struktur dan mekanisme ginjal pbl blok 10

30
1 Struktur, Fungsi dan Mekanisme Kerja Ginjal Stacia Cicilia Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara 6. Jakarta Barat 11510 Kelompok B9 / 102012132 [email protected] Pendahuluan Latar Belakang Ginjal merupakan sepasang organ yang penting peranannya untuk mepertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Dimana fungsinya untuk mengatur volume dan osmolalitas cairan tubuh, mengatur keseimbangan elektrolit, mengatur keseimbangan asam- basa, mengekskresikan sisa metabolik toksin dan zat asing, dan memproduksi hormon. Selain ginjal, ureter yang merupakan saluran urine dari ginjal menuju ke vesica urinaria juga cukup penting, karena apabila terjadi kelainan pada daerah ini akan menimbulkan kelainan misalnya batu ginjal. Pembentukan urin terbagi menjadi tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Jika terjadi kelainan dalam mekanismenya, maka akan mengakibatkan seperti gagal ginjal, urin mengandung glukosa (diabetes), urin yang mengandung protein, dan lain-lain. Karena itu sudah sebaiknya ginjal

Upload: stacia-cia

Post on 05-Jan-2016

115 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Ginjal

TRANSCRIPT

1

Struktur, Fungsi dan Mekanisme Kerja Ginjal

Stacia Cicilia

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara 6. Jakarta Barat 11510

Kelompok B9 / 102012132

[email protected]

Pendahuluan

Latar Belakang

Ginjal merupakan sepasang organ yang penting peranannya untuk mepertahankan

keseimbangan di dalam tubuh. Dimana fungsinya untuk mengatur volume dan osmolalitas

cairan tubuh, mengatur keseimbangan elektrolit, mengatur keseimbangan asam-basa,

mengekskresikan sisa metabolik toksin dan zat asing, dan memproduksi hormon. Selain

ginjal, ureter yang merupakan saluran urine dari ginjal menuju ke vesica urinaria juga cukup

penting, karena apabila terjadi kelainan pada daerah ini akan menimbulkan kelainan misalnya

batu ginjal.

Pembentukan urin terbagi menjadi tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.

Jika terjadi kelainan dalam mekanismenya, maka akan mengakibatkan seperti gagal ginjal,

urin mengandung glukosa (diabetes), urin yang mengandung protein, dan lain-lain. Karena itu

sudah sebaiknya ginjal dijaga dengan sebaik-baiknya untuk tidak menimbulkan efek yang

tidak diinginkan.

Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar para pembaca mengetahui struktur secara

makroskopis dan mikroskopis ginjal serta saluran ureter. Selain itu, juga untuk menambah

informasi tentang fungsi dan mekanisme kerja dari organ ginjal itu sendiri.

Skenario 9:

Bapak B 40 th dibawa ke UGD karena nyeri hebat pada perutnya, setelah diperiksa dokter

menyarankan operasi batu ginjal.

2

Pembahasan

Struktur Makroskopis Ginjal dan Ureter

Secara makroskopis, ginjal berbentuk seperti kacang merah. Panjang ginjal kurang

lebih sekitar 12,5 cm dan tebalnya kurang lebih 2,5 cm. Ginjal memiliki berat yang berbeda

pada masing-masing jenis kelamin. Pada laki-laki berat ginjal berkisar antara 125 g sampai

175 g pada laki-laki, sedangkan pada perempuan berkisar antara 115 g sampai 155 g

perempuan.Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang

berdekatan dengan dua iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitoneal dan terletak

di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki

sebuah kelenjar adrenal di atasnya.

Letak ginjal kiri dan kanan berbeda satu sama lain. Ginjal kiri terletak di os lumbales

dua sampai os lumbales tiga, sedangkan ginjal kanan terletak di os lumbales tiga sampai os

lumbales empat. Hal tersebut dikarenakan struktur anatomi rongga abdomen seperti hepar

sebagai organ terbesar di dalam tubuh manusia menjulang dari kanan ke kiri, yang dimana

lobus dextra hepar yang berukuran lebih besar daripada lobus sinistra hepar mendesak ginjal

kanan ke bawah.

Ginjal dibungkus oleh tiga buah lapisan yaitu, capsula fibrosa, capsula adiposa, fascia

renalis. Lapisan yang paling pertama dan membungkus langsung ginjal adalah Capsula

fibrosa. Lapisan ini transparan dan sangat mudah untuk dilepas dari ginjal. Lapisan kedua

yang membungkus ginjal adalah Capsula adiposa. Capsula adiposa adalah jaringan lemak

yang membungkus ginjal dan menjaga ginjal supaya tetap pada posisinya bila terjadi

guncangan. Lapisan ketiga atau yang paling terakhir yang membungkus ginjal adalah Fascia

renalis. Fascia renalis membungkus ginjal dari ke bawah, bagian atas menutup sedangkan

pada bagian bawahnya lapisan ini terbuka.1

Gambar 1. Struktur Makroskopis Ginjal

Sumber: http://wonderfull-instinct.blogspot.com/2011/04/memahami-ginjal.html pada tanggal

14 September 2013 pukul 19.00 WIB

3

Berikut adalah vaskularisasi ginjal :

1. Arteri renalis : Percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing ginjal

dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan posterior.

2. Cabang anterior dan posterior arteri renalis : Membentuk arteri-arteri interlobaris

yang mengalir di antara piramida-piramida ginjal.

