Download - Struktur Dan Mekanisme Ginjal PBL Blok 10
1
Struktur, Fungsi dan Mekanisme Kerja Ginjal
Stacia Cicilia
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara 6. Jakarta Barat 11510
Kelompok B9 / 102012132
Pendahuluan
Latar Belakang
Ginjal merupakan sepasang organ yang penting peranannya untuk mepertahankan
keseimbangan di dalam tubuh. Dimana fungsinya untuk mengatur volume dan osmolalitas
cairan tubuh, mengatur keseimbangan elektrolit, mengatur keseimbangan asam-basa,
mengekskresikan sisa metabolik toksin dan zat asing, dan memproduksi hormon. Selain
ginjal, ureter yang merupakan saluran urine dari ginjal menuju ke vesica urinaria juga cukup
penting, karena apabila terjadi kelainan pada daerah ini akan menimbulkan kelainan misalnya
batu ginjal.
Pembentukan urin terbagi menjadi tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.
Jika terjadi kelainan dalam mekanismenya, maka akan mengakibatkan seperti gagal ginjal,
urin mengandung glukosa (diabetes), urin yang mengandung protein, dan lain-lain. Karena itu
sudah sebaiknya ginjal dijaga dengan sebaik-baiknya untuk tidak menimbulkan efek yang
tidak diinginkan.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar para pembaca mengetahui struktur secara
makroskopis dan mikroskopis ginjal serta saluran ureter. Selain itu, juga untuk menambah
informasi tentang fungsi dan mekanisme kerja dari organ ginjal itu sendiri.
Skenario 9:
Bapak B 40 th dibawa ke UGD karena nyeri hebat pada perutnya, setelah diperiksa dokter
menyarankan operasi batu ginjal.
2
Pembahasan
Struktur Makroskopis Ginjal dan Ureter
Secara makroskopis, ginjal berbentuk seperti kacang merah. Panjang ginjal kurang
lebih sekitar 12,5 cm dan tebalnya kurang lebih 2,5 cm. Ginjal memiliki berat yang berbeda
pada masing-masing jenis kelamin. Pada laki-laki berat ginjal berkisar antara 125 g sampai
175 g pada laki-laki, sedangkan pada perempuan berkisar antara 115 g sampai 155 g
perempuan.Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang
berdekatan dengan dua iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitoneal dan terletak
di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki
sebuah kelenjar adrenal di atasnya.
Letak ginjal kiri dan kanan berbeda satu sama lain. Ginjal kiri terletak di os lumbales
dua sampai os lumbales tiga, sedangkan ginjal kanan terletak di os lumbales tiga sampai os
lumbales empat. Hal tersebut dikarenakan struktur anatomi rongga abdomen seperti hepar
sebagai organ terbesar di dalam tubuh manusia menjulang dari kanan ke kiri, yang dimana
lobus dextra hepar yang berukuran lebih besar daripada lobus sinistra hepar mendesak ginjal
kanan ke bawah.
Ginjal dibungkus oleh tiga buah lapisan yaitu, capsula fibrosa, capsula adiposa, fascia
renalis. Lapisan yang paling pertama dan membungkus langsung ginjal adalah Capsula
fibrosa. Lapisan ini transparan dan sangat mudah untuk dilepas dari ginjal. Lapisan kedua
yang membungkus ginjal adalah Capsula adiposa. Capsula adiposa adalah jaringan lemak
yang membungkus ginjal dan menjaga ginjal supaya tetap pada posisinya bila terjadi
guncangan. Lapisan ketiga atau yang paling terakhir yang membungkus ginjal adalah Fascia
renalis. Fascia renalis membungkus ginjal dari ke bawah, bagian atas menutup sedangkan
pada bagian bawahnya lapisan ini terbuka.1
Gambar 1. Struktur Makroskopis Ginjal
Sumber: http://wonderfull-instinct.blogspot.com/2011/04/memahami-ginjal.html pada tanggal
14 September 2013 pukul 19.00 WIB
3
Berikut adalah vaskularisasi ginjal :
1. Arteri renalis : Percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing ginjal
dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan posterior.
2. Cabang anterior dan posterior arteri renalis : Membentuk arteri-arteri interlobaris
yang mengalir di antara piramida-piramida ginjal.
3. Arteri arkuata : Berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara korteks
dan medula.
4. Arteri interlobularis : Percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan melewati
korteks.
5. Arteriol aferen : Berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk
sekitar 50 kapiler yang membentuk glomerulus.
6. Arteriol eferen : Meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaring-jaring
kapilar lain, kapilar peritubular yang menglilingi tubulus proksimal dan distal
untuk memberi nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
dierabsorpsi.
7. Kapilar peritubular : Mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan
membentuk vena interlobularis.
8. Vena arkuata : Menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata bermuara
ke dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis.
Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.1
Gambar 2. Vaskularisasi Ginjal
Sumber : http://www.prohealthsys.com/anatomy/grays/splanchnology/the_kidneys.php
pada tanggal 14 September 2013 pukul 19.30 WIB
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron , yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Satuan fungsional
adalah satuan terkecil di dalam suatu organ yang mampu melaksanakan semua fungsi organ
tersebut. Karena fungsi primer ginjal adalah menghasilkan urin, dan ketika melaksanakannya,
4
mempertahankan stabilitas komposisi CES, nefron adalah satuan terkecil yang mampu
membentuk urin.
Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus, daerah sebelah luar
yang tampak granuler, korteks ginjal, dan daerah bagian dalam yang berupa segitga-segitiga
bergaris-garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut sebagai medula ginjal. Setiap
nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara
struktural dan fungsional berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah
glomelurus, suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi, yang komposisinya nyaris identik
dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut
dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.
Pada saat memasuki ginjal, arteri renalis secara sistematis terbagi-bagi untuk akhirnya
menjadi pembuluh-pembuluh halus yang dikenal arteriol aferen, dengan setiap pembuluh
tersebut memperdarahi sebuah nefron. Arteriol aferen menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus, yang menyatu untuk membentuk arteriol lain, arteriol eferen, tempat keluarnya
darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus meninggalkan glomerulus. Arteriol
eferen adalah satu-satunya arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler.
Biasanya arteriol bercabang-cabang, menjadi kapiler yang kemudian menyatu kembali
menjadi venula. Di kapiler glomerulus, tidak terjadi ekstraksi O¬2 atau nutrien dari darah
untuk dipakai oleh jaringan ginjal serta tidak terjadi penambahan zat sisa dari jaringan di
sekitar kapiler. Dengan demikian, darah arteri memasuki kapiler glomerulus melalui arteriol
aferen, dan darah arteri meninggalkan glomerulus melalui arteriol eferen.
Arteriol eferen segera terbagi-bagi menjadi serangkaian kapiler kedua, kapiler
peritubulus, yang memperdarahi jaringan ginjal dan penting dalam pertukaran antara sistem
tubulus dan darah selama perubahan cairan yang difiltrasi menjadi urin. Kapiler peritubulus
ini membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus. Kapiler-kapiler peritubulus menyatu
untuk membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena renalis, tempat darah
meninggalkan ginjal.
Komponen tubulus berawal dari kapsul Bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap
yang melingkupi nglomerulus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler
glomerulus. Dari kapsul Bowman, cairan yang difiltrasi mengalir ke dalam tubulus
proksimal, yang seluruhnya terletak di dalam korteks dan dangat berliku-liku atau berbelit di
sepanjang perjalannya. Segmen berikutnya, lengkung Henle, membentuk lekungan berebntuk
U atau yang terbenam ke dalam medula ginjal. Pars descendens lengkung Henle trebenam
dari korteks ke dalam medula dan Pars ascendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks.
5
Pars ascendens kembali ke daerah glomerulus dari nefronya sendiri tempat saluran tersebut
melewati garpu yang di bentuk oleh arteriol aferen dan eferen. Sel-sel tubulus dan sel-sel
vaskular mengalami spesialisasi untuk membentuk aparatus jukstaglomerulus, suatu struktur
yang berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal. Di luar aparatus jukstaglomerulus,
tubulus kembali membentuk gelungan menjadi tubulus distal, yang seluruhnya juga terletak
di korteks. Tubulus distal mengalirkan isinya ke dalam duktus, dengan satu duktus
pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus
pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan isinya (telah berubah
menjadi urin) ke dalam pelvis ginjal. Kapiler peritubulus nefron jukstaglomerulus
membentuk lengkung vaskuler yang tajam yang dikenal sebagai vasa rekta (pembuluh lurus),
yang berjalam berdampingan erat dengan lengkung Henle.3
Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis dan intravesikalis. Dimana pada pars
abdominalis pada perempuan dan laki-laki sama, akan tetapi pars pelvis antara perempuan
dan laki-laki tidak sama.
a. Struktur : panjang ureter sekitar 20-30 cm dan berjalan dari hilus ginjal menuju
kandung kemih. Dindingnya berotot dan dilapisi oleh epitel. Saat operasi bisa dikenali
karena adanya peristaltis
b. Perjalanan : dari pelvis renalis di hilus perjalanan ureter bisa dirangkum sebagai
berikut:
Bagian sepanjang bagian medial m. psoas mayor di bagian belakang, namun
melekat ke peritoneum.
Kemudian menyilang bifurkarsio iliaca communis di anterior sendi sakro-
iliaca dan berjalan sepanjang dinding lateral pelvis menuju spina ischiadica.
Pada spina ischiadica ureter berjalan ke depan dan medial untuk memasuki
kandung kemih dalam posisi miring. Ureter pars itravesikalis memiliki
panjang sekitar 2cm dan perjalanannya sepanjang dinding kandung kemih
menghasilkan efek mirip-sfingter. Pada pria ureter menyilang superfisial di
dekat ujungnya di sebelah vas deferens. Pada wanita ureter lewat atas forniks
lateral vagina namun di bawah ligamentum kardinale dan pembuluh darah
uterina.
c. Vaskularisasi ureter : ureter merupakan struktur abdominal sekaligus pelvis, sehingga
pasokan darahnya diddapatkan dari banyak sumber:
Ureter atas menerima cabang langsung dari aorta abdominalis yaitu a. renalis
dan a. gonadal.
