SKRIPSI
PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL
PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
Oleh:
YOSI DHEMAS LARASATI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
i
SKRIPSI
PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL
PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
Oleh:
YOSI DHEMAS LARASATI
NIM. 101111373
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
ii
PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan
diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
pada tanggal 28 Juli 2015
Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S.
NIP 195603031987012001
Tim Penguji
1. Siti Rahayu Nadhiroh, S.KM., M.Kes.
2. Sho’im Hidayat, dr., M.S.
3. Terubus, S.Kep., Ns., M.KKK
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
iii
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Oleh :
YOSI DHEMAS LARASATI
NIM 101111373
Surabaya, 7 Agustus 2015
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Departemen, Pembimbing,
Mulyono, S.KM., M.Kes. Sho’im Hidayat dr., M.S.
NIP 195509191981031003 NIP 195411271985021001
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
iv
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Yosi Dhemas Larasati
NIM : 101111373
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenjang : Sarjana (S1)
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:
“PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS
FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA”
Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah diterapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surabaya, 14 Juli 2015
Yosi Dhemas Larasati
NIM 101111373
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH
PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU
PEKERJA DI PT X SURABAYA” sebagai salah satu persyaratan akademis
dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.
Dalam skripsi ini dijabarkan tentang analisis pengaruh debu batubara
terhadap kondisi faal paru pekerja di bagian boiler PT X. Berdasarkan hasil
pengukuran faal paru dan hasil pengukuran kadar debu di bagian boiler serta
dibandingkan dengan kondisi faal paru pekerja bagian lain yang tidak terpapar
debu batubara, maka akan dapat diketahui seberapa besar potensi paparan debu
batubara tersebut untuk menimbulkan risiko gangguan faal paru pada pekerja.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Sho’im
Hidayat, dr., M.S., selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan
arahan, koreksi, dan saran serta memberikan waktunya untuk berdiskusi melalui
pertemuan langsung hingga terwujudnya skripsi ini.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
2. Mulyono, S.KM., M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
3. Ibu, Bapak, Mas Bimo, dan nenek yang selalu memberikan doa, dukungan,
dan semangat kepada penulis.
4. Jajaran direksi PT X yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan
penelitian di PT X.
5. EHFS Team PT X Surabaya, yaitu Bapak Arifin, Pak Intaha, Mas Dedy, Mas
Ardi, Pak Parno, Pak Choirudin, Pak Kosim, Mas Sihab, Mas Dany, Pak Ali,
dan Pak Yanto yang telah memberikan arahan dan bantuan selama penelitian.
6. Bapak Benny dan Bapak Muslikan serta seluruh responden yang terhormat,
terimakasih atas waktu dan kesediaan membantu penelitian ini.
7. Ibu Diah dan Ibu Mahmudah yang dengan sabar memberikan bimbingan
statistik.
8. Sahabat RAS (Risnia, Fara, Marta, Windy, Denov, Santi, Olin, Oma Ifa, Zia,
dan Fenty), Rezza, Marcel, dan Dewi, Adyra, Azzah, Budi, Kirwan, Laila,
Tutus, dan Clairine yang selalu membantu dan menemani di segala situasi.
9. Teman-teman seangkatan 2011 FKM UA.
Semoga Allah SWT. memberikan kebaikan atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun
pihak lain yang memanfaatkan.
Surabaya, Juli 2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
vi
ABSTRACT
Coal dust can cause impaired lung function and even pneumoconiosis which
led to irreversible lung damage. PT X is one of the industries that use coal as the
fuel for its boiler. Boiler unit’s workers have the risk of impaired lung function
because of the long-term inhalation of coal dust. The objective of this study was to
analyze the effect of coal dust exposure to the worker’s lung function.
This was a desciptive study with cross sectional design. Data was collected
by giving questionnaires, dust levels measurement, and the lung function test. The
population of this study were 11 workers at boiler unit and 11 workers at packaging
warehouse office. Data was analyzed by multiple linear regression to determine the
most dominant variable.
The boiler unit’s workers had three times greater risk than packaging
warehouse office’s workers to experience impaired lung function. But, the coal dust
effect to that damage might be low. The average of the coal dust level at boiler unit
was 0,4174 mg/m3. The multiple linear regression showed the most dominant factor
that affected to the %FEV1 value of boiler unit’s workers was the cigarette dose (β=
-0,522) and the exercise habits (β= -0,779) for %FVC value. Besides, the most
dominant factor that affected to the %FEV1 value of packaging warehouse’s
workers was age (β= -0,515) and duration of employment (β= 0,595) for %FVC
value.
The boiler unit’s workers had three times greater risk than packaging
warehouse office’s workers to experience impaired lung function even though the
effect of coal dust exposure estimated was low. Workers at boiler unit that have
impaired lung function must be rotated to another workplace where there is no coal
dust exposure and highly recommended that they have to stop smoking.
Key words : lung function, coal dust, smoking habit
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
vii
ABSTRAK
Batubara adalah bahan bakar fosil yang berpotensi menghasilkan debu
batubara yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru hingga penyakit
pneumokoniosis. PT X merupakan salah satu industri di Surabaya yang
menggunakan mesin boiler berbahan batubara sehingga pekerja di bagian tersebut
yang menginhalasi debu batubara dalam waktu lama berisiko mengalami gangguan
faal paru. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh paparan debu batubara
terhadap status faal paru pekerja di PT X.
Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif dengan rancang bangun
cross sectional. Data penelitian ini didapatkan dengan memberikan kuisioner,
pengukuran kadar debu di bagian boiler PT X, serta tes faal paru. Populasi
penelitian ini adalah 11 pekerja bagian boiler dan 11 pekerja bagian kantor
packaging warehouse. Data dianalisis menggunakan regresi linier dengan
membaca nilai koefisien regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja bagian boiler tiga kali lebih
berisiko mengalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja bagian kantor
packaging warehouse. Namun, pengaruh paparan debu batubara terhadap gangguan
faal paru tersebut diperkirakan kecil. Kadar debu rata-rata di bagian boiler adalah
0,4174 mg/m3. Hasil analisis regresi linier menunjukkan faktor yang paling
dominan mempengaruhi status faal paru responden bagian boiler adalah dosis rokok
untuk %FEV1 (β= -0,522) dan kebiasaan olahraga untuk %FVC (β= -0,779).
Sedangkan, pada responden bagian kantor packaging warehouse yang paling
dominan mempengaruhi nilai %FEV1 adalah usia (β= -0,515) dan masa kerja untuk
nilai %FVC (β= 0,595).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pekerja di bagian boiler berisiko tiga
kali lebih besar untuk mengalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja di
bagian kantor packaging warehouse meskipun pengaruh debu batubara terhadap
gangguan tersebut kemungkinannya rendah. Pihak manajemen PT X harus
memindahkan pekerja bagian boiler yang mengalami gangguan faal paru ke lokasi
kerja lain yang tidak terdapat paparan debu dan menyarankan pekerja di bagian
boiler untuk berhenti merokok.
Kata kunci: status faal paru, debu batubara, kebiasaan merokok
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRACT vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 6
1.3 Rumusan Masalah 8
1.4 Tujuan Penelitan 8
1.4.1 Tujuan Umum 8
1.4.2 Tujuan Khusus 8
1.5 Manfaat Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1 Debu 10
2.1.1 Pengertian Debu 10
2.1.2 Jenis-Jenis Debu 11
2.1.3 Sifat-Sifat Debu 12
2.1.4 Dampak Paparan Debu terhadap Saluran Pernapasan 12
2.2 Batubara 16
2.2.1 Pengertian Batubara 16
2.2.2 Jenis-jenis Batubara 17
2.2.3 Karakteristik Batubara 18
2.2.4 Nilai Ambang Batas Debu Batubara 20
2.2.5 Penyakit Paru Kerja Akibat Debu Batubara 21
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Manusia 23
2.3.1 Anatomi Pernapasan Manusia 23
2.3.2 Fisiologi Pernapasan Manusia 27
2.3.3 Patofisiologi 29
2.4 Pemeriksaan Faal Paru 30
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru 34
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 40
BAB IV METODE PENELITIAN 42
4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian 42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian . 42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 42
4.3.1 Populasi Penelitian 42
4.3.2 Sampel Penelitian 43
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
ix
4.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran 43
4.5 Teknik dan Instrumen pengumpulan data 46
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 51
4.6.1 Teknik Pengolahan Data 51
4.6.2 Teknik Analisis Data 52
BAB V HASIL PENELITIAN 53
5.1 Gambaran Umum PT X 53
5.1.1 Profil PT X 53
5.1.2 Kegiatan di Bagian Boiler dan Packaging WH PT X 54
5.2 Gambaran dan Perbedaan Karakteristik Responden 55
5.2.1 Usia Responden 56
5.2.2 Masa Kerja Responden 57
5.2.3 Status Gizi Responden 58
5.2.4 Kebiasaan Merokok Responden 59
5.2.5 Kebiasaan Olahraga Responden 60
5.3 Hasil Pengukuran Kadar Debu Batubara 61
5.4 Gambaran Status Faal Paru Responden 63
5.5 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1
dan %FVC Responden di PT X 64
BAB VI PEMBAHASAN 68
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 78
7.1 Kesimpulan 78
7.2 Saran 78
DAFTAR PUSTAKA 80
LAMPIRAN 83
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
x
DAFTAR TABEL
Nomor Judul tabel Halaman
2.1 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Faal Paru Berdasarkan Balai
UPTK3 Surabaya
33
4.1 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran 43
5.1 Distribusi Usia Responden di PT X Tahun 2015 56
5.2 Gambaran Perbedaan Statistik Usia Responden di PT X
Tahun 2015
56
5.3 Distribusi Masa Kerja Responden di PT X Tahun 2015 57
5.4 Gambaran Perbedaan Statistik Masa Kerja Responden di PT
X Tahun 2015
57
5.5 Distribusi Status Gizi Responden di PT X Tahun 2015 58
5.6 Gambaran Perbedaan Statistik IMT Responden di PT X
Tahun 2015
59
5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Status Perokok
Responden di PT X Tahun 2015
59
5.8 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Dosis Rokok
Responden di PT X Tahun 2015
60
5.9 Distribusi Kebiasaan Olahraga Responden di PT X Tahun
2015
61
5.10 Hasil Pengukuran Kadar Debu di Area Boiler Batubara PT
X Tahun 2015
61
5.11 Frekuensi Keluhan Subjektif Responden di PT X Tahun
2015
62
5.12 Distribusi Status Faal Paru Responden di PT X Tahun 2015 63
5.13 Gambaran Perbedaan Statistik % FEV1 dan %FVC
Responden PT X Tahun 2015
64
5.14 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1
dan %FVC pada Kelompok Terpapar dan Tidak Terpapar
Debu Batubara di PT X, Tahun 2015
65
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
2.1 Kurva aliran volume pada berbagai kondisi: O, kelainan
obstruktif; R(P), kelainan restriktif parenkimial; R(E) kelainan 34
restriktif ekstraparenkimal dengan keterbatasan pada
inspirasi dan ekspirasi.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
1 Surat Izin Penelitian dari FKM Universitas Airlangga 84
2 Surat Izin Penelitian dari PT X 84
3 Sertifikat Laik Etik 85
4 Lembar Penjelasan Sebelum Penelitian 86
5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 89
6 Kuisioner Penelitian 90
7 Hasil Pengukuran Kadar Debu di Bagian Boiler 93
8 Hasil Pemeriksaan Faal Paru 94
9 Output SPSS 96
10 Dokumentasi Penelitian 109
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Daftar Arti Lambang
% = Persen
/ = per
+ = tambah
- = negatif/kurang
≤ = kurang dari sama dengan
> = lebih dari
β = koefisien regresi
β0 = Intercept
Daftar Singkatan
ACGIH = American Conference of Governmental Industrial Hygienist
APP = Alat Pelindung Pernapasan
CDC = Centers for Disease Control and prevention
FEV1 = Forced Expiration Volume 1 second
FVC = Forced Vital Capacity
VC = Vital capacity
TLC = Total Lung Capacity
VT = Volume Tidal
ERV = Expiration Residual Volume
IRV = Inspiration Residual Volume
RV = Residual Volume
IC = Inspiratory Capacity
FRV = Functional Residual Volume
NAB = Nilai Ambang Batas
MVV = Maximal Voluntary Ventilation
ILO = International Labour Organization
IMT = Indeks Masa Tubuh
NIOSH = National Institute of Occupational Safety and Health
SCBA = Self-Contained Breathing Apparatus
SNI = Standar Nasional Indonesia
COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Disease
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Batubara adalah material mudah terbakar berwarna coklat sampai
kehitaman yang terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan dan tertimbun
bebatuan selama jutaan tahun. Batubara merupakan bahan bakar fosil yang
jumlahnya paling melimpah sehingga sering digunakan sebagai bahan bakar
mesin ketel uap (boiler) di industri. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar
tersebut menghasilkan debu yang menjadi salah satu sumber polutan udara di
kawasan industri. Paparan debu batubara setiap hari dalam waktu lama dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja berupa gangguan saluran pernapasan hingga
penyakit pneumokoniosis (Government of Alberta, 2010).
Beberapa negara di dunia telah menetapkan NAB untuk debu batubara.
Angkanya bervariasi, US menetapkan 2 mg/m3, di Turki 5 mg/m3, dan di United
Kingdom 7 mg/m3. Sementara itu, ACGIH menetapkan NAB yang berbeda untuk
batubara sesuai jenisnya, yaitu 0,4 mg/m3 untuk jenis anthracit dan 0,9 mg/m3
jenis bituminous. Standar internasional menganut ketetapan 2 mg/m3 sebagai NAB
debu batubara (Onder dkk, 2009). Semua ketetapan tersebut lebih rendah
dibanding dengan ketetapan NAB debu umum karena debu batubara lebih
berbahaya dibandingkan debu secara umum. Peraturan SNI 19-0232-2005 tentang
NAB zat kimia di udara tempat kerja juga menyebutkan NAB untuk debu
batubara adalah 2 mg/m3. Namun, banyak industri di Indonesia yang masih
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
2
mengacu pada NAB debu secara umum yang tercantum dalam Permenakertrans
Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor fisika dan kimia di tempat
kerja, yaitu 10 mg/m3, untuk area boilernya yang menggunakan batubara. Hal itu
membuat kemungkinan kadar paparan debu batubara di berbagai tempat kerja di
Indonesia lebih tinggi dari 2 mg/m3 sehingga peluang terjadinya gangguan saluran
pernapasan terhadap pekerjanya lebih tinggi.
Gangguan saluran pernapasan yang dialami oleh pekerja yang terpapar
debu batubara secara berulang dalam waktu lama dapat berupa obstruksi, restriksi,
maupun campuran keduanya. Obstruksi merupakan efek nonspesifik dari paparan
debu batubara karena obstruksi dapat pula terjadi karena paparan selain debu
batubara. Obstruksi dapat terjadi jika debu yang terhirup menumpuk di jaringan
epitel saluran pernapasan dan menyebabkan inflamasi. Akibat inflamasi tersebut
saluran pernapasan menyempit sehingga aliran udara terhambat. Debu batubara
bersifat fibrogenik dapat menimbulkan efek spesifik berupa fibrosis jaringan
interstisial paru, yaitu pembentukan jaringan ikat fibrosa yang dapat menurunkan
elastisitas alveolus. Penurunan elasititas alveolus ini membuat volume udara yang
ditampung alveolus berkurang sehingga terjadi restriksi paru (Suyono, 1995).
Restriksi paru merupakan salah satu indikasi terjadinya penyakit
pneumokoniosis. Debu asbes, silika, dan batubara merupakan penyebab utama
pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan penyakit paru akibat kerja kronis
yang disebabkan oleh inhalasi debu batubara dalam waktu lama, dimana memicu
terjadinya inflamasi alveolus dan akhirnya menghasilkan kerusakan paru (CDC,
2012). Pneumokoniosis pada pekerja yang terpapar debu batubara disebut coal
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
3
workers’ pneumokoniosis atau antrakosis. Prevalensi antrakosis diperkirakan akan
meningkat seiring dengan terus meluasnya area pertambangan batubara dan
perkembangan industri. Pada debu batubara sering terdapat pula debu silika
sehingga risiko terjadinya pneumokoniosis menjadi lebih besar. Fibrosis pada
antrakosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun berhenti
progresivitasnya meskipun paparan debunya sudah dihilangkan sehingga sering
berujung pada kematian akibat kegagalan fungsi paru (Susanto, 2011).
Pemeriksaan untuk diagnosis antrakosis umumnya mahal dan rumit
sehingga jarang industri yang memfasilitasi pemeriksaan tersebut untuk
pekerjanya yang terpapar batubara. Hal itu membuat jumlah kasus antrakosis di
Indonesia tidak diketahui secara pasti. Terdapat tiga cara diagnosis, yaitu
pemeriksaan faal paru, analisis debu penyebab, dan pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan faal paru merupakan cara diagnosis yang paling sering dilakukan
dibandingkan yang lainnya karena lebih murah dan mudah (Susanto, 2011).
Analisis debu penyebab dilakukan untuk melihat debu mineral atau produk
metabolismenya yang terdapat dalam makrofag. Pemeriksaan radiologi dengan
foto toraks dan CT scan untuk melihat gambaran fibrosis yang terjadi dan ada
tidaknya opasitas halus pada zona paru atas yang merupakan ciri dari antrakosis.
Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri. Spirometri
dapat menunjukkan kapasitas volume paru seseorang sehingga dapat mendeteksi
obstruksi, restriksi, maupun campuran keduanya. Antrakosis berhubungan dengan
kelainan restriksi karena terjadi fibrosis pada paru. Namun, pemeriksaan dengan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
4
spirometri ini tidak dapat memberikan kepastian bahwa gangguan faal paru yang
terjadi merupakan akibat dari paparan debu batubara atau bukan (Susanto, 2011).
Data tentang prevalensi antrakosis bervariasi di tiap negara di dunia. Hasil
penelitian di Amerika menunjukkan adanya peningkatan prevalensi kematian
akibat antrakosis pada pekerja tambang batubara, yaitu 471 kasus pada tahun 2008
menjadi 486 kasus pada tahun 2010 (CDC, 2014). Usia pekerja yang terkena
antrakosis berat relatif masih muda, yaitu dibawah 50 tahun (NIOSH, 2011). Di
China, kasus antrakosis sebesar 48% dari total kasus pneumokoniosis (Liu dkk,
2009). Di Australia, terdapat lebih dari 1000 kasus pneumokoniosis dimana 6%-
nya merupakan pneumokoniosis batubara (Smith dan Leggat, 2006).
Di Indonesia, data nasional tentang prevalensi antrakosis masih belum ada.
Data yang ada masih terbatas pada penelitian-penelitian berskala lokal pada
berbagai industri yang berisiko terjadi gangguan saluran pernapasan akibat
batubara. Prevalensi gangguan saluran pernapasan pada pekerja suatu tambang
batubara, yaitu 6% obstruksi dan 7,8% restriksi (Razi dkk, 2008). Sebesar 54,9%
pekerja yang berada di bagian coal handling PT PJB unit pembangkit Paiton
mengalami gangguan faal paru restriktif (Puspita, 2011). Hasil penelitian lain
pada pekerja boiler batubara di PT Indo Aciditama Tbk. sebanyak 25%
mengalami restriksi ringan, 65% mengalami restriksi sedang, dan 10% lainnya
normal (Asna, 2013). Semua hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat
pekerja yang mengalami restriksi paru dan berhubungan dengan paparan debu
batubara. Hal tersebut tidak dapat diabaikan bahwa kemungkinan pekerja tersebut
dapat mengalami antrakosis.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
5
Mengingat bahwa gangguan faal paru akibat inhalasi debu batubara
bersifat irreversible dan dapat berujung fatal, maka mencegah terjadinya paparan
terhadap debu batubara merupakan hal terpenting. Pencegahan dapat dilakukan
dengan melakukan penyemprotan air di area penyimpanan batubara, pengaturan
ventilasi yang bagus, serta regulasi penggunaan alat pelindung pernapasan. Selain
itu juga harus ada program surveilens kesehatan melalui pemeriksaan faal paru
pekerja yang berfungsi untuk diagnosis dini sebagai langkah pencegahan
selanjutnya. Diagnosis dini bermanfaat agar gangguan faal paru yang terdeteksi
segera mendapatkan perawatan untuk mencegah atau memperlambat progesivitas
fibrosis parunya. (Fiswick, 2008).