3. Arteri arkuata : Berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara korteks

dan medula.

4. Arteri interlobularis : Percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan melewati

korteks.

5. Arteriol aferen : Berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk

sekitar 50 kapiler yang membentuk glomerulus.

6. Arteriol eferen : Meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaring-jaring

kapilar lain, kapilar peritubular yang menglilingi tubulus proksimal dan distal

untuk memberi nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang

dierabsorpsi.

7. Kapilar peritubular : Mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan

membentuk vena interlobularis.

8. Vena arkuata : Menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata bermuara

ke dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis.

Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.1

Gambar 2. Vaskularisasi Ginjal

Sumber : http://www.prohealthsys.com/anatomy/grays/splanchnology/the_kidneys.php

pada tanggal 14 September 2013 pukul 19.30 WIB

Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta fungsional berukuran mikroskopik yang

dikenal sebagai nefron , yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Satuan fungsional

adalah satuan terkecil di dalam suatu organ yang mampu melaksanakan semua fungsi organ

tersebut. Karena fungsi primer ginjal adalah menghasilkan urin, dan ketika melaksanakannya,

4

mempertahankan stabilitas komposisi CES, nefron adalah satuan terkecil yang mampu

membentuk urin.

Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus, daerah sebelah luar

yang tampak granuler, korteks ginjal, dan daerah bagian dalam yang berupa segitga-segitiga

bergaris-garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut sebagai medula ginjal. Setiap

nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara

struktural dan fungsional berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah

glomelurus, suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut

dari darah yang melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi, yang komposisinya nyaris identik

dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut

dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.

Pada saat memasuki ginjal, arteri renalis secara sistematis terbagi-bagi untuk akhirnya

menjadi pembuluh-pembuluh halus yang dikenal arteriol aferen, dengan setiap pembuluh

tersebut memperdarahi sebuah nefron. Arteriol aferen menyalurkan darah ke kapiler

glomerulus, yang menyatu untuk membentuk arteriol lain, arteriol eferen, tempat keluarnya

darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus meninggalkan glomerulus. Arteriol

eferen adalah satu-satunya arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler.

Biasanya arteriol bercabang-cabang, menjadi kapiler yang kemudian menyatu kembali

menjadi venula. Di kapiler glomerulus, tidak terjadi ekstraksi O¬2 atau nutrien dari darah

untuk dipakai oleh jaringan ginjal serta tidak terjadi penambahan zat sisa dari jaringan di

sekitar kapiler. Dengan demikian, darah arteri memasuki kapiler glomerulus melalui arteriol

aferen, dan darah arteri meninggalkan glomerulus melalui arteriol eferen.

Arteriol eferen segera terbagi-bagi menjadi serangkaian kapiler kedua, kapiler

peritubulus, yang memperdarahi jaringan ginjal dan penting dalam pertukaran antara sistem

tubulus dan darah selama perubahan cairan yang difiltrasi menjadi urin. Kapiler peritubulus

ini membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus. Kapiler-kapiler peritubulus menyatu

untuk membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena renalis, tempat darah

meninggalkan ginjal.

Komponen tubulus berawal dari kapsul Bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap

yang melingkupi nglomerulus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler

glomerulus. Dari kapsul Bowman, cairan yang difiltrasi mengalir ke dalam tubulus

proksimal, yang seluruhnya terletak di dalam korteks dan dangat berliku-liku atau berbelit di

sepanjang perjalannya. Segmen berikutnya, lengkung Henle, membentuk lekungan berebntuk

U atau yang terbenam ke dalam medula ginjal. Pars descendens lengkung Henle trebenam

dari korteks ke dalam medula dan Pars ascendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks.

5

Pars ascendens kembali ke daerah glomerulus dari nefronya sendiri tempat saluran tersebut

melewati garpu yang di bentuk oleh arteriol aferen dan eferen. Sel-sel tubulus dan sel-sel

vaskular mengalami spesialisasi untuk membentuk aparatus jukstaglomerulus, suatu struktur

yang berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal. Di luar aparatus jukstaglomerulus,

tubulus kembali membentuk gelungan menjadi tubulus distal, yang seluruhnya juga terletak

di korteks. Tubulus distal mengalirkan isinya ke dalam duktus, dengan satu duktus

pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus

pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan isinya (telah berubah

menjadi urin) ke dalam pelvis ginjal. Kapiler peritubulus nefron jukstaglomerulus

membentuk lengkung vaskuler yang tajam yang dikenal sebagai vasa rekta (pembuluh lurus),

yang berjalam berdampingan erat dengan lengkung Henle.3

Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis dan intravesikalis. Dimana pada pars

abdominalis pada perempuan dan laki-laki sama, akan tetapi pars pelvis antara perempuan

dan laki-laki tidak sama.

a. Struktur : panjang ureter sekitar 20-30 cm dan berjalan dari hilus ginjal menuju

kandung kemih. Dindingnya berotot dan dilapisi oleh epitel. Saat operasi bisa dikenali

karena adanya peristaltis

b. Perjalanan : dari pelvis renalis di hilus perjalanan ureter bisa dirangkum sebagai

berikut:

Bagian sepanjang bagian medial m. psoas mayor di bagian belakang, namun

melekat ke peritoneum.

Kemudian menyilang bifurkarsio iliaca communis di anterior sendi sakro-

iliaca dan berjalan sepanjang dinding lateral pelvis menuju spina ischiadica.

