Download - Stroke Dan Rokok
RINGKASAN
ERI RAHMAWATY ELYAS SALEH FAKTOR RISIKO KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAU-BAU PROPINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2007
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan; dan yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian; akibat gangguan alliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non perdarahan dan dianggap sebagai masalah besar yang tengah dihadapi hampir seluruh dunia. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk menganalisis factor risiko merokok sebagai salah satu penyebab terhadap kejadian stroke.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan rancangan Case Control Study yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bau-Bau. Pengumpulan data penelitian dilakukan secara wawancara langsung kepada responden menggunakan bantuan kuesioner. Pengolahan data menggunakan bantuan komputer dan analisis data berdasarkan pengujian statistik Odds Ratio (OR). Peyajian data penelitian dalam bentuk tabel analisis univariat dan bivariat yang disertai dengan pejelasan.
Hasil penelitian diperoleh bahwa Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dan jenis rokok yang dihisap dengan kejadian stroke dan dikatakan bukan faktor risiko berdasarkan nilai Confidence Interval yang mencakup nilai satu, sedangkan lama merokok dan banyaknya rokok yang dihisap dalam sehari merupakan faktor risiko terhadap kejadian stroke. Dimana semakin banyak batang rokok yang dihisap dalam sehari dan lamanya seorang merokok meningkatkan kejadian terhadap stroke.
Saran yang diajukan pada penelitian adalah penanggulangan stroke melalui pengurangan konsumsi rokok perlu dilaksanakan melalui berbagai upaya yang tidak hanya mencakup aspek penyebaran informasi saja namun juga harus mencakup pada pengurangan produksi rokok di perusahaan-perusahaan pemintal rokok dan Upaya penanggulangan perilaku merokok pada masyarakat juga dapat dilakukan dengan keterlibatan pemerintah dengan membuat kebijakan atas harga penjualan rokok yang lebih tinggi selain dengan penerapan aturan pemroduksian jenis rokok berfilter. Kata Kunci : Merokok, Perilaku
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otak merupakan jaringan atau organ tubuh yang sangat vital,
keberadaan serta fungsinya dapat terganggu oleh suatu serangan
yang datang secara tiba-tiba dan mendadak, serta tanpa peringatan
terlebih dahulu; yang disebut stroke.Stroke dianggap sebagai masalah
besar yang tengah dihadapi hampir seluruh dunia, serangan stroke
yang akut terutama dapat menyebabkan kemetian yang mendadak
ataupun kecatatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun
usia lanjut. Insidennyapun semakin sering ditemukan (Junaidi, 2004).
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang
terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan; dan yang dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian; akibat gangguan
alliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non perdarahan
(Junaidi, 2004).
Stroke adalah penyakit penyebab kematian ke tiga di negara
maju. Angka kejadian stroke di Amerika Serikat di perkirakan setiap
tahunnya mencapai 500.000 pasien stroke baru dan sekitar 150.000
yang meninggal berkenaan dengan stroke (Bustan, 2000).
Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa
setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk Indonesia terserang
stroke. Sekitar 25% diantaranya atau 125.000 penduduk yang
meninggal. Sedangkan yang sisanya mengalami cacat berat maupun
ringan seumur hidupnya. Dan dari seluruh rumah sakit di Indonesia,
dilaporkan, stroke merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian
(www. info-sehat.com).
Sumber data dari ASEAN Neurological Association (ASNA)
menyebutkan, dari Oktober 1999 hingga Maret 2000, terdapat 4.065
pasien stroke yang terdaftar di 28 rumah sakit yang mewakili daerah
dengan populasi padat di Indonesia, 13 rumah sakit berlokasi di Jawa,
Sumatera dan Jakarta (www. suaramerdeka.com).
Data dari RSUD Bau-bau menunjukkan bahwa tedapat 5
penyakit tertinggi khususnya pada pasien rawat inap yaitu tuberkolosis,
stroke, hipertensi, diabetes melitus dan tumor paru. Untuk pasien
penyakit stroke tahun 2005 berjumlah 40 sedangkan untuk tahun 2006
jumlah pasien penyakit stroke mengalami peningkatan menjadi 57
pasien rawat inap dan 2 pasien didiagnosa meninggal dunia akibat
stroke akut (Indeks PasienRSUD Bau-bau tahun 2005-2006).
Serangan stroke bisa dialami oleh setiap orang baik wanita
maupun pria. Makin banyak faktor risiko yang dimiliki, makin besar
kemungkinanseseorang mengalami serangan stroke (Lumbantobing,
2004). Beberapa faktor risiko yang tidak dapat dikontrol seperti umur,
jenis kelamin dan genetik. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol
seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, kolesterol, kurang
aktifitas fisik, stres fisik dan mental (Junaidi, 2004).
Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan
sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagi alat tubuh manusia. Penyakit-
penyakit ini antara lain serangan jantung, stroke, hipertensi, kanker
paru-paru dan gangguan pernapasan, kanker lainnya (tenggorokan,
rongga mulut, penyakit paru-paru obstruktif kronis, bronkitis, leher
rahim kandung kemih dan emfisema), impotensi dan gangguan
kehamilan (Kanang, 2003).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan
Inggris, didapatkan bahwa kebiasaan merokok memperbesar risiko
stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan
dengan bukan perokok gas karbon monoksida dalam rokok
mengakibatkan penyempitan dan penyumbatan aliran darah ke otak
yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen
(Insufisiensi Otak) (Kusmana, 2004).
Dengan melihat kenyataan yang ada, maka peneliti merasa
perlu melakukan penelitian mengenai faktor risiko kebiasaan merokok
terhadap penyakit stroke pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Umum Daerah Bau-bau Propinsi Sulawesi Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah usia mulai merokok merupakan faktor risiko stroke pada
pasien rawat inap di RSUD Bau-bau?
2. Apakah jumlah rokok yang dihisap perhari merupakan faktor
risiko stroke pada pasien rawat inap di RSUD Bau-bau?
3. Apakah lama merokok merupakan faktor risiko stroke pada
pasien rawat inap di RSUD Bau-bau?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko kebiasaan merokok terhadap
penyakit stroke pada pasien rawat inap di RSUD Bau-bau periode
2005-2006.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui usia mulai merokok sebagai faktor risiko
terhadap penderita penyakit stroke.
b. Untuk mengetahui jumlah rokok yang dihisap perhari sebagai
faktor risiko terhadap penderita penyakit stroke.
c. Untuk mengetahui lama merokok sebagai faktor risiko terhadap
penderita penyakit stroke.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan informasi bagi instansi
departemen kesehatan dan RSUD Bau-bau dalam upaya
perencanaan program penyuluhan kesehatan yang
berhubungan dengan penyakit stroke
b. Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perokok,
khususnya generasi muda agar menghindarkan diri dari
kebiasaan merokok.
2. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan informasi dan bahan bacaan bagi peneliti
selanjutnya untuk mengembangkan ilmu kesehatan masyarakat,
khususnya dalam bidang epidemiologi
3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman berharga bagi
peneliti sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi
secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit
ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk (Bustan,
2000).
Stroke berarti pukulan pada sel otak, biasanya karena
adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Terdapat banyak
pembuluh arteri dan cabang-cabangya mensuplai darah ke otak,
setiap arteri mensuplai area yang spesifik dari otak, dan beberapa
area tersebut mendapat suplai dari satu pembuluh arteri,
kekurangan darah segar yang disebabkan oleh gangguan misalnya
terdapatnya timbunan plak atau pecahnya arteri dapat
menimbulkan arteri (Soeharto, 2002).
Menurut WHO : stroke adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global),
yang berlangsung dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab
selain daripada gangguan vaskular.
Istilah kuno, apoplaksia serebri sama maknanya dengan
cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan stroke. Adapun
penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang
mendasari terjadinya stroke, misalnya arteriosklerosis otak,
aneurisma, angioma pembuluh darah otak dan sebagainya, disebut
Penyakit Peredaran Darah Otak (Cerebrovascular Disease/CVD) (
Price, 2004)
2.Klasifikasi
Secara umum stroke dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu :
a. Stroke Pendarahan (Hemoragonik)
Yang termasuk stroke perdarahan yaitu :
1. Pendarahan intraserebral (PIS), seperti intraparenkim dan
intraventrikel.
