UJI MODEL PERKUATAN LERENG JALAN TIPE GEO-ROOT
DENGAN MEDIA TANAM AKAR WANGI
The Test of Road Sloping Reinforcement Model of Geo
Root Column Type with Akar Wangi Plant
ABRAHAM STEVEN BONAY
P2302213011
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
LEMBAR PENGESAHAN
UJI MODEL PERKUATAN LERENG JALAN TIPE GEO-ROOT
DENGAN MEDIA TANAM AKAR WANGI
Disusun dan diajukan oleh :
ABRAHAM STEVEN BONAY
P2302213011
Menyetujui :
Tanggal 25 April 2018
Komisi Penasihat
Mengetahui :
Ketua Program Studi S2 Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS., MEng
Ketua
Dr. Eng Tri Harianto, ST. MT.
Sekretaris
Dr. Eng. Ir. Farouk Maricar, MT.
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Abraham Steven Bonay
Nomor Mahasiswa : P2302213011
Program Studi : Teknik Sipil
Konsentrasi : Sistem Transportasi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 2018
Yang menyatakan,
Abraham Steven Bonay
iv
PRAKATA
Puji syukur yang sangat besar dan ungkapan terima kasih yang tak
terhingga kepada Tuhan Yesus Kristus yang karena kemurahannya
sehingga saya dapat meyelesaikan tesis ini.
Sumber pemikiran yang mendasari penulisan tesis ini adalah
banyaknya pembangunan jalan di Provinsi Papua dengan cara memotong
lereng gunung sehingga mengakibatkan adanya longsoran pada badan
jalan tersebut. Saya berkeinginan menangani permasalahan longsoran
pada lereng jalan dengan cara yang efektif dan efisien serta ramah
lingkungan maka lahirlah pemikiran menggunakan tanaman akar wangi
sebagai penanganan lereng jalan secara vegetatif, ramah lingkungan juga
efisien serta efektif. Penelitian dilakukan melalui pengujian eksperimental di
laboratorium serta hasil yang di dapat dimodelkan dengan softwere Plaxis.
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan jalan di Provinsi Papua Papua serta merupakan sumbangsi
pemikiran perkembangan teknologi perkuatan lereng jalan secara vegetatif.
Banyak kendala yang di hadapi oleh saya dalam rangka penyusunan
tesis ini, berkat bantuan berbagai pihak maka tesis ini dapat selesai. Dalam
kesempatan ini saya dengan tulus menyampaikan terima kasih yang
sangat kepada bapak Prof. Dr. Ir. Lawalenna Samang, MS., M.Eng.
sebagai Ketua Komisi Penasihat yang sangat baik dan sabar dalam
menuntun saya untuk menyelesaikan tesis ini beliau sangat luar biasa saya
mendokan yang terbaik untuk beliau beserta keluarga, berikut kepada
v
bapak Dr. Eng. Tri Harianto, ST., MT yang sudah membimbing dan
meluangkan waktu saya ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya dan
medoakan yang tebaik buat beliau dan keluarga. Tidak lupa kepada bapak
Dr. Eng. Ir. Farouk Maricar, MT ketua program studi S2 tekni sipil yang
dengan kemurahan hati membantu saya selama pengurusan perpanjangan
studi S2 dan berbagai hal dijurusan sipil saya juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya dan mendoakan yang terbaik untuk keluarga
beliau serta karir beliau kedepan.
Yang berikutnya kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai
bapa Y G Bonay dan mama E Rumbiak yang selalu menanyakan kapan
selesai S2 ? terima kasih karena selalu peduli dan mengingatkan untuk
meyelesaikan tesis ini, Tuhan Yesus Memberkati Kalian dimasa tua,
memberikan umur panjang dan terima kasih yang sangat besar untuk
semuanya selama ini.
Buat saudara, keluarga, hamba Tuhan, persekutuan doa, teman teman di
kampus Universitas Hassanudin dan semua pihak yang tidak dapat di sebut
satu persatu yang sudah membantu dalam penulisan tesis ini baik dalam
doa, juga secara langsung dan tidak langsung saya mengucapkan banyak
terima kasih kepada kalian semuanya Tuhan Yesus memberkati.
Dan yang sangat special dan istimewa yaitu untuk Isriku, mama tercinta
Anderfina J Karma/Bonay, kedua anak tersayang Johanis Jayden Bonay
dan Stevira Alisha Bonay, terima kasih papa ucapkan dan papa sangat
bersyukur mempunyai kalian yang selalu ada dan mama yang selalu
vi
mengingatkan. Terima kasih dan papa saying kalian mama, JJ dan Epira.
Tuhan Yesus memberkati.
Saya juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan,oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat dan digunakan untuk pengembangan wawasan serta
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua termasuk penelitian lebih
lanjut.
Makassar, April 2018
Abraham Steven Bonay
vii
1.247). 9,96% (1,134 menjadi
viii
9,96% (1,134 becomes 1,247).
ix
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGAJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iii
PRAKATA iv
ABSTRAK vii
ABSTRACK viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Batasan Masalah 6
E. Sistematika Penulisan 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Konsepsi Lereng dan Longsoran 7
B. Faktor Penyebab Instabilitas Lereng
C. Prinsip Proteksi dan Perkuatan Lereng
14
15
D. Tanah dan Kompos Sebagai Media Tanam 35
x
E. Asesment Parameter Desain Perkuatan Lereng 37
F. Stabilitas Lereng penerapan Numerik
G. Penelitian Terdahulu
41
47
III. METODE PENELITIAN 51
A. Lokasi dan Waktu Penelitian 51
B. Rancangan dan Metode Penelitian 51
C. Analisa Data 57
D. Bagan Alir penelitian 60
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 62
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 65
A. Karakteristik Tanah Media Tanam 65
B. Kuat Tekan Tanah Berkompos Perkuatan Geo-Root Akar wangi
74
C. Tingkat Stabilitas Lereng Perkuatan Geo-Root Akar Wangi
82
V. KESIMPULAN 93
A. Saran 93
B. Kesimpulan 94
Daftar Pustaka 95
xi
DAFTAR TABEL
Nomor halaman
1. Laju kecepatan gerakan tanah (Hansen, 1984) 13
2. Dampak fisik umum vegetasi pada kestabilan lereng 20
3. Pembatasan sudut kemiringan lereng pada penanaman
vegetasi 20
4. Matriks variasi tanaman dan media tanam 56
5. Jumlah sampel uji tekan bebas 56
6. Rekapitulasi hasil pemeriksaan karakteristik tanah asli 65
7. Nilai Kuat Tekan Tanah Tanpa Tanaman Akar Wangi 69
8. Klasifikasi Berdasarkan AASHTO 71
9. Klasifikasi Berdasarkan USCS 73
10. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah asli 74
11. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan kompos 10% 75
12. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan kompos 20% 75
13. Nilai Kuat Tekan (qu) dan Modulus Elastisitas (E) 78
14. Lapisan Tanah Sebelum Adanya Perkuatan Tanaman Akar
Wangi 83
xii
15. Lapisan Tanah Setelah Adanya Perkuatan Tanaman Akar
Wangi 84
16. Sitem Density, Sitem Diameter, Moment of Inersia, Modulus
of Elasticity, (Dunn,1996) 89
17. Kondisi Lereng Berdasarkan Nilai Safety Factor 89
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
1. Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam
Hansen, 1984) 8
2. Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Coates (dalam
Hansen, 1984) 9
3. Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Varnes (1978,
dalam M.J. Hansen, 1984) yang digunakan oleh Higway
Reseach Board Landslide Comitte (1978, dalam
Pangular & Sudarsono 1986). 10
4. Penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng 16
5. Aplikasi penempatan bahan konstruksi pada perkuatan
lereng 18
6. Aplikasi stabilitas lereng vegetative 21
7. Vetiver membentuk penyaring-alami yang tebal dan efektif 27
8. akar Vetiver menahan dinding dam ini, melindunginya dari
tersapu banjir 28
9. Model hidrolis rendaman melalui tanaman pagar vetiver 29
10. Unconfined compression test 40
11. Tipe keruntuhan lereng (R.F.Craig, 2004) 44
xiv
12. Penyelesaiaan Eksak – integral 45
13. kiri : Jendela utama dari program Masukan (modus
masukan geometri), Kanan : Jendela Pengaturan global
(lembar-tab Proyek) 58
14. Kiri : Jendela utama dari proses Perhitungan Kanan : Lembar
-tab Parameter dari jendela Perhitungan 59
15. Contoh out put gambar bidang longsor program plaxis 59
16. Toolbar dalam jendela utama pada program Kurva 60
17. Ilustrasi lereng yang akan ditangani 60
18. Bagan alir rancangan penelitian 61
19. Grafik analisa butiran tanah 67
20. Grafik hubungan kadar air dan berat isi kering tanah asli 68
21. Hubungan tegangan regangan tanpa tanaman akar wangi 69
22. Pengujian uct tanah asli 70
23. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah asli 77
24. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah + 10%
kompos 77
xv
25. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah + 20%
kompos 77
26. Perubahan Nilai Kuat Tekan (%) akar wangi umur 28 hari 79
27. Hubungan nilai kuat tekan bebas, tanpa kompos 80
28. Hubungan nilai kuat tekan bebas, komposisi Kompos 10% 80
29. Hubungan nilai kuat tekan bebas, komposisi Kompos 20% 80
30. Hubungan modulus elastisitas – kompos 1 rumpun 81
31. Hubungan modulus elastisitas – kompos 3 rumpun 82
32. Hubungan modulus elastisitas – kompos 6 rumpun 83
33. Pemodelan lereng jalan 85
34. Sketsa Lapisan Tanah Asli (Tanpa Perkuatan) 86
35. Hasil running program plaxis 87
36. Pola pergerakan tanah tanpa perkuatan dan nilai safety factor
dari hasil plaxis 88
37. Sketsa lapisan tanah dengan tanaman akar wangi 90
38. Hasil running program plaxis 91
39. Pola Pergerakan tanah dengan perkuatan akar wangi dan
nilai safety factor dari hasil plaxis 92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ruas jalan Kanggime – Bogonuk di Kabupaten
Tolikara dibuka pada lereng bukit sepanjang pegunungan di kawasan
tersebut. Bukaan lereng jalan pada kemiringan tertentu sepanjang kawasan
perbukitan atau pegunungan bogonuk sampai di kampung Bogonuk sejauh
5 kilometer. Pada bukaan jalan Kanggime – Bogonuk ini pada badan jalan
di beberapa STA tertentu terlihat adanya longsoran atau patahan pada area
jalan yang baru dibuka di karenakan air tanah dan juga erosi pada saat
hujan turun sehingga sangat rawan karena mudah terjadi longsoran
disebabkan erosi alur permukaan lereng yang dipotong.
Lereng pada ruas jalan pada ruas jalan Kanggime – Bogonuk adalah
lereng dengan tanah yang mudah longsong karena di daerah ini merupakan
daerah yang dingin dan curah hujan yang tinggi sehingga sangat mudah
terjadi longsoran tanah. Usaha yang sudah dilakukan saat ini yaitu
menggali saluran di sepanjang kiri jalan ini, tetapi di karena penglupasan
jalan yang cukup luas dan tingginya erosi serta kurangnnya daya dukung
tanah maka sangat mudah sekali terjadi longsoran di area sepanjang jalan
Kanggime - Bogonuk.
2
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali,
namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia
dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan
pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan
konstruksi/pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan
jalan. Permukaan lereng jalan yang dibiarkan terbuka dari pengaruh luar
(dalam hal ini curah hujan), akan berakibat rawan erosi. Apalagi bila
kemiringan lereng tersebut curam, karena derajat kemiringan lereng
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi.
Erosi pada lereng jalan dapat merusak Daerah Manfaat Jalan,
akibatnya akan mempersingkat umur rencana jalan yang telah ditetapkan.
Untuk itu diperlukan suatu pemecahan dalam penanganan erosi
permukaan lereng jalan tersebut.
Erosi permukaan lereng jalan dapat ditangani melalui berbagai
metoda, salah satu metoda adalah dengan memanfaatkan media tanaman.
Tanaman dapat berpengaruh baik untuk mengurangi erosi permukaan
lereng, karena butir-butir hujan yang jatuh dapat diperlemah melalui daun
tanaman. Penanganan erosi permukaan lereng dengan menggunakan
media tanaman dapat memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber
daya alam yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
taraf hidup masyarakat.
3
Beberapa tumbuhan memiliki kegunaan yang beraneka ragam,
ramah lingkungan, efektif dan mudah dipelihara seperti rumput Vetiver.
Beberapa jenis tanaman yang telah dikenal dan didayagunakan secara
diam-diam selama berabad abad telah dengan cepat diperkenalkan dan
digunakan secara mendunia dalam 20 tahun terakhir sebagaimana rumput
Vetiver. Hanya sedikit tumbuhan yang diidolakan sebagai Rumput Ajaib
yang mampu menciptakan tembok hidup, lajur penyaring hidup, dan
penguatan ‘paku hidup’.
The Vetiver System (VS), sistem Vetiver, tergantung pada tanaman
tropis yang unik, Rumput Vetiver - Vetiveria zizanioides, yang baru baru ini
diklasifikasikan sebagai Chrysopogon zizanioides. Tumbuhan ini dapat
ditanam di iklim dan tanah yang sangat berbeda-beda, dan jika ditanam
dengan benar mampu hidup di iklim tropis, semi tropis, dan Mediterranean.
Rumput ini mempunyai karakteristik yang benar-benar unik sebagai sebuah
spesies tunggal. Rumput Vetiver, ketika ditanam sebagai pagar dalam
bentuk tanaman pagar sempit swalestari, menunjukkan ciri khas khusus
yang penting dalam berbagai penerapan Sistem Vetiver. Spesies
Chrysopogon zizanioides, yang telah direkomendasikan selama hampir 100
tahun untuk aplikasi VS berasal dari India selatan, adalah steril, tidak
menyerang tanaman lain, dan harus dikembangbiakkan melalui
penanaman rumpun. Umumnya penggandaan tanaman secara cabutan
lebih disukai. Tingkat perkembangannya bermacam macam tetapi
umumnya, di kebun pembibitan sekitar 1:30 sesudah 3 bulan. Rumpun
4
dibagi dalam slip yang masing-masing terdiri dari 3 anakan, dan biasanya
ditanam dengan jarak 15cm pada kontur agar ketika sudah tumbuh tinggi
menciptakan rentangan rumput kuat yang berfungsi sebagai penyangga,
menyebarkan air kebawah, dan penyaring bagi sedimen. Pagar yang bagus
akan mengurangi erosi hujan sebanyak 70% dan sedimen sebanyak 90%.
Tanaman pagarnya akan bertahan tetapi sedimen yang menyebar pelan-
pelan akan membentuk teras yang kuat dengan perlindungan Vetiver.
Ini adalah teknologi yang murah dan lebih memanfaatkan pekerja
dengan sedikit teknologi, dengan manfaat besar yaitu: rasio biaya. Ketika
digunakan untuk perlindungan pekerjaan sipil biayanya sekitar 1/20 dari
sistem dan desain rancang bangun tradisional.