Telah lama diketahui bahwa pekerja yang bekerja di area berdebu seperti
pengolahan batubara lebih mungkin megalami gangguan faal paru dibandingkan
pekerja di area lain (Jones dkk, 2002). PT X merupakan salah satu industri yang
mempunyai dua buah boiler berbahan bakar batubara yang beroperasi penuh
selama 24/hari. Sebesar 11 orang pekerja boiler PT X yang terbagi ke dalam tiga
shift kerja setiap harinya terpapar langsung debu batubara ketika loading-
unloading batubara, crusher, pemasukan batubara ke dump hopper, dan
pembersihan stop plant boiler. Pekerja di bagian boiler tersebut tidak semuanya
patuh menggunakan respirator secara rutin saat bekerja sehingga risiko
mengalami gangguan faal paru lebih tinggi. Namun, tidak menutup kemungkinan
pekerja di bagian lain yang tidak terpapar debu batubara langsung juga mengalami
gangguan faal paru. Hal tersebut karena kondisi faal paru seseorang dipengaruhi
oleh berbagai faktor lain yang meliputi karakteristik individu. Karakteristik
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
6
individu terdiri dari umur, ukuran tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, dan
kebiasaan olahraga (Harrington, J.M dan Gill, 2005).
Pada masa anak-anak hingga usia 24 tahun paru manusia masih
berkembang seiring pertambahan usia. Namun, pada usia 30 tahun biasanya
fungsi paru sudah mulai menurun secara gradual sekitar 20 ml tiap tahunnya
(Guyton, 1997). Merokok dapat mengakibatkan hipertrofi sel mukosa dan
bertambahnya kelenjar mukus sehingga terjadi obstruksi saluran pernapasan.
Orang yang merokok dengan dosis ≥ 20 batang perhari berisiko enam kali lipat
terkena bronkitis kronis dibandingkan bukan perokok (Menezes dkk, 1994).
Interpretasi hasil pemeriksaan fungsi paru pekerja harus mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut untuk menentukan gangguan fungsi paru yang terjadi
disebabkan oleh paparan debu batubara atau bukan.
1.2 Identifikasi Masalah
PT X adalah industri manufaktur dan agribisnis yang memproduksi
minyak goreng dan margarin dari crude palm oil (CPO). PT X menggunakan dua
buah boiler dengan bahan bakar batubara untuk menghasilkan uap panas bagi
mesin produksi di refinery 1, refinery 2 dan refinery 3. Sebanyak 11 orang pekerja
di bagian boiler yang terbagi ke dalam 3 shift, mempunyai risiko lebih besar untuk
mengalami gangguan faal paru dibandingkan pekerja di PT X pada bagian lain
karena setiap hari terpapar debu batubara langsung pada saat melakukan loading-
unloading batubara, crusher, pemasukan batubara ke dump hopper, dan
pembersihan stop plant boiler.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
7
Data dari laporan hasil pengukuran debu semester II tahun 2014 PT X
menunjukkan konsentrasi debu dan partikulat di area boiler batubara < 0,001 mg/
m3, di cerobong batubara 210 mg/Nm3, dan pada gudang penyimpanan batubara
0,033 mg/Nm3. Meskipun kadar debu yang terukur masih di bawah NAB, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa pekerja dibagian boiler yang bertahun-tahun
terpapar debu batubara mengalami gangguan faal paru. Gangguan faal paru
diawali dengan adanya gejala gangguan sistem pernapasan. Kemungkinan pekerja
bagian boiler mengalami gangguan faal paru tersebut diperkuat oleh data hasil
monitoring kesehatan rutin maupun data kunjungan karyawan ke poliklinik
perusahaan selama Maret 2014 - Maret 2015 yang menunjukkan bahwa keluhan
penyakit tertinggi pekerja adalah ISPA. Menurut Suma’mur (2011), gejala pada
gangguan faal paru atau pneumokoniosis antara lain batuk kering, sesak napas,
banyak dahak, dan kelelahan umum dimana gejala tersebut mirip dengan ISPA.
Selama ini belum ada data mengenai pemeriksaan kesehatan khusus
terhadap faaal paru pekerja bagian boiler PT X. Berdasarkan Permenaker Trans
No. Per.02/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam
penyelenggaraan keselamatan kerja, terdapat kewajiban melakukan pemeriksaan
kesehatan khusus yang dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh dari
pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan khusus
tersebut dapat dilakukan pada tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu
mengenai gangguan kesehatannya.
Selain karena paparan debu batubara, gangguan faal paru pekerja juga
dipengaruhi oleh faktor karakteristik pekerja yang meliputi usia, masa kerja, lama
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
8
paparan, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan alat pelindung
pernapasan, kebiasaan olah raga, dan riwayat penyakit saluran pernapasan. Oleh
karena itu, sebagai pembanding kondisi faal paru pekerja bagian boiler yang
terpapar langsung debu batubara diperlukan pemeriksaan terhadap kondisi faal
paru pekerja lain yang tidak terpapar langsung oleh debu batubara, yaitu pekerja
bagian kantor packaging warehouse, sehingga dapat terlihat risiko relatif
gangguan faal paru pada pekerja bagian boiler dibandingkan dengan pekerja di
bagian lain.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahannya yaitu “Apakah terdapat pengaruh paparan debu
batubara terhadap status faal paru pada pekerja di PT X Surabaya?”.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh paparan debu batubara terhadap status faal paru pekerja di PT X
Surabaya.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini, antara lain:
1. Mengidentifikasi perbedaan karakteristik pekerja (umur, masa kerja, status
gizi, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga) bagian boiler dan bagian
packaging warehouse PT X.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
9
2. Mengidentifikasi konsentrasi paparan debu di bagian boiler dan bagian
packaging warehouse PT X.
3. Mengidentifikasi gambaran faal paru pekerja di bagian boiler dan bagian
packaging warehouse PT X.
4. Menganalisis pengaruh paparan debu batubara, umur, masa kerja, status
gizi, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga terhadap status faal paru
pekerja di bagian boiler dan bagian packaging warehouse PT X.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi beberapa pihak, antara lain:
1. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai kondisi faal paru
perkerja yang terpapar debu batubara dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi faal paru tersebut sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk program kesehatan terkait faal paru pekerja.
2. Bagi penulis
Melatih kemampuan dalam menganalisis permasalahan kesehatan dan
keselamatan kerja serta menambah wawasan peneliti tentang pengaruh
paparan debu batubara terhadap kondisi faal paru pekerja.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi tambahan bagi
penelitian-penelitian terkait pada masa mendatang.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Debu
2.1.1 Pengertian Debu
Debu adalah partikel zat kimia padat yang terbentuk akibat adanya
kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, penghalusan,
pengepakan secara cepat, peledakan dan sejenisnya dari suatu benda organis
maupun anorganis, misalnya batubara, kayu, bijih logam, kapur, dan batu. Sifat
debu tersebut adalah tidak berflokulasi (tidak menggumpal) kecuali jika ada gaya
tarikan elektris, tidak berdifusi, dan dapat mengendap akibat adanya gaya
gravitasi bumi (Suma’mur, 2011). Menurut definisi IUPAC (1990), selain karena
aktifitas mekanis manusia, debu dapat tersebar di udara karena adanya kekuatan
alam seperti angin dan letusan gunung berapi. Partikel debu tersebut biasanya
berdiameter antara 1 – 100 µm.
Lewis (1998) mendefinisikan debu berdasarkan ukuran dan sifatnya yaitu
partikel kering yang halus atau bubuk yang ringan sehingga dapat melayang-
layang di udara dalam beberapa waktu. Partikel debu berdiameter < 10 µm dan
mempunyai sifat toksik dapat berbahaya jika terhirup dalam saluran pernapasan.
Sedangkan dalam ilmu pencemaran udara, debu difinisikan sebagai partikel yang
paling berpengaruh besar terhadap pencemaran udara. Sifat kimia dan sifat fisik
debu tidak berbeda dengan zat asal debu tersebut.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
11
2.1.2 Jenis-jenis Debu
Menurut Mengkidi (2006), jenis debu dapat dikelompokkan berdasarkan
akibat fisiologisnya terhadap manusia atau tenaga kerja yang terpapar debu sesuai
tingkat bahayanya, antara lain:
1) Debu fibrogenik, yaitu debu yang dapat menyebabkan fibrosis pada sistem
pernapasan. Contohnya adalah debu silika, debu asbes, timah putih, dan
batubara.
2) Debu karsinogenik, yaitu debu yang dapat merangsang terbentuknya sel
kanker. Contohnya debu hasil peluruhan radon, arsenik, dan asbes.
3) Debu-debu yang mempunyai sifat toksik terhadap organ atau jaringan
tubuh. Contohnya debu mercury, uranium, radium, torium, mangan,
timbal, arsen, selenium, nikel, dan perak.
4) Debu radioaktif, yaitu debu yang mempunyai radiasi alfa dan beta.
Contohnya bijih-bijih torium, uranium, dan radium.
5) Debu eksplosif, yaitu debu yang mudah meledak pada suhu atau kondisi
teertentu. Contohnya debu metal. Batubara, bijih sulfida, dan debu
organik.
6) debu inert (nuisance dust), yaitu debu yang mengandung < 1% kuarsa.
Debu jenis ini dapat mengganggu kenyamanan dalam bekerja,
menimbulkan iritasi pada kulit dan selaput lendir, serta dapat mengganggu
pandangan mata. Kandungan kuarsanya yang rendah membuat debu jenis
ini tidak dapat menyebabkan fibrosis paru. Contoh nuisance dust adalah
debu dari gypsum, koalin, dan batu kapur.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
12
7) Respirable dust, yaitu partikel debu berukuran < 10 mikron yang dapat
masuk ke dalm hidung hingga ke dalam paru bagian dalam.
8) Inhalable dust atau irrespirable dust, yaitu debu yang tidak dapat masuk
ke saluran pernapasan manusia bagian dalam karena ukurannya > 10
mikron. Debu jenis ini akan tertahan di hidung.
2.1.3 Sifat-sifat Debu
Debu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Pudjiastuti, 2002):
1) Dapat mengendap, yaitu debu mengendap ke permukaan tanah atau benda
karena adanya gaya gravitasi bumi. Namun, untuk debu yang berukuran
relatif sangat kecil cenderung tetap melayang di udara.
2) Permukaannya basah, yaitu permukaan debu dilapisi oleh air yang sangat
tipis. Hal ini berhubungan dengan sifat debu lainnya yaitu dapat
menggumpal.
3) Dapat menggumpal, yaitu cenderung menempel satu sama lain bila
kelembaban udara di atas titik saturasi dan adanya turbulensi di udara.
4) Mempunyai listrik statis, yaitu sifat listrik yang dapat menarik partikel lain
yang berlawanan. Hal tersebut juga mempermudah debu untuk
menggumpal.
5) Bersifat opsis, yaitu partikel yang basah/lembab dapat memancarkan sinar
yang dapat terlihat dalam ruangan gelap.
2.1.4 Dampak Paparan Debu terhadap Saluran Pernapasan
Paparan debu yang terinhalasi dan terdeposit di saluran pernapasan dalam
waktu lama berpotensi menimbulkan gangguan saluran pernapasan. Kemampuan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
13
debu untuk menimbulkan gangguan terhadap saluran pernapasan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Solubility
Solubility adalah kemampuan kelarutan debu dalam air. Kelarutan dalam
air ini berpengaruh terhadap lokasi terdepositnya debu tersebut. Debu yang
mudah larut dalam air (soluble) akan terabsorbsi dari seluruh jalur
pernapasan dan langsung masuk ke pembuluh darah kapiler alveoli.
Sedangkan debu insoluble yang berukuran kecil dapat terdeposit di
berbagai tempat. Debu insoluble dapat menembus alveoli lalu masuk ke
saluran limfa atau ruang peribronkhial. Kemungkinan lain adalah debu
insoluble tersebut ditelan oleh sel fagosit. Sel fagosit tersebut kemudian
masuk ke dalam saluran limfa, atau ke ruang peribronkhial melalui
dinding alveoli, atau ke bronkhioli, dimana selanjutnya oleh rambut-
rambut getar (cillia) dipindahkan ke saluran pernapasan atas (Suma’mur,
2011).
2) Jenis debu
Jenis debu merupakan determinan utama terhadap bentuk gangguan
saluran pernapasan yang timbul.
3) Konsentrasi debu
Semakin tinggi konsentrasi debu yang terinhalasi ke dalam saluran
pernapasan maka semakin banyak debu yang terdeposit di sana. Maka,
efek potensial terhadap terjadinya gangguan semakin tinggi dan semakin
parah.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
14
4) Ukuran partikel debu
Ukuran partikel debu menentukan lokasi terdepositnya debu di dalam
saluran pernapasan dimana lokasi terdepositnya debu tersebut menentukan
bentuk gangguan terhadap saluran pernapasannya. Debu berukuran 5-10
mikron akan tertahan di saluran pernapasan bagian atas, ukuran 3-5
mikron akan berada di saluran napas tengah (trakea dan bronkhiolus),
ukuran 1-3 mikron akan mengendap di permukaan alveoli, sedangkan
yang berukuran di bawah 0,1 mikron akan melayang atau bergerak keluar
masuk alveoli karena tidak mengalami pengendapan. Semakin kecil
ukuran partikel debu maka dampak gangguan yang timbul akan semakin
berbahaya (Suma’mur, 2011).
5) Durasi paparan
Pada umumnya, dampak gangguan saluran pernapasan akibat debu akan
nampak setelah paparan dalam waktu bertahun-tahun. Semakin lama
paparan, dosis paparan debu yang diterima juga akan meningkat sehingga
dampak gangguan saluran pernapasan semakin parah.
Debu yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja dibedakan menjadi
dua macam, yaitu debu kerja yang bersifat fibrogenik (dapat menyebabkan
fibrosis jaringan) dan debu kerja nonfibrogenik. Contoh dari debu kerja yang
mempunyai sifat fibrogenik adalah silika, asbes, dan batubara. Pekerja yang
menghirup debu kerja fibrogenik dapat berpotensi menghasilkan lebih banyak
jaringan ikat paru. Sedangkan akumulasi debu nonfibrogenik biasanya hanya
menimbulkan efek kerusakan yang sementara, alveoli tetap utuh, tidak terbentuk
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
15
jaringan ikat, dan efek yang umum adalah iritasi. Debu nonfibrogenik disebut juga
debu inert, contohnya adalah debu kaolin, titanium doiksida, barium sulfat, dan
ferroksida (Harrianto, 2010).
Debu mineral yang bersifat fibrogenik dapat menyebabkan kerusakan paru
sehingga dapat mengakibatkan kematian karena kegagalan napas. Mekanisme
terjadinya kerusakan paru pada pneumokoniosis diawali dengan terjadinya
penimbunan debu berukuran 1 - 3 mikron di alveoli. Adanya endapan debu
tersebut menimbulkan reaksi jaringan berupa perubahan struktur permanen
alveoli, pembentukan kolagen mulai sedang sampai maksimal, serta terbentuknya
jaringan parut permanen dalam paru. Ketika terbentuk nodul-nodul jaringan
kolagen, nodul-nodul tersebut melingkar mengelilingi debu, menarik pembuluh
darah, limfa, dan saluran napas kecil yang ada di sekitarnya sehingga
menyebabkan terjadinya keadaan iskemik paru dan merangsang pembentukan
jaringan parut sekunder. Pembentukan jaringan parut tersebut menurunkan
elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis sehingga volume udara yang
ditampung alveolus menurun dan terjadilah restriksi paru (Suma’mur, 2011).
Dampak paparan debu berupa iritasi dan pembengkakan paru biasanya
disebabkan oleh debu nonfibrogenik yaitu beryllium, zinc chloride, boron
hydrides, magnesium, cynamid, dan debu dari pestisida. Bila iritasi tersebut terus
berlanjut dalam waktu lama maka dapat menjadi penyakit bronkitis kronis dan
berkembang menjadi emfisema. Debu organik biasanya dapat menimbulkan efek
alergi pada individu yang sensitif, misalnya debu gandum, spora jamur, teh, kopi,
dan sebagainya. Penyakit kerja akibat debu bersifat alergen tersebut disebut asma
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
16
kerja. Asma kerja merupakan serangan sesak napas paroksimal akibat adanya
peningkatan kepekaan dari trakhea dan bronkhus karena adanya berbagai macam
stimulus yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan secara
menyeluruh. Selain karena debu organik, asma kerja juga dapat terjadi karena
paparan debu logam (platinum, kromium, nikel), senyawa organik (formaldehid,
isosianat, zat pewarna aktif, dan sebagainya), dan obat-obatan (khususnya
antibiotik. Zat-zat alergen tersebut merangsang reaksi imunologis berupa
bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa bronkus, dan sekresi lendir yang
berlebihan pada bronkus (Harrianto, 2010).
2.2 Batubara
2.2.1 Pengertian Batubara
Batubara merupakan material mudah terbakar berwarna coklat sampai
kehitaman yang terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan dan tertimbun
bebatuan selama jutaan tahun. Pemrosesan atau pengolahan batubara sebagai
bahan bakar menghasilkan debu batubara. Debu batubara adalah material batubara
yang berbentuk bubuk, berasal dari hancuran batubara saat terjadi proses
pengolahan batubara yang meliputi pemecahan, penghalusan, transportasi, dan
pelapukan. Debu batubara ini mengandung lebih dari 50 zat. Kandungan zat
mineral batubara tersebut bergantung pada besar partikel debunya dan jenis
batubaranya (Government of Alberta, 2010).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
17
2.2.2 Jenis-Jenis Batubara
Terdapat empat jenis batubara dimana perbedaan dari keempat jenis
tersebut adalah berdasarkan jenis materi tumbuhan penyusun batubara tersebut.
Keempat jenis batubara itu antara lain:
1) Lignite, yaitu batubara berwarna coklat kehitaman dan paling lembab
sehingga tingkat panas yang dihasilkan rendah. Jumlah batubara jenis
lignite ini paling besar di dunia.
2) Sub-Bituminous, yaitu batubara berwarna hitam yang mengandung
kelembaban 15 – 30%. Jenis ini kurang mudah terbakar dibandingkan
jenis bituminous.
3) Bituminous, yaitu jenis batubara yang paling umum dan penting bagi
industri karena nilai panas dan kulitas karbon batubara jenis ini paling
bagus.
4) Anthracite, yaitu batubara berwarna hitam yang terletak di bagian bumi
paling dalam dibandingkan jenis batubara yang lain. Jumlah batubara
anthracite paling sedikit, konsentrasi karbonnya paling tinggi, dan nilai
panasnya juga tinggi.
Kadar debu yang dihasilkan antar jenis batubara berbeda-beda sesuai
tingkatan umur batubaranya. Jenis lignite merupakan yang paling banyak
menghasilkan debu, sedangkan yang paling sedikit menghasilkan debu adalah
jenis anthracite (Government of Alberta, 2010).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
18
2.2.3 Karakteristik Batubara
Kandungan utama batubara adalah karbon, hidrogen, sulfur, fosfor serta
silika bebas. Komposisi zat-zat tersebut bervariasi tergantung lokasi tambangnya.
Karakteristik batubara meliputi (Aladin, 2011):
1) Berat jenis
Berat jenis batubara berbeda-beda sesuai jenisnya. Berat jenis lignit dan
antrasit 1,5 g/cm3, bituminous 1,25 g/cm3, dan graffit 2,2 g/cm3. Selain
tergantung pada jenis batubaranya, berat jenis batubara juga dipengaruhi
oleh jumlah dan jenis mineral yang dikandung abunya serta kerapatan
porositasnya.
2) Kandungan air/Kelembaban
Baubara yang baik adalah batubara yang kering atau tidak lembab.