Ureter bawah menerima cabang a. iliaca interna dan a. vesicalis inferior.2
6
Struktur Mikroskopis Ginjal dan Ureter4
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, dimana setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.
sedangkan di dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional
terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, korpuskulus renal,
tubulus kontortus distalis, segmen tipis dan tebal ansa Henle, dan tubulus kolegens. Urin yang
terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Gambar 3. Struktur Mikroskopis Korteks Ginjal
Sumber : http://www.ouhsc.edu/histology/Text%20Sections/Urinary.html diunduh pada tanggal 14
September 2013 pukul 20.00 WIB
Berikut adalah macam-macam struktur mikroskopis dari ginjal :
a. Glomerulus. Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler, yang
merupakan cabang dari arteriol aferen. Setelah memasuki badan ginjal (korpus ginjal)
korpuskula renalis, arteriol aferen biasanya bercabang menjadi 2-5 cabang utama
yang masing-masing bercabang lagi menjadi jala jala kapiler. Tekanan hidrostatik
darah arteri yang terdapat dalam kapiler-kapiler ini. glomelurus diatur oleh arteriol
eferen.
b. Kapsula Bowman. Berkas kapiler glomelurus dikelilingi oleh kapsula Bowman.
Glomerulus berfungsi sebagai penyaring darah. Kapsula Bowman merupakan epitel
berdinding ganda. Lapisan luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng, dan
lapisan dalam tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki) yang
letaknya meliputi kapiler glomerulus. Antara kedua lapisan tersebut terbentuk rongga
kapsul Bowman. Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel endotel kapiler
membentuk lapisan (membran) filtrasi yang berlubang-lubang yang memisahkan
darah yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsuler. Selsel endotel kapiler
glomerulus mempunyai pori-pori sel lebih besar dan lebih banyak daripada kapiler-
7
kapiler pada organ lain. Hasil filtrasi cairan darah disebut cairan ultrafiltrat (urin
primer) selanjutnya ditampung pada rongga kapsul.
c. Korpuskulum renal. Korpuskulum renal adalah segmen awal setiap nefron. Di sini,
darah disaring melalui kapiler-kapiler glomerulus dan filtratnya ditampung didalam
rongga kapsular yang terletak di antara lapisan parietal dan visceral kapsul bowman.
Setiap korpuskulum renal mempunyai kutub vascular yamg merupakan tempat keluar
masuknya pembuluh darah dari glomerulus.Ukuran diameter korpuskel ginjal
bervariasi dari 150 sampai 250 μm. Lapisan parietal kapsula bowman tersusun dari
epitel selapis gepeng dengan inti agak menonjol ke rongga kapsula. Organel
sitoplasma kurang berkembang.
d. Aparatus jukstaglomerulus. Pada tunika media terdapat sel-sel otot polos. Sel ini
berdekatan dengan endotel dan berhubungan erat dengan makula densa. Makula densa
tidak mempunyai lamina basal. Berhubungan dengan sel yang bergranula terdapat sel
berwarna pucat disebut sel lasic atau sel mesangial ekstraglomerular.
e. Tubulus Kontortus Prokimalis. Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang
bagian awal dari tubulus ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-
60 m. Tubulus konvulatus proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang
kortek yang dibatasi oleh epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak
dijumpai mikrovilli yang panjangnya bisa mencapai 1,2 m dengan jarak satu sama
dengan yang lainnya 0,03 m. Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang
disebut Brush Border, dengan lumen yang lebar dan sitoplasmanya epitel yang jernih.
f. Ansa Henle. Ansa henle banyak dijumpai di daerah medula dengan diameter bisa
mencapai 15 mm. Ansa henle berbentuk seperti huruf “U” yang mempunyai segmen
tebal dan diikuti oleh segmen tipis (kelanjutan dart tubulus kontorus proksimal). Pada
bagian desenden (berjalan turun)mempunyai lumen yang kecil dengan diameter 12m
panjang 1-2 mm, sedangkan bagian asenden (berjalan ke atas) mempunyai lumen
yang agak besar dengan panjang 9 mm dengan diameter 30 m. Epitel dari Ansa Henle
merupakan peralihan dari epithel silindris rendah / kubus sampai squomus, biasanya
pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal pada medula, tapi bisa juga terjadi di
daerah atas dari Ansa Henle.
g. Tubulus Kontortus Distalis. Perbedaan struktur histologi dengan tubulus kontortus
proksimalis antara lain : sel epitelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil,
potongan melintang pada tempat yang sama mempunyai epitel lebih sedikit,
sedangkan Tubulus Konvulatus distalis : sel epitel lebih kecil dan rendah, tidak
8
mempunyai brush border, kurang asidofil, lebih banyak epitel pada potongan
melintang. Sepanjang perjalanan pada kortek, tubulus ini mengadakan hubungan
dengan katup vaskuler badan ginjal dari nefronnya sendiri yakni dekat dengan
anteriole aferent dan eferent. Pada tempat hubungan ini, tubulus distalis mengadakan
modifikasi bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi
bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi ini pada
mikroskop cahaya tampak lebih gelap ini disebabkan dekatnya dengan inti disebut :
Makula dense. Fungsi makula dense belum begitu jelas akan tetapi beberapa ahli
mengatakan, fungsinya adalah sebagai penghantar data osmolaritas cairan dalam
tubulus distal ke glomerulus. Pada makula dense yang dekat dengan arteriola aferent
mengandung sel juksta glomerulus yaitu sel yang mempunyai bentuk epiteloid dan
bukan sel otot polos dan ini mungkin merupakan modifikasi dari otot polos. Sel ini
menghasilkan enzim renin. Hormon ini mengubah hipertensinogen menjadi
hipertensin (angiotensin). Angiotensin mempengaruhi tunika media dari arteriola
untuk berkontraksi, yang mengakibatkan tekanan darah menjadi naik.