Pada spina ischiadica ureter berjalan ke depan dan medial untuk memasuki

kandung kemih dalam posisi miring. Ureter pars itravesikalis memiliki

panjang sekitar 2cm dan perjalanannya sepanjang dinding kandung kemih

menghasilkan efek mirip-sfingter. Pada pria ureter menyilang superfisial di

dekat ujungnya di sebelah vas deferens. Pada wanita ureter lewat atas forniks

lateral vagina namun di bawah ligamentum kardinale dan pembuluh darah

uterina.

c. Vaskularisasi ureter : ureter merupakan struktur abdominal sekaligus pelvis, sehingga

pasokan darahnya diddapatkan dari banyak sumber:

Ureter atas menerima cabang langsung dari aorta abdominalis yaitu a. renalis

dan a. gonadal.

Ureter bawah menerima cabang a. iliaca interna dan a. vesicalis inferior.2

6

Struktur Mikroskopis Ginjal dan Ureter4

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di

dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, dimana setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.

sedangkan di dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional

terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, korpuskulus renal,

tubulus kontortus distalis, segmen tipis dan tebal ansa Henle, dan tubulus kolegens. Urin yang

terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk

kemudian disalurkan ke dalam ureter.

Gambar 3. Struktur Mikroskopis Korteks Ginjal

Sumber : http://www.ouhsc.edu/histology/Text%20Sections/Urinary.html diunduh pada tanggal 14

September 2013 pukul 20.00 WIB

Berikut adalah macam-macam struktur mikroskopis dari ginjal :

a. Glomerulus. Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler, yang

merupakan cabang dari arteriol aferen. Setelah memasuki badan ginjal (korpus ginjal)

korpuskula renalis, arteriol aferen biasanya bercabang menjadi 2-5 cabang utama

yang masing-masing bercabang lagi menjadi jala jala kapiler. Tekanan hidrostatik

darah arteri yang terdapat dalam kapiler-kapiler ini. glomelurus diatur oleh arteriol

eferen.

b. Kapsula Bowman. Berkas kapiler glomelurus dikelilingi oleh kapsula Bowman.

Glomerulus berfungsi sebagai penyaring darah. Kapsula Bowman merupakan epitel

berdinding ganda. Lapisan luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng, dan

lapisan dalam tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki) yang

letaknya meliputi kapiler glomerulus. Antara kedua lapisan tersebut terbentuk rongga

kapsul Bowman. Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel endotel kapiler

membentuk lapisan (membran) filtrasi yang berlubang-lubang yang memisahkan

darah yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsuler. Selsel endotel kapiler

glomerulus mempunyai pori-pori sel lebih besar dan lebih banyak daripada kapiler-

7

kapiler pada organ lain. Hasil filtrasi cairan darah disebut cairan ultrafiltrat (urin

primer) selanjutnya ditampung pada rongga kapsul.

c. Korpuskulum renal. Korpuskulum renal adalah segmen awal setiap nefron. Di sini,

darah disaring melalui kapiler-kapiler glomerulus dan filtratnya ditampung didalam

rongga kapsular yang terletak di antara lapisan parietal dan visceral kapsul bowman.

Setiap korpuskulum renal mempunyai kutub vascular yamg merupakan tempat keluar

masuknya pembuluh darah dari glomerulus.Ukuran diameter korpuskel ginjal

bervariasi dari 150 sampai 250 μm. Lapisan parietal kapsula bowman tersusun dari

epitel selapis gepeng dengan inti agak menonjol ke rongga kapsula. Organel

sitoplasma kurang berkembang.

d. Aparatus jukstaglomerulus. Pada tunika media terdapat sel-sel otot polos. Sel ini

berdekatan dengan endotel dan berhubungan erat dengan makula densa. Makula densa

tidak mempunyai lamina basal. Berhubungan dengan sel yang bergranula terdapat sel

berwarna pucat disebut sel lasic atau sel mesangial ekstraglomerular.

e. Tubulus Kontortus Prokimalis. Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang

bagian awal dari tubulus ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-

60 m. Tubulus konvulatus proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang

kortek yang dibatasi oleh epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak

dijumpai mikrovilli yang panjangnya bisa mencapai 1,2 m dengan jarak satu sama

dengan yang lainnya 0,03 m. Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang

disebut Brush Border, dengan lumen yang lebar dan sitoplasmanya epitel yang jernih.

f. Ansa Henle. Ansa henle banyak dijumpai di daerah medula dengan diameter bisa

mencapai 15 mm. Ansa henle berbentuk seperti huruf “U” yang mempunyai segmen

tebal dan diikuti oleh segmen tipis (kelanjutan dart tubulus kontorus proksimal). Pada

bagian desenden (berjalan turun)mempunyai lumen yang kecil dengan diameter 12m

panjang 1-2 mm, sedangkan bagian asenden (berjalan ke atas) mempunyai lumen

yang agak besar dengan panjang 9 mm dengan diameter 30 m. Epitel dari Ansa Henle

merupakan peralihan dari epithel silindris rendah / kubus sampai squomus, biasanya

pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal pada medula, tapi bisa juga terjadi di

daerah atas dari Ansa Henle.