Batubara yang lembab akan menjadi lengket sehingga menyulitkan proses
pemecahan batubaranya. Selain itu, kandungan air batubara yang banyak
dapat menurunkan nilai panasnya.
3) Zat terbang (volatile matter)
Zat terbang adalah mineral yang terbentuk jika batubara dipanaskan
sampai suhu 950°C. Zat terbang tersebut terdiri dari campuran gas
senyawa organik yang akan mencair menjadi bentuk minyak dan tar
bertitik didih rendah. Zat terbang ini penting untuk mengendalikan asap
dan pembakaran pada proses pemanfaatan batubara sebagai sumber panas.
Semakin tinggi zat terbang dari suatu pembakaran batubara maka semakin
baik sifat penyalaan dan pembakarannya, semakin bagus nyala apinya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
19
(lama), semakin mudah melakukan pembakaran rendah Nox, dan mampu
terbakar hingga habis. Sifat batubara yang demikian adalah yang cocok
digunakan untuk bahan bakar boiler. Namun tingginya kandungan zat
terbang juga berbahaya karena dapat terbakar secara spontan (spontaneous
combustation).
4) Porositas
Batubara mengandung dua sistem pori, yaitu pori berukuran rata-rata
500A° dan pori berukuran rata-rata 5-15A°. Porositas ini berkaitan dengan
kemudahan batubara dalam menyerap suatu zat. Contohnya, low volatile
bituminous coal porinya besar, lebih mudah menyerap CH4 sehingga
sering terjadi ledakan dan kebakaran ditambang-tambang jenis batubara
tersebut.
5) Weathering
Weathering adalah sifat kecenderungan batubara untuk pecah bila dalam
kondisi kering. Umumnya setiap batubara cepat atau lambat akan
menunjukkan proses weathering bila kontak dengan atmosfer. Hal ini
menyebabkan batubara di tempat penyimpanan mudah terbakar karena
jumlah panas yang dibebaskan saat proses oksidasi lebih besar
dibandingkan panas yang ada pada proses konduksi atau konveksi.
6) Abu
Abu merupakan residu yang dihasilkan dari pembakaran batubara. Unsur
utama abu tersebut antara lain natrium, kalsium, magnesium, kalium,
aluminium, silikon, besi, dan sulfur.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
20
7) Pecahan
Bentuk potongan batubara dapat menentukan sifat dan mutunya. Misalnya,
batubara dengan kandungan zat terbang yang tinggi bentuk pecahannya
cenderung persegi, balok, atau kubus.
8) Kandungan karbon
Semakin tinggi kandungan senyawa karbonnya, maka semakin tinggi
panas yang dapat dihasilkan. Jumlah karbon batubara meningkat sesuai
derajat batubara, yaitu rendah pada jenis lignit, meningkat pada antrasit
dan hampir 100% pada jenis grafit.
2.2.4 Nilai Ambang Batas Debu Batubara
Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar pemaparan kerja yaitu
pedoman kualitatif dan kuantitatif bagi penerapan perlindungan kesehatan tenaga
kerja terhadap efek pemarapan kerja. NAB adalah standar Indonesia untuk faktor
bahaya kimia dan fisika di tempat kerja yang merupakan pedoman pengendalian
agar tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan. Nilai ketetapan yang
dipakai NAB megadopsi dari Threshold Limit Value (TLV) yang merupakan
standar ketetapan oleh ACGIH dan bisa juga mengacu pada Maximun Allowable
Conentration (MAC) yang merupakan standar Rusia (Suma’mur, 2011).
Peraturan di Indonesia menetapkan NAB untuk kadar debu total di tempat
kerja adalah 10 mg/m3 (Depnakertrans, 2011). Sedangkan nilai ambang batas
untuk debu batubara tidak disebutkan secara spesifik dalam peraturan tersebut. Di
negara lain, NAB yang ditetapkan untuk debu batubara berbeda-beda. Amerika
menetapkan 2 mg/m3, di Turki 5 mg/m3, dan di United Kingdom 7 mg/m3.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
21
Sementara itu, ACGIH menetapkan NAB yang berbeda untuk batubara sesuai
jenisnya, yaitu 0,4 mg/m3 untuk jenis antrachit dan 0,9 mg/m3 jenis bituminous.
Namun, aturan standar internasional menganut ketetapan 2 mg/m3 sebagai NAB
debu batubara (Onder dkk, 2009).
2.2.5 Penyakit Paru Kerja Akibat Debu Batubara
Terdapat beberapa penyakit paru yang diakibatkan oleh paparan debu
batubara, antara lain:
1) Pneumokoniosis batubara
Pneumokoniosis batubara adalah penyakit akibat inhalasi debu batubara
sehingga terjadi penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi
jaringan paru terhadap tumpukan debu tersebut (ILO, 2002). Pneumokoniosis
batubara disebut juga antrakosis atau coal workers’ pneumoconiosis. Penyakit
ini juga sering disebut black lung disease karena gambaran rontgen paru
menunjukkan adanya warna hitam yang merupakan penumpukan debu
batubara di paru. Rerata lamanya pajanan sekitar 12 tahun baru akan
menimbulkan pneumokoniosis batubara atau tanpa penurunan fungsi paru atau
dapat berkembang menjadi fibrosis masif progresif yang diikuti penurunan
fungsi paru berat (Suma’mur, 2011)
Partikel-partikel batubara berukuran lebih dari 5 µm hingga 15 µm yang
mengendap pada saluran napas menyebabkan iritasi (bronkitis) yang bersifat
dapat sembuh atau kembali pulih. Partikel berukuran 0,5 µm hingga 5 µm
berhasil masuk hingga alveolus, umumnya dibersihkan dan dikeluarkan lagi
oleh makrofag lewat bronkus dan trakea. Namun, paparan dalam intensitas
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
22
tinggi mengakibatkan retensi partikel tersebut di dalam jaringan paru dan
kelenjar limfe. Hanya jika retensi sangat berat (sekurang-kurangnya 50 g/paru)
maka reaksi jaringan derajat rendah baru dapat benar-benar mengakibatkan
gangguan paru (Suyono, 1995). Umumnya, jarang pekerja yang terpapar debu
batubara mengalami kegagalan fungsi paru yang bermakna, karena debu
batubara merupakan debu yang berpotensi fibrogenik rendah (Harrianto, 2010).
Antrakosis mungkin ditemukan dalam tiga gambaran klinis, yaitu
antrakosis murni, silikoantrakosis, dan tubersilikoantrakosis. Apabila terjadi
siliko antrakosis murni disertai emfisema, hal ini sangat berbahaya dan dapat
mengakibatkan kematian. Namun, jika hanya terjadi antrakosis murni tanpa
emfisema biasanya tidak berbahaya dan lambat untuk berkembang menjadi
penyakit yang berat. Masa laten penyakit ini adalah 2-4 tahun. Perjalanan klinis
penyakit ini berlangsung lama, terkadang penderita tidak menunjukkan gejala
meskipun hasil rontgen paru menunjukkan adanya kelainan. Gejala yang
terkadang muncul adalah sesak napas, sering batuk dan mengeluarkan dahak
berwarna hitam dimana hal ini menandakan terjadinya melanoptisis (Suma’mur
2011).
2) Silikosis
Kristalin silica seringkali ditemukan pada debu batubara sehingga
pekerja yang terpapar debu batubara juga berpotensi terkena silikosis. Silikosis
disebabkan oleh debu kristalin silika berukuran < 10 mikron yang terhirup dan
terdeposit di paru. Jaringan paru bereaksi terhadap tumpukan silika tersebut
dengan membentuk jaringan parut dan nodul yang melingkari sekitar debu
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
23
silika di paru. Jika nodul semakin besar dan lukanya menjadi ekstensif, maka
akan terjadi kesulitan bernapas yang dapat mengakibatkan kematian
(Government of Alberta, 2010).
3) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
COPD adalah hambatan aliran udara dalam saluran pernapasan karena
adanya bronkitis kronis atau emfisema. Hambatan aliran udara ini dikarenakan
terjadinya inflamasi di saluran pernapasan yang seringkali bersifat progresif
dan tidak dapat sepenuhnya kembali pulih normal. Gejala yang muncul akibat
COPD adalah napas terputus-putus dan pendek. Penurunan fungsi paru timbul
pada saat terjadi peningkatan jumlah pejanan debu batubara dalam tubuh
ditambah dengan adanya kebiasaan merokok (Government of Alberta, 2010).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Manusia
2.3.1 Anatomi Pernapasan Manusia
Saluran pernapasan atau tractus respiratorius adalah bagian tubuh
manusia yang berfungsi sebagai jalur lintasan tempat pertukaran gas dalam proses
pernapasan dimana berpangkal pada hidung dan berakhir pada paru-paru.
Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terdiri dari pernapasan dalam
(ekstrinsik) dan pernapasan luar (intrinsik). Pernapasan eksternal adalah proses
resapan oksigen dalam udara di alveoli ke dalam darah di kapiler alveoli serta
proses resapan karbondioksida dalam arah sebaliknya. Sedangkan pernapasan
internal adalah proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara kapiler
sistemik dengan sel jaringan. Pada saat bernapas setiap sel dalam tubuh menerima
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
24
persediaan oksigennya dan melepaskan produk oksidasinya (H2O dan CO2) pada
saat yang bersamaan (Pearce, 2009).
Pearce (2009) menyebutkan bahwa saluran pernapasan manusia terdiri
dari:
1) Nares Anterior
Nares anterior adalah saluran-saluran dalam lubang hidung yang
bermuara pada bagian yang disebut vestibulum (rongga) hidung. Verstibulum
ini dilapisi oleh epitelium bergaris yang terhubung dengan kulit. Nares anterior
terdiri dari lapisan yang mengandung kelenjar-kelenjar sebasius dan tertutupi
oleh bulu kasar.
2) Rongga hidung
Hidung merupakan saluran pernapasan udara pertama, terdiri dari dua
lubang (cavum nasi) yang dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga
hidung dilapisi selaput lendir yang mengandung banyak pembuluh darah dan
tersambung dengan lapisan faring serta semua selaput lendir dari semua sinus
yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan
dilapisi oleh epithelium dan sel epitel berambut yang mengandung sel lendir
dimana sel lendir tersebut berfungsi untuk membuat permukaan nares tetap
basah.
Udara yang masuk ke dalam rongga hidung disaring oleh bulu-bulu yang
terdapat dalam vestibulum. Udara tersebut kemudian kontak dengan permukaan
lendir sehingga membuat udara menjadi hangat dan lembab karena terkena
penguapan air dari permukaan selaput lendir tersebut. Rongga hidung juga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
25
berfungsi menghubungkan lubang-lubang dari sinus udara para-nasalis yang
masuk ke dalam rongga-rongga hidung, dan juga menghubungkan lubang-
lubang nasolakrimal yang menyalurkan air mata dari mata hingga ke dalam
hidung.
3) Faring (tekak)
Faring atau yang juga lebih dikenal dengan nama tekak adalah pipa
berotot yang membujur mulai dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan osofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Jadi faring terletak di
belakang rongga hidung, mulut, dan laring. Faring merupakan tempat
persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Pada waktu menelan
makanan, laring akan tertutup oleh epigloting (empang tenggorok).
4) Laring (tenggorok)
Laring terletak pada bagian faring terendah yang memisahkan dengan
kolumna vertebrata. Bagian laring terdiri dari kepingan tulang rawan yang
terikat bersama ligamen dan membran. Di dalam laring juga terdapat pita suara
yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Suara dihasilkan karena adanya
getaran pita yang disebabkan oleh udara yang melalui glottis.
5) Trakhea (batang tenggorok)
Trakhea panjangnya sekitar 9 cm, mulai dari laring sampai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan selanjutnya bercabang menjadi dua
bronkhus. Trakhea tersusun atas 14 – 20 cincin tulang rawan yang terikat
dengan jaringan fibrosa. Trakhea juga dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri
dari epitelium bersilia dan sel lendir. Silia bergerak ke arah laring, oleh karena
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
26
gerakan silia ini debu dan butiran halus lainnya yang masuk ke dalam saluran
pernapasan dapat dikeluarkan kembali.
6) Bronkhus
Struktur dan lapisan bronkhus serupa dengan struktur dan lapisan pada
trakhea, yaitu struktur tulang rawan dan lapisan epitelium bersilia serta sel
lendir, karena bronkhus merupakan percabangan dari trakhea. Bronkhus kiri
dan kanan tidak simetris. Bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan
arahnya hampir vertikal dengan trakhea. Sebaliknya, bronkhus kiri lebih
panjang, lebih sempit, dan sudutnya juga lebih langsing. Imlpilasi klinis dari
bentuk anatomi yang demikian adalah jika ada benda asing yang terhirup ke
dalam saluran pernapasan, maka benda tersebut akan lebih mungkin berada di
bronkhus kanan daripada bronkhus kiri karena arah dan bentuknya yang lebih
lebar. Bronkhus kanan mempunyai tiga cabang, yang pertama disebut bronkhus
lobus atas. Cabang kedua disebut bronkhus lobus bawah timbul setelah cabang
utama melalui bawah arteri. Cabang selanjutnya adalah cabang lobus tengah
yang keluar dari bronkus lobus bawah.
Cabang utama bronkhus kiri dan kanan bercabang lagi menjadi bronkhus
lobaris dan kemudian bronkhus segmentalis. Percabangan ini sangat banyak
dan berjalan terus sampai makin lama makin kecil dan akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis. Makin kecil salurannya, susunan tulang rawannya
semakin berkurang dan akhirnya hanya tersusun dari dinding fibrosa berotot
dan silia. Bronkhiolus terminalis masuk ke dalam vestibula, di dalam vestibula
terdapat infundibula yang di dalam dindingnya terdapat kantong udara atau
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
27
alveoli. Alveoli terdiri dari sel epitelium pipih. Di alveoli terjadi pertukaran
gas.
7) Paru
Paru merupakan alat pernapasan utama karena di dalam paru terdapat
alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas
pernapasan. Paru terletak di dalam rongga dada sebelah kanan dan kiri. Paru
kanan terdiri dari tiga lobus sedangkan paru kiri terdiri dari dua lobus. Paru
merupakan organ yang berbentuk kerucut deangn puncak di atas. Pangkal paru
berada di atas diafragma. Setiap paru dilindungi oleh pleura yang terdiri dari
membran serosa rangkap dua. Pleura visceral merupakan selaput yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal adalah selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Di antara pleura visceral dan pleura parietal
terdapat sedikit eksudat untuk melumasi permukaannya sehingga dapat
menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bergerak
karena bernapas.
2.3.2 Fisiologi Pernapasan Manusia
Fungsi paru adalah untuk pertukaran gas oksigen dan karbondioksida
(respirasi). Pernapasan melalui paru disebut ventilasi pulmunari, yaitu proses
pergerakan udara antara atmosfer (udara luar) dengan paru. Pergerakan udara
tersebut terjadi karena adanya perubahan tekanan udara dalam paru. Oksigen
dihirup melalui hidung dan mulut kemudian masuk ke trakhea, ke pipa bronkhial,
dan ke alveoli. Oksigen dalam udara yang terhirup kemudian menembus membran
alveoli-kapiler lalu diikat oleh hemoglobin sel darah merah dibawa ke jantung.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
28
Sementara itu, karbondioksida yang merupakan salah satu hasil buangan
metabolisme menembus membran alveolar-kapiler dari kapiler darah ke alveolus
kemudian dibawa keluar melalui pipa bronkial, trakhea dan terkhir mulut atau
hidung. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler
darah tersebut dinamakan difusi.
Pearce (2009) menyebutkan empat proses yang berhubungan dengan
pernapasan pulmoner, yaitu:
1) Ventilasi pulmoner, yaitu gerak pernapasan menukar udara dalam
pernapasan dan atmosfer.
2) Arus darah melalui paru-paru.
3) Distribusi arus darah dan arus udara sehingga semua bagian tubuh
mendapat pasokan dalam jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
4) Difusi gas menembus membran pemisah kapiler dan alveoli. Gas
karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada gas oksigen.
Pada saat keadaan pernapasan normal, darah yang keluar dari paru akan
menerima karbondioksida dan oksigen dalam jumlah yang tepat. Namun, apabila
tubuh bergerak lebih banyak maka darah dari paru akan membawa gas
karbondioksida yang lebih banyak daripada oksigennya. Jumlah karbondioksida
yang terlalu banyak tersebut tidak dapat dikeluarkan sehingga konsentrasinya
dalam darah meningkat. Hal tersebut merangsang peningkatan kecepatan dan
dalamnya pernapasan untuk mengeluarkan lebih banyak karbondioksida dan
mengambil oksigen lebih banyak pula.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
29
2.3.3 Patofisiologi
Debu, aerosol, dan zat iritan kuat merupakan agen yang dapat
menimbulkan terjadinya reflek batuk bahkan spasme laring atau penghentian
napas. Zat-zat tersebut jika dapat masuk hingga ke dalam paru dapat
menyebabkan bronkitis toksis, pembengkakan paru atau pneumonitis. Seseorang
biasanya toleran terhadap paparan zat-zat tersebut dalam kadar rendah karena
adanya mekanisme sekresi mukus yang merupakan mekanisme khas pada
penyakit bronkitis yang juga sering dijumpai pada perokok (Suyono, 1995).
Partikel debu atau aerosol berukuran lebih dari 5 µm – 15 µm hanya
mampu masuk sampai saluran pernapasan bagian atas dan menimbulkan efek
iritasi dan menyebabkan obstruksi atau penyumbatan aliran udara pernapasan.
Sedangkan debu yang berukuran 0,5 µm sampai 5 µm dapat masuk hingga saluran
napas terminal atau alveoli. Sampai di sana, debu tersebut akan dikumpulkan oleh
makrofag dan dibawa kembali menuju mukosiliar (Suyono, 1995).
Penyebab utama terjadinya penyakit saluran pernapasan antara lain adalah
1) mikroorganisme patogen yang mampu melawan makrofag, 2) partikel-partikel
mineral yang mampu menyebabkan kerusakan makrofag sehingga merangsang
reaksi jaringan dengan membentuk jaringan parut, 3) partikel organik yang
merangsang respon imun, 4) sistem pertahanan (imun) saluran pernapasan sudah
kelebihan beban akibat adanya paparan debu respirable dalam kadar tinggi dan
menumpuk di alveoli. Paparan yang terus berulang akan menyebabkan akumulasi
timbunan debu di saluran pernapasan, menyebabkan penebalan dinding bronki,
peningkatan sekresi lendir, semakin sering timbul reflek batuk, serta rentan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
30
terhadap infeksi. Sementara itu, jika partikel debu yang masuk bersifat fibrogenik
maka akan menyebabkan penebalan dan pembentukan jaringan parut di alveolus.
Akibatnya, terjadi pengerutan dan kekakuan alveolus sehingga kemampuan
alveolus untuk mengembang kempis menampung udara pernapasan menurun
(Suyono, 1995).
2.4 Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru dengan cara yang paling mudah dan sederhana
adalah dengan menggunakan spirometri untuk memeriksa ekspirasi paksa. Tes
faal paru menggunakan spirometri seringkali informatif karena sebagian besar
penderita gangguan faal paru memiliki nilai ekspirasi paksa yang abnormal. Oleh
karena itu, pemeriksaan faal paru yang dilakukan secara rutin dapat berguna untuk
mendeteksi penyakit saluran pernapasan pada tahap dini atau dapat memantau
perjalanan penyakit penderita (West, 2011). Orang yang dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan faal paru dengan spirometri antara lain orang yang
mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, penderita PPOK,
penderita asma, dan perokok. Pemeriksaan spirometri tidak boleh dilakukan pada
penderita hemoptisis, pneumotoraks, kardiovaskuler yang tidak stabil, infrank
miokard, emboli paru, pasca bedah mata, aneurisma serebri dan toraks, serta
kecemasan (mual, muntah, vertigo) (Laboratorium UNSOED, 2015).
