REKRUTMEN POLITIK
(Studi tentang Pola Rekrutmen PDI Perjuangan dalam Pencalonan Anton
Charliyan sebagai Calon Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah
Jawa Barat 2018)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
ANDRA REMON
1112112000042
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019
i
REKRUTMEN POLITIK (Studi tentang Pola Rekrutmen PDI Perjuangan dalam Pencalonan Anton
Charliyan sebagai Calon Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah
Jawa Barat 2018)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
ANDRA REMON
1112112000042
Pembimbing
Dr. Nawiruddin, M.Ag NIP: 1972010 500112 1 003
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H /2019 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
REKRUTMEN POLITIK
(Studi tentang Pola Rekrutmen PDI Perjuangan dalam Pencalonan Anton
Charliyan sebagai Calon Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah
Jawa Barat 2018)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesua dengan ketentuan yang beerlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya kemudian
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 April 2019
Andra Remon
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Andra Remon
NIM : 1112112000042
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
REKRUTMEN POLITIK (Studi tentang Pola Rekrutmen PDI Perjuangan
dalam Pencalonan Anton Charliyan sebagai Calon Wakil Gubernur pada
Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat 2018)
Dan telah diujikan pada tanggal 03 Juli 2019
Jakarta, 03 Juli 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Nawiruddin, M.Ag
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 1972010 500112 1 003
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
REKRUTMEN POLITIK
(Studi tentang Pola Rekrutmen PDI Perjuangan dalam Pencalonan Anton
Charliyan sebagai Calon Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah
Jawa Barat 2018)
Oleh
Andra Remon
1112112000042
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 03 Juli 2019.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19770424 200710 2 003
Penguji I Penguji II
Dr. Bakir Ihsan, M.Si Adi Prayitno, M.Si
NIP: 19720412 200312 1 002 NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 03 Juli 2019.
Ketua Program Studi Ilmu Politik,
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003
v
ABSTRAK
Andra Remon
1112112000042
REKRUTMEN POLITIK (Studi tentang Pola Rekrutmen PDI Perjuangan
dalam Pencalonan Anton Charliyan sebagai Calon Wakil Gubernur pada
Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat 2018)
Skripsi ini menganalisa pola rekrutmen politik Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) Perjuangan dalam pencalonan Anton Charliyan sebagai calon wakil
gubernur pada pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2018. Anton Charliyan yang
memiliki latar belakang Polri menjadi menarik untuk meneliti pola rekrutmen
yang terjadi dalam PDI Perjuangan. Adapun tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pola rekrutmen politik PDI Perjuangan dalam pencalonan Anton
Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.
Dengan pendekatan kualitatif, penulis berusaha menggambarkan dan menganalisa
pola rekrutmen politik PDI Perjuangan dalam pencalonan Anton Charliyan
sebagai calon wakil gubernur pada pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2018
Kerangka teoretis yang digunakan adalah rekrutmen politik untuk
menjelaskan pola rekrutmen politik PDI Perjuangan. Selain itu penulis
menggunakan teori elit politik untuk menganalisa oligarki dalam PDI Perjuangan.
Dari hasil analisa dengan menggunakan teori tersebut ditemukan bahwa
pola rekrutmen politik yang dilakukan PDI Perjuangan tidak sepenuhnya bersifat
sentralistik karena masih adanya peran DPD PDI Perjuangan untuk menjaring
bakal calon kepala daerah yang akan dicalonkan oleh PDI Perjuangan. Namun,
pengambilan keputusan sepenuhnya ada dalam pertimbangan DPP PDI
Perjuangan.
Proses pengambilan keputusan PDI Perjuangan terhadap Anton Charliyan
sebagai calon Wakil Gubernur pada Pilkada Jawa Barat 2018 tidak melibatkan
DPD PDI Perjuangan. Proses nominasi dan seleksi yang dilakukan terhadap
Anton Charliyan diputuskan oleh DPP PDI Perjuangan. Selain itu, terdapat
peranan elit partai dalam mempengaruhi keputusan Anton Charliyan sebagai
calon wakil gubernur Jawa Barat 2018. Hal ini dapat dilihat dari rekrutmen
tertutup dari PDI Perjuangan karena hanya melibatkan elit tertentu atau segelintir
orang dalam struktural partai yang dalam hal ini adalah DPP PDI Perjuangan.
DPD PDI Perjuangan Jawa Barat sebagai wilayah pemilihan tidak dilibatkan baik
dalam proses nominasi maupun seleksi.
Kata Kunci: Rekrutmen Politik, Elit Politik, PDI Perjuangan, Anton Charliyan
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul
yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang
terang benderang sampai saat ini.
Skripsi yang berjudul “Rekrutmen Politik (Studi tentang Pola Rekrutmen
PDI Perjuangan dalam Pencalonan Anton Charliyan sebagai Calon Wakil
Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat 2018)” disusun dalam
rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti menyadari betul dalam penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan. Tanpa adanya bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, peneliti tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk
itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan jajarannya.
2. Ali Munhanif, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan
jajarannya.
vii
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing dalam
penelitian ini. Terima kasih atas bimbingan, kritikan, dan dorongannya
selama penelitian ini.
4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Nawiruddin, M.Ag selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.
Terima kasih atas bimbingan selama penelitian ini.
6. Dra. Haniah Hanfie , M.Si, selaku dosen mata kuliah Seminar Proposal
Skripsi yang telah membantu tahap awal penyusunan skripsi.
7. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku dosen yang membatu penulis dalam
mempersiapkan peryaratan siding skripisi.
8. Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si dan Adi Prayitno, M.Si. selaku penguji skripsi
yang telah menyediakan waktu dan tenaga serta pikiran untuk memberi
koreksi, tanggapan, dan saran kepada penulis.
9. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti selama kuliah.
10. Seluruh narasumber yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk
memberikan informasi atau data-data yang penulis perlukan selama
berlangsungnya wawancara.
11. Orang tua tersayang dan kakak penulis, Sok, Cik dan Aa yang telah
memberikan semangat serta dukungan moril dan materil selama proses
penulisan skripsi ini.
viii
12. Anak-anak aku tersayang Sakha dan Riyu yang telah menjadi
penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabat penulis tercinta Ilmu Politik 2012, Renaldy Akbar, Miftahusurrur,
Syahruli Fadhil, Ade Prasetyo, M. Naufal, Andre Albar, Akbar Faqih,
Kholisi Wassaki, Nur Fadly, Silmi Fatahilah, Dwi Prayogo, Syarah
Annisa, Bajong dan lain-lain yang telah menemani penulis selama masa
studi.
14. Mbalid tersayang, yang sebelumnya tidak pernah lelah memberikan
dukungan dan semangatnya serta selalu setia mendengarkan keluh kesah
penulis dalam proses studi dan penulisan skripsi.
15. Dua sahabat penulis, Dwi dan Aldo yang juga selalu memberikan
dukungan selama proses penulisan skripsi.
Jakarta,17 Mei 2019
Andra Remon
ix
DAFTAR ISI
REKRUTMEN POLITIK.................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI ................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
1. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
2. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
a. Manfaat Akademis................................................................................. 7
b. Manfaat Praktis ...................................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7
E. Metodelogi Penelitian ................................................................................ 10
1. Tipe atau Jenis Penelitian .................................................................... 10
2. Jenis Data ............................................................................................ 10
3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 11
4. Teknik Analisis Data ........................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 12
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Pengertian dan Fungsi Partai Politik .......................................................... 13
1. Pengertian Partai Politik ...................................................................... 13
x
2. Fungsi Partai Politik ............................................................................ 14
3. Tipologi Partai Politik ......................................................................... 17
B. Teori Rekrutmen Politik............................................................................. 20
C. Teori Elit Politik ........................................................................................ 25
BAB III PDI PERJUANGAN DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA
BARAT
A. Profil Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ................................ 29
1. Sejarah PDI Perjuangan ....................................................................... 29
2. Kepemimpinan dan Organisasi ............................................................ 33
B. Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018 ....................................................... 35
BAB IV TERPILIHNYA ANTON CHARLIYAN SEBAGAI CALON
WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT OLEH PDI
PERJUANGAN
A. Pola Rekrutmen Politik PDI Perjuangan terhadap Calon Kepala Daerah .. 41
B. Proses Pengambilan Keputusan PDI Perjuangan terhadap Anton Charliyan
Sebagai Calon Wakil Gubernur Pada Pilkada Jawa Barat 2018 .............. 47
C. Keputusan PDI Perjuangan Mengusung Anton Charliyan sebagai Calon
Wakil Gubernur pada Pilkada Jawa Barat 2018 ....................................... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 65
B. Saran .......................................................................................................... 66
Daftar Pustaka ................................................................................................... 67
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.1 Pengusungan TB Hasanudin dan Anton Charliyan dalam Pilkada
Jawa Barat oleh PDI Perjuangan ........................................................................... 59
xii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Pencapaian PDI-P dalam Pemilihan Umum ................................... 43
Tabel III.2 Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan 2015-2020 ...................... 45
Tabel III.3 Komposisi Pengurus DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat
Masa Bhakti 2015 – 2020 ..................................................................................... 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini membahas tentang pola rekrutmen Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) Perjuangan dalam pencalonan Anton Charliyan sebagai calon
wakil gubernur pada pemilihan kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2018.
Pencalonan Anton Charliyan menarik untuk diteliti karena ia bukanlah berasal
dari kader PDI Perjuangan. Padahal, PDI Perjuangan dikenal sebagai salah satu
partai kader diantara partai politik di Indonesia lainnya.
Pola rekrutmen Anton Charliyan yang memiliki latar belakang Polri tentu
melewati berbagai macam proses dan pertimbangan. Tubagus Hassanudin sendiri
sebagai calon gubernur Jawa Barat memang sudah dari tahun 2009 menjadi kader
PDI Perjuangan dan telah menjadi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI
Perjuangan Jawa Barat sejak tahun 2012, namun yang menjadi masalah adalah
Anton Charliyan saat dicalonkan masih menjabat sebagai Polri aktif sebelum
akhirnya mengundurkan diri dan mendaftar menjadi kader PDI Perjuangan. Selain
itu berdasarkan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC) Oktober 2017, Anton Charliyan tidak masuk dalam 10 besar nama
kandidat yang diperhitungkan dalam pilkada Jawa Barat.1 Apalagi nama Anton
Charliyan sempat ramai diperbincangkan saat ormas Gerakan Masyarakat Bawah
Indonesia (GMBI) terlibat dalam beberapa bentrokan dengan ormas lain. Anton
1https://nasional.tempo.co/read/1048585/pdip-usung-tb-hasanuddin-anton-kuat-di-partai-
lemah-di-figur diakses pada 21 September 2018.
2
yang waktu itu tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina GMBI, sempat diadukan
oleh Front Pembela Islam (FPI) ke DPR RI, terkait kericuhan yang terjadi antara
kedua ormas tersebut.2 Padahal Jawa Barat merupakan provinsi dengan basis
Islam terkuat sehingga dipilihnya Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur
Jawa Barat dinilai akan menggerus suara PDI Perjuangan.3
Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa partai politik mengalami krisis kader
karena tidak memiliki kader partai yang berkualitas untuk mengisi jabatan
publik.4 Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Miriam Budiarjo bahwa fungsi partai
politik salah satunya adalah sebagai rekrutmen politik yang mana partai
seharusnya mampu melahirkan kader-kader yang dapat menjadi pemimpin
berkualitas.5 Sejalan dengan itu, menurut Roy C. Macridis, fungsi rekrutmen
politik yang seharusnya dilakukan partai politik untuk memberikan latihan dan
persiapan kepemimpinan yang terbuka bagi kader internal, simpatisan, dan
masyarakat untuk mengisi jabatan seperti anggota badan legislatif, ataupun
eksekutif (walikota/bupati, Gubernur).6
Selain itu dalam pilkada 2018, PDI Perjuangan bersama partai koalisinya
hanya menang di 4 provinsi dari 17 provinsi yang mengikuti pilkada diantaranya
yakni Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Padahal PDI Perjuangan
adalah partai pemenang pemilu di tahun 2014 dengan perolehan suara sebesar
2https://tirto.id/hasanuddin-anton-dari-kontroversi-laskar-hizbullah-sampai-gmbi-cFZK
diakses pada 21 September 2018. 3https://politik.rmol.co/read/2018/01/05/320952/Pernah-Ribut-Dengan-Ormas-Islam,-
PDIP-Makin-Rugi-Usung-Anton-Charliyan- diakses pada 22 September 2018. 4 Yoyoh Rohania dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik: Kajian Dasar Ilmu Politik,
(Malang: Instrans Publishing, 2015), h. 369. 5 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008) h. 407-408. 6 Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya, 1996), h. 28.
3
18,95 persen dan kursi DPR yang dimenangkan sebanyak 109 kursi. Disusul oleh
Partai Golkar dengan perolehan suara sebanyak 14,75 persen, dan Partai Gerindra
sebanyak 11,81 persen.7 Selain itu, PDI Perjuangan adalah partai pengusung Joko
Widodo yang memenangkan pemilihan presiden 2014. Sebagai partai pemenang
pemilu 2014, PDI Perjuangan seharusnya bisa menjadi partai pemenang dalam
pilkada serentak 2018. Namun, PDI Perjuangan justru menjadi partai terendah
kedua setelah Partai Gerindra yang hanya memenangkan 3 provinsi dalam pilkada
serentak 2018.
Dalam pilkada serentak 2018, provinsi yang menjadi sorotan publik adalah
Jawa Barat karena memiliki Daftar Pemilih Tetap (DPT) paling banyak, yakni
31.730.042 atu 20 persen dari jumlah seluruh DPT yakni 152.067.680.8 Tak heran
apabila hasil Pilkada di Jawa Barat menjadi salah satu penentu kemenangan di
Pemilihan Presiden (pilpres) 2019. Karena jumlah DPT yang banyak, PDI
Perjuangan tentu akan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan dalam
mencalonkan kandidat calon gubernur dan wakil gubernur di Jawa Barat. Dalam
sejarah pemilihan langsung Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Barat yang
dimulai pada tahun 2008, pasangan yang diusung oleh PDI Perjuangan selalu
gagal memenangkan kompetisi. Tahun 2008, pasangan yang mereka usung yakni
Agum Gumelar dan Nu’man Abdul Hakim kalah oleh pasangan Ahmad
Heryawan dan Dede Yusuf. Sementara lima tahun berikutnya, pasangan yang
mereka usung (Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki) kalah oleh petahana
Ahmad Heryawan yang berpasangan dengan Deddy Mizwar.
7 https://www.kpu.go.id diakses pada 21 September 2018.
8 https://www.kpu.go.id diakses pada 21 September 2018.
4
Pada pilkada Jawa Barat 2018, PDI Perjuangan yang mengusung calon
Tubagus Hasanuddin dan Anton Charliyan lagi-lagi kalah dalam pemilihan.
Mereka bahkan mendapat perolehan suara terendah yakni hanya 12,62 persen.
