Download - Skripsi - Wagiman
i
IMPLIKASI MATA PELAJARAN FIQIH TEHADAP PRAKTEK SHALAT
MURID MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PANTIREJO KECAMATAN SUKODONO SRAGEN
TAHUN PEL AJARAN 2009/2010
OLEH :
WAGIMAN
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH
TEMPURREJO – NGAWI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2010
ii
IMPLIKASI MATA PELAJARAN FIQIH TEHADAP PRAKTEK SHALAT
MURID MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PANTIREJO KECAMATAN SUKODONO SRAGEN
TAHUN PELAJAJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah
Tempurejo, Ngawi untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)
OLEH :
WAGIMAN
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH
TEMPURREJO – NGAWI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2010
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
IMPLIKASI MATA PELAJARAN FIQIH TEHADAP PRAKTEK SHALAT
MURID MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PANTIREJO KECAMATAN SUKODONO SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
SKRIPSI
OLEH :
WAGIMAN
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Singgih Basuki, MA. Drs. Mardiyan, MA.
iv
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Skripsi
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah
Tempurrejo -Ngawi
Dan diterima untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam S. Pd. I
Pada Tanggal : 06 Juni 2010
Dewan Penguji Tanda Tangan
1. Drs,H,Sunarjo 1.
2. Drs.Juaini, M.Ag. 2.
3. Drs. Mardhiyan, M. Ag. 3.
.
Mengetahui / Mengesahkan,
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah
Tempurrejo – Ngawi
Ketua
Drs. H. Masjkur
NBM. 662997
v
MOTTO.
مروا أوالدكم بالصالة وهم أبناء سبع سنين واضربىهم عليها وهم وأبناء عشر
. (رواه ابى دود)وفرقىا بينهم في المضاجع
Artinya: “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat di waktu usia 7 tahun dan
pukullah (bila enggan melakukan shalat) di waktu usia mereka meningkat 10 tahun
dan pisahkanlah tempat tidur mereka” 1.
1 H, Sulaiman Rasyid. Fiqih Islam.Jakarta.1954. hal. 75.
vi
NOTA DINAS
Lamp. : 5 Eksemplar
Hal. : Naskah skripsi
Kepada
Yth.Bapak Ketua STITM
Tempurejo Ngawi
Di Tempurejo
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah kami baca meneliti, dan memberikan petunjuk serta, mengadakan
perbaikan seperlunya, maka kami selaku Dosen Pembimbing berpendapat bahwa
Skripsi saudara :
Nama : Wagiman
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532
Judul : Implikasi Mata Pelajaran Fiqih TerhadapPraktek Shalat Murid
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo Kecamatan
Sukodono Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010
Telah dapat diajukan untuk memenuhi tugas dan persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
pada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tempurejo Ngawi.
Dengan harapan semoga dalam waktu dekat saudara tersebut dapat dipanggil
untuk Munaqosah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Tempurrejo, 27 Mei 2010
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. H. Singgih Basuki, MA. Drs. Mardhiyan, MA.
vii
ABSTRAK
Implikasi Mata Pelajaran Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Pantirejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen
Tahun Pelajaran 2009/2010 Wagiman; NIM 2006.4.052.0001.01532 Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
Kata kunci :
Pelajaran fiqih, praktek shalat
Masalah dalam penelitian ini adalah : 1). Bagaimana tentang implikasi Mata
Pelajaran Fiqih ?, 2). Bagaimana praktik shalat para murid Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah (MIM) Pantirejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun
Pelajaran 2009/2010 ?, 3). Bagaimana tentang implikasi Mata Pelajaran Fiqih
terhadap praktek shalat Murid Madrasah Pantirejo ?.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Implikasi pelajaran fiqih,
2). Praktek murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sragen pada tahun pelajaran 2009/2010, 3). Implikasi mata
pelajaran fiqih terhadap praktek shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Pantirejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen.
Jenis penelitian ini merupakan penilitian lapangan (field research) dengan
pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah : wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa MIM Pantirejo Sukodono
yang jumlahnya 84 orang. Adapun teknik analisa data disesuaikan dengan pendekatan
penelitian. Karena penelitian bersifat deskriptif, maka data di analisis melalui tahap
reduksi data, paparan data, dan simpulan.
Berdasarkan hasil analisa data diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
implikasi yang signifikan antara materi tentang shalat ini dari kelas I semester I,
diawali dari pembelajaran tentang syahadat, wudlu, kebersihan, adzan, iqamah, dzikir,
dan do’a. tema-tema tersebut tidak bisa dilepaskan dari materi mengenai shalat, dan
hal tersebut membutuhkan metode atupun strategi pembelajaran tersendiri
berdasarkan kebutuhan di lapangan. Rutinitas yang membelenggu seorang guru
jangan sampai stagnan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, efektif
dan mengenai sasaran, serta anak bisa dan mampu mengapresiasikan terhadap materi
pelajaran fiqih khususnya mengenai shalat dengan melakukan ibadah shalat tersebut
secara tertib dan benar dari segala lafal bacaan dan gerakan badan.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat dan karuni-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW, sebagai khatimul anbiya’ yang telah menyampaikan risalah untuk
membimbing manusia kejalan yang diridhoi Alloh SWT.
Terselesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik
materiil maupun spiritual, untuk itu menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Maskur, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Muhammmadiyah Tempurrejo – Ngawi.
2. Bapak Drs. H.Singgih Basuki, MA. Selaku Dosen Pembimbing I dalam
penulisan skripsi penulis.
3. Bapak Drs. Mardhiyan, MA, selaku dosen pembimbing II, yang juga telah
memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
4. Bapak / Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah
Tempurrejo – Ngawi yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.
5. Bapak Samingan beserta staf akademiknya selaku Kepala Madrasah
Ibtidaiyah Pantirejo, Sukodono yang telah memberikan ijin penelitian dan
beberapa informasi mengenai data yang penulis butuhkan dalam
penyusunan skripsi.
ix
6. Ibu Trimulyani selaku istri, anak-anakku Hidayat Nur Cahyanto Utomo
dan Nuri Sholihin, adik kakak dan para sahabat yang telah memberi
motivasi atau dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu tersusunnya skripsi ini
yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Atas segala bantuan dari semua, penulis hanya bisa berdo’a semoga amal
baik mereka diterima disisi Allah sebagai amal ibadah.
Apabila dalam penyusunan skripsi ada kesalahan dan kekurangan penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amiin ya
Robbal’alamin.
Tempurrejo, Mei 2010
Penulis
Wagiman
NIM : 2006.520.100538
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……..………………………………………………………..i
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………………….iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………..………………………………………iv
HALAMAN MOTTO ………………………………………………………………..v
NOTA DINAS ……………………………………………………………………..vi
ABSTRAK …………………………………………………………………………vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… .viii
DAFTAR ISI ……………….…………………………………………………… …x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. …2
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………2
B. Penegasan Istilah………………………………………………………… …9
1. Pelajaran Fiqih……………………………………………………….........9
2. Praktik Shalat……………………………………………………………..9
C. Rumusan Masalah…………………………………………………………..10
D. Tujuan Penelitian…………………………………………………………. ..10
E. Manfaat Penelitian……………………………………………………….. ..10
F. Metode Penelitian………………………………………………………… ..11
1. Pendekatan Penelitian…………………………………………………. ..11
xi
2. Populasi Dan Sampel Penelitian ……………………………………….....12
3. Setting Penelitian…………………………….…………………………...13
4. Subyek Dan Informan Penelitian………………………………………. ..13
5. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………... ..14
6. Teknik Keabsahan Data………………………………………………... ..17
7. Teknik Analisis Data………………………………………………….... ..18
G. Sistematika Penulisan……………………………………………………... ..20
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………………………. ..22
A. Pengertian Fiqih……………………………………………………………. ..22
1. Sejarah Singkat Ilmu Fiqih……………………………………………… ..22
2. Tujuan Pengajaran Fiqih………………………………………………….23
3. Fungsi Pengajaran Fiqih……………………………………………….....24
B. Mata Pelajaran Fiqih…………………………………………………………25
1. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih………………………………………….22
2. Fungsi Mata Pelajaran Fiqih………………………………………………26
3. Tujuan Mata Pelajaran Fiqih………………………………………………27
4. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih………………………………….....27
5. Rambu-Rambu Pelajaran Fiqih…………………………………………..28
6. Kemampuan Dasar…………………………………………………….....28
7. Alokasi Waktu Pelajaran Fiqih…………………………………………...29
C. Pengertian Shalat………………………………………………………….. .29
1. Dasar Pengertian Shalat………………………………………………… 30
2. Tujuan Mengerjakan Shalat…………………………………………….. 32
xii
3. Macam-Macam Shalat………………………………………………….. 33
4. Rumusan Ibadah Shalat………………………………………………… 35
D. Pengertian Shalat Khusyu’………………………………………………… 36
1. Pengertian Khusyu’…………………………………………………….. 36
2. Faedah Shalat Khusyu’…………………………………………………. 40
BAB III LAPORAN PENELITIAN……………………………………………... 43
A. Deskripsi Tempat Penelitian ………………………………………………. 43
B. Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih Di Mim Pantirejo, Sukodono…………… 48
C. Implikasi Pembelajaran Fiqih Terhadap Praktek Shalat Peserta Didik
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo, Sukodono………………. 64
BAB IV ANALISIS DATA………………………………………………………. 73
A. Pembelajaran Materi Fiqih Di MIM Pantirejo, Sukodono……………….. 73
B. Implikasi Pembelajaran Materi Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid MIM
Pantirejo, Sukodono…...…………………………………………………… 77
BAB V PENUTUP…………………………………………………………………. 81
A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 81
B. Implikasi Penelitian………………………………………………………… 81
C. Saran………………………………………………………………………… 82
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 84
Lampiran -Lampiran
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Qur‟an Surat An Nisaa‟ : 103
Artinya: Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman1.
Shalat adalah kewajiban bagi orang mukmin, dalam kondisi bagaimana,
kapan dan dimanapun selama hayat masih dikandung badan, sejauh itu pula
kewajiban shalat tetap berlaku. Orang beriman yang dikenai kewajiban ini adalah
orang yang sudah baligh, berakal sehat, dan tidak ada udzur qot‟i seperti haid,
wiladah, dan nifas (bagi perempuan)2.
Orang yang sedang sakit, ia boleh mengerjakan sholat dengan duduk jika
tidak mampu berdiri, boleh dengan berbaring jika tidak mampu duduk, boleh
dengan tidur terlentang jika tidak mampu berbaring, bahkan boleh hanya dengan
isyarat saja jika kondisinya sudah kritis. Orang yang sedang bepergian jauh, dia
boleh mengerjakan shalat dengan cara jamak atau qoshar dan yang terlupa, dia
1 Depag RI.Tahun 1982,QS. An Nisa (4) ayat 103.
2 Fuad Kaumah dan Nipan, 1998. Kisah-kisah Rukun Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal. 109.
3
bisa mengerjakan ketika ingat atau sadar. Jadi tidak ada alasan untuk
meninggalkan shalat secara mutlak.
Shalat memiliki cakupan nilai-nilai seluruh ibadah mahdhah, mulai dari
syahadat hingga haji. Dalam ibadah shalat terdapat dua kalimat syahadat, shalat
sendiri merupakan pensucian diri (zakat), puasa karena orang shalat tidak boleh
bicara seenaknya, makan, minum, dan sebagainya, juga menyengaja menghadap
Allah SWT (haji). Shalat merupakan rangkaian gerakan dan ucapan tertentu yang
dimulai dengan takbir (mengagungkan Allah) dan diakhiri dengan salam
(memberikan do‟a kepada sekitar agar diberi kesejahteraan), ini menggambarkan
sebagai rangkaian ritual yang harus dilakukan hamba untuk sekaligus diaktualkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan meningkatkan fakhsya‟ (zina dan
ucapan kotor) dan munkar (segala bentuk kemaksiatan).
Dengan mengerjakan shalat secara disiplin sehari semalam lima kali,
maka seseorang akan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Setidak-tidaknya inilah
salah bukti bahwa orang tersebut benar-benar beriman kepada Allah dan
Rasullah, maka tepatlah apabila orang tersebut disabdakan oleh nabi SAW
sebagai orang yang menegakkan agama.
Rasulullah SAW bersabda.
Artinya : “Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali diperiksa pada
hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia benar-benar sangat
4
beruntung dan sukses. Sedang apabila shalatnya rusak maka ia benar-benar
miskin dan merugi……3.
Shalat menjadi penentu bahagia atau celakanya seorang hamba, tentu
yang dimaksud dengan shalat dan maknanya dalam konteks hikmahnya yang
diringkas dalam kalimat; sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari fakhsya‟
dan munkar, yaitu tidak hanya sekedar ritual shalat yang dhohir tetapi shalat
actual yang dapat dilihat maknanya dalam realita kehidupan hamba di dunia.
Oleh karena itu, orang yang shalat pun diancam neraka Well apabila ia lalai
terhadap shalatnya, ia hanya ingin dilihat orang, dan tidak mau mendarmakan
sebagian harta dari Allah dengan zakat dan shadaqoh.
Dalam bahasa arab, kata shalat setidaknya mengandung dua pengertian;
pertama, shalat berarti ikatan sebagaimana ditemukan dalam kata silaturahmi,
yaitu saling bertemu dan mengikat kasih sayang. Kedua, shalat bermakna do‟a
dan memang demikianlah, shalat semestinya senantiasa menyadarkan bahwa
sesungguhnya dorongan hati terdalam itu selalu ingi terikat dan mengikatkan diri
kepada Allah, persis seperti anak kecil yang ingin selalu dekat dengan ibunya.
Betapa tidak, karena Allah adalah yang serba maha yang di genggaman-Nya
nasib seluruh alam dan seisinya. Kalau tidak selalu ingat, mendekatkan diri dan
berserah diri kepada Allah sementara manusia adalah ciptaan-Nya yang paling
sempurna, lalu kepada siapa, mau bersujud dan berserah diri. Dalam pengertian
inilah sesungguhnya juga tersimpan spirit kata Islam (berserah diri) pada Allah,
sehingga dalam ajaran Islam salah satu perintah yang sangat menonjol adalah
mendirikan shalat.
3 Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi. Himpunan Fadillah Amal, terj. Ust. A.
Abdurrahman Ahmad. (Yogyakarta,2000 : Ash Shaf). Hal: 269.
5
Shalat dalam pengertian dan prosedur yang formal adalah yang
diwajibkan lima kali sehari semalam dengan bacaan dan gerakan yang standard,
ini yang wajib. Sedangkan yang masuk dalam kategori sunah jumlahnya bisa
lebih banyak lagi, namun lebih dari sekedar mengulang-ngulang gerakan dan
bacaan, tidak kalah pentingnya shalat mestinya juga adalah aktifitas intelektual
dan pendakian spiritual sehingga benar-benar bersambung antara kesadaran
tertinggi manusia dengan Tuhannya. Di sinilah shalat juga berarti do‟a, berdo‟a
artinya berbisik, menyeru dan meminta pada Allah, dan Allah pun akan gantian
membalas do‟a dan bisikan hambanya. Hanya saja bisikan Allah begitu lembut,
hanya telinga hati nurani yang mampu menangkap dengan jernih sementara
manusia lebih senang mendengarkan apa yang disajikan oleh indra, sehingga
balasan Allah samar-samar atau bahkan tidak terdengar4. Gambaran selama ini
tentang shalat, sering kali dipandang dari bentuk formal, takbir, rukuk,sujud, dan
salam. Gerakan-gerakan fisik yang terkait erat dengan tatanan fiqih itupun ada
muatan yang mendalam.
Sesungguhnya, shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan
samudra do‟a, setiap perbuatan untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri
serta keberanian untuk tegak berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui
perilaku yang jelas, terarah dan memberikan pengaruh pada lingkungan. Nisbah
shalat yang peribadatan itu kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Shalat,
selalu terkait dengan zakat, infaq, dan shadaqoh. Bahkan para penghuni neraka
saqar itu dikarenakan tidak shalat dan tidak mempedulikan orang miskin.
4 Komarudin Hidayat dalam Kata Pengantar buku Abu Sungkan, 2006. Pelatihan Shalat
Khusyu’. Jakarta : Baitul Ikhsan. Hal. xvi.
6
Syayidina Ali setiap akan melaksanakan shalat wajahnya pucat pasi,
tubuhnya bergetar sehingga ketika dia ditanya tentang hal tersebut Ali berkata,
“engkau tidak tahu, bahwa sebentar lagi aku akan menghadapi saat amanah, dan
selanjutnya membacakan ayat yaitu surat Al Ahzab: 72”.
Bagi orang yang faham tentang makna shalat sesungguhnya ia akan
mengejar waktu amanah tersebut. Karena dengan shalat ia akan mempunyai
kekuatan untuk hidup melaksanakan amanah, Allah mengulurkan tangan bagi
mereka yang membutuhkan pertolongan dan mengangkat derajat mereka dari
kegelapan.
Dengan demikian shalat tidak sekedar formalitas melainkan ada muatan
actual yaitu bukti nyata yang dirasakan orang lain. Orang yang shalat tanpa
memperhatikan orang muslim dan anak yatim sesungguhnya mereka itu
dikategorikan sebagai shalat yang sahun ada gerakannya, ada ucapannya, tetapi
hatinya buta dari sekitarnya, mereka itu semua disebut sebagai pendusta agama.
Tampaklah dengan jelas shalat formal harus dijadikan landasan yang kokoh untuk
menuju shalat yang actual.
Ibadah shalat dalam ajaran Islam, merupakan ibadah yang menempati
posisi kunci, atau memegang kedudukan penting dalam ibadah mahdhiyah. Hal
ini ditunjukkan pertama kali lewat proses diwajibkannya shalat bagi umat Islam
dalam wujud dipanggilnya Nabi Muhammad SAW langsung menghadap Allah
SWT sebagai mana yang tergambar dalam peristiwa isra‟ mikroj5.
Shalat bagi orang Islam merupakan kewajiban yang bersifat individual
atau sering disebut fardhu „ain. Saat seseorang sedang menegakkan shalat berarti
sedang bermunajat kepada Allah SWT. Oleh karena itu shalat merupakan gerakan
5 Toto Tasmara. 1999. Dimensi Do’a dan Dzikir Menyelami Samudera Qalbu Mengisi Makna
Hidup. Yogyakarta : Dana Bhakti Primayasa. Hal. 46.
7
yang bersikap batiniyah. Shalat merupakan satu sarana mengingat Allah. Manfaat
dilaksanakannya shalat bagi pelakunya antara lain selalu ingat kepada Allah
karena itu maka hati akan menjadi tentram. Dalam hadits disebutkan ;
Artinya: “Apabila salah seorang dari kamu sekalian sedang shalat, maka
sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Tuhannya…..6.
Dalam Qur‟an disebutkan sebagai berikut;
Artinya: Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku7.
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram8.
Mata pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah (MI) sangat diperlukan
adanya praktik karena melalui praktik atau melakukan sendiri pengetahuan siswa
dapat lebih sempurna, dalam pengertian di sini murid diharapkan tidak hanya
mampu secara formal melaksanakan shalat, tetapi tidak kalah pentingnya untuk
merealisasikan shalat tersebut ke dalam kehidupan yang lebih actual, belajar
dengan melakukan itulah yang menjadi cirri pokok kurikulum yang sekarang
dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo yaitu KTSP.
6 Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi. Ibid. hal: 326.
7 Depag RI.Tahun 1982. QS. Thaha (20) ayat 14.
8 Depag RI.Tahun 1982.QS. Ar Ra‟du (13) ayat 28.
8
Murid diarahkan untuk tidak hanya sekedar mampu memahami mata
pelajaran fiqih, tetapi juga kemampuannya untuk mempraktekkan atau
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan demikian nilai
pembelajaran dari segi kognitif, psikomotorik, dan afektifnya bisa
terejawantahkan dengan baik. Termasuk melaksanakan shalat, tidak hanya benar
secara gerakan tetapi juga benar secara pemaknaan yang berimbas kepada
pelaksanaan shalat secara khusyu‟.
Karena itulah penulis ingn meneliti sejauh mana implikasi antara mata
pelajaran fiqih dengan praktik shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Pantirejo Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen pada tahun pelajaran
2009/2010.
Adapun judul penelitian tersebut adalah “ Implikasi Mata Pelajaran
Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
(MIM) Pantirejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran
2009/2010”. Judul ini menarik berdasarkan pertimbangan penulis antara lain;
Pertama, MIM Pantirejo sebagai lembaga yang bernaung di bawah Yayasan
Muhammadiyah tentu menarik untuk membuktikan lebih jauh mengenai proses
kegiatan belajar mengajar yang berhubungan langsung dengan aktifitas
peribadatan, yaitu shalat. Kedua, pembelajaran di kelas I sampai kelas VI jelas
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, utamanya yang berkaitan denga
praktek dan implikasi shalat, antara kelas IV ke bawah dengan yang kelas IV ke
atas. Ketiga, MIM Pantirejo yang notabene Lembaga Pendidikan Swasta adalah
termasupk salah satu sekolah yang punya prestasi bagus bahkan animo
kepercayaan masyarakat relative tinggi, karena itu penelitian di MIM Pantirejo
tersebut menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi peneliti.
9
B. Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan penafsiran terhadap istilah-istilah dalam judul
skripsi ini maka perlu penulis jelaskan beberapa hal sebagai berikut;
1. Pelajaran Fiqih
Pelajaran fiqih ialah salah satu bidang studi agama Islam yang diajarkan
di Madrasah Ibtidaiyah mulai kelas satu sampai kelas enam, pelajaran fiqih
membahas berbagai hukum Islam, „ubudiyah mahdhah, dan mu‟amalah.
Adapun di Madrasah Ibtidaiyah pelajaran fiqih memiliki standart kompetensi
sebagai berikut;
Pertama, peserta didik dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok
hukum Islam secara mendasar untuk dijadikan pedoman hidup dalam
kehidupan sehari-hari; Kedua, peserta didik dapat melaksanakan dan
mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar. Pengalaman tersebut
diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam disiplin
dan tanggung jawab social yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun
social9.
2. Praktek Shalat
Praktek shalat adalah shalat yang diperagakan, didemonstrasikan atau
diaktualisasikan. Adapun pengertian shalat menurut bahasa adalah do‟a.
sedang menurut istilah ialah ibadah yang yang terdiri dari ucapan dan gerakan
tertentu, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta memenuhi
syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pengertian tersebut perlu dilengkapi dengan pengertian bahwa shalat
pada hakikatnya adalah menghadap Allah SWT, dengan penuh kesadaran dan
9 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Fiqih MI, Jakarta, 2004.
10
penghayatan ketika berbuat, berbuat, berucap dan memuji-Nya, sehingga harus
dilaksanakan secara serentak antara unsur lahiriyah dan batiniyah.
C. Rumusan Masalah
Untuk memberi arahan yang lebih jelas dalam penyusunan skripsi ini
maka penulis mengemukakan perumusan masalah, dengan ini maka penelaahan
dan pengkajian terhadap penelitian akan lebih mudah.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pelaksanaan Mata Pelajaran Fiqih ?
2. Bagaimana Praktek Shalat Murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Pantirejo Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen pada tahun pelajaran
2009/2010 ?
3. Bagaimana deskripsi tentang implikasi mata pelajaran fiqih terhadap praktek
shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah;
1. Untuk mengetahui implikasi pelajaran fiqih.
2. Untuk mengetahui praktek murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Pantirejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen pada tahun
pelajaran2009/2010.
3. Untuk mengetahui deskripsi tentang implikasi mata pelajaran fiqih terhadap
praktek shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo,
Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ada dua yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis,
adapun manfaat praktis adalah sebagai berikut:
11
1. Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir pada Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tempurrejo, Ngawi.
2. Meningkatkan kinerja guru mata pelajaran fiqih pada Madrasah Ibtidaiyah.
3. Memberikan solusi metodologi praktis mengenai pengajaran bidang studi fiqih
di Madrasah Ibtidaiyah.
Sedang manfaat teoritis diantaranya:
1. Menambah pemahaman dan meluaskan cakrawala pemikiran penulis dalam
mata pelajaran fiqih Madrasah Ibtidaiyah.
2. Penelitian ini dapat dijadikan pengembangan teori pembelajaran sehingga
dapat dipakai sebagai referensi dalam upaya pelaksanaan penelitian lebih
lanjut dalam aspek pengembangan teori yang sama, namun dalam obyek
penelitian yang berbeda.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Mengacu pada focus dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan,
penelitian membutuhkan suatu kajian yang mendalam untuk memperoleh
gambaran yang rinci dan komprehensif berkaitan dengan Implikasi Mata
Pelajaran Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid MIM Pantirejo.
Pendekatan yang paling sesuai untuk menunjang penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif sering disebut dengan pendekatan
naturalistik10
. Hal ini karena kajian yang mendalam terhadap focus penelitian
dilakukan dengan melibatkan partisipasi yang memadai dari subyek penelitian.
Adapun jenis penelitian yang sesuai adalah penelitian deskriptif. Hal
yang harus dipertimbangkan dalam jenis penelitian ini adalah intensitas dan
10
Nasution, 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Hal. 25.
12
kedalaman kajian terhadap fokus penelitian.pendekatan kualitatif dapat
menjelaskan secara lebih luas apabila dibandingkan dengan pendekatan
kuantitatif, karena dalam mengukur implikasi shalat tidak selalu dapat di ukur
dengan angka–angka tetapi lebih tepat dan lebih mendasar dengan ungkapan
penelitian kualitatif. Ungkapan kualitatif dapat menyentuh aspek hikmah dan
makna shalat secara tepat.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto bahwa populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi
terhingga dan subyeknya tidak terlalu banyak. Yang dijadikan subyek
dalam penelitian ini adalah orang mata pelajaran fiqih di Madrasah
Ibtidaiyah Pantirejo Sukodono dan siswa, sedangkan Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Pantirejo sebagai obyek penelitian.
Setelah melakukan observasi di lapangan, diperoleh data bahwa jumlah
siswa di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo Sukodono kelas I-
VI jumlah keseluruhan tersebut dijadikan sebagai subyek penelitian.
Adapun data jumlah populasi tersebut adalah sebagai berikut :
Siswa kelas I : 14 anak
Siswa kelas II : 14 anak
Siswa kelas III : 10 anak
Siswa kelas IV : 14 anak
Siswa kelas V : 18 anak
Siswa kelas VI : 14 anak
Jumlah 84 anak
13
b. Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah seluruh siswa
Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo Sukodono. Hal ini dilakukan dengan tujuan
agar penelitian ini dapat menghasilkan hasil yang subyektif dan relevan
dengan kenyataan yang ada.
3. Setting Penelitian
a. Tempat penelitian
Penelitian ini di laksanakan di daerah Sragen ,tepatnya di lembaga
pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM ) Pantirejo ,hal
tersebut di latari oleh ketertarikan peneliti terhadap perkembangan
pendidikan di MIM Pantirejo tersebut yang berjalan dinamis mengalami
proses perkembangan yang patut di banggakan. Dan inilah yang mendorong
peneliti untuk memuak lebih dalam terhadap proses-proses pendidikan yang
ada di dalam lembaga tersebut, terlebh mengenai masalah implikasi mata
pelajaran fiqih terhadap praktek shalat murid MIM Pantirejo tersebut.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari tanggal 1 Maret sampai 31 Maret 2010 dengan
berbagai proses dan prosedur , diantaranya dengan mempersiapkan
data,infestasi,menelaah,sampai pada proses penyelesaian penelitian tugas
akhir ini.
4. Subyek dan Informan Penelitian.
a. Subyek penelitian
Adapun subyek penelitian ini adalah semua unsur yang berkepentingan di
MIM Pantirejo yaitu semua guru, Kepala Sekolah, dan peserta didik.
14
b. Informan Penelitian.
Adapun informan penelitian ini adalah terdiri dari komite Sekolah dan wali
sekolah.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik library research dan teknik field
research.
a. Library research.
Library research ( Penelitian kepustakaan ) adalah pengumpulan data
dengan mencari referensi teori dari berbagai letarur, khususnya yang
berkaitan dengan permasalahan yang di teliti. Dalam penelitian ini penulis
mengadakan kajian mendalam yang berkaitan dengan permasalahan.
Implikasi berarti akibat atau pengaruh baik yang di timbulkan dari suatu
peristiwa atau dalam hal ini adalam mata pelajaran fiqih terhadap praktik
shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo.
Menurut Hasbi Assidiqi Shalat dalam arti bahasa berarti do‟a memohon
kebajikan dan pujian. Adapun menurut syara‟pengertian shalat adalah
beberapa ucapan dan beberapa perbuatan yang di mulai dengan takbir dan
di akiri dengan salam.
Sedangkan shalat khusuk menurut Husain adalah sungguh sungguh sepenuh
hati. Menurut Hembing Wijaya kusuma adalah shalat yang di lakukan
dengan penuh konsentrasi, iklash, pasrah dan tawadhu‟
b. Field research.
Teknik pengumpulan data bersifat Cross-Sectional ( silang ) yang menurut
Arikunto merupakan kompromi dengan one-shot method ( menembak satu
15
kali terhadap satu kasus ) yang di teliti11
. Bodgan dan champion,
menyebutnya sebagai kesatuan social yang lebih luas walaupun hubungan
antara sosial tersebut dengan populasi tidak dapat ditaksir12
. Sebagai
perbandingan di kemukakan penelitian serupa terdahulu yang dapat di
peroleh penulis sebagai berikut :
Satu, Peneliti oleh Ririn lestari (2004) dengan judul “Analisis tes hasil
belajar mata pelajaran fiqih kelas IV MIM. Nogosari, Boyolali tahun 2003”
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui validitas butir, tingkat
reliabilitas, tes kesukaran dan daya beda tes hasil belajar mata pelajaran
fiqih kelas IV. Dengan menggunakan metode kwantitatif mengambil
populasi kelas IV, teknik sampling total, pengumpulan data dengan metode
dokumentasi, dengan kesimpulan hasil penelitian adalah :
- Tingkat hasil belajar pelajaran fiqih menunjukkan validitas 0,414 (baik).
- Tingkat realibilitas pelajaran fiqih menunjukkan 0,4829 ( cukup ).
- Tingkat kesukaran item tes hasil belajar mayoritas 46,67 % ( cukup )
- Daya beda tes hasil belajar pelajaran fiqih di temukan 53,33% (cukup).
Dua, Penelitian Tri Faidah ( 2006 ) dengan judul “Perbedaan prestasi
belajar fiqih siswa yang di ajarkan menggunakan metode diskusi dengan
yang di ajarkan menggunakan metode Demonstrasi di MTsN Kalijambe,
Sragen tahun 2005 / 2006”. Di ketahui melalui penelitian itu bahwa :
Terdapat perbedaan yang sangat variatif di antara masing masing
penggunaan metode terhadap prestasi belajar siswa, tetapi kedua metode itu
masing masing menghasilkan prestasi yang lebih baik di bandingkan
dengan metode ceramah.
11
Ibid. hal. 35. 12
Ibid. hal. 55.
16
Tiga, Penelitian Nisi Amini ( 2007 ) dengan judul “Prestasi belajar mata
pelajaran fiqih menggunakan metode Koperatif dengan metode ceramah di
kelas IV MIN.Nogosari,Boyolali tahun 2006 / 2007” di ketahui dari
penelitian ini ternyata menggunakan metode koperatif dari pada metode
ceramah.
1) Interview ( wawancara ).
Interview adalah proses memperoleh keterangan atau data penelitian
dengan cara Tanya jawab dengan menggunakan alat interview guide (
panduan wawancara )13
. Dalam proses ini ada dua pihak yang
menempati kedudukan yang berbeda. Pihak yang satu berfungsi
sebagai pengajar informasi atau penanya ( interviewer ), pihak lainnya
berpungsi sebagai pemberi informasi ( informan suplyer ).
Dalam penelitian ini wawancara di lakukan dengan cara wawancara
mendalam ( indept interview ), untuk bertanya tentang implikasi mata
pelajaran fiqih terhadap praktik shalat murid MIM.Pantirejo.
2) Observasi ( pengamatan ).
Observasi adalah studi yang di sengaja dan systematis tentang
fenomena social dan gejala-gejala psikhis dengan jalan pengamatan
dan pencatatan . observasi ini dilakukan secara partisipasi aktif (
participant obserfation ),di mana observer ikut berpartisipasi dalam
kegiatan para subjek dan berstruktur dengan menggunakan panduan
yang telah di siapkan.
13
M. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
17
3) Dokumentasi ( official documentation )
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang ada di industry terkait
berupa arsip, peta, maupun data sekunder data yang relevan dengan
penelitian ini. Bila dibandingkan dengan metode yang lain teknik ini
lebih mudah, karena bila terjadi kekeliruan, maka summber data masih
belum berubah14
.
6. Teknik Keabsahan Data
Pengujian data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat
criteria, yaitu (a) kredibelitas, (b) transferabilitas, (c) dependibilitas, dan (d)
konfirmabilitas15
.
a. Kredibilitas
Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil
dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata serta terjadi sebenarnya. Untuk
mencapai nilai kredibilitas digunakan teknik triangulasi sumber,
pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, diskusi
teman sejawat, pengamatan secara terus-menerus dan pengecekan
kecukupan referensi.
b. Transferabilitas
Teknik pengujian data ini merupakan standart pengujian yang dilakukan
dengan cara memperkaya deskripsi tentang latar dan konteks focus
penelitian. Penjelasan yang detail tentang latar dan konteks obyek
penelitian, akan menambah valid hasil penelitian ini16
.
14
Arikunto. 1983. Metode Penelitian Kualitatif. Hal. 36. 15
Sanapiah Faisal. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 54. 16
Lexi Moleong. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
18
c. Dependibilitas
Criteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya
kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan
data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Cara untuk
menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui
audit dependebilitas oleh auditor independen guna mengkaji kegiatan yang
dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini sebagai auditor adalah dosen
pembimbing.
d. Konfirmabilitas
Digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara
mengecek data, informasi, dan interpretasinyadikonfirmasikan dengan
berbagai pihak guna ikut meriview proses penelitian, agar temuan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah melalui proses uji keakuratan
perolehan penelitian.
7. Teknik Analisis Data
Noeng Muhadjir mendefinisikan bahwa analisis data merupakan proses
pelacakan dan pengaturan secara sistematis; transkrip wawancara, catatan
lapangan dan bahan-bahan lain yng dikumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan
semuanya kepada orang lain17
. Bambang menganjurkan agra analisis data
disesuaikan dengan pendekatan penelitian. Karena penelitian ini bersifat
deskriptif, maka data dipanalisis melalui tahap; reduksi data, paparan data, dan
simpulan18
.
17
Noeng Muhadjar. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin. Hal. 87. 18
Sumardjoko, Bamabang. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Tidak Dipublikasikan.
19
Data yang disajikan dalam penelitian kualitatif biasanya dalam bentuk
kata verbal, bukan dalam betuk angka. Data dalam bentuk verbal sering
muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama, atau sebaliknya,
sering muncul dalam kalimat panjang lebar, dan ada juga yang singkat.
Sementara data kata verbal yang beragam perlu diolah agar sistematis. Olahan
tersebut mulai dari menggambarkan hasil wawancara, observasi atau hasil
rekaman, mengedit, mengklarifikasikan, sampai dengan mereduksi dan
menyajikannya.
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilahan, pemusatan dat,
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh
dari proses penelitian di lapangan. Merujuk pada keterangan tersebut,
reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama penelitian kualitatif
ini dilaksanakan19
.
Kegiatan reduksi data dilaksanakan dengan cara (1) membuat ringkasan
kontak, (2) mengembangkan kategori pengkodean, (3) membuatcatatan
refleksi, dan (3) pemilihan data.
b. Paparan Data
Sebagaimana yang sudah diutarakan sebelumnya, data yang diperoleh
penelitian ini berbentuk naratif dan lebih bersifat deskriptif, karenanya
penyajian data yang paling sesuai adalah penyajian dengan bentuk deskripsi
dan uraian narasi atas teks yang diperoleh dari proses pengumpulan data.
19
M. B. Miles dan Huberman , A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif, Alih Bahasa Rahidi.
Jakarta: UI. Hal. 49.
20
Penyajian data sendiri sering dipahami sebagai penyusunan informasi yang
kompleks ke dalam suatu bentuk deskripsi yang sistematis.
Hal ini dapat dipeoleh dengan melakukan penyeleksian dan penyesuaian
kompleksitas data di lapangan dengan focus penelitian ini, sehingga
dipahami maknanya. Penyajian data dimaksudkan untuk memperoleh hasil
yang bermakna, serta memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan yang tidak menghasilkan bias informasi penelitian.
c. Penarikan simpulan
Penarikan simpulan merupakan proses terakhir analisis data. Hal ini
dialkukan dengan cara menguji kebenaran data yang diperoleh di lapangan
kemudian diverfikasi lebih lanjut, sehingga menghasilkan suatu simpulan
yang komprehensif, valid, dan obyektif.
G. Sistimatika Penulisan
Penelitian ini menggunakan sistematika sebagai berikut;
Bab I
Berisi Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, definisi
operasional, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
Berisi kerangka teoritik, memuat teori-teori yang dipergunakan untuk
memperjelas masalah yang disajikan dalam penelitian , yaitu teori yang berkaitan
dengan mata pelajaran fiqih dan teori tentang shalat.
Bab III
Memuat laporan hasil penelitian meliputi; deskripsi daerah atau tempat
penelitian dan data penelitian.
21
Bab IV
Memuat analisis data penelitian.
Bab V
Berisi penutup, mencakup kesimpulan, implikasi penelitian dan saran-
saran serta lampiran-lampiran.
22
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Fiqih
Menurut bahasa fiqih berarti mengerti atau faham. Fiqih adalah suatu
ilmu yang mempelajari syariat yang bersifat amaliyah (perbuatan) yang diperoleh
dari dalil-dalil yang terperinci1. Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari
bermacam-macam hokum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia,
baik bersifat individu maupun social2. Fiqih adalah ilmu tentang hokum Islam
yang bersifat amaliyah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang terperinci3.
1. Sejarah Singkat Ilmu Fiqih
Setelah Rasulullah SAW wafat (11 H) timbullah periode sahabat. Pada
periode ini muncul berbagai macam persoalan hokum yang belum pernah
muncul saat sebelumnya karena itu par sahabat berijtihad dalam urusan
mereka, diantara sahabat nabi yang banyak dimintai memutuskan masalah /
perkara hokum Islam yang muncul saat itu antara lain, Abu Bakar, Umar Ibnu
Mas‟ud, Ibnu Abbas, dan Ali.
Setelah periode sahabat yaitu periode tabi‟in, lapangan istinbath hokum
Islam semakin meluas karena begitu banyak peristiwa hokum bermunculan.
Pada periode inilah dibukukan ilmu fiqih empat madzhab; Maliki, Hanafi,
Syafi‟I dan Hanbali. Imam Malik (93-179 H) menulis kitab hadits dengan
sistematika fiqih, imam Asyaibani (132-189 H) seorang ulama Hanafiah
menulis kitab Jami‟ al Shaghir, Imam Syafi‟I (150-204 H) menulis kitab al
1 Syafi‟I Karim. 1995. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Setia. Hal. 11.
2 Nazar Bakry. 1994. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Press. Hal. 7.
3 Amir Syarifudin. 1997. Ushul Fiqih Jilid I. Jakarta: Logos Wacana Islam. Hal. 2.
23
Umm dan al Risalah, Imam al khiraqi (w. 334 H) seorang ulama hambaliyah
menulis kitab Muhtashar al Khiraqi ala masa‟ilil imam Ahmad bin hanbal.
Setelah periode tabi‟in itu kemudian timbul usaha memperkuat masing-masing
madzhab dan komentar (syarah) atas kitab-kitab utama yang ditulis ulama
pada periode tabi‟in tersebut (CD Maktabah al Muslim al Syamsiyah).
2. Tujuan Pengajaran Fiqih
Yang menjadi dasar pendorong bagi umat Islam untuk mempelajari
fiqih menurut Syafi‟i Karim antara lain sebagai berikut4;
a. Untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.
b. Untuk mempelajari hokum-hukum Islam yang berhubungan dengan
kehidupan manusia.
c. Kaum muslimin harus bertafaqquh fiddin artinya memperdalam
pengetahuan hokum-hukum agama baik dalam bidang akidah dan akhlak
maupun dalam bidang ibadah dan muamalah.
Sedangkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi antara lain sebagai
berikut5;
a. Agar siswa dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok syari‟at
terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli, pengetahuan
dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam
kehidupan pribadi dan social.
b. Agar siswa dapat melaksanakan dan mengamalkan ketentuan syari‟at Islam
yang benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat membuahkan ketaatan
4 Syafi‟i Karim, Op Cit, hal. 53.
5 Depag RI.Tahun 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum dan Hasil Belajar.
Jakarta: Depag. Hal. 3.
24
menjalankan syari‟at Islam, disiplin, dan tanggung jawab social yang tinggi
dalam kehidupan pribadi maupun social.
3. Fungsi Pengajaran Fiqih
Setelah adanya tujuan dalam pengajaran fiqih, maka hal yang harus
ditentukan adalah fungsi pengajaran fiqih karena ia berkaitan dengan
tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri. Menurut Chatib Thaha6 sebagai
berikut;
a. Pengembangan yaitu meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, yang
telah ditanamkan di dalam lingkungan keluarganya.
b. Penyaluran yaitu menyakurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus di
bidang agama agar bakat tersebut berkembang secara optimal sehingga
dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.
c. Perbaikan yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-
kekurangan, dan kelemahan-kelemahan dalam keyakinan, pemahaman dan
penyaluran ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d. Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negative dari lingkungan
peserta didik atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dan
menghambat perkembangan dirinya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
e. Penyesuaian yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan social dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
f. Sumber nilai yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
6 Chatib Thaha. 1998. Hal. 181.
25
Sedangkan didalam Kurikulum Berbasis Kompetensi fungsi pengajaran
fiqih tersebut meliputi antara lain sebagai berikut7;
a. Mendorong tumbuhnya kesadaran beribadah siswa kepada Allah SWT.
b. Menanamkan kebiasaan melaksanakan syari‟at Islam di kalangan siswa
dengan ikhlas.
c. Mendorong tumbuhnya kesadaran siswa untuk mensyukuri nikmat Allah
SWT dengan mengolah dan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidup.
d. Membentuk kebiasaan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab social di
madrasah dan masyarakat.
e. Membentuk kebiasaan berbuat atau berperilaku sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Madarasah dan masyarakat.
B. Mata Pelajaran Fiqih
1. Pengertian Mata Pelajaran fiqih
Mata pelajaran fiqih adalah salah satu bagian dari mata pelajaran
pendidikan agama Islam yang membahas ajaran agama Islam dari segi syariat
Islam rentang cara manusia melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan
mengatur kehidupan sesame manusia serta alam sekitarnya.
Mata pelajaran fiqih dari Madrasah Ibtidaiyah diarahkan untuk
mendorong , membimbing, mengembangkan dan membina siswa untuk
memahami dan menghayati syariat Islam untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari secara sederhana8.
7 Depag, Op Cit, hal. 3.
8 Depag, Op Cit, hal. 15.
26
Aspek yang lebih ditekankan pada madrasah ibtidaiyah meliputi;
pertama, pengetahuan syariat Islam secara sederhana. Kedua, pengalaman dan
pembinaan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
2. Fungsi Mata Pelajaran Fiqih
Mata pelajaran fiqih digunakan untuk memberikan pengetahuan
tentang syariat Islam, meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan pembinaan
yang berkaitan dengan pemanfaatan bagi kehidupan sehari-hari.
Sesuai dengan pengertian dan fungsi fiqih, maka mata pelajaran fiqih
Madrasah Ibtidaiyah dapat mencapai sasaran sebagai berikut9;
a. Menumbuh kembangkan pengertian syariat Islam dan keterkaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
b. Menanamkan pengalaman tentang peranan syariat Islam tentang lingkungan
social di sekitar siswa.
c. Menumbuh kembangkan kesadaran siswa untuk meningkatkan kualitas
kehidupan sehari-hari.
d. Menanamkan sikap dan nilai keteladanan terhadap pelaksanaan syariat
Islam.
e. Menumbuhkembangkan kemampuan untuk mengetahui dan mengamalkan
syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
9 Depag, Op Cit, hal. 20.
27
3. Tujuan Mata Pelajaran Fiqih
Mata pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan agar siswa
mampu:
a. Mengembangkan minat untuk mengenal dan mempelajari syariat Islam
untuk tanggap terhadap kehidupan lingkungannya.
b. Menumbuhkan sikap keingintahuan terhadap syariat Islam.
c. Menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengamalkan syariat
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d. Menyiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Lanjutan
Pertama (SLTP)10
.
4. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih
Secara garis besar, mata pelajaran fiqih berisi materi pokok sebagai
berikut:
a. Hubungan manusia denga Allah, hubungan vertical antara manusia dan
khaliknya mencakup segala segi ibadah, meliputi: thaharah, shalat, puasa,
zakat, haji, dan lain-lain.
b. Hubungan manusia dengan manusia. Hubungan horizontal antara hak
manusia dengan sesamanya mencakup segi muamalah meliputi: pinjam
meminjam (ariyah), sewa menyewa, upah (ijarah), shadaqah, infaq, wakaf,
makan dan minum, qurban, khitan, jual beli, khiyar, riba, barang titipan
(wadiah) dan barang temuan (luqathah), mengunjungi orang sakit,
kewajiban terhadap jenazah, ta‟ziah, ziarah kubur dan harta warisan.
10
Depag, Op Cit, hal. 23.
28
c. Untuk Ibtidaiyah materi pelajaran tersebut disampaikan secara sederhana
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Bahan kajian yang dibahas dari
kelas I adalah sebagai berikut: rukun Islam, macam-macam alat bersuci dan
cara bersuci dari kotoran dan najis, berwudlu, tayamum dan tata cara
shalat11
.
5. Rambu-Rambu Pelajaran Fiqih
Untuk dapat melaksanakan GBPP Mata Pelajaran Fiqih dapat
digunakan beberapa pendekatan , antara lain sebagai berikut;
a. Pendekatan pembiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran Islam.
b. Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi
siswa dalam meyakini dan menghayati ajaran agamanya.
c. Pendekatan rasional, yaitu usaha untuk memberikan peranan kepada rasio
(akal) dalam memahami dan menerima kebenaran agamanya.
d. Pendekatan fungsional, yaitu usaha untuk menyajikan ajaran agama Islam
dengan menekankan kepada segi pemanfaatannya kepada siswa terhadap
kehidupan sehari-hari.
6. Kemampuan Dasar
Adapun kemampuan dasar Mata Pelajaran Fiqih, antara lain sebagai
berikut;
a. Siswa dapat melaksanakan shalat lima waktu, shalat jum‟at, shalat sunah
pilihan dan puasa dengan baik.
b. Siswa dapat memahami dan menghayati pelaksanaan zakat, haji, dan
muamalah.
11
Depag, Op Cit, hal. 25.
29
c. Siswa dapat membiasakan kepribadian muslim dengan baik12
.
7. Alokasi Waktu Mata Pelajaran Fiqih
GBPP pelajaran fiqih di MI merupakan program minimal yang
dialokasikan satu jam pelajaran seminggu bagi kelas I dan II, satu jam
pelajaran seminggu bagi kelas III dan VI dan diorganisasikan ke dalam
semester. Jumlah pelajaran efektif setiap semester adalah sebagai berikut;
a. Kelas I dan II
1) Semester I : 18 x 1 jam pelajaran : 18 jam pelajaran.
2) Semester II : 16 x 1 jam pelajaran : 16 jam pelajaran
Untuk setiap jam pelajaran waktu 30 menit.
b. Kelas III dan IV
1) Semester I : 18 x 2 jam pelajaran : 36 jam pelajaran
2) Semester II : 16 x 2 jam pelajaran : 32 jam pelajaran
Untuk setiap jam pelajaran waktu 40 menit.
c. Kelas V dan VI
1) Semester I : 18 x 2 jam pelajaran : 36 jam pelajaran
2) Semester II : 14 x 2 jam pelajaran : 28 jam pelajaran
Untuk setiap jam pelajaran waktu 40 menit.
A. Pengertian Shalat
Menurut sudut pandang bahasa, shalat berarti do‟a memohon kebajikan
dan pujian13
. Sedangkan menurut syara‟, para fuqaha menetapkan pengertian
sahalat sebagai berikut:
12
Depag, Op Cit, hal. 27. 13
Hasbi Assidiqy. 1996. Pedoman Shalat. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 62.
30
“beberapa ucapan dan baberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam, yang dengan kata lain beribadah kepada Allah SWT,
menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan”14
.
Pengertian menurut fuqaha hanya terbatas pada pelaksanaan shalat yang
dapat dilihat dari paham-paham dan didengar ucapan-ucapannya. Jadi belum
termasuk didalamnya hakikat dan jiwa shalat.
Ahlul hakekat member ta‟rif yang mengandung ruhnya shalat yaitu
sebagai berikut:
“berharap hati (jiwa) kepada Allah, semua yang mendatangkan takut
kepada-Nya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan kebesaran-Nya
dan kesempurnaan-Nya15
”.
Dari bahasan-bahasan di atas dapat diambil pengertian bahwa di dalam
menjalankan shalat, sebelum melakukan perbuatan-perbuatan shalat dan didengar
ucapan-ucapannya serta syarat-syarat tertentu, juga harus disertai kekhusukan
menumbuhkan di dalam jiwa keagungan terhadap Allah SWT16
.
1. Dasar Pengertian Shalat
Dalil atau dasar yang mewajibkan umat Islam untuk mengerjakan shalat
itu banyak sekali kita jumpai baik dari Al Qur‟an ataupun hadits. Seperti di
dalam surat Al Baqarah ayat 43,
14
Hasbi Assidiqy, Op Cit, hal. 62. 15
Hasbi Assidiqi, Op Cit, hal. 63. 16
Nazwar Syamsu, 1997. Kamus dictonari Al Qur’an. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 50.
31
Artinya : Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku‟17
.
Perintah shalat ini hendaknya juga ditanamkan ke dalam hati dan jiwa
anak dengan cara pendidikan yang cermat dan dilaksanakan sejak kecil.
Sebagaimana tersebut di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Abu Daud.
Artinya : “ Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat di waktu usia 7
tahun dan pukullah (bila enggan melakukan shalat) di waktu usia mereka
meningkat 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka18
.”
Dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Umar
Ibnul Khatab,
Artinya : “ shalat itu tiang agama, barang siapa mendirikan shalat,
sesungguhnya ia telah mendirikan agama, barang siapa meninggalkan shalat
sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama19
.”
17
Depag RI.tahun 1982. QS. Al Baqarah (2) ayat 43. 18
H. Sulaiman Rosid 1954.Fiqih Islam Hal. 75. 19
Hasbi Assidiqy, Op Cit, hal. 54.
32
Itulah contoh beberapa ayat dan hadits yang dijadikan dasar pelaksanaan
shalat, melihat begitu pentingnya perintah pelaksaan shalat, maka hal ini
menjadikan shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi setiap
muslim, oleh karenanya perlu menjadi perhatian utama.
2. Tujuan Mengerjakan Shalat
Di dalam Al Qur‟an ada beberapa surat yang menerangkan hikmah
tujuan mengerjakan shalat, diantaranya surat Al Ankabut ayat 45 sebagai
berikut,
Artinya : “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan20
.”
Di dalam surat lain juga disebutkan,
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram21
.”
20
Depag RI. Tahun 1982. QS. Al Ankabut (29) ayat 45. 21
Depag RI, tahun 1982. QS. Ar Ra‟du (13) ayat 28.
33
Di dalam ayat-ayat di atas kata-kata mengingat diartikan dengan
melakukan shalat, hal ini dapat dilihat dari surat Thaha ayat 14,
Artinya : “Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat
Aku22
.”
Dari kandungan-kandungan Al Qur‟an di atas dapat diambil pengertian
bahwa pelaksaan shalat secara kontinyu dan khusyu‟ akan melahirkan hati
yang selalu ingat kepada Allah SWT, mendorong untuk mentaati kaidah-
kaidah-Nya dan meninggalkan segala larangan. Dengan demikian apabila
setiap anggota masyarakat dapat berbuat demikian, maka suasana hidup akan
terwujud dalam masyarakat atau dengan kata lain dengan shalat yang khusyu‟
dan kontinyu akan melahirkan ketentraman dan kebahagiaan dalam hidup baik
di dunia maupun akhirat.
3. Macam-Macam Shalat
Mengenai macam-macam shalat, pada garis besarnya dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu pertama, shalat yang difardlukan dinamakan shalat
maktubah. Kedua, shalat yang tidak difardlukan dinamakan shalat nafilah
(tathawwu)23
.
Shalat fardlu adalah shalat yang diwajibkan atas setiap orang muslim
yang dewasa dan berakal sebanyak lima waktu, sebagaimana firman Allah
SWT dalam surat Hud ayat 114
22
Depag RI, tahun 1982. QS. Thaha (20) ayat 14. 23
H. Sulaiman Rosyid. 1985. Fiqih Islam. Jakarta. Hal: 160.
34
Artinya : “Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan
yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat24
.”
Di dalam hadits Nabi yang dikatakan sebagai berikut
Artinya : “ Shalat lima kali dalam satu hari satu malam.” 25
Yang dimaksud shalat lima waktu itu adalah dhuhur, ashar, maghrib,
isya‟ dan shubuh, termasuk di dalamnya shalat jum‟at.
Adapun shalat wajib lima waktu sehari semalam dianjurkan
melakukannya dengan berjamaah dan hukumnya adalah sunah muakkadah26
.
Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang shalat berjamaah dengan
pahala 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendirian.
“shalat berjamaah lebih utama pahalanya dari pada shalat sendirian, sebanyak
dua puluh tujuh derajat kelebihannya dibandingkan dengan shalat sendirian.”
Selain shalat yang difardlukan di atas juga ada shalat yang bersifat
sunah, termasuk diantaranya adalah sebagai berikut;
24
Depag RI. Tahun 1982. QS. Hud (11) ayat 114. 25
Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, Op Cit, hal: 295. 26
Sulaiman Rosyid. 1985. Fiqih Islam. Jakarta. Hal: 110.
35
Shalat nafilah (tathawwu‟) adalah shalat yang tidak difardlukan seperti
shalat sunah rawatib yaitu shalat sunah yang menyertai shalat fardhu. Shalat
sunah ini ada dua macam yaitu shalat qabliyah (dikerjakan sebelum shalat
fardhu) dan ba‟diyah (dikerjakan setelah shalat fardhu).
Dilihat dari segi hukumnya, shalat ini dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
a. Shalat sunah rawatib muakkadah (penting) seperti dua rekaat sebelum
shalat subuh, dua rekaat sebelum shalat dhuhur, dua rekaat sesudah dhuhur,
dua rekaat sesudah shalat maghrib, dan dua rekaat sesudah shalat isya‟.
b. Shalat sunah rawatib (ghairu muakkat) seperti dua rekaat sebelum dan
sesudah shalat dhuhur, empat rekaat sebelum shalat „Ashar, dan dua rekaat
sebelum shalat maghrib.
Disamping shalat sunah rawatib di atas, masih banyak lagi shalat sunah
yang lain; shalat sunah malam (lail) yang meliputi witir, tahajud, tarawih,
sahalat kusuf dan khusuf, istisqa‟, istikharah, serta yang lainnya.
4. Rumusan Ibadah Shalat
a. Syarat wajib shalat dan syarat syah shalat; Islam, berakal, baliq, suci dari
najis dan hadats, sampai dikenal Islam kepadanya. Syarat sahnya shalat
adalah sebagai berikut suci badan dari hadats besar dan kecil, suci badan
dan pakaian dari najis, menutup aurat, telah masuk waktu shalat, dan
menghadap kiblat.
b. Rukun-rukun shalat : niat, berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram, al
Fatihah, ruku‟, I‟tidal, sujud dua kali, duduk di antara dua sujud, duduk
akhir membaca tasyahud awal-akhir, mengucap salam, dan tertib.
36
D. Pengertian shalat khusyu‟
1. Pengertian Khusyu‟
Khusyu‟ adalah sungguh-sungguh, sepenuh hati. Shalat yang dapat
dijadikan obat mujarab adalah shalat yang dilakukan dengan penuh
kekhusyukan27
. Shalat yang kusyu‟ artinya shalat yang dilakukan dengan
penuh konsentrasi, ikhlas, pasrah, dan tawadhu28
.
Khusyu‟ memegang peranan penting dalam mendirikan shalat, sebab
shalat merupakan sasaran komunikasi langsung dengan sang pencipta dalam
jagad raya, Karena itu kekhusyukan sangat diperlukan.
Tentang kewajiban serta keuntungan yang didapat dari kekhusyukan
sewaktu shalat, Allah berfirman dalam surat Al Mukminun ayat 1-11 dan surat
Al Baqarah ayat 45;
Artinya : (1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (2)
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, (3) Dan orang-
27
Husain. 1987 : 72. 28
Wijaya Kusuma, Op Cit, hal: 179.
37
orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, (4) Dan orang-orang yang menunaikan zakat, (5) Dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya, (6) Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau
budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada
tercela. (7) Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-
orang yang melampaui batas. (8) Dan orang-orang yang memelihara amanat-
amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (9) Dan orang-orang yang memelihara
sembahyangnya. (10) Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11)
(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya29
.
Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'30
.
Mengenai pentingnya khusyu‟ di dalam shalat, Rasulullah SAW
bersabda;
Artinya : Seandainya khusyu‟ hati (orang) ini tentu khusyu‟ juga seluruh
anggota tubuhnya.31
.
Kalau khusyu‟ itu wajib, maka khusyu‟ itu menghendaki tenang dan tawadu‟
adapun tempat khusyu‟ tetap di dalam hati.
29
Depag RI. Tahun 1982. QS. Al Mu‟minun (23) ayat 1-11.
30 Depag RI.Tahun 1982. QS. Al Baqarah (2) ayat 45.
31 Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, Op Cit, hal: 314.
38
Shalat adalah tiang agama dan shalat itu pula kunci kebajikan. Karena
itu setelah memenuhi syarat dan rukunnya, maka orang yang sedang shalat
harus melengkapi dengan menghadirkan hati (khusyu‟) sepenuhnya. Menurut
Syekh M. Amin Al Kurdi khusyu‟ dan shalat hukumnya sunah muakkadah,
yaitu sesuatu yang harus dilakukan.
Ada empat cara yang harus ditempuh guna mendapatkan kekhusyukan
dalam shalat. Pertama, melupakan segala urusan diluar shalat dimulai sejak
melakukan takbiratul ihram hingga salam. Kedua, melakukan shalat dengan
memilih tempat yang jauh dari keramaian. Ketiga, menguasai bacaan-bacaan
dengan lancar. Keempat, memahami makna yang terkandung dalam setiap
bacaan shalat32
.
Berikut ini sejumlah konsep yang bisa menyampurnakan shalat,
a. Kehadiran hati, artinya hati harus bersih dari segala hal yang
menyinggungnya. Kehadirannya bisa ditimbulkan oleh motivasi yang kuat
karena hati akan selaras kalau menghadapi yang sangat penting.
b. Memahami ucapan, karena hal ini bisa menimbulkan kehadiran hati.
Namun sering kali hati hadir dengan lafal tanpa makna.
c. Sikap mengagungkan dan takut kepada Allah SWT33
.
Termasuk dari dalam khusyu‟ itu segala sesuatu yang menggambarkan
tunduk dalam berbagai ragam sebagai berikut;
a. Sikap hormat, sungguh-sungguh, dan tertib.
b. Merendahkan suara dan menyempurnakan tertib.
c. Menenangkan sikap, memusatkan perhatian dan pikiran34
.
32
Wijaya Kusuma, Op Cit, hal: 179. 33
Al Qolamany, Abu Dzar. 2002. Maka Kembalilah Kepada Allah. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta. Hal. 93-94.
39
Sedangkan menurut Hasbi Ass Shiddieqy menerjemahkan khusyu‟ dan
ikhlas serta mengutip pendapat ulama diantaranya sebagai berikut;
a. Kata Ali bin Abi Tholib ra, khusyu‟ adalah tiada berpalig kekanan dan
kekiri di dalam shalat.
b. Kata Amin Ibnu Dinar, khusyu‟ adalah tenang dan bagus kelakuan.
c. Kata Ibnu Sirrin, khusyu‟ adalah tiada mengangkat pandangannya dari
tempat sujud.
d. Kata Ibnu Jabir, khusyu‟ adalah tetap mencurahkan pikiran kepada shalat
sehingga tidak mengetahui orang sebelah kanan dan kirinya.
e. Kata Atha‟, khusyu‟ adalah tiada memainkan tangan, tiada memegang
tangan dalam shalat35
.
Dengan menyimpulkan buku-buku berikut ini, dia memberikan
pengertian tentang khusyu‟ adalah amalan badan seperti tenang, amalan hati,
sama dengan takut, khusyu‟ ini amalan hati yang keadaannya dapat
mempengaruhi jiwa, khususnya lahir pada anggota badan, seperti tenang dan
menundukkan diri36
.
Khusyu‟ adalah buah keimanan dan hasilnya keyakinan akan keagungan
Allah SWT. Siapa yang dapat merasakannya, niscaya akan khusyu‟ dari dalam
shalatnya. Bahkan pada waktu ia dalam duduk khalwat atau ditempat lain
ketika pada hajatnya. Hal yang menimbulkan khusyu‟ adalah kesabaran
tentang keagungannya serta kekurangannya pada diri sendiri, dalam
melaksanakan tugas Tuhannya.
34
Syafi‟i. 1999, Op Cit, hal. 1. 35
Hasbi Ass Shiddieqy, Op Cit, hal. 70. 36
Hasbi Ass Shiddieqy, Op Cit, hal. 74.
40
Dari kesadaran inilah, timbul khusyu‟ dan hal itu tidak hanya khusyu‟
berkaitan dengan shalat tetapi akan mempengaruhi diri dalam kehidupan
kesehariannya, karena itu ada suatu riwayat tentang seseorang selama 40
tahun, tidak pernah menengadahkan wajahnya ke langit, disebabkan rasa malu
dan khusyu‟ kepada Allah SWT37
.
Dari beberapa uraian di atas. Khususnya dalam shalat adalah melakukan
shalat dengan sikap taat dan tunduk kepada perintah Allah SWT, karena takut
shalatnya tidak diterima dan selalu merasa diawasi oleh-Nya. Sehingga timbul
semangat shalat dengan sempurna, semangat yang sangat berguna dan
menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah SWT.
Faktor-faktor yang mempengaruhi shalat khusyu‟;
a. Hadirnya hati dalam setiap shalat dan semua ibadah yang merupakan
keharusan.
b. Memahami makna bacaan, atau berusaha memahami maknanya.
c. Mengagungkan Allah dan takut kepadanya terhadap hal-hal yang dapat
melalaikan dari shalat.
d. Jangan banyak menggerakkan anggota badan karena itu dapat mengurangi
konsentrasi.
2. Faedah Shalat Khusyu‟
Siapa saja yang berdoa kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan
patuh beribadah dengan khusyu‟ dan yakin, bahwa Allahlah yang memerintah
dan melarang, yang memberi kekuatan spiritual dalam jiwa, yang
mengaruniakan iman yang dalam dan cahaya yang menerangi hati, maka akan
sanggup menghadapi segala godaan dan bujukan yang menggiurkan, bencana
37
Al Ghozali. 1992. Rahasia-Rahasia Shalat. Bandung: Kharisma. Hal. 93.
41
dan malapetaka yang menggoncangkan. Apabila kita melaksanakan shalat
dengan khusyu‟ maka akan dapat menanggulangi kejahatan mental spiritual,
memperbaiki segala kekurangan dan kelemahan.
Satu hal yang perlu diperhatikan, direnungkan, dikorelasikan bahwa
ibadah yang kita lakukan dalam Islam, selalu mengandung hikmah yang dapat
ditransfer dalam kehidupan nyata berupa kebersihan, ketertiban,
kepemimpinan, keberanian, kerendahan hati, kesucian, keikhlasan, dan
kesehatan. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, Islam merupakan satu-
satunya konsep Ilahi dalam kehidupan manusia. System yang diturunkan
sesuai dan seimbang dengan harkat, martabat, dan fitrah kita38
.
Khusyu‟ itu membentuk jiwa manusia menjadi tenang, karena
kekhusyukan dalam shalat akan berpengaruh pada khusyu‟nya dalam
kehidupan insan yang melakukannya. Yang dimaksud khusyu‟ pada kehidupan
adalah mampu menjaga diri atas perbuatan keji dan munkar dengan
mewujudkan perilaku terpuji sehingga bukti nyata dari pernyataan yang dibaca
sewktu shalat39
.
Menurut khalifah Usman ra berkata “ Allah SWT akan memberikan
karunianya kepada siapa saja yang akan menjaga kekhusyukan shalatnya pada
waktu yang tepat, adalah sebagai berikut40
;
a. Allah akan mencintainya.
b. Merasakan nikmat kesehatan.
c. Para malaikat akan menjaganya.
d. Rumahnya diberkahi.
38
Wijaya kusuma, Op Cit, hal. 182. 39
Wijaya kusuma, Op Cit, hal. 179. 40
Zakari. 1995: 60.
42
e. Nur keshalihan akan bersinar dari wajahnya.
f. Hatinya lembut.
g. Akan melewati shirat secepat kilat.
h. Diselamatkan dari neraka.
i. Tetangga-tetangganya di surge adalah mereka yang tidak merasa takut dan
tidak bersedih.
Karena itu faedah shalat secara langsung bagi orang yang melaksanakan
adalah sebagai berikut41
,
a. Pembersih, yaitu setiap orang yang melaksanakan shalat tentu bersih dari
segala macam najis dan kotoran.
b. Disiplin, yaitu setiap shalat menepati waktu sesuai waktu yang telah
ditentukan.
c. Pandai bersyukur, yaitu orang yang shalat adalah insane yang tahu diri.
d. Tahu harga diri, yaitu makhluk kecil di antara kekuasaan Allah.
e. Mengerti tujuan hidup.
f. Memelihara iman, yaitu karena shalat merupakan sarana ingat kepada Allah
SWT.
41
Handari Nur. 1985: 187.
43
BAB III
LAPORAN PENELITIAN
A. Deskripsi Tempat Penelitian
1. Identitas sekolah
Nama : Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo
NIS : 11.00.00
NPSN : 20312975
NSS : 11231417033
Alamat : Kuyang, Desa Pantirejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten
Sragen1.
2. Letak Geografis
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo terletak di tengah-tengah
perkampungan padat penduduk, sebelah utara dan timur Perumahan Penduduk
Sebelah selatan jalan desa, sebelah barat jalan raya Sukodono- Sragen.
Letak sekolah ini sangat dekat dengan TK Aisyah Pantirejo, SDN 01
Pantirejo, dan SMP 4 Muhammadiyah Sukodono. Namun karena kesadaran
masyarakat untuk mengembangkan sekolah ini, maka sampai sekarang sekolah
ini masih mendapat minat dari masyarakat2.
3. Visi sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo memiliki visi, yaitu memposisikan
Madrasah sebagai keunggulan yang mampu menyiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas di bidang Iptek dan Imtaq.
1 Monografi tahun 2009/2010.
2 Wawancara. Samingan, A. Ma. Tgl. 4 Maret 2010.
44
4. Misi sekolah
Misi sekolah, yaitu memposisikan pendidikan yang berorientasi pada
mutu, baik secara keilmuan, moral maupun social sehingga mampu
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang berkualitas di bidang
Iptek dan Imtaq.
5. Tujuan sekolah
Tujuan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo antara lain :
a. Mendidik siswa agar memiliki bekal ilmu untuk terjun dalam masyarakat
maupun melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Mendidik siswa agar berakhlak mulia.
c. Mendidik siswa agar berjiwa social.
6. Sejarah Berdiri
Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo berdiri tanggal 02 Juni 1959 keputusan
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Kepala
Bidang Pendidikan Agama Islam nomor : Lk/3.c/1118/PCM.MI/1978. Kepala
Sekolahnya bapak Sudarmo sampai tahun 1970, kemudian tahun 1971 bapak
Samingan, A.Ma. di angkat oleh yayasan menjadi kepala sampai sekarang3.
3 Wawancara. Samingan, A. Ma. Tgl. 4 Maret 2010.
45
7. Keadaan Guru
Guru Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo pada tahun
pelajaran 2009/2010 seperti pada TABEL : I
No. Nama Mengajar
1. Dewi Retno Ningsih, SPd. I Kelas I
2. Dani, A. Ma Kelas II
3. Sa’adah Hayati, A. Ma Kelas III
4. Eka Nur Rahmawati, S. Ag. Kelas IV
5. Istianah, SPd.I Kelas V
6. Ika Novia Yanti, SPd. I Kelas VI
7. Heru Rokhim, SPd.I Olah Raga
4
4 Monografi tahun 2009/2010. Tabel I.
46
8. Keadaan Siswa
Jumlah siswa pada Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo pada tahun
pelajaran 2009/2010 seperti pada TABEL : II
No. Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1. I 6 8 14
2. II 7 7 14
3. III 7 3 10
4. IV 11 3 14
5. V 9 9 18
6. VI 5 9 14
JUMLAH 45 39 84
5
5 Monografi tahun 2009/2010. Tabel II.
47
9. Infentaris
Inventaris Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo tahun pelajaran
2009/2010 pada Monografi TABEL III :
No. Jenis Barang Jumlah Keterangan
1. Gedung 1 Baik
2. Almari 6 Baik
3. Papan tulis 6 Baik
4. Papan rekap 8 Baik
5. Rak 4 Baik
6. Meja tulis guru 8 Baik
7. Kursi guru 16 Baik
8. Meja murid 4 untuk 4 anak Baik
9. Meja murid 8 untuk 8 anak Baik
10. Meja murid 99 Baik
11. Kursi murid 138 Baik
12. Jam dinding 7 Baik
13. Radio tape 1 Baik
14. Kamera 1 Baik
15. Cap 5 Baik
16. Globe, Peta 1,2 Baik
48
17. Piala 2 Baik
18. Bendera 2 Baik
19. Tenda 3 Baik
20. Mistar 6 Baik
21. Lonceng 1 Baik
22. Gambar Presiden dan Wakil 7 Baik
6
B. Pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran fiqih MIM Pantirejo, sukodono
Mata pelajaran fiqih sebagaimana diutarakan di depan adalah menurut
standar kompetensi bahwa peserta didik diharapkan mampu memahami pokok-
pokok hokum Islam dan kemudian mengamalkan pemahaman tersebut ke dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pedoman silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) Madrasah Ibtidaiyah yang memuat tentang ketentuan pokok sekaligus
rencana materi pembelajaran fiqih yang diajarkan di masing-masing kelas
Madrasah Ibtidaiyah dari kelas I-VI yang secara langsung memuat materi
pelajaran yang berhubungan dengan tata cara dan pelaksanaan ibadah shalat
adalah pada kelas I sampai III baik semester ganjil maupun genap.
Peserta didik yang berada di kelas I semester I dimulai dengan materi
pembelajaran syahadat dan kebersihan. Di dalam materi pembelajaran syahadat
tersebut bertujuan bahwa setelah selesai mengikuti pelajaran syahadat, peserta
6 Monografi tahun 2009/2010. Tabel III.
49
didik diharapkan mampu melafalkan syahadat, mengartikan dan berusaha
menghafalkan.
Kegitan pembelajaran meliputi : guru terlebih dahulu membuka
pertanyaan kepada peserta didik tentang syahadat, kemudian mengarahkan
peserta didik agar menyimak penjelasan tentang syahadat, menyebutkan dan
dapat mengenal syahadatain, mengapresiasi hal tersebut salah seorang guru
memberikan pernyataan sebagai berikut;
“ Penanaman terhadap syahadat sebagai rukun Islam yang pertama sudah
selazimnya dilakukan tehadap peserta yang belajar di Madrasah baik
yang di bawah naungan yayasan Muhammadiyah sebagaimana MIM
Pantirejo, Sukodono ini atau yang lainnya, karena syahadat adalah
sebagai wujud ikrar seorang muslim yang setia kepada Allah dan
Rasulnya”7.
Karena itu kegiatan inti di MIM Pantorejo Sukodono dalam pembelajaran mata
pelajaran Fiqih di kelas I semester I ini adalah : pertama, peserta didik
mengucapkan dua kalimat syahadat; kedua, siswa atau peserta didik dilatih
menerjemahkan dua kalimat syahadat; ketiga, kemudian peserta didik menghafal
dua kalimat syahadat tersebut.
Di samping peserta didik diperkenalkan dengan kalimat syahadat, guru
juga telah terlebih dahulu mengucapkan semua rukun Islam yang lima: dari mulai
syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu. Hal ini sebagai starting
point bagi pembelajaran Mata pelajaran fiqih di kelas satu untuk mengajarkan
dan memahamkan kelima rukun yang notabene wajib melaksanakan bagi setiap
umat Islam yang beriman.
Selanjutnya peserta didik juga diajarkan dengan materi pembelajaran
tentang kebersihan. Kompetensi dasarnya adalah mampu membiasakan diri hidup
7 Wawancara dengan Ika Novia Yanti, SPd.I, tanggal 5 Maret 2010.
50
bersih. Tujuannya, setelah peserta didik selesai mengikuti pembelajaran
kebersihan, maka diharapkan mereka dapat membedakan mana yang bersih dan
mana yang kotor; memelihara kebersihan, membedakan suci dan najis,
menetapkan tata krama buang air, hafal do’a sebelum dan sesudah buang air.
Di dalam pelaksanaan materi pembelajaran tersebut, guru menggunakan
strategi atau metode pembelajaran melalui ceramah, demonstrasi, dan penugasan.
Di antara ketiga metode pembelajaran tersebut yang sering kali dan hamper pasti
setiap saat digunakan adalah metode ceramah. Bahkan ceramah di MIM
Pantirejo, Sukodono tersebut masih sangat mendominasi kreativitas para guru di
dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, hal ini diakui secara jujur oleh
kepala MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;
“Kebanyakan guru di MIM Pantirejo Sukodono ini di dalam
menggunakan metode pembelajarannya masih didominasi dengan
metode ceramah, sekalipun mereka juga dalam satu waktu menggunakan
metode yang lain seperti demonstrasi dan pemaparan……………., tetapi
yang lebih menonjol mereka lebih sering memakai metode ceramah”8.
Di dalam kegiatan pembelajaran kebersihan ini, kegiatan pembelajarannya adalah
meliputi kegiatan awal; yaitu guru terlebih dahulu bertanya kepada siswa tentang
kebersihan, mengarahkan peserta didik agar menyimak penjelasan tentang
perbedaan bersih dan kotor, memelihara kebersihan, membedakan suci dan najis,
hafal do’a masuk dan keluar WC. Kegiatan intinya adalah : pertama, peserta didik
membaca buku tentang kebersihan; kedua, peserta didik menjelaskan perbedaan
antara bersih dan kotor; ketiga, peserta didik menjelaskan antara suci dan najis;
keempat, peserta didik menjelaskan tentang tata krama buang air besar dan kecil;
kelima, peserta didik membersihkan tangan setelah buang air besar dan kecil; dan
8 Wawancara dengan Samingan, A.Ma. Tangga l 6 Maret 2010.
51
keenam, peserta didik menghafalkan do’a sebelum dan sesudah buang air,
kemudian kegiatan terakhir peserta didik diberi tugas agar dapat membedakan
bersih dan kotor, najis dan suci, dan hafal do’a sebelum dan sesudah buang air
(RPP MI Mapel Fiqih, 2010).
Masuk ke semester II di kelas I MIM Pantirejo, Sukodono, mulai
diperkenalkan materi pembelajaran tata cara melaksanakan wudhu. Tujuannya
agar peserta didik mampu secara benar melaksanakan wudhu sesuai dengan
tuntunan syariat Islam. Wudhu adalah ibadah yang dilakukan sebelum
melaksanakan shalat, baik shalat fardlu maupun shalat sunah, dalam bahasa yag
lain wudhu adalah media awal bagi seorang muslim yang hendak melakukan
shalat dengan benar, wudhu juga sebagai wujud dari simbolisasi pembersihan diri
seorang hamba terhadap dosa dan kesalahan yang selama ini dilakukan.
Di dalam kegiatan pembelajaran materi pembelajaran tentang wudhu ini,
yaitu pertama-tama menyampaikan salam pembuka, langsung berdo’a sebelum
belajar, kemudian bertanya kepada peserta didik tentang wudhu, guru juga
mengarahkan peserta didik agar menyimak penjelasan tentang berwudhu serta
mempraktekkannya ketika mau mengerjakan shalat.
Kegiatan intinya yaitu peserta didik diajarkan tata cara berniat yang
benar, peserta didik mempraktekkan melaksanakan wudhu dengan benar serta
peserta didik membiasakan berwudhu yang benar, kegiatan akhir biasanya guru
memberikan tugas agar dapat berwudhu dengan benar dan bisa
mempraktekkannya walaupun masih sangat sederhana (RPP, MI Mapel Fiqih,
2010).
Menanggapi hal tersebut seorang guru kelas I MIM Pantirejo, Sukodono
memberikan pernyataan sebagai berikut;
52
“ Kelas I MIM itukan baru saja keluar dari bangku Taman Kanak-kanak,
jadi yang namanya anak: kecenderungan untuk guyon, bermain-main
masih sangat mewarnai proses kegiatan belajar di MIM Pantirejo,
Sukodono, khususnya kelas I, ketika diajari tentang praktek wudhupun
mereka masih belum bisa mempraktekkan dengan penghayatan dan
kekhusyukan. Yah……………………..sekedar menuruti perintah dari
guru”9
.
Di dalam pembelajaran mengenai tata cara berwudhu tersebut pada umumnya
peserta didik baru mampu secara verbal yang nota bene juga masih banyak yang
harus disempurnakan dan diperbaiki. Paling tidak di sini peserta didik mampu
berwudhu dan mulai dikenalkan shalat fardhu. Karena sebagaimana kompetensi
dasarnya di dalam memberi pelajaran wudhu ini dalah peserta didik mampu
melaksanakan wudhu.
Setelah peserta didik dikenalkan dengan amalan wudhu, maka
selanjutnya peserta didik mulai dikenalkan tentang ibadah shalat fardlu,
kompetensi dasar dari materi pembelajaran ini adalah menyebutkan nama-nama
shalat fardlu, jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya, tujuannya adalah agar
peserta didik dapat menyebutkan nam-nama shalat fardlu, bilangan rakaatnya dan
waktu pelaksanaannya. Strategi yang diterapkan oleh guru mata pelajaran fiqih
mengenai shalat fardlu ini adalah menggunakan metode ceramah, demonstrasi
dan penugasan.
Kegiatan awal dari pembelajaran ini adalah guru bertanya kepada peserta
didik tentang shalat fardlu dan mengarahkan peserta didik agar menyimak
penjelasan tentang nama-nama shalat fardlu, bilangan rakaatnya dan waktu
pelaksanaannya. Kegiatan intinya adalah peserta didik membaca buku tentang
tentang shalat fardlu, peserta didik menjelaskan nama-nama shalat fardlu, peserta
9 Wawancara dengan Dewi Retno Ningsih, SPd.I. Tanggal 6 Maret 2010.
53
didik mengidentifikasi bilangan rakaat shalat fardlu, dan peserta didik
menjelaskan waktu pelaksanaan shalat fardlu. Kegiatan akhirnya guru
memberikan tugas agar siswa dapat mempraktekkan shalat fardlu setiap orang di
depan kelas dan di waktu yang lain praktek ibadah shalat tersebut dilaksanakan di
masjid atau mushala MIM Pantirejo, Sukodono.
Guru senantiasa memantau pelaksanaan demonstrasi yang dilakukan
oleh peserta didik di dalam kelas. Jika ada salah seorang peserta didik yang tidak
tepat tata cara pelaksanaan sebagaimana yang telah diajarkan, maka guru sebagai
pembimbing, pengarah segera menegur dan memberikan petunjuk sesuai dengan
ketentuan yang ada. Kesesuaian antara bacaan dengan gerakan setiap peserta
didik menjadi perhatian utama bagi para guru, terutama bagi mereka peserta didik
yang sudah menginjak kelas II, kalau di kelas I lebih difokuskan pada pengenalan
shalat fardlu, jumlah rakaat, dan waktu-waktunya, tetapi untuk kelas II mereka
diharapkan mampu mengaplikasikan secara lebih sempurna antara bacaan do’a
yang dibaca ketika shalat dengan gerakan yang dilakukan.
Karena itulah salah seorang guru kelas II MIM Pantirejo, Sukodono
memberikan pernyataan sebagai berikut;
“Waktu di kelas I mungkin masih fokus pada pelajaran materi wudlu
dengan pengenalan awal tentang materi pembelajaran shalat, meliputi
jumlah rakaat, waktu shalat untuk lima shalat fardlu, tetapi……….. pada
kelas II ini siswa diharapkan mampu mempraktekkan shalat yang
benar.”10
.
Jadi indikatornya adalah peserta didik mampu berniat shalat fardlu,
memperagakan gerakan shalat fardlu, menserasikan gerakan dengan bacaan
10
Wawancara dengan Dani, A.Ma. Tanggal 11 Maret 2010.
54
shalat fardlu, mau melaksanakan shalat fardlu dengan benar dan terbiasa
melaksanakan shalat fardlu.
Kemudian, menginjak semester II, di kelas II mulai diajarkan dengan
materi adzan dan iqamah dengan maksud peserta didik dapat melafalkan adzan
dan iqamah, menerjemahkan bacaan adzan dan iqamah serta dapat melaksanakan
adzan dan iqamah.
Instrument yang tidak kalah penting dengan wudlu di dalam rangkaian
pelaksanaan ibadah shalat fardlu adalah adzan dan iqamah. Adzan untuk
pemanggilan terhadap kaum muslimin agar lekas menuju masjid menunaikan
ibadah shalat, dilanjutkan iqamah sebagai tanda waktu shlat akan dimulai.
Kegiatan pembelajaran didalam materi pembelejaran adzan dan iqamah
adalah diawali dengan guru bertanya kepada peserta didik tetapi adzan dan
iqamah mengarahkan peserta didik agar menyimak penjelasan tentang bacaan
adzan dan iqamah, serta do’a setelah adzan. Kegiatan intinya adalah peserta didik
mengucapkan lafal adzan dab iqamah, menjawab bacaan adzan dan iqamah,
berdo’a setelah mendengar adzan dan iqamah, serta peserta didik membiasakan
diri melaksanakan shalat fardlu.
Seringnya mendengar dan melihat lewat masjid dan mushala di tempat
mereka, ketika melaksanakan shalat, menjadikan peserta didik mengalami
kemudahan dalam melafalkan adzan dan iqamah. Kalimat yang pendek dan
sering terjadi pengulangan juga menjadi kemudahan tersendiri bagi peserta didik
kelas II MIM Pantirejo, Sukodono. Hal ini dibenarkan oleh seorang pengajar di
MIM Pantirejo, Sukodono, ia mengatakan sebagai berikut;
“ Sebanyak lima kali anak-anak bisa mendengar dan melihat muadzin
yang bertugas di masjid-masjid kampong mereka. Sehingga hal ini
menjadi cukup membantu bagi anak-anak untuk mengamalkan dan
55
mempraktekkan pelajaran adzan dan iqamah sebagaimana dianjurkan di
sekolah”11
.
Di sini guru berusaha memantau dan membimbing peserta didik dengan penuh
perhatian, mereka diarahkan untuk bisa mengenal adzan dan iqamah secara baik
dan benar. Ada ungkapan yang popular mengatakan bahwa “ belajar sewaktu
kecil bagai mengukir di atas batu dan sebaliknya belajar diwaktu usia tua bagai
mengukir di atas air”. Falsafah dari ungkapan tersebut sedikit banyak telah
mendorong para guru untuk secara serius mendidik peserta didik mereka,
sekalipun di lapangan tidak sedikit juga kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh
guru di dalam proses kegiatan belajar mengajar di MIM Pantirejo, Sukodono.
Setelah pesertan didik dikenalkan dengan adzan dan iqamah, hal yang
tidak kalah pentingnya di dalam kesempurnaan ibadah shalat fardlu ataupun
sunah adalah membiasakan dzikir dan do’a. Di dalam materi pembelajaran fiqih
di sini diharapkan peserta didik mampu mengamalkan do’a dan dzikir selepas
shalat; khususnya selepas shalat fardlu, doa untuk kedua orang tua, menghafal
do’a kebahagian dunia dan akhirat, dan do’a lain yang diperlukan untuk
meningkatkan kesempurnaan amalan ibadah.
Kegiatan inti dari kegiatan belajar mengajar di sini adalah peserta didik
menghafal bacaan istigfar, tasbih, tahmid, dan takbir, menghafal do’a untuk
kedua orang tua, menghafal do’a untuk kebahagiaan dunia akhirat, menjelaskan
cara mempraktekkan dzikir setelah shalat, mendemonstrasikan cara berdo’a
setelah shalat, melaksanakan dzikir dan do’a setelah shalat. Kemudian guru juga
memberikan tugas agar dapat melafalkan bacaan istigfar, tasbih, tahmid, dan
11
Wawancara dengan Heru Rokhim SPd., Tanggal 11 Maret 2010.
56
takbir, do’a untuk kedua orang tua, dan do’a untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Untuk menambah kesempurnaan ibadah do’a dan dzikir di dalam
kehidupan seorang muslim, guru juga memberikan saran agar peserta didik
mengamalkan do’a dan dzikir tersebut tidak hanya pada amaliyah shalat saja,
tetapi di setiap gerak gerik setiap harinya harus diupayakan untuk berdzikir dan
berdo’a kepada Allah SWT, karena itulah salah seorang guru MIM Pantirejo,
Sukodono memberikan pernyataan sebagai berikut;
“Dzikir dan do’a adalahsari pati ibadah, karena itu di dalam aktivitas
keseharian kita harus diwarnai dengan dzikir dan do’a, peserta didik di
MIM Pantirejo, Sukodono ini diupayakan dan diajarkan untuk selalu
mempraktekkan dzikir dan do’a di setiap aktivitasnya, sekalipun hanya
sekedar membaca basmalas saat mau makan dan Alhamdulillah setelah
makan, hal-hal kecil dan sederhana tersebut harus mulai diperkenalkan
kepada anak, agar timbul kesadaran yang tinggi”12
.
Apabila lebih konkrit dari realisasi amaliyah dzikir tersebut bisa dilihat ketika
guru belum memulai memberikan materi pelajaran biasanya diawali dengan
terlebih dahulu berdo’a. Do’a tersebut dibaca secara bersama-sama baik peserta
didik maupun guru, hal ini secara rutin dilakikan sebelum memulai pelajaran.
Begitu juga sebelum proses kegiatan belajar mengajar diakhiri guru biasanya
menutup dengan do’a yang dibaca secara bersama-sama pula. Hal tersebut
dikuatkan dengan pernyataan kepala MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;
“Sudah merupakan peraturan yang dijalankan selamabertahun-tahun,
bahwa seorang guru sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran harus
dibacakan do’a terlebih dahulu, ini sudah lama berjalan jadi
ya…………… udah jadi kultur di MIM Pantirejo, Sukodono ini”13
.
Ditambah lagi dengan kaligrafi-kaligrafi yang terpampang di ruang kelas
adalah membuktikan kalau di MIM Pantirejo, Sukodono ini benar-benar
12
Wawancara dengan Dani,A.Ma. Tanggal 17 Maret 2010.
13
Wawancara dengan Dani,A.Ma. Tanggal 17 Maret 2010.
57
mengkondisikan untuk amaliyah dzikir. Karena secara substansi amaliyah shalat
baik fardlu ataupun sunah adalah dzikir dan do’a di samping arti kata shalat
secara etimologis juga adalah do’a.
Menginjak kelas III semester I, peserta didik di MIM Pantirejo,
Sukodono sudah mulai dikenalkan dengan materi pembelajaran shalat jamaah. Di
sini standart kompetensinya adalah mampu memahami dan melaksanakan shalat
berjamaah, dengan tujuan pembelajaran setelah selesai mengikuti pembelajaran
shalat berjamaah, peserta didik dapat menyebutkan syarat syah menjadi imam
dan makmum, cara memberi tahu imam yang salah, praktik shalat berjamaah,
keutamaan shalat berjamaah dan melaksanakan shalat berjamaah. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, demonstrasi, dan penugasan.
Kegiatan awal dari pembelajaran ini adalah guru bertanya kepada peserta
didik tentang shalat berjamaah, kemudian mengarahkan peserta didik agar
menyimak penjelasan tentang syarat menjadi imam dan makmum, cara member
tahu imam yang salah, praktik shalat berjamaah, keutamaan shalat berjamaah dan
kemudian mendemonstrasikan cara melaksanakan shalat berjamaah.
Kegiatan intinya adalah peserta didik menjelaskan syarat syah menjadi
imam dan makmum, menjelaskan cara member tahu imam yang salah, praktik
shalat berjamaah, kemudian guru juga member tugas kepada peserta didik yamh
berkaitan dengan materi tersebut di atas, agar benar-benar bisa dipahami oleh
peserta didik.
Dalam Islam shalat berjamaah adalah menduduki tempat yang amat
penting, melaksanakan shalat berjamaah disamping syariat menganjurkan
demikian secara social masyarakat, shalat berjamaah juga mengandung
pengertian filosofis yang dalam. Dalam shalat berjamaah tersebut terkandung
58
makna hidup social saling bergotong royong dan membantu di antara sesame,
karena itu salah satu guru MIM Pantirejo, Sukodono memberikan pernyataan
sebagai berikut;
“ Penanaman untuk shalat berjamaah harus benar-benar ditekankan
kepada eserta didik, anjuran tersebut di dalam khasanah keIslaman kita
hampir-hampir shalat berjamaah itu mendekati wajib, jadi sudah lazim
kalau mulai dini anak-anak harus ditekankan untuk melaksanakan shalat
berjamaah” 14
Di tambah lagi di sekolah, ketika masuk waktu dhuhur biasanya guru dan kepala
sekolah MIM Pantirejo, Sukodono menginstruksikan untuk menunaikan shalat
dhuhur berjamaah, tanpa terkecuali, khusus mereka yang berhalangan tentu dapat
rukhshah untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah. Misalnya lagi ada acara
amat urgen yang tidak bisa ditinggaluntuk jamaah bersama-sama di sekolah.
Di sela-sela melaksanakan dzikir dan do’a sehabis shalat jamaah ada
kegiatan rutin untuk melatih peserta didik yang kelas V dan VI untuk
menyampaikan kultum, sesekali juga kultum disampaikan oleh guru-guru dan
kepala sekolah untuk memberikan taushiah kepada mereka mereka agar
senantiasa rajin belajar dan beribadah kepada Allah SWT. Kegiatan ini cukup
bermanfaat untuk pemberdayaan kreativitas peserta didik di dalam berkomunikasi
dengan audiens melalui media kultum tersebut. Dengan shalat berjamaah akan
melahirkan kebersamaan dan ukhuwah islamiyah yang kokoh, karena dengan
interaksi yang dibangun ditengah-tengah melaksanakan shalat berjamaah tersebut
akan semakin menguatkan ikatan primodial sesame muslim.
Materi pembelajaran berikutnya adalah shalat Jum’at. Shalat Jum’at
sekaligus memberikan ketegasan bahwa shalat tersebut tidak boleh dilakukan
14
Wawancara dengan Sa’adah Hayati,A.Ma. Tanggal 17 Maret 2010.
59
secara sendirian. Shalat Jum’at sebagai gambaran bahwa shalat berjamaah itu
sedemikian pentingnya, sampai-sampai shalat Jum’at pun tidak syah bila
dilaksanakan secara sendirian.
Tujuan pembelajaran di dalam materi pembelajaran shalat Jum’at ini
adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran shalat Jum’at, peserta didik dapat
menunjukkan bahwa shalat Jum’at, shalat wajib dan syah shalat Jum’at,
menunjukkan waktu shalat Jum’at, serta agar peserta didik terbiasa menunaikan
shalat Jum’at.
Karena itu kegiatan inti dari pembelajaran ini adalah peserta didik
menyebutkan hukum melakukan shalat Jum’at, menjelaskan syarat wajib dan
syarat syah melakukan shalat Jum’at, menyebutkan shalat Jum’at. Kemudian
untuk mempermudah dan menambah pemahaman peserta didik, guru
memberikan tugas kepada peserta didik sesuai dengan materi yang tersebut di
atas. Tugas ini bisa berbentuk pekerjaan rumah (PR) atau tugas lain yang
mendukung pemahaman peserta didik.
Peserta didik diajarkan juga bahwa shalat Jum’at adalah shalat wajib
yang harus dilaksanakan orang Islam laki-laki, bagi perempuan bisa
meninggalkan shalat Jum’at tetapi tetap harus melaksanakan shalat dhuhur.
Apabila perempuan tersebut melaksanakan shalat Jum’at, maka secara otomatis
shalat Jum’at tersebut sebagai pengganti dari diwajibkannya shalat dhuhur,
karena sudah melaksanakan shalat Jum’at. Begitu pula dengan sangsi bagi siapa
yang meninggalkan shalat Jum’at selama tiga kali berturut-turut tanpa udzur
syar’I, maka orang tersebut sudah dianggap melecehkan Islam dan dalam
kerangka ajaran Islam persoalan tersebut layak dilakukan oleh orang-orang
munafiq.
60
Penanaman pentingnya shalat Jum’at ini diakui oleh Kepala Sekolah
MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;
“ Shalat Jum’at dilaksanakan dari hari mulia (Jum’at) adalah sebagai
wujud pengejawantahan dari muhasabah seorang muslim untuk
mengintropeksi selama sepekan apa saja yang diperbuat. Jadi di sini
(MIM Pantirejo, Sukodono) diberikan pemahaman terhadap anak didik
agar mereka tahu betul kalau ibadah shalat Jum’at itu wajib dilakukan
dan sekaligus shalat Jum’at itu sebagai media bermuhasabah bagi insan
beriman” 15
.
Pentingnya ibadah shalat Jum’at juga bisa dilihat dan diawali dengan banyaknya
institusi Islam atau perorangan yang meliburkan kerja atau aktivitas lain di hri
Jum’at tersebut, karena ingin menghormati dan memaknai hari Jum’at sebagai
hari agung di antara tujuh hari di dalam seminggu. Jum’at sebagai panglima
(sayyidul ayyam) hari sudah dipahami oleh masyarakat muslimin pada umumnya.
Hari Jum’at karena berkaitan dengan ibadah shalat Jum’at di dalam
Islam telah mendapat tersendiri, terlebih di Negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam seperti Indonesia ini.
Setelah shalat Jum’at di MIM Pantirejo, Sukodono kelas III semester I
juga diajarkan materi pembelajaran shalat bagi orang sakit. Standart kompetensi
materi pembelajaran ini adalah peserta didik mampu memahami tata cara shalat
bagi orang sakit. Tujuan pembelajaran ini adalah setelah selesai mengikuti
pembelajaran tentang cara shalat bagi orang sakit, peserta didik diharapkan dapat
mempraktekkan cara shalat dengan duduk dan berbaring. Karena itu kegiatan inti
dari materi pembelajaran ini adalah peserta didik mendemonstrasikan cara shalat
dengan duduk, cara shalat dengan berbaring, dan agar peserta didik membiasakan
tetap shalat sekalipun dalam keadaan sakit. Kegiatan akhir dari materi
15
Wawancara dengan Samingan, A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
61
pembelajaran ini adalah memberikan tugas agar peserta didik dapat
mempraktekkan cara shalat dengan duduk dan berbaring.
Secara kognitif, psikomotorik ataupun afektif, di sini sempat
memperlihatkan tetap maha pentingnya ibadah shalat tersebut, karena di dalam
kondisi yang bagaimanapun seorang muslim tidak ada alasan untuk
meninggalkan shalat, bahkan sakit sekalipun, selagi nyawa masih dikandung
badan maka kewajiban shalat lima waktu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Di sini juga member pelajaran kepada peserta didik, bahwa urusan
seorang hamba dengan Tuhannya adalah urusan yang maha penting dan harus
selalu dinomor satukan, segala keperluan apapun harus mengalah, jika keperluan
ibadah shalat tersebut tiba. Karena Allah SWT adalah segala-galanya bagi setiap
orang beriman.
Untuk mendukung realitas tersebut di atas, salah seorang Kepala MIM
Pantirejo, Sukodono menyatakan sebagai berikut;
“Shalatlah yang akan menentukan diterima atau ditolaknya amal
sesorang dimata Allah SWT, karena amalan yang pertama dihisab besok
di hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya baik, maka baik pula amal
lainnya dan demikian pula sebaliknya dan hal yang demikian ini kami
selalu kami camkan kepada peserta didik untuk benar-benar
memperhatikan tentang masalah shalat” 16
.
Shalat adalah barometer terhadap setiap amalan yang diperbuat oleh
seseorang, sudah bisa dipastikan jika shalatnya baik dan benar dilakukan benar-
benar untuk memperoleh ridha Allah SWT, maka dengan sendirinya akan
berdampak kepada amalan keseharian seorang muslim. Karena itulah MIM
Pantirejo, Sukodono dengan berbagai macam upaya berusaha mengenalkan dan
mempraktekkan amaliyah shalat tersebut kepada setiap peserta didik tanpa
16
Wawancara dengan Samingan,A.Ma. tanggal 26 Maret 2010.
62
terkecuali, guru sebagai figure di sini memegang peranan kunci bagi
terlaksananya suasana religious ibadah shalat tersebut bisa diamalkan semestinya.
Ketika adzan dhuhur dikumandangkan sebisa mungkin untuk diakhiri
kegiatan belajar mengajar guna member kesempatan terhadap warga sekolah
untuk menunaikan shalat secara berjamaah, dari shalat yang tertib dan teratur
akan berimbas kepada semua aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, di dalam
shalat terkandung sekian pelajran berharga, yang termasuk dari dalamnya adalah
keseriusan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kebersamaan dan lain sebagainya.
Kemudian untuk kelas III di MIM Pantirejo, Sukodono mulai
diperkenalkan tentang materi pembelajaran shalat sunah rawatib. Kompetensi
dasarnya adalah peserta didik mampu melaksanakan shalat sunah rawatib dengan
baik dan benar. Tujuan pembelajaran di sini adalah peserta didik setelah selesai
mengikuti pelajaran shalat rawatib, diharapkan hafal waktu pelaksanaan shalat
rawatib, bilangan rokaatnya, keutamaan dalam melaksanakanshalat rawatib.
Metode pembelajarannya adalah ceramah, demonstrasi dan penugasan.
Adapun kegiatan intinya dalam pembelajaran ini adalah peserta didik
membaca materi tentang shalat sunah rawatib, menjelaskan waktu shalat rawatib,
menyebutkan bilangan rakaat shalat sunah rawatib dan peserta didik diupayakan
melaksanakan shalat sunah rawatib.
Dalam konteks ini peran guru yang mengampu mata pelajaran fiqih,
harus berusah menjelaskan kepada peserta didik akan pentingnya shalat sunah
rawatib tersebut, karena amalan shalat sunah itu akan sangat membantu
menyempurnakan bahkan melengkapi kekurangan-kekurangan di dalam
seseorang yang melaksanakan shalat wajib lima waktu yang belum atau terdapat
kekurangan-kekurangan, maka dengan shalat sunah rawatib diharapkan bisa
63
melengkapi kekurangan tersebut. Menanggapi hal tersebut Kepala Sekolah MIM
Pantirejo, Sukodono menyatakan sebagai berikut;
“Peserta didik harus dikasih wawasan mengenai pentingnya shalat sunah
rawatib tersebut, sehingga dengan demikian mereka akan
memperhatikan dan berusaha untuk mengenalkan shalat sunah rawatib
tersebut, terlebih waktunya adalah mengikuti dan mengiringi ibadah
fardlu, jadi efektif sekali untuk dilakukan” 17
.
Dikenalkan pula nama-nama shalat rawatib yang dikerjakan sebelum dan sesudah
shalat fardlu. Shalat rawatib yang dukerjakan sebelum shalat fardlu dinamakan
qobliyah sedangkan jika dilaksanakan sesudah shalat fardlu dinamakan ba’diyah.
Dari amaliyah shalat sunah sebagaimana shalat rawatib inilah justru
mengindikasikan kedalaman agama seseorang. Semakin rajin melakukan amalan-
amalan shalat sunah, maka semakin baik kualitas hidup seorang muslim tersebut.
Karena yang sunah saja mendapat apresiasi tersendiri dari dalam kehidupan
keberagamaan seseorang apalagi yang wajib justru akan mendapat perhatian
tersendiri.
Jika peserta didik berhasil mengusahakan amalan ibadah shalat rawatib
ini yang dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut akan menjadi latihan yang
cukup penting untuk pembentukan mental spiritual mereka ke depan.
Membiasakan sejak dini adalah upaya yang konstruktif positif untuk diupayakan
kepada setiap generasi penerus terlebih peserta didik di MIM Pantirejo,
Sukodono.
Materi pembelajaran berikutnya adalah mengenalkan shalat sunah Idain
(idul fitri dan idul adha). Shalat idul fitri dilaksanakan sebagai pertanda
selesainya ibadah puasa ramadhan yang dilakukan selam satu bulan oleh kaum
17
Wawancara dengan Samingan,A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
64
muslim yang beriman, sedangkan idul adha dilaksanakan karena terkait dengan
ibadah idul qurban atau ibadah haji di bulan Dzulhijah. Setahun dilaksanakan
sekali oleh setiap muslim.
Kegiatan pembelajaran adalah diawali dengan guru bertanya kepada
peserta didik tentang shalat sunah idul fitri dan idul adha, lalu mengarahkan
peserta didik agar menyimak penjelasan tentang shalat idul fitri dan idul adha,
waktu pelaksanaan dan tata caranya.
Kegiatan inti dari pembelajaran ini adalah peserta didik menyebutkan
waktu shalat idul fitri dan idul adha, menjelaskan tata cara melaksanakan shalat
idul fitri dan idul adha kemudian kegiatan akhirnya adalah guru memberikan
tugas agar peserta didik dapat menyebutkan pelaksanaannya serta tata cara shalat
idul fitri dan idul adha.
C. Implikasi Pembelajaran Materi Fiqih Terhadap Praktek Shalat Peserta didik
Madrasah Ibtidayah Pantirejo, Sukodono
Materi pelajaran fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono secara kognitif telah
memberikan muatan yang cukup untuk dipraktekkan (diamalkan) di dalam
kehidupan kehidupan sehari-hari, hanya saja masing-masing peserta didik
disamping factor kelas dan usia yang berbeda dari masing-masing kelas mulai
kelas I sampai IV. Kondisi seperti ini sangat wajar terjadi di setiap sekolah
termasuk di MIM Pantirejo, Sukodono, kenyataan seperti ini mengundang
komentar dari kepala sekolah MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;
“ Materi pembelajaran fiqih dari mulai kelas I sampai III utamanya
adalah memberikan muatan kognitif yang cukup bagi pengetahuan
mereka mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan tata cara
shalat, utamanya shalat fardlu, paling tidak menginjak kelas III dari
siswa MIM Pantirejo, Sukodono ini sudah mulai tertata dengan tata cara
ibadah shalat sebagai mana mestinya, karena yang masih kelas I maupun
65
II awal itu kebanyakan masih belum bisa sebagaimana yang diharapkan.
Kebanyakan guyon, ya………..namanya aja anak-anak” 18
.
Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang wali murid kelas I sebagai
berikut;
“Kalau masalah gerakan dan sebagainya, anak-anak kelas I utamanya
anak saya yang sebelumnya sudah pernah duduk di bangku TK, tentu
sudah tidak asing, tapi…………..kebanyakan praktek ibadah shalat
selama ini ya……….masih jauh dari standar layaknya ibadah shalat
yang dilakukan oleh orang dewasa, karena mungkin mereka belum
menganggap atau belum begitu sensitive terhadap soal-soal
kekhusyukan, ketenangan dan ketertiban”19
.
Pelaksanaan tata cara shalat dari mulai wudlu, niat menghadap kiblat dengaan
takbir sampai salam kemudian dilanjutkan dengan dzikir dan do’a secara teoritis
peserta didik mengenal hal tersebut, tetapi ketika hal tersebut direalisasikan ke
dalam praktek (perilaku) shalat sehari-hari baik di sekolah ataupun di luar
sekolah, di sana sini masih menyisakan problem, baik yang berkaitan dengan
ketertiban, ketenangan atau bahkan kekhusyukan.
Jika melihat realitas di lapangan peserta didik yang kelasnya sudah
berada di kelas V sampai VI MIM Pantirejo, Sukodono, rata-rata mereka sudah
mampu menunaikan ibadah shalat sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan
etika dan aturan yang berlaku menurut syariat Islam. Karena itu salah seorang
guru kelas V memberikan pernyataan sehubungan dengan hal tersebut;
“Sebagian besar anak kelas V MIM Pantirejo, Sukodono, didalam
melaksanakan ibadah shalat, alhamdulillahmereka sudah mampu
mengerjakansebagaiman layaknya aturan shalat pada umumnya, yah!
Relative tertib dan lebih mudah dikondisikan, tidak seperti anak-anak
yang masih di kelas I-II MIM, wajarlah karena usianya saja berbeda” 20
18
Wawancara dengan Samingan, A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010. 19
Wawancara dengan Suyanto. Tanggal 26 Maret 2010. 20
Wawancara dengan Istianah, SPd.I. tanggal 26 Maret 2010
66
Pernyataan yang disampaikan oleh guru kelas V tersebut relevan dengan
observasi yang dilakukan oleh peneliti di sela wawancara dengan informan
sebagai berikut;
“Ketika shalat berjamaah dimulai kelihatan di barisan yang umumnya
diisi kelas I dan II itu sering bergerak-gerak entah itu menggoyang-
goyangkan kepala, menekuk-nekuk tangan dan bisik-bisik serta yang
lainnya, tetapi bagi anak yang kelas VI teutama kelas V dan VI relative
bisa tertib sebagaimana mestinya” 21
.
Lebih tidak terkontrol lagi misalnya shalat jamaah tersebut tidak terpantau olah
para guru, sedangkan diawasi saja demikian. Secara formal amaliyah shalat
mampu mereka terapkan, tetapi amalan shalat dalam pengertian hakikat (batiniah)
masih harus terus mendapatkan arahan dan bimbingan. Karena itu untuk
melaksanakan shalat sunahpun mereka harus ters diberikan pengertian dan
pemahaman, bahkan seperti dzikir dan do’a setelah shalat bagi mereka yang
utamanya masih kelas I dan II atau III bahkan kelas di atasnya sekalipun masih
membutuhkan perhatian serius dari para guru dan orang tua.
Indikasi yang mencolok terlihat dari mereka adalah ketika shalat tersebut
baru diakhiri dengan salam, yang terjadi adalah mereka tergesa-gesa untuk
beranjak dari duduknya. Apa yang ada di benak mereka relative dominan oleh
pikiran dan keinginan untuk bermain dan bermain dengan teman sebayanya.
Karena itu apa yang disampaikan oleh salah seorang guru kelas I sebagai berikut
adalah membuktikan keobyektifan dari keadaan yang sesungguhnya.
“Sebagai guru yang mengajar kelas I ataupun kelas II memang harus
sabar………dan penuh perhatian, karena mereka itu pada hakekatnya
dunia mereka adalah dunia bermain dengan sesame teman sebayanya,
sebagai guru tentunya harus pinter-pinter member solusi untuk
mengkreasi sedemikian rupa agar anak-anak tidak jenuh dengan model-
model pembelajaran yang ada tersebut”22
.
21 Wawancara dengan Samingan, tanggal 26 Maret 2010.
22 Wawancara dengan Dewi Retnoningsih, S. Pd. I, Tanggal 26 Maret 2010
67
Di tambah lagi dengan pola pikir dan sikap sebagian guru yang lebih
mengutamakan pembelajaran pada ranah kognitif, para guru sudah merasa puas
dan berhasil jika peserta didiknya berhasil memperoleh nilai angka Sembilan atau
sepuluh di rapornya. Mereka beranggapan bahwa nilai rapor atau ijazah tersebut
merupakan bukti konkrit dari keberhasilan mengajar dan mendidik selama ini.
Kenyataan yang seperti ini mengundang kritik dari salah seorang anggota komite
sekolah dengan menyatakan sebagai berikut;
“ Secara umum guru dikatakan berhasil melaksanakan proses kegiatan
belajar mengajar apabila peserta didiknya telah memperoleh nilai tinggi
di rapor atau ijazahnya dan pola pikir seperti ini seakan-akan diamini
oleh sebagian warga sekolah termasuk wali murid sekalipun, padahal
cara berpikir demikian adalah sebuah jebakan atau perangkap yang
dikemudian hari bakal menjerumuskan.”23
.
Padahal jika ditilik lebih lanjut hubungannya dengan materi
pembelajaran fiqih, khususnya materi tentang shalat, maka sangat disayangkan
jika materi pembelajaran tersebut para guru hanya menekankan aspek formal
keberhasilan pembelajaran yang dilihat dari prestasi akademik belaka, tanpa lebih
jauh memperhatikan perilaku dan sikap peserta didik tersebut, lebih tragis lagi
kerena hal demikian dihubungkan dengan materi pembelajaran shalat yang
menjadi kunci dari setiap amalan lain yang dilaksanakan oleh seorang muslim.
Betapa ambivalennya jika didalam pembelajaran materi shalat ini secara
nilai tertulis peserta didik rata-rata bagus tetapi di sisi lain amaliyah keseharian
yang terwujud dalam perilaku dan sikap jauh panggang dari api, artinya terjadi
kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan. Materi fiqih di MIM Pantirejo,
Sukodono dari kelas I sampai IV merupakan materi dasar tentang pengetahuan
syara’ atau hokum Islam, baik yang berhubungan dengan ibadah mahdhah
23
Wawancara dengan Sunarto, BA., Tanggal 26 Maret 2010.
68
ataupun ghairu mahdhah atau masalah yang berhubungan dengan social
kemanusiaan, perjanjian, perjual belian (muamalah) yang secara langsung
berhubungan dengan aspek-aspek kemasyarakatan.
Muatan-muatan pelajaran fiqih tersebut merupakan azas-azas terpenting
dari pengetahuan syariat Islam yang fundamental. Dari mulai pengenalan
syahadat, wudhu, shalat fardlu, adzan dan iqamah, dzikir dan do’a, shalat jamaah,
shalat sunah dan yang lainnya adalah bekal terpenting dari kehidupan keagamaan
seorang muslim. Hal tersebut secara langsung mendapat apresiasi dari peserta
didik kelas VI MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;
“Materi pembelajaran fiqih yang diajarka di Madrasah Ibtidaiyah itu
merupakan pembelajaran yang pokok dan mendasar yang harus
diketahui oleh orang Islam untuk pegangan melaksanakan kehidupan
keagamaan mereka termasuk saya, karena itu kami yang dikelas VI ini
marasa bersyukur banget dapat materi pembelajaran yang sedemikian
penting dalam kehidupan keagamaan ini”24
.
Pernyataan yang polos dan tanpa kepentingan apapun tersebut membuktikan
bahwa semakin tinggi tingkat kelas dan bertambahnya umur tersebut telah
menunjukkan pula perbedaan pola pikir dan pengalaman terhadap suatu hal.
Peserta didik di kelas VI di sini lebih Nampak rasional dan argumentative ketika
menanggapi dan merespon setiap persoalan, terutama yang terkait dengan materi
pembelajaran fiqih khususnya materi tentang shalat. Pada umumnya peserta didik
menganggap bahwa materi pembelajaran tentang shalat sangat memberikan bekal
keilmuan tersendiri terhadap kapasitas dan kualitas ibadah yang mereka lakukan
karena amal tanpa ilmu adalah ibarat seseorang yang berjalan di tengah
kegelapan yang tidak tahu mana arah barat dan timur.
24
Wawancara dengan SIswanto. Tanggal 26 Maret 2010.
69
Tuntunan yang di berikan melalui mata pelajaran fiqih tentang materi
pembelajaran shalat tersebut secara gradual tersistematis dengan begitu runtut
yang jika diruntut dari sub bagian-bagiannya, maka membutuhkan ketelitian dan
kecermatan agar praktek amaliyah ibadah tersebut benar-benar sesuai dengan
ajaran dan tuntunan Islam itu sendiri.
Berawal dari niat misalnya, bahwa melakukan aktivitas ibadah apapun
apalhi shalat tentunya harus diawali dengan niat yang tulus dan benar. Niat akan
menentukan ibadah seseorang diterima atau ditolak oleh Allah SWT. Mau
menghadap Allah SWT seyogyanya untuk mempersiapkan pikiran dan hati untuk
tertuju keharibaanNya. Niat adalah pekerjaan hati yang harus bisa memandu
pikiran dan anggota badan yang lain untuk bersama-sama satu tujuan di dalam
melaksanakan sebuah aktivitas peribadatan ataupun aktivitas yang lainnya.
Karena itulah peserta didik di MIM Pantirejo, Sukodono hendak
melaksanakan shalat sebelum takbir ataupun ketika berangkat dari tempat menuju
masjid jelas ada dorongan niat yang mengarah terhadap pekerjaan tersebut.
Mereka percaya bahwa segala hal yang dilakukan, lebih-lebih berupa shalat, jika
tidak dibarengi dengan niat, maka amalan tersebut tidak akan diterima dan
mendatangkan ridha dari Allah SWT. Salah seorang dari kelas V MIM Pantirejo,
Sukodono memberikan pernyataan sebagai berikut;
“Kata guru saya di sekolah mengatakan bahwa segala macam apapun
bentuknya perbuatan itu harus dibarengi dengan niat, karena menurut
guru saya, niatlah yang akan menjadi tolok ukuran diterimanya amal
kebajikan seseorang hamba terhadap Tuhannya” 25
Kedua setelah niat adalah takbiratul ihram pertanda gerakan awal shalat,
sebagaimana cara takbir yang diajarkan oleh para guru ketika memberikan materi
25
Wawancara dengan Rudi Hartono. Tanggal 26 Maret 2010.
70
tentang shalat, ketika Nabi takbir, beliau mengangkat kedua tangannya dengan
membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkan dan tidak pula
menggenggamkannnya), ujar salah seorang guru mata pelajaran fiqih kelas II
semester I (Observasi, 17/2/2010).
Hal yang demikian di atas, ketika satu kesempatan mendemonstrasikan
di depan kelas, para peserta didik langsung mengikuti, hanya saja ada beberapa
yang masih membutuhkan perhatian tersendiri terkait dengan tata cara yang benar
menggerakkan tangan ketika takbir. Pada posisi sedekap sebagaimana
pembelajaran yang diberikan guru mereka, para peserta didik pun memperagakan
posisi untuk tangan kanan di atas punggung telapak, pergelangan dan lengan
bawah kirinya serta pandangan mata menuju ketempat sujud, kemudian setelah
itu langsung disusul dengan membaca do’a Iftitah terus membaca membaca Al
Fatihah disambung dengan surat dari salah satu ayat Al Qur’an, di tengah-tengah
imam ketika selesai membaca surat Al Fatihah maka Imam ataupun makmum
membaca amin sebagai pertanda minta dikabulkannnya permohonan do’a ketika
shalat tersebut, guru juga memberikan informasi tentang membaca ta’awudz
sebelum membaca Al Fatihah (Observasi, 15/2/2010).
Kemudian, masih di dalam kesempatan praktek shalat, jika berjamaah
pada saat imam membaca dengan keras, makmumnya tidak membaca hanya
menyimaknya, menurut salah seorang guru bahwa diamnya makmum untuk
mendengarkan merupakan kesempurnaan bermakmum “ untuk shalat yang
imamnya tidak bersuara, makmum tetap membaca Fatihah karena Fatihah adalah
bacaan yang wajib dibaca ketika shalat. Di sela-sela praktek tersebut guru
memperhatikan, menyimak, menelaah setiap gerakan dan bacaan yang dilakukan
71
oleh peserta didik. Karena dengan begitu akan lebih mudah membetulkan jika
terdapat kesalahan gerak ataupun ucapan dari bacaan do’a-do’a ketika shalat.
Setelah membaca Al Fatihah dan surat dari Al Qur’an lalu berhenti
sejenak, kemudian mengangkat tangan kanan dan tangan kiri sambil
mengucapkankan Allahu Akbar, lalu ruku’ dengan posisi meletakkan kedua
telapak tangannya pada kedua lututnya (seolah-olah menggenggam kedua
lututnya) dengan meluruskan dan meratakan punggung, sehingga benar-benar
lurus, sembari guru mengibaratkan bila air dituangkandi atas punggung , air
tersebut tidak akan bergerak sebagaiman keterangan hadits yang diriwayatkan
oleh Tabrani, demikian penjelasan dari guru pembimbing praktek shalat
(Observasi, 15/2/2010).
Setelah membaca do’a ruku’, maka para siswa dianjurkan untuk berdiri
I’tidal sembari mengucapkan sami Allahu liman hamidah, sambil berdiri tegak.
Ketika I’tidal peserta didik berdiri lurus sampai setiap ruas tulang belakangnya
kembali kepada tempatnya, sambil berdiri tersenut membaca Allahu Akbar,
kemudian sampai ruas tulang belakangnya kembali mapan. Ketika sujud tersebut
harus menyertakan tujuh anggota badannya yaitu wajah, kedua telapak tangan,
kedua lutut dan kedua kakinya. Setelah selesai membaca do’a sujud kemudian
duduk di antara dua sujud, selanjutnya setelah membaca do’a duduk di antara dua
sujud lantas sujud lagi sebagaimana semula do’anya juga sama dengan sujud
yang pertama, sampai kepada duduk istirahat menjelang mau berdiri pada rakaat
berikutnya.
Jika rakaatnya tiga ataupun empat, maka di sana terdapat tasyahud awal,
posisinya duduk tasyahud sambil membaca do’a mengarahkan jari telunjuk ketika
duduk tasyahud dilanjutkan dengan tasyahud akhir di rakaat ketiga ataupun rakaat
72
keempat dengan berdo’a yang telah tertera di dalam buku-buku pedoman
(Observasi, 15/2/2010).
Terakhir setelah selesai membaca tasyahud akhir ditutup dengan salam
dengan gerakan tengok ke kanan dan kekiri dengan sempurna. Begitu selesai
salah seorang pembimbing praktek shalat tersebut memberikan pernyataan
sebagai berikut;
“Ketika proses-proses praktek seperti ini dengan pantauan guru yang
ketat, mau tidak mau anak-anak mentaati semua perintah kami, dari
mulai gerakan dan bacaan yang dibaca ketika shalat. Tetapi lain lagi
kondisinya jika hal demikian dipraktekkan secara langsung melalui
ibadah shalat lain waktu, maka kecenderungan yang usia kelas I, II, dan
bahkan III, masih relative belum bisa memenuhi target gerakan dan
bacaan sebagaimana waktu praktek shalat dilakukan”26
.
Kecenderungan yang sudah relative memenuhi unsur-unsur shalat yang benar
berdasarkan pembelajaran materi pembelajaran shalat adalah mereka yang berada
di kelas V sampai VI, karena usia dengan pola pikir serta sikap cenderung bisa
memenuhi target-target awal, walaupun hanya atau bary sebatas shalat dalam
pengertian formal, belum actual.
26
Wawancara dengan Dani. A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
73
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Pembelajaran Materi Fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono
Pembelajaran fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono secara umum meliputi
materi-materi mengenai fiqih ibadah. Baru pada kelas V ataupun VI peserta didik
mulai dikenalkan terhadap materi-materi fiqih muamalah. Secara paradigmatik,
materi pelajaran fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono disajikan dengan runtut dan
tematis yang pada pokoknya membicarakan tentang ibadah mahdhah dan ghairu
mahdhah.
Berbicara mengenai materi pembelajaran shalat di MIM Pantirejo,
Sukodono berdasarkan hasil observasi berperan serta (participant observation)
dan wawancara mendalam (indept interview) serta studi dokumentasi terhadap
para subyek dan informan, serta buku-buku panduan ataupun dokumen
pendukung lainnya, maka didapatkan hasil penelitian sebagai berikut.
Kompetensi dasar materi pembelajaran ilmu fiqih di MIM Pantirejo,
Sukodono adalah agar peserta didik mampu memahami pokok-pokok hokum
Islam yang fundamental yang dijadikan pedoman hidup dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Karena itu sejak mulai dari kelas I tersebut peserta didik
sudah dikenalkan dengan aspek-aspek terpenting dari instrument hokum Islam
yang berkaitan dengan hokum ibadah (fiqihul ibadah) yang menjadi basis
pembelajaran (learning basic) materi fiqih di Madrasah Ibtidaiyah.
Secara lebih khusus tentang materi pembelajaran ibadah shalat dari
mulai wudlu sampai dzikir dan do’a dibahas dengan tematis sebagai kerangka
dasar memahamkan peserta didik terhadap masalah-masalah yang berkaitan
74
dengan ibadah mahdhah, khususnya ibadah shalat (fardlu maupun sunah). Materi
shalat fardlu bagi peserta didik kelas I MIM Pantirejo, Sukodono tidaklah terlalu
asing dan juga tidak merupakan materi pembelajaran baru bagi mereka. Karena
sebagian besar peserta didik bahkan semuanya yang duduk bi bangku kelas I
tersebut telah mulai dikenalkan ketika mereka belajar di Taman Kanak-Kanak
(TK) sehingga hal tersebut lebih mudah bagi guru MIM Pantirejo, Sukodono di
dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Hanya yang menjadi problem dalam konteks ini adalah peserta didik
tersebut masih anak-anak, sehingga guru di sini dituntut untuk bisa
mengendalikan suasana pembelajaran yang arif dan bijaksana. Lebih-lebih secara
psikologis di antara masing-masing mereka terdapat keragaman (heterogenitas)
sikap dan perilaku yang secara tidak langsung juga membutuhkan penanganan
yang berbeda dan khusus pula.
Di dalam BAB III (penyajian data) telah diungkapkan mengenai perilaku
anak yang cenderung senang guyon dan bermain terutama peserta didik yang
duduk di kelas I ataupun II, bahkan III sekalipun. Tetapi hal tersebut tidak
menjadikan kendala yang berarti terutama secara kognitif bagi peserta didik
tersebut untuk mampu memahami materi pembelajaran fiqih yang diajarkan di
kelas.
Karena itulah, di MIM Pantirejo, Sukodono ini mulai kelas I sampai III
secara gradual diajarkan pada peserta didik untuk memahami tata cara
(khilafiyah) shalat menurut tuntunan syariat Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW, standart kompetensinya yaitu mampu melaksanakan shalat
dengan bacaan dan gerakan yang benar. Data di lapangan mengindikasikan
bahwa perilaku peserta didik di dalam menerima pembelajaran yang diberikan
75
yaitu mata pelajaran fiqih tersebut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya
peserta didik mampu menerima materi tersebut.
Metode pembelajaran yang digunakan guru disini berdasarkan
pengumpulan data di lapangan cenderung dominan menggunakan metode
ceramah, hal inilah yang berpengaruh terhadap kejenuhan para peserta didik,
sehingga mereka yang nota bene masih usia anak-anak relative lebih memilih
untuk guyon (bermain) dan kurang bisa focus terhadap materi yang diajarkan.
Karena jika ditilik dari psikologi kejiwaan, banyak juga peserta didik tersebut
lebih mudah bisa menerima materi pembelajaran bukan dari mendengarkan guru
berceramah, tetapi dengan demonstrasi ataupun dengan penugasan, diskusi serta
yang lainnya. Dan inilah yang harus ditangkap oleh guru sebagai peluang untuk
berkreasi memperkaya metode pembelajaran yang lebih actual dengan materi
yang diperbincangkan di dalam kegiatan belajar mengajar.
Terdapat implikasi yang signifikan materi tentang shalat ini dari mulai
kelas I semester I, diawali dari pembelajaran tentang syahadat, wudlu,
kebersihan, adzan, iqamah, dzikir dan do’a. Tema-tema tersebut tidak bisa
dilepaskan dari materi mengenai shalat, dan hal tersebut membutuhkan metode
ataupun strategi pembelajaran tersendiri berdasarkan kebutuhan di lapangan.
Rutinitas yang membelenggu seorang guru jangan sampai stagnan untuk
menciptakan suasana pembelajaran yng aktif, efektif dan mengenai sasaran.
Bila diamati lebih jauh terkait dengan pembahasan yang dipaparkan dari
bab sebelumnya, maka dapat dianalisis bahwa, model pendekatan seorang guru
dengan peserta didik yang masih duduk di bangku kelas I sampai III bahkan IV
adalah masih dominan pendekatan doktriner dan instruksi. Jadi di sini keberadaan
seorang guru masih berposisi sebagai determinan factor yang menjadi sentral
76
proses-proses pembelajaran di kelas. Bagaimana seorang guru bersikap terhadap
terhadap peserta didik yang masih anak-anak, cara memperlakukan peserta didik
ketika praktek wudlu atau shalat misalnya, para guru sepertinya harus lebih
proaktif memberikan bimbingan, arahan dan masukan terhadap peserta didik
tersebut, sehingga wajar jika yang muncul adalah perilaku ataupun sikap
pembelajaran yang identik dengan nuansa formal dan terstruktur sedemikian
rupa.
Inilah yang kemudian akan berdampak terhadap segi-segi psikomotorik
lebih-lebih afektif di dalam diri peserta didik, mereka akan cenderung
melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar secara procedural dan formal.
Pendekatan yang lazim dilakukan dalam konteks ini adalah bagaimana rambu-
rambu mata pelajaran fiqih di bab (kajian teori) yaitu pendekatan pembiasaan,
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan
ajaran Islam di mana dan kapanpun, jadi selagi masih usia anak-anak. Karena itu
perlu mendapatkan penekanan dan pengertian terhadap fungsi dan eksistensi
ibadah shalat bagi mereka. Kalau tidak demikian, maka dikemudian hari pula aka
nada kecenderungan untuk menganggap remeh dan enteng terhadap perintah
ibadah shalat tersebut.
Tetapi, hal tersebut akan lain jika dari dini upaya serius untuk mendidik,
membimbing dan mengarahkan peserta didik yang masih duduk di kelas I, II
bahkan III, maka melatih pembiasaan untuk melaksanakan kewajiban perintah
shalat itu akan menjadi akhlak atau tradisi yang amat terpuji.
77
B. Implikasi Pembelajaran Fiqih Terhadap Praktek ShalatMurid MIM Pantirejo,
Sukodono.
Untuk membedakan karakteristik dari dampak pembelajaran materi
fiqih, utamanya mengenai persoalan praktek shalat, maka berdasarkan analisis
yang berkembang di bab ini dikelompokkan menjadi dua. Pertama, adalah peserta
didik yang masih duduk di kelas I sampai III dan kedua, mereka yang sudah
berada di kelas IV sampai VI. Karena hal tersebut ini sekaligus akan
mengalokasikan proses kegiatan belajar mengajar tersebut berkaitan dengan
implikasi materi fiqih terhadap praktek shalat peserta didik.
Bagi peserta didik yang masih berada di kelas I sampai dengan kelas III,
mereka secara target pemahaman mengenai meteri pembelajaran shalat sedikit
banyak sudah memenuhi harapan dari tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena di
sini yang dominan adalah pendekatan doktriner dan instruktif, maka targetnya
adalah langsung menekankan kepada peserta didik untuk memperhatikan
pentingnya syariat shalat untuk diamalkan kepada hamba Allah yang beriman.
Kesan pertama yang dirasakan oleh seorang peserta didik adalah adanya
sedikit pressure ataupun sedikit paksaan yang dilakukan oleh seorang guru untuk
benar-benar menjadikan suasana pembelajaran sesuai dengan target yang
diharapkan; mulai dari lafal bacaan shalat, gerakan dalam shalat sampai tertib
sesuai dengan tata urutan rukun shalat. Bagaimana posisi sedekap, I’tidal, duduk
iftirasyi, duduj diantara dua sujud, duduk tasyahud, sampai dengan salam, semua
harus dilakukan dengan tertib dan benar.
Di dalam proses demonstrasi praktek shalat, seorang guru harus terus
memantau dan memberikan bimbingan, jika tidak demikian, maka kecenderungan
mereka untuk berperilaku di luar ketentuan praktek akan rawan, karena suasana
78
psikologis anak-anak yang rentan dengan bermain bebas tanpa adanya aturan
yang mengikat. Mereka bisa dan mampu melaksanakan praktek tersebut, tetapi
sifatnya masih instruktif dan velum pada kesadaran akan proses-proses
pembelajaran yang dilakukan tersebut, apalagi jika secara lebih jauh dilihat dari
aspek perilaku keseharian mereka, hubungannya dengan amalan shalat
sebagaimana pantauan orang tua murid ketika di rumah, maka masih banyak
perlu arahan untuk bisa melaksanakan shalat sesuai dengan tuntunan dan hakikat
peribadatan ssalat itu sendiri.
Kedua, peserta didik yang yang sudah duduk di bangku kelas IV samapi
dengan kelas VI mereka sudah relative bisa diajak berfikir secara rasional.
Karena itu pendekatan yang digunakan oleh seorang guru juga berbeda dengan
mereka yang masih duduk di kelas bawahnya. Secara pemahaman pemaknaan
tentang ajaran shalat jelas berbeda dengan kelas I, II ataupun III, di sinilah factor
usia dan tingkat kelas melalui proses-proses yang dibangun baik ketika di sekolah
ataupun di luar sekolah menajdi penentu perbedaan-perbedaan tersebut.
Berdasarkan rambu-rambu mata pelajaran fiqih, maka fungsi pendekatan
yang relevan dengan kelas IV sampai kelas VI yaitu pendekatan emosional dan
rasional serta fungsional. Di mana pendekatan emosional ini untuk menggugah
perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini dan menghayati ajaran
agamanya, pendekatan rasional berarti usaha untuk memberikan rasio (akal)
dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agamanya. Dan pendekatan
fungsional untuk menyajikan ajaran agama Islam dalam menekankan kepada segi
pemanfaatan bagi peserta didik di dalam kehidupan mereka sehari-hari..
Di antara beberapa upaya dan kriteria tersebut, tidak semua harus
mampu dikuasai oleh peserta didik. Tetapi dari kesadaran dan rasa tanggung
79
jawab baik secara rasional maupun fungsional sebagai seorang hamba yang
beriman, sudah barang tentu hal ini sedikit banyak bisa difahami oleh peserta
didik yang duduk di bangku kelas IV, V, dan VI. Lebih-lebih kelas VI, tentu akan
lebih mudah bagi guru yang menyampaikan pembelajaran shalat yang sesuai
dengan tuntunan syari’at Islam yang dilakukan dengan ikhlas dan khusyu’.
Tidak mudah melaksanakan sesuatu ibadah terutama shalat dengan
khusyu’ dan ikhlas siapapun orangnya apalagi masih usia sekolah dasar,
membutuhkan latihan dan pembiasaan yang dibarengi dengan kesebaran dan
keistiqamahan. Tetapi di sini peserta didik tersebut diharapkan sudah mampu
memahami dan menghayati perintah shalat itu sebagai sebuah kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh orang Islam yang beriman sebagai wujud syukur yang
tidak terhingga kepada Allah SWT yang telah tidak terhitung memberikansegala
karunia-Nya kepada manusia terutama orang muslim.
Jadi dari sini bisa dikatakan bahwa, pendekatan pembelajarannya sudah
lebih professional dan rasional, karena secara usia dan pengetahuan serta
pengalaman keagamaan antara mereka yang masih kelas I, II dan III, dengan
peserta didik yang sudah berada di kelas IV, V, dan VI. Tanpa diawasi pun
kesadaran itu sudah mulai timbul dengan sendirinya tanpa lebih jauh
mengintervensi hak-hak peserta didik untuk lebih mengembangkan kreativitasnya
secara lebih leluasa.
Begitu pula, dalam perilaku mereka sehari-hari, berdasarkan pengakuan
dari wali murid di depan, bahwa mereka yang masih di kelas I, II dan III tersebut
relative belum mampu menghayati amalan shalat itu sebagaimana tuntunan Islam
yang benar, walaupun ada juga yang diantara mereka yang sudah mulai bisa
berperilaku ke arah tersebut, terutama yang sudah kelas III, hanya secara umum
80
mereka masih belum bisa memasuki harapan dari tujuan pelaksanaan shalat itu
sendiri.
Lain dengan peserta didik yang sudah di kelas IV, V dan VI, terutama
yang berada di kelas VI MIM Pantirejo, Sukodono, mereka sudah mampu
mengaplikasikan ajaran fiqih shalat sebagaimana tuntunan yang diajarkan oleh
Islam, di samping juga masih tidak lepas dari segala kekurangan dan kelabilan
dari perilaku mereka, secara psikologis pun masih tergolong sebagai usia-usia
yang baru mau menuju dewasa.
Semua harus dilakukan secara bertahap dan terbimbing sehingga
kelabilan tersebut bisa diarahkan kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat
untuk diri mereka serta orang lain dalam batas-batas yang mereka mampu. Apa
yang bisa dan mampu mereka apresiasikan terhadap materi pelajaran fiqih
khususnya mengenai shalat dengan melakukan ibadah shalat tersebut secara tertib
dan benar dari segala lafal bacaan dan gerakan badan, maka hal itu sudah
memenuhi lebih dari standar kompetensi pembelajaran fiqih di MIM Pantirejo,
Sukodono, apalagi bisa lebih ditingkatkan ke jenjang yang lebih actual lagi.
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan data hasil penelitian serta analisis penelitian maka
disimpulkan sebagai berikut,
1. Materi pembelajaran fiqih baik dan lancar.
2. Praktek shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen, sudah baik.
3. Keberhasilan pembelajaran materi pelajaran fiqih, terutama pada materi shalat
akan berimbas kepada perilaku keseharian di dalam menjalankan aktifitasnya,
terutama bagi peserta didik cukup.
B. Implikasi Penelitian
Implikasi penelitian di sini bukan bermaksud menjawab masalah di
dalam focus penelitian ini, tetapi merupakan temuan lain dari aspek penting
penelitian. Adapun implikasi penelitiannya adalah sebagai berikut,
1. Keberhasilan pembelajaran materi pelajaran fiqih, terutama pada materi shalat
terhadap peserta didik, akan berimbas kepada perilaku keseharian mereka di
dalam menjalankan aktivitasnya, terutama bagi peserta didik yang sudah
mampu memahami dan memaknai arti penting dari perintah shalat tersebut.
2. Pembelajaran materi pelajaran fiqih selama ini relative dianggap second
priority (prioritas kedua) dibandingkan dengan pembelajaran metri pelajaran
umum, sedikit banyak akan meminimalisasikan image tersebut, jika para guru
dan warga sekolah bersungguh-sungguh melaksanakan pembelajaran yang
82
berbasic keagamaan. Karena lebih jauh manfaatnya adalah untuk peningkatan
dan pemberdayaan spiritualitas seseorang.
3. Di dalam pembelajaran, terdapat dua aspek penting sebagai target tercapainya
proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pertama, aspek intelektual yang
bersumber dari rasionalitas seseorang (peserta didik) untuk melihat dan
menerima setiap persoalan yang terjadi dan berkembang. Kedua, aspek
spiritualitas yang bersumber dari hati peserta didik untuk melihat, memaknai
dan menelaah setiap kejadian yang terjadi dan berkembang. Kerena itu materi
pembelajaran fiqih yang bermuatan dua aspek tersebut harus saling
memberikan penguatan dan perimbangan di dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta didik yang secara teori memaknai tata cara shalat, maka seyogyanya
dipraktekkan dan diamalkan di dalam kehidupan nyata, agar aspek
intelektualitas dan spiritualitas menjadi integral sehingga menjadi pilar yang
kokoh dan mencerahkan.
C. Saran
Saran ini di inspirasi dari hasil pembahasan dan analisis serta temuan
penelitian yang disajikan dalam penelitian ini, adapun saran-saran yang diberikan
adalah sebagi berikut,
1. Kepada warga sekolah umumnya dan MIM Pantirejo, Sukodono khususnya
untuk benar-benar membekali dasar-dasar keagamaan yang menjadi cirri
pokok pendidikan Islam, agar terwujud perilaku keberagamaan yang
membentuk keshalihan individu dan social.
2. Dinas yang membawahi lembaga-lembaga pendidikan Islam (DEPAG) untuk
lebih concern terhadap pembinaan mental spiritual di lingkungan pendidikan
83
Islam khususnya, agar pemberdayaan SDM senantiasa diikuti dengan
pemberdayaan IMTAQ yang mencerahkan.
3. Kepada masyarakat secara umum, khususnya yang beragama Islam untuk
benar-benar mengawasi, memantau dan membimbing putra-putri mereka agar
senantiasa menjaga komitmen moral.
4. Kepada para guru, khususnya yang mengampu mata pelajaran agama, untuk
terus tidak kenal lelah mendampingi, mengawasi, membimbing, mendidik dan
mencerdaskan spiritual peserta didik yang berlandaskan kepada hokum syariat
Islam yang benar.
5. Kepada para akademisi dan peneliti, untuk melanjutkan dan mencari prespektif
baru terhadap penelitian ini.
84
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghozali. 1992. Rahasia-Rahasia Shalat. Bandung: Kharisma.
Al Qolamani, Abu Dzar. 2002. Maka Kembalilah Kepada Allah. Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta.
Amir Syarifudin. 1997. Uslul Fiqih Jilid I. Jakarta : logos wacana Islam.
Bambang, Sumardjoko. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Tidak dipublikasikan.
Bogdan Robert C. dan Sari Knop Biklen. 1982. Qualitative Research for Education :
An Introduction to Thoery and Methods. Boston : Allyn and Bacon, Inc.
Depag RI. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum dan Hasil Belajar.
Jakarta: Depag.
Depag RI. Al Qur’an dan Terjemahnya. Khadimul Haramain ASyarifain, Wakaf
Pelayan Dua Tanah Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud. 2008.
Hasbi Assidiqy. 1996. Pedoman shalat. Jakarta: Bulan Bintang.
Hembing Wijaya Kusuma. 1996. Hikmah Shalat untuk pengobatan dan Kesehatan.
Jakarta: Pustaka Kartini.
Lexy Moleong. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
M. B. Miles dan Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Alih Bahasa
Rohidi. Jakarta: UI.
M. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Nazar Bakry. 1994. Fiqih dan Uslul Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Press.
Noeng Muhadjir. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin.
Sanapiah Faisal. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi, Arikunto. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Syafi’I Karim. 1995. Fiqih dan Uslul Fiqih. Jakarta: Pustaka Setia.
Syafi’I M. K. 1994. Pengantar Shalat Yang Khusyu’. Bandung: Rajawali Rosdakarya.
85
Lampiran Wawancara Survey
No. Nama Umur Pekerjaan Alamat Tanggal
Survey
1. Ika Noviayanti,
SPd.I.
39 tahun Guru Kuyang
Rt.02
5-3-2010
2. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala
MIM
Dulas
RT.O1
6-3-2010
3. Dewi
Retnoningsih,
SPd.I
35 tahun Guru Bendo
Rt.12
6-3-2010
4. Dani, A.Ma 40 tahun Guru Kuyang
Rt.02
11-3-2010
5. Heru Rohim,SPd 45 tahun Guru Pantirejo
Rt.11
11-3-2010
6. Dani, A.Ma. 40 tahun Guru Kuyang
Rt.02
17-3-2010
7. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala
MIM
Dulas
Rt.01
17-3-2010
8. Sa’adah Hayati,
A.Ma
48 tahun Guru Pantirejo
Rt.17
17-3-2010
9. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala
MIM
Dulas
Rt.01
26-3-2010
10. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala
MIM
Dulas
Rt.01
26-3-2010
11. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala
MIM
Dulas
Rt.01
26-3-2010
86
12. Samingan,A.Ma 60 tahun Kepala
MIM
Dulas
Rt.01
26-3-2010
13. Suyanto 40 tahun Modin Kuyang
Rt.02
26-3-2010
14. Istianah, SPd.I 38 tahun Guru Dulas
Rt.01
26-3-2010
15. Dewi Retno
Ningsih, SPd.I
35 tahun Guru Bendo
Rt.12
26-3-2010
16. Dewi Retno
ningsih, SPd.I
35 tahun Guru Bendo
Rt.12
26-3-2010
17. Sunarto, BA 55 tahun PPAI Kuyang
Rt.11
26-3-2010
18. Ika Noviayanti,
SPd.I
39 tahun Guru Kuyang
Rt.02
26-3-2010
19. Siswanta 11 tahun Siswa Kuyang
Rt.02
26-3-2010
20. Dani, A.Ma 40 tahun Guru Kuyang
Rt.02
26-3-2010
87
I. Identitas
1. Nama : Wagiman
2. Tempat/tanggal lahir : Sragen, 15 April 1963
3. Jenis Kelamin : Laki laki
4. Agama : Islam
5. Istri : Trimulyani
6. Anak :1.Hidayat Nurcahyanto Utomo, 2. Nuri Sholihin
7. Alamat : Corot Rt.07/II, Desa Tanggan, Gesi, Sragen
8. Nomor Telphon : 085 229 324 931
II. Pendidikan :
No. Tingkat Nama
Sekolah Tempat
Nama
Kepala
NO.STTB Tahun
STTB
1. SDN SDN I Tanggan Basuki XI.A.a.54978 1976
2. SMP SMP.Pemda Ngadirojo Karidi, BA XI.Bb.608662 1980
3. SMA SMA.Al
Islam
Tanon Drs.Sriwidodo 03.ocoh,0426520 1984
III. Pengalaman Bekerja :
1. Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Tangen,Sragen(tahun 1984-2006)
2. Penghulu Kantor Urusan Agama Kecamatan Jenar,Sragen ( tahun 2007-2008 )
3. Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Sukodono ( 2009- sekarang )
88
IV. Pengalaman Berorganisasi
1. Pengurus Ranting Muhammadiyah Desa Tanggan,Gesi,Sragen ( tahun1988-
1999 )
2. Pengurus Cabang Muhammadiyah Kecamatan Gesi,Sragen ( tahun 2000-
Sekarang ).
89
A. KELAS I
Standart Kompetensi : Mengenal dan mengamalkan lima rukun Islam, terbiasa
berperilaku hidup bersih, mampu berwudlu, dan mengenal shalat
fardlu.
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Menyebutkan lima rukun
Islam.
Menyebutkan lima rukun
Islam
Hafal lima rukun Islam.
Rukun Islam
Menjelaskan dan menghafal
arti Syahadatain
Melafalkan kalimat
Syahadatain
Mengartikan Syahadatain
Hafal Syahadatain dan
artinya
Syahadat
Terbiasa hidup bersih dan
sehat
Membedakan bersih dan
kotor
Memelihara kebersihan
badan, pakaian, rumah dan
lingkungan
Membedakan suci dan
najis
Menerapkan tata krama
buang air kecil dan air
besar
Membersihkan kubul dan
dubur setelah buang air
kecil dan besar
Hafal do’a sebelum dan
sesudah buang air
Kebersihan
Melaksanakan wudlu Melafalkan niat wudlu
Mempraktekkan wudlu
dengan benar
Wudlu
Menyebutkan nama-nama
shalat fardlu, jumlah rakaat
dan waktu pelaksanaannya
Menyebutkan nama-nama
shalat fardlu
Menyebutkan bilangan
rakaat shalat fardlu
Menyebutkan waktu
shalat fardlu
Shalat fardlu
90
B. KELAS II
Standart Kompetensi : Mampu melaksanakan shalat dengan menserasikan
bacaan, gerakan, dan mengerti syarat syah shalat dan yang
membatalkannya, melafalkan adzan dan iqamah, hafal bacaan qunut
dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan do’a
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Menjelaskan tata cara
pelaksanaan shalat fardlu
Hafal niat shalat fardlu
Hafal bacaan shalat fardlu
Memperagakan gerakan
shalat fardlu
Menserasikan gerakan
dengan bacaan shalat
fardlu
Mau melaksanakan shalat
fardlu dengan benar
Terbiasa melaksanakan
shalat fardlu
Tata cara shalat fardlu
Menyebutkan ketentuan
shalat fardlu
Menyebutkan syarat wajib
shalat
Menyebutkan syarat syah
shalat
Menyebutkan rukun shalat
Menyebutkan sunah shalat
Menyebutkan hal-hal yang
membatalkan shalat
Ketentuan shalat
fardlu
Melaksanakan adzan dan
iqomah dengan benar
Melafalkan bacaan adzan
dan iqomah
Mengartikan bacaan adzan
dan iqomah
Melafalkan jawaban
bacaan adzan dan iqomah
Melafalkan do’a setelah
adzan
Mempraktekkan adzan
dan iqomah
Mampu melaksanakan
azan dan iqomah
Adzan dan Iqomah
91
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Melaksanakan dzikir dan
do’a setelah shalat fardlu
Hafal bacaan istighfar,
tasbih, tahmid dan tahlil
Hafal do’a untuk kedua
orang tua
Hafal do’a bagi
keselamatan dunia akhirat
Mempraktekkan dzikir
sesudah shalat
Mempraktekkan do’a
setelah shalat fardlu
Dzikir dan do’a
92
C. KELAS III
Standart Kompetensi : Mampu memahami dan melaksanakan shalat berjamaah,
shalat jum’at, dan mengerti syarat syah dan sunahnya, shalat sunah
Rawatib, Tarawih, Witir dan Shalat Ied, dan memahami tata cara shalat
bagi orang sakit
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Melaksanakan shalat
berjamaah
Menyebutkan syarat syah
menjadi imam dan
makmum
Menyebutkan cara
member tahu imam yang
salah
Mempraktekkan shalat
berjamaah
Menyebutkan keutamaan
shalat berjamaah
Melaksanakan shalat
berjamaah
Shalat jamaah
Melaksanakan shalat Jum’at Menunjukkan hokum
shalat Jun’at
Menyebutkan syarat wajib
dan syah shalat Jum’at
Menunjukkan waktu
shalat jum’at
Menunjukkan hal-hal
yang disunahkan sebelum
shalat jum’at
Membiasakan shalat
jum’at
Shalat Jum’at
Memperagakan cara shalat
bagi orang sakit
Mempraktekkan cara
shalat dengan duduk
Mempraktekkan cara
shalat dengan berbaring
Shalat bagi orang sakit
93
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Melaksanakan shalat
tarawih dan witir
Hafal niat shalat tarawih
Menunjukkan waktu
shalat tarawih
Menyebutkan bilangan
rakaat shalat tarawih
Membiasakan shalat
tarawih
Hafal niat shalat witir
Menyebutkan bilangan
rakaat shalat witir
Menunjukkan waktu
pelaksaan shalat witir
Membiasakan shalat witir
Menyebutkan keutamaan
shalat witir
Shalat tarawih dan
witir
Melaksanakan shalat Iedul
Fitri dan Iedul Adha
Hafal niat shalat Iedul
Fitri dan Iedul Adha
Menunjukkan waktu
shalat Iedul Fitri dan Iedul
Adha
Melaksanakan tata cara
shalat Iedul Fitri dan Iedul
Adha
Shalat Ied
94
Rencana Pembelajaran
Mata Pelajaran : Fiqih
Kelas/Semester : MI kelas I/Semester 1
Waktu : 14 jam pelajaran (7x pertemuan)
A. Standar Kompetensi
Mengenal dan mengamalkan lima rukun Islam, terbiasa berperilaku hidup bersih,
mampu berwudlu, dan mengenal shalat fardlu.
B. Kompetensi Dasar
1. Menyebutkan lima rukun Islam.
2. Menjelaskan dan menghafal arti Syahadatain
3. Terbiasa hidup bersih dan sehat
4. Melaksanakan Wudlu
5. Menyebutkan nama-nama shalat fardlu, jumlah rakaat dan waktu
pelaksanaannya
C. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
Menyebutkan lima rukun Islam
Hafal lima rukun Islam.
Melafalkan kalimat Syahadatain
Mengartikan Syahadatain
Hafal Syahadatain dan artinya
Membedakan bersih dan kotor
Memelihara kebersihan badan, pakaian, rumah dan lingkungan
Membedakan suci dan najis
Menerapkan tata krama buang air kecil dan air besar
Membersihkan kubul dan dubur setelah buang air kecil dan besar
Hafal do’a sebelum dan sesudah buang air
Melafalkan niat wudlu
Mempraktekkan wudlu dengan benar
Menyebutkan nama-nama shalat fardlu
Menyebutkan bilangan rakaat shalat fardlu
Menyebutkan waktu shalat fardlu
D. Media Pembelajaran
1. Alat: Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.
95
E. Skenario Pembelajaran
a. Pendahuluan
1. Tadarus Al-Qur'an (5-10 menit).
2. Apersepsi dan motivasi belajar.
3. Menyampaikan tes awal (pre test)
4. Informasi indikator pencapaian hasil belajar.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang rukun Islam, Syahadatain, kebersihan, wudlu,
dan shalat fardlu.
2. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan.
c. Penutup
1. Menyimpulkan materi pembelajaran Bab 1.
2. Menyampaikan soal-soal tes akhir (post test)
3. Pemberian tugas mengerjakan soal-soal latihan Bab 1 pada buku
Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.
F. Penilaian
a. Prosedur
1. Penilaian proses belajar melalui observasi dan tugas.
2. Penilaian hasil belajar melalui tugas soal-soal latihan Bab 1, dan ulangan
harian.
b. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.
96
Rencana Pembelajaran
Mata Pelajaran : Fiqih
Kelas : MI kelas II
Waktu : 14 jam pelajaran (7x pertemuan)
A. Standar Kompetensi
Mampu melaksanakan shalat dengan menserasikan bacaan, gerakan, dan
mengerti syarat syah shalat dan yang membatalkannya, melafalkan adzan dan
iqamah, hafal bacaan qunut dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan do’a
B. Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan shalat fardlu
2. Menyebutkan ketentuan shalat fardlu
3. Melaksanakan adzan dan iqomah dengan benar
4. Melaksanakan dzikir dan do’a setelah shalat fardlu
C. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
Hafal niat shalat fardlu
Hafal bacaan shalat fardlu
Memperagakan gerakan shalat fardlu
Menserasikan gerakan dengan bacaan shalat fardlu
Mau melaksanakan shalat fardlu dengan benar
Terbiasa melaksanakan shalat fardlu
Menyebutkan syarat wajib shalat
Menyebutkan syarat syah shalat
Menyebutkan rukun shalat
Menyebutkan sunah shalat
Menyebutkan hal-hal yang membatalkan shalat
Melafalkan bacaan adzan dan iqomah
Mengartikan bacaan adzan dan iqomah
Melafalkan jawaban bacaan adzan dan iqomah
Melafalkan do’a setelah adzan
Mempraktekkan adzan dan iqomah
Mampu melaksanakan azan dan iqomah
Hafal bacaan istighfar, tasbih, tahmid dan tahlil
Hafal do’a untuk kedua orang tua
Hafal do’a bagi keselamatan dunia akhirat
Mempraktekkan dzikir sesudah shalat
Mempraktekkan do’a setelah shalat fardlu
97
D. Media Pembelajaran
1. Alat: Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.
E. Skenario Pembelajaran
a. Pendahuluan
1. Tadarus Al-Qur'an (5-10 menit).
2. Apersepsi dan motivasi belajar.
3. Menyampaikan tes awal (pre test)
4. Informasi indikator pencapaian hasil belajar.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang tata cara shalat fardlu,ketentuan shalat fardlu,
adzan dan iqomah dan dzikir dan do’a.
2. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan.
c. Penutup
1. Menyimpulkan materi pembelajaran Bab 1.
2. Menyampaikan soal-soal tes akhir (post test)
3. Pemberian tugas mengerjakan soal-soal latihan Bab 1 pada buku
Pendidikan Agama Islam MI Kelas II, Penerbit Erlangga.
F. Penilaian
a. Prosedur
1. Penilaian proses belajar melalui observasi dan tugas.
2. Penilaian hasil belajar melalui tugas soal-soal latihan Bab 1, dan ulangan
harian.
b. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.
98
Rencana Pembelajaran
Mata Pelajaran : Fiqih
Kelas : MI kelas III
Waktu : 14 jam pelajaran (7x pertemuan)
G. Standar Kompetensi
Mampu memahami dan melaksanakan shalat berjamaah, shalat jum’at, dan
mengerti syarat syah dan sunahnya, shalat sunah Rawatib, Tarawih, Witir dan
Shalat Ied, dan memahami tata cara shalat bagi orang sakit
H. Kompetensi Dasar
6. Memperagakan cara shalat bagi orang sakit
7. Melaksanakan shalat tarawih dan witir
8. Melaksanakan shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
9. Melaksanakan shalat berjamaah
10. Melaksanakan shalat Jum’at
I. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
Menyebutkan syarat syah menjadi imam dan makmum
Menyebutkan cara member tahu imam yang salah
Mempraktekkan shalat berjamaah
Menyebutkan keutamaan shalat berjamaah
Melaksanakan shalat berjamaah
Menunjukkan hokum shalat Jun’at
Menyebutkan syarat wajib dan syah shalat Jum’at
Menunjukkan waktu shalat jum’at
Menunjukkan hal-hal yang disunahkan sebelum shalat jum’at
Membiasakan shalat jum’at
Mempraktekkan cara shalat dengan duduk
Mempraktekkan cara shalat dengan berbaring
Hafal niat shalat tarawih
Menunjukkan waktu shalat tarawih
Menyebutkan bilangan rakaat shalat tarawih
Membiasakan shalat tarawih
Hafal niat shalat witir
Menyebutkan bilangan rakaat shalat witir
Menunjukkan waktu pelaksaan shalat witir
Membiasakan shalat witir
Menyebutkan keutamaan shalat witir
Hafal niat shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
99
Menunjukkan waktu shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
Melaksanakan tata cara shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
J. Media Pembelajaran
1. Alat: Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.
K. Skenario Pembelajaran
a. Pendahuluan
1. Tadarus Al-Qur'an (5-10 menit).
2. Apersepsi dan motivasi belajar.
3. Menyampaikan tes awal (pre test)
4. Informasi indikator pencapaian hasil belajar.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang shalat jamaah, shalat Jum’at, shalat bagi orang
sakit, shalat tarawih dan witir, dan shalat Ied.
2. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan.
c. Penutup
1. Menyimpulkan materi pembelajaran Bab 1.
2. Menyampaikan soal-soal tes akhir (post test)
3. Pemberian tugas mengerjakan soal-soal latihan Bab 1 pada buku
Pendidikan Agama Islam MI Kelas III, Penerbit Erlangga.
L. Penilaian
a. Prosedur
1. Penilaian proses belajar melalui observasi dan tugas.
2. Penilaian hasil belajar melalui tugas soal-soal latihan Bab 1, dan ulangan
harian.
b. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.