana dengan baik. Seiring dengan berjalannya dinamika perekonomian Indonesia yang
fluktuatif, semua pihak yang menjalankan suatu usaha dihadapkan pada suatu tantangan baru,
yaitu bagaimana menangani utang dan juga bagaimana menghadapi piutang dari pihak lain.
Dalam menghadapi hal ini, pemerintah telah membuat suatu aturan yang memberikan
pedoman mengenai bagaimana penyelesaian kasus utang piutang yang berujung pada
kepailitan, yang dituangkan dalam UU No. 37 tahun 2004.
Kasus kepailitan telah menimpa banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia,
diantaranya Eastman Kadak Co. (Kodak), PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Asuransi
![Page 3: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/3.jpg)
Manulife), PT. Adam SkyConnection Airline (Adam Air), hingga PT. Metro Batavia, yang
merupakan perusahaan penerbangan maskapai udara Batavia Air. Dalam makalah ini, kita
akan membahas mengenai kasus kepailitan Batavia Air sebagai model kasus kepailitan di
Indonesia.
Disaat industri penerbangan Indonesia tengah mengalami pertumbuhan yang positif,
ada kabar menyedihkan mengenai kepailitan salah satu maskapai penerbangan Indonesia,
yaitu Batavia Air. Di tengah industri transportasi udara Indonesia yang sedang tumbuh
dengan cepat, Batavia Air justru terpuruk. Pasalnya, maskapai penerbangan ini dinyatakan
pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atas permohonan salah satu kreditur Batavia Air,
yaitu International Lease Finance Corporation (ILFC).
Batavia Air dinyatakan pailit sejak tanggal 30 Januari 2013 atas surat putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. Akibatnya, Batavia
Air berhenti beroperasi sejak tanggal 31 Januari 2013. Kepailitan ini disebabkan oleh
permohonan pengajuan pailit Batavia Air oleh salah satu krediturnya, yaitu ILFC, lantaran
utang Batavia Air terhadap ILFC yang telah jatuh tempo pada 13 Desember 2012 sebesar
US$ 4.68 juta. Permohonan pailit itu diajukan oleh ILFC kepada Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat pada tanggal 20 Desember 2012. Selain dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang
dari Sierra Leasing Limited (SLL). Utang Batavia Air kepada SLL adalah sebesar US$ 4.94
juta dan jatuh tempo pada 13 Desember 2012 juga.
Proses kepailitan ini menyebabkan berbagai masalah mulai dari jumlah pesawat
Batavia Air yang semakin berkurang hingga tidak beroperasi sama sekali, dan bahkan
kepailitan ini memberikan dampak negatif kepada konsumen Batavia Air dimana mereka
yang telah membeli tiket disaat Batavia Air sedang mengalami proses putusan kepailitan
tidak medapatkan refund atau pengembalian uang atas tiket yang telah mereka beli.
B.Rumusan Masalah
Dari Latar belakang diatas penulis Merumuskan Permasalahan sebagai berikut ;
1. Bagaimana konsekwensi Yuridis setelah jatuhnya Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
nomor 77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST terkait Kasus Kepailitan PT Metro Batavia Air?
2. Bagaimana akibat Putusan tersebut terhadap Agen travel maupun penumpang sebagai
konsumen?
![Page 4: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB II: PEMBAHASAN
1. Landasan TeoriKepailitan, sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004, adalah sita umum
atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Pengadilan yang berwenang dalam proses
kepailitan suatu perusahaan adalah Pengadilan Niaga. Menurut UU No. 37 tahun 2004 pasal
2, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit yaitu
a) Debitur atau kreditur
b) Kejaksaan
c) Bank Indonesia, apabila debiturnya adalah Bank
d) Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), apabila debiturnya adalah perusahaan efek, Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
e) Menteri Keuangan, apabila debiturnya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi,
Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Suatu permohonan pailit yang diajukan oleh pihak-pihak diatas harus memenuhi
persyaratan yang diatur dalam pasal 2 ayat (1) yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan dapat
ditagih, dan adanya dua atau lebih kreditur. Dalam kepailitan, ada tiga jenis kreditur, yaitu:
a) Kreditur separatis, yaitu kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dapat bertindak
sendiri. Golongan kreditur ini tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak
eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitur. Kreditur
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan hipotek atau hak agunan atas
kebendaan lainnya merupakan karakteristik kreditur separatis,
b) Kreditur preferen, yaitu kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Hak
istimewa mengandung makna “hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang
berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya.
c) Kreditur konkuren, yaitu kreditur yang harus berbagi dengan para kreditur lainnya secara
proporsional (pari passu), yaitu menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari
hasil penjualan harta kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan.