Pada pilkada di Jawa Barat 2018 diikuti oleh empat pasangan calon yang hasilnya
dimenangkan oleh pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum dengan
perolehan suara sebanyak 32,88 persen yang diusung oleh Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional
Demokrat (NasDem), dan Partai Hanura. Disusul oleh pasangan Sudrajat dan
Ahmad Syaikhu yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan perolehan suara sebanyak
28,74 persen. Lalu di peringkat ketiga yakni pasangan Deddy Mizwar dan Dedi
Mulyadi yang diusung oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar dengan perolehan
suara 25,77 persen.9
Pada proses penjaringan dan penyaringan bakal calon gubernur dan wakil
gubernur Jawa Barat dari PDI Perjuangan awalnya memunculkan empat nama
dari internal partai, yakni Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa, Bupati
Majalengka Sutrisno, cucu Bung Karno Puti Guntur Soekarno, dan Ketua DPD
PDI Perjuangan Jawa Barat Abdy Yuhana. Sedangkan dari eksternal partai
terdapat lima nama, yakni Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, Ketua
DPD Partai Golkar Dedi Mulyadi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
9 https://www.kpu.go.id diakses pada 21 September 2018.
5
Pudjiastuti, Ketua Kadin Jabar Agung Suryamal, dan mantan Kapolda Jawa Barat
Anton Charliyan.10
Namun pada 7 Januari 2018, sehari sebelum pendaftaran calon di Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berakhir, PDI Perjuangan memutuskan Mayor Jenderal
(Purnawirawan) Tubagus Hasanuddin dan Inspektur Jenderal Anton Charliyan
sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dalam pilkada di Jawa Barat. Menurut
Sekertaris Jendral PDI Perjuangan Hasto Kristianto, keputusan tersebut diambil
setelah PPP dan PKB sepakat untuk mengusung Uu Ruzhanul Ulum sebagai
pendamping Ridwan Kamil yang sudah diusung oleh Partai NasDem dan Partai
Hanura. Sedangkan partai lainnya sudah menetapkan calon yang akan diusung
sehingga PDI Perjuangan memutuskan tidak berkoalisi dengan partai manapun
dalam pilkada Jawa Barat. Hal ini memang diperbolehkan mengingat syarat agar
partai bisa mengusung calon gubernur dan wakil gubernur minimal memiliki 20
kursi DPRD dan PDI Perjuangan memenuhi syarat tersebut karena memiliki 20
kursi DPRD di Jawa Barat.11
Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk meneliti tentang pola
rekrutmen politik PDI Perjuangan dalam pilkada Jawa Barat 2018 dan bagaimana
proses terkait keputusan pengusungan Anton Charliyan sebagai calon wakil
gubernur pada pilkada Jawa Barat 2018. Alasan peneliti mengkaji permasalahan
tentang proses pencalonan Tubagus Hassanudin dan Anton Charliyan pada pilgub
Jawa Barat 2018 oleh PDI Perjuangan karena, Pertama, PDI Perjuangan
10
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171103072053-32-253155/pdip-godok-4-
nama-untuk-pilgub-jabar diakses pada 21 September 2018. 11
https://fokus.tempo.co/read/1048172/alasan-pdip-usung-tubagus-hasanuddin-anton-
charliyan diakses pada 21 September 2018.
6
mengalami kekalahan dalam tiga kali pilkada Jawa Barat. Kedua, Jawa Barat
adalah provinsi yang paling banyak memiliki DPT sehingga partai politik
seharusnya memiliki pertimbangan yang hati-hati untuk memenangkan
kanidatnya. Ketiga, keputusan PDI Perjuangan mengusung Anton Charliyan
sebagai calon wakil gubernur di Jawa Barat mengandung teka-teki karena ia
bukan kader partai PDI Perjuangan dan memiliki elaktabilitas rendah. Selain itu ia
juga memiliki rekam jejak yang bermasalah dengan umat Islam di Jawa Barat.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian seperti yang dipaparkan dalam pernyataan masalah
diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pola rekrutmen politik PDI Perjuangan dalam proses
pencalonan Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur pada pilkada
Jawa Barat 2018?
2. Bagaimana proses pengambilan keputusan di dalam PDI Perjuangan
terhadap Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur pada pilkada Jawa
Barat 2018?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui pola rekrutmen politik PDI-P dalam proses pencalonan
Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur pada pilkada Jawa
Barat 2018.
7
b. Mengetahui proses pengambilan keputusan di dalam PDI-P terhadap
Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur pada pilkada Jawa
Barat 2018.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan dalam kajian ilmu politik
khususnya mengenai tema rekrutmen politik.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa, peneliti, dan masyarakat
untuk mengetahui pola rekrutmen partai politik secara umum, dan
tentang pencalonan kepala daerah di Jawa Barat secara khusus.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan literatur yang
dijadikan penulis sebagai acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka atau ini
bertujuan untuk menemukan sisi menarik dan kegunaan dari penelitian yang
sedang diteliti. Tinjauan pustaka yang penulis temukan dalam penelitian terdahulu
digunakan sebagai instrumen perbandingan dalam melakukan penelitian mengenai
pencalonan kepala daerah.
Sebagai upaya mencari tinjauan terhadap penelitian, penulis memiliki
referensi terhadap beberapa skripsi yang membantu memberikan informasi
mengenai penelitian yang akan diteliti saat ini. Pertama, penelitian yang
dilakukan oleh Imran Rozali, mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dengan judul: Pola Penetapan Calon Kepala
8
Daerah Oleh Partai Politik (Studi: Penetapan Airin Rachmi Diany-Benyamin
Davnie Sebagai Calon Walikota Tangerang Selatan Periode 2015-2020 Oleh
Partai Nasdem). Penelitian ini berkesimpulan bahwa rekrutmen calon walikota di
kota Tangerang Selatan oleh Partai Nasdem cenderung tertutup dan masih melihat
pada sisi pragmatisme politik, serta kedekatan emosional terhadap bakal calon
masih cenderung sangat dominan terhadap hasil putusan.12
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rizky Ilham, mahasiswa Jurusan
Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dengan judul:
Rekrutmen dan Oligarki Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Studi tentang Faktor-
Faktor Keterpilihan Basuki Tjahaja Purnama Sebagai Calon Gubernur dari PDI-
Perjuangan pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017). Berdasarkan
penelitian tersebut, PDIP melakukan kebijakan jalan tengah dalam memutuskan
calon gubernur DKI Jakarta dimana partai tersebut mencoba menjembatani antara
kepentingan partai, seperti mengusung kader sendiri demi merawat kaderisasi dan
menjaga eksistensi partai dengan kemauan publik dengan kepercayaan publik
yang begitu tinggi terhadap Ahok. PDIP ini tidak memaksakan kehendak untuk
memilih kadernya sendiri untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Serta
kebijakan partai dalam mengusung Ahok juga berdasarkan nilai tawar yang ia
miliki.13
12
Imran Rozali, Skripsi, Pola Penetapan Calon Kepala Daerah Oleh Partai Politik
(Studi: Penetapan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie Sebagai Calon Walikota Tangerang
Selatan Periode 2015-2020 Oleh Partai Nasdem), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2016) 13
Rizky Ilham, Rekrutmen dan Oligarki Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Studi tentang
Faktor-Faktor Keterpilihan Basuki Tjahaja Purnama Sebagai Calon Gubernur dari PDI-
Perjuangan pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017), (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2017).
9
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Irwati, mahasiswa Jurusan Ilmu
Pemerintahan, Universitas Mulawarman dengan judul: Analisis Rekrutmen Calon
Walikota dan Wakil Walikota Balikpapan Oleh Partai Golkar Pada Pemilihan
Kepala Daerah Kota Balikpapan Tahun 2015. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum proses rekrutmen dilakukan terlebih
dahulu dibentuk tim penjaringan dimana tim penjaringan adalah tim yang terdiri
dari orang-orang golkar di DPD Golkar Balikpapan yang telah dipilih oleh DPP.
Kemudian sebelum penetapan calon dilakukan, proses rekrutmen yang harus
dilalui adalah proses penjaringan, dimana didalamnya dilaksanakan proses seleksi
bakal calon baik dari internal partai golkar dan eksternal partai golkar,14
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Mandala, mahasiswa magister
Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Lampung dengan judul: Rekrutmen Bakal
Calon Bupati dan Wakil Bupati Oleh Partai Politik Pada Pilkada di Kabupaten
Pesawaran Provinsi Lampung Tahun 2015 (Studi Perbandingan Pada DPC
Partai Gerindra Dan DPC PKB Kabupaten Pesawaran). Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa; Pertama, sistem rekrutmen yang dilakukan partai Gerindra
dan PKB menggunakan sistem terbuka karena partai politik tidak mampu
mengusung pasangan calon sendiri. Kedua, pemilihan calon kandidat karena
kedekatan dan modal besar daripada pengalaman pemimpin atau prestasi lainya.
14
Irwati, Analisis Rekrutmen Calon Walikota dan Wakil Walikota Balikpapan Oleh Partai
Golkar Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Balikpapan Tahun 2015, Jurnal Ilmu Pemerintahan,
Vol.4 No.3 (2016).
10
Ketiga, dalam memutuskan calon yang diusung harus berdasarkan keputusan
partai tingkat pusat.15
Berbeda dengan penelitian di atas, peneltian ini mengulas tentang pola
rekrutmen yang terjadi di PDI-P dalam memutuskan Anton Charliyan yang
terkesan dipaksakan sehingga penelitian ini menitikberatkan pada pola rekrutmen
politik dan proses yang terjadi dalam keputusan politik tersebut.
E. Metodelogi Penelitian
1. Tipe atau Jenis Penelitian
Tipe atau jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami suatu fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain. Jenis penelitian ini menjelaskan fenomena
tersebut dengan cara deskripsi kata-kata atau tulisan pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.16
2. Jenis Data
Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer, yakni data yang memberikan suatu penjelasan terhadap
permasalahan yang diteliti. Data yang penulis dapatkan adalah
pengamatan terhadap subjek penelitian dengan melakukan wawancara
dengan informan terkait melalui tanya jawab dengan mengajukan beberapa
15
Mandala, Rekrutmen Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Oleh Partai Politik Pada
Pilkada di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Tahun 2015 (Studi Perbandingan Pada DPC
Partai Gerindra Dan DPC PKB Kabupaten Pesawaran), (Lampung: Universitas Lampung, 2016) 16
Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Nusamedia, 2002), h. 6.
11
pertanyaan kepada pihak-pihak yang memiliki kompetensi pada bidang
yang tengah diteliti.
b. Data sekunder, yakni data yang diperoleh dari studi kajian dalam
dokumen-dokumen yang terkait dengan pencalonan Anton Charliyan
dalam Pilkada serentak di Jawa Barat tahun 2018, surat kabar, internet,
dan data lainya yang berkaitan dengan subjek yang sedang diteliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Dokumentasi, yakni teknik mencari dan mengumpulkan informasi melalui
dokumen dan sumber-sumber tertulis seperti data dokumentasi, buku,
jurnal, atau data lain jika diperlukan untuk mencari jawaban permasalahan
yang diteliti.
b. Wawancara, yakni teknik yang dilakukan dengan cara tanya-jawab dengan
narasumber dengan mengajukan pertanyaan tidak berstruktur kepada
pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, yakni: Bambang Dwi
Hartono (Ketua Bapilu PDI Perjuangan), TB. Hasanudin (Ketua DPD PDI
Perjuangan Jawa Barat), dan Yunandar (Wakil Sekretaris DPD PDI
Perjuangan Jawa Barat).
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik deskriptif analisis, yaitu
kegiatan menggambarkan dan menganalisis sebuah pembahasan yang bertujuan
untuk menggambarkan data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara
memberikan interpretasi terhadap data-data tersebut. Analisis data dalam
12
penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu penyajian data, reduksi data, dan
penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dengan
mengambil sumber dari pengurus PDI Perjuangan untuk kemudian direduksi. Dari
hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan dalam penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini penulis menyusun pembahasan menjadi
beberapa bagian dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan, penulis memaparkan pernyataan masalah, pertanyaan
penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
sistematika penelitian yang akan penulis gunakan dalam penelitian.
Bab II: Kerangka teori dan konsep, pada bab ini berisi teori-teori sebagai
rancangan konseptual guna menjawab penelitian ini.
Bab III: Dalam bab ini peneliti memaparkan tentang profil PDI-P dan
pemilihan kepalada daerah di Jawa Barat 2018.
Bab IV Bab ini penulis menggambarkan pola rekrutmen politk PDI-P
dalam pencalonan Anton Charliyan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur
pada pilkada Jawa Barat 2018 dan proses yang mempengaruhi keputusan tersebut.
Bab V: Pada bab ini penulis berupaya menyimpulkan pembahsaan
mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan. Dan di
bab penutup ini terdapat saran dan kritik bagi pembaca.
13
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Pengertian dan Fungsi Partai Politik
Pembahasan dalam bab ini mengulas pengertian dan fungsi partai politik,
teori rekrutmen politik, dan teori elit. Teori ini digunakan untuk menganalisis
bagaimana partai politik seharusnya menjalankan fungsinya yang dalam
penelitian ini akan bertumpu pada rekrutmen politik. Dengan pendektan teoritis
tersebut, diharapkan mampu memberikan penjelasan atas penelitian yang
dilaksanakan.
1. Pengertian Partai Politik
Ada berbagai definisi yang diberikan oleh ilmuan politik tentang partai
politik. Carl Friendrich mendefiniskan partai politik sebagai kelompok manusia
yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau
mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan. Sementara itu, Soltau
menjelaskan partai politik ssebagai organisasi yang bertindak sebagai suatu
kesatuan politik dan yang memanfaatkan kekuasaanya untuk kebijakan umum
yang mereka buat. Atas pengertian definisi tersebut, Ramlan Surabakti
mendefinisikan partai politik sebagai kelompok anggota yang terorganisasi secara
rapih dan stabil yang dipersatukan oleh ideologi tertentu yang berusaha mencari
dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum.17
Partai politik sendiri lahir pertama-tama dari negara-negara Eropa Barat
yang mana saat itu meluas pemikiran bahwa rakyat merupakan faktor yang
17
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 148.
14
diperlu diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses politik, maka partai-partai
politik lahir untuk menghubungkan antara rakyat dan pemerintah. Melalui partai
politik inilah rakyat dapat berpartisipasi dan dapat menyalurkan aspirasi-
aspirasinya atau kepentingan-kepentinganya sehingga partai politik dapat pula
dikatakan sebagai agregasi kepentingan politik.
Menurut Joseph Lapalombara dan Myron Welner, ada tiga teori yang
menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan. Partai politik
dibentuk oleh kalangan legislatif yang karena ada kebutuhan para anggota
parlemen untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membenina
dukungan dari masyarakat. Kedua, teori historis yang menjelaskan bahwa krisis
keadaan sosial yang terjadi menyebabkan adanya perubahan struktur sosial yang
mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari
legitimasi kewenangan pihak yang memerintah dan mengakibatkan tuntutan yang
semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Ketiga, partai lahir karena
adanya modernisasi sosial ekonomi seperti semakin meluasnya tugas dan fungsi
birokrasi, kemajuan teknologi, perkembangan ilmupengetahuan, beragamnya
ideologi, dan semakin majemuknya masyarakat.18
2. Fungsi Partai Politik
Fungsi utama yang dilakukan oleh partai politik adalah mencari dan
mempertahankan kekuasaan untuk mewujudkan program-program yang dibentuk
melalui ideologi-ideologi tertentu. Dalam sistem politik demokrasi, untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, partai politik harus ikut serta
18
P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) h. 185.
