Download - Tension Pneumothorax
Skenario A blok 19 ( dr . Madun )
Dr . Madun , dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan
lintas Sumatera sekitar 40 km dari palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan
UGD dengan fasilitas yang lengkap.
Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi disekitar 100 meter dari puskesmas .
mobil kijang pick – up yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang
listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian depan mobil hancur , kaca depan
pecah . sang sopir , satu – satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui
kaca depan.
Dr . Madun yang mendengar tabrakan , langsung pergi ke tempat kejadian
dengan membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian
terlihat sang sopir , laki – laki 28 tahun tergeletak dan merintih , mengeluh
dadanya sesak , nyeri dada dan paha kanannya.
Melalui pemeriksaan sekilas , didapatkan gambaran :
- Pasien sadar terlihat bingung , cemas dan kesulitan bernafas
- Tanda vital : laju respirasi : 40 x/menit , nadi : 110x/menit ; lemah , TD :
90/50 mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat , dingin , berkeringat dingin
- GCS : 13 ( E : 3 , M : 6 , V : 4 )
Setelah melakukan penanganan seadanya , Dr. Madun langsung membawa
sang sopir ke UGD.
Hasil Pemeriksaan Fisik (setelah Secondary Survey)
Kepala :
Luka lecet didahi dan pelipis kanan , diameter 2 – 4 cm
1
Leher :
Inspeksi :
- Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas
40x/menit
- Tampak memar di sekitar dada kanan bawah sampai ke samping
- Deviasi trakea ke kiri
- Distensi JVP
Auskultasi :
- Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas
- Bunyi jantung terdengar jelas, cepat (HR: 110x/menit)
Palpasi :
- Nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping
- Krepitasi pada costae 9, 10, 11 kanan depan.
Perkusi :
- Kanan hipersonor, kiri sonor
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut datar
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Paha kanan :
Inspeksi :
- Tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kanan
Palpasi
- Nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)
- ROM
Pasif: limitasi gerakan
Aktif: limitasi
2
I. Klarifikasi Istilah
1. UGD : Unit kesehatan yang menangani kasus emergensi
2. Trauma : Cedera fisik maupun psikis
3. Sesak : Kesulitan bernafas akibat adanya gangguan
insprisi atau pun ekspirasi
4. Nyeri : Sensasi yang tidak menyenangkan yang
5. Bingung : orientasi yang terganggu dalam hal waktu atau
orang. Kadang-kadang disertai gangguan kesadaran
6. Cemas : perasaan keprihatinan ketakpastian dan ketakutan
tanpa stimulus yang jelas. Dikaitkan dengan perubahan fisiologis.
7. Wajah dan bibir kebiruan : sianosis sentral, tanda hipoksia lanjut.
8. Kulit pucat : kurangnya perfusi oksigen ke jaringan perifer.
9. Kulit dingin : suhu kulit dibawah normal (<36,5oC)
10. GCS : Skoring untuk menilai derajat kesadaran
II. Identifikasi Masalah
1. Kecelakaan mobil pick-up yang melaju dengan kecepatan tinggi
menabrak tiang listrik sampai bengkok, bagian depan mobil
hancur, kaca pecah terjadi di sekitar PKM rawat inap dengan
pelayanan UGD fasilitas lengkap yang berada di Jl. Lintas
Sumatera (40 km dari Palembang). Satu-satunya korban adalah si
sopir yang terlempar keluar
2. Korban tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di
dada dan pahha kanannya.
3. dr. Madun langsung ke TKP dengan membawa peralatan
tatalaksana trauma.
4. Hasil pemeriksaan sekilas :
- Pasien sadar terlihat bingung , cemas dan kesulitan bernafas
- Tanda vital : laju respirasi : 40 x/menit , nadi : 110x/menit ;
lemah , TD : 90/50 mmHg
3
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat , dingin , berkeringat dingin
- GCS : 13 ( E : 3 , M : 6 , V : 4 )
5. Penanganan seadanya saat di UGD serta hasil secondary survey.
III. Analisis Masalah
1 Apa saja kemungkinan trauma yang diderita korban?
Jawab:
Dalam kasus ini, korban terlempar keluar kendaraan sehingga
memungkinkan terjadinya semua jenis perlukaan atau trauma ( trauma
kapitis, trauma thoraks, trauma abdomen, trauma
muskuloskeletal,fraktur pelvis )
2a. Bagaimana interpretasi merintih yang dialami korban pada kasus
ini?