Bertitik tolak pada permasalahan diatas dan perkembangan
tanaman vegetative system vetiver sebagai penutup lereng untuk
mencegah erosi permukaan dan longsoran dangkal maka peneliti ingin
melakukan penelitian uji model media tanam dan tanaman vetiver sebagai
perkuatan tanah. Peneliti melakukan penelitian ini dengan judul “UJI
MODEL PERKUATAN LERENG JALAN TIPE KOLOM GEO-ROOT
DENGAN TANAMAN AKAR WANGI”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
5
1. Bagaimana karakteristik tanah lempung berkompos sebagai
media tanam akar wangi ?
2. Bagaimana perilaku kuat tekan tanah berkompos dengan
perkuatan geo-root akar wangi ?
3. Bagaimana tingkat stabilitas model lereng jalan dengan kolom
tanah perkuatan geo-root - akar wangi ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Pada dasarnya tujuan penulisan ini adalah menguji Perilaku tanah
lempung berkompos tipe geo-root terhadap stabilitas lereng sebagai berikut
:
1. Menguji karakteristik tanah lempung berkompos sebagai
media tanam akar wangi.
2. Menguji perilaku kuat tekan tanah berkompos dengan
perkuatan geo-root akar wangi.
3. Menganalisis tingkat stabilitas model lereng jalan dengan kolom
tanah perkuatan geo-root - akar wangi.
D. BATASAN MASALAH
Agar penelitian ini memiliki bentuk, arah dan fokus yang jelas maka
penelitian dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Penelitian yang diusulkan berbentuk eksperimen murni di
laboratorium.
6
2. Penelitian ini diarahkan pada uji model tipe kolom geo-root –
akar wangi sebagai perkuatan lereng.
3. Dalam melakukan pengujian tanah digunakan metode ASTM
dan AASTHO.
4. Analisis uji model menggunakan program plaxis.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan tesis ini disusun dalam bentuk per bab yang berisi
ringkasan secara umum berdasarkan sistematika penulisan berikut ini.
BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang uraian latar belakang masalah,
maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian dan
batasan masalah, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi teori-teori yang digunakan sebagai
landasan atau acuan penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN, membahas mengenai tahapan,
persiapan alat dan bahan, cara penelitian serta uraian tentang
pelaksanaan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, merupakan bab yang
menganalisa dan membahas hasil penelitian yang diperoleh dari
percobaan laboratorium.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini merupakan kesimpulan
setelah melakukan analisa dan pembahasan serta berisikan
saran-saran yang didasarkan pada hasil penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsepsi Lereng dan Longsoran
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk
sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das
1985). Lereng yang ada secara umum dibagi menjadi dua kategori lereng
tanah, yaitu lereng alami dan lereng buatan. Lereng alami terbentuk
secara alamiah yang biasanya terdapat di daerah perbukitan. Sedangkan
lereng buatan terbentuk oleh manusia biasanya untuk keperluan
konstruksi, seperti tanggul sungai, bendungan tanah, tanggul untuk badan
jalan kereta api. Lereng alami maupun buatan masih dibagi lagi dalam dua
jenis yaitu :
a) lereng dengan panjang tak hingga (infinite slopes),
b) lereng dengan panjang hingga (finite slopes).
Keruntuhan pada lereng bisa terjadi akibat gaya dorong yang timbul
karena beban pada tanah. Lereng secara alami memiliki kekuatan geser
tanah dan akar tumbuhan yang digunakan sebagai gaya penahan. Apabila
gaya penahan lebih kecil dibandingkan gaya pendorong maka akan timbul
keruntuhan pada lereng.
1. Longsoran dan pengelompokannya
Longsoran (landslide) adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau
8
jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya
(Sharpe,1938 dalam Hansen, 1984). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1: Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam
Hansen, 1984)
Secara sederhana, Coates (1977, dalam Hansen, 1984) membagi
longsoran menjadi luncuran atau gelinciran (slide), aliran (flow) dan
jatuhan (fall). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2. Sedangkan
Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) membagi longsoran (landslide)
menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide) dan nendatan
(slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread) dan gerakan
9
majemuk (complex movement). Untuk lebih jelasnya klasifikasi tersebut
disampaikan pada gambar 3.
Gambar 2: Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Coates (dalam Hansen,
1984)
Pada umumnya klasifikasi para peneliti di atas berdasarkan kepada
jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC,
Highway Research Board Landslide Committe (1978), mengacu kepada
Varnes (1978) seperti diberikan pada gambar 3 yang berdasarkan kepada:
a) material yang nampak,
b) kecepatan perpindahan material yang bergerak,
c) susunan massa yang berpindah,
d) jenis material dan gerakannya.
10
Gambar 3: Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Varnes (1978, dalam M.J.
Hansen, 1984) yang digunakan oleh Higway Reseach Board Landslide
Comitte (1978, dalam Pangular & Sudarsono 1986).
Berdasarkan definisi dan klasifikasi longsoran (Varnes, 1978),
maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass movement) adalah
gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atas atau
perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau
miring dari kedudukan semula. Longsoran (landslide) merupakan bagian
dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple),
luncuran (slide), nendatan (slump), aliran (flow), gerak horisontal atau
11
bentangan lateral (lateral spread), rayapan (creep) dan longsoran
majemuk.
Untuk membedakan longsoran, landslide, yang mengandung
pengertian luas, maka istilah slides digunakan kepada longsoran
gelinciran yang terdiri atas luncuran atau slide (longsoran gelinciran
translasional) dan nendatan atau slump (longsoran gelinciran rotasional).
Berbagai jenis longsoran (landslide) dalam beberapa klasifikasi di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Jatuhan (fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui
udara, termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan
bongkah batu dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan
satu dengan yang lain. Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan
(urug, lawina, avalanche) batu, bahan rombakan maupun tanah.
b) Longsoran – longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang
disebabkan oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang
yang dapat diamati ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua
jenis. Disebut luncuran (slide) bila dipengaruhi gerak translasional
dan susunan materialnya yang banyak berubah. Bila longsoran
gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak berubah dan
umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan
(slump). Termasuk longsoran gelinciran adalah : luncuran bongkah
tanah maupun bahan rombakan, dan nendatan tanah.
12
c) Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah
kandungan atau kadar air tanah yang terjadi pada material tak
terkonsolidasi. Bidang longsor antara material yang bergerak
umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis gerakan
aliran kering adalah sandrun (larian pasir), aliran fragmen batu,
aliran loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran
pasir – lanau, aliran tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran
lumpur, dan aliran bahan rombakan.
d) Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua
atau tiga jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk
terjadi di alam, tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan yang
menonjol atau lebih dominan. Menurut Pastuto & Soldati (1997),
longsoran majemuk diantaranya adalah bentangan lateral batuan,
tanah maupun bahan rombakan.
e) Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal
kecepatan gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba
& Mencl, 1969; Hansen, 1984). Untuk membedakan longsoran dan
rayapan, maka kecepatan gerakan tanah perlu diketahui untuk
lebih jelas lihat tabel 2.4. Rayapan (creep) dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu: rayapan musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan
bersinambungan yang dipengaruhi kuat geser dari material, dan
rayapan melaju yang berhubungan dengan keruntuhan lereng atau
perpindahan massa lainnya (Hansen, 1984).
13
Tabel 1: Laju kecepatan gerakan tanah (Hansen, 1984)
KECEPATAN KETERANGAN
> 3 meter/detik Ekstrim sangat cepat
0.3 meter/detik s.d. 0.3meter/menit Sangat cepat
0.3 meter/detik s.d. 1.5 meter/hari cepat
1.5 meter/hari s.d. 1.5 meter/bulan Sedang
1.5 meter/bulan s.d 1.5 meter/tahun Lambat
0.06 meter/tahun s.d. 1.5 meter/tahun Sangat lambat
< 0.06 meter/tahun Ekstrim sangat lambat
f) Gerak horisontal / bentangan lateral (lateral spread), merupakan
jenis longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan
material batuan secara horisontal. Biasanya berasosiasi dengan
jungkiran, jatuhan batuan, nendatan dan luncuran lumpur sehingga
biasa dimasukkan dalam kategori complex landslide – longsoran
majemuk (Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah
maupun bahan rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan,
luncuran atau aliran yang berkembang selama maupun setelah
longsor terjadi. Material yang terlibat antara lain lempung (jenis
quick clay) atau pasir yang mengalami luncuran akibat gempa
(Buma & Van Asch, 1997).
g) Pada longsoran tipe translasional maupun rotasional, ada batas
antara massa yang bergerak dan yang diam (disebut bidang
gelincir), kedalaman batas tersebut dari permukaan tanah sangat
penting bagi deskripsi longsoran.
14
B. Faktor Penyebab Instabilitas Lereng
Longsornya suatu lereng bisa disebabkan oleh faktor internal lereng
maupun faktor eksternal lereng, antara lain: terjadinya gempa, curah hujan
yang tinggi (iklim), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi
setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat
kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan dan aktifitas geologi
seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi
(Sukandar,1991 dalam Z. Zulfandi). Proses eksternal penyebab longsor
yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, dalam Dikau et.al., 1996)
diantaranya adalah :
a) pelapukan (fisika, kimia dan biologi),
b) erosi,
c) penurunan tanah (ground subsidence),
d) deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),
e) getaran dan aktivitas seismik,
f) jatuhan tepra,
g) perubahan rejim air.
Pada beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena
hujan meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi
fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air akan
memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Kemanan
lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).
Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal,
15
yaitu yang terjadi dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut
sertanya peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari
pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang
meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar air tanah, derajat kejenuhan,
atau muka air tanah. Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan
mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (𝜇) yang berarti
memperkecil ketahananan geser dari massa lereng. Debit air tanah juga
membesar dan erosi di bawah permukaan meningkat. Akibatnya lebih
banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh
ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan,
1993).
C. Prinsip Proteksi dan Perkuatan Lereng
Perkuatan Lereng adalah suatu bentuk bangunan konstruksi non
struktrural dan atau tanaman yang digunakan untuk melindungi
permukaan lereng galian atau timbunan akibat erosi tanah karena air dan
angin. Tetapi, perkuatan lereng tidak difungsikan untuk menahan beban.
Perkuatan lereng dengan tanaman mempunyai beberapa fungsi dan
manfaat, antara lain: Melindungi lapisan permukaan lereng terhadap
pengaruh erosi dan gangguan lain dari luar, Menambah kestabilan lereng,
Menambah estetika, dan Tidak berfungsi sebagai penahan beban.
(Spesifikasi Perkuatan Tebing, Dirjen Bina Marga 1991)
Untuk melakukan pekerjaan stabilisasi lereng dapat dipergunakan
beberapa jenis perkuatan lereng diantaranya :
16
1. Stabilitas lereng dengan bahan konstruksi
Yang dimaksud dengan bahan konstruksi adalah semua
material keras dan tidak lapuk oleh pengaruh cuaca serta
lingkungan dalam waktu yang lama, antara lain : Beton (blok beton)
Batu (batukali, batu marmer), Batu bata, Shotcrete, Rock Mass
Bonding, Rock Bolting, Drainage, Dowels, Tied-Back Walls,
Resloping, PUR Injection, Soil Nailing, Woven Wire mesh, Rock
Sheds, Buttresses, Shot-in-place Buttress, Retaining Walls,
Scaling, Triming, dan lain sebagainya. Beberapa contoh cara
penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng.
Gambar 4: Penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng
17
Shotcrete
Drainage
Soil Nailing
Woven Wire mesh
18
Triming
Gambar 5: Aplikasi penempatan bahan konstruksi pada perkuatan lereng.
2. Stabilisasi lereng dengan vegetatif
Vegetasi sudah digunakan sebagai alat bioteknologi alami untuk
memperbaiki tanah, mengendalikan erosi dan menstabilkan lereng
selama berabad-abad, dan semakin popular penggunaanya di
beberapa puluh tahun belakangan. Hal ini dikarenakan sekarang lebih
banyak informasi tentang vegetasi tersedia untuk para insinyur, dan
sebagian dikarenakan biayanya yang rendah dan efektifitas dari
pendekatan teknik “lembut” yang ramah lingkungan tersebut.
Dengan dampak dari beberapa faktor disebutkan diatas, lereng
akan menjadi tidak stabil dikarenakan: 1. erosi permukaan atau “sheet
erosion”; dan 2. Kelemahan struktur internal. Erosi permukaan ketika
tidak dikendalikan sering menyebabkan erosi anak sungai dan parit
yang, seiring waktu, akan melabilkan lereng; lemahnya struktur akan
menyebabkan pergerakan massal atau longsoran. Karena erosi
permukaan dapat menyebabkan longsor, perlindungan terhadap
permukaan lereng harus sungguh dipertimbangkan sebagai penguatan
19
struktur., tetapi cara ini sering terlupakan. Melindungi permukaan
lereng adalah pencegahan yang efektif, ekonomis, dan penting. Pada
banyak kasus, penerapan langkah pencegahan akan memastikan
lereng tetap stabil, dan selalu lebih murah dari perbaikan.
Tutup perlindungan vegetatif yang disediakan oleh penyemaian
rumput, pembibitan hidro atau hydro-mulching biasanya cukup efektif
melawan erosi permukaan dan erosi dari arus kecil, dan tumbuhan
berakar dalam seperti pohon dan semak dapat menguatkan struktur
tanah. Tetapi, pada lereng baru, lapisan permukaan sering tidak
terkonsolidasi dengan baik, jadi bahkan lereng yang ditanami vegetatif
dengan benar tetap tidak bisa mencegah erosi anak sungai dan parit.
Pohon berakar dalam tumbuh perlahan dan seringkali sulit ditanam
pada tanah yang tidak ramah. Dalam hal ini, para insinyur
menyesalkan ketidakefisienan dari tutup vegetatif dan membangun
perbaikan struktural langsung setelah konstruksi. Pendeknya,
perlindungan permukaan lereng dengan rumput lokal dan pohon tidak
dapat, pada banyak kasus, menjamin kestabilan yang diperlukan. Pro,
kontra dan keterbatasan penanam vegetasi pada lereng.