15
dalam pemilihan umum. Sedangkan dalam sistem politik totaliter dilakukan
berupa paksaan fisik dan psikoliogis oleh suatu diktatoral kelompok (komunis)
maupun oleh diktatorial individu (fasis). Untuk melaksanakan fungsi tersebut,
dalam sistem demokrasi partai politik melakukan kegiatan seperti seleksi calon-
calon, kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan baik di bidang legislatif
maupun eksekutif. Sedangkan dalam sistem totaliter, meskipun ada pemilihan
umum namun partai politik lebih berfungsi sebagai pengesahan calon tunggal.19
Namun fungsi partai politik baik dalam sistem demokrasi maupun sistem
otoriter atau totaliter memiliki fungsi yang sama. Michael G. Roskin mengatakan
ada sejumlah fungsi penting yang dimiliki partai politik, diantaranya:20
a. Penghubung antara rakyat dan pemerintah, artinya partai politik
berperan sebagai penghubung aspirasi rakyat kepada pemerintah
karena tanpa adanya partai politik rakyat tidak berdaya dan tidak
dipedulikan oleh pemerintah sehingga rakyat harus memiliki partai
atau memilih partai sehingga mereka merasa memiliki andil dalam
setiap keputusan politik.
b. Agregasi kepentingan, dimana partai politik mewadahi berbagai
macam kepentingan politik baik dari masyarakat atau kelompok
kepentingan.
c. Integrasi kedalam sistem politik, partai politik berfungsi untuk
menerima kedatangan kelompok baru atau kepentingan baru yang
belum atau telah ditinggalkan oleh sistem politik. Hal ini penting
19
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 149. 20
Michael G. Roskin, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Kencana 2016), h. 231-235.
16
dilakukan untuk memberikan masukan terhadap pembentukan platform
politik.
d. Sosialisasi politik, partai politik berperan untuk melakukan pendidikan
politik agar masyarakat memahami proses politik sehingga keberadaan
partai politik dapat memudahkan masyarakat dalam pemahaman
terhadap kerja-kerja pemerintahan.
e. Mobilisasi politik, untuk meraih kemenenangan dalam pemilihan
umum, tentu partai politik harus melakukan kampanye untuk
mengenalkan kandidatnya sehingga partai politik berfungsi untuk
memobilisasi pemilih untuk memilih dan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap hasil pemilihan umum.
f. Organisasi pemerintah, partai politik berfungsi untuk menjalankan
pemerintahan dengan cara memenangkan pemilihan umum sehingga
partai politik dapat mengubah dan membuat suatu kebijakan sesuai
dengan ideologi partai.
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2008, pasal 12, fungsi partai adalah
sebagai berikut :21
a. Pendidikan Politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan
kesatuan bangsa untuk menyejahterakan rakyat.
21
Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
17
c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara
konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
d. Partisipasi politik warga negara Indonesia.
e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
Berdasarkan fungsi partai politik yang dijelaskan dalam Undang-Undang
menunjukan bahwa partai politik memiliki peranan yang penting dan besar
terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara apabila partai politik benar-
benar melaksanakan fungsinya. Partai politik juga berperan untuk menjadi wadah
bagi individu-individu untuk mengisi jabatan politik.
Dari sejumlah fungsi politik tersebut, dalam kenyataanya, tidak semua
fungsi dilaksanan dalam porsi dan tingkat keberhasilan yang sama karena
bergantung pada konteks sistem politik yang digunakan dalam suatu negara.22
Melalui penjelasan ini dapat dilihat bahwa partai politik memilih sifat yang
fleksibel dan adaptif terhadap berbagai sistem politik. Namun benang lurus yang
dapat ditarik bahwa tujuan partai politik adalah sama-sama memliki tujuan untuk
meraih dan mempertahankan kekuasaan.
3. Tipologi Partai Politik
Ada beberapa model partai politik yang diklasifikasikan berdasarkan
karakterisitik utama, tujuan, dan tugas-tugas partai politik. Katz and Mair,
mengklasifikasikan empat model partai berdasarkan karakteristik, yaitu elit,
22
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 155.
18
massa, kader, catch-all.23
Pertama, partai elit adalah partai yang dikuasai oleh
segelintir orang namun berpengaruh pada jalannya roda organisasi partai.
Biasanya partai elit dapat dilihat dari bagaiamana partai tersebut mengambil suatu
kebijakan partai misalnya dalam menentukan kandidat dalam pemilihan umum,
sikap-sikap atau program-program dan kebijakan pemerintah yang diputuskan
secara tertutup. Oleh karenanya kompetisi di dalam partai cenderung terbatas.
Kedua, partai massa yakni partai yang menjadi wadah bagi berbagai
golongan masyarakat sehingga partai model ini tidak terlalu berpegang pada
ideologi tertentu karena sifatnya yang terbuka dan fleksibel kepada seluruh
anggotanya. Ketiga, partai kader yakni partai yang memiliki standarisasi yang
ketat agar seseorang bisa diterima oleh partai ini. Tujuannya adalah untuk
menjaga kemurnian perjuangan partai. Keempat, partai catch-all, partai yang tidak
terlalu mementingkan ideologi, aturan kerja organisasi, standarisasi, dana rah
perjuangan yang jelas. Dinamakan sebagai catch-all karena ia merangkap semua
ideologi karena ia lebih mementingkan selera masyarakat agar dapat
memenangkan pemilihan umum.
Ramlan Surbakti mengklasifikasikan model-model partai politik
berdasarkan tipologi partai politik. Menurutnya ada tiga tipologi partai,
diantaranya:24
a. Asas dan orientasi. Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik
dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe meliputi partai pragmatis,
partai doktriner, dan partai kepentingan. Yang dimaksud dengan partai
23
Richard S. Katz and William Crotty, Handbook Partai Politik, (London: SAGE
Publications Ltd, 2006) h. 250. 24
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 155-158.
19
politik pragmatis adalah partai yang tidak terikat oleh suatu doktrin
ideologi tertentu. Artinya setiap perubahan waktu, situasi, dan
kepemimpinan akan juga mengubah program, kegiatan, dan
penampilan partai tersebut. Yang dimaksud dengan partai doktriner
adalah kebalikan dari partai pragmatis. Partai ini memiliki sejumlah
program dan kegiatan konkret yang dirumuskan berdasarkan ideologi
tertentu. Sedangkan partai politik kepentingan merupakan suatu partai
yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu seperti
buruh, petani, etnis, atau lingkungan hidup.
b. Komposisi dan fungsi anggota. Partai politik dapat digolongkan
menjadi dua, yakni partai massa atau lingdungan (patronage) dan
partai kader. Yang dimaksud dengan partai massa adalah partai yang
mengandalkan jumlah atau kuantitas anggota dengan cara
memobilisasi massa sebanyak-banyaknya demi memenangkan
pemilihan umum. Sedangkan partai kader adalah partai yang
mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan anggota
sebagai sumber utama.
c. Basis sosial dan tujuan. Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi
menjadi empat tipe. Pertama, partai politik yang beranggotakan
lapisan-lapisan sosial masyakat, seperti kelas atas, menengah, bawah,
dan lain-lain. Kedua, partai politik yang berdasarkan kepentingan
seperti kelompok kepentingan petani, buruh, atau pengusaha. Ketiga,
partai politik yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu,
20
seperti Islam, Katolik, Protestan, dan Hindu. Keempat, partai politik
yang berasal dari budaya tertentu seperti suku bangsa, bahasa, dan
daerah tertentu.
B. Teori Rekrutmen Politik
Salah satu fungsi partai politik adalah rekrutmen politik. Fungsi ini
meliputi seleksi, pemilihan, pengangkatan seseorang atau sekelompok orang
untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam pemerintahan. Untuk itu partai
membutuhkan kader-kader yang baik untuk mengisi jabatan-jabatan di
pemerintahan. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai dapat
menentukan pemimpin sendiri dan mempunyai peluang untuk dapat
mengajukan calon ke bursa kepemimpinan lokal dan nasional.25
Almod dan Powell menyatakan bahwa ada dua sifat dalam proses
rekrutmen politik, yakni:26
1. Rekrutmen tertutup, yakni mekanisme pemilihan kandidat dari partai
politik yang hanya ditentukan oleh elit tertentu atau segelintir orang
yang memiliki kekuasaan di dalam partai politik. Pemilihan
rekrutmen tertutup ini seringkali dianggap sebagai pemilihan yang
tidak demokratis karena hanya melibatkan segelintir orang tidak
melibatkan jajaran partai secara keseluruhan.
2. Rekrutmen terbuka, yakni mekanisme pemilihan kandidat yang
dilakukan secara demokratis dengan melibatkan lapisan internal partai
dengan mekanisme terbuka. Pemilihan ini mengedepankan kesamaan
25
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 15. 26
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, (Semarang: Pustaka Pelajar,
2005) h. 200-203.
21
hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-Undang dan
konstitusi partai.
Dalam menentukan kandidat, ada beberapa tahap yang dilakukan partai
politik untuk menentukan kandidat dari partai politiknya untuk mengisi jabatan
politik. Setiap partai politik memiliki tahapan yang berbeda-beda tergantung
dengan tahapan yang diatur dalam konstitusi partai. Akan tetapi Pippa Norris
mengatakan setidaknya ada tiga tahap yang biasa dilakukan partai politik untuk
menentukan kandidat, yakni:27
1. Sertifikasi, yakni tahapan yang berkaitan dengan persyaratan formal
baik dari undang-undang pemilu dan konstitusi partai. Misalnya
dalam persyaratan formal undang-undang pemilu seperti persyaratan
dengan usia minimum, tidak pernah terkait dengan kasus kriminal,
batas minimum pendidikan, status warga negara dan lain-lain. Jika
dalam peraturan partai seperti batas minimal kandidat harus menjadi
anggota partai dalam beberapa tahun. Selain persyaratan formal, ada
juga persyaratan informal yang berkaitan dengan norma-norma
masyarakat dan budaya disuatu negara.
2. Nominasi, yakni tahapan selanjutnya ketika calon kandidat memenuhi
syarat. Proses nominasi kandidat tersebut sepenuhnya diatur dari
peraturan partai. Nominasi berkaitan dengan pola kekuasaan dalam
tubuh partai. Apakah nominasi ditentukan oleh pimpinan partai
nasional (sentralisasi) atau didelegasikan ke bawah (desentralisasi).
27
Richard S. Katz dan William Crotty, Handbook Partai Politik, (London: SAGE
Publications Ltd, 2006), h.149-160.
22
3. Seleksi, yakni proses yang dilakukan ketika semua peserta memenuhi
syarat dan lolos nominasi yang dilakukan partai. Mekanisme seleksi
biasanya dilakukan dengan voting atau penunjukan langsung. Sistem
voting dilakukan dengan tujuan menjaga transparansi dan
demokratisasi internal partai agar semua anggota merepresentasikan
hak dan pendapatnya. Sedangkan sistem penunjukan langsung identik
dilakukan oleh partai politik yang bersifat sentralistik atau terpusat
dimana keputusan partai diambil oleh segelintir elit partai tertentu.
Selain tahapan yang dilalui oleh partai politik, dalam rekrutmen politik
juga terdapat syarat-syarat yang perlu dimiliki kandidat. Syarat tersebut salah
satunya dibutuhkan untuk mereka yang akan mengisi jabatan eksekutif di
pemerintahan. Syarat-syarat dipilih dan dicalonkan dalam jabatan eksekutif
pemerintahan diantaranya sebagai berikut:28
1. Untuk dapat dipilih dan dicalonkan dalam jabatan eksekutif
pemerintahan, anggota partai harus telah membuktikan kesetiaan,
kemampuan, dan disiplinnya kepada partai.
2. Syarat-syarat anggota partai yang dapat dipilih dan dicalonkan dalam
jabatan eksekutif pemerintahan adalah sebagai berikut:
a. Anggota partai yang dapat dipilih dan dicalonkan menjadi calon
menjadi calon bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota dari
partai adalah anggota partai sekurang-kurangnya telah 3 (tiga)
tahun terus menerus menjadi anggota minimal pernah menjadi
28
Warsito Ellwein, dkk, “Konsolidasi Demokrasi: Kompilasi hasil Workshop, Pertamuan
Kerja Rutin, dan Pertemuan Nasional Forum Politik”, (Jakarta: Forum Politisi, 2006), h.70-71.
23
pengurus partai atau alat kelengkapan partai tingkat kabupaten
dinyatakan, dinyatakan lulus kaderisasi partai, memiliki
pengetahuan yang cukup dibidang pemerintahan, serta berprilaku
tidak tercela dan berdomisili di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
b. Anggota partai yang dapat dipilih dan dicalonkan sebagai calon
gubernur/wakil gubernur dari partai adalah anggota partai yang
sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun terus menerus menjadi
anggota, minimal pernah menjadi pengurus partai atau alat
kelengkapan partai di tingkat provinsi, dinyatakan lulus kaderisasi
partai, memiliki pengetahuan yang cukup di bidang pemerintahan,
serta berprilaku tidak tercela dan berdomisili di wilayah provinsi
yang bersangkutan.
c. Anggota partai yang dapat dipilih dan dicalonkan menjadi
presiden/wakil presiden dari partai adalah anggota partai yang
sekurang-kurangnya telah 5 (lima) tahun terus menerus menjadi
anggota, minimal pernah menjadi pengurus partai atau alat
kelengkapan partai tingkat provinisi, dinyatakan lulus kaderisasi
partai, memiliki pengetahuan yang cukup di bidang pemerintahan,
serta berprilaku tidak tercela.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota untuk
duduk dalam jabatan eksekutif pemerintahan ditetapkan melalui
peraturan partai.
24
Berdasarkan syarat-syarat tersebut, dapat dilihat bahwa peranan partai
politik sangat penting untuk menghasilkan calon-calon pemangku kebijakan. Oleh
karena itu, proses rekrutmen politik perlu bagi partai politik agar bisa selaras
dengan kebutuhan pemimpin di pemerintahan.
Terkait pencalonan dan pengusungan seseorang untuk dijadikan kandidat,
setiap partai memiliki aturan main sendiri yang sudah disusun dan dirancang
sesuai dengan kebutuhan partai serta sejalan dengan aturan partai ataupun aturan
negara. Mekanisme formal di dalam PDI-Perjuangan diatur dalam peraturan partai
nomor 04/2015 tentang mekanisme penjaringan pasangan calon PDI-Perjuangan,
yaitu :29
1. Pendaftaran dibuka oleh struktur mulai pimpinan anak cabang (PAC),
dewan pimpinan cabang (DPC), dewan pimpinan daerah (DPD).
2. Verifikasi Administrasi tentang bakal calon yang mendaftar.
3. Bakal calon yang lolos verifikasi dilaporkan ke Dewan Pimpinan Pusat
(DPP). Pada tahap ini akan dianalisa ketokohan, soliditas partai, dan
bersedia tunduk terhadap kebijakan partai.
4. Penetapan yang dilakukan oleh DPP.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa PDI-Perjuangan
dalam konstitusi partainya memiliki aturan yang mengatur tentang tahapan
penjaringan pasangan calon yang akan bertarung dalam pilkada. Terdapat syarat-
syarat yang juga harus dilengkapi oleh calon kandidat agar bisa terpilih menjadi
calon.
29
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Masa Bakti 2015-2020.
25
C. Teori Elit Politik
Partai politik merupakan organisasi yang tidak bisa dilepaskan dari sistem
politik pemerintahan. Sebab, partai politik adalah kepanjangan tangan dari
pemerintahan. Para pemangku kebijakan banyak direpresentasikan dari partai
politik sehingga setiap kebijakan politik yang diambil tidak bisa lepas dari
keputusan partai politik. Salah satu keputusan politik yang berkaitan dengan
pemilihan calon kandidat yang akan duduk di pemerintahan. Namun,
persoalannya keputusan yang diambil partai politik seringkali bersifat oligarkis
atau hanya diputuskan oleh segelintir elit partai.