h. Tubulus kolektivus (Tubulus Koligens). Merupakan lanjutan dari nefron bagian
tubulus kontortus distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Tubulus
kolektivus bagian depan mempunyai lumen yang kecil berdiameter sekitar 40 m
dengan panjang 20-22 mm. Lumennya dilapisi epitel kubis selapis, sedangkan tubulus
kolektivus bagian belakangnya sudah berubah menjadi bentuk silindris dengan
diameter 200 m, panjangnya mencapai 30-38 mm.
Ureter adalah saluran tunggal yang menyalurkan urine dari pelvis renalis menuju
vesika urinaria (kantong air seni). Mukosa membentuk lipatan memanjang dengan epitel
peralihan, lapisan sel lebih tebal dari pelvis renalis. Tunika propria terdiri atas jaringan ikat
dimana yang bersifat mukous, dengan lumen agak luas. Tunika muskularis tampak lebih tebal
dari pelvis renalis, terdiri dari lapis dalam yang longitudinal dan lapis luar sirkuler, sebagian
lapis luar ada yang longitudinal khususnya bagian yang paling luar. Dekat permukaan pada
vesika urinaria hanya lapis longitudinal yang nampak jelas.
9
Gambar 4. Ureter
Sumber : http://download.videohelp.com/vitualis/med/his_pic_urinary_sys_2.htm diunduh pada
tanggal 14 September 2013 pukul 20.20WIB
Tunika adventisia terdiri atas jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf, ganglia sering terdapat didekatnya. Selama urine melalui ureter
komposisi pokok tidak berubah, hanya ditambah lendir saja. Dinding ureter terdiri atas
beberapa lapis, yakni:
1. Tunika mukosa : lapisan dari dalam ke luar sebagai berikut :
Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis, pada ureter
empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis.
Tunika submukosa tidak jelas.
Lamina propria beberapa lapisan.
Luar jaringan ikat padat tanpa papila, mengandung serabut elastis dan
sedikit noduli limfatisi kecil, dalam jaringan ikat longgar.
Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan vesika
urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur.
2. Tunika muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan
ikat longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum
longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum.
3. Tunika adventisia : jaringan ikat longgar.
Fungsi dan Mekanisme Kerja Ginjal
Ginjal merupakan suatu organ yang melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk
mempertahankan homeostasis. Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di CES,
misalnya garam (NaCl), ginjal dapat mengeliminasi kelebihan tersebut di dalam urin. Jika
terjadi kekurangan, ginjal sebenarnya tidak dapat memberi tambahan konstituen yang kurang
10
tersebut, tetapi dapat membatasi kehilangan zat tersebut melalui urin, sehingga dapat
menyimpan sampai lebih banyak zat tersebut didapat dari makanan. Dengan demikian, ginjal
dapat lebih efisien melakukan kompensasi untuk kelebihan daripada kekurangan, seperti
tercermin lebih jauh pada kenyataan bahwa pada beberapa keadaan ginjal tidak dapat secara
total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin, walaupun tubuh sedang
kekurangan bahan tersebut. Contoh utama adalah defisit H2O. Walaupun seseorang tidak
mengkonsumsi H2O, ginjal harus menghasilkan sekitar satu liter H2O dalam urin setiap hari
untuk melaksanakan fungsi penting lain sebagai “pembersih” tubuh.
Selain berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal
merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolik yang toksis dan
senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk
padat, mereka harus diekskresikan dalam bentuk larutan, sehingga ginjal harus menghasilkan
minimal 500 ml urin berisi zat sisa perharinya. Karena H2O yang dikeluarkan di urin berasal
dari plasma darah, seseorang yang tidak mendapat H2O sedikitpun tetap diharuskan
menghasilkan urin sampai meninggal akibat deplesi volume plasma ke tingkat fatal, karena
H2O akan turut dibuang menyertai pengeluaran zat sisa-sisa. Untungnya, kecuali keadaan
ekstrim, ginjal mampu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal walaupun
pemasukan cairan dan elektrolit berubah-ubah.5
Fungsi spesifik yang dilakukan ginjal, yang sebagian besar ditunjukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal:
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-, K+,
HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43-, dan H+ .
3. Memelihara volum plasma yang sesuai, sehingga sabgat berperan dalam
pengaturan jangksa panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui
peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4. Membantu memelihara kesimbangan asam-basa tubuh dengan menyesuaikan
pengeluaran HCO3- dan H+ dalam urin.