20
Tabel 2: Dampak fisik umum vegetasi pada kestabilan lereng
Dampak Ciri fisik
Manfaat
Penguatan akar, lengkungan tanah, penopangan, angkuran, penaangkapan, batuan yang menggelinding oleh pohon
Aerasi akar, distribusi dan morfologi; Kekuatan tarik akar; pemberian jarak, diameter dan penanaman pohon, ketebalan dan kemiringan strata hasil; sifat kekuatan geser tanah
Berkurangnya kelembapan tanah oleh serapan akar dan transpirasi
Kelembapan tanah; level air tanah; Tekanan pori/pengisapan tanah
Intersepsi curah hujan oleh dedaunan, termasuk kehilangan dalam penguapan
Curah hujan bersih pada lereng
Meningkatkan ketahanan hidolik di irigasi kanal dan parit
Manning's coefficient
Kerugian
Terganjalnya akar dari baruan dekat permukaan dan batuan besar dan tumbang ketika angin topan
Rasio area akar, distribusi dan morfologi
Terbebaninya lereng oleh pohon besar (berat) (terkadang bermanfaat, tergantung keadaan di lapangan)
Berat rata-rata vegetasi
Beban angin Rancangan kecepatan angin selama waktu yang ditentukan; tinggi pohon dewasa rata-rata untuk kelompok pohon
Mempertahankan kapasitas infiltrasi
Variasi kelembapan tanah dengan kedalaman
Tabel 3: Pembatasan sudut kemiringan lereng pada penanaman vegetasi
Sudut kemiringan
(derajat)
Jenis tumbuhan
Rumput Semak/Pohon
0 - 30 Tingkat kesulitan rendah; bisa dilakukan dengan teknik penanaman rutin
Tingkat kesulitan rendah; bisa dilakukan dengan teknik penanaman rutin
21
Sudut kemiringan
(derajat)
Jenis tumbuhan
Rumput Semak/Pohon
30 - 45
Semakin sulit untuk menanaman rizoma atau perumputan; penerapan rutin hidro-seeding
semakin sulit untuk penanaman
> 45 Diperlukan pertimbangan khusus
penanaman harus secara umum pada potongan tanah tertentu
Gambar 6: Aplikasi stabilitas lereng vegetative
a. Stabilitas Lereng Perkuatan Akar Wangi
Akar Wangi atau Sistem Vetiver (VS), yang berdasarkan penerapan
rumput Vetiver (Vetiveria zizanioides L Nash, sekarang diklasifikasikan
22
kembali sebagai Chrysopogon zizanioides L Roberty), pertama kali
dikembangkan oleh Bank Dunia untuk konservasi tanah dan air di India
pada pertengahan tahun 1980. Meskipun penerapannya masih
memegang peranan penting dalam pengaturan tanah pertanian, penelitian
dan pengembangan (R&D) yang dilaksanakan 20 tahun terakhir jelas-jelas
menunjukkan, karena adanya ciri-ciri yang mengagumkan dari rumput
Vetiver, VS sekarang digunakan sebagai teknik bioteknologi untuk
stabilisasi lereng curam, pembuangan limbah cair, fitoremediasi dari tanah
dan air yang terkontaminasi, dan tujuan perlindungan lingkungan yang
lain.
Nama latin rumput vetiver yaitu Vetiveria zizanioides STAPF atau
disebut juga Andropogon zizanioides URBAN atau A. muricatus RETZ
atau A. squarrosus LINN. Jenis rumput ini mempunyai nama berbeda
untuk daerah-daerah di wawasan Nusantara, seperti : DI Gayo : useur; di
Manado : akar babau; di Timor : akar banda; di daerah Sunda : Janur,
Narawasatu, usar; di Jawa : Larasetu, Larawastu, Rarawestu; di Madura :
Karabistu; di Bali : Anggarawastu, Padang babad sanur; di Gorontalo :
Tahele; di Makasar : Narawasatu, sare ambong; di Bugis : Nawarasatu,
sere bandong; di Ternate : Gara ma kusu batawi; di Tidore : Bara ma kusu
batai; di Halmahera utara : Ruju-ruju; di Halmahera selatan : Babuwa
mendi (weda)
Vetiver, yang di Indonesia dikenal sebagai akar wangi (Vetiveria
zizanioides), adalah sejenis rumput-rumputan berukuran besar yang
23
memiliki banyak keistimewaan. Di Indonesia rumput ajaib ini baru
dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri melalui ekstraksi akar
wangi, tetapi di mancanegara vetiver banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan ekologis dan fitoremediasi (memperbaiki lingkungan dengan
menggunakan tanaman) lahan dan air, seperti rehabilitasi lahan bekas
pertambangan, pencegah erosi lereng, penahan abrasi pantai dan
stabilisasi tebing melalui teknologi yang disebut Vetiver Grass Technology
(VGT) atau Vetiver System (VS), sebuah teknologi yang sudah
dikembangkan selama lebih dari 200 tahun di India.
Vetiver System adalah sebuah teknologi sederhana yang berbiaya
murah dengan memanfaatkan tanaman vetiver hidup untuk konservasi
tanah dan air serta perlindungan lingkungan. VS sangat praktis, tidak
mahal, mudah dipelihara, dan sangat efektif dalam mengontrol erosi dan
sedimentasi tanah, konservasi air, serta stabilisasi dan rehabilitasi lahan.
Vetiver juga mudah dikendalikan karena tidak menghasilkan bunga dan
biji yang dapat cepat menyebar liar seperti alang-alang atau rerumputan
lainnya.
Keistimewaan vetiver sebagai tanaman ekologis disebabkan oleh
sistem perakarannya yang unik. Tanaman ini memiliki akar serabut yang
masuk sangat jauh ke dalam tanah (saat ini rekor akar vetiver terpanjang
adalah 5.2 meter yang ditemukan di Doi Tung, Thailand).
Akar vetiver diketahui mampu menembus lapisan setebal 15 cm
yang sangat keras. Di lereng-lereng yang keras dan berbatu, ujung-ujung
24
akar vetiver mampu masuk menembus dan menjadi semacam jangkar
yang kuat. Cara kerja akar ini seperti besi kolom yang masuk ke dalam
menembus lapisan tekstur tanah dan pada saat yang sama menahan
partikel-partikel tanah dengan akar serabutnya.
Keajaiban vetiver lainnya adalah daya adaptasi pertumbuhannya
yang sangat luas.
1) Apa yang akar wangi lakukan dan bagaimana cara kerjanya?
VS adalah cara konservasi tanah dan air, kendali sedimen,
stabilisasi tanah dan rehabilitasi serta fitoremediasi yang sangat
sederhana, praktis, mudah pelaksanaannya, dan sangat efektif.
Karena vegetatif, VS tentu saja ramah lingkungan.
Ketika ditanam pada satu deretan, tumbuhan Vetiver akan
membentuk tanaman pagar yang sangat efektif untuk memperlambat
dan menyebarkan limpasan air, mengurangi erosi tanah,
mempertahankan kelembaban tanah dan memerangkap sedimen serta
zat-zat kimia pertanian. Meskipun tanaman pagar manapun bias
melakukannya, rumput Vetiver, karena keajaibannya dan ciri
morfologis dan fisiologis uniknya, sebagaimana disebutkan dibawah,
bisa melakukannya dengan lebih baik dibanding sistem lain yang telah
diuji coba.
Selebihnya, akar Vetiver yang sangat dalam dan masif mengikat
tanah dan pada saat yang sama membuatnya sangat sulit untuk
dihanyutkan oleh arus yang sangat deras. Akarnya yang dalam sekali
25
dan cepat tumbuh juga membuat Vetiver sangat toleran terhadap
kekeringan dan sangat cocok untuk stabilisasi lereng curam.
2) Karakteristik akar wangi sesuai untuk stabilisasi lereng
Atribut Vetiver yang unik telah diteliti, diuji, dan dikembangkan di
daerah tropis, karenanya dapat dipastikan Vetiver sangat efektif
sebagai alat bio-teknologi.
a) Meskipun secara teknis Vetiver adalah rumput, namun Vetiver
digunakan dalam aplikasi menstabilkan lahan lebih baik daripada
pohon atau semak . Karena Akar Vetiver, per unit area, lebih dalam
dan kuat dibanding akar pohon.
b) Sistem akar Vetiver yang sangat dalam dan terstruktur dengan baik
dapat mencapai sampai dua atau tiga meter (enam sampai
sembilan kaki) di tahun pertama. Pada lereng timbunan tanah,
banyak percobaan menunjukkan rumput ini dapat mencapai 3.6
meter (12 kaki) dalam 12 bulan. (harap dicatat bahwa Vetiver tidak
menembus dalam sampai ke dalam permukaan air bawah tanah.
Karenanya di area dengan level air tanah yang tinggi, sistem
akarnya tidak akan sepanjang di tanah kering). Sistem akar Vetiver
yang ekstensif dan tebal mengikat tanah sehingga sulit untuk
tersapu, dan Vetiver sangat toleran terhadap kekeringan.
c) Sekuat atau lebih kuat dari spesies kayu keras, akar Vetiver
memiliki daya tarik yang sangat tinggi yang terbukti positif untuk
penguatan lereng curam.
26
d) Akar Vetiver dapat menembus tanah padat seperti tanah padas
keras dan tanah lempung gumpal yang umumnya ada di tanah
tropis, yang menyediakan penahan yang baik untuk tanah timbunan
dan permukaan.
e) Ketika ditanam merapat, tumbuhan Vetiver membentuk pagar padat
yang mengurangi kecepatan arus, mengalihkan limpasan air,
menciptakan penyaring yang sangat efektif yang mengendalikan
erosi. Tanaman pagar mengurangi arus dan menyebarkannya,
memberi waktu bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
f) Sebagai penyaring yang sangat efektif, pagar Vetiver membantu
mengurangi kekeruhan akibat limpasan air. Karena akar baru
berkembang dari tunas yang terkubur oleh sedimen yang
terperangkap, Vetiver akan terus tumbuh ketika level tanah naik.
Teras akan terbentuk pada tanah tanaman pagar, dan sediman
sebaiknya tidak dipindahkan. Sedimen yang subur biasanya berisi
bibit tanaman lokal yang membantu pertumbuhannya kembali.
g) Vetiver toleran terhadap iklim ekstrim dan lingkungan yang
beragam, termasuk kekeringan berkepanjangan, banjir dan
perendaman, dan suhu yang ekstrim dari -14oC sampai 55oC (7o F
sampai 131oF) (Truong et al, 1996)
h) Rumput ini tumbuh lagi dengan cepat sesudah kekeringan, beku,
asin dan keadaan tanah lain yang berbeda ketika suhu-suhu
ekstrim tadi berlalu.
27
i) Vetiver menunjukkan toleransi tinggi terhadap keasaman tanah,
salinitas, sodisitas dan kondisi asam sulfat (Le van Du and Truong,
2003).
Vetiver sangat efektif ketika ditanam berdekatan pada baris di
kontur lereng. Garis kontur Vetiver dapat menstabilkan lereng alami,
potongan lereng dan tanggul isian. Sistem akarnya yang kaku dan dalam
membantu menstabilkan struktur lereng sementara tunas-tunasnya
memencarkan limpasan, mengurangi erosi, dan menjebak sedimen agar
spesies lokal tumbuh.
Gambar 7: Vetiver membentuk penyaring-alami yang tebal dan
efektif
Hengchaovanich (1998) juga mengamati bahwa Vetiver dapat
tumbuh secara vertikal pada lereng yang lebih curam dari 150% (~56o).
Pertumbuhannya yang cepat dan penguatannya yang luar biasa
menjadikannya tumbuhan yang bagus untuk stabilisasi lereng dibanding
tumbuhan lain. Ciri kecil lain yang membedakannya dari tumbuhan akar
lainnya adalah kemampuannya menembus tanah. Kekuatannya mampu
28
menembus tanah yang sulit, lapisan keras tanah, dan permukaan berbatu
dengan titik-titik lemah. Bahkan Vetiver mampu menembus aspal jalan.
Gambar 8: akar Vetiver menahan dinding dam ini, melindunginya dari
tersapu banjir
3) Karakteristik hidrolis
Ketika ditanam berbaris, tanaman Vetiver membentuk pagar tebal;
batangnya yang kaku memungkinkan pagar semak ini berdiri setidaknya
0.6-0.8m (2-2.6’), membentuk dinding hidup untuk memperlambat dan
menyebarkan limpasan air.Jika ditanam dengan benar, pagar ini
merupakan struktur yang sangat efektif yang menyebar dan mengalihkan
limpasan air ke area yang stabil atau got pembuangan.
Uji coba saluran air dilakukan di University of Southern Queensland
untuk mempelajari desain dan penggabungan pagar Vetiver kedalam
rancang penanaman jalur untuk mitigasi banjir membuktikan adanya
karakteristik hidrolis Vetiver dibawah arus dalam. Gambar 9. Tanaman
pagar dengan baik mengurangi arus banjir dan gerakan tanah yang
terbatas; strip yang kosong mengalami sangat sedikit erosi, dan sorgum
muda benar-benar terlindungi dari kerusakan banjir ((Dalton etal, 1996).
29
Gambar 9: Model hidrolis rendaman melalui tanaman pagar Vetiver
Dimana:
q = volume unit per lebar y = kedalaman arus
y1 = kedalaman hulu So = kemiringan tanah
Sf = energi lereng NF = jumlah Froude dari arus
4) Tekanan pori air
Vegetasi pada lereng meningkatkan perembesan air. Telah
dikawatirkan bahwa kelebihan air akan meningkatkan tekanan pori air di
tanah dan menyebabkan ketidakstabilan lereng. Tetapi, pengamatan di
lapangan sebenarnya menunjukkan perbaikan. Pertama, ditanam di garis
kontur atau garis yang dimodifikasi yang menangkap dan menyebarkan
limpasan air pada lereng, sistem akar Vetiver yang ekstensif dan
menyebar mendistribusikan kelebihan air lebih rata dan bertahap serta
membantu mencegah pengumpulan air di satu tempat.
Kedua, peningkatan perembesan yang mungkin terjadi diimbangi
dengan penipisan air tanah yang bertahap dan lebih tinggi yang dilakukan
30
oleh rumput. Penelitian pada kompetisi kelembaban tanah pada tanaman
di Australia (Dalton et al, 1996) menunjukkan bahwa, pada keadaan curah
hujan rendah, pengurangan air tersebut akan mengurangi kelembaban
tanah sampai 1.5m (4.5’) pada tanaman pagar. Hal ini akan meningkatkan
rembesan air di zona tersebut, menyebabkan pengurangan limpasan air
dan tingkat erosi. Dari sudut pandang geoteknik, keadaan ini membantu
mempertahankan kestabilan lereng. Pada lereng dengan kecuraman (30-
60o), jarak antar baris pada 1m (3’) VI (Vertical Interval) sangatlah dekat.
Karenanya, berkurangnya kelembapan akan lebih meningkatkan proses
stabilisasi lereng. Meski demikian, untuk mengurangi dampak yang bisa
merusak ini, sebagai tindakan pencegahan, pagar Vetiver dapat ditanam
pada kecuraman 0.5% sebagaimana di kontur terasering untuk
menyalurkan sisa air kedalam drainase (Hengchaovanich, 1998).
b. Penerapan VS dalam mitigasi bencana alam dan perlindungan
infrastruktur
Karena karakteristiknya yang unik Vetiver umumnya berguna dalam
mengendalikan erosi pada lereng akibat kerukan maupun urukan dan
pada lereng yang terkait dengan konstruksi jalan, dan khususnya efektif
untuk tanah yang mudah terkikis dan rapuh, seperti tanah sodik, berasam,
dan mengandung asam sulfat., Penanaman Vetiver telah sangat efektif
untuk pengendalian erosi atau stabilisasi dibawah ini:
a) Stabilisasi lereng sepanjang jalan raya dan rel kereta api. Sangat
efektif di sepanjang jalan pedesaan di pegunungan, dimana
31
masyarakat mengalami kekurangan dana untuk stabilisasi lereng
dan di tempat dimana konstruksi jalan sering diperlukan.
b) Stabilisasi tanggul dan dinding/tembok bendungan, pengurangan
erosi kanal, erosi tepian sungai dan pantai, dan perlindungan
struktur keras (seperti talud batuan, dinding penahan beton,
bronjong dsb.)
c) Lereng diatas katub dan outlet gorong gorong (gorong-gorong,
penopang)
d) Pemisah antara struktur semen dan batuan dan permukaan tanah
yang mudah terkikis
e) Sebagai penyaring untuk memerangkap sedimen pada katup
gorong-gorong
f) Untuk mengurangi energi pada outlet gorong gorong.
g) Untuk menstabilkan erosi bagian atas parit, ketika pagar Vetiver
ditanam di garis kontur diatas parit.
h) Untuk menghilangkan erosi yang disebabkan oleh ombak, dengan
menanam beberapa baris Vetiver pada batas atas air pasang di
tembok penahan dam pertanian yang besar atau di tepian sungai
i) Pada penanaman hutan, Vetiver digunakan untuk menstabilkan
bahu jalan pada lereng curam dan parit (jalur penebangan) yang
dibuat untuk panen berikutnya.
