-
AGAMA HINDU
Teori Konflik Menurut Bhagawad Gita
Oleh:
I Kadek Wirawan NIM. 1413021011
KELAS : II A
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015
-
Agama Hindu/Bab I Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/IIA Doa Pembuka
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu,
Om Bhur Bwah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.
Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi,
Ya Tuhan, Pencipta Ketiga Dunia, Engkaulah sinar yang patut disemah, Hamba memusatkan
oikiran pada kecemerlangan-Mu, sinarilah Budhi/Pikiran hamba.
Semoga Pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A [Prakata] i
PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Teori Konflik Menurut Pandangan Bhagawad Gita sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami. Berkat
bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat penulis atasi.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah
ini bermanfaat.
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Singaraja, 3 Juni 2015
Penulis
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A [Daftar Isi] ii
DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Isi secara umum sloka-sloka
pada bagian akhir bab pertama Kitab Bhagawad Gita .............................. 3
2.2.Implementasi dari teori konflik
pada Bhagawad Gita bab pertama pada kehidupan sehari-hari ................ 8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 14
3.2. Saran .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
Doa Penutup
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bhagawad Gita (Pancama Weda) merupakan pedoman umat Hindu dalam berpikir,
berkata, dan berbuat. Setiap langkah yang diambil umat Hindu dalam kehidupan haruslah
berdasarkan Dharma yang sudah dituangkang dalam Kitab Bhagawad Gita.
Bhagawad Gita berisikan percakapan-percakapan yang terjadi antara Awatara Dewa
Wisnu (Krisna) dengan Arjuna pada cerita Mahabarata. Adapun percakapan pada Bhagawad
Gita ini, terkandung makna yang sangat mendalam yang kemudian dijadikan pedoman hidup
umat Hindu.
Pada Kitab Bhagawad Gita yang merupakan pedoman dalam beraktivitas bagi umat
Hindu terdapat beberapa bab yang terdiri dari beberapa sloka. Masing-masing bab tersebut
memiliki arti yang berbeda-beda. Pada bab pertama membahahas mengenai teori konflik
yang terjadi didalam diri Arjuna karena ia harus berperang melawan keluarga dan gurunya
untuk menegakkan Dharma.
Sering dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, baik umat Hindu maupun non-Hindu
sering mengalami keraguan dalam beraktivitas. Keragu-raguan itu timbul karena ada dua
atau lebih pilihan atau kewajiban yang harus dilakukan, dimana kedua kewajiban tersebut
sangat bertentangan. Dari semua itu akan muncul dilema dan kebingungan yang sering
disebut Maha pada ajaran Sad Ripu, untuk mengendalikan kebingungan tersebut agar tidak
menguasai diri manusia, maka sangat perlu halnya untuk membahas lebih lanjut mengenai
Bhagawad Gita khususnya pada bab pertama yang berisikan tentang konflik dalam diri
Arjuna yang disebabkan oleh keragu-raguannya dalam mengambil keputusan saat harus
berperang melawan keluarga dan gurunya demi menegakkan Dharma.
Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul Teori
Konflik Menurut Pandangan Bhagawad Gita untuk membahas lebih lanjut mengenai
bab pertama bagian akhir dari Kitab Bhagawad Gita
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi
pokok permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya :
1. Apa isi secara umum dari bab pertama bagian akhir Kitab Bhagawad Gita?
2. Bagaimana implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada
kehidupan sehari-hari?
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 2
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini, antara lain :
1. Menjelaskan isi secara umum dari bab pertama bagian akhir Bhagawad Gita.
2. Menjelaskan implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada
kehidupan sehari-hari.
1.4. Manfaat Penulisan
Bagi Penulis
Adapun manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah dapat meningkatkan
wawasan tentang Bhagawad Gita, khususnya pada bab pertama. Selain itu, penulis juga
dapat lebih mantap dan dapat menjelaskan lebih mendalam mengenai implementasi dari
Bhagawad Gita khususnya bab pertama.