Jawab:
Merintih merupakan suatu tanda bahwa pasien mengalami nyeri dan
pasien masih dalam kondisi yang sadar.
b. Bagaimana mekanisme sesak nafas pada kasus ini?
Jawab:
Kecelakaan à dada membentur setir à trauma tumpul pada thorax
à Robekan pada pleura viseralis dan dinding alevolus à Membentuk
suatu fistula yang mengalirkan udara ke cavitas pleura à ketika
4
bernapas terjadi (one-way valve) à cavitas pleura penuh udara à
alveolus paru2 kolaps à kompensasi àsesak napas
c. Bagaimana mekanisme nyeri dada kanan pada kasus ini?
Jawab:
Trauma tumpul à fraktur costae 9, 10, 11 à pembuluh darah pecah
(hematoma) à iritasi syaraf à nyeri
Semakin banyak udara di pleura, tekanan semakin positif dan
peregangan ujung-ujung syaraf yang terdapat pada pleura
menyebabkan rasa nyeri
d. Bagaimana mekanisme nyeri paha kanan pada kasus ini?
Jawab:
trauma à fraktur femoralis (deformitas) à memar & hematoma à
pembuluh darah menekan nevus femoralis à sakit saat ditekan à
limitasi gerakan
e. Bagaimana cara yang tepat untuk memindahkan korban dari TKP
agar tidak terjadi komplikasi dari trauma yang dialami pasien?
Jawab:
Primary survey:
1. A : Airway dengan control servikal
penilaian
-mengenal patensi airway
-penilaian cepat akan adanya obstruksi
5
pengelolaan-mengusahakan airway
- pasang colar neck dan spine board jika tersedia
-melakukan chin lift/ jaw thrust
-membersihkan airway dari jalan nafas
menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual
2. Breathing: dengan Ventilisasi
penilaian
-buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala
-tentukan laju dan dalamnya pernafasan
-inspeksi dan palpasi leher dan thorax untuk adanya deviasi trakea
tanda-tanda cedera lainnya
-perkusi thorax untuk menetukan redup dan hipersonor
-auskultasi torak bilateral
pengelolaan
-menghilangkan tension pneumothorax (needle decompresion ICS 2
Midclavicula)
3. Circulation
penilaian
A. volume darah dan cardiac output:
a. Tingkat kesadaran : penderita sadar
b. warna kulit : pucat serta wajah dan bibir :
kebiruan
c. nadi : 110x/menit dan lemah
6
B. perdarahan : ektremitas bawah kanan tengah femoral
pengelolaan
adanya perdarahan internal : bidai
4. Disability à tingkat kesadaran : pasien sadar
3. Apa saja standar minimal peralatan tatalaksana yang harus dibawa
saat menangani pasien trauma?
Jawab:
Beberapa peralatan dan obat-obatan yang minimal dibutuhkan sebagai pertolongan pertama dalam penatalaksanaan kedaruratan medic ialah :
Peralatan
1. Pembalut biasa
2. Kasa steril
3. Pembalut segitiga
4. Plester
5. Kapas
6. Tourniquet
7. Alat suntik
8. Alat-alat bedah sederhana
9. Alat infuse dan transfuse
7
10.Tensi
11. Collar neck
12. Spine board
13. Bidai
Obat-obatan
1. Obat-obat antiseptic
2. Obat-obat suntikan
Adrenaline, 1 mg/ml
Aminophylline, 250 mg/10 ml
Ampicillin, 250 mg/ dan 500 mg
Atropine sulphate, 0,6mg/ml
Chlorpheniramine maleate, 10mg/ml
Chlorpromazine, 50mg/2ml
Dextrose 50%, 20 ml
Diazepam, 10mg/2ml
Digoxin, 0,5mg/2ml
Ergometrine, 0,5mg/ml
Ethyinoradrenaline, 2mg/ml
Furosemide, 20mg/2ml
Hydrocortisone sodium succinate, 100mg
Hyoscine N-butylbromide 20mg/ml
Morphine sulfate, 15mg/ml
Penicillin G, 1mega U (600mg)