Karena karakteristiknya yang unik, Vetiver dengan efektif
mengendalikan bencana air seperti banjir, erosi tepian pantai dan sungai,
32
erosi dam dan tanggul/pematang, dan ketidakstabilan lain. Juga
melindungi jembatan, penopang gorong-gorong dan penghubung antara
beton/struktur batuan dan tanah. Vetiver khususnya efektif di wilayah
dimana tanah timbunan tanggul mudah terkikis dan tidak padat, seperti
tanah sodik, alkalin, dan asam (termasuk asam sulfat).
c. Kelebihan dan kekurangan sistem vetiver
1) Kelebihan:
a) Kelebihan utama VS dibanding tindakan teknik lain adalah
biayanya yang murah dan umurnya yang panjang. Untuk
stabilisasi lereng di Cina, contohnya, penghematan
mencapai 85-90% (Xie, 1997 dan Xia et al, 1999). Di
Australia, biaya yang dihemat dengan VS dibanding metode
teknis lain berkisar antara 64% sampai 72%, tergantung
metode yang digunakan (Braken and Truong 2001).
Singkatnya, biaya maksimumnya hanya 30% dari biaya
tindakan tradisional. Selain itu biaya pemeliharaan tahunan
berkurang secara signifikan ketika tanaman pagar Vetiver
telah tumbuh.
b) Dibandingkan bio-teknologi yang lain, VS selain alami juga
merupakan cara yang ramah lingkungan untuk
mengendalikan erosi dan menstabilisasikan lahan yang
‘melembutkan’ tindakan teknis konvensional yang keras
seperti beton dan struktur batu. Hal ini utamanya penting di
33
daerah urban dan wilayah semi pedalaman dimana orang-
orang lokal tidak menyukai pembangunan prasarana “keras”
c) Biaya perawatan jangka panjangnya rendah. Tidak seperti
struktur teknik kovensional, teknologi hijau jadi lebih baik
ketika vegetatif penutup tumbuh. VS memerlukan rencana
perawatan yang matang pada saat dua tahun pertama; tetapi
ketika sudah tumbuh, pada hakekatnya sudah tidak
diperlukan perawatan. Karenanya, penggunaan Vetiver
khususnya sesuai untuk area terpencil dimana biaya
perawatan mahal dan sulit.
d) Vetiver sangat efektif pada tanah yang tidak subur dan
mudah terkena erosi serta di tanah yang tidak padat.
e) VS khususnya sesuai untuk daerah dengan biaya pekerja
yang murah.
f) Pagar Vetiver adalah alami dan merupakan bio teknologi
yang lembut, alternative yang ramah lingkungan dibanding
struktur yang kasar atau keras.
2) Kekurangan:
a) Kekurangan utama VS adalah ketidaktoleranan Vetiver
terhadap peneduh, khususnya pada saat pertumbuhan.
Peneduhan sebagian memperlambat pertumbuhannya;
peneduhan yang banyak bisa membunuhnya dalam jangka
panjang dengan mengurangi kemampuannya untuk bersaing
34
dengan spesies yang toleran terhadap keteduhan. Tetapi
kelemahan ini bisa jadi menguntungkan dalam keadaan
dimana stabilisasi awal memerlukan tanaman pelopor untuk
meningkatkan kemampuan mikro-lingkungan untuk menjadi
tempat spesies endemik asli baik yang direncanakan
maupun yang tumbuh sendiri.
b) Sistem Vetiver hanya efektif ketika tanaman benar-benar
telah tumbuh. Penanaman yang efektif memerlukan periode
pertumbuhan awal selama 2-3 bulan di cuaca hangat dan 4-
6 bulan di cuaca lebih sejuk. Kelambatan tersebut bisa
diantisipasi dengan menanam lebih awal, dan di musim
kering.
c) Pagar Vetiver sepenuhnya efektif hanya ketika tanaman
membentuk pagar rapat. Celah yang ada antar rumpun
harus ditanami ulang pada saat yang tepat.
d) Sulit untuk mengairi tanaman di lereng yang tinggi atau
curam.
e) Vetiver memerlukan perlindungan dari ternak selama masa
awal pertumbuhan.
Dengan alasan-alasan tersebut, kelebihan penggunaan VS sebagai
alat bio-teknologi lebih besar daripada kekurangannya, khususnya ketika
Vetiver digunakan sebagai spesies pelopor.
35
Bukti-bukti di dunia mendukung penggunaan VS untuk
menstabilkan tanggul. Vetiver telah dengan sukses menstabilkan sisi
jalan, diantaranya, di Australia Brazil, America Tengah, Cina, Etiopia, Fiji,
India, Italia, Madagascar, Malaysia, Filipina, Afrika Selatan, Sri Lanka,
Venezuela, Vietnam, dan West Indies. Diterapkan sesuai dengan terapan
geoteknologi, Vetiver telah digunakan untuk menstabilkan tanggul di Nepal
dan Afrika Selatan.
D. Tanah dan Kompos Sebagai Media Tanam
Tanah adalah tempat tumbuh tumbuhan di atas permukaan bumi.
Di dalam tanah terdapat air, udara dan berbagai hara tumbuhan untuk
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air yang berada dalam
tanah sangat penting untuk proses kimia, biologi dan fisika tanah.
Sebagian air tanah terdapat dalam bentuk lapisan tipis yang dinamakan
air kapiler. Air kapiler membentuk larutan tanah yang berfungsi sebagai
sumber unsur hata tumbuhan. Jenis tanah yang baik untuk pembibitan
akar wangi: Tanah yang lempung dan berpasir akan membuat panen
mudah dan mengecilkan resiko kerusakan pada mahkota dan akar
tumbuhan. Tanah lempung berpasir bisa dipakai tetapi lempung berat
tidak bagus.
Tanah Lempung dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel
tanah lempung memiliki diameter 2 μm atau sekitar 0,002 mm (USDA,
AASHTO, USCS). Namun demikian, dibeberapa kasus partikel berukuran
36
antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel
lempung (ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung
hanya berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran
partikel lempung tersebut juga mengandung mineral-mineral lempung.
Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah
bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang
sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub
mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari
mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal
berukuran mikro, yaitu < 1 μm (2 μm merupakan batas atasnya). Tanah
lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya,
yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau
alkali, oksigen, dan karbondioksida.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H.
Crawford, 2003).
Manfaat kompos bagi tanaman bagi tanah/tanaman: Meningkatkan
kesuburan tanah, Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah,
Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, Meningkatkan
aktivitas mikroba tanah, Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen), Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman,
37
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman dan Meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah. Kompos juga sangat baik dan
berperan dalam pertumbuhan bibit atau tunas vetiver (Truong P, Tran tan
van, Elise Pinners dan David Booth 2011)
E. Assessment Parameter Desain Perkuatan Lereng
1. Kadar air tanah dan berat isi
Percobaan ini dilakukan untuk mengukur berat isi dengan
menggunakan uji ring gamma dan kadar air alami tanah. Besaran-besaran
lain yang dapat diturunkan adalah angka pori (e), porositas (n), dan
derajat kejenuhan (Sr). Maksud percobaan ini adalah untuk mengukur
sifat-sifat fisis tanah. Tujuan dari uji ini adalah sebagai bagian dari
klasifikasi tanah. Besaran yang diperoleh dapat digunakan untuk korelasi
empiris dengan sifat-sifat teknis tanah.
2. Berat jenis
Percobaan ini mencakup penentuan berat jenis (specific gravity)
tanah dengan menggunakan botol Piknometer. Tanah yang diuji harus
lolos saringan No. 4. Bila nilai berat jenis dan uji ini hendak digunakan
dalam perhitungan untuk uji hydrometer, maka tanah harus lolos saringan
# 200 (diameter = 0.074 mm). Berat jenis (specific gravity) tanah adalah
perbandingan antara berat isi butir tanah terhadap berat isi air pada
temperatur 4°C, tekanan 1 atmosfir. Berat jenis tanah digunakan pada
hubungan fungsional antara fase udara, air, dan butiran dalam tanah dan
38
oleh karenanya diperlukan untuk perhitungan-perhitungan parameter
indeks tanah (index properties).
3. Uji batas batas atterberg
Percobaan ini mencakup penentuan batas-batas Atterberg yang
meliputi Batas Susut, Batas Plastis, dan Batas Cair.
a) Batas Susut (Shrinkage Limit), wS adalah batas kadar air dimana
tanah dengan kadar air di bawah nilai tersebut tidak menyusut lagi
(tidak berubah volume).
b) Batas Plastis (Plastic Limit), wP adalah kadar air terendah dimana
tanah mulai bersifat plastis. Dalam hal ini sifat plastis ditentukan
berdasarkan kondisi di mana tanah yang digulung dengan telapak
tangan, di atas kaca mulai retak setelah mencapai diameter 1/8
inci.
c) Batas Cair (Liquid Limit), wL adalah kadar air tertentu di mana
perilaku berubah dari kondisi plastis ke cair. Pada kadar air
tersebut tanah mempunyai kuat geser yang terendah.
4. Uji saringan (Gradasi)
Metode ini mencakup penentuan dari distribusi ukuran butir tanah
yang tertahan oleh saringan No. 200. Tanah butir kasar (coarse grained
soils) : ukuran butirnya > 0.075 mm (tertahan oleh saringan no 200).
Tanah butir halus (fine grained soils) : ukuran butirnya < 0.075 mm
(lolos dari saringan no 200). Gradasi : distribusi ukuran butir tanah.
Percobaan ini dimaksudkan untuk menegtahu distribusi ukuran butir
39
tanah butir kasar. Tujuannya adalah mengklasifikasikan tanah butir
kasar berdasarkan nilai koefisien keseragaman (Cu) dan kurva
distribusi ukuran butir. Diperoleh perkiraan umum sifat teknis tanah
berdasarkan jenis tanah yang ditentukan dari uji ini.
5. Uji kuat tekan bebas
Uji kuat tekan bebas dimaksudkan untuk memperoleh kuat geser dari
tanah kohesif. Kuat tekan bebas (qu) adalah harga tegangan aksial
maksimum yang dapat ditahan oleh benda uji silindris (dalam hal ini
sampel tanah) sebelum mengalami keruntuhan geser. Derajat
kepekaan/sensitivitas (St) adalah rasio antara kuat tekan bebas dalam
kondisi asli (undisturbed) dan dalam kondisi teremas (remolded). Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengukur kuat tekan bebas (unconfined
compressive strength) dari lempung/lanau.
Dari kuat tekan bebas dapat diketahui :
a) Kekuatan geser undrained (Cu)
b) Derajat kepekaan (degree of sensitivity)
Uji kuat tekan bebas merupakan cara memperoleh kuat geser tanah
kohesif yang cepat dan ekonomis.
40
Gambar 10: Unconfined compression test
6. Uji kompaksi
Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah
dikeluarkan dengan suatu cara mekanis (digilas/ditumbuk). Pada proses
pemadatan untuk setiap daya pemadatan tertentu, kepadatan yang
tercapai tergantung pada banyaknya air di dalam tanah tersebut, yaitu
kadar airnya. Apabila kadar air rendah mempunyai sifat keras atau kaku
sehingga sukar dipadatkan. Bilamana kadar airnya ditambah maka air itu
akan berlaku sebagai pelumas sehingga tanah akan lebih mudah
dipadatkan. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi kepadatannya akan turun
karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat lagi
dikeluarkan dengan cara memadatkan. Berat isi kering maksimum ( max)
adalah berat isi terbesar yang dicapai pada pengujian kompaksi pada
energi tertentu. Kadar air optimum adalah nilai kadar air di mana pada
energi kompaksi tertentu dicapai dry maksimum.
41
F. Stabilitas Lereng Penerapan Numerik
1. Kapasitas dukung tanah
Tanah yang mengalami pembebanan akan mengalami penurunan
seperti pembebanan oleh pondasi. Penambahan beban pada pondasi
yang diterima oleh tanah mengakibatkan penurunan tanah yang ikut
bertambah pula, hingga pada saat dimana beban yang ada pada pondasi
tersebut mengakibatkan penurunan tanah yang sangat besar. Kondisi ini
menunjukkan bahwa keruntuhan kapasitas dukung telah terjadi
Kapasitas dukung ultimit (ultimate bearing capacity)(qu)
didefinisikan sebagai beban maksimum persatuan luas dimana tanah
masih dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan, seperti
ditunjukkan oleh persamaan berikut :
𝑞𝑢 =
𝑃𝑢𝐴
(1)
Dimana :
qu = kapasitas dukung ultimit (kN/m2)
Pu = beban ultimit (kN)
A = luas beban (m2)
Analisis keruntuhan kapasitas dukung dilakukan dengan
menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai material yang bersifat
plastis. Kapasitas dukung tanah menyatakan tahanan tanah terhadap
geser untuk melawan penurunan, yaitu tahanan geser yang dapat
dikerahkan tanah disepanjang bidang gesernya.
42
2. Stabilitas lereng
Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan
faktor aman dari suatu bidang longsor yang berpotensi untuk terjadi.
Dalam analisis stabilitas lereng juga terdapat beberapa anggapan yang
dibuat yaitu dimana massa tanah yang mengalami kelongsoran dianggap
merupakan benda yang massif dan tahanan geser massa tanah
sepanjang bidang longsor tidak bergantung pada permukaan longsoran.
Beberapa tipe longsoran dapat dilihat pada Gambar 11.
Tentunya menganalisis stabilitas suatu lereng bukanlah kegiatan
yang mudah untuk dilakukan, karena terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi hasil hitungan. Analisis stabilitas lereng memerlukan
evaluasi variabel-variabel diantaranya lapisan-lapisan tanah, sifat indeks
dan sifat teknis tanah.
