Download - tinjauan pustaka cabe
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pangan
Pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Pada hakikatnya pangan adalah kebutuhan dasar setiap insan manusia yang
paling hakiki yang tidak dapat dihindari untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya di muka bumi. Karena pangan inilah manusia dapat tumbuh dan
berkembang baik fisik, mental maupun otaknya, sehingga pangan menjadi sangat
penting peranannya bagi manusia di dalam meningkatkan kualitas intelektualitas dan
produktivitas kerjanya (Seto, 2001).
2.1.1. Pembagian Pangan
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu
(Saparinto dan Hidayati, 2006):
1. Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar
dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku
pengolahan pangan.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Pangan olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan
cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan bisa
dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak siap saji.
a) Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah
diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha
atas dasar pesanan.
b) Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang
sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan
tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.
3. Pangan olahan tertentu
Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok
tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh:
ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang
yang menjadi rendah lemak, dan sebagainya.
2.1.2. Persyaratan Kesehatan Pangan
Persyaratan kesehatan pangan terdiri dari (Moehyi, 1992):
1. Persyaratan bahan pangan
Persyaratan untuk bahan pangan yang akan diolah, seperti daging, susu, telur,
ikan dan sayuran harus segar atau tidak rusak dan harus dibeli di tempat resmi
yang diawasi. Persyaratan untuk bahan pangan terolah, seperti kecap, mie, sosis,
kornet harus memenuhi persyaratan peraturan menteri kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
22
2. Persyaratan pangan terolah
Persyaratan untuk pangan terolah terdiri dari dua golongan, yaitu persyaratan
untuk pangan terolah yang dikemas dan persyaratan untuk pangan yang tidak
dikemas.
Persyaratan untuk pangan terolah yang dikemas harus mempunyai label,
mempunyai nomor tanda pendaftaran, kemasan tidak rusak, pecah, atau kembung,
dan belum kadarluarsa.
Persyaratan untuk pangan terolah yang tidak dikemas adalah pangan masih baru
dan segar, tidak basi, busuk, atau berjamur, dan tidak mengandung bahan yang
terlarang.
3. Persyaratan pangan jadi
Persyaratan untuk pangan jadi yaitu pangan yang diolah oleh produsen dan
kemudian disajikan, yang harus dipenuhi adalah tidak rusak, tidak busuk dan
tidak basi ditandai dari rasa, bau, adanya lendir, perubahan warna dan aroma,
adanya jamur atau tanda-tanda kerusakan lain, jumlah kandungan logam berat
seperti merkuri, residu pestisida tidak boleh melebihi ambang batas yang tidak
diperbolehkan, dan angka bakteri E. Coli harus 0 per gram.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi makanan antara lain
sebagai berikut (Saparinto dan Hidayati, 2006) :
1. Mencegah tercemarnya makanan oleh cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
konsumen.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi
jumlah jasad renik lainnya.
3. mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan
tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan,
serta cara penyajian.
2.2. Keamanan Pangan
Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang menggangu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam dan tersedia secara cukup
merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya dalam
suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta
makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
(Rimbawan, 2001).
Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang
disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau
senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk
konsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan
merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik,
toksisitas kimiawi dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak
aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan
masalah terhadap status gizinya.
Universitas Sumatera Utara
24
Karena keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka
diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani,
diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen.
Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi
pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan,
sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001).
2.3. Bahan Tambahan Makanan
2.3.1. Pengertian Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam
makanan dan minuman dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan
dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama (Hardinsyah dan Sumali, 2001).
Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa
bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai
makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya kedalam
pangan ditinjau untuk mengubah sifat – sifat makanan.
Secara khusus kegunaan bahan tambahan pangan di dalam pangan adalah
untuk (Depkes RI, 1988):
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroorganisme
perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat
menurunkan mutu pangan
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak di mulut
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera
Universitas Sumatera Utara
25
4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Menghemat biaya.
Bahan tambahan makanan tidak boleh digunakan untuk :
1. Penipuan bagi konsumen
2. Menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau pengolahan
3. Menurunkan nilai gizi makanan
4. Tujuan penambahan yang lebih praktif.
2.3.2. Jenis dan Fungsi Bahan Tambahan Makanan
Pada umumnya bahan tambahan makanan dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu dengan sengaja ditambahkan dan tidak sengaja ditambahkan (Fardiaz, 2007).
a. Dengan sengaja ditambahkan ( Direct Additives atau Intentional food Additives )
Adalah bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan pada makanan.