Menurut Aristotles elit adalah sejumlah kecil individu yang memiliki
tanggung jawab terhadap hampir seluruh masyarakat. Definisi elit tersebut adalah
penegasan kembali terhadap konsepsi elit yang dikemukakan oleh Plato dalam
teori demokrasi elitis klasik yang mana menjelaskan bahwa dalam suatu
masyarakat terdapat minoritas yang membuat keputusan-keputusan. Konsepsi ini
kemudian dikembangkan oleh Parto dan Mosca.30
Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok
kecil orang yang memiliki kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan
politik. Kelompok kecil tersebut disebut sebagai elit yang mana mereka mampu
menjangkau pusat kekuasaan atau menduduki jabatan tinggi dalam masyarakat.
Menurutnya, ada dua lapisan masyarakat, yakni elit dan non-elit. Elit berasal dari
kelas orang-orang kaya dan pandai yang memiliki kelebihan daripada yang lain.
30
Robert Michels, Partai Politik: Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi, (Jakarta:
CV. Rajawali, 1984), h. 14
26
Pareto kemudian membagi kelas elit menjadi dua, yakni elit yang memerintah
dan elit yang tidak memerintah. Misalnya dalam sebuah negara, ada elit yang
menjadi pemerintah dan ada elit yang menjadi oposisi atau diluar pemerintahan.
Kelas yang memerintah biasanya jumlahnya lebih sedikit, memagang semua
fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang
didapatnya dari kekuasaan. Sedangkan non elit jumlahnya lebih besar dan diatur
oleh kelas yang memerintah.31
Teori elit ini kemudian dikembangkan oleh Robert Michels yang
memeperkenalkan istilah “hukum besi oligarki”. Menurutnya, dalam organisasi
apapun, selalu ada kelompok kecil yang kuat, dominan, dan mampu mendiktekan
kepentinganya sendiri.32
Misalnya dalam partai politik, selalu ada kelompok
kecil yang memiliki kekuasaan untuk membuat sebuah keputusan-keputusan
politik partai.
Menurut Arbi Sanit, ada dua tipe partai politik dalam sistem negara
demokratis, yakni partai oligarkis dan partai demokratis. Dalam partai oligarkis,
keputusan politik diputuskan oleh pemimpin partai atau elit berpengaruh di
partai. Sedangkan dalam partai demokratis, keputusan partai politik dilakukan
secara demokratis yang melibatkan struktur partai lain.33
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi munculnya partai politik ke
arah oligarkis, sebagaimana dijelaskan Robert Mitchels dalam teorinya “hukum
besi oligarkis”, yakni Pertama, partai sebagai suatu entitas tidak selalu didukung
31
Robert Michels, Partai Politik: Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi, (Jakarta:
CV. Rajawali, 1984), h. 16. 32
Robert Michels, Partai Politik: Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi, h. 22. 33
Arbit Sanit, Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h.87-89.
27
oleh totalitas anggota dan pimpinan yang memiliki partai itu. Sebab partai politik
yang sebelumnya menjadi alat untuk mencapai tujuan menjadi tujuan itu sendiri.
Hal ini terjadi karena kepentingan-kepentingan individual dan kelompok yang
tidak sesuai dengan ideologi partai. Teradpat gap antara kepentingan massa
partai dengan kepentingan elit partai.34
Kedua, penyebab utama oligarki dalam partai politik adalah kebutuhan
teknis yang mendesak akan kepemimpinan. Tata cara dalam berorganisasi dan
segala prosesnya baik itu pergantian kepemimpinan, pembuatan kebijakan partai
dan bahkan koalisi yang akan dibangun, juga turut menyuburkan adanya oligarki
dalam partai politik. karena disebabkan oleh kebutuhan teknis tersebut,
pemimpin partai politik terkadang hanya memikirkan hal- hal yang bersifat
jangka pendek yang menyebabkan harus mampu mengambil keputusan yang
cepat, cermat dan tepat demi masa depan partai.35
Ketiga, setiap organisasi kepartaian mengetengahkan suatu kekuatan
oligarkis yang didasarkan pada basis demokrasi. Hampir diseluruh organisasi
atau partai politik dapat ditemukan kekuatan yang hampir tidak terbatas dari
pemimpin yang dipilih atas massa pemilih. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kekuatan oligarki mudah mengambil alih sesuatu yang sebelumnya dilahirkan
dari demokrasi itu sendiri.36
Pemaparan diatas menjelaskan bahwa jika pemimpin partai menjadikan
ideologi yang dipayungi konstitusi kepartaian sebagai landasan berpijak dalam
34
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
312. 35
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, h. 312. 36
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
312.
28
setiap pengambilan keputusan dan sikap politik berarti partai dikatakan
demokratis. Namun, jika partai politik hanya menjadikan ideologi sebagai
platform semata, maka partai tersebut dapat dikatakan oligarkis. Penilaian ini
dapat dilihat dari alur pengambilan keputusan (bottom up atau up bottom), faktor
yang mempengaruhi keputusan (Elit atau Anggota), dan sifat pengambilan
keputusan (terbuka atau tertutup) keterlibatan seluruh instrument dan mekanisme
partai.
29
BAB III
PDI PERJUANGAN DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT
Pada bab ini penulis membahas tentang gambaran umum terkait profil dari
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang meliputi sejarah,
kepemimpinan, dan organisasi. Dalam penelitian ini membahas tentang pola
rekrutmen politik yang dilakukan PDI Perjuangan dalam Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) Jawa Barat sehingga bab ini juga turut membahas gambaran
umum terkait Pilkada Jawa Barat 2018.
A. Profil Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan
1. Sejarah PDI Perjuangan
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan merupakan salah satu partai
besar di Indonesia. Dalam sejarahnya, PDI Perjuangan pada awalnya bernama
Partai Demokrasi Indonsia (PDI) yang lahir atas kebijakan pemerintah Orde Baru
yang melakukan fusi partai politik (penyederhanaan jumlah partai politik).
Kebijakan tersebut diambil karena Orde Baru menganggap bahwa biang
kekacauan yang menganggu stabilitas politik karena adanya partai-partai politik
dalam jumlah banyak. Kesembilan partai yang ada (Parmusi, NU, PSII, Perti,
PNI, Partai Katolik Parkindo, IPKI, dan Murba) diharuskan melakukan fusi.
Kelompok pertama, yang terdiri atas partai-partai Islam, tergabung dalam wadah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kelompok kedua, yang terdiri atas partai-
partai nasionalis dan Kristen, membentuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI).37
37
Cornelis Lay, Laporan Penelitian: Proses Kelahiran Partai Demokrasi Indonesia
(PDI), (Yogyakarta: 1989), h. 50.
30
Pada 27 Juli 1996, terjadi peristiwa yang disebut “peristiwa kudatuli”
(peristiwa kerusuhan dua tujuh juli) atau disebut juga “peristiwa sabtu kelabu”
karena peristiwa itu terjadi pada hari sabtu, yakni peristiwa pengambilan secara
paksa oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di
Medan) serta dibantu aparat kepolisan dan TNI di kantor DPP PDI Perjuangan di
Jalan Diponegoro 58 yang pada saat itu dikuasai oleh Megawati Soekarnoputri.38
Pada saat Orde Baru tumbang tahun 1998, melihat kegagalan PDI yang
hanya memperoleh 11 kursi di DPR pada 1997 dibawah kepemimpinan Soerjadi,
berbagai dukungan masyarakat dan anggota partai mengalir untuk menjadikan
kembali Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum pada Kongres V PDI di
Bali yang diadakan pada 8-10 Oktober 1999. Alhasil, Megawati diputuskan
menjadi Ketua Umum PDI. Namun, untuk mengikuti pemilu 1999, hanya kubu
Soerjadi yang diakui pemerintah yang boleh mengikuti pemilu tersebut. Oleh
karenanya, Megawati mengubah nama partai dari PDI menjadi PDI Perjuangan.39
Semenjak itu, pemilu pertama pada 1999, PDI Perjuangan berhasil keluar menjadi
partai pemenang dengan perolehan suara nasional 33,74 persen atau 154 kursi
DPR RI.40
Akan tetapi kemenangan tersebut tidak berhasil mengantarkan Megawati
Soekarnoputri menjadi presiden karena ketika itu pemilihan presiden masih
dilakukan melalui sidang utama MPR. Kegagalan Megawati dikarenakan poros
38
https://nasional.kompas.com/read/2016/07/27/05450081/27.Juli.1996.Dualisme.Partai.P
olitik.yang.Berujung.Tragedi diakses pada 31 Maret 2019. 39
http://www.PDI-Perjuanganerjuangan.id/article/category/child/25/Partai/Piagam-
PDIPerjuangan diakses pada 31 Maret 2019. 40
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2008/11/Pemilu-1999 diakses pada 31
Maret 2019.
31
tengah yang dibentuk oleh Amien Rais, yakni poros yang dibentuk dari gabungan
partai Islam yang terdiri dari PPP, PAN, PBB, PK, PNU, dan PSII mengusung
KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) memenangkan pemilihan di sidang utama
MPR.41
Oleh karenanya, Megawati hanya menjadi wakil presiden meskipun
kemudian menggantikan Gusdur sebagai presiden karena ia dilengserkan pada
tahun 2001 oleh sidang MPR.
Tabel III.1
Pencapaian PDI-P dalam Pemilihan Umum42
Tahun Suara Kursi Peringkat
1999 35.689.073 (33,74%) 153 (33,12%) 1
2004 21.026.629 (18,53%) 109 (19,82%) 2
2009 14.600.091 (14,03%) 95 (16,96%) 3
2014 23.681.471 (18,95%) 109 (19,46%) 1
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam masa kepemimpinan
Megawati, PDI-P berhasil menjadi partai yang selalu tampil menjadi tiga besar
dalam pemilihan umum. Keberhasilan ini selain karena sosok Megawati sebagai
anak dari presiden Indonesia pertama yakni Soekarno, PDI-P memang terkenal
sebagai partai yang memiliki basis massa yang kuat sehingga suara mereka selalu
menguat setiap pemilihan umum.
Kekalahan dalam Pemilu 2004 menjadi momentum PDI Perjuangan untuk
merefleksi diri. Dua bulan sebelum Kongres II PDI Perjuangan di Bali Ketua
Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri
41
http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/15/nas2.htm diakses pada 31 Maret 2019. 42
https://www.kpu.go.id diakses pada 31 Maret 2019.
32
menegaskan sikap politik partai untuk menjadi pihak oposisi terhadap
pemerintahan Susilo Bambang Yudoyhono. Megawati melakukan konsolidasi
kepada seluruh kader partai agar dapat merebut kemenangan Pemilu di tahun
2009. Menurut Megawati, kekalahan PDI Perjuangan di Pemilu 2004 karena tidak
melaksanakan amanat kongres di Semarang untuk menjadi PDI Perjuangan
sebagai partai modern yang memiliki roh kerakyatan. Bertolak dari refleksi
tersebut, PDI Perjuangan melakukan konsolidasi, kaderisasi, pembenahan
organisasi, dan berjuang untuk memenangkan kader-kadernya di daerah dalam
pemilihan umum kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat
kabupaten kota.43
Perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil, setidaknya dari tahun
2005 hingga pertengahan tahun 2010 dari 92 pemilihan umum kepala daerah yang
diikuti calon dari PDI Perjuangan, calon yang diusung meraih suara terbanyak di
43 pilkada. Dari jumlah tersebut, 24 pilkada di antaranya dimenangi kader PDI
Perjuangan sendiri. Akan tetapi, ketatnya konstestasi politik di tingkat nasional
dan lokal PDI Perjuangan tidak dapat memenangkan Pemilu 2009.44
Menjelang Pemilu 2014, PDI Perjuangan mampu menarik simpatik rakyat
melalui peran penyeimbang di luar pemerintahan dan juga presetasi kader partai
yang menjadi kepala daerah. Salah satu kader PDI Perjuangan yang paling
menonjol adalah Joko Widodo yang menjadi Gubernur DKI Jakarta yang
sebelumnya menjadi Walikota Solo. Akhirnya, PDI Perjuangan dapat
memenangkan Pemilu 2014 dengan mencalonkan Joko Widodo sebagai presiden.
43
Bestian Nainggolan, dkk, Partai Politik Indonesia 1999-2019: Konsentrasi dan
Dekonstentrasi Kuasa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016), h. 93-94. 44
Bestian Nainggolan, dkk, Partai Politik Indonesia 1999-2019, h. 95.
33
2. Kepemimpinan dan Organisasi
Sosok Megawati Soekarnoputri mampu menjadi tokoh sentral dalam PDI
Perjuangan. Kharisma Megawati bukan hanya berasal karena dirinya adalah putri
Soekarno, tapi juga keteguhannya bertahan dari tekanan politik bertubi-tubi yang
dilancarkan rezim Orde Baru. Selain itu, PDI Perjuangan juga taat pada
keputusan-keputusan yang diamanatkan dalam Kongres sebagai lembaga tertinggi
partai. Dia juga rajin mengunjungi para kader di akar rumput.
Kongres III PDI Perjuangan disebut juga sebagai massa transisi dari
generasi lama dan generasi baru. Seusai membacakan susunan kepengurusan
partai periode 2010-2015, Megawati menyatakan bahwa banyak “muka-muka
baru” di DPP PDI Perjuangan yang mana diantaranya banyak terdapat orang-
orang muda. Meskipun begitu, dalma Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan di
Semarang pada 19-21 September 2014, para kader mendesak agar Megawati tetap
memimpin menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan periode 2015-2020. Pada
Kongres IV PDI Perjuangan, Megawati ditetapkan kembali menjadi Ketua Umum
PDI Perjuangan periode 2015-2020.45
Berikut adalah struktur pusat PDI
Perjuangan 2015-2020,
Tabel III.2:
Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan 2015-202046
Ketua Umum Megawati Soekarnoputri
Ketua Bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Bambang Dwi Hartono
Ketua Bidang Ideologi dan
Kaderisasi
Idam Samawi
45
Bestian Nainggolan, dkk, Partai Politik Indonesia 1999-2019: Konsentrasi dan
Dekonstentrasi Kuasa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016), h. 104-105. 46
https://www.pdiperjuangan.id/ diakses pada 31 Maret 2019.
34
Ketua Bidang Keanggotaan dan
Organisasi
Djarot Syaiful Hidayat
Ketua Bidang Politik dan
Keamanan
Puan Maharani (non-aktif karena jadi
menteri)
Ketua Bidang Hukum HAM dan
Perundang-undangan
Trimedya Pandjaitan
Ketua Bidang Perekonomian Hendrawan Supratikno
Ketua Bidang Kehutanan dan
Lingkungan Hidup
Muhammad Prakosa
Ketua Bidang Kemaritiman Rohmin Dahuri
Ketua Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan
Andreas Hugo Pareira
Ketua Bidang Sosial dan
Penanggulangan Bencana
Ribka Tjiptaning
Ketua Bidang Buruh Tani dan
Nelayan
Mindo Sianipar
Ketua Bidang Kesehatan dan Anak Sri Rahayu
Ketua Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan
I Made Urip
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto.