g. Tubulus Kontortus Distalis. Perbedaan struktur histologi dengan tubulus kontortus

proksimalis antara lain : sel epitelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil,

potongan melintang pada tempat yang sama mempunyai epitel lebih sedikit,

sedangkan Tubulus Konvulatus distalis : sel epitel lebih kecil dan rendah, tidak

8

mempunyai brush border, kurang asidofil, lebih banyak epitel pada potongan

melintang. Sepanjang perjalanan pada kortek, tubulus ini mengadakan hubungan

dengan katup vaskuler badan ginjal dari nefronnya sendiri yakni dekat dengan

anteriole aferent dan eferent. Pada tempat hubungan ini, tubulus distalis mengadakan

modifikasi bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi

bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi ini pada

mikroskop cahaya tampak lebih gelap ini disebabkan dekatnya dengan inti disebut :

Makula dense. Fungsi makula dense belum begitu jelas akan tetapi beberapa ahli

mengatakan, fungsinya adalah sebagai penghantar data osmolaritas cairan dalam

tubulus distal ke glomerulus. Pada makula dense yang dekat dengan arteriola aferent

mengandung sel juksta glomerulus yaitu sel yang mempunyai bentuk epiteloid dan

bukan sel otot polos dan ini mungkin merupakan modifikasi dari otot polos. Sel ini

menghasilkan enzim renin. Hormon ini mengubah hipertensinogen menjadi

hipertensin (angiotensin). Angiotensin mempengaruhi tunika media dari arteriola

untuk berkontraksi, yang mengakibatkan tekanan darah menjadi naik.

h. Tubulus kolektivus (Tubulus Koligens). Merupakan lanjutan dari nefron bagian

tubulus kontortus distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Tubulus

kolektivus bagian depan mempunyai lumen yang kecil berdiameter sekitar 40 m

dengan panjang 20-22 mm. Lumennya dilapisi epitel kubis selapis, sedangkan tubulus

kolektivus bagian belakangnya sudah berubah menjadi bentuk silindris dengan

diameter 200 m, panjangnya mencapai 30-38 mm.

Ureter adalah saluran tunggal yang menyalurkan urine dari pelvis renalis menuju

vesika urinaria (kantong air seni). Mukosa membentuk lipatan memanjang dengan epitel

peralihan, lapisan sel lebih tebal dari pelvis renalis. Tunika propria terdiri atas jaringan ikat

dimana yang bersifat mukous, dengan lumen agak luas. Tunika muskularis tampak lebih tebal

dari pelvis renalis, terdiri dari lapis dalam yang longitudinal dan lapis luar sirkuler, sebagian

lapis luar ada yang longitudinal khususnya bagian yang paling luar. Dekat permukaan pada

vesika urinaria hanya lapis longitudinal yang nampak jelas.

9

Gambar 4. Ureter

Sumber : http://download.videohelp.com/vitualis/med/his_pic_urinary_sys_2.htm diunduh pada

tanggal 14 September 2013 pukul 20.20WIB

Tunika adventisia terdiri atas jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah,

pembuluh limfe dan saraf, ganglia sering terdapat didekatnya. Selama urine melalui ureter

komposisi pokok tidak berubah, hanya ditambah lendir saja. Dinding ureter terdiri atas

beberapa lapis, yakni:

1. Tunika mukosa : lapisan dari dalam ke luar sebagai berikut :

Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis, pada ureter

empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis.

Tunika submukosa tidak jelas.

Lamina propria beberapa lapisan.

Luar jaringan ikat padat tanpa papila, mengandung serabut elastis dan

sedikit noduli limfatisi kecil, dalam jaringan ikat longgar.

Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan vesika

urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur.

2. Tunika muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan

ikat longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum

longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum.

3. Tunika adventisia : jaringan ikat longgar.

Fungsi dan Mekanisme Kerja Ginjal

Ginjal merupakan suatu organ yang melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk

mempertahankan homeostasis. Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di CES,

misalnya garam (NaCl), ginjal dapat mengeliminasi kelebihan tersebut di dalam urin. Jika

terjadi kekurangan, ginjal sebenarnya tidak dapat memberi tambahan konstituen yang kurang

10

tersebut, tetapi dapat membatasi kehilangan zat tersebut melalui urin, sehingga dapat

menyimpan sampai lebih banyak zat tersebut didapat dari makanan. Dengan demikian, ginjal

dapat lebih efisien melakukan kompensasi untuk kelebihan daripada kekurangan, seperti

tercermin lebih jauh pada kenyataan bahwa pada beberapa keadaan ginjal tidak dapat secara

total menghentikan pengeluaran suatu bahan penting melalui urin, walaupun tubuh sedang

kekurangan bahan tersebut. Contoh utama adalah defisit H2O. Walaupun seseorang tidak

mengkonsumsi H2O, ginjal harus menghasilkan sekitar satu liter H2O dalam urin setiap hari

untuk melaksanakan fungsi penting lain sebagai “pembersih” tubuh.

Selain berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal

merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolik yang toksis dan

senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk

padat, mereka harus diekskresikan dalam bentuk larutan, sehingga ginjal harus menghasilkan

minimal 500 ml urin berisi zat sisa perharinya. Karena H2O yang dikeluarkan di urin berasal

dari plasma darah, seseorang yang tidak mendapat H2O sedikitpun tetap diharuskan

menghasilkan urin sampai meninggal akibat deplesi volume plasma ke tingkat fatal, karena

H2O akan turut dibuang menyertai pengeluaran zat sisa-sisa. Untungnya, kecuali keadaan

ekstrim, ginjal mampu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal walaupun

pemasukan cairan dan elektrolit berubah-ubah.5

Fungsi spesifik yang dilakukan ginjal, yang sebagian besar ditunjukan untuk

mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal:

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-, K+,

HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43-, dan H+ .