Jumlah penambahannya telah ditentukan untuk menghindari dampak yang kurang
baik bagi kesehatan. Untuk hal ini dibagi dalam 3 kategori :
1. Yang bersifat aman atau GRAS (Generally Recognize As Safe), dengan dosis
yang relatif tidak dibatasi, misalnya; pati (sebagai pengental).
2. Bahan tambahan makanan yang boleh digunakan namun harus mendapat
persetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan). Misalnya, zat warna yang sudah
dilengkapi sertifikat dari negara asalnya bahwa aman dan boleh digunakan
pada makanan (Diluar daftar Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88).
Universitas Sumatera Utara
26
3. Bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dimana
untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum, sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan R.I. No. 722/Menkes/Per/IX/88.
b. Tidak sengaja ditambahkan (Indirect Additives atau Incidental food Additives )
Adalah bahan tambahan makanan yang tanpa sengaja masuk pada rantai
makanan, penyebabnya timbul dari berbagai akibat penyimpangan dalam; produksi,
pembuatan, cara kerja, pengemasan maupun pemasaran makanan. Beberapa bahan
kimia ikutan yang dapat menimbulkan indirect additives ialah :
1. Residu pestisida kimia yang terdapat pada hasil-hasil pertanian/perkebunan
akibat penggunaan pestisida kimia pada saat penanaman.
2. Bahan tambahan makanan atau obat-obatan yang diberikan pada makanan
ternak, berupa antibiotik, hormon dan lain-lain. Umumnya terbawa pada
produk daging, telur dan susu.
3. Unsur-unsur bahan pengemas yang terlepas pada makanan.
4. Zat pencemar yang berasal dari proses pengolahannya, misalnya : minyak
pelumas yang digunakan pada mesin pembuat makanan.
Bila dilihat dari asalnya, additives dapat berasal dari sumber alamiah seperti
lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya; dapat juga disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan
kimia maupun sifat metabolismenya seperti β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain.
Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu pekat, lebih stabil, dan
lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
Universitas Sumatera Utara
27
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan dan manusia (Winarno, 2004).
Adapun fungsi penambahan dari bahan tambahan makanan tersebut secara
umum adalah (Saparinto dan Hidayati, 2006) :
1. Memperbaiki daya tahan makanan agar tidak mengalami perubahan struktur
kimia atau pembusukan, misalnya anti oksidan
2. Memperbaiki rasa dan warna, misalnya ungu, kuning matahari, orange, hijau
dan warna-warna lainnya, dan
3. Menambah gizi makanan, dan vitamin.
Banyak konsumen khawatir dengan pemakaian bahan tambahan makanan
karena kemungkinan dapat membahayakan kesehatan dan potensial menimbulkan
penyakit kanker. Menurut Robert (1981), ada lima (5) kemungkinan yang dapat
menimbulkan resiko tinggi pada tubuh manusia yang berasal dari makanannya.
Kelima kemungkinan ini adalah sebagai berikut (Fardiaz, 2007) :
1. Karena adanya mikroba pada makanan tersebut.
2. Zat gizi yang terkandung didalam makanan, bila dimakan berlebihan
berdampak buruk bagi kesehatan.
3. Zat pencemar yang berasal dari lingkungan seperti misalnya residu (sisa)
pestisida kimia yang masih tertinggal pada buah-buahan atau sayuran.
4. Adanya zat yang mengandung racun secara alami pada makanan tersebut.
5. Adanya berbagai bahan tambahan pada makanan.
Universitas Sumatera Utara
28
2.3.3. Bahan Tambahan Makanan Yang Diijinkan
Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa
tambahan makanan yang diijinkan digunakan dalam makanan adalah (Depkes RI,
1988) :
1. Anti oksidan dan anti oksidan sinergis
Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi. Contoh : asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk
daging, ikan, dan buah-buahan kaleng. Butilhidroksi anisol (BHA) atau
butilhidroksi toluen (BHT) untuk lemak, minyak, dan margarin.