Pembayaran utang dengan prioritas paling utama adalah pembayaran utang kepada kreditur
separatis. Lalu, prioritas kedua adalah kepada kreditur preferan, dan yang terakhir adalah
kepada kreditur konkruen.
![Page 5: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/5.jpg)
Suatu kepailitan tidak terjadi dalam suatu tahap yang mudah dan cepat, tetapi melalui
beberapa proses yang cukup panjang. Berikut adalah suatu proses kepailitan suatu debitur:
a) Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga melalui panitera pengadilan
oleh penasehat hukum terdaftar,
b) Dilakukan penyitaan umum (sita jaminan) atas kekayaan debitur untuk menjamin piutang
kreditur,
c) Setelah pernyataan pailit ditetapkan, ditunjuk hakim pengawas dan kurator (pengurus dan
pelaksana kepailitan),
d) Setelah itu diadakan rapat verifikasi (pencocokan dan klarifikasi piutang) yang melibatkan
hakim pengawas, kurator, kreditur terkait, dan debitur,
e) Jika usul perdamaian debitur diterima (homologasi), kepailitan berakhir dan sisa tagihan yang
belum terbayar tidak dapat ditagih lagi,
f) Jika usul perdamaian ditolak, Pengadilan Niaga sekaligus menetapkan putusan pailit debitur
dan kekayaan debitur berada dalam keadaan insolvensi (debitur tidak mampu membayar
utangnya dan kekayaannya menjadi harta pailit),
g) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari sejak putusan pailit ditetapkan, kurator harus
mengumumnkannya dalam Berita Ngera RI dan dua surat kabar yang ditetapkan oleh hakim
pengawas,
h) Jika pihak terkait tidak mengusulkan kurator tertentu, Balai Harta Peninggalan (BHP)
bertindak sebagai kurator dalm proses kepailitan
i) Untuk kepentingan harta pailit, dapat dimintakan pembatalan perbuatan debitur sebelum
putusan pailit, yang merugikan kepentingan kreditur,
j) Apabila piutang kreditur tidak cukup terbayar, untuk sisanya, status kreditur separatis
berubah menjadi kreditur konkruen,
k) Terhadap putusan pailit dapat diajukan langsung kasasi ke Mahkamah Agung dan
permohonan peninjauan kembali (PK) apabila memenuhi syarat.
![Page 6: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/6.jpg)
2. Kronologi Kepailitan Batavia Aira) Peristiwa menjelang pailitnya Batavia Air
Utang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender pelayanan haji
dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC. Namun, dari total kontrak
leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut Batavia Air kalah tender di Kementerian
Agama untuk mengangkut jemaah haji. Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan
sebesar USD 440rb di tahun pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga
dan ke empat, dan USD 520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan utang dari ILFC
sebesar USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012. Selain gugatan
dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94 juta kepada Sierra Leasing
Limited yang jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga. Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di
bulan Oktober 2012 memperkirakan total utang Batavia Air sebesar USD 40juta. Sebagai
perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki kewajiban untuk
memberikan laporan keuangan nya secara publik, sehingga dalam hal ini juga sulit untuk
memberikan menyimpulkan kondisi keuangan Batavia Air.
Menurut Dudi Sudibyo, permasalahan ini diperparah dengan ketidak pedulian Batavia
Air dalam mendayagunakan kedua pesawat A330 ini untuk melayani rute-rute lain selama
menganggur. Barangkali yang juga kurang dipublikasikan di media cetak adalah adanya
kenaikan persyaratan deposit Travel Agent di Batavia Air per bulan April 2012. Persyaratan
minimum deposit yang sebelumnya sebesar 7.500.000, diubah menjadi minimum 15.000.000
rupiah. Kenaikan deposit ini hanya ditunjang dengan alasan untuk mengurangi “ribet” nya
administrasi penambahan deposit.