5. Memelihara osmolaritas (konstentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O.
6. Mengekskresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari metabolisme
tubuhm, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk zat
sisa-sisa tersebur bersifat toksik, terutama bagi otak.
11
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat penambahan pada
makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh.
8. Mensekresikan eritropoietin, sesuatu hormon yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah.
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konsevrvasi garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.5
Terdapat tiga proses dasar dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.5
A. Filtrasi glomerulus
Langkah pertama dalam pembentukan urin. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke
kapsul Bowman harus melawati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus: (1)
dinding kapiler glomerulus, (2) membran basal (lapisan gelatinosa aseluler), dan (3) lapisan
dalam kapsul Bowman. Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul
halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H2O dan zat
terlarut lain yang ukuran molekulernya cukup kecil. Pada membran basal terdiri dari
glikoprotein yang berfungsi untuk menghambat filtrasi protein dan menolak albumin karena
glikoprotein bermuatan negatif, dan kolagen dan terselip di antara glomerulus dan kapsul
Bowman. Lapisan terakhir oada membran glomerulus, yaitu lapisan dalam kapsul Bowman,
terdiri dari podosit, sel yang mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit
memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan
podosit di dekatnya. Celah sempit antara tonjoloan yang berdekatan di sebut celah filtrasi
(filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk
ke lumen kapsul Bowman.
Gambar 5. Proses Kerja Ginjal
Sumber : http://jw1.nwnu.edu.cn/jpkc/jwc/2009jpkc/rtkx/jp.html diunduh pada tanggal 14 September
2013 pukul 20.45 WIB
12
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya pendorong utama yang berperan untuk
menginduksi filtrasi glomerulus. Dalam perpindahan cairan dari plasma menembus membran
glomerolus menuju kapsula Bowman tidak terdapat mekanisme tranportasi aktif. Terdapat
tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus, yaitu (1) tekanan darah kapiler
glomerulus, (2) tekanan osmotik koloid plasma, dan (3) tekanan hidrostatik kapsul Bowman.
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang timbul oleh darah di dalam,
kapiler glomerulus. Tekanan ini akhirnya bergantung pada kontraksi jantung (sumber energi
yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi ateriol aferen dan eferen terhadap aliran
darah. Tekanan darah kapiler glomerulus kira-kira 55 mmHg, lebih tinggi daripada tekanan
darah kapiler di tempat lain, karena tengah arteriol aferen lebih besar daripada garis tengah
arteriol eferen. Karena darah lebih mudah masuk ke kapiler glomerolus memulai arteriol
aferen yang lebih lebar dan lebih sulit keluar melalui arteriol aferen yang lebih sempit,
tekanan darah kapiler glomerolus meningkat akibat terbendungnya darah di kapiler
glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi arteriol eferen, tekanan darah tidak
mengalami kecenderengungan menurun disepanjang kapiler lain. Tekanan darah glomerulus
yang meningkat dan tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus
untuk masuk ke kapsul Bowman di keseluruhan panjang kapiler glomerulus dan merupakan
gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi, kedua gaya lain yang
bekerja melintasi membran glomerulus (tekanan onkotik koloid plasma dan tekanan
hidrostatik kapsul Bowman) melawan filtrasi. Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan
oleh distribusi protein-protein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membran
glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi, protein-protein plasma terdapat di kapiler
glomerulus tetapi tidak ditemukan di kapsul Bowman. Dengan demikian, konsentrasi H2O di
kapsul Bowman lebih tinggi daripada konsentrasi di kapiler glomerulus. Akibatnya
kecenderungan H2O untuk berpindah secara otomatis mengikuti penurunan gradien
konsentrasinya daripada kapsul Bowman ke kapiler glomerulus melawan filtrasi glomerulus.
Tekanan osmotik yang melawan filtrasi ini rata-rata besarnya 30 mmHg, yang sedikit
lebih tinggi daripada di kapiler lain di tubuh. Tekanan ini lebih tinggi karena H2O yang
difiltrasi ke luar dari darah glomerulus jumlahnya cukup banyak, sehingga konsentrasi
protein plasma lebih tinggi dibandingkan di tempat lain. Cairan di dalam kapsul Bowman
menimbulkan tekanan hidrostatik yang diperkirakan besarnya sekitar 15 mmHg. Tekanan ini,
yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman, melawan filtrasi cairan dari
glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Gaya yang total yang mendorong filtrasi adalah
sebesar 55 mmHg dan disebabkan oleh tekanan darah darah kapiler glomerulus. Jumlah
kedua gaya yang melawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi
13
(10 mmHg) disebut sebagai tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi sebenarnya, yaitu laju filtrasi
glomerulus ( glomerular filtration rate, GFR).