2. Anti kempal
Zat anti kempal adalah zat makanan tambahan yang dapat mencegah
penggumpalan pada bahan pangan yang berbentuk tepung atau butiran, yang
mudah menyerap air atau rempah-rempah yang mengandung minyak atsiri. Bahan
anti kempal ini tidak bersifat racun dan dapat tercerna oleh tubuh pada batas
tertentu. Misalnya : Kalsium.
3. Pengatur keasaman
Terdiri dari :
a. Pengasaman (Accidulant)
Zat pengasam adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk tujuan
penegas rasa dan aroma. Sisa lainnya dapat mencegah sisa rasa asam yang
tidak disukai atau mempertahankan derajat keasaman pada bahan makanan.
Derajat keasaman atau kebebasan merupakan sifat yang sangat penting pada
Universitas Sumatera Utara
29
beberapa makanan. Yang termasuk dalam zat pengasam, adalah asam sitrat
dan fosfat yang dapat menghambat oksidasi aroma pada minuman.
b. Penetral (Base / Alkalis)
Zat penetral yang termasuk dalam bahan tambahan makanan ini adalah
”hydroxides”, yang berfungsi menurunkan derajat keasaman makanan.
c. Pendapar (Buffer)
Zat pendapar ini antara lain calsium gluconate, suatu bahan yang dapat
membuat makanan menjadi tidak terlalu asam maupun basa jika makanan
mempunyai keasaman yang tinggi.
4. Pemanis buatan
Zat pemanis adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan rasa manis
atau dapat membantu mempertajam penerimaan lidah terhadap rasa manis.
sedangkan nilai gizi atau kalorinya jelas lebih rendah dari gula biasa. Contoh :
sakarin dan siklamat.
5. Pemutih dan pematang tepung
Zat pemutih adalah bahan tambahan makanan yang dapat bersifat oksidator. Ini
berkaitan dengan fungsi mengoksidasi pigmen-pigmen (menghilangkan atau
mengaburkan bercak-bercak dan warna) yang tidak diinginkan pada produk.
Penggunaan bahan ini harus memperhatikan dosisnya, misalnya pada jumlah
berlebihan zat ini dapat menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah, butirannya
tidak merata, berwarna abu-abu dan isinya menyusut.
Universitas Sumatera Utara
30
Zat pematang adalah bahan tambahan makanan yang dapat mematangkan tepung,
hingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Yang termasuk pematang adalah :
amonium persulfat.
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental
Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan
sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan
yang mengandung air atau minyak. Contoh : polisorbat untuk pengemulsi es krim,
dan kue, pektin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim,
gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar untuk
pemantap dan pengental produk susu dan keju.
7. Pengawet
Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau
peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa
ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium
pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh : asam benzoat dan garamnya dan ester
para hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju, dan margarin, asam
propionat untuk keju dan roti.
8. Pengeras
Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya
makanan. Contoh : Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam
botol, Ca glukonat, dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan apel.
Universitas Sumatera Utara
31
9. Pewarna
Bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan atau minuman. Zat warna yang digunakan dapat berasal dari bahan alami
maupun dari bahan sintetik. Contoh : karmin, ponceau 4R, eritrosin warna merah,
green FCF, green S warna hijau, kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin
warna kuning, dan karamel warna coklat.
10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa
Bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas
rasa dan aroma. Contoh : monosodium glutamat pada produk daging.
11. Sekuestran
Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan
sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna
dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang
mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh : asam folat dan
garamnya.
Selain itu terdapat juga beberapa bahan tambahan makanan yang bisa
digunakan dalam makanan antara lain (Fardiaz, 2007):
1. Enzim
Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik yang
dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses
fermentasi makanan. Contoh : amilase dari aspergillus niger untuk tepung gandum,
dan rennet dalam pembuatan keju.
Universitas Sumatera Utara
32
2. Penambah gizi
Bahan tambahan makanan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal
maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan.
Contoh : asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12, dan vitamin
D.
3. Humektan
Bahan tambahan makanan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat
mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh : gliserol untuk keju, es krim
dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.
4. Antibusa
Bahan tambahan makanan yang dapat menghilangkan busa yang dapat timbul
karena pengocokan dan pemasakan. Contoh : dimetil polisiloksan pada jeli, minyak
dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak
dan lemak.