3. Memelihara volum plasma yang sesuai, sehingga sabgat berperan dalam

pengaturan jangksa panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui

peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.

4. Membantu memelihara kesimbangan asam-basa tubuh dengan menyesuaikan

pengeluaran HCO3- dan H+ dalam urin.

5. Memelihara osmolaritas (konstentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama

melalui pengaturan keseimbangan H2O.

6. Mengekskresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari metabolisme

tubuhm, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk zat

sisa-sisa tersebur bersifat toksik, terutama bagi otak.

11

7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat penambahan pada

makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil

masuk ke dalam tubuh.

8. Mensekresikan eritropoietin, sesuatu hormon yang dapat merangsang

pembentukan sel darah merah.

9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang

penting dalam proses konsevrvasi garam oleh ginjal.

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.5

Terdapat tiga proses dasar dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi glomerulus,

reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.5

A. Filtrasi glomerulus

Langkah pertama dalam pembentukan urin. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke

kapsul Bowman harus melawati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus: (1)

dinding kapiler glomerulus, (2) membran basal (lapisan gelatinosa aseluler), dan (3) lapisan

dalam kapsul Bowman. Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul

halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H2O dan zat

terlarut lain yang ukuran molekulernya cukup kecil. Pada membran basal terdiri dari

glikoprotein yang berfungsi untuk menghambat filtrasi protein dan menolak albumin karena

glikoprotein bermuatan negatif, dan kolagen dan terselip di antara glomerulus dan kapsul

Bowman. Lapisan terakhir oada membran glomerulus, yaitu lapisan dalam kapsul Bowman,

terdiri dari podosit, sel yang mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit

memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan

podosit di dekatnya. Celah sempit antara tonjoloan yang berdekatan di sebut celah filtrasi

(filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk

ke lumen kapsul Bowman.

Gambar 5. Proses Kerja Ginjal

Sumber : http://jw1.nwnu.edu.cn/jpkc/jwc/2009jpkc/rtkx/jp.html diunduh pada tanggal 14 September

2013 pukul 20.45 WIB

12

Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya pendorong utama yang berperan untuk

menginduksi filtrasi glomerulus. Dalam perpindahan cairan dari plasma menembus membran

glomerolus menuju kapsula Bowman tidak terdapat mekanisme tranportasi aktif. Terdapat

tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus, yaitu (1) tekanan darah kapiler

glomerulus, (2) tekanan osmotik koloid plasma, dan (3) tekanan hidrostatik kapsul Bowman.

Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang timbul oleh darah di dalam,

kapiler glomerulus. Tekanan ini akhirnya bergantung pada kontraksi jantung (sumber energi

yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi ateriol aferen dan eferen terhadap aliran

darah. Tekanan darah kapiler glomerulus kira-kira 55 mmHg, lebih tinggi daripada tekanan

darah kapiler di tempat lain, karena tengah arteriol aferen lebih besar daripada garis tengah

arteriol eferen. Karena darah lebih mudah masuk ke kapiler glomerolus memulai arteriol

aferen yang lebih lebar dan lebih sulit keluar melalui arteriol aferen yang lebih sempit,

tekanan darah kapiler glomerolus meningkat akibat terbendungnya darah di kapiler

glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi arteriol eferen, tekanan darah tidak

mengalami kecenderengungan menurun disepanjang kapiler lain. Tekanan darah glomerulus

yang meningkat dan tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus

untuk masuk ke kapsul Bowman di keseluruhan panjang kapiler glomerulus dan merupakan

gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.

Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi, kedua gaya lain yang

bekerja melintasi membran glomerulus (tekanan onkotik koloid plasma dan tekanan

hidrostatik kapsul Bowman) melawan filtrasi. Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan

oleh distribusi protein-protein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membran

glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi, protein-protein plasma terdapat di kapiler

glomerulus tetapi tidak ditemukan di kapsul Bowman. Dengan demikian, konsentrasi H2O di

kapsul Bowman lebih tinggi daripada konsentrasi di kapiler glomerulus. Akibatnya

kecenderungan H2O untuk berpindah secara otomatis mengikuti penurunan gradien

konsentrasinya daripada kapsul Bowman ke kapiler glomerulus melawan filtrasi glomerulus.

Tekanan osmotik yang melawan filtrasi ini rata-rata besarnya 30 mmHg, yang sedikit

lebih tinggi daripada di kapiler lain di tubuh. Tekanan ini lebih tinggi karena H2O yang

difiltrasi ke luar dari darah glomerulus jumlahnya cukup banyak, sehingga konsentrasi

protein plasma lebih tinggi dibandingkan di tempat lain. Cairan di dalam kapsul Bowman

menimbulkan tekanan hidrostatik yang diperkirakan besarnya sekitar 15 mmHg. Tekanan ini,

yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman, melawan filtrasi cairan dari

glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Gaya yang total yang mendorong filtrasi adalah

sebesar 55 mmHg dan disebabkan oleh tekanan darah darah kapiler glomerulus. Jumlah

kedua gaya yang melawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi

13

(10 mmHg) disebut sebagai tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi sebenarnya, yaitu laju filtrasi

glomerulus ( glomerular filtration rate, GFR).