Di bulan Oktober 2012, Air Asia telah mengajukan rencana untuk mengakuisisi Batavia
Air senilai USD 80juta. Rencana akuisisi ini menjadi polemik yang cukup populer di
Indonesia karena kekuatiran akan masuk nya pihak luar ke dalam industri penerbagan
Nusantara. Namun tidak lama berselang, rencana tersebut kandas dengan keputusan Air Asia
untuk membatalkan transaksi tersebut dikarenakan “risiko bisnis dan penurunan pendapatan”.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bakti, seusai gagal nya akuisisi Batavia Air
oleh Air Asia, rute Batavia Air telah berkurang secara drastis, yang awal nya 64 rute, menjadi
44 rute saja. Namun di tengah pengurangan rute ini, airlines domestik lain malah
memperlihatkan penambahan rute yang cukup signifikan, terutama Air Asia, yang mulai
merambah ke rute-rute strategis Batavia Air, seperti Semarang-Singapura yang sebelumnya
hanya dilayani oleh Batavia Air.
![Page 7: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/7.jpg)
Di penghujung akhir Januari 2013, Batavia Air mulai mengalami penurunan secara
drastis, terutama diakibatkan oleh tuntutan pailit oleh ILFC. Kepercayaan calon penumpang
pun mulai berkurang, banyak penumpang kuatir akan terulang nya peristiwa tutup nya Adam
Air dan Mandala Air. Dalam penutupan dua airlines tersebut, tiket yang sudah dibeli oleh
penumpang banyak yg hilang tanpa pengembalian uang. Beberapa hoax messages pun juga
banyak beredar di BBM, terutama yang menyangkut akan segera ditutup nya Batavia Air oleh
Dirjen Perhubungan.
Tepat sehari menjelang keluarnya putusan pailit oleh pengadilan negeri Jaksel (30 Jan
2013), sempat terjadi pengajuan pencabutan gugatan pailit oleh ILFC. Namun pengajuan
pembatalan ini telah ditolak langsung oleh Batavia Air dikarenakan Batavia Air sudah
merasakan dampak penurunan kepercayaan publik secara drastis. Batavia Air pun mengakui
semua utang-utangnya tersebut. Dengan penolakan ini maka putusan pengadilan negeri Jaksel
berlanjut menjadi pailit bagi Batavia Air.
b) Proses penyelesaian pailit oleh kurator
Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara lain
Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Sirait, dan Alba Sumahadi.
Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta Pusat.
Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal ada sebagai berikut:
15 Feb 2013: Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 09:00,
18 Feb 2013: Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan
kreditur dan pajak di Kantor Kurator,
18 Feb – 1 Maret 2013: Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai
kreditur Batavia Air,
14 Maret 2013: Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator.
Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia Air (Turman
Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang dapat dilakukan
dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan bagi pemegang tiket
untuk bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.
c) Akibat pailitnya Batavia Air bagi penumpang dan agen travel
Akibat putusan pailit Batavia, beberapa asosiasi travel agent sudah mencatatkan
kerugian mencapai milliaran rupiah. Asosiasi Travel Agen Indonesia (Asita) Jakarta dengan
anggota sekitar 1500 agen, memperkirakan dana deposit yang hilang mencapai 20 milliar
![Page 8: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/8.jpg)
rupiah. Sementara itu, Astindo Sulawesi Tengah mencatat kerugian uang deposit mencapai
500 juta rupiah.
Pasca penutupan Batavia Air, beberapa airlines telah menawarkan bantuan bagi
penumpang Batavia Air dengan booking ulang secara cuma-cuma. Tiger Airways (dan
Mandala Airlines) telah menawarkan rebooking gratis untuk rute-rute tertentu (CGK-SG,
CGK-PKB, CGK-Padang, dan CGK-SUB). Express Air juga mengakomodir penumpang
Batavia Air untuk rute Yogyakarta – Pontianak secara gratis.
d) Langkah kedepan untuk mencegah terulangnya Batavia Air
Escrow Account untuk deposit travel agent dan tiket yang belum terpakai. Dengan
terjadinya kasus pailit Batavia Air, Astindo (Assosiasi Perusahaan Penjual Tiket
Penerbangan) mendesak Departemen Perhubungan untuk membuat peraturan baru dimana
deposit travel agent dan deposit tiket yang belum terpakai untuk ditempatkan dalam escrow
account atau akun penjaminan yang terpisah dari operasional perusahaan penerbangan.
Sehingga dalam kasus-kasus pailit seperti Batavia Air, deposit tersebut dapat diamankan
secara terpisah.
