Download - Status Preskes Pneumonia
Presentasi Kasus
SEORANG LAKI-LAKI USIA 61 TAHUN
DENGAN PNEUMONIA KOMUNITI
Oleh:
Wahyu Aprillia G99141087
Himmatul Fuad G99141088
Isna Noor Rakhmawati G99141089
Faisal Hafidh G99141090
Larissa Amanda G99141091
Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. S
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Pacitan
Tanggal Masuk : 20 Januari 2015
Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2015
No. RM : 01287232
B. Keluhan Utama
Sesak Napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak ± 2 bulan SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas maupun
cuaca, mengi (-). Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri ± 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk hingga ke punggung.
Pasien juga mengeluhkan batuk (+) sejak 2 bulan SMRS, batuk
tidak berdahak. Namun dalam 4 hari ini, batuk menjadi berdahak (+)
berwarna putih kekuningan. Pasien juga merasa demam, tetapi
dirasakan hanya sumer-sumer. keringat malam (-), nafsu makan turun
(+), penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 2 bulan SMRS. Pasien tidak
merasa mual maupun muntah, BAK dan BAB tidak ada kelainan.
1
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat OAT : (+) mulai 21 Agustus 2014
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Mondok : (+)
- Pasien mondok di RS Aisyah Ponorogo tanggal 8-12 Januari 2015
dengan diagnosis Massa paru kiri dd TB Paru. Cek BTA (-), dan
sudah dilakukan CT Scan. Terapi pulang Rifampisin 400 mg, INH
300 mg, B6 1x1, Cravit 1x1, dan Sonoxon 3x1.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sesak Napas : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : (+) selama 5 tahun
IB ringan (5x20= 100)
Riwayat Minum alkohol : disangkal
Riwayat Olahraga : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang buruh bangunan. Pasien dirawat menggunakan
pelayanan umum.
2
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan baik.
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90mmHg.
Nadi : 84 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 37,40C per aksiler
SiO2 : 97% (2 lpm)
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I. Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
3
J. Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/ +),
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksidinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/ sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
4
M. Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hasil Laboratorium Darah 20 Januari 2015
Hemoglobin : 14,7 gr/dl (13,5-17,5)
Hematokrit : 45% (33-45)
Antal Eritrosit : 4,81 x 103/uL (4,5-5,9)
Antal Leukosit : 13,8 x 103/uL (4,5-11,0)
Antal Trombosit : 276 x 103/uL (150-450)
Golongan Darah : A
GDS : 117 mg/dL (60-140)
Albumin : 3,5 g/dL (3.5 – 5.2)
Ureum : 23 mg/dL (<50)
Creatinin : 0.9 mg/dL (0,9-1,3)
Na+ : 131 mmol/L (136-145)
K+ : 4.7 mmol/L (3,3-5,1)
Ion klorida : 99 mmol/L (98-106)
SGOT/SGPT : 19/13
HbSAg : non reactive
B. Analisa Gas Darah tanggal 20 Januari 2015
pH : 7,410 (7,310-7,420)
BE : -0,5 mmol/L (-2 - +3)
PCO2 : 38,0 mmHg (27,0-41,0)
PO2 : 61,0 mmHg (80,0-100,0)
Hematokrit : 40% (37-50)
HCO3 : 24,1 mmol/L (21,0-28,0)
Total CO2 : 25,3 mmol/L (19,0-24,0)
5
O2 Saturasi : 92,0 % (94,0-98,0)
Kesan : Normal
C. Foto Thorax
Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 20 Januari 2015 :
Foto dengan identitas Tn. S, 61 tahun. Foto diambil di ruang radiologi
RS Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA dan lateral.
Kekerasan cukup, asimetris.
Trakea di tengah. Sistema tulang baik.
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak opasitas bentuk bulat batas tak tegas di
paracardial kiri, tampak air bronchogram di lapang paru kiri, tampak
penebalan hilus kiri.
Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam.
Retrosternal space dan retrocardiac space dalam batas normal.
Hemidiafragma kanan kiri normal.
Tak tampak proses osteolitik/osteoblastik
6
Kesan:
- Suspek tumor paru kiri
- Pneumonia, merupakan pulmonal metastasis (pneumonic type)
- Limfadenopathy hillus kiri
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak ± 2 bulan SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas maupun
cuaca, mengi (-). Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri ± 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk hingga ke punggung.