Bendahara Umum Olly Dondo Kambey
Dalam hal Pilkada Jawa Barat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) memiliki
kewenangan untuk menjaring bakal calon gubernur dan wakil gubernur. Oleh
sebab itu dibutuhkan gambaran umum terkait susunan pengurus dari DPD PDIP
Jawa Barat. Berikut adalah komposisi pengurus DPD PDI Perjuangan Provinsi
Jawa Barat,
Tabel III.3
Komposisi Pengurus DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat
Masa Bhakti 2015 – 2020
Ketua TB Hasanudin
Wakil
Ketua
Bidang Kehormatan Yadi Srimulyadi
Bidang Kaderisasi Ketut Sustiawan
Bidang Bapilu Aang Hamid
Bidang Organisasi Bedi Budiman
Bidang Komunikasi
Politik
Risa Mariska
Bidang Hukum dan
Keamanan
Selly Andriani
35
Bidang Maritim Gatot Cahyono
Bidang Pembangunan
Manusia dan
Kebudayaan
DR. Budiana
Bidang Ekonomi Ineu
Bidang Kesehatan dr Rini Haerunisa
Bidang Nelayan Ono
Bidang Buruh Dwi Putro Aries Wibowo
Bidang Petani Syamsul Bahri
Bidang Perempuan
dan Anak
Diah Pitaloka
Bidang Pemuda Olah
raga
Nico Siahaan
Sekretaris Abdi Yohana
Wakil Sekretaris Yunandar
Wakil Bendahara Mathius Tandiontong, Sumiyati
Mochtar Mohammad
B. Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018
Pemilihan umum gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018 dilaksanakan pada 27
Juni 2018 untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat periode
2018-2023. Pilgub 2018 merupakan pemilihan kepala daerah ketiga bagi Jawa
Barat yang dilakukan secara langsung. Pada Pilgub Jawa Barat 2008 diikuti oleh
tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yakni pasangan Danny
Setiawan dan Iwan Sulandjana yang diusung oleh Partai Golkar dan Partai
Demokrat, pasangan Agum Gumelar dan Nu'man Abdul Hakim yang diusung
oleh PDIP, PPP, PKB, PKPB, PBB, PBR, dan PDS, dan pasangan Ahmad
Heryawan dan Dede Yusuf yang diusung oleh PKS dan PAN. 47
Pada Pilgub 2008 dimenangkan oleh pasangan Ahmad Heryawan dan
Dede Yusuf dengan perolehan suara sebanyak 40,50 persen atau 7.287.647 suara.
Dalam Pilgub 2013 diikuti oleh lima pasangan calon pasangan gubernur dan wakil
47
https://www.kpu.go.id diakses pada 31 Maret 2019.
36
gubernur, yakni Dikdik Mulyana Arief Mansur dan Cecep Nana Suryana Toyib
yang maju dari independen, Irianto MS Syafiuddin dan Tatang Farhanul Hakim
yang diusung oleh Partai Golkar, Dede Yusuf dan Lex Laksamana yang disusung
oleh Partai Demokrat, PAN, Partai Gerindra, dan PKB, Ahmad Heryawan dan
Deddy Mizwar yang diusung oleh PKS, PPP, Partai Hanura, dan PBB, dan
terakhir pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki yang diusung oleh
PDIP. Pada Pilgub 2013 dimenangkan oleh pasangan Ahmad Heryawan dan
Deddy Mizwar dengan perolehan suara sebesar 32,39 persen atau 6.515.313
suara.48
Pada Pilgub 2008, PDIP mengusung Agum Gumelar sebagai calon
Gubernur Jawa Barat yang berasal dari purnawan TNI. Itu artinya, PDIP pernah
mencalonkan pemimpin yang berasal dari kalangan TNI di Jawa Barat. Namun,
pasangan Agum Gumelar dan Nu'man Abdul Hakim yang diusung oleh PDIP dan
koalisi kalah dalam Pilgub Jawa Barat 2008 dengan perolehan suara sebanyak
34,55 persen atau 6.217.557 suara. Pada Pilgub Jawa Barat 2013, PDIP tidak lagi
mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dari kalangan TNI.
Bahkan, PDIP justru tidak berkoalisi dengan partai politik manapun dalam Pilgub
Jawa Barat 2013. Hasilnya, pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki
memperoleh suara sebanyak 28,41 persen atau 5.714.997 suara. Baik di Pilgub
Jawa Barat 2008 dan 2013, PDIP hanya memperoleh dua besar suara terbanyak.
48
https://www.kpu.go.id diakses pada 31 Maret 2019.
37
Hal ini tentu memberikan pertimbangan bagi PDIP agar Pilgub Jawa Barat
selanjutnya dapat memenagkan pemilihan.49
Akan tetapi, pada Pilgub Jawa Barat 2018 pasangan yang diusung oleh
PDIP memiliki suara paling rendah. PDIP mengusung Tubagus Hasanuddin yang
memiliki latar belakang sebagai TNI dan Anton Charliyan yang memiliki latar
belakang Polri. Bahkan, PDIP memutuskan untuk tidak berkoalisi dengan partai
politik manapun pada Pilgub Jawa Barat 2018. Hasilnya pasangan Tubagus
Hasanuddin dan Anton Charliyan hanya mendapat suara 2.773.078 atau 12,6
persen. Hasil ini tentu menjadi pukulan telak bagi PDIP karena pasangan yang
diusung hanya memperoleh suara yang sedikit dan paling rendah diantara
pasangan lainnya. Hasil ini tentu berbeda dengan hasil suara pada Pilgub Jawa
Barat 2008 dan 2013 yang mana PDIP mampu menduduki peringkat dua.
Pada Pilgub Jawa Barat 2018 diikuti oleh empat pasangan calon, yakni M.
Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum yang diusung oleh PPP, PKB, Partai
NasDem, dan Partai Hanura, pasangan Tubagus Hasanuddin dan Anton Charliyan
yang diusung oleh PDIP, pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu yang diusung
oleh Partai Gerindra, PKS, dan PAN, dan pasangan Deddy Mizwar dan Dedi
Mulyadi yang diusung oleh Partai Demokrat dan Parati Golkar. Berikut hasil
resmi perolehan suara Pilgub Jawa Barat 2018:50
1. M. Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum: 7.226.254 (32,88%)
2. Tubagus Hasanuddin dan Anton Charliyan: 2.773.078 (12,62%)
3. Sudrajat dan Ahmad Syaikhu: 6.317.465 (28,74%)
49
https://www.kpu.go.id diakses pada 31 Maret 2019. 50
https://www.kpu.go.id diakses pada 31 Maret 2019.
38
4. Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi: 5.663.198 (25,77%)
Dalam Pilgub Jawa Barat 2018, jumlah pemilih terdaftar sebanyak
32.325.315 jiwa dan partisipasi pemilih sebanyak 22.724.333 jiwa atau 70 persen.
Jumlah suara yang sah 21.979.995 suara atau 96,72 persen sedangkan suara yang
tidak sah 744.338 atau 3,28 persen.
Dengan hasil peroleh suara yang sangat sedikit bagi pasangan Tubagus
Hasanuddin dan Anton Charliyan yang diusung oleh PDIP tentu menyiratkan
pertanyaan. Awalnya PDIP memunculkan empat nama dari internal partai, yakni
Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa, Bupati Majalengka Sutrisno, cucu Bung
Karno Puti Guntur Soekarno, dan Ketua DPD PDIP Jawa Barat Abdy Yuhana.
Sedangkan dari eksternal partai terdapat lima nama, yakni Wakil Gubernur Jawa
Barat Deddy Mizwar, Ketua DPD Partai Golkar Dedi Mulyadi, Menteri Kelautan
dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Ketua Kadin Jabar Agung Suryamal, dan mantan
Kapolda Jawa Barat Anton Charliyan.51
Namun pada 7 Januari 2018, sehari sebelum pendaftaran calon di Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berakhir, PDI-P memutuskan Mayor Jenderal
(Purnawirawan) Tubagus Hasanuddin dan Inspektur Jenderal Anton Charliyan
sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dalam pilkada di Jawa Barat. Menurut
Sekertaris Jendral PDI-P Hasto Kristianto, keputusan tersebut diambil setelah PPP
dan PKB sepakat untuk mengusung Uu Ruzhanul Ulum sebagai pendamping
Ridwan Kamil yang sudah diusung oleh Partai NasDem dan Partai Hanura.
Sedangkan partai lainnya sudah menetapkan calon yang akan diusung sehingga
51
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171103072053-32-253155/pdip-godok-4-
nama-untuk-pilgub-jabar diakses pada 21 September 2018.
39
PDI-P memutuskan tidak berkoalisi dengan partai manapun dalam pilkada Jawa
Barat. Hal ini memang diperbolehkan mengingat syarat agar partai bisa
mengusung calon gubernur dan wakil gubernur minimal memiliki 20 kursi DPRD
dan PDI-P memenuhi syarat tersebut karena memiliki 20 kursi DPRD di Jawa
Barat.52
Salah satu yang menarik pada Pilgub Jawa Barat 2018 adalah
pengusungan oleh PDIP yang memutuskan Anton Charliyan saat dicalonkan
masih menjabat sebagai Polri aktif sebelum akhirnya mengundurkan diri dan
mendaftar menjadi kader PDI-P. Irjen. Pol. (Purn.) Dr. Drs. H. Anton Charliyan,
M.P.K.N adalah seorang Purnawirawan perwira tinggi Polri yang sebelumnya
menjabat Analis Kebijakan Utama Sespimti Lemdiklat Polri. Anton Cahrliyan
berasal dari lulusan Akpol 1984 berpengalaman dalam bidang reserse. Jabatan
sebelumnya adalah Wakalemdiklat Polri. Pada Pilgub Jawa Barat 2018, ia
dicalonkan mendampingi Tubagus Hassanudin.
Padahal berdasarkan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and
Consulting (SMRC) Oktober 2017, Anton Charliyan tidak masuk dalam 10 besar
nama kandidat yang diperhitungkan dalam pilkada Jawa Barat.53
Apalagi nama
Anton Charliyan sempat ramai diperbincangkan saat ormas Gerakan Masyarakat
Bawah Indonesia (GMBI) terlibat dalam beberapa bentrokan dengan ormas lain.
Anton yang waktu itu tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina GMBI, sempat
diadukan oleh Front Pembela Islam (FPI) ke DPR RI, terkait kericuhan yang
52
https://fokus.tempo.co/read/1048172/alasan-pdip-usung-tubagus-hasanuddin-anton-
charliyan diakses pada 21 September 2018. 53
https://nasional.tempo.co/read/1048585/pdip-usung-tb-hasanuddin-anton-kuat-di-partai-
lemah-di-figur diakses pada 21 September 2018.
40
terjadi antara kedua ormas tersebut.54
Padahal Jawa Barat merupakan provinsi
dengan basis Islam terkuat sehingga dipilihnya Anton Charliyan sebagai calon
wakil gubernur Jawa Barat dinilai akan menggerus suara PDI-P.55
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat gambaran terkait tentang
PDIP secara umum dan bagaimana kiprahnya di Pilgub Jawa Barat. Pembahasan
mengenai PDIP dalam Pilgub Jawa Barat dapat menjadi gambaran umum dalam
penelitian ini. Keputusan PDIP mencalonkan Anton Charliyan sebagai wakil
gubernur Jawa Barat 2018 tentu melewati berbagai proses dan karenannya patut
untuk diketahui lebih lanjut.
54
https://tirto.id/hasanuddin-anton-dari-kontroversi-laskar-hizbullah-sampai-gmbi-cFZK
diakses pada 21 September 2018. 55
https://politik.rmol.co/read/2018/01/05/320952/Pernah-Ribut-Dengan-Ormas-Islam,-
PDIP-Makin-Rugi-Usung-Anton-Charliyan- diakses pada 22 September 2018.
41
BAB IV
TERPILIHNYA ANTON CHARLIYAN SEBAGAI CALON WAKIL
GUBERNUR JAWA BARAT OLEH PDI PERJUANGAN
Pada bab ini penulis memaparkan hasil penelitian terkait rekurutmen
politik PDI Perjuangan dalam pemilihan Anton Charliyan sebagai calon Wakil
Gubernur Jawa Barat 2018. Pada awalnya, penulis menjabarkan hasil penelitian
terkait pola rekurutmen politik PDI Perjuangan secara umum untuk kemudian
dianalisis dalam konteks pemilihan Anton Charliyan sebagai calon Wakil
Gubernur Jawa Barat 2018 oleh PDI Perjuangan. Setelah itu, penulis membahas
proses yang terjadi di dalam tubuh PDI Perjuangan terkait keputusan mengusung
Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur pada pilkada Jawa Barat 2018
menggunakan teori elit.
A. Pola Rekrutmen Politik PDI Perjuangan terhadap Calon Kepala Daerah
Salah satu fungsi partai politik adalah rekrutmen politik. Fungsi ini
meliputi seleksi, pemilihan, pengangkatan seseorang atau sekelompok orang
untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam pemerintahan. Untuk itu partai
membutuhkan kader-kader yang baik untuk mengisi jabatan-jabatan di
pemerintahan. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai dapat
menentukan pemimpin sendiri dan mempunyai peluang untuk dapat mengajukan
calon ke bursa kepemimpinan lokal dan nasional.56
56
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 15.
42
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan merupakan salah satu partai
besar di Indonesia. Berdasarkan wawancara dengan Ketua Badan Pemenangan
Pemilu (Bapilu) PDIP, Bambang Dwi Hartono, dalam proses rekrutmen politik
memiliki empat tahap; Pertama, tahap simpatisan dimana PDI Perjuangan
berusaha untuk menjaring masyarakat sebagai simpatisan partai melalui program
sosialisasi dan kebijakan partai yang diambil. Kedua, setelah menjadi simpatisan
mereka diajak untuk menjadi anggota partai. Pada saat menjadi anggota partai,
mereka dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan partai seperti dalam kegiatan hari
ulang tahun Indonesia, acara maulid nabi Muhammad SAW, dan kegiatan lainnya.
Ketiga, para anggota partai diarahkan untuk menjadi aktifis. Para aktifis ini sudah
mulai mengisi struktural partai di tingkat daerah. Keempat, tahap kaderisasi
dimana para anggota struktural partai diberikan kembali pendidikan politik untuk
meningkatkan pengetahuan dan loyalitas mereka terhadap ideologi PDI
Perjuangan. Mereka harus menanamkan nilai-nilai perjuangan partai seperti
kesetiaan kepada Pancasila, setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan nilai-nilai toleransi atau Bhineka Tunggal Ika. Para kader inilah yang
kemudian ditugaskan untuk mengisi jabatan-jabatan di pemerintahan baik di
legislatif maupun eksekutif.57
Berdasarkan wawancara dengan Yunandar, Wakil Sekretaris Dewan
Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Jawa Barat, proses kaderisasi dilakukan
secara bertingkat. Pertama, kaderisasi di tingkat cabang. Kedua, kaderisasi di
57
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan di
Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019.
43
tingkat provinsi.58
Hal ini juga sebagaiaman disampaikan oleh TB. Hasanudin,
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat bahwa kaderisasi dilaksanakan secara
bertahap bertingkat dan berlanjut. Bertahap artinya dilakukan mulai dari kader
pemula sampai kader senior. Bertingkat dibagi dalam kaderisasi pertama, madya,
dan senior. Berlanjut terus dilanjutkan setiap tahun yang diselenggarakan oleh
DPC, DPD, serta DPP.59
Pola kaderisasi inilah yang menjadi pertimbangan agar
para kader dapat mengisi jabatan di pemerintahan
Dari pemaparan tersebut, PDI Perjuangan memiliki pola rekrutmen politik
bagi masyarakat untuk bisa mengisi jabatan-jabatan di pemerintahan. Pada
umumnya, PDI Perjuangan telah menjalankan salah satu fungsi partai politik
sebagaimana diterangkan oleh Ramlan Surbakti bahwa salah satu fungsi partai
politik adalah rekrutmen politik. Pola tersebut bertahap dari simpatisan, anggota,
aktifis dan kader.