Proposal yang kedua adalah kerja sama dari Asosiasi Travel yang telah ada, antara lain
Astindo, Asita, maupun assosiasi-assosiasi lain nya, untuk membuat sebuah “early detection
system”. Early detection ini dapat menggunakan beberapa indikasi, antara lain: pengurangan
rute penerbangan secara signifikan, utang yang mulai gagal bayar, analisa perbandingan
uutang dengan aset perusahaan, dll. Dengan fasilitas seperti ini, iuran tahunan assosiasi-
assosiasi yang terkadang berjumlah cukup besar menjadi lebih berguna.
3. Analisis Hukum / Yuridis
Proses pailit Batavia Air ini dilaksanakan atas suatu dasar hukum, yaitu UU No. 37
tahun 2004, yang mengatur tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Proses awal pailit dimulai dari permohonan pailit yang diajukan oleh ILFC. Permohonan ini
telah memenuhi syarat dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 ayat (4) UU No. 37 tahun 2004,
yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan adanya kreditur lain. Karena
itulah, permohonan ini ditindaklanjuti oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Lalu, proses
pembuktian juga memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu sesuai dengan pasal 164 HIR. Bukti
tersebut yaitu berupa pengakuan yang dilontarkan oleh Batavia Air atas utang-utang yang
dimilikinya.
![Page 9: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/9.jpg)
Tak ada kemampuan Batavia dalam membayar utangnya disebabkan karena force
majeur, yaitu kalah tender pelayanan transportasi ibadah haji dan umroh ini. Hal ini menjadi
biang kerok tersendatnya pembayaran. Karena, pesawat yang disewa tersebut diperuntukkan
melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah-Madinah.
Sehingga, sumber pembayaran sewa pesawat berasal dari pelayanan penumpang yang
melakukan ibadah haji dan umrah. Akan tetapi, dalil force majeur ini tidak dapat dibuktikan
dan disetujui karena tidak tercantum dalam perjanjian utangnya dengan ILFC. Perjanjian ini
merupakan dasar hukum bagi pelaksanaan utang piutang kedua pihak tersebut. Namun
nyatanya, Batavia Air tidak dapat membuktikan dalil tersebut. Untuk itu, majelis hanya
mempertimbangkan apa yang dapat dibuktikan saja.
Kepailitan Batavia Air juga memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu surat putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 30 Januari
2013.
Proses pembuktian yang dilakukan terhadap Batavia Air terbilang mudah karena
Batavia Air sendiri mengakui utang-utangnya tersebut. Akan tetapi, alasan Batavia Air tidak
bisa membayar utang-utangnya karena force majeur ditolak oleh pengadilan. Lalu, ketika
dilakukan verivikasi jumlah utang, terdapat perbedaan antara jumlah utang Batavia Air
menurut ILFC dan SLL. Pada akhirnya, perbedaan jumlah utang tersebut tidak menghalangi
dijatuhkannya putusan pernyataan pailit dikarenakan hakim hanya melihat fakta adanya
pengakuan utang. Apabila nantinya terdapat perbedaan jumlah utang, maka dapat
diselesaikan oleh kurator pada masa pencocokan utang.
Pemberhentian operasi Batavia Air ini menimbulkan tanda tanya dari berbagai pihak,
salah satunya adalah situs hukumonline.com. Ketika ditanya hukumonline.com untuk belajar
dari kasus Telkomsel agar tetap beroperasi, Raden Catur Wibowo, kuasa hukum Batavia Air,
mengatakan bahwa kasus tersebut berbeda. Pasalnya, industri penerbangan tidak sama
dengan industri telekomunikasi. Akibat dari permohonan pailit ini, semua pemilik pesawat
telah menarik pesawat-pesawatnya, Alhasil, Batavia hanya memiliki 14 pesawat yang
diberdayakan. “Dan itu sangat berat hanya mengoperasikan 14 pesawat. Kalau sudah ditarik,
apa yang mau kita operasikan,” pungkas Catur usai persidangan.