Tekanan onkotik koloid plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein

plasma, yang mengurangi tekanan osmotik tersebut menyebabkan peningkatan GFR. Karena

tekanan darah arteri adalah gaya yang mendorong darah ke dalam glomerulus, tekanan darah

kapiler glomerulus dan dengan demikian GFR akan meningkat setara dengan peningkatan

tekanan arteri. Perubahan GFR spontan semacam itu sebagian besar dicegah oleh mekanisme

pengaturan intristik yang dicetus kan oleh ginjal itu sendiri, suatu proses yang dikenal sebagai

autoregulasi. Terdapat dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi, yaitu :

Mekanisme miogenik, yang berespon terhadap perubahan tekanan di dalam

komponen vaskuler nefron yang sifat umum otot polos. Otot polos vaskuler arteriol

berkontraksi secara inheren sebagai respon terhadap peregangan yang menyertai

peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian, arteriol aferen secara

otomatis berkontraksi sendiri jika teregang karena tekanan aerteri meningkat. Respon

ini membatu membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal

walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya arteriol eferen secara inheren akan

melemas, sehingga aliran darah ke glomerulus meningkat walaupun tekanan arteri

menurun, dan

Mekanisme umpan balik tubulo glomerulus, yang mendeteksi perubahan aliran

melalui komponen tubulus nefron. Sel-sel tubulus khusus di daerah ini secara kolektif

disebut sebagai makula densa. Sel-sel makul densa berfungsi untuk mendeteksi

perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka. Apabila

GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi dan mencapai

tubulus distal lebih banyak daripada normal. Ebagai respon, sel-sel makula densa

memicu pengeluaran zat-zat kimia vasoaktif dari aparatus jukstaglomerulus yang

menyebabkan kontriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta

memulihkan GFR ke normal.

B. Reabsorpsi tubulus

Merupakan perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus

(lumen tubulus) ke dalam darah. Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang

bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Zat-zat yang direabsorpsi

tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubuli ke sistem vena

dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi

14

setiap hari, rata-rata 178,5 liter diserap kembali dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke

pelvis ginjal untuk di keluarkan sebagai urin.

Reabsorpsi di bagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Reabsorpsi pasif, yaitu tidak memerlukan energi untuk memindahkan bahan dari

lumen tubulus ke plasma.

2. Reabsorpsi aktif, yaitu perpindahan netto suatu bahan dari lumen ke plasma

berlangsung melawan gradien elektrokimia. Bahan yang direabsropsi merupakan

bahan yang penting bagi tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dam nutrien organik.

Bahan yang direabsorpsi, yaitu :

a) Reabsorpsi Na+ .

Reabsorpsi natrium bersifat unik dan kompleks. 80% dari kebutuhan energi total ginjal

digunakan untuk transportasi Na+. Tidak seperti sebagian besar zat terlarut yang difiltrasi,

Na+ direabsorpsi di seluruh tubulus dengan tingkat yang berbeda-beda. Dari semua Na+

yang difiltrasi, dalam keadaan normal 99,5% direabsorpsi, dengan rata-rata 67% di tubulus

proksimal, 25% di lengkung Henle, dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul.

Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorpsi glukosa,

asam amino, H2O, Cl-, dan urea. Reabsorpsi natrium di lengkung Henle, bersama dengan

reabsorpsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan

konsentrasi dan volume yang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan tubuh untuk

menyimpan atau membuang H2O.

Reabsorpsi natrium di bagian distal nefron bersifat variabel dan berada di bawah kontrol

hormon, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorpsi tersebut juga sebagian

berkaitan dengan sekresi K+ dan H+. Langkah aktif pada reabsorpsi Na+ melibatkan

pembawa Na+, K+ ATPase bergantung energi yang terletak di membran basolateral sel

tubulus dimana untuk pembawa dan mengluarkan Na+ dari sel. Aldosteron merangsang

reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Di tubulus proksimal dan lengkung

Henle, presentasu reabsorpsi Na+ yang difiltrasi bersifat konstan. Reabsorpsi sejumlah kecil

Na+ di bagian distal tubulus berada di bawah kontrol hormon. Tingkat reabsorpsi terkontrol

ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat

Na+, hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direabsorpsi, bahkan Na+ dikeluarkan

bersama urin, sehingga kelebihan Na+ dapat di keluarkan dari tubuh. Apabila terjadi

kekurangan Na+, sebagian besar dari Na+ yang dikontrol ini direabsorpsi, sehingga Na+ yang

seharusnya keluar ke dalam urin dapat dihemat oleh tubuh. sistem hromon terpenting adalah

15

sistem renin angiotensin aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan

tubulus pengumpul.

Sel-sel granuler aparatus jukstaglomerulus mensekresikan suatu hormon renin, ke dalam

darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah. Fungsi ini

merupakan tambahan untuk autoregulasi. Sinyal-sinyal saling terkait yang mendorong

peningkatan sekresi renin ini semuanya menunjukkan perlunya ekspansi volume plasma

untuk meningktakan tekanan arteri ke normal dalam jangka panjang. Peningkatan sekresi

renin, melalui serangkaian proses kompleks, menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ oleh

bagian distal tubulus. Klorida selalu pasif mengikuti Na+ sesuai penurunan gradien listrik.

Keuntungan utama resistensi garam ini adalah retensi H2O yang mengikuti secara osmotis,

yang membantu pemulihan volume plasma dan tekanan darah.