Dalam menentukan kandidat, ada beberapa tahap yang dilakukan partai
politik untuk menentukan kandidat dari partai politiknya untuk mengisi jabatan
politik. Setiap partai politik memiliki tahapan yang berbeda-beda tergantung
dengan tahapan yang diatur dalam konstitusi partai. Dalam konteks PDI
Perjuangan, proses penjaringan ini memiliki dua tipe sebagaimana dijelaskan oleh
Bambang Dwi Hartono sebagai berikut,
“Pada prinsipnya kita merekrut sebanyak-banyaknya, bukan hanya secara
kuantitas tapi juga kualitas. Ya sebenernya ada dua tipe dalam penjaringan
rekrutmen politik ini. Pertama kita aktif untuk mencari calon-calon ini. Kedua
mereka mendaftar sendiri. Rekrutmen disini bersikap terbuka. Banyak kok
58
Wawancara Pribadi dengan Yunandar, Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa
Barat di Whatsapp pada 25 April 2019. 59
Wawancara Pribadi dengan TB. Hasanudin, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat di
Whatsapp pada 27 April 2019.
44
contoh-contoh orang yang tadinya bukan anggota PDIP tapi dia boleh mendaftar.
Jadi kita punya perintah minimal satu tahun sebelum pemilihan daerah harus
menjaring. Jadi sekarang mau dia jadi kepala daerah, gubernur, walikota harus
dijaring dulu. Tapi ini masih dijaring loh ya”60
Penjaringan untuk calon pejabat publik di PDI Perjuangan bersifat terbuka
namun dalam proses penjaringan melibatkan daerah. PDI Perjuangan memiliki
kebijakan partai bahwa satu tahun sebelum pelaksanaan pemilihan, daerah wajib
untuk menjaring bakal calon kepala daerah. Menurut Bambang Dwi Hartono,
proses penjaringannya bisa dari dua arah. Pertama penjaringan internal, yakni
penjaringan bakal calon kepala daerah yang berasal dari anggota atau kader PDI
Perjuangan. Kedua penjaringan eksternal, yakni penjaringan bakal calon kepala
daerah yang berasal dari luar anggota PDI Perjuangan. Biasanya proses
penjaringan ini melihat tingkat elaktabilitas seseorang dan kecakapan mereka
dalam manajerial.
Setelah proses penjaringan, DPP kemudian menyaring kembali bakal
calon kepala daerah yang didaftarkan melalui DPD. Itu artinya proses nominasi
dalam PDI Perjuangan bersifat desentralistik karena penjaringan dilakukan di
tingkat daerah. Namun, proses keputusan diserahkan kembali pada tingkat pusat
untuk dianalisa ketokohan, soliditas partai, dan kesediaan tunduk terhadap
kebijakan partai.
Pippa Norris mengatakan setidaknya ada tiga tahap yang biasa dilakukan
partai politik untuk menentukan kandidat, yakni Pertama, proses sertifikasi yang
berkaitan dengan persyaratan formal baik dari undang-undang pemilu dan
60
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan di
Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019.
45
konstitusi partai.61
Menurut Bambang Dwi Hartono, proses sertifikasi untuk
pencalonan kepala daerah melalui PDI Perjuangan adalah harus sesuai dengan
Undang-Undang (UU) Pilkada. Persyaratan calon kepala daerah dari PDI
Perjuangan mengikuti syarat yang diatur dalam UU Pilkada.62
Kedua, proses nominasi berkaitan dengan pola kekuasaan dalam tubuh
partai. Apakah nominasi ditentukan oleh pimpinan partai nasional (sentralisasi)
atau didelegasikan ke bawah (desentralisasi). Proses nominasi calon kepala daerah
di PDI Perjuangan sebagaimana diatur dalam peraturan partai nomor 04/2015
tentang mekanisme penjaringan pasangan calon PDI Perjuangan, yaitu :63
1. Pendaftaran dibuka oleh struktur mulai pimpinan anak cabang (PAC),
dewan pimpinan cabang (DPC), dewan pimpinan daerah (DPD).
2. Verifikasi Administrasi tentang bakal calon yang mendaftar.
3. Bakal calon yang lolos verifikasi dilaporkan ke Dewan Pimpinan Pusat
(DPP). Pada tahap ini akan dianalisa ketokohan, soliditas partai, dan
bersedia tunduk terhadap kebijakan partai.
4. Penetapan yang dilakukan oleh DPP.
Berdasarkan peraturan partai tersebut, pendaftaran dilakukan di tingkat
struktur daerah. Kemudian nama-nama yang diajukan tersebut diputuskan
ditingkat DPP.
61
Richard S. Katz dan William Crotty, Handbook Partai Politik, (London: SAGE
Publications Ltd, 2006), h.149-151. 62
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan di
Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019. 63
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Masa Bakti 2015-2020.
46
Ketiga, proses seleksi yang biasanya dilakukan dengan voting atau
penunjukan langsung. Sistem voting dilakukan dengan tujuan menjaga
transparansi dan demokratisasi internal partai agar semua anggota
merepresentasikan hak dan pendapatnya. Sedangkan sistem penunjukan langsung
identik dilakukan oleh partai politik yang bersifat sentralistik atau terpusat dimana
keputusan partai diambil oleh segelintir elit partai tertentu.
Dalam proses seleksi, nama-nama yang sudah terjaring oleh daerah dan
dinyatakan lolos verifikasi kemudian dilaporkan ke DPP. Pada tahap ini akan
dianalisa ketokohan, soliditas partai, dan kesediannya tunduk terhadap kebijakan
partai. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Bambang Dwi Hartono sebagai
berikut,
“Iya nama-nama dari daerah kemudian digodok disini. Kita punya pertimbangan
apakah calon ini memiliki mimpi-mimpi kolektif di masyarakat, apakah secara
look orang ini dapat menggaet simpatik, apakah orang ini memahami wilayah,
apakah orang ini punya kemampuan manajerial. Macem-macem lah kita putuskan
disini. Kita juga test secara psikologis dan kesehatannya gimana juga.”64
Berdasarkan penjelasan tersebut, proses seleksi tidak dilakukan dengan
voting maupun penunjukan langsung. Namun, proses seleksi dilakukan ditingkat
DPP dengan melihat berbagai macam pertimbangan. Meskipun tidak sepenuhnya
sentralistik, akan tetapi dapat dilihat bahwa proses seleksi kepala daerah di PDI
Perjuangan masih diambil oleh segelintir elit partai tertentu yang dalam hal ini
ditingkat DPP. Meskipun di tingkat daerah melakukan penjaringan dan
pendaftaran, tapi keputusan terakhir ada ditangan DPP.
64
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan di
Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019.
47
B. Proses Pengambilan Keputusan PDI Perjuangan terhadap Anton
Charliyan Sebagai Calon Wakil Gubernur Pada Pilkada Jawa Barat 2018
Pada pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2018 pasangan yang diusung
oleh PDI Perjuangan memiliki suara paling rendah. PDI Perjuangan mengusung
Tubagus Hasanuddin yang memiliki latar belakang sebagai TNI dan Anton
Charliyan yang memiliki latar belakang Polri. Hasilnya pasangan Tubagus
Hasanuddin dan Anton Charliyan hanya mendapat suara 2.773.078 atau 12,6
persen. Hasil ini tentu menjadi pukulan telak bagi PDI Perjuangan karena
pasangan yang diusung hanya memperoleh suara yang sedikit dan paling rendah
diantara pasangan lainnya.
Gambar IV.1: Pengusungan TB Hasanudin dan Anton Charliyan dalam
Pilkada Jawa Barat oleh PDI Perjuangan65
(Sumber: www.tempo.co)
65
https://pilkada.tempo.co/read/1048247/pengamat-duga-pencalonan-tb-hasanuddin-
anton-charliyan-simbolik diakses pada 25 April 2019.
48
Salah satu yang menarik pada Pilgub Jawa Barat 2018 adalah
pengusungan oleh PDI Perjuangan yang memutuskan Anton Charliyan saat
dicalonkan masih menjabat sebagai Polri aktif sebelum akhirnya mengundurkan
diri dan mendaftar menjadi kader PDI Perjuangan. Selain itu nama Anton
Charliyan juga tidak masuk dalam 10 besar nama kandidat yang diperhitungkan
dalam pilkada Jawa Barat. Ia juga pernah berkonflik dengan organisasi
masyarakat (ormas) Islam di Jawa Barat seperti dengan Front Pembela Islam
(FPI). Padahal Jawa Barat merupakan provinsi dengan basis Islam terkuat
sehingga dipilihnya Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat
dinilai akan menggerus suara PDI Perjuangan. Oleh karena itu penelitian ini ingin
mengetahui proses terpilihnya Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur
Jawa Barat melalui PDI Perjuangan.
Dalam tahap sertifikasi, untuk pencalonan kepala daerah melalui PDI
Perjuangan adalah harus sesuai dengan UU Pilkada sebagaimana disampaikan
oleh Bambang Dwi Hartono selaku Ketua Bapilu PDI Perjuangan. Namun dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang pada pasal 7
poin s menyebutkan bahwa warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon
Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota “mengundurkan diri sebagai
49
anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon”.66
Sementara itu, Anton Charliyan sebelum ditetapkan sebagai calon wakil
gubernur Jawa Barat oleh PDI Perjuangan masih menjabat sebagai Polri aktif.
Karena itu, keputusan PDI Perjuangan untuk mencalonkan Anton Charliyan
cukup menyita perhatian masyarakat. Bambang Dwi Hartono menyebut bahwa hal
tersebut tidak melanggar aturan.
Penjelasan tersebut memang sesuai. Meskipun dalam pasal 28 ayat 1 UU
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
menyebutkan bahwa Polri harus bersikap netral dalam politik dan tidak
melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Namun larangan tersebut tidak
berlaku atau dapat dianulir sepanjang anggota Polri memenuhi ketentuan dalam
Pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002. Dalam pasal tersebut, anggota
Kepolisian cukup berhenti dari jabatan yang diemban untuk dapat menduduki
jabatan di luar Kepolisian termasuk terjun ke dalam politik praktis.67
Peraturan
tersebut juga dipertegas dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota, yang
menyebutkan bahwa calon kepala daerah yang berasal Polri wajib mengundurkan
diri selama 60 hari sejak penetapan calon.68
66
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. 67
UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 68
PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota
50
Meskipun secara hukum pencalonan kepala daerah berlatarbelakang Polri
yang sebelumnya aktif diperbolehkan, tetapi hal ini dapat menjadi indikasi bahwa
partai politik mengalami krisis kader karena lebih memprioritaskan figur eksternal
ketimbang mengusung kader dari internal partai. Menurut Bambang Dwi Hartono
selaku Ketua Bapilu PDI Perjuangan, penjaringan bakal calon kepala daerah ada
yang dari internal dan eksternal. Artinya bahwa siapapun sebenarnya boleh
mendaftarkan diri. Dalam konteks Anton Charliyan sebagaimana dijelaskannya
sebagai berikut,
“Ya sebenernya gak semuanya harus dari kader partai karena kami punya
pertimbangan-pertimbangan khusus di DPP. Kalo soal Anton Charliyan, memang
dia itu Polri tapi kita punya pertimbang memilih Pak Anton. Beliau sebagai Polri
disana pasti sudah menguasai wilayah Jabar, punya manajerial yang baik juga.
Dan pak Anton itu ya secara face nya buat masyarakat simpatik. Coba aja kamu
lihat Pak Anton muka nya sangat membumi maksudnya siapapun yang mau
negor dia nggak sungkan…Nah berkaitan dengan rekrutmen politik, kita melihat
Pak Anton ini memiliki ideologi dan cita-cita yang sama. Polri itu kan udah
selesai dengan urusan ideologi Pancasila dan NKRI. Jadi ideologinya sudah sama
dengan ideologi, beliau bisa langsung jadi kader karena pemahaman dia udah
setingkat kader.”.69
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa PDI Perjuangan
memiliki persyaratan khusus diluar persyaratan yang diatur dalam UU Pilkada,
salah satunya dilihat dari kemampuan manajerial yang baik. Anton Charliyan
dirasa memiliki kemampuan tersebut sehingga menjadi salah satu pertimbangan
PDI Perjuangan memilihnya menjadi calon wakil gubernur dalam Pilkada Jawa
Barat 2018.
Setelah proses sertifikasi, selanjutnya dilakukan proses nominasi. Hal ini
sebagaimana dijelaskan Pippa Norris bahwa proses nominasi berkaitan dengan
69
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan di
Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019.
51
pola kekuasaan dalam tubuh partai. Apakah nominasi ditentukan oleh pimpinan
partai nasional (sentralisasi) atau didelegasikan ke bawah (desentralisasi).70
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Yunandar selaku Wakil
Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Barat pola rekrutmen politik PDI
Perjuangan dalam Pilkada Jawa Barat sebagai berikut,
“Rekrutmen dilakukan terbuka, ke dalam dan keluar. Siapa yang berminat bisa
mendaftarkan diri ke badan pemenangan pemilu di tingkat cabang atau tingkat
provinsi pada periode pendaftaran. Dan kemudian, daftar nama yang ada akan
disampaikan secara bertingkat ke tingkat yang lebih atas. Di tingkat provinsi
dilakukan beberapa tes seperti tes wawancara, psikotest dan tes pengetahuan.
Peran DPD Jabar sendiri perannya adalah menjaring pendaftar dari luar dan
dalam partai”.71
Dari penjelasan tersebut, rekrutmen terbuka sebagaimana dimaksud adalah
rekrutmen calon kepala daerah yang berasal dari internal dan eksternal partai. PDI
Perjuangan memiliki pola rekrutmen terbuka karena mereka tidak hanya
menjaring nama-nama dari internal partai tapi juga melihat di eksternal partai.
Peran daerah dalam hal ini DPD PDI Perjuangan Jawa Barat hanya sebatas
menjaring dan memberikan pendaftaran terbuka bagi siapapun yang ingin
mencalonkan diri dalam Pilkada. Itu artinya proses nominasi didelegasikan ke
bawah atau bersifat sentralistik. Peran DPD hanya membuka pendaftaran untuk
kemudian nama-nama tersebut diajukan ketingkat yang lebih tinggi dalam hal ini
DPP PDI Perjuangan.
Hal tersebut juga diperjelas oleh TB Hasanudin, Ketua DPD PDI
Perjuangan Jawa Barat sebagai berikut,
70
Richard S. Katz dan William Crotty, Handbook Partai Politik, (London: SAGE
Publications Ltd, 2006), h.156-158. 71
Wawancara Pribadi dengan Yunandar, Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa
Barat di Whatsapp pada 25 April 2019
52
“Terbuka melalui pendaftaran ke partai mendaftar ke DPD atau DPP baik untuk
kader maupun non kader. Kemudian ada tahapan, pertama test pengetahuan.
Kedua, test ideologi dan Pancasila. Ketiga, test kesehatan dan psikotest
bekerjasama dengan Universitas Padjajaran. Keempat, test elaktabilitas dengan
bekerja sama dengan lembaga survei.”72
Dalam konteks nominasi yang dilakukan untuk Anton Charliyan, nama
beliau menjadi nominasi menjadi salah satu kandidat calon wakil gubernur Jawa
Barat berasal dari DPP PDI Perjuangan sebagaimana penjelasan ini,
“Ya kalau Pak Anton sebenernya namanya keluar dari DPP melihat beberapa
pertimbangan. Tapi kita di juga istilahnya konsultasikan juga lah ke DPD Jabar.