Pemeriksaan faal paru menggunakan alat spirometri akan dapat diketahui
kapasitas paru-paru dalam menampung (inspirasi) dan mengeluarkan (ekspirasi)
udara melalui interpretasi dari nilai-nilai dalam pengukuran yang meliputi
(Harrianto, 2010; Guyton, 1997):
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
31
1) Volume paru statis, terdiri dari:
a. Vital capacity (VC), yaitu volume total udara yang dapat dikeluarkan oleh
paru setelah inspirasi penuh. Nilainya merupakan gabungan dari IRV + VT
ERV.
b. Forced Vital Capacity (FVC), yaitu sama dengan VC namun dilakukan
secara paksa.
c. Total Lung Capacity (TLC), yaitu jumlah udara yang ada didalam paru
setelah inspirasi penuh. Nilainya merupakan gabungan dari FRV + VT +
ERV + RV.
d. Volume Tidal (VT), yiatu udara yang dihasilkan dari inspirasi dan ekspirasi
normal. Pada orang dewasa normal jumlah volume tidal adalah 500 ml.
e. Expiration Residual Volume (ERV), yaitu jumlah udara yang dapat
dihembuskan secara maksimal sestelah seseorang menghirup napas biasa.
Besarnya sekitar 1000 ml pada laki-laki dan 700 ml pada perempuan.
f. Inspiration Residual Volume (IRV), yaitu jumlah udara yang dapat dihirup
maksimal setelah menghirup napas biasa. Besarnya sekitar 3300 ml pada
laki-laki dan 1900 ml pada perempuan normal.
g. Residual Volume (RV), yaitu jumlah udara yang masih tetap ada di paru
setelah ekspirasi maksimal. Normalnya 1200 ml pada laki-laki dan 1100 ml
pada perempuan.
h. Inspiratory Capacity (IC), yaitu volume udara total yang masuk ke dalam
paru setelah inspirasi maksimal, nilainya adalah IRV + VT.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
32
i. Functional Residual Volume (FRV), yaitu udara yang masih ada di dalam
paru setelah ekspirasi biasa. Nilainya adalah ERV + RV
2) Volume paru dinamik, terdiri dari:
a. Forced Expiration Volume 1 second (FEV1), yaitu jumlah udara yang dapat
dikeluarkan secara paksa pada detik pertama setelah inspirasi maksimal.
b. Maximal Voluntary Ventilation (MVV), yaitu total volume udara yang
dapat dihirup dan dihembuskan dari paru selama satu menit setelah
bernapas cepat dan maksimal.
Hasil pemeriksaan spirometri dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit paru obstruktif, restriktif, atau campuran keduanya.
a. Obstruksi adalah terjadinya hambatan pada aliran udara yang ditandai
dengan penurunan nilai FEV1 dan kecepatan aliran udara pada saat
ekspirasi. Peningkatan penyumbatan aliran udara dapat terjadi di bagian
lumen (akibat adanya sekresi mukus yang banyak, edema karena iritasi
akibat menghirup alergen), di dalam dinding jalan napas yang terjadi
inflamasi dan hipertrofi kelenjar mukosa, serta di daerah peribronkial
(West, 2011).
b. Restriksi adalah penyakit keterbatasan ekspansi (pengembangan) paru
yang disebabkan oleh perubahan pada parenkim paru, penyakit pada
pleura, dinding dada, atau pada aat neuromaskular. Tanda penyakit
restriksi adalah penurunan kapasitas vital paru sehingga nilai FVC
menurun (West, 2011).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
33
c. Kelainan gabungan antara obstruksi dan restriksi yaitu kejadian penyakit
yang merupakan kombinasi dari menurunnya nilai volume paru, kapasitas
vital, dan aliran udara sehingga nilai FEV1 maupun FVC sama-sama
menurun.
Pada kasus penyakit restriktif, hasil pengukuran TLC dan volume paru
lainnya akan menurun, sedangkan pada kasus paru obstruktif terjadi hiperinflasi
yang menyebabkan TLC dan rasio RV/TLC meningkat. Paru yang normal
memiliki nilai FEV1 > 80% dari nilai FEV1 prediksi dan rasio FEV1/FVC > 75%.
Pada paru yang mempunyai penyakit obstruksi hasil pengukuran FEV1 berkurang
lebih banyak dibandingkan nilai FVC sehingga rasio FEV1/FVC hasilnya
menurun. Sedangkan pada penyakit paru restriksi hasil pemeriksaan FEV1 dan
FVC sama-sama menurun sehingga rasio FEV1/FVC dapat normal atau
meningkat. Rasio FEV1/FVC pada hasil tes seringkali ditulis sebagai nilai %FEV1
(Harrianto, 2010).
Berikut ini adalah interpretasi hasil penilaian kapasitas faal paru oleh Balai
UPTK3 Surabaya:
Tabel 2.1 Interpretasi hasil pemeriksaan faal paru berdasarkan Balai
UPTK3 Surabaya
Restriksi (%FVC) Interpretasi Osbtruksi (%FEV1)
≥ 80 Normal ≥ 75
60 – 79 Ringan 60 – 74
30 – 59 Sedang 30 – 59
< 30 Berat < 30
Interpretasi hasil pengukuran faal paru menggunakan spirometri juga dapat
dilihat dari kurva yang tercetak dari spirometri. Gambaran kurva tersebut antara
lain seperti gambar 2.1 berikut:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
34
Gambar 2.1 Kurva aliran volume pada berbagai kondisi: O, kelainan obstruktif;
R(P), kelainan restriktif parenkimial; R(E) kelainan restriktif ekstraparenkimal
dengan keterbatasan pada inspirasi dan ekspirasi.
Sumber : Laboratorium fisiologi Unsoed, tahun 2015
Aplikasi klinis dari kelaian obstruksi dapat terjadi karena adanya penyakit
asma, bronkitis kronis atau emfisema, bronchiestasis, cystic fibrosis, dan
bronchiolitis. Aplikasi klinis restriksi parenkimial dapat disebabkan oleh adanya
sarcoidosis, idiopathic pulmonary fibrosis, pneumocoiosis, dan drug or radiation-
induced interstitial lung disease. Sedangkan aplikasi klinis dari restriksi
ekstraparenkimal adalah karena adanya penyakit neuromaskular (diapragmatic
weakness/paralysis, muscular dystrophies, dan cervical spine injury) atau
gangguan yang berhubungan dengan dinding dada (kyphoscoliosis dan obesitas).
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru
Faktor yang mempengaruhi kapasitas paru khususnya yang berhubungan
dengan karakteristik individu antara lain:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
35
1) Usia
Usia merupakan faktor yang secara alamiah menurunkan kapasitas
fungsi paru. Sistem pernapasan akan berubah secara anatomi dan
imunologi sesuai bertambahnya usia. Daya pengembangan paru, kekuatan
otot pernapasan, kapasitas vital, FEV1, FVC, dan cairan antioksidan
epiteal akan menurun sesuai peningkatan usia (Sharma & Goodwin, 2006).
Seiring bertambahnya usia, mulai dari masa anak-anak hingga dewasa
sekitar 24 tahun kapasitas paru seseorang akan berkembang dan mencapai
optimum. Setelah itu akan menetap (stationer) sampai pada usia 30 tahun,
kemudian menurun secara gradual sesuai pertambahan usia. Rata-rata
penurunan yang terjadi untuk nilai FVC dan FEV1 adalah 20 ml tiap satu
pertambahan usia (Guyton, 1997).
2) Masa kerja
Seseorang yang bekerja di lingkungan kerja yang mengandung
debu atau aerosol kondisi parunya sangat dipengaruhi oleh masa kerja.
Paparan dalam kadar tinggi jika terpejan dalam waktu yang lama maka
akan semakin banyak partikel debu atau aerosol yang akan tertimbun
dalam saluran pernapasan. Akibatnya, risiko terjadinya gangguan fungsi
paru tinggi (Wardhana, 2001).
3) Kebiasaan merokok
Asap rokok adalah salah satu polutan paling penting dalam praktik
karena asap rokok dihirup perokok dalam jumlah yang lebih besar
daripada polutan udara yang ada di atmosfir. Hidrokarbon aromatik dan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
36
bahan lain yang disebut tar merupakan zat yang berperan penting sebagai
pemicu karsinoma bronkial pada perokok. Seorang pria perokok dengan
dosis 35 batang/perhari berisko 40 kali lebih besar untuk karsinoma
bronkial dibandingkan bukan perokok. Satu batang rokok menyebabkan
peningkatan resistensi jalan napas dan meningkatkan risiko bronkitis
kronis, emfisema serta penyakit jantung koroner (West, 2011). Hasil
penelitian lain menyebutkan perokok usia 30 – 40 tahun dengan dosis
rokok 30 pack-tahun berisiko bronkitis (Ryu dkk, 2001). Penelitian lain
oleh Menezes (1994) menyebutkan perkokok dengan dosis ≥ 20 batang
perhari berisiko enam kali lipat terkena bronkitis kronis dibandingkan
bukan perokok. Perbedaan dosis rokok yang dapat menimbulkan efek
tersebut kemungkinan karena pengaruh tingkat kerentanan individu yang
berbeda-beda, selain itu juga mungkin cara menghisap rokok juga turut
berperan.
Efek toksikologi paparan debu di lingkungan kerja dapat bersinergi
dengan efek dari paparan rokok. Oleh karena itu pekerja dilingkungan
yang berdebu dan perokok akan lebih rentan terkena gangguan faal paru
dibandingkan dengan pekerja dilingkungan yang sama namun tidak
merokok (Mengkidi, 2006).
4) Status gizi
Berdasarkan WHO (2014), status gizi dikategorikan menjadi tiga
kelompok berikut:
a. Gizi Kurang, yaitu jika nilai IMT < 18,50 kg/m².
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
37
b. Gizi Normal, yaitu jika nilai IMT 18,50 – 24,99 kg/m²
c. Gizi Lebih, yaitu jika nilai IMT ≥ 25 kg/m²
Individu dengan tingkat gizi rendah lebih rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi karena imunitas tubuh yang lemah. Status gizi yang lebih
(obesitas) juga tidak baik terhadap kapasitas faal paru seseorang. Akibat
obesitas, terdapat tambahan jaringan adiposa pada dinding dada dan
rongga perut yang menekan rongga dada, rongga abdomen dan paru.
Akibatnya, daya complience paru menurun, otot pernapasan harus
memompa lebih kuat untuk menghasilkan tekanan negatif hingga
memungkinkan udara masuk saat inspirasi sehingga kecepatan otot
berkurang. Hal tersebut menyebabkan menurunnya nilai FEV1 dan
menurunnya kapasitas udara paru (Costa dkk, 2008).
5) Kebiasaan olahraga
Latihan fisik yang dilakukan secara rutin mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap sistem pernapasan. Kebiasaan olahraga dapat
meningkatkan kapasitas vital paru karena aliran darah akan meningkat
dengan olahraga yang rutin. Akibat peningkatan aliran darah yang melalui
paru, kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum sehingga oksigen dapat
berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar. Disisi
lain, dengan berolahraga daya tahan tubuh lebih terjaga sehingga tidak
rentan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan serta menguatkan
otot-otot pernapasan. Olahraga rutin minimal 3 kali seminggu selama 30
menit/olahraga dapat menurunkan denyut nadi istirahat, meningkatkan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
38
volume paru sekuncup, meningkatkan kapasitas vital, mengurangi
penumpukan asam laktat, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi
aterosklerosis (Karim, 2006 ; Afriwardi, 2010).
6) Riyawat penyakit saluran pernapasan
Gangguan obstruksi dan restriksi juga dapat terjadi oleh penyebab
penyakit-penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Penyebab
turunnya volume sekuncup paru antara lain dapat karena penyakit pada
rangka toraks (kifoskoliosis, spondillitis ankilosa, dan cidera akut rangka),
penyakit akut yang dapat mempengaruhi persyarafat otot napas (distrofi
otot, abnormalitas rongga pleura, kista, gagal jantung kiri, dan infeksi
virus (West, 2011).
7) Kebiasaan menggunakan alat pelindung pernapaan
Penggunaan alat pelindung diri mempunyai tujuan untuk
menghalangi paparan masuk ke dalam tubuh, sehingga kemunginan kadar
paparan yang terinhalasi dapat seminimal mungkin. Ada berbagai macam
jenis alat pelindung pernapasan. Pemilihan alat pelindung pernapasan
tersebut disesuaikan dengan jenis paparan dan tujuannya. Ada tiga jenis
kategori alat pelindung pernapasan, yiatu air purifying respirators, air
supplying respirators, dan self-contained breathing apparatus (SCBA)
(Revoir, 1997).
a. Air Purifying Respirators
Jenis air purifying respirators membersihkan udara yang
terkontaminasi dengan cara filtrasi atau absorbsi. Jenis ini tidak boleh
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
39
digunakan pada tempat dimana kadar oksigennya rendah (harus lebih dari
16%). Air purifying respirators dapat melindungi dari paparan debu, gas,
uap, fume, asap, fog dalam kadar paparan rendah.
b. Air supplying respirators
Merupakan jenis alat pernapasan dimana udara pernapasan yang
digunakan dipasok dari suatu kompresor atau carsade system. Jenis ini
digunakan untuk melindungi dari udara atmosfer berbahaya yang mungkin
mengandung gas, debu, fume, atau asap dengan toksisitas tinggi serta
kadar oksigen di atmosfir yang rendah.
c. Self-contained breathing apparatus (SCBA)
Hampir sama dengan jenis Air supplying respirators, SCBA juga
merupakan alat pelindung pernapasan dimana udara untuk pernapasan
didapatkan dari tabung yang tidak terkontaminasi. Bedanya, tabung suplai
udara tersebut bisa dibawa oleh pengguna langsung sehingga mobilitas
pengguna tidak terbatas. Jenis SCBA digunakan untuk melindungi dari
paparan debu, gas, uap, atau asap dengan toksisitas tinggi serta pada kadar
oksigen yang rendah.
Faktor yang mempengaruhi efektifitas penggunaan alat pelindung
pernapasan selain intensitas penggunaannya adalah kesesuaian antara jenis
partikel paparan dan jenis alat pelindung pernapasannya, cara pemakaian,
dan kelayakan alat pelindung pernapasan tersebut. (Harrington dan Gill,
2005).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
40
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Yang diteliti
: Yang tidak diteliti
Bagan 3.1 Kerangka konseptual
Faktor Individu:
Umur
Status gizi
Masa kerja
Kebiasaan merokok
Kebiasaan olahraga
Kebiasaan menggunakan
alat pelindung
pernapasan
Riwayat penyakit saluran
pernapasan
Gangguan faal paru
pneumokoniosis
Fibrosis
jaringan
interstisial
Restriksi paru
Inflamasi saluran
pernapasan
Obstruksi
Paparan debu
batubara
Deposit
di alveolus
Deposit di epitel
saluran pernapasan
Inhalasi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
41
Debu batubara yang terhirup secara terus-menerus dalam waktu lama akan
terdeposit pada saluran pernapasan. Terdapat dua efek akibat deposit debu batubara
di saluran pernapasan. Pertama, debu yang terdeposit pada jaringan epitel saluran
pernapasan dapat menimbulkan iritasi yang kemudian menyebabkan inflamasi.
Inflamasi membuat saluran pernapasan menyempit sehingga aliran udara terhambat
dan terjadilah obstruksi. Kedua, debu batubara jika terdeposit pada alveolus akan
menyebabkan terjadinya fibrosis pada jaringan interstisial yang mengakibatkan
terbentuknya jaringan ikat sehingga terjadi restriksi paru dimana elastisitas alveolus
dalam menampung udara menurun. Kejadian obstruksi dan restriksi tidak hanya
dapat terjadi karena adanya paparan debu batubara namun juga dipengaruhi oleh
faktor lain, yaitu karakteristik individu yang meliputi umur, status gizi, lama
paparan, masa kerja, kebiasaan merokok, olahraga, dan memakai alat pelindung
pernapasan, serta riwayat penyakit saluran pernapasan. Obstruksi dan retriksi paru
merupakan bentuk gangguan faal paru pada pekerja yang terpapar debu batubara.
Adanya gangguan faal paru berupa restriksi dan obstruksi dapat menjadi indikasi
adanya penyakit pneumokoniosis.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional karena peneliti hanya akan
melakukan observasi tanpa memberikan perlakuan atau intervensi terhadap variabel
yang akan diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yang
mempelajari prevalensi dan pengaruh paparan (faktor penelitian) terhadap penyakit
dengan cara mengamati status paparan dan penyakit secara serentak pada populasi
pada satu waktu. Berdasarkan cara penyajian dan analisis datanya, penelitian ini
termasuk penelitian deskriptif.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT X yang terletak di Surabaya. Penelitian
dilakukan mulai dari pembuatan proposal bulan Januari 2015. Sedangkan
pengambilan data dan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja di bagian
boiler dan bagian kantor packaging warehouse PT X. Pemilihan pekerja di bagian
boiler dikarenakan bagian boiler merupakan tempat yang paling dekat dengan
sumber debu batubara. Selain itu, pekerja bagian boiler juga sering terpapar debu
batubara secara langsung ketika melakukan proses loading-unloading batubara,
proses crusher batubara, pemasukan batubara ke dump hopper, proses pembuangan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
43
sisa pembakaran, dan proses pembersihan boiler. Jumlah populasi pekerja di bagian
boiler adalah 11 orang. Pemilihan pekerja bagian kantor packaging warehouse
sebagai kelompok pembanding, yaitu kelompok yang tidak terpapar debu batubara,
karena pekerja bagian packaging warehouse yang berada di kantor menggunakan
Air Conditioner (AC) dan jarang berada di lapangan sehingga kemungkinan
terpapar debu batubara langsung di tempat kerja relatif kecil. Jumlah populasi
pekerja di bagian kantor packaging warehouse adalah 11 orang.
4.3.2 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total
populasi, yaitu 11 orang dari bagian boiler dan 11 orang dari bagian kantor
packaging warehouse sehingga totalnya 22 orang.
4.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran
Variabel dalam penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Variabel dependen atau terikat : Status faal paru (%FEV1 dan
%FVC)
2. Variabel independen atau bebas : Paparan debu batubara, umur, masa
kerja, status IMT, kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga.
Tabel 4.1 Vriabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran
No. Variabel Definisi
Operasional
Skala
Data
Cara
Pengukuran Kategori
1. Status faal
paru
Gambaran fungsi
paru dalam
menampung dan
menghembuskan
udara pernapasan,
dilihat dari hasil
Rasio Pengukuran
menggunakan
alat
spirometer
merk spirolab
III ver 2.7
Kategori penyajian
dan analisis data:
1. Normal, jika nilai
FEV1 ≥ 75% dan
FVC ≥ 80%.
2. Gangguan, jika
terdapat obstruksi
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
44
pengukuran
%FEV1 dan %FVC.
a. FEV1 adalah
jumlah udara
yang dapat
dikeluarkan
sebanyak-
banyaknya pada
detik pertama
ekspirasi
maksimal setelah
inspirasi penuh.
Rasio FEV1/FVC
menggambarkan
nilai %FEV1.
b. FVC adalah
jumlah udara
yang dapat
dikeluarkan
maksimal setelah
inspirasi dalam
dan paksa. Nilai
%FVC
didapatkan dari
rasio FVC/FVC
predicted.
Satuan hasil
pengukuran adalah
liter yang kemudian
dikonversikan ke
dalam % predicted.
Nilai % predicted
kemudian dijadikan
pedoman penentuan
status faal paru
menjadi normal
atau ada gangguan
(obstruksi dan/atau
restriksi).
(FEV1 < 75%),
restriksi (FVC <
80%), atau mixed
obstruksi dan
restriksi (FEV1 <
75% dan FVC <
80%).
(West, 2011)
2. Paparan
debu
batubara
Konsentrasi rata-
rata debu batubara
di lingkungan kerja
yang diukur dengan
metode pengujian
gravimetri. Satuan
hasil pengukuran
adalah mg/m3.
Rasio Pengukuran
menggunakan
HVDS (High
Volune Dust
Sampler)
Kategori analisis
data:
1. Terpapar
2. Tidak terpapar
3. Masa kerja Lama kerja
responden mulai
dari awal masuk
Rasio Kuisioner Kategori penyajian
data:
1. 1 – 5 tahun
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
45
kerja hingga
penelitian
berlangsung.