Pentazocine 45 mg/1,5 ml dan 60 mg/2ml
8
Pethidine HCl, 100mg/2ml
Phenobarbitone sodium, 200mg/ml
Phytomenadione 10mg/ml
Salbutamol 0,5mg/ml
Trifulpromazine, 20mg/ml
Aquadestilata
4. Apa interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan sekilas?
a. Pasien sadar, bingung, cemas, sulit bernafas
Jawab:
Sesuai dengan GCS pasien masih dinyatakan sadar walau tidak
kompos mentis, bingung, cemas, dan sulit bernafas diakibatkan dari
hipoksia.
b. Vital sign = RR: 40x menit. Nadi: 110x/menit dan lemah. Tensi:
90/50 mmHg)
Jawab:
Laju respirasi
40x/menit
16-24x/menit takipnea à merupakan kompensasi
tubuh karena hipoksia
Heart rate 110x/menit
60-100x/menit takikardia merupakan kompensasi tubuh
untuk mempertahankan cardiac output
guna memenuhi kebutuhan O2 tubuh
Tekanan darah 90/50 mmHg
N=120/80 mmHg
hipotensi dikarenakan tension
pneumothoraksàtekanan intratorakal
9
meningkatàpenekanan pada vena cava
inferior dan superioràaliran darah balik
ke jantung turunà preload turunà
afterload turunà hipotensi.
Selain itu, hipotensi pada kasus juga
dapat disebabkan karena banyaknya
perdarahan yang terjadi akibat multiple
trauma (terutama akibat perdarahan di
abdomen dan femur)
c. Wajah dan bibir terlihat biru
Jawab:
Wajah dan bibir terlihat kebiruan
tanda lanjut
hipoksia pada
trauma
CO berkurang à jaringan tidak
mendapat pasokan darah dengan baik
à wajah dan bibir biru
d. Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
Jawab:
Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
dikarenakan CO (Cardiac Output) yang
turun sehingga kompensasi dengan
mengurangi perfusi ke jaringan perifer
seperti kulit untuk mempertahankan
perfusi ke otak, jantung, dan ginjalà
vasokontriksi perifer, aktifitas saraf
simpatis à kulit pucat, dingin, keringat
10
dingin
e. GCS : 13 ( E = 3, M = 6, V = 4)
Jawab:
GCS 13 menunjukkan adanya cedera otak sedang. Variabel E = 3
( eye ) menunjukkan respon buka mata terhadap cedera. Variabel M
= 6 ( motorik ) menunjukkan bahwa pasien dapat mengikuti perintah.
Variabel V = 4 ( verbal ) menujukkan pasien masih berbicara namun
sudah meracau atau bingung.
6. Penanganan apa yang harus diberikan pada korban (sudah di UGD)
Jawab:
Prinsip tatalaksana di UGD
11
1. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan
di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga.
Pemasangan IV line tetap.
2. Re-evaluasi :
· Laju nafas
· Suhu tubuh
· Pulse oksimetri à saturasi O2
· Pemasangan kateter folley (kateter urin)
· NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
· Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu
kompres dan obati
pneumothoraks
Lakukan tube thoracostomy / WDS (water sealed drainage,
merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous
suction)
Teknik pemasangan
1. Bila mungkin pasien dalam posisi duduk/ setengah duduk/ tiduran
dengan sedikit miring ke sisi yang sehat
2. Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela iga
ke-7 atau ke-8.