Bagi Pembaca
Adapun manfaat makalah ini bagi pembaca adalah dapat meningkatkan
pemahaman mengenai Bhagawad Gita khususnya bab pertama dan mengetahui
implementasinya. Selain itu, makalah ini juga dapat digunakan sebagai refrensi dalam
penulisan makalah berikutnya.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Isi secara umum sloka-sloka pada bagian akhir bab pertama Kitab Bhagawad Gita
Sloka 25
bhisma-drona-pramukhatah
sarvesam ca mahiksitam
uvaca partha pasyaitan
samavetan kurun iti
Terjemahan : Di Hadapan Bhisma, Drona, dan raja-raja dunia lainnya, Sri Krsna bersabda,
Wahai Paretha, lihatlah para Kuru yang telah berkumpul disini.
Sloka 26
tatrapasyat sthitan parthah
pitrn atha pitamahan
acaryan matulan bhratrn
putran pautran sakhims tatha
Sloka 27
svasuran suhrdas caiva
senayor ubhayor api
Terjemahan : Di sana, di tengah-tengah pasukan kedua belah pihak, Arjuna dapat melihat
ayah, kakek, para guru, paman dari keluarga ibu, saudara, putra, cucu, kawan, mertua, dan
orang yang mengharapkan kesejahteraan, semuanya hadir di sana.
tan samiksya sa kaunteyah
sarvan bandhun avasthitan
Sloka 28
krpaya parayavisto
visidann idam abravit
Terjemahan : Melihat mereka semua yang adalah sanak keluarganya, Arjuna tergugah rasaa
kasih sayang dan kemudian berkata :
arjuna uvaca
drstvemam svajanam krsna
yuyutsum samupasthitam
Sloka 29
sidanti mama gatrani
mukham ca parisusyati
vepathus ca sarire me
roma-harsam ca jayate
Terjemahan : Arjuna berkata, wahai Krsna, setelah melihat semua sanak keluarga hadir disini
dengan niat untuk bertempur, hamba merasa seluruh anggota badan bergetar, mulut terasa
kering, seluruh tubuh menjadi gemetar dan bulu roma pada berdiri.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 4
Sloka 30
gandivam sramsate hastat
tvak caiva paridahyate
na ca saknomy avasthatum
bhramativa ca me manah
Terjemahan : Kulit hamba terasa terbakar dan Gandiwa terjatuh dari tangan hamba. Wahai
Kesava, hamba juga tidak mampu lagi berdiri, pikiran hamba menjadi kacau.
Sloka 31
nimittani ca pasyami
viparitani kesava
na ca sreyonuspasyani
hatva svajanam ahave
Terjemahan : Wahai Kesava, hamba melihat sebab-sebab smuanya terbalik. Hamba tidak
melihat adanya kebaikan apapun dengan membunuh para anggota keluarga didalam peperangan
ini.
Sloka 32
na kankse vijayam krsna
na ca rajyam sukhani ca
kim no rajyena govinda
kim bhogair jivitena va
Terjemahan : Wahai Krsna, hamba tidak menginginkan kemenangan, tidak juga kerajaan,
ataupun kesenangan. Wahai Govinda, apa gunanya kerajaan, hidup dan kesenangan-
kesenangan seperti itu untuk kita?
Sloka 33
yesam arthe kanksitam no
rajyam bhogah sukhani ca
ta imevasthita yuddhe
pranams tyaktva dhanani ca
Terjemahan : Demi siapa kita menghasratkan kerajaan, kemewahan dan berbagai kesenangan,
mereka semua dengan pengorbanan harta dan nyawa kini berdiri disini siap untuk bertempur.
Sloka 34
acaryah pitarah putras
tathaiva ca pitamahah
matulah svasurah pautrah
syalah sambandhinas tatha
Terjemahan : Para guru, bapak-bapak, putra-putra, para kakek, paman-paman, mertua-mertua,
dan cucu-cucu, ipar-ipar, dan juga para sanak keluarga.
Sloka 35
etan na hantum icchami
ghnatopi madhusudana
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 5
api trailokya-rajasya
hetoh kim nu mahikrte
Terjemahan : Wahai Madhusudana, meskipun dngan imbalan memperoleh kerajaan Triloka,
hamba tidak akan membunuh mereka walaupun mereka menyerang hendak membunuh hamba.
Lalu, apa artinya dengan kerajaan di atas muka bumi ini?