2. Pendarahan subarakhnoid (PSA).
3. Pendarahan subdural (PSD) (Bustan, 2000).
b. Stroke Non Pendarahan (Infark/Iskemik)
Stroke Non Pendarahan (Infark/Iskemik) dikelompokkan
menjadi :
1. Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik (non
hemoragik) dikelompokkan menjadi :
a. Transient ischemic Attack (TIA) : serangan stroke
sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : Gejala
neurologis akan menghilang antara > 24 jam sampai
dengan 21 hari
c. Progressing stroke atau Stroke in evolution : Kelumpuhan
atau defisit neurologik berlangsung secara bertahap dari
yan ringan sampai menjadi berat
d. Stroke komplit atau Comleted stroke : Kelainan
neurologis sudah menetap, dan tidak berkembang lagi
(Junaidi, 2004)
3.Etiologi
a. Infark otak (80%)
Emboli
1. Emboli kardiogenik
a. Fibrilasi atrium atau aritma lain
b. Trombus mural ventrikel kiri
c. Penyakit katup mitral atau aorta
d. Endokarditis (infeksi atau non infeksi)
2. Emboli paradokssal (foramen ovale paten)
3. Emboli arkus aorta
Aterotrombotik (Penyakit pembuluh darah sedang – besar)
1. Penyakit ekstrakranial
a. Arteri karotis interna
b. Arteri vertebralis
2. Penyakit intracranial
a. Arteri karotis interna
b. Arteri serebri media
c. Arteri basilaris
d. Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
b. Pendarahan intraserebral (15%)
1. Hipertensif
2. Malformasi
3. Angiopati amiloid
c. Perdarahan Subaraknoid (5%)
d. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
1. Trombosis sinus dura
2. Diseksi rteri karotis atau vertebralis
3. Vaskulitis system saraf pusat
4. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang
progresif)
5. Migren
6. Kondisi hiperkoalgulasi
7. Penyalahgunaan obat (kokain dan dan amfetamin)
8. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau
leukimia)
9. Miksoma atrium (Mansjoer dkk., 2000)
4.Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi antar negara dan tempat. Menurut
hasil penelitian yang dikoordinasi oleh WHO, dari 16 pusat riset di
12 negara maju dan berkembang antara Mei 1971 sampai dengan
Desember 1974 memperlihatkan bahwa insiden stroke yan paling
tinggi adalah di Ahita (Jepang) yaitu 287 per 100.000 populasi
pertahun, sedang yang terendah adalah di Ibadan (Nigeria) sebesar
150 per 100.000 populasi per tahun. Clifford Rose dari Inggris
memperkirakan insiden stroke dikebanyakan negara adalah
sebesar 200 per 100.000 populasi per tahun. Insiden infark otak
dan perdarahan intra serebral meningkat sesuai dengan
pertambahan umur, sedang perdarahan subarachnoidal lebih
banyak terdapat dikalangan usia muda (Bustan, 2000).
Di Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologis
yang sempurna, dari hasil survei kesehatan rumah tangga tahun
1984 dilaporkan prevalensi stroke pada golongan umur 25-34
tahun, 35-44 tahun, dan pada kelompok umur 55 tahun ke atas
berturut-turut 6,7; 24,4; dan 276,3 per 100.000 penduduk
sedangkan proporsi stroke di rumah-rumah sakit di 27 propinsi
pada tahun 1985 berturut-turut meningkat dari 0,72 menjadi 0,83
dan pada tahun 1986 meningkat 0,96 per 100 penderita. Masih dari
suvei hasil kesehatan rumah tangga, mortalitas stroke pada tahun
1986 adalah tercatat 37,3 per 100.000 penduduk; sementara di
negara-negara maju, stroke merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Walaupun mortalitasnya
sangat bervariasi antar geografi, namun secara rata-rata
disebutkan angka 100 kematian per 100.000 penduduk per tahhun
(Bustan, 2000).
5.Faktor Risiko Penyakit Stroke
Faktor risiko stroke adalah kelainan atau kondisi yang
membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Adapun
faktor risiko stroke umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu :
Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain :
a. Umur : makin tua kejadian stroke makin tinggi
b. Ras / bangsa : Afrika / negro, Jepang dan Cina lebih sering
terkene stroke
c. Jenis Kelamin, laki-laki lebih berisiko daripada wanita
d. Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami
stroke pada usia muda, maka yang bersangkutan berisiko tinggi
terkena stroke
Yang dapat dikontrol :
a. Hipertensi, faktor risiko tertinggi dari stroke
b. Diabetes Melitus / kencing manis, (>120 mg/100ml), kuat
asosiasinya, kapiler rapuh.
c. Transient Ischemic Attack (TIA) = serangan lumpuh sementara.
d. Atrial fibration, faktor risiko kulit
e. Post stroke
f. Abnormalitas lipoprotein
g. Fibrinogen tingga dan perubahan hemoreologikal lain
h. Perokok (sigaret)
i. Peminum alkohol dan obat anti hamil
j. Hiperhomocysteinema
k. Infeksi : virus dan bakteri
l. Obat kontrasepsi oral, obat-obat lainnya
m. Obesitas / kegemukan, ditemukan tidak konsisten
n. Kurang aktifitas fisik
o. Hiperkolesterolemia / hipertrigliserida / hiperglikemia
p. Stress fisik dan mental
Diantara faktor risiko di atas, terdapat faktor risiko major dari
stroke antara lain:
a. Hipertensi
b. Transient Ischemic Attack (TIA)
c. Hypechales terolemia
d. Diabetes melitus (DM)
6.Patofisiologi Penyakit Stroke
a. Cedera serebravaskuler (CVA)
Cedera serebravaskuler (CVA) atau stroke terjadi akibat
iskemia atau perdarahan. Tempatlesi lebih penting dala
menghasilkan gejala dan tanda patologis daripada sifat dan
patologi lesi itu sendiri. Mayoritas lesi yang mempengaruhi
korteks motoris bersifat vaskular dan berakibat cedera jaringan
anoksik yang reversibel maupun ireversibel. Stroke sering
berhubungan dengan hipertensi dan penyakit aterosklerosis.
Keadaan ini berhubungan erat dengan faktor risik lain termasuk
hiperkolesterelemia, merokok, obesitas dan diabetes melitus.
Salah satu akibat stroke dalah nekrosis parenkim otak yang
berakhir dengan infark serebri (Tambayong, 2000).
b. Perdarahan Intraserebri
Selain di korteks motoris, perdarahan dapat pula terjadi
intraserebri (perdarahan) ke dalam perenkim otak atau ventrikel
otak. Perdarahan dapat masif maupun difus (multiple focl).
Darah dalam parenkim merusak neuron. Darah dipandang
sebgai benda asing dan akhirnya peceh difagositosis dan
diangkut pergi. Penyebeb perdarahan intraserebri adalah
peningkatan tekanan darah secara mendadak dengan
pembuluh intrakranial yang kurang baik sehingga pecah.
Penyebab perdarahan subaraknoid yang paling sering adalah
pecahnya aneurisma intraserebri (Tambayong, 2000).
c. Taransient Ischemic Attack (TIA)
Gejala iskemia yang reversibael disebut transient
ischemic attack (TIA)., akibatnya dapat berupa hamiparese
kontra lateral, hemiparestesi, atau gangguan visual, dan semua
bersifat sesaat. Transient Ischemic Attack (TIA) ditandai gejala
disfungsi serebri setempat, sering dengan sinkope (gangguan
sirkulasi sesaat), akibat spasme pembuluh darah atau
gangguan aliran darah. Serangan berlangsung kurang dari satu
jam dan tidak ada gejala sisa.
Gejala TIA termasuk mengkuap, sakit kepala, vertigo, tuli,
diplopia, ataksia, gangguan motoris atau sensoris. Diagnosis
TIA ditegakkan dengan angiografi untuk melihat vasularisasi
serebri dan menetapkan adanya penyempitan atau penyakit
(Tambayong, 2000).
7.Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang paling umum timbulnya stroke ini adalah
terjadinya iskemik, yang ditandai dengan sakit kepala, hilangnya
keseimbangan, gangguan penglihatan dan hilangnya kemempuan
bicara dengan jelas atau kempuan untuk memahami apa yang
dikatakan lawan bicara. Risiko terbesar yang terjadi adalah minggu
pertama setelah timbulnya gejala-gejala ini, bila yang terserang
adalah otak sebelah kiri, anng akan terganggu adalah tubuh
sebelah kanan, bila terserang adalah otak sebelah kanan yang
akan mengalami gangguan adalah tubuh sebelah kiri. Mereka yang
pernah terserang stroke biasanya mengalami kesulitan berjalan dan
berbicara (Soeharto, 2004).
Gejala serangan stroke antara lain:
a. Mati rasa yang mendadak di wajah, lengan atau kaki dan
terutama terasa di salah satu sisi saja kiri atau kanan.
b. Mendadak bingung, sulit bicara dan sulit mengerti.
c. Kesulitan penglihatan yang mendadak di salah satu atau kedua
mata.
d. Mendadak kehilangan keseimbangan atau koordinasi atau
kesulitan berjalan yang biasanya dibarengi rasa pusing.
e. Sakit kepala yang mendadak tanpa penyebab yang jelas
f. Kelopak mata sulit dibuka atau terjatuh
8.Diagnosis
a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis
b. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke
Skor stroke siriraj : (2,5* derajat kesadaran)+(2* vomitus)+(2*
nyeri kepala)+(0,1 tekanan diastolik)-(38 petanda ateroma
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor -1 sd 1 : Perlu CT scan
Skor < 1 : Infark serebri
Derajat Kesadaran : 0=kompo mentis; 1+somlolen; 2=
spoor / koma
Vomitus k : 0=tidak ada; 1= ada
Nyeri kepala : 0= tidak ada; 1= ada
Ateroma : 0= tidak ada; 1=salah satu lebih:
diabetes angina, penyakit pembuluh
darah (Soeharto, 2004)
9. Pengobatan
Pada pasien stroke umumnya diberi terapi obat selama
dirawat di rumah sakit. Obat yang diberikan sesuai dengan jenis stroke
yang di derita pasien stroke, apaka stroke perdarahan atau stroke non
perdarahan. Kelompok obat yang lazim digunakan adalah :
a). Antitrombotik
Kelompok antitrombotik diberikan untuk mencegah pembentukkan
gumpalan darah yang mungkin tersangkut di pembuluh darah
serebral dan menyebabkan stroke. Yang termasuk dalam kelompok
obat jenis ini adalah:
Antiplatelet adalah jenis obat-obatan yang sifatnya mencegah
penggumpalan dengan mengurangi kegitan platelet (sel
darah) yang sifatnya merangsang terjadinya penggumpalan.