Satuannya adalah
tahun.
2. 6 – 10 tahun
3. > 10 tahun
4. Umur Usia responden
(pekerja) terhitung
sejak lahir hingga
penelitian
berlangsung. Di
dapatkan dari hasil
kuisioner dengan
satuan tahun
Rasio Kuisioner Kategori penyajian
data :
1. 26 – 30 tahun
2. 31 – 35 tahun
3. 36 – 40 tahun
4. 41 – 45 tahun
5. Status gizi Kondisi tubuh
individu
berdasarkan nilai
gizinya yang diukur
dari perhitungan
berat badan dalam
kg dibagi dengan
pangkat dua dari
tinggi badan dalam
meter. Satuannya
adalah kg/m².
Rasio Pengukuran
menggunakan
microtoise
dan bathroom
scale.
Kategori penyajian
data:
1. Kurang:
< 18,50 kg/m²
2. Normal:
18,50 – 24,99
kg/m²
3. Lebih:
≥ 25 kg/m²
(WHO, 2014)
6. Kebiasaan
merokok
Kebiasaan merokok
responden yang
ditinjau dari dosis
rokok yang dihisap
responden sejak
mulai merokok
hingga saat
dilakukan
penelitian.
Dosis rokok
dihitung dari hasil
kali jumlah rokok
yang diihisap
dalam sehari
(batang) dengan
lama merokok
(tahun). Satuannya
adalah batang
tahun.
Rasio Kuisioner Kategori penyajian
data :
1. > 600 batang
2. 200 – 600 batang
3. < 200 batang
7. Kebiasaan
olahraga
Aktivitas fisik yang
terencana dan
terstruktur yang
melibatkan gerak
tubuh berulang-
ulang dan ditujukan
Nominal Kuisioner Kategori data:
1. Ya, memiliki
kebiasaan
olahraga jika
lama olahraga
minimal 30 menit
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
46
untuk
meningkatkan
kebugaran jasmani
oleh responden.
x 3 kali seminggu
(olahraga
aerobik)
2. Tidak memiliki
kebiasaan
olahraga jika
lama olahraga
kurang dari 30
menit x 3 kali
seminggu
(olahraga
aerobik)
(Karim, 2006).
4.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data penelitian, meliputi:
1. Data primer
Data primer penelitian ini diperoleh melalui:
a. Pengisian Kuisioner
Kuisioner yang dibagikan kepada responden berupa kuisioner tentang
identitas responden serta data khusus terkait variabel penelitian, yaitu
masa kerja, lama paparan, riwayat penyakit saluran pernapasan,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, kebiasaan menggunakan alat
pelindung pernapasan, serta hasil dari pengukuran faal paru dan status
gizi. Pengisian kuisioner dilakukan oleh responden yang didampingi
peneliti, kecuali hasil pemeriksaan faal paru dan status gizi yang akan
diisi oleh peneliti.
b. Pemeriksaan status gizi
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat microtoise untuk
mengukur tinggi badan dan menggunakan timbangan badan jenis
bathroom scale untuk mengukur berat badan. Kemudian hasil kedua
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
47
pengukuran tersebut dihitung IMT-nya menggunakan rumus sebagai
berikut:
IMT=berat badan (kg)
tinggi badan (m)x tinggi badan(m)
Keterangan :
IMT : Indeks Masa Tubuh (kg/m²).
c. Pengukuran paparan debu di tempat kerja
Pengukuran paparan debu di tempat kerja menggunakan alat High
Volume Dust Sampler (HVDS). Pemeriksaan dilakukan pada tiga titik
yang berbeda di area boiler untuk mendapatkan data yang akurat. Tidak
dilakukan pengukuran kadar debu di bagian kantor packaging warehouse
karena itu merupakan ruangan tertutup dan lokasinya tidak berdekatan
dengan sumber debu batubara sehingga diasumsikan tidak terdapat
paparan debu batubara di sana. Pengukuran kadar debu di area boiler
dilakukan oleh tenaga ahli dari Balai UPTK3 Surabaya, peneliti ikut serta
mendampingi pengukuran tersebut. Prosedur dalam pengukuran kadar
debu adalah sebagai berikut:
1) Memanaskan filter di dalam oven pada suhu 100°C selama 1 jam.
Kemudian memberikan nomor/kode pada filter.
2) Memasukkan filter ke dalam desikator dengan pinset selama 24 jam
(untuk mendapatkan kondisi stabil pada suhu kamar).
3) Menimbang filter dengan timbangan analitis dan mencatat hasilnya.
4) Menyimpan filter yang telah ditimbang ke dalam kaset penyimpanan.
5) Memasang peralatan sampling dan manata HVDS pada penyangga.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
48
6) Memasukkan filter ke dalam filter holder dengan bagian kasar
diletakkan di bagian atas, kemudian memasang pada HVDS dengan
rapat.
7) Menghubungkan alat dengan sumber listrik kemudian menekan
tombol power (on/off).
8) Mengatur laju alir udara (flow rate) dengan cara memutar pengatur
flow pada kecepatan tinggi ± 500 l/meter (0,5 m3/menit).
9) Mencatat data awal pengambilan sampel yang meliputi: lokasi,
waktu, kecepatan hisap, temperatur, dan tekanan udara.
10) Memasang pada area pemeriksaan selama 30 menit. Menekan tombol
off setelah pengukuran selesai.
11) Mencatat data akhir pengambilan sampel yang meliputi: waktu,
kecepatan hisap, temperatur, dan tekanan udara.
12) Mengambil filter memakai pinset, melipat filter dengan bagian yang
mengandung debu disebelah dalam, kemudian menimbang filter
tersebut.
13) Mengulangi langkah pengukuran ini pada masing-masing titik
pengukuran.
Hasil penimbangan filter dihitung dengan rumus:
C =(W2-W1)-(B2-B1)
V × 10³ (mg/m³)
Keterangan:
C : kadar debu dalam udara (mg/m³)
W1 : berat filter uji awal (mg)
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
49
W2 : berat filtter uji akhir (mg)
B1 : berat filter sebagai blanko sebelum sampling (mg)
B2 : berat filter sebagai blanko setelah sampling (mg)
V : volume udara (liter atau m³).
d. Pemeriksaan status faal paru
Pemeriksaan status faal paru responden menggunakan alat spirometri
untuk menghitung FEV1 dan FVC. Pemeriksaan status faal paru ini
dilakukan satu kali oleh tenaga ahli dari Balai Hiperkes Surabaya,
peneliti ikut serta mendampingi pemeriksaan tersebut. Prosedur
pengukuran adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan spirometri lengkap dengan kertas grafik dan mouthpiece.
2) Menghidupkan alat dan membiarkannya ±10 menit.
3) Menekan tombol ID lalu memasukkan data responden (pekerja) yang
terdiri dari ID, umur, tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin.
4) Meminta responden bersiap dalam posisi berdiri dan berpakaian
longgar.
5) Mengukur Vital Capasity, dengan cara:
a) Meminta responden memasang mouthpiece ke mulutnya dengan
posisi bibir rapat pada mouthpiece.
b) Meminta responden untuk melakukan pernapasan biasa melalui
mulut.
c) Menekan tombol VC, tekan start
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
50
d) Setelah responden bernapas biasa selama ± 3-4 detik akan
terdengar bunyi ‘TIT’, minta responden menarik napas sedalam-
dalamnya kemudian menghembuskan napas sampai habis secara
perlahan-lahan.
e) Menekan tombol stop untuk mengakhiri pemeriksaan.
f) Mengulangi langkah yang sama sebanyak 3 kali.
g) Menekan tombol display dan mencatat data VC.
6) Melakukan pengukuran Force Vitas Capacity dan Forced Expiratory
Volume in 1 second dengan cara:
a) Meminta responden memasang mouthpiece ke mulutnya dengan
posisi bibir rapat pada mouthpiece.
b) Meminta responden melakukan pernapasan biasa melalui mulut.
c) Menekan tombol FVC, dan menekan start
d) Setelah responden bernapas biasa selama ±3-4 detik akan terdengar
bunyi ‘TIT’, kemudian minta responden untuk mengambil napas
sedalam-dalamnya dan menghembuskan napas secara cepat
dengan dihentakkan.
e) Menekan tombol stop untuk mengakhiri pemeriksaan.
f) Mengulangi langkah pemeriksaan sampai 3 kali.
g) Menekan tombol display dan mencatat data FVC dan FEV1.
2. Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
51
a. Nama dan jumlah pekerja di bagian boiler dan bagian kantor packaging
warehouse PT X.
b. Gambaran umum dan profil PT X.
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4.6.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah didapatkan baik data primer maupun data sekunder
selanjutnya akan diolah melalui 4 tahap sebagai berikut:
1. Editing, yaitu proses pengecekan kelengkapan data dan keseragaman data
sehingga data yang terkumpul dapat divalidasi.
2. Coding, yaitu proses mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka. Pemberian kode ini untuk membantu memudahkan
pengelompokan data pada proses data entry.
3. Counting, yaitu tahap perhitungan terhadap variabel.
a. Perhitungan dosis rokok responden, yaitu dengan mengalikan jumlah
rokok yang dihisap responden perhari (batang) dengan lama responden
merokok (tahun). Satuan variabel adalah batang tahun.
b. Perhitungan IMT responden untuk menentukan status gizinya,
menggunakan rumus berikut:
IMT=berat badan (kg)
tinggi badan (m)x tinggi badan(m)
4. Cleaning, yaitu tahap pengecekan terhadap data yang telah terkumpul. Data
tersebut diperiksa untuk memastikan bahwa tidak terdapat data yang tidak
perlu pada data yang akan dianalisis.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
52
4.6.2 Teknik Analisis Data
Hasil penelitian disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi
kemuadian dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya data tentang status faal paru
responden dan paparan debu batubara akan dianalisis secara bivariat menggunakan
crosstab dan dihitung nilai relatif risk-nya. Pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat akan dianalisis menggunakan regresi linier multivariat sehingga
bisa diketahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap parameter faal
paru (%FEV1 dan %FVC) responden serta didapatkan model yang memprediksi
nilai pengaruh variabel bebas terhadap nilai faal paru (%FEV1 dan %FVC).
Persamaan model regresi linier yang dihasilkan adalah sebagai berikut;
Y = β0 ± β1X1 ± β2X2 ± β3X3 ± β4X4 ± β5X5
Keterangan:
Y = nilai % FEV1 atau %FVC (variabel terikat)
β0 = Intercept
βi = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, 4, 5)
Xi = variabel bebas
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum PT X
5.1.1 Profil PT X
PT X adalah industri yang cukup besar terletak di kawasan padat industri
di Surabaya. PT X resmi berdiri sejak tahun 1981, bergerak dibidang pengolahan
crude palm oli (CPO) kelapa sawit menjadi dua produk utama, yaitu minyak
goreng RBD O (Refined Bleached Deodorized Olein) dan RBD S (Refined
Bleached Deodorized Stearin) atau yang dikenal sebagai margarin. Selain kedua
produk utama itu PT X juga memproduksi shortening, speciality fat, frying fat, ice
cream fat, butter oil subtitute dan cocoa butter subtittute. Proses produksi di PT X
menggunakan sistem berkelanjutan yang dilakukan dalam beberapa tahapan
proses, yaitu degumming (penghilangan getah), bleaching (pemucatan),
deodoration (penghilangan bau), dan fraksinasi (pemisahan).
Pada saat awal berdiri kapasitas produksi PT X sebesar 250 ton/hari.
Tekonologi alat produksinya terus dikembangkan dari masa ke masa sehingga
kapasitas produksi PT X terus meningkat. Tahun 2015 dibangun satu unit refinery
baru sehingga kapasitas produksinya kini dapat mencapai ± 1000 ton/hari. Unit
penunjang kegiatan opreasional produksi minyak goreng di PT X terdiri dari unit
Tank Farm, unit Refinery dan Fractination, unit Filling Plant, unit Margarine
Plant, Packaging Warehouse, Water Treatment Plant, dan unit Boiler.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
54
5.1.2 Kegiatan di Bagian Boiler dan Packaging Warehouse PT X
Boiler yang dimiliki PT X adalah dua boiler berbahan bakar batubara dan
dua buah boiler berbahan bakar gas alam. Namun, boiler yang sehari-hari
beroperasi adalah boiler berbahan batubara. Boiler berbahan bakar gas alam hanya
beroperasi jika terjadi gangguan pada boiler batubara. Operasional mesin boiler
tersebut terus berjalan selama 24 jam tanpa berhenti. Oleh karena itu terdapat tiga
shift kerja pekerja. Shift 1 mulai pukul 7.00 – 15.00 WIB. Shift 2 dimulai pada
pukul 15.00 – 23.00 WIB, selanjutnya shift 3 mulai pukul 23.00 – 07.00 WIB.
Hampir semua pekerja bagian boiler berada di area terbuka, hanya terdapat satu
orang pada setiap shift yang bertugas menjaga mesin kontrol boiler yang ada di
dalam ruangan.
Kegiatan pada bagian boiler dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu input –
proses – output. Kegiatan input meliputi penerimaan (unloading) batubara dari
supplier hingga transfer batubara ke mesin boiler. Tahapan kegiatan transfer
tersebut meliputi proses crusher batubara, proses pengangkutan batubara ke
dump hopper, transfer batubara ke feed hopper melalui conveyor, dan pengisian
air umpan boiler. Kegiatan proses terdiri dari pembakaran/pengolahan air menjadi
steam dan pembuatan serta pengoperasian softener feed water. Output dari
kegiatan pada unit boiler adalah proses transfer steam yang dihasilkan serta
pembuangan limbah batubara berupa fly ash dan bottom ash. Kedua jenis limbah
tersebut kemudian diangkut oleh pihak ke tiga yang bekerja sama dengan PT X
dalam pengangkutan dan pengelolaan limbah B3.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
55
Kegiatan yang juga rutin dilakukan oleh pekerja pada bagian boiler PT X
adalah maintenance mesin boiler dan perawatan serta pembersihan boiler.
Pembersihan boiler dilakukan untuk membersihkan strainer (saringan), pipa,
dinding boiler, dan bagian lainnya dari abu dan kerak pembakaran yang melekat.
Pembersihan tersebut dilakukan dengan pengaliran gas atau air. Kegiatan
pembersihan ini berisiko menyebabkan paparan debu batubara langsung pada
pekerjanya. Selain kegiatan pembersihan, proses loading-unloading, pemecahan
batubara, dan proses pembuangan sisa pembakaran juga berisiko tinggi
menyebabkan paparan debu batubara langsung terhadap pekerja. PT X telah
menyediakan alat pelindung pernapasan berupa respirator untuk pekerja di bagian
boiler. Namun, berdasarkan hasil kuisioner dan hasil observasi diketahui tidak
semua pekerja boiler memakai respirator tersebut secara rutin setiap bekerja.
Berbeda dengan kegiatan pada bagian boiler yang sering dilakukan di
lapangan atau di ruangan terbuka, kegiatan kerja di bagian packaging warehouse
sering dilakukan di dalam ruangan. Unit packaging warehouse merupakan unit
bagian yang mengatur penerimaan stok karton, botol, dan plastik sebagai kemasan
produk yang dihasilkan oleh PT X. Kegiatan utamanya adalah memantau,
mengecek dan memastikan bahwa stok kemasan yang ada mencukupi sehingga
kegiatan operasional pada filling plant dan margarine plant tidak terganggu.
Pekerja bagian packaging warehouse terdiri dari bagian officer, checker, dan
operator. Bagian officer dan checker bekerja di dalam ruangan untuk mengurus
penerimaan kemasan dari supplier dan untuk memantau stok kemasan yang ada
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
56
sedangkan operator bertugas mengirim stok kemasan ke bagian filling plant dan
margarine plant menggunakan forklift atau truk.
5.2 Gambaran dan Perberdaan Karakteristik Responden
5.2.1 Usia Responden
Distribusi usia respoden, yaitu pekerja bagian boiler PT X sebagai
kelompok terpapar debu batubara dan pekerja bagian kantor packaging werehouse
PT X sebagai kelompok tidak terpapar debu batubara dapat dilihat pada tabel 5.1
berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden di PT X Tahun 2015
Usia
(tahun)
Kelompok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
n % N % n %
26 – 30 5 45,5 4 36,4 9 40,9
31 – 35 2 18,2 4 36,4 6 27,3
36 – 40 2 18,2 2 18,2 4 18,2
41 – 45 2 18,2 1 18,2 3 13,6
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat mayoritas responden pada kelompok
terpapar berada pada rentang usia 26 sampai 30 tahun (45,5%). Sedangkan pada
kelompok tidak terpapar, usia responden mayoritas pada rentang 26 sampai 30
tahun (36,4%) dan 31 sampai 35 tahun (36,4%).
Tebel 5.2 Gambaran Perbedaan Statistik Usia Responden di PT X Tahun 2015
Kelompok Mean Std. deviasi Min Mak Modus
Terpapar 34,27 5,985 28 44 29 & 30
Tidak terpapar 33,36 4,884 28 45 30
Berdasarkan tabel 5.2 terlihat usia responden pada kelompok terpapar rata-
rata 34,27 ± 5,985 tahun. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan usia rata-rata
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
57
responden pada kelompok tidak terpapar, yaitu 33,36 ± 4,884 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa distribusi usia responden kelompok terpapar dan tidak
terpapar adalah homogen.
5.2.2 Masa Kerja Responden
Masa kerja responden kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara
di PT X dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Masa Kerja Responden di PT X Tahun 2015
Masa
Kerja
(tahun)
Kelompok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
N % n % N %
1 – 5 0 0 6 54,6 6 27,3
6 – 10 10 90,9 3 27,3 13 59,1
> 10 1 9,1 2 18,1 3 13.6
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Tabel 5.3 menunjukkan pada hampir seluruh responden pada kelompok
terpapar (90,9%) bekerja selama 6 sampai 10 tahun. Sedangkan pada kelompok
tidak terpapar mayoritas (54,6%) mempunyai masa kerja 1 sampai 5 tahun. Hanya
13,6% dari total responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun.
Perbedaan masa kerja responden pada kelompok terpapar dan tidak terpapar
dijelaskan lebih lanjut pada tabel 5.4 di bawah ini:
Tabel 5.4 Gambaran Perbedaan Statistik Masa Kerja Responden di PT X Tahun
2015
Kelompok Mean Std. deviasi Min Maks Modus
Terpapar 8,73 1,849 8 14 8
Tidak terpapar 7,55 6,267 3 21 3
Tabel 5.4 menunjukkan rata-rata masa kerja pada kelompok terpapar
adalah 8,73 ± 1,849 tahun, sedangkan pada kelompok tak terpapar rata-rata masa
kerjanya 7,55 ± 6,267 tahun. Standar deviasi masa kerja pada kelompok terpapar
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
58
lebih besar, hal ini menunjukkan masa kerja responden pada kelompok terpapar
lebih variatif. Pada kelompok terpapar, hampir semua responden minimal telah
bekerja selama 8 tahun dan maksimal 14 tahun. Pada kelompok tidak terpapar,
masa kerja responden minimal 3 tahun dan maksimal 21 tahun. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan masa kerja antara kelompok terpapar dan tidak
terpapar dimana masa kerja responden pada kelompok terpapar rata-rata lebih
lama dibanding pada kelompok tidak terpapar.
5.2.3 Status Gizi Responden
Status gizi responden kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara
di PT X dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut :
Tabel 5.5 Distribusi Status Gizi Responden di PT X Tahun 2015
Status
IMT
Kelompok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
n % n % n %
Kurang 1 9,1 0 0 1 4,5
Normal 2 18,2 5 45,5 7 31,8
Lebih 8 72,7 6 54,4 14 63,6
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Tabel 5.5 menunjukkan status gizi responden pada kelompok terpapar dan
tidak terpapar didominasi oleh status gizi lebih atau dapat dikatakan obesitas,
yaitu 72,7% pada kelompok terpapar dan 54,4% pada kelompok tidak terpapar.