Sloka 36
nihatya dhartarastran nah
ka pritih syaj janardana
papam evasrayed asman
hatvaitan atatayina
Terjemahan : Wahai Janardana, kesukaan apa yang akan kita peroleh dengan membunuh putra-
putra Dhrstaratra? Membasmi para pembunuh ini kita hanya akan mendapatkan dosa-dosa.
Sloka 37
tasman narha vayam hantum
dhartarastran svabandhavan
svajanam hi katham hatva
sukhinah syama madhava
Terjemahan : Oleh karena itu, wahai Madhava, kita tidak pantas membunuh putra-putra
Dhrstaratra yang adalah sanak keluarga sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi orang
yang berbahagia dengan membunuh sanak keluarga sendiri?
Sloka 38
yady apy ete na pasyanti
lobhopahata-cetasah
kula-ksaya-krtam dosam
mitra-drohe ca patakam
Sloka 39
katham na jneyam asmabhih
papad asman nirvatitum
kula-ksaya-krtam dosam
prapasyadbhir janardhana
Terjemahan : Walaupun orang-orang ini yang pikirannya telah dikuasai oleh kelobaan, tidak
melihat dosa dalam membunuh keluarga sendiri atau kehancuran dalam bertengkar dengan
kawan-kawan, wahai Janardhana,
Sloka 40
kula-ksaya pranasyanti
kula-dharmah sanatanah
dharme naste kulam krtsnam
adharmobhibhavaty uta
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 6
Terjemahan : Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi keluarga yang kekal
dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan terlibat dalam kebiasaan yang
bertentangan dengan Dharma.
Sloka 41
adharmabhibavat krsna
pradusyanti kula-striyah
strisu dustasu varsneya
jayate varna-sankarah
Terjemahan : Wahai Sri Krsna, dengan merajalelanya hal-hal yang bertentangan denagn
dharma maka kaum wanita dalam keluarga akan menjadi tercemar. Duhai Varsneya..., ketika
tingkah laku para wanita telah merosot, maka akan lahirlah keturunan yang tidak diinginkan.
Sloka 42
sankaro narakayaiva
kula-ghnanam kulasya ca
patanti pitaro hy esam
lupta-pindodaka-kriyah
Terjemahan : Anak-anak yang tidak diinginkan seperti itu akan membawa para keluarga
maupun para penghancur keluarga tersebut ke neraka.lenyapnya tradisi mempersembahkan
makanan dan air kepada leluhur akan mengakibatkan kejatuhan para leluhur.
Sloka 43
dosair etaih kula-ghnanam
varna-sankara-karakaih
utsadyante jati-dharmah
kula-dharmas ca sasvatah
Terjemahan : Akibat dosa-dosa para pengahcur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya
anak-abak yang tidak diinginkan, maka tradisi-tradisi keluarga yang suci-kekal dan kegiatan-
kegiatan yang mensejahterakan keluarga, semuanya menjadi binasa.
Sloka 44
utsanna-kula-dharmanam
manusyanam janardana
narake niyatam vaso
bhavatity anususruma
Terjemahan : Wahai janardana, hamba mendengar bahwa mereka yang tradisi-tradisi suci
keluarganya telah musnah akan tinggal di neraka dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.
Sloka 45
aho bata mahat papam
kartum vyavasita vayam
yad rajya-sukha-lobhena
hantum syajanam udyatah
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 7
Terjemahan : Aduh betapa menyedihkan bahwa kita (yang mempunyai pengertian baik) sedang
bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa, hanya demi kelobaan,
kenikmatan, dan kesenangan akan kerajaan kita bertekad membunuh keluarga sendiri.
Sloka 46
yadi mam apratikaram
asatram sastra-panayah
dhartarastra rane hanyus
tan me ksemataram bhavet
Terjemahan : Seandainya, bila di medan perang hamba tidak membawa senjata dan melawan,
lalu putra-putra Dhrstarastra membawa senjata di tangan membunuh hamba, maka kematian
seperti itu akan lebih baik bagi hamba.
Sloka 47
sanjaya uvaca
evam uktvarjunah sankhye
rathopastha upavisat
visrjya sasaram capam
soka-samvigna-manasah
Terjemahan : Sanjaya berkata : setelah berkata seperti itu di medan perang. Arjuna meletakkan
busur dan anak panahnya, lalu terduduk dalam kereta. Pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang
mendalam.