Obat jenis inin digunakkan untuk mencegah terjadinya stroke
iskemik. Obat antiplatelet yang terjual bebas adalah aspirin,
jenis antiplatelet lainnya adalah clopidogrel dan ticlopidine.
Antikoagulan adalah jenis obat yang digunakan untuk
mengurangi risiko stroke dengan merendam sifat
penggumpalan pada darah. Obat antikoagulan ini berupa
warfarin (juga dikenal sebagai coumadin) dan heparin.
b). Trombolitik
Obat trombolitik digunakam untuk mengatasi stroke iskemik yang
parah dan berlanjut. Obat-obatan ini dimaksudkan untuk
menghetgikan stroke dengan melarutkan gumpalan darah yang
menyumbat aliran darah dari jantung ke otak. Obat trom bilitik dapat
meningkatkan perdarahan dan tidak boleh diberikan untuk kasus
stroke perdarahan (hemoragik)
c). Neuroprotektif
Obat neuroprotektif digunakan untuk mellindungi kerusakan lebih
lanjut dari sel saraf otak karena akibat ikutan dari stroke. Kelompok
ini harus digunakan dengan sangat hati-hati, karena efek
sampingnya berbahaya (Siregar, 2004).
Pengobatan stroke selain dengan menggunakan terapi obat,
dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini
disarankan untuk mencegah stroke, menindak stroke yang akut,
memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah, atau cacat bentuk
di dan sekitar otak. Pembedahan dapat dilakukan secara darurat
untuk menyelamatkan pasien stroke perdarahan (hemoragik) yang
parah. Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
Endarterectomy carotid
Pembedahan endarterektomi karotid ini dilakukan untuk
membuang endapan lemak penyumbat dari sebelah dalam
pembuluh karotid, yang berlokasi di leher dan merupakan
penyalur darah yang utama ke otak.
Bypass EC/IC
Merupakan cara pembedahan untuk memulihkan aliran darah
ke bagian otak yang kehilangan darah, dengan cara mengatur
kembali aliran darah yang sehat dalam tempurung otak dari
pembuluh darah oatak yang tersumbat.
Clipping
Merupakan cara pembedahan untuk mengurangi
kemungkinan pembuluh darah pecah dan menyebabkan
perdarahan subarchnoid, yakni penjepit pembuluh darah yang
bengkak.
Teknik kumparan lepas
Teknik baru pembedahan ini mulai mendapat perhatian
walaupun tindakan untuk mengatasi pembekakan pembuluh
darah interkarnial ini berisiko tinggi (Siregar, 2004).
Selain dengan obat-obatan pasien stroke juga harus
menjalani terapi-terapi sesuai deangan jenis stroke yang
dialami. Dukungan keluarga juga sangat diperlukan untuk
menunjang kesembuhan pasien (Junaidi, 2004)
10 .Pencegahan Stroke
1.Pencegahan Primer
- Gaya hidup : Kurangi stress, makan rendah
garam
- Lingkungan : Kesadaran atas stress kerja,
kemungkinan gangguan Pb
(lead)
- Biologi : Perhatian terhadap fakto risiko
biologis (jenis kelamin, riwayat
keluarga)
- Pelayanan Kesehatan : Pendidikan kesehatan dan
pemeriksaan tekanan darah
2.Pencegahan Sekunder
- Gaya hidup : Manajemen stress, makan
manakan rendah garam, berhenti
merokok, penyesuaian gaya
hidup
- Lingkungan : Penggantian kerja jika
diperlukan, dukungan keluarga.
- Biologi : Pengobatan yang tekun dan
cegah efek samping
- Pelayanan Kesehatan : Pendidikan pasien dan evaluasi
penyebab sekunder.
3. Pencegahan tersier
- Gaya hidup : Kurangi stress, latihan sedang,
berhenti merokok.
- Lingkungan : Jaga keamanan dan
keselamatan serta dukungan
keluarga.
- Biologi : Kepatuhan berobat terapi fisik.
- Pelayanan kesehatan : Asuransi kesehatan.
B. TINJAUAN UMUM TENTANG ROKOK
1. Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang anatara
70 mm hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan
diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang
telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan
dibiarkan membara agar asapnya dapat dihisap oleh mulut pada
ujung lainnya (www. wikipedia. com).
Rokok kretek adalah rokok khas Indonesia, sebagai hasil
olahan tembakau rajangan dan atau rokok dicampur cengkeh
rajangan dan saus serta bahan tambahan lain yang diizinkan. Dan
dibungkus dengan menggunakan berbagai bahan pembungkus
(www. suara merdeka, 1996).
2. Pengertian Merokok
Merokok merupakan suatu bentuk ketagihan fisik dan
emosional yang rumit, mirip dengan ketagihan heroin dan kokain.
Merokok dapat diartikan juga sebagai pola tingkah laku atau
kebiasaan yang sudah terpatri. Orang-oarang merokok dalam
situasi tertentu dan biasanya merupakan respon terhadap
rangsangan tertentu. Situasi ini dengan cepat dapat menguasai
alam pikiran si perokok dengan tindakan merokk. Situasi ini
misalnya sesseirang yang menghirup aroma kopi dapat membuat
seseorang menginginkan sebatang rokok (www. wikpedia. com).
3. Tipe Perokok
Perokok dikenal ada dua tipe, yaitu perokok pasif dan tipe
perokok pasif. Individu yang tidak merokok tetapi menghisap udara
nafas dari lingkungannya yang menghisap rokok disebut sebagai
perokok pasif. Mereka ini tanpa merokok tetapi terpaksa menghisap
rokok dari lingkungannya, tentu juga akan menderita berbagai
penyakit akibat asap rokok. Seperti diketahui bahwa kandungan
bahan kimiapada asap rokok sampingan ternyata lebih tinggi
dibanding asap rokok utama, anatara lain karena tembakau
terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok tidak sedang
dihisap membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan
mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Jadi pada perokok pasif
akan mendapatkan paparan asap rokok 85% dari asap rokok
sampingan, dan 15% berasal dari asap rokok utama dihembuskan
perokok aktif ke udara (Sudoyo, 2006).
Individu yang menghisap rokok yang telah dibakar salah satu
ujungnya dan dari ujung yang lain dihisap asapnya ke dalam paui-
paru atau ditelannya disebut perokok aktif. Bagi perokok aktif ini,
selain dia menghisap asap rokok utama secara penuh maka dia
juga akan menghisap udara nafas yang berasal dari udara di
sekitarnya yanng mengandung asap rokok lingkungan (Sudoyo,
2006).
4. Bahan-bahan yang Terdapat Dalam Rokok
Dalam sebatang rokok terdapat kurang lebih 4000 jenis
bahan kimia yang secara umum dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu komponen gas dan komponen padat. Bahan-bahan tersebut
merupakan campuran yang kompleks dari benzopyrin, tar, nikotin,
hydrogen, sianida, acrolein yang merupakan zat cair tidak berwarna
seperti aldehyde yang sedikit banyak mengandung kadar alkohol,
benzaldehid, metilklorida, nitrous oxide, ortokseron, resolsinol,
piridin, methanol, ammonia, forforal, formaldehid, phenol, aseton,
asam format, dan karbon monoksida.
3 bahan kimia yang paling berbahaya yaitu nikotin, karbon
monoksida dan tar. Dari 4000 bahan kimia tersebut ada 40 jenis
yang bersifat karsinogen (Oyeng, 2006).
a. Nikotin
Nikotin adalah cairan berminyak yang tidak berwarna dan
membuat rasa perih yang sangat. Nikotin menghalangi kontraksi
rasa lapar. Nikotin merupakan unsur kimia beracun yang
memiliki susunan seperti alkali, unsur inilah yang banyak
pengaruhnya terhadap perokok. Merokok dengan nikotin lebih
tinggi atau nikotin rendah menyebabkan peningkatan tekanan
darah sisitolik dan diastolik. Peningkatan denyut jantung
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen myokard (Kanang,
2003).
Nikotin merupakan zat adiktif yang mempengaruhi saraf
dan peredaran darah. Merokok sigaret tinggi nikotin
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung istirahat
serta meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik (TDS &
TDD), tetapi tidak ada perubahan dalam waktu ejeksi sistolik,
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen (O2), myocardium,
kenaikan frekuensi denyut jantung serta TDS dan TDD. Ini tiak
terjadi setelah merokok sigaret tanpa nikotn dan lebih besar
setelah merokok sigaret tinggi nikotin daripada merokok sigaret
rendah nikotin (Oyeng, 2006).