Sekresi renin menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+. Setelah disekresikan ke dalam

darah, renin bekerja sebagian enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi

angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu

terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Pada saat melewati paru melalui sirkulasi paru,

angiotensin I diubah oleh angiotensin converting enzym (ACE) menjadi angiotensin II.

Angiotensin II adalah stimulus utama untuk sekresi hormon aldosteron dari kelenjar adrenal

(kelenjar endokrin). Efek dari aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus

distal dan tubulus pengumpul.Diuresis merupakan peningkatan pengeluaran urin.

b) Reabsorpsi glukosa.

Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalah 100 mg glukosa/ 100 ml plasma. karena

glukosa difiltrasi secara bebas di glomerulus, zat ini akan masuk ke kapsul Bowman dengan

konsentrasi yang sama dengan konsentrasinya di plasma. Dengan jumlah plasma yang

difiltrasi permenit dalam keadaan normal adalah 125 ml (GFR rata-rata = 125 ml/menit),

setiap menit lewat 125 mg glukosa ke dalam kapsul Bowman. Maksimum tubulus (Tm)

adalah jumlah maskimum suatu bahan yang dapat diangkut secara aktif oleh sel-sel tubulus

dalam rentang waktu tertentu. Tm untuk glukosa adalah 375 mg/menit. Dan kadar glukosa

darah 170-180 mg% (nilai ambang ginjal) terhadap glukosa. Jika melebih dari kadar tersebut

menyebabkan glukosa masuk ke urin, yang disebut glukosuria. Dan jika melebihi Tm untuk

glukosa disebut renal glukosuria.

c) Reabsorpsi fosfat.

Ginjal secara langsung berperan dalam pengaturan banyak elektrolit, misalnya kalsium

dan fosfat, karena ambang ginjal untuk ion-ion anorganik ini setara dengan konsentrasi

plasma normal mereka. Jika melebihi dari konsentrasi plasma maka akan di keluarkan oleh

16

urin. Terdapat hormon paratiroid yang dapat mengubah ambang ginjal untuk ion fosfat dan

ion kalsium, sehingga jumlah kedua eletrolit yang ditahan di dalam tubuh ini disesuaikan

dengan kebutuhan sesaat tubuh.

d) Reabsorpsi klorida.

Ion klorida yang bermuatan negatif direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan

gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan positif.

Jumlah Cl- yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na+ dan tidak dikontrol

secara langsung oleh ginjal.8

e) Reabsorbsi air.

Air secara pasif direabsorpsi melaui osmosis di seluruh panjang tubulus. Dari H2O yang

difiltrasi, 80% direabsorpsi secara obligatorik di tubulus proksimal dan lengkung Henle

karena secara otomatis mengikuti reabsorpsi zat terlarut. Reabsorpsi ini terjadi tanpa

dipengaruhi oleh beban H2O tubuh dan tidak diatur. Sisa 20% direabsorpsi dalam jumlah

bervariasi dibagian distal tubulus, tingkat reabsorpsi ini berada dibawah kontrol langsung

hormon, bergantung pada status hidrasi tubulus. Gaya yang mendorong reabsorpsi H2O di

tubulus proksimal adalah kompartemen hipertonisitas di ruang lateral anatara sel-sel tubulus

yang diciptakan oleh pengeluaran aktif Na+. Aktivitas pompa ini, konsentrasi Na+ di cairan

tubulus dan sel tubulus dengan cepat menurun disertai peningkatan konsentrasinya di ruang

lateral. Gradien osmotik ini menginduksi aliran netto pasif H2O dari lumen ke dalam

ruangang lateral, baik melalui sel atau secara antarsel melalui taut erat yang “bocor”.

Akumulasi cairan di ruang lateral menyebabkan terbentuknya tekanan hidrostatik (cairan),

yang mendorong H2O ke luar dari ruang lateral menuju cairan intertisium dan akhirnya ke

dalam kapiler peritubulus.

Pengambilan H2O yang difiltrasi ini ke plasma ditingkatkan oleh kenyataan bahwa

tekanan osmotik koloid plasma lebih besar di kapiler peritubulus dari pada di tempat lain.

Konsentrasi protein-protein plasma, yang merupakan penentu tekanan osmotik koloid plasma

meningkat di darah yang memasuki kapiler peritubulus karena filtrasi ekstensif H2O melalui

kapiler glomerulus di sebelah hulu. Protein plasma yang tertinggal di glomerulus

terkonsentrasi ke dalam volume H2O plasma yang berkurang, sehingga meningkatkan

tekanan osmotik koloid plasma darah yang tidak terfiltrasi yang meninggalkan glomerulus

dan memasuki kapiler peritubulus. Daya ini cenderung menarik H2O ke dalam kapiler

peritubulus, dibarengi oleh dorongan tekanan hidrostatik di ruang lateral yang menyebabkan

H2O berpindah ke kapiler. Melalui cara ini, 65% H2O difiltrasi (117 liter per hari) secara

pasif direabsorpsi di bagian akhir tubulus proksimal. Sisa 15% H2O yang difiltrasi

17

dereabsorpsi secara obligatorik dari lengkung Henle. 20% sisa H2O yang difiltrasi dapat

berubah-ubah dan di lakukan di tubulus distaldan pengumpul di bwah kontrol vasopresin.

f) Reabsorpsi urea.