5. Pencegah lengket
Zat ini digunakan untuk mencegah makanan lengket pada tempatnya, pengaduk,
pembakar atau tempat pembungkus. Bahan yang biasa digunakan adalah tepung
atau mentega yang ditaburkan sebelum makanan diletakkan untuk menjadikan
makanan tidak lengket.
Universitas Sumatera Utara
33
2.3.4. Bahan Tambahan Makanan Yang Tidak Diijinkan
Bahan tambahan yang tidak diijinkan atau dilarang digunakan dalam makanan
karena bersifat karsinogenik berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988
adalah:
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC) 4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)
6. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone) 9. Formalin (Formaldehyde)
Adapun menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan
tambahan di atas masih ada tambahan kimia lain yang dilarang, yakni Rhodamin B
(pewarna merah), Methanyl yellow (pewarna kuning) dan Kalsium Bromat
(Potassium Bromate) atau pengeras (Cahyadi, 2008).
2.4. Bahan Pewarna Makanan 2.4.1. Defenisi Pewarna Makanan Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan menstabilkan
warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan
(Riandini, 2008).
Universitas Sumatera Utara
34
Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama
produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil
ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada
berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar (Yuliarti, 2007).
Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur
dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita
rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta
pengolahan bahan makanan (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Biasanya alasan penggunaan zat pewarna lebih banyak ditentukan dari
pandangan estetika yaitu (Fardiaz, 2007) :
1. Memperbaiki penampakan makanan yang warnanya memudar akibat
pemanasan atau selama penyimpanan (misalnya sayuran).
2. Memperoleh warna yang seragam pada komediti yang secara alami tidak
seragam (misalnya warna kulit jeruk).
3. Memperoleh warna yang lebih tegas dan cemerlang dari warna aslinya.
Misalnya pada produk minuman ringan dan yoghurt yang diberi aroma
tertentu, oleh konsumen sering diasosiasikan sebagai warna buah yang khas,
seperti warna ungu dengan bau anggur, dan lain-lain.
4. Melindungi zat-zat vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan.
Dalam hal ini pewarna tersebut berfungsi sebagai penyaring cahaya atau tirai
yang menghambat masuknya cahaya.
5. Memperoleh penampakan yang lebih menarik dari bahan aslinya (misalnya
warna agar-agar).
Universitas Sumatera Utara
35
6. Untuk identifikasi produk (misalnya warna kuning adalah margarine).
2.4.2. Jenis Pewarna Makanan Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan
maupun dilarang) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
239/Menkes/Per/V/1985 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan makanan. Bahan pewarna
makanan terbagi dalam dua kelompok besar yaitu :
1. Pewarna alami
Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bahan
pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau
terbentuk dalam proses pemanasan, penyimpanan atau pemprosesan. Beberapa
pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain : klorofil, karotenoid,
tanin, antosianin, dan antoxantin. Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak
cukup stabil terhadap panas, cahaya dan PH tertentu. Walau begitu, pewarna alami
umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 2.1 Contoh-Contoh Bahan Pewarna Alami Kelompok Warna Sumber
Karamel Coklat Gula dipanaskan Anthosianin Jingga
Merah Biru
Tanaman
Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Leucoantho Sianin Tidak berwarna Tanaman Tannin Tidak berwarna Tanaman Batalain Kuning, merah Tanaman Quinon Kuning, hitam Tanaman
Bakteria lumut Xanthon Kuning Tanaman Karotenoid Tanpa kuning-merah Tanaman/hewan Klorofil Hijau, coklat Tanaman Heme Merah, coklat Hewan
Sumber : Tranggono dkk dalam : Yuliarti, 2007.
Sesungguhnya tidak ada data yang menunjukkan bahan pewarna alami lebih
aman dari yang sintetik atau buatan. Namun umumnya orang percaya bahan-bahan
tersebut relatif lebih aman dibandingkan dengan bahan kimia karena faktor
kelarutannya dalam tubuh yang agak mudah diserap. Meskipun relatif lebih aman
akan tetapi jika dibandingkan dengan zat pewarna sintetik, bahan pewarna alami
mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain (Fardiaz, 2007):
1. Seringkali memberikan rasa dan aroma khas yang tidak diinginkan
2. Konsentrasi pigmen rendah
3. Stabilitas pigmen rendah
4. Keseragaman warna kurang baik
5. Spektrum warna tidak seluas seperti pada warna sintetik.
2. Pewarna Buatan
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan
yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung
Universitas Sumatera Utara
37
pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan
adalah tartazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan
sebagainya.