Nikotin menyebabkan kenaikan arteri dan denyut jantung
oleh beberapa mekanisme. Ia merangsang pelepasan epinefrin
lokal dari saraf adrenergik dan meningkatkan sekresi
katekolamin dari medulla adrenalis dan dari jaringan kromafit di
jantung. Ia bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan
glomera aortica yang menyebabkan peningkatan denyut jantung
dan tekanan arteri. Bekerja langsung pada myocardium untuk
menginduksi efek inotropik dan kronotropik positif.
Nikotin bisa juga mempredisposisi perokok pada aritmia
ventikel. Pada otot jantung anjing, nikotin menyebabkan
penguatan serentak aktivitas pacu jantung ektopik dan
melambatkan hantaran pada serabut. Purkinje dan ventriel yang
mempredisposisi jantung ke aritma ventrikel. Inhalasi asap
sigaret menyebabkan penurunan 30-40% dalam ambang
fibrilasi ventrikel pada anjing normal dan anjing infark
myocardium (IM) akut (Stanler, 2000).
b. Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida merupakan zat yang mengikat
hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu
mengikat oksigen. Daya gabung karbon monoksida dengan
hemoglobin kira-kira 245 kali lebih besar dari daya gabung
dengan oksigen (Amsal, 2000).
Karbon monoksida menimbulkan desarturasi hemoglobin,
menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan
seluruh tubuh myokard. CO menggantikan tempat oksigen di
hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen dengan
mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan
dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan
kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga
mempermudah penggumpalan darah (Kanang, 2003).
Seperti nikotin, CO bisa menurunkan ambang fibrilasi
jantung yang mempredisposisi seseorang ke mati mendadak.
Mendapatkan bahwa inhalasi CO untuk kenaikan kadar COHb
arteri ke 10,2%, menaikan bermakna fibrasi ventrikel pada
monyet dengan kadar IM akut. Indikasi CO untuk meningkatkan
kadar COHb arteri sampai 6% menyebabkan penurunan
ambang fibrasi ventrikel pada anjing normal dan dengan IM akut
(Stanler, 2000).
c. Tar
Tar adalah komponen dalam asap rokok yang tinggal
sebagai sisa sesudah dihilangkan komponen nikotin dan cairan
dan tar ini bersifat karsinogen. Tar merupakan substansi
hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-
paru (Kanang, 2003).
Tabel 1
Tabel Kadar Tar dan Nikotin pada Berbagai Merek Rokok
Merek Tar Nikotin(%)
Dji sam soe
Sampoerna
Kebun Cengkeh
Gudang Garam
International Red
Bentoel International
Camel
Dunhill
Lucky strike
Mild
Marlboro Light
Special Mild
Luxury Mild
69
69
62
54
53
45
28
17
16
15
11
10
9
3,2
2,9
1,8
2,3
2,3
2,2
1,7
1,3
1,1
1,2
0,8
0,9
0,8
5. Merokok Sebagai Faktor Risiko
Berbagai penyakit dimana rokok dianggap sebagai faktor
risiko penting adalah:
a. Batuk menahun
b. Penyakit paru, seperti penyakit paru obstruktif menehu (PPOM),
bronchitis dan emfisema
c. Ulkus peptikum, meningkatkan risiko osteoporosis, katarak
senilis, menepouse prematur, keriput, batu empedu dan
kolesistitis pada wanita dan impotensi pada pria
d. Infertiliti
e. Gangguan kehamilan
f. Artheroklerosis, sampai penyakit jantung koroner
Beberapa jenis kanker seperti kanker mulut, kanker paru,
kanker sistem pernapasan, kandung kemih pangkreas dan ginjal
serta kanker payudara.
Menurut hukum Islam rokok itu diharamkan meskipun tidak
tertulis dalam Al quran dan Hadits. Tapi Islam dengan tegas
melarang kita melakukan sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri
dan orang lain hal ini dapat dilihat dalam (Q.S. Al Baqarah:219)
Terjemahannya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : “pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang meeka nafkahkan. Katakanlah : “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
C. Tinjauan Umum Tentang Rokok dan Penyakit Stroke
Stroke dikenal sebagai faktor risiko timbulnya stroke infark.
Karena dapat menyebabkan berkurangnya distansibilitas pembuluh
darah akibat bartambahnya kekakuan dari dinding pembuluh darah
tersebut. Disamping itu, merokok akan meningkatkan kadar fibrinogen,
agregasi, platelet, penurunan HDL (menyebabkan berkurangnya
distansibilitas pembuluh darah).
Pada penelitian metaanalisis, didapatkan adanya peningkatan
dua kali lipat relatif faktor risiko untuk terjadinya stroke infark pada
perokok dibandingkan dengan non perokok (Kanang, 2003).
The Physician Health Study, suatu penelitian kelompok (cohort)
yang bersifat prospektif pada 22.071 laki-laki; diperoleh data untuk
perokok kurang dari 20 batang per hari risiko stroke sebesar 2.02,
perokok lebih dari 20 batang per hari risiko stroke 2.52 kali dibanding
bukan perokok. Wanita perokok juga mempunyai risiko terkena stroke
lebih besar. Pada penelitian cohort pada 118.539 perawat berumur 30-
35 tahun, yang merokok kurang dari 15 batang per hari risiko 2.2 kali,
perokok lebih dari 25 batang atau lebih berisiko 3.7 kali dibanding
bukan perokok. Risiko perokok terkena infark serebral 1.9 kali, terkena
perdarahan sybarakhnoid 2.9 kali, dan perdarahan intrakranial sebesar
0.7 kali. Merokok berefek pada proses pembentukkan plak
ateroklerotik, hematologik dan reologik. (Junaidi, 2004).
Pembuluh darah otak, sehingga pembuluh darah yang sudah
menyempit oleh arteroklerosis akan bertambah menyempit lagi
keadaan ini akan menyebabkan kejadian stroke.(Setyowati, 2005).
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal
ini berlaku bagi semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu) dan untuk
semua tipe stroke, terutama perdarahan subaraknoid dan stroke
iskemik. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di
seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak, jantung dan tungkai)
sehingga merokok mendorong terjadinya arterosklerosis, mengurangi
aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal. Merokok
juga menyebabkan pembentukan dan pertumbuhan aneurisma
intrakranium (Yatim, 2005).
Berbagai penelitian modern memperlihatkan bahwa risiko
terkena stroke adalah sekitar 20% lebih tinggi bagi wanita perokok
daripada bagi pria perokok, dan bahwa wanita pada umumnya lebih
sensitif terhadap berbagai efek buruk merokok. Bahkan merokok pasif
(menbghirup asap rokok secara tidak langsung) meningkatkan
kemungkinnan terkena stroke hampir sebesar 80%. Risiko terkena
stroke setara dengan jumlah dan durasi merokok. Mereka yang
menghisap 20 atau lebih batang rokok sehari memiliki risiko ampir dua
kali lipat dibandingkan dengan yang merokoknya lebih sedikit. Semakin
lama orang merokok, semakin besar risiko mengalami stroke (Feigin,
2006).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
1. Stroke
Stroke adalah gangguan suplai darah pada bagian otak,
tidak ada bagian dari badan dapat bertahan hidup bila ada
gangguan pada suplai darah jangka waktu yang lama karena darah
membawa oksigen dan bahan makanan lain untuk kehidupan,
tetapi otak sangatlah peka. Otak berfungsi sebagai pusat
pengendalian badan, mengarahkan setiap pemikiran dan gerakan
fisik, bila terjadi gangguan fungsi otak, akan tampak pada tingkah
laku dan gerakan orang yanng bersangkutan (Soeharto, 2002).
Dengan semakin meningkatnya pergeseran umur yang lebih
tinggi di Indonesia, diperkirakan angka kejadian stroke akan
semakin meningkat hingga maa yang akan datang. Oleh karena itu
perlu penenganan setiap kasus stroke sebagai prioritas utama dan
sebaiknya dikerjakan secara cept dan tepat (Junaidi, 2004).
2. Lama Merokok
Lama merokok berhubungan dengan kebiasaan merokok
atau terlalu lama terpapar dengan asap rokok menyebabkan
terjadinya perubahan morfologi pada organ-organ yang terpapar
3. Jumlah Rokok yang Dihisap
Risiko timbulnya penyakit stroke meningkat sejajar dengan
jumlah rokok yang dihisap. Dalam menyatakan resiko dari orang
yang menghisap 20 batang rokok perhari atau lebih 3 kali besar
dari orang yang tidak merokok.
4. Jenis rokok yang dihisap
Jenis rokok yang dihisap tergantung apakah rokok tersebut
berfilter atau tidak berfilter. Namun merokok denga rokok berilter
kemungkinan risiko lebih kecil untuk terpapar oleh suatu penyakit
dibandingkan rokok yang tidak berfilter. Dimana jjumlah tar dan nikotin
yang masuk ke dalam tubuh akan berkurang karena sebagian
mengendap lebih dahulu pada filter.
B. Bagan Kerangka Konsep
= Variabel Dependen
= Variabel Independen
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Penyakit Stroke
Defenisi operasional :
Penyakit Stroke Penyakit stroke adalah penyakit yang berdasarkan
pemeriksaan klinis atau yang tercantum dalam kartu status.
Lama Merokok
Jumlah Rokok
yang Dihisap
Jenis Rokok Yang
Dihisap
Penyakit Stroke
Kriteria Objektif :
- Stroke : Bila penyakit stroke rawat inap yang baru atau
lama dengan umur di atas 15 tahun dan
didiagnosa menderita penyakit stroke.