Secara umum, Baghawadgita bab pertama (Arjuna Wisada Yoga) membahas tentang
keraguan Arjuna ketika harus berperang melawan saudara dan keluarganya demi menegakkan
Dharma. Di satu sisi, ia harus berani berkorban demi menegakkan Dharma, namun di sisi lain,
ia juga tidak mau berdosa karena harus membunuh keluarganya.
Keraguan Arjuna didasari atas ajaran Ahimsa (tidak menyakiti dan tidak membunuh),
Karma Phala, dan Maha Pataka, serta ajaran Vairagya dan Jatidharma yang jelas bertentangan
dengan konsep perang.
Ahimsa sebagai salah satu ajaran agama Hindu mengajarkan bahwa manusia tidak boleh
membunuh maupun menyakiti ciptaan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), seperti yang
tercantum dalam Sarasamuscaya sloka 34
eko dharmmah param creyah ksmaika canticucyate vidyaika parama tustirahisaika
sukhavaha
yang menjelaskan bahwa Ahimsa (tidak membunuh, menyakiti, dan kerasukan marah)
merupakan kebahagiaan yang nyata. Sedangkan ajaran Karma Phala Karma, yakni hasil
perbuatan (Kemendikbud RI, 2013). Agar dapat mencapai tujan tertinggi agama Hindu yakni
Moksa, Arjuna haruslah mempunyai karma yang baik. Hal ini pula yang menimbulkan
pertentangan di hati Arjuna, karena perang (membunuh) merupakan perbuatan yang tidak baik
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 8
yang tidak sesuai dengan konsep Ahimsa dan Karma Phala. Selain itu, rival atau lawan perang
Arjuna dalam perang Bharata Yuda adalah keluarga dan Gurunya yang jelas bertentangan
dengan ajaran Maha Petaka. Selain itu, perang saudara ini juga akan menimbulkan kemerosotan
moral dan musnahnya tradisi menghormati leluhur yang mengakibatkan lahirnya anak-anak
yang tidak diinginkan dan musnahnya tradisi yang suci.
Hal-hal tersebut membuat Arjuna berada dalam dilema yang membuatnya dikuasai
kebingungan dalam mengambil keputusan. Menurut agama Hindu, kebingungan (moha)
merupakan bagian dari sad ripu (musuh dalam diri manusia) yang harus dikendalikan.
Berdasarkan keraguan-keraguan yang timbul dalam diri Arjuna, ia sebagai seorang ksatria
memohon bimbingan dari Krsna.
Berdasarkan bahasan diatas, dapat diketahui bahwa Arjuna dalam keraguannya untuk
mengambil keputusan untuk berperang atau tidak sangat bijaksana dengan mempertimbangkan
konsekuensi dari perang itu sendiri. Konsekuensi dari perang ini tentu menimbulkan suatu
dilema yang besar bagi Arjuna, sehingga Arjuna harus meminta bimbingan dari Bhasudeva
Krsna.
2.2. Implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada kehidupan sehari-
hari
Swa Dharma dan Para Dharma
Swa Dharma adalah sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing tergantung dari catur
warna. Menurut Winawan (2002) Swa Dharma merupakan salah satu jalan mewujudkan
moksartham dan jagadhita. Misalnya seorang Bupati harus mampu melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai seorang Bupati (varna ksatria). Ia harus berani menegakkan hukum
yang berlaku secara universal, meskipun orang yang harus ditindak memiliki kekerabatan
dengannya.
Sedangkan Para Dharma merupakan tugas atau tanggungjawab tanpa batasan varna, jenis
kelamin, tingkat umur, dimanapun berada. Lebih lanjutnya Winawan (2002) juga menyebutkan
bahwa jika melanggar Para Dharma ini, maka dalam hidup seseorang itu akan mengalami
benturan atau halangan yang akan menyebabkan kesengsaraan.