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Buatan Yang Diizinkan Di Indonesia Pewarna Nomor Indeks
Warna (C.I.No.) Batas Maksimum
Penggunaan Amaran Amaranth: CI Flood
Red 9 Briliant blue FCF: CI
16185 Secukupnya
Biruberlian Food red 2 42090 Secukupnya Eritrosin Eritrosin: CI
Food red 14 Fast 45430 Secukupnya
Hijau FCF Green FCF: CI Food green 3
42053 Secukupnya
Hijau S. Green S: CI Food Green 4
44090 Secukupnya
Indigotin Indigotin: CI Food Blue 1
73015 Secukupnya
Penceau 4R Penceau 4R: CI Food red 7
16255 Secukupnya
Kuning Quineline yellow 74005 Secukupnya Kuinelin CI. Food yellow 13
Sunset yellow FCF 15980 Secukupnya
Kuning FCF CI. Food yellow 3 - Secukupnya Riboflavina Tartrazine
Riboflavina Tartrazine
19140 Secukupnya
Sumber : Peraturan Menkes RI. N0. 722/Menkes/Per/IX/88 dalam : Yuliarti, 2007.
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat
menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang
digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap
cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan
pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan
disimpan (Anonimous, 2006).
Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara
sintesis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil
Universitas Sumatera Utara
38
pada produk pangan. Dengan demikian, produsen bisa menggunakan banyak pilihan
warna untuk menarik minat calon konsumen (Syah, 2005).
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Buatan Yang Dilarang Di Indonesia Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna
(C.I.No.) Citrus red No. 2 12156 Ponceau 3 R (Red G) 16155 Penceau SX (Food Red No. 1) 14700 Rhodamin B (Food Red No. 5) 45170 Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085 Magentha (Basic Violet No. 14) 42510 Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270 Butter yellow (Solveent yellow No. 2) 11020 Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055 Methanil yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No. !) 41000 Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranges No. 7) 12140 Oil yellow AB (Solvent Oranges No. 5) 11380 Oil yellow OB (Solvent Oranges No. 6) 11390
Sumber : Peraturan Menkes RI. N0. 722/Menkes/Per/IX/88 dalam : Yuliarti, 2007.
Dari berbagai warna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan,
yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B dan Metanyl Yellow. Padahal
keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul
bertahun-tahun setelah kita mengonsumsinya (Yuliarti, 2007).
Beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan yaitu
(Wiryanta, 2002):
1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur
yang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
2. Memperbaiki variasi alami warna.
3. Membuat identik produk pangan.
4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara
39
5. untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruhi sinar matahari
selama produk disimpan.
2.4.3. Rhodamin B
Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak
berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang
berpendar (Dinkes Jombang, 2005).
Gambar 2.1. Struktur Rhodamin B
Rhodamin B (C28N31N2O3CL) adalah bahan kimia sebagai pewarna dasar
untuk berbagai kegunaan, semula zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan
sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya
yang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan
sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan
tekstil. Rhodamin B seringkali disalah gunakan untuk pewarna pangan dan pewarna
kosmetik, misalnya sirup, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari
Universitas Sumatera Utara
40
dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik
bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol dan sutra
(Djarismawati, 2004).
2.4.4. Penyalahgunaan Rhodamin B Pada Makanan
Dewasa ini, banyak sekali kasus keracunan makanan mewarnai media cetak
maupun televisi. Tidak jarang pula kasus kematian yang berasal dari keracunan
makanan turut dilaporkan. Yang lebih mencengangkan lagi, kasus keracunan
makanan yang dilaporkan tidak hanya bersumber pada ketidakhigienisan makanan,
tetapi juga penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Seperti
halnya Rhodamin B sering disalahgunakan untuk pewarna pangan seperti yang
digunakan pada kerupuk dan minuman yang sering dijual di sekolah (Retno, 2007).