- Tidak Stroke : Tidak memenuhi criteria di atas.
2. Merokok
Defenisi Operasional :
Merokok adalah kegiatan yang pernah dilakukan secara teratur
oleh penderita dengan cara menghisap rokok atau gulungan
tembakau yang berbentuk batang dengan ukuran tertentu setiap
hari berdasarkan hasil wawancara.
Kriteria Objektif :
- Beraturan : Bila penderita pernah menghisap rokok
setiap hari secara rutin sampai dinyatakan
menderita stroke
- Tidak beraturan : Bila penderita tidak menghisap rokok tidak
secara rutin setiap hari.
3. Lama Merokok
Defenisi operasional :
Lama merokok adalah keseluruhan jumlah waktu dalam tahun
penderita mulai merokok yang diperoleh berdasarkan hasil
wawancara.
Kriteria Objektif :
- Lama : Bila merokok setiap hari selama lebih dari 10 tahun.
- Singkat : Bila tidak memenuhi kriteria di atas.
4. Jumlah Rokok yang Dihisap Perhari
Definisi operasional :
Jumlah rokok yang dihisap per hari adalah banyaknya rokok yang
dihisap per hari berdasarkan hasil wawancara.
Kriteria objektif :
- Perokok berat : Bila menghisap rokok perhari lebih dari 20
batang per hari
- Perokok ringan : Bila menghisap rokok antara 1 sampai 20
batang per hari.
5. Jenis rokok yang dihisap
Definisi operasional :
Jenis rokok adalah rokok yang dikonsumsi oleh penderita setiap
hari. Apakah menggunakan filter atau non filter berdasarkan hasil
wawancara.
Kriteria objektif :
- Rokok filter : Bila rokok yang dihisap memiliki
penyaringan
- Rokok kretek : Bila rokok yang dihisap tidak memiliki
penyaringan.
D. Hipotesis Nol (Ho)
1. Tidak ada hubungan antara usia mulai merokok dengan terjadinya
penyakit stroke.
2. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan
terjadinya penyakit stroke.
3. Tidak ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya
penyakit stroke.
E. Hipotesis Alternatif (HA)
1. Jika ada hubungan antara usia mulai merokok dengan terjadinya
penyakit stroke.
2. Jika ada hubungan antara jumlah merokok yang dihisap dengan
terjadinya penyakit stroke.
3. Jika ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya
penyakit stroke.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case
control study yang dimaksudkan untuk melihat besar risiko merokok
terhadap penderita penyakit stroke dengan menggunakan matching
jenis kelamin.
2. Desain penelitian
Desain penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan
yang disusun sedemikian rupa untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian. (Fred N. Kerlinge, dalam Landung R.
Simatupang, 2000). Rencana adalah suatu skema yang
menyeluruh terhadap program penelitian, yang memuat semua
pajanan mengenai hal-hal yang akan dilakukan peneliti mulai dari
penulisan hipotesis, implikasi operasional hipotesis, sampai pada
analisis akhir terhadap data, sedangkan struktur adalah kerangka,
pengaturan, atau konfigurasi unsur-unsur struktur yang
terhubungkan dengan cara-cara jelas serta tertentu (Hakim, B. A,
2004).
Desain kasus kontrol adalah skema penentuan kasus dan
konrola yang dilakukan dengan cara retriksi dari populasi penelitian,
yakni periode 2005-2006.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di bagian rawat inap RSUD
Bau-bau, Sulawesi Tenggara.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
penyakit, stroke. Yang sudah pernah atau masih dirawat inap di
RSUD Bau-bau tahun 2006. serta keluarga pasien bila pasien
stroke sudah tidak dapat berbicara
2. Sampel
Terdiri dari :
a. Kasus
Faktor Risiko (+)
Faktor Risiko (-)
Faktor Risiko (+)
Faktor Risiko (-)
Kasus
Kontrol
Populasi
Pasien yang didiagnosa menurut catatan rekam medik
menderita stroke yang dirawat inap di RSUD Bau-bau tahun
2006
b. Kontrol
Pasien yang tidak menderita stroke, yang sementara dirawat
inap dan pernah di rawat inap di RSUD Bau-bau tahun 2006.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita stroke sebagai
kasus dan tidak menderita sroke, sebagai kontrol yang dirawat.inap di
RSUD Bau-bau dengan menggunakan sistematik random sampling
berupa teknik penentuan sampel dengan cara memberi nomor urut
pada semua anggota populasi, setelah itu ditentukan satu nomor
secara acak kemudian digunakan interval untuk penentuan nomor
selanjutnya berdasarkan catatan rekam medik atau kartu status pada
tahun 2005-2006 yang berjumlah 94 yang terdiri dari 68 kasus dan 136
kontrol.
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 68 kasus yang
ditetapkan berdasarkan tabel Lemeshow, yakni dengan
memperkirakan OR-nya = 2, perkiraan populasi (P) = 0,50 dan derajat
kepercayaan (cl) = 95 %, dalam jarak (d) = 50% dari OR yang
sebenarnya. Sedangkan untuk sampel kontrol ditetapkan 94 yang tidak
menderita stroke, atau dengan perbandingan kasus : kontrol = 1 : 2
(satu kasus dua kontrol).
Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus : (Lameshow, 1990)
nmΣ)(1(In
)}p(1(p)p(1(1/{pα/2Zn
2
2211
2
Keterangan :
n = Besar sampel
p1 = populasi terpapar pada kelompok kasus
p2 = Populasi terpapar pada kelompok kontrol
Z1- = Tingkat kemaknaan (1,960)
= Tingkat keterpaparan relatif
Maka besar sampel diperoleh :
P1 = (2 x 0,5) / (0,5 + 2 x 0,5) = 0,66
N = 0,5)(1In
0,5)}x(0,5/10,33)x0,67(/{11,960
= 68
F. Cara Pengumpulan Data
Data yang diperoleh berupa data sekunder yang berasal dari
status penderita rawat inap yang diambil dari bagian medical record,
yakni data penderita penyakit stroke di Rumah Sakit Umum Daerah
Bau-Bau.
G. Cara Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Di dalam mengolah data dapat dilakukan dengan menggunakan
komputersisasi. Adapun tahap-tahap dalam mengolah data
dilakukan sebagai berikut :
a. Tahap editing dengan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
ditemui dalam proses pengumpulan atau pemasukan data.
b. Pengkodean dimaksudkan untuk menyingkat data agar lebih
mudah dianalisis dengan menggunakan kode-kode dalam
bentuk angka.
2. Penyajian Data
Data yang sudah diolah selanjutnya disusun dan disajikan dalam
bentuk tabel frekuensi disertai penjelasan
H. Analisis Data
1. Analisis Variat
Analisis variat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang
digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat gambaran
distribusi frekuensinya, baik dalam bentuk tabel maupun dalam
bentuk grafik.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Karene rancangan penelitian ini
adalah studi kasus kontrol, maka dilakukan perhitungan Odds Ratio
(OR). Dengan mengetahui besarnya OR, dapat diestimasi
pengaruh dari faktor yang diteliti sebagai variabel bebas terhadap
terjadinya stroke dengan perhitungan OR menggunakan tabel
silang 2 x 2 sebagai berikut :
Tabel 2 Kontigensi 2x2 untuk odds ratio pada Penelitian Case
Control Study
Faktor Risiko Kelompok Studi Total
Kasus Konrol
Positif Negatif
A C
B D
a + b c + d
Total a + c b + d a + b + c + d
Odds kelompok kasus = a / (a+c) : c / (a+c) = a / c
Odds kelompok kontrol = b / (b+d) : d/ (b+d) = b / d
Keterangan :
a = Jumlah kasus dengan risiko positif (+)
b = Jumlah kontrol dengan risiko negatif (-)
c = Jumlah kasus dengan risiko positif (+)
d = Jumlah kontrol dengan risiko negatif (-)
Dimana :
a. Jika OR < 1 : artinya sebagai faktor protektif
b. Jika OR = 1 : artinya tidak ada hubungan
c. Jika OR > 1 : artinya ebagai faktor causative
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan sejak
tanggal sampai dengan melalui wawancara langsung kepada
responden penelitian yang kemudian diolah dengan menggunakan
bantuan komputer maka dapat disajikan sebagai berikut.
1. Analisis Univariat
a. Kelompok Umur
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2007
Kelompok Umur Jumlah
(n) Persen
(%)
< 20 Thn 4 2.0
20 - 29 Thn 25 12.3
30 - 39 Thn 24 11.8
40 - 49 Thn 30 14.7
50 - 59 thn 37 18.1
60 - 69 Thn 44 21.6
≥ 70 Thn 40 19.6
Total 204 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden tertinggi
berada pada kelompok umur 60 – 69 tahun sebanyak 44
(21.6%) dan terendah pada kelompok umur < 20 tahun
sebanyak 4 (2%).
