![Page 1: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/1.jpg)
1
SMART PAPER
Konsep dan Potret Pelanggaran Pemilu di Indonesia
Karya ini ditulis oleh:
Aris Setiawan Yodi
Alfath Bagus Panuntun El-nur I.
Irwan Harjanto
Umar Abdul Aziz
Yusuf Cahya Mahardika
Delegasi Political Science Fair 2014
Universitas Gadjah Mada
![Page 2: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/2.jpg)
2
Pendahuluan
Penyelenggaraan Pemilu adalah sebuah token of membership bagi tiap
negara yang ingin dikatakan negara demokrasi.1 Tidak ada Pemilu, tidak ada
demokrasi. Namun sayangnya, Pemilu di berbagai negara marak sekali terjadi
pelanggaran, baik itu di negara demokrasi maupun, lebih-lebih negara otoriter.
Pemilu kerap dilakukan hanya sebagai suatu penyelenggaraan prosedural. Tidak
terkecuali di Indonesia, pemilu di negara demokrasi terbesar ketiga ini masih
sangat marak akan praktik pelanggaran pemilu. Setelah lama bosan menjalankan
Pemilu prosedural selama Orde Baru2, Pemilu di Indonesia ternyata belum dapat
menampilkan penyelenggaraan Pemilu yang bebas dari pelanggaran.
Hal ini tentunya tidak dapat kita biarkan begitu saja. Dengan maraknya
pelanggaran, tentu tidak akan terlaksana Pemilu yang luber jurdil. Sebab itulah
kita merasa penting untuk membahas secara mendalam mengenai pelanggaran
pemilu. Kita juga akan membahas tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu yang
telah di klasifikasikan dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, yaitu
pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu,
dan sengketa hasil pemilu,. Kita juga akan melihat bagaimanakah dinamika
pelanggaran Pemilu mulai 1999, 2004, dan 2009. Kemudian dari tiga bahasan
diatas kita akan melihat kecenderungandan pola-pola pelanggaran yang terjadi
pada Pemilu. Hal tersebut dilakukan agar nantinya kita dapat memberikan
berbagai masukan agar pelanggaran dalam Pemilu ini dapat direduksi.
Jenis-jenis Pelanggaran dalam Pemilu
Pelanggaran pemilu kiranya dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu
pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu,
sengketa pemilu. Adapun penjelasan dari masing-masing pelanggaran Pemilu
adalah sebagai berikut.
1 AG Karim, dalam Sigit Pamungkas. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM
2 Pemilu prosedural jelas adalah pemilu yang tidak demokratis, sangat penuh dengan
penyimpangan. Bahkan dilakukan terang-terangan
![Page 3: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/3.jpg)
3
Pelanggaran Administratif
Definisi perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administratif ialah
Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara,
prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan
Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana
Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Sebagai contoh dari
pelanggaran administratif ialah tidak bisa memenuhi syarat-syarat untuk menjadi
peserta pemilu, tidak menyertakan keterwakilan perempuan 30%, melakukan
kampanye di tempat ibadah maupun di tempat pendidikan, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, yang bisa melakukan pelanggaran administratif ialah
kontestan dan penyelenggara pemilu termasuk KPU. Jika terjadi pelanggaran
administratif oleh KPU, maka diselesaikan oleh badan kehormatan KPU. Adapun
jika pelanggaran yang dilakukan oleh kontestan, maka akan dilaporkan oleh
bawaslu kepada KPU. Bawaslu memiliki peran untuk melaporkan pelanggaran
yang telah terjadi. Adapun mekanisme pelaporan di dalam bawaslu, bawaslu
menerima laporan dari masyarakat. Laporan yang diterima harus di selidiki lebih
lanjut dalam kurun waktu 3 hari setelah laporan adanya pelanggaran itu diterima.
Namun apabila dirasa informasi belum memadai, maka bawaslu akan meminta
informasi tambahan dengan memperpanjang waktu selama 5 hari. Kemudian
bawaslu menentukan apakah laporan tersebut benar atau tidak. Jika terbukti suatu
pelanggaran administratif terjadi, maka akan di laporkan bawaslu kepada KPU.
Namun jika laporan tersebut masuk dalam pelanggaran pidana, maka bawaslu
meneruskannya kepada kepolisian RI.
Tindak Pidana Pemilu
Terdapat batasan yang jelas, dimana tidak semua tindak pidana yang
terjadi pada masa pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaran pemilu
dinyatakan sebagai tindak pidana pemilu. Beberapa tindak pidana pemilu
merupakan tindak pidana yang sebelumnya telah diatur terlebih dahulu dalam
KUHP seperti memalsukan surat, netralitasn PNS, menhina agama, suku dan ras,
dan tindakan lain yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya atau oleh
![Page 4: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/4.jpg)
4
peserta pemilu dan/atau oleh penyelenggara pemilu3. Singkatnya, tindak pidana
pemilu dipandang sebagai suatu tindak terlarang yang dilakukan oleh orang-
perorangan, badan, atau lembaga tertentu yang sifatnya serius dan harus
diselesaikan di pengadilan untuk melindungi proses demokrasi melalui pemilu4.
Proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh aparat penegak
hukum yang ada yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kepolisian bertugas
dan berwenang melakukan penyidikan terhadap laporan atau temuan tindak
pidana pemilu yang diterima dari pengawas pemilu dan masyarakat serta
menyampaikan berkas perkara kepada penuntut umum sesuai waktu yang
ditentukan. Penuntut umum bertugas dan berwenang melimpahkan berkas perkara
ke pengadilan sesuai waktu yang ditentukan. Lebih lanjut perkara akan
diselesaikan oleh Peradilan Umum, yaitu pengadilan negeri di tingkat pertama dan
pengadilan tinggi di tingkat banding dan terakhir. Pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana
pemilu berdasarkan pada KUHAP ditambah dengan beberapa ketentuan khusus
dalam UU Pemilu. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim khusus yang ditetapkan
berdasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI5.
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Menurut UU no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu, pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu
yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai
penyelenggara Pemilu. Masih dalam UU Pemilu, penyelesaian pelanggaran kode
etik penyelenggara pemilu berada di tangan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP). DKPP ada lembaga ad hoc baru menggantikan DK KPU yang
bertugas pada masa Pemilu 2009.
3 Lihat http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64, Dikakses
pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB
4Lihat Subakti, Ramlan, dkk. 2011. Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta: Kemitraan Partership
5Ibid
![Page 5: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/5.jpg)
5
Dalam peraturan bersama Bawaslu, KPU dan DKPP no. 11 tahun 2012
tentang peraturan bersama kode etik disebutkan ada kode etik yang harus ditaati
oleh penyelenggara pemilu. Diantaranya adalah jujur, keterbukaan, profesionalitas
dan akuntabilitas. Penyelenggara pemilu juga berkewajiban untuk bertindak netral
dan tidak memihak, tidak mempengaruhi pemilih, menjamin kesempatan yang
sama bagi setiap pemilih dan tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari
peserta pemilu. Artinya pelanggaran kode etik terjadi ketika penyelenggara
pemilu melanggar hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Sengketa Hasil Pemilu6
Sengketa hasil pemilu Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi
antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara
Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota. Bawaslu bertugas melakukan penyelesaian sengketa
Pemilu dengan menerima laporan dan mempertemukan pihak-pihak yang
bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.
Sengketa Pemilu dapat dibedakan menjadi dua yaitu sengketa tata usaha
negara pemilu dan sengeketa hasil pemilu. Sengketa tata usaha negara Pemilu
adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara
peserta dengan penyelenggara, ataupun penyelenggara dengan penyelenggara lain
yang berbeda tingkatan maupun wilayah kepengurusan. Penyelesaian sengketa ini
adalah di pengadilan tata usaha negara. Namun apabila pihak yang bersengketa
ada yang merasa keberatan, dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung
untuk mendapatkan putusan pengadilan tingkat akhir.
Adapula sengketa hasil Pemilu adalah Perselisihan hasil Pemilu adalah
perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan
suara atau penetapan perolehan kursi dari pelaksanaan Pemilu. Hal ini menjadi
kebijakan Mahkamah Konstitusi yang bertugas menyelesaikan sengketa hasil
pemilu sebagai lembaga yang berwenang mengadili di tingkat pertama dan
terakhir berdasar. MK selanjutnya memeriksa dan menjatuhkan putusan paling
6 Ketentuan-ketentuan pada sengketa ini diolah dari beberapa pasal UU no 8 2012 BAB XII
![Page 6: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/6.jpg)
6
lambat 30 hari setelahnya. Putusan MK ini bersifat final dan tidak dapat diganggu
gugat7.
Potret Pelanggaran Pemilu 1999-2009
Pelanggaran Pemilu 1999
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi yang
dirancang berdasarkan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis baik dari badan
pengawasnya, proses pelaksanaannya ataupun peserta dan pemilih dalam pemilu.
Badan penyelenggara dan pengawas pemilu dibebaskan untuk bekerja tanpa
pengaruh langsung pemerintah. Selain itu, peserta pemilu juga bebas melakukan
persuasi terhadap pemilih dan pemilih bebas untuk menentukan pilihannya.
Berdasar pada laporan Panwaslu Pusat, dikatakan jika kurang lebih
terdapat 4.290 pelanggaran dalam pemilu tahun 1999. Hasil tersebut lebih sedikit
jika dibandingkan dengan laporan dari pemantauan dan pemberitahuan media
massa. Pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu tersebut meliputi pelanggaran
administratif, pelanggaran tata cara, pelanggaran pidana, money politics, dan
netralitas birokrasi/pejabat pemerintah.8 Pelanggaran administratif sendiri
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Pemilu yang bukan
merupakan ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur
dalam peraturan KPU.9 Pelanggaran administratif tersebut biasanya berhubungan
dengan penggunaan hak pilih, tentang kampanye pemilu seperti tempat
pemasangan atribut kampanye, dsb.
Pada pemilu 1999, Panwaslu Pusat melaporkan jika kasus-kasus yang
mampu diselesaikan oleh lembaga tersebut hanya yang bersifat administratif dan
tata cara penyelenggaraan pemilu. Sedangkan kasus-kasus yang sifatnya pidana
pemilu seperti money politics belum dapat diselesaikan dengan baik. Buktinya
yaitu sampai Panwaslu 1999 dibubarkan dan adanya indikasi money politics 7 Lihat Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009. Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya. Jakarta: KRHN
8 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Pengawasan Pemilihan Umum
1999:Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat,
Jakarta: Gramedia,1999
9 Pasal 28 UU No.10/2008
![Page 7: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/7.jpg)
7
sangat kuat bahkan menjadi perbincangan politi. Namun tidak satu kasus pun
yang diproses sampai ke pengadilan. Selain itu, dari 270 kasus yang
ditindaklanjuti sampai ke kepolisian, hanya 26 kasus yang berhasil diproses
sampai pengadilan.
Jenis-jenis penyimpangan Pemilu sendiri dikategorikan secara berbeda
sesuai dengan institusi yang menyelesaikannya. Menurut Panwaslu 1999, kategori
tersebut dibagi menjadi 4, yang pertama yaitu pelanggaran administratif dan tata
cara penyelenggaraan pemilu akan ditegakkan oleh Panwaslu. Kedua, pelanggaran
terhadap ketentuan pidana pemilu baik yang dilakukan oleh perorangan atau
badan hukum yang bukan partai politik akan ditegakkan oleh polisi. Ketiga yaitu
pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik terhadap ketentuan pidana pemilu
akan ditegakkan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan keempat yaitu yang
berhubungan dengan netralitas PNS akan ditegakkan oleh pemerintah.
Tabel Penyimpangan Pemilu 1999 dan Penanganannya
Jenis Penyimpangan Diselesaikan
Panitia Pengawas
Dilimpahkan
ke Kepolisian
Dilimpahkan
ke Pengadilan
Jumlah
Administratif 1.394 3 1 1.398
Tata Cara 1.785 12 1.797
Pidana Pemilu 347 236 24 707
“Money Politics” 122 18 140
Netralitas Birokrasi/Pejabat 234 1 1 236
Jumlah 3.992 270 26 4.290
Sumber: Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilu Tahun 1999 Tingkat Pusat,November
1999.
Berdasarkan uraian kategorisasi tersebut maka muncul kategori baru yaitu
money politics. Pelanggaran yang jelas terlihat yaitu pada pelaggaran administratif
dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran tersebut seharusnya
diselesaikan sendiri oleh Panwaslu tetapi justru dilimpahkan ke kepolisisan
bahkan sampai di pengadilan.
Pada UU No.3 tahun 1999 pasal 26 juga telah dijelaskan jika Panwaslu
1999 mempunyai salah satu tugas yaitu untuk menyelesaikan sengketa. Namun
![Page 8: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/8.jpg)
8
Panwaslu 1999 sama sekali tidak melaporkan adanya kasus sengketa dalam
pelaksanaan pemilu 1999 tersebut. Walaupun setelah diteliti memang tidak ada
kasus sengketa karena kasus-kasus pelanggaran yang muncul kebanyakan masuk
dalam pelanggaran adminstrasi dan tata cara. Misalnya, saat kampanye pemilu
1999 terjadi banyak kasus perebutan tempat atau lokasi kampanye untuk para
peserta pemilu. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya peserta yang tidak
mengetahui lokasi kampanye yang sudah ditetapkan oleh panitia pemilu. Oleh
karena hal tersebut maka kasus tersebut digolongkan sebagai pelanggaran
adminsitratif dan tata cara, bukan kasus sengketa.
Masalah lain yang juga muncul pada pemilu 1999 yaitu pada UU No.3
tahun 1999 yang mana tidak adanya ketentuan tentang pengaturan mekanisme
keberatan dari peserta pemilu atas hasil pemilu baik yang diumumkan oleh
penyelenggara pemilu ataupun KPU. Undang-undang tersebut menganggap jika
hasil pemilu sudah sangat benar sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh
siapapun. Ketentuan tersebut menunjukkan jika masih ada pengaruh Orde Baru
yaitu LPU sebagai lembaga yang menentukan segalanya dalam undang-undang
tersebut. Hal itu menyebabkan pemilu 1999 hampir gagal karena banyaknya
anggota KPU dari partai politik yang tidak bersedia menandatangani hasil
perolehan suara secara nasional karena alasan banyaknya pelanggaran dan
kecurangan.
Pelanggaran Pemilu 2004
Pada pemilu 2004, hasil kerja Panwaslu dalam mengawasi pemilu
legislatif terlihat lebih baik dari pemilu sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari
laporan berikut:
Tabel Pelanggaran Administratif Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya
No Tahanan Temuan/Laporan
Diterima
Diteruskan
ke KPU
Ditangani
KPU
1. Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0
2. Verifikasi Calon Peserta Pemilu 314 235 67
3. Penetapan Daerah Pemilihan dan 0 0 0
![Page 9: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/9.jpg)
9
Jumlah Kursi
4. Verifikasi Calon Legislatif 683 621 147
5. Kampanye 5965 5382 2230
6. Pemungutan Penghitungan Suara 1597 1391 378
7. Penetapan Hasil Pemilu 4 2 NA
8. Penetapan Perolehan Kursi dan Calon
Terpilih
383 382 0
9. Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0
Jumlah 8946 8013 2822
Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat jika banyak kasus pelanggaran
administrasi yang diteruskan ke penyelenggara pemilu sebagai pemberi sanksi
administrasi tetapi sebagian besar kasus tersebut tidak dapat diselesaikan dengan
baik. Buktinya yaitu dari 8.013 kasus pelanggaran hanya 2.822 kasus yang dapat
diselesaikan oleh KPU/KPUD. Kemungkinan kasus yang telah diselesaikan oleh
KPU/KPUD sebenarnya lebih banyak. Tetapi karena pada saat itu tidak ada
mekanisme dan prosedur baku dalam pemyelesaian kasus pelanggaran
administrasi, maka jumlahnya tidak dapat ditetapkan secara pasti. Selain itu,
karena tidak adanya mekanisme dan prosedur tersebut maka menyebabkan
KPU/KPUD juga kurang serius dalam menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran
yang direkomendasikan oleh pengawas pemilu.
Jika kasus pelanggaran administratif diteruskan ke KPU/KPUD, maka
kasus akan diteruskan kepada pihak kepolisian. Terdapat 1022 vonis yang terdiri
dari 905 vonis terdakwa bersalah dan 117 vonis terdakwa bebas. Hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan pemilu 1999 yang hanya
mencatat 4 vonis.
Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004
No Tahapan Pemilu
Pelanggaran Pidana
Laporan
Diterima
Ke
Penyidi
k
Ke
Kejaksaan
Ke
Pengadilan
Vonis
PN
1. Pendaftaran Pemilih(P4B) 0 0 0 0 0
![Page 10: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/10.jpg)
10
2. Verifikasi Calon Peserta Pemilu 170 84 62 54 52
3. Penetapan daerah Pemilihan dan
Jumlah Kursi
0 0 0 0 0
4. Verifikasi Calon Legislatif 1186 995 587 537 516
5. Kampanye 1203 924 382 293 297
6. Pemungutan Penghitungan
Suara
594 410 222 181 157
7. Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0 0
8. Penetapan Perolehan Kursi dan
Calon Terpilih
0 0 0 0 0
9. Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0 0
Jumlah 3153 2413 1253 1065 1022
Walaupun begitu, tetap saja penanganan pelanggaran pidana pemilu pada
pemilu Legislatif 2004 belum memuaskan. Dari 2413 yang diteruskan ke penyidik
kepolisian, hanya 1253 kasus yang dilimpahkan ke kejaksaan. Hal tersebut
menunjukkan jika tingkat efektifitas dari kepolisian hanya 51%. Sedangkan dari
1253 yang dilimpahkan polisi ke kajksaan, hanya 1065 kasus yang dibawa ke
persidangan. Hal tersebut menunjukkan jika tingkat efektifitas dalam penanganan
kasus tersebut dari polisi ke jaksa sebesar 85%. Dari sebagian besar kasus yang
disidangkan, ternyata sebesar 88,5% dinyatakan bersalah oleh hakim.
Tabel Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya
No Tahapan Diterima Musyawarah Alternatif Keputusan
1. Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 0
2. Verifikasi Calon Peserta Pemilu 45 21 4 3
3. Penetapan Daerah Pemilihan dan
Jumlah Kursi
0 0 0 0
4. Verifikasi Calon Legislatif 147 90 8 26
5. Kampanye 305 210 18 17
6. Pemungutan dan Penghitungan Suara 139 58 2 14
7. Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0
8. Penetapan Perolehan Kursi & Calon
Terpilih
8 1 1 1
![Page 11: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/11.jpg)
11
9. Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0
Jumlah 644 380 33 61
Sumber: Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat jika kasus sengketa yang
terjadi pada pemilu Legislatif 2004 lebih kecil daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Kasus-kasus tersebut umumnya muncul pada saat Tahap Pencalonan
dan Penetapan Anggota DPR dan DPRD baik Provinsi ataupun Kabupaten/Kota.
Kasusnya yaitu banyaknya calon yang merasa tidak puas dengan penentuan
nomor urut yang diputuskan oleh partai politiknya. Jika mengacu dengan undang-
undang, sebenarnya kasus tersebut tidak termasuk ke dalam sengketa pemilu
karena ketidakpuasan bukanlah suatu kasus yang mempunyai dasar hukum dan
apapun keputusan partai telah dibuat sesuai dengan aturan.
Selain pada tahap yang sudah disebutkan di atas, tahap kampanye juga
menjadi salah satu tahap di mana terjadi banyak sengketa antar peserta pemilu.
Kasus sengketa yang biasa terjadi yaitu tentang perebutan tempat untuk
pemasangan atribut parpol dan tempat untuk kampanye rapat umum. Untuk
menanggapi kasus-kasus tersebut biasanya Panwaslu 2004 lebih sering bertindak
sebagai mediator sehingga pihak-pihak yang bersangkutanlah yang akan membuat
keputusan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumya, jika sebenarnya
kasus perebutan lokasi kampanye bukan termasuk kasus sengketa. Hal tersebut
hanya didasari kurangnya informasi terhadap jadwal penggunaan lokasi kampanye
atau memang ada salah satu pihak yang sengaja menggunakan tempat calon lain
yang jika hal tersebut dipaksakan barulah menjadi pelanggaran.
Pada pemilu 2004, hal tersebut menimbulkan ketegangan tersendiri antara
Pengawas Pemilu dengan KPU. KPU merasa jika keputusannya sudah sangat
benar dan tidak dapat diganggu gugat, sedangkan Pengawas Pemilu merasa
mempunyai hak untuk menyelesaikan sengketa dan melakukan koreksi terhadap
keputusan KPU. Ketegangan tersebut juga bersumber dari UU No.12 Tahun 2003
yang menyebutkan jika tidak ada ruang untuk melakukan koreksi terhadap
keputusan KPU/KPUD.
Hal tersebut berbeda dengan kasus perselisihan dari hasil pemilu yang
mana memang Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempunyai wewenang untuk
![Page 12: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/12.jpg)
12
menyelesaikannya. Namun karena kasus perselisihan tersebut sangat banyak (258
kasus teregistrasi) seperti ketidakpuasan peserta pemilu terhadap hasil pemilu
sedangkan waktunya penyelesaiannya sangat terbatas yaitu 14 hari, maka
membuat MK keliru dalam memproses pengujian gugatan tersebut. Contohnya
yaitu kasus perselisihan suara di Bondowoso, Jawa Timur yang mencuat karena
ternyata MK salah dalam penentuan obyek sengketa.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan jika pada
Pemilu Legislatif 2004 sudah dapat berjalan dengan tertib, lancar,dan damai.10
Rakyat dapat mengikuti proses pemilu dengan baik tanpa terjadi kekerasan
walaupun persaingan politik yang terjadi sangat ketat. Jika pada pemilu 1999
pelanggaran banyak dilakukan oleh lembaga pengawas, maka pada pemilu 2004
ini pelanggaran yang terjadi lebih banyak dilakukan oleh calon peserta pemilu.
Pelanggaran Pemilu Tahun 2009
Pemilu pada tahun 2009 diatur pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPR dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu pada tahun
ini juga tidak luput dari banyak pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi, baik yang
bersifat administrasi, pidana pemilu, serta sengketa hasil pemilu sangat
mencederai kualitas pemilu pada tahun tersebut.
Berikut merupakan jumlah pelanggaran pemilu legislatif tahun 2009
menurut Badan Pengawas Pemilu:
Rekapitulasi Pelanggaran Pemilu dalam Setiap Tahapan
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 200911
No. Tahapan Pemilu Pelanggaran Pemilu
Jumlah Administrasi Pidana
1. Pemutakhiran Data Pemilih dan 391 26 417
10
Sepuluh besar perolehan suara anggota DPR berdasarkan hasil pemilu Legislatif 2004 adalah
Partai Golkar (128), PDIP (109), PPP (58), Partai Demokrat (55), PAN (53), PKB (52), PKS (45), PBR
(14), PDS (13), dan PBB (11). Selain itu pemilu Legislatif 2004 telah menghasilkan empat anggota
DPD dari setiap provinsi.
11 Laporan Bawaslu Tahun 2009
![Page 13: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/13.jpg)
13
Penyusunan Daftar Pemilih
2.
Pendaftaran dan Penetapan
Peserta Pemilu Anggota DPR,
DPD, dan DPRD
110 13 123
3. Penetapan Jumlah Kursi dan
Penetapan Daerah Pemilihan - - -
4. Pencalonan Anggota DPR,
DPD, dan DPRD 493 38 531
5. Masa Kampanye 12.322 4.626 16.948
6. Masa Tenang 340 193 533
7. Pemungutan dan Penghitungan
Suara 1.618 1.091 2.709
8. Penetapan Hasil Pemilu 67 32 99
Jumlah 15.341 6.019 21.360
Banyaknya kasus pelanggaran tersebut mencerminkan betapa buruknya
kualitas pemilu tahun 2009, sangat terlampau jauh berbeda dibandingkan dengan
pemilu-pemilu sebelumnya. Sedangkan dalam pemilu presiden Bawaslu mencatat
selama pelaksanaan kampanye capres dan cawapres terjadi 128 kasus
pelanggaran, yaitu pelanggaran administrasi sebanyak 71 kasus, pelanggaran
pidana pemilu 49 kasus, dan lainnya 8 kasus.12
Dari data rekapitulasi pelanggaran pemilu legislaif tadi, dapat dilihat
bahwa pelanggaran terbanyak terjadi pada saat masa kampanye, ini berarti aktor
yang paling banyak melakukan pelanggaran pemilu tahun 2009 adalah partai
politik. Namun tidak hanya partai politik, rendahnya kualitas pemilu tahun 2009
juga disebabkan oleh beberapa pihak, diantaranya KPU, Badan Pengawas Pemilu,
dan pemerintah dengan peranannya masing-masing. KPU sebagai penyelenggara
dianggap kurang memiliki independensi dan integritas, terlihat dari keputusan dan
penetapan KPU yang sering berubah-ubah, misalnya dalam penetapan daftar
12
http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/18124443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.k
ampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 15:56 WIB
![Page 14: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/14.jpg)
14
pemilih, jadwal kampanye dan deklarasi pemilu, pemasangan spanduk sosialisasi
pemilu presiden, dan lain sebagainya.
Hasil kerja Badan Pengawas Pemilu tidak menghasilkan efek jera secara
maksimal. Hasil laporan lembaga ini juga sering kali mentah akibat lemahnya
pengawalan terhadap tindak pelanggaran tersebut melalui pendekatan hukum yang
terpadu. Sehingga dalam pelaporan kasus Bawaslu hanya ibarat tukang pos,
akibatnya penyelenggaraan pemilu masih jauh dari harapan dan peserta pemilu
cenderung meremehkan institusi pengawasan ini. Peran pemerintah dalam
pengawasan dan dukungan dalam aspek anggaran dan birokrasi juga belum
sempurna.
Dapat ditarik garis besar bahwa pelaksanaan pemilu tahun 2009 jauh dari
harapan karena banyaknya pelanggaran yang terjadi. Bahkan beberapa kalangan
berpendapat bahwa pemilu legislatif tahun 2009 adalah pemilu yang terburuk dari
pemilu sebelumnya setelah reformasi. Aktor-aktor yang berkaitan dengan pemilu
tersebut juga belum bekerja secara maksimal, akibatnya banyak pelanggaran-
pelanggaran terjadi, dan penanganan pelanggaran tersebut belum dapat
diselesaikan dengan tuntas.
Kesimpulan
Pemaparan diatas kiranya telah memberikan kita banyak hal. Kini kita
dapat tidak sekadar mengetahui, namun juga memahami bahwa pelanggaran
pemilu itu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran administratif, tindak
pidana, kode etik, dan yang nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu.
Pemahaman pada jenis pelanggaran ini akan membuat kita lebih peka dan kritis
apabila nantinya kita melihat ada pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain”
disana, dan kemana kita harus melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran,
berbeda pula mekanise pelaporan dan penyelesaiannya.
Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999,
2004, 2009 dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin
lama semakin banyak jumlah pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses
lebih lanjut. Hal ini dapat berartikan semakin baik dan pekanyanya lembaga-
lembaga pengawas, lembaga peradilan, dan masyarakat dalam memantau dan
![Page 15: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/15.jpg)
15
menemukan pelanggaran Pemilu. Namun disisi lain ini juga dapat berarti fatal
bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu sudah semakin mudah menemukan
modus dan celah pelanggaran baru dengan intensitas pelanggaran yang selalu
meningkat. Tentu saja ini menjadi PR bagi kita semua, terutama aktor-aktor yang
terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara, pengawas, pengadil, peserta,
hingga masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuai dengan ruang
lingkupnya masing-masing, untuk menwujudkan terlaksananya Pemilu yang luber
jurdil.
Daftar Pustaka
Buku
Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM
Subakti, Ramlan, dkk. 2011. Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta: Kemitraan
Partership
Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009. Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya.
Jakarta: KRHN
Topo Santoso, dkk. 2006. Penegakan Hukum Pemilu. Jakarta: Tim Peneliti
Perludem.
Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem
Naskah Perundang-undangan
Undang-Undang No.10 Tahun 2008
Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif
Makalah/Laporan
Banwaslu. 2010. Rencana Strategis Bawaslu RI 2010-2014
Website
http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn874-2013.htm
![Page 16: Smart Paper 1 Polfair 2014 - Universitas Gadjah Mada](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022100508/55cf9932550346d0339c2304/html5/thumbnails/16.jpg)
16
http://www.researchgate.net/publication/42354312_Wewenang_Mahkamah_Kons
titusi_Dalam_Menyelesaikan_Sengketa_Hasil_Pemilu_Legislatif_(Suatu_Ti
njauan_Yuridis)
http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/18124443/ditemukan.128.pelanggara
n.dalam.kampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul
15:56 WIB
http://kpudbrebes.wordpress.com/2010/04/01/pelanggaran-kode-etik-pemilu-dan-
solusinya/ Diakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 19:09 WIB
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11273&coid=3&caid=31&gid=
2. Dikakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB
http://kpud-banjarkota.go.id/1/8-kilas-berita/246-dkpp-putuskan-117-kasus-
pelanggaran-kode-etik-penyelenggara-pemilu-hingga-tahun-2013.html,
diakses tanggal pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 18:45 WIB