3. Tentukan kira-kira tebal dinding thoraks
4. Secara streril diberi tanda pada selang WSD dari lubang terakhir
sela WSD setebal dinding thoraks; mis dengan ikatan benang
5. Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan
cairan antiseptic
6. Tutup dengan duk steril
7. Daerah tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi local
di atas tepi iga secara infiltrasi dan blok (berkas neurovaskular)
8. Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
12
9. Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura
10. Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara tumpul
11. Selang WSD diklem dengan arteri klem dan di dorong masuk ke
rongga pleura dengan sedikit tekanan
12. Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda tadi
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap udara
14. Selang WSD disambung dengan botol WSD steril
15. Bila mungkin pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24
sampai -32 cm H2O
7. Hasil secondary exam. Interpretasi dan mekanisme:
a. Kepala : ada jejas dengan luka lecet terbuka di dahi dan pelipis
(panjang 2-4cm, lebar 0,5-1cm)
Jawab
Menandakan adanya trauma tumpul. Dapat dijadikan indikasi adanya
trauma cavitis.
(GCS 13: ada cedera kepala sedang)
b. Leher: (+) deviasi trakea ke arah kiri, (+) JVP distensi
Jawab:
Trauma toraks à kebocoran udara di paru-paru à masuk ke
rongga pleura (terjebak) à meningkatkan tekanan intrapleural à
paru kolaps à menghambat pengembalian darah vena ke jantung
à distensi JVP
13
Tension pneumothorax tekanan udara yang tinggi menekan
kesegala arah trakea terdorong ke arah kontralateral
c. thorax : memar di dada kanan bawah hingga samping.
Pergerakan dinding dada asimetris. Nafas dada kanan tertinggal.
Auskultasi dada kanan melemah dan hipersonor saat diperkusi.
Jawab:
Trauma toraks à kebocoran udara di paru-paru à masuk ke
rongga pleura (terjebak) à memperbesar dinding dada kanan à
asimetris à hipersonor saat diperkusi
d. ekstremitas: Paha kanan memar. (+) hematoma . Ada nyeri tekan
saat di palpasi. ROM: limitasi gerak aktif dan pasif. Tampak ada
deformitas
Jawab:
Nyeri, memar dan deformitas pada paha kanan memberikaan
diagnosis bahwa pasien ini mengalami fraktur femur kanan.
7. Apa kemungkinan diagnosa banding kasus ini?
Jawab:
KONDISI PENILAIANTension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher• Hipersonor• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal• Vena leher kolaps• Perkusi : dullness• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher• Bunyi jantung jauh dan lemah
14
• EKG abnormal
7. Bagaimana cara mendiagnosis kasus kasus ini?
Jawab:
Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan secra klinis, dan terapi
tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologis.
Anamnesis
Riwayat trauma
Mekanisme trauma
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: dada cembung pada sisi yang sakit
Palpasi: Fremitus turun sampai hilang
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi: Suara napas lemah sampai hilang
Temuan Awal
Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia, takipneu, hipersonor
pada dada yang sakit, suara napas yang mlemah sampai
menghilang
Temuan lanjut
Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah kontralateral,
hipotensi, distensi vena leher, sianosis
15
Pemeriksaan lanjtan yang diperlukan
• Pemeriksaan Laboratorium : golongan darah dan cross
matching
• Pemeriksaan darah rutin : Hb, jumlah eritrosit, hematokrit,
jumlah leukosit, jumlah trombosit, MCV, MCHC,
elektrolit, dan analisa gas darah
• Tension pneumotoraks : Chest X ray untuk memastikan
pengembangan paru sudah optimal
• Fraktur costa dan fraktur femur : pemeriksaan X-ray
8. Apa diagnosis kerja kasus ini?
Jawab:
Tension Pneumotoraks dan Fraktur os. Femur
(penjelasan di sintesis)
16
9. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
Jawab:
10. Bagaimana pentalaksanaan yang tepat untuk kasus ini?
Jawab:
Untuk Tension Pneumotoraks:
17
Breathing : Dekompresi : pasang chest tube ICS 5 di anterior
garis midclavicularis
Sirkulasi :
a. mengenal adanya perdarahan internal kebutuhan untuk
intervensi bedah, serta konsultasi bedah
b. memasang 2 kateter IV ukuran besar
c. mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah
rutin,analisis kimia, golongan darah dan cross-match, dan
analisis gas darah
d. memberikan cairan dengan cairan RL 2-3 L yang
dihangatkan
e. cegah hipotemia
Untuk Fraktur Femur:
Prinsip pengelolaan fraktur :
a. Mobilisasi harus mencakup sendi diatas dan dibawah
fraktur. Setelah dipasang bidai, status neurologi dan
vascular harus ditemukan.
b. Konsultasi bedah untuk pengobatan lebih lanjut.