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah
Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Jenis Kelamin Jumlah
(n) Persen
(%)
Laki-laki 141 69.1
Perempuan 63 30.9
Total 204 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa lebih dominan responden
penelitian adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 141
(69.1%).
c. Pekerjaan
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit
Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Pekerjaan Jumlah
(n) Persen
(%)
PNS 59 28.9
Pg. Swasta 31 15.2
Wiraswasta 54 26.5
URT/Tdk Kerja 60 29.4
Total 204 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden tertinggi
dengan status tidak bekerja/URT sebanyak 60 (29.4%) dan
terendah bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 31
(15.2%).
d. Merokok
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2007
Perilaku Merokok Jumlah
(n)
Persen
(%)
Ya 144 70.6
Tidak 60 29.4
Total 204 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa lebih dominan responden
penelitian tidak memiliki perilaku merokok sebanyak 144
(70.6%).
e. Jenis Rokok
Tabel 5.5 Distribusi Responden Perokok Berdasarkan Jenis Rokok Di
Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Jenis Rokok Jumlah
(n)
Persen
(%)
Kretek 20 13.9
Filter 124 86.1
Total 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 144 responden yang
merokok lebih dominan menggunakan jenis rokok yang berfilter
sebanyak 124 (86.1%).
f. Status Perokok
Tabel 5.6 Distribusi Responden Perokok Berdasarkan Status Perokok Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Status Perokok Jumlah
(n)
Persen
(%)
Perokok berat 45 31.3
Perokok ringan 99 68.8
Total 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 144 perokok lebih
dominan tergolong dalam perokok ringan sebanyak 99 (68.8%).
g. Jumlah Rokok
Tabel 5.7 Distribusi Responden Perokok Berdasarkan Jumlah Rokok Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Jumlah Rokok Jumlah
(n)
Persen
(%)
< 10 Btg 52 36.1
10 - 20 Btg 47 32.6
> 20 Btg 45 31.3
Total 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 144 responden yang
merokok, banyaknya rokok yang diisap perhari lebih dominan
sebanyak 10 – 20 batang sebanyak 47 (32.6%).
h. Lama Merokok
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Lama Merokok Di
Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Lama Merokok Jumlah
(n)
Persen
(%)
< 10 Thn 23 16.0
10 - 20 Thn 35 24.3
> 20 Thn 86 59.7
Total 204 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden yang merokok
sebanyak 144 orang, dominan telah melakukan perilaku
tersebut > 20 tahun sebanyak 86 (59.7%)
Tabel 5.9 Distribusi Responden Perokok Berdasarkan Lama Merokok Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Lama Merokok Jumlah
(n)
Persen
(%)
Lama 86 59.7
Singkat 58 40.3
Total 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 144 perokok, lebih
dominan sebanyak 86 (59.7%) dengan lamaa merokok
dikategorikan lam.
2. Analisis Bivariat
a. Analisis Faktor Risiko Merokok Terhadap Kejadian Stroke
Tabel 5.10 Analisis Faktor Risiko Merokok Terhadap Kejadian Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Merokok
Status
Total Persen OR CI Kasus Kontrol
n % n %
Ya 51 35.4 93 64.6 144 100.0
1.387 0.719-
2.676 Tidak 17 28.3 43 71.7 60 100.0
Total 68 33.3 136 66.7 204 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden yang
merokok lebih dominan bukan sebagai penderita stroke
(Kontrol) sebanyak 93 (64.6%) dan yang tidak merokok juga
dominan pada kontrol sebanyak 43 (71.7%).
Hasil uji statsitik diperoleh nilai OR = 1.387 > nilai 1
sehingga dikatakan faktor risiko namun dengan
memperhitungkan nilai Confidence Interval (CI) lower dan upper
limit yang mencakup 1 sehingga risiko yang ditimbulkan tidak
bermakna maka dapat diinterpretasikan bahwa merokok bukan
faktor risiko terhadap kejadian stroke, Ho diterima.
b. Analisis Faktor Risiko Jenis Rokok Terhadap Kejadian Stroke
Tabel 5.11 Analisis Faktor Risiko Jenis Rokok Terhadap Kejadian Stroke Di
Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Jenis
Rokok
Status
Total Persen OR CI Kasus Kontrol
n % n %
Kretek 8 40.0 12 60.0 20 100.0
1.256 0.477-3.306 Filter 43 34.7 81 65.3 124 100.0
Total 51 35.4 93 64.6 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa responden yang
merokok dengan jenis kretek lebih dominan bukan sebagai
penderita stroke (kontrol) sebanyak 12 (60%) dan begitupun
yang menghisap rokok berfilter dominan bukan sebagai
penderita stroke sebanyak 81 (65.3%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 1.256 > nilai 1
sehingga dikatakan faktor risiko. Namun dengan meninjau nilai
Confidence Interval (CI) lower dan upper limit = 0.477 – 3.306
yang mencakup nilai 1 sehingga risiko yang ditimbulkan tidak
bermakna dengan interpretasi bahwa jenis rokok bukan faktor
risiko kejadian stroke, Ho diterima, tidak ada hubungan.
c. Analisis Faktor Risiko Status Perokok Terhadap Kejadian Stroke
Tabel 5.12 Analisis Faktor Risiko Status Perokok Terhadap Kejadian Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Status
Perokok
Status
Total Persen OR CI Kasus Kontrol
n % n %
Berat 39 86.7 6 13.3 45 100.0
47.125 16.487-
134.700 Ringan 12 12.1 87 87.9 99 100.0
Total 51 35.4 93 64.6 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa responden yang
berstatus perokok berat lebih dominan terdistribusi sebagai
penderita stroke sebanyak 39 (86.7%) sedangkan yang
berstatus perokok ringan dominan terdistribusi bukan sebagai
penderita stroke (kontrol) sebanyak 87 (87.9%).
Hasil uji statistik diperolah nilai OR = 47.125 > nilai 1
sehingga dikatakan faktor risiko. Dengan memperhitungkan nilai
confidence interval (CI) lower dan uuper limit = 16.487 –
134.700 yang tidak mencakup nilai 1 sehingga hubungan yang
ditimbulkan dikatakan bermakna dengan interpretasi bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara status perokok
dengan kejadian stroke, Ho ditolak, status perokok merupakan
faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian stroke dimana
perokok yang menghisap > 20 batang perhari lebih berisiko 47
kali untuk menderita stroke.
d. Analisis Faktor Risiko Lama Merokok Terhadap Kejadian Stroke
Tabel 5.13 Analisis Faktor Risiko Lama Merokok Terhadap Kejadian Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-Bau Kota Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Lama Merokok
Status
Total Persen OR CI Kasus Kontrol
n % n %
Lama 41 47.7 45 52.3 86 100.0
4.373 1.961-9.753 Singkat 10 17.2 48 82.8 58 100.0
Total 51 35.4 93 64.6 144 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa responden yang memiliki
kebiasaan merokok pada kategori lama dominan terdistribusi
bukan sebagai penderita stroke (konttrol) sebanyak 45 (52.3%)
dan yang memiliki kebiasaan merokok pada kategori singkat
juga dominan bukan sebagai penderita stroke sebanyak 48
(82.8%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 4.373 > nilai 1
sehingga dikatakan faktor risiko. Dengan memperhitungkan nilai
Confidence Interval (CI) lower dan upper limit = 1.961 – 9.753
yang tidak mencakup nilai 1 sehingga dikatakan terdapat
hubungan yang bermakna antara lama merokok dengan
kejadian stroke dengan interpretasi terdapat hubungan, Ho
ditolak dimana lama merokok merupakan faktor risiko yang
signifikan dimana seseorang yang telah lama memiliki
kebiasaan merokok > 20 tahun lebih berisiko 4 kali untuk
menderita stroke.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan penyajian
data penelitian sebelumnya di atas maka dapat dibahas berdasarkan
variabel penelitian sebagai berikut.
1. Analisis Faktor Risiko Merokok Terhadap Kejadian Stroke
Merokok adalah kebiasaan buruk bagi seseorang yang
dapat memberi pengaruh terhadap berbagai masalah penurunan
status kesehatan. Hal ini disebabkan karena rokok yang dihisap
mengandung bahan berbahaya yang dapat memberi dampak
negatif dalam tubuh.
Jenis bahan berbahaya yang tergolong racun yang terdapat
dalam rokok sangat banyak namun yang sering menjadi bahan
perhitungan dan dipermasalahkan dengan adanya pengaruh yang
lebih tinggi adalah kandung nikotin dan tar. Kedua zat ini dapat
memberi pengaruh yang tinggi terhadap sistem saraf tubuh
sehingga mempengaruhi fungsi dari berbagai organ dalam tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dominan
responden penelitian tidak memiliki perilaku merokok sebanyak 144
(70.6%). Hasil ini memberi interpretasi bahwa lebih dominan
responden penelitian telah memiliki kesadaran akan dampak buruk
yang ditimbulkan dari rokok.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat
responden yang memiliki kebiasaan merokok (29.4%). Meskipun
angka ini relatif rendah namun mereka yang memiliki kebiasaan
buruk ini akan memberi dampak terhadap timbulnya berbagai
masalah kesehatan terutama yang berhubungan dengan gangguan
fungsi organ tubuh yang menyebabkan kurang maksimalisasi fungsi
kerja tubuh.