Selain Cl- dan H2O, reabsorpsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan

reabsorpsi aktif Na+. Urea adalah suatu produk sisa yang berasal dari penguraian protein.

Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus adalah setara dengan konsentrasinya di

dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun, jumlah urea yang terdapat di

dalam 125 ml aliran filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hampir

tiga kali lipat volume yang hanya 44 ml di akhir tubulus proksimal. Akibatnya, konsentrasi

urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh karena tubulus proksimal hanya cukup permeabel

terhadap urea, sekitar 50% urea yang difiltrasi secara pasif direabsorpsi dengan cara ini.

g) Produk-produk sisa lainnya yang difiltrasi selain urea.

Misalnya fenol dan kreatinin,juga terkonsentrasi di cairan tubulus sewaktu H2O

meninggalkan filtrat untuk memasuki plasma, tetapi zat-zat ini tidak secara pasif direabsorpsi

seperti urea.8

C. Sekresi tubulus

Mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen

tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara

pertama zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi glomelurus.

Namun, hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir malalui kapiler glomerulus disaring ke

dalam kapsula Bowman. 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler

peritubulus. Bahan yang disekresi, yaitu :

i. Sekersi ion hidrogen. Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan

keseimbangan asam-basa tubuh. Ion hidrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi

melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi

H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang

apabila konsentrasi H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah.

ii. Sekresi ion kalium. Ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah

dengan arah berlawanan diberbagai bagian tubulus, zat ini aktif direabsorpsi di

tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul.

Reabsorpsi ion kalium di awal tubulus bersifat konstan dan tidak diatur, sedangkan

sekresi K+ di bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol. Dalam

keadaan normal, jumlah K+ yang dieksresikan dalam urin adalah 10-15% dari

18

jumlahnya yang difiltrasi. Namun, K+ yang difiltrasi hampir seluruhnya direabsorpsi,

sehingga sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K+ yang

dikontrol dan bukan dari filtrasi. Yang mempengaruhi kecepatan sekresi K+, yang

paling penting adalah hormon aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oleh sel-sel

tubulus di bagian akhir nefron secara simultan meningkatkan reabsorpsi Na+.

Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal

untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemudian mendorong sekresi dan

eksresi kelebihan K+.

iii. Sekresi anion dan kation organik. Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa

sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah

untuk sekresi kation organik. Beberapa fungsi penting yaitu (1) dengan menambah

banyak ion organik tertentu ke cairan tubulus yang sudah mengandung bahan uang

bersangkutan melalui jalur proses filtrasi, jalur sekretorik akan mempermudah

ekskresi bahan-bahan tersebut, (2) ion organik secara ekstensif tetapi tidak ireversibel

terikat ke protein plasma, dan (3) kemampuan sekresi ion organik mengeliminasi

banyak senyawa asing dari tubuh.5

D. Eksresi urin

Mengacu pada eliminasi zat-zat dari tubuh di urin. Semua konstituen plamsa yang

mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi yang tidak direabsorpsi, akan tetap

berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan sebagai urin.

Biasanya dari 125 ml plasma yang difitrasi per menit, 124 ml/menit direabsorpsi, sehingga

jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian, urin yang di

ekskresikan per hari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difiltrasi. Komposisi urine terdiri dari

urea (1/2 total solid), NaCl (1/4 total solid), dan zat organik dan zat anorganik.5

Faktor-faktor yang mempengaruhi , yaitu:

1. Konsentrasi ureum dalam darah. Pada ginjal normal, makin meningkat ureum dalam

darah, yang disekresi juga semakin meningkat.

2. Laju filtrasi glomerulus. Bila laju filtrasi glomerulus rendah, maka aliran filtrat dalam

tubulus lambat. Karena pada umumnya hampir semua tubulus permeabel terhadap

ureum yang direabsoprsi sepanjang tubulus sehingga proporsi ureum yang dibuang

lewat urine sangat berkurang dan sebaliknya.5

19

Hormon-hormon yang bekerja pada ginjal:

Hormon antidiuretik (ADH atau Vasopresin) merupakan peptida yang dihasilkan oleh

kelenjar hipofisis posterior, hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus

kolektivus.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon

ini meningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus distal dan duktus kolektivus.

Peptida natriuetik (NP). Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan sekresi

natrium pada duktus kolektivus.

Hormon paratiroid merupakan protein yang di produksi oleh kelenjar paratiroid,

hormon ini meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorpsi kalsium, dan produksi vitamin D

pada ginjal.6

Kesimpulan

Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk menyaring darah. Dimana terdapat tiga

proses yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Untuk melakukan proses filtrasi, reabsorpsi, dan

sekresi memiliki tekanan tertentu yang hasil akhirnya akan di keluarkan berupa urin. Apabila

terjadinya kelainan pada proses kerja ginjal maka dapat menimbulkan penyakit seperti

terjadinya obstruksi pada saluran ginjal yang menyebabkan nyeri pada kasus PBL.

Daftar Pustaka

1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC. 2004. h.318-23.

2. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2004. h. 45.

3. Inggriani K. Buku ajar sistem urogenitalia. Jakarta: Universitas Kristen Krida

Wacana; 2012. h.30-5.

4. Fawcett, Bloom. Buku ajar histologi. 12nd ed. Jakarta: EGC. 2003. h.650-7.

5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6nd ed. Jakarta: EGC. 2001. h.

554-91

6. Callaghan CAO. At a glance sistem ginjal. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2006.h. h 15-6.