Sebagai seorang pemeluk agama Hindu, seseorang tersebut harus menegakkan Dharma
dalam setiap aktivitasnya. Meskipun harus berkorban nyawa dan harta, Dharma tetap harus
ditegakkan.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 9
Tri Kaya Parisudha
Kata Tri Kaya Parisudha terdiri dari tiga kata yaitu tri artinya tiga, kaya artinya perilaku,
parisudha artinya semuanya suci. Sehingga Tri Kaya Parisudha dapat diartikan sebagai perilaku
yang suci. Adapun bagian-bagian Tri Kaya Parisudha adalah:
1. Manacika, yaitu berpikir yang suci, baik dan benar
2. Wacika, yaitu berkata yang suci, baik dan benar
3. Kayika, yaitu berbuat yang suci, baik dan benar
Selalu mengingat dan mengamalkan Tri Kaya Prisudha niscaya kerukunan antar umat
beragama akan senantiasa terjaga oleh umat Hindu.
Ajaran Agama Hindu yaitu Tri Kaya Parisudha merupakan suatu etika sopan santun dan
budi pekerti yang luhur, yang berawal dari pikiran, perkataan, dan perbuatan baik yang
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati
harkat dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang
berkepanjangan di antara sesama manusia.
Konflik atau dilema yang dihadapi manusia hendaknya disikapi dan diselsesaikan dengan
konsep Tri Kaya Parisudha. Jika manusia dapat berpikir yang suci dan jernih, maka niscaya Ida
Sang Hyang Widhi Wasa akan memberikan rahmatnya sehingga manusia dapat menemukan
solusi atas konflik yang terjadi sehingga akan timbul ucapan yang suci dan baik pula.
Berdasarkan ucapapan-ucapan tersebut, maka akan terlaksana perbuatan yang suci pula.
Karma Phala
Menurut Kemendikbud RI (2013) Karmaphala adalah hasil perbuatan. Keberadaan
Karmaphala di dunia ini bersifat kekal abadi. Ada dua jenis karmaphala, yakni sancita
karmaphala (hasil perbuatan yang dinikmati dalam kehidupan yang sama saat berbuat),
Parabdha Karmaphala (hasil perbuatan yang belum dapat dinikmati dalam kehidupan yang
sama saat berbuat), dan Kriyamana Karmaphala (hasil perbuatan dalam kehidupan sebelumnya
yang dinikmati di kehidupan sesudah kehidupan saat berbuat).
Meninjau dari ajaran Hindu, yakni karmaphala, seorang dalam mengambil keputusan
harus memperhatikan ajaran Karmaphala karena keputusan yang diambil pasti akan
menimbulkan konsekuensi, yakni phala dari karma itu sendiri. Hukum ini berlaku pada semua
makhluk hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama tidak perlu
disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, hanya waktu untuk menerima hasil
perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang lambat, dan bahkan bisa pula
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 10
diterima dalam penjelmaan berikutnya. Berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam
memupuk kerukunan hidup beragama senantiasa berbuat baik berlandaskan Dharma.
Ahimsa
Ahimsa merupakan salah satu ajaran yang dikemukakan oleh Mahatma Ghandi yang
berarti tidak membunuh, menyakiti,dan tidak menyerang. Ajaran ini berlaku seara universal
bagi semua umat manusia. Ahimsa parama dharmah yang berarti tidak menyakiti adalah
kebajikan yang utama atau dharma tertinggi. Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran
tidak dengan perusakan-perusakan, karena sifat merusak, menjarah, memaksakan, mengancam,
menteror, membakar dan lain sebagainya sangat bertentangan dengan ahimsa karma
Keutamaan ahimsa karena nilainya yang begitu tinggi sebagaimana yang diungkapkan dengan
kalimat-kalimat lainnya sebagai berikut: Ahimsaayah paro dharmah, ahimsaa laksano dharmah,
ahimsaa parama tapa, ahimsaa parama satya, maksudnya: Ahimsa adalah kebajikan tertinggi,
perbuatan dharma, pengendalian diri tertinggi dan kebenaran tertinggi). Ahimsa adalah
perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang hukum alam. Jadi ahimsa, mengandung
pengertian tidak melakukan kekerasan dalam bentuk tidak membunuh makhluk hidup apapun,
ahimsa juga dimaksudkan tidak melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain
sehingga dapat menciptakan kehidupan yang rukun antar umat beragama.