Menurut Suharto Abdul Majid, Ketua Forum Masyarakat Transportasi Indonesia
(MTI), kepailitan Batavia Air dinilai mencurigakan. Ada dua poin penting mengenai
kecurigaannya terhadap kepailitan Batavia Air. Yang pertama, berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, setiap perusahaan penerbangan
![Page 10: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/10.jpg)
diwajibkan memiliki dana cadangan yang memadai. Dalam hal ini berarti bahwa dalam
struktur keuangan maskapai penerbangan ada bank garansi yang menjamin. Suharto
menuturkan, dengan adanya garansi tersebut, jika terjadi sesuatu seperti kepailitan, sudah ada
jaminan bank yang dapat melunasi utang perusahaan penerbangan. Ia yakin Batavia Air
memiliki dana cadangan. Tetapi nyatanya, kasus kepailitan Batavia Air tidak dapat dihindari.
Lalu yang kedua, kepailitan Batavia Air ini terbilang tiba-tiba. Menurut Suharto, jangka
waktu penyelesaian utang Batavia Air tergantung kemauan perusahaan penerbangan itu.
Suharto mengatakan, jangka waktu penyelesaian utang bisa dilakukan dalam satu bulan,
bahkan satu tahun. "Peluang sengaja dipailitkan, bisa saja," kata Suharto.
Terlepas dari semua persepsi dan dugaan yang telah diarahkan kepada kasus kepailitan
Batavia Air, nyatanya kasus kepailitan Batavia Air ini telah menjadi suatu luka dalam industri
transportasi udara di Indonesia yang tidak dapat dihindari. Untuk itu, perlu dilakukan
perbaikan sistem keuangan maskapai penerbangan, yang harus dimulai dari regulasi oleh
pemerintah.
5. Kesimpulan Kasus
Dengan adanya putusan dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yaitu berupa surat putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 30 Januari
2013, maka secara hukum PT. Metro Batavia, yang merupakan perusahaan maskapai
penerbangan Batavia Air, dipailitkan. Dan mulai berhenti beroperasi sejak tanggal 31 Januari
2013 pukul 00:00, sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 37 tahun 2004 pasal 24 ayat (2).
![Page 11: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB III: PENUTUP
1. Kesimpulan Kepailitan bisa saja menimpa setiap pihak atas kelalaiannya dalam mengoperasikan
dana pinjaman dari krediturnya. Proses menuju kepailitan tersebut dimulai dari permohonan
yang diajukan kepada Pengadilan Niaga, hingga ‘ketok palu’ yang menandakan bahwa suatu
debitur dinyatakan pailit. Kepailitan menyebabkan berbagai masalah dan kerugian. Kerugian
utama dirasakan oleh debitur karena aset-aset yang dimilikinya akan dinyatakan insolvensi
dan pada akhirnya akan dieksekusi oleh bank. Kerugian juga dialami oleh kreditur dimana
bisa saja piutang-piutangnya tidak tertagih secara penuh. Lalu, kepailitan terkadang juga
merugikan pihak konsemen dari debitur, seperti yang dialami oleh calon penumpang Batavia
Air.
2. SaranDalam menghindari terjadinya kepailitan perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama
industri penerbangan udara, perlu adanya campur tangan pemerintah dalam hal regulasi
struktur keuangan perusahaan, misalnya peraturan mengenai jumlah dana cadangan yang
harus dimiliki perusahaan. Lalu, pemerintah juga harus memiliki instrumen yang kuat untuk
menilai kinerja perusahaan, misalnya melalui pembentukan tim khusus untuk mengevaluasi
laporan keuangan yang masuk dari perusahaan. Hal ini karena, bisa saja laporan keuangan
yang dibuat oleh suatu perusahaan berbeda-beda tergantung dari kebutuhannya. Lalu,
menurut Suharto, pemerintah harus memperketat pengawasan terhadap kinerja keuangan atau
aspek bisnis perusahaan penerbangan. Suharto pun menyarankan Kementerian Perhubungan
untuk menyusun kriteria kesehatan keuangan perusahaan penebangan, sehingga secara dini
bisa diketahui indikasi ke arah kebankrutan maskapai.
Hal ini dilaksanakan agar kasus kepailitan perusahaan-perusahaan di Indonesia,
terutama maskapai penerbangan bisa dicegah dan tidak sampai terjadi.
![Page 12: Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072108/577c793c1a28abe05491e59c/html5/thumbnails/12.jpg)
Sumber website- http://splashurl.com/p2ld2nu
- http://splashurl.com/nkkuq9k
- http://splashurl.com/o6gd7jv
- http://splashurl.com/nppnx6e
- http://splashurl.com/pelgtrg
- http://splashurl.com/ok73fxf
- http://splashurl.com/nzubcw