Beliau nggak ada masalah karena yang saya bilang tadi kalau Pak Anton ini
memang Polri di Jabar jadi dia tahu wilayah Jabar”.73
Penjelasan bahwa nama Anton Charliyan masuk dalam nominasi oleh DPP
PDI Perjuangan dipertegas oleh penjelasan dari Yunandar bahwa DPD tidak
terlibat dalam proses nominasi Anton Charliyan karena prosesnya dilakukan di
DPP Partai bukan di DPD.74
Hal ini menunjukan bahwa dalam kasus Anton
Charliyan, nominasi tidak dilakukan dari bawah melainkan sudah tersentralisasi
pada pimpinan pusat, dalam hal ini DPP PDI Perjuangan.
Setelah proses nominasi, proses selanjutnya adalah seleksi atau proses
pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan calon kepala daerah dari
PDI Perjuangan, DPP PDI Perjuangan memiliki peranan yang sentral karena
keputusan tertinggi ada di tangan DPP PDI Perjuangan. Jadi setiap calon kepala
daerah dari PDI Perjuangan diputuskan oleh DPP PDI Perjuangan bukan dari
DPD PDI Perjuangan di daerah-daerah. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh
72
Wawancara Pribadi dengan TB. Hasanudin, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat di
Whatsapp pada 27 April 2019. 73
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan
Perjuangan di Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019. 74
Wawancara Pribadi dengan Yunandar, Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa
Barat di Whatsapp pada 25 April 2019
53
Yunandar bahwa “semua calon setara dan diputuskan final dalam rapat DPP
Partai bukan di DPD”.75
Dalam konteks Anton Charliyan, pengambilan keputusan diambil oleh
DPP PDI Perjuangan. Sebagaimana dijelaskan oleh Yunandar sebagai berikut,
“Prosesnya ada di DPP Partai, tidak ada proses di DPD. Jadi DPD Jabar tidak
dilibatkan. Keputusan terpilihnya Anton Charliyan sebagai Cawagub diputuskan
melalui DPP Partai. DPD Jabar tidak terlibat”.76
Itu artinya dalam proses seleksi Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur
Jawa Barat oleh PDI Perjuangan tersentralisasi di DPP dan DPD tidak dilibatkan
dalam pengambilan keputusan tersebut. Akan tetapi dalam prosesnya, Anton
Charliyan tetap mengikuti tahapan yang dilakukan oleh PDI Perjuangan, yakni
Pertama test pengetahuan. Kedua, test ideologi dan Pancasila. Ketiga, test
kesehatan dan psikotest. Keempat, test elaktabilitas. Hal ini sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut,
“Anton sesuai dan lolos dengan kualifikasi yang sudah disebutkan. Dan tim yang
memutuskan Anton Charliyan sebagai Cawagub adalah tim dari DPP. Bukan
hanya Anton tetapi yang lainnya pun melalui prosedur diatas, hasilnya
diputuskan oleh DPP”.
Keputusan dipilihnya Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa
Barat pada Pilkada 2018 sepenuhnya ditetapkan oleh DPP PDI Perjuangan.
Berdasarkan hasil wawancara oleh Ketua Bapilu PDI Perjuangan, Bambang Dwi
Hartono, keputusan itu diambil atas dasar beberapa pertimbangan. Pertama,
sebagai Polri, Anton Charliyan sudah memenuhi kualifikasi ideologi yang sama
dengan PDI Perjuangan soal Pancasila dan NKRI. Kedua, Anton Charliyan
75
Wawancara Pribadi dengan Yunandar, Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa
Barat di Whatsapp pada 25 April 2019 76
Wawancara Pribadi dengan Yunandar, Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa
Barat di Whatsapp pada 25 April 2019
54
memiliki kemampuan manajerial yang baik karena pengalamanya sebagai Kepala
Polisi Daerah (Kapolda) Jawa Barat. Ketiga, Anton Charliyan menguasi wilayah
Jawa Barat karena pernah menjadi Kapolda Jabar. Keempat, Anton Charliyan
mampu meraih simpatik masyarakat.77
Namun dari sisi eleltabilitas, Anton Charliyan bahkan tidak masuk sepuluh
besar survei yang dilakukan oleh SMRC. Padahal salah satu tahap yang harus
dilewati calon kepala daerah yang diusung dari PDI Perjuangan adalah tes
elaktabilitas. Penulis mengkonfirmasi hal tersebut kepada Bambang Dwi Hartono
selaku Ketua Bapilu PDI Perjuangan yang memutuskan terpilihnya Anton
Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat, sebagai berikut,
“Ya memang beliau ini (Anton Charliyan) elektabilitasnya rendah ya, tapi itu kan
bukan satu-satunya yang kita pertimbangkan. Masalah elektabilitas sebenernya
kan masih bisa dikejar di waktu kampanye. Jadi buat kami tidak menjadi masalah
selagi dia memunuhi pertimbangan lain dari partai”.78
Itu artinya keputusan memilih Anton Charliyan tidak melewati tahap tes
elektabilitas sebagaimana dijelaskan oleh TB Hasanudin. Faktor elektabilitas
bukanlah faktor penentu bagi PDI Perjuangan untuk mengusung calon kepala
daerah. Hal ini dapat dilihat dari keputusan terpilihnya Anton Charliyan sebagai
calon wakil gubernur Jawa Barat oleh PDI Perjuangan.
77
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan
Perjuangan di Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019. 78
Wawancara Pribadi dengan Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan
Perjuangan di Kantor Bapilu PDI Perjuangan pada 1 April 2019.
55
C. Keputusan PDI Perjuangan Mengusung Anton Charliyan sebagai Calon
Wakil Gubernur pada Pilkada Jawa Barat 2018
Berdasarkan tipologi yang dikembangkan oleh Katz and Mair, ada empat
model partai berdasarkan karakteristik, yaitu elit, massa, kader, catch-all.79
Berdasarkan hasil penelitian, PDI Perjuangan meruapakan partai elit karena
keputusan pemilihan Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat
hanya diputuskan oleh segelintir orang yang berpengaruh pada jalannya roda
organisasi partai. Menurut Katz dan Mair, biasanya partai elit dapat dilihat dari
bagaiamana partai tersebut mengambil suatu kebijakan partai misalnya dalam
menentukan kandidat dalam pemilihan umum, sikap-sikap atau program-program
dan kebijakan pemerintah yang diputuskan secara tertutup. Oleh karenanya
kompetisi di dalam partai cenderung terbatas.
Berdasarkan hasil temuan tentang pola rekrutmen politik PDI Perjuangan
terhadap Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur pada Pilkada Jawa Barat
2018, pengambilan keputusan sepenuhnya diambil oleh DPP PDI Perjuangan.
DPD PDI Perjuangan Jawa Barat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan
tersebut. Pengambilan keputusan oleh DPP PDI Perjuangan sebenarnya sesuai
dengan peraturan partai nomor 04/2015 tentang mekanisme penjaringan pasangan
calon PDI Perjuangan yang menyebutkan bahwa bakal calon yang lolos verifikasi
dilaporkan ke DPP. Pada tahap ini akan dianalisa ketokohan, soliditas partai, dan
bersedia tunduk terhadap kebijakan partai. Kemudian penetapan dilakukan oleh
DPP.
79
Richard S. Katz and William Crotty, Handbook Partai Politik, (London: SAGE
Publications Ltd, 2006) h. 250.
56
Akan tetapi, tidak terlibatnya DPD PDI Perjuangan Jawa Barat terhadap
proses pengambilan keputusan Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur
mengindikasikan bahwa rekrutmen politik di PDI Perjuangan berisfat tertutup.
Almod dan Powell menyatakan bahwa ada dua sifat dalam proses rekrutmen
politik, yakni:80
Rekrutmen tertutup, yakni mekanisme pemilihan kandidat dari
partai politik yang hanya ditentukan oleh elit tertentu atau segelintir orang yang
memiliki kekuasaan di dalam partai politik. Rekrutmen terbuka, yakni mekanisme
pemilihan kandidat yang dilakukan secara demokratis dengan melibatkan lapisan
internal partai dengan mekanisme terbuka. Pemilihan ini mengedepankan
kesamaan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-Undang dan konstitusi
partai.
Meskipun DPD PDI Perjuangan berfungsi untuk menjaring calon kepala
daerah di wilayahnya masing-masing, akan tetapi dalam penjaringan Anton
Charliyan, DPD PDI Perjuangan Jawa Barat sama sekali tidak dilibatkan karena
proses penjaringan Anton Charliyan berasal dari DPP PDI Perjuangan. Selain itu,
proses seleksi dan nominasinya juga diputuskan oleh DPP PDI Perjuangan. Hal
ini menunjukan bahwa mekanisme pemilihan kandidat dari PDI Perjuangan
berisfat tertutup karena hanya melibatkan elit tertentu atau segelintir orang dalam
struktural partai yang dalam hal ini adalah DPP PDI Perjuangan. DPD PDI
Perjuangan Jawa Barat sebagai wilayah pemilihan tidak dilibatkan baik dalam
proses nominasi maupun seleksi. Untuk itu, rekrutmen politik PDI Perjuangan
80
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, (Semarang: Pustaka Pelajar,
2005) h. 200-203.
57
tidak bisa dikatakan sebagai rekrutmen terbuka karena tidak melibatkan lapisan
internal partai dengan mekanisme terbuka.
Meskipun Bambang Dwi Hartono dan Yunandar mengklaim bahwa
rekrutmen politik yang dilakukan bersifat terbuka, akan tetapi rekrutmen terbuka
sebagaimana dimaksud adalah rekrutmen calon kepala daerah yang berasal dari
internal dan eksternal partai. Rekrutmen terbuka terjadi karena menjaring nama-
nama dari internal partai tapi juga melihat di eksternal partai. Pengertian ini tidak
sesuai dengan penjelasan Almod dan Powell bahwa rekrutmen terbuka dan
tertutup dibedakan pada proses pelibatan struktural dan anggota partai dalam
pengambilan keputusan calon pemimpin yang akan diusung partai. Dikatakan
terbuka jika melibatkan lapisan internal partai, dan dikatakan tertutup jika hanya
melibatkan segelintir elit partai.
Peran daerah dalam hal ini DPD PDI Perjuangan hanya sebatas menjaring
dan memberikan pendaftaran terbuka bagi siapapun yang ingin mencalonkan diri
dalam Pilkada. Namun dalam proses terpilihnya Anton Charliyan di Jawa Barat,
DPD PDI Perjuangan tidak dilibatkan. Terpilihnya Anton Charliyan sebagai calon
wakil gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2018 sepenuhnya ditentukan oleh DPP
PDI Perjuangan. Itu artinya rekrutmen politik PDI Perjuangan terhadap Anton
Charlitang bersifat tertutup.
Melihat proses keputusan pemilihan Anton Charliyan sebagai calon wakil
gubernur Jawa Barat yang diusung oleh PDI Perjuangan, terdapat peranan elit
dalam mempengaruhi keputusan tersebut. Menurut Robert Michels dalam
organisasi apapun, selalu ada kelompok kecil yang kuat, dominan, dan mampu
58
mendiktekan kepentinganya sendiri.81
Misalnya dalam partai politik, selalu ada
kelompok kecil yang memiliki kekuasaan untuk membuat sebuah keputusan-
keputusan politik partai.
Pada proses keputusan memilih Anton Charliyan sebagai calon wakil
gubernur Jawa Barat memang cukup rumit. Pada awalnya PDI Perjuangan
memunculkan empat nama dari internal partai, yakni Sekretaris Daerah Jabar Iwa
Karniwa, Bupati Majalengka Sutrisno, cucu Bung Karno Puti Guntur Soekarno,
dan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat TB. Hasannudin. Sedangkan dari
eksternal partai terdapat lima nama, yakni Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy
Mizwar, Ketua DPD Partai Golkar Dedi Mulyadi, Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti, Ketua Kadin Jabar Agung Suryamal, dan mantan
Kapolda Jawa Barat Anton Charliyan.82
Namun pada 7 Januari 2018, sehari sebelum pendaftaran calon di Komisi
Pemilihan Umum (KPU) berakhir, PDI Perjuangan memutuskan Mayor Jenderal
(Purnawirawan) Tubagus Hasanuddin dan Inspektur Jenderal Anton Charliyan
sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dalam pilkada di Jawa Barat.
Menurut Sekertaris Jendral PDI-P Hasto Kristianto, keputusan tersebut diambil
setelah PPP dan PKB sepakat untuk mengusung Uu Ruzhanul Ulum sebagai
pendamping Ridwan Kamil yang sudah diusung oleh Partai NasDem dan Partai
Hanura. Sedangkan partai lainnya sudah menetapkan calon yang akan diusung
81
Robert Michels, Partai Politik: Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi, (Jakarta:
CV. Rajawali, 1984), h. 22. 82
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171103072053-32-253155/pdip-godok-4-
nama-untuk-pilgub-jabar diakses pada 25 April 2019.
59
sehingga PDI Perjuanga memutuskan tidak berkoalisi dengan partai manapun
dalam pilkada Jawa Barat.83
Pengaruh elit untuk mempengaruhi keputusan PDI Perjuangan dalam
pencalonan Pilkada Jawa Barat 2018 dapat dilihat dari proses rekrutmen politik
yang hanya melibatkan DPP PDI Perjuangan. Pengaruh elit tersebut juga dapat
dilihat dari pernyataan Megawati Soekarnoputri dalam mengomentari
pengusungan calon Pilkada Jawa Barat oleh PDI Perjuangan sebagai berikut,
“Saya waktu ngomongi Jawa Barat, saya kan ngamuk-ngamuk terus. Karena saya
kan begitu. Yang ini aja deh Bu, ntar gabung sama yang itu. Tidak! Kalau saya
udah mulai keluar yang namanya ya itu, saya nggak bisa ngomong, saya ini
"Banteng" si ya…Tapi perilaku "Banteng" kalau saya udah mulai keluar "kumis".
Saya bilang sekali lagi, tidak! Tidak! Nah gitu. Kalau udah ngomong gitu nggak
ada yang berani dah. Haduh, minta ampun”.84
Berdasarkan pernyataan Megawati, keputusan terpilihnya TB Hasanudin
dan Anton Charliyan tidak bisa lepas dari pengaruhnya sebagai elit di PDI
Perjuangan. Banyak orang yang menyodorkan nama-nama untuk dicalonkan di
Jawa Barat namun Megawati tetap pada keputusannya. Hal ini menandakan
bahwa keputusan mencalonkan TB Hasanudin dan Anton Charliyan tidak bisa
lepas dari peran kuat Megawati.
Alasan Megawati memilih Anton Charliyan karena ia adalah sosok
berlatar belakang sebagai jenderal polisi dan pernah menjabat sebagai Kapolda
Jawa Barat, memiliki ketegasan dan pemahaman yang memadai untuk memimpin
83
https://fokus.tempo.co/read/1048172/alasan-pdip-usung-tubagus-hasanuddin-anton-
charliyan diakses pada 25 April 2019. 84
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/01/07/megawati-sempat-ngamuk-saat-rapat-
penentuan-pilkada-jawa-barat diakses pada 25 April 2019.