Nikotin dan tar yang terdapat dalam rokok dan jika terhisap
masuk dalam paru-paru maka akan mengendap dan juga akan ikut
bersama peredaran darah yang kemudian mengendap dalam
sistem pembuluh darah. Pengendapan yang terjadi pada paru-paru
dapat menyebabkan timbulnya kanker paru-paru sedangkan pada
pembuluh darah menyebabkan terjadiny arteroskelerosis sebagai
pemicu terhadap timbulnya berbagai penyakit kardiovaskuler.
Arteroskelerosis dapat terjadi diseluruh pembuluh darah.
Jika terjadi pada pembuluh darah jantung akan menyebabkan
jantung koroner (PJK) dan yang terjadi diotak akan mengalami
stroke dimana sasaran organ akan mengalami kekurangan suplai
darah sebagai sumber nutrisi organ sehinga organ akan mengalami
malfungsionalisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang
merokok lebih dominan bukan sebagai penderita stroke (Kontrol)
sebanyak 93 (64.6%) dan yang tidak merokok juga dominan pada
kontrol sebanyak 43 (71.7%). Hasil ini memberi indikasi bahwa
kebiasaan merokok tidak memberi pengaruh terhadap kejadian
stroke dimana dari hasil penelitian, responden yang merokok lebih
dominan bukan sebagai penderita. Hal ini ditunjang dengan hasil uji
statsitik diperoleh interpretasi bahwa perilaku merokok bukan faktor
risiko terhadap kejadian stroke, Ho diterima.
Namun jika ditinjau dari perilaku yang tidak merokok
menunjukkan peningkatan jumlah responden yang bukan sebagai
penderita stroke dan hal ini tentunya akan menjadi bahan
pertimbangan bahwa perilaku merokok masih perlu menjadi bahan
pertimbangan atas kejadian stroke.
Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Wa Ode
Manzila (2005) di Rumah Sakit Umum DR Wahidin Sudirohusodo
menunjukkan perbedaan dimana perilaku merokok merupakan
faktor risiko terhadap kejadian stroke dimana mereka yang memiliki
perilaku merokok berisiko 4.7 kali untuk memperoleh stroke.
2. Analisis Faktor Risiko Jenis Rokok Terhadap Kejadian Stroke
Merokok sebagai faktor risiko terhadap timbulnya berbagai
masalah kesehatan juga harus ditinjau dari banyak aspek dan
salah satu diantaranya adalah jenis rokok yang dihisap sehingga
dapat memberi interpretasi yang lebih kuat akan pengaruh
merokok.
Jenis rokok yang dihisap terhadap penurunan derajat
kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu kretek dan filter.
Pembagian jenis rokok ini didasarkan atass aspek banyaknya
kandungan bahan beracun yang dihisap dan masuk dalam tubuh
seorang perokok.
Jenis kretek, kandungan racun yang masuk dalam rokok
saat dihisap lebih banyak dibandingkan dengan jenis filter. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya mekanisme filterisasi dari rokok
yang dihisap dan bahan beracun yang terkandung dalam tubuh
secara langsung masuk ke dalam tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 144 responden
yang merokok lebih dominan menggunakan jenis rokok yang
berfilter sebanyak 124 (86.1%). Hal ini tentunya akan mengurangi
dampak atas timbulnya berbagai jenis masalah kesehatan dalam
tubuh meskipun hal yang perlu dipahami bahwa perilaku merokok
tetaplah menjadi perilaku hidup tidak sehat yang sama sekali tidak
memberi dampak positif bagi status kesehatan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat
responden yang menggunakan jenis kretek (13.9%). Meskipun
angka pencapaian relatif kecil namun dapat memberi indikasi akan
upaya pengurangan risiko bahaya rokok terhadap berbagai
masalah kesehatan yang timbul masih kurang maksimal.
Program penanggulangan terhadap bahaya rokok dengan
pengadaan jenis rokok berfilter belum dilaksanakan secara
maksimal dimana pada beberap kasus menunjukkan bahwa
pengadaan rokok tanpa filter (kretek) masih tetap diproduksi. Hal ini
biasanya berhubungan dengan aspek kebijakan pemerintah
terhadap perusahaan rokok yang tidak dilaksanakan secara
maksimal untuk memproduksi jenis rokok berfilter.
Oleh sebab itu, dalam rangka penanggulangan dan
pengurangan risiko bahaya yang ditimbulkan dari perilaku merokok
yang semakin meningkat dilaksanakan oleh masyarakat,
pemerintah perlu menunjukkan peran yang maksimal pula dengan
pembuatan aturan pemroduksian jenis rokok selain dengan
ditunjang dengan adanya penyebaran informasi secara merata dan
menyeluruh kepada masyarakat.
Tingginya tingkat risiko dari rokok jenis kretek sebagaimana
hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang merokok
dengan jenis kretek lebih dominan bukan sebagai penderita stroke
(kontrol) sebanyak 12 (60%) dan begitupun yang menghisap rokok
berfilter dominan bukan sebagai penderita stroke sebanyak 81
(65.3%). Hasil ini memberi indikasi bahwa jenis rokok yang dihisap
oleh seorang perokok tidak memberi pengaruh terhadap kejadian
stroke dimana jenis kretek sendiri lebih dominan bukan sebagai
penderita. Hal ini ditunjang dengan hasil uji statistik diperoleh
interpretasi bahwa jenis rokok bukan faktor risiko kejadian stroke,
Ho diterima, tidak ada hubungan.
Namun jika ditinjau dari angka pencapaian pada mereka
yang mengkonsumsi rokok filter menunjukkan peningkatan angka
pencapaian yang bukan sebagai penderita sehingga perlu menjadi
bahan pertimbangan untuk analisis lebih lanjut bahwa rokok
berfilter dapat mengurangi risiko kejadian stroke.
Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Abdul Aziz
di Rumah Sakit Islam Faisal 2004 menunjukkan perbedaan hasil
dimana dipeorleh hasil bahwa jenis rokok kretek yang dihisap oleh
seorang perokok dapat meningkatkan risiko 3.5 kali terhadap
kejadian stroke.
3. Analisis Faktor Risiko Status Perokok Terhadap Kejadian Stroke
Jumlah rokok yang dihisap juga merupakan aslahs atu
aspek yang perlu mendapat perhatian dalam rangka analisis yang
lebih kuat terhadap pengaruh perilaku merokok dengan kejadian
penyakit terutama yang berhubungan dengan gangguan sistem
kardiovaskuler tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 144 responden
yang merokok, banyaknya rokok yang diisap perhari lebih dominan
sebanyak 10 – 20 batang sebanyak 47 (32.6%). Jumlah rokok yang
dihisap merupakan tanda akan banyaknya kandungan rokok yang
dihisap dan dapat menjadi bahan pertimbangan akan berat
ringannya dampak negatif yang ditimbulkan dari rokok.
Jumlah rokok yang dihisap pada penelitian ini merupakan
alat indikasi terhadap penentuan status seorang perokok yang
dikartegorikan berat dan ringan dimana indikator ini dapat
membantu terhadap besarnya dampak yang diberikan dari jumla
rokok yang dihisap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 144 perokok lebih
dominan tergolong dalam perokok ringan sebanyak 99 (68.8%).
Hasil ini memberi indikasi bahwa masih terdapat kesadaran dari
kaum perokok akan dampak yang ditimbulkan dari rokok yang
dihisap.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat
responden perokok yang dikategorikan perokok berat (31.2%). Hal
ini tentunya akan memberi dampak yang lebih berat atas masalah
kesehatan dalam tubuh meskipun pada umumnya sebatang rokok
pun dapat memberi dampak yang cukup berarti terhadap
penurunan status kesehatan seseorang.
Banyaknya rokok yang dihisap sehubungan dengan
banyaknya kandungan bahan beracun dari rokok yang masuk di
dalam tubuh yang tentunya akan memperparah keadaan kesehatan
berbagai fungsi organ dalam tubuh.
Pada perokok berat yang menghabiskan rokok perhari > 20
batang tentunya akan memberi dampak yang berbeda dengan
mereka yang hanya merokok < 20 batang sehari. Hal ini
disebabkan karena perbedaan kadar bahan racun rokok yang
masuk dalam tubuh.
Kejadian arteroskelerosis sebagai penyebab utama
timbulnya berbagai masalah kardiovaskuler akan semakin cepat
terjadi jika jumlah rokok yang dihisap lebih banyak. Sebagaimana
hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berstatus
perokok berat lebih dominan terdistribusi sebagai penderita stroke
sebanyak 39 (86.7%) sedangkan yang berstatus perokok ringan
dominan terdistribusi bukan sebagai penderita stroke (kontrol)
sebanyak 87 (87.9%).
Hasil ini memberi indikasi bahwa jumlah rokok yang dihisap
akan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap kejadian
arteroskelerosis terutama pada pembuluh darah otak sebagai
pemicu stroke. Sedangkan sedikitnya rokok yang dihisap dalam
perhari akan mengurangi tingkat risiko terhadap kejadian stroke.
Berdasarkan hasil uji statistik diperolah interpretasi bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara status perokok dengan
kejadian stroke, Ho ditolak, status perokok merupakan faktor risiko
yang signifikan terhadap kejadian stroke dimana perokok yang
menghisap > 20 batang perhari lebih berisiko 47 kali untuk
menderita stroke.