Tekanan onkotik koloid plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein
plasma, yang mengurangi tekanan osmotik tersebut menyebabkan peningkatan GFR. Karena
tekanan darah arteri adalah gaya yang mendorong darah ke dalam glomerulus, tekanan darah
kapiler glomerulus dan dengan demikian GFR akan meningkat setara dengan peningkatan
tekanan arteri. Perubahan GFR spontan semacam itu sebagian besar dicegah oleh mekanisme
pengaturan intristik yang dicetus kan oleh ginjal itu sendiri, suatu proses yang dikenal sebagai
autoregulasi. Terdapat dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi, yaitu :
Mekanisme miogenik, yang berespon terhadap perubahan tekanan di dalam
komponen vaskuler nefron yang sifat umum otot polos. Otot polos vaskuler arteriol
berkontraksi secara inheren sebagai respon terhadap peregangan yang menyertai
peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian, arteriol aferen secara
otomatis berkontraksi sendiri jika teregang karena tekanan aerteri meningkat. Respon
ini membatu membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal
walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya arteriol eferen secara inheren akan
melemas, sehingga aliran darah ke glomerulus meningkat walaupun tekanan arteri
menurun, dan
Mekanisme umpan balik tubulo glomerulus, yang mendeteksi perubahan aliran
melalui komponen tubulus nefron. Sel-sel tubulus khusus di daerah ini secara kolektif
disebut sebagai makula densa. Sel-sel makul densa berfungsi untuk mendeteksi
perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka. Apabila
GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi dan mencapai
tubulus distal lebih banyak daripada normal. Ebagai respon, sel-sel makula densa
memicu pengeluaran zat-zat kimia vasoaktif dari aparatus jukstaglomerulus yang
menyebabkan kontriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta
memulihkan GFR ke normal.
B. Reabsorpsi tubulus
Merupakan perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke dalam darah. Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang
bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Zat-zat yang direabsorpsi
tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubuli ke sistem vena
dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi
14
setiap hari, rata-rata 178,5 liter diserap kembali dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke
pelvis ginjal untuk di keluarkan sebagai urin.
Reabsorpsi di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Reabsorpsi pasif, yaitu tidak memerlukan energi untuk memindahkan bahan dari
lumen tubulus ke plasma.
2. Reabsorpsi aktif, yaitu perpindahan netto suatu bahan dari lumen ke plasma
berlangsung melawan gradien elektrokimia. Bahan yang direabsropsi merupakan
bahan yang penting bagi tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dam nutrien organik.
Bahan yang direabsorpsi, yaitu :
a) Reabsorpsi Na+ .
Reabsorpsi natrium bersifat unik dan kompleks. 80% dari kebutuhan energi total ginjal
digunakan untuk transportasi Na+. Tidak seperti sebagian besar zat terlarut yang difiltrasi,
Na+ direabsorpsi di seluruh tubulus dengan tingkat yang berbeda-beda. Dari semua Na+
yang difiltrasi, dalam keadaan normal 99,5% direabsorpsi, dengan rata-rata 67% di tubulus
proksimal, 25% di lengkung Henle, dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul.
Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorpsi glukosa,
asam amino, H2O, Cl-, dan urea. Reabsorpsi natrium di lengkung Henle, bersama dengan
reabsorpsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan
konsentrasi dan volume yang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan tubuh untuk
menyimpan atau membuang H2O.
Reabsorpsi natrium di bagian distal nefron bersifat variabel dan berada di bawah kontrol
hormon, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorpsi tersebut juga sebagian
berkaitan dengan sekresi K+ dan H+. Langkah aktif pada reabsorpsi Na+ melibatkan
pembawa Na+, K+ ATPase bergantung energi yang terletak di membran basolateral sel
tubulus dimana untuk pembawa dan mengluarkan Na+ dari sel. Aldosteron merangsang
reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Di tubulus proksimal dan lengkung
Henle, presentasu reabsorpsi Na+ yang difiltrasi bersifat konstan. Reabsorpsi sejumlah kecil
Na+ di bagian distal tubulus berada di bawah kontrol hormon. Tingkat reabsorpsi terkontrol
ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat
Na+, hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direabsorpsi, bahkan Na+ dikeluarkan
bersama urin, sehingga kelebihan Na+ dapat di keluarkan dari tubuh. Apabila terjadi
kekurangan Na+, sebagian besar dari Na+ yang dikontrol ini direabsorpsi, sehingga Na+ yang
seharusnya keluar ke dalam urin dapat dihemat oleh tubuh. sistem hromon terpenting adalah
15
sistem renin angiotensin aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan
tubulus pengumpul.
Sel-sel granuler aparatus jukstaglomerulus mensekresikan suatu hormon renin, ke dalam
darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah. Fungsi ini
merupakan tambahan untuk autoregulasi. Sinyal-sinyal saling terkait yang mendorong
peningkatan sekresi renin ini semuanya menunjukkan perlunya ekspansi volume plasma
untuk meningktakan tekanan arteri ke normal dalam jangka panjang. Peningkatan sekresi
renin, melalui serangkaian proses kompleks, menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ oleh
bagian distal tubulus. Klorida selalu pasif mengikuti Na+ sesuai penurunan gradien listrik.
Keuntungan utama resistensi garam ini adalah retensi H2O yang mengikuti secara osmotis,
yang membantu pemulihan volume plasma dan tekanan darah.
Sekresi renin menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+. Setelah disekresikan ke dalam
darah, renin bekerja sebagian enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu
terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Pada saat melewati paru melalui sirkulasi paru,
angiotensin I diubah oleh angiotensin converting enzym (ACE) menjadi angiotensin II.