60
daerah. Selain itu, Anton Charliyan bisa dekat dan mengayomi masyarakat.85
Selain itu, Megawati mendambahkan sososk Anton Charliyan sebagai berikut,
“Anton ini saya tahu orangnya meskipun jenderal polisi, tapi tukang hereuy
(lelucon), kalau guyon saya sampai kepingkel-pingkel perut, nanti suruh saja dia
nari, jago nari dia Pak”.86
Berdasarkan penjelasan tersebut, Megawati memiliki kedekatan khusus
kepada Anton Charliyan. Selain itu sosok Anton Charliyan yang dapat
mengayomi masyarakat juga dikonfirmasi oleh Bambang Dwi Hartono bahwa
alasan DPP PDI Perjuangan memilih Anton Charliyan karena ia dapat meraih
simpatik masyarakat.
Menurut Arbi Sanit, ada dua tipe partai politik dalam sistem negara
demokratis, yakni partai oligarkis dan partai demokratis. Dalam partai oligarkis,
keputusan politik diputuskan oleh pemimpin partai atau elit berpengaruh di partai.
Sedangkan dalam partai demokratis, keputusan partai politik dilakukan secara
demokratis yang melibatkan struktur partai lain.87
Berdasarkan hasil temuan data,
PDI Perjuang dapat dikatakan sebagai partai oligarkis karena keputusan politik
terkait terpilihnya Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur yang diusung
PDI Perjuangan diputuskan oleh pemimpin partai, yakni Megawati Soekarnoputri
selaku Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.
Klaim ini juga didukung oleh pernyataan TB Hasanudin selaku Ketua
DPD PDI Perjuangan dan Yunandar selaku Wakil Sekretaris DPD PDI
Perjuangan Jawa Barat bahwa DPD PDI Perjuangan Jawa Barat tidak terlibat
85
https://www.viva.co.id/berita/politik/1033536-megawati-turun-gunung-di-pilkada-jabar
diakses pada 25 April 2019 86
https://www.viva.co.id/berita/politik/1033536-megawati-turun-gunung-di-pilkada-jabar
diakses pada 25 April 2019 87
Arbit Sanit, Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h.87-89.
61
dalam keputusan pencalonan Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa
Barat dalam Pilkada 2018.
Selain itu, terpilihnya Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa
Barat dalam Pilkada 2018 dari PDI Perjuangan juga tidak sesuai dengan
rekomendasi forum politisi nomor 1 poin a yang menyatakan bahwa calon kepala
daerah yang dicalonkan dari partai politik anggota partai yang dapat dipilih dan
dicalonkan menjadi calon menjadi calon bupati/wakil bupati, walikota/wakil
walikota dari partai adalah anggota partai sekurang-kurangnya telah 3 (tiga) tahun
terus menerus menjadi anggota minimal pernah menjadi pengurus partai atau alat
kelengkapan partai tingkat kabupaten dinyatakan, dinyatakan lulus kaderisasi
partai, memiliki pengetahuan yang cukup dibidang pemerintahan, serta berprilaku
tidak tercela dan berdomisili di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.88
Sementara Anton Charliyan pada saat dicalonkan oleh PDI Perjuangan
belum menjadi anggota partai bahkan masih berstus aktif Polri sebelum akhirnya
mengundurkan diri. Padahal rekomendasi dari forum politisi bahwa calon
bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota dari partai adalah anggota partai
sekurang-kurangnya telah tiga tahun terus menerus menjadi anggota minimal
pernah menjadi pengurus partai atau alat kelengkapan partai tingkat kabupaten.
Berdasarkan penjelasan tersebut, nuansa elitis dalam terpilihnya Anton
Charliyan sangat terlihat dari pernyataan Megawati Soekarnoputri diatas bahwa
sebetulnya ada banyak nama-nama yang akan disandingkan untuk TB Hasanudin
akan tetapi Megawati tetap pada keputusannya untuk memasangkan Anton
88
Warsito Ellwein, dkk, “Konsolidasi Demokrasi: Kompilasi hasil Workshop, Pertamuan
Kerja Rutin, dan Pertemuan Nasional Forum Politik”, (Jakarta: Forum Politisi, 2006), h.70-71.
62
Charliyan bersama TB Hasanudin dalam Pilkada Jawa Barat 2018. Ada beberapa
hal yang dapat mempengaruhi munculnya partai politik ke arah oligarkis,
sebagaimana dijelaskan Robert Mitchels dalam teorinya “hukum besi oligarkis”,
yakni Pertama, partai sebagai suatu entitas tidak selalu didukung oleh totalitas
anggota dan pimpinan yang memiliki partai itu. Hal ini terjadi karena
kepentingan-kepentingan individual dan kelompok yang tidak sesuai dengan
ideologi partai. Terdapat gap antara kepentingan massa partai dengan
kepentingan elit partai.89
Hal ini dapat dilihat bahwa pimpinan partai sangat
berpengaruh dalam pemilihan Anton Charliyan padahal ia memiliki tingkat
elektabilitas yang rendah. Ini menandakan ada gap antara kepentingga massa
partai dengan kepentingan elit partai.
Kedua, penyebab utama oligarki dalam partai politik adalah kebutuhan
teknis yang mendesak akan kepemimpinan. Tata cara dalam berorganisasi dan
segala prosesnya baik itu pergantian kepemimpinan, pembuatan kebijakan partai
dan bahkan koalisi yang akan dibangun, juga turut menyuburkan adanya oligarki
dalam partai politik. Karena disebabkan oleh kebutuhan teknis tersebut,
pemimpin partai politik terkadang hanya memikirkan hal- hal yang bersifat
jangka pendek yang menyebabkan harus mampu mengambil keputusan yang
cepat, cermat dan tepat demi masa depan partai.90
Hal ini dapat dilihat bahwa
adanya kebutuhan mendesak karena partai lain selain PDI Perjuangan sudah
berkoalisi dan mengusung pasangan calonnya masing-masing sehingga PDI
Perjuangan akhirnya memutuskan untuk tidak berkoalisi dengan partai manapun
89
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
312. 90
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, h. 312.
63
dalam Pilkada Jawa Barat. Keputusan ini dibuat karena terjadi kebuntuan
kesepakatan diantara elit partai. PDI Perjuangan tetap ingin mencalonkan TB
Hasanudin sebagai calon gubernur namun PPP dan PKB sepakat untuk
mengusung Uu Ruzhanul Ulum sebagai pendamping Ridwan Kamil yang sudah
diusung oleh Partai NasDem dan Partai Hanura. Di lain koalisi keputusan sudah
bulat dimana Partai Gerindra, PKS, dan PPP mengusung pasangan Sudrajat dan
Ahmad Syaikhu dan koalisi Partai Demokrat dan Partai Demokrat bulat
mengusung Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi. Oleh sebab itu, PDI Perjuangan
terdesak apakah ikut dengan koalisi lain atau mencalonkan pasangan calonnya
sendiri. Keputusan yang diambil PDI Perjuangan tetap mengusung pasangan
calonnya sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Ketiga, setiap organisasi kepartaian mengetengahkan suatu kekuatan
oligarkis yang didasarkan pada basis demokrasi. Hampir diseluruh organisasi
atau partai politik dapat ditemukan kekuatan yang hampir tidak terbatas dari
pemimpin yang dipilih atas massa pemilih. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kekuatan oligarki mudah mengambil alih sesuatu yang sebelumnya dilahirkan
dari demokrasi itu sendiri.91
Maksudnya adalah seringkali partai politik memakai
jargon demokrasi akan tetapi pada praktiknya seringkali tidak demokratis. Hal ini
dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan PDI Perjuangan yang
sepunuhnya ditetapkan oleh DPP PDI Perjuangan tanpa melibatkan DPD PDI
Perjuangan. Peran Megawati sebagai ketua DPP PDI Perjuang sangat terlihat
untuk memutuskan Anton Charliyan sebagai calon gubernur Jawa Barat.
91
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
312.
64
Berdasarkan penjelasan diatas, penilaian tentang proses keputusan PDI
Perjuangan dalam mencalonkan Anton Charliyan sebagai wakil gubernur Jawa
Barat 2018 dapat dilihat dari alur pengambilan keputusan (bottom up atau up
bottom), faktor yang mempengaruhi keputusan (Elit atau Anggota), dan sifat
pengambilan keputusan (terbuka atau tertutup) keterlibatan seluruh instrumen
dan mekanisme partai.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi partai politik yang penting
karena partai politik membutuhkan kader-kader yang baik untuk mengisi jabatan-
jabatan di pemerintahan. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai dapat
menentukan pemimpin sendiri dan mempunyai peluang untuk dapat mengajukan
calon ke bursa kepemimpinan lokal maupun nasional. Pada penelitian ini, penulis
melakukan penelitian pada pola rekrutmen politik PDI Perjuangan dalam
pencalonan Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat 2018. Dari
hasil penelitian penulis dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pola rekrutmen politik yang dilakukan PDI Perjuangan tidak sepenuhnya
bersifat sentralistik karena masih adanya peran DPD PDI Perjuangan
untuk menjaring bakal calon kepala daerah dan dilibatkan dalam sertifikasi
calon oleh PDI Perjuangan. Namun, nominasi dan seleksi sepenuhnya ada
dalam pertimbangan DPP PDI Perjuangan.
2. Pola rekrutmen politik PDI Perjuangan terhadap Anton Charliyan sebagai
calon Wakil Gubernur pada Pilkada Jawa Barat 2018 melibatkan DPD
dalam sertifikasi, namun pengambilan nominasi dan seleksi hanya
melibatkan DPP PDI Perjuangan.
3. Terdapat peranan elit partai dalam mempengaruhi keputusan Anton
Charliyan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat 2018. Hal ini dapat
dilihat dari rekrutmen tertutup dari PDI Perjuangan karena hanya
66
melibatkan elit tertentu atau segelintir orang dalam struktural partai yang
dalam hal ini adalah DPP PDI Perjuangan. DPD PDI Perjuangan Jawa
Barat sebagai wilayah pemilihan tidak dilibatkan baik dalam proses
nominasi maupun seleksi.
B. Saran
Proses pencalonan Anton Charliyan pada Pilkada Jawa Barat 2018 oleh
PDI Perjuangan dapat memberikan pemahaman bagaimana suatu partai politik
melakukan fungsinya sebagai rekrutmen politik terhadap calon kepala daerah.
Namun skripsi ini dapat berkembang apabila dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai analisis proses pencalonan Cagub-Cawagub oleh PDI Perjuangan secara
khusus dan partai politik secara umum. Selain itu, perlunya studi mendalam
tentang mekanisme seleksi kandidat dan rekrutmen oleh partai politik di Indonesia
pasca reformasi. Berikutnya, studi lanjut terkait penguatan kelembagaan partai
politik dan penyerapan aspirasi publik dalam proses pemilihan secara langsung
baik pemilihan presiden, legislatif ataupun kepala daerah.
Oleh karena itu, besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat
memberikan kontribusi keilmuan untuk studi Ilmu Politik dan dapat dijadikan
rujukan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna sehingga dibutuhkan studi-studi lanjutan. Kajian tentang
permasalah sosial politik di Indonesia sangat dinamis dan cepat berubah sehingga
skripsi ini tidak selamanya dapat menjawab persoalan terkait rekrutmen politik.
67
Daftar Pustaka
Buku
Amal, Ichlasul, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 1996.
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Ellwein, Warsito, dkk, Konsolidasi Demokrasi: Kompilasi hasil Workshop,
Pertamuan Kerja Rutin, dan Pertemuan Nasional Forum Politik, Jakarta:
Forum Politisi, 2006.
Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, Bandung: Alfabeta, 2012.
Gaffar, Jaendri M, Politik Hukum Pemilu, Jakarta, Konstitusi Press, 2012.
Katz, Richard S and William Crotty, Handbook Partai Politik, London: SAGE
Publications Ltd, 2006.
Lay, Cornelis, Laporan Penelitian: Proses Kelahiran Partai Demokrasi Indonesia
(PDI), Yogyakarta: 1989.
Michels, Robert, Partai Politik: Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi,
Jakarta: CV. Rajawali, 1984.
Moeloeng, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Nusamedia, 2002.
Nainggolan, Bestian, dkk, Partai Politik Indonesia 1999-2019: Konsentrasi dan
Dekonstentrasi Kuasa, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016.
Nainggolan, Bestian, dkk, Partai Politik Indonesia 1999-2019: Konsentrasi dan
Dekonstentrasi Kuasa, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016.
Prihatmoko, Joko J, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: Pustaka
Pelajar, 2005.
Rohania, Yoyoh dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik: Kajian Dasar Ilmu Politik,
Malang: Instrans Publishing, 2015.
Roskin, Michael G., Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Kencana 2016.
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010.
68
Sitepu, P. Anthonius, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Sanit, Arbit, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Jurnal
Irwati, Analisis Rekrutmen Calon Walikota dan Wakil Walikota Balikpapan Oleh
Partai Golkar Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Balikpapan Tahun
2015, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.4 No.3 2016.
Skripsi
.
Ilham, Rizky, 2017, Rekrutmen dan Oligarki Dalam Pemilihan Kepala Daerah
(Studi tentang Faktor-Faktor Keterpilihan Basuki Tjahaja Purnama
Sebagai Calon Gubernur dari PDI-Perjuangan pada Pemilihan Gubernur
DKI Jakarta Tahun 2017), Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Mandala, 2016. Rekrutmen Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Oleh Partai
Politik Pada Pilkada di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Tahun
2015 (Studi Perbandingan Pada DPC Partai Gerindra Dan DPC PKB
Kabupaten Pesawaran), Lampung: Universitas Lampung.
Rozali, Imran, 2016, Pola Penetapan Calon Kepala Daerah Oleh Partai Politik
(Studi: Penetapan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie Sebagai Calon
Walikota Tangerang Selatan Periode 2015-2020 Oleh Partai Nasdem),
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Artikel, Berita, dan Website
https://www.kpu.go.id diakses pada 21 September 2018.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171103072053-32-253155/pdip-
godok-4-nama-untuk-pilgub-jabar diakses pada 21 September 2018.
https://fokus.tempo.co/read/1048172/alasan-pdip-usung-tubagus-hasanuddin-
anton-charliyan diakses pada 21 September 2018.
https://nasional.tempo.co/read/1048585/pdip-usung-tb-hasanuddin-anton-kuat-di-
partai-lemah-di-figur diakses pada 21 September 2018.
https://tirto.id/hasanuddin-anton-dari-kontroversi-laskar-hizbullah-sampai-gmbi-
cFZK diakses pada 21 September 2018.
69
https://politik.rmol.co/read/2018/01/05/320952/Pernah-Ribut-Dengan-Ormas-
Islam,-PDIP-Makin-Rugi-Usung-Anton-Charliyan- diakses pada 22 September
2018.
http://sp.beritasatu.com/nasional/PDI-Perjuangan-tetapkan-mekanisme-seleksi-
calonkepala-daerah/114132 diakses pada 5 Maret 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2016/07/27/05450081/27.Juli.1996.Dualisme.P
artai.Politik.yang.Berujung.Tragedi diakses pada 31 Maret 2019.
http://www.PDI-Perjuanganerjuangan.id/article/category/child/25/Partai/Piagam-
PDIPerjuangan diakses pada 31 Maret 2019.
Dokumen
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Masa Bakti 2015-2020.
Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota
Wawancara
Bambang Dwi Hartono, Ketua Bapilu PDI Perjuangan di Kantor Bapilu PDI
Perjuangan pada 1 April 2019.
Yunandar, Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Barat di Whatsapp pada
25 April 2019.
TB. Hasanudin, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat di Whatsapp pada 27
April 2019.