Hal ini memberi indikasi bahwa jumlah rokok yang dihisap
terutama > 20 batang per hari memiliki risiko yang cukup besar
terhadap kejadian stroke. Oleh sebab itu, dalam rangka
penanggulangan stroke sebagai penyebab utama kematian
terutama di negara-negara maju dan berkembang daerah
perkotaan maka upaya komprehensif akan peningkatan kesadaran
dari masyarakat akan bahaya rokok harus dilakukan secara
maksimal melalui penyebaran informasi secara mendetail akan
bahaya rokok.
Selain itu, pengurangan produksi rokok pun harus
diperhatikan sehingga dapat mengurangi kehendak perokok untuk
mengkonsumsi rokok lebih banyak. Selain juga dengan
peningkatan harga jual rokok dipasaran harus dilaksanakan
sehingga kehendak untuk membeli rokok pun dapat menurun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilaksanakan oleh Abdul Aziz di Rumah Sakit Islam Faisal
2004 yang dipeorleh hasil bahwa banyaknya rokok yang dihisap
dalam sehari oleh seorang perokok terutama > 20 batang dapat
meningkatkan risiko 11.2 kali terhadap kejadian stroke.
4. Analisis Faktor Risiko Lama Merokok Terhadap Kejadian Stroke
Lama merokok berhubungan dengan waktu keterpaparan
seseorang dengan bahan beracun dari rokok yang dihisap. Waktu
ini juga merupakan salah satu aspek yang perlu menjadi bahan
pertimbangan dalam analisis yang lebih jelas akan bahaya rokok
terhadap kesehatan terutama yang berhubungan dengan berbagai
kejadian penyakit kardiovaskuler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari responden yang
merokok sebanyak 144 orang, dominan telah melakukan perilaku
tersebut > 20 tahun sebanyak 86 (59.7%) yang memberi indikasi
bahwa tingkat keterpaparan akan bahaya yang timbul dari penyakit
akibat rokok pun akan semakin tinggi.
Hal ini disebabkan karena lamanya seorang beraktivitas
sebagai perokok dapat memberi indikasi akan banyaknya bahan
berbahaya yang telah masuk dalam tubuh bersama dengan rokok
yang dihisap.
Pada dasarnya, lama atau tidaknya seseorang menekuni
perilaku merokok bukanlah yang menjadi target terhadap
penurunan dampak kesehatan yang ditimbulkan. Namun karena
aspek keterpaparan dengan faktor penyebab maka lama merokok
perlu menjadi bahan pertimbangan.
Lama merokok pada penelitian ini dalam rangka analisis
yang lebih kuat dibedakan atas kategori lama dan singkat.
Pengkategorian tersebut dibedakan atas konsumsi rokok selama 20
tahun dimana > 20 tahun dikategorikan lama dan < 20 tahun
dikategorikan waktu singkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 144 perokok,
lebih dominan sebanyak 86 (59.7%) dengan lama merokok
dikategorikan lama. Hasil ini memberi indikasi bahwa lebih dominan
responden telah memiliki tingkat keterpaparan terhadab bahan
berbahaya dari rokok pada kategori tinggi sehingga memiliki risiko
yang tinggi untuk memperoleh berbagai penyakit sehubungan
dengan ganguan sistem kardiovaskuler dalam tubuh.
Tingginya tingkat pengaruh dari lama keterpaparan
seseorang terhadap kebiasaan merokok sebagaimana ditunjukkan
dari hasil penelitian bahwa responden yang memiliki kebiasaan
merokok pada kategori lama dominan terdistribusi bukan sebagai
penderita stroke (konttrol) sebanyak 45 (52.3%) dan yang memiliki
kebiasaan merokok pada kategori singkat juga dominan bukan
sebagai penderita stroke sebanyak 48 (82.8%).
Hasil distribusi antara lama merokok dengan kejadian
stroke memberi indikasi bahwa tingginya tingkat keterpaparan
terhadap bahan beracun dari rokok tidak memberi pengaruh
terhadap kejadian stroke. Namun jika ditinjau dari tingkat
keterpaparan yang rendah menunjukkan peningkatan drastis akan
pengurangan risiko terhadap kejadian stroke dan hal ini tentunya
harus memperoleh perhatian yang cukup serius.
Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik diperoleh interpretasi
bahwa terdapat hubungan antara lama merokok dengan kejadian
stroke, Ho ditolak dimana lama merokok merupakan faktor risiko
yang signifikan dimana seseorang yang telah lama memiliki
kebiasaan merokok > 20 tahun lebih berisiko 4 kali untuk menderita
stroke.
Terdapatnya hubungan yang signifikan memberi indikasi
bahwa dalam upaya penanggulangan stroke yang lebih maksimal
maka upaya pengurangan pengkonsumsian rokok perlu mendapat
perhatian dengan berbagai upaya seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya di atas.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Abdul Aziz di Rumah Sakit Islam Faisal 2004 yang
diperoleh hasil bahwa lamanya perilaku merokok yang ditekuni oleh
seseorang terutama > 20 tahun dapat meningkatkan risiko 7.2 kali
untuk memperoleh stroke dikemudian hari.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan penyajian
data sebelumnya di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok
dengan kejadian stroke dan dikatakan bukan faktor risiko
berdasarkan nilai Confidence Interval yang mencakup nilai satu.
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis rokok yang
dihisap dengan kejadian stroke dan dikatakan bukan faktor risiko
berdasarkan nilai Confidence Interval yang mencakup nilai satu.
3. Perokok berat merupakan faktor risiko terhadap kejadian stroke
dimana perokok yang menghabiskan rokok > 20 batang dalam
sehari berisiko 47 kali untuk menderita stroke di kemudian hari
4. Lamanya seseorang merokok > 20 tahun merupakan faktor risiko
terhadap kejadian stroke dengan besar risiko yang ditimbulkan
adalah 4 kali untuk memperoleh stroke di kemudian hari.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya di
atas maka saran yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Penanggulangan stroke melalui pengurangan konsumsi rokok perlu
dilaksanakan melalui berbagai upaya yang tidak hanya mencakup
aspek penyebaran informasi saja namun juga harus mencakup
pada pengurangan produksi rokok di perusahaan-perusahaan
pemintal rokok
2. Upaya penanggulangan perilaku merokok pada masyarakat juga
dapat dilakukan dengan keterlibatan pemerintah dengan membuat
kebijakan atas harga penjualan rokok yang lebih tinggi selain
dengan penerapan aturan pemroduksian jenis rokok berfilter.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI Anonim. Puasa Mengurangi Racun dalam Tubuh. http//:www.suara
merdeka.com. Januari 2007 (diakses 20 Februari 2007) Fachrin Suharni., 2006. Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan
Skripsi. FKM UMI. Feigin Valery., 2006. Stroke. PT. Buana Ilmu Populer Jakarta. Handoko. Iwan. S., Rokok. http//goggle.com. 2006 (diakses 19 Februari
2007). Junaidi S., 2004. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan
Stroke, PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta. Kanang H., 2003. Studi Tentang Distribusi Kebiasaan Merokok
Terhadap Beberapa Penyakit di R.S. Dr. Wahidin Sudirohusodo Bagian Rawat Inap Makassar Tahun 2001 – 2002. FKM UNHAS. Skripsi tidak dipublikasikan.
Kaplan Stanler, 2000. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Penerbit
buku kedokteran. Jakarta. Halaman 51-56. Lumbatobing, SM., 2004. Stroke, Bencana Peredaran Darah di Otak, FK
– UI Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. Jakarta. Murti, Bisma., 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Oyeng, EYP., Setengah Jam Menjadi Perokok Pasif Jantung Anda
Terancam. http\\www.satu lelaki.com, (diakses 20 Februari 2007). Setyowati H., 2005. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Stroke di Perjan
R.s Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2004, FKM UNHAS Skripsi Tidak Dipublikasikan
Siregar Anggiat. Stroke ?. http//www.situs kesehatan alternatif.com. 2004
(diakses 4 Maret 2007).
Soeharto I., 2004. Serangan Jantung dan Stroke, Edisi kedua, PT. ramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sudoyo Aru W dkk, 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta Sylvia A Price&Lorraine M Wilson, 2004. Patofisiologi, Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta Tambayong. 2000. Patofisologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta. Thomas D.J., 1988. Stroke dan Pencegahannya, Terjemahan oleh
Hartono Andry. 1995. Penerbit Arcan. Jakarta. Yatim F., 2005. Waspadai Jantung Koroner, Stroke, Meninggal
Mendadak atasi dengan Pola hidup Sehat, PT. Pustaka Populer Obor. Jakarta.
KUISIONER
Ket : Penderita (Responden)
No. Responden :
Nama :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
Pekerjaan : 1. Tidak bekerja
2. Ibu Rumah Tangga
3. PNS
4. Wiraswasta
5. Karyawan
6. Pensiunan
7. Mahasiswa
8. Siswa
Usia :
Merokok : Pernah merokok
1. Ya
2. Tidak
Jenis rokok yang dihisap : 1. Berfilter
2. Tidak berfilter
Jumlah : Jumlah rokok yang dihisap perhari
1. < 10 batang perhari
2. 10 – 20 perhari
3. > 20 batang perhari
Lama Merokok : 1. < 10 tahun
2. 10 – 20 tahun
3. > 20 tahun