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta
menemukan minuman es buah yang dijual di arena Pasar Malam Pasar Sekaten
(PMPS) mengandung Rhodamin B atau pewarna kain. Dalam sidak makanan di
PMPS yang dilakukan BBPOM, Dinas Kesehatan Kota, Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi dan Pertanian Kota serta Dinas Ketertiban Kota,
menemukan seorang pedagang yang menjual es buah dengan pewarna kain atau
Rhodamin B untuk campuran sirupnya (Aje, 2009).
Pangan yang mengandung Rhodamin B di antaranya makanan ringan, terasi,
kembang gula, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, dawet, bubur, gipang dan
ikan asap. Produk yang terbanyak ditemukan mengandung Rhodamin B adalah
kerupuk, terasi dan makanan ringan (Endang, 2008).
Universitas Sumatera Utara
41
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) di DKI Jakarta, dalam pembuatan cabe merah giling
ditambahkan bahan lain seperti wortel dan kulit bawang putih agar menambah berat,
akan tetapi sangat merubah warna merah. Oleh karena itu ditambahkan Rhodamin B
ke dalam campuran cabe, wortel dan kulit bawang putih agar warna kembali seperti
semula (Djarismawati, 2004).
2.4.5. Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan
Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya
akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan
menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi akibat makanan
yang mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati
(Joomla, 2009).
Bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat
akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk
melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan
mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah maupun
merah muda. Sedangkan menghirup Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila
terkena kulit akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan
mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau
oedem pada mata (Yuliarti, 2007).
Universitas Sumatera Utara
42
2.5. Cabe Merah (Capsicum annum L)
2.5.1. Defenisi Cabe Merah
Menurut Standar Nasional Indonesia No. 01 - 4480 – 1998 cabe merah adalah
buah cabe merah dari spesies Capsicum annum L yang dipetik pada tingkat ketuaan
optimal dan belum diproses.
Cabe merah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, buah yang masih muda
berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi merah. Cabe selain dapat dikonsumsi
segar sebagai bumbu campuran masakan, juga dapat diawetkan dalam bentuk sambal,
saus, pasta acar, buah kering dan tepung (Badan Standar Nasional, 1998).
Cabe merah merupakan suatu komoditas sayuran yang tidak dapat
ditinggalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan asal-usulnya,
cabe berasal dari Peru (Prajnanta, 2008).
2.5.2. Jenis-Jenis Cabe Merah
Menurut Setiadi (2008) sesuai dengan namanya, cabe merah atau lombok
merah (C. Annum var. Longum) karena buahnya besar berwarna merah. Cabe merah
terdiri dari beberapa jenis, di antaranya ialah sebagai berikut :
1. Cabe keriting
Cabe ini berukuran lebih kecil dari cabe merah biasa, tetapi rasanya lebih
pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang agak berkelok-kelok
dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan “keriting”. Buah
mudanya ada yang berwarna hijau dan ada yang ungu.
Penampakan fisik tanamannya agak tegak. Ukuran daunnya lebih besar dan
lebar dibanding cabe merah umumnya. Daun cabe ini berwarna hijau tua bertabur
Universitas Sumatera Utara
43
warna putih di atasnya sehingga memberikan kesan sebagai daun keriting yang
dibedaki.
2. Cabe Tit atau tit super
Tit super dikenal sebagai cabe lokal. Tinggi tanaman antara 30-70 cm dan
mampu menumbuhkan 8-10 cabang yang berarti mampu membentuk banyak kuncup.
Potensi varietas ini dalam membentuk bunga sangat bagus sehingga mampu
menghasilkan calon bunga sampai 500 buah meskipun yang tumbuh menjadi buah
hanya sekitar 70-80%.
Buahnya berwarna merah menyala dengan ukuran besar, panjang, dan mulus
serta ujungnya mengecil runcing dan bengkak. Panjang buah 10-15 cm dengan bobot
10 g per buah, malahan panjang buah di cabang pertama dapat mencapai 18 cm
dengan bobot mencapai 20 g per buah.
3. Cabe hot beauty
Di kalangan petani umumnya jenis cabe ini sering disebut cabe Taiwan.
Memang cabe ini merupakan cabe hibrida yang diintroduksi dari Taiwan. Ukuran
buahnya besar, panjang, dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa kurang pedas
dibandingkan cabe keriting, warna buahnya menggiurkan dan kesegarannya dapat
tahan lama, tanamannya tegak agak tinggi dengan daun kecil-kecil.