Catur Petaka
Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi
sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka, Upa Pataka, Maha Pataka dan Ati
Pataka. Setiap bagian Pataka ini memiliki beberapa pokok-pokok ajaran yaitu:
1. Pataka terdiri dari:
a. Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan),
b. Purusaghna (menyakiti orang),
c. Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan),
d. Agrayajaka (bersuami istri melewati kakak), dan
e. Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya).
2. Upa Pataka terdiri dari:
a. Gowadha (membunuh sapi),
b. Jawatiwadha (membunuh gadis),
c. Balawadha (membunuh anak),
d. Agaradaha (membakar rumah/ merampok).
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 11
3. Maha Pataka terdiri dari:
a. Brahmanawadha (membunuh oarang suci/ pendeta),
b. Surapana (meminim alkohol/ mabuk),
c. Swarna stya (mencuri emas),
d. Kanyawighna (memperkosa gadis), dan
e. Guruwadha (membunuh guru).
4. Ati Pataka terdiri dari:
a. Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan),
b. Matrabhajana (memperkosa ibu),
c. Linggagrahana (merusak tempat suci).
Mengambil sebuah keputusan untuk melakukan sesuatu tentunya harus memperhatikan
konsekuensi dampak dari keputusan tersebut. Catur petaka adalah salah satunya. Jangan sampai
keputusan yang diambil malah mengakibatkan musibah yang tercantum diatas (Catur Pataka).
Varnasrama Dharma
Varnasrama Dharma adalah Dharma dalam tingatan-tingkatan profesi seseorang. Teori
konflik sebagaimana yang disampaikan diatas terjadi karena dalam membuat keputusan harus
memperhatikan ajaran Varnasrama Dharma, khususnya Jatidharma. Hal ini merupakana salah
satu tradisi leluhur yang suci, maka dari itu perlu halnya manusia menjaganya dan tidak
merusaknya.
Ajaran Vairagya sebagai jalan mencapai Moksa
Konflik yang terjadi sebaiknya diatasi dengan keputusan yang sejalan dengan ajaran
Vairagya agar dapat mencapai tujuan tertinggi agama Hindu, yakni Moksa.
Tri Hita Karana
Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan yang dalam hal teori konflik ini
tentunya tetap harus diperhatikan. Keputusan yang diambil dalam sebuah konflik atau dilema
tentunya harus menimbang hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia,
dan manusia dengan lingkungannya.
Adapun bagian-bagian dari Tri Hita Karana antara lain :
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 12
1. Parahyangan, dalam hal ini manusia dalam konfliknya (baik dalam diri, maupun dengan
orang lain) harus tetap menjaga hubungan baik dengan Tuhan dengan menjalankan
ajaran agama.
2. Pawongan, dalam hal ini nanusia dalam konflik atau dilemanya tetap harus menjaga dan
membina hubungan baik dengan sesamanya.
3. Palemahan, dalam hal ini penyelesaian suatu dilema atau konflik hendaknya juga
memperhatikan aspek lingkungan yag juga merupakan ciptaan Tuhan.
Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan
alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kerukunan dan kebahagiaan bagi
kehidupan manusia. Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan
penyebab, dimana satu dengan yang lainnya selalu berjalan secara bersamaan dalam kehidupan
manusia. Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula tidak lupa
memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan dalam berpikir, berkata
maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama manusia
dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh sehingga tercipta
kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai.
Manusia senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk
melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari
untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di akhirat kemudian hari.
Merusak alam lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri karena segala
kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik binatang maupun tumbuh-
tumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam alam semesta sebagai ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
Tat Twam Asi
Tat Twam Asi merupan ajaran Hindu yang memandang kesamaan derajat manusia. Twam
Asi dalam kehidupan sehari-hari sehingga kerukunan dapat terwujud. Jika ajaran Tat Twam Asi
ini diterapkan dengan baik, maka dalam penyelesaian konflik akan mencapai sebuah
kerukunan.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 13
Lemahnya implementasi Bhagawad Gita bab pertama ini dapat tercermin dalam
kehidupan sehari-hari, salah satu kasus yang dapat dibahas dengan bhagawad gita bab pertama
ini adalah kasus KKN. KKN khususnya nepotisme harus dihentikan. Seorang pemegang jabatan
tidak boleh ragu dalam mengambil keputusan menegakkan kebenaran meskipun yang akan
disanksikan adalah keluarganya sendiri. Keputusan yang salah akan menyebabkan merosotnya
moral dan melunturnya nilai Dharma. Apabila terdapat sebuah keraguan dalam diri seorang
tersebut maka hendaknya orang tersebut mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa (Ida
Sang Hyang Widhi Wasa), layaknya yang dilakukan Arjuna ketika merasa dilema besar saat Sri
Krsna memberikan konsep perang padanya.