Pasien juga mengeluhkan batuk (+) sejak 2 bulan SMRS, batuk tidak
berdahak. Namun dalam 4 hari ini, batuk menjadi berdahak (+) berwarna
putih kekuningan. Pasien juga merasa demam, tetapi dirasakan hanya
sumer-sumer. keringat malam (-), nafsu makan turun (+), penurunan berat
badan (+) 5 kg dalam 2 bulan SMRS. Pasien tidak merasa mual maupun
muntah, BAK dan BAB tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 130/90mmHg, nadi
84x/menit, RR 26x/menit, dan suhu 37,40C per aksiler. Pada pemeriksaan
inspeksi didapatkan pengembangan dada kiri < kanan, pada palpasi
diadaptkan fremitus raba kiri < kanan, perkusi redup mulai SIC VII ke
bawah pada paru kiri, pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler paru
kiri menurun di SIC VII ke bawah, didapatkan pula ronki basah kasar di
paru sebelah kiri.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dengan angka
leukosit sebesar 13,8 x 103/uL. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
tampak opasitas bentuk bulat batas tak tegas di paracardial kiri, tampak air
bronchogram di lapang paru kiri, tampak penebalan hilus kiri. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah ke
diagnosis tumor paru kiri, dan pneumonia.
7
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia komuniti
2. Tumor paru dd TB Paru
VI. DIAGNOSIS
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
VII. TERAPI
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
6. N Asetil Cystein 3x200 mg
7. Vit B complex 3x1
VIII. PROGNOSA
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
IX. PLAN
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. Sputum BTA 3x SPS + Kultur BTA
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
8
FOLLOW UP PASIEN
A. Tanggal 21 Januari 2015
S : Sesak napas (+), batuk (+)
O: VS : Tekanan darah : 130/90mmHg.
Nadi : 88 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 28 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.
Suhu : 37,00C per aksiler
SiO2 : 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
9
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),,
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
10
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Hasil Pemeriksaan Sputum tanggal 21 Januari 2015
Bahan : Sputum
Pemeriksaan BTA : S : -
P : Negatif
S : -
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
6. N Asetil Cystein 3x200 mg
7. Vit B complex 3x1
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. Sputum BTA 3x SPS + Kultur BTA
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
11
B. Tanggal 22 Januari 2015
S : Sesak napas (+), batuk (+)
O: VS : Tekanan darah : 130/90mmHg.
Nadi : 86 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 24 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.
Suhu : 37,20C per aksiler
SiO2 : 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
12
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),,
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
13
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
6. N Asetil Cystein 3x200 mg
7. Vit B complex 3x1
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. BTA pagi (-)
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
C. Tanggal 23 Januari 2015
S : sesak napas berkurang, batuk berkurang
O: VS : Tekanan darah : 130/90mmHg.
Nadi : 90 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 24 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.
Suhu : 37,00C per aksiler
SiO2 : 98% (2 lpm)
14
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
15
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),,
Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).
Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
16
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
6. Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
7. N Asetil Cystein 3x200 mg
8. Vit B complex 3x1
9. Sucralfat 3x1 cth (ac)
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R tunggu hasil
2. BTA pagi (-)
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
6. Spirometri hari ini
D. Tanggal 24 Januari 2015
S : sesak napas berkurang, batuk berkurang, nyeri perut (+)
O: KU : Tampak sakit sedang, compos mentis
VS : Tekanan darah : 130/90mmHg.
Nadi : 90 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,80C per aksiler
SiO2 : 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
17
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
18
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),,
Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
Hasil Pemeriksaan Spirometri tanggal 24 Januari 2015
Pemeriksaan Hasil Prediksi
Kapasitas Vital (KV) 1. 1990 ml
2. 1920 ml
3. 1950 ml
2448 ml
% KV (KV/KV Prediksi) 81, 29 ml
Kapasitas Vital Paksa 1. 1980 ml
2. 2000 ml
3. 2000 ml
2448 ml
% KVP (KVP/KVP Prediksi) 81,69 ml
Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
(VEP 1)
1. 1690 ml 1749 ml
19
2. 1390 ml
3. 1730 ml
% VEP 1 (VEP1/ Prediksi) 98,91 ml
VEP 1 % (VEP 1/ KVP) 86,5 ml 74%
Arus Puncak Ekspirasi (APE) 1. 2,43 I/detik
2. 1, 72 I/detik
3. 3,02 I/detik
Kesan : Normal
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
6. Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
7. N Asetil Cystein 3x200 mg
8. Vit B complex 3x1
9. Sucralfat 3x1 cth (ac)
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R tunggu hasil
2. BTA pagi (-)
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
20
E. Tanggal 25 Januari 2015
S : sesak (-), batuk (-), nyeri perut (-)
O: KU : tampak sakit sedang, compos mentis
VS : Tekanan darah : 120/80mmHg.