Banyaknya metode untuk menganalisis stabilitas lereng diharapkan
dapat digunakan untuk menganalisis dan memeriksa sejauh mana
keamanan suatu lokasi atau suatu konstruksi berada pada kemiringan
tertentu dengan beban yang dialaminya. Adapun metode-metode yang
digunakan diantaranya:
a) Metode Irisan
b) Metode Fellenius
c) Metode Bishop
d) Metode Elemen Hingga
43
Dalam menganalisis stabilitas suatu lereng yang diharapkan adalah
bagaimana menentukan faktor keamanan, dimanafaktor keamanan
didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya
yang menggerakkan, atau dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:
𝐹𝑠 =𝜏𝑓
𝜏𝑑 (2)
Dimana :
Fs = Angka keamanan terhadap kekuatan tanah
τf = Kekuatan geser rata-rata dari tanah (kN/m2)
τd = Tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor(kN/m2)
Kuat geser tanah terdiri dari dua komponen yaitu kohesi dan geser
sehingga dituliskan kedalam persamaan berikut:
𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎 tan 𝜙 (3)
Dimana:
C = kohesi
Φ = sudut geser tanah
σ = tegangan normal rata-rata permukaan bidang longsor
(kN/m2)
44
Gambar 11. Tipe keruntuhan lereng (R.F.Craig, 2004)
3. Analisa Numerik
Penyelesaian masalah di dalam dunia sains dan teknik sering
berhubungan dengan penyelesaian fungsi diferensial dan integral sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari penyelesaian model matematik. Jika
penyelesaian secara matematik sulit dilakukan, maka teknik pendekatan
numerik bisa menjadi pilihan. Bahkan beberapa penyelesaian persamaan
diferensial hanya dapat diselesaikan dengan cara tersebut, karena
kompleks dan besar.
(4)
45
Penyelesaian eksak integral fungsi diatas sama dengan
menghitung luasan dibawah kurva y = f (x) antara titik x = a dan titik x = b.
Gambar 12: Penyelesaiaan Eksak - Integral
Integrasi numerik untuk menghitung luasan dibawah kurva
menggunakan konsep pendekatan, luasan akan dibagi menjadi pias – pias
kecil sedemikian sehingga piasan tersebut kalau dirangkai mendekati
bentuk eksak. Pada umumnya pendekatan mempunyai ciri – ciri semakin
sederhana dan semakin sedikit proses yang dilakukan, maka hasilnya
relatif kurang teliti dibanding metode yang lebih kompleks dan prosesnya
banyak.
Stabilitas lereng Untuk menganalisis data perkuatan dan
perlindungan lereng tipe geo-root dengan metode numerik dilakukan
dengan bantuan sofwere geoteknik yaitu Plaxis.
PLAXIS adalah program komputer berdasarkan metode elemen
hingga dua-dimensi yang digunakan secara khusus untuk melakukan
analisis deformasi dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam bidang
geoteknik. Kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan
46
bidang maupun secara axi-simetri. Program ini terdiri dari empat buah
sub-program (Masukan, Perhitungan, Keluaran dan Kurva).
a) Program Masukan berisi seluruh fasilitas untuk membuat dan
memodifikasi suatu model geometri, untuk membentuk jaring
elemen hingga dan membentuk kondisi-kondisi awal. Untuk
menjalankan suatu analisis berdasarkan metode elemen hingga
dengan PLAXIS, pengguna harus membuat sebuah model elemen
hingga dan menentukan sifat-sifat material serta kondisi batasnya.
b) Program Perhitungan memuat semua fasilitas untuk mendefinisikan
dan memulai perhitungan elemen hingga. Setelah penyusunan
model elemen hingga, perhitungan elemen hingga sesungguhnya
dapat dilakukan. Karena itu, perlu untuk mendefinisikan jenis
perhitungan yang akan dilakukan dan jenis pembebanan atau
tahapan konstruksi mana saja yang akan diaktifkan dalam
perhitungan. Hal ini dilakukan dalam program Perhitungan.
c) Program Keluaran memuat seluruh fasilitas untuk menampilkan
hasil dari data masukan yang telah dibentuk serta hasil dari
perhitungan elemen hingga. Keluaran utama dari suatu perhitungan
elemen hingga adalah perpindahan pada titik-titik nodal dan
tegangan pada titik-titik tegangan.
d) Program Kurva memuat seluruh fasilitas untuk menggambarkan
kurva beban-perpindahan, lintasan tegangan dan diagram
tegangan-regangan. Program Kurva dapat digunakan untuk
47
menggambarkan kurva beban-perpindahan, kurva waktu-
perpindahan, diagram tegangan-regangan dan lintasan tegangan
atau lintasan regangan dari titik-titik yang telah dipilih dalam
geometri. Kurva-kurva ini menghasilkan tampilan dari perhitungan
nilai-nilai tertentu selama berbagai tahapan perhitungan dilakukan,
dan dapat memberikan gambaran mengenai perilaku global
maupun lokal dari tanah.
G. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian sebelumnya yang menggunakan tumbuhan
sebagai perkuatan lereng yang telah dilakukan diantaranya :
a) Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer (1991) “Effect of tree roots on a
shear zone: modeling reinforced shear stress” atau Pengaruh akar
pohon di zona geser: pemodelan tegangan geser diperkuat.
menjelaskan bahwa akar akar horizontal yang menyebar di lapisan
permukaan tanah akan mencengkram tanah dan akar-akar vertikal
sebagai jangkar akan menopang tegaknya pohon sehingga tidak
mudah tumbang oleh adanya pergerakan massa tanah. Kekuatan
geser tanah tersebut bervariasi besarnya, tergantung pada
kekuatan akar, kandungan liat dan kelengasan tanahnya.
b) Rully Wijayakusuma (2007) dalam Green Design Seminar,
“Stabilisasi Lahan Dan Fitoremediasi Dengan Vetiver
System”. Vetiver menahan laju air run-off dan material erosi yang
terbawa dengan tubuhnya, Daun dan batang vetiver memperlambat
48
aliran endapan yang terbawa run-off di titik A sehingga tertumpuk di
titik B. Air terus mengalir menuruni lereng C yang lebih rendah.
Akar tanaman (D) mengikat tanah di bawah tanaman hingga
kedalaman 3 meter. Dengan membentuk “tiang” yang rapat dan
dalam di dalam tanah, akar-akar ini mencegah terjadinya erosi dan
longsor. Vetiver akan efektif jika ditanam dalam barisan membentuk
pagar.Vetiver memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat
dari dalam tanah melalui akarnya. Bahan-bahan itu kemudian
dikonversi dan diangkut ke seluruh tubuhnya tanpa menyebabkan
kerugian pertumbuhan. Itulah sebabnya vetiver banyak digunakan
untuk menyerap logam berat dan bahan-bahan lain yang merugikan
dan terdapat di dalam tanah atau air, termasuk air lindi dan septic
tank.
c) Jagath C. Ekanayake, Michael Marden, Alex J. Watson, And Donna
Rowan (1998) Akar pohon dan stabilitas lereng: perbandingan
antara pinus radiata dan kanuka. Kekuatan geser total dari sistem
tanah-akar dikombinasikan diambil sebagai puncak geser kurva
tegangan-perpindahan yang diperoleh dari dalam uji geser
langsung in situ dilakukan pada sesuai potensi bidang geser. Oleh
karena itu, metode yang dijelaskan di sini secara tidak langsung
mengambil mempertimbangkan kemampuan tanah untuk menjalani
perpindahan geser yang besar dan memberikan yang realistis cara
untuk membandingkan kontribusi akar untuk kekuatan tanah untuk
49
spesies yang berbeda. Meskipun pohon Kanuka individu memiliki
luas penampang kurang akar per daerah geser dari individu P.
radiata pada usia yang sama, Kanuka berdiri awalnya memiliki
jumlah yang lebih tinggi cross-sectional daerah per daerah geser
dari P. radiata berdiri. Dari skenario yang dibahas dalam makalah
kami ini menyimpulkan bahwa selama 8 tahun pertama berdiri
sepenuhnya-ditebar regenerasi Kanuka akan memberikan tingkat
yang lebih baik dari perlindungan terhadap inisiasi tanah longsor
dangkal dari tegakan yang ditanam dan berhasil P. radiata. Selain
itu, lereng ditanam di sangat muda P. radiata jelas "risiko "dari
kerusakan oleh landsliding, terutama selama peristiwa hujan deras
yang rata-rata sering daerah ini pada interval 6-tahunan (Kelliher et
a]. 1995).
d) Chaobo Zhang, Lihua Chen, Dan Jing Jiang (2008) Distribusi akar
vertikal dan kohesi akar khas spesies pohon di Dataran Tinggi
Huangtu, Cina. Dalam studi ini, kami berusaha untuk menampilkan
vertikal keseluruhan distribusi akar black locust dan pinus Cina
dalam tanah semi-kering di Dataran Tinggi Huangtu dari Northwest
Cina, dan diukur kohesi akar black locust di bawah kondisi yang
berbeda SWC dan distribusi akar jenis menggunakan eksperimen
kompresi triaksial. Itu Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
dari setengah dari pinus Cina dan akar black locust dibagikan di
atas lapisan tanah dari 0-40 cm. Akar belalang hitam yang secara
50
signifikan lebih besar daripada pinus Cina di panjang dan
biomassa. Akar black locust dan Pinus Cina cenderung menyebar
secara horizontal dan menusuk vertikal, masing-masing, meskipun
keduanya dua spesies adalah tanaman berakar. Hasil kohesi akar
black locust menunjukkan bahwa VR bisa menghasilkan kohesi
akar lebih besar dari HR di bawah akar yang sama panjang dan
diameter akar. Akar kohesi menurun dengan meningkatnya SWC.
SWC adalah faktor penting yang mempengaruhi kohesi akar karena
itu negatif terkait kekuatan geser tanah dan kohesi root. Hasil ini
bermanfaat bagi pemahaman perkuatan tanah oleh akar tanaman
di Dataran Tinggi Huangtu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental dengan melakukan pengujian kolom geo-root-akar wangi
sebagai sebagai perkuatan tanah dalam sampel model tanah pada
permodelan skala laboratorium. Analisis data menggunakan metode
numerik dengan perengkat lunak PLAXIS.
A. Lokasi dan waktu penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium, Laboratorium Riset
Geo enviromental Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hassanuddin.
Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 (tiga) bulan.
B. Rancangan dan Metode Penelitian
1. Studi literatur
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental murni
berupa kajian laboratorium dan uji model. Studi literatur dilakukan dengan
mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya, khususnya yang terkait
dengan karakteristik tanah lempung dan akar wangi sebagai pengendali
erosi, stabilitas lereng, serta simulasi perkuatan lereng menggunakan
metode numerik.
52
2. Persiapan alat dan bahan
a. Geo-root
Geo-root adalah tempat media tanam berupa pipa PVC
berukuran 6 inch (15,24 cm) dengan tinggi 1m (100 cm).
b. Akar wangi
Akar wangi atau Vetiveria zizanioides diambil dari daerah
bogor yang di budidayakan kemudian, ditanam kembali pada
polybag untuk proses persiapan sampel dan aklimatisasi. Proses
persiapan sampel dan aklimatisasi :
1) Pemisahan tunas dewasa dari rumpun Vetiver atau tanaman induk,
yang menghasilkan slip cabutan untuk segera ditanam atau
dibiakkan di polibag. Memisahkan tunas dari tanaman memerlukan
kehati-hatian, sehingga masing masing slip setidaknya harus berisi
satu bagian dari mahkota atau rumpun. Sesudah pemisahan, slip
dipotong panjang ujung- ujungnya.
2) Selanjutnya slip ditanam pada polybag dengan variasi tanam
sesuai rencana penelitian. Yaitu 1 rumpun, 3 rumpun dan 6
rumpun.
c. Tanah
Tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang diambil dari
daerah gowa Tanah lempung ini selanjutnya akan diuji karakteristik
tanah yaitu uji index properties dan uji mekanis tanah.
53
d. Kompos
Kompos organik dan limbah kotoran hewan yang digunakan
dibeli dari toko pertanian. Merupakan kompos buatan pabrik. Yang
digunakan sebagai bahan tambah
3. Pengujian
a. Uji indek properties tanah
Pengujian-pengujian Karatkeristik tanah yang di lakukan
adalah sebagai berikut :
1) Pengujian kadar air Tanah menggunakan metode standar ASTM
D-2216-98. dengan alat yang digunakan adalah : wadah container,
timbangan digital, desikator dan oven.
2) Pengujian berat isi menggunakan metode standar ASTM C-29.
Dengan alat yang digunakan adalah : ring silinder, stikmaat/jangka
sorong, timbangan digital, sampel extruder, desikator, oven dan
pisau.
3) Pengujian berat Jenis menggunakan metode standar ASTM D-
854-02 – Piknometer. Dengan alat alat yang digunakan adalah :
Piknometer, timbangan digital, termometer, alat pemanas,
mangkok porselen, aquades dan oven.
4) Uji Batas – Batas Atterberg ASTM D-4318-00
a) Pengujian batas susut menggunakan metode standar ASTM D-
4318-00. Dengan alat yang digunakan adalah : Ring silinder,
timbangan digital, oven, desikator, kontainer kaca, air raksa (Hg),
54
pelat kaca yang dilengkapi 3 buah jarum cawan kaca dan Pisau.
b) Pengujian batas plastis menggunakan metode standar ASTM D-
4318-00. Dengan alat yang digunakan adalah : pelat kaca,
timbangan digital, kontainer, mangkok porselin, stikmaat/jangka
sorong, oven dan desikator.
c) Pengujian batas cair menggunakan metode standar ASTM D-
4318-00. Dengan alat yang digunakan adalah : pelat kaca, pisau
dempul, timbangan digital, container, alat cassagrande dengan
pisau pemotongnya, cawan porselin, oven, desikator aquades,
dan spatula.
5) Pengujian Saringan (Sieve Analysis) menggunakan metode standar
ASTM D-1140. Dengan alat yang digunakan adalah : Satu set
ayakan (sieve), yang lengkap dengan saringan dengan urutan
ukuran diameter lubang sesuai dengan standar, yaitu no 4, 10, 20,
40, 80, 120, 200, dan pan,stopwatch, timbangan digital, kuas,
mesin pengayak (sieve shaker) dan palu karet.
b. Uji sifat mekanis tanah
1) Pengujian Unconfined Compression Test (Uct) menggunakan
metode standar ASTM D2166-06. Dengan alat yang digunakan
adalah : alat unconfined compression test, ring silinder, stopwatch,
piston pluger, oven, timbangan digital, kontainer, desikator,
sticmaat/jangka sorong.
2) Pengujian Kompaksi menggunakan metode standar Astm D698
55
Dan Astm D1557. Dengan alat yang digunakan adalah : alat
kompaksi, ayakan no 4, pisau, scoop, palu karet, timbangan digital,
kontainer, oven dan desikator.
4. Persiapan sampel dan metode perlakuan
a. Akar wangi di rancang 3 variasi yaitu :
1) 1 rumpun (t1)
2) 3 rumpun (t2)
3) 6 rumpun (t3)
Sampel diambil dari polybag yang sebelumnya melalui proses
aklimatisasi, dipilih yang pertumbuhannya bagus dan baik.
b. Tanah lempung berkompos di rancang 3 variasi yaitu :
1) Tanah 100%:0% kompos (k1)
2) Tanah 90%:10% kompos (k2)
3) Tanah 80%:20% kompos (k3)
Tanah dicampurkan dengan kompos sesuai perbandingan diatas. Untuk
proses penentuan perbandingan persentasenya digunakan perbandingan
berat.
c. Metode perlakuan:
Lempung berkompos dimasukan kedalam geo-root yang kemudian
dipadatkan, untuk tingkat pemadatan tanah lempung dan kompos sendiri
diambil dari hasil uji kompaksi yang dilakukan sebelumnya dimana
kepadatan tanah mendekati gembur atau 70 % pemadatan. Penanaman
akar wangi kedalam geo-root. Perlakuan media tanam dan tanaman dapat
56
dilihat pada table 04 berikut.