Seorang kepala sekolah tidak boleh membiarkan guru (bawahannya) tidak hadir di
sekolah sesukanya meskipun guru tersebut adalah keluarganya. Begitupula seorang yang
melihat terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan Dharma sebagai kewajiban (Para Dharma)
umat Hindu harus berani meluruskan dan menegakkan Dharma kembali.
Salah satu contoh penerapan teori konflik ini adalah kasus hukum mati duo bali nine.
Presiden Joko Widodo dalam menentukan jadi-tidaknya eksekusi duo bali nine ini sangat
berhati-hati dan mempertimbangkan beberapa aspek. Mengingat penegakan Hukum adalah
kewajiban dari warga negara apalagi statusnya sebagai seorang pemimpin negara (Presiden),
Joko Widodo harus berani mengambil keputusan eksekusi bali nine harus benar-benar
dilakukan, namun disisi lain, Australia sebagai negara asal dua terpidana mati duo bali nine
meminta agar warganya tidak dieksekusi. Bahkan dalam usahanya melindungi warga
negaranya, Australia sempat mengancam akan mencabut dubesnya di Indonesia dan menarik
bantuan untuk RI seperti yang ditulis Muhaimin dalam surat kabar online Sindonews (2015).
Presiden sebagai kepala negara harus menjalankan kewajibannya menjaga perdamaian
dan diplomasi dengan negara lain dalam keputusan-keputusannya.
Eksekusi mati tahanan duo bali nine tentunya dapat dikatakan sebagai contoh konflik
yang dialami Presiden Joko Widodo karena harus menegakkan hukum sebagai simbol dari
kebenaran dan juga harus tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan negara lain.
Pengimplementasian teori konflik ini dalam kehidupan sehari-hari sangat penting halnya.
Sebelum memutuskan dan melakukan sesuatu, layaknya dipikir dahulu dari berbagai sudut
pandang dan perlu bimbingan dan pencerahan serta ketenangan hati untuk mendapat keputusan
yang baik.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A 14
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis dapat simpulkan beberapa hal, sebagai berikut :
Secara umum, bab pertama Bhagawad Gita membahas tentang teori konflik yang
terjadi ketika Arjuna diberi konsep perang oleh Krsna, sedangkan konsep tersebut
dinilai bertentangan dengan ajaran Agama Hindu.
Pengimplementasian teori konflik mengajarkan manusia lebih bijaksana dan tenang
dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan berbagai ajaran, seperti :
a. Swa Dharma dan Para Dharma
b. Tri Kaya Parisudha
c. Karma Phala
d. Ahimsa
e. Catur Pataka
f. Varnasrama Dharma (Jati Dharma dan Dharma)
g. Vairagya
h. Tri Hita Karana
i. Tat Twam Asi
3.2. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, penulis dapat menyarankan beberapa
hal, sebagai berikut :
Bhagawad Gita sebagai Pancama Veda atau Veda kelima khususnya dalam hal ini pada
bab pertama hendaknya tidak hanya dibaca dan dipahami, tetapi juga diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari agar tercapai tujuan tertinggi Agama Hindu, yakni Moksa.
Sebagai penganut Agama Hindu khususnya, layaknya dalam mengambil keputusan
selalu dalam pikiran yang tenang dan mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan
tersebut.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Kemendikbud RI. 2013. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti/Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Muhaimin. 2014. Eksekusi Mati, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia. Dalam
http://international.sindonews.com/read/994940/45/eksekusi-mati-uji-nyali-ri-melawan-
tekanan-dunia-1430216417. Diakses pada 2 Juni 2015
Winawan, I. W. W. 2002. MATERI SUBSTANSI KAJIAN MATA KULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
-
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A Doa Penutup
DOA PENUTUP
Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha
Om Santih, Santih, Santih Om
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan
maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.