Pengelolaan fraktur femur :
Imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint
menarik bagian distal tungkai di atas kulit pergelangan kaki. Di
proksimal, traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring
yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling
sederhana adalah membidai tungkai yang trauma dengan tungkai
di sebelahnya.
Pemasangan Traction splint :
18
a. Pemasangan alat ini perlu dua orang, satu orang
mempertahankan posisi tungkai dan seorang lagi memasang
splint
b. Lepaskan pakaian, termasuk sepatu agar seluruh ektremitas
terlihat. Tutup luka dengan balut steril, dan periksa
neurovaskular distal
c. Bersihkan tonjolan tulang dan otot dari kotoran sebelum
memasang traksi. Catat jika ada tulang yang keluar dan
masuk ke jaringan lunak setelah ditraksi
d. Ukur panjang splint melalui kaki yang sehat. Bagian atas
dari ring diletakkan di bawah bokong dan tuberositas
iskhium. Bagian distal splint di bawah ankle sepanjang 15
cm. Strap dipasang untuk menahan paha dan betis
e. Femur diluruskan dengan menarik ankle, kemudian
diangkat dan splint diletakkan dibawahnya . Proximal splint
diletakkan pada tuberositas iskhium. Periksa ulang keadaan
neurovaskular distal tungkai yang mengalami cedera
f. Alat pengikat traksi dipasang di ankle dengan asisten tetap
mempertahankan tarikan tungkai dengan strap terbawah
lebih pendek dari atasnya
g. Pasang penarik ankle pada pengait traksi, asisten tetap
mempertahankan tarikan. Tarik traksi sampai tungkai stabil,
atau nyeri dan spasme otot yang hilang
h. Periksa status neurovaskular, jika perfusi distal menjadi
buruk setelah pemasangan traksi, lepaskan/kurang tarikan
i. Pasang strap
j. Status neurovaskular dievaluasi ulang secara terus menerus,
dan dicatat setiap tindakan manipulasi tungkai
k. Berikan pencegahan tetanus bila ada indikasi
19
11. bagaimana prognosis kasus ini?
Jawab:
Dubia ad bonam dengan penatalaksanaan kegawat daruratan yang
cepat dan tepat
12. Apa komplikasi yang dapat timbul pada kasus ini?
Jawab:
Komplikasi tension pneumothoraks :
kegagalan respirasi akut
pio-pneumothoraks
hidro-pneumothoraks
hemo-pneumothoraks
henti jantung paru
kematian
Koplikasi fraktur os femur :
Syok
Kecacatan (mal-union)
13. Bagaimana KDU kasus ini?
Jawab:
3b. Mampu mendiagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang diminta oleh dokter. Dokter
dapat memutukan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk
ke spesialis yang relevan
IV. Hipotesis
Seorang pria (28 tahun) mengalami tension pneumothorax, luka lecet
di kepala, dan fraktur femur
20
V. Sintesis
Tension Pneumothoraks
1. Pengertian
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali
bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya
organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru
yang mengalami tekanan.
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di
ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi
bila salah satu rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga
pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa
dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps
kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan
ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan
penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa
klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di
pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-
x dada.)
Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah
karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai
berikut:
21
Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu
pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk
(patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya
Tension Pneumotoraks)
Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks
sederhana ke Tension Pneumotoraks
Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke
pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-
way katup
Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan
pneumothoraks
Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena
mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke
dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga
pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam
rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir.
Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis
lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran
darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat
mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan
kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera
ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.
22
PATOFISIOLOGI DIAGRAM
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension
pneumothoraks penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui
kondisi pasien.
Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,
hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang
sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser
menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah
leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan
sianosis.)
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang
berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan
segera : dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,
mediastinal shift.
Managemen / Penatalaksanaan
Prinsip :
1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma
secara umum (primary survey – secondary survey).
23
2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan
terapi secara konsekutif (berturutan)
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila
pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination,
portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan
dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim
yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life
Support).
7. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu
Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki
trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
Primary Survey
Airway
Assessment :
perhatikan patensi airway
dengar suara napas
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding
dada
Management :
24
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift
dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral /
nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks
Circulation
Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
25
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering
sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak
cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa
terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.
Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan
“venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan
pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan
meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan
menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line.
Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan control
nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara anterior
dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein
2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian dasar data Pasien
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama
jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan
dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
26
c. Psikososial
Tanda : ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba
gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang
diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal
kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi à mengindikasikan
bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus
menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan
palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat,
sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma :
penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi),
keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
27
Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area
pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
b. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
Diagnosa Keperawatan
1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan), nyeri, ansietas
Ditandai : dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan
dada, sianosis, GDA tak normal
2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan
keamanan/pencegahan.
Ditandai : dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan,
hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d
kurang menerima informasi.
28
Ditandai : kurang menerima informasi, mengekspresikan masalah,
meminta informasi, berulangnya masalah.
Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh
akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses
penyakit atau cedera. Pneumotoraks dibagi menjadi Tension
Pneumothorax dan non-tension pneumathoraks. Semakin lama
tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan
melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering
sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak
cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa
terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.
Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan
“venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan
pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).
Pengertian Fraktur :
Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare
B.G,2001)
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )
Jenis Fraktur :
29
Agar lebih sistematis, jenis fraktur dapat dibagi berdasarkan :
Lokasi
Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis,
metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan
bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
Luas
Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tidak lengkap
(inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.
Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal
(mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin/ memuntir seputar
batang tulang). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka
dinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya
membengkok disebut greenstick. Fraktur dengan fragmen patahan
terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah)
disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi
pada tulang belakang ) disebut kompresi.
Hubungan antar bagian yang fraktur
Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced)
atau terpisah jauh (displaced).
Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan
antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak
terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).
30
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
Etiologi :
Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang
kekuatannya melebihi kekuatan tulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :
· Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.
· Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi
energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Pengkajian
31
Riwayat Penyakit :
Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme
terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat
fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi,
merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit
lainnya.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan,
rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status
neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah
ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi
pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai
fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
32
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang
cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan
dengan yang normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
Darah rutin,
Faktor pembekuan darah,
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
Urinalisa,
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi
kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
Komplikasi :
Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua
yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
Kompikasi Umum :
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik
(karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi
pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama
pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi
gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak,
tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).
33
Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu
pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang
fraktur.
Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga mengganggu aliran darah.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang
hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri
dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik
imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
34
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal,
sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi
yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan
akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi
otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut
diperlukan upaya mobilisasi.
Proses Penyembuhan Tulang :
Fase Inflamasi :
Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu
sampai dua minggu. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom
diikuti invasi sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit,
osteoklas, yang berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik,
yang akan mempersiapkan fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur
lebih terlihat karena telah disingkirkannya material nekrotik.
Fase Reparatif :
Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari
sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas
dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya
terbentuk kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago
35
dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan
mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras serta menambah
stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis fraktur mulai tidak
tampak.
Fase Remodeling :
Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan
untuk merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas
osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan
immatur agar menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga
menambah stabilitas daerah fraktur.
36
Daftar Pustaka
2004. ATLS for Doctors. Amerika Serikat
1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC
Purwadianto, Agus dan Budi Sampurna. 2000. Kedaruraan Medik. Jakarta Barat:
Binarupa Aksara
37