4. Cabe merah lainnya
Selain jenis cabe merah yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa jenis cabe
merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa jenis cabe di antaranya ialah cabe
Semarang, cabe Paris, cabe jatilaba, dan cabe long chilli.
Universitas Sumatera Utara
44
Cabe Semarang mirip cabe tit super, perbedaannya hanya terletak pada
buahnya yang lebih kecil, pangkalnya lurus, dan berujung bengkok. Cabe Paris
buahnya besar, lurus dari pangkal sampai ujung, berwarna merah kekuningan, dan
berurat atau bergaris putih. Cabe jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut,
berujung runcing, dan berwarna merah kehitaman. Cabe long chilli merupakan cabe
introduksi dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan berdaging agak
tebal dibandingkan hot beauty.
Gambar 2.2. Contoh cabe merah
2.5.3. Komposisi Buah Cabe
Adapun komposisi kimia yang terdapat di dalam buah cabe adalah :
1. Kapsaikin, merupakan unsur aktif dan pokok yang berkhasiat, terdiri dari lima
komponen kapsainoid yaitu nordihido kapsaikin, kapsaikin, dihidro kapsaikin,
homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin.
Hot Beauty Long Chili
Tit Super Keriting
Universitas Sumatera Utara
45
2. Kapsikidin, yaitu senyawa yang terdapat di dalam biji cabe.
3. Kapsikol
4. Zat warna kapsantin
5. Karoten
6. Kapsarubin
7. Zeasantin
8. Kriptosantin
Selain mengandung senyawa-senyawa di atas, cabe juga mengandung gizi
berupa protein dan vitamin yang berguna bagi tubuh, seperti yang terlihat pada tabel
dibawah ini (Wiryanta, 2008).
Tabel 2.4 Kandungan Gizi Cabe Merah Segar Per 100 Gram No. Kandungan Gizi Satuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Vitamin B2 Niasin Kapsaikin Pektin Pentosan Pati
31,0 kal 1,0 gram 0,3 gram 7,3 gram 29,0 mg 24,0 mg 0,5 mg
470 (SI) 18,0 mg 0,05 mg 0,03 mg 0,02 mg 0,1-1,5%
2,33% 8,57%
0,8-1,4% Sumber : Departemen Pertanian RI dalam : Wiryanta, 2008.
Universitas Sumatera Utara
46
2.5.4. Manfaat Cabe Untuk Kesehatan
Buah cabe dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik yang
berhubungan dengan kegiatan masak-memasak seperti pembuatan bumbu pecel,
sambal, lotek, asinan, acar maupun untuk keperluan yang lain seperti untuk bahan
ramuan obat tradisional. Konon buah cabe dapat bermanfaat untuk membantu kerja
pencernaan dalam tubuh manusia (Pitojo, 2003).
Buah cabe mengandung semacam minyak asiri, yaitu kapsikol. Senyawa
kapsikol berfungsi untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak napas, dan gatal-
gatal. Seiring dengan perkembangan teknologi, cabe banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan salep gosok, salep tempel dan obat pegal linu.
Cabe memiliki begitu banyak khasiat disebabkan oleh senyawa kapsaikin
(C18H27NO3) yang terkandung dalam buah cabe. Kapsaikin merupakan unsur aktif
pokok yang terdiri dari lima komponen nordihidro kapsaikin, kapsaikin, dihidro
kapsaikin, homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin. Senyawa-senyawa tersebut
bisa dijadikan obat untuk pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar di kaki,
tangan, dan jantung (Wijoyo, 2009).