Angiotensin II adalah stimulus utama untuk sekresi hormon aldosteron dari kelenjar adrenal
(kelenjar endokrin). Efek dari aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus
distal dan tubulus pengumpul.Diuresis merupakan peningkatan pengeluaran urin.
b) Reabsorpsi glukosa.
Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalah 100 mg glukosa/ 100 ml plasma. karena
glukosa difiltrasi secara bebas di glomerulus, zat ini akan masuk ke kapsul Bowman dengan
konsentrasi yang sama dengan konsentrasinya di plasma. Dengan jumlah plasma yang
difiltrasi permenit dalam keadaan normal adalah 125 ml (GFR rata-rata = 125 ml/menit),
setiap menit lewat 125 mg glukosa ke dalam kapsul Bowman. Maksimum tubulus (Tm)
adalah jumlah maskimum suatu bahan yang dapat diangkut secara aktif oleh sel-sel tubulus
dalam rentang waktu tertentu. Tm untuk glukosa adalah 375 mg/menit. Dan kadar glukosa
darah 170-180 mg% (nilai ambang ginjal) terhadap glukosa. Jika melebih dari kadar tersebut
menyebabkan glukosa masuk ke urin, yang disebut glukosuria. Dan jika melebihi Tm untuk
glukosa disebut renal glukosuria.
c) Reabsorpsi fosfat.
Ginjal secara langsung berperan dalam pengaturan banyak elektrolit, misalnya kalsium
dan fosfat, karena ambang ginjal untuk ion-ion anorganik ini setara dengan konsentrasi
plasma normal mereka. Jika melebihi dari konsentrasi plasma maka akan di keluarkan oleh
16
urin. Terdapat hormon paratiroid yang dapat mengubah ambang ginjal untuk ion fosfat dan
ion kalsium, sehingga jumlah kedua eletrolit yang ditahan di dalam tubuh ini disesuaikan
dengan kebutuhan sesaat tubuh.
d) Reabsorpsi klorida.
Ion klorida yang bermuatan negatif direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan
gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan positif.
Jumlah Cl- yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na+ dan tidak dikontrol
secara langsung oleh ginjal.8
e) Reabsorbsi air.
Air secara pasif direabsorpsi melaui osmosis di seluruh panjang tubulus. Dari H2O yang
difiltrasi, 80% direabsorpsi secara obligatorik di tubulus proksimal dan lengkung Henle
karena secara otomatis mengikuti reabsorpsi zat terlarut. Reabsorpsi ini terjadi tanpa
dipengaruhi oleh beban H2O tubuh dan tidak diatur. Sisa 20% direabsorpsi dalam jumlah
bervariasi dibagian distal tubulus, tingkat reabsorpsi ini berada dibawah kontrol langsung
hormon, bergantung pada status hidrasi tubulus. Gaya yang mendorong reabsorpsi H2O di
tubulus proksimal adalah kompartemen hipertonisitas di ruang lateral anatara sel-sel tubulus
yang diciptakan oleh pengeluaran aktif Na+. Aktivitas pompa ini, konsentrasi Na+ di cairan
tubulus dan sel tubulus dengan cepat menurun disertai peningkatan konsentrasinya di ruang
lateral. Gradien osmotik ini menginduksi aliran netto pasif H2O dari lumen ke dalam
ruangang lateral, baik melalui sel atau secara antarsel melalui taut erat yang “bocor”.
Akumulasi cairan di ruang lateral menyebabkan terbentuknya tekanan hidrostatik (cairan),
yang mendorong H2O ke luar dari ruang lateral menuju cairan intertisium dan akhirnya ke
dalam kapiler peritubulus.
Pengambilan H2O yang difiltrasi ini ke plasma ditingkatkan oleh kenyataan bahwa
tekanan osmotik koloid plasma lebih besar di kapiler peritubulus dari pada di tempat lain.
Konsentrasi protein-protein plasma, yang merupakan penentu tekanan osmotik koloid plasma
meningkat di darah yang memasuki kapiler peritubulus karena filtrasi ekstensif H2O melalui
kapiler glomerulus di sebelah hulu. Protein plasma yang tertinggal di glomerulus
terkonsentrasi ke dalam volume H2O plasma yang berkurang, sehingga meningkatkan
tekanan osmotik koloid plasma darah yang tidak terfiltrasi yang meninggalkan glomerulus
dan memasuki kapiler peritubulus. Daya ini cenderung menarik H2O ke dalam kapiler
peritubulus, dibarengi oleh dorongan tekanan hidrostatik di ruang lateral yang menyebabkan
H2O berpindah ke kapiler. Melalui cara ini, 65% H2O difiltrasi (117 liter per hari) secara
pasif direabsorpsi di bagian akhir tubulus proksimal. Sisa 15% H2O yang difiltrasi
17
dereabsorpsi secara obligatorik dari lengkung Henle. 20% sisa H2O yang difiltrasi dapat
berubah-ubah dan di lakukan di tubulus distaldan pengumpul di bwah kontrol vasopresin.
f) Reabsorpsi urea.
Selain Cl- dan H2O, reabsorpsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan
reabsorpsi aktif Na+. Urea adalah suatu produk sisa yang berasal dari penguraian protein.
Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus adalah setara dengan konsentrasinya di
dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun, jumlah urea yang terdapat di
dalam 125 ml aliran filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hampir
tiga kali lipat volume yang hanya 44 ml di akhir tubulus proksimal. Akibatnya, konsentrasi
urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh karena tubulus proksimal hanya cukup permeabel
terhadap urea, sekitar 50% urea yang difiltrasi secara pasif direabsorpsi dengan cara ini.
g) Produk-produk sisa lainnya yang difiltrasi selain urea.
Misalnya fenol dan kreatinin,juga terkonsentrasi di cairan tubulus sewaktu H2O
meninggalkan filtrat untuk memasuki plasma, tetapi zat-zat ini tidak secara pasif direabsorpsi
seperti urea.8
C. Sekresi tubulus
Mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen
tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara
pertama zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi glomelurus.
Namun, hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir malalui kapiler glomerulus disaring ke
dalam kapsula Bowman. 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus. Bahan yang disekresi, yaitu :
i. Sekersi ion hidrogen. Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan
keseimbangan asam-basa tubuh. Ion hidrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi
melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi
H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang
apabila konsentrasi H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah.
ii. Sekresi ion kalium. Ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah
dengan arah berlawanan diberbagai bagian tubulus, zat ini aktif direabsorpsi di
tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul.
Reabsorpsi ion kalium di awal tubulus bersifat konstan dan tidak diatur, sedangkan
sekresi K+ di bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol. Dalam
keadaan normal, jumlah K+ yang dieksresikan dalam urin adalah 10-15% dari
18
jumlahnya yang difiltrasi. Namun, K+ yang difiltrasi hampir seluruhnya direabsorpsi,
sehingga sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K+ yang
dikontrol dan bukan dari filtrasi. Yang mempengaruhi kecepatan sekresi K+, yang
paling penting adalah hormon aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oleh sel-sel
tubulus di bagian akhir nefron secara simultan meningkatkan reabsorpsi Na+.
Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal
untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemudian mendorong sekresi dan
eksresi kelebihan K+.
iii. Sekresi anion dan kation organik. Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa
sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah
untuk sekresi kation organik. Beberapa fungsi penting yaitu (1) dengan menambah
banyak ion organik tertentu ke cairan tubulus yang sudah mengandung bahan uang
bersangkutan melalui jalur proses filtrasi, jalur sekretorik akan mempermudah
ekskresi bahan-bahan tersebut, (2) ion organik secara ekstensif tetapi tidak ireversibel
terikat ke protein plasma, dan (3) kemampuan sekresi ion organik mengeliminasi
banyak senyawa asing dari tubuh.5
D. Eksresi urin
Mengacu pada eliminasi zat-zat dari tubuh di urin. Semua konstituen plamsa yang
mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi yang tidak direabsorpsi, akan tetap
berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urin.
Biasanya dari 125 ml plasma yang difitrasi per menit, 124 ml/menit direabsorpsi, sehingga
jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian, urin yang di
ekskresikan per hari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difiltrasi. Komposisi urine terdiri dari
urea (1/2 total solid), NaCl (1/4 total solid), dan zat organik dan zat anorganik.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi , yaitu:
1. Konsentrasi ureum dalam darah. Pada ginjal normal, makin meningkat ureum dalam
darah, yang disekresi juga semakin meningkat.
2. Laju filtrasi glomerulus. Bila laju filtrasi glomerulus rendah, maka aliran filtrat dalam
tubulus lambat. Karena pada umumnya hampir semua tubulus permeabel terhadap
ureum yang direabsoprsi sepanjang tubulus sehingga proporsi ureum yang dibuang
lewat urine sangat berkurang dan sebaliknya.5
19
Hormon-hormon yang bekerja pada ginjal:
Hormon antidiuretik (ADH atau Vasopresin) merupakan peptida yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis posterior, hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus
kolektivus.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon
ini meningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus distal dan duktus kolektivus.
Peptida natriuetik (NP). Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan sekresi
natrium pada duktus kolektivus.
Hormon paratiroid merupakan protein yang di produksi oleh kelenjar paratiroid,
hormon ini meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorpsi kalsium, dan produksi vitamin D
pada ginjal.6
Kesimpulan
Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk menyaring darah. Dimana terdapat tiga
proses yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Untuk melakukan proses filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi memiliki tekanan tertentu yang hasil akhirnya akan di keluarkan berupa urin. Apabila
terjadinya kelainan pada proses kerja ginjal maka dapat menimbulkan penyakit seperti
terjadinya obstruksi pada saluran ginjal yang menyebabkan nyeri pada kasus PBL.
Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC. 2004. h.318-23.
2. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2004. h. 45.
3. Inggriani K. Buku ajar sistem urogenitalia. Jakarta: Universitas Kristen Krida
Wacana; 2012. h.30-5.
4. Fawcett, Bloom. Buku ajar histologi. 12nd ed. Jakarta: EGC. 2003. h.650-7.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6nd ed. Jakarta: EGC. 2001. h.
554-91
6. Callaghan CAO. At a glance sistem ginjal. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2006.h. h 15-6.