Nadi : 86 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 20 x/menit,
Suhu : 36,50C per aksiler
SiO2 : 98% (O2 ruang)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
21
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
2. Paru (anterior)
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Paru (posterior )
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),,
Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : tympani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Oedem _ _ Akral dingin _ _
22
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacine 750 mg/24 jam
6. Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
7. N Asetil Cystein 3x200 mg
8. Vit B complex 3x1
9. Sucralfat syr 3x1 cth (ac)
Planning
Pasien minta pulang (APS) terlebih dahulu untuk mengurus BPJS.
23
BAB II
ANALISIS KASUS
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik virus, bakteri, jamur, maupun parasit.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia
komunitas dan pneumonia nosokomial. Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai
pneumonia komunitas. Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :
1. Anamnesis:
Dari anamnesis didapatkan beberapa gejala yang mengarah pada
diagnosis pneumonia yaitu adanya keluhan sesak napas sejak ± 2 bulan
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas
maupun cuaca, mengi (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kiri ± 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk hingga ke punggung.
Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2 bulan yang
lalu, tidak mengeluarkan dahak. Namun dalam 4 hari sebelum pemeriksaan,
batuk menjadi berdahak berwarna putih kekuningan. Pasien juga merasa
demam, tetapi dirasakan hanya sumer-sumer. Pasien merasakan ada
penurunan berat badan 5 kg dalam 2 bulan SMRS dan penurunan nafsu
makan, tak ada keluahan keringat malam. Pasien tidak merasa mual maupun
muntah, BAK dan BAB tidak ada kelainan.
Pasien pernah mondok di RS Aisyah Ponorogo pada tanggal 8-12
Januari 2015 dengan diagnosis massa paru kiri dd TB Paru. Telah dilakukan
pemeriksaan sputum untuk cek BTA dan didapatkan hasil negatif.
2. Pemeriksaan Fisik :
Pasien tampak sakit sedang, kompos mentis dan gizi kesan cukup. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut :
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Nadi : 84 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.
Respirasi : 26 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.
Suhu : 37,40C per aksiler
24
SiO2 : 97% (2 lpm)
Pada pemeriksaan pulmo didapatkan hasil :
Paru anterior
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Keterlambatan pengembangan dada kiri
daripada kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓ / sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
Paru posterior
Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kiri < kanan
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri < kanan
Palpasi : Fremitus raba kiri < kanan
Perkusi : Redup SIC VII ↓/sonor.
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC VII ↓/+),
Ronkhi basah kasar (+/-), wheezing (-/-)
3. Pemeriksaan Penunjang :
Dari pemeriksaan darah didapatkan leukositosis dengan hasil hitung
lekosit sebesar 13,8 x 103/uL (normal : 4,5-11,0 x 103/uL)
Dari analisa gas darah tidak didapati adanya asidosis maupun alkalosis.
Untuk menilai apakah terdapat gagal nafas pada pasien ini perlu dilihat dari
PO2, PCO2 dan HS. Pasien mengalami gagal nafas tipe I atau hipoksemia
karena didapatkan nilai HS sebesar 254,2 (hipoksiasedang), dengan FiO2
koreksi sebesar 0,32 (4 lpm). Dari perhitungan AaDO2 didapati nilai sebesar
62,6 sehingga dapat disimpulkan adanya gangguan difusi pada pasien ini.
Pada pemeriksaan rontgen thorax di ruang radiologi RS Dr. Moewardi
dengan proyeksi PA dan lateral tampak opasitas bentuk bulat batas tak tegas
di paracardial kiri, tampak air bronchogram di lapang paru kiri dan tampak
penebalan hilus kiri. Dari hasil yang didapat mengesankan suspek tumor paru
25
kiri, pneumonia yang merupakan pulmonal metastasis (pneumonic type), dan
limfadenopathy hillus kiri.
Pasien juga didiagnonis tumor paru dengan diagnosis banding TB paru
karena ada riwayat minum OAT sejak 21 Agustus 2014. Untuk
mengkonfirmasi hal tersebut dilakukan pemeriksaan mikrobiologi sputum
dan BTA. Hasil pemeriksaan BTA pagi didapatkan hasil negatif dan
pemeriksaan mirobiologi sputum masih menunggu hasil. Dari hasil
pemeriksaan foto thorak tidak didapatkan adanya gambaran kavitas, infiltrat,
milier maupun efusi dan mengesankan tidak ada lesi aktif TB Paru sehingga
sementara diagnosis mengarah ke tumor paru. Untuk menegakkan diagnosis
tersebut direncanakan pemeriksaan MSCT Thorak tanpa kontras.
Pemberian terapi dan tatalaksana pada pasien pneumonia perlu dinilai
derajat keparahan penyakit agar dapat diputuskan apakah pasien bias rawat
jalan atau rawat inap. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia
komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan system skor menurut
Pneumonia Severity Index (PSI) atau CURB-65. Skor pasien ini menurut
Pneumonia Severity Index (PSI) adalah 91 (usia: 61, dan ada factor komorbid
berupa keganasan: 30). Dari skor yang didapat pasien dapat dikategorikan
risiko sedang dan membutuhkan rawat inap.
Karena pasien datang dengan sesak napas, perlu diberikan bantuan O2
melalui nasal canul. Pasien ini diberikan O2 dengan dosis 2 lpm. Pemberian
antibiotic untuk pasien pneumonia harus sesuai dengan hasil uji sensitivitas.
Namun, untuk terapi awal dapat digunakan antibiotic empiris. Menurut
Perhimpunan DokterParu Indonesia (PDPI), antibiotic empiris yang diberikan
kepada pasien pneumonia yang dirawat inap adalah golongan fluorokuinolon
atau beta lactam + makrolid. Pada pasien ini diberikan antibiotik golongan
fluorokuinolon yaitu levofloksasin dengan dosis 750mg/24 jam.
26
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. PNEUMONIA
A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran
Napas Bawah Akut (ISNBA). Pneumonia merupakan peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis (bronkiolus
respiratorius dan alveoli) serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009).
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia /
nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
27
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris.
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial (PDPI, 2003)
II. PNEUMONIA KOMUNITAS
A. Definisi
Pneumonia komunitas adalah salah satu subtipe dari pneumonia
dengan bentuk epidemiologis yaitu sebagai infeksi pada parenkim paru
yang didapatkan di luar rumah sakit atau fasilitas kesehatan penyedia
rawat inap (Cascini, 2013; Dahlan, 2006). Pneumonia komunitas
merupakan suatu infeksi pada paru yang dimulai dari luar rumah sakit atau
didiagnosisdalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang
tidak menempati fasilitas perawatan kesehatan jangka panjang selama 14
hari atau lebih sebelum gejala muncul, serta disertai dengan adanya
gambaran infiltrat pada pemeriksaan radiologis dada (Lawrence et al.,
2002; Armitage, 2007). Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai
suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit) dan tidak termasuk pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (PDPI, 2003).
B. Etiologi
Bermacam-macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan
pneumonia, antara lain : bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI, 2003).
28
Pada pasien dewasa, penyebab pneumonia komunitas yang sering
ditemukan adalah bakteri golongan gram positif, yaitu Streptococcus
pneumonia, bersama dengan Staphylococcus aureus dan Haemophilus
influenza merupakan bakteri patogen golongan tipikal. Legionella,
Chlamydophila, M.pneumoniae merupakan bakteri patogen golongan
atipikal (Cascini, 2013; Cunha, 2014).
Virus dapat menyebabkan pneumonia, dan Respiratory Syncytial
Virus merupakan etiologi virus yang sering ditemukan. Pada beberapa
kasus juga dapat ditemukan virus influenza tipe A atau tipe B. Pada pasien
dengan kondisi imun yang buruk dapat terjadi pneumonia akibat infeksi
jamur. Pada kasus yang jarang, pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi
objek atau substansi yang mengakibatkaniritasi dari paru-paru (Priyanti,
2014).
Tabel 1. Patogen penyebab pneumonia (Mandell et al., 2007)
Tabel 2. Penyebab pneumonia komunitas berdasarkan prevalensi
kejadian menurut North American Study (NAS) dan British Thoracic
Society (BTS) (Priyanti, 2014)
29
C. Faktor Risiko
1. Usia lanjut lebih dari 65 tahun
2. Merokok
3. Riwayat penyakit saluran pernapasan
4. Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal, dan lain sebagainya
5. Gangguan neurologis, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan
atau kesadaran yang menurun
6. Imunitas yang memburuk (Dahlan, 2006; American Lung Association,
2014)
D. Patogenesis
Paru-paru memiliki mekanisme pertahanan yang cukup kompleks
danbertahap. Mekanisme pertahanan paru yang sudah diketahui hingga
kini, antara lain:
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar
Reepitelisasisaluran napas, flora normal, faktor humoral lokal (IgGdan
IgA), sistem transport mukosilier, refleks bersin dan batuk,
aliranlendir.
2. Mekanisme pembersihan di bagian pergantian udara pernapasan
Adanya surfaktan, imunitas humoral lokal IgG, makrofag alveolar
danmediator inflamasi.
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik
Terdiri dari anatomik, mekanik, humoral, dan seluler. Merupakan
pertahanan utama dari benda asing di orofaring, seperti adanya
penutupan dan reflek batuk (PDPI, 2003).
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai danmerusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
30
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
kolonisasi. Secara inhalasiterjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal,mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri denganukuran 0,5 -
2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadiproses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadiaspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaaninfeksi
dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi darisebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orangnormal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat(drug
abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadipneumonia.Pada
pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnyamikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama
dengan di saluran napas bagianbawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama (PDPI, 2003).
Pneumonia disebabkan olehadanya proliferasi dari mikroorganisme
patogen pada tingkat alveolar dan bagaimana respon individu terhadap
patogen yang berproliferasi tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan 3 faktor
yaitu keadaan individu, utamanya imunitas(humoral dan seluler), jenis
mikroorganisme pathogen yang menyerang pasien, dan lingkungan sekitar
yang berinteraksi satu sama lain. Ketiga faktor tersebut akan menentukan
klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya
penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris, serta prognosis
dari pasien (Dahlan, 2009; Mandell dan Wunderink, 2006).
Mikroorganisme menyerang traktus respiratorius paling banyak
adalah melalui aspirasi sekret orofaringeal. Aspirasi terjadi sering pada
saat tidur, terutama pada lansia, dan pada pasien dengan tingkat kesadaran
31
yang menurun. Beberapa patogen menyerang melalui inhalasi dalam
bentuk droplet, misal Streptococcus pneumoniae.Pada kasus yang jarang,
pneumonia disebabkan penyebaran infeksi via hematogen, misal
tricuspidal endocarditisatau melalui penyebaran infeksi yang meluas dari
infeksi pleura atau infeksi rongga mediastinum (A.Mandell L, Wunderink,
2006).
Gambar 1. Patogenesis Pneumonia
32
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan
melihat hasil dari anamnesis, gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi, laboratorium, dan mikrobiologi.Menurut Pedoman
Diagnosisdan Penatalaksaan Pneumonia Komunitas, diagnosis pneumonia
komunitas dapat ditegakkan apabila pada foto thoraks ditemukan infiltrat
baru atau progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak / purulen
3. Demam >38o
4. Adanya tanda konsolidasi paru, suara napas bronkial dan ronki
5. Jumlah leukosit >10.000/ul atau <4000/ul (PDPI 2003)
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari pneumonia komunitas dibagi menjadi dua
yaitu gejala dan tanda diakibatkan pneumonia komunitas tipikal, dan
akibat pneumonia atipikal. Berikut merupakan ciri-ciri gejala dan tanda
klinis pada pneumonia tipikal (Cunha, 2014; Priyanti, 2014):
Tabel 3. Gejala dan tanda pneumonia komunitas
Penelitian yang dilakukan oleh Tsai-Ling et al.(2001-2002)
menunjukkan bahwa dari 168 sampel, ditemukan 109 (64,9%) mengalami
batuk,dan 134 (79,8%) mengalami demam atau menggigil (Tsai-Ling et
al., 2005). Penelitian yang lain oleh Ruiz M et al., dengan jumlah sampel
33
395, ditemukan demam pada 106 sampel (27%), menggigil pada 163
sampel (41%), sesak napas dan batuk masing-masing 272 (69%) dan 306
(78%). Sedangkan sputum purulen ditemukan pada 239 sampel (61%),
nyeri dada pada 128 sampel (32), dan bising paru sebanyak 312 sampel
(79%) (Ruiz et al., 1999).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit,biasanya lebih dari10.000/mm3, kadang-kadang mencapai
30.000/mm3, dan padahitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai
peningkatan Laju Endap Darah.Ureum darah dapat meningkat, dengan
kreatinin masih dalam batas normal. Asidosisrespiratorik dapat terjadi
pada stadium lanjut akibat hipoksemia dan hipokarbia
yangditunjukkan melalui pemeriksaan analisis gas darah (Priyanti,
2014).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pneumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan
manifestasi klinis yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum
dan nyeri dada pleuritis, disertai pemeriksaan imaging paru, biasanya
dengan radiografi dada.Temuan pada pemeriksaan radiografi dada
dapat berkisar dari suatu bercak infiltrat kecil di area udara sebagai
konsolidasi lobar dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar
difus atau infiltrat interstisial. Efusi pleura dan kavitasi juga dapat
ditemukan. Hasil radiografi dada juga dapat digunakan untuk
menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang juga dapat
menentukan dugaan etiologi, misal pneumatocelespada infeksi akibat
S.aureus (Lawrence et al., 2002; Priyanti, 2014; Mandell dan
Wunderink, 2006).
34
Tabel 4. Hubungan patogen penyebab dan gambaran radiologi (Sharma et
al., 2014; Boersma et al., 2006)
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi
lebih pasti,mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab
infeksi di suatu daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu patogen,
serta dapat memperkirakan jenis terapi empirik apa yang perlu
diberikan.Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk
pemberian obat pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga
merekomendasikan agar spesimen sputum dapat diperoleh sebelum
pemberian antibiotik. sebelum pemberian antibiotik untuk pertama
kalinya. Pengecatan gram itu sendiri juga dapat mengidentifikasi
patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif. Tujuan
lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan
sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur (Mandell et al.,
2007; Mandell et al., 2006; Schmitt, 2014).
H. Tata Laksana
Menurut ATS/IDSA 2007 dalam tata laksana pasien pneumonia
perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotik sebelumnya
2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat antibiotik 3 bulan
sebelumnya.
Penatalaksaan pneumonia komunitas dibagi menjadi :
35
1. Pasien rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simptomatik
Istirahat di tempat tidur
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
b. Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
2. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa
a. Pengobatan suportif / simptomatik
Pembrian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
3. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif
a. Pengobatan suportif / simptomatik
Pemberian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin
c. Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis
Jika diagnosis pneumonia telah ditegakkan, secepatnya diberikan
antibiotika, setelah sebelumnya diambil spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi. Apabila pasien dirawat melalui IGD, antibiotika segera
diberikan dalam waktu 8 jam sejak masuk IGD. Pemberian antibiotika
kurang dari 4 jam akan menurunkan angka mortalitas.
Pemberian antibiotika dievaluasi dalam waktu 72 jam pertama:
36
Apabila ditemukan perbaikan klinis, terapi dilanjutkan
Apabila tidak didapatkan perbaikan klinis, terapi diganti sesuai hasil
kultur atau pedoman empiris
Rawat Jalan Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibotika 3 bulan sebelumnya:
- Golongan β-lactam atau β-lactam ditambah anti β-lactamase, ATAU
- Makrolid baru (Clatithromycin, Azithromycin) Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotika 3 bulan sebelumnya:- Flourokuinolon respirasi (levofloxacin 750 mg,
moksifloksasilin), ATAU- Golonganβ-lactam ditambah anti β-lactamase,
ATAU- β-lactam ditambah makrolid
Rawat inap non ICU
Flourokuinolon respirasi (levofloxacin 750 mg, moksifloksasilin)
β-lactam ditambah makrolid
Ruang rawat intensif
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas: β-lactam (cefotaxim, ceftriaxone atau ampicillin
sulbactam) ditambah makrolid baru atau flourokuinolon respirasi intravena
Pertimbangan khusus
Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas: Antipneumokokal, antipseudomonas β-lactam (piperacilin-
tazobactam, cefepime, imipenem atau meropenem) ditambah levofloxacin 750 mg ATAUβ-lactam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan azitromicinATAU
β-lactam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan anti pneumokokal flourokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β-lactam diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA : Tambahkan vancomicin atau linezolid
Tabel 5. Petunjuk penggunaan antibiotik empiris untuk pneumonia
Untuk pengobatan pneumonia karena virus, terutama virus Influenza,
antiviral diberikan 48 jam pertama :
37
Dewasa atau anak usia ≥ 13 tahun, diberikan oseltamivir 2 x 75 mg
per hari selama 5 hari
Anak 1 – 12 tahun diberikan oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari
selama 5 hari
Setelah diberikan obat injeksi, perlu adanya terapi peralihan dari
obat injeksi ke obat oral, hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya
pengobatan rawat inap dan mencegah infeksi nosokomial. Pada pasein
dengan rawat inap ruangan, terapi peralihan diberikan mulai hari ke-4,
sedangkan pada rawat inap ICU, terapi peralihan diberikan mulai hari ke-
7.
Kriteria untuk peralihan dari obat injeksi ke obat oral pada
pneumonia komunitas :
Hemodinamik stabil
Gejala klinis membaik
Dapat minum obat oral
Fungsi gastrointestinal normal
Secara klinis, pasien stabil dengan tanda :
o Suhu 36,5 – 37,8 OC
o Frekuensi nadi 60 sampai 100 kali per menit
o Frekuensi nafas 18 – 24 kali per menit
o Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
o Saturasi oksigen arteri ≥ 90% atau PO2 ≥ 60 mmHg
Sebagian besar pasien pneumonia menunjukkan perbaikan klinis
dalam 72 jam pertama, namun diperkirakan 6 – 15% pasien tidak
menunjukkan respon terapi yang baik dalam jangka waktu tersebut.
Penyebab tidak respon terapi antara lain :
1. Salah diagnosis (bukan infeksi atau tidak ada komponen infeksi pada
penyakit dasarnya), misal gagal jantung, emboli, keganasan,
sarkoidosis, pneumonitis radiasi reaksi obat pada paru, vaskulitis,
ARDS, perdarahan pulmonal, penyakit paru inflamasi
38
2. Diagnosis sudah benar, tetapi pasien tidak respon, mungkin karena:
a. Faktor pasien
Lesi lokal misal obstruksi lokal akibat benda asing atau
keganasan. Penyebab lainnya antara lain empyema, pemberian cairan
yang berlebihan, superinfeksi pulmonal atau sepsis akibat pemakaian
alat – alat intravena atau komplikasi medis pasien akibat perawatan.
b. Faktor obat
Kemungkinan yang terjadi antara lain ketidaktepatan regimen,
dosis, malasorbsi, interaksi obat yang akan menurunkan level
antibiotik atau faktor – faktor yang memungkinkan perubahan
transport antibiotik ke tempat infeksi. Demam akibat obat atau efek
samping lain yang mungkin akan mengaburkan respon kesuksesan
terapi.
c. Faktor pathogen
Kuman penyebab dapat diidentifikasi dengan tepat, tetapi
terdapat kemungkinan resisten terhadap antibiotik yang diberikan.
Contoh pneumokokus resisten penisilin, MRSA, gram negative
multiresisten.
Pola – pola dan tipe penyebab pneumonia komunitas yang tidak
respon dijelaskan dalam Tabel 6.
Gagal untuk terjadi perbaikan Pada kondisi dini (72 jam setelah diobati)
39
o Respon normal Keterlambatan
o Kuman resisten- Kuman yang tidak terjangkau oleh antibiotika- Tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas
o Efusi parapneumonia / empyemao Superinfeksi nosokomial
- Pneumonia nosokomial- Ekstraparu
o Bukan infeksi- Komplikasi pneumonia (bronchiolitis obliterans organizing
pneumonia-BOOP)- Salah diagnosis (edema paru, gagaljantung, vaskulitis)- Panas akibat obat
Perburukan atau progresif Pada keadaan dini (72 jam setelah diobati)
o Berat penyakit saat datango Kuman resisten
- Kuman yang tidak terjangkau antibiotik- Tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas
o Penyebaran infeksi- Empiema / parapneumonia- Endokarditis, meningitis, artritis
o Diagnosis tidak akurat- Emboli paru, aspirasi, ARDS- Vaskulitis (systemic lupus erytematosus)
Keterlambatan Superinfeksi nososkomial
o Pneumonnia nosokomialo Ekstraparu
Eksaserbasi dari penyakit komorbid Terjadi penyakit non infeksi
o Emboli paruo Infark miokardo Gagal ginjal
Tabel 6. Pola – pola dan tipe penyebab pneumonia komunitas yang tidak
respon
40
Jika ditemukan pasien yang tidak respon terapi, maka hal – hal yang
dilakukan:
1. Memindahkan pasien ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi
2. Melakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, bila perlu dilakukan
prosedur invasive
3. Berikan eskalasi antibiotik
I. Prognosis
Pada umumnya prognosisnya baik, tergantung dari faktor pasien,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Angka kematian pasien pneumonia komunitas kurang dari 5% pada pasien
rawat jalan dan 20% pada pasien rawat inap. Penentun prognosis menurut
IDSA dan BTS dijabarkan dalam Tabel 7.
CURB PSI
Total
Skor
Skor 0
- 1
Skor 2 Skor
>2
Tidak
diprediksi
Skor
<70
Skor
71-90
Skor
91-130
Skor
>130
Tingkat
keparaha
n
Grup I Grup II Grup
III
Kelas I Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
Kelas
V
Kelas
risiko
Rendah Sedang Berat Risiko Rendah Sedang Berat
Angka
kematian
1,5% 9,2% 22% 0,1% 0,6% 2,8% 8,2% 29,2
%
Tabel 7. Angka kematian berdasarkan derajat beratnya penyakit
J. Pencegahan
Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada
pneumonia komunitas antara lain :
1. Vaksinasi (vaksin pneumokok dan vaksin influenza), walaupun masih
perlu penelitian lebih lanjut tentang efektivitasnya
2. Berhenti merokok
41
3. Menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan etika
batuk
4. Menerapkan kewaspadaan standard isolasi pada kasus khusus
Vaksin/Umur 19 – 44 tahun 45-49 tahun 50-64 tahun 65+ tahun
Influenza Tahunan, bagi yang berisiko /
menginginkan imunitasSetiap Tahun
Pneumokok 1-2 dosis pada individu tertentu 1-2 dosis
Tabel 8. Rekomendasi jadwal imunisasi dewasa.
42
DAFTAR PUSTAKA
A.Mandell L, Wunderink R. Pneumonia.Harrison's Principles of Internal Medicine. 2.18th Edition ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. 957–90p.
Almirall J, Bolibar I, Vidal J, Sauca G, Coll P, Niklasson B, et al. Epidemiology of community-acquired pneumonia in adults: a population-based study. European Respiratory Journal. 2000;15(4):757-63.
American Lung Association. Chicago :Understanding Pneumonia; diakses Januari 2015 dari www.lung.org/lung-disease/pneumonia/understanding-pneumonia.html.
Armitage K, Woodhead M. New guidelines for the management of adult community-acquired pneumonia. Current opinion in infectious diseases. 2007;20(2):170-6.
Boersma WG, DanielsJ, Löwenberg A, Boeve W-J, van de Jagt EJ.Reliability of radiographic findings and the relation to etiologic agents incommunity-acquired pneumonia. Respiratory medicine. 2006;100(5):926-32.
Cascini S AN, Incalzi RA, Pinnarelli L, Mayer F, Arcà M, Fusco D, DavoliM. Pneumonia burden in elderly patients: a classification algorithm using administrative data. BMC Infectious Disease. 2013;13(559).
Cunha, A Burke.Community Acquired Pneumonia; diakses Januari 2015 dari www.emedicine.medscape.com/article/234240-overview#aw2aab6b4
Dahlan Z. Pneumonia.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2. 4 ed. Dalam: W.SudoyoA, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 964-71.
Lawrence M T, Jr., J.McPhee S, A.Papadakis M. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. 1 ed. Jakarta: Salemba Medika; 2002. 100-10.
Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical infectious diseases. 2007;44(Supplement 2):S27-S72
Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pneumonia Komunitas : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.2003
Ruiz M, Ewig S, Marcos MA, Martinez JA, Arancibia F, Mensa J, et al.Etiology of community-acquired pneumonia: impact of age, comorbidity, andseverity. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.1999;160(2):397-405.
Schmitt, Steven.Cleveland : Community Acquired Pneumonia; diakses Januari 2015 dari www.clevelandclinicmed.com/medicalpubs/diseasemanagement/ infectious-disease/community-acquired-pneumonia/#bib10
Sharma Sat, Maycher Bruce, Eschun Gregg.Radiological Imaging in Pneumonia : Recent Innovations Imaging of Bacterial Pneumonia; diakses Januari 2015 dari www.medscape.org/viewarticle/556344_2
43
Soepandi PZ, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, Agsutin H, Handayani D. 2014. Pneumonia komunitas: Pedoman diagnosis & penatalaksaan di Indonesia. Jakarta : BalaiPeneribit FKUI.
Tsai Ling Lauderdale F-YC, Ren-Jy Ben, Hsiao-Chuan Yin, et al. Etiology of community acquired pneumonia among adult patients requiring hospitalization in Taiwan. Respiratory Medicine. 2005(99):1079-86.
ZS, Priyanti. Bagian Pulmonologi FK UI/RSUP Persahabatan Jakarta : Konsensus Pneumonia; diakses Januari 2015 dari www.klikpdpi.com/konsensus/Xsip/ konsensus-pneumonia/pneumonia.html
44