Bagi orang yang sudah terbiasa mengonsumsi makanan yang pedas, biasanya
nafsu makanannya akan menjadi berkurang bila tidak ada sambal atau cabe yang
menyertai makanannya. Hal ini dikarenakan kapsaikin cabe memang bersifat
stomatik, yakni dapat meningkatkan nafsu makan. Kapsaikin juga merangsang
produksi hormon endorfin sehingga bisa membangkitkan sensasi kenikmatan, hormon
endorfin berperan dalam mengurangi rasa sakit. Oleh karena itu, sering dijumpai
orang yang mengalami gejala sakit kepala akan segera sembuh setelah mengonsumsi
Universitas Sumatera Utara
47
sesuatu yang rasanya pedas. Hal ini karena rasa pedas yang ditimbulkan oleh
kapsaikin dapat menghalangi aktivitas otak ketika menerima sinyal rasa sakit dari
pusat sistem saraf. Pada saat yang bersamaan, kapsaikin akan mengencerkan lendir
sehingga dapat melonggarkan penyumbatan pada tenggorokan dan hidung. Hal ini
pula yang membuat makanan yang bercita rasa pedas dapat meringankan orang yang
mengidap penyakit hidung dan tenggorokan seperti pilek, batuk, bahkan sinusitis
(Suyanti, 2007).
Kapsaikin bersifat anti koagulan sehingga bisa mencegah seseorang terserang
stroke dan jantung koroner. Cara kerjanya dengan menjaga darah tetap encer dan
mencegah terbentuknya kerak lemak pada pembuluh darah. Oleh karena itu,
kegemaran makan cabe bisa memperkecil kemungkinan seseorang menderita
penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis).
Kegunaan lain dari cabe adalah dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan parem kocok. Kapsaikin cabe juga bersifat antiradang. Oleh karena itu,
bila tubuh merasa sangat kedinginan sehingga menyebabkan kaki mengeriput atau
terasa membeku, oleskan cabe pada kaki dan disela-sela jemari. Cara yang sama bisa
digunakan untuk mengobati bengkak atau bisul (Hariana, 2005).
Universitas Sumatera Utara
48
2.6. Cabe Merah Giling
Gambar 2.3. Cabe Merah Giling
2.6.1. Defenisi Cabe Merah Giling
Cabe merah giling adalah hasil penggilingan cabe merah segar, dengan atau
tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20%,
bahkan ada mencapai 30% (Tarwiyah, 2001).
Selain garam sering juga ditambahkan wortel serta kulit bawang putih untuk
menambah berat dan campurannya. Saat ini umumnya cabe merah giling dipasarkan
secara curah tanpa kemasan. Cabe merah giling dapat dikemas secara sederhana dan
hanya dapat bertahan paling lama lima (5) hari sebelum akhirnya busuk (Hardinsyah,
2003).
Universitas Sumatera Utara
49
2.6.2. Pembuatan Cabe Merah Giling
2.6.2.1. Bahan dan Peralatan
1. Bahan
Dalam pembuatan cabe merah giling diperlukan bahan-bahan seperti cabe
merah yang matang dan merah merata, garam dan air yang membantu penggilingan
cabe merah.
2. Peralatan
Selain bahan juga diperlukan peralatan yang membantu dalam proses
penggilingan cabe merah seperti penggiling, dimana alat ini digunakan untuk
menggiling cabe merah sampai halus, selain penggiling juga diperlukan ember dan
sendok.
2.6.2.2. Proses Pembuatan Cabe Merah Giling
Tata cara pengolahan cabe merah segar menjadi produk cabe merah giling
meliputi langkah-langkah kerja sebagai berikut:
1. Siapkan buah cabe merah segar yang telah melalui tahap-tahap penanganan
pascapanen.
2. Cabe tersebut dicuci hingga bersih, kemudian tangkai buah dibuang.
3. Buah cabe yang bebas dari tangkai selanjutnya digiling sampai halus, sambil
ditambah dengan garam dan air.
4. Bubur cabe merah hasil penggilingan ditampung dalam wadah sambil diaduk
rata (Rukmana, 2005).
Universitas Sumatera Utara
50
2.7. Kerangka Konsep
Keterangan :
Cabe merah giling yang dijual di beberapa pasar tradisional di Kota Medan
yaitu di lima pasar (Pasar Peringgan, Pasar Sukaramai, Pasar Sei Sikambing, Pusat
Pasar, dan Pasar Aksara). Kemudian dilakukan uji laboratorium secara kualitatif
untuk melihat apakah ada tidaknya zat pewarna seperti Rhodamin B dan secara
kuntitatif untuk melihat kadar Rhodamin B pada cabe merah giling tersebut.
Pemeriksaan Laboratorium (Rhodamin B)
Tidak
Uji Kualitatif
Ada
Cabe Merah
Giling
Uji Kuantitatif
(kadar)
Universitas Sumatera Utara