Table 04: Matriks variasi tanaman dan media tanam.
Jumlah sampel yang akan dibuat pada penelitian ini sebanyak 27
buah Geo-root dimana setiap sampel geo- root di ambil 2 benda uji atau
sampel ujiperlakukan dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 05: Jumlah sampel uji tekan bebas (Unconfined compression Test)
k1 = Tanah 100
% : 0% Kompos
k2 = Tanah 90%
: 10% Kompos
k3 = Tanah 80 %
: 20 % Kompos
t1 = 1
Tanaman t1k1 t1k2 t1k3
t2 = 3
Tanaman t2k1 t2k2 t2k3
t3 = 6
Tanaman t3k1 t31k2 t3k3
Uji tekan
Bebas
Minggu ke
2
Minggu ke
3
Minggu ke
4
t1k1 2 2 2
t1k2 2 2 2
t1k3 2 2 2
t2k1 2 2 2
57
C. Analisis Data
Setelah melakukan pengujian sampel diatas diperoleh data-data
parameter mekanis perkuatan lereng tipe geo-root, selanjutnya parameter
perkuatan tanah ini akan dianalisa secara numerik dengan bantuan
perangkat lunak plaxis.
Dalam menganalisa daya dukung lereng yang terjadi pada tanah
lempung dalam penelitian ini digunakan metode elemen hingga dengan
menggunakan program PLAXIS. Perilaku tanah yang diberikan adalah
Mohr-Coulomb. Perilaku tanah ini merupakan yang paling sederhana
dengan dua parameter kekakuan yaitu E’ dan v’ dan tiga parameter
kekuatan yaitu Cref, φ’ dan ψ yang umumnya biasa didapatkan dalam
penelitian dasar tanah.
Program Masukan/Input Data berisi seluruh fasilitas untuk
membuat dan memodifikasi suatu model geometri, untuk membentuk
jaring elemen hingga dan membentuk kondisi-kondisi awal. Penentuan
dan perhitungan kondisi-kondisi awal dilakukan dalam modus Input data
t2k2 2 2 2
t2k3 2 2 2
t3k1 2 2 2
t3k2 2 2 2
t3k3 2 2 2
58
yang terpisah dalam program Masukan, yaitu modus kondisi awal.
Langkah awal adalah pengaturan global yang mengatur deskripsi
permasalahan seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13: kiri : Jendela utama dari program Masukan (modus masukan
geometri), Kanan : Jendela Pengaturan global (lembar-tab Proyek)
Pembuatan sebuah model elemen hingga dimulai dengan pembuatan
geometri dari model, yang merupakan representasi dari masalah yang
ingin dianalisis. Jendela Pengaturan global terdiri dari dua buah 'lembar-
tab' (tab sheet) yaitu Proyek dan Dimensi. Lembar-tab Proyek memuat
nama proyek serta deskripsinya, jenis model dan data percepatan.
Lembar- tab Dimensi memuat satuan dasar untuk panjang, gaya dan
waktu.
Proses perhitungan menggunakan analisis Reduksi phi-c merupakan
pilihan yang tersedia dalam PLAXIS untuk menghitung faktor keamanan.
Selanjutnya buka parameter pengatur perhitungan, yaitu Lembar-tab
Parameter digunakan untuk mendefinisikan parameter pengatur dari
tahapan perhitungan tertentu serta prosedur penyelesaiannya. Proses
59
perhitungan dapat dimulai dengan menekan tombol Hitung pada toolbar.
Gambar 14: Kiri : Jendela utama dari proses Perhitungan Kanan : Lembar-
tab Parameter dari jendela Perhitungan
Program Keluaran/Out put menampilkan hasil dari data masukan
yang telah dibentuk serta hasil dari perhitungan elemen hingga. Pada
awal dari program Keluaran pengguna harus memilih model dan tahapan
perhitungan atau nomor langkah yang ingin ditampilkan. Setelah
pemilihan ini maka jendela keluaran akan terbuka dan menunjukkan jaring
elemen yang terdeformasi.
Gambar 15: Contoh out put gambar bidang longsor program plaxis
60
Program Kurva memuat seluruh fasilitas untuk menggambarkan
kurva beban-perpindahan, lintasan tegangan dan diagram tegangan
regangan. Pada awal dari program Kurva, pilihan harus ditentukan antara
menggunakan diagram yang telah ada dan membuat diagram baru. Saat
memilih Diagram baru, jendela Penggambaran kurva akan muncul dimana
parameter untuk penggambaran kurva dapat diatur.
Gambar 16: Toolbar dalam jendela utama pada program Kurva
Berikut Ilustrasi lereng yang akan di tangani dengan uji model geo-
root-akar wangi
Gambar 17: Ilustrasi lereng yang akan ditangani
D. Bagan Alir Penelitian
Untuk melaksanakan penelitian tersebut dirancang bagan alir
penelitian agar Iebih terarah. dan dapat dilihat pada gambar 19.
61
Gambar 18: Bagan alir rancangan penelitian
Mulai
Tanah
Pengujian Awal : Uji Karakteristik Tanah
Media Tanam Tabung (Tanah + Kompos) Tanah 100 % : 0 % Kompos (k1) Tanah 90 % : 10 % Kompos (k2) Tanah 80 % : 20 % Kompos (k3)
Kompos
Aklimatisasi Media Tanaman 3 Variasi
1 Tanaman (t1) 3 Tanaman (t2) 6 Tanaman (t3)
Rancangan Perlakuan : Sampel t1k1, t1k2, dan t1k3 Sampel t2k1, t2k2, dan t2k3 Sampel t3k1, t3k2, dan t3k3
Tanaman
Opsevasi kolom tanah perkuatan geo-root - akar wangi dan Uji mekanis
Analisis numerik model lereng perkuatan geo-root
Studi pendahuluan : Studi literatur
Persiapan alat dan bahan
Selesai
62
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Definisi operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari
kesalahan pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan
dengan istilah-istilah dalam judul tesis. Judul tesis ini adalah “Uji
Model Perkuatan Lereng Jalan Tipe Geo-root Dengan Media Tanam
Akar Wangi”. Sehingga definisi operasional yang perlu di jelaskan
adalah :
a. Uji model adalah membuat model media taman dari pipa pvc
diameter 6 Inch dengan tinggi 100 cm yang diisi tanah dan kompos
kemudian di tanam akar wangi. Yang selanjutnya di test pengaruh
kekuatan tanah sebelum dan sesudah ditanam akar wangi.
b. Tipe Geo-root media tanam, adalah pipa PVC yang dijadikan
sebagai media tanam akar wangi.
2. Variabel penelitian
Berikut variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
agar tidak terjadi kesalapahaman dalam pengertian mengenai
variable. Variable-variabel itu antara lain :
a. Kapasitas dukung ultimit (qu)
Didefinisikan sebagai beban maksimum yang diberikan persatuan
luas dimana tanah masih dapat mendukung beban tanpa
mengalami keruntuhan
63
b. Beban Ultimit (Pu)
Didefinisikan sebagai beban maksimum yang diberikan pada suatu
luasan yang didistribusikan ke tanah hingga tanah tersebut
mengalami keruntuhan
c. Luas bidang beban (A)
Didefinisikan sebagai luasan yang diberi beban. Sebagai perantara
beban yang akan didistribusikan ke tanah.
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam program Plaxis adalah
sebagai berikut :
a. Plane strain
Pilihan bentuk umum Plane strain didefinisikan sebagai analisis
beban yang dihitung dihasilkan dari displacement tertentu yang
menunjukkan gaya per jarak diluar dari arah sumbu z,
b. Berat volume tanah jenuh ( sat)
Didefinisikan sebagai berat tanah termasuk zat cair dalam pori per
satuan volume. Berat volume ini digunakan untuk
merepresentasikan semua material yang berada dibawah muka air
tanah.
c. Berat volume tanah tidah jenuh ( unsat)
Didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume. Berat volume
ini digunakan untuk mempresentasikan semua material yang
berada diatas muka air tanah.
64
d. Modulus Young Efektif (E’)
Didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dengan
regangan pada suatu material. Modulus young merupakan
kekakuan dasar pada bentuk Mohr-Coulomb.
e. Poisson’s ratio ( )
Didefinisikan sebagai rasio regangan material pada arah lateral
terhadap arah aksial.
f. Kohesi (c)
Didefinisikan sebagai lekatan-lekatan tanah. Gaya tarik menarik
antar sesame partikel sejenis.
g. Sudut geser ( )
Didefinisikan sebagai komponen kuat geser tanah akibat geseran
antara partikel. Merupakan sudut yang terbentuk saat pergeseran
dua atau lebih partikel tanah.
h. Sudut dilatansi ( )
Didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk saat terjadi
pengembangan volume tanah akibat tegangan geser.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tanah Media Tanam
Dari hasil pengujian dilaboratorium diperoleh data-data karakteristik
fisik dan mekanis tanah dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi hasil pemeriksaan karakteristik tanah asli
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli
Kadar Air (w)
39.07 %
Berat jenis (Gs)
2.73
Pemeriksaan Analisa Saringan
a. Berbutir Halus 64.6 %
b. Berbutir Kasar 35.4 %
Atterberg Limits
a. Batas Cair ( LL ) 46.72 %
b. Batas Plastis ( PL ) 34.27 %
c. Index Plastis ( PI ) 12.45 %
d. Batas Susut ( SL ) 25.90 %
Pengujian Sifat Mekanis
Kompasi Standar
a. Berat Volume Kering ( dry) 1.39 gram/cm³
b. Optimum Moisture Content (OMC) 25.92 %
Kuat Tekan Bebas (Kepadatan 70%)
a. Qu
0.121 Kg/cm²
Direct Shear Test Results
a. c 0.07 Kg/cm²
b. 200
66
Dari tabel 6 dapat dijelahkan sifat karakteristik dan mekanis jenis tanah
yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Sifat Karakteristik Tanah
a. Kadar Air
Dalam pengujian kadar air didapat nilai kadar air alami dari
tanah asli yang di ambil dari lapangan sebesar 39.07 %.
b. Berat Jenis Spesifik
Dari hasil pemeriksaan berat jenis spesifikasi diperoleh nilai
berat jenis 2,73.
c. Analisa Gradasi Butiran
Dalam pelaksanaan pengujian gradasi yang dilakukan
dengan pengujian analisa saringan dan pengujian hidrometer di
dapat hasil tanah tersebut labih dari 50 % lolos saringan No. 200
yaitu 64,6 %. Tanah tersebut merupakan tanah Berbutir Halus. Hal
ini menunjukkan persentase butiran halusnya cukup dominan.
Menurut AASHTO tanah ini termasuk dalam tipe A-7-5 jenis tanah
berlempung dimana indeks plastisitasnya >11. Peninjauan
klasifikasi tanah yang mempunyai ukuran butir lebih kecil dari
0,075 mm, tidak didasarkan secara langsung pada gradasinya
sehingga penentuan klasifikasinya lebih didasarkan pada batas-
batas Atterbergnya.
67
Gambar 19. analisa butiran tanah
d. Batas – Batas Atterberg
Dalam pengujian batas-batas atterberg maka didapat hasil
sebagai berikut :
1. Batas Cair (Liquid Limit, LL) dari hasil grafik hubungan jumlah
ketukan dan kadar air diperoleh nilai batas cair (LL) = 46.72 %
2. Batas Plastis (Plastic Limit, PL) dalam pengujian diperoleh
hasil batas plastis (PL) = 34.27 %.
3. Indeks plastisitas diperoleh dari selisih antara batas cair dan
batas plastis, dengan rumus PI = LL – PL maka diperoleh nilai
Indeks Plastisitas (PI) = 12.45%.
4. Batas Susut (Shringkage Limit, SL) dari pengujian batas susut
diperoleh nilai batas susut = 25.90 %.
68
e. Pemadatan Tanah
Pengujian pemadatan standar (proctor standard test) didapat
hasil dari gambar grafis 23 dimana kadar air optimum sebesar wopt
= 13,46 % dan berat isi kering maksimumnya dmaks = 1,39
gram/cm3.
Gambar 20. hubungan kadar air dan berat isi kering tanah asli
2. Sifat Mekanis Tanah Dasar Uji Model
a. Kuat Tekan Bebas Tanah Asli
Dari hasil pemeriksaan kuat tekan bebas tanah asli
Kepadatan 70% di peroleh nilai qu = 0.121 kg/cm2, nilai modulus
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
2,20
2,40
7,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00
Ber
at Is
i Ker
ing
, ϒd
ry (
gr/c
m3
Kadar Air (%)
69
elastisitas (E) sebesar 1136,36 kN/m2yang menandakan bahwa
tanah lempung tersebut berada pada kondisi konsistensi lunak.
Tabel 7. Nilai Kuat Tekan Tanah Tanpa Tanaman Akar Wangi
No. Sampel
Variasi Campuran qu
Kg/cm2
1 TA (Kepadatan 100%) 0.259
2 TA (Kepadatan 70%) + 0% Komp
0.121
3 TA (Kepadatan 70%) + 10% Komp
0.119
4 TA (Kepadatan 70%) + 20% Komp
0.110
Gambar 21. Hubungan tegangan regangan tanpa tanaman akar wangi
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 1,10 1,20 1,30 1,40 1,50 1,60 1,70 1,80
Tega
nga
n (
kg/c
m2)
Regangan (%)
TA (Kepadatan 100%)
TA (Kepadatan 70%)
70
Gambar 22. Pengujian uct tanah asli
3. Klasifikasi Tanah
a. AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials)
Dari hasil pengujian analisa saringan berdasarkan
presentase yang lolos saringan No. 200 diperoleh hasil tanah
tersebut lebih dari 50 % (> 35 %) sehingga tanah
diklasifikasikan dalam kelompok tanah berlanau atau
berlempung (A-4, A-5, A-6, A-7).
Berdasarkan batas cair (LL) = 46.72 % dan Indeks
plastisnya = 12.45 %, maka tanah tersebut masuk dalam
kelompok A-7-5. Tanah yang masuk kategori A-7-5 termasuk
dalam klasifikasi tanah berlempung dimana indeks
plastisitasnya > 11.
71
Tabel 8. Klasifikasi Berdasarkan AASHTO
72
b. USCS (Unified Soil Classification System)
Dari analisis saringan didapatkan tanah lolos saringan
No. 200 lebih dari 50 % sehingga masuk ke dalam klasifikasi
tanah berbutir halus. Dengan Batas cair (LL) = 46,72 % dan
Indeks Plastisitas (PI) = 12,45 %, maka tanah tergolong dalam
klasifikasi ML (Lempung pasir halus) dengan sifat plastis tinggi
73
Tabel 9. Klasifikasi Berdasarkan USCS
74
B. Kuat Tekan Tanah Berkompos Perkuatan Geo-Root Akar wangi
1. Pengamatan Pertumbuhan Akar Tanaman Akar Wangi
Pertumbuhan akar tanaman akar wangi terhadap pola variasi
tanam 1 rumpun, 3 rumpun, dan 6 rumpun terdapat sedikit
pengaruhnya terhadap pertumbuhan panjang akar tanaman akar
wangi.Tetapi pertumbuhan akar tanaman akar wangi sangat
dipengaruhi oleh penggunaan kompos sebagai unsur untuk
menyuburkan tanaman akar wangi sehingga terdapat pertumbuhan
akar yang signifikan. Sehingga dapat kita liat pada tabel berikut ini :
Tabel 10. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi
1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah asli
No
Sampel
Umur tanaman
(hari)
Variasi Tanam +
Tanah Asli
Panjang Akar
(Cm)
1 14 1 Rumpun 20
2 14 3 Rumpun 18
3 14 6 Rumpun 17
4 21 1 Rumpun 41
5 21 3 Rumpun 40
6 21 6 Rumpun 39
7 28 1 Rumpun 50
8 28 3 Rumpun 49
9 28 6 Rumpun 48
75
Tabel 11. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi 1
rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan kompos 10%
No
Sampel
Umur tanaman
(hari)
Variasi Tanam +
Tanah Asli
Panjang Akar
(Cm)
1 14 1 Rumpun 34
2 14 3 Rumpun 32
3 14 6 Rumpun 31
4 21 1 Rumpun 55
5 21 3 Rumpun 52
6 21 6 Rumpun 51
7 28 1 Rumpun 66
8 28 3 Rumpun 63
9 28 6 Rumpun 62
Tabel 12. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi 1
rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan kompos 20%
No
Sampel
Umur tanaman
(hari)
Variasi Tanam +
Tanah Asli
Panjang Akar
(Cm)
1 14 1 Rumpun 35
2 14 3 Rumpun 34
3 14 6 Rumpun 32
4 21 1 Rumpun 56
5 21 3 Rumpun 53
6 21 6 Rumpun 51
7 28 1 Rumpun 70
8 28 3 Rumpun 68
9 28 6 Rumpun 65
76
Berikut garfik pertumbuhan akar tanaman akar wangi terlihat
bahwa pertumbuhan tanaman akar tanaman akar wangi pada 1
rumpun lebih baik dari pada 3 rumpun dan 6 rumpun dan
pertumbuhan akar tanaman akar wangi sangat dipengaruhi oleh
penambahan pupuk kompos dimana pertumbuhan akar lebih panjang
pada pemberian pupuk kompos 20% dibandingkan 10% kompos dan
tanpa kompos.
77
Gambar 23. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi 1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah asli
Gambar 24. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi 1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah + 10% kompos
Gambar 25. Perkembangan pertumbuhan akar tanaman akar wangi 1 rumpun, 3 rumpun dan 6 rumpun dengan tanah + 20% kompos
0
20
40
60
80
7 14 21 28
Pan
jan
g A
kar
(cm
)
Umur (hari)
Kepadatan 70%Tanpa Kompos
1 Rumpun
3 Rumpun
6 Rumpun
0
20
40
60
80
7 14 21 28
Pan
jan
g A
kar
(cm
)
Umur (hari)
Kepadatan 70%Kompos 10%
1 Rumpun
3 Rumpun
6 Rumpun
0
20
40
60
80
7 14 21 28
Pan
jan
g A
kar
(cm
)
Umur (hari)
Kepadatan 70%Kompos 20%
1 Rumpun
3 Rumpun
6 Rumpun
78
2. Uji Kuat Tekan Bebas (UCT)
a. Umur tanaman Akar Wangi 14 Hari
Dari hasil uji tekan bebas (UCT) pada sampel variasi 1 rumpun
tanah asli (t1k1), 3 rumpun tanah asli (t2k1), 6 rumpun tanah asli (t3k1),
1 rumpun tanah berkompos 10% (t1k2), 3 rumpun tanah berkompos
10% (t2k2), 6 rumpun tanah berkompos 10% (t3k2), 1 rumpun tanah
berkompos 20% (t1k3), 3 rumpun tanah berkompos 20% (t2k3), 6
rumpun tanah berkompos 20% (t3k3) dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 13. Nilai Kuat Tekan (qu) dan Modulus Elastisitas (E)
No
Umur (hari)
Rumpun
Nilai Kuat Tekan qu (kg/cm2)
Modulus Elastisitas E(kN/m2)
Kompos (%) Kompos (%)
0 10 20 0 10 20
1 14
1 0.031 0.037 0.044 220.29 265.67 330.77
3 0.040 0.044 0.046 230.77 272.73 333.33
6 0.042 0.046 0.048 266.7 333.33 400.00
2 21
1 0.087 0.106 0.115 533.33 666.67 800.00
3 0.096 0.115 0.135 606.06 677.97 816.33
6 0.133 0.154 0.173 666.7 869.57 923.08
3 28
1 0.125 0.154 0.192 674.16 882.35 1090.91
3 0.144 0.185 0.220 704.23 925.93 1176.47
6 0.173 0.231 0.250 842.1 1008.85 1489.36
79
Dari hasil uji kuat tekan bebas (UCT) pada tabel 12 di atas terlihat
adanya peningkatan nilai kuat tekan bebas dari 14 hari sampai 28 hari
yaitu sebesar 106,5% seperti yang terlihat pada gambar 26. Peningkatan
ini berjalan seiring dengan bertambahnya panjang akar tanaman akar
wangi dan terlihat dengan jelas dipengaruhi oleh adanya pupuk kompos.
Untuk nilai kuat tekan bebas yang manggunakan tambahan kompos
nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan
kompos. Hal ini disebabkan karena unsur unsur hara yang terkandung
dalam kompos sehingga menyuburkan pertumbuhan akar tanaman akar
wangi. Dapat di lihat tingkat perkembangnya dari grafik-grafik berikut.
Berikut gambar 27, gambar 28 dan gambar 29.
Berikut adalah grafik hubungan antara modulus elastisitas dan
umur tanaman akar wangi dengan variasi 1 rumpun, 3 rumpun dan 6
rumpun serta variasi kompos 0%, kompos 10% dan kompos 20%, dimana
modulus elastisitas (E) mengalami peningkatan dari umur 14 hari sampai
28 hari. Seperti yang terlihat pada gambar 30, gambar 31, dan gambar 32.
Gambar 26. Perubahan Nilai Kuat Tekan (%) akar wangi umur 28 hari
0
20
40
60
80
100
120
0 1 2 3 4 5 6 7
Pe
nin
gkat
an (
%)
Jumlah Rumpun
Umur 28 Hari
80
Gambar 27. Hubungan nilai kuat tekan bebas, tanpa kompos
Gambar 28. Hubungan nilai kuat tekan bebas, komposisi kompos 10%
Gambar 29. Hubungan nilai kuat tekan bebas, komposisi kompos 20%
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00
Tega
nga
n (
kg/c
m2)
Regangan (%)
Kepadatan 70%Kompos 0%
1 RUMPUN
3 RUMPUN
6 RUMPUN
TA
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00
Tega
nga
n (
kg/c
m2)
Regangan (%)
Kepadatan 70%Kompos 10%
1 RUMPUN
3 RUMPUN
6 RUMPUN
TA
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00
Tega
nga
n (
kg/c
m2)
Regangan (%)
Kepadatan 70% Kompos 20%
1 RUMPUN
3 RUMPUN
6 RUMPUN
TA
81
Gambar 30. Hubungan modulus elastisitas – kompos 1 rumpun
Gambar 31. Hubungan modulus elastisitas – kompos 3 rumpun
Gambar 32. Hubungan modulus elastisitas – kompos 6 rumpun
1 Rumpun
3 Rumpun
6 Rumpun
82
C. Tingkat Stabilitas Lereng Perkuatan Geo-Root Akar Wangi
Dalam memperoleh kapasitas kestabilan lereng diperlukan angka
factor keamanan (safety factor) untuk meyakinkan bahwa lereng masih
cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja. Selain itu, safety
factor juga untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi masih
dalam batas toleransi.
Berikut hasil analisa Plaxis pada penelitian lereng gunung, pada
jalan Kanggime – Bogonuk Kabupaten Tolikara Provinsi Papua:
1. Kondisi Tanah Asli Sebelum Adanya Perkuatan
Data lapisan tanah pada permodean Plaxis 2D yang
dipergunakan merupakan data gabungan dari hasil Analisa
laboratorium dan hasil korelasi dari nilai-nilai tanah yang diurutkan
dari perkiraan nilan N-SPT tanah secara umum.
Lapisan tanah kedua merupakan hasil dari pengujian
tanah yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah dengan
mendapatkan nilai E dari grafik tegangan regangan percobaan
Unconfined Compression Test (UCT), nilai berat isi dari pengujian
kompaksi tanah, serta nilai Kohesi (C) dan nilai sudut geser dari
pengujian Direct ShearTest.
83
Lapisan tanah pertama, ketiga dan keempat didapatkan
dari pendekatan korelasi tanah berdasarkan nilai N-SPT tanah
yang biasanya ada pada tanah dengan acuan data dari hasil
pengujian tanah lapisan kedua yang didapatkan dari pengujian
laboratorium. Data tanah lapis pertama merupakan tanah
lempung, lapisan ketiga merupakan lempung berpasir, dan lapis
keempat merupakan lempung padat. Untuk lebih jelasnya dapat
diliat pada tabel 13 berikut (untuk perhitungan pendekatan dapat
diat pada lampiran) :
Tabel 14. Lapisan Tanah Sebelum adanya Perkuatan Tanaman Akar Wangi
Lapisan Tanah 1 Lapisan Tanah 2 Lapisan Tanah 3 Lapisan Tanah 4
C : 1,5 kN/m2 C : 7 kN/m2 C : 1 kN/m2 C : 10 kN/m2
E : 1179 kN/m2 E :1764 kN/m2 E : 2x104 kN/m2 E : 1x104 kN/m2
Kx : 0,01 m/day Kx : 0,01 m/day Kx : 1 m/day Kx : 0,01 m/day
: 270 : 200 : 330 : 330
sat : 18 kN/m3 sat : 18 kN/m3 sat : 20 kN/m3 sat : 20 kN/m3
2. Kondisi Tanah Asli Sesudah Adanya Perkuatan
Setelah ada perkuatan Tanah Asli Lapisan kedua tidak
mengalami Perubahan (yang berubah hanya parameter tanah
yang digunakan sebagai pengganti Vetiver yang diasumsikan
84
sebagai elastic material dengan nilai modulus elastisitas (E)
sebesar 1489 kN/m2) sedangkan Lapisan 1, 3 dan 4 Tidak
Mengalami perubahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
table 14 berikut :
Tabel 15. Lapisan Tanah Setelah Adanya Perkuatan Tanaman Akar Wangi
Lapisan Tanah 1 Lapisan Tanah 2 Lapisan Tanah 3 Lapisan Tanah 4
C : 1,5 kN/m2 C : 7 kN/m2 C : 1 kN/m2 C : 10 kN/m2
E : 1179 kN/m2 E : 1764 kN/m2 E : 2x104 kN/m2 E : 1x104 kN/m2
Kx : 0,01 m/day Kx : 0,01 m/day Kx : 1 m/day Kx : 0,01 m/day
: 270 : 200 : 330 : 330
sat : 18 kN/m3 sat : 18 kN/m3 sat : 20 kN/m3 sat : 20 kN/m3
85
Gambar 33. Pemodelan lereng jalan
86
Berikut sketsa lapisan tanahnya :
Gambar 34. Sketsa lapisan tanah asli (tanpa perkuatan)
87
Setelah dilakukan running program plaxis, didapatkan hasil seperti gambar berikut ini :
Gambar 35. Hasil Running Program Plaxis
Dari gambar dapat diperhatikan bahwa warna biru dari gambar menandakan pergerakan tanah yang mendekati
nol, dan semakin cerah warna yang dihasilkan maka semakin besar pergerakan tanah yang terjadi.
88
Gambar 36. Pola Pergerakan tanah tanpa perkuatan dan Nilai Safety Factor dari hasil Plaxis
Nilai Safety factor yang didapatkan dari hasil running program ini yaitu sebesar 1.134.
89
3. Perkuatan Lereng Bawah Jalan Dengan Tanaman Akar
Wangi
Pada kondisi ini, tanah asli diberikan perkuatan berupa
tanaman akar wangi dengan asumsi kedalaman akar + 5m.
(Ekawit, Veerapunth, Suraphol, Sanguankaeo 1999 Vetiver Grass
Training Manual Bangkok Thailand, Department Of Highways,
Bangkok Thailand). Dikarenakan pada program plaxis tidak
terdapat material berupa tanaman akar wangi, maka diasumsikan
geogrid yang berwarna kuning pada sketsa tanah dibawah ini
sebagai akar tanaman akar wangi dengan mengganti nilai E pada
setting material sesuai dengan nilai E dari tanaman akar wangi.
Tabel 16.Sitem Density, Sitem Diameter, Moment of Inersia, Modulus of Elasticity,(Dunn, 1996)
Tabel 17.Kondisi Lereng Berdasarkan Nilai Safety Factor
Safety Factor Kondisi Lereng
SF > 1,25 Keruntuhan jarang terjadi
1,07 > SF > 1,25 Keruntuhan pernah terjadi
SF < 1,07 Keruntuhan biasa terjadi
90
Berikut sketsa lapisan tanahnya :
Gambar 37. Sketsa lapisan tanah dengan tanaman akar wangi
91
Setelah dilakukan running program plaxis, didapatkan hasil seperti gambar berikut ini :
Gambar 36. Hasil running program plaxis
Dari gambar dapat diperhatikan bahwa warna biru dari gambar menandakan pergerakan tanah yang mendekati
nol, dan semakin cerah warna yang dihasilkan maka semakin besar pergerakan tanah yang terjadi.
92
Gambar 39. Pola Pergerakan tanah dengan perkuatan akar wangi dan nilai safety factor dari hasil plaxis
Nilai Safety factor - Sf (menggunakan software plaxis) lereng jalan yang diberi perkuatan tanaman akar wangi
mengalami peningkatan sebesar 9,96% (1.134 menjadi 1.247).
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Variasi pola tanaman akar wangi berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar tanaman tersebut dimana 1 rumpun lebih cepat
pertumbuhan akar dibandingkan dengan 3 dan 6 tumpun.
2. Pertumbuhan akar tanaman akar wangi sangat baik pada tanah di
berikan kompos 10% dan 20%. Pada pemberian kompos 20%
sangat baik sekali pertumbuhan akarnya dibandingkan dengan
tanah tanpa kompos atau 10%.
3. Dari hasil uji kuat tekan bebas (UCT) adanya peningkatan nilai kuat
tekan bebas dari 0 hari sampai 28 hari yaitu sebesar 106,5% (0.121
menjadi 0.250)
4. Nilai Safety factor - Sf (menggunakan software plaxis) lereng jalan
yang diberi perkuatan tanaman akar wangi mengalami peningkatan
sebesar 9,96% (1.134 menjadi 1.247).
94
B. Saran
Dalam pengujian dan analisa dari penelitian ini masih perlu
dilakukan penyempurnaan. Beberapa saran yang dapat dilakukan antara
lain :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan cara merubah atau
memvariasikan jumlah tanaman dan variasi kompos.
2. Untuk pengujian lebih lanjut diperlukan analisis lebih mendalam
untuk mengetahui kuat geser tanah akibat akar tanaman akar
wangi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H.Z., dan Kesumadhama, S., 1991, Konstruksi Jalan di daerah Pegunung-an tropis, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, PIT ke-20, Desember1991, hal. 471- 481
Bracken, N. and Truong, P.N. (2 000). Application of Vetiver Grass Technology in the stabilization of road infrastructure in the wet tropical region of Australia. Proc. Second International Vetiver Conf. Thailand, January 2000.
Brunsden,D., Schortt,L., & Ibsen,M.L.(editor), 1997, Landslide Recognition, Identificat- ion Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 137 – 148
Buma, J, & Van Asch, T., 1997, Slide (Rotational), dalam Dikau, R. (editor) et.al., 1997, Landslide Recognition, John Willey & Sons, pp. 43-61
Chaobo Zhang, Lihua Chen, Dan Jing Jiang (2008) “Distribusi akar vertikal dan kohesi akar khas spesies pohon di Dataran Tinggi Huangtu, Cina”
Cheng Hong, Xiaojie Yang, Aiping Liu, Hengsheng Fu, Ming Wan (2003). A Study on the Performance and Mechanism of Soil-reinforcement by Herb Root System. Proc. Third International Vetiver Conf. China, October 2003.
Dalton, P. A., Smith, R. J. and Truong, P. N. V. (1996). Vetiver grass hedges for erosion control on a cropped floodplain, hedge hydraulics. Agric. Water Management: 31(1, 2) pp 91-104.
Das, Braja M.1985. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis,jilid 1. Terjemahan Noor Endah & Indrasurya Mochtar. Penerbit Erlangga, 1995.
Das, Braja M.1985. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis,jilid 2. Terjemahan Noor Endah & Indrasurya Mochtar. Penerbit Erlangga, 1995.
Dikau, R. (editor) et.al., 1996, Landslide Recognition, John Willey & Sons, 251 p.
Dirjen Bina Marga 1991, Spesifikasi Perkuatan Tebing
Dermawan H,Laboratoratorium Mekanika Tanah, UPI. Uji Batas – Batas Atterberg ASTM D-4318-00
96
Dermawan H,Laboratoratorium Mekanika Tanah, UPI. Uji Berat isi dan Kadar Air Tanah ASTM C-29 dan ASTM D-2216-98
Dermawan H,Laboratoratorium Mekanika Tanah, UPI. Berat Jenis ASTM D-854-02 – Piknometer
Dermawan H,Laboratoratorium Mekanika Tanah, UPI. Uji Geser Langsung (Direct Shear Test) ASTM D-3080-04
Dermawan H,Laboratoratorium Mekanika Tanah, UPI. Uji Unconfined Compression Test (Uct) ASTM D2166-06
Dermawan H,Laboratoratorium Mekanika Tanah, UPI. Uji Saringan (Sieve Analysis) ASTM D-1140
Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota. No.11/S/BNKT/1991 ; Spesifikasi Penguatan Tebing
Ekawit, Veerapunth, Suraphol, Sanguankaeo 1999 Vetiver Grass Training Manual Bangkok Thailand, Department Of Highways, Bangkok Thailand.
Hansen, M.J., 1984, Strategies for Classification of Landslides, (ed. : Brunsden, D,& Prior, D.B., 1984, Slope Instability, John Wiley & Sons, p.1-25
Hengchaovanich, D. (1998). Vetiver grass for slope stabilization and erosion control, with particular reference to engineering applications. Technical Bulletin No. 1998/2. Pacific Rim Vetiver Network. Office of the Royal Development Project Board, Bangkok, Thailand.
Hengchaovanich, D. and Nilaweera, N. S. (1996). An assessment of strength properties of Vetiver grass roots in relation to slope stabilisation. Proc. First International Vetiver Conf. Thailand pp. 153-8.
Hirnawan, R. F., 1994, Peran faktor-faktor penentu zona berpotensi longsor di dalam mandala geologi dan lingkungan fisiknya Jawa Barat, Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran, No. 2, Vol. 12, hal. 32-42.
Jagath C. Ekanayake, Michael Marden, Alex J. Watson, And Donna Rowan (1998) “Akar pohon dan stabilitas lereng: perbandingan antara pinus radiata dan kanuka”
Jaspers-Focks, D.J and A. Algera (2006). Vetiver Grass for River Bank Protection. Proc. Fourth Vetiver International Conf. Venezuela, October 2006.
97
Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer (1991) “Effect of tree roots on a shear zone: modeling reinforced shear stress”
Le Van Du, and Truong, P. (2003). Vetiver System for Erosion Control on Drainage and Irrigation Channels on Severe Acid Sulphate Soil in Southern Vietnam. Proc. Third International Vetiver Conf. China, October 2003.
Pangular, D., & Sudarsono 1986, Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum, 233 hal
Pasuto, A., & Soldati, M., 1997. Rock Spreading, dari Dikau, R., Brunsden, D., Schortt, L., & Ibsen, M.L. (ed.), Landslide Recognition, Identification, Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 122 – 136
Pedoman Panitia Teknis No 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis 91-01/S2 Rekayasa Jalan dan Jembatan melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan. “Penanaman Rumput vetiver untuk pengendalian erosi permukaan dan pencegahan longsoran dangkal pada lereng jalan”
PLAXIS User Guide Ver. 8.2 Editor R.B.J. Brinkgreve. Plaxis B. V., The Netherlands. 1998
Rully Wijayakusuma (2007) dalam Green Design Seminar, “Stabilisasi Lahan Dan Fitoremediasi Dengan Vetiver System”. Truong, P. N. (1998). Vetiver Grass Technology as a bio-engineering tool for infrastructure protection. Proceedings North Region Symposium. Queensland Department of Main Roads, Cairns August, 1998.
Truong, P., Gordon, I. and Baker, D. (1996). Tolerance of Vetiver grass to some adverse soil conditions. Proc. First International Vetiver Conf. Thailand, October 2003.
Truong P, Tran tan van, Elise Pinners dan David Booth (2011) Penerapan Sistem Vetiver Buku panduan Teknis Edisi Bahasa Indonesia Diterbitkan Oleh The Indonesia Vetiver Network
Varnes, D.J., 1978, slope Movement Tyepes and Processes, Special
Report, Washington, D.C.
Xia, H. P. Ao, H. X. Liu, S. Z. and He, D. Q. (1999). Application of the Vetiver grass bio-engineering technology for the prevention of
98
highway slippage in 72 southern China. International Vetiver Workshop, Fuzhou, China, October 1997.
Xie, F.X. (1997). Vetiver for highway stabilization in Jian Yang County: Demonstration and Extension. Proceedings abstracts. International Vetiver Workshop, Fuzhou, China, October 1997.
YEAR BOOK MITIGASI BENCANA 1999, Januari 2000, Direktorat Teknologi Pengelolaan Sumerdaya Lahan dan Kawasan, Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, BPPT, hal. I.105 - I.123
Zakaria, Zufialdi. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Bandung.
Zakaria, Z., 2000, Peran Identifikasi Longsoran dalam Studi Pendahuluan Permodelan Sistem STARLET Untuk Mitigasi Bencana Longsor.
Analisis Lapisan Tanah 1, 2, 3 dan 4 Pada Pemodelan
Plaxis Perkuatan Tanaman Akar Wangi
Data lapisan tanah pada permodean Plaxis 2D yang dipergunakan
merupakan data gabungan dari hasil Analisa laboratorium dan hasil korelasi
dari nilai-nilai tanah yang diurutkan dari perkiraan nilai N-SPT tanah secara
umum.
Lapisan tanah kedua merupakan hasil dari pengujian tanah yang
dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah dengan mendapatkan nilai E dari
grafik tegangan regangan percobaan Unconfined Compression Test
(UCT),nilai berat isi dari pengujian kompaksi tanah, serta nilai Kohesi (C) dan
nilai sudut geser dari pengujian Direct Shear Test.
Lapisan tanah pertama, ketiga dan keempat didapatkan dari
pendekatan korelasi tanah berdasarkan nilai N-SPT tanah yang biasanya ada
pada tanah dengan acuan data dari hasil pengujian tanah lapisan kedua yang
didapatkan dari pengujian laboratorium. Data tanah lapis pertama merupakan
tanah lempung, lapisan ketiga merupakan lempung berpasir, dan lapis
keempat merupakan lempung padat.
Tabel 1. Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah
lempung
Tabel 2. Korelasi N – SPT dan qc dengan modulus elastisitas pada tanah pasir
Tabel 3. korelasi N-SPT dengan sudut geser dalam tanah
Tabel 4. korelasi berat jenis tanah jenuh (sat) untuk tanah non kohesif
Tabel 5. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfied compressive
strength dan berat jenis (sat) untuk tanah kohesif
Pada pengujian permodelan menggunakan akar wangi sebagai
perkuatan tanah, data tanah yang dipergunakan sama dengan data tanah
yang dipergunakan pada saat tanpa perkuatan, yang membedakan dari
pengujian tersebut adalah, pada lapisan tanah yang diberikian perkuatan
akar wangi merupakan “elastic material” dengan nilai E yang didapatkan dari
pengujian Unconfined Compression Test (UCT) sebesar 1489 kN/m2.
Gambar 1. Pemodelan lereng jalan
A. Lapisan Tanah 1, 2, 3 dan 4 Sebelum adanya Perkuatan :
Dapat diliat pada tabel dibawah ini :
Lapisan Tanah 1 Lapisan Tanah 2 Lapisan Tanah 3 Lapisan Tanah 4
C : 1,5 kN/m2 C : 7 kN/m2 C : 1 kN/m2 C : 10 kN/m2 E : 1179 kN/m2 E :1764 kN/m2 E : 2x104 kN/m2 E : 1x104 kN/m2 Kx : 0,01 m/day Kx : 0,01 m/day Kx : 1 m/day Kx : 0,01 m/day
: 270 : 200 : 330 : 330
sat : 18 kN/m3 sat : 18 kN/m3 sat : 20 kN/m3 sat : 20 kN/m3
Nilai-nilai yang didapatkan dari lapisan 2 merupakan hasil analisis di
laboratoium sedangkan untuk lapisan tanah 1, 3 dan 4 di asumsikan
menggunakan pendekatan nilai N – SPT sebagai Berikut :
Lapisan tanah 2
Pada lapisan tanah 2 diperoleh dari hasil analis laboratorium.
Lapisan tanah 1
- Pada tanah lapisan 1 diasumsikan nilai N-SPT nya adalah 2, sehingga
dari tabel korelasi yang didapatkan nilai kohesi (c) sebesar (1,5
kN/m2), nilai modulus elastisitas (E) sebesar 1179 kN/m2, nilai
koefisien permeabilitas 0.01 m/day, sudut geser sebesar () 270 dan
nilai gamma saturasi (sat) : 18 kN/m3.
Tabel 1. Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung
Tabel 2. korelasi N-SPT dengan sudut geser dalam tanah
Tabel 7 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfied compressive
strength dan berat jenis (sat) untuk tanah kohesif
Asumsi Lapisan 1 adalah :
Pada lapisan 1 diasumsikan nilai N-SPTnya adalah 2 maka :
1. Nilai kohesi (c) = 0,68 x N
= 0,68 x 2
= 1,36 kN/m2
= 1,5 kN/m2
2. Nilai Modulus Elastisitas (E)
Karena diasumsikan Nilai N-SPT 2 maka dari tabel didapatkan nilai
E = 171 psi di konversi ke kN/m2 maka dikalikan 6,895
= 171 X 6,895
= 1179 kN/m2
3. Sudut geser () dari tabel diperoleh 270
4. Nilai gamma saturasi (sat) dari tabel diperoleh 18 kN/m3
Lapisan tanah 3
- Pada tanah lapisan 3 diasumsikan nilai N-SPT nya adalah 10,
sehingga nilai kohesinya tanah pasir adalah 1 kN/m2, nilai modulus
elastisitas (E) sebesar 2x104 kN/m2, nilai koefisien permeabilitas 0.01
m/day, sudut geser sebesar () 330 dan nilai gamma saturasi (sat) : 20
kN/m3
Tabel 1. Korelasi N – SPT dan qc dengan modulus elastisitas pada tanah pasir
Tabel 3. korelasi berat jenis tanah jenuh (sat) untuk tanah non kohesif
Asumsi Lapisan 3 adalah :
Pada lapisan 3 diasumsikan nilai N-SPTnya adalah 10 maka :
1. Nilai kohesi lapisan pasir adalah 1 kN/m2
2. Nilai Modulus Elastisitas (E)
Karena diasumsikan Nilai N-SPT 10 maka dari tabel didapatkan
nilai E = 2900 psi di konversi ke kN/m2 maka dikalikan 6,895
= 2900 X 6,895
= 19995,5 kN/m2
= 2x104 kN/m2
3. Nilai Sudut geser () dari tabel diperoleh 330
4. Nilai gamma saturasi (sat) dari tabel diperoleh 20 kN/m3
Lapisan tanah 4
- Pada tanah lapisan 4 diasumsikan nilai N-SPT nya adalah 15,
sehingga dari tabel korelasi yang didapatkan nilai kohesi sebesar 0.1
kg/cm2 (10 kN/m2), nilai modulus elastisitas (E) sebesar 1x104 kN/m2,
nilai koefisien permeabilitas 0.01 m/day, sudut geser sebesar () 330
dan nilai gamma saturasi (sat) : 20 kN/m3.
Tabel 1. Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung
Tabel 2. korelasi N-SPT dengan sudut geser dalam tanah
Tabel 7 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfied compressive
strength dan berat jenis (sat) untuk tanah kohesif
Asumsi Lapisan 4 adalah :
Pada lapisan 4 diasumsikan nilai N-SPTnya adalah 15 maka :
1. Nilai kohesi (c) = 0,68 x N
= 0,68 x 15
= 10,2 kN/m2
= 10 kN/m2
2. Nilai Modulus Elastisitas (E)
Karena diasumsikan Nilai N-SPT 10 maka dari tabel didapatkan nilai E
= 1450 psi di konversi ke kN/m2 maka dikalian 6,895
= 1450 x 6,895
= 9997,75 kN/m2
= 1x104 kN/m2
3. Nilai sudut geser () dari tabel di peroleh 330
4. Nilai gamma saturasi (sat) dari tabel diperoleh 20 kN/m3
B. Lapisan Tanah 1, 2, 3 dan 4 Sebelum adanya Perkuatan :
Dapat dilihat pada tabel berikut :
Lapisan Tanah 1 Lapisan Tanah 2 Lapisan Tanah 3 Lapisan Tanah 4
C : 1,5 kN/m2 C : 7 kN/m2 C : 1 kN/m2 C : 10 kN/m2 E : 1179 kN/m2 E : 1764 kN/m2 E : 2x104 kN/m2 E : 1x104 kN/m2 Kx : 0,01 m/day Kx : 0,01 m/day Kx : 1 m/day Kx : 0,01 m/day
: 270 : 200 : 330 : 330
sat : 18 kN/m3 sat : 18 kN/m3 sat : 20 kN/m3 sat : 20 kN/m3
Lapisan tanah 2 : Tidak Mengalami Perubahan (yang berubah
hanya parameter tanah yang digunakan sebagai pengganti Vetiver
yang diasumsikan sebagai “elastic material” dengan nilai modulus
elastisitas (E) sebesar 1489 kN/m2). Lapisan tanah 1, 3 dan 4 Tidak
Mengalami perubahan.