Pada kelompok terpapar terdapat 1 orang (9,1%) yang berstatus gizi kurang,
sedangkan yang normal 2 orang (18,2%). Pada kelompok tidak terpapar cukup
banyak yang status gizinya normal, yaitu 45.5%. Hal ini menunjukkan bahwa
pada kelompok tidak terpapar lebih banyak yang mempunyai gizi normal
dibandingkan pada kelompok terpapar.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
59
Tabel 5.6 Gambaran Perbedaan Statistik IMT Responden di PT X Tahun 2015
Kelompok Mean Std. Deviasi Min Maks
Terpapar 27,069 5,396 17,63 37,02
Tidak terpapar 24,007 2,956 19,38 29
Tabel 5.6 menunjukkan IMT rata-rata kelompok terpapar sebesar 27,069 ±
5,396 kg/m2 dan termasuk dalam kategori IMT lebih atau obesitas. Sedangkan
pada kelompok tidak terpapar rata-ratanya 24,007± 2,956 kg/m2, termasuk
kategori normal. Nilai IMT paling rendah pada kelompok terpapar adalah 17,63
yang termasuk dalam ketegori status gizi kurang, sedangkan nilai IMT terendah
pada kelompok tidak terpapar 19,38 yang termasuk dalam kategori status gizi
normal. Beberapa hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan status gizi pada
kelompok terpapar dan tidak terpapar.
5.2.4 Kebiasaan Merokok Responden
Kebiasaan merokok, berdasarkan status merokokknya, pada responden
kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara di PT X dapat dilihat pada
tabel 5.7 berikut:
Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Status Perokok Responden
di PT X Tahun 2015
Status
Perokok
Kelompok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
n % n % n %
Perokok 7 63,6 8 72,7 15 68,2
Bukan perokok 4 36,4 3 27,3 7 31,8
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Tebel 5.7 menunjukkan sebagian besar responden (68,2%) adalah
perokok. Jumlah perokok pada kelompok terpapar adalah 63,6% dan pada
kelompok tidak terpapar sebanyak 72,7%. Hal ini menunjukkan jumlah perokok
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
60
pada kelompok tidak terpapar lebih banyak. Lebih lanjut, kebiasaan merokok
responden juga kelompokkan berdasarkan dosis rokoknya, yaitu dari hasil kali
jumlah rokok yang dihisap perharinya (batang) dengan lama merokok (tahun),
yang dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:
Tabel 5.8 Distribusi Kebiasaan Merokok Berdasarkan Dosis Rokok Responden di
PT X Tahun 2015
Dosis rokok
(batang tahun)
Kelompok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
n % n % n %
201 - 600 4 36,4 0 0 4 18,2
< 200 7 63,6 11 100 17 81,8
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Kelompok terpapar : mean = 93,73 ± 127,03 ; min = 0 ; maks = 288
Kelompok tidak terpapar : mean = 46,09 ± 43,542 ; min = 0 ; maks = 120
Berdasarkan tabel 5.8 terlihat mayoritas reponden pada kelompok terpapar
(63,6%) dosis rokoknya <200 batang tahun. Sisanya, sebesar 36,4% responden
dosis rokoknya 201 – 600 batang tahun. Sedangkan pada kelompok tidak terpapar,
100% terkena dosis rokok <200 batang tahun. Terdapat perbedaan rata-rata dosis
rokok yang dihisap responden, yaitu pada kelompok terpapar rata-rata 93,37 ±
127,03 batang tahun sedangkan pada kelompok tidak terpapar 46,09 ± 43,542
batang tahun. Dosis maksimal rokok yang dihisap pada kelompok terpapar 288
batang tahun, sedangkan pada kelompok tidak terpapar 120 batang tahun.
Beberapa hal tersebut menunjukkan dosis rokok yang dihisap pada kelompok
terpapar lebih tinggi dibanding pada kelompok tidak terpapar.
5.2.5 Kebiasaan Olahraga Responden
Kebiasaan olahraga responden dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu
mempunyai kebiasaan olahraga jika melakukan olahraga minimal 3 kali/minggu
selama minimal 30 menit/olahraga dan tidak mempunyai kebiasaan olahraga jika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
61
frekuensi olahraga kurang dari 3 kali/minggu dalam waktu kurang dari 30
menit/olahraga. Kebiasaan olahraga responden pada kelompok terpapar dan tidak
terpapar debu batubara di PT X dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut :
Tabel 5.9 Distribusi Kebiasaan Olahraga Responden di PT X Tahun 2015
Kebiasaan
olahraga
Kelompok Jumlah
Terpapar Tidak terpapar
n % n % n %
Tidak 8 72,7 5 45,5 13 59,1
Ya 3 27,3 6 54,5 9 40,9
Jumlah 11 100 11 100 22 100
Berdasarkan tebel 5.9, pada kelompok terpapar mayoritas responden
(72,7%) tidak memiliki kebiasaan olahraga. Sebaliknya, pada kelompok tidak
terpapar lebih banyak responden yang mempunyai kebiasaan olahraga
dibandingkan yang tidak berolahraga, yaitu 54,5%. Dapat disimpulkan kebiasaan
olahraga pada responden kelompok tidak terpapar lebih baik.
5.3 Hasil Pengukuran Kadar Debu Batubara
Pengukuran kadar debu dilakukan pada tiga titik di bagian boiler, yaitu
pada titik dimana responden bekerja sehari-harinya. Pengukuran dilakukan pada
pagi hari ketika kegiatan operasional boiler berlangsung. Ketiga titik pengukuran
beserta kadar debu yang terukur disajikan dalam tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.10 Hasil Pengukuran Kadar Debu di Area Boiler Batubara PT X Tahun
2015
Titik pengukuran Kadar debu
terukur (mg/m3)
Kadar debu rata-
rata (mg/m3)
Crusher dan coal pile 0,5740
0,4174 Ash disposal 0,1784
Area boiler 0,4900
Berdasarkan tabel 5.10 terlihat kadar debu rata-rata dari tiga titik
pengukuran adalah 0,4174 mg/m3. Menurut standar internasional, NAB untuk
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
62
debu batubara adalah 2 mg/m3, sehingga kadar debu batubara pada area boiler PT
X masih berada di bawah NAB. Pada area kantor packaging warehouse sebagai
area kontrol, tidak dilakukan pengukuran kadar debu batubara karena lokasi
kantor tersebut tertutup dan tidak dekat dengan sumber debu batubara sehingga
kadar debu batubara diasumsikan nol sehingga dapat diabaikan..
Meskipun kadar debu batubara di area boiler rata-ratanya masih dibawah
nilai NAB, namun bukan berarti tidak dapat menimbulkan penyakit atau keluhan
gangguan saluran pernapasan. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil pengisian
kuisioner tentang keluhan subjektif saluran pernapasan responden yang disajikan
pada tabel 5.11 berikut:
Tabel 5.11 Frekuensi Keluhan Subjektif Responden di PT X Tahun 2015
Keluhan
subjektif
Terpapar Tidak terpapar
Ya Tidak Jumlah Ya Tidak Jumlah
n % n % n % n % n % n %
Batuk 6 54,5 5 45,5 11 100 2 18,2 9 81,2 11 100
Dahak 6 54,5 5 45,5 11 100 3 27,3 8 72,7 11 100
Napas
pendek 5 45,5 6 54,5 11 100 1 9,1 10 90,9 11 100
Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100 6 18,2 27 81,8 33 100
Berdasarkan tabel 5.11, terlihat bahwa responden pada kelompok terpapar
lebih banyak yang mengaku mengalami keluhan saluran pernapasan, yaitu sebesar
51,5%, dibandingkan kelompok tidak terpapar yang hanya 18,2%. Jenis keluhan
tersebut antara lain sering batuk (54,5%), berdahak (54,5%) dan napas pendek
saat berjalan cepat di permukaan datar atau jalan menaiki tangga (45,5%).
Menurut hasil wawancara, dahak yang dikeluarkan oleh responden yang terpapar
terkadang berwarna kehitaman.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
63
5.4 Gambaran Status Faal Paru Responden
Status faal paru responden yang diukur menggunakan spirometri
dikelompokkan menjadi normal jika nilai %FVC ≥ 80 dan nilai %FEV1 ≥75, dan
ada gangguan jika %FVC < 80 dan %FEV1 < 75. Distribusi hasil pengukuran
tersebut disajikan pada tabel 5.12 berikut:
Tabel 5.12 Distribusi Status Faal Paru Responden di PT X Tahun 2015
Kelompok
Status faal paru Jumlah
Gangguan Normal
n % n % n %
Terpapar 3 27,3 8 72,7 11 100
Tidak terpapar 1 9,1 10 90,9 11 100
Jumlah 4 18,2 18 81,8 22 100
Berdasarkan tabel 5.12 terlihat sebagian besar (81,8%) status faal paru
responden adalah normal. Prevalensi gangguan faal paru pada kelompok terpapar
sebanyak tiga orang atau 27,3%. Jenis gangguan faal parunya adalah dua orang
mengalami restriksi ringan dan satu orang mengalami obstruksi ringan.
Sedangkan prevalensi gangguan faal paru pada kelompok tidak terpapar sebanyak
1 orang atau 9,1% dengan jenis gangguan faal paru berupa obstruksi ringan.
Berdasarkan prevalensi tersebut, dapat dihitung Risiko Relatif (RR) gangguan faal
paru akibat paparan debu batubara dapat dihitung dengan rumus:
Nilai risiko relatifnya adalah 3, artinya pekerja di bagian boiler PT X
berisiko tiga kali lebih besar untuk mengalami gangguan faal paru dibandingkan
dengan dengan pekerja di bagian kantor packaging warehouse PT X.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
64
Perbedaan kondisi faal paru dilihat dari nilai rata-rata % FEV1 dan %FVC
responden pada kelompok terpapar dan tidak terpapar disajikan pada tabel 5.13
berikut:
Tabel 5.13 Gambaran Perbedaan Statistik % FEV1 dan %FVC Responden PT X
Tahun 2015
Statistik % FEV1 %FVC
Terpapar Tidak terpapar Terpapar Tidak terpapar
Rata-rata 84,709 85,255 100,936 104,473
Standar deviansi 6,2507 7,1315 20,1219 12,0325
Min 69,7 68,4 60,9 84,2
Max 94,5 97,7 125,9 127,9
Hasil analisis berdasarkan tabel 5.13 terlihat nilai rata-rata % FEV1 dan
%FVC responden pada kelompok tidak terpapar lebih baik dibandingkan pada
kelompok terpapar namun perbedaan nilainya tidak terlalu besar. Standar deviasi
%FVC pada kelompok terpapar cukup besar, yaitu 20,1219, menunjukkan nilai
%FVC pada kelompok terpapar lebih variatif meskipun secara rata-rata nilainya
tidak jauh berbeda dengan %FVC pada kelompok tidak terpapar.
5.5 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1 dan
%FVC Responden di PT X
Status faal paru responden ditentukan melalui nilai %FEV1 dan %FVC.
Nilai %FEV1 mengambarkan ada tidaknya obstruksi saluran pernapasan
sedangkan nilai %FVC menggambarkan ada tidaknya restriksi. Analisis
menggunakan regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh yang paling
dominan dari karakteristik responden terhadap nilai %FEV1 dan %FVC pada
kelompok terpapar dan tidak terpapar debu batubara di PT X. Selain itu juga
dihasilkan model yang dapat memprediksi nilai %FEV1 dan %FVC jika nilai
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
65
variabel bebas telah diketahui. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada tabel 5.14
berikut ini:
Tabel 5.14 Pengaruh Karakteristik Responden terhadap Nilai %FEV1 dan %FVC
pada Kelompok Terpapar dan Tidak Terpapar Debu Batubara di PT X, Tahun
2015
Nilai Faal
Paru
Karakteristik
Responden
Nilai Koefisien Beta Terstandard
Terpapar Tidak Terpapar
%FEV1
Usia -0,147 -0,515
Masa kerja -0,004 0,258
IMT -0,127 -0,392
Dosis rokok -0,522 -0,027
Kebiasaan Olahraga -0,368 0,094
Intercept 100,078 130,472
%FVC
Usia 0,001 -0,366
Masa kerja 0,006 0,595
IMT 0,429 0,071
Dosis rokok 0,015 0,167
Kebiasaan Olahraga -0,779 -0,509
intercept 81,100 122,232
Berdasarkan tabel 5.14 terlihat faktor yang paling dominan mempengaruhi
nilai %FEV1 pada kelompok terpapar adalah dosis rokok, dengan nilai
koefisiennya -0,522. Sedangkan pada kelompok tidak terpapar nilai %FEV1 lebih
dominan dipengaruhi oleh usia, dengan nilai koefisien -0,515.
Model dari hasil analisis regresi linier yang dapat digunakan untuk
memprediksi nilai %FEV1 pada kelompok terpapar dan tidak terpapar debu
batubara di PT X adalah sebagai berikut:
a) Model regresi nilai %FEV1 kelompok terpapar debu batubara di PT X
Y = β0 – β1X1 – β2X2 – β3X3 – β4X4 – β5X5
= 100,078 - 0,147(usia) - 0,004(masa kerja) - 0,127 (IMT) - 0,522(dosis
rokok) - 0,368(kebiasaan olahraga)
b) Model regresi nilai %FEV1 kelompok tidak terpapar debu batubara di PT X
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
66
Y = β0 – β1X1 + β2X2 – β3X3 – β4X4 + β5X5
= 130,472 - 0,515(usia) + 0,258(masa kerja) - 0,392(IMT) - 0,027 (dosis
rokok) + 0,094 (kebiasaan olahraga)
Keterangan:
Y = nilai % FEV1 (variabel terikat)
β0 = Intercept ; βi = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, 4, 5)
Xi = variabel bebas
Berdasarkan tabel 5.14 juga dapat terlihat variabel yang paling dominan
berpengaruh terhadap nilai %FVC responden pada kelompok terpapar adalah
kebiasaan olahraga dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,779. Sedangkan pada
kelompok tidak terpapar yang paling dominan berpengaruh adalah masa kerja
dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,595.
Model dari hasil analisis regresi linier yang dapat digunakan untuk
memprediksi nilai %FVC pada kelompok terpapar dan tidak terpapar debu
batubara di PT X adalah sebagai berikut:
a) Model regresi nilai %FVC kelompok terpapar debu batubara di PT X
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 – β5X5
= 81,800 + 0,001(usia) + 0,006(masa kerja) + 0,429 (IMT) + 0,015(dosis
rokok) - 0,779 (kebiasaan olahraga)
b) Model regresi nilai %FVC kelompok tidak terpapar debu batubara di PT X
Y = β0 – β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 - β5X5
= 122,232 - 0,366(usia) + 0,595(masa kerja) + 0,071 (IMT) + 0,167(dosis
rokok) - 0,509(kebiasaan olahraga)
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
67
Keterangan:
Y = nilai % FEV1 (variabel terikat)
β0 = Intercept ; βi = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, 4, 5)
Xi = variabel bebas
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
68
BAB VI
PEMBAHASAN
Hasil pengukuran faal paru menggunakan spirometri oleh Balai UPTK3
menunjukkan terdapat 3 orang (27,3%) pada kelompok terpapar debu batubara
yang mengalami gangguan faal paru. Dua orang diantaranya mengalami restriksi
ringan dan satu orang mengalami obstruksi ringan. Pada responden yang tidak
terpapar debu batubara, terdapat satu orang (9,1%) yang mengalami obstruksi
ringan. Risiko relatif yang didapatkan dari prevalensi gangguan faal paru pada
kedua kelompok tersebut adalah 3, artinya responden pada kelompok yang
terpapar debu batubara tiga kali lebih berisko terkena gangguan faal paru
dibandingkan responden pada kelompok yang tidak terpapar. Namun, dari fakta
tersebut belum dapat disimpulkan bahwa risiko gangguan faal paru yang dialami
oleh responden pada kelompok terpapar tersebut disebabkan oleh debu batubara
mengingat kadar debu batubara rata-rata yang terukur di bagian boiler hanya
0,4174 mg/m3.
Nilai ambang batas debu batubara berdasarkan standar internasional
adalah 2 mg/m3 sehingga kadar debu batubara di bagian boiler PT X termasuk
masih di bawah NAB. Debu batubara termasuk dalam kategori debu yang
berpotensi fibrogenik rendah dimana hanya paparan dalam kadar tinggi yang
mempunyai potensi tinggi menimbulkan gangguan faal paru. Menurut Suyono
(1995), hanya jika terdapat penumpukan debu batubara dalam jumlah banyak,
yaitu sekurang-kurangnya 50 gram/paru, maka reaksi jaringan derajat ringan baru
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
69
dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru. Teori tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Puspita (2011) bahwa tidak terdapat pengaruh paparan debu batubara
terhadap gangguan faal paru pada pekerja kontrak di PT PJB Unit Pembangkit
Paiton yang kadar debu batubaranya di bawah NAB (p=0,558).
Status faal paru responden jika dilihat berdasarkan nilai rata-rata %FEV1
dan %FVC, hanya tampak sedikit perbedaan antara kelompok terpapar dan tidak
terpapar dimana nilai rata-rata %FEV1 dan %FVC kelompok tidak terpapar
(%FEV1= 85,255 ± 7,1315 dan %FVC= 104,473 ± 12,0325) sedikit lebih tinggi
dibandingkan pada kelompok terpapar (%FEV1= 84,709 ± 6,2507 dan %FVC=
100,936 ± 20,1219). Kondisi ini mengindikasi bahwa kemungkinan efek paparan
debu batubara di bagian boiler PT X terhadap faal paru kecil. Terdapat beberapa
faktor lain yang perlu dipertimbangkan sebagai faktor yang mempengaruhi
kondisi faal paru responden, misalnya usia, status gizi, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, dan masa kerja.
Selain intensitas atau kadar paparan, adanya gangguan faal paru juga
tergantung dari masa kerja yang menunjukkan lamanya seseorang terpapar debu
batubara tersebut. Ditinjau dari masa kerja, responden pada kelompok terpapar
masa kerjanya 8,73 ± 1,85 tahun. Masa kerja responden yang rata-rata < 10 tahun
ini membuat sulit untuk melihat efek penyakit akibat kerja karena umumnya masa
laten penyakit akibat kerja sangat lama, misalnya untuk penyakit pneumokoniosis
dan kanker akibat kerja biasanya memerlukan waktu lebih dari 10 tahun untuk
dapat memperlihatkan gejala atau tanda (Harrianto,2010). Kadar paparan debu
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
70
batubara di bagian boiler PT X juga terbilang cukup kecil, sehingga potensi untuk
menimbulkan efek restriktif paru dalam waktu kurang dari 10 tahun kecil.
Hasil analisis regresi masa kerja terhadap nilai %FEV1 dan %FVC
responden pada kelompok terpapar menunjukkan koefisien regresi (β) sebesar
0,006 untuk %FVC dan β = -0,004 untuk %FEV1. Hasil tersebut mengindikasi
bahwa masa kerja yang menunjukkan lama paparan debu batubara hanya
berpengaruh sedikit terhadap kondisi faal paru responden. Pada responden
kelompok tidak terpapar yang notabene tidak mempunyai faktor risiko karena
paparan debu batubara, nilai koefisien regresi untuk masa kerja mempunyai
kecenderungan poistif, yaitu β = 0,258 untuk %FEV1 dan β = 0,595 untuk %FVC.
Artinya, semakin meningkat masa kerja justru ada kecenderungan nilai %FEV1
dan %FVC meningkat sehingga masa kerja pada responden yang tidak terpapar
debu batubara tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap status faal paru
respondennya.
Faktor yang mempunyai peluang besar untuk mempengaruhi kandisi faal
paru adalah kebiasaan merokok. Merokok seringkali menjadi penyebab utama
beberapa penyakit obstruksi kronis (bronkitis dan emfisema) pada pekerja karena
konsentrasi asap rokok yang dihirup perokok berlipat kali lebih banyak
dibandingkan polutan yang ada di lingkungan kerja. Menurut West (2010),
seseorang yang merokok 35 batang/hari mempunyai risiko 40 kali lebih besar
untuk terkena karsinoma bronkial. Selain itu, satu batang rokok sudah
menunjukkan adanya peningkatan resistensi jalan napas yang berarti
meningkatkan risiko bronkitis kronis dan emfisema. Hasil penelitian lain
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
71
menyebutkan perokok usia 30 – 40 tahun dengan dosis rokok 30 pack-tahun
berisiko bronkitis (Ryu dkk, 2001). Dosis rokok berbeda-beda tersebut
menunjukkan bahwa pengaruh rokok terhadap faal paru juga tergantung
kerentanan individu. Berdasarkan fakta tersebut, ada kemungkinan gangguan faal
paru yang dialami oleh responden di PT X adalah lebih dominan karena pengaruh
paparan rokok mengingat 68,2% responden merupakan perokok.
Responden pada kelompok terpapar yang mengalami gangguan berupa
obstruksi ringan adalah perokok dengan dosis 264 batang-tahun sehingga sangat
mungkin obstruksi ringan yang dialami lebih karena pengaruh rokok
dibandingkan efek paparan debu batubara. Perkiraan ini juga didukung oleh hasil
uji regresi linier yang menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan
mempengaruhi nilai %FEV1 pada responden kelompok terpapar adalah dosis
rokok, dengan β = -0,522 yang berarti setiap peningkatan satu satuan dosis rokok
maka nilai %FEV1 responden akan menurun sebesar 0,522. Dosis rokok juga
mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai %FEV1 responden kelompok tidak
terpapar, yaitu β = -0,027. Nilai koefisien regresi tersebut lebih kecil
dibandingkan pada kelompok terpapar karena rata-rata dosis rokok responden
kelompok tidak terpapar juga lebih kecil. Merokok dapat menyebabkan hipertrofi
sel mukosa dan meningkatkan sekresi mukus sehingga dapat mengakibatkan
obstruksi yang ditandai dengan penurunan %FEV1. Oleh karena itu, tindakan yang
dapat dilakukan untuk tidak memperburuk risiko obstruksi pada pekerja yang
terpapar debu batubara di PT X adalah menyarakan pekerja di bagian boiler yang
merokok untuk berhenti merokok.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
72
Seorang responden pada kelompok terpapar yang mengalami restriksi
ringan adalah perokok aktif dengan dosis rokok 252 batang-tahun. Hal tersebut
juga dapat memberikan dugaan bahwa restriksi paru yang dialami juga lebih
dominan karena pengaruh rokok. Namun, hasil uji regresi pada kelompok terpapar
justru menunjukkan β = 0,015 untuk %FVC, artinya semakin meningkat dosis
rokok maka nilai %FVC responden makin meningkat. Begitu pula hasil regresi
pada kelompok tidak terpapar dimana β = 0,167 untuk %FVC. Hasil penelitian
ini tidak sejalan dengan hasil penelitian kasus kontrol oleh Baumgartner dkk
(2000) bahwa riwayat merokok beruhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
fibrosis paru idiopatik dengan OR sebesar 1,6. Hal ini bisa terjadi karena kapasitas
vital paru manusia juga dipengaruhi oleh ukuran tubuh sehingga kemungkinan
kapasitas vital paru responden pada kelompok terpapar relatif besar. Penelitian
oleh Gold (1996) juga mengemukakan tidak terdapat hubungan dosis-respon
antara dosis rokok dengan nilai FVC, nilai FVC perokok lebih besar daripada
bukan perokok yang diduga ukuran paru lebih besar pada responden yang
perokok.
Status gizi responden baik pada kelompok terpapar maupun kelompok tidak
terpapar didominasi oleh status gizi lebih (obesitas), yaitu 72,2% pada kelompok
terpapar dan 54,4% pada kelompok tidak terpapar. Rata-rata nilai IMT pada
kelompok terpapar 27,069 ± 5,396 kg/m2 sedangkan pada kelompok tidak
terpapar 24,007 ± 2,956 kg/m2. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat terlihat
bahwa status gizi kelompok tidak terpapar lebih banyak yang normal
dibandingkan pada kelompok terpapar. Perbedaan ini dapat terjadi kemungkinan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
73
karena responden pada kelompok tidak terpapar lebih banyak yang memiliki
kebiasaan berolahraga secara rutin. Kebiasaan olahraga secara rutin dapat
meningkatkan metabolisme tubuh sehingga mengurangi risiko obesitas (Karim,
2006). Selain itu kondisi obesitas pada responden kelompok terpapar mungkin
berhubungan dengan kebiasaan merokok responden dalam jumlah banyak (> 10
batang/hari). Merokok diguga memicu akumulasi lemak intra abdomen lebih
besar dibandingkan pada orang yang tidak merokok atau perokok ringan sehingga
perokok sedang hingga perokok berat mempunyai risiko untuk obesitas lebih
tinggi (Chiolero dkk, 2008).
Status gizi mempengarhi faal paru seseorang. Obesitas dapat
mempengaruhi faal paru karena adanya tambahan jaringan adiposa pada dinding
dada dan rongga perut yang menekan rongga dada, rongga abdomen dan paru.
Akibat beban tambahan tersebut daya complience paru menurun, otot pernapasan
harus memompa lebih kuat untuk menghasilkan tekanan negatif hingga
memungkinkan udara masuk saat inspirasi sehingga kecepatan otot berkurang.
Hal tersebut menyebabkan menurunnya nilai FEV1 dan menurunnya kapasitas
udara paru (Costa dkk, 2008). Hasil uji regresi terhadap IMT pada penelitian ini
menunjukkan β = -0,127 untuk %FEV1 dan β = 0,429 untuk %FVC pada
kelompok terpapar. Koefisien regresi tersebut menunjukkan terdapat pengaruh
IMT terhadap nilai %FEV1 dimana jika IMT meningkat maka nilai %FEV1 akan
menurun. Namun, berbeda dengan teori di awal, hasil penelitian ini justru
menunjukkan peningkatan nilai %FVC jika nilai IMT meningkat. Kondisi tersebut
bisa saja terjadi karena pada dasarnya kapasitas vital individu dipengaruhi oleh
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
74
multi faktor. Koefisien regresi pada kelompok tidak terpapar menunjukkan
kecenderungan yang sama, yaitu β = -0,392 untuk %FEV1 dan β = 0,071 untuk
%FVC.
Usia merupakan faktor yang secara alamiah mempengaruhi kondisi faal
paru seseorang. Sistem pernapasan akan berubah secara anatomi dan imunologi
sesuai bertambahnya usia. Daya pengembangan paru, kekuatan otot pernapasan,
kapasitas vital, FEV1, FVC, dan cairan antioksidan epiteal akan menurun sesuai
peningkatan usia (Sharma dan Goodwin, 2006). Rata-rata usia responden pada
penelitian ini homogen, yaitu 34,27 ± 5,985 tahun pada kelompok terpapar dan
33,36 ± 4,884 tahun pada kelompok tidak terpapar. Usia rata-rata tersebut berada
pada titik dimana kapasitas paru sudah optimum, tidak dapat berkembang lagi
bahkan sudah dapat mengalami penurunan setelah mencapai usia 30 tahun
(Guyton, 1997). Hasil regresi linier pengaruh usia menunjukkan nilai β = - 0,147
untuk %FEV1 dan β = 0,001 untuk %FVC pada kelompok terpapar. Nilai
koefisien regresi pada kelompok tidak terpapar lebih besar dan merupakan yang
paling dominan mempengaruhi %FEV1-nya, yaitu β = -0,515 untuk %FEV1 dan
β= -0,366 untuk %FVC. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mengkidi (2006) yang
menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan usia dengan
gangguan faal paru.
Kebiasaan olahraga dapat meningkatkan kapasitas vital paru karena aliran
darah akan meningkat dengan olahraga yang rutin. Akibat peningkatan aliran
darah yang melalui paru, kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum sehingga
oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
75
Disisi lain, dengan berolah raga daya tahan tubuh lebih terjaga sehingga tidak
rentan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan serta menguatkan otot-otot
pernapasan (Karim, 2006). Hasil analisis regresi linier pada penelitian ini
menunjukkan kebiasaan olahraga merupakan faktor yang paling dominan
mempengaruhi nilai %FVC pada kelompok tidak terpapar, yaitu β= -0,779 yang
berarti tidak berolahraga mengakibatkan penurunan nilai %FVC sebesar 0,779.
Pengaruh olahraga terhadap %FEV1 pada kelompok terpapar juga menunjukkan
kecenderungan yang sama, yaitu β= -0,368. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Yulaekah (2007) bahwa olahraga merupakan faktor protektif terhadap
gangguan faal paru (OR=0,747).
Salah seorang responden pada kelompok terpapar yang mengalami restriksi
paru berusia 44 tahun dengan status gizi kurang (underweight), mempunyai
kebiasaan merokok dengan dosis cukup tinggi, dan tidak punya kebiasaan
berolahraga. Hal itu memungkinkan gangguan faal paru yang dialami merupakan
pengaruh kombinasi dari karakteristik individu yang rentan tersebut. Kondisi
status gizi yang kurang bisa merupakan indikasi adanya penyakit kronis, misalnya
penyakit jantung. Darah mempunyai peranan penting dalam membawa sulpai
nutrisi maupun oksigen. Jika aliran darah terganggu akibat adanya kelainan
jantung maka kerja normal sistem organ yang lain juga turut terganggu. Adanya
penyakit kronis umumnya melemahkan kerja organ tubuh termasuk paru-paru dan
otot-otot pernapasan. Menurut West (2011), penyakit gagal jantung kiri termasuk
penyakit yang dapat mempengaruhi persyarafat otot napas sehingga menurunkan
kapasitas paru.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
76
Pada individu yang rentan, inhalasi debu debu dalam kadar rendah dapat
menimbulkan dampak yang buruk pada saluran pernapasan. Jumlah debu yang
terinhalasi selain tergantung pada kadar paparan juga dapat dipengaruhi oleh
kebiasaan menggunakan alat pelindung pernapasan. Penggunaan alat pelindung
pernapasan dapat meminimalkan jumlah partikel debu yang terinhalasi.
Kemungkinan responden pada kelompok terpapar yang mengalami gangguan faal
paru mempunyai pertahanan jaringan paru yang lemah terhadap debu toksik.
Berdasarkan hasil kuisioner dan didukung oleh pengamatan, responden yang
mengalami gangguan faal paru tersebut sering tidak menggunakan alat pelindung
pernapasan ketika bekerja di lapangan. Menurut penelitian Mengkidi (2006),
penggunaan APD merupakan faktor protektif terhadap kejadian gangguan faal
paru (RP = 0,572; 95% CI = 0,390 – 0,838). Hasil penelitian serupa oleh Raharjo
(2013) juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemakaian
masker dengan kejadian gangguan faal paru pada pekerja di pabrik peleburan besi.
Faktor yang mempengaruhi efektifitas penggunaan alat pelindung
pernapasan selain intensitas penggunaannya adalah kesesuaian antara jenis
partikel paparan dan jenis alat pelindung pernapasannya, cara pemakaian, dan
kelayakan alat pelindung pernapasan tersebut (Harrington dan Gill, 2005). PT X
perlu lebih memperketat pengawasan penggunaan respirator terhadap pekerja di
bagian boiler karena meskipun kadar paparan debu batubara di sana masih
termasuk di bawah NAB tidak menutup kemungkinan pekerjanya untuk dapat
mengalami gangguan faal paru.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
77
Pekerja bagian boiler di PT X yang mengalami gangguan obstruksi maupun
restriksi sebaiknya dipindahkan ke bagian lain yang tidak terdapat paparan debu
karena adanya paparan debu batubara dapat memperburuk progesifitas
penyakitnya (Suyono, 1995). Penilaian secara pasti apakah gangguan tersebut
merupakan penyakit paru akibat kerja dapat diketahui melaui pemeriksaan
radiologi atau CT scan untuk melihat ada tidaknya debu batubara di dalam
jaringan paru penderita.
Uji kapasitas faal paru menggunakan spirometri mudah dilakukan dan
seringkali informatif untuk dapat mendeteksi adannya gangguan faal paru (West,
2011). Uji ini sebaiknya dilakukan berkala setahun sekali untuk menilai hubungan
paparan-efek dan membantu memberikan penilaian kelaikan tindakan
pengendalian debu di bagian boiler PT X. Jika dari hasil uji kapasitas paru
tersebut menunjukkan penurunan nilai %FEV1 dan %FVC pekerja bagian boiler
yang bermakna, maka patut dicurigai bahwa paparan debu batubara di boiler PT X
menimbulkan pengaruh terhadap faal paru pekerja secara signifikan.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah pemeriksaan baru dilakukan satu
kali dan jumlah populasi yang terbatas membuat data yang ada juga terbatas
sehingga hasil uji statistik mungkin kurang interprtatif. Selain itu, jumlah populasi
yang terlalu sedikit membuat faktor-faktor karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi kapasitas faal paru tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sulit
untuk melihat efek dari paparan debu batubara saja terhadap kondisi faal paru
pekerja di bagian boiler akibat adanya faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan tersebut pada responden penelitian.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
78
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Usia rata-rata kedua kelompok responden adalah homogen. Responden di
bagian boiler lebih banyak yang mempunyai status gizi lebih (obesitas), rata-rata
dosis rokoknya lebih besar, dan lebih banyak yang tidak mempunyai kebiasaan
olahraga dibandingkan dengan responden di bagian kantor packaging warehouse.
Responden di bagian boiler PT X mempunyai risiko relatif tiga kali lebih besar
untuk mengalami gangguan faal paru dibandingkan responden pada bagian kantor
packaging warehouse. Rata-rata kadar debu di bagian boiler 0,4174 mg/m3
sehingga potensi debu batubara tersebut untuk menimbulkan gangguan faal paru
pada pekerja dengan masa kerja rata-rata kurang dari 10 tahun kemungkinan kecil.
Faktor karakteristik individu yang paling dominan mempengaruhi faal paru
responden di bagian boiler adalah dosis rokok untuk nilai %FEV1 dan kebiasaan
olahraga untuk nilai %FVC. Sedangkan, pada responden di bagian kantor
packaging warehouse faktor yang paling dominan mempengaruhi faal paru adalah
usia untuk nilai %FEV1 dan masa kerja untuk nilai %FVC.
7.2 Saran
Pihak manajemen PT X disarankan aktif melakukan penyuluhan kepada
pekerja bagian boiler untuk berhenti merokok, memindahkan pekerja bagian
boiler PT X yang mengalami gangguan faal paru ke lokasi kerja lain yang tidak
terdapat paparan debu batubara langsung, dan memberikan tes fungsi paru
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
79
menggunakan spirometri kepada pekerja bagian boiler PT X secara berkala
setahun sekali untuk melakukan pemantauan efek paparan debu batubara terhadap
pekerja. Interpretasi hasil pengukuran faal paru sebaiknya juga
mempertimbangkan parameter lain yaitu kapasitas vital, kapasitas total paru,
volume residu, dan volume tidal sehingga hasil interpretasi dapat lebih mendalam
dan akurat. Penelitian ini memiliki kelemahan terbatasnya populasi penelitian,
sebaiknya penelitian terkait paparan debu batubara dan faal paru selanjutnya
dilakukan dengan populasi yang lebih besar.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
80
DAFTAR PUSTAKA
Afriwardi. 2010. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: EGC.
Aladin, A. 2011. Sumber Daya Alam Batubara. Jakarta: Lubuk Agung.
Asna, A.S. 2013. Hubungan antara Lama Paparan Kadar Debu Batubara dengan
Penuruan Kapasitas Fungsi Paru pada Tenaga Kerja di Unit Boiler
Batubara PT Indo Aciditama Tbk. Artikel Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Baumgartner, K.B.,Samet, J.M., Coutlas, D.B. 2000. Occuoational and
Environmental Risk Factor For Idiopatic Pulmonary Fibrosis: A
Multicenter Case-Control Study. Collaborating Centers. Am J Epidemiol.
152:307-315.
CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 2014. Coal Workers'
Pneumoconiosis: Number of Death by state, U.S. Residents age 15 and
over. 2001-2010. Diakses pada tanggal 17 April 2015.<www.cdc.gov>.
CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 2012. Pneumoconiosis
andadvanced occupational lung disease among surface coal miners – 16
states,2010–2011. MMWR. Morb. Mortal. Wkly. Rep. 61, 431–434.
Chiolero, A., Faeh, D., Paccaud, F., Cornuz, J. 2008. Consequences of Smoking
for Body Weight, Body Fat Distribution, and Insulin Resistence. Am J Clin
Nutr. 87:801-9.
Costa, D., Barbalho, M.C., Miguel, G.P.S., Forti, EMP., Azevedo. 2008. The
Impact of Obesity on Pulmonary Function in Adult Women. Clinic.
63:719-24.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2011. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.per13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta:
Depnakertrans RI.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 1980. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.Per.02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Depnakertrans RI
Fishwick, D. 2008. Pneumoconiosis. Systemic and Parenchymal Lung Diseases.
36: 258-260.
Gold, D., Wang, X., David, W. 1996. Effect of Cigarrete Smoking on Lung
Function in Adolescent Boys and Girls. NEJM. Vol. 335 No.13.
Government of Alberta. 2010. Coal Dust at The Work Site. Workplace Health and
Safety Bulletin. New York: Work Safe Alberta.
Guyton, A.C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
81
Harrianto, R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Harrington, J.M. dan Gill, F.S. 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
International Labour Organization. 2002. Guidelines for the use of the ILO
International Classification of Radiographs of Pneumoconiosis. Revised
edition 2000. Geneva: International Labour Office.
IUPAC. 1990. Glossary of atmospheric chemistry terms. International Union of
Pure and Applied Chemistry, Applied Chemistry Division, Commission on
Atmospheric Chemistry. Pure and Applied Chemistry. 62 (11):2167-2219.
Karim, F. 2006. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI.
Laboratorium Fisiologi UNSOED. 2015. Modul Praktikum Spirmetri. Banyumas:
Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman.
Lewis, R. A. 1998. Lewis' dictionary of Toxicology. U.S: CRC Press LLC.
Liu, H., Tang, Z., Yang, Y., Weng, D., Sun, G., Duan, Z., Chen, J. 2009.
Identificationand classification of high risk groups for coal workers’
pneumoconiosis using anartificial neural network based on occupational
histories: a retrospective cohortstudy. BMC Public Health. 9: 366.
Menezes, A.M., Victoria C.G., & Rigatto M., 1994. Prevalence and Risk Factors
for Chronic Bronchitis in Petolas, RS, Brazil: A Population-based Study.
Thorax. 12: 1217-1221.
Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya pada Karyawan PT Semen Tonasa Pangkep Sulawesi
Selatan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
National Institute for Occupational Safety and Health. 2011. Coal Mine Dust
Exposures and Associated Health Outcomes. NIOSH CIB 64.
Onder, M. dan Yigit, E. 2009. Assesment of Respirable Dust Exposure in An
Opencast Coal Mine. Environ Monit Asses. 152:393-401.
Pearce, E. C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia.
Jakarta.
Pudjiastuti, W. 2002. Debu sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan
Kesehatan Kerja. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja.
Puspita, G.C. 2011. Pengaruh Paparan Debu Batubara Terhadap Gangguan Faal
Paru Pada Pekerja Kontrak Bagian Coal Handling PT PJB Unit
Pembangkitan Paiton. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
82
Raharjo, M.S.P. 2013. Status Fungsi Paru pada Tenaga Kerja yang Terpapar Debu
dan Faktor yang Mempengaruhinya (Studi di Bagian Produksi PT X
Sidoarjo). Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Razi F., Amri Z., Ichsan M., Yunus F. 2008. Pengaruh Debu Batubara terhadap
Paru Pekerja Tambang Penggalian. Jurnal Kedokteran Indonesia. Vol. 58.
No.2.
Revoir, W.H. 1997. Respiratory Protection Handbook. USA: CRC Press LLC.
Ryu, J.H., Colby, T.V., Hartman, T.E., Vassalo, R. 2001. Smoking-Related
Interstitial Lung Diseasae: A Concise Review. Eur Respir J. 17:122-132.
Sharma, G. dan Goodwin, J. 2006. Effect Of Aging on Respiratory System
Physiology dan Imunology. Clinical Invervention in Aging. I (3): 253-260.
Smith D.R., dan Leggat P.A. 2006. 24 Years of Pneumoconiosis Mortality
Surveillance in Australia. J Occup Health. (48):309-13.
Suma’mur, P.K. 2011. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.
Standar Nasional Indonesia. 2005. SNI 19-0232-2005 tentang NAB Zat Kimia di
Udara Tempat Kerja. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Susanto, A.D. 2011. Pneumokoniosis. Indonesian Medical Association Journal.
vol.61 No. 12.
Suyono, J. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
Wardhana, A.W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.
West, J.B. 2011. Pulmonary Pathophysiology 8th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
WHO. 2014. Global Database on Body Mass Index. Diakses pada tanggal 12
Desember 2014. <http://apps.who.int/bmi/index/.jsp>.
Yulaekah, S. 2007. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro Semarang.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
83
LAMPIRAN 1
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
84
LAMPIRAN 2
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
85
LAMPIRAN 3
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
86
LAMPIRAN 4
LEMBAR PENJELASAN SEBELUM PENELITIAN
Judul Penelitian
“Pengaruh Paparan Debu Batubara terhadap Status Faal Paru Pekerja di PT
SMART, Tbk Surabaya”
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan debu
batubara terhadap status faal paru pekerja. Penelitian ini dilakukan terhadap
pekerja di bagian boiler karena pekerja di bagian boiler terpapar langsung
debu batubara saat melakukan pekerjaannya. Penelitian juga dilakukan pada
pekerja di bagian kantor emballage sebagai kelompok yang tidak terpapar
debu batubara langsung sehari-harinya.
Manfaat
Subyek yang terlibat dalam penelitian ini akan memperoleh informasi
tentang status faal parunya (± 1 minggu setelah pengukuran, hasilnya dapat
dilihat di poliklinik perusahaan) dan informasi tentang upaya mengendalikan
paparan debu batubara di tempat kerja melalui leaflet sehingga dapat
mengurangi risiko terjadinya gangguan kesehatan.
Perlakuan yang Diberikan Pada Responden
Bapak-bapak yang akan menjadi responden pada penelitian ini akan
dimintai waktu untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Mengisi kuisioner selama ± 15 menit.
2. Melakukan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dan
pengukuran berat badan menggunakan bathroom scale selama ± 10 menit.
Langkah pengukuran tinggi badan dan berat badan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Melepaskan sepatu/alas kaki dan helm kemudian berdiri tegak di
bawah microtoise yang telah terpasang pada lantai yang datar dengan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
87
posisi kepala, bahu belakang, lengan, pantat, dan tumit menempel pada
dinding.
b. Setelah pengukuran tinggi badan selesai, responden diminta naik ke
alat timbang badan (bathroomscale) dengan posisi kaki tepat di tengah
alat timbang tetapi tidak menutupi angka jarum timbang.
c. Responden diminta memandang lurus ke depan (tidak menunduk) dan
tidak bergerak-gerak saat pengukuran berat badan.
3. Melakukan pengukuran kapasitas faal paru menggunakan alat spirometri
selama ± 15 menit. Langkah-langkah pengukuran tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Responden diminta berdiri kemudian memasang mouthpiece ke mulut,
dengan posisi bibir rapat pada mouthpiece.
b. Responden diminta menarik napas sedalam-dalamnya kemudian
membuang napas secara cepat dan dihentakan. Hal ini dilakukan
berulang 2 sampai 3 kali.
Semua kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan di
dalam ruangan kantor boiler atau di kantor emballage. Pengukuran IMT dan
kapasitas faal paru akan dilakukan oleh petugas dari Balai UPTK3 dan
didampingi peneliti.
Bahaya Potensial Penelitian
Tidak ada bahaya potensial yang akan dirasakan oleh responden
karena peneliti hanya akan menggunakan microtoise, bathroomscale,
spirometri, dan lembar kuisioner untuk menggali data responden. Namun,
kemungkinan responden dapat mengalami kelelahan karena mengulang
melakukan menarik napas sedalam-dalamnya dan membuang napas secara
cepat disertai hentakan.
Hak untuk Undur Diri
Selama penelitian berlangsung, responden diperbolehkan untuk
menghentikan proses pengisian kuisioner.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
88
Tempat dan Pelaksanaan Penelitian
Selama penelitian berlangsung, pelaksanaan pengisian kuisioner,
pengukuran tinggi & berat badan, serta pengukuran kapasitas faal paru akan
dilakukan di tempat penelitian yaitu di PT SMART, Tbk Surabaya. Pengisian
kuisioner dilakukan sehari sebelum pengukuran tinggi, berat badan, dan
pengukuran kapasitas faal paru pekerja. Pengukuran tinggi, berat badan, dan
kapasitas faal paru di hari berikutnya dilakukan pada pukul 07.00 sampai
selesai dan dilakukan oleh peneliti dengan bantuan pihak yang mendukung
penelitian ini. Waktu pengambilan data ini melalui perjanjian dengan
responden terlebih dahulu.
Jenis Insentif
Responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini akan
mendapatkan insentif berupa merchandise sapu tangan dan makanan.
Contact Person
Berikut adalah identitas ketua pelaksana penelitian:
Nama : Yosi Dhemas Larasati
No. Telepon : 082131061514
Institusi Penyelenggara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga
Alamat Institusi : Jl. Mulyorejo Surabaya (031-5920948)
Demikian penjelasan yang perlu saya sampaikan dan harus dipahami
sebelum bersedia menjadi responden penelitian. Atas perhatian Anda, saya
ucapkan terima kasih.
Surabaya, Juni 2015
Peneliti
Yosi Dhemas Larasati
NIM. 101111373
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
89
LAMPIRAN 5
INFORM CONSENT
PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah:
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia / TTL :
Alamat :
Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :
1. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Paparan Debu Batubara terhadap Status
Faal Paru pada Pekerja di PT SMART, Tbk Surabaya.”
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subyek
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang akan timbul
5. Prosedur penelitian
Dan subyek penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. oleh karena itu saya
bersedia / tidak bersedia *) secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian
dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan
dari pihak manapun.
Surabaya, Juni 2015
Peneliti, Responden
YOSI DHEMAS L. ( )
NIM. 101111134
Saksi,
( )
*) Coret salah satu
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
90
LAMPIRAN 6
LEMBAR KUISIONER
A. Identitas Responden
1. No. Responden :
2. Nama responden :
3. Unit kerja/bagian :
4. Tempat, tanggal lahir :
5. Jenis kelamin :
6. Alamat :
B. Pengalaman terpapar debu
1. Kapan Anda mulai bekerja di bagian boiler/kantor packaging warehouse ?
............... tahun .............. bulan
2. Dalam sehari, jam berapa Anda bekerja? Pukul .............. sampai ................
3. Apakah selama bekerja, Anda sering terkena debu langsung di area boiler/
packaging warehouse?
a. Ya b. Tidak
C. Keluhan Pernapasan
1. Apakah Anda sering mengalami batuk?
a. Ya b. Tidak
2. Kapan Anda biasanya mengalami batuk-batuk?
a. Pagi hari ketika bangun tidur
b. Siang hari
c. Malam hari
d. Siang dan malam hari
3. Sejak kapan Anda mulai mengalami batuk tersebut?
............. bulan ...............tahun
4. Apakah saudara biasanya mengeluarkan dahak ketika batuk atau pada saat
tertentu? (jika jawaban “ya” lanjut kepertanyaan no. 5 dan no.6, jika
jawaban tidak, lanjut langsung ke pertanyaan no. 7)
a. Ya b. Tidak
5. Kapan Anda biasanya mengeluarkan dahak?
a. Pagi hari ketika bangun tidur
b. Siang hari dan/atau malam hari
6. Sejak kapan Anda mulai mengeluarkan dahak seperti itu?
............. bulan ................. tahun
7. Apakah Anda merasa sesak napas jika Anda berjalan cepat di jalan datar di
lapangan atau saat berjalan biasa pada jalan yang mendaki?
a. Ya b. Tidak
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
91
D. Riwayat Penyakit Saluran Pernapasan
1. Apakah selama 3 tahun terakhir Anda memiliki penyakit saluran
pernapasan sehingga Anda tidak dapat bekerja normal selama 1 minggu?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda mengeluarkan dahak lebih dari normal pada waktu bekerja? ?
(jika jawaban “ya” lanjut kepertanyaan no. 3, jika jawaban tidak, lanjut
langsung ke pertanyaan sub E)
a. Ya b. Tidak
3. Apakah Anda mengalami keluhan tersebut lebih dari 1 kali salam 3 tahun
terakhir?
a. Ya b. Tidak
E. Kebiasaan Merokok
1. Apakah Anda merokok? ? (jika jawaban “ya” lanjut kepertanyaan no. 2, 3,
4, dan 5, jika jawaban tidak, lanjut langsung ke pertanyaan no. 6)
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda selalu merokok setiap hari?
a. Ya b. Tidak
3. Jika ya, berapa batang rokok yang Anda hisap setiap harinya? ........ batang.
4. Rokok jenis apa yang Anda pakai?
a. Rokok kretek (rokok tanpa filter)
b. Rokok berfilter
5. Sejak kapan Anda merokok? ................... tahun
6. Bagi yang tidak merokok, apakah Anda pernah merokok?
a. Ya b. Tidak
7. Bagi yang pernah merokok, sudah berapa lama Anda berhenti merokok?
......... tahun atau bulan (coret yang tidak perlu)
F. Kebiasaan Penggunaan Alat Pelindung Pernapasan
1. Apakah selama bekerja, Anda menggunakan alat pelindung pernapasan?
a. Ya b. Tidak
2. Manakah jenis masker yang Saudara gunakan?
a.
b.
c. Kain kaos atau slayer
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
92
3. Kapan Anda menggunakan alat pelindung pernapasan tersebut?
a. Selalu saat bekerja di lapangan
b. Kadang-kadang saat bekerja di lapangan
c. Jika diminta atau di kontrol atasan
G. Kebiasaan Olahraga
No. Jenis olahraga Ya/tidak Frekuensi (dalam
seminggu)
Lama
olahraga
1. Jalan kaki kali Menit
2. Sepak bola Kali Menit
3. Voli Kali Menit
4. Bulu tangkis Kali Menit
5. Bersepeda Kali Menit
6. Jogging atau lari Kali Menit
7. Lainnya,
sebutkan.............
Kali Menit
H. Status IMT
1. Berat badan : .......................... kg
2. Tinggi badan : ............................ m
3. IMT : ............................ kg/m².
4. Status IMT : ............................
I. Hasil Pengukuran Faal Paru
1. FVC :
2. FEV1 :
3. Kelainan :
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
93
LAMPIRAN 7
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
94
LAMPIRAN 8
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
95
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
96
LAMPIRAN 9
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
umur responden 11 28 44 34,27 5,985
masa kerja 11 8 14 8,73 1,849
nilai IMT 11 17,63 37,02 27,0682 5,39345
Dosis rokok 11 0 288 93,73 127,024
% FEV1 11 69,7 94,5 84,709 6,2507
%FVC 11 60,9 125,9 100,936 20,1219
Valid N (listwise) 11
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
umur responden 11 28 45 33,36 4,884
masa kerja 11 3 21 7,55 6,267
nilai IMT 11 19,38 29,00 24,0064 2,95543
Dosis rokok 11 0 120 46,09 43,542
% FEV1 11 68,4 97,7 85,255 7,1315
%FVC 11 84,2 127,9 104,473 12,0325
Valid N (listwise) 11
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent Status Faal Paru * status paparan 22 100,0% 0 0,0% 22 100,0%
Status Faal Paru * status paparan Crosstabulation
status paparan Total terpapar tidak terpapar
Status Faal Paru
ada gangguan Count 3 1 4 % within status paparan 27,3% 9,1% 18,2% % of Total 13,6% 4,5% 18,2%
normal Count 8 10 18 % within status paparan 72,7% 90,9% 81,8% % of Total 36,4% 45,5% 81,8%
Total Count 11 11 22 % within status paparan 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 50,0% 50,0% 100,0%
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
97
Regression
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables
Removed
Method
1
kebiasaan
olahraga, Dosis
rokok, nilai IMT,
umur responden,
masa kerjab
. Enter
a. Dependent Variable: % FEV1
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,750a ,563 ,126 5,8424 2,224
a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja
b. Dependent Variable: % FEV1
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 220,039 5 44,008 1,289 ,394b
Residual 170,670 5 34,134
Total 390,709 10
a. Dependent Variable: % FEV1
b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
98
Coefficientsa Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 100,078 23,707 4,221 ,008
umur
responden
-,154 ,414 -,147 -,371 ,726 ,555 1,802
masa kerja -,013 1,689 -,004 -,008 ,994 ,350 2,856
nilai IMT -,148 ,385 -,127 -,383 ,717 ,791 1,264
Dosis rokok -,026 ,021 -,522 -1,246 ,268 ,497 2,010
kebiasaan
olahraga
-4,928 6,589 -,368 -,748 ,488 ,360 2,775
a. Dependent Variable: % FEV1
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition
Index
Variance Proportions
(Constant) umur
responden
masa
kerja
nilai
IMT
Dosis rokok kebiasaan
olahraga
1
1 5,134 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00
2 ,570 3,001 ,00 ,00 ,00 ,00 ,47 ,01
3 ,248 4,549 ,00 ,00 ,01 ,00 ,04 ,27
4 ,031 12,969 ,01 ,20 ,00 ,50 ,09 ,00
5 ,013 19,996 ,00 ,31 ,49 ,41 ,02 ,65
6 ,004 36,102 ,99 ,49 ,50 ,09 ,38 ,07
a. Dependent Variable: % FEV1
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 77,480 92,229 84,709 4,6908 11
Residual -7,7803 5,2857 ,0000 4,1312 11
Std. Predicted Value -1,541 1,603 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,332 ,905 ,000 ,707 11
a. Dependent Variable: % FEV1
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
99
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
100
Variables Entered/Removeda Model Variables Entered Variables Removed Method
1 kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerjab
. Enter
a. Dependent Variable: %FVC
b. All requested variables entered.
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 81,100 72,582 1,117 ,315
umur
responden
,003 1,269 ,001 ,002 ,998 ,555 1,802
masa kerja ,068 5,170 ,006 ,013 ,990 ,350 2,856
nilai IMT 1,600 1,179 ,429 1,357 ,233 ,791 1,264
Dosis rokok ,002 ,063 ,015 ,038 ,971 ,497 2,010
kebiasaan
olahraga
-33,543 20,174 -,779 -1,663 ,157 ,360 2,775
a. Dependent Variable: %FVC
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,778a ,605 ,210 17,8871 2,335
a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja
b. Dependent Variable: %FVC
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 2449,166 5 489,833 1,531 ,326b
Residual 1599,739 5 319,948
Total 4048,905 10
a. Dependent Variable: %FVC
b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, umur responden, masa kerja
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
101
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimensi
on
Eigenvalue Condition
Index
Variance Proportions
(Constant) umur
responden
masa
kerja
nilai IMT Dosis
rokok
kebiasaan
olahraga
1
1 5,134 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00
2 ,570 3,001 ,00 ,00 ,00 ,00 ,47 ,01
3 ,248 4,549 ,00 ,00 ,01 ,00 ,04 ,27
4 ,031 12,969 ,01 ,20 ,00 ,50 ,09 ,00
5 ,013 19,996 ,00 ,31 ,49 ,41 ,02 ,65
6 ,004 36,102 ,99 ,49 ,50 ,09 ,38 ,07
a. Dependent Variable: %FVC
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 77,040 124,663 100,936 15,6498 11
Residual -18,1522 16,4945 ,0000 12,6481 11
Std. Predicted Value -1,527 1,516 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,015 ,922 ,000 ,707 11
a. Dependent Variable: %FVC
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
102
Variables Entered/Removeda
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
103
Model Variables Entered Variables
Removed
Method
1
kebiasaan
olahraga, Dosis
rokok, nilai IMT,
masa kerja, umur
respondenb
. Enter
a. Dependent Variable: % FEV1
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,449a ,202 -,597 9,0116 1,867
a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur
responden
b. Dependent Variable: % FEV1
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 102,542 5 20,508 ,253 ,921b
Residual 406,046 5 81,209
Total 508,587 10
a. Dependent Variable: % FEV1
b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur responden
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 130,472 51,965 2,511 ,054
umur responden -,752 1,379 -,515 -,545 ,609 ,179 5,589
masa kerja ,294 1,022 ,258 ,288 ,785 ,198 5,047
nilai IMT -,947 1,087 -,392 -,871 ,424 ,787 1,271
Dosis rokok -,004 ,070 -,027 -,062 ,953 ,864 1,158
kebiasaan olahraga 1,290 6,442 ,094 ,200 ,849 ,717 1,394
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
104
a. Dependent Variable: % FEV1
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenval
ue
Condition
Index
Variance Proportions
(Constant) umur
responden
masa
kerja
nilai IMT Dosis
rokok
kebiasaan
olahraga
1
1 4,891 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,01
2 ,484 3,177 ,00 ,00 ,00 ,00 ,20 ,59
3 ,345 3,768 ,00 ,00 ,01 ,00 ,53 ,15
4 ,268 4,271 ,00 ,00 ,22 ,00 ,19 ,03
5 ,010 22,106 ,02 ,12 ,06 ,62 ,06 ,01
6 ,002 56,867 ,98 ,88 ,71 ,38 ,00 ,22
a. Dependent Variable: % FEV1
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 81,085 90,072 85,255 3,2022 11
Residual -12,6855 11,5591 ,0000 6,3722 11
Std. Predicted Value -1,302 1,505 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,408 1,283 ,000 ,707 11
a. Dependent Variable: % FEV1
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
105
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables
Removed
Method
1
kebiasaan
olahraga, Dosis
rokok, nilai IMT,
masa kerja, umur
respondenb
. Enter
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
106
a. Dependent Variable: %FVC
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,627a ,393 -,214 13,2596 1,155
a. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur
responden
b. Dependent Variable: %FVC
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 568,733 5 113,747 ,647 ,678b
Residual 879,089 5 175,818
Total 1447,822 10
a. Dependent Variable: %FVC
b. Predictors: (Constant), kebiasaan olahraga, Dosis rokok, nilai IMT, masa kerja, umur responden
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 122,232 76,461 1,599 ,171
umur responden -,901 2,030 -,366 -,444 ,676 ,179 5,589
masa kerja 1,142 1,503 ,595 ,760 ,482 ,198 5,047
nilai IMT ,287 1,599 ,071 ,179 ,865 ,787 1,271
Dosis rokok ,046 ,104 ,167 ,445 ,675 ,864 1,158
kebiasaan
olahraga
-11,722 9,479 -,509 -1,237 ,271 ,717 1,394
a. Dependent Variable: %FVC
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
107
Collinearity Diagnosticsa
Mode
l
Dimensi
on
Eigenvalue Condition
Index
Variance Proportions
(Constant) umur
responden
masa
kerja
nilai
IMT
Dosis
rokok
kebiasaan
olahraga
1
1 4,891 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,01
2 ,484 3,177 ,00 ,00 ,00 ,00 ,20 ,59
3 ,345 3,768 ,00 ,00 ,01 ,00 ,53 ,15
4 ,268 4,271 ,00 ,00 ,22 ,00 ,19 ,03
5 ,010 22,106 ,02 ,12 ,06 ,62 ,06 ,01
6 ,002 56,867 ,98 ,88 ,71 ,38 ,00 ,22
a. Dependent Variable: %FVC
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 94,865 116,214 104,473 7,5414 11
Residual -13,1326 15,2349 ,0000 9,3760 11
Std. Predicted Value -1,274 1,557 ,000 1,000 11
Std. Residual -,990 1,149 ,000 ,707 11
a. Dependent Variable: %FVC
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
108
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
109
LAMPIRAN 10
Pengukuran kadar debu batubara di area boiler
Pengukuran tinggi badan dan berat badan
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI
110
Tes Faal Paru
Kegiatan pengangkutan batubara ke mesin crusher
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGARUH PAPARAN DEBU BATUBARA TERHADAP STATUS FAAL PARU PEKERJA DI PT X SURABAYA
YOSI